BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Library Binus

33 downloads 136 Views 134KB Size Report
16. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Disiplin Kerja. Suatu organisasi pemerintah baik itu instansi, departemen, lembaga dalam mencapai sesuatu tujuan ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Teori Disiplin Kerja Suatu organisasi pemerintah baik itu instansi, departemen, lembaga dalam

mencapai sesuatu tujuan sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para pegawainya. Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, terutama untuk memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat untuk mendidik pegawai mematuhi dan mentaati peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik. Menurut (Singodimejo dalam Edy, 2011: 86) mengatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana, yaitu: 1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan.

16   

17   

2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam melakukan pekerjaan. 3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. 4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan. 5. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan. Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai negeri sipil. Menurut (Handoko, 2001: 208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan. Menurut (Siagian, 1995: 278) secara spesifik memberikan pengertian disiplin kerja sebagai berikut : "Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap semua peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun      

18   

yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya". Berhubungan dengan pembahasan penulis tentang disiplin kerja, menurut (Singodimedjo dalam Edy, 2011: 89), faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai adalah: 1. Besar Kecilnya pemberian kompensasi. Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar. 2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan. Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan organisasi, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan.      

19   

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam organisasi, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. 4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan. Bila seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan,

yang

akan

mengarahkan

para

karyawan

agar

dapat

melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan. Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri.      

20   

Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. 7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Kebiasaan – kebiasaan positif itu antara lain: a) Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan. b) Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut. c) Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan- pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. d) Memberitahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun. Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja menurut (Hasibuan, 1999: 213) mengatakan bahwa banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi di antaranya ialah : 1. Tujuan dan kemampuan. 2. Teladan pimpinan. 3. Balas jasa (gaji dan kesejahteraan). 4. Keadilan. 5. Waskat (pengawasan melekat). 6. Sanksi hukuman.      

21   

7. Ketegasan. 8. Hubungan kemanusiaan. Dari pendapat Singodimejo dan Hasibuan dapat disimpulkan disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap pegawai tanpa terkecuali. Bahwa apabila suatu organisasi ingin mengusahakan agar kinerja pegawai optimal, maka salah satu usaha yang harus dilakukan adalah menegakkan disiplin kerja pegawai. Dalam menegakkan disiplin, unsur pemimpin diharapkan dapat selalu menciptakan, menegakkan, dan memelihara kedisiplinan yang baik dari para anggota, sehingga produktivitas yang dinginkan dapat terwujud. Maka dari itu faktor penting disiplin kerja perlu mendapat perhatian dalam rangka menggerakkan roda organisasi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai suatu instansi.

Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai,

patuh dan taat terhadap semua peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, disiplin kerja oleh para ahli diberi batasan atau pengertian sebagai berikut : Menurut (Bejo Siswanto, 1997: 287) disiplin kerja dapat diartikan sebagai : Suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengalah untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

     

22   

Pegawai akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang pegawai. Pegawai harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar pegawai lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja. Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan organisasi. Dalam setiap organisasi, yang diinginkan adalah jenis disiplin yang pertama, yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak terkesan semacam paksaan dari luar. Dalam hal ini terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen di dalam penerapan disiplin pribadi, yaitu : (Triguno, 2000) menyebutkan bahwa dari pendisiplinan preventif adalah untuk mendorong pegawai agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan pengawasan, yang dapat mematikan prakarsa, kreativitas serta partisipasi sumber daya manusia. Selanjutnya (Triguno, 2000) mengatakan bahwa :      

23   

1. Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya. 2. Para pegawai perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya disertai oleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif. 3. Para pegawai didorong, menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi. Disiplin korektif adalah upaya penerapan disiplin kepada pegawai yang nyatanyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi secara bertahap. (Burack, 1993) mengingatkan bahwa pemberian sanksi korektif yang efektif terpusat pada sikap atau perilaku seseorang dalam unit kelompok kerja yang melakukan kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan bukan karena kepribadiannya. Sebenarnya sangatlah sulit menetapkan tujuan rinci mengapa pembinaan disiplin kerja perlu dilakukan oleh manajemen. Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi sesuai dengan motif organisasi.

