Buku Ajar Aljabar Linear

121 downloads 797015 Views 796KB Size Report
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah ,akhirnya buku ajar aljabar linear dapat ..... matematis dapat dituliskan sebagai : { (x,y) | x = 2 – y , x∈ R ,y∈R }.
i

Aljabar Linear

Buku Ajar Aljabar Linear

Oleh Yuliant Sibaroni S.Si

PROGRAM PERKULIAHAN DASAR UMUM SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM BANDUNG 2002

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

ii

Aljabar Linear

Kata Pengantar Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah ,akhirnya buku ajar aljabar linear dapat diselesaikan. Buku ajar ini merupakan catatan kuliah dari penulis selama penulis memberikan perkulian aljabar linear di STT Telkom . Pembuatan buku ajar ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa STT Telkom dalam memahami perkuliahan aljbar linear maupun kuliah- kuliah lain yang menggunakan aljabar linear sebagai dasarnya . Penulis menyadari bahwa dalam penulisan buku ajar ini masih banyak kekurangan yang terjadi . Untuk itu adanya saran dan kritik dari pembaca sangat diperlukan penulis untuk perbaikan diktat ini dimasa mendatang. Penulis juga mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan buku ajar ini.

Bandung , Agustus 2002 Penulis

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

iii

Aljabar Linear

DAFTAR ISI 1. Matriks dan Operasi – Operasinya ………………….…… 01 I.1

Pendahuluan

……………………………………………………...

I.2 Jenis – jenis matriks ……………………………….……………… I.3 I.4

Operasi – operasi matriks ……………………………………….… Matriks Invers ………………………………………………………

2. Sistem Persamaan Linear ………………………………... II.1 Pendahuluan ……………………………………………………….. II.2 II.3 II.4

Operasi baris elementer ……………………………………………. Sistem persamaan linear Homogen …………………………….….. Menentukan invers matriks ………………………………………..

3. Determinan matriks ………………………………….….. III.1 Pendahuluan ……………………………………………………….. III.2 Metode perhitungan determinan …………………………….…….. III.3 III.4

Menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linier dengan metode Crammer ………………………………..………… Hubungan determinan, invers matriks dan penyelesaian untuk sistem persaman linier ………………………………………………

4. Vektor– Vektor di bidang dan di ruang ………………… IV.1 Pendahuluan ………….…………………………………………… IV.2 Operasi – operasi pada vektor ….………………………………… IV.3 Hasil kali titik , panjang vektor dan jarak antara dua vektor ……… IV.4 IV.5

Proyeksi orthogonal ……………………………………………… Perkalian silang vektor ……………………………………………

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

01 01 01 04

06 06 07 10 12

15 15 16 18 19

22 22 22 23 25 27

31 31 32 33 34 37 38 39

iv

Aljabar Linear

5. Ruang – Ruang Vektor ……………………...…………. V.1 Ruang – n Euclides ………………………………………………. V.2 Ruang vektor umum ……………………………………………… V.3

Sub–ruang vektor ………………………………………………….

V.4 Membangun dan bebas linier ……………………..………………. V.5 Basis dan Dimensi ………………………………………………… V.6 Basis ruang baris dan basis ruang kolom …………………………. V.7

Basis ruang solusi …………………………………………………

6. Ruang Hasil Kali Dalam ……………………………….. VI.1 Hasil kali dalam …………………………………………………… VI.2 Panjang vektor , jarak antar vektor ,dan besar sudut dalam RHD … VI.3 Basis orthonormal ………………………………………………… VI.4 Perubahan Basis …………………………………………………… 7.

Ruang Eigen ……………………………………...…… VII.1 Nilai Eigen suatu matriks ……………………………………… Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

44 44 45 46 50

54 54 56 60

63 63 64 65

v

Aljabar Linear

VII.2 VII.3

Diagonalisasi ……………………………………………………… Diagonalisasi orthogonal …………………………………………

8.

Transformasi Linear …………………………………... VIII.1 Pendahuluan ……………………………………………………… VIII.2 Kernel ( inti ) dan Jangkauan …………………………………… VIII.3 Matriks transformasi ………………………………………………

Daftar Pustaka 1. 2. 3.

Anton , H .( 1991) Elementary Linear Algebra .John Wiley and Sons Leon , S.J.( 2001 ) . Aljabar Linear Dan Aplikasinya edisi 5 . Penerbit Erlangga Mursita D. ( 2000 ). Diktat Kuliah Aljabar Linear Elementer. STT Telkom

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

vi

Aljabar Linear

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

1

Matriks dan operasi – operasinya

BAB I Matriks dan Operasi – Operasinya I.1 Pendahuluan Definisi : Matriks adalah susunan segi empat siku – siku dari bilangan yang dibatasi dengan tanda kurung. Suatu matriks tersusun atas baris dan kolom, jika matriks tersusun atas m baris dan n kolom maka dikatakan matriks tersebut berukuran ( berordo ) m x n. Penulisan matriks biasanya menggunakan huruf besar A, B, C dan seterusnya, sedangkan penulisan matriks beserta ukurannya (matriks dengan m baris dan n kolom ) adalah Amxn, Bmxn dan seterusnya. Bentuk umum Bentuk umum dari Amxn adalah :  a11 a  21  :  a m1

Amxn =

a12 a 22 : a m2

a1n  ... a 2 n  ::: :   ... a mn  ...

,

aij disebut elemen dari A yang terletak pada baris i dan kolom j. I.2 Jenis – jenis matriks Ada beberapa jenis matriks yang perlu diketahui dan sering digunakan pada pembahasan selanjutnya, yaitu : a. Matriks Bujur sangkar Matriks bujur sangkar adalah matriks yang jumlah barisnya sama dengan jumlah kolomnya. Karena sifatnya yang demikian ini, dalam matriks bujur sangkar dikenal istilah elemen diagonal yang berjumlah n untuk matriks bujur sangkar yang berukuran nxn, yaitu : a11, a22, …, ann. Contoh 1.2.1 a

a 

 a11 a  21 a 31

a12

A2x2 =  11 12  dengan elemen diagonal a11 dan a22 a 21 a 22  A3x3 =

a 22 a 32

a13  a 23  a 33 

dengan elemen diagonal a11 ,a22 dan a33

b. Matriks Diagonal Matriks diagonal adalah matriks yang elemen bukan diagonalnya bernilai nol. Dalam hal ini tidak disyaratkan bahwa elemen diagonal harus tak nol. Contoh 1.2.2 1 0  0 3 

A =

1 0

0 0 

B=   , C = 0 0  0 0   

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

2

Matriks dan operasi – operasinya

c. Matriks Nol Mariks Nol merupakan matriks yang semua elemennya bernilai nol. d. Matriks Segitiga Matriks segitiga adalah matriks bujur sangkar yang elemen – elemen dibawah atau diatas elemen diagonal bernilai nol. Jika yang bernilai nol adalah elemen – elemen dibawah elemen diagonal maka disebut matriks segitiga atas , sebaliknya disebut matriks segitiga bawah. Dalam hal ini, juga tidak disyaratkan bahwa elemen diagonal harus bernilai tak nol. Contoh 1.2.3 A=

1 0 1 0 0 2  , B =   0 0 1 

0 0 0  1 0 0 ,   0 1 0

C=

1 0 0 0 1 0    0 0 2

Matriks A adalah matriks segitiga bawah, matriks B adalah matriks segitiga atas sedangkan matriks C merupakan matriks segitiga bawah dan juga matriks segitiga atas. e. Matriks Identitas Matriks identitas adalah matriks diagonal yang elemen diagonalnya bernilai 1 f. Matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi Suatu matriks dikatakan memiliki bentuk eselon baris tereduksi jika memenuhi syarat– syarat berikut : 1. Untuk semua baris yang elemen – elemennya tak–nol , maka bilangan pertama pada baris tersebut haruslah = 1 ( disebut satu utama ). 2. Untuk sembarang dua baris yang berurutan, maka satu utama yang terletak pada baris yang lebih bawah harus terletak lebih ke kanan daripada satu utama pada baris yang lebih atas. 3. Jika suatu baris semua elemennya adalah nol, maka baris tersebut diletakkan pada bagian bawah matriks. 4. Kolom yang memiliki satu utama harus memiliki elemen nol ditempat lainnya. Contoh 1.2.4 A=

1 1 0 2 0 0 1 1    0 0 0 0 

, B=

1 0 0 0 1 0    0 0 1 

,C=

0 0  0  0

1 0 0 1 0 0  0 0

Matriks A , B dan C adalah matriks – matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi dan notasi 1 menyatakan satu utamanya. Contoh berikut menyatakan matriks – matriks yang bukan dalam bentuk eselon baris tereduksi.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

3

Matriks dan operasi – operasinya

Contoh 1.2.5 D=

1 1 0 2 0 1 1 0    0 0 0 0 

, E =

1 1 0 0 0 0 0 0 0 0    0 0 1 0 2

Matriks D bukan dalam bentuk eselon baris tereduksi karena elemen d12 bernilai 1 sehingga tidak memenuhi syarat ke – 4 ( harusnya = 0 ), sedangkan matriks E tidak memenuhi karena baris kedua yang merupakan baris nol letaknya mendahului baris ketiga yang merupakan baris tak nol, sehingga syarat ketiga tidak terpenuhi. Jika suatu matriks hanya memenuhi syarat 1–3 saja, maka dikatakan matriks tersebut memiliki bentuk eselon baris. I.3 Operasi – operasi matriks a. Penjumlahan matriks Operasi penjumlahan dapat dilakukan pada dua buah matriks yang memiliki ukuran yang sama. Aturan penjumlahan Dengan menjumlahkan elemen – elemen yang bersesuaian pada kedua matriks Contoh: f  a + e b + f  =  h  c + g d + h 

a b   e  + c d   g

b. Perkalian matriks dengan matriks Operasi perkalian matriks dapat dilakukan pada dua buah matriks ( A dan B) jika jumlah kolom matriks A = jumlah baris matriks B. Aturan perkalian Misalkan Amn dan Bnk maka Amn Bnk = Cmk dimana elemen – elemen dari C( cij) merupakan penjumlahan dari perkalian elemen–elemen A baris i dengan elemen– elemen B kolom j Contoh : A=

a b  d e

c  f

,B=

k l  m

n o  p 

ak + bl + cm an + bo + cp 

maka A23 B32 = C22 =   dk + el + fm dn + eo + fp 

c. Perkalian matriks dengan skalar Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap –tiap elemen pada A dikalikan dengan k. Contoh 1.3.1 a b

c

3a 3b

3c 

3  =   d e f  3d 3e 3 f  Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

4

Matriks dan operasi – operasinya

d. Transpose matriks Transpose matriks A ( dinotasikan At ) didefinisikan sebagai matriks yang baris – barisnya merupakan kolom dari A. Contoh : A =

1 2 3   4 5 6  

t

Æ A =

1 4  2 5    3 6 

Sifat – sifat dari operasi matriks - A+B = B+A - A+ ( B+C ) = ( A+B) + C - AB ≠ BA - A ( BC ) = ( AB ) C - ( At )t = A - ( AB )t = BtAt I.4 Matriks Invers Definisi Jika A, B matriks bujur sangkar dan berlaku AB = BA = I ( I matriks identitas ), maka dikatakan bahwa A dapat dibalik dan B adalah matriks invers dari A ( notasi A–1 ).  2

− 5

3 5 

1 0

Contoh : A =  , B=   Æ AB = BA = 0 1  3  − 1 1 2   Maka B = A–1 dan A = B–1 Sifat yang berlaku : - ( A–1 )–1 = A - ( AB )–1 = B–1A–1 Latihan I 1. Tentukan jenis dari matriks – matriks dibawah ini ( jika memenuhi lebih dari satu, tuliskan semua ) ! 1 0

