BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep ...

60 downloads 305 Views 258KB Size Report
Landasan Teori ... pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. ... Pengawasan merupakan suatu rangkaian kegiatan pemantauan, pemeriksaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori

2.1.1. Konsep Keuangan Daerah 2.1.1.1. Pengertian keuangan daerah Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menjelaskan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dan tentunya dalam batasbatas kewenangan daerah. Keuangan daerah dituangkan sepenuhnya kedalam APBD. APBD menurut Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Selanjutnya pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang

meliputi

perencanaan,

pelaksanaan,

penatausahaan,

pelaporan,

pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Dalam konteks ini lebih difokuskan kepada pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2. Pengawasan keuangan daerah Pengawasan merupakan suatu rangkaian kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Pengawasan dilakukan untuk menjamin semua kebijakan program dan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengawasan keuangan daerah, dalam hal ini adalah pengawasan terhadap anggaran keuangan daerah/APBD. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 42 menjelaskan bahwa “DPRD mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah”. Berdasarkan dari Undang-Undang tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan keuangan daerah dilakukan oleh DPRD yang berfokus kepada pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD wujudnya adalah dengan melihat, mendengar, dan mencermati pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh SKPD, baik secara langsung maupun berdasarkan informasi yang diberikan oleh konstituen, tanpa masuk ke ranah pengawasan yang bersifat teknis. Apabila ada dugaan penyimpangan, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Memberitahukan kepada Kepala Daerah untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Pengawas Internal. b. Membentuk pansus untuk mencari informasi yang lebih akurat.

Universitas Sumatera Utara

c. Menyampaikan adanya dugaan penyimpangan kepada instansi penyidik (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK) (Fanindita, 2010). Pengawasan anggaran meliputi seluruh siklus anggaran, mulai dari tahap perencanaan, pengawasan

pelaksanaan, anggaran

maupun

merupakan

pertanggungjawaban. proses

pengawasan

Secara

sederhana

terhadap

kesesuaian

perencanaan anggaran dan pelaksanaannya dalam melaksanakan pembangunan daerah. Pengawasan terhadap pelaksaanaan perlu dilakukan, hal ini bertujuan untuk memastikan seluruh kebijakan publik yang terkait dengan siklus anggaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berorientasi pada prioritas publik. Namun sebelum sampai pada tahap pelaksanaan, anggota dewan harus mempunyai bekal pengetahuan mengenai anggaran sehingga nanti ketika melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran, anggota dewan telah dapat mendeteksi apakah ada terjadi kebocoran atau penyimpangan alokasi anggaran. 2.1.1.3. Fungsi DPRD sebagai pengawas keuangan daerah/APBD Pengawasan anggaran secara yuridis telah diatur baik di tingkat UndangUndang, peraturan pemerintah dan juga dalam peraturan daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah. Dalam konteks pengelolaan keuangan, pengawasan terhadap anggaran dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 yang menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Pengawasan tersebut bukan berarti pemeriksaan, tapi lebih mengarah pada

Universitas Sumatera Utara

pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam APBD. Hal ini sesuai juga dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. Ini berarti bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD merupakan pengawasan eksternal dan ditekankan pada pencapaian sasaran APBD. Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001). Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dimulai pada saat penyusunan APBD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban APBD (Modjo, 2007). Pengawasan terhadap APBD penting dilakukan untuk memastikan (1) alokasi anggaran sesuai dengan prioritas daerah dan diajukan untuk kesejahteraan masyarakat, (2) menjaga agar penggunaan APBD ekonomis, efisien dan efektif dan (3) menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atau dengan kata lain bahwa anggaran telah dikelola secara transparan dan akuntabel untuk meminimalkan terjadinya kebocoran (Alamsyah, 1997). Untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap APBD anggota dewan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang anggaran mulai dari mekanisme penyusunan anggaran sampai kepada pelaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Kinerja DPRD dalam Pengawasan Keuangan Daerah/APBD Kinerja DPRD dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai anggota dewan tergantung kepada kompetensinya. Adapun hal-hal yang mempengaruhi kinerja DPRD dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang individu anggota dewan yang berada pada DPRD Kota Padang periode 2009-2014. Pengertian kinerja dalam suatu organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau

tidaknya

tujuan

organisasi

yang

telah

ditetapkan.

