BAB II TINJAUAN PUSTAKA

174 downloads 481 Views 67KB Size Report
dewasa, keperawatan gawat darurat dan keperawatan anak. Untuk kasus- ... menerapkan teori yang dipelajari di kelas ke dalam praktik profesional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Program Profesi 1. Definisi Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Lulusan pendidikan profesi akan mendapatkan gelar profesi (Anonim, 2010). Program pendidikan profesi adakalanya disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik. Istilah ini muncul terkait dengan pelaksanaan pendidikan profesi yang sepenuhnya dilaksanakan di lahan praktik seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti wherda, dan keluarga serta masyarakat atau komunitas (Reilly, 2002). Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 UU No.20/2003 menyebutkan bahwa Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. 2. Tahap Pendidikan Profesi Pendidikan perawat terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendidikan Reilly (2002 dalam Satria, 2010) yang membagi pendidikan keperawatan menjadi dua disiplin yaitu disiplin akademik dan disiplin profesional. Masih menurut Reilly (2002 dalam Satria, 2010), disiplin akademik lebih menekankan pada pengetahuan dan pada teori yang bersifat deskriptif, sedangkan disiplin professional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan teori preskriptif dan deskriptif. Disiplin profesi hanya akan didapat di lingkungan klinis atau lahan praktik karena lingkungan klinis merupakan lingkungan multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian berbagai kompetensi praktik klinis di dalam kurikulum profesional. Lingkungan klinis memfasilitasi peserta didik untuk belajar menerapkan teori tindakan ke dalam masalah klinis yang nyata. Tujuan dari praktik klinis dapat

6

7

dicapai di lingkungan manapun yang melibatkan peserta didik di dalam praktik keperawatan. Sebagai contoh untuk mahasiswa keperawatan biasanya memakai lahan praktik di rumah sakit tipe A, tipe B maupun tipe C untuk pembelajaran kasus-kasus yang terkait dengan medikal bedah atau perawatan pada orang dewasa, keperawatan gawat darurat dan keperawatan anak. Untuk kasuskasus maternitas seperti pertolongan persalinan biasanya bekerjasama dengan klinik bersalin atau rumah sakit khusus ibu dan anak, karena selain memiliki pasien dalam jumlah banyak, kasusnya pun lebih spesifik. Sehingga lebih mudah untuk pencapaian kompetensi mahasiswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tetapi untuk kasus-kasus yang biasa terjadi di keluarga dan masyarakat atau komunitas yang terkait dengan pelayanan primer biasanya menggunakan puskesmas sebagai lahan praktik. Praktik klinik diharapkan bukan hanya sekedar kesempatan untuk menerapkan teori yang dipelajari di kelas ke dalam praktik profesional. Melalui praktik klinik mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga akan menjadi orang yang cekatan dalam menggunakan teori tindakan. Lebih jauh lagi, praktik keperawatan profesional di bidang pelayanan keperawatan mencakup banyak hal termasuk diantaranya pengambilan keputusan klinis yang mengintegrasikan teori, hukum, pengetahuan, prinsip dan pemakaian keterampilan khusus. Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana perawat menerima klien sebagai makhluk hidup yang utuh, unik dan mandiri dengan hak-haknya yang tidak dapat dipisahkan. Selama praktik klinis, mahasiswa dapat bereksperimen dengan menggunakan konsep dan teori untuk praktik, menyelesaikan masalah, dan mengembangkan bentuk perawatan baru (Satria, 2010). Adanya

rasa

takut

berbuat

salah

hanya

akan

membatasi

perkembangan dan keinginan mahasiswa untuk bereksperimen dengan perawatan. Kondisi ini akhirnya jelas berdampak pada minimnya pengalaman klinik mahasiswa selama di lahan praktik. Pengajar atau pembimbing klinik adakalanya merasa takut seandainya mahasiswa berbuat kesalahan, sehingga sering menuntut hal yang tidak realistik pada mahasiswa. Hal ini berdampak