A=   , B= 0 1 

1 0 0 0 0 0    1 0 1 

1 0

1 0 2

1 2 2

0 0 0

0 0 1 

, C = 0 1 2 , D = 0 0 0 1 0 2

1 1 1 

2. Diketahui A =   , B = 1 2 0  dan C = 2 2 3 0 1      a. Hitung B + C ! b. Hitung AB dan AC , kemudian tentukan AB + AC c. Dari perhitungan B + C sebelumya, hitung A ( B + C ) kemudian bandingkan hasilnya dengan jawaban dari b !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

5

Matriks dan operasi – operasinya

3. Dari soal nomor 2, tentukan a. ( AB )t dan ( AC )t ! b. Hitung BtAt dan CtAt , kemudian bandingkan hasilnya dengan jawaban a ! 4. Tunjukkan apakah matriks B merupakan invers A ! 2 4 

1  0 − 4 2 

a. A =   dan B = − − 2 8 2 0  1 3

1 0

b. A =   dan B = 0 1  0 0  

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

6

Sistem persamaan linear

BAB II Sistem Persamaan Linear II.1 Pendahuluan Bentuk umum Suatu persamaan linear yang mengandung n peubah x1, x2 ,…,xn dinyatakan dalam bentuk a1x1 + a2x2 + … + anxn = b dengan a1, a2, …, an , b adalah konstanta riil. Dalam hal ini, peubah yang dimaksud bukan merupakan fungsi trigonometri, fungsi logaritma ataupun fungsi exponensial. Contoh 2.1.1 : a. x + y = 4 Æ persamaan linear dengan 2 peubah b. 2x – 3y = 2z +1 Æ persamaan linear dengan 3 peubah c. 2 log x + log y = 2 Æ bukan persamaan linear d. 2ex = 2x + 3 Æ bukan persamaan linear Sistem persamaan linear ( SPL ) Definisi Sistem persamaan linear adalah himpunan berhingga dari persamaan linear Contoh 2.1.2: a. x + y = 2 b. x – y + z = 4 2x + 2y = 6 x+y =0 Tidak semua sistem persamaaan linear memiliki penyelesaian( solusi ) , sistem persamaan linear yang memiliki penyelesaian memiliki dua kemungkinan yaitu penyelesaian tunggal dan penyelesaian banyak. Secara lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut :  Tidak memiliki penyelesaian ( tidak konsisten )  solusi tunggal SPL  memiliki penyelesaian ( konsisten )    solusi banyak 

Pada sistem persamaaan linear dengan dua peubah, secara geometris jika SPL tidak mempunyai penyelesaian maka grafiknya berupa dua garis yang saling sejajar, jika penyelesaiannya tunggal maka himpunan penyelesaiannya berupa sebuah titik hasil perpotongan dua garis sedangkan jika penyelesaiannya banyak maka himpunan penyelesaiannya berupa dua garis lurus yang saling berhimpit. Secara lebih jelas dapat dilihat pada contoh 2.1.3 berikut : a. x + y = 2 , Grafiknya : 2x + 2y = 6 3

2x + 2y = 6 x+y=2

2 2 3

Grafik tersebut menunjukkan bahwa kedua garis sejajar sehingga tidak penyelesaian yang memenuhi sehingga disimpulkan bahwa SPL tidak konsisten. Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

7

Sistem persamaan linear

b.

x – y = 2 , Grafiknya : x+y=2

2

x + y =2 2

x–y=2

–2

Grafik tersebut menunjukkan bahwa himpunan penyelesaian dari SPL adalah titik potong antara x – y = 2 dan x + y = 2 yaitu titik ( 2,0 ). Jadi penyelesaian dari SPL adalah tunggal yaitu x = 2 dan y = 0. c.

x + y = 2 , Grafiknya : 2x + 2y = 4

2

x + y =2 2

2x + 2y = 4

Grafik diatas bahwa x + y = 2 dan 2x + 2y = 4 saling berhimpit sehingga hanya terlihat seperti satu garis saja. Himpunan penyelesaian dari SPL semua titik yang terletak disepanjang garis tersebut. Misalkan diambil x = 0 maka didapatkan y = 2 yang memenuhi persamaan, jika x = 1 maka nilai y = 1 adalah nilai yang memenuhi . Secara matematis dapat dituliskan sebagai : { (x,y) | x = 2 – y , x∈ R ,y∈R } Untuk kasus sistem persamaan linear dengan menggunakan dua peubah , pembuatan grafik untuk menentukan himpunan penyeleaian seperti ini masih memungkinkan , hanya saja untuk jumlah peubah yang lebih banyak hal ini sulit dilakukan. II.2 Operasi baris elementer Ketika dihadapi masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear terutama yang menggunakan banyak peubah, maka hal pertama yang dapat digunakan untuk menyederhanakan permasalahan adalah dengan mengubah sistem persamaan linear yang ada ke dalam bentuk matriks. Suatu persamaan linear biasanya juga tidak didapatkan secara langsung tetapi melalui penyederhanaan dari permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari. Setelah diubah ke bentuk matriks, maka matriks tersebut diubah ke bentuk matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi untuk mendapatkan penyelesaian dari SPL. Prosedur untuk mendapatkan matriks eselon baris tereduksi biasa disebut sebagai eliminasi Gauss– Jordan . Pada proses eliminasi tersebut operasi – operasi yang digunakan disebut operasi baris elementer. Dalam operasi baris elementer ini ada beberapa operasi yang dapat digunakan , yaitu : a. Mengalikan suatu baris dengan konstanta tak nol b. Mempertukarkan dua buah baris c. Menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lainnya.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

8

Sistem persamaan linear

Dengan menggunakan operasi baris elementer , maka matriks eselon baris tereduksi yang didapatkan akan ekuivalen dengan matriks awalnya sehingga penyelesaian untuk matriks eselon baris tereduksi juga merupakan penyelesaian untuk matriks awalnya. Matriks awal yang dimaksud adalah matriks diperbesar. Untuk melihat secara lebih mudah definisi dari matriks diperbesar akan ditunjukkan berikut ini : Diketahui SPL dengan m buah persamaan linear dan n peubah a11x1 + a12x2 + … + a1nxn = b1 a21x1 + a22x2 + … + a2nxn = b2 : am1x1 + am2x2 + … + amnxn = bm Sistem persamaan linear diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks AX = B dengan A=

 a11 a12 ... a1n a  21 a 22 ... a 2 n  Μ Μ Μ Μ Μ Μ  a m1 a m 2 ... a mn

  ,X=   

     

x1  x 2  Μ  xm 

dan B =

     

b1  b2  Μ  bm 

Matriks yang memiliki berukuran nx1 atau 1xn biasa disebut vektor. Penulisan vektor sedikit berbeda dengan penulisan matriks, yaitu menggunakan huruf kecil dengan cetak tebal atau digaris atasnya . Jadi matriks X dan B diatas biasa dituliskan sebagai x dan b A x = b . Pada SPL yang atau x dan b sehingga SPL dapat dituliskan sebagai berbentuk seperti ini , matriks A juga biasa disebut sebagai matriks konstanta. Untuk menyelesaikan persamaan linear diatas maka dibuat matriks diperbesar dari A dan b yang elemen – elemennya merupakan gabungan elemen matriks A dan vektor b yang dinotasikan A b , yaitu :

[

[A b ] =

]

 a11 a12 ... a1n a  21 a 22 ... a 2 n  Μ Μ Μ Μ Μ Μ  ... a a a mn m2  m1

b1  b2  Μ  bm 

Untuk menyelesaikan persamaan linear tersebut dilakukan eliminasi Gauss–Jordan seperti ditunjukkan dalam contoh berikut : Contoh 2.2.1 a. x + 2y + 3z = 1 2x + 5y + 3z = 6 x + 8z = –6

[

]

Matriks diperbesar A b =

1 2 3 2 5 3  1 0 8

1 6  − 6

Operasi baris elementer pada [A | b ] menghasilkan :

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

9

Sistem persamaan linear

[A b ] = ~ tereduksi

1 1 2 3 2 5 3 6  ~  1 0 8 − 6 1 0 9 0 1 − 3  − b3 0 0 1

2 3 1 b2 − 2b1 0 1 −3 b3 − b1 0 − 2 5 − 7  b1 − 9b3 1 0 4  ~ b 2 + 3b3 0 1 − 1  0 0

1  b1 − 2b 2 1 0 0 1 4  ~  − 7  b3 + 2b 2 0 0 0 2 0 1  Æ bentuk − 1  1

9 −3 −1

− 7 4  1 

eselon baris

Dari bentuk eselon baris tereduksi maka dapat dibuat persamaannya , yaitu : Dari baris 1 (b1) Æ x + 0y + 0z = 2 Æ x = 2 Dari baris 2 (b2) Æ 0x + y + 0z = 1 Æ y = 1 Dari baris 3 (b3) Æ 0x + 0y + z = –1 Æ z = –1  x

 2

 z 

− 1 

Jadi penyelesaian SPL diatas adalah tunggal , yaitu :  y  =  1  Untuk melihat apakah jawaban tersebut benar ataukah tidak , kita dapat memasukkan nilai – nilai tersebut pada persamaan awal. Keterangan Penulisan b1, b2 dan sebagainya pada proses diatas sifatnya tidak mutlak dan hanya digunakan sebagai alat pembantu dalam proses operasi baris elementer. Dalam perhitungan selanjutnya penulisan ini mungkin tidak perlu dilakukan. b. x + 2z =1 –x + y – z = 0 2x + y + 5z = 3

[

]

 1

0

2

1

5

0

2

1

1

1

1

Matriks diperbesar A b = − 1 1 − 1

[A b ] =

 1 0 2 − 1 1 − 1   2 1 5

 2 1  1 0  ~  0 3   0

1 0  3  1 1  ~ 1 

1 0 0 1   0 0

2 1 0

1 1  0

Persamaannya : Dari baris 1 Æ x + 2z = 1 Æ x = 1 – 2z Dari baris 2 Æ y + z = 1 Æ y = 1 – z Karena baris 3 adalah baris nol dan kolom yang tidak memiliki satu utama adalah kolom 3 maka dapat diambil nilai z sembarang misalkan z = s, sehingga nilai x = 1 – 2s dan y = 1 – s . Baris nol pada kasus diatas juga menunjukkan bahwa penyelesaian dari SPL adalah tak hingga banyak. Banyaknya baris nol pada matriks diatas ( dengan A merupakan matriks bujursangkar ) juga menunjukkan banyaknya parameter (s) pada penyelesaian SPL. Jadi penyelesaian dari SPL adalah

 x   1 − 2s   y =  1 − s       z   s 

Untuk menguji apakah nilai yang didaptkan benar atau tidak, ambil sembarang bilangan untuk s misalnya s = 0 didapatkan x = 1, y = 1 dan z = 0 masukkan nilai – nilai ke Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

10

Sistem persamaan linear

persamaan kemudian bandingkan ruas kiri dan ruas kanan. Coba lagi untuk nilai s yang lain. c. 2x + 2z = 4 –2x + y = –3 x + 2y + 5z = 6

[

]

2

4 − 3 ~ 6 

Matriks diperbesar A b =

[A b ]=

 2 0 − 2 1   1 2

 2 0 − 2 1   1 2

0 5

2 0 5

 1 0  0 1   0 2

1 2 4

4 − 3 6  2 1  ~ 4

 1 0  0 1   0 0

2 1  2 

1 2 0

Pada baris ketiga matriks eselon baris tereduksi didapatkan persamaan: 0x + 0y + 0z = 2 Æ hal ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nilai untuk x, y dan z yang memenuhi persamaan karena apapun nilai x, y dan z nya, ruas kiri akan selalu bernilai nol jadi nilai 2 tidak akan tercapai. Jadi kalau ada bentuk matriks eselon baris tereduksi yang seperti diatas , pasti dapat disimpulkan bahwa SPL tidak memiliki penyelesaian atau SPL tidak konsisten.

