BAB II PEMBELAJARAN SEJARAH DAN KESADARAN SEJARAH ...

47 downloads 25821 Views 700KB Size Report
PEMBELAJARAN SEJARAH DAN KESADARAN SEJARAH. 2.1 Pengertian Sejarah. Sejarah adalah istilah tentang ceritera sejarah, pengetahuan sejarah, ...
BAB II

PEMBELAJARAN SEJARAH DAN KESADARAN SEJARAH 2.1 Pengertian Sejarah Sejarah adalah istilah tentang ceritera sejarah, pengetahuan sejarah, gambaran sejarah, dan arti subjektif (suatu konstruk yang disusun penulis sebagai suatu cerita). Sebagai suatu konstruk sejarah merupakan proses pemikiran agar masa lampau itu dapat dipahami, sejarah merupakan kemajuan pemikiran (Kartodirdjo, 1990: 14; Frederick dan Soeroto, 1982: 4; Marx dalam Bauman, 1978: 48 ). Sejarah dalam bentuk rangkaian cerita seperti terdapat pada buku pelajaran sejarah, merupakan peristiwa nyata kehidupan manusia pada masa lampau. Cerita sejarah tersebut adalah hasil

kerja sejarawan dengan

berdasar temuan sumber-sumber masa

lalu,

menggambarkan pengalaman-pengalaman manusia yang hidup di dalam kelompokkelompok beradab, berupa deretan peristiwa yang berhubungan dengan negara, masyarakat, seseorang, dan keadaan tertentu (Abdullah & Suryomiharjo, 1985: xii; Renier, 1961; Ali, 1961). Sejarah merupakan pengalaman manusia dalam berbagai kehidupan pada masa lalu yang meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Daniels (1981: 40) mengatakan "History is the keystone of the entire study of human life." Sejarah berarti peristiwa yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu di suatu tempat tertentu. Fakta-fakta masa lalu merupakan sejarah dan mempunyai arti apabila hubungannya diberi penjelasan dengan mekanisme dialektis antara proses dan struktur (Kartodirdjo, 1986: 7; 1987: xvii).

34

Inti ilmu sejarah adalah individu yang juga menjadi basic unit tei tentang tindakan sosial. Tindakan menjadi sosial berkat kekuatan arti selama hal ini berhubungan dengan orang lain dan prosesnya terarah (Gan 88). Karya sejarah dapat dilihat dari tulisan Weber dengan topik-topik keagamaan, organisasi

birokrasi,

bentuk-bentuk

ketidaksamaan

sosial,

kapitalisme

dan

Protestanisme, tindakan kolektif dan organisasi yang tumbuh dari status dan ketidak samaan sosial, hubungan antara negara dan masyarakat, dan bentuk-bentuk kekuasaan dan kebudayaan, semua topik-topik tersebut menurut Gamer (1999: 88) adalah "...unified are by a sweeping argument that traces increasing domination of human life by rational modes of action over the course of human history." (...kesatuan adalah suatu argumentasi yang melacak peningkatan dominasi hidup manusia dengan bentuk tindakan rasional melalui sejarah manusia). Peristiwa sejarah digambarkan juga secara metafora dalam gambaran perubahan dan perkembangan dalam wujud dunia tanaman dan binatang (Nisbet, 1977: 3). Metafora ini memiliki makna bahwa sejarah, kebudayaan dan masyarakat tumbuh-berkembang. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa sejarah berupa: perang, robohnya dinasti, penggulingan pemerintahan, sistem ekonomi yang membuat kemakmuran dan kemiskinan, revolusi dalam kekuasaan, hak istimewa dan kekayaan. Sejarah dapat untuk melihat kelangsungan generasi dari generasi, kemerosotan moral, kreatifitas manusia dalam perdamaian, perang, perdagangan, seni, pengetahuan dan teknologi (Nisbet, 1977). Perubahan dan kontinuitas dapat dilihat dari peristiwa sejarah, sejarah adalah catatan tentang kemajuan yang terus-menerus. Kemajuan dalam catatan sejarah

35

merupakan bentuk bahwa setiap generasi mewariskan pada generasi berikutnya sesuatu yang berharga, kemudian dimodifikasi dengan pengalaman yang mereka miliki dan diperluas (Robert Mackenzie dalam Fukuyama, 2001: 25). Sejarah merupakan gambaran hasil interaksi antara individu atau kelompok sosial dengan struktur sosial, perubahan sosial, dan upaya manusia ataupun kelompok sosial (peristiwa) yang berhasil mengubah struktur sosialnya (Christopher Loyd dalam Fukuyama, 2001: xiv). Sejarah adalah kisah tentang pengalaman manusia yang tinggal dalam suatu masyarakat yang mempunyai peradaban (Renter, 1965: 79; Huntington, 2002: 37). Hal ini dapat dilihat dari perkembangan peradaban masa lampau manusia di Lembah Sungai Nil, Mesopotamia, atau Lembah Sungai Indus. Melalui rekaman sejarah dapat terlihat bahwa Yunani Kuno mengapdofsi seni dan sastra kawasan Asia Kecil, Pulau Kreta, Funisia dan Mesir. Sejarah telah memberikan gambaran bahwa peradaban merupakan karya kolektif suatu bangsa dengan cara proses memberi dan menerima dalam kurun waktu yang panjang (Will and Durant, 1968: 29). Perubahan dan perkembangan dalam sejarah sebagai aktivitas manusia digambarkan dalam bentuk gerak live cycle : (1) kegagalan (breakdown), (2) kehancuran (disintegration), dan (3) kehilangan (disolution) sebagai

periode

keruntuhan setelah melewati masa lahir (genesis) serta perkembangan (growth) (Toynbee, 1972). Karya Toynbee (1972) memperlihatkan bahwa sejarah merupakan perkembangan aktivitas manusia sebagai jawaban (response) terhadap tantangan (challenge) yang datangnya dari alam, manusia, atau peperangan (Toynbee (1972).

36

Perspektif sejarah digunakan Toynbee (Perry, 1982: 7) untuk menganalisis aktivitas manusia sebagai individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi dunia, misalnya dalam sejarah Barat manusia telah menguasai alam dengan teknologi, tetapi pemenangnya adalah teknologi (Toynbee dalam Perry, 1982 : 73). Toynbee

telah

melakukan

studi~ tentang

asal

usul

pertumbuhan,

perkembangan, dan keruntuhan dua puluh satu macam peradaban dengan kaca mata sejarah (Perry, 1982). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa sekularisme (termasuk nasionalisme) sebagai bentuk modern dari tribal-mindedness harus dibimbing oleh nilai-nilai spiritual, jika tidak akan mengakibatkan kehancuran peradaban-peradaban. Demokrasi telah bergeser menjadi agen nasionalisme negara yang berwawasan sempit sehingga kehidupan politik dunia modem pudar, nasionalisme politik dapat melahirkan perang antar bangsa, sedangkan nasionalisme ekonomi dapat melahirkan persaingan eksploatasi yang tidak memperhatikan batasbatas moral dan etika. Perkembangan dan perubahan dalam sejarah barat modem ditulis Toynbee dalam dua belas jilid buku A Study o/History, karya ini merupakan jawaban terhadap sejarah barat yang hancur akibat perang dan totalitarisnisme, serta jawaban terhadap perang dunia dan totalitarinisme yang hampir saja menghancurkan peradaban Barat pada pertengahan pertama abad XX. Kontinuitas digambarkan dalam sejarah sebagai suatu gerak yang tumbuh berkembang secara berurutan. Kesinambungan inilah yang sering disebut dengan gerak sejarah, sejarah merupakan cerita dari kemajuan (Beerling & Peursen, 1986). Gerak sejarah terlihat dari perkembangan teknologi yang dikenal dengan revolusi, contohnya: revolusi pertanian sebelum masehi sebagai dasar kebudayaan atau

37

peradaban manusia, revolusi industri yang terjadi pada abad ke-18 yang telah mengubah kehidupan pertanian ke kehidupan industri, dan revolusi teknologi yang lebih canggih yang memudahkan kegiatan manusia akibat temuan-temuan ilmu pengetahuan dasar (Wibisono, 1992). Sejarah adalah dialektik antara kontinuitas dan diskontinuitas, kompetisi antara konsolidasi dan transformasi, suksesi antara order dan change, atau dalam semboyan Soekarno, sejarah adalah semacam simbol revolusioner dari usaha menjebol dan membangun (Ignas Kleden, 1986: 69). Sejarah adalah catatan tentang masyarakat dunia maupun lokal dan perubahan-perubahan yang terjadi pada watak suatu masyarakat. Jadi sejarah merupakan gambaran tentang segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan

masyarakat serta kebudayaan merupakan perubahan sejarah atau

hisiorical change dan merupakan gerak sejarah (Ibn Chaldun dalam Issawi, 1962; Ali, 1963: 65). Dalam sejarah terdapat sisi luar dan sisi dalam. Sisi luar dari sejarah itu adalah rekaman perputaran waktu dan perputaran kekuasaan pada masa lampau. Tapi bila ditilik secara mendalam, sejarah adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang cermat untuk mencari kebenaran atau hikmah (Ibn Khaidun dalam Issawi, 1962; Maarif, 1985: 114). Sejarah memiliki unsur outside dan inside gambaran aktivitas manusia pada masa lampau (Coilingwood, 1956: 213). Unsur Outside meliputi segala sesuatu dari aktivitas manusia yang dapat ditangkap oleh sejarawan, sedangkan unsur inside atau internal elements (Burston 1972: 23) adalah ide-ide dan pikiran manusia (human thought) di balik aktivitas manusia pada masa lalu berbentuk : motives, intentions, designs, purposes, dan policies.

38

Sejarah dalam perspektif Islam adalah revolusi yang dibimbing Nur Illahi dan kesadaran manusiawi, diikuti gairah keagamaan dan rohani, motif-motif Illahi dan nilai-nilai kemanusiaan (Muthahhari, 1998: 177). Hal ini adalah makna gerak maju terus menerus yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an agar umat manusia bekerja keras untuk bergerak maju, dalam bentuk gerakan ke atas yang mecerminkan perkembangan dan evolusi sebagai Jalan Allah (sabililah) (Baqir, 1993 : 145). Sejarah dalam perspektif Islam menekankan bahwa Tuhan adalah pencipta sejarah, sejarah adalah panggung perwujudan kehendakNya. Dalam pemahaman Islam bukanlah Tuhan sendiri yang bertanggung jawab terhadap proses historis, tiap-tiap individu bertanggung jawab dengan berpegang pada Al Qur'an sebagai wahyu Tuhan (Haddad, 1982: 6). Peristiwa masa lampau tidak selalu sejarah, peristiwa masa lampau mengandung arti sejarah jika diberi batasan-batasan berkenaan dengan dimensi waktu, memusatkan peristiwa yang menyangkut tindakan dan perilaku manusia, dan berkaitan dengan tempat kejadian (Abdullah dan Suryomihardjo, 1985). Batasanbatasan tersebut merupakan sejarah bila faktanya berkaitan dalam suatu konteks sejarah dan disusun sesuai dengan tujuan penyusun sejarah. Sejarah menurut Lucy O'hara dan Mark O'hara (2001: 1-3) adalah : "...as the study ofeverything that has happened, which, given the incomplete record available, would inevitable be less than full story but would still be extremely large and complex... studying the lives of prominent and powerful people from the past and the events surrounding their behaviour is certainly part of history(...sebagai studi tentang segala sesuatu yang telah terjadi, yang mana telah memberikan catatan yang kurang lengkap, akan diperhatikan sebagai cerita penuh yang komplek dan besar...belajar dari kehidupan orangorang kuat dan terkemuka pada masa lalu dan peristiwa-peristiwa yang melingkupi mereka sebagai bagian dari sejarah).

39

Sejarah dikatakan oleh Dray and van der Dussen (2001) adalah "The ultimate aim of history is not to know the past but to understand the present." (Tujuan sejarah yang terakhir bukanlah untuk mengetahui masa lalu tetapi untuk memahami masa kini). Berdasarkan uraian tentang pengertian sejarah, dapat diambil kesimpulan bahwa sejarah adalah istilah untuk menggambarkan masa lampau manusia yang telah disusun berdasarkan fakta dan metode keilmuan. Gambaran sejarah tersebut disusun secara kronologis, berdasarkan tempat, dan pelaku. Melalui sejarah dapat terlihat perubahan dan kesinambungan berbagai aspek dari kehidupan manusia. Aktivitas kehidupan manusia menjadi fokus kajian sejarah, sehingga manusia masa kini dapat melihat gambaran sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan masa lampau yang berkaitan dengan peristiwa masa kini. Sejarah tidak hanya memberikan gambaran tentang gejolak kehidupan manusia pada masa lampau tetapi juga memberikan gambaran nilai-nilai berupa ide-ide dari peristiwa kehidupan manusia. Mempelajari sejarah berarti melihat gambaran nyata tentang perjalanan kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Gambaran nyata tersebut menunjukkan adanya suatu perubahan sebagai hasil aktivitas sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Melalui belajar sejarah dapat terlihat kaitan waktu dan benang merah masa lampau, masa kini, dan masa mendatang. Sejarah suatu bangsa misalnya dipelajari untuk melihat perubahan sebagai hasil perjuangan pendahulunya dan adanya kesinambungan yang terus menerus.

40

2.2 Sejarah sebagai Ilmu Sejarah sebagai ilmu ditegaskan Bury (Carr, 1965: 71) "history as a science, no more and no less." Kuntowijoyo (1995: 7-17) menjelaskan bahwa sejarah sebagai ilmu merupakan: (1) ilmu tentang manusia, (2) ilmu tentang waktu, (3) ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial, dan (4) ilmu tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya, dan terinci. Brundage (1989: 14) menambahkan "...history is an intellectuai discipline in which the process of revisionism in central. " Sejarah sebagai ilmu tidak dapat dipisahkan dari prosedur penelitian ilmiah, yaitu sumber yang berupa fakta. "The past and the historian are one,for history is a process to which the historian himself is integral as at once part of it and the selfknowledge of it". (Masa yang lalu dan ahli sejarah adalah satu, sejarah merupakan suatu proses sedangkan ahli sejarah sendiri merupakan bagian integral dari masa lalu dan pengetahuan itu sendiri) ( Collingwood dalam Renier, 1965: 47). Ditegaskan oleh Carr (1965: 35): The historian and the facts of history are necessary to one another. The historian without his facts it rootless and futile; the facts without their historian are dead and meaningless...What is history ? is that it is a continuous process of interaction between the historian and his facts, an unending dialogue between the present and the past. (Sejarawan tidak dapat dipisahkan dari fakta sejarah, sebaliknya fakta tidak akan berarti tanpa sejarawan. Sejarah adalah proses terus-menerus dari interaksi ahli sejarah dan fakta, dialog yang tidak ada hentinya antara masa kini dan masa yang lalu). Clark (1973) merumuskan : "So we can say that history is a selective record of the past characterized by the use of historical method to determine the facts, by both change and continuity, and by attempts to go beyond the facts to determine their meaning in the past, present, andfuture." (Sejarah merupakan hasil seleksi rekaman

41

masa lampau menggunakan metode sejarah, sehingga terlihat perubahan dan kontinuitas serta keterkaitan masa lampau, masa kini dan masa mendatang). Ciri keilmuan dari sejarah adalah metode sejarah, yang seperangkat azas dan kaidah-kaidah sistematis dan digubah untuk membantu secara efektif pengumpulan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan menyajikan suatu sintesis hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan (Alfian, 1989: 2). Sejarah ditulis berdasarkan fakta-fakta melalui penelitian dan pemikiran kritis, sehingga diperoleh suatu kebenaran. "The study ofhistory, then, amounts to a search for the tmth " (Nevins, 1933;. Elton, 1967: 51). Ditegaskan oleh Collingwood (1973: 249) "...it must be science of some special kind." Walsh (1970: 38-39) mengatakan "...that history can be described as scientijic in one respect at any rate, namely that it is a study with its own recognized methods, which must be mastered by anyone who hopes to be profilient in It" (jadi sejarah dapat digambarkan sebagai ilmu pengetahuan, studi dilakukan dengan metode). Ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai ciri-ciri dicapai secara metodis dan berhubungan secara sistematis, menunjukkan objektivitas, dan generalisasi serta memprediksi (Walsh, 1970: 37). Sebagai ilmu, dalam penelitian sejarah terdapat enam langkah yaitu memilih topik, mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik, mencatat temuan sesuai topik pada waktu penelitian, melakukan kritik sumber, menyusun hasil penelitian sesuai sistematika, menyajikan dan mengkomunikasikan (Gray dalam Sjamsuddin, 1996: 89).

42

Sejarah sebagai ilmu pengetahuan terlihat dari karakteristik sejarah yang empiris, yaitu mempunyai: objek dan teori (Kuntowijoyo, 1995). Renier (1950: 245) mengatakan bahwa: We know, however, that history, though not a science, is a discipline which approaches its subject-matter in the same spirit as science. It has the same way of looking upon the gradual acquisition of accurate knowledge; like science, it seeks knowledge for the sake of action, and tests the vaiue of its knowledge in the process of action. (Sejarah merupakan suatu disiplin ilmu yang pendekatan masalah pokoknya memiliki spirit yang sama seperti ilmu. Hal ini merupakan pengetahuan yang akurat; seperti ilmu, sejarah mencari pengetahuan untuk tindakan, dan meguji nilai pengetahuannya pada proses tindakan). HIlis (1977: 111) mempertegas karakter keilmuan dari sejarah : Of all sciences that focus on human behavior, histoiy is perhaps the broadest in scope. In fact, because its subject matter encompasses past events...all areas of human endeavor, there is persistent question of whether history is a science or merely stories of the past and unfolding present. (Fokus ilmu pengetahuan adalah tingkah laku manusia, skope sejarah lebih luas. Fakta mencakup peristiwa-peristiwa masa lalu, semua area mengenai usaha manusia, ini merupakan pertanyaan yang terus menerus apakah sejarah adalah ilmu pengetahuan atau hanya cerita mengenai masa lalu dan berhubungan dengan masa sekarang). Ditegaskan oleh Paul Ward (HIlis, 1977: 112): Histoiy in its original meaning,everyone agrees, is inquiry...History is inquiry into myths and folk stories that grandmothers tell. It is inquiiy to find truer explanations for existing institutions and situations. It is also inquiry for the sake of inquiiy, for mankind is a very interesting phenomenon. All in all, history is inquiry into the heritage and burden that society would lay on us, an inquiry that frees us to select and learn from it. (Sejarah dalam pengertiannya yang orisinil, setiap orang mengakui, penelitian sejarah merupakan penelitian menemukan kebenaran untuk situasi dan lembaga yang ada. Sejarah juga adalah penelitian untuk kepentingan penelitian, merupakan sebuah phenomena yang sangat menarik. Semua ini, menunjukkan bahwa sejarah merupakan sebuah penelitian mengenai warisan, sebuah penelitian yang mana bebas untuk menyeleksi dan belajar dari sejarah).