8

kepada kompetensi-kompetensi tertentu yang mungkin tidak tercapai selama proses pembelajaran (Satria, 2010). 3. Perencanaan Pembelajaran Klinik Menurut William H Newman dalam bukunya Administrative Action Techniques of Organization and Management dalam Majid (2005 dalam Satria, 2010) menyatakan bahwa perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan juga dapat dikatakan sebagai proses penyusunan materi, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran. Sebelum membuat rancangan, sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Melalui pengkajian akan didapatkan status kemampuan awal peserta didik sehingga akan membantu menetapkan tujuan pembelajaran. Tidak semua mahasiswa harus mendapatkan proses pembelajaran yang sama walaupun tujuan akhir dari pembelajarannya sama. Sedangkan untuk makna pembelajaran, banyak ahli pendidikan yang menyatakan bahwa pengajaran merupakan terjemahan dari instruction atau teaching. Sedikit berbeda dengan Correy dalam bukunya

Association for

Education Communication and Technology dalam Satria (2010) mengatakan bahwa instruction merupakan bagian dari pendidikan yang merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang dengan sengaja dikelola agar memungkinkan orang tersebut dapat belajar melakukan hal tertentu atau memberikan respon terhadap situasi tertentu pula. Berasumsi pada pendapat Correy, maka untuk dapat melaksanakan pembelajaran, seorang dosen atau pengajar di lahan praktik yang sering disebut instruktur klinik berperan sebagai perancang dan pengembang model pembelajaran sekaligus sebagai pengelola atau pelaksana. Oleh karena itu untuk melaksanakan tugas ini, instruktur klinik perlu memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan khusus dan hal-hal atau materi yang akan disampaikan. Selain itu instruktur klinik pun sebaiknya memahami tentang konsep perencanaan pembelajaran (Satria, 2010). Menurut Hunt dalam Satria (2010) ada beberapa model persiapan mengajar diantaranya model ROPES dan satuan pelajaran. Model ROPES

9

merupakan sebuah urutan tahap dari

Review, Overview, Presentation,

Exercise dan Sumarry. Model ini cocok diadopsi untuk pembelajaran klinik karena dimulai dari review atau pengulangan tentang kegiatan yang akan dilakukan. Tahap kedua overview yaitu menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Kemudian tahap presentation dengan kegiatan mendemontrasikan tindakan yang akan dilakukan. Keempat adalah exercise atau latihan, pada tahap ini mahasiswa melakukan tindakan keperawatan di bawah supervisi instruktur klinik. Model terakhir yaitu summary atau membuat rangkuman dari pembelajaran yang telah berlangsung. Kekurangan dari model ini adalah tidak mencantumkan aspek evaluasi. Padahal melalui evaluasi instruktur klinik dapat mengetahui kemampuan mahasiswanya. Akan tetapi tahap summary bisa dimodifikasi menjadi tahap evaluasi. Model satuan pelajaran (satpel) adalah model yang sering dipilih oleh kebanyakan pendidik karena polanya yang baku. Tahapannya tiga bagian yaitu kegiatan awal berupa pendahuluan dan apersepsi yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa. Tahap kedua merupakan kegiatan inti yaitu penyampaian materi dan pemberian bimbingan terhadap mahasiswa. Dan tahap terakhir merupakan kegiatan penutup yang biasanya ditandai dengan cara membuat rangkuman atau melaksanakan evaluasi untuk materi yang telah dipelajari. 4. Tujuan pendidikan profesi Tujuan pendidikan profesi adalah agar peserta didik mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sikap keperawatan profesional yang mampu: a. Melaksanakan profesi keperawatan secara akuntabel dalam suatu sistem pelayanan kesehatan sesuai kebijaksanaan umum pemerintah yang berlandaskan

pancasila,

khususnya

pelayanan

dan

atau

asuhan

keperawatan dasar sampai dengan tingkat kerumitan tertentu secara mandiri kepada individu, keluarga, dan komunitas berdasarkan kaidahkaidah keperawatan. b. Mengelola pelayanan keperawatan profesional tingkat rendah secara bertanggung jawab dan menunjukkan sikap kepemimpinan. c. Mengelola kegiatan penelitian keperawatan dasar dan terapan yang

10

sederhana dan menggunakan hasil penelitian serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan/asuhan keperawatan. d. Berperan serta secara aktif dalam mendidik dan melatih calon perawat dan tenaga keperawatan, serta turut berperan dalan berbagai program pendidikan tenaga kesehatan lain. e. Mengembangkan

diri

secara

terus

menerus

untuk

meningkatkan

kemampuan profesional. f. Memelihara dan mengembangkan kepribadian serta sikap yang sesuai dengan etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya. g. Berfungsi sebagai anggota masyarakat yang kreatif, produktif, terbuka untuk menerima perubahan, serta berorientasi ke masa depan.