     

24   

Pada dasarnya, tujuannya semua disiplin adalah agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang disetujui oleh organisasi / lembaga. Bagi aparatur

pemerintahan

disiplin

mencakup

unsur-unsur

ketaatan,

kesetiaan,

kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan untuk kepentingan negara dan masyarakat. Pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa "Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil". Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Disiplin PNS diatur ketentuanketentuan mengenai: 1. Kewajiban 2. Larangan 3. Hukuman disiplin Disiplin kerja yang tinggi merupakan harapan bagi setiap pimpinan kepada bawahan, karena itu sangatlah perlu bila disiplin mendapat penanganan intensif dari      

25   

semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi. Dalam menangani pelanggaran yang dilakukan bawahan perlu adanya kebijakan yang tegas guna mengoreksi, memperbaiki dan menghindari terulangnya pelanggaran kembali hal-hal yang negatif di masa-masa mendatang. Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para tenaga kerja yang melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik para tenaga kerja yang melakukan pelanggaran disiplin. Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku. Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin kerja secara tepat. Jika pegawai melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti itu tidak terulang.

     

26   

(Siagian, 1995) mengatakan bahwa dalam sistem budaya yang berlaku di Indonesia, pada umumnya dapat dikelompokkan menurut nilai-nilai dasar sebagai berikut : 1. Nilai dasar yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 adalah merupakan sumber utama bagi pembentukan sistem nilai-nilai lain. 2. Norma atau kaidah yang dinamakan adat istiadat yang memberikan pedoman tingkah laku masyarakat dengan budaya tertentu. 3. Peraturan tertulis atau hukum kebiasaan yang memberikan pedoman dalam kegiata manusia diberbagai bidang kehidupan manusia. 4. Adat atau kebiasaan sebagai aturan yang tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia. Berdasarkan ruang lingkup dari nilai budaya tersebut maa disiplin dapat dibedakan tas tingatan, yaitu : (1) Disiplin pribadi sebagai perwujudan disiplin yag lahir dari kepatuhan atas aturan-aturan yang mengatu perilaku individu, (2) Disiplin kelompok sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari sikap taat,patuh terhadap aturan-aturan (hukum) dan norma-norma yang berlaku pada kelompok atau bidangbidang kehidupan manusia, (3) Disiplin nasional yakni wujud disiplin yang lahir dari sikap patuh yang ditunjukkan oleh seluruh lapisan masyarakat terhadap aturan, nilai yang berlaku secara nasional. Hubungannya dengan kinerja, maka disiplin merupakan suatu ketaatan atau kepatuhan yang sifatnya inpersonal terhadap suatu peraturan, perhitungan tanpa pamrih, atau kepentingan pribadi untuk terciptanya tujuan peraturan tersebut secara      

27   

efisien dan efektif. Di lingkungan organisasi terdapat aturan-aturan yang bersifat mengikat seluruh anggota organisasi. Dengan adanya tingkat kedisiplinan yang tinggi maka akan terdapat suatu kondisi psikologis dalam diri seseorang untuk selalu memenuhi aturan-aturan yang ada, sehingga diharapakan seorang pegawai tidak akan bertindak di luar aturan yang telah ditentukan oleh organisasi. Artinya upaya menuju tujuan organisasi

akan sangat tertunjang jika pegawai memberikan tingkat

kedisiplinan yang tinggi sebab hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

2.2

Teori Motivasi Kerja Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan

suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi seringkali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang pasti memiliki faktor yang mendorong aktivitas tersebut (Edy, 2011: 109). Motivasi diartikan juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki, sedangkan motif sebagai daya gerak seseorang untuk berbuat. Karena perilaku seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.      

28   

1. Faktor Intern, faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain: a) Keinginan untuk dapat hidup, merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. b) Keinginan untuk dapat memiliki, adanya keinginan memiliki sesuatu benda dapat mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja. c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan, seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan, bila kita perinci, maka keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi adanya penghargaan terhadap prestasi, adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, dan perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat. e) Keinginan untuk berkuasa, faktor ini dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat dan bahkan terkadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga.

     

29   

2. Faktor Ekstern a) Kondisi lingkungan kerja, lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. b) Kompensasi yang memadai, kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik. c) Supervisi yang baik, fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. d) Adanya jaminan pekerjaan, setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. e) Status dan tanggung jawab, status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan.      

