BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Kontinjensi Pendekatan teori ...

200 downloads 2838057 Views 106KB Size Report
Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal ... Pendekatan akuntansi pada akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Kontinjensi Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal pengendalian organisasi di bawah kondisi operasi yang berbeda dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana prosedur operasi pengendalian organisasi tersebut. Pendekatan akuntansi pada akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa tidak ada sistem akuntansi secara universal selalu tepat untuk dapat diterapkan pada setiap organisasi, tetapi hal ini tergantung pada faktor kondisi atau situasi yang ada dalam organisasi. Menurut Otley (1980) para peneliti telah menerapkan pendekatan kontinjensi guna menganalisis dan mendesain sistem kontrol, khususnya di bidang sistem akuntansi manajemen. Beberapa peneliti dalam bidang akuntansi manajemen melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel-variabel kontekstual seperti ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, struktur dan kultur organisasional, ketidakpastian strategi dengan desain sistem akuntansi manajemen. Pendekatan kontinjensi menarik minat para peneliti karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan suatu sistem akuntansi manajemen akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak. Berdasarkan teori kontinjensi maka terdapat faktor situasional lain yang mungkin akan saling berinteraksi dalam suatu kondisi tertentu. Diawali dari pendekatan kontinjensi ini

7

8

maka muncul lagi kemungkinan bahwa desentralisasi juga akan menyebabkan perbedaan kebutuhan informasi akuntansi manajemen. Riyanto (1997) menyebutkan dengan desain akuntansi manajemen, pendekatan strategic uncertainly cukup menarik untuk diteliti dalam menguji keandalan sistem akuntansi manajemen berpengaruh tidaknya pada setiap kondisi yang didasarkan pada variabel penentu lainnya saling berinteraksi dengan kondisi yang dihadapi. Hirst (1981) mengatakan bahwa perkembangan suatu organisasi dipengaruhi oleh perbedaan

fitur lingkungan. Lebih

jauh hipotesisnya

menyebutkan bahwa kesuksesan suatu organisasi tergantung pada ketidakpastian, faktor internal, umpan balik dengan organisasi lainnya, interaksi eksternal organisasi. 2.2. Sistem Akuntansi Manajemen Akuntansi manajemen adalah informasi keuangan yang merupakan keluaran yang dihasilkan oleh tipe akuntansi manajemen yang dimanfaatkan terutama oleh pemakai intern organisasi. Menurut Mulyadi (2001) akuntansi manajemen dapat dipandang dari dua sudut yaitu akuntansi manajemen sebagai salah satu tipe akuntansi dan akuntansi manajemen sebagai salah satu tipe informasi. Sistem akuntansi manajemen adalah suatu mekanisme pengendalian organisasi, serta merupakan alat yang efektif dalam menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi dari berbagai alternatif aktivitas yang dapat dilakukan (Nazaruddin, 1998). Atkinson (1995) menyatakan bahwa sistem akuntansi manajemen adalah sistem informasi yang mengumpulkan data operasional dan finansial, memprosesnya, menyimpannya

9

dan melaporkan kepada pengguna. Produk yang dihasilkan oleh sistem akuntansi manajemen adalah informasi akuntansi manajemen. Sistem Akuntansi Manajemen merupakan suatu pendekatan kontinjensi dari faktor kondisional yang digunakan dalam penelitian sebagai variabel yang memoderasi suatu hubungan. Sesuai dengan pendekatan kontinjensi Otley (1980), pendekatan kontinjensi akuntansi manajemen didasarkan premis bahwa tidak ada sistem akuntansi manajemen secara universal selalu tepat digunakan seluruh organisasi, namun sistem akuntansi manajemen hanya sesuai (fit) untuk suatu konteks atau kondisi tertentu saja. Teori kontijensi dalam metoda penelitian mengargumenkan bahwa efektivitas desain sistem akuntansi manajemen tergantung eksistensi perpaduan antara organisasi dengan lingkungannya. Sistem Akuntansi Manajemen sering digunakan untuk memotivasi dan mempengaruhi

perilaku

karyawan

dalam

berbagai

cara

yang

akan

memaksimalkan kesejahteraan organisasi dan karyawan. Sistem Akuntansi Manajemen sebagai alat kontrol organisasi dan alat yang efektif menyediakan informasi yang bermanfaat guna memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi pada berbagai aktivitas yang dilakukan. 2.3. Tinjauan Informasi Sistem Akuntansi Manajemen Akuntansi sebagai sistem informasi dan mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap organisasi perusahaan seperti manajer, pemegang saham, kreditur dan pemerintah agar mereka dapat mengambil keputusan ekonomis. Pada sisi lain akuntansi merupakan instrumen penting bagi dunia bisnis dan digunakan sebagai alat bantu