B. Pembimbing Klinik 1. Definisi Pembimbing klinik merupakan tenaga perawat yang ditunjuk atau diangkat oleh instansi yang digunakan sebagai lahan praktek. Membimbing adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian diri dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Asyahadi, 2004). 2. Sasaran bimbingan Proses bimbingan diharapkan mempunyai sasaran yang maksimal dalam membantu individu. Sasaran tersebut : a. Pengungkapan, pengenalan dan penerimaan diri Melalui proses bimbingan

diharapkan dapat

membantu

mahasiswa untuk mengenali dirinya baik dari segi kemampuan maupun keterbatasan. b. Pengenalan terhadap lingkungan Lingkungan dari proses bimbingan seharusnya merupakan lingkungan dengan iklim yang kondusif sehingga akan memudahkan

11

mahasiswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya. c. Pengambilan keputusan Proses

bimbingan

pada

intinya

membantu

mahasiswa

menentukan pilihan dan agar mahasiswa bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang dipilihnya. d. Pengarahan diri Individu melaksanakan

atau

mahasiswa

keputusan

yang

yang

dibimbing

ditetapkannya,

akan dan

berani

berusaha

mengarahkan dirinya pada kegiatan yang menguntungkan. e. Perwujudan diri Perwujudan diri merupakan kemampuan merealisasikan diri (mewujudkan diri) yang merupakan tujuan akhir dari usaha bimbingan, individu mampu mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakatnya (Hidayat, 2002). 3. Prinsip-prinsip bimbingan Upaya untuk mendapatkan bimbingan di lapangan yang lebih optimal waktu di dalam pelaksanaan bimbingan praktek lapangan hendaknya memperhatikan hal-hal (Hidayat, 2000) : a. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di kelas dari berbagai disiplin ilmu secara terintegrasi dalam situasi nyata. b. Mengembangkan potensi peserta didik untuk mengumpulkan perilaku atau ketrampilan yang bermutu dalam situasi nyata di tempat pelayanan kesehatan. c. Memberi kesempatan pengalaman belajar kepada peserta didik bekerja secara tim kesehatan dan membantu proses penyembuhan pasien. d. Memberikan pengalaman awal dan memperkenalkan kepada peserta didik dunia kerja professional. e. Membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik yang ditemukan.

12

4. Kompetensi pembimbing klinik Upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang suportif diperlukan pembimbing klinik yang mempunyai pengetahuan yang kokoh, mempunyai kemampuan klinik, trampil sebagai pengajar dan mempunyai komitmen sebagai pembimbing klinik (Oermann, 1985). Pembimbing harus mempunyai latar belakang pendidikan keperawatan yang lebih tinggi dari pendidikan mahasiswa bila ia sudah lulus, mempunyai kemampuan profesional dalam area klinik tertentu

sehingga

dapat

memberikan

pelayanan

atau

asuhan

keperawatan berdasarkan prinsip saintifik. Hal ini sangat esensial karena “role model” yang diciptakan oleh pengajar klinik akan dengan mudah dipelajari oleh mahasiswa. Disamping secara terusmenerus memperbarui pengetahuan dan ketrampilan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi khusus keperawatan (Oermann, 1985). Pembimbing menganjurkan mahasiswa untuk belajar mandiri dan

bertanggung

jawab

atas

kebutuhan

belajarnya.

Dengan

kemandirian ini mahasiswa belajar untuk mengembangkan tanggung jawab dan kreatifitas. Pengajaran klinik juga diciptakan agar mahasiswa

tidak

takut

untuk

membuat

kesalahan

tetapi

menggunakan setiap kesempatan sebagai proses belajar. Untuk ini pembimbing klinik bertanggung jawab dalam menentukan proses belajar

yang

digunakan

sebagai

pengajaran

sehingga

dalam

memberikan asuhan keperawatan dapat dihindari kesalahan yang membahayakan pasien. Pembimbing klinik diharapkan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Hidebrand, 1971): a. Profesional dalam ketrampilan yang diajarkan b. Mendorong mahasiswa untuk mempelajari ketrampilan baru c. Meningkatkan komunikasi yang terbuka (2 arah) d. Memberikan umpan balik segera e. Mengatur stress para mahasiswa