Hasibuan

(2000)

mengemukakan “Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu: kompetisi; berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya. Produktivitas; kompetisi tersebut dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja atau outcome (Wibowo, 2007). Mangkunegara (2000), menyatakan “faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Menurut PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

Universitas Sumatera Utara

Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa kinerja DPRD dalam pengawasan keuangan daerah/APBD adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang dicapai oleh anggota dewan dalam melaksanakan kegiatan atau tindakan pengawasan terhadap penggunaan APBD dengan kuantitas dan kualitas yang terukur yang didasarkan atas kompetensi, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki oleh anggota dewan tersebut. Mengenai tugas dan fungsi DPRD bahwa “Tugas utama badan Legislatif adalah di bidang perundang-undangan, menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang, termasuk mengadakan amandemen terhadap perundangundangan yang diajukan oleh Pemerintah dan hak budget serta mengontrol badanbadan eksekutif agar semua tindakannya sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditentukan (Budiardjo dan Ambong, 1993). Fungsi dan tugas DPRD juga dijelaskan didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyatakan bahwa DPRD sebagai lembaga legislatif mempunyai tiga fungsi, yaitu: 1) fungsi legislasi, 2) fungsi anggaran dan 3) fungsi pengawasan. Fungsi legislasi yaitu fungsi DPRD dalam membuat peraturan perundang-undangan. Fungsi anggaran yaitu fungsi DPRD dalam menyusun anggaran, dan Fungsi pengawasan yaitu fungsi DPRD untuk mengawasi kinerja eksekutif dalam pengelolaan keuangan daerah dan melaksanakan peraturan daerah, kebijakan pemerintah daerah dan berbagai kebijakan publik lainnya secara konsisten.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian ini fungsi dewan yang dibahas adalah fungsi pengawasan yaitu pengawasan dewan terhadap APBD. Hal ini juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 293 dan 343 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa

DPRD

Provinsi/Kabupaten/Kota

mempunyai

tugas

dan

wewenang

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal ini merupakan penegasan bahwa tugas dan wewenang DPRD adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Agar fungsi pengawasan dapat berjalan secara efisien dan efektif, maka diperlukan adanya pengorganisasian proses yang baik dan terarah. Tahap demi tahap pengawasan dituangkan dalam suatu rencana kerja disertai dengan penjadwalan serta keterlibatan berbagai pihak dari dalam maupun dari luar DPRD. Produk akhir dari proses pengawasan ini adalah rekomendasi yang harus disikapi oleh eksekutif. Pengawasan anggaran meliputi seluruh siklus anggaran. Secara sederhana pengawasan

anggaran

merupakan

proses

pengawasan

terhadap

kesesuaian

perencanaan anggaran dan pelaksanaannya dalam melaksanakan pembangunan. Adapun dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap keuangan daerah dalam hal ini pengawasan DPRD terhadap eksekutif dalam melaksanakan APBD, para anggota dewan yang baru terpilih dapat melakukan beberapa hal berikut: 1. Menghadiri rapat/sidang paripurna DPRD, rapat/sidang kerja komisi-komisi dengan eksekutif yang diwakili oleh pejabat pengelola keuangan daerah. Dalam

