BAB V

82 downloads 197 Views 200KB Size Report
terlebih dahulu penulis menyampaikan tentang arti perempuan dan relasi ... melahirkan anak dan menyusui.2 Sedangkan wanita adalah perempuan dewasa .3.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEREMPUAN DALAM RELASI JENDER

A. Pengertian Perempuan dan Relasi Jender Sebelum membicarakan tentang hak perempuan dalam relasi jender, terlebih dahulu penulis menyampaikan tentang arti perempuan dan relasi jender. Kata perempuan dalam bahasa Arab diungkapkan dengan lafaz yang berbeda, antara lain mar`ah, imra`ah, nisa`, dan unsa. Kata mar`ah dan imra`ah jamaknya nisa`. Ada yang mengatakan bahwa akar kata nisa` adalah nasiya yang artinya lupa disebabkaan lemahnya akal.1 Akan tetapi pengertian ini kurang tepat, karena tidak semua perempuan akalnya lemah dan mudah lupa. Sementara dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puka, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui.2 Sedangkan wanita adalah perempuan dewasa.3 Dari sini dapat diketahui, bahwa perempuan adalah manusia yang mempunyai puka tidak dibedakan umurnya. Tetapi kalau wanita

adalah

perempuan yang sudah mencapai dewasa. Sedangkan jender, mulai diperbincangkan manusia, ketika ada salah

Louis Ma’luf, Al-Munjid fî al-Lugah wa A`lâm,(Beirut: Dâr al-Masyriq, 1986), h. 807

1

2

Hasan Alwi dkk (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.856 3

Ibid., h. 1268.

82

satu perubahan yang paling mencolok dalam hal kemanusiaan pada

80-an

adalah timbulnya isu jender sebagai kategori analisis. Pada bulan Desember tahun 1987, seorang reporter yang menghadiri sebuah konvensi tahunan “American

Historical

Association”

di

Washington

DC

terpesona

oleh

perkembangan topik-topik yang berhubungan dengan jender dari topik tentang “Sex, Gender and The Constitution” hingga topik “The Homosexual Experience in Modern Germany”. “Engkau sekarang tidak dapat mengerjakan apapun tanpa membuat rujukan pada jender”, demikian keluhan seorang sejarawan konsevatif Getrude Himmelfarb. Dalam kebangkitan kritisisme feminis, jender telah menjadi sebuah kesadaran sebagai penentu yang sangat krusial dalam produksi, sirkulasi, dan konsumsi wacana kesusasteraan.4 Teori jender mulai berkembang sejak awal 80-an dalam pemikiran feminis baik dalam bidang sejarah, antropologi,

filsafat, psikologi dan ilmu

alam dengan membuat peralihan (perubahan) dari investigasi yang berfokus pada perempuan pada tahun 70-an; seperti investigasi tentang sejarah perempuan, gynocriticism dan psikologi perempuan, kepada studi relasi jender yang melibatkan perempuan dan laki-laki. Perubahan paradigma itu membawa pengaruh yang sangat radikal yang tertransformasi pada beberapa disiplin kajian tentang perempuan.5 Dari sini dapat dilihat bahwa “jender” termasuk hal

4

Lihat Elaine Showalter.(ed.). Speaking of Gender, (New York dan London, Routledge, 1989), h. 1. 5 Ibid., h. 2.

83

yang masih baru. Berbicara tentang jender berarti berbicara tentang laki-laki dan perempuan. Pengertian tentang jender itu sendiri masih belum mencapai kesepakatan resmi. Sementara kata “jender” berasal dari bahasa Inggris, “gender”, berarti “jenis kelamin”6. Arti

demikian sebenarnya kurang tepat,

karena disamakan dengan sex yang berarti jenis kelamin7. Hal ini karena kata jender termasuk kosa kata baru, sehingga belum ditemukan di dalam Kamus Bahasa Indonesia. Tetapi kendatipun demikian, istilah tersebut biasa digunakan di kantor Menteri Urusan perempuan, dengan ejaan “jender”. Jender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin, yakni lakilaki dan perempuan. Jender biasanya digunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan. 8 Ann Oakley, salah seorang feminis pertama dari Inggris, yang menggunakan konsep jender, mengatakan bahwa, ”Jender” adalah masalah budaya, merujuk kepada klasifikasi sosial dari laki-laki dan perempuan menjadi maskulin dan feminin, berbeda karena waktu dan tempat. Sifat tetap dari jenis kelamin harus diakui, demikian juga sifat tidak tetap dari gender”9.