43

Pendapat Paul Ward memberikan penegasan bahwa sejarah merupakan disiplin ilmu berdasarkan hasil penelitian,

sehingga diperoleh suatu kebenaran. Hal ini

ditambahkan oleh Sunal dan Haas (1993: 276) bahwa sejarah sebagai

"a

ckronological study that interprets and gives meaning to events and applies systemadc methods to discover the truth. " (Sejarah merupakan sebuah studi secara kronologi dengan interpretasi dan memberikan pengertian-pengertian atau arti pada peristiwa-peristiwa

dengan

menggunakan

metode

sistematik

untuk

mencari

kebenaran). Ilmu sejarah sama dengan ilmu-ilmu lainnya mempunyai unsur sebagai alat mengorganisir seluruh tubuh pengetahuannya serta mengstrukturasi pikiran, yaitu metode sejarah. Teori dan metodologi sebagai inti ilmu sejarah menerangkan kejadian dengan sebab-sebabnya, kondisi lingkungan, dan konteks sosial-kulturalnya (Kartodirdjo, 1992: 2). Sejarah merupakan studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia pada waktu lampau dan jejak-jejaknya pada waktu sekarang, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis, sehingga mudah dipahami dan dimengerti (Widja, 1988: 9; Hugiono dan Poerwantana, 1987: 9). Peristiwa sejarah yang menjadi kajian sejarah kritis adalah peristiwa yang unik, dalam peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan budaya (Bauman, 1978: 69). Ilmu sejarah adalah ilmu yang memiliki kedudukan sentral dalam penelitian masyarakat. Antropologi, Sosiologi atau Ilmu Politik cenderung memberikan fotografis suatu saat tertentu atau suatu bagian dari masyarakat. Ilmu-ilmu sosial mengakui pentingnya sejarah bagi penelitian-penelitian mereka sendiri, karena

44

sejarah menggambarkan suatu proses perkembangan dan menjelaskan gerak suatu masyarakat hingga saat ini. Sejarah adalah suatu penelitian untuk melihat bagaimana masyarakat bergerak, berubah dan berkembang, dan juga sekaligus mempersoalkan unsur-unsur dinamikanya (Anderson dalam Onghokham, 1992: xii). Sejarah sebagai ilmu memiliki empat unsur pemikiran sejarah sebagai proses untuk memahami masa lampau (1) pengertian waktu sebagai sesuatu yang langgeng dan berurutan untuk mengerti kapan kejadian itu teg'adi dan apa kaitannya dengan kejadian lain dalam waktu yang bersamaan atau berurutan, (2) kesadaran sifat dasar fakta-fakta tidak berhenti pada angka tetapi menemukan makna lain dibalik angka tersebut, dan memutuskan arti paling mendekati kebenaran, (3) menekankan pada sebab musabab untuk mengetahui sejelas-jelasnya bukan saja kapan suatu kejadian itu terjadi, apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bagaimana terjadinya, tetapi juga mengapa sebagai ciri khas pemikiran sejarah modem, dan (4) tidak membatasi wilayah penyelidikannya sebagai ciri khas sejarah dewasa ini (Novack, 1974: 18). Sejarah bukan dongeng melainkan ilmu pengetahuan sama dengan disiplin ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, antropologi, politik, dan sebagainya. Sebagai ilmu sejarah memiliki metode yang dikenal dengan metode sejarah, sehingga sejarah merupakan hasil kajian secara ilmiah untuk mendapatkan suatu kebenaran. Pembelajaran sejarah selayaknya diarahkan pada ciri keilmuan dari sejarah, penekanan pada berpikir ilmiah. Pembelajaran sejarah dengan penekanan pada berpikir ilmiah mengajak peserta didik menggali permasalahan dan memecahkan permasalahan berdasarkan fakta-fakta sejarah (bukan mendengar dan menghapal).

45

23 Pembelajaran Sejarah dan Guna Belajar Sejarah 2.3.1

Pembelajaran Sejarah Pembelajaran

sejarah

memiliki

peran

mengaktualisasikan

dua unsur

pembelajaran dan pendidikan. Unsur pertama adalah pembelajaran (instruction) dan pendidikan intelektual (intellectual traming), dan unsur kedua adalah pembelajaran dan pendidikan moral bangsa dan civil society yang demokratis dan bertanggung jawab kepada masa depan bangsa. Unsur pembelajaran (instruction) dan pendidikan intelektual (intellectual training) pada pembelajaran sejarah tidak hanya memberikan gambaran masa lampau, tetapi juga memberikan latihan berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan pendekatan analitis, salah satunya melalui pertanyaan "mengapa" (why) dan "bagaimana" (how) dapat melatih siswa berpikir kritis dan analitis, berbeda dengan bentuk pertanyaan "siapa" (who), "apa" (what), "dimana" (where), dan "kapan" (when). Pengajaran dan pendidikan moral bangsa menuntut pengajaran sejarah beorientasi pada pendidikan kemanusiaan (humaniora) yang meperhatikan nilai-nilai dan norma-norma (Gottschalk, 1975: 10). Hasil pembelajaran sejarah menjadikan peserta didik berkepribadian kuat, mengerti sesuatu agar dapat menentukan sikapnya. Pentingnya pengertian tentang sejarah untuk kehidupan sehari-hari membuat peserta didik mempunyai alat untuk menyingkap tabir rahasia gerak masyarakat Dengan sejarah dapat diketahui hasil-hasil perjuangan sejak jaman dahulu. Sejarah dapat diibaratkan pendidik, karena dapat mendidik jiwa manusia lewat hasil yang dicapainya (Trevelyan, 1957: 228).

46

Keterampilan guru diperlukan di dalam kelas untuk membenJ^flgaflgbateaX peristiwa sejarah secara jelas kepada siswa, sehingga siswa mempunya» gahibaraaS? s h \

v ^ s p ^

dari suatu peristiwa sejarah. Gambaran peristiwa sejarah yang d i ^ j i r f t ^ ^ j j ^ diharapkan dapat berpengaruh pada sikap dan prilaku siswa sesuai dengan tujuan dari pendidikan dan pembelajaran sejarah. Siswa dalam pembelajaran sejarah mendapat informasi kesejarahan dari guru yang berhubungan dengan ciri peristiwa sejarah, yaitu : what, when, who, where, why, dan how. Imaginasi diperlukan siswa, karena siswa diajak oleh guru memahami suatu peristiwa yang teijadi pada masa lampau. Peristiwa masa lampau sebagai peristiwa sejarah tersebut dari segi waktu adalah peristiwa yang sudah lama terjadi dan wujudnya hanya berupa rekonstruksi sumber-sumber masa lalu, tempatnya dan pelaku dalam peristiwa tersebut tidak dikenal serta sudah tidak dapat dihubungi. Gambaran peristiwa sejarah yang diterima siswa selanjutnya dihapalkan, dihayati, dan diamalkan. Permasalahan timbul sehubungan dengan keterampilan pembelajaran yang diperlukan, agar gambaran sejarah tersebut dapat dipahami dan dapat digambarkan oleh siswa dengan benar. Pembelajaran sejarah agar menarik dan menyenangkan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain mengajak siswa pada peristiwa-peristiwa sejarah yang teijadi di sekitar siswa. Lingkungan di sekitar siswa terdapat berbagai peristiwa sejarah yang dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang masa lalu. Umumnya siswa akan lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah bila berhubungan

dengan

situasi

nyata

di

sekitarnya,

sehingga

siswa

dapat

menggambarkan suatu peristiwa masa lalu seperti dalam pelajaran sejarah. 47

3

Kondisi nyata di sekitar siswa dapat digunakan oleh guru sebagai cara untuk menggambarkan atau mengantarkan suatu peristiwa sejarah. Seperti diketahui hahwa setiap daerah di Indonesia mengalami perjalanan waktu dan perubahan dari sejak jaman pra-sejarah hingga jaman sekarang ini. Banyak daerah-daerah menyimpan berbagai peninggalan sejarah sebagai bukti otentik terjadinya peristiwa sejarah di suatu daerah, peristiwa-peristiwa sejarah di tiap daerah di Indonesia mempunyai benang merah saling berkaitan. Setelah memperkenalkan peristiwa sejarah yang ada di sekitar siswa, guru dapat membawa siswa pada lingkup yang lebih luas. Peristiwa sejarah di sekitar siswa diharapkan dapat membantu memahami bentuk-bentuk peristiwa masa lalu dan terjadinya suatu peristiwa masa lalu, selain itu siswa mampu menggambarkan suatu peristiwa sejarah. Penggunaan peristiwa sejarah di sekitar siswa dapat juga digunakan sebagai contoh untuk menerangkan konsepkonsep kesejarahan, misalnya konsep tentang kepahlawanan, penjajahan, perjuangan, perlawanan, kolonialisme. Penggunaan peristiwa sejarah dari lingkup sekitar siswa atau lokal selanjutnya diarahkan ke lingkup daerah lain dan nasional bahkan internasional dikenal sebagai pembelajaran induktif. Pembelajaran sejarah bukan hanya untuk menanamkan pemahaman masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan adanya perkembangan masyarakat kebangsaan dan cinta tanah air, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia; melainkan ditekankan pada kegiatan yang dapat memberikan pengalaman untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan kecintaan pada manusia secara universal. Pembelajaran sejarah juga menekankan pada cara berpikir, bernalar, kematangan emosional dan sosial,

48

serta meningkatkan kepekaan perasaan dan kemampuan mereka untuk memahami dan menghargai perbedaan. Pembelajaran sejarah adalah bagian dari proses penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan (Abbas, 1998: 83) Pembelajaran sejarah di sekolah merupakan saLh satu wahana mencapai tujuan

pendidikan

nasional,

terutama

sebagai

upaya

menumbuhkan

dan

mengembangkan rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan perseta didik (Wiriaatmadja, 1998: 93). Pengetahuan peserta didik tentang sejarah diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan dan kearifan dalam menghadapi kehidupan masa kini. Kesadaran akan kebangsaannya dapat menumbuhkan kepribadian yang tegar, karena pengenalan jatidirinya akan menumbuhkan kemauan dan kesediaan bekeija keras bagi diri dan bangsanya. Pembelajaran sejarah memiliki fungsi untuk membangkitkan minat kepada sejarah

tanah

airnya

dan

mendapatkan

inspirasi

sejarah

dari

kisah-kisah

kepahlawanan maupun peristiwa-peristiwa tragedi nasional, memberi pola berpikir ke arah berpikir secara rasional-kritis-empiris, dan mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan (Kartodirdjo, 1982: 43). Pembelajaran sejarah di sekolah selain untuk melatih siswa berpikir kritis juga mempunyai fungsi pragmatis sebagai pembentukan identitas dan eksistensi bangsa (Kartodirdjo, 1989). Selain pengetahuan kesejarahan (kognitif), pembelajaran sejarah juga menyimpan pendidikan nilai untuk pembentukkan kesadaran sejarah, kepribadian bangsa dan sikap. Nilai-nilai tersebut antara lain : nasionalisme, kepahlawanan, persatuan dan kesatuan, pantang-menyerah, ulet, bertanggung jawab,

49

kebajikan, religius, dan keluhuran. Pembelajaran sejarah dituntut mengsosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut. Tujuan umum pembelajaran sejarah untuk membentuk warga negara yang baik, menyadarkan para siswa mengenal dirinya sebagai orang baik, dan memberikan perspektif sejarah kepada siswa. Tujuan khusus dari pengajaran sejarah adalah : mengajarkan konsep, mengajarkan keterampilan intelektual, dan memberikan informasi kesejarahan kepada siswa (Gunning, 1978: 178-180). Pembelajaran sejarah sebagai sejarah normatif (Suryo, 1991), substansi dan tujuannya ditujukan pada segi-segi normatif; yaitu nilai dan makna sesuai tujuan pendidikan. Kegunaan pembelajaran sejarah bagi siswa (HiH, 1956: 10): (1) Secara unik memuaskan rasa ingin tahu dari anak tentang orang lain, kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan dan cita-citanya, yang dapat menimbulkan gairah dan kekaguman. (2) Lewat pembelajaran sejarah dapat diwariskan kebudayaan dari umat manusia, penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain. (3) Melatih tertib intelektual, yaitu ketelitian dalam memahami dan ekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yang tidak penting, antara propaganda dan kebenaran. (4) Melalui pelajaran sejarah dapat dibandingkan kehidupan jaman sekarang dengan masa lampau. (5) Pelajaran sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalahmasalah/pertentangan dunia masa kini. Tujuan pembelajaran sejarah dijabarkan oleh Clark (1973: 179) sebagai : (1) To teach pupils to think historically - that is, to use the historical method, to understand the structure of history, and to utilize the past in studying the present and the fiiture. (2) To teach pupils to think creatively. (3) To explain the present (leaming how the present got to the way it is, using the knowledge of the past to understand the present in order to help solve contemporary problems), (4) To understand the sweep of history, that is, that the status of anything today is the result of what happened in the past, and in time what happens today wili, in one way or another, influence the fiiture. (5) To enjoy history... (6) To help the pupils to become familiar with that body of knowledge that is history. (1. Mengajar siswa untuk berpikir sejarah

50

dengan menggunakan metode sejarah, memahami struktur dalam sejarah, dan menggunakan masa lampau untuk mempelajari masa sekarang dan masa yang akan datang. 2. Mengajar siswa untuk berpikir kreatif. 3. Untuk menjelaskan masa sekarang (belajar bagaimana masa sekarang, menggunakan pengetahuan masa lampau untuk memahami masa sekarang untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah kontenporer), 4. Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun hari ini adalah hasil dari apa yang teijadi di masa lalu, dan pada waktunya apa yang terjadi hari ini akan mempengaruhi masa depan. 5. Menikmati sejarah, 6. Membantu siswa akrab dengan unsur-unsur dalam sejarah). Pembelajaran sejarah di sekolah bertujuan membangun kepribadian dan sikap mental anak didik, membangkitkan keinsafan akan suatu dimensi fundamental dalam eksistensi umat manusia (kontinuitas gerakan dan peralihan terus menerus dari yang lalu ke arah masa depan), mengantarkan manusia ke kejujuran dan kebijaksanaan pada anak didik, dan menanamkan cinta bangsa dan sikap kemanusiaan (Meulen, 1987: 82-84). Arti terpenting pelajaran sejarah adalah dapat memecahkan masalah masa kini dengan menggunakan masa lampau. Kaitannya dengan merosotnya kesadaran nasionalisme di kalangan pelajar salah

satu

penyebabnya

adalah

kurangnya

pengetahuan

terhadap

sejarah

(Kartodirdjo, Kompas, 30 Oktober 2001). Pendidikan sejarah tidak hanya memberi pengetahuan, tetapi juga memiliki afeksi memberikan pengaruh pada tingkat emosi. Fungsi sejarah nasional adalah sebagai penumbuh kebudayaan nasional. Lewat pengetahuan sejarah muncul kesadaran sejarah dan kesadaran nasional. Generasi muda mendapatkan inspirasi dan aspirasi. Mereka mendapatkan model peran kepahlawanan dan heroisme, generasi muda mendapat inspirasi bagaimana para pemimpin besar mengabdikan diri kepada masyarakat dan negara.

51

Kemampuan berpikir kronologis dalam pembelajaran sejarah sebagai kemampuan berpikir dasar dalam sejarah dan sikap toleransi hanya dikembangkan sebagai nurturant effect bukan sebagai instructional effect. Peristiwa sejarah menggambarkan perkembangan dan perubahan yang bermanfaat bagi kehidupan siswa di masa mendatang. Pendidikan sejarah pada masa mendatang menurut Hasan (1999: 6-8) sebagai berikut: •

Pengetahuan dan pengembangan terhadap peristiwa sejarah yang cukup mendasar untuk digunakan sebagai dasar memahami lingkungan sekitarnya, membangun semangat nasionalisme, dan sikap toleransi. • Kemampuan berpikir kritis yang dapat digunakan untuk mengkaji dan memanfaatkan pengetahuan sejarah, ketrampilan sejarah, dan nilai suatu peristiwa sejarah dalam membina kehidupan yang memerlukan banyak keputusan kritis dan dalam menerapkan ketrampilan sejarah untuk memahami berbagai peristiwa sosial, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi di sekitarnya. • Ketrampilan sejarah yang dapat digunakan siswa dalam mengkaji berbagai informasi yang sampai kepadanya untuk menentukan kesahian informasi, memahami dan mengkaji setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakat di sekitarnya, dan digunakan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. • Kemampuan mengindentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah, kemampuan meyaring nilai yang ada, memilih dan mengembangkan nilai-nilai positif menjadi milik dirinya dan nilai-nilai negatif untuk pelajaran yang tidak terulangi, dan meniru keteladanan yang dipertunjukkan oleh berbagai pelaku dalam berbagai peristiwa sejarah. Nash dan Crabtee dalam bukunya tentang National Standards for Historis (Hasan, 1996: 9) menekankan pengembangan keterampilan sejarah. Pemahaman keterampilan berpikir dan keterampilan sejarah merupakan kualitas yang dinyatakan sebagai standar yang harus dikuasai setiap siswa yang belajar sejarah. Pembelajaran sejarah memiliki nilai praktis dan pragmatis, untuk itu pembelajaran sejarah juga menekankan keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, pemahaman dan kesadaran akan karakteristik cerita sejarah yang tak pernah

52

bersifaf final, dan perluasan tema sejarah politik dengan tema sejarah sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi. Siswa diajak memahami makna perkembangan suatu masyarakat baik secara global maupun di lingkungan sekitarnya serta proses penjatidirian (Hasan, 1996: 9; Hasan, 1999). Pendekatan pembelajaran dalam bentuk menghubungkan materi dalam buku-buku teks sejarah dengan lingkungan sekitar siswa dan penuh makna, sehingga dapat memberikan kontribusi penyelesaian masalah sekarang. Siswa disadarkan bahwa uraian sejarah dalam buku teks adalah hasil rekontruksi sejarawan, untuk itu siswa dikembangkan pemahamannya bahwa cerita sejarah tersebut dapat berubah bila terdapat temuan fakta baru dan bersifat subyektif. Tema-tema dalam materi pelajaran sejarah diperluas meliputi tema-tema sosial, budaya, ekonomi, bukan hanya tema politik. Pelajaran sejarah bukan rentetan peristiwa yang kering dan partikularistik, tetapi sebuah wacana intelektual yang kritis dan rasional, untuk itu dalam pembelajaran sejarah hendaknya dilakukan tiga tahap (Abdullah, 1996: 10). Tahap pertama memupuk kesadaran atas lingkungan sosial, rasa keakraban (sertse of intimacy).