Universitas Sumatera Utara

rapat ini, DPRD dapat mengadakan pembahasan mengenai berbagai hal dengan pemerintah terutama menyangkut kebijakan anggaran maupun selain itu, DPRD juga dapat membahas hasil dengar pendapat komisi-komisi dengan masyarakat, LSM dan akademisi. Oleh karena itu anggota dewan sebisa mungkin harus menghadiri rapat-rapat atau sidang yang sudah diagendakan untuk membahas masalah yang sedang terjadi di masyarakat. 2. Memahami setiap masalah yang sedang dibahas didalam sidang/rapat yang sedang diikuti. Anggota dewan harus bisa mencermati dan memahami apa saja masalah yang sedang dibahas dalam setiap sidang DPRD. Untuk meningkatkan kinerja di bidang pengawasan APBD, anggota dewan harus menguasai keseluruhan proses dan struktur anggaran, Hal ini diperlukan agar anggota dewan dapat memahami dan mengkaji secara teliti permasalahan anggaran yang sedang dibahas sehingga pengawasan terhadap proses pelaksanaan anggaran bisa berjalan lancar nantinya. 3. Melakukan kunjungan kerja, kunjungan kerja ini dapat berupa kunjungan lapangan dan hearing dengan pimpinan unit kerja yang ada di pemerintah daerah setempat ataupun kunjungan ke Kabupaten/Kota di Provinsi lain yang bertujuan untuk melakukan studi banding mengenai mekanisme anggaran yang dilakukan di daerah tersebut apakah sudah sesuai dengan aturan atau belum. Hasil kunjungan kerja tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi para anggota dewan dalam melaksanakan kegiatannya (Nurhayati, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Untuk dapat meningkatkan kinerjanya di dalam pengawasan keuangan daerah/ APBD, anggota DPRD harus aktif mengikuti kegiatan-kegiatan pengawasan keuangan daerah. Selain itu agar kegiatan pengawasan tersebut dapat berjalan dengan efektif anggota DPRD harus meningkatkan kualitasnya secara individu baik dari segi personal, pengalaman politik serta pemahaman dan pengetahuan mengenai anggaran secara keseluruhan sesuai dengan perkembangan termasuk penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Banyaknya wajah-wajah baru yang terpilih sebagai anggota DPRD periode 2009-2014, memerlukan waktu yang relatif lebih banyak untuk mendalami dan memahami tugas serta wewenangnya dalam menjalani peran sebagai wakil rakyat di daerah terutama dalam melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan APBD. 2.1.3. Personal Background Personal background merupakan latar belakang diri dari yang melekat pada seorang individu. Latar belakang diri ini meliputi banyak aspek antara lain seperti nama, jenis kelamin, usia, agama, latar belakang pendidikan dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini Personal Background yang dimaksud adalah Personal Background dari anggota DPRD Kota Padang periode 2009-2014 yaitu latar belakang diri dari anggota dewan yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, bidang pendidikan dan pekerjaan anggota dewan tersebut sebelum menjadi anggota dewan. Personal background berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan elemen organisasi yang sangat penting,

Universitas Sumatera Utara

karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin dan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (Winarna, 2007). Adanya latar belakang personal yang berbeda diantara para anggota dewan sedikit banyaknya memberikan pengaruh dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. anggota DPRD periode ini didominasi oleh wajah baru, yang dipilih dan diangkat dari partai-partai pemenang pemilu yang mempunyai latar belakang personal dan pekerjaan yang berbeda sebelum menjadi anggota DPRD. Latar belakang personal tersebut meliputi beberapa indikator sebagai berikut: a. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan seks yang berarti pembedaan antara laki-laki dan perempuan atas dasar ciri-ciri biologis (Daulay, 2007). Anggota dewan terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jumlah anggota dewan yang berjenis kelamin lakilaki lebih banyak dibanding dengan perempuan. anggota dewan dipilih dari partai-partai politik pemenang pemilu. Keterwakilan perempuan sebagai anggota legislatif diatur dalam Pasal 52 ayat (3) dan Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menyebutkan “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan anggota perempuan sekurang-kurangnya 30%”. UU ini juga akan meminimasi kemungkinan praktek diskriminasi

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan jenis kelamin dalam menentukan kapabilitas seseorang untuk menjadi kandidat dalam pemilu. b. Umur Anggota DPRD merupakan warga Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 50 ayat (1) (a). c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa jenjang pendidikan yang telah baku mulai dari jenjang SD sampai dengan perguruan tinggi dan pendidikan non formal. Tingkat pendidikan anggota dewan sangat penting diperhatikan

karena

tingkat

pendidikan

yang

dimiliki

seseorang

akan

mempengaruhi pola fikir, sikap dan tingkah laku mereka dalam melakukan suatu aktivitas. d. Bidang Pendidikan Bidang pendidikan yang dimiliki oleh anggota dewan terdiri dari beranekaragam jurusan. Bidang pendidikan yang dimiliki oleh anggota DPRD Kota Padang yang baru saja terpilih terdiri dari bidang pendidikan ekonomi, hukum, sosial politik, ilmu agama dan jurusan lainnya. Pendidikan formal yang dimiliki anggota dewan sebagian besar tidak berasal dari pendidikan yang berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

