Asma adalah penyakit obstruksi paru; oleh karena itu, keterbatasan utama ....
sekarang dianggap sebagai obat pilihan untuk terapi asma di UGD atau di
rumah ...
Timothy H. Self, Cary R. Chrisman, and Christopher K. Finch; terj. D Lyrawati 2011
Acute asthma Assessment Signs and symptoms 1. QC, seorang anak perempuan, usia 6 tahun, masuk ke UGD dengan keluhan dispneu dan batuk yang memburuk dalam 2 hari terakhir. Gejala ini sebelumnya didahului dengan 3 hari mengalami gejala infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) karena virus (tenggorokan sakit, rhinnorhea dan batuk). QC mengalami beberapa serangan bronchitis dalam 2 tahun terakhir dan dirawat inap karena pneumonia 3 bulan lalu. Saat ini QC sama sekali belum diobati. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa QC tampak gelisah dengan distress pernafasan tingkat sedang yang disertai mengi/wheeze pada pernafasan ekspirasi (mengeluarkan nafas); kadang‐kadang batuk; fase pernafasan ekspirasi memanjang; dada hiperinflasi; dan retraksi suprasternal, supraclavicular dan interkostal. Pada auskultasi didapatkan mengi bilateral pada ekspirasi dan inspirasi disertai berkurangnya suara nafas pada sisi kiri. Tanda‐ tanda vital QC adalah sebagai berikut: kecepatan nafas/respiratory rate (RR) 30 kali/menit; tekanan darah (TD atau BP) 110/83 mmHg; nadi (heart rate) 130/menit; temperatur 38,8C; dan pulsus paradoxus 18 mmHg. Saturasi oksigen arteri (SaO2) yang diukur dengan oksimetri pulse menunjukkan 90%. QC mendapat O2 untuk mempertahankan SaO2>90% dan albuterol 2,5 mg diberikan melalui nebulizer setiap 20 menit untuk 3 dosis. Setelah pengobatan awal tadi, QC mengaku merasa lebih baik dan nampak lebih nyaman; namun, menginya pada auskultasi makin keras. Tanda dan gejala apa saja yang dialami QC yang konsisten dengan obstruksi bronchial akut? Apakah peningkatan mengi setelah pemberian albuterol menandai kegagalan terapi? Asma adalah penyakit obstruksi paru; oleh karena itu, keterbatasan utama terhadap aliran udara nafas terjadi pada saat ekpirasi. Obstruksi/hambatan udara keluar mengakibatkan temuan klasik klinis seperti dispneu, mengi ketika ekspirasi, dan pemanjangan fase ekspirasi selama siklus pernafasan. Mengi (wheezing, wheeze) adalah bunyi seperti siulan yang dihasilkan aliran udara turbulen melalui konstriksi (penyempitan) pembukaan dan biasanya lebih nyata pada ekspirasi. Jadi, mengi ekspirasi yang terdengar pada pasien QC kompatibel dengan obstruksi bronkhial. Obstruksi yang dialami QC sedemikian parahnya sehingga mengi pada inspirasi dan penurunan gerakan aliran udara pun terdeteksi pada auskultasi. Penting untuk disadari bahwa gejala klasik mengi ini memerlukan aliran udara turbulen; oleh karena itu, terapi efektif untuk asma akut pada awalnya akan mengakibatkan peningkatan mengi karena aliran udara melalui paru‐paru meningkat. Jadi, peningkatan mengi QC yang terdeteksi pada auskultasi sesuai dengan perbaikan gejala klinisnya setelah mendapat terapi nebulizer albuterol. Batuk yang dialami QC merupakan temuan klinis lain yang sering berkaitan dengan serangan asma akut. Batuk ini mungkin disebabkan oleh stimulasi “reseptor iritan” pada bronkhi oleh mediator‐mediator kimia inflamasi (misalnya, leukotrien) yang dilepas oleh sel mast atau akibat mekanik kontraksi otot polos.