10

dalam pengambilan keputusan bisnis. Akuntansi menurut Littleton dan Zimmerman (1962) merupakan kumpulan data yang sejenis dan memberikan arti sebenarnya yang terpisah untuk setiap data. Akuntansi memberikan informasi yang dibutuhkan pelaku bisnis dalam menjalankan fungsi manajemen, diantaranya perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Fungsi manajemen tersebut penting dalam menentukan langkah strategis suatu organisasi. Pelaksanaannya, manajemen selalu berhadapan pada kondisi yang penuh dengan ketidakpastian baik pada kondisi ketidakpastian tugas maupun ketidakpastian lingkungan. Kualitas informasi akuntansi tergantung pada tiga hal: (1) akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan dengan jelas memberi arti, (2) tepat waktu, berarti penyampaian informasi tersebut sesuai dengan waktu yang ditentukan atau datangnya pada penerima tidak terlambat, (3) Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakaiannya dalam kebutuhan pengambilan keputusan dan mempunyai nilai prediksi, umpan balik dan tepat waktu. Maka diperlukan informasi yang dapat memberikan nilai tambah untuk melaksanakan fungsi manajemen. Nilai tambah tersebut dapat diperoleh bila informasi mempunyai kriteria: (1) mengurangi ketidakpastian, (2) memberikan kepastian bahwa ada lebih banyak pilihan tindakan yang dipertimbangkan oleh pengambil keputusan, dan (3) mengungkapkan sejauh mana tindakan yang direncanakan dan pencapaian hasil yang diharapkan (Anthony, 1985). Informasi akuntansi manajemen dapat berupa anggaran, laporan biaya produksi, laporan penjualan dan lain-lain. Sedangkan informasi akuntansi

11

manajemen sebagai alat pengendalian manajemen untuk merealisasi strategi yang telah ditetapkan, salah satu medianya adalah melalui akuntansi pertanggung jawaban (responsibility-accounting). Kriteria umum mengenai karakteristik informasi yang baik adalah quantifiability, accuracy, aggregation, timeliness (Wilkinson, 1999). Memang tidak terdapat indikator pasti mengenai karakteristik informasi yang baik, namun berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa karakteristik informasi yang baik menurut persepsi manajemen adalah (Chenhall dan Morris, 1986; Gul dan Chia 1994; Chia 1995; Nazaruddin 1998) : 1) Broad scope

Dalam melakukan tugasnya manajer membutuhkan informasi dari berbagai sumber yang sifatnya luas (Robbins, 1994). Karena itu manajer membutuhkan informasi yang memiliki cakupan yang luas dan lengkap (completeness) yang biasanya meliputi aspek ekonomi (pangsa pasar, produk domestik bruto (PDB), total penjualan) dan aspek non ekonomi misalnya kemajuan teknologi, perubahan sosiologis, demografi (Chia, 1995). 2) Agregasi Informasi disampaikan dalam bentuk yang lebih ringkas, tetapi tetap mencakup hal-hal penting sehingga tidak mengurangi nilai informasi itu sendiri (Bodnar 1995). Informasi yang teragregasi akan berfungsi sebagai masukan yang berguna dalam proses pengambilan keputusan, karena lebih sedikit

waktu

yang

diperlukan

untuk

mengevaluasinya,

meningkatkan efisiensi kerja manajemen (Chia, 1995).

sehingga

12

3) Integrasi Informasi yang mencerminkan kompleksitas dan saling keterkaitan antara bagian satu dan bagian lain (Nazaruddin, 1998). Informasi yang terintegrasi berperan sebagai koordinator dalam mengendalikan pengambilan keputusan yang beraneka ragam (Chia, 1995). Manfaat informasi yang terintegrasi dirasakan penting saat manajer dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan yang akan berdampak pada bagian atau unit yang lain. 4) Timeliness Menyatakan ketepatan waktu dalam memperoleh informasi mengenai suatu kejadian. Informasi dikatakan tepat waktu apabila informasi tersebut mencerminkan kondisi terkini dan sesuai dengan kebutuhan manajer (Bodnar, 1995). Informasi yang tepat waktu akan membantu manajer dalam pengambilan keputusan (Chusing, 1994). 2.4. Desentralisasi Hellriegel dan Slocum (1978) dalam Nazarudin (1998) menyatakan bahwa desentralisasi merupakan pendelegasian wewenang tanggung jawab kepada para manajer lebih rendah. Tingkat pendelegasian menunjukkan seberapa jauh manajemen yang lebih tinggi mengizinkan manajemen yang lebih rendah untuk membuat kebijakan secara independen artinya pendelegasian yang diberikan kepada manajemen yang lebih rendah (subordinate) dalam kaitannya dengan otoritas pembuatan keputusan (decision making) dan desentralisasi memerlukan tanggung jawab terhadap aktivitas subordinat tersebut.