6

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1995), cet. ke-21, h. 265. 7

Sex diartikan dengan perkelaminan, dua jenis kelamin, lihat Ibid., h. 517.

8

Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III, Pengantar Tehnik Analisa Jender, 1992, h. 3. 9

Lihat Ann Oakley, Sex, Gender and Society, (England: Gower Publishing Company, 1985),

h. 11.

84

Dari sini dapat disimpulkan bahwa jender tidak memiliki asal usul biologis. Hubungan antara jenis kelamin dan jender tidak benar-benar “alamiah”10. Ann Oakley menambahkan bahwa, jender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis, yaitu perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan, sementara jender adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum laki-laki dan perempuan, melalui proses sosial dan budaya yang panjang.11 Jender mengacu ke peran perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara sosial. Peran tersebut

berubah dari waktu ke waktu dan beragam

menurut budaya dan antarbudaya. Sebaliknya, identitas sex biologis ditentukan oleh ciri-ciri genetika dan anatomis 12. Sementara H.T.Wilson berpendapat bahwa, jender merupakan suatu dasar untuk menjelaskan tentang

bagaimana sumbangan laki-laki dan

perempuan dalam masalah kebudayaan dan kehidupan bersama, yang berakibat ia menjadi laki-laki atau perempuan.13 Jender adalah seperangkat peran, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa

10

Kamla Bhasin, Memahami Gender, terj. Moh. Zaki Husein, (Jakarta: TePlok PRESS, 2002),

h. 2. 11

Mansour Fakih, Membincang Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 46. 12

A.Gender Equity Project, Agriteam Indonesia Inventarisasi, (Jakarta: WSP 1996), h.51. 13

Canada, Cida, Indonesia, Pelatihan Jender di

.T.Wilson, Sex and Gender, Making Cultural Sense of Civilization, (Leiden, New Kobenhagn, Koln: E.J.Brill, 1989), h. 2.

York,

85

termasuk feminin atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, pekerjaan di dalam dan di luar rumah tangga, sexualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya secara bersamasama memoles peran gender.14 Sedangkan menurut Nasaruddin Umar, Jender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Jender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis.15 Dari beberapa definisi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa, jender

adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan dari segi sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis kelaminnya.

Sedangkan relasi jender,

mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumberdaya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, kekuasaan dan previlese. Penggunaan relasi jender sebagai suatu kategori analisis tidak lagi berfokus pada perempuan yang dilihat terisolasi dari laki-laki16. Jender dan sex atau jenis kelamin sangat berbeda sekali, karena sex atau jenis kelamin bersifat alamiah, sedangkan jender peran dan fungsinya dibentuk oleh keadaan masyarakat, sosial dan budayanya. 14

Lihat Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta:Rifka Annisa dan Pustaka Pelajar, 1996), h.3.

terj.

Hartian

Silawati

15

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur`ân, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 35. 16

Lihat A.Gender Equity Project, Agriteam Canada, Cida, Indonesia, Pelatihan Jender di Indonesia Inventarisasi, op. cit., h. 52..

86

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat perbedaan antara jenis kelamin (sex) dan jender sebagai berikut: JENIS KELAMIN (sex) a. Jenis kelamin bersifat alamiah b. Jenis kelamin bersifat bilologis. Ia merujuk kepada perbedaan yang nyata dari alat kelamin dan perbedaan terkait dalam fungsi kelahiran c. Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan sama dimana saja.

d. Jenis kelamin tidak dapat diubah

JENDER a. Jender bersifat sosial budaya dan merupakan buatan manusia b. Jender bersifat sosial budaya, dan merujuk kepada tanggungjawab, peran, pola perilaku, kualitas-kualitas, dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin. c. Jender bersifat tidak tetap, ia berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya. d. Jender dapat diubah

B. Jender dan Sex Dahulu, pada masyarakat primitif, orang belum banyak tertarik untuk membedakan sex dan jender, karena persepsi yang berkembang di dalam masyarakat menganggap perbedaan jender (gender differences) sebagai akibat perbedaan sex (sex differences). Pembagian peran dan kerja secara seksual dipandang sesuatu hal yang wajar. Akan tetapi, dewasa ini disadari bahwa, tidak mesti perbedaan sex menyebabkan ketidakadilan jender (gender inequality). Dalam wacana feminis Anglo-America, term jender telah digunakan beberapa tahun yang lalu dalam bidang makna sosial, budaya, dan makna psikologis untuk menentukan identitas sexual biologis. Dalam persoalan relasi