13

f. Memusatkan pada keberhasilan mahasiswa bukan pada kegagalan g. Sabar dan mendukung h. Memberi penghargaan dan dukungan positif i. Memperbaiki kesalahan mahasiswa tapi tetap mempertahankan rasa harga diri j. Mendengar aktif k. Humor yang tepat l. Memberi kesempatan untuk istirahat m. Mengamati respon peserta didik n. Memberi pujian Karakteristik dari seorang pembimbing klinik yang efektif dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu : a. Pengetahuan dan kompetensi klinik Pengetahuan dan kompetensi klinik disini meliputi pengetahuan akan ilmu keperawatan yang dimiliki pengajar harus luas dan memahaminya secara mendalam. Disamping ilmu keperawatan yang diberikan kepada peserta didik, pengajar juga harus memiliki pengetahuan akan materi-materi yang berhubungan dengan hal itu. Kemampuan untuk menganalisa teori dan

mengumpulkannya dari

berbagai sumber, menitik beratkan pada pemahaman, kemauan untuk mendiskusikan dengan peserta didik mengenai pandangan atau pendapat yang berkaitan dengan bimbingan. Pengajar klinik yang efektif

juga

berperan

sebagai

perawat

pelaksana

(clinician).

Mempertahankan kompetensi klinik sangat penting, diantaranya untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik. b. Hubungan interpersonal dengan peserta didik Kemampuan dalam berinteraksi dengan para peserta didik dan tenaga kesehatan lain juga merupakan perilaku dari pengajar yang efektif.

Disamping

itu

adalah

kemampuan

untuk

menyatukan

kelompok-kelompok dari peserta didik ke dalam kesatuan dan membangun respek serta mengadakan hubungan yang baik antara pengajar dengan peserta didik.

14

c. Kemampuan membimbing Kemampuan kemampuan

dalam

kebutuhan

membimbing

proses

bimbingan

termasuk bagi

diantaranya

peserta

didik,

merencanakan bahan pembimbingan (plan instruction) dalam tiap-tiap bagian atau pokok bahasan dan tujuan yang harus dicapai, mensupervisi peserta didik dan mengevaluasi proses bimbingan. Seorang pengajar yang efektif juga memberikan informasi yang terstruktur, memberikan penjelasan yang lengkap dan langsung kepada peserta didik, menjawab pertanyaan secara jelas, mendemonstrasikan prosedur dan beberapa proses perawatan lainnya dengan efektif. Pembimbing klinik juga harus mampu mengkomunikasikan atau mentransfer pengetahuan ke peserta didik. d. Karakteristik pribadi Karakteristik pribadi dapat mengasosiasikan antara dinamisasi dari program studi dengan semangat untuk pengajaran di area klinik. Pengamatan yang tajam atau kepandaian dalam memutuskan dan semangat tersebut bisa didapat jika merasa nyaman bekerja dengan para peserta didik dan memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan mengajarnya dan ketrampilan kliniknya. Penelitian lain menyatakan karakteristik lainnya yaitu bersahabat, dapat memahami, mendukung, dan bersemangat tinggi . Kejujuran, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan keterbatasan serta kekurangan dalam pengetahuan.

C. Model Bimbingan Praktek Klinik 1. Model bimbingan Model dalam bimbingan klinik yang dikembangkan oleh pembimbing klinik, bertujuan memenuhi kebutuhannya serta pendekatan pada proses bimbingan dan praktek. Model ini meliputi : a. Sistem simulasi ketrampilan pembelajaran klinik (Skills Learning Clinical Simulation System)