30   

f) Peraturan yang fleksibel, peraturan merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi, mutasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya peraturan bersifat melindungi dan dapat memberikan motivasi para karyawan untuk bekerja lebih baik. Motivasi merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh setiap orang. Terdapat tiga hal utama dalam unsur motivasi yakni motivasi adalah fungsi pendorong kemampuan, usaha dan keinginan. Kemampuan adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Usaha adalah waktu, energy, gerak yang dikeluarkan seseorang untuk mencapai keinginannya. (Duncan dalam Sardjun Mokke, 2003) menyatakan sebagai suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarahkan ketercepatan tujuan. Pada hakekatnya motifasi merupakan terminology umum yang memberikan makna daya dorong, keinginan, kebutuhan dan kemauan. Sesungguhnya motif atau kebutuhan tersebut merupakan penyebab yang mendasari perilaku seseorang. Perilaku yang timbul pada diri seseorang atau bawahan dalam kerangka motivasi sebagai konsep manajemen, didorong adanya kebutuhan seseorang untuk berperilaku, dan sikap perilaku seseorang selalu berorentasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau berbuat sesuatu. Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong seorang pegawai untuk bekerja. Pengertian motivasi dalam      

31   

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 666) dapat diartikan : a. Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. b. Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatan. Upaya merupakan ukuran intensitas. Bila seseorang termotivasi maka ia akan berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, namun belum tentu upaya yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan intensitas dan kualitas dari upaya tersebut serta difokuskan pada tujuan organisasi. Kebutuhan adalah kondisi internal yang menimbulkan dorongan, dimana kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menimbulkan tegangan yang merangsang dorongan dari dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan perilaku pencarian untuk menemukan tujuan, tertentu. Apabila ternyata terjadi pemenuhan kebutuhan, maka akan terjadi pengurangan tegangan. Pada dasarnya, pegawai yang termotivasi berada dalam kondisi tegang dan berupaya mengurangi ketegangan dengan mengeluarkan upaya. Pada umumnya kinerja yang tinggi dihubungkan dengan motivasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi yang rendah dihubungkan dengan kinerja yang rendah. Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja. Menurut (Hadari Nawawi, 2003: 351), pengertian dari motivasi adalah      

32   

suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar. Motivasi menurut (Hasibuan, 1999: 142) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Motivasi memegang peranan penting karena motivasi merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Menurut (Stephen P. Robbins, 2010: 213) motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Ada tiga elemen kunci dalam motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Selanjutnya

dikemukakan oleh (Nimran, 2004: 40) bahwa ada tiga

karakteristik pokok dari motivasi yaitu : 1. Usaha Menunjuk kepada kekuatan perilaku kerja seseorang atau jumlah usaha yang ditunjukkan oleh seseorang dalam pekerjaannya. 2. Kemauan yang kuat Menunjuk kepada kemauan keras yang ditunjukkan seseorang dalam menerapkan usahanya kepada tugas-tugas pekerjaannya. 3. Arah/Tujuan Arah yang dituju oleh usaha dan kemauan yang kuat. Dari pengertian-pengertian menurut Hadari Nawawi, Hasibuan, William dapat      

33   

disimpulkan bahwa motivasi berkaitan dengan kekuatan yang mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan individu untuk bersikap dan berperilaku guna mencapai tujuan, baik individu maupun organisasi. Motivasi merupakan respon dari aksi, yaitu tujuan. Motivasi muncul karena ada rangsangan atau dorongan, yaitu tujuan, termasuk kebutuhan yang merupakan bagian dari tujuan. Dengan demikian, tercapainya tujuan organisasi melalui kinerja pegawai dan pimpinan, akan sangat bergantung pada motivasi kerja. Adapun teori-teori motivasi yang telah dikenal secara garis besar dapat dijelaskan sebagi berikut :

2.2.1

Teori Kebutuhan

Abraham Maslow mengembangkan teori hirarki kebutuhan (hierarchy of needs). Teori ini menyarankan bahwa manusia membagi tingkat kebutuhan ke dalam lima kategori umum. Jika mencapai kategori kebutuhan, maka akan termotivasi untuk meraih kategori berikutnya. Menurut (McShane / Von Glinow, 2010: 136), kategori kebutuhan itu antara lain : a. Physiological. Kebutuhan fisiologis dasar : makanan, pakaian, perumahan dan fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup pegawai. b. Safety. Kebutuhan akan rasa aman : lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk ancaman, keamanan jabatan/posisi, status kerja yang jelas, keamanan alat kerja.      