87

jender menurut seorang teorist Jane Flax, jender merupakan satu-satunya kemajuan paling penting dalam teori feminis. Dengan demikian term jender memiliki makna yang berbeda dengan term sex yang mengacu pada makna identitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki atau dengan term sexuality yakni sebuah totalitas dari orientasi, kecenderungan dan perilaku sexual individu. Sementara itu pandangan tradisional berpegang pada pendapat bahwa sex, gender dan sexuality adalah sama.17 Ann Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan orang pertama yang melakukan pembedaan antara jender dan sex. Perbedaan sex berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis, terutama yang menyangkut prokreasi (hamil, melahirkan dan menyusui). Perbedaan jender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal kepada perbedaan sex, tetapi tidak selalu identik dengannya.18 Sebagian besar sarjana feminist setuju untuk membedakan jender dan sex dan kebutuhan untuk mengeksplorasi maskulinitas dan feminitas, homosexualitas dan heterosexualitas, terdapat juga debat intelektual yang luar biasa tentang konstruksi jender dan jalan yang harus ditempuh oleh para sarjana dan kritikus. Para editor jurnal “SIGNS” menemukan bahwa jender adalah konsep analisis yang mengandung arti bekerja untuk menguraikan, dan sebuah subjek matter yang dimulai dengan mempelajari sebagaimana dicoba untuk

17

Elaine Showalter.(ed.). Speaking of Gender, op. cit., h. 2.

88

mendefinisikannya19. Secara umum Gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan lakilaki dan perempuan dari segi sosial-budaya, sedangkan sex digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah sex lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologi lainnya. Sementara itu, jender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Sex atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin berkenaan dengan kenyataan bahwa lakilaki memproduksi sperma, sementara perempuan melahirkan dan menyusui anak. Laki-laki dan perempuan mempunyai tubuh yang berbeda, hormon yang berbeda, dan kromosom yang berbeda. Perbedaan jenis kelamin atau sex adalah sama di semua negara, dan merupakan fakta mengenai biologi manusia, tetapi, kata “jender” digunakan untuk mengenali menjadi laki-laki atau menjadi perempuan tidak sama dari satu budaya ke budaya yang lain. Jender menjelaskan semua atribut, peran dan kegiatan yang terkait dengan “menjadi laki-laki” atau “menjadi perempuan”. Jender berkaitan dengan bagaimana dapat dipahami dan diharapkan untuk berfikir dan bertindak sebagai 18

Ratna Saptari, Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial sebuah pengantar studi Perempuan, (Jakarta: Kalyanamitra, 1997), h. 89. 19 Elaine Showalter.(ed.). Speaking of Gender, op.cit., h. 3.

89

laki-laki

atau

sebagai

perempuan,

karena

begitulah

cara

masyarakat

memandangnya. Jender juga berkaitan dengan siapa yang memiliki kekuasaan.20 Semenjak dahulu, manusia telah mempunyai kemampuan mengklasifikasikan

lingkungannya

menurut

simbol-simbol

yang

diciptakan dan dibakukan dalam tradisi dan dalam sistem budayanya. Karena proses simbolisasi ini sangat terkait dengan sistem, budaya atau struktur sosial setiap masyarakat, perbedaan jender tidak selalu bertumpu kepada perbedaan biologis. Istilah jender sekarang telah umum digunakan dalam literatur studi perempuan. Namun pembedaan antara jender dan sex ini bukan tanpa persoalan, misalnya Maria Mies mengatakan bahwa, sex ataupun sexualitas manusia tidak dapat dilihat semata-mata hanya sebagai masalah biologis. Fisiologi manusia sepanjang sejarah telah dipengaruhi dan telah dibentuk oleh dimensi sosial budaya hubungan manusia.21 Demikian juga, kaum feminis radikal mengatakan bahwa, pemisahan istilah sex dan jender melahirkan klasifikasi yang seolah-olah dapat memberi batasan tajam antara apa yang biologos dan apa yang sosial/kultural. Hal ini tampak dengan jelas dalam konsep sexualitas di mana sesuatu yang oleh kebanyakan orang dianggap sebagai hal yang biologis, alamiah dan instinktif.