II.3 Sistem persamaan linear Homogen Sistem persamaan linear Homogen merupakan kasus khusus dari Sistem persamaan linear biasa A x = b untuk kasus b = 0 . Karena bentuknya yang demikian maka pastilah pada matriks diperbesar A b setelah dilakukan eliminasi Gauss–Jordan kolom terakhirnya akan selalu nol sehingga penyelesaian dari SPL akan selalu ada . Ada dua macam penyelesaian dalam SPL homogen ini yaitu trivial ( tak sejati ) dan tak trivial ( sejati ).

[

]

Penyelesaian trivial terjadi jika satu – satunya penyelesaian untuk SPL adalah x = 0 hal ini terjadi jika semua kolom pada matriks diperbesar A b ( setelah dilakukan eliminasi Gauss– Jordan ) memiliki satu utama kecuali untuk kolom yang terakhir atau dengan kata lain semua kolom pada matriks A memiliki satu utama . Jika hal yang sebaliknya terjadi yaitu tidak semua kolom pada matriks A ( setelah dilakukan eliminasi Gauss–Jordan )

[

]

memilki satu utama atau jika terdapat baris nol maka penyelesaian untuk SPL adalah penyelesaian tak trivial yaitu penyelesaian tak hingga banyak. Contoh 2.3.1 Diketahui sistem persamaan linear homogen 2 0   x  0   1  − 1 − 2 1   y  = 0         2 3 1  z  0

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

11

Sistem persamaan linear

Penyelesaian dari SPL homogen diatas adalah

[A b ] =

2 0  1 − 1 − 2 1   2 3 1

0 1 2 0 0 ~ 0 0 1 0 0 − 1 1

0 1 0 0 0 ~ 0 1 0 0 0 0 1

0 0 0

Pada matriks yang terakhir terlihat bahwa semua kolom matriks A memiliki satu utama  x

0 

 z 

0

sehingga penyelesaiannya adalah trivial yaitu  y  = 0

Contoh 2.3.2 Diketahui sistem persamaan linear homogen  1 − 1 2 − 1  2 1 − 2 − 2   − 1 2 − 4 1   0 − 3  3 0

 x  0   y  0   =   z  0       w  0 

Penyelesaian dari SPL homogen diatas adalah :

[A b ] =

 1 −1 2 −1  2 1 −2 −2  − 1 2 − 4 1  − 3 0 0 3 

0 0  ~ 0  0

     

1 −1

2

−1

0

3

−6

0

0

1 3

−2 −6

0

0

0

0  0   ~ 0    0 

1

0

0

−1

0

1 −2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0 0  0  0

Pada matriks yang terakhir terlihat bahwa hanya dua kolom dari matriks A yang memiliki satu utama atau terdapat dua baris nol , ini berarti bahwa penyelesaian SPL adalah tak trivial yaitu penyelesaian banyak dengan dua parameter yaitu : x  w   y  2 z   = , z  z       w  w 

jika diambil z = s dan w = t, s ,t ∈ R maka

x  t   y  2s   =  z  s       w  t 

Eliminasi Gaus–Jordan untuk mendapatkan penyelesaian SPL homogen sering juga dilakukan pada matriks A saja karena pada kasus ini b = 0 jadi tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan.

II.4 Menentukan invers matriks Pada bab sebelumnya sudah dibahas tentang invers suatu matriks. Invers suatu matriks ( misalkan invers A ) dapat dihitung dengan menggunakan eliminasi Gauss–Jordan terhadap matriks diperbesar [A I ] dimana ukuran I sama dengan ukuran A. Cara perhitungan seperti ini didasarkan dari sifat A A–1 = I. Untuk menentukan solusi dari SPL tersebut maka berdasarkan prosedur yang telah dipelajari sebelumnya , maka dapat dilakukan eliminasi Gauss – Jordan terhadap matriks [A I ] . Jika A memang memilki

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

12

Sistem persamaan linear

invers maka matriks eselon baris tereduksinya akan berbentuk [I A −1 ]. Jika setelah melakukan eliminasi Gauss–Jordan tidak diperoleh bentuk [I A −1 ] maka disimpulkan bahwa matriks tersebut tidak memiliki invers.

Contoh 2.4.1 Diketahui A =

 2 5 5  − 1 − 1 0 ,    2 4 3

tentukan A–1 jika ada !

Jawab:  2 [A I ] = − 1  2 1 0 ~  0 1  0 0 –1

Jadi A =

 3  −3   2

5 5

1

−1 0

0

4 3

0

−2

0 0  1 1 0 1 0 ~  0 3 5 0 1   0 2 3

− 1 0  1 1 0 2 0 ~  0 1 2 2 1   0 2 3

0 1 0

−1 −1

2

1

−1

−2

−5 4 −2

1  1 0 0 0 − 1 ~  0 1 0 2 3   0 0 1

3

−5

−3

4

2

−2

− 5 5  − 3 

0 −1 1 0

0 0 − 1 2 1 

= [I A −1 ]

− 5 5  − 3 

Untuk melihat apakah jawaban tersebut benar atau tidak , maka hitunglah A–1 hasil perhitungan dengan A, jika hasilnya = I maka jawaban tersebut benar. Contoh 2.4.2 Diketahui matriks A =

 1 6 4  2 4 − 1   − 1 2 5 

Tentukan invers matriks A jika ada ! Jawab:

[A

I

]=

 1 6 4  2 4 −1  − 1 2 5

1 0 0 1 6 4   0 1 0  ~ 0 − 8 − 9 0 0 1  0 8 9

1

0 0 1 6 4   − 2 1 0  ~ 0 − 8 − 9 1 0 1  0 0 0

1

0 0 − 2 1 0 − 1 1 1

Walaupun matriks belum dalam bentuk eselon baris tereduksi, tapi perhitungan sudah dapat dihentikan pada tahap ini sudah terlihat bahwa bentuk [I A −1 ] tidak akan bisa didapatkan sehingga dapat disimpulkan matriks A tidak memiliki invers. Suatu matriks konstan (A) yang memiliki invers , maka SPL A x = b yang berkaitan akan memiliki solusi tunggal yaitu : A–1 b , jika berupa SPL Homogen maka x = 0

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

13

Sistem persamaan linear

Latihan II 1.

Gunakan eliminasi Gauss–Jordan untuk mendapatkan bentuk eselon baris tereduksi dari matriks – matriks berikut : a. A =

2.

4.

b. B =

2 1 2 − 2  2 1  3 1

3 1 1  3

Tuliskan sistem persamaan linear berikut dalam bentuk matriks kemudian tentukan penyelesaiannya ( jika ada ) ! a. 2x + y + 3z = 6 b. 2x + y = 1 2y – z =3 y + 2z = 5 x+y+z =5 x+y+z=3 c.

3.

 1 2 1 1 − 2 1 2 2     − 1 3 3 3

2x + y = 3z + 1 x – 2y + 2 = 0

d.

6x + y = 0 x + 5y = 0 x = 4y

Tentukan invers matriks dari matriks berikut ( jika ada ) ! 1 2 2  2 1 1    3 3 2

a.

A=

c.

C = 2 0 − 1

2 1

3

1 1

1 

b. B =

2 1 0 0 1 2    1 1 1  1 2 3

d. C = 2 5 3 1 0 8

Diketahui persamaan R x = b dengan R matriks konstanta pada nomor 3 , dan b

=

1   3 .   2

Tentukan solusi SPL ( jika ada ) !

5.

Diketahui persamaan R x = 0 dengan R matriks konstanta pada nomor 3 , Tentukan jenis solusi dari SPL dan tuliskan solusinya !

6.

Diketahui SPL berbentuk : a 2   x   2     =  1 b   y  2

a.

Tentukan nilai a dan b agar SPL memiliki solusi tunggal , kemudian tulis solusi SPL nya ! b. Tentukan nilai a dan b agar SPL memiliki solusi banyak, kemudian tulis solusi SPL nya! 7.

Diketahui SPL a 2   1

b   x  1   =   − 1  y  1 Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

14

Sistem persamaan linear

Tentukan nilai untuk a dan b agar SPL memiliki solusi banyak dan tulis solusi SPL tersebut ! 8.

Diketahui SPL berikut : a2 x + y – z = a x + by – z = –1 by + z = 0 Tentukan semua nilai untuk a dan b agar SPL memiliki solusi banyak , kemudian untuk setiap pasangan nilai a dan b tersebut tuliskan solusi SPL !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi TeknologiTelkom

15 Determinan matriks

BAB III Determinan matriks III.1

Pendahuluan

Definisi determinan Misalkan A matriks bujur sangkar , fungsi determinan A sering dituliskan sebagai determinan ( disingkat det(A) atau |A| ) didefinisikan sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A . Jika A berukuran nxn , maka hasil kali elementer dari matriks A akan berbentuk : a1p1.a2p2… anpn dimana p1p2 …pn merupakan permutasi dari bilangan – bilangan 1,2,…, n. Tanda dari a1p1 .a2p2… anpn sendiri ditentukan dari banyaknya bilangan bulat besar yang mendahului bilangan yang lebih kecil ( banyaknya invers ) pada bilangan p1p2…pn, jika banyaknya invers adalah ganjil maka tandanya negatif ( – ) dan jika sebaliknya tandanya positif ( + ). Contoh 3.1.1 a

b

Diketahui A =   c d  Tentukan det(A) ! Jawab Banyaknya permutasi 1,2 ( karena A berukuran 2x2 ) = 2 yaitu 12 dan 21 Pada bilangan 12 akan didapatkan banyaknya invers = 0 sehingga tanda untuk hasil kali elementer a11.a22 adalah (+) , sedangkan untuk hasil kali elementer a12.a21 akan bertanda (–) karena pada bilangan 21 terdapat satu angka bulat yang mendahului angka yang lebih kecil. Jadi det(A) = + a11.a22 − a12.a21 = ad − bc Contoh 3.1.2 Diketahui B =

 a11 a  32  a 31

a12 a 22 a 32

a13  a 23  a 33 

,Tentukan det B !

Jawab Untuk memudahkannya akan dibuat tabel sebagai berikut : permutasi 123 132 213 231 312 321

Hasil kali elementer Banyak invers a11.a22.a33 0 a11.a23.a32 1 a12.a21.a33 1 a12.a23.a31 2 a13.a21.a32 2 a13.a22.a31 3

Hasil kali elementer bertanda + a11.a22.a33 − a11.a23.a32 − a12.a21.a33 +a12.a23.a31 + a13.a21.a32 − a13.a22.a31

Jadi det B = + a11.a22.a33 − a11.a23.a32 + a12.a23.a31 − a12.a21.a33 + a13.a21.a32 − a13.a22.a31 Untuk kasus matriks yang berukuran lebih dari 3x3 , tentunya penentuan nilai determinan dengan menggunakan definisi tersebut menjadi kurang efektif dan lebih Yuliant sibaroni STT Telkom

16 Determinan matriks

rumit. Berdasarkan definisi dari determinan tersebut maka dikembangkan metode perhitungan determinan yang lebih cepat yang akan dibahas dibagian selanjutnya. III.2

Metode perhitungan determinan

a. Ekspansi kofaktor Pada metode ini dikenal beberapa istilah , antara lain : Minor elemen aij ( Mij ) yaitu determinan yang didapatkan dengan menghilangkan baris i dan kolom j matriks awalnya. Kofaktor elemen aij ( Cij ) = (−1 )i+j Mij Jika A matriks bujur sangkar berukuran nxn , maka dengan menggunakan metode ini perhitungan determinan dapat dilakukan dengan dua cara yang semuanya menghasilkan hasil yang sama yaitu : – ekspansi sepanjang baris i det(A) = ai1Ci1 + ai2Ci2 + … + ainCin – ekspansi sepanjang kolom j det(A) = a1jC1j + a2jC2j + … + anjCnj Contoh 3.2.1 1 2 3

Diketahui A = 2 2 1 , Tentukan det (A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor ! 4 3 1

Jawab Akan dicoba menggunakan ekspansi baris 1 untuk menghitung det (A) Det (A) = a11C11 + a12C12 + a13C13 C11 = (−1 )1+1 M11 = M11 =

2 1

C12 = (−1 )1+2 M12 = − M12 = −

2 1

C13 = (−1 )1+3 M13 = M13 =

2 2

3 1 4 1 4 3

= 2 – 3 = −1 = − (2 – 4) = 2 = 6 – 8 = −2

Jadi det (A) = (1 . −1) + (2 . 2) + (3 . −2) = −3 Contoh 3.2.2 1 0 3

Diketahui B = 2 2 1 1 0 1

Hitung det (B) !