1
Timothy H. Self, Cary R. Chrisman, and Christopher K. Finch; terj. D Lyrawati 2011
Pada progresi/perjalanan serangan asma, saluran nafas yang kecil menjadi benar‐benar tersumbat selama ekspirasi, dan udara dapat terjebak di belakang sumbatan; sehingga pasien harus bernafas pada volume paru‐paru yang‐lebih tinggi‐dari‐normal. 1 Sebagai konsekuensinya, rongga thorax menjadi membesar (hyperexpanded), dan diafragma menurun. Akibatnya, pasien harus menggunakan otot aksesoris pernafasan untuk memperluas dinding dada. Hiperinflasi dada QC dan penggunaan otot‐otot suprasternal, supraklavikular dan interkostal untuk membantu bernafas juga kompatibel/sesuai dengan penyakit obstruksi saluran nafas. Sumbatan saluran nafas berukuran kecil, udara yang terperangkap, dan resorpsi udara pada daerah distal area obstruksi dapat mengakibatkan atelectasis (ekspansi atau kolaps tak sempurna alveoli paru pada suatu segmen lobus paru‐paru). Atelectasis lokal seringkali sulit dibedakan dengan filtrat pada pemeriksaan radiografi dada, dan atelectasis dapat disalahartikan sebagai pneumonia. Riwayat QC yang menunjukkan beberapa kali terkena bronkhitis juga merupakan tanda signifikan yang khas pada orang muda penderita asma. Pada pasien yang mengalami beberapa episod gejala yang melibatkan brokhi dan kambuh beberapa kali (termasuk bronkhitis, pneumonia), diagnosis asma harus menjadi pertimbangan dan diinvestigasi. Peningkatan nadi, kecepatan nafas (RR) dan kegelisahan (ansietas) yang dialami QC mungkin disebabkan oleh hipoksemia dan sensasi sesak nafas. Hipoksemia pada asma akut terutama disebabkan oleh ketakseimbangan antara ventilasi alveolar dan aliran darah pulmonar, yang biasa disebut sebagai ketidaksesuaian ventilasi‐perfusi (ventilation‐perfusion (˙V/˙Q) mismatching). Setiap alveolus disuplai kapiler dari arteri pulmonar untuk keperluan pertukaran gas. Ketika ventilasi berkurang pada suatu daerah di paru‐paru, alveoli di daerah tersebut menjadi hipoksia (kurang kadar oksigen), dan sebagai respon fisiologis normal arteri pulmonar ke daerah tersebut akan menyempit. Akibatnya, aliran darah bergerak atau dipaksa ke bagian paru‐paru yang mendapat aliran darah dengan baik untuk mempertahankan oksigenasi darah yang adekuat. Namun, arteri pulmonar tidak menyempit sempurna, dan ketika sejumlah kecil darah mengalir ke daerah alveoli yang ventilasinya buruk, terjadilah ˙V/˙Q mismatching. Kondisi obstruksi bronkhial diffuse (yaitu asma akut) meningkatkan jumlah mismatching. Selain itu, beberapa mediator bronkhospasme akut (misalnya histamin) memperburuk mismatching karena menyempitkan otot‐otot polos bronkhi. Q.C. juga menunjukkan pulsus paradoxus yang bermakna. Pulsus paradoxus didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik >10mmHg ketika inspirasi. Secara umum, pulsus paradoxus berkorelasi dengan keparahan obstruksi bronkhi; namun, tidak selalu terjadi.
Extent of Obstruction 2. Uji tambahan apa yang bermanfaat untuk menilai derajat obstruksi yang terjadi pada kasus QC? Radiografi dada tidak direkomendasikan untuk dilakukan rutin, namun harus dilakukan jika pasien diduga mengalami komplikasi (misalnya pneumonia).1 Hiperinflasi paru‐paru dan atelectasis dapat dilihat pada hasil Rontgent sinar‐X dada; namun, biasanya Rontgen sinar‐X pada asma akut memberikan hasil negatif dan tidak terlalu bermanfaat untuk evaluasi. Adanya penurunan suara nafas setempat pada dada kiri QC dapat sebagai justifikasi perlunya dilakukan Rontgen sinar‐X, terutama jika masih terjadi 2
Timothy H. Self, Cary R. Chrisman, and Christopher K. Finch; terj. D Lyrawati 2011
perbedaan gerakan udara yang bermakna setelah pemberian terapi awal. Penurunan suara nafas lokal mungkin menunjukkan adanya pneumonia, aspirasi benda asing, pneumothoraks, atau sekedar pengentalan mukus yang menyumbat bronkhus. Uji fungsi pulmonar (misalnya FEV, PEF) merupakan pemeriksaan obyektif untuk mengetahui derajat obstruksi saluran nafas. Peakflowmeter bermanfaat di UGD untuk menilai keparahan obstruksi saluran nafas dan respon terhadap terapi bronkhodilator. Sayangnya, bayi dan anak‐anak belum mempunyai cukup ketrampilan untuk melakukan uji ini. Hanya sekitar 65% anak‐anak usia 5‐16 tahun yang dapat melakukan dengan baik uji FEV atau PEF ketika terjadi serangan akut. Karena QC awalnya mengalami kegelisahan (ansietas), PEF sebaiknya diukur setelah QC mendapat terapi bronchodilator dan menjadi lebih tenang. Salah satu kerugian uji fungsi paru pada asma akut adalah tindakan ekspirasi maksimum yang diperlukan untuk menilai fungsi paru (forced expiration) seringkali memicu batuk. Pengukuran ABG merupakan standar baku untuk menilai obstruksi saluran nafas yang sangat parah. Evaluasi ABG dianjurkan untuk dilakukan pada pasien yang diduga mengalami hipoventilasi, stress berat, atau ketika FEV atau PEV