20

Lihat A. Tool Kit Pisau Bedah jender, terj. Miftahuddin dkk.(Oxfam Uk/I Gender Learning Team, untuk kalangan sendiri 1996), h .8. 21

Ratna Saptari, Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial sebuah pengantar studi Perempuan, op. cit., h. 89.

90

Dalam berbagai studi yang dilakukan orang ternyata sangat dibentuk oleh konteks sosial politik yang berlaku pada zaman tertentu. Dari penjelasan tersebut di atas, kiranya sangat jelas bahwa, jender dan sex sangat berbeda. Jender dapat berubah, sedangkan sex adalah bersifat biologis, yang tidak mungkin diadakan perubahan.

C. Jender dan Perempuan Perempuan secara langsung menunjuk kepada salah satu dari dua jenis kelamin, meskipun di dalam kehidupan sosial selalu dinilai sebagai the other sex yang sangat menentukan mode sosial tentang status dan peran perempuan. Marginalisasi perempuan yang muncul kemudian menunjukkan bahwa perempuan menjadi the second sex, seperti juga sering disebut sebagai “warga kelas dua” yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan. Pembahasan tentang perempuan sebagai suatu kelompok memunculkan sejumlah kesulitan. Konsep “Posisi perempuan” dalam masyarakat memberi kesan bahwa, ada beberapa posisi universal yang diduduki oleh setiap perempuan di semua masyarakat. Kenyataannya bahwa, bukan semata-mata tidak ada pernyataan yang sederhana tentang “Posisi perempuan” yang universal,

tetapi

di

sebagian

besar

masyarakat

tidaklah

mungkin

memperbincangkan perempuan sebagai kelompok yang memiliki kepentingan bersama. Perempuan ikut andil dalam stratifikasi masyarakat. Ada perempuan kaya, ada perempuan miskin, dan latar belakang kelas kaum perempuan

91

mungkin sama penting dengan jendernya dalam menentukan posisi mereka di masyarakat. Dalam

masyarakat multikultural, latar belakang etnis seorang

perempuan, bahkan mungkin lebih penting daripada kelas. Istilah jender juga berguna, karena istilah itu mencakup peran sosial kaum perempuan maupun laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali amat penting dalam menentukan posisi keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang dapat berlangsung antara perempuan dan laki-laki akan merupakan konsekuensi dan pendefinisian perilaku jender yang semestinya dilakukan olah masyarakat

D. Jender lintas kultural Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi antara laki-laki dan perempuan seringkali merugikan perempuan. Perempuan diharapkan dapat mengurus dan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga, walaupun mereka bekerja di luar rumah tangga, sebaliknya tanggungjawab laki-laki dalam mengurus rumah tangga sangat kecil. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa, tugas-tugas kerumahtanggan dan pengasuhan anak adalah tugas perempuan, walaupun perempuan tersebut bekerja. Ada batasan tentang hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan dalam menjalankan tugas-tugas rumah tangga. Perempuan kurang dapat mengembangkan diri, karena adanya pembagian

92

tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang dapat diharapkan karena adanya idiologi tentang pembagian tugas secara seksual. Dalam setiap masyarakat, peran laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan. Perbedaan yang dilakukan mereka berdasar komunitasnya, status maupun kekuasaan mereka. Perbedaan perkembangan peran jender dalam masyarakat

disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari lingkungan alam,

hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-teki perbedaan jenis kelamin.22 Dalam masyarakat terdapat

bermacam-macam kerja yang dilakukan

oleh laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja tersebut berdasarkan jender (gender division of labour). Misalnya, di dalam masyarakat primitif, menurut antropolog Ernestine Friedl, seperti yang dikutip Budiman, bahwa perempuan lebih penting dari laki-laki. Pada masyarakat primitif, ketika manusia masih hidup mengembara dalam kelompok kecil, bahaya yang paling ditakuti adalah musnahnya kelompok, yang disebabkan matinya anggota kelompok. Karena itu, jumlahnya harus diperbesar dengan cara memperbanyak lahirnya bayi-bayi, tetapi jumlah anak yang lahir masih terbatas. Untuk itu laki-laki banyak dikorbankan, dengan pergi ke medan perang dan berburu, yang mana pekerjaan tersebut dapat

22

Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, terj. Hartian Silawati, op. cit., h. 5.