34   

c. Belongingness. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi : interaksi dengan rekan kerja, kebebasan beraktivitas sosial, kesempatan menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain. d. Esteem. Kebutuhan untuk dihargai : pemberian penghargaan atau reward, pengakuan atas hasil karya individu. e. Self-actualization. Kebutuhan aktualisasi diri : kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan, kebebasan untuk mengembangkan bakat atau talenta yang dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hierarkis, yaitu suatu kebutuhan akan timbul apabila kebutuhan dasar sebelumnya telah dipenuhi. Setelah kebutuhan fisiologis seperti pakaian, makanan dan perumahan terpenuhi, maka kebutuhan tersebut akan digantikan dengan kebutuhan rasa aman dan seterusnya. Sehingga tingkat kebutuhan seseorang akan berbeda-beda dalam bekerja. Seseorang yang kebutuhan hanya sekedar makan, maka pekerjaan apapun akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

2.2.2

Teori X dan Y

Mc Gregor mengemukakan dua model yang menjelaskan motivasi pegawai yang bekerja yaitu teori X dan teori Y. Menurut (Mc Gregor dalam Stephen P.Robbins, 2010: 240) teori X menganggap bahwa : a. Pegawai tidak suka bekerja dan cenderung untuk menghindari kerja.      

35   

b. Pegawai harus diawasi dengan ketat dan diancam agar mau bekerja dengan baik. c. Prosedur dan disiplin yang keras lebih diutamakan dalam bekerja. d. Uang bukan satu-satunya faktor yang memotivasi kerja. e. Pegawai tidak perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri. Teori Y menganggap bahwa: a. Pegawai senang bekerja, sehingga pengawasan dan hukuman tidak diperlukan oleh pegawai. b. Pegawai akan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan organisasi jika merasa memuaskan. c. Manusia cenderung ingin belajar. d. Kreatifitas dan Imajinasi digunakan untuk memecahkan masalah.

2.2.3 Teori Hygine dan Motivator Menurut (Herzberg dalam Stephen P.Robbins, 2010: 241), faktor yang menimbulkan kepuasan kerja pegawai berbeda dengan faktor yang menimbulkan ketidak-puasan kerja yakni : Faktor hygine menurut (Herzberg dalam Stephen P.Robbins, 2010: 243) meliputi : a. Kebijakan organisasi dan sistem administrasinya. b. Sistem pengawasan. c. Gaya kepemimpinan. d. Kondisi lingkungan kerja.      

36   

e. Hubungan antar pribadi. f. Gaji / upah. g. Status. h. Kesehatan dan keselamatan kerja. Faktor Motivator menurut (Herzberg dalam Stephen P.Robbins, 2010: 243) meliputi : a. Pengakuan. b. Penghargaan atas prestasi. c. Tanggungjawab yang lebih besar. d. Pengembangan karir. e. Pengembangan diri. f. Minat terhadap pekerjaan.

2.2.4 Teori Motivasi Berprestasi (David Mc Clelland dalam McShane / Von Glinow, 2010: 138) menjelaskan tentang keinginan seseorang untuk mencapai kinerja yang tinggi. Hasil penelitian tentang motivasi berprestasi menunjukkan pentingnya menetapkan target atau standar keberhasilan. Pegawai dengan ciri-ciri motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki keinginan bekerja yang tinggi. Pegawai lebih mementingkan kepuasan pada saat target telah tercapai dibandingkan imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini bukan berarti mereka tidak mengharapkan imbalan, melainkan mereka menyukai tantangan. Ada tiga macam kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu menurut (David      

37   

Mc Clelland dalam McShane / Von Glinow, 2010: 139) yaitu: a. Kebutuhan berprestasi (Achievement motivation) yang meliputi tanggung jawab pribadi, kebutuhan untuk mencapai prestasi, umpan balik dan mengambil risiko sedang. b. Kebutuhan

berkuasa

(Power

motivation)