Tahap kedua memperkenalkan siswa pada makna dari dimensi waktu

dalam dinamika kehidupan (sense of actuality) dan rasa hayat sejarah (sense of history), materi pelajaran sejarah tidak didominasi oleh sejarah-politik, tetapi bercorak sejarah sosial, sehingga dapat menumbuhkan kreativitas-lokal guna mengatasi tantangan alam dan tantangan masa depan. Ditekankan pada siswa bahwa pertumbuhan nasionalisme Indonesia melalui pengungkapan jaringan sosial-kultural, yang terikat sejak lama, antara daerah-daerah di kepulauan Indonesia. Laut, perdagangan, bahasa, agama akan terlihat sebagai jaringan sosio-kultural yang

53

menjadi semakin kuat ketika kolonialisme semakin berkuasa. Pada tahap ketiga sejarah diajarkan sebagai kegiatan akademis untuk memahami corak perubahan jaman, sehingga siswa dapat memahami perkembangan jaman pada masa kini. Pembelajaran sejarah hendaknya dijauhkan dari antikuariat (kisah masa lalu dipelajari

hanya

sekedar pelipur lara),

dan keterangan

sejarah {historical

explanatiori) yang ideologis tanpa pertanggungjawaban yang rasional. Sejarah Indonesia dari sudut pengisahan dapat dibagi dalam tiga corak pengisahan, yaitu : (1) romantik, (2) heroik, dan (3) patriotik. Pembelajaran sejarah dalam kaitannya dengan integrasi nasional dan jatidiri bangsa hendaknya ditekankan bahwa komunitas bangsa yang terdiri atas kesatuan suku bangsa dan kesatuan etnis tidak tumbuh sendiri, tetapi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang. Jati diri bangsa merupakan hasil terjadinya proses pematangan integrasi nasional (Abdullah, 1996: 13). Pembelajaran sejarah harus dapat menumbuhkan sikap siswa untuk.belajar dan problem oriented, tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh pengetahuan (how to know) tetapi "bagaimana harus mengetahui " (to know how to know). Siswa hendaknya dirangsang untuk mengenali dan mengkaji peristiwa sejarah secara utuh, dengan melakukan restrukturisasi pengetahuan dan kesadaran yang dimiliki (Hariyono, 1995). Sejarah punya peluang untuk menawarkan bagaimana belajar untuk berpikir, dalam pembelajaran sejarah diharapkan siswa mampu mengumpulkan, mengorganisir dan mengkalasifikasi data yang luas. Sejarah mampu mengajar siswa bagaimana mencari informasi yang relevan, menggunakan untuk memecahkan masalah, dan mengkomunikasikan hasilnya (Wineburg, 2001: 155).

54

Sejarah dapat mengembangkan pengertian tentang warisan kebudayaan, dan pelajaran sejarah dapat melatih murid-murid supaya teliti, menimbang bukti-bukti, memisahkan yang tak penting dari yang penting, membedakan antara propaganda dan kebenaran. Menurut Garvey dan Krug (1977: 2 ) : Studying history can mean '„(a) to acquire knwledge of historical facts; (b) to gain an understanding or appreciation of past events or periode or people; (c) to acquire the ability to evaluate and criticize historical writing; (d) to learn the techniques of historical research; (e) to learn how to write history. (Dengan studi sejarah dimaksudkan dapat memperoleh pengetahuan fakta sejarah, mendapatkan pengertian atau apresiasi peristiwa-peristiwa atau periode atau masyarakat pada masa lalu, mendapatkan kemampuan mengevaluasi dan mengkritisi tulisan sejarah, belajar teknis penelitian sejarah, dan belajar bagaimana menulis sejarah). Lucy O'Hara dan Mark O'Hara (2001: 9) mengatakan "...history can and does make an important contribution to children 's education in general and a unique contribution (Sejarah

to their social,

memberikan

cultural and intelectual development particular."

kontribusi

penting

pada

pendidikan

anak

dan

pada

perkembangan secara partikular sosial, cultural, dan intelektual). Ditambahkan oleh Lucy O'Hara dan Mark O'Hara (2001: 10): (1) History offers children a means by which they can gain insights into the affairs of the modern worid (HMI, 1988) by revealing examples of how the past has influenced the present and by offering lessons for the future. (2) History provides opportunities for the development of key learning skills of use across the whole curriculum and adult life. (3) Histoiy involves subject matter that is intrinsically interesting and has the potential to motivate, stimulate and fire children* s curiosity, while the process of historical enquiry fits well with social interactionist (Bruce, 1977) views of how children learn. (4) History plays a unique and pivotal role in personal and social development through the transmission of society's 'cultural heritages' (HMI, 1988) as children explore the choices, attitudes and values of people in the past. (Pembelajaran sejarah dapat memperkaya pengetahuan siswa tentang berbagai peristiwa dunia dan membuka pikiran tentang masa lalu yang mempengaruhi masa sekarang dan memberikan pelajaran untuk masa datang. Sejarah juga memberikan kesempatan pengembangan keterampilan belajar

55

across the whole curriculum and adult life. Sejarah memiliki bahan-bahan menarik dan potensi untuk memotivasi, menstimulus dan membakar keingintahuan anak-anak sesuai proses penyelidikan sejarah dan interaksi sosial mengenai bagaimana anak-anak belajar. Sejarah memiliki peranan unik dan penting bagi perkembangan sosial dan personal, serta sebagai transmisi warisan kebudayaan masyarakat seperti mengadakan penyelidikan oleh anakanak memilih, sikap dan nilai-nilai masyarakat pada wasa lampau). Menurut Sunal dan Haas (1993: 279) : "Histoiy is one of the specifically identified subjects in S goal of the National Goals for Education (1990) that will help prepare students for responsible citizenship, further learning,

and productive

employement in our modern economy. " (Sejarah memperkenalkan subjek pada tiga nilai nasional untuk pendidikan yang dapat menolong mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang bertanggung jawab, meningkatkan belajar, dan pekerjaan produktif dalam ekonomi modem). Banks (1990: 282) mengatakan : "Many educators and lawmakers believe ihat histor)> should be taught in the public schools because it contributes to the development of patriotism and democratic attitudes(Banyak pendidik dan hamba hukum percaya bahwa sejarah dapat mengajar masyarakat dan sekolah sebab sejarah memberikan kontribusi pada perkembangan sikap patriotisme dan demokrasi). Lebih lanjut Banks (1990: 283) menjelaskan bahwa pemahaman sejarah diperlukan untuk menolong pemahaman tentang dunia. Pemahaman sejarah diperlukan untuk menentukan alternatif masa yang akan datang yang berakar dalam realitas sejarah (bukan mitos dan ilusi). Nilai utama belajar sejarah adalah membantu siswa mengembangkan wawasan dan pemahaman tentang sejarah. Siswa tidak hanya belajar produk sejarah dalam buku teks dan sumber-sumber lain; melainkan belajar memecahkan masalah-masalah sejarah dengan metode sejarah. Metode sejarah dapat

56

digunakan untuk menyusun generalisasi untuk memahami tingkah laku masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. Generalisasi menolong siswa menghargai langkah dan perubahan dalam dunia modei

2.3.2

Guna Belajar Sejarah Sejarah penting untuk diketahui dan dipelajari sebab sejarah menurut Dewey

(1938: 23)

"How shall the young become acquainted with the past w such a way

that the acquaintance is a potent agent in appreciation ofthe living present ? " yang maksudnya bahwa anak muda harus diperkenalkan dengan masa lampau sedemikian rupa, sehingga pengenalan itu menjadi sarana ampuh dalam pemahaman terhadap kenyataan hidup sekarang. Sejarah penting dipelajari agar seseorang dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau. Arti penting mempelajari sejarah terdapat dalam beberapa ungkapan seperti yang dikatakan Collingwood (1946: 10) "knowing yourself means knowing what you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done (pengetahuan diri anda berarti pengetahuan apa yang dapat dikerjakan; dan tidak ada orang mengetahui apa yang ia dapat lakukan sampai ia mencoba, satu-satunya kunci rahasia seseorang apa yang dapat dilakukan adalah apa yang telah dilakukan orang tersebut). Bacon (Renier, 1965: 19) mengatakan "histories make men wise." Pepatah Belanda mengatakan "a donkey does not twice hurt it self on the same stone" (Renier, 1965: 19). Sejarah dapat membuat orang bijaksana, ibarat seekor keledai tidak akan luka dua kali karena batu yang sama. Abdullah (Kompas,

57

19 Mei 1999) mengatakan bahwa sejarah menyimpan pengalaman berharga yang dapat memberikan kearifan.. Sejarah berguna secara intrinsik dan ekstrinsik. Sejarah itu berguna sebagai pengetahuan (intrinsik) dan sebagai liberal education (ekstrinsik), yaitu sebagai pendidikan: moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan, keindahan, ilmu bantu, latar belakang, rujukan, dan bukti (Kuntowijoyo, 1995: 19). Sejarah dapat memberi pendidikan, memberi inspirasi, dan memberi kesenangan bagi manusia (Notosusanto, 1962). Generasi muda selayaknya belajar sejarah, sebab sejarah itu tempat suatu bangsa berangkat. Tanpa mengetahui sejarah, suatu bangsa tidak tahu ke mana tujuan bangsa tersebut (Toer, 2002). Mengetahui dan belajar sejarah menurut Cleaf (1991: 38) "history should help children develop an understanding and appreciation of their heritage and traditions. Children should then be able to compare the progress of their nation with other nations." (Pembelajaran sejarah dan pemahaman tentang sejarah

akan

dapat

membantu

anak-anak

mengembangkan

pengertian

dan

penghargaan tentang warisan dan tradisi-tradisi mereka. Anak-anak kemudian akan mampu membandingkan kemajuan negaranya dengan negara lain). Manusia

akan

menjadi

lebih

beradab

dengan

mempelajari

sejarah

(Kartodirdjo, Kompas, 30 Oktober 2001). Fungsi sosial politik dari sejarah tidak sama

pada

seluruh

masyarakat

di

dunia.

Ada

yang

berfungsi

untuk

mengkonsolidasikan persatuan dan kesatuan bangsa, ada pula yang bertujuan untuk menemukan jati diri suatu bangsa serta mencari "kebenaran" mengenai masa lampau, ada juga yang berperan untuk mencerdaskan warganegara. Pengetahuan sejarah

58

dapat membimbing masyarakat terhindar dari jebakan pidato normatif atau propaganda ideologis yang disampaikan para penguasa dari berbagai bidang (politik, agama, adat) (Adam, 1999: 576). Sejarah yang memuat pengetahuan tentang peristiwa peluangan bangsa pada masa lampau dapat merupakan sumber pelajaran yang mencerminkan penerapan berbagai nilai. Fungsi didaktik pengetahuan sejarah secara implisit dan eksplisit dimaksudkan agar generasi yang akan datang dapat mengambil hikmah dari pembelajaran dan pengalaman nenek moyangnya, berupa nilai-nilai sebagai tauladan dan model (Kartodirdjo, 1989). Kehidupan nasionalisme Indonesia yang dilahirkan dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa kolonial dan diteruskan oleh perjuangan fisik selama revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan, karena prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya masih memerlukan pemantapan atau perealisasian selama proses nation-buildmg di Indonesia masih berjalan terus (Kartodirdjo, 2002). Fungsi dan guna sejarah dirumuskan Siswoyo (Hugiono, 1987: 7) sebagai berikut: (1) Sejarah sebagai pegelaran dari kehendak Tuhan mempunyai nilai vital, orang akan menjadi yakin dan sadar bahwa segala sesuatu pada hakekatnya ada padaNya. (2) Dari sejarah diperoleh suatu norma tentang baik dan buruk, dari sebab itu mempunyai teachability dan impact bagi perkembangan jiwa anak, sejarah dapat dipandang sebagai educator dan inspirer, sehingga sejarah mempunyai pengaruh bagi pembentukan watak dan pribadi. (3) Sejarah memperkenalkan hidup nyata dengan menyatakan personal dan nilai sosial, sejarah mengungkapkan gambaran tentang tingkah laku, cara hidup, serta cita-cita dan pelakunya. (4) Sejarah jiwa-jiwa besar dan pahlawan menanamkan rasa cinta tanah air, nasionalisme, patriotisme dan watak-watak yang kuat. (5) Sejarah dalam lingkungan tata-tertib intelektual dapat membuka pintu kebijakan, daya kritik yang dalam, melatih untuk teliti dalam pengertian memisahkan yang tak penting dari yang penting, membedakan

59

propaganda dengan kebenaran. (6) Sejarah mengembangkan pengertian yang luas tentang warisan budaya umat manusia. (7) Sejarah memberikan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia. (8) Sejarah mempunyai fungsi pedagogis dan merupakan alat bagi pendidikan membutuhkan pedoman atau pegangan yang dapat digunakan untuk mencapai cita-cita Pendidikan Nasional. Rumusan tentang fungsi dan guna sejarah di atas memperlihatkan bahwa sejarah memiliki fungsi religius, pedagogik, dan teladan. Berdasarkan rumusan di atas berarti tujuan umum dari pendidikan juga sudah tercakup dalam pembelajaran sejarah. Pelajaran dari generasi terdahulu tentang yang baik dan yang buruk dapat diketahui dari belajar sejarah. Kesadaran sejarah akan berpengaruh positif dalam menyikapi keberhasilan dan kegagalan. Arti penting pembelajaran sejarah dapat dilihat dari kajian sejarawan Islam yang melihat Renaissance Eropa dalam abad ke enambelas sebagai gerakan penelitian, penemuan, kebangkitan dan pembaharuan. Mereka

berlomba-lomba

mempelajari

masa lalu

untuk

mendapatkan

dasar

memahami kekinian dan untuk melihat masa depan (Qadir, 1980: 17). Sejarah adalah ilmu yang menggambarkan perkembangan masyarakat, suatu proses yang panjang. Sejarah merupakan kisah manusia dengan perjuangan yang dikenal dengan kebudayaan. Memahami asal usul kebudayaannya, berarti memahami kenyataan dirinya dan kekiniannya. Memahami hakekat kekiniannya berarti mampu mengambil pelajaran untuk menghadapi masa depan. Masa lalu, masa kini, masa depan merupakan suatu kesatuan (Qadir, 1980: 20). Studi sejarah mengajarkan dan mengambil motif-motif serta pemikiran-pemikiran (ide-ide) yang tersirat melalui aktivitas-aktivitas nyata. Akibat pengabaian kontinuitas sejarah dicontohkan seperti kegagalan puritan Inggris di dalam merealisir tata aturan mereka pada abad ke

60

sembilan belas dan kegagalan para pendukung Revolusi Perancis

dalam

melanggengkan tata aturan mereka pada abad ke delapanbelas (Qadir, 1980:22). Arah kemajuan atau kemunduran dapat diketahui dengan mempelajari sejarah. Contohnya kolonialisme terhadap daerah jajahannya memutar balikan sejarah untuk melemahkan moral daerah jajahan. Pemalsuan dan pemutarbalikan kebenaran sejarah merupakan sarana efektif untuk memadamkan semangat suatu bangsa. Suatu bangsa bila kekuatannya tidak bersumber dari sejarahnya tidak akan mengenal arti kehormatan, harga diri dan kemerdekaan (Simatupang, 1981). Manusia tidak dapat melepaskan diri dari sejarah dan menggunakan kesadarannya untuk menyadari eksistensi dirinya sebagai makhluk yang menyejarah dan keterlibatan dalam sejarah. Mempelajari sejarah berarti mempelajari hubungan antara masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa lampau dapat membahayakan jika kurang mampu mengembangkan gagasan-gagasan dalam menghadapi tantangan-tantangan, oleh sebab itu diperlukan sikap kritis dan kreatif terhadap masa lampau. Aspek Kontinuitas dapat dipelajari dari sejarah bangsa Indonesia, sebab perjuangan bangsa Indonesia menunjukkan kelanjutan dan perubahan yang bersifat kualitatif. Kekuatan-kekuatan perjuangan bangsa Indonesia pada saat mencapai kemerdekaan perlu terus dikobarkan, karena merupakan kekuatan raksasa untuk mencapai cita-cita kemerdekaan (Simatupang, 1981: 21). Mempelajari sejarah perjuangan bangsa Indonesia merupakan conditio sine qua non untuk memahami phenomena peristiwa kemerdekaan.

Sejarah mendidik kita supaya bertindak

bijaksana (Confutse dalam Kansil, 1972 : 7).

61

Sejarah berdasarkan kegunaannya terdiri dari sejarah empiris dan sejarah normative (Suryo, 1991). Sejarah empiris menyajikan substansi kesejarahan bersifat empirik dan akademik untuk tujuan ilmiah, sejarah normatif menyajikan substansi kesejarahan berdasarkan ukuran nilai dan makna sesuai dengan tujuan penggunaan yang bersifat normative. Sebagai sarana pendidikan pembelajaran sejarah termasuk sejarah normative, karena substansi, tujuan, dan sarananya ditujukan pada segi-segi normative berupa : nilai dan makna sesuai dengan tujuan pendidikan. Setiap

bidang

selalu membangun

tradisinya

dan

berlandaskan

pada

sejarahnya, jika tidak akan mengalami kesulitan dalam bidang bersangkutan untuk mengetahui state of the art dari perkembangan bidang tersebut, kesulitan melakukan gerak perkembangan yang progresif, karena pembaruan sekarang (terputusnya sejarah dan ketiadaan tradisi yang bisa direferensi) merupakan pengulangan dari yang sebelumnya (Ignas Kleden, 1986: 69). Pemahaman nilai guna sejarah dapat untuk memahami diri kita dan masalahmasalah kemanusiaan pada masa kini dan mendatang sebagai peranan sosial pendidikan sejarah. Sejarah selalu dikaitkan dengan kegunaan praktis berupa ajaran moral dan pendidikan, namun bila dibesar-besarkan menjadikan sejarah sebagai ajaran moral yang menggusarkan (Sjamsuddin, 1996: 17). Nilai guna ilmu sejarah dikelompokkan menjadi nilai intrinsik dan nilai disiplin (Sjamsuddin, 1999: 13-14). Nilai intriksik merupakan nilai yang dikandung sejarah sebagai tubuh ilmu pengetahuan (a body of knowledge), yaitu : interpretasi dan eksplanasi, bimbingan {guidance), inspirasi, dan kesadaran kelompok. Sedangkan nilai disiplin yaitu nilainilai yang merupakan hasil sebuah medium disiplin intelektual. Sejarah dipelajari

62

tidak hanya untuk menafsirkan dan menjelaskan peristiwa-peristiwa masa lalu berkaitan dengan dinamika manusia, menyediakan bimbingan, inspirasi, dan solidaritas kelompok daiam menjalani kehidupan, tetapi juga untuk menyiapkan disiplin mental dengan melatih proses mental dan pengembangan sikap-sikap mental sebagai olah intelektual. Nilai disiplin ilmu sejarah ini terdiri "melatih penggunaan proses mental dan perkembangan sikap mental "(Sjamsuddin, 1999: 16). Melalui pembelajaran sejarah dapat dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lampau. Masa lampau dipelajari dan diajarkan dapat untuk memberikan pembenaran hari ini. Contoh kekuasaan kolonial dapat menjadi inspirasi memupuk komunitas baru yang disebut bangsa (Abdullah, 1996: 7). Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah. Pembelajaran sejarah diharapkan dapat menumbuhkan wawasan peserta didik untuk belajar dan sadar akan guna dari sejarah bagi kehidupan sehari-hari sebagai individu maupun sebagai bangsa. Selayaknya pembelajaran sejarah mengacu pada guna belajar sejarah, maka perlu dikembangkan ragam pendekatan pembelajaran sejarah. Guna belajar sejarah dari perspektif tujuan pembelajaran sejarah menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga output pembelajaran sejarah adalah sosok siswa yang memiliki pengetahuan, penghayatan, dan prilaku sesuai nilai-nilai sejarah yang mereka pelajari.