93

membahayakan nyawa, maka muncullah pembagian kerja berdasarkan seks. Perempuan bekerja di dalam rumah, laki-laki bekerja di luar.23 Sedangkan di masyarakat Mbuti di Afrika, dan masyarakat Bali, memiliki peran jender yang tumpang tindih. Di kalangan orang kerdil dalam berburu dan dalam pengasuhan anak dilibatkan laki-laki dan perempuan. Sementara di kalangan orang Ambara, normanya ayah jarang menyentuh anak-anaknya selama dua tahun pertama, dan setelah dua tahun pertama, mengharapkan kepatuhan sepenuhnya dari anak-anaknya. Dari sini dapat diamati bahwa, peran perempuan dan laki-laki adalah buatan atau ciptaan masyarakat. Untuk itu dapat diubah, seperti masyarakat primitif berlaku demikian, karena adanya keperluan untuk melestarikan kelompoknya. Tetapi dewasa ini, karena sudah tidak diperlukan, peran laki-laki dan perempuan akan berubah. Perubahan tersebut, melalui proses sosialisasi penjenderan, harus berlangsung terus menerus, dan dilaksanakan di dalam keluarga dan masyarakat. G. Teori Feminis Perbedaan pokok antara kaum feminis dahulu dengan sekarang adalah bahwa, dahulu perjuangan dilakukan demi hak-hak demokrasi perempuan, meliputi hak atas pendidikan, pekerjaan, hak pemilikan, hak pilih, hak menjadi anggota parlemen, hak atas pengaturan kelahiran, hak atas

perceraian dan

sebagainya. Dengan kata lain, kaum feminis terdahulu berjuang demi perbaikan 23

Arif Budiman, Pembagian Kerja secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran

94

hukum, demi kedudukan yang sama atau setara secara hukum di dalam masyarakat. Pada hakikatnya perjuangan mereka berada di luar rumah serta keluarga. Kini, kaum feminis berusaha lebih jauh dari sekedar menuntut perbaikan hukum untuk mengakhiri diskriminasi. Mereka bekerja untuk mewujudkan emansipasi perempuan. Oleh karena itu, Feminisme masa kini meliputi perjuangan menentang subordinasi perempuan terhadap laki-laki di lingkungan rumah tangga mereka, melawan pemerasan oleh keluarga, menentang status yang terus menerus rendah di tempat kerja, dalam masyarakat, dalam budaya, serta dalam agama di negerinya; dan menentang beban rangkap yang mereka derita dalam produksi dan reproduksi. Lagi pula, feminisme mempertanyakan gagasan femininitas dan maskulinitas sebagai katagori yang saling terpisah satu sama lain dan ditentukan secara biologis. Dengan demikian, pada hakikatnya, feminisme masa kini adalah perjuangan untuk mencapai kesederajatan/kesetaraan, harkat, serta kebebasan perempuan untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam maupun di luar rumah tangga. Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan eksploitasi tersebut. Meskipun

terjadi

perbedaan

mengenai

Wanita di dalam Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1981), h. 30-31.

apa,

mengapa

dan

95

bagaimana penindasan dan eksploitasi terjadi, tetapi kaum feminis dalam berjuang mempunyai tujuan yang sama, yaitu demi kesamaan, martabat dan kebebasan mengontrol kehidupan, baik di dalam maupun di luar rumah. Perbedaan tersebut secara umum dapat dikategorikan kepada tiga kelompok, sebagai berikut: 1. Feminisme Sosialis Ideologi Marx-Engels telah dilakukan oleh feminis yang berorientasi sosialisme. Feminisme sosialis adalah gerakan untuk membebaskan para perempuan melalui perubahan struktur patriarkat.24 Perubahan struktur patriarkat bertujuan agar kesetaraan jender dapat terwujud. Perwujudan kesetaraan jender adalah salah satu syarat penting untuk terciptanya masyarakat tanpa kelas, egaliter, atau tanpa hirarki horizontal. Ketika Karl Marx dan Friedrich Engels memformulasikan teori dan ideologi, mereka melihat kaum perempuan anggota kedudukannya identik dengan kaum proletar pada masyarakat kapitalis Barat. Mereka dalam teorinya mempermasalahkan konsep kepemilikan pribadi.25 Feminis

sosialis

mengaitkan

dominasi

laki-laki

dengan

proses

kapitalisme, menurut mereka pengertian yang baik tentang kapitalisme 24

Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, (Bandung: Mizan,1999), h. 133. 25 Ibid., h. 128.