yang

meliputi

persaingan,

mempengaruhi orang lain. c. Kebutuhan berafiliasi (Affiliation motivation) yang meliputi persahabatan, kerjasama dan perasaan diterima. Dalam lingkungan pekerjaan, ketiga macam kebutuhan tersebut saling berhubungan, karena setiap pegawai memiliki semua kebutuhan tersebut dengan kadar yang berbeda-beda. Seseorang dapat dilatihkan untuk meningkatkan salah satu dari tiga faktor kebutuhan ini. Misalnya untuk meningkatkan kebutuhan berprestasi kerja, maka pegawai dapat dipertajam tingkat kebutuhan berprestasi dengan menurunkan kebutuhan yang lain. Ciri-ciri perilaku pegawai yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menurut (Mc Clelland dalam McShane / Von Glinow, 2010: 139) adalah: a. Menyukai tanggung jawab untuk memecahkan masalah. b. Cenderung menetapkan target yang sulit dan berani mengambil risiko. c. Memiliki tujuan yang jelas dan realistik. d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh. e. Lebih mementingkan umpan balik yang nyata tentang hasil prestasinya.

     

38   

f. Senang dengan tugas yang dilakukan dan selalu ingin menyelesaikan dengan sempurna. Sebaliknya ciri-ciri pegawai yang memiliki motivasi berprestasi rendah adalah: a. Bersikap apatis dan tidak percaya diri. b. Tidak memiliki tanggungjawab pribadi dalam bekerja. c. Bekerja tanpa rencana dan tujuan yang jelas. d. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan. e. Setiap tindakan tidak terarahkan dan menyimpang dari tujuan.

2.2.5 Teori Penguatan (Reinforcement Theory) Menurut (Skinner dalam Stephen P.Robbins, 2010: 254) bahwa melalui metode penguatan tertentu, maka perilaku pegawai dapat dikendalikan, bentuknya ada 2 cara yaitu : 1) Penguatan Positif Akan memotivasi pegawai dengan memberikan penghargaan untuk kinerja yang tinggi, bentuk penghargaan dapat berupa pujian, promosi dan bonus yang besar. Pegawai dapat menanggapi dengan cara berbeda dalam berbagai bentuk penguatan positif. Semakin mereka menghargai bentuk penguatan semakin besar motivasinya untuk melanjutkan kinerja terbaiknya. 2) Penguatan Negatif, memotivasi pegawai dengan mendorong mereka untuk berperilaku dalam sikap menghindari akibat yang tidak diinginkan. Sebagai      

39   

contoh, pegawai akan termotivasi utnuk menyelesaikan tugasnya hari ini, untuk menghindari keterlambatan yang disampaikan dalam rapat kelompok atau untuk menghindari evaluasi negatif oleh pengawasnya. Contoh dari berbagai bentuk dan penguatan negatif bisa dimulai dari teguran ringan hingga sampai pemutusan hubungan kerja. (Skinner dalam Stephen P.Robbins, 2010: 254) mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning). Pendekatan ini didasarkan terutama atas hukum pengaruh (law effect), yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan

konsekuensi-konsekuensi

positif/pemuasan

akan

cenderung

diulang,

sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi negatif/hukuman akan cenderung dihentikan. Dengan demikian perilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau dipelajari dari pengalamannya melakukan tingkah laku tertentu di waktu yang lalu. Proses pembentukan teori perilaku menurut (Skinner dalam Stephen P.Robbins, 2010: 254) dalam teori ini secara sederhana digambarkan sebagai berikut : Stimulus → Respons → Konsekuensi → Respon berkondisi Perilaku (respon berkondisi) individu terhadap suatu situasi atau kejadian adalah penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi positif, individu akan memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak meyenangkan individu akan cenderung mengubah perilakukanya untuk menghindarkan dari konsekuensi tersebut. Hal ini memberikan petunjuk bila      

40   

pimpinan akan mengubah perilaku bawahan, maka dia harus mengubah konsekuensi dari perilaku tersebut. Berdasarkan teori-teori menurut Skinner, beberapa kesimpulan umum dapat ditawarkan dalam memotivasi pegawai dan mengupayakan kepuasan pegawai. 1. Biasanya pegawai akan membandingkan perolehan kompensasi dan kontribusi mereka dengan yang lain. Untuk mencegah ketidakpuasan pekerjaan, para pimpinan harus berusaha untuk menjamin bahwa pegawai mendapatkan kompensasi sewajarnya atas kontribusi yang mereka berikan. 2. Meskipun pegawai ditawarkan kompensasi yang tinggi, mereka tidak perlu sangat puas. Karena mereka juga memerlukan kebutuhan lain, seperti kebutuhan sosialisasi, tanggung jawab dan penghargaan diri. Pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini akan lebih banyak memberikan kepuasan, dan kemudian juga akan memberikan motivasi. 3. Pegawai akan termotivasi jika mereka dapat mencapai suatu tingkat yang akan menghasilkan penghargaan yang diinginkan. Manfaat motivasi kerja yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat semantara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Memotivasi merupakan salah satu faktor kunci untuk bekerja dan mencapai kinerja yang tinggi. Kegiatan memotivasi berkaitan dengan sejauhmana komitmen      

