BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Lembaga ...

11 downloads 1413 Views 292KB Size Report
Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar dalam praktiknya, yaitu: lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan lainnya ( lembaga ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Lembaga Keuangan Secara umum, lembaga keuangan didefinisikan sebagai setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana, atau kedua-duanya. Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan ini selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar dalam praktiknya, yaitu: lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan lainnya (lembaga pembiayaan). a. Bank Definisi bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah ”badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Definisi ini menunjukkan bahwa objek aktivitas utama bank adalah masyarakat luas karena dana yang terhimpun dari masyarakat akhirnya akan disalurkan kepada masyarakat juga termasuk individu. Menurut Kasmir (2007:4), dalam praktiknya lembaga keuangan bank terdiri dari bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat. 1) Bank Sentral di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia dan memegang fungsi sebagai bank sirkulasi, bank to bank dan lender of the last resort. Biasanya pelayanan yang diberikan oleh Bank

Universitas Sumatera Utara

Indonesia lebih banyak kepada pihak pemerintah dan dunia perbankan. Dengan kata lain, nasabah Bank Indonesia dalam hal ini lebih banyak kepada lembaga perbankan. 2) Bank Umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasajasa perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersil dan dikelompokkan ke dalam dua jenis bank yaitu bank umum devisa dan bank umum non devisa. Bank umum yang berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas daripada bank yang berstatus non devisa, antara lain dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing atau jasa bank ke luar negeri. 3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil di kecamatan dan pedesaan. BPR berasal dari Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, Bank Pegawai dan bank yang lainnya yang kemudian dilebur menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Jenis produk yang ditawarkan Bank Perkreditan Rakyat relatif sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan ada beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan oleh BPR, seperti pembukaan rekening giro dan ikut kliring.

b. Lembaga Keuangan Lainnya Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 1990, Lembaga Keuangan adalah semua badan yang kegiatannya dalam bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Definisi ini menunjukkan bahwa penyaluran dana dari lembaga keuangan lain relatif bersifat produktif karena lebih difokuskan untuk membiayai investasi perusahaan, dengan kata lain, penyaluran dana untuk kepentingan masyarakat yang bersifat individu tidak dianjurkan (Lubis, 2010). Adapun jenis-jenis lembaga keuangan lainnya yang ada di Indonesia saat ini menurut Kasmir (2007:5) antara lain: 1) pasar modal,

Universitas Sumatera Utara

2) pasar uang dan valas, 3) koperasi simpan pinjam, 4) perum pegadaian, 5) perusahaan sewa guna usaha, 6) perusahaan anjak piutang, 7) modal ventura, 8) dana pensiun, 9) kartu plastik.

2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terobosan besar konteks Corporate Social Responsibility ini dilakukan oleh John Elkington melalui bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line Twentieth Century Business” yang diterbitkan pada tahun 1997. Elkington mengembangkan tiga komponen penting pembangunan keberlanjutan melalui konsep “3P” (profit, planet dan people). Elkington berpendapat bahwa jika perusahaan ingin operasinya terus berlanjut, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni, bukan hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai “kelanjutan komitmen oleh suatu entitas bisnis untuk bertindak secara etis dan berperan untuk pembangunan ekonomi dengan meningkatkan kualitas hidup di tempat kerja dan terhadap keluarga mereka seperti halnya masyarakat lokal dan masyarakat yang lebih luas”. Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR yang mulai ditetapkan tahun 2010, pedoman CSR Internasional ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:

Universitas Sumatera Utara

Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang berlaku yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (International Standard ISO 26000 Guidance on Social Responsibility, 2010).

Tujuh isu pokok dalam masalah CSR jika dikaitkan dengan ISO 26000 adalah: a. pengembangan masyarakat; b. konsumen; c. praktek kegiatan institusi yang sehat; d. lingkungan; e. ketenagakerjaan; f. hak asasi manusia; dan g. organizational governence. Menurut Anggusti (2010 : 33), setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. 1. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila peusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. 2. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. 3. Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam bahkan menghindari konflik sosial.

Universitas Sumatera Utara

3. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik, memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan

informasi

mengenai

sejauh

mana

perusahaan

sudah

melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Menurut Anggusti (2010 : 39), cara pandang perusahaan melaksanakan CSR umumnya diklasifikasikan dalam tiga kategori. 1. Sekedar basa basi dan keterpaksaan. CSR diterapkan lebih karena tekanan faktor eksternal. 2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang memaksanya. 3. Bukan lagi sekedar kewajiban, tapi lebih dari sekedar kewajiban (beyond compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sangat perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan

Universitas Sumatera Utara

sumber-sumber sosial. Aktivitas perusahaan yang menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial akan dapat menimbulkan adanya biaya sosial yang harus

ditanggung

oleh

masyarakat.