13

Miah dan Mia (1996) juga mendefinisikan desentralisasi merupakan seberapa jauh manajer yang lebih tinggi mengijinkan manajer dibawahnya untuk mengambil keputusan secara independen. Namun pendelegasian dan tanggung jawab dari manajemen puncak ke level manajemen yang lebih rendah akan membawa konsekuensi semakin besar tanggung jawab manajer yang lebih rendah terhadap implementasi keputusan yang dibuat. Desentralisasi dalam bentuk pendistribusian otoritas pada manajemen yang lebih rendah diperlukan karena semakin kompleksnya kondisi administratif, tugas, dan tanggung jawab. Dengan pendelegasian wewenang maka akan membantu meringankan beban manajemen yang lebih tinggi. Thompson (1986) menegaskan bahwa desentralisasi dibutuhkan sebagai respon terhadap lingkungan yang tidak dapat diramalkan. Govindarajan (1986) menunjukkan bahwa desentralisasi tinggi merupakan bentuk yang tepat untuk menghadapi peningkatan ketidakpastian sehingga menunjang pencapaian kinerja manajerial yang lebih baik. 2.5. Kinerja Manajerial Dari tingkat pendelegasian tersebut, memunculkan penilaian terhadap kinerja manajerial. Kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan cara membandingkan dengan kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu. Sedangkan Kinerja manajerial dapat diartikan sebagai kinerja manajer dalam kegiatan-kegiatan yang meliputi perencanaan, investigasi, pengoordinasian,

14

evaluasi, pengawasan, pengaturan staf (staffing), dan perwakilan/representatif di lingkungan organisasinya. (Sastrohadiwiryo, 2002). Stoner (1992) mendefinisikan kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Evaluasi atas kinerja yang dilakukan oleh manajer beragam tergantung pada budaya yang dikembangkan masing-masing peusahaan (Ivaneevich, 1999). Berikut ini beberapa ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajemen, berdasarkan perspektif non-keuangan: 1)

Kemampuan manajer untuk membuat perencanaan. Perencanaan yang baik dapat meningkatkan fokus dan fleksibilitas manajer dalam menangani pekerjaannya. Masalah fokus dan fleksibilitas merupakan dua hal penting dalam lingkungan persaingan yang tinggi dan dinamis. Kemampuan manajer dalam membuat perencanaan dapat menjadi salah satu indikator untuk mengukur kinerja manajer (Nazaruddin, 1998).

2)

Kemampuan untuk mencapai target. Kinerja manajer dapat diukur dari kemampuan mereka untuk mencapai apa yang telah direncanakan (Mulyadi, 2001). Target harus cukup spesifik, melibatkan partisipan, realistik dan menantang serta memiliki rentang waktu yang jelas (Hess, 1996).

3)

Kiprah manajer di luar perusahaan. Intensitas manajer dalam mewakili perusahaan untuk berhubungan dengan pihak luar menunjukkan kepercayaan perusahaan kepada manajer tersebut. Kepercayaan ini dapat timbul karena beberapa hal, salah satunya adalah

15

kinerja yang baik dari manajer. Wagner (1995) juga mengungkapkan bahwa peranan

manajer

dalam mewakili perusahaan menunjukkan

tingkat

kinerjanya. Peran manajer yang terpenting yaitu mengelola dan menyelenggarakan berbagai aktivitas pekerjaan dalam organisasi untuk mencapai tujuan dari perusahaan. Salah satu parameter atau indikator yang sering digunakan suatu organisasi untuk melakukan penilaian terhadap kinerja manajer adalah pendekatan keuangan. Pendekatan keuangan ini informasinya bisa diperoleh dari laporan keuangan atau sumber laporan keuangan lainnya. Mahoney et.al (1963) mendefinisikan kinerja manajer berdasarkan fungsi manajemen pada teori manajemen klasik. Sehingga kinerja manajer diartikan dengan seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi: perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Disamping itu, kinerja manajer sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kinerja manajer dapat dihubungkan dengan indikator efektif dan efisien organisasi dalam melakukan suatu aktivitas. Sehingga pengukuran atau penilaian kinerja manajer diperlukan untuk memberikan jaminan bahwa suatu organisasi yang dikelola oleh manajer telah melaksanakan strateginya dengan efektif dan efisien. Beberapa hasil penelitian dengan menggunakan kinerja manajer sebagai variabel dependen memberikan kesimpulan yang tidak searah satu sama lain. 2.6. Desentralisasi dan Karakteristik Informasi