41   

seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pegawai yang motivasinya terhadap suatu pekerjaan rendah atau turun akan memiliki komitmen terhadap pelaksanaan penyelesaian pekerjaannya. Pegawai tersebut termasuk orang yang kurang semangat atau motivasi rendah. Pada dasarnya, yang membuat pegawai kehilangan motivasi atau tidak semangat adalah situasi dan kondisi pekerjaan itu sendiri. Dengan keteladan seorang pimpinan, bawahan akan dapat termotivasi bagaimana cara bekerja dengan baik, berkata dan berbuat dengan baik. Jangan diharap bawahan akan termotivasi bila pimpinan selalu mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan nasihat dan ucapan yang selalu disampaikannya. Oleh sebab itu, dalam motivasi bawahan faktor contoh dan keteladanan ini memegang peranan penting. Bila pimpinan tidak ingin bawahannya merokok diruang ber AC, maka pimpinan harus mencontohkan tidak merokok diruangan ber AC. Dengan demikian suatu pemberian motivasi dapat diberikan tidak melalui kata-kata tetapi dengan sikap yang baik. Manfaat motivasi kerja yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat semantara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

     

42   

2.3

Teori Kinerja Kinerja, pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode

tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar kinerja, target atau sasaran, kriteria yang ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Suprihanto dalam Bina, 2004: 15). Dalam pelaksanaan kerja yang secara keseluruhan bukan berarti hanya dilihat atau dinilai hasil fisiknya saja tetapi meliputi berbagai hal seperti kepemimpinan, kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaannya. Pencapaian kinerja tergantung pada motivasi atau keinginan individu yang bersangkutan untuk mencapainya, disamping itu juga diperlukan faktor pendukung lain seperti kemampuan dan keterampilan (Pareek dalam Bina, 2004: 15). Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung pada tujuan masing-masing organisasi (misalnya untuk profit ataukah untuk customer satisfaction) juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misalnya organisasi publik versus organisasi swasta, atau organisasi bisnis ataukah organisasi sosial). Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau pimpinan sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering pimpinan tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.      

43   

Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 466) dikatakan bahwa kinerja mempunyai pengertian sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, dan kemampuan kerja. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan baik. Efisiensi dan efektivitas merupakan dua aspek penting dalam menilai suatu kinerja. Efisiensi adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dikeluarkan. Sedangkan efektivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan. Menurut (Vroom dalam As’ad, 1995: 48) kinerja adalah tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut “level of performance” biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau performance rendah. Menurut (Stephen P.Robbins, 2010: 248) mengatakan kinerja merupakan kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Istilah yang lain adalah human output yang dapat diukur dari productivity, absence, turnover ,citizenship dan satisfaction. (Whitmore dalam Priyodarminto, 2004) secara sederhana mengemukakan bahwa kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut seseorang. Pengertian ini menurut Whitmore merupakan pengertian yang menuntut kebutuhan paling minim untuk berhasil. Lebih lanjut (Whitmore dalam Priyodarminto, 2004) mengemukakan pengertian kinerja yang dianggapnya representatif untuk menuntut tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang. Menurutnya kinerja yang jauh      