Jawab Jika melihat sifat dari metode ini , maka perhitungan akan lebih cepat jika ada elemen aij yang bernilai 0 . Jadi pemilihan baris / kolom akan sangat menetukan kecepatan perrhitungan . Dalam contoh ini terlihat bahwa baris/kolom yang mengandung banyak nilai 0 adalah kolom 2 . Jadi det (B) akan dapat dihitung secara cepat menggunakan ekspansi terhadap kolom 2. Yuliant sibaroni STT Telkom

17 Determinan matriks

det(B) = a12C12 + a22C22 + a32C32 = a22C22 ( karena a12 dan a32 bernilai 0 ) C22 = (−1 )2+2 M22 = M22 =

1 3 1 1

= 1 – 3 = −2

Jadi det(B) = 2 . −2 = −4 b.

Reduksi baris menggunakan operasi baris elementer

Penggunaan metode ini sebenarnya tidak lepas dari metode ekspansi kofaktor yaitu pada kasus suatu kolom banyak mengandung elemen yang bernilai 0. Berdasarkan sifat ini maka matriks yang berbentuk eselon baris atau matriks segitiga akan lebih mudah untuk dihitung nilai determinannya karena hanya merupakan perkalian dari elemen diagonalnya. Reduksi baris dilakukan dengan mengubah kolom – kolom sehingga banyak memuat elemen 0. Biasanya bentuk metriks akhir yang ingin dicapai adalah bentuk eselon baris atau bentuk segitiga tetapi ini tidak mutlak. Jika bentuk eselon atau segitiga belum tercapai tetapi dianggap perhitungannya sudah cukup sederhana maka determinan bisa langsung dihitung. Dalam melakukan reduksi baris operasi yang digunakan adalah operasi baris elementer. Pada operasi baris elementer ada beberapa operasi yang berpengaruh terhadap nilai determinan awal , yaitu : Jika matriks B diperoleh dengan mempertukarkan dua baris pada matriks A maka det (B) = − det (A) Jika matriks B diperoleh dengan mengalikan konstanta k ke salah satu baris matriks A maka det (B) = k det (A) Jika matriks B didapatkan dengan menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lainnya , maka det (B) = det (A) Contoh 3.2.3 Diketahui A =

a d   g

b e h

c f  i 

dan det (A) = r

Tentukan determinan dari matriks – matriks berikut ; d

e

f

a. X =  a b c   g

h

i 

a

b

c 

b. Y = 2d 2e 2 f   g

h

i 

c  f  a + g b + h c + i   a

c. Z =  d

b e

Jawab a. Matriks X didapatkan dengan mempertukarkan baris 1 dan 2 matriks A , maka det ( X) = − det ( X) = − r b.

Matriks Y didapatkan dengan mengalikan baris ke–2 matriks A dengan 2, maka det ( Y) = 2.det ( Y) = 2r

c.

Matriks Z didapatkan dengan menambahkan baris 1 ke baris 3 matriks A , maka det (Z) = det (Z) = r Yuliant sibaroni STT Telkom

18 Determinan matriks

Contoh 3.2.4 Hitunglah determinan matriks A dalam contoh 3.2.1 dengan menggunakan reduksi baris ! Jawab 1 2 3

Diketahui A = 2 2 1 4 3 1

Eliminasi Gauss 1 2 3

1

2

3

1

|A| = 2 2 1 = 0 − 2 − 5

= (−2). 0

0 − 5 − 11

4 3 1

2 1

3 5

2 0 − 5 − 11

1

2

= (−2). 0 1 0

0

3 5 3

2 2

= (−2).1.1. 3 2 = −3 III.3

Menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linier dengan metode Crammer

Metode Crammer didasarkan atas perhitungan determinan matriks. Suatu SPL yang berbentuk A x = b dengan A adalah matriks bujur sangkar dapat dikerjakan dengan metode Crammer jika hasil perhitugan menunjukkan bahwa det (A) ≠ 0. Penyelesaian yang didapatkan dengan metode ini adalah penyelesaian tunggal. Diketahui suatu sistem persamaan linier berbentuk A x = b dengan A adalah matriks bujur sangkar berukuran nxn dan det (A) ≠ 0 sedangkan nilai x dan b adalah : x

=

 x1  x   2  :    xn 

,b =

 b1  b   2 :   b n 

maka penyelesaian untuk x adalah : x1=

A1 A

, x2=

A2 A

,…, x n =

An A

Ai adalah matriks A yang kolom ke–i nya diganti dengan vektor b . Contoh 3.3.1 Diketahui sistem persamaan linier berbentuk A x = b  2 5 5  x   1   − 1 − 1 0  y  =  1        2 4 3  z  − 1

a.

b.

Periksa apakah metode Crammer dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian SPL ? Jika bisa , tentukan penyelesaian untuk x !

Yuliant sibaroni STT Telkom

19 Determinan matriks

Jawab 2

a.

5 5

Det (A) = − 1 − 1 0 = (−1).( −1) 2

4 3

5 5 4 3

+ (−1).

2 5 2 3

= ( 15 – 20) – (6 – 10) = –1

Karena det (A) = –1 maka metode Crammer dapat digunakan . b.

1

5 5

1

−1 0

−1

4 3

2

1 5

Det (A2) = − 1

1 0

Det (A1) =

= (−1).1.

5 5 4 3

= (−1).( −1)

2 −1 3 2

5

1

Det (A3) = − 1 − 1

1

2

=

4 −1

1 5 −1 3

4 9

0

1 3

0

1 5 −1 3

+ (–1).

2 5

+

= ( 3+5) + (6 – 10) = 4

2 3 4 9

= (–1).

1 3

2 4 −1

= – (15 – 20) – (3 + 5) = –3

= –3

Jadi nilai untuk x, y dan z adalah : x =

A1 A

=

−3 =3 −1

, y

=

A2 A

=

4 = −4 −1

dan z

=

A3 A

=

−3 =3 −1

Menentukan invers suatu matriks dapat juga menggunakan rumus berikut : A–1 =

adj ( A) A

III.4

Hubungan determinan, invers matriks dan penyelesaian untuk sistem persaman linier

dimana adj (A) = Ct dan C = { cij }, cij = kofaktor elemen aij

Jika suatu SPL berbentuk A x = b dan A matriks bujur sangkar , maka sifat dari penyelesaian SPL dapat diketahui dari nilai determinan A atau invers matriks A. Berikut ini adalah hubungan yang berlaku : Det (A) ≠ 0 Det (A) = 0 Det (A) = 0

↔ ↔

A–1 terdefinisi (ada) ↔ A tidak memiliki invers

SPL memiliki penyelesaian banyak SPL tidak memiliki penyelesaian

Yuliant sibaroni STT Telkom

penyelesaian tunggal untuk SPL

20 Determinan matriks

Pada kasus det (A) ≠ 0 untuk menentukan penyelesaiannya dapat digunakan invers matriks untuk menghitungnya, yaitu x = A–1 b . Sedangkan pada kasus det (A) = 0 , untuk menentukan penyelesaian SPL harus digunakan eliminasi Gauss–Jordan pada matriks diperbesar [A b ]. Latihan III 1.

Gunakan ekspansi kofaktor untuk menghitung determinan dari matriks – matriks berikut : a.

2.

A=

1 0 1 0 1 0 1 0 2  1 3 3

Gunakan reduksi baris berikut a.

3.

1 2  4  3

A=

b.

B=

3 0  2  4

0 0 1 1 0 2 3 2 3  2 0 2

untuk menghitung determinan dari matriks – matriks

1 2 2 3 1 − 1    5 2 1 

b.

B=

0 1  2  2

2 2 2 2 2 5  3 1 2  5 2 3

Diketahui sistem persamaan linier x = b 1 2 3  x  1   2 2 1  y  =  2        1 1 1  z  3

a.

b. 4.

5.

Periksa apakah metode Crammer dapat digunakan untuk menentukan penyelesaian SPL ? Jika ya, tentukan nilai untuk x !

Dari soal nomor 3, a.

Tentukan invers A dengan menggunakan rumus A–1 =

b.

Tentukan nilai x dengan menggunakan hasil dari 4.a !

adj ( A) A

!

Diketahui SPL A x = b dengan matriks diperbesar [ A l b ] sebagai berikkut :

[A b ]

=

3  1 2  2 −1 1  − 2 0 − (a 2 + 1)

4  3  a − 3

Tentukan nilai a agar a. SPL memiliki penyelesaian tunggal ! b.SPL memiliki penyelesaian banyak ! c. SPL tidak memiliki penyelesaian ! Yuliant sibaroni STT Telkom

21 Determinan matriks

6. Dari sifat – sifat determinan berikut ; Det ( AB ) = Det A . Det B Det ( At ) = Det A a b  e f   = R , Det g h  = L c d       2    a + b 2 ac + bd   h − f         2 2 − g e     ac + bd c + d    ! Det    eh − fg      

Jika Det 

Hitung

7. Jika det A = X dan det B = Y ,

Tentukan Det ( At BA–1 ) !