63

2.4 Model - Model Pembelajaran Sejarah dan Kesadaran Sejarah Pembelajaran sejarah memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran sejarah. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sejarah terkesan konvensional, karena kurangnya pemahaman dan keterampilan mengaplikasikan model-model pembelajaran. Kesadaran sejarah sebagai output pembelajaran sejarah berkaitan dengan kelebihan dan perbedaan model-model pembelajaran satu dengan yang lain yang digunakan oleh guru. Pada hakekatnya semua model pembelajaran dapat untuk meningkatkan kesadaran sejarah, tetapi perlu diadakan studi terhadap model pembelajaran

untuk

mendapatkan

model

pembelajaran

yang

tepat

untuk

meningkatkan kesadaran sejarah secara maksimal dan sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah. Aspek-aspek

kesadaran

sejarah

dalam

kaitannya

dengan

pendekatan

pembelajaran perlu disoroti, sehingga proses pembelajaran selalu mengarah pada arah yang diharapkan. Bagian di bawah ini menjabarkan pengertian kesadaran sejarah berserta aspek-aspeknya. Berbagai model pembelajaran sejarah juga dibahas untuk melihat model pembelajaran yang sesuai bagi peningkatan kesadaran sejarah. 2.4.1

Kesadaran Sejarah Pemahaman kesadaran sejarah tidak dapat dipisahkan dari pembahasan

tentang kesadaran yang memiliki beberapa pengertian. Kesadaran merupakan hubungan antara individu dengan lingkungannya sejauh lingkungan itu eksis bagi individu (Mulyana, 2001). Kesadaran itu berarti hubungan diri yang mengamati,

64

mengetahui, berefleksi dan dunia sosial di sekelilingnya. Kesadaran adalah pemahaman manusia atas pengalamannya. Kesadaran merujuk pada suatu kondisi atau kontinum di mana mampu merasakan, berpikir dan membuat persepsi (Kuper, 2000: 162).) Kesadaran adalah pemahaman sesuatu dengan melibatkan mental, menyangkut : ide, perasaan, pemikiran, kehendak dan ingatan (Hornby, 1974: 180). Kesadaran akan muncul pada diri seseorang jika orang tersebut sedang memikirkan sesuatu yang ada di sekitarnya (Morgan, 1971: 519). Kesadaran berkaitan dengan perhatian sebagai kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas (Suryabrata, 1984: 24) makin banyak kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas, makin intensiflah perhatiannya. 'Sadar' sering digunakan untuk merujuk pada seseorang yang memberikan perhatian pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan menghubungkan aktifitasnya dengan peristiwa-peristiwa tersebut. Seseorang dianggap sadar jika terdapat sederet perangsang dari alam sekitar (Giddens, 2003). Kesadaran timbul dari diri manusia yang sadar tentang diri sendiri pada saat melihat dirinya berhadapan dengan suatu objek (Drijarkara, 1978). Kesadaran berhubungan dengan minat seseorang terhadap suatu obyek yang merupakan salah satu faktor perasaan seseorang, dan faktor psikis nonintelektual serta mempunyai pengaruh terhadap semangat dan gairah belajar siswa. Melalui perasaannya, siswa mempunyai penilaian terhadap suatu obyek yang dihadapi, baik penilaian positif maupun penilaian negatif. Minat sebagai salah satu kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Minat seseorang ditimbulkan oleh

65

perasaan senang terhadap sesuatu, yang diperkuat oleh sikap positif. Penilaian yang positif akan terungkap dalam perasaan senang, seperti rasa puas, rasa gembira, rasa simpati. Sedangkan penilaian yang negatif akan terungkap dalam perasaan tidak senang, seperti rasa segan, rasa benci, dan rasa takut (Winkel, 1983: 30). Minat adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu (Nasution, 1982: 36). Minat juga merupakan kecenderungan yang menetap pada seseorang untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan.

Kegiatan yang diminati

seseorang akan diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang, dan dari perasaan senang ini akan diperoleh kepuasaan (Hilgard, 1962: 622). Minat dapat menunjukkan kemampuan untuk memberi stimulus yang mendorong seseorang untuk memperhatikan orang, barang atau kegiatan. Siswa yang mempunyai minat belajar terhadap pelajaran sejarah, berarti sadar dan mempunyai dorongan

membaca,

senang

terhadap

mata

pelajaran

sejarah,

dan

selalu

memperhatikan materi pelajaran sejarah (Crow, 1958: 351). Kesadaran berhubungan dengan berpikir yaitu meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan individu. Bagian-bagian pengetahuan yaitu segala sesuatu yang telah kita miliki, yang berupa pengertian-pengertian. Proses berpikir itu ada tiga langkah : (1) pembentukan pengertian, (2) pembentuan pendapat, dan (3) penarikan kesimpulan (Suryabrata, 1984: 54). Kemampuan kesadaran.

untuk

Jiwa sebagai

memperoleh kesadaran

kemampuan

ditafsirkan

mengenai jiwa

adalah

dalam hubungannya dengan

pengetahuan yang dapat dimiliki secara bersama-sama. Sadar diri berarti mengetahui adanya pengalaman. Kesadaran merupakan kesadaran akan sesuatu yang berarti

66

meliputi ingatan (Kattsoff, 1992: 321). Kesadaran itu adalah seluruh pengalaman dan penghayatan yang dimiliki seseorang (van Peursen, 1991: 235). Kesadaran merupakan penghayatan terhadap yang dilakukan secara sadar akan yang dialami (dilihat, didengar), dan sadar akan proses pengamatan itu sendiri yang bersifat athetis dan abstrak. Perhatian tidak terfokus pada objek pengamatan, tetapi juga terfokus pada persepsi terhadap objek (Kartodirdjo, 1990). Terdapat dua macam kesadaran, yaitu kesadaran rasional dan kesadaran intuitif. Kesadaran rasional (sebagai esensi pendekatan ilmiah setelah digabung dengan tangkapan empiris) akan mengantarkan subjek kepada pemahaman objek yang hanya bersifat dimensional dan menghasilkan pengetahuan yang terpotong oleh batasan ruang dan waktu. Sedang kesadaran intuitif (mengandalkan pengamatan dan pengalaman batin) untuk memahami objek yang tidak terpotong-potong oleh batasan ruang dan waktu (Mulyono, 1984: 190). Pengertian kesadaran dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa kesadaran

merupakan

aktivitas

diri

manusia

dalam

berinteraksi

dengan

lingkungannya sehingga berkembang perhatian, pemikiran, dan penghayatan yang pada gilirannya berpengaruh pada sikap dan prilakunya. Kesadaran sejarah atau historical consciousness adalah kesadaran tentang waktu atas dasar pengalaman masa lalunya (Berkhofer, 1971: 216-217). Kesadaran sejarah

disebut juga

perasaan

sejarah

atau

historical

sense

yang

berarti

penerjemahan, penafsiran setiap generasi tentang masa lalu dilihat dari segi urgensinya (Guinsburg, 1972: 51-56). Kesadaran sejarah merupakan pandangan, pemikiran, atau konstruksi sejarah sebagai daya upaya yang direncanakan untuk

67

mengerti masa lalu di dalam lingkungan sendiri yang berfungsi mengukur dan menentukan sikap manusia dalam kerangka sejarahnya atau historical mindedness (Gottschalk, 1973: 93, 201; Kartodirdjo, 1982: 66-67). Kesadaran sejarah dapat dibedakan sebagai gejala psikologis dan sebagai gejala sejarah (Suryo, 1989 : 5). Kesadaran sejarah sebagai gejala psikologis merupakan konstruksi pemahaman pengalaman masa lalu ditandai dengan pemilikan perspektif waktu secara tajam, mampu membedakan dimensi masa lalu dengan masa kini dan masa datang, serta penyusunan akumulasi pengalaman masa lalu secara urut-runtut dalam ingatan (memory) atau kesadaran (consciousness). Kesadaran sejarah sebagai gejala sejarah dapat dilihat melalui simbol-simbol monumental proses sejarah baik dalam bentuk spiritual dan material. Simbol-simbol monumental dalam bentuk spiritual misalnya : jiwa jaman, semangat jaman, pandangan dunia, pandangan dunia, visi sejarah, nilai-nilai kultural. Simbol-simbol monumental dalam bentuk material misalnya : bangunan sejarah atau monumen. Pemahaman terhadap masa lalu manusia timbul dari dorongan dan kebutuhan ingin tahu masa lalu dan juga maknanya. Pertanyaan tentang makna sejarah adalah pertanyaan yang hidup dan terus menerus terutama tentang darimana dan menuju ke manakah hidup ini, dari mana asalnya dan ke mana tujuannya. "Cogito ergo sum", kata Rene Descartes (1596-1650), yang berarti: saya berpikir maka saya ada (Bertens, 1976: 44-46), berarti juga berkembang kesadarannya. Untuk ini tiap kebudayaan mempunyai bentuk jawabannya sendiri tergantung dari sifat dan konstruksi kejiwaan kebudayaan tersebut. Huizinga mengatakan bahwa kesadaran

68

sejarah

adalah

bentuk

kejiwaan

suatu

kebudayaan

da

pertanggungjawaban masa silamnya (Kartodirdjo, 1986: 5). Kesadaran sejarah sebagai rasa hayat sejarah, memahami pada masa kini dipandang sebagai kelanjutan daripada kejadian yang lampau, kejadian masa kini akan mempunyai akibat langsung atas kejadian-kejadian pada masa mendatang (Soedjatmoko, 1992: 56). Kesadaran sejarah tidak lain adalah kesadaran diri, sadar akan diri sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan (Sardiman, 1993). Kesadaran sejarah dengan demikian mengandung pengertian hasil pemikiran dan penghayatan seseorang terhadap peristiwa masa lalu yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia, yang mempergunakan pengertian tersebut untuk kepentingan masa kini dan perencanaan kehidupannya di masa datang. Kesadaran sejarah berhubungan erat dengan kecenderungan untuk bersikap dan bertindak. Ruslan Abdulgani mengatakan bahwa kesadaran sejarah adalah mental attitude, suatu sikap kejiwaan sebagai kekuatan untuk aktif berperan dalam proses dinamika sejarah (Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1985). Kesadaran sejarah meliputi: (1) pengetahuan tentang fakta sejarah, (2) pengisian alam pikiran dengan logika (adanya hukum tertentu dalam sejarah), dan (3) peningkatan kearifan dan kebijaksanaan hati nurani untuk bercermin pada pengalaman masa lalu. Pengalaman sejarah merupakan guru yang dapat mengajarkan cara-cara menghindari kesalahan-kesalahan masa lalu dan menikmati keagungannya (Abdullah & Suryomihardjo, 1985: 28).

69

Kesadaran sejarah menyangkut keinsyafan seseorang untuk menerima hasil kerja nenek moyang di masa lampau sebagai warisan yang harus dipelihara, disempurnakan serta dilestarikan keberadaannya (G. Moedjanto, 1987). Kesadaran sejarah suatu bangsa berarti memahami kenyataan situasi historisnya (Soedjatmoko, 1995: 368). Kesadaran sejarah berarti sadar bahwa peristiwa sejarah dinamis dalam ruang dan waktu. Kemampuan melihat hubungan dinamis antara kejadian-kejadian atau tokoh-tokoh masa lalu dengan dimensi ruang dan waktu akan menyajikan suatu kerangka acuan yang subur dan absah untuk mencari pemecahan masalah sekarang dan menghadapi masa depan. Suatu bangsa akan sulit berkembang jika kesadarannya lemah,

melalui

kesadaran

sejarah

dapat

dilakukan

akumulasi

pengalaman

kemanusiaan untuk menumbuhkan kebudayaan dan peradaban, kemandekan akan dapat membahayakan suatu masyarakat dan bangsa (Madjid, 1996). Pemahaman sejarah terletak di dalam kesadaran, seseorang merupakan sebuah keberadaan sejarah, terutama terletak dalam partisipasi umum seseorang dengan lainnya dalam "kehidupan", memungkinkan seseorang untuk memahami "ekspresi kehidupan" sehingga menjadi tahu dirinya sendiri (Palmer, 2003: 210). Kesadaran sejarah dipengaruhi oleh faktor lingkungan etnis, sosiokultural, politik, dan edukasi (Suryo, 1989: 6). Bentuk dan fungsi kesadaran sejarah di lingkungan sekolah disebut historis apabila ada kemampuan kritis membedakan substansi sejarah dalam urutan waktu yang tepat, dan pemahaman substansi sejarah secara runtut tidak terpotong-potong. Fungsi kesadaran sejarah yang diperoleh dari pembelajaran sejarah adalah : kognitif, efektif, artistik, romatik, dan kritis. Unsur

70

yang terkandung dalam kesadaran sejarah berhubungan dengan peristiwa sejarah Cevent), figur, tokoh sejarah, waktu (periode, abad, tahun), dan kelembagaan. Kesadaran historis memperlihatkan adanya kesatuan meskipun berbeda pada setiap waktu dalam masa silam, dan mengungkap sesuatu stabilitas di dalam proses sejarah. Sifat perubahan historis merupakan bagian kesadaran historis. Melihat masa silam dengan perspektif historis meningkatkan ketegangan antara ketunggalan dan kebhinekaan, antara kontinuitas dan diskontinuitas, antara struktur dan proses pertumbuhan. Ketegangan itu memperdalam kesadaran historis dan memberi bobot dan keaslian. Kesadaran historis tumbuh akibat perubahan sosial dan politik (Ankersmit, 1987: 350). Kesadaran sejarah adalah kondisi kejiwaan menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa datang (Widja, 1988). Kesadaran sejarah adalah "kesadaran penuh akan historisitas setiap hal yang ada sekarang {present) dan relativitas dari semua opini." Kesadaran sejarah untuk mengetahui, bukan pada bagaimana orang-orang (mari), manusia-manusia (people) atau negara-negara berkembang pada umumnya, sebaliknya pada bagaimana orang ini, manusia ini, atau negara ini menjadi seperti sekarang, serta bagaimana masingmasing kekhususan-kekhususan ini (particulars) dapat berlalu dan berakhir secara khusus di situ (Gadamer dalam Sjamsuddin, 1996: 255). Kesadaran sejarah dapat dicapai melalui (1) pemahaman kesejarahan sesuai tingkat perkembangan mereka, dan (2) keterampilan berpikir kesejarahan sebagai kemampuan menganalisis dan apresiasi terhadap aktivitas manusia (di masa lampau) dan hubungannya dengan sesama (Nash dalam Kamarga, 2001). Keterampilan

71

berpikir kesejarahan dikelompokkan dalam 5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan yaitu : berpikir kronologis, komprehensif, interpretasi dan analisis kesejarahan, kemampuan penelitian, dan kemampuan melakukan analisis terhadap isu-isu sejarah (Nash dalam Kamarga, 2001: 74). Kesadaran sejarah berarti" menyadari adanya kenyataan sejarah bahwa manusia dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan perkembangan secara terusmenerus. Indikasi kesadaran sejarah adalah sadar bahwa keadaan sekarang ditentukan oleh perkembangan masa lalu, dan apa yang dilakukan sekarang akan menentukan arah perkembangan masa yang akan datang (Kardisaputra, 2003: 196). Siswa yang belajar sejarah akan sadar setelah mengerti melalui inderanya gejala sejarah. Siswa dengan menggunakan inderanya sadar akan eksistensi gejalagejala sejarah, sehingga mengetahui bahwa peristiwa sejarah memiliki masalahmasalah yang harus dipecahkan. Kesadaran untuk memecahkan masalah sejarah membantu siswa mengembangkan keterampilan motorik, sikap ilmiah dan metode ilmiah. Proses perkembangan kesadaran ini adalah suatu perkembangan mental dari "lack of understanding to understanding" (Amien, 1987) dapat dilukiskan : Kesadaran akan adanya peristiwa sejarah t Kesadaran akan adanya madalah dalam peristiwa sejarah Kesadaran akan adanya ca^a-cara memecahkan masalah Kesadaran akan adanyai konsep-konsep pengertian Kesadaran akan adanya saling hubungan antara konsep-konsep Keadaran akan adanya pengembangan sikap dan metode ilmiah Bagan : 2. 1 Perkembangan Kesadaran

72

Perkembangan kesadaran dilakukan dengan proses pemahaman dalam mempelajari sejarah. Belajar sejarah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami, menghayati peristiwa-peristiwa sejarah melalui proses mentalnya. Proses mental ini berupa pengembangan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah. Kesadaran sejarah berdasarkan pembahasan di atas mencakup aspek kognitif, afektif,

dan

psiko

motor.

Kesadaran

sejarah

dalam

hubungannya dengan

pembelajaran sejarah mencakup aspek kognitif seperti pengenalan, mengingat, mengetahui, melokasikan obyek sejarah dan mensistematisasikan rangkaian cerita sejarah, tetapi juga memiliki aspek afektif seperti bersikap arif bijaksana, meneladani, menghormati leluhur dan para pahlawan bahkan lebih luas mencakup aspek-aspek artistik, romantik, mistik dan kritis yang kongruen dengan aspek psikomotorik yang dikembangkan oleh Bloom (1974: 7). Berpijak dari uraian tentang kesadaran sejarah dapat ditarik indikator kesadaran sejarah, yaitu : pemahaman tentang peristiwa sejarah, memiliki perspektif waktu, minat belajar sejarah, memahami guna sejarah, rasa nasionalisme, dan memahami perubahan dan kontinuitas. 2.4.2

Model-Model Pembelajaran Gambaran peristiwa sejarah disampaikan di kelas dalam bentuk pembelajaran

sejarah dengan berbagai model pembelajaran. Model-model pembelajaran salah satunya mengacu pada model-model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000). Model pembelajaran menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 3) adalah

. .a

plan of pattern that can be used to shape curriculums (long-term course ofstudies)

73

to design instructional materials, and to guide instruction in the classroom and other setting." (...suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya). Ditegaskan oleh Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 6) "Models of teaching are really models of learning. As we help students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves,

we are also teaching them how to learn." (Model

pembelajaran merupakan perencanaan suatu pola yang dapat digunakan sebagai desain dan petunjuk pembelajaran dalam ruang kelas. Model pembelajaran merupakan bentuk nyata belajar sehingga dapat membantu siswa mendapatkan informasi, idea, keterampilan, nilai, pandangan berpikir, dan cara pemahaman diri, serta membantu siswa bagaimana belajar). Ditegaskan oleh Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 12): A model cannot take the place of fundamental qualities in a teacher, such as knowledge of subject matter, creativity, and sensitivity to people. Rather it is a tool to help good teachers teach more effectively, by making their teaching more systematic and eflicient. Models provide the flexibility to allow teachers to use their own creativity, just as the builder uses creativity in the construction. As with the blueprint, a teaching model is a design for teaching, within which the teacher uses all the skiil and insights at his or her command. (Model tidak dapat mengganti tempat kualitas fundamental guru seperti pengetahuan tentang materi pembelajaran, kreativitas, dan sensitivitas terhadap masyarakat. Model pembelajaran hanyalah sebuah alat untuk menolong guru mengajar lebih efektif, sistematik dan efisien. Model pembelajaran digunakan secara fleksibel sehingga guru dapat kreaktif). Pada setiap model pembelajaran hendaknya memperhatikan : syntax, social system, principles of reaction, support system, dan nurturant effect. (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000).