15

Merupakan model yang bertujuan untuk mengurangi rasa takut atau stress bagi peserta didik yang baru praktek di layanan klinik dengan menggunakan sistem partner. b. Simulasi klinik Model simulasi dengan tujuan pendekatan praktek nyata dengan cara analisa kasus dan permasalahannya. c. Kolaborasi ketrampilan klinik (Clinical Skills Collaborative Workshop) Model ini dilakukan dengan workshop secara regular yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik secara intensif dan waktu yang singkat dan dapat dilaksanakan di tiap bagian klinik yang bersangkutan (Hidayat, 2000). 2. Kriteria pemilihan metode Perencanaan pengalaman belajar praktek klinik mencakup keputusan pemilihan metode yang akan digunakan yang dapat memungkinkan pencapaian tujuan belajar. Proses pemilihan metode harus sesuai dengan tujuan belajar, “Entry Behavior” dan karakteristik peserta didik, kualitas serta ketrampilan pengajar, yang behubungan dengan rasio peserta didik, pengajar, karakteristik lahan praktik serta kelemahan metode yang dipilih. Kriteria dan pemilihan metode mengajar dan pengajaran klinik harus sesuai dengan (Oermann, 1985): a. Tujuan pengalaman praktek klinik. b. Kemampuan, pengalaman, dan karakteristik peserta didik. c. Kemampuan pembimbing, kerangka konsep proses pembalajaran. d. Sumber-sumber dan keterbatasan lahan praktek. e. Filosofi keperawatan. f. Kompetensi yang ada. 3. Metode bimbingan Metode bimbingan praktik klinik keperawatan yang sering digunakan adalah sebagai berikut (Ngalim, 2002):

16

a. Metode Observasi Metode yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman yang nyata dengan mengembangkan perilaku baru untuk pembelajaran masa mendatang. Metode ini meliputi : 1) Observasi lapangan 2) Field trip 3) Ronde keperawatan 4) Metode demonstrasi b. Metode bedside teaching Merupakan metode bimbingan yang dilakukan disamping tempat tidur klien dengan mempelajari klien terhadap asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien. c. Metode nursing clinic Metode nursing clinic adalah metode penyajian pasien dengan menggunakan kehadiran seorang pasien yang dipilih sebagai fokus diskusi kelompok dengan tujuan dapat memberikan pengalaman langsung dalam pembahasan prinsip - prinsip dan prosedur perawatan dari pasien. d. Metode

penugasan

membuat

catatan

dan

laporan

tertulis

(eksperensial) Metode yang digunakan dengan memberikan penugasan untuk membuat catatan dan laporan secara tertulis di lahan praktik. e. Metode Studi Asuhan Keperawatan (Nursing care study) Studi

asuhan

keperawatan

merupakan

suatu

kegiatan

pemecahan masalah dimana peserta didik melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai masalah klinik yang mendasari pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan.

17

D. Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba ( Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seorang (overt behaviour). Dari pengalaman pengertian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). 2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo tahun 2003, dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu : a. Tahu ( know ) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pprngatahuan yang paling rendah. Kasta kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yang artinya hanya sekedar tahu. b. Memahami (Comprehension) Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar

tentang

obyek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebaggai aplikasi

atau

hukum–hukum,

rumus,

metode,

prinsip

dan

sebagainyadalam konteks atau situasiyang lain. Misalnya dengan

18

menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus kesehatan yang diberikan. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemempuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada. 3. Sumber – sumber pengetahuan Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Sumber lain dapat diperoleh dari pengalaman. Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003). 4. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) : a. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan

19

tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan

mereka

peroleh

dari

gagasan

tersebut.

Seseorang

yang

berpendidikan tentu akan lebih banyak memberikan respon emosi, karena ada tanggapan bahwa hal yang baru akan memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan di masa lalu. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita – cita tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku, terutama dalam memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kehidupan. Semakin tinggi tingkat kesehatan, seseorang makin menerima informasi sehingga makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003). b. Paparan media massa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima masyarkat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain - lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. c. Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal. d. Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model

20

komunikasi

media

dengan

demikian

hubungan

sosial

dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal. e. Pengalaman Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

21

E. Kerangka teori

Program profesi 1. Tahap pendidikan 2. Pembelajaran klinik 3. Metode bimbingan

Bimbingan klinik

Metode bimbingan klinik ƒ Metode observasi ƒ Metode bedside teaching ƒ Metode nursing clinic ƒ Metode penugasan membuat catatan dan laporan tertulis ƒ Metode studi asuhan keperawatan

Gambar 2.1 Kerangka teori (Sumber : Walgito, 2002, Majid, 2005)

Pengetahuan dari hasil pembelajaran

22

F. Kerangka konsep Metode Bimbingan klinik Metode observasi Metode bedside teaching Metode nursing clinic Metode penugasan membuat catatan dan laporan tertulis ƒ Metode studi asuhan keperawatan ƒ ƒ ƒ ƒ

Pengetahuan

Gambar 2.2 Kerangka konsep

G. Variabel Penelitian Variabel Penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan mahasiswa terhadap pembimbingan klinik