8. Jika A dan B matriks 3 x 3 dengan det A = R dan det B = S , det ( A2 B3) !

Yuliant sibaroni STT Telkom

Tentukan

22

Vektor – vektor di bidang dan di ruang

BAB IV Vektor– Vektor di bidang dan di ruang IV.1

Pendahuluan Definisi Vektor didefinisikan sebagai besaran yang memiliki arah. Kecepatan, gaya dan pergeseran merupakan contoh – contoh dari vektor karena semuanya memiliki besar dan arah walaupun untuk kecepatan arahnya hanya positif dan negatif. Vektor dikatakan berada di ruang – n ( Rn ) jika vektor tersebut mengandung n komponen. Jika vektor bearada di R2 maka dikatakan vektor berada di bidang, sedangkan jika vektor berada di R3 maka dikatakan vektor berada di ruang. Secara geometris, di bidang dan di ruang vektor merupakan segmen garis berarah yang memiliki titik awal dan titik akhir. Vektor biasa dinotasikan dengan huruf kecil tebal atau huruf kecil dengan ruas garis Contoh 4.1.1 D

A

C

B

Dari gambar diatas terlihat beberapa segmen garis berarah ( vektor ) seperti AB , AC dan AD dengan A disebut sebagai titik awal , sedangkan titik B, C dan D disebut titik akhir. Vektor posisi didefinisikan sebagai vektor yang memiliki titik awal O ( untuk vektor di bidang , titik O adalah ( 0,0 )). IV.2

Operasi – operasi pada vektor

A. Penjumlahan dua vektor Misalkan u dan v adalah vektor – vektor yang berada di ruang yang sama , maka vektor ( u + v ) didefinisikan sebagai vektor yang titik awalnya = titik awal u dan titik akhirnya = titik akhir v . Contoh 4.2.1 Perhatikan gambar pada contoh 4.1.1 . Misalkan u = AB dan v = BC , jika vektor w didefinisikan sebagai w = u + v , maka w akan memiliki titik awal = A dan titik akhir = C, jadi w merupakan segmen garis berarah AC . B. Perkalian vektor dengan skalar Vektor nol didefinisikan sebagai vektor yang memiliki panjang = 0. Misalkan u vektor tak nol dan k adalah skalar , k ∈ R . Perkalian vektor u dengan skalar

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

23

Vektor – vektor di bidang dan di ruang

k , k u didefinisikan sebagai vektor yang panjangnya dengan arah : Jika k > 0 Æ searah dengan u Jika k < 0 Æ berlawanan arah dengan u Contoh 4.2.2

u

kali panjang u

Y

2u u

X

–2u

C. Perhitungan vektor Diketahui a dan b vektor–vektor di ruang yang komponen – komponennya adalah a = ( a1,a2,a3 ) dan b = ( b1,b2,b3 ) Maka a + b = (a1 +b1, a2+b2, a3+b3 ) a − b = (a1 – b1, a2 – b2, a3 – b3 ) k . a = ( ka1, ka2, ka3 ) Jika c = AB kemudian titik koordinat A = ( a1,a2,a3 ) dan B = ( b1,b2,b3 ) maka c = (b1 − a1 , b2 − a2, b3 − a3 ) IV.3

Hasil kali titik , panjang vektor dan jarak antara dua vektor Hasil kali titik dua vektor jika diketahui komponennya Hasil kali titik antara vektor Diketahui a = ( a1,a2,a3 ) dan b = ( b1,b2,b3 ) , a dan b didefinisikan sebagai : a . b =(a1.b1)+ (a2.b2) +(a3.b3) Hasil kali titik dua vektor jika diketahui panjang vektor dan sudut antara dua vektor Diketahui a dan b dua buah vektor yang memiliki panjang berturut – turut a dan b sedangkan sudut yang dibentuk oleh kedua vektor adalah φ, sudut φ ini terbentuk dengan cara menggambarkan kedua vektor pada titik awal yang sama. Hasil kali titik antara vektor a dan b didefinisikan sebagai : a . b = a b cos φ , φ ∈ [ 0,π ]

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

24

Vektor – vektor di bidang dan di ruang

Jadi hasil kali titik dua buah vektor berupa skalar. Dengan mengetahui besarnya φ , akan diketahui apakah hasil kali titik akan bernilai positif atau negatif a .b > 0 ↔ φ lancip , 0 ≤ φ < 90o a . b =0 ↔ φ = 90o , a dan b saling tegak lurus a . b n maka bergantung linier. Jika jumlah vektor = n , maka dapat dihitung nilai determinan dari ruang yang dibangun oleh himpunan vektor tersebut. Jika det = 0 , maka ia tidak bebas linier dan tidak membangun Jika det ≠ 0 , maka ia bebas linier dan membangun Æ merupakan basis . Contoh 5.5.1 1 2 1 0 0 0 0 2  Tentukan apakah H =  ,  ,  ,    merupakan basis M22 ? 1 1  0 1  0 1  1 3 

Jawab Jumlah matriks ( bisa dipandang sebagai vektor di R4 ) dalam H = 4 = dim M22 , Jadi untuk menentukan apakah H merupakan basis dari R4 atau bukan adalah dengan melihat nilai determinan dari ruang yang dibangun oleh H. Misalkan W adalah ruang yang dibangun oleh H , maka untuk sembarang w ∈ W berlaku :

w=

1 2  1  1

1 0 0 0 0 2 0 0 3  1 1 1

 k1  k   2= Ak k 3    k 4 

Untuk menentukan apakah H merupakan basis atau tidak adalah dengan menghitung nilai det (A) dari SPL diatas. 1 1 0 0 2 0 0 2 1 0 0 3 1 1 1 1

1 0 0

1 1 0

=−2 0 0 3 +2 1 0 0 1 1 1

= –2 .3. 1 + 2.1.1 = – 4

1 1 1

Jadi H merupakan basis dari M22 .

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

38 Ruang – Ruang vektor

V.6

Basis ruang baris dan basis ruang kolom Suatu matriks berukuran mxn dapat dipandang sebagai susunan bilangan yang tersusun dari bilangan dalam kolom 1 sampai kolom n atau dalam baris 1 sampai  a 11 a 12 .. a 1n  a a 22 .. a 2 n  21  baris m. Jadi jika A =  : : : :    a m1 a m 2 .. a mn  Maka A tersusun atas vektor –vektor baris r i dengan r i = (ai1,ai2,…,ain ) atau bisa juga dikatakan A tersusun atas vektor – vektor kolom c j = (c1j,c2j,…,cmj } dengan i = 1,2,…,m dan j =1,2,…,n Subruang Rn yang dibangun oleh vektor– vektor baris disebut ruang baris dari A Subruang Rm yang dibangun oleh vektor– vektor kolom disebut ruang kolom dari A. Menentukan basis ruang kolom / baris Basis ruang kolom A didapatkan dengan melakukan OBE pada A, sedangkan basis ruang kolom A didapatkan dengan melakukan OBE pada At . Banyaknya unsur basis ditentukan oleh banyaknya satu utama pada matriks eselon baris tereduksi. Dimensi ( ruang baris ) = dimensi ( ruang kolom ) = rank matriks Contoh 6.1 Diketahui A =

A=

 1 − 2   3   2

2 3 1 0 1 1  0 1

 1 − 2   3   2

~

2 3 1 0 1 1  0 1

, Tentukan basis ruang baris dan basis ruang kolom !

2 3 1 0 5 3    0 − 5 − 8   0 −4 4

~

1 0  0  0

0 1 0 0

Jadi basis ruang baris { r 1 , r 2 , r 3 }, { c 1 , c 2 , c 3 }, sedangkan rank A = 3 V.7

0 0  1  0

sedangkan basis ruang kolom adalah

Basis ruang solusi Pada suatu sistem persamaan linear homogen A x = 0 dengan solusi yang tak –trivial dan A berukuran m x n , ruang solusi dari SPL biasa disebut dengan ruang null dari A, sedangkan dimensi dari ruang null disebut nullitas A . Ada hubungan antara rank A dengan nulitas A yaitu rank A + nullitas A = n . Basis ruang solusi tentunya diperoleh dari ruang nullnya.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

39 Ruang – Ruang vektor

Contoh 5.7.1 1 2 1 

Diketahui SPL homogen A x = 0 dengan A =   , tentukan ruang 2 2 4  null dari A dan rank A ! Jawab 1 2 1 

1

2

1

1 0

3

A=   ~   ~   2 2 4  0 − 2 2  0 1 − 1 Jadi ruang null =

Jadi

− 3 1    1 

− 3s   s     s 

=

− 3  1 s    1 

bisa diambil sebagai basis untuk ruang null .

Nullitas A = 1. Bisa juga diperiksa bahwa nullitas A + rank A = 3 = n.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

40 Ruang – Ruang vektor

Latihan 5 1. 2. 3. 4.

Tentukan jarak antara a = ( 1,1,2,3 ) dan b = ( 2,3,4,5 ) dan panjang masing – masing vektor ! Diketahu a = ( k2, 1, k, –1 ) dan b = ( 12, k, –6, 3 ) adalah vektor – vektor yang tegak lurus, Tentukan nilai k ! Tentukan vektor – vektor yang tegak lurus terhadap a = ( 1,1,0,1 ) , b = ( 1,2,1,0) dan c = ( 0,1,2,2 ) ? Berikan dua contoh ! Diketahui V : Himpunan vektor – vektor di R3 dengan operasi : u + v = ( u1 , u2 , u3 ) + ( v1 , v2 , v3 ) = ( u1 + v1 , u2 + v2 , u3 + v3 +1 ) k u = (ku1 , ku2 , u3 ) Tunjukkan aksioma ruang vektor mana saja yang tidak dipenuhi !

Untuk nomor 5 – 8 , tentukan apakah U dengan operasi standar merupakan sub–ruang M22 , bila ( berikan contoh matriksnya bila U bukan merupakan sub–ruang vektor ): 5 6 7 8.

9.

a 1 

U merupakan himpunan matriks yang berbentuk  . 1 b  U merupakan himpunan matriks 2x2 dengan determinan = 0 U merupakan himpunan matriks 2x2 yang berbentuk A2 = A 1 2

− 1 1  , 2

Apakah A =   , B =  1 1  2

1 0

0 3

C=  ,D=   0 1  3 3

a.

Merupakan matriks –matriks yang bebas linier ?

b.

Membangun M22 ?

Diketahui H= {2 , 2 x + 2 x 2 , 1 + x − 2 x 2 } dan H ∈ P 2 a. Apakah H membangun P 2 ? b. Apakah H bebas linier ? c. Apakah H basis P 2 ?

Soal – Soal campuran 1.

Tentukan penyelesaian dari SPL berikut ! x1 –3x2 –x3 = 3 –2x1+7x2+2x3 = 4 3x1+2x2 – 4x3 = 5

2.

Tentukan nilai a agar SPL 1  1 1 0 0 1   2 0 0 (a − 4)

 x  4   y =  2       z  a − 2

a. Memiliki solusi tunggal ! b. Memiliki solusi tak hingga !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

41 Ruang – Ruang vektor

3.

Diketahui sistem persamaan linier A x = b 0 1 0 1  0 0  2 a 1 − b

4.

5.

1 1 1 1 0 1  1 1

t  u   = v     w

− 1 − 1   2   b

a. Tentukan nilai – nilai untuk a dan b agar sistem persamaan linier diatas memililiki solusi tunggal ! b. Untuk nilai a = 1, Tentukan nilai untuk b agar SPL diatas memiliki solusi banyak dan tuliskan juga solusi untuk x ! c. Untuk a = 0 dan b = 1, selidiki apakah metode Cramer dapat digunakan untuk mencari solusi untuk x , jika dapat tentukan solusinya ! Diketahui a = ( 1,k,k2 ) dan b = ( –2,–1,1 ) a. Tentukan nilai dari k agar a dan b tegak lurus ! b. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus terhadap b ! c. Untuk nilai k = 1, tentukan vektor yang merupakan komponen dari a yang tegak lurus terhadap b ( lengkapi dengan gambar dua dimensi ) Diketahui A, B dan C adalah titik – titik sebuah segitiga dengan α, β dan γ berturut – turut merupakan sudut yang terletak di titik A, B dan C seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini : C γ

A

β

α c1

c2

B

Jika a merupakan panjang dari BC , b merupakan panjang dari AC , c merupakan panjang dari AB dan misalkan c dibagi menjadi dua bagian yaitu c1 dan c2 dengan titik pembatasnya adalah proyeksi ortogonal titik C terhadap AB , Maka didapatkan persamaan linier sebagai berikut : c = c1 + c2 = a cos β + b cos α a.

b.

6.

Dengan pemikiran yang sama, Nyatakan a dan b dalam bentuk persamaan seperti c diatas kemudian selesaikan SPL yang muncul untuk menentukan nilai ( rumus) untuk cos α, cos β dan cos γ ! Hitung luas segitiga ABC dan cos β jika diketahui titik A( 1,1,2 ) , B ( 2,2,1 ) dan C ( 3,1,1 ) !