96

membutuhkan pemahaman tentang bagaimana sistem tersebut membentuk dominasi laki-laki. Suatu pengertian yang baik tentang dominasi laki-laki masa kini membutuhkan pemahaman tentang bagaimana dominasi tersebut dibentuk oleh proses kapitalisme. Marx dan Engels melihat kepemilikan materi dapat memberikan kekuasaan kepada seseorang. Pekerjaan domestik yang dilakukan perempuan memang tidak menghasilkan uang atau materi, dan oleh karena itu perempuan dianggap inferior, sebagai budak yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Oleh karena itu, Engels memberikan solusi untuk membebaskan perempuan dari penindasan adalah dengan mengajak perempuan untuk masuk ke sektor publik.26 Sejalan dengan pendapat tersebut, adalah pendapat Ihromi bahwa, “Satu hal yang juga perlu diingat, bahwa adanya anggapan bahwa laki-laki adalah selalu pencari nafkah utama, sementara perempuan bertanggung jawab hanya atas segala pekerjaan reproduktif maupum pekerjaan domestik yang terkait dalam organisasi rumah tangga”27. Dari hal ini, laki-laki dianggap superior, karena ia yang bekerja dan mencari uang. Untuk itu, dalam keluarga, agar isteri tidak diperlakukan semena-mena oleh suami, isteri harus berpartisipasi dalam sektor publik secara produktif (menghasilkan uang).

26

Ibid., h. 132. 27

lihat T.O.Ihromi, Indonesia,1999), h. 216.

Bunga

Rampai

Sosiologi

Keluarga,

(Jakarta:Yayasan

Obor

97

Transformasi sosial diharapkan akan menciptakan lingkungan sosial yang kondusif bagi para perempuan untuk menciptakan kesetaraan atau keadilan yang diinginkan. Aliran ini mengkritik kaum feminis radikal, karena tidak mengkaitkan patriarki dengan proses kapitalisme dan dengan sistem produksi masyarakat. Dengan demikian aliran ini lebih memperhatikan keanekaragaman bentuk patriarki dan pembagian kerja seksual, karena menurut mereka, kedua hal ini tak dapat dilepaskan dari modus produksi masyarakat tersebut. Mereka juga mengkritik kaum sosialis yang bukan feminis, yang tidak memperhatikan peran jender dalam proses kapitalisme. 2.Feminisme Radikal Teori feminisme Radikal berkembang pesat di AS pada kurun waktu 1960-an dan 1970-an. Teori ini, walaupun mempunyai tujuan yang sama dengan teori feminis-fiminis lainnya, mempunyai pandangan berbeda terhadap aspek biologis (nature). Feminisme radikal berpendapat bahwa, ketidakadilan jender bersumber dari perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan itu sendiri. Perbedaan biologis ini terkait dengan peran kehamilan dan keibuan yang selalu

diperankan oleh perempuan28. Semua ini hanya termanifestasi

dalam institusi keluarga, di mana begitu seorang perempuan menikah dengan laki-laki, maka perbedaan biologis ini akan melahirkan peran-peran jender yang

28

Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, op. cit., h.

178.

98

erat kaitannya dengan masalah biologis. Karenanya, para feminis radikal sering menyerang keberadaan institusi keluarga dan sistem patriarki. Keluarga dianggap sebagai institusi yang melahirkan dominasi laki-laki, sehingga perempuan ditindas. Aliran ini berpendapat bahwa, struktur masyarakat dilandaskan pada hubungan hierarkis berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki sebagai suatu kategori sosial mendominasi kaum perempuan sebagai kategori sosial yang lain, karena kaum laki-laki diuntungkan dengan adanya subordinasi perempuan. Dominasi laki-laki atau subordinasi perempuan ini, menurut mereka, merupakan suatu model konseptual yang dapat menjelaskan berbagai bentuk penindasan yang lain. Jagger menyebutkan bahwa, menurut aliran ini jenis kelamin seseorang adalah faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan posisi sosial, pengalaman hidup, kondisi fisik dan psikologis, serta kepentingan dan lainlainnya.29 Kaum Feminis radikal menanggapi dua konsep yang dianggap penting yaitu, patriarki dan seksualitas. Istilah patriarki pada awalnya digunakan oleh Max Weber untuk mengacu ke sistem sosial politik tertentu dimana seorang ayah, berkat posisinya dalam rumah tangga, dapat mendominasi anggota keluarga

29

A.Jagger, Feminist Politics and Human Nature, (Sussex: Harvester Press, 1983), h. 249.