Sebaliknya,

perusahaan

yang

meningkatkan mutu sumber sosial akan menimbulkan manfaat sosial. Pengungkapan tanggung jawab sosial dapat

diukur dengan proksi

Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) berdasarkan Global

Reporting

Initiatives

(GRI)

www.globalreporting.org. Indikator GRI

yang ini

diperoleh

dari

terdiri dari tiga

website fokus

pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial sebagai dasar sustainability. Pengukuran CSRDI dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Marpaung (2009) yang mengelompokkan informasi CSR ke dalam kategori: masyarakat, konsumen dan tenaga kerja, karena item-item pengungkapan CSR di dalamnya sangat cocok dijadikan pengukur variabel dependen untuk industri perbankan dan keuangan. Kategori pengungkapan CSR terlampir pada daftar kategori pengungkapan corporate social responsibility yang terlampir dalam lampiran ii. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan content analysis dalam mengukur variety dari CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Teori yang Mendasari Kebijakan Tanggung Jawab Sosial Adapun teori yang mendasari kebijakan tanggung jawab sosial dalam penelitian ini adalah teori agensi dan teori stakeholder. a. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan. Konflik ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingannya terhadap perusahaan (Ibrahim, 2007). Teori ini juga menjelaskan asimetri informasi (information asymmetric). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan pemilik (pemengang saham). Manajer selaku pengelola berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik, akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya, yang dikenal sebagai informasi yang simetris atau asimetri informasi.

b. Teori Stakeholder Stakeholders didefinisikan sebagai setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan (Freeman dalam Solihin, 2008). Stakeholders diartikan juga setiap

orang

yang

menggantungkan

hidupnya

pada

perusahaan.

Bagaimanapun definisi dari stakeholders, yang pasti bahwa antara stakeholders

dengan

perusahaan

terjadi

hubungan

yang

saling

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi, sehingga perubahan pada salah satu pihak akan memicu dan mendorong terjadinya perubahan pada pihak yang lainnya. Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan lainlain), bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi. Teori ini juga menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder (Deegan, 2004). Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti

lingkungan

stakeholder

mereka

dan

melakukan

pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder. Inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka (Yuniarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara

5. Karakteristik

Perusahaan

yang

Mempengaruhi

Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial Karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial dalam penelitian ini

diproksikan dalam ukuran perusahaan,

ukuran komite audit, profitabilitas, dan financial leverage. a. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, hal ini disebabkan karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan apabila ukuran perusahaan lebih besar, maka biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih besar, sehingga untuk mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan yang lebih besar akan mendapat sorotan yang lebih banyak dari masyarakat sehingga pengungkapan yang lebih besar merupakan cara untuk mengurangi biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaaan (Sembiring, 2005). Ketentuan untuk ukuran perusahaan diatur dalam UU RI NO.20 Tahun 2008. Peraturan tersebut menjelaskan 4 jenis ukuran perusahaan yang dapat dinilai dari jumlah penjualan dan asset yang dimiliki oleh perusahaan

Universitas Sumatera Utara

tersebut. Keempat jenis ukuran tersebut yang sesuai dengan UU RI NO.20 Tahun 2008 antara lain: a. Perusahaan dengan usaha ukuran mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih ≤ Rp50.000.000, - ( tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah penjualan≤ Rp. 300.000.000, -. b. Perusahaan dengan usaha ukuran kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp. 50.000.000,- sampai Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 300.000.000,- sampai dengan Rp. 2.500.000.000,-. c. Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp. 500.000.000,- sampai Rp. 10.000.000.000,(tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 2.500.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000.000,-. d. Perusahaan dengan usaha ukuran besar, yaitu memiliki kekayaan bersih ≥ Rp. 10.000.000.000, - (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki jumlah penjualan≥ Rp. 50.000.000.000, -. b. Ukuran Komite Audit Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen. Menurut Forker (1992) dalam Said et.al (2009), komite audit dianggap sebagai alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan. Komite audit mempunyai tanggung jawab dalam tiga bidang, yaitu dalam laporan tahunan, tata kelola perusahaan dan pengawasan perusahaan. 1. Laporan keuangan (financial reporting), untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, serta rencana dan komitmen jangka panjang. 2. Tata kelola perusahaan (corporate governance), adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undangundang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap

Universitas Sumatera Utara

benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. 3. Pengawasan perusahaan (corporate control), tanggung jawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengawasan intern (Waryanto, 2010). Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep- 29/PM/2004 yang termuat dalam peraturan Nomor IX.I.5 disebutkan bahwa komite audit yang dimiliki oleh perusahaan minimal terdiri dari tiga orang, dimana sekurangkurangnya satu orang berasal dari komisaris independen dan dua orang berasal dari anggota lainnya yang berasal dari luar kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Keberadaan komite audit membantu menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian akan berjalan dengan baik. Semakin besar ukuran komite audit, maka pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan kualitas pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan semakin meningkat atau semakin luas (Collier, 1993 dalam Nasir dan Abdullah, 2004).

c. Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan

Universitas Sumatera Utara

semakin tingginya profitabilitas. Menurut teori keagenan, semakin besar perolehan laba yang didapat, semakin luas informasi sosial yang diungkapkan perusahaan, hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya.Variabel profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return On Asset (ROA) yang merupakan ukuran efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting untuk mengetahui profitabilitas suatu perusahaan.

d. Financial Leverage Menurut Kasmir (2008:159), financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membayar hutang dengan kekayaan yang dimilikinya. Perusahaan yang mempunyai proporsi hutang lebih banyak dalam struktur permodalannya akan mempunyai biaya keagenan yang lebih besar, maka perusahaan dengan leverage yang tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi krediturnya (Suripto, 1999 dalam Amalia, 2005). Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat leverage, maka semakin besar kemungkinan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi,

Universitas Sumatera Utara

oleh karena itu perusahaan dengan leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu Nama Ahmad Nurkhin (2009)

Variabel yang Digunakan Variabel Independen: Kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris, profitabilitas, ukuran perusahaan dan tipe industri. Variabel dependen: Pengungkapan CSR.

Angling Mahatma Pian KS (2010)

Variabel Independen: kepemilikan saham pemerintah, kepemilikan saham asing, tipe perusahaan, ukuran industri, profitabilitas dan regulasi pemerintah. Variabel Dependen: Pengungkapan CSR

Hasil Penelitian komposisi dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan kepemilikan institusional, ukuran perusahaan dan tipe industri tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial kepemilikan saham pemerintah, regulasi pemerintah, tipe perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, namun kepemilikan saham asing dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR

Sumber : diolah peneliti (2011) Penelitian ini berpedoman pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurkhin (2009) dan KS (2010). Penelitian mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh Nurkhin (2009) bertujuan untuk menjelaskan

Universitas Sumatera Utara

pengaruh

dari

corporate

governance

(dengan

mekanisme

kepemilikan

institusional dan komposisi dewan komisaris independen) dan profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dengan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di BEI tahun 2007 yang laporan tahunannya berisi tentang aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan dan dapat diakses melalui website BEI, yaitu sejumlah 80 dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel komposisi dewan komisaris independen dan profitabilitas terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, yang dapat dilihat dari nilai thitung dari masingmasing variabel tersebut (2,019 ; 2,587) dan nilai signifikansi 0,047 ; 0,011 < 0,05). Hasil pengujian terhadap variabel kepemilikan institusional, profitabilitas, dan tipe industri tidak terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai thitung masing-masing variabel tersebut (0,414 ; 0,310 ; 1,955) dan nilai signifikansi 0,680 ; 0,757 ; 0,054 > 0,05. KS (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan karakteristik perusahaan yang antara lain adalah kepemilikan saham pemerintah, kepemilikan saham asing, tipe perusahaan, ukuran industri, dan profitabilitas serta sebagai variabel tambahan yaitu regulasi pemerintah. Populasi dari penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2006 dan 2008. Total sampel yang diteliti adalah 96 perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kepemilikan saham pemerintah, kepemilikan saham asing, regulasi pemerintah, tipe industri, ukuran perusahaan dan rasio profitabilitas secara simultan berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang dibuktikan dengan hasil perhitungan uji F dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05.

Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa kepemilikan saham pemerintah, regulasi pemerintah, tipe perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, yang dapat dilihat dari nilai thitung dari masing-masing variabel tersebut (2,066 ; - 0,223 ; 4,447 ; 3,036) dan nilai signifikansinya (0,042 ; 0,824 ; 0,000 ; 0,003 < 0,05).

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teori dan tinjauan penelitian terdahulu maka kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan dengan:

Karakteristik Perusahaan Ukuran perusahaan Ukuran Komite Audit

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Profitabilitas Financial Leverage Sumber: diolah peneliti (2011) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, hal ini disebabkan karena perusahaan besar

Universitas Sumatera Utara

akan menghadapi resiko politis yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan, maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar. Perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut (Sembiring,2005). Menurut Forker (1992) dalam Said et.al (2009), komite audit dianggap sebagai alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan. Keberadaan komite audit membantu menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian akan berjalan dengan baik. Semakin besar ukuran komite audit, maka pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan kualitas pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan semakin meningkat atau semakin luas (Collier, 1993 dalam Nasir dan Abdullah, 2004). Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas. Menurut teori keagenan, semakin besar perolehan laba yang didapat, semakin luas informasi sosial yang diungkapkan perusahaan, hal itu dilakukan untuk mengurangi

biaya keagenan yang

muncul.

Semakin

tinggi tingkat

profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya

Universitas Sumatera Utara

keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat leverage, maka semakin besar kemungkinan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Perusahaan dengan leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.

2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian adalah: ukuran perusahaan, ukuran komite audit,

profitabilitas,

dan

financial

leverage

berpengaruh

terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan perbankan dan lembaga keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, baik secara simultan maupun parsial.

Universitas Sumatera Utara