Diketahui vektor posisi a = ( 1,1,2 ) , b = ( 2,2,2 ) dan c =( 2, 1,1) a. Tentukan vektor satuan yang tegak lurus terhadap a dan b ! b. Tentukan vektor proyeksi orthogonal b terhadap a ! c. Hitung luas segitiga ABC yang titik – titiknya merupakan ujung – ujung vektor a , b dan c !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

42 Ruang – Ruang vektor

7.

8.

9.

Segitiga ABC memiliki titik – titik sudut A( 1,1,1 ) , B( 2,3,3 ) dan C(–1,2,2) a. Jika θ adalah sudut di titik A , Hitung sinθ ! b. Hitung luas segitiga ABC ! a. Apakah a = ( 1,2,1 ), b = ( 1,0,1 ) , c = ( 2,2,2 ) dan d = ( 1,4,1 ) membangun R3 ? Jelaskan ! b. Apakah p1 = 2 + 2x –3x2 , p2 = 1 + x2 dan p3 = 3 + 2x – 2x2 merupakan polinom – polinom yang bebas linier ? Jelaskan ! Diketahui a = ( 2,k ) , b = ( 3,1 ) a. Tentukan nilai k agar sudut yang dibentuk antara a dan b adalah 45o ! b. Tentukan komponen dari b yang tegak lurus terhadap a !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

43 Ruang Hasil Kali Dalam

BAB VI Ruang Hasil Kali Dalam VI.1

Hasil kali dalam

Definisi Hasil kali dalam adalah fungsi yang mengaitkan setiap pasangan vektor vektor V ( misalkan pasangan u dan v , dinotasikan dengan < u , v > bilangan riil dan memenuhi 4 aksioma , yaitu : 1. Simetris : < u,v > = < v,u > 2. Aditivitas : < u+ v , w > = < u, w > + 3. Homogenitas : < k u , v > = k< u , v > , k skalar 4. Positivitas : < u , u > ≥ 0 dan ( < u , u > = 0 ↔ u = 0 )

di ruang ) dengan

Ruang vektor yang dilengkapi hasil kali dalam seperti diatas disebut Ruang hasil kali dalam yang biasa disingkat dengan RHD. Contoh 6.1.1 Tunjukkan bahwa operasi perkalian titik titik standar di R3 Euclides merupakan hasil kali dalam ! Jawab Akan ditunjukkan bahwa perkalian titik standar memenuhi keempat aksioma hasil kali dalam , yaitu : Misalkan a = ( a1,a2,a3 ) , b = ( b1,b2,b3 ) , c = ( c1,c2,c3 ) maka a , b , c ∈ R3 1. Simetris < a ,b > = (a .b) = (a1b1 + a2b2 + a3b3 ) = (b1a1 + b2a2 + b3a3 ) = < b,a > ………… ( terpenuhi ) 2. Aditivitas < a + b , c > = ( (a +b) . c ) = ((a1+b1 , a2+b2 , a3+b3 ) . ( c1,c2,c3 ) ) = ((a1c1 + b1c1) + ( a2c2+b2c2 ) + (a3c3 + b3c3 ) = (a1c1 + a2c2 + a3c3 ) + (b1c1 + b2c2 + b3c3 ) = (a .c ) + (b.c ) = < a ,c > + < b,c > …… ( terpenuhi ) 3. Homogenitas < ka ,b > = ( ka .b ) = ( ka1b1 + ka2b2 + ka3b3 ) = k(a1b1 + a2b2 + a3b3 ) = k( a . b ) = k< a , b > ………… ( terpenuhi )

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

44 Ruang Hasil Kali Dalam

4. Positivitas < a ,a > = ( a . a ) = ( a12 + a22 + a32 ) ≥ 0 ………… ( terpenuhi ) dan < u , u > = ( a12 + a22 + a32 ) = 0 ↔ u = ( 0,0,0 ) = 0 . … …( terpenuhi ) RHD yang memiliki hasil kali dalam berupa perkalian titik standar seperti diatas biasa disebut RHD Euclides. Contoh 6.1.2 Diketahui < u , v > = ad + cf dengan u = ( a,b,c ) dan v = ( d,e,f ) , Apakah < u , v > tersebut merupakan hasil kali dalam ? Jawab Akan ditunjukkan apakah < u , v > tersebut memenuhi keempat aksioma hasil kali dalam Aksioma 1. Simetris = ad + cf < u,v> = da + fc = < v,u > ………… ( terpenuhi ) 2. Aditivitas Misalkan w = ( g,h,i ) < u + v , w > = < (a+d , b+e , c+f) , ( g,h,i ) > = (a+d )g + (c+f)i = ( ag + ci ) + ( dg + fi ) = < u , w > + < v , w > …… ( terpenuhi ) 3. Homogenitas < ku,v > = (kad + kcf) = k( ad + cf ) ………… ( terpenuhi ) = k< u , v > 4. Positivitas < u , u > = ( u . u ) = ( a2 + c2 ) ≥ 0 ………… ( terpenuhi ) dan ( < u , u > = (a2 + c2) = 0 tidak selalu ↔ u = ( 0,0,0 ) karena untuk nilai u = ( 0,b,0 ) dengan b ≠ 0 maka nilai < u , u > = 0 …… ( tidak terpenuhi ) Aksioma positivitas tidak terpenuhi maka < u , v > = ad + cf dengan u = ( a,b,c ) dan v = ( d,e,f ) bukan merupakan hasil kali dalam. VI.2

Panjang vektor , jarak antar vektor ,dan besar sudut dalam RHD

Ketika kita membahas tentang panjang vektor , maka kita harus menghilangkan rumusan yang selama ini kita gunakan mengenai panjang vektor dalan ruang –n Euclides berdasarkan operasi hasil kali titik . Kita akan menghitung panjang suatu berdasarkan hasil kali dalam yang telah diberikan, dan sudah dibuktikan bersama – sama bahwa hasil

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

45 Ruang Hasil Kali Dalam

kali titik dalan ruang – n Euclides juga merupakan hasil kali dalam jadi konsep yang digunakan ini akan lebih luas daripada konsep sebelumnya. Misalkan V merupakan ruang hasil kali dalam , u , v ∈ V maka a. Panjang u = < u , u > ½ b. Jarak u dan v , d( u , v ) = < u − v , u − v > ½ c. Misalkan φ sudut antara u dan v dalam RHD , maka besar cos φ adalah : u, v

cos θ =

u

v

Jika u dan v saling tegak lurus maka Bukti u +v

2

u +v

2

= u

2

+ v

2

= u +v , u +v

= u + v,u + u + v, v = u ,u + v, v + 2 u , v = u 2+ v

2

Contoh 6.2.1 Diketahui V adalah RHD dengan hasil kali dalam < u , v > = (u1v1 + 2u2v2 + u3v3 ) dengan u = ( u1,u2,u3 ) , v = ( v1,v2,v3 ) . Jika vektor – vektor a , b ∈ V dengan a = ( 1,2,3 ) dan b = ( 1,2,2 ) , Tentukan a. Besar cos α jika sudut yang dibentuk antara a dan b adalah α ! b. Jarak antara a dan b ! Jawab cos θ =

a ,b a

b

< a , b > = 1.1 + 2.(2.2) + 2.3 = 15 a = 1 2 + 2 .2 2 + 3 2

= 18

b = 12 + 2.2 2 + 2 2

= 13

Jadi cos θ =

VI.3

a ,b a

b

=

15 18 13

=

15 234

Basis orthonormal

Diketahui V ruang hasil kali dalam dan v 1, v 2,…, v n adalah vektor – vektor dalam V. Beberapa definisi penting a. H = { v 1, v 2,…, v n } disebut himpunan orthogonal bila setiap vektor dalam V saling tegak lurus ,yaitu < v i, v j > = 0 untuk i ≠ j dan i,j = 1,2,…,n.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

46 Ruang Hasil Kali Dalam

b. G = { v 1, v 2,…, v n }disebut himpunan orthonormal bila G himpunan orthogonal Norm dari vi = 1 , i = 1,2,…,n atau < v i, v i > = 1 Metode Gramm–Schimdt Metode Gramm–Schimdt digunakan untuk merubah suatu himpunan vektor yang bebas linier menjadi himpunan yang orthonormal. , jadi dalam hal ini disyaratkan himpunan yang ditransformasikan ke himpunan orthonormal adalah himpunan yang bebas linier. Jika yang akan ditransformasikan adalah himpunan vektor yang merupakan basis dari ruang vektor V maka metode Gramm–Schimdt akan menghasilkan basis orthonormal untuk V. Sebelum membahas tentang metode ini, akan dibahas tentang proyeksi orthogonal vektor terhadap ruang yang dibangun oleh himpunan vektor. Diketahui H = { v 1, v 2,…, v n } adalah himpunan vektor yang bebas linier dari ruang vektor V dengan dim ≥ n dan S = { w 1, w 2,…, w n } merupakan himpunan yang orthonormal . Jika W menyatakan ruang yang dibangun oleh w 1, w 2,…, w n maka untuk setiap vektor z 1 dalam W , dapat dituliskan z 1 = k1 w 1 + k2 w 2 +…+ kn w n dengan k1, k2, …,kn skalar. Jika u adalah sembarang vektor dalam V , maka tentunya u dapat dituliskan sebagai jumlah dari dua vektor yang saling tegak lurus misalkan z 1 dan z 2 , jadi dapat u = z 1 + z 2 . Karena z 1 dalam W , maka sebenarnya z 1 merupakan dituliskan proyeksi orthogonal u terhadap W , sedangkan z 2 merupakan komponen vektor u yang tegak lurus terhadap W. Jadi untuk menentukan z 1 , maka harus ditentukan nilai k1, k2, …,kn sedemikian hingga nilai k1 merupakan panjang proyeksi u terhadap w 1 , k2 merupakan panjang proyeksi u terhadap w 2 dan seterusnya sehingga kn merupakan panjang proyeksi u terhadap w n . Proyeksi orthogonal u terhadap w i adalah proy Wi ( u ) = < u , w i > , dikarenakan w 1, w 2,…, w n merupakan vektor – vektor yang orthonormal . Jadi dapat dituliskan bahwa proyeksi orthogonal u terhadap W adalah : proyw ( u ) = z 1 = < u , w 1 > w 1 + < u , w 2 > w 2 +…+ < u , w n > w n dengan { w 1, w 2,…, w n } merupakan himpunan orthonormal. Komponen u yang tegak lurus terhadap W adalah z 2 = u – (< u , w 1 > w 1 + < u , w 2 > w 2 +…+ < u , w n > w n ) Misal diketahui K = { v 1, v 2, …, v n } adalah himpunan yang bebas linier, maka K dapat dirubah menjadi himpunan S = { w 1, w 2, …, w n } yang orthonormal dengan menggunakan metode Gramm–Schimdt yaitu : 1.

w1 =

v1 v1

, ini proses normalisasi yang paling sederhana karena hanya melibatkan

satu vektor saja. Pembagian dengan v1 bertujuan agar w i memiliki panjang = 1 , pada akhir langkah ini didapatkan w 1 orthonormal.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

47 Ruang Hasil Kali Dalam

2.

w2 =

v 2 − v 2 , w1 w1 v 2 − v 2 , w1 w1

Pada akhir langkah ini didapatkan dua vektor w 1 dan w 2 yang orthonormal. 3.

w3 =

v3 − v3 , w1 w1 − v3 , w2 w2 v3 − v3 , w1 w1 − v3 , w2 w2

. . . n.

wn =

v n − v n , w1 w1 − v n , w2 w2 − ... v n , wn −1 wn −1 v n − v n , w1 w1 − v n , w2 w2 − ... v n , wn −1 wn −1