16

Desentralisasi yang berkaitan dengan tingkat otonomi yang didelegasikan kepada para manajer unit dan desain sistem akuntansi manajemen merupakan suatu set pengendalian yang signifikan dalam organisasi (Otley, 1980). Secara lebih spesifik desentralisasi tidak saja merupakan sebuah variabel kontinjensi yang penting dalam perancangan sistem akuntansi manajemen, tetapi juga merupakan mekanisme penunjang yang seharusnya konsisten dengan maksud penyusunan struktur formal (Chenhall dan Morris, 1986). Subsistem

pengendalian

sistem

akuntansi

manajemen

yang

lain

didefinisikan sebagai ketersediaan dari karakteristik informasi, yaitu lingkup, ketepatan waktu, agregat, dan integrasi informasi (Chenhall dan Morris, 1986). Waterhouse dan Tiessen (1978) menjelaskan bahwa kesesuaian antara desentralisasi dengan agregat informasi dari sistem akuntansi manajemen terjadi jika mampu memperbaiki kinerja manajerial. Mereka menekankan bahwa kesesuaian kedua aspek tersebut berasosiasi dengan kinerja yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena para manajer divisi/unit lebih senang dievaluasi dengan ukuran kinerja agregat yang merefleksikan area pertanggungjawaban mereka. Ukuran evaluasi akuntansi konvensional yang tidak merefleksikan otonomi dan integrasi satu dengan yang lainnya akan mengakibatkan turunnya moral dan meningkatnya konflik dalam aktivitas divisi/unit (Chenhall dan Morris, 1986). 2.7. Pembahasan Penelitian Sebelumnya Beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan berkaitan dengan informasi akuntansi terhadap kinerja manajer memberikan kontribusi kepada kita untuk menggali lebih mendalam, menelaah dan menguji kembali secara empiris

17

terhadap hasil yang ada. Penelitian Argyris (1952) dalam Fazli (2001) menyimpulkan bahwa penggunaan informasi akuntansi sebagai penilaian kinerja manajer dapat menyebabkan ketegangan, rasa dendam, saling curiga dan kurang percaya diri. Penelitian Argyris ini kemudian dikembangkan oleh peneliti lain seperti Hopwood (1972) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan informasi akuntansi dengan budget constraint style membawa dampak negatif terhadap bawahan, sedangkan Otley (1978) menyimpulkan bahwa penggunaan informasi akuntansi sebagai alat ukur dapat berdampak positif terhadap bawahan dan informasi akuntansi baik sebagai alat penilai prestasi seseorang. Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan Hopwood (1972) dan Otley (1978) mendorong Gul dan Chia (1994), Chia (1995) untuk kemudian mengembangkan penelitian yang dilakukan Hopwood (1972) dan Otley (1978) dengan memasukkan variabel desentralisasi. Hasil dari penelitian yang dilakukan Gul dan Chia (1994), Chia (1995) menunjukkan bahwa karakteristik informasi akuntansi manajemen tergantung pada variabel kontekstual organisasi yaitu desentralisasi, dua sub-sistem kontrol itu akan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen yang tinggi akan meningkatkan kinerja manajerial pada organisasi dengan tingkat desentralisasi yang tinggi, begitupun sebaliknya pada organisasi dengan tingkat desentralisasi yang rendah, karakteristik informasi sistem akuntansi yang tinggi akan dapat menurunkan kinerja manajerial. Hal ini sejalan dengan penelitian Nazaruddin (1998) yang menyatakan pada tingkat desentralisasi tinggi dibutuhkan

18

karakteristik informasi sistem akuntansi manajemen yang semakin tinggi agar dapat meningkatkan kinerja manajerial. Berbeda dengan hasil penelitian Gul dan Chia (1994), Chia (1995) dan Nazaruddin (1998), penelitian yang dilakukan Wahyudin (2007) dengan memasukkan tingkat desentralisasi dan gaya kepemimpinan sebagai variabel pemoderasi, tidak menemukan hasil yang signifikan. Juga penelitian yang dilakukan

Solechan

dan

Setiawati

(2009)

yang

menggunakan

tingkat

desentralisasi sebagai variabel moderasi menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara karakteristik sistem akuntansi manajemen dan desentralisasi sebagai variabel moderasi terhadap kinerja manajerial.