44   

nyata jauh melampaui apa yang diharapkan adalah kinerja yang menetapkan standarstandar tinggi (kualitas) dari orang itu sendiri, selalu standar-standar melampaui apa yang diminta atau diharapkan orang lain. Dengan demikian menurut Whitmore kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi atau apa yang diperlihatkan seseorang melalui keterampilan yang nyata. (Mitchall dalam Tjokrowinoto, 1999) memandang bahwa kinerja atau Performance merupakan hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan (k), dan persepsi (p) dalam diri seseorang. Pandangan yang hampir senada dengan ini adalah (Daniel dalam Suyadi, 1999) yang mengemukakan bahwa kinerja adalah interaksi antara kemampuan seseorang dengan motivasinya. Berdasarkan pandangan ini dapat dutegaskan bahwa kinerja merupakan penjumlahan antar kemampuan dan motivasi yang dimiliki seseorang. Lebih lanjut Mitchell merinci cakupan wilayah kinerja atas lima faktor dominan, yaitu (1) kualitas kerja, (2) kecepatan/ketetapatan, (3) inisiatif, (4) kemampuan, dan (5) komunikasi. Selanjutnya terdapat tiga kriteria dasar yang berkaitan dengan kinerja yaitu : (1) proses, (2) karakteristik-karakteristik pegawai, dan (3) hasil atau produk yang dihasilkan. Kerjasama merupakan salah satu aspek penting yang harus ada dalam suatu organisasi. Kerjasama ini terjadi akibat adanya saling ketergantungan antara sesama anggota organisasi, baik secara intern maupun secara ekstern organisasi. (Thoha, 1997) mengemukakan bahwa harus ada tata hubungan antara individu, tata hubungan antar unit-unit organisasi, tata hubungan atar orang-orang dengan sifat dan keharusan      

45   

yang diminta oleh pekerjanya. Dalam konteks ini, kemampuan kerjasam ini memegang peran yang yang sangat penting bagi pencapaian suatu organisasi. Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa kinerja merupakan suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaannya sesuai dengan standar baku atau kriteria yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, dan lebih lanjut menurut (Gordon dalam Bina, 2004: 18), ‘’performance was a function of employee’s ability, acceptance of the goals, and the interaction of the goal with their ability’’. Organisasi didirikan manusia disebabkan karena kesamaan kepentingan, baik dalam rangka mewujudkan hakekat kemanusiaannya maupun secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain di dalam organisasi, para anggotanya bermaksud

mencapai tujuan yang sama, sebagai tujuan bersama,

termasuk juga bidang bisnis. Oleh karena itu jika tujuan bersama itu dipilah, maka paling tidak terdapat satu dari dua tujuan yaitu (1) tujuan yang bersifat material dan finansial, dan ini menjadi karateristik organisasi profit dan (2) tujuan yang bersifat tidak mencari keuntungan, ini menjadi karateristik bagi organsasi nonprofit (Nawawi : 2003). Contoh dari organisasi profit yaitu bank, perusahaan-perusahaan swasta yang bertujuan mencari laba dari hasil usahanya. Sedangkan organisasi nonprofit contohnya yaitu gereja, mesjid, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan,

     

46   

organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum dan beberapa para petugas pemerintah Secara ringkas dapat dikatakan bahwa diantara organisasi profit dan organisasi nonprofit terdapat perbedaan khas dengan tidak mengesampingkan persamaan-persamaan yang fundamental. Organisasi nonprofit mempunyai misi melayani publik dan konsumenya lebih terbatas sedangkan organisasi profit mempunyai motif untuk mencari untung, yaitu hanya melayani konsumen yang dapat memberikan keuntungan. Apabila dari suatu kelompok konsumen tidak akan diperoleh keuntungan maka organisasi bisnis umumnya tidak bersedia melayani. (dalam http://strategimanajemen.net) Key performance indicators merupakan Indikator yang memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil mewujudkan target kerja yang telah kita tetapkan. Pengelolaan kinerja pegawai melalui sistem KPI memberikan sejumlah manfaat positif bagi perusahaan, diantaranya adalah : • Melalui metode key performance indicators maka kinerja setiap pegawai dapat dievaluasi secara lebih obyektif dan terukur, sehingga dapat mengurangi unsur subyektivitas yang sering terjadi dalam proses penilaian kinerja pegawai. • Melalui penentuan key performance indicators (KPI) secara tepat, setiap pegawai juga menjadi lebih paham mengenai hasil kerja yang diharapkan darinya. Hal ini akan mendorong pegawai bekerja lebih optimal untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

     

47   

• Melalui penetapan key performance indicators yang obyektif dan terukur, maka proses pembinaan kinerja pegawai dapat dilakukan secara lebih transparan dan sistematis. • Hasil skor key performance indicators yang obyektif dan terukur juga dapat dijadikan dasar untuk pemberian reward dan punishment pegawai. Dengan demikian, pegawai yang kinerjanya lebih bagus akan mendapat reward, sebaliknya yang kerjanya kurang baik akan mendapat punishment.