99

dan menguasaai produksi ekonomi dari kesatuan kekerabatan30. Kaum feminis radikal mengacu ke aspek sistemik dari subordinasi perempuan sebagai akibat adanya patriarki. Ideologi patriarki yang mengobyekkan seksualitas perempuan dapat tampak dalam kekerasan seksual yang muncul sehari-hari, dalam gejala perkosaan, pornografi iklan dan media massa. Feminis Radikal cenderung membenci makhluk laki-laki sebagai individu maupun kolektif, dan mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan laki-laki dalam kehidupan mereka. Apa saja yang berkaitan dengan makhluk laki-laki adalah pasti negatif dan menindas, karenanya perlu dijauhi. Antipati kaum feminis radikal terhadap makhluk lakilaki membuat mereka ingin memisahkan diri dari budaya maskulin dan membentuk budaya kelompoknya sendiri. Feminisme Radikal banyak dikritik oleh para feminis sendiri yang pro terhadap orientasi kultur (cultural orientation). Dikatakan bahwa, teori feminisme radikal terlalu bertumpu kepada orientasi biologis, dan lupa bahwa ada pengaruh kultur dalam pembentukan konsep jender.

3. Feminisme Liberal

30

Ratna Saptari, Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial sebuah pengantar studi Perempuan, op. cit., h. 48.

100

Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martineu (1802-1876),Anglina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (18201906).31 Feminisme liberal berkembang di Barat pada abad ke-18, bersamaan dengan semakin populernya arus pemikiran baru “zaman pencerahan” (enlightment atau age of reason). Dasar yang dipakai adalah doktrin John Lock tentang natural rights (hak asasi manusia) bahwa32 setiap menusia mempunyai hak asasi yaitu hak untuk hidup, mendapatkan kebebasan, dan hak untuk mencari kebahagiaan. Namun dalam perjalanan sejarahnya di Barat, pemenuhan HAM ini dianggap lebih dirasakan oleh kaum laki-laki. Untuk mendapatkan hak sebagai warganegara, maka seseorang harus mempunyai rasionalitas yang memadai. Perempuan dianggap makhluk yang tidak atau kurang daya rasionalitasnya, sehingga tidak diberikan hak-hak sebagai warga negara seperti yang diberikan kepada laki-laki. Menurut Feminis liberal bahwa, setiap laki-laki ataupun perempuan mempunyai hak mengembangkan kemampuan dan rasionalitasnya secara optimal, tidak ada lembaga atau individu yang membatasi hak itu, sedangkan

31

Linda L. Lindsey, Gender Roles: a Sociological Perspective, (New Jersey, Prentice Hall, 1990),

h. 7. 32

h. 118.

Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, op. cit.,

101

negara diharapkan hanya untuk menjamin agar hak tersebut terlaksana. Diskriminasi seksual hanyalah pelanggaran hak asasi 33. Feminis liberal berpendapat, ada dua cara untuk mencapai tujuan ini, yaitu: a. Dengan pendekatan psikologis yang membangkitkan kesadaran individu, antara lain melalui diskusi-diskusi yang membicarakan pengalamanpengalaman perempuan pada masyarakat yang dikuasai laki-laki. b. Dengan

menuntut

pembaruan-pembaruan

hukum

yang

tidak

menguntungkan perempuan, dan mengubah hukum ini menjadi peraturan-peraturan baru yang memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki. Agar persamaan hak antara laki-laki dan perempuan pelaksanaanya dapat terjamin, maka perlu ditunjang dasar hukum yang kuat. Oleh karena itu, feminisme liberal memfokuskan perjuangan pada perubahan segala undangundang dan hukum yang dianggap dapat melestarikan institusi keluarga yang patriarki. Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, perjuangan Kaum feminis Sosialis mengaitkan dominasi laki-laki dengan proses kapitalisme, feminis radikal memusatkan perhatian pada masalah seksualitas, feminis liberal

33

Ratna Saptari, Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial sebuah pengantar studi

102

memusatkan perhatian kepada pengembangan kemampuan dan rasionalitas. Kendatipun berbeda, tetapi

intinya sama, yaitu mereka berusaha untuk

mendapatkan kemerdekaan, persamaan status dan peran sosial bagi laki-laki dan perempuan, yang pada akhirnya tidak akan terjadi ketimpangan jender di dalam masyarakat.

Perempuan, op. cit., h. 50.