74

Syntax adalah urut-urutan kegiatan pembelajaran dari tahap awal hingga akhir pembelajaran. Social system adalah gambaran peranan dan hubungan guru dengan murid serta norma yang mengikat di kelas. Principles of reaction merupakan prinsipprinsip

reaksi,

cara bagaimana

memperhatikan peserta

didik,

memberikan

penghargaan dan merespon peserta didik, support system adalah segala sesuatu yang dapat membantu terlaksananya tujuan, misalnya dengan mengusahakan sumbersumber belajar atau perpustakaan. Nurturant effect merupakan hasil sampingan atau hasil tidak langsung dari pembelajaran dengan menggunakan model tertentu. Joyce, Weil dan Calhoun (2000) telah mengembangkan model-model pembelajaran dalam bukunya Models ofTeaching yang menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran, kebalikan dengan model konservatif yang berpusat pada guru. Gagasan-gagasan dan keterampilan berpikir siswa dalam model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000) dikembangkan sejalan dengan pandangan UNESCO (1996) tentang learning throught life, berarti tumbuh kesadarannya tentang makna belajar. Model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000) terdiri dari empat rumpun, yaitu : the social family models, the information-processing family models, the personal family models, behavioral models. The social family models adalah rumpun model pembelajaran tentang hakekat manusia dan cara belajar. Rumpun model ini menekankan pada sifat dasar masyarakat, dan belajar tingkah laku sosial, serta interaksi sosial dalam belajar. Peranan sentral pendidikan model ini adalah mempersiapkan warganegara untuk membangkitkan perilaku demokrasi, keduanya untuk mempertinggi kehidupan personal dan sosial dan untuk menjamin hasil demokrasi. Cooperative menjadi sifat

75

mempertinggi kualitas hidup, membawa kegembiraan dan pengertian tentang semangat dan menurunkan konflik sosial. Cooperative behavior adalah peransang bukan hanya oleh masyakarat tetapi juga intelektual. Demikian juga memerlukan interaksi sosial untuk dapat membangkitkan academic learning. Perkembangan produk social behavior,

academic skills dan knowledge saling bergabung (Joyce,

Weil dan Calhoun, 2000: 29). Keijasama akan menghasilkan collective energy yang disebut synergy. Model sosial dalam pembelajaran merupakan bangunan untuk mendapatkan keuntungan phenomena ini dengan membangun komunitas belajar. Pada dasarnya classroom management adalah bahan mengembangkan kerjasama dalam kelas. Perkembangan positif pada budaya sekolah merupakan proses pengembangan cara-cara integrative dan produktif pada tnteraksi dan norma-norma yang mendukung semangat aktivitas belajar (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 14). Ciri-ciri model pembelajaran dalam the social family models dan pengembangnya pada tabel berikut (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 15): Tabel: 2.1 The social family models Models Partners in learning Positive interdependence Structured inquiry Group investigatigation Role Playing Jurisprudential inquiry

Developers (Redevelopers) David Johnson, Roger Johnson, Margarita Calderon, Elizabeth Cohen Robert Slavin, (Aronson) John Dewey, Herbert Thelen, (Shlomo Sharan), (Bruce Joyce) Fannie Shaftel Donald Oliver, James Shaver

The information-processing family models memberi tekanan arah pada peningkatan pembawaan manusia dalam membuat arah dunia dengan mendapatkan

76

data, mengumpulkan data, temuan masalah, meningkatkan solusi pada peserta didik, mengembangkan konsep-konsep, dan bahasa untuk meningkatkan mereka. Beberapa model diadakan oleh pembelajar dengan informasi dan konsep-konsep, penekanan pada formasi konsep, menguji hipotesis, dan peningkatan keterampilan berpikir. Beberapa desain meningkatkan kemampuan intelektual. Banyak model pemrosesan informasi berguna untuk belajar bagi diri sendiri dan masyarakat, demikian juga untuk mencapai nilai-nilai personal dan sosial bagi pendidikan (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 17). Terdapat tujuh model pembelajaran dalam the informationprocessingfamily models, yaitu: Tabel: 2.2 Information-Processing Models Developers (Redevelopers)

Models

Hilda Taba (Bruce Joyce) Jerome Bruner, (Fred Lighthall), (Tennyson), (Cocchiarella), (Bruce Joyce) Michael Pressley Joel Levin, Richard Anderson David Ausubel, (Lawton and Wanska) Joseph Schwab Richard Suchman, (Howard Jones) Bill Gordon

Inductive thinking (classification-oriented) Concept attainment

Mnemonics (memory assits) Advance organizers Scientic inquiry Inquiry training Synectics

The personal family berangkat dari pemahaman bahwa realita kemanusiaan pada

dasarnya

terletak

dalam

kesadaran

individual.

Kita

mengembangkan

kepribadian unik dan melihat dunia dari perspektif yang merupakan produk dari pengalaman dan posisi kita.

Biasanya pemahaman adalah produk perundingan

individu-individu yang harus tinggal, bekeija, dan kreatif bersama keluarga. Model

77

persona! memulai dari perspektif diri sendiri pada individu. Mereka memelihara bentuk pendidikan dengan pemahaman yang baik, tanggap terhadap pendidikan mereka, dan belajar mencari untuk menjadi kuat, lebih sensitive, dan lebih kreatif dalam mendapat kehidupan yang lebih berkualitas. Model personal ini menekankan pada perkembangan Jiri individu yang mengutamakan proses menolong individu membentuk

dan

mengorganisasikan

realita.

Model

ini

mengajak

siswa

mengembangkan hubungan produktif dengan lingkungan. Kelompok model personal menekankan perhatiannya pada perspektif individu dan mencari untuk mendorong kebebasan dalam memperoduksi, sehingga masyarakat memiliki kesadaran diri dan tanggap terhadap nasib mereka. Rumpun model personal dan pengembangnya terdapat pada table berikut (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 21): Tabel: 2.3 Personal Models Models Nondirective teaching Enhacing self-esteem

Developers (Redevelopers) Cari Rogers Abraham Maslow (Bruce Joyce)

Behavioral models atau pengembangan perilaku, berdasar pada teori social learning theory, behavior modification, behavior therapy, dan cybernetics. Dasarnya bahwa manusia melakukan self-correcting system komunikasi dengan merekayasa perilaku dalam menanggapi informasi agar berhasil. Contoh imajinasi manusia : cerita tentang mendaki tangga rumah dalam gelap yang tidak biasa dilakukan. Secara berangsur-angsur perilakunya akan terbiasa dan mengalami kemajuan mendaki tangga dan menyenangkan. Teori Skinner tahun 1953 menjadi motor behavioral

78

models. Berdasarkan aliran behaviorisme, kegiatan pembelajaran diarahkan pada timbulnya tingkah laku baru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tabel di bawah ini adalah rumpun model dan pengembangnya (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 23): Tabel: 2.4 Behavioral Models Developers (Redevelopers) Benjamin Bloom, James Block Tom Good, Jere Brophy, Cari Gereiter, Ziggy Engleman, Wes Becker Cari Smith, Mary Smith Albert Bandura, Cari Thoresen, Wes Becker B.F. Skinner

Models Mastery learning Direct instruction Simulation Social learning

Programmed schedule (task performance reinforcement) Empat rumpun model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000) di atas diharapkan dapat menumbuhkan aktifitas siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa memiliki kesadaran pentingnya subject matter yang dipelajarinya dan pentingnya belajar, pada gilirannya siswa dapat merasakan manfaat belajar.

2.4.2.1 Model Pemrosesan Informasi Diantara empat rumpun model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun (2000), the information processing models adalah model pembelajaran yang banyak berhubungan dengan tujuan pendidikan (kognitif, afektif dan psiko-motor). Digambarkan oleh Eggen, Kauchak dan Harder (1979:4) : Instructional Goals

Cognitive

Affective

Psychomotor

Bagan: 2.2 Tujuan Instruksional

79

Pemrosesan informasi menurut Joyce, Weil dan Calhoun (1972: 9) merupakan "...the ways in which people handle stimuli from the environment, organize data, sense problems, generate concepts and solutions to problems, and employ verbal and non verbal symbols." (...cara di mana orang-orang menangani stimuli dari lingkungan, mengorganisir data, merasakan permasalahan, menghasilkan konsep dan solusi permasalahan, dan menggunakan simbol lisan dan bukan lisan). Rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi dapat mengembangkan ranah cipta siswa yang pada gilirannya dapat mengembangkan ranah afektif dan psiko motor (Syah, 1995: 191). Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 5) mengatakan: Perhaps the most important characteristic of this view of learning is the emphasis placed on the leamer's active involvement in the learning process, are not passive recipients of knowledge but rather are purposefiil investigators attempting to make their worlds more comprehensible. In their attempts to understand the world, people are slective inquires, focusing upon aspects of the environment that pertain to the problem. (Karakter penting pembelajaran model pemrosesan informasi adalah keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar, bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, tetapi sebagai peneliti. Peserta didik dihadapkan pada permasalahan dan mengumpulkan data untuk memecahkan masalah). Sekolah bukan untuk menuangkan fakta-fakta pada kepala pserta didik, tetapi untuk membantu peserta didik mendapatkan kemampuan dalam belajar untuk dirinya sendiri (Niles, 1965: 35 dalam Eggen, Kauchak dan Harder, 1979: 8). Ditambahkan oleh Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 8) "Information processing strategies, because of their emphasis on development of both process skills and knowledge of content, provide one means of developing intellectual skills in students." (Strategi pemrosesan informasi penekanannya pada keterampilan proses dan pengetahuan tentang isi, mengadakan pengembangan keterampilan intelektual siswa). Menurut

80

Eggen, Kauchak dan Harder (1979: 9) "Imformation Processing occurs in the classroom when learners are actively involved in analyzing data to form abstractions such as concepts, generalizations, and theories." (Pemrosesan informasi terjadi dalam ruang kelas ketika para siswa dilibatkan secara aktif dalam menganalisis data untuk membentuk sesuatu yang abstrak seperti konsep, generalisasi, dan teori). Rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi {the Informationprocessing family of models) sesuai tujuan pembelajaran yang diadakan di sekolahsekolah,

karena

mengarah

pada tujuan

pembelajaran

ranah

kognitif yang

berhubungan dengan pengembangan intelektual siswa, selanjutnya membawa siswa pada pengembangan ranah afektif dan psikomotor. Pada kawasan kognitif tersedia seperangkat tujuan utama, yaitu pemrosesan informasi yang diperkenalkan oleh Joyce, Well dan Cahoun. Batasan pemrosesan informasi menurut Joyce, Well dan Cahoun (2000) adalah cara untuk mengatur peransang yang berasal dari lingkungan, mengorganisasikan data, menemukan masalah, memecahkan masalah, melahirkan konsep-konsep serta penggunaan lambang verbal dan non verbal. Hasil belajar pemrosesan informasi adalah hasil belajar kognitif yang memusatkan pengetahuan dengan cara analisis data. Model pemrosesan informasi menekankan pada pertumbuhan intelektual yang dilakukan oleh siswa secara aktif dengan lingkungan. Strategi pembelajaran pemrosesan informasi mengajak siswa aktif diikuti aktivitas penyelidikan dan berpikir serta menempatkan siswa sebagai peneliti bukan sebagai penerima yang pasif. Hal ini sesuai dengan pandangan Bruner "...a view that treats man as searcher after, processor of, and indeed, creator of Information" (Edgen, Kauchak dan Harder, 1979: 3-7).

81

Hasil pembelajaran dengan pemrosesan informasi adalah: "(1) the delopment of intelectual capabilities and (2) the acquisition of content" (Edgen, Kauchak dan Harder, 1979: 15). Keterampilan intelektual untuk menganalisis informasi disebut proses

meliputi

kemampuan

observasi

dan

dengan

menggunakan

inferensi

melakukan generalisasi, prediksi dan menjelaskan kejadian-kejadian atau peristiwa. Proses yang dilakukan siswa dapat meningkatkan memorization of Information sampai pada pengetahuan yang lebih abstrak dan bermanfaat. Pengetahuan yang dihasilkan dari pemrosesan informasi disebut content. Berdasarkan pendapat di atas pemrosesan informasi memiliki arti penting dalam

pembelajaran

di

sekolah

sebagai

kegiatan

pembelajaran

untuk

mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik. Penumbuhan keterampilan intelektual peserta didik diawali dengan pengumpulan data, selanjutnya berdiskusi sehingga siswa dapat memahami dan mengembangkan konsep, generalisasi, dan teori. Seperti terdapat pada tabel di atas contoh pembelajaran model pemrosesan informasi adalah : pembelajaran induktif dan pembelajaran inkuiri. 2.4.2.2 Model Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan sikap dan kepribadian. Sikap dan kepribadian yang berkembang dengan belajar inkuiri antara lain meragukan kebenaran yang telah lama dan ingin mengetahui hal yang baru, menghargai penalaran sebagai cara untuk memperoleh suatu kebenaran, menghargai data sebagai alat untuk menguji kebenaran, objektif terhadap data yang ada serta menhindari

82

prasangka, bersedia menerima keputusan sementara sebelum mendapa jawaban (Beyer, 1979: 18-20). Siswa dengan menggunakan belajar penemuan dapat menghubungkan dan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Pembelajaran dengan penemuan dalam hal ini inkuiri merupakan pembelajaran yang mengembangkan intelektual

siswa,

pendidikan

yang

baik

adalah

pendidikan

yang

berhasil

mengembangkan potensi seorang siswa secara maksimum (Hasan, 1996: 76), hal ini seperti yang diharapkan Ausubel (1963) dapat mengembangkan belajar yang penuh makna atau meaningful learning. Aspek penting pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri adalah bagaimana peserta didik dapat terlatih berpikir secara induktif (Abbas, 1998: 88). Belajar berpikir secara induktif berkenaan dengan proses abstraksi dari sesuatu yang bersifat konkret, khusus, dan terbatas menjadi sesuatu yang lebih abstrak, bersifat lebih umum, dan memiliki kemungkinan pemanfaatan lebih luas (Hasan, 1996). Kurikulum sejarah seharusnya mengacu kepada "fleksibilitas" (Sukmadinata, 1997: 150-151), rancangan pembelajarannya memperhatikan persiapan peserta didik dalam memahami masa lampaunya agar mampu menghadapi persoalan hidupnya pada masa kini, juga memperhatikan di mana siswa berada, dan mengingat kepada potensi dan kemampuan yang berbeda. Model

kurikulum

nasional

memiliki

kelemahan

antara

lain

:

(1)

menyeragamkan kondisi yang berbeda-beda (alam, sosial budaya dan tahap perkembangan intelek siswa), penyeragaman sering akan sulit. Penyeragaman dapat menghambat kreativitas, kemajuan sekolah yang sudah mapan dan perkembangan

83

sekolah yang masih terbelakang. Penyeragaman menjauhkan siswa dari kondisi dan lingkungan di wilayah siswa tumbuh. (2) Ketidak-adilan dalam menilai hasil, dalam kurikulum yang seragam sering dilakukan. Kurikulum yang seragam menyebabkan siswa merasa asing dengan lingkungannya, siswa tidak menemukan hubungan antara yang dipelajarinya di sekolah dengan kenyataan sehari-hari (Sukmadinata, 1997). Karakteristik pembelajaran inkuiri selain induktif adalah keterampilan proses. Belajar dengan keterampilan proses berarti belajar sebagai proses. Proses cara menemukan pengetahuan, melibatkan mental siswa untuk meenghayati subjek yang dipelajari. Inkuiri bukan berarti bertanya, tetapi mencari makna lebih dalam dengan kegiatan intelektual agar dapat lebih menghayati (Wiriaatmadja, 2002: 137). Beyer (1971: 10)

mengatakan : "Inguiry is a quest for meaning that requires one to

perform certain intelectual operations in order to make experience..." (Inquiri adalah pencarian arti yang memerlukan operasi intelektual untuk membuat pengalaman). Salah satu komponen utama inkuiri adalah proses (Beyer: 1971) berapa operasi proses intelektual. Inkuiri adalah keterampilan proses sebagai pendekatan belajar-mengajar yang mengarah kepada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial sebagai penggerak kemampuan dalam diri siswa. Keterampilan proses sebagai pendekatan belajar mengajar menekankan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri peserta didik agar mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal baru yang bermanfaat berupa : fakta, konsep, maupun sikap dan nilai. Dalam pendekatan keterampilan proses siswa berperan sebagai subyek dalam belajar, bukan hanya sebagai penerima informasi dan menghafal seperti yang dikatakan Partington (1980 : 15) "too chalkand talk and by a

84

lack of involvement of children in their own learning." (juga kapur dan pembicaraan dan tidak ada keterlibatan anak-anak dalam pembelajaran). Dalam pendekatan keterampilan proses memberi kemungkinan pengembangan kemampuan siswa untuk berpikir aktif kreatif dalam proses belajar, sehingga pembelajaran dapat memberikan stimulus, menantang, mengesankan serta menggairahkan murid (Semiawan, 1988). Siswa diajak berpikir dan melihat suatu proses pada pendekatan keterampilan proses bukan suatu produk, ditegaskan oleh Bruner dalam Dahar (1989: 107) bahwa : We teach a subject not to produce little living libraries on that subject, but rather to get a student to think mathematically for himself, to consider matters as an historian, to take pait in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not a product. (Kita mengajar siswa bukan mencetak perpustakaanperpustakaan kecil, tetapi mengajak siswa berpikir secara matematik untuk diri mereka sendiri, seperti seorang sejarawan, sebagai proses pengetahuan. Pengetahuan merupakan suatu proses, bukan sebuah produk). Pendekatan keterampilan proses menekankan prinsip : (1) motivasi, sebagai pembangkitkan daya dalam pribadi siswa yang mendorong untuk melakukan sesuatu; (2) latar atau konteks, yaitu menggunakan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki siswa; (3) keterarahan pada fokus tertentu dengan merumuskan batasanbatasan masalah yang akan dipecahkan murid; (4) hubungan sosial yang menekankan keijasama; (5) belajar sambil bekeija dengan menekankan aktivitas mental dan fisik; (6) perbedaan perorangan sehingga tidak ada anak yang tertekan; (7) menemukan, yang menekankan proses belajar di mana anak tidak hanya menerima informasi atau konsep, tetapi di dorong untuk mencari dan menemukan sendiri informasi serta konsep tersebut; (8) pemecahan masalah dengan menekankan pada kepekaan siswa terhadap berbagai masalah dan kemudian mendorong memecahkan masalah-masalah tersebut (Semiawan, 1988 : 10-13).

85

Pembelajaran dengan mengggunakan model inkuiri merupakan developing thinking, tujuannya seperti dikemukakan Savage dan Amtrong (1996: 228) adalah : Inquiry approaches encourage pupils to examine invidual places of information for the purpose of developing explanatoiy principles and generalizations. They encourage development of the kinds of rational decision- making skills that pupils will need through their adult lives. (Pendekatan inkuiri mendorong para siswa untuk menguji informasi untuk tujuan pengembangan prinsip-prinsip penyamarataan dan generalisasi. Mereka didorong mengembangkan macam-macam keputusan rasionalmembuat keterampilan yang mana diperlukan para siswa sampai hidup dewasa). Menurut Savage dan Amtrong (1996) inkuiri menggunakan pendekatan "bastc

steps,

data

charts,

delimitmg

and focusing."