administrasi pemerintahan, bahkan pendidikan mereka bertolak belakang dengan situasi pekerjaan sebagai dewan. e. Pekerjaan Terakhir Sebelum Menjadi Anggota DPRD Pekerjaan terakhir yang dimaksud di sini adalah profesi terakhir yang digeluti oleh anggota DPRD sebelum terpilih menjadi anggota dewan. Pekerjaan ini umumnya terdiri dari wiraswasta, karyawan swasta dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2.1.4. Political Background Political background merupakan latar belakang dari pengalaman seseorang dalam berkecimpung di dunia politik. Berbicara mengenai politik, tentu saja tidak lepas dari partai politik. Partai politik dan parlemen (legislatif) merupakan dua aktor utama yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil, berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih kontrol atas negara untuk kepentingan masyarakat. Ketika Pemilu dan Pilkada, parpol berperan sebagai institusi yang menyeleksi, menganalisa dan menentukan pencalonan para pasangan kepala daerah, capres dan wapres, serta para calon anggota legislatif di pusat dan daerah, sebelum menghadapi pemilu dan pilkada untuk dipilih oleh rakyat. Dalam menjalankan tugasnya anggota DPRD diharuskan mengikuti aturan kerja yang telah ditetapkan sesuai bidang masing-masing, di sinilah latar belakang politik terkadang menyebabkan perbedaan sudut pandang bahkan terjadinya perselisihan. Seorang anggota dewan harus mempunyai latar belakang politik yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai angota dewan. Menurut La Palombara

Universitas Sumatera Utara

(1974) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu institusi politik, partai politik, karakteristik personal, pengalaman politik dan sifat pemilih. Dalam penelitian ini faktor pengalaman politik (Political Background) yang mempengaruhi perilaku legislatif dalam melaksanakan fungsinya difokuskan kedalam 5 indikator, yaitu: a. Asal Partai Politik Merupakan asal partai dari anggota dewan yang terpilih. Partai politik yang dimaksud di sini adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. Partai-partai tersebut memperoleh suara terbanyak dalam pemilu dan mendapatkan kursi bagi kadernya di Lembaga DPRD. Di lembaga legislatif daerah, peran partai politik juga sangat signifikan dan menentukan. Melalui fraksinya yang merupakan perwakilan partai politik di lembaga legislatif, parpol merupakan institusi yang mengarahkan, bahkan menetukan pengambilan keputusan di DPRD. Karena dalam prakteknya, mekanisme pengambilan keputusan di DPRD menempuh mekanisme kesepakatan fraksi, bukan mekanisme praktek dan musyawarah (Thaha, 2004). Oleh karena itu kader yang diajukan partai politik sebagai anggota dewan haruslah memiliki kompetensi dan pengalaman yang cukup di bidang pemerintahan daerah sehingga nanti ketika terpilih menjadi anggota dewan dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan benar.

Universitas Sumatera Utara

b. Jabatan di Partai Politik Merupakan keaktifan anggota dewan dalam partai politik yang dilihat dari keikutsertaannya sebagai pengurus di dalam partai politik. c. Lama menjabat di Partai Politik Lama anggota dewan memegang jabatan dalam kepengurusan partai. d. Pengalaman di DPRD Merupakan pengalaman anggota dewan menjadi anggota DPRD. Ada diantara anggota DPRD yang baru terpilih dalam pemilu sudah pernah menjadi anggota dewan pada periode sebelumnya dan ada juga muka-muka baru yang duduk di lembaga legislatif. e. Asal Komisi Yaitu asal komisi anggota dewan di DPRD. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 356 (b) menyatakan bahwa DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi. DPRD Kota Padang beranggotakan 45 (empat puluh lima) orang. Terdapat 4 (empat) komisi di DPRD Kota Padang yaitu Komisi A, B, C, dan D. DPRD akan dapat memainkan peranannya dengan baik apabila pimpinan dan anggota-anggotanya berada dalam kualifikasi ideal dalam arti memahami benar hak, tugas dan wewenangnya dan mampu mengaplikasikannya secara baik, dan didukung dengan tingkat pendidikan dan pengalaman di bidang politik dan pemerintahan yang baik (Yudhono, 2000).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Pengetahuan Dewan tentang Anggaran Pengetahuan dewan tentang anggaran dapat diartikan sebagai pengetahuan dewan terhadap mekanisme penyusunan anggaran mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pertanggungjawaban serta pengetahuan dewan tentang peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan keuangan daerah/APBD. Yudono (2000) mengatakan bahwa DPRD akan mampu menggunakan hakhaknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan publik dan lain sebagainya. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah/APBD salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Pengetahuan dewan tentang anggaran erat kaitannya dengan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh anggota dewan. Fungsi penganggaran menempatkan anggota DPRD untuk selalu ikut dalam proses anggaran bersama-sama

dengan

eksekutif.