Secara umum w i =

vi − proW (vi ) vi − proW (vi )

dengan W merupakan ruang yang dibangun oleh

w 1,.., w i–1 . Pada metode ini, pemilihan v 1, v 2,…, v n tidak harus mengikuti urutan vektor yang diberikan tetapi bebas sesuai keinginan kita karena satu hal yang perlu diingat bahwa basis suatu ruang vektor tidak tunggal. Jadi dengan mengubah urutan dari v 1, v 2,…, v n sangat memungkinkan didapatkan jawaban yang berbeda – beda . Pemilihan urutan dari v 1, v 2,…, v n yang disarankan adalah yang mengandung hasil kali dalam yang bernilai 0 yaitu < v i, v j > = 0, dalam kasus ini bisa diambil v 1 = v i dan v 2 = v j dan seterusnya. Contoh 6.3.1 Diketahui H = { a , b , c } dengan a = ( 1,1,1 ) , b = ( 1,2,1 ) , c = (−1,1,0 ) a. Apakah H basis R3 ? b. Jika ya , transformasikan H menjadi basis orthonormal dengan menggunakan hasil kali dalam Euclides ! Jawab a. Karena dim( R3 ) = 3 dan jumlah vektor dalam H = 3 , maka untuk menentukan apakah H merupakan basis R3 atau bukan , adalah dengan cara menghitung determinan matriks koefisien dari SPL A x = b dengan b adalah sembarang vektor 1

dalam R3, yaitu = det 1 1

− 1 1 1 0

1

2

. Jika det = 0 maka berarti H bukan merupakan

basis R3 , sebaliknya jika det ≠ 0 maka berarti vektor – vektor di H bebas linier dan membangun R3 , jadi H merupakan basis R3 . Dengan ekspansi kofaktor sepanjang baris ketiga, didapatkan

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

48 Ruang Hasil Kali Dalam

−1

1

1

1

2

1 =

1

1

0

1

−1

2

1



1 −1 1

1

=3−2=1

Karena det = 1 ,ini berarti H merupakan basis dari R3 b. Hasil kali dalam antara a , b dan c < a , b > = 4, < a , c > = 0 , < b , c > = 1 Untuk memilih basis yang perhitungannya lebih sederhana dapat diambil v1= a , v2= c , v3= b a. w1 = b. w2 =

( 1,1,1 ) a = a 3 c − c , w1 w1 c − c , w1 w1

=

(−1,1,0 ) c = c 2

{ Karena < a , c > = 0 maka < c , w1 > = c. w3 =

b − b , w1 w1 − b , w2 w2 b − b , w1 w1 − b , w2 w2

1 1 b − b,a a − b,c c 3 2

b−

Jadi

=

=

< c, a > < a, c > = =0 a a

}

1 1 b, a a − b,c c 2 3 1 1 b − b, a a − b,c c 2 3 b−

1  1 − 1 2 − 4 1 − 1  1  =   3  2  1  1  0 

 1  1  6  1   1  = 1  6  6   1 −  2 − 3 

1 1 6 1 b,a a − b,c c = = 3 2 6 6  1 1   w3 = 1 s 6    − 2

Normalisasi himpunan orthogonal ke himpunan orthonormal Diketahui V RHD dan H = { v 1 , v 2,…, v n }∈ V merupakan himpunan orthogonal dengan v i ≠ 0 maka bisa didapatkan himpunan orthonormal yang didefinisikan sebagai v S = { s 1, s 2,…, s n } dengan si = i , i = 1,2,…,n. Kalau dilihat secara seksama , vi sebenarnya rumusan ini merupakan rumusan dari metode Gramm– Schimdt yang telah mengalami reduksi yaitu untuk nilai proy W(vi) = 0 akibat dari v 1 , v 2,…, v n yang saling orthogonal. Proses untuk mendapatkan vektor yang orthonormal biasa disebut dengan menormalisasikan vektor. Jika dim (V) = n , maka S juga merupakan basis orthonormal dari V.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

49 Ruang Hasil Kali Dalam

Contoh 6.3.2 Diketahui dan a , b , c ∈ R3 dengan a = ( 2,–1,1 ) , b = ( 2,5,1 ) , c = ( –1,0,2 ) .Jika R3 merupakan RHD Euclides, Transformasikan a , b , c ke basis orthonormal ! Jawab < a ,b > = 0 , < a ,c > = 0 , < b,c > = 0 a = 2 2 + (−1) 2 + 12 =

b = 2 2 + 5 2 + 12 = 30

,

6

,

c = (−1) 2 + 0 2 + 2 2 = 5 Misalkan H = { a , b , c } maka H merupakan himpunan orthogonal Dim( R3 ) = 3 jadi dapat ditentukan basis orthonormal untuk R3. Misalkan s 1 =

a 1 = (2,−1,1) a 6

Basis orthonormal untuk R3 adalah { VI.4

b

, s2=

b 1 6

=

1 30

(2,−1,1) ,

(2,5,1) 1 30

, s3=

(2,5,1)

,

c 1 = (−1,0,2) c 5 1 5

(−1,0,2)

}

Perubahan Basis

Seperti diketahui bahwa suatu ruang vektor bisa memiliki beberapa basis . Dari sifat inilah tentunya jika terdapat sembarang vektor x dalam suatu ruang vektor V yang memiliki himpunan vektor A dan B sebagai basisnya maka x tentunya merupakan kombinasi linier dari vektor – vektor di A dan B. Kajian yang dilakukan sekarang ini adalah melihat hubungan antar kombinasi linier tersebut . Secara sistematis , langkah – langkahnya dapat dilihat seperti berikut ini; Jika V ruang vektor, S : { s 1, s 2,…, s n } merupakan basis V maka untuk sembarang x ∈ V, dapat dituliskan : x = k1 s 1 + k2 s 2…+kn s n dengan k1, k2, …, kn skalar. k1, k2, …, kn juga disebut koordinat x relatif terhadap basis S.  k1  k  [x ]S =  2  disebut matriks x relatif terhadap basis S. :   k n  Jika S merupakan basis orthonormal , maka

[x ]S

 x , s1    x , s2   =  :     x , s n \ 

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

50 Ruang Hasil Kali Dalam

Jika A = { x 1, x 2 } dan B = { y 1, y 2 } berturut – turut merupakan basis dari V , maka untuk sembarang z ∈ V bisa didapatkan [z ]A dan [z ]B . Bagaimana hubungan [z ]A dan [z ]B ? a 

c

Misalkan [x1 ]B =   dan [x 2 ]B =   b  d  a 

Dari [x1 ]B =   didapatkan x 1 = a y 1 + b y 2 ……………. .(1) b  c

Dari [x 2 ]B =   didapatkan x 2 = c y 1 + d y 2 ……………. (2) d  k 

Untuk [z ]A =  1  maka didapatkan z = k1 x 1 +k2 x 2 ……...(3) k 2  Dengan melakukan substitusi dari persamaan 1 dan 2 ke persamaan 3 didapatkan : z = k1 (a y 1 + b y 2 ) +k2 (c y 1 + d y 2 ) = ( k1 a + k2 c ) y 1 + ( k1 b + k2 d ) y 2 k a + k c 

a

c  k 

2 1 Ini berarti [z ]B =  1  =     = P [z ]A + k k b k d b d 2     2  1 P disebut matriks transisi dari basis A ke basis B. Secara umum , jika A = { x 1, x 2, …, x n } dan B = { y 1, y 2, …, y n } berturut – turut merupakan basis dari ruang vektor V , maka matriks transisi basis A ke basis B adalah : P = [[x1 ]B [x 2 ]B ... [x n ]B ] Jika P dapat dibalik , maka P–1 merupakan matriks transisi dari basis B ke basis A.

Contoh 6.4 Diketahui A = { v , w } dan B = { x , y } berturut – turut merupakan basis R2 , dengan v = ( 2, 2 ) , w = ( 3, –1 ) , x = ( 1 , 3 ) dan y = ( –1 , –1 ) Tentukan a. Matriks transisi dari basis A ke basis B !  − 1 

b. Hitung    3  A  − 1 

c. Hitung   dengan menggunakan hasil pada (b) !  3  B d. Matriks transisi dari basis B ke basis A ! Jawab a. Misalkan

[w ]B

[v ]B c

a 

 2

1 − 1 a 

a 

 0

=   maka   =     , didapatkan b  = − 2 dan untuk b      2 3 − 1 b   3

1 − 1  c 

c

 − 2

=   maka   =     , maka didapatkan d  =  − 5  d   − 1 3 − 1 d       0

− 2

Jadi matriks transisi dari basis A ke basis B adalah : P =   − 2 − 5

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

51 Ruang Hasil Kali Dalam

 − 1 

k 

k 

 1

b. Misalkan   =  1  maka ,didapatkan  1  =    3  A k 2  k 2  −1  0

− 2

 − 1 

 1

 − 1 

c. Dari (a) dan (b) didapatkan P =   dan   =   sehingga   = − 2 − 5 −1  3  A  3  B  − 1 

 0

− 2  1 

 2

P   =    =    3  A − 2 − 5  −1 3 d. Matriks transisi dari basis B ke basis A adalah P–1 dengan P merupakan matriks transisi terhadap basis A ke basis B . 1 − 5 2 0 

Jadi P–1 = −  4 2

merupakan matriks transisi dari basis B ke basis A.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

52 Ruang Hasil Kali Dalam

Latihan 5 1.

Diketahui < a , b > = a1b1 + a22 b22 dengan a = ( a1 , a2 ) dan b = ( b1 , b2 ) . Tunjukkan sifat Hasil kali dalam yang tidak dipenuhi !

2.

Diketahui < a , b > = a1b1 − a2 b2+ a3 b3 dengan a = ( a1 , a2 ,a3 ) dan b = ( b1 , b2 ,b3) Periksa apakah . < a , b > merupakan hasil kali dalam atau tidak ! jika tidak tentukan aksioma mana yang tidak memenuhi !

3.

R3 merupakan RHD dengan hasil kali dalam < u , v > = u1v1 + 2u2v2 + u3v3 dengan u = ( u1, u2, u3 ) , v = ( v1, v2, v3 ) . W adalah subruang R3 yang memiliki basis B = { (−2, 2 , 2 ) , ( 1, 3, −3 ) } a. Transformasikan B menjadi basis orthonormal ! b. Misal x = ( 2, 2,− 4 ) di R3 , nyatakan x = y + z dengan y ∈ W dan z orthogonal terhadap W !

4.

R3 merupakan RHD dengan hasil kali dalam < u , v > = u1v1 + 2u2v2 + 2u3v3 dengan u = ( u1, u2, u3 ) , v = ( v1, v2, v3 ) . W adalah subruang R3 yang memiliki basis C = { b 1 = (−1, 0 , −1 ) , b 2 = ( 2, 1, 2 ) } a. Hitung sin β jika β adalah sudut antara b 1 dan b 2 ! b. Tentukan jarak antara b 1 dan b 2 ! c. Misal x = ( 1, 2 , − 1 ) di R3 , y dan z adalah komponen dari x , dengan y ∈ W dan z orthogonal terhadap W , Tentukan y dan z !

5.

6.