Pembelajaran

inkuiri

menggunakan konsep inductive learning dari partikular ke general. Pada tahapan dasar (basic steps) dalam pembelajaran inkuiri menggunakan pemikiran John Dewey dari buku How we think, rekomendasinya adalah: (1) describe the esential features of a problem or situation, (2) suggest possible solutions or explanations, (3) gather evidence that can be used to test the accuracy of these solutions or explanations, (4) evaluatethe sollutions or explanations in light of this evidence, (5) develop a conclusion that is supported by the best evidence. (1. Menggambarkan corak-corak esential tentang suatu masalah atau situasi. 2. Menyarankan kemungkinan pemecahan atau penjelasan. 3. Bukti yang dapat digunakan untuk menguji keakuratan dari penjelasan atau solusi. 4. Evaluasi solusi atau penjelasan untuk memperjelas bukti. 5. Mengembangkan kesimpulan yang didukung oleh bukti yang terbaik). Pada tahapan using data chart dalam pembelajaran inkuiri digunakan untuk compare, contras, and generalize bertujuan membantu siswa belajar bagaimana membandingkan, membedakan, dan generalisasi. Data charts digunakan untuk mengorganisasi informasi agar dapat digunakan oleh siswa dalam proses berpikir (Savage dan Amtrong, 1996: 241). Pada tahapan delimiting and focusing pupils'

86

thinking, Suchman (dalam Savage dan Amtrong, 1996: 243) mengembangkan tahapan yang dapat menyenangkan siswa, yaitu : (1) pupils are presented with a discrepant event, (2) they are encouraged to explain it by asking the teacher guestions that can be answered either "yes " or "no ", (3) the exercise ends with a general discussion of explanations that pupils have suggeted and of the processes they used to arriveat them. (1. Para siswa mempresentasikan suatu peristiwa menarik. 2. Mereka didukung untuk menjelaskan dengan pertanyaan guru yang dapat dijawab " ya" atau " tidak". 3. Latihan berakhiri dengan suatu diskusi penjelasan] umum yang mana para siswa memiliki ketertarikan dan tentang proses yang telah mereka lakukan). Jarolimek (1977: 71) mengatakan bahwa : "The knowledge and skills pupils learn are the products of learning and the way they go about gaining that knowledge and those skill the process of learning." (Pengetahuan dan keterampilan siswa merupakan produk belajar, cara mendapatkan pengetahuan dan keterampilan merupakan proses belajar). Pendidikan

tradisional

bertumpu

pada

hasil

(product

outcomes),

perkembangan terakhir penekanan pada proses (process outcomes), siswa menolong dirinya sendiri belajar bagaimana belajar (learn how to learn) (Jarolimek, 1977: 72). Pembelajaran inkuiri berhubungan dengan pengembangan sikap, keterampilan, penyampaian masalah, melibatkan sikap ingin tahu, kemampuan menganalisis suatu masalah, kemampuan membuat tes dan hipotesa, dan kemampuan menggunakan informasi dan menarik kesimpulan (Jarolimek, 1977: 72). Pembelajaran Inkuiri selalu menyangkut pencarian informasi dalam hubungannya dengan masalah (masalah dapat berasal dari siswa sendiri). Wawasan inkuiri diarahkan kepada anak didik agar berpikir kritis dan menjadi orang yang secara bebas dapat memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya (Sumaatmadja, 1984: 30).

87

Pembelajaran inkuiri merupakan metode, guru dan murid bersama-sama mengindetifikasi

masalah yang

menarik perhatian

mereka dan masyarakat,

berdasarkan fakta-fakta dan nilai-nilai yang akan diuji sesuai dengan kriterianya (Barr, Shermis, Barth, 1978: 99). Siswa pada pembelajaran inkuri dilatih ketajaman berpikirnya, sehingga menjadi warga masyarakat yang mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Sumaatmadja, 1984). Siswa dilatih mengidentifikasi masalah, membuat perkiraan berbagai aspek sosial yang merupakan sebab akibat masalah tersebut, menggali informasi berkenaan dengan permasalahan, dan akhirnya dilatih menyusun alternatif pemecahan masalah. Pada pembelajaran inkuiri tidak hanya kemampuan berinkuiri saja yang berkembang, menurut Sumaatmadja (1984: 92) juga dikembangkan aspek-aspek mental dan keterampilan lainnya secara terpadu agar siswa mampu : -

-

mengidentifikasikan masalah dan pertanyaan tentang hal-hal yang sedang dibahas atau yang sedang dipelajari. Membuat referensi dan menarik suatu kesimpulan dari data yang diperoleh. Melakukan perbandingan-perbandingan, Pengembangan suatu hipotesa atas persoalan yang sedang dibahas atau dipelajari. Menggali bukti-bukti untuk menguji hipotesa. Merencanakan bagaimana melakukan penelaahan suatu persoalan atau masalah. Mengumpulkan data dari berbagai sumber. Meramalkan bagaimana perkiraan hasil studi yang bersangkutan. Menentukan bukti-bukti yang diperlukan untuk melakukan studi suatu masalah. Menentukan informasi-informasi yang relevan dengan masalah-masalah yang dibahas.

Pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses,

siswa dibimbing mencari

makna lebih dalam dengan aktivitas intelektual agar menghayati bukan hanya

88

menfengarkati. Tujuan pembelajaran inkuiri tidak hanya beyond knowing dan beyond understanding, tetapi juga domain kognitif tinggi (analisis dan sintesis). Domain afektif terjadi dalam aktivitas menjabarkan nilai dan membentuk sikap, domain motorik terjadi dalam bentuk keterampilan aspek-aspek teknis inkuiri. Proses inkuiri dalam pembelajaran adalah : (1) perumusan masalah, (2) memperkenalkan konsepkonsep, (3) memformulasikan hipotesis, (4) mengumpulkan data dan informasi untuk menguji hipotesis, dan (5) penarikan kesimpulan (Winaatmadja, 2002). Pembelajaran model inkuiri memiliki kelebihan, yaitu informasi akan lama diingat karena dicari sendiri

oleh

siswa, siswa akan mampu menghadapi

permasalahan dan situasi baru, siswa didorong oleh motivasi intrinsic, siswa mengembangkan keterampilan (nilai, dan sikap) yang diperlukan dalam belajar sendiri, mengembangkan daya kognitif sampai tingkat tinggi dan mengembangkan berpikir intuitif, siswa dilatih berpikir induktif dan deduktif karena belajar mengambil kesimpulan secara logis dari hasil inferensi dan data yang dikumpulkan (Winaatmadja, 2002). Sumbangan utama belajar dengan model inkuiri adalah memberi kesempatan pada siswa terlibat dalam proses mendapatkan pengetahuan melalui kontak mendalam dengan informasi sehingga memperoleh perspektif penting dari yang dibaca, dilihat, menunjukkan dan menceritakan seperti dalam buku, film, ceramah, dan sumber informasi yang lain (Ellis, 1977: 74). Pada pembelajaran dengan model inkuiri seluruh aspek pembelajaran dikembangkan, siswa tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan.

89

EUis (1977: 75) membedakan pembelajaran exposition dengan inguiry: Exposition Passive student role Teacher as director Student recives knowledge Answers to questions are Predetermined (menetapkan sebelumnya) Promotes convergent thinking Learning consists chiefly recall and explanation

Inguiry Active student role Teacher as facilitator Student generates knowledge Answers to guestions are discovered by students Promotes divergent thinking Learning consists chiefly of anaysis, synthesis, andjudgement.

Belajar inkuiri berbeda dengan pemecahan masalah (Hasan, 1996: 235-236). Pemecahan masalah adalah belajar berdasarkan kehidupan sehari-hari, pembelajaran inkuiri berupa pemecahan masalah sesuai disiplin ilmu tertentu. Pembelajaran inkuiri berdasarkan proses pengumpulan data dan uji hipotesis, proses pengumpulan data pada belajar pemecahan masalah tidak berlandaskan disiplin keilmuan tertentu. Pembelajaran inkuiri mengembangkan berpikir aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi : (1) perumusan masalah, (2) pengembangan hipotesis, (3) pengumpulan data, (4) pengolahan data, (5) pengujian hipotesis, dan (6) penarikan kesimpulan. Pembelajaran inkuiri didasari kebebasan disertai metode partisipasi siswa pemecahan masalah secara ilmiah (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 176-177). Siswa pada pembelajaran inkuiri diajak bersikap bahwa pengetahuan itu bersifat sementara (all knowledge is tentative), untuk itu dilakukan penyelidikan (Suchman dalam Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 176). Siswa mengembangkan pertanyaan "mengapa peristiwa itu terjadi ?", cara mendapatkan dan mengolah informasi secara logisilmiah untuk menjawab "mengapa terjadi peristiwa tersebut";

Suchman (dalam

Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 176) mengatakan "He wants students to guestion

90

why events happen as they do and to acquire and process data logically and he wants them to develop general intelectual strategies that they can use tofind out why thins are as they are." (Siswa bertanya tentang peristiwa ketika mereka melakukan, memperoleh dan memproses data secara logika dan ingin mereka mengembangkan strategi intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan sebagaimana adanya). Penyelidikan dilakukan ketika menemukan masalah, sadar dan analisis sebagai strategi berpikir. Pembelajaran inkuri dilakukan secara kooperatif agar siswa kaya cara berpikirnya dan belajar hakikat pengetahuan yang bersifat sementara. Terdapat lima phase pembelajaran inkuiri (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2000: 180) : (1) penyajian masalah (confrotation with the problem) berupa penjelasan prosedur inkuiri (explain inquiry procedurs) dan masalah (present discrepant event), (2) pengumpulan dan verifikasi data (data gathering-verification) berupa pembuktian hakikat objek dan kondisi (verijy the nature of objects and coditions) dan menyelidiki situasi masalah (verijy the occurrence of the problem situation), (3) eksperimen

dan

pengumpulan

data

{data

gathering-experimentation)

berupa

memisahkan variabel yang relevan, mengadakan hipotesis dan uji hubungan sebab akibat, (4) merumuskan penjelasan (organizing, formulating an explanation) dengan menyusun penjelasan iformulate rulesor explanation). (5) mengadakan analisis proses inkuiri {analyze of the inguiry process) dengan menganalisis strategi (analyze inquiry strategy) dan mengembangkan inkuiri secara efektif (develop more effekiive ones). Ditambahkan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2000: 186): The model promotes strategies of inquiry and the values and attitudes that are essential to an inquiring mind, including : (1) process skills (observing, collecting, and organizing data; indetifying and controling variabel;

91

formulating and testing hypotheses and explanations; infening); (2) active, autonomous learning; (3) verbal expressiveness; (4) tolerance of ambiguity, persistence; (5) logica! thinking; (6) attitude that all knowledgeis tentative. (Ide strategi model inkuiri dan nilai-nilai dan sikap yang mana essential bagi suatu pikiran ingin tahu, termasuk: (1) ketrampilan proses (pengamatan, mengumpulkan, dan mengorganisir data; indetifikasi dan control variabel; perumusan dan menguji hipotesis dan penjelasan); (2) aktif, kemandirian belajar, (3) ekspresif lisan; (4) toleransi kerancuan, ketekunan; (5) pemikiran logis; ( 6) sikap bahwa semua pengetahuan bersifat sementara). Dikemukakan Welton dan Mallan (1988: 247) : "In an educational context, inquiry is both an act and a process". Proses inkuiri : kesadaran akan masalah (awaraness of a possible problem), definisi masalah (defining the problem), Review data (reviewing the data), mengajukan hipotesis (hypothesizing), menguji hipotesis {testing

hypotheses),

menarik

kesimpulan

{concluding,

tentatively),

menguji

kesimpulan (testing the conclusion). Keterampilan inkuiri berguna untuk kehidupan informal, proses formal masalah, hipotesis, dan menguji jawaban secara tentatif (Welton dan Mallan, 1988: 250). Orang dewasa berbeda dengan siswa yang selalu gembira walaupun tidak mengerti. Siswa perlu data, tidak mengenal jawaban tentatif. Guru pada pembelajaran inkuiri harus kooperatif dan membimbing (Skeel dan Decaroli dalam Welton dan Mallan, 1988: 251). Welton dan Mallan (1988: 252) menghendaki perubahan pembelajaran ke arah siswa "role that information and skills play in the strategy." Pembelajaran inkuiri untuk membangkitkan minat, pemikiran mendalam, pertanyaan, dan mengurangi kebosanan (Rogers dalam Welton dan Mallan, 1988: 253). Guru bukan menekankan isi pelajaran dan mengajarkan bahan. Siswa pusat process informaton, guru menyeleksi bahan dan mengembangkan keterampilan siswa. Inkuiri adalah proses berpikir dalam pembelajaran, Michaelis (1976: 180) menggambarkan aspek berpikir pada pembelajaran :

92

Bagan: 2.3 A Summary of Selected Aspects of Thinking Pengetahuan itu berubah dan dapat menjadi usang, untuk itu diperlukan produk kembali pengetahuan (Banks, 1990: 104). Proses pembelajaran dengan menekankan pada pengetahuan pelajar mendapatkan fakta, konsep, dan genaralisasi yang digunakan untuk membuat keputusan dan kebijaksanaan umum. Proses yang menggunakan fakta, konsep, generalisasi, dan teori disebut social inguiry, social science inguiry, atau the scientific method. Pengembangan pribadi siswa untuk dapat

93

berpikir dan berprilaku rasional dapat dikembangkan dengan iquiry, valuing, and decision makingskills (Banks, 1990: 72). Pembelajaran hendaknya berorientasi pada proses bukan pada produk saja (Cleaf, 1991: 190). Pembelajaran yang berorientasi pada produk cenderung membuat siswa pasif, yang penekanannya pada what. Pembelajaran yang berorientasi pada proses penekanannya pada howy berpusat pada siswa dan guru sebagai petunjuk dan fasilitator. Inquiry merupakan strategi dalam pembelajaran yang berorientasi pada proses, penekanan pada siswa dengan memecahkan masalah dan mencari informasi (Cleaf, 1991: 190). Proses digunakan oleh ahli-ahli ilmu sosial untuk memecahkan masalah dan menemukan informasi. Temuan dari penelitian Muir (dalam Cleaf, 1990: 90) menunjukkan bahwa dalam pembelajaran inkuiri para pelajar terlibat aktif, dan terjadi proses dan pengembangan kognitif. Dikatakan oleh Cleaf (1991: 191) "The inquiry process is a variation of the scientificic method." Cleaf (1991: 191) memodifikasi tahapan inkuiri tetap berpegang pada kaidah ilmu pengetahuan guna menyesuaikan dengan sifat-sifat alamiah siswa. Tahapan hipotesa dimodifikasi menjadi satu kesatuan dengan the problem statement. Perbandingan model science dengan inquiry digambarkan oleh Cleaf (1991: 191) sebagai berikut: PROPOSEDINQUIRY SCIENTIFIC METHOD J. Definition ofproblem 1. Identijy problem (and hypotheses or questions) 2. Statement ofhypotheses 3. Deductive reasoning (implications of 2. Collect data hypothesesj 3. Analyze data 4. Collection and analysis of data 4. Draw conclusions 5. Confirming or rejecting hypotheses

Pembelajaran dengan model inkuiri menurut Clark (1973, 64):

94

II 1. It helps pupils to establish deep understandings and firm conr processes and relationship, and to develop taste, values, and at 2. It helps pupils develop intelectual skills, including the abi rationally. 3. It has high motivating power. (1. Membantu para siswa untuk meneta pemahaman lebih dalam dan konsep, memperjelas proses dan hubungan, dan untuk mengambangkan rasa, nilai-nilai, dan sikap. 2. Membantu para siswa cmengembangkan ketrampilan intelektual, mencakup kemampuan berpikir secara rasional. 3. Mempunyai motivasi tinggi). Karakter umum pembelajaran inkuiri guru menstimulus siswa untuk berpikir dengan cara bertanya, intepretasi, menerangkan, dan hipotesa, serta menanyakan aplikasi prinsip-prinsip pada perbedaan situasi, implikasi data dan informasi, menghadapkan para siswa dengan masalah-masalah, kontradiksi, implikasi, asumsi nilai, dan konflik nilai. Karakter umum yang lain dalam pembelajaran inkuiri guru mendorong siswa untuk berpikir dengan mendukung dan menerima, menonjolkan positip, menerima dan menyelidiki, dorongan, persetujuan, memberi petunjukpetunjuk, memberikan kebebasan dan kreativitas, mendorong murid-murid bertukar ide dan menganalisis perbedaan ide dan mengembangkan intepretasi. Karakter pembelajaran inkuiri juga pada variasi pemecahan masalahnya menggunakan metode pemecahan masalah secara kelompok atau individu. Metode inkuiri adalah terbuka juga merupakan karakter pembelajaran inkuiri, kadang-kadang guru melakukan pelajaran dengan discovery untuk memperbaiki generalisasi (Clark, 1973: 64-65). 2.4.2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran lain yang diharapkan dapat mengembangkan kesadaran sejarah adalah pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini sering disebut dengan pembelajaran gotong royong, karena menekankan pada kerja sama dan

95

berangkat dari falsafah homo homini socious (Lie, 2002: 27). Menurut Arends (1989: 402) :

"The cooperative learning model grew out of an educational tradition

emphasizing

democratic

thought

and practise,

active

learning,

cooperative

behaviour, and respect for pluralism in multicultural societies" (Model belajar kooperatif tumbuh sebagai tradisi pendidikan dengan penekanan pada demokrasi dalam berpikir dan bertindak, belajar aktif, prilaku keijasama, dan tanggap pada kemajemukan dalam masyatakat multikultur). Pembelajaran kooperatif berangkat dari pemikiran John Dewey, Herbert Thelan, dan kelas demokratis. Konsep Dewey tentang pendidikan (Arends, 1989: 403) "...that the classroom should mirror the larger society and be a laboratory for real-life learning." (...bahwa ruang kelas merupakan cermin masyarakat luas dan sebuah laboratorium untuk belajat nyata tentang kehidupan). Pedagogi Dewey diperlukan guru untuk menciptakan lingkungan belajar sebagai sebuah karakter sistem sosial dengan prosedur demokrasi dan proses sains (ilmiah). Tanggung jawab utama guru adalah melibatkan siswa menciptakan penyelidikan ke dalam masalah interpersonal dan sosial. Prosedur ruang kelas oleh Dewey ditekankan dalam bentuk kelompok kecil, problem -sol ving, pencarian jawaban dan prinsip-prinsip demokrasi dengan interaksi satu sama lain (Arends, 1989: 403). Sesudah Dewey, Herbert Thelen (1954; 1960) mengembangkan prosedur untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Kelas merupakan laboratorium atau miniature democracy untuk tujuan studi dan penyelidikan masalah interpersonal dan sosial. Thelen berdasarkan dinamika

kelompok

penyelidikan

mengembangkan

kelompok,

dan

bentuk

rinci

mempersiapkan

dan

dasar

terstruktur

tentang

konseptual

untuk

96

mengembangkan pembelajaran kooperatif pada masa kini. Ciri pembelajaran kooperatif (Arends, 1989:407) :

,

• • • •

Students work in teams to master academic materials Team are made up of high, average, and how achievers Teams are made up of racially and sexually mixed group of students Reward systems are group oriented rather than individually oriented. (Para siswa bekerja dalam kelompok untuk menguasai material akademis, kelompok dibentuk berdasarkan tinggi, rata-rata, kelompok terdiri dari pencampuran ras dan jenis kelamin, Sistem Penghargaan secara kelompok bukannya secara individu).

Contoh model pembelajaran kooperatif : Students Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (IK), dan Pendekatan Struktural.

2.4.2.4 Model Pembelajaran Kontekstual Kesadaran siswa akan arti penting belajar dan materi pelajaran dapat dikembangkan dengan model pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran ini tengah dikembangkan di berbagai sekolah di Indonesia dan menjadi model pembelajaran dalam kurikulum baru (KBK). Johnson (2002: 3) mengatakan "Contextual teaching and learning engages students in significant activities that help them connect academic studies to their context in real-life situations. By making these

connections,

students

see

meaning

in

schoolwork."

(Mengajar

dan

pembelajaran kontekstual aktivitas siswa penting yang membantu menghubungkan studi akademis kepada konteks mereka di dalam situasi kehidupan nyata. Dengan pembuatan hubungan ini, para siswa melihat arti dalam ketja sekolah). Siswa dalam pembelajaran menurut kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan pusat perhatian dan perlakuan. Guru dalam pembelajaran di kelas

97

peranannya bukan ditentukan oleh didaktik metodik yang akan dipelajari saja, tetapi menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar anak (Diknas, 2002). Pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat di mana dia hidup (Kasihani, 2002). Menurut Johnson (2002: 11) "...CTL's central message...is that learning by doing causes us to make connections that yield meaning, and when we see meaning, we acquire and retain knowledge and sfalls. " Yulaelawati (2004: 119) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam pembelajaran kontekstual: " (1) relating (mengaitkan), (2) experiencing (mengalami), (3) applying (mengaplikasikan), (4) cooperating (keijasama), dan (5) trans/erring (memindahkan)." CTL merupakan holistic system meliputi delapan komponen (Johnson, 2002: 24) : "(1) making meaningful connections,

(2)

doing

significant

work,

(3)

self-regulated

learning,

(4)

collaborating, (5) critical and creative learning, (6) nurturing the individual, (7) reaching high standards, (8) using authentic assessment." Model pembelajaran kontekstual menurut CTL Tim University of Washington (Kasihani, 2002: 6) memiliki tujuh komponen utama "(1) constructivism, (2) questioning, (3) inquiry, (4) learning community, (5) modeling,dan (6) authentic assessment. "

98

2.4.2.5 Model-Model lain Pembelajaran Sejarah Berangkat dari pengertian sejarah, sejarah sebagai ilmu, guna sejarah, dan kesadaran

sejarah,

pada

pembelajaran

sejarah

diperlukan

berbagai

model

pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran berpegang pada hakekat belajar dan pembelajaran, dengan tetap berdasui pada karekteristik ilmu sejarah. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah diperlukan agar tidak menimbulkan kebingunan pada siswa dalam cara berpikir dan cara belajar karena adanya

perbedaan

2003:

197).

Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah adalah

: (l)

mengajak

siswa

dengan

berpikir

mata pelajaran

sejarah

dengan

lain

cara

(Kardisaputra,

berpikir

imajinatif dengan

membayangkan sesuatu yang nyata-nyata pernah ada dan atau pernah teijadi, (2) intelektual siswa dilatih dalam bentuk kegiatan belajar dengan menarik generalisasigeneralisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar inkuiri, (3) siswa diajak belajar konsep secara induktif maupun deduktif, konsep merupakan wahana berpikir keilmuan, (4) mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dalam bentuk pembelajaran yang bercirikan rote learning dan reception learning, dan (5) menunjukkan realita-realita yang hidup dalam masyarakat dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perspektif sejarah (Kardisaputra, 2003: 197-202). Proses pembelajaran sejarah untuk mencapai tujuan pembelajaran sejarah (kesadaran sejarah) perlu diarahkan pada pembelajaran kolektif dalam bentuk model cooperative learning yang memiliki lima unsur (Lie, 2002: 27)

: (1) saling

ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, (5) evaluasi proses kelompok. Salah satu faktor alami

99

dalam pembelajaran sejarah adalah mendorong siswa untuk bekeija sama (Hill, 1955: 38). Pembelajaran sejarah yang hidup dikembangkan dengan cara keija sama dalam bentuk kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Pengalaman dalam keija sama dapat membantu mengembangkan keijasama sosial, dengan memberi kesempatan berdiskusi secara bersama-sama masalah-masalah yang lalu, misalnya menyusun diskusi sesuatu pokok penting, dan belajar dalam bentuk proses penyelidikan secara bersama-sama tentang masalah-masalah sosial sebagai suatu proses demokrasi. Perdebatan-perdebatan dalam bentuk diskusi tentang masalah-masalah sejarah merupakan

bentuk

latihan

keijasama

dan

kesabaran,

yang

memungkinkan

pembicaraan bebas. Pengembangan

model

pembelajaran

sejarah juga

mempertimbangkan

sumber-sumber belajar yang terkait (Garvey dan Krug, 1977:18-19), yaitu : bahan kajian sejarah (peninggalan dan sumber-sumber tertulis tentang sejarah), kemampuan siswa dan kemampuan profesional guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar. Kemampuan potensial siswa yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran sejarah adalah : menulis, mendramatisasikan, serta kemampuan kreatif lainnya (kemampuan mengkomunikasikan pengetahuan dan pemahaman sejarah). Pembelajaran sejarah bertujuan untuk peningkatan kesadaran sejarah dengan indikator-indikatornya : pemahaman terhadap materi sejarah, penghayatan terhadap sejarah, minat terhadap sejarah, sikap kebangsaan, pandangan tentang perubahan, pandangan tentang kontinuitas, pandangan tentang guna sejarah, dan keterampilan berpikir kesejarahan. Agar peningkatan kesadaran sejarah dapat tercapai secara maksimal diperlukan beberapa pendekatan dalam pembelajaran sejarah.

100

Model-model

pembelajaran

dalam

pembelajaran

sejarah

yang

dapat

mendukung pengembangan kesadaran sejarah meliputi : (1) picture study, (2) Document study, (3) questioning, (4) text book study, (5) simulation and drama, (6) note-making,dan (7) map study (Garvey dan Krug, 1977). Picture study merupakan pembelajaran sejarah yang dilaksanakan dengan membagi kelas dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok mendiskusikan bagian-bagian sebuah gambar yang ditugaskan guru. Pada model pembelajaran ini siswa dituntut mengamati, berpikir kesejarahan, dan melakukan interpretasi sebuah gambar. Tujuan utama model pembelajaran picture study ini adalah menumbuhkan imajinasi peserta didik dan memecahkan masalah. Picture study digunakan sebagai model pembelajaran sejarah berhubungan dengan (1) imaginative learning, dan (2) picture and mental development (Garvey dan Krug, 1977: 26-28). Imaginative

learning

adalah

pengembangan

imajinasi

anak

dengan

menggunakan gambar. Imajinasi siswa pada model pembelajaran ini dikembangkan dalam bentuk konkrit berdasarkan fakta dan data. Peserta didik akan dapat mengemukakan suatu peristiwa lebih jelas dengan melihat gambar. Terdapat hubungan yang aktif antara gambar dengan imajinasi anak sehingga muncul ungkapan kata yang benar. Picture and mental development didasarkan pengertian bahwa gambar berhubungan dengan perkembangan mental anak. Peristiwa sejarah yang dipelajari siswa berkaitan dengan pengalaman peserta didik. Piaget dan Bruner mengatakan bahwa perkembangan tingkah laku dan peristiwa sejarah merupakan hasil pemikiran yang dihasilkan oleh manusia. Tingkat berpikir siswa dipengaruhi oleh sarana belajar

101

yang ada. Data dan fakta sejarah berupa gambar atau tulisan dapat mengembangkan kesiapan siswa untuk belajar sejarah dengan baik, sehingga menggiring siswa berpikir imajinatif, aktif, dan konkrit (iconic) (Garvey dan Kiug, 1977). Gambar dapat digunakan pada awal pembelajaran untuk membawa kepada suasana belajar yang diharapkan, dilanjutkan dengan penjelasan sehingga berpikir kesejarahan dapat tumbuh dalam diri peserta didik. Strategi picture study terdiri dari :

(I) picture workcards for group study, (2) workcards for individual learning, (3)

class use of texbook pictures, (4) wali displays, (5) fdmstripe, slides (6) making pictures (Garvey dan Krug, 1977: 28-29). Pembelajaran dengan picture study model harus memperhatikan: (I) select picture which relate to the historical problems of the subject under study, (2) in making a selection from the picture available, give greater weight to relevance than to attractiveness, (3) difficult pictures should not be avoides, but they need to be structured for pupil study by helpful questions, (4) give pupils an opportunity to interpret pictures for themselves, (5) pictures on wali displays should be clear, simple, and hung at eye level, (6) wali displays should be arranged with questions or explanations which invite examination and comment by pupils (Garvey, B dan Krug, M, 1977: 32). (1. Memilih gambar yang berhubungan dengan permasalahan sejarah sesuai dengan materi yang dipelajari. 2. Pemilihan dari gambar tersedia, memberi penekanan pada keterkaitan dibanding aktratif. 3. Gambar yang sulit tidak dihindari, tetapi diperlukan untuk studi siswa dengan bantuan pertanyaan. 4. Memberi para siswa kesempatan menginterpretasi gambar untuk diri mereka. 5. Menggambar pada dinding harus jelas, sederhana. 6. Dinding pajangan diatur, pertanyaan atau penjelasan harus mengundang pengujian dan komentar siswa). Document study merupakan aktivitas pembelajaran dengan menggunakan dokumen, menurut Garvey dan Krug (1977: 35): " a period of revision directed to a wali map ofthe area, a period of individual reading of the cyclo styled material, then a teacher directed discussion of the documents." (Periode revisi diarahkan pada suatu

102

peta dinding tentang suatu area, suatu periode dari materi, kemudian guru mengarahkan diskusi dokumen). Pembelajaran sejarah dalam bentuk document study adalah : to describe, to translate, and to interpret. Peserta didik melakukan learning by doing dan latihan proses berpikir kesejarahan. Penggunaan dokumen merupakan model pembelajaran sejarah dengan praktik sejarah. Ide ini direncanakan oleh M.S. Bames pada tahun 1904 dan M.W. Keatinge pada tahun 1910. Dasar penggunaan dokumen dalam pembelajaran di dalam kelas adalah argumen Bruner (Garvey dan Krug, 1977: 39) dengan konsepnya tentang "struktur" pengetahuan yang mengajak siswa berpikir "There are of course several ways ofpracticing a mode of thinking. If we read a good monograph, we follow the line of thought. We therefore practise in a vicarious way the thought structures of a professional historian." (Terdapat beberapa cara latihan suatu gaya berpikir. Jika kita membaca suatu monograf yang baik, kita mengikuti baris pikiran. Kita oleh karena itu berlatih suatu cara seolah-olah mengalami sendiri struktur pikiran sejarawan professional). Document study menurut Garvey dan Krug (1977: 40) "...to stimulute the imagination and help to develop the iconic stage of historical thinking." (.„untuk menstimulus tmaginasi dan membantu mengembangkan tahap ikonik tentang berpikir sejarah). Jenis document yang dapat digunakan dalam pembelajaran sejarah menurut Garvey dan Krug (1977: 40) adalah : "original historical evidence, photographic reproductions of original evidence, printed document." Dokumen dapat digunakan dalam pembelajaran di dalam kelas dengan dua prinsip : as part of project dan as structured exercises (Garvey dan Krug, 1977: 40).

As part of project pembelajaran

dilakukan dengan latihan yang tidak terstruktur. Peserta didik menyajikan bahan

103

dengan berbagai pertanyaan serta memecahkan permasalahan. As structured exercises dilakukan pada pembelajaran dengan latihan terstruktur dalam bentuk memberikan bahan yang tersedia dengan aktivitas : "in a teacher-directed lesson, as a group study exercise, dan as an individual assignment to be done in class time or for homework " (di dalam suatu pelajaran teacher-directed, sebagai kelompok belajar latihan, dan sebagai suatu tugas individu untuk dilaksanakan waktu di kelas atau untuk pekerjaan rumah) (Garvey dan Kru g, 1977: 42). Pada pembelajaran sejarah dengan cara document study menurut Garvey dan Krug (1977: 43) guru hendaknya "(1) seleclion of the document, (2) preparation of the document, dan (3) presentation of the document." Questioning merupakan model pembelajaran dengan penekanan pada keterampilan bertanya. Model ini diimplementasikan dalam pembelajaran sejarah dalam bentuk pemecahan masalah (problem-solving). Pertanyaan di dalam kelas dilakukan secara closed guestions dan open guestions.

Berbagai pertanyaan untuk

pembelajaran sejarah disarankan oleh Garvey dan Krug (1977: 49-51) : "(1) comprehension guestions, (2) interpretation guestions, (3) extrapolation questions, (4) invention guestions, (5) evaluation questions." Comprehension guestions adalah pertanyaan komprehensif tentang apa yang telah dibaca atau dipahami peserta didik. Contoh pertanyaan what is in the picture ? what does the document says ? Pertanyaan komprehensif memerlukan imajinasi siswa untuk membentuk gambaran mental tentang apa yang telah dilukiskan yang merupakan pemahaman tentang situasi pada level iconic dari berpikir (Garvey dan Krug, 1977: 49-51).

104

Interpretation guestions merupakan pertanyaan untuk membandingkan atau menghubungkan fakta dengan pengetahuan siswa yang signifikan dengan sejarah, contoh pertanyaan :

what is the historical meaning of this picture or piece of

writing ? (Garvey dan Kru g , 1977: 49-51). Extrapolation questions merupakan pertanyaan yang memerlukan jawaban siswa dalam bentuk kesimpulan suatu bahan sejarah yang telah dipahaminya. Siswa dituntut mengembangkan bahan sejarah tersebut dalam bentuk hipotesis atau analisis berpikir tentang gambaran yang telah diamati, contoh pertanyaan eksplorasi : what can be concludedfrom the evidence which is not actually stated ? (Garvey dan Krug, 1977: 49-51). Invention questions merupakan pertanyaan yang diarahkan kepada pendapat siswa berdasarkan yang telah atau sedang dipikirkan siswa, contoh pertanyaan : what would you have done or thought ifyou had been in this man 's position ? (Garvey dan Krug, 1977: 49-51) Evaluation questions terdiri dari dua pola pertanyaan yaitu pertanyaan yang mengarah pada kemampuan siswa menghafal tahun, kejadian dan pertanyaan yang mengarah pada jawaban sebab akibat terjadinya suatu peristiwa (Garvey dan Krug, 1977:49-51). Text book study memiliki tujuan agar peserta didik menemukan keterangan khusus dari buku teks dan dapat selaiu mengingat perbedaan batasan pengertian antara satu dengan yang lain, serta dapat mengamati peristiwa berdasarkan informasi atau gambar di dalam buku teks. Buku teks berperanan mengembangkan kreativitas pengajar dan siswa agar mampu mendalami dan memiliki keterampilan sejarah.

105

Buku teks dapat mengembangkan reference skills, comprehension skills, anaiytical and critical skills, imaginative skills, dan note making skills (Garvey dan Krug, 1977: 49-51). Note making dapat menumbuhkan kebiasaan peserta didik untuk membaca dan menulis, yang pada gilirannya mengembangkan kebiasaan berpikir analisis. Dengan mencatat peserta didik dapat berimajinasi tentang peristiwa sejarah (Garvey dan Krug, 1977: 49-51). Map study digunakan selama pelajaran sejarah, menurut Garvey dan Krug ( 1977: 83): (1) as an illustration or visual aid, which will help pupils to understand particular topics or episodes, (2) as a resource from which pupils can themselves learn history such leaming may relate to specifically historical events-battles, migrations, trade routes.-which can found symbolized on historical maps or atlase. Or the learning may be concerned with the interaction of geography and histoiy, the relationship between the environment and the activities of people who have controlled or sought control of it. Hver since the study of economic motivation became a legitimate part of academic history, geography has been of paramount importance in constmcting a satisfactoiy historical exp!anation. (1. Sebagai suatu ilustrasi atau bantuan visuil, yang akan membantu para siswa memahami peristiwa atau topik tertentu. 2. Sebagai sumber para siswa yang untuk belajar sejarah seperti belajar yag berhubungan dengan secara rinci peristiwa historis battles, migrasi, route perdagangan yang mana dapat ditemukan pada peta historis atau atlas atau pelajaran yang berkaitan dengan interaksi geografi dan sejarah, hubungan antar lingkungan dan aktivitas kehidupan. Sejak studi tentang motivasi ekonomi menjadi suatu bagian resmi dari sejarah akademis, geografi memiliki arti penting untuk membangun suatu penjelasan historis). Peta bermanfaat dalam pembelajaran sejarah yang berhubungan dengan kemampuan menyelidiki, mengamati. Para siswa harus menyadari bahwa factor geografi dengan fakta sejarah dan bagaimana melibatkan lingkungan dan ekologi ke dalam hipotesis sejarah. Beberapa variasi belajar sejarah dengan menggunakan peta

106

(1) historical maps, (2) Standard geography maps, (3) map s prept exercises,\(4) wali maps,(5) chalk board (Garvey dan Krug, 1977: 83). ^ Steele (Widja, 1989: 32-40) menjabarkan model strategi beIajafc5QjjS|||Jflf sejarah, yaitu : (1) model garis besar kronologis, (2) model tematis, (3) model garis perkembangan khusus, (4) model regresif. Model garis besar kronologis berangkat dari konsepsi pembelajaran sejarah yang berdasarkan urutan waktu. Model ini merupakan model umum dalam pembelajaran sejarah karena memberikan gambaran secara jelas tentang peristiwa sejarah. Implementasi model ini sejalan dengan esensi pokok sejarah sebagai evolusi atau proses berkelanjutan, peserta didik dalam model ini dapat memahami dan merasakan dinamika kehidupan terutama bangsanya. Pemahaman dinamika dengan menggunakan model ini dapat menjadi dasar berkembangnya rasa kebangsaan (Steele dalam Widja, 1989: 32-40). Model tematis adalah model pembelajaran sejarah untuk mengembangkan pengertian mendalam periode tertentu peristiwa sejarah, dilaksanakan dengan memilih tema-tema menarik, kontekstual, dan aktual dan dikaji secara interdisipliner dengan muldimensional approach. Pelaksanaan model ini perlu memperhatikan time sense agar peserta didik tetap dalam konteks sejarah yang lebih besar (Steele dalam Widja, 1989: 32-40). Model garis perkembangan khusus adalah model yang berangkat dari perpaduan antara model garis besar kronologis dan model tematis. Kronologis dalam pembelajaran menjadi focus utama dengan tetap memperhatikan aspek-aspek tertentu (unik, strategis) dari peristiwa sejarah. Pada model garis perkembangan khusus

107

hanya menelusuri beberapa aspek khusus yang menarik saja dari kehidupan manusia " (Steele dalam Widja, 1989: 32-40).. Model regresif kebalikan model garis besar kronologis. Pembelajaran menggunakan model ini memanfaatkan situasi sekarang sebagai langkah awal pengkajian. Permasalahan masa kini dikaji berdasarkan perspektif sejarah sebagai 'backgroundPembelajaran model regresif hendaknya

memperhatikan timbulnya

distorsi, kesalahan pemahaman perkembangan sejarah karena terjebak oleh nilai masa kini yang tidak harus serupa dengan peristiwa yang teijadi pada masa lampau ((Steele dalam Widja, 1989: 32-40). Kesadaran sejarah dalam keterampilan berpikir kesejarahan melibatkan keterampilan intelektual siswa dikembangkan Gunning (1978) dalam bukunya The Teaching of History. Gunning (1978: 34) mengembangkan model pembelajaran sejarah

untuk

menumbuhkan

keterampilan

intelektual

berbentuk penguatan,

penggunaan, penulisan dan pembicaraan konsep-konsep yang specific dalam banyak situasi berbeda. Pemikiran Gunning tentang model pembelajaran keterampilan intelektual mengajak peserta didik untuk aktif dan menggunakan rupa-rupa tugas, rupa-rupa keerampilan yang berbeda, dan mengembangkan konsep. Model ini diperlukan peserta didik untuk mengembangkan konsep. Dikatakan oleh Gunning (1978: 34) "The idea of 'itsing' a concept is virtually inseparable from the idea of practising a skill." (Gagasan untuk ' penggunaan' suatu konsep hampir tidak dapat dipisahkan dari gagasan untuk berlatih suatu ketrampilan). Model keterampilan intelektual Gunning (1978) diawali dengan translation, Gunning (1978: 35) mengatakan :

108

...that of translation, gives rise to task which are of very obvious usefulness in concept development. It involves literally translating information from one level of abstraction to another, ... firom the relatively abstract language of a textbook to the probably less abstract 'own words' of a student and also from one medium to another, for stample from a graph to words. (... terjemahan, menumbuhkan pada tugas yang kegunaannya jelas nyata dalam pengembangan konsep. Hal ini melibatkan secara harafiah menteijemahkan informasi dari satu tingkat abstrak ke yang lain, ... dari bahasa relatif abstrak suatu buku teks kepada kemungkinan lebih sedikit abstrak 'kata-kata kepunyaan' tentang seorang siswa dan juga dari satu medium ke yang lain, untuk contoh dari suatu gambar ke kata-kata). Contoh konsep rebellion dalam translation pada pembelajaran sejarah dengan

mengembangkan

kata-kata,

menulis

cerita

tentang

rebellion,

dan

memberikan contoh sejarah mengenai rebellions. Interpretation merupakan langkah ke dua model keterampilan intelektual. Gunning (1978: 40) mengatakan : "Interpretation, like translation, can serve the ends of concept learning, as well as being a very valuable cognitive skill in its own right. " (Intepretasi, seperti terjemahan, dapat untuk belajar konsep, seperti halnya menjadi

keterampilan

kognitif).

Interpretation

dilakukan

dengan

translation

menggunakan gambar-gambar, peta, dan sumber-sumber sejarah sehingga siswa dapat memahami peristiwa sejarah lebih jelas. Dilanjutkan application dengan menggunakan hasil translation dan interpretation dalam bentuk konsep-konsep. Gunning (1978: 60) menggambarkan penggunaan konsep untuk memahami peristiwa sejarah : The new situation for the leamer can also be presented in the form of maps or graphs; for example, students could be presented with a sketch, maps or graphs of some imaginary or unidentified country and asked 'Is the country an industrial country ?' or 'Is this an under developed country V and so on. Pictures could also be very usefuL in this area. The basic interpretation question, with a picture is What is going on here?' The basic application question would be 'Is what is going on here an example of...?' (Situasi baru

109

untuk pelajar dapat juga diperkenalkan dalam bentuk peta atau grafik; sebagai contoh, para siswa bisa menampilkan suatu sket, peta atau grafik beberapa negeri yang tidak dikenal atau khayal dan menanyakan ' Apakah negara suatu negera industri?' atau ' Apakah ini suatu negara sedang berkembang ? dan seterusnya. Gambar sangat bermanfaat. Pertanyaan intepretasi dasar, dengan suatu gambar Apa yang terjadi di sini?' Pertanyaan aplikasi dasar akan ' Apakah apa yang terjadi di sini suatu contoh...?'). Application dilakukan dengan mengkaitkan source material, dan pictures (Gunning, 1978). Langkah keterampilan intelektual selanjutnya adalah extrapolation seperti dikatakan Gunning (1978: 82) "The skill of extrapolating involves the student in consiructing quite complicated forecasts about how a given situation might develop. "(Ketrampilan tentang ekstrapolasi melibatkan siswa dalam membangun peramalan

tentang

Extrapolation

bagaimana

dilakukan

dalam

situasi

ditentukan

mungkin

berkembang).

bentuk

permainan,

simulasi,

dan

diskusi.

Keterampilan intelektual yang berikutnya adalah evaluation, "The skill of evaluation involves, quite, the making and communicating of judgements " (Gunning, 1978: 96). Langkah keterampilan berikutnya adalah analysis yang merupakan kemampuan menguraikan peristiwa sejarah ke dalam bagian-bagian sehingga susunannya dapat dipahami. Analisis digunakan untuk mengembangkan pengetahuan tentang susunan informasi

disertai

keterampilan

intepretasi,

terjemahan,

dan

evaluasi.

Langkah

terakhir

intelektual adalah syntesis sebagai kemampuan menggabungkan

bagian-bagian untuk membentuk keseluruhan yang baru (Gunning, 1978: 110). Pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah dapat dilakukan dengan mengembangkan empati siswa, dalam metode sejarah dikenal dengan historical-mindedness. kemampuan menempatkan diri dalam tempat, jaman lain serta menafsirkan peristiwa dan personalitas dengan pandangannya (Gottschalk, 1975: 93).

110

Shemift (Dickinson, Lee and Rogers, 1984: 66) menggambarkan model pembelajaran untuk mengembangkan empati siswa sebagai berikut: Tabel: 2.5 Model Pembelajaran Empati Shemilt (Dickinson, Lee and Rogers, 1984: 66) Nature of emphatetic response i Descriptive

Nature of activity

;

i1 i i l

i

! Exp!anatory

i

Logic oftask Reactive

Enactive Biography

Synthesis of particulars Personal projection

Drama

Projective exercises ('Imaginaneyou are...') Imaginative reconstruction On-site re('What was it like ?') enactment Aduction of Games and Decision-making exercises alternatives simulations Forging connections

Games and Link culture and economy simulations

Disconfirming expecrations

Experimental re-enactment

Resolving incongruities

Disconfirmation exercises

Empathetic dilemmas Structured contrasts between past and present

Model pembelajaran sejarah yang efektif dikembangkan O'Hara (2001: 68), yaitu : "evidence-based

dan imaginative-creative approachesModel pembelajaran

sejarah dari O'Hara (2001) dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran sejarah siswa karena berangkat dari sifat anak-anak yang ingin tahu dan mendorong untuk bertanya ' V / t / ' dan "how".

Tabel di bawah ini gambaran pembelajaran sejarah

menggunakan model evidence-based (O'Hara, 2001: 70).

111

Tabel: 2.6 Model Evidence-Based (O'Hara, 2001: 70) Aspek Chronological understanding

Past events people

Historical interpretation

Historical inquiry

Communication

Belajar dan kontinuitas dengan menggunakan berbagai bentuk historical evidence. Mengembangkan pengertian tentang konsep, perubahan

and

Pengetahuan dan pemahaman siswa tentang peristiwa dan masyarakat pada masa lalu berdasarkan informasi dari evidence. Model ini memungkinkan siswa membuat garis konkrit dengan waktu dan budaya dan menyingkap tangan pertamanya untuk contoh tentang perbedaan {diversities), kesamaan (similarity), dan kemajuan (progress). Contoh dengan mengingat desain, fungsi, estetika, fashion, style, komunikasi. Belajar merumuskan dan menguji hipotesis, diskusi, memprediksi dan mengenali.

Mengembangkan keterampilan tentang umum seperti perlakuan, penyimpanan, pengamatan dan pengujian. Belajar untuk menyaksikan : kemunduran, waktu belajar. Belajar untuk bertanya. Belajar untuk menggolonggolongkan, menggunakan wama, susunan, bentuk, desain. Belajar menggambarkan dengan menggunakan historical language. Belajar merekam informasi sejarah dan menggunakan gambaran, annotation, notation, dan menulis.

Contoh Kelas menyaksikan gambaran Inggris sejak tahun 1930 hingga tahun 1970, kemudian berdiskusi tentang kemiskinan pada tahun 1930, perbaikan ekonomi pada tahun 1950, peningkatan kemakmuran dan kebebasan dalam tahun 1960 dan 1970 Siswa diajak menyaksikan gambar bangunan sejarah, kemudian diajak mencari kesamaan dan perbedaannya. Selanjutnya siswa berdiskusi tentang gambar-gambar bangunan sejarah tersebut.

Guru mengajak siswa melihat uang lama dan uang baru, kemudian siswa diajak berimajinasi dan mencatat cirri-ciri uang tersebut. Guru mengumpulkan kartu pos, poster dan gambar-gambar lama dan kemudian siswa diajak berdiskusi.

112

Model imaginative-creative sesuai dengan pengertian tentang how children learn,

berdasarkan

pandangan

dari

Bruner

tentang

dimensi

sosial

pada

perkembangan kognitif (O'Hara, 2001: 91). Model imaginative-creative dalam bentuk learning about the past through play (O'Hara, 2001: 93), sesuai dengan sifat siswa yang menyukai permainan. Permainan dilakukan dengan menggunakan tematema sejarah, ini dapat menumbuhkan empati tentang masyarakat pada masa lalu. Widja (1989: 41) menguraikan bentuk pembelajaran sejarah yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran sejarah peserta didik, yaitu : reseptif, diskusi, discovery/inquiry, pengajaran sejarah di luar kelas, simulasi, dan drama. Model

reseptif dikembangkan

dalam

kaitannya

dengan

pentingnya

pemahaman tentang fakta-fakta sejarah yang berupa aktivitas manusia pada masa lampau.

Kegiatan

pembelajaran dalam model

reseptif ini berupa ceramah

(berceritera), membaca buku sejarah, mendengarkan radio atau tape recorder, menyaksikan TV dan model-model sejarah (Widja, 1989: 41). Model diskusi yang dikembangkan oleh Widja (1989: 45) bertujuan untuk mengembangkan berpikir dan mengartikan sesuatu, sehingga diperoleh pengertian yang lebih mendalam. Widja (1989: 46) mengatakan : ...melalui diskusi siswa dapat meningkatkan kesadarannya (awaraness) terhadap sikap orang lain yang meliputi aspek-aspek keyakinan, perasaan, serta tingkah laku. Selanjutnya dengan dasar ini, siswa dapat menganalisis atau menilai secara kritis sikapnya sendiri dalam perbandingannya dengan sikap orang lain. Kemudian dia mungkin membuat penyesuaian-penyesuaian dalam sikapnya sesuai dengan hasil analisis atau penilaiannya itu,... Model discovery/inquiry bertujuan untuk mengembangkan keterampilan siswa dengan cara latihan mengembangkan daya nalar dan daya analisisnya.

113

Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan pada model ini adalah : bertanya produktif, evaluasi terhadap bukti sejarah, menempatkan problema sejarah dalam konteks sosio-kulturalnya, mengidentifikasikan faktor-faktor perubahan masyarakat, dan latihan mengajukan argumentasi (Widja, 1989: 47), model ini pada hakekatnya adalah praktek sejarah di sekolah. Wineburg (2001: 63-173) menyarankan pembelajaran sejarah dengan mengajak

siswa

membaca

teks-teks

sejarah.

Model

ini

berguna

untuk

mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Teks sejarah dapat berupa biografi atau document yang merupakan sumber sejarah. Pembelajaran sejarah dalam kerangka reflektif mempertimbangkan kegunaan pengetahuan pada masa sekarang dan masa yang akan datang serta memahami sintesis untuk mengembangkan tematema utama (Wineburg, 2001: 150-154). Joseph O. Loretan (Burger: 1970: 52) mengembangkan Project Future tentang

pembelajaran sejarah, yaitu proses inguiry dan discovery.

Strategi

pembelajarannya adalah : "(1) probing discussion guestions, (2) systematic analysis of primary source materials, (3) case studies of concrete social phenomena, (4) introduction of contrasting evidence." 2.5 Perspektif Filosofis dan Teori Belajar Pembelajaran Sejarah untuk Kesadaran Sejarah Pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran sejarah menjadi tujuan dari pembalajaran sejarah yang dilakukan di sekolah-sekolah. Peningkatan kesadaran sejarah pada milenium ke tiga dan era reformasi semakin mutlak diperlukan oleh bangsa Indonesia. Penguatan identitas dan jati diri bangsa menjadi tuntutan

114

(kesadaran sejarah), sehingga arus globalisasi dan arah reformasi tetap pada koridor cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia. Kesadaran sejarah dalam pembelajaran sejarah memerlukan partisipasi aktif, pemecahan masalah dan kerja sama. Guru berperan sebagai fasilitator, dan pembimbing untuk mendorong berkembangnya how to learn pada diri siswa. Beberapa Indikator siswa yang memiliki kesadaran sejarah adalah tumbuhnya minat, perhatian, rasa hayat sejarah, dan kerja sama. Keseluruhan indikator tersebut mencerminkan adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa. Peningkatan kesadaran sejarah siswa sebagai salah satu tujuan kurikulum baru 2004 (KBK) berdasarkan pandangan filosofis konstruktivisme. Konstruktivisme didasarkan pada pendapat bahwa kita semua membangun perspektif dunia kita sendiri

melalui bagan (schema) dan pengalaman

individu. Konstruktivisme

memusatkan pembelajaran dengan menyiapkan siswa untuk memecahkan masalah yang rancu (Mergel, 1998). Merrill (1991 dalam Mergel, 1998)

dalam bukunya

Constructivism and instructionai design mengatakan bahwa : • • •



knowledge is constructed from experience, learning i s a personal interpretation of the world learning is an active process in which meaning is developed on the basis of experience conceptual growth comes from the negotiation of meaning, the sharing of multiple perspectives and the changing of our internal representations through collaborative learning learning should be situated in realistic settings; testing should be integrated with the task and not a separate activity (pengetahuan dibangun dari pengalaman, belajar adalah suatu penafsiran pribadi tentang dunia, belajar adalah suatu proses aktif di mana arti dikembangkan atas dasar pengalaman, pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi arti, pembagian berbagai perspektif dan mengubah penyajian yang internal melalui pelajaran kolaboratif, belajar harus diposisikan dalam situasi setting yang nyata; pengujian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan aktivitas terpisah).

115

Berdasarkan pandangan Merril tersebut pembelajaran menurut konstruktikvisme berpijak pada membangun pengalaman dan proses aktif siswa. Jalai dan Supriadi (2001: 98) menjelaskan beberapa implikasi filsafat konstruksionisme terhadap proses belajar adalah : a. belajar berarti membentuk makna b. makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka amati c. konstruksi makna dipengaruhi oleh pengertian yang telah dipunyai oleh siswa

d. konstruksi makna adalah proses yang terus menerus e. belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru f. proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu seseorang berada dalam keraguan yang merangsang munculnya gagasan lebih lanjut sehingga disekuilibrium adalah situasi yang baik untuk memacu belajar g. hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dalam berhubungan dengan lingkungan fisik dan sosialnya h. hasil belajar siswa tergantung pada apa yang telah diketahuinya, konsepkonsep, tujuan, motivasinya dalam mempelajari bahan yang dipejari. Pembelajaran sejarah dengan penekanan pada kesadaran sejarah berarti mengajak siswa membentuk makna berdasarkan aktivitas pembelajaran dengan proses belajar terus menerus dan motivasi. Model pembelajaran sejarah yang sesuai dengan filsafat kontruktivistivisme ini adalah inkuiri dan pemecahan masalah, hal ini didasarkan pada filsafat kontruktivisme (Jalai dan Supriadi, 2001: 97) bahwa (1) pengetahuan berdasarkan kegiatan subjek, (2) subjek membentuk sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan, (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang yang membentuk pengetahuan ketika berhadapan dengan pengalaman. Dasar filsafat konstruktivisme adalah pemikiran Jean Piaget (Poedjiadi, 2001: 61) bahwa pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu sendiri dengan berbagai

116

cara dengan membaca, mendengar, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen, dalam pandangan konstruktivisme peserta didik diharapkan memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan. Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman berperanan menciptakan situasi kondusif agar peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri (Poedjiadi, 2001: 63). Sejalan

dengan

pemikiran

Jean

Piaget,

pemikirannya dalam bentuk konstruktivisme sosial

Vigotsky

mengembangkan

dengan penekanan pada

pembelajaran kooperatif. Menurut Vigotsky semua cara belajar berlangsung secara sosial, yaitu melalui interaksi dengan berbagai unsur (Poedjiadi, 2001: 63). Teori-teori belajar dengan penekanan pada kesadaran sejarah siswa dapat dikaji dari teori belajar kognitif, yaitu : Piaget, Bruner, dan Asubel. Teori belajar Piaget

berangkat

dari

pemikiran

perkembangan

pengetahuan

siswa

atau

perkembangan intelektual dengan cara beradaptasi dan mengorganisir lingkungan sekitar (Ginn, 1995). Proses belajar akan terjadi melalui tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Pada proses asimilasi terjadi pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Pada proses akomodasi terjadi proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (Piaget dalam Budiningsih, 2004: 36). Siswa akan mengalami overassimilation bila pelajaran tidak memberikan hal baru, siswa akan mengalami overaccomodation bila pelajaran tidak dapat dimengerti (Dahar, 1989: 151). Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa adalah pendekatan yang mengarah pada keterampilan intelektual siswa.

117

Pada kegiatan pembelajaran dengan penekanan keterampilan intelektual, siswa diajak mengupas indikator-indikator dari kesadaran sejarah. Pembelajaran tidak hanya penguasaan prinsip-prinsip, tetapi juga pengembangan sikap positif terhadap belajar dan pemecahan masalah (Bruner, 1960 : 17-32). Keterampilan intelektual siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran dengan pendekatan penemuan, sehingga siswa menemukan generalisasi-generalisasi. Bruner (1960 : 17-32) juga melihat arti penting ingatan manusia, transfer, tekanan pada struktur dan prinsip-prinsip pokok mata pelajaran. Hasil pembelajaran dapat diingat lama bila disajikan dalam pola berstruktur. Memahami prinsip-prinsip utama merupakan cara terpenting untuk mencapai transfer belajar, memahami hal-hal yang spesifik memungkinkan seseorang memahami hal-hal lain dalam rangka pengertian fundamental. Proses belajar atau the act of learning terdiri dari tiga episode, yaitu (l) informasi, (2) transformasi, dan (3) evaluasi (Bruner, 1960 : 17-32). Kesadaran sejarah pada siswa meningkat sejalan dengan meningkatnya keterampilan intelektual siswa yang ditunjukkan dengan kegiatan pembelajaran dengan

fokus pada keterlibatan aktif siswa mengajukan permasalahan dan

memecahkan masalah, serta berpikir kritis dan rasional. Aktivitas belajar dengan menggunakan keterampilan intelektual selalu diawali dengan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan dengan kata tanya "bagaimana" dan "mengapa". Kemampuan intelektual siswa sebagai keterampilan berpikir ditunjukkan dengan kemampuan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (Bloom, 1956 : 38). Ditegaskan oleh bahwa keterampilan intelektual termasuk dalam belajar tentang konsep.

Lewat

konsep-konsep

siswa

belajar

menterjemahkan

(translation),

118