Fungsi

pengawasan

DPRD

memberikan

kewenangan dalam pengawasan kinerja eksekutif dalam pelaksanaan APBD. Dalam situasi demikian anggota DPRD dituntut memiliki keterampilan dalam membaca “anggaran” serta memiliki kemampuan terlibat dalam proses anggaran di daerah sehingga DPRD dapat bekerja secara efektif dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran.

Universitas Sumatera Utara

Untuk meningkatkan kinerja dalam pengawasan keuangan daerah, DPRD harus menguasai keseluruhan struktur dan proses anggaran. Untuk itu, pengetahuan dasar tentang ekonomi dan anggaran daerah harus dikuasai oleh anggota DPRD. Pengetahuan dewan tentang mekanisme anggaran ini berasal dari kemampuan anggota dewan yang diperoleh dari latar belakang pendidikannya ataupun dari pelatihan dan seminar tentang keuangan daerah yang diikuti oleh anggota dewan. Pelatihan/seminar mengenai keuangan daerah yang diikuti oleh anggota dewan akan meningkatkan pemahaman anggota dewan bahwa proses alokasi anggaran bukan sekedar proses administrasi, tetapi juga politik. Memastikan anggaran sesuai prioritas harus dilakukan oleh DPRD sejak penyusunan rencana jangka menengah daerah hingga proses penentuan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Menurut PP No. 58 Tahun 2005 tentang keuangan daerah Pasal 34 ayat (3 dan 4) yang menyatakan bahwa Kepala Daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD (KUA) kepada DPRD. Rancangan kebijakan umum APBD (KUA) tersebut selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Berdasarkan kebijakan umum APBD (KUA) yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas prioritas plafon anggaran sementara (PPAS). Pada tahap inilah peran DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan harus dioptimalkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi dengan jelas alokasi dana dalam anggaran pemerintah daerah dengan harapan agar tidak terjadi penyelewengan pada saat pelaksanaan anggaran. Untuk menghasilkan kinerja yang

Universitas Sumatera Utara

baik dalam pengawasan keuangan daerah/APBD, anggota dewan harus membekali dirinya dengan pengetahuan tentang anggaran secara keseluruhan serta menambah pengetahuan tentang mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan daerah/APBD. Selain itu pengetahuan dewan tentang anggaran juga berkaitan dengan pengetahuan dewan tentang undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah. Hal ini sesuai dengan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 dan 133 yang menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Selanjutnya dalam Pasal 133 menyebutkan bahwa pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa dalam melaksanakan pengawasan terhadap APBD, DPRD harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Hal ini juga mengindikasikan bahwa anggota dewan harus mempunyai bekal pengetahuan yang cukup mengenai anggaran. Ketika sedang melaksanakan fungsi pengawasan di bidang anggaran, anggota dewan sekurang-kurangnya harus mengetahui undang-undang atau peraturan apa saja yang mengatur mengenai anggaran tersebut. Sehingga anggota dewan tersebut dapat mengetahui apakah pelaksanaan anggaran telah sesuai dengan peraturan perundangan yang ditetapkan atau tidak.

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Review Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang pengawasan keuangan daerah (APBD) antara lain penelitian yang dilakukan Winarna dan Sri Murni, (2007), meneliti pengaruh personal background, political background dan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah, sebagai variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah pengawasan keuangan daerah, variabel independen adalah personal background, political background dan pengetahuan dewan tentang anggaran. Hasil dari penelitian tersebut secara umum menunjukkan bahwa personal background dan political background secara signifikan tidak berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah, tetapi pengetahuan anggota dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap peranan DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Werimon dkk, (2007), meneliti pengaruh partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD), sebagai variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah pengawasan keuangan daerah, variabel independen adalah pengetahuan anggota dewan tentang anggaran serta variabel pemoderasi adalah partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, terdapat hubungan yang positif signifikan antara variabel pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD). Kedua interaksi antara pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), ketiga interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD, keempat interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD. Coryanata, (2007), meneliti akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik sebagai pemoderating hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD), sebagai variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah pengawasan keuangan daerah (APBD), variabel independen adalah pengetahuan dewan tentang anggaran serta variabel pemoderasi adalah akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, yang pertama, pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), yang kedua, semua variabel moderating yaitu akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik merupakan variabel moderating yang dapat mempengaruhi hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD). Perwita R. Sari dan Anwar, (2009), meneliti akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik sebagai pemoderating hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD),