 1 2

Diketahui P =   merupakan matriks transisi dari basis A terhadap basis B − 1 1  , dengan A = { a 1, a 2 } dan B = { b 1, b 2 } merupakan basis R2. Jika x = 2 a 1 − a 2, tentukan [x ]B ! Diketahui

[x ]A =

 2  2   1 

A =

1  0 1         2, 1 , 1  dan 1  1  1        

B =

− 1 0  1           0 , 1, − 1    1  0   1         

, Tentukan

a. x b. matriks transisi dari basis A ke basis B c. [x ]B

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

basis R3 . Jika

53

Ruang Eigen

BAB VII Ruang Eigen VII.1 Nilai Eigen suatu matriks Diketahui A matriks berukuran n x n, x vektor tak–nol berukuran n x 1 , n x ∈ R . Karena A berukuran n x n , maka A x akan berupa vektor yang berukuran n x 1 juga. Bila terdapat skalar λ , λ ∈ Riil sedemikian hingga A x = λ x (A x menghasilkan vektor yang besarnya λ kali x ). Semua nilai λ yang memenuhi persamaan tersebut sehingga ada nilai x yang nyata ( bukan vektor 0 saja ) disebut nilai eigen ( karakteristik ). Untuk menentukan nilai λ , dari persamaan A x = λ x sebelumnya dirubah dahulu menjadi persamaan (A − λ I ) x = 0 = (λ I − A ) x . Agar persamaan tersebut memiliki penyelesaian tak–trivial ( sejati ) , maka dapat ditentukan melalui nilai det (A − λ I ) yaitu det (A − λ I ) = det (λ I − A ) = 0. Persamaan det (A − λ I ) = det (λ I − A ) = 0 ini disebut persamaan karakteristik. Banyaknya nilai eigen maksimal adalah n buah. Dari nilai eigen yang telah diperoleh tersebut dapat ditentukan ruang solusi untuk x dengan memasukkan nilai eigen yang yang diperoleh kedalam persamaan (A − λ I ) x = 0 . Ruang solusi yang dperoleh dengan cara demikian ini disebut juga dengan ruang eigen. Dari ruang eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen tertentu tersebut dapat dicari minimal sebuah basis ruang eigen yang saling bebas linear. Contoh 7.1.1 Diketahui A =

 1 0 − 2  0 1 2    − 1 0 0 

Tentukan nilai Eigen beserta basis ruang eigennya ! Jawab Persamaan karakteristik dari A adalah det (λ I − A ) = 0 . 0 λ − 1  det  0 λ − 1  1 0

2 − 2 = λ 

( λ − 1 )2 λ − 2 (λ − 1 ) = ( λ − 1 ) [( λ − 1 ) λ − 2 ] = ( λ − 1 ) (λ2 − λ − 2 ) = ( λ − 1 ) ( λ + 1 ) ( λ − 2 )

Jadi nilai eigen untuk A adalah : −1, 1, 2 . Basis ruang eigen diperoleh dengan memasukkan nilai eigen yang diperoleh kedalam persamaan (A – λ I ) x = 0 .

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

54

Ruang Eigen

Untuk λ = −1 − 2

0

Didapatkan persamaan  0 − 2  1

0 − 2  0 −2   1 0

0

− 1 0 1  ~  0 − 2 − 2   0 0 0   x1   s  x  = − s ,  2    x 3   s 

2 − 2 − 1 

Ruang eigen =

~

2 − 2 − 1 

 x1  x   2  x 3  0 1 0 1   0 0

= 0 − 1 1  0 

basis ruang eigen bisa berupa

 1 − 1    1 

Untuk λ = 1 Didapatkan persamaan 0 0 0 0   1 0

2 − 2 1 

1 0 ~  0 0  0 0  x1  Ruang eigen =  x 2  =  x 3 

0 0 0 0   1 0 1 − 2 2   0 s     0

~

2 − 2 1  1 0 0 0   0 0

 x1  x   2  x 3  0 1  0 

= 0

 0

, basis ruang eigen bisa berupa  1  0

Untuk λ = 2 Didapatkan persamaan 1 0 0 1   1 0

2 − 2 2 

~

1 0   0

Ruang eigen =

0 1 0

 x1  x   2  x 3 

=

1 0 0 1   1 0 2 − 2 0   − 2 s  2s     s 

2 − 2 2 

 x1  x   2  x 3 

= 0

, basis ruang eigen bisa berupa

 − 2  2    1 

Jadi terdapat tiga buah basis ruang eigen yang bebas linear yang bersesuaian dengan nilai eigen –1 , 1 dan 2. Untuk kasus yang khusus , jika A memiliki n buah nilai eigen = λ , maka akan memiliki nilai eigen λk . Jika banyaknya nilai eigen dari Ak sebanyak n juga maka basis ruang eigennya tatap sama , tetapi jika jumlah nilai eigennya kurang dari n ( ini terjadi jika ada nilai eigen yang saling berlawanan tanda ), maka salah satu nilai eigennya akan memiliki basis ruang eigen yang berbeda .

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

55

Ruang Eigen

Contoh 7.1.2 2

B=A =

 3 0 − 2 =  − 2 1 2   − 1 0 2 

Maka nilai eigen untuk B adalah : −12 , 12 ,22 dengan basis ruang eigen untuk λ=1

λ=4

 1 , basis ruang eigennya :  0  1  − 2 , basis ruang eigennya :  2   1 

dan

   

0 1  0

Pada contoh ini, untuk λ = 1 , memiliki dua basis ruang eigen yang berasal dari nilai eigen –1 dan 1 . Karena berasal dari dua nilai eigen yang berbeda maka basis ruang eigennya juga mengalami sedikit perubahan yaitu untuk basis ruang eigen dengan λ = −1. Basis ruang eigen  1 − 1    1 

   

1 0 1

ini merupakan vektor proyeksi

 1

terhadap vektor  0 . Dalam hal ini basis ruang eigen untuk λ = −1 dibuat  1

saling orthogonal . Cara lain yang bisa digunakan untuk menentukan basis ruang eigen tentunya dengan memasukkan nilai λ = −1 kedalam persamaan karakteristik seperti cara sebelumnya. VII.2 Diagonalisasi Pada pembahasan kali ini adalah mengenai penentuan matriks diagonal D dan matriks pendiagonal P yang berkaitan dengan basis ruang eigen yang telah dipelajari pada bahasan sebelumnya. Jika A matriks bujursangkar berukuran n , dan terdapat matriks diagonal D sedemikian hingaga D = P–1AP sehingga dikatakan matriks A dapat didiagonalisasi. P merupakan matriks n x n yang kolom – kolomnya merupakan vektor – vektor kolom dari basis ruang eigen A. P disebut matriks yang mendiagonalisasi A , sedangkan D merupakan matriks diagonal yang elemen diagonalnya merupakan semua nilai eigen dari A. Tidak semua matriks bujur sangkar dapat didiagonalisasi tergantung dari jumlah basis ruang eigen yang dimiliki. Jika matriks bujur sangkar berukuran n dan basis ruang eigen yang bebas linear berjumlah n juga, maka matriks tersebut dapat didiagonalisai , jika jumlahnya kurang dari n maka tidak dapat didiagonalisasi. Pada saat matriks memiliki nilai eigen sejumlah n , maka basis ruang eigennya juga akan berjumlah n , sedangkan pada saat jumlah nilai eigennya kurang dari n , masih ada dua kemungkinan yaitu jumlah nilai eigennya sama dengan n atau jumlah nilai eigennya kurang dari n . Jadi pada saat jumlah nilai eigen sama dengan n maka matriks dapat didiagonalisasi,

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

56

Ruang Eigen

sedangkan pada saat jumlah nilai eigen kurang dari n belum bisa ditentukan apakah matriks bisa didiagonalisasi atau tidak . Secara umum untuk menentukan matriks pendiagonal P dan matriks diagonal D adalah sebagai berikut : Misal A matriks bujur sangkar n x n memiliki n buah basis ruang eigen yang bebas linear x 1 , x 2, …, x n yang bersesuaian dengan nilai eigen λ1, λ2, . . ., λn (λi tidak harus berbeda dengan λj ),maka matriks pendigonal P bisa diambil sebagai , P = [ x 1 x 2 x n ] dengan matriks diagonalnya adalah : D=

λ1 0   0 λ2 : :  0 0

0  0 . : :  0 λn  0 0

Contoh 7.2.1 Diketahui A =

 1 0 − 2  0 1 2  , tentukan  − 1 0 0 

matriks yang mendiagonalisasi A dan

matriks diagonalnya ! Jawab

Dari jawaban pada contoh 7.1.1 , didapatkan nilai eigen : −1 , 1, dan 2 dengan basis ruang eigen yang bersesuaian berturut – turut adalah Jadi matriks pendiagonal P bisa ditentukan sebagai :  1 0 − 2 2   1 0 1 

P =  − 1 1

 1 − 1 ,    1 

   

0 1  , 0

 −1 0

dengan matriks diagonalnya adalah , D =  0 1 

0

0

 − 2  2.    1  0 0 . 2

Kolom – kolom pada matriks P juga dapat dirubah– ubah urutannya sehingga kalau dihitung ada sebanyak 6 matriks yang memenuhi jawaban , selanjutnya matriks D akan mengikuti urutan dari matriks P . Contoh 7.2.2 Diketahui B =

 2 1 − 1  0 1 1    0 2 0 

Apakah B dapat didiagonalisasi ? Jika dapat tentukan matriks yang mendiagonalisasi B beserta matriks diagonalnya !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

57

Ruang Eigen

Jawab Persamaan karakteristik : det (λ I – B ) = 0  λ − 2 −1 λ −1 0  0 −2

Det 

1 − 1 = ( λ λ 

– 2 ) (λ2 – λ –2 ) = ( λ – 2 ) (λ + 1 ) ( λ –2 ) = 0

Jadi nilai eigen : –1 , 2 Karena hanya ada dua nilai eigen , maka belum bisa ditentukan apakah B dapat didiagonalisasi ataukah tidak. Untuk itu akan dicari banyaknya basis ruang eigen. Untuk λ = 2 , substitusi nilai λ = 2 ke persamaan ( λ I – B ) x = 0 0

−1

1 − 1 x = 0 0 1 0 −2 2  0 −1 1  0 − 1 ~  0 0 1  0 0 −2 2  s  Ruang eigen : x =  t   t         

− 1 0  0 

1 0 0

=

1  0  s   0

+

0  1  t   1

Jadi untuk λ = 2 terdapat dua basis ruang eigen :

1  0    0

dan

0  1    1

Untuk λ = –1 , substitusi nilai λ = –1 ke persamaan ( λ I – B ) x = 0  −3  0   0  −3  0   0

−1 −2 −2 −1 −2 −2

1 − 1  x − 1

= 0

1 − 1  − 1

 3  0   0

Ruang eigen : x =

~

1 2 0

− 1 1  0 

~

 3   0  0 

0 2 0

  1 0  3 2

− t  − 1 − t  = − 1 t      2 t   2 

Jadi untuk λ = −1 terdapat satu basis ruang eigen :

− 1 − 1    2 

Jadi B dapat didiagonalisasi dengan matriks yang mendiagonalisasi

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

58

Ruang Eigen

P=

− 1 − 1 2 

 1 0  0 1   0 1

dengan matriks diagonal D =

 2  0   0

0 2 0

0 0 − 1

Contoh 7.2.3 1 0 − 2 0  0 1 2 

Diketahui C = 0 1

Jawab Persamaan karakteristik : det (λ I − C ) = 0 Det

0  λ −1  0 λ −1   0 −1

2  0  = ( λ λ − 2

– 1 )2 ( λ –2 ) = 0

Jadi nilai eigen : 1 , 2

Karena hanya ada dua nilai eigen maka belum bisa ditentukan apakah C dapat didiagonalisasi ataukah tidak. Untuk itu akan diperiksa banyaknya basis ruang eigen. Untuk λ = 1 , substitusi nilai λ = 2 ke persamaan ( λ I – C ) x = 0        

0

0

0

0

0

−1

0

0

0

0

0

−1

2 0  x − 1 2 0  − 1

Ruang eigen :

= 0

 0 ~  0  0 s  x = 0 0

1 0 0

0 1  0 

Jadi untuk λ = 1, ada satu basis ruang eigen yaitu :

1  0    0

Untuk λ = 2 , substitusi nilai λ = 2 