Universitas Sumatera Utara

sebagai variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah pengawasan keuangan daerah (APBD). Variabel independen adalah pengetahuan dewan tentang anggaran serta variabel pemoderasi adalah akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, yang pertama, pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), yang kedua, semua variabel moderating yaitu akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik bukan merupakan variabel moderating yang dapat mempengaruhi hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD). Ryadi dan Pratolo (2009), meneliti pengetahuan anggaran dan efektivitas partisipasi dalam hubungannya dengan kepuasan atas pelaksanaan anggaran kinerja. Variabel independennya adalah pengetahuan anggaran dan variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah efektivitas partisipasi dan kepuasan atas pelaksanaan anggaran kinerja. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran masih rendah, pengetahuan anggaran dan efektivitas partisipasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan atas pelaksanaan anggaran kinerja.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu No

Nama Peneliti/ Tahun

Topik Penelitian

1.

Winarna, dan Sri Murni (2007)

Pengaruh personal background, political background dan pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah.

2.

Coryanata (2007)

Akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik sebagai pemoderating hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD).

3.

Sari, Rida Perwita dan Syaiful Anwar (2009)

Akuntabilitas, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik sebagai pemoderating hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD).

4.

Werimon, (2007)

Pengaruh partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD).

5.

Ryadi dan Partolo (2009)

Pengetahuan anggaran dan efektivitas partisipasi dalam hubungannya dengan kepuasan atas pelaksanaan anggaran kinerja.

Variabel yang Digunakan

Hasil penelitian

background dan Variabel Independen: Personal Personal background, political background tidak polical background dan berpengaruh terhadap peran Pengetahuan dewan DPRD dalam pengawasan tentang anggaran. keuangan daerah, tetapi Variabel Dependen: pengetahuan dewan berpengaruh Peran DPRD dalam terhadap peran DPRD dalam Pengawasan keuangan pengawasan keuangan daerah. daerah (APBD). Variabel Independen: 1. Pengetahuan dewan tentang Pengetahuan dewan anggaran berpengaruh signifikan tentang anggaran. terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Variabel Dependen: Pengawasan keuangan 2. Akuntabilitas, partisipasi daerah (APBD). masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak Variabel Moderating: Akuntabilitas, berpengaruh terhadap hubungan partisipasi masyarakat antara pengetahuan dewan dan transparansi tentang anggaran dan kebijakan publik. pengawasan keuangan daerah (APBD). Variabel Independen: 2. Pengetahuan dewan tentang Pengetahuan dewan anggaran berpengaruh signifikan tentang anggaran. terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Variabel Dependen: Pengawasan keuangan 3. Akuntabilitas, partisipasi daerah (APBD). masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak Variabel Moderating: Akuntabilitas, berpengaruh terhadap hubungan partisipasi masyarakat antara pengetahuan dewan dan transparansi tentang anggaran dan kebijakan publik. pengawasan keuangan daerah (APBD). Variabel Independen: 1. Pengetahuan Dewan tentang Pengetahuan dewan anggaran berpengaruh terhadap tentang anggaran. pengawasan keuangan daerah (APBD). Variabel Dependen: Pengawasan keuangan 2. Partisipasi masyarakat dan daerah (APBD). transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh terhadap Variabel Moderating: Partisipasi masyarakat hubungan antara pengetahuan dan transparansi dewan dan pengawasan kebijakan publik. keuangan daerah (APBD). Variabel Independen: Partisipasi masyarakat dalam masih efektivitas partisipasi penyusunan anggaran dan kepuasan anggaran. rendah, pengetahuan anggaran Variabel Dependen: dan efektivitas partisipasi tidak Pengetahuan anggaran. berpengaruh terhadap kepuasan anggaran.

Universitas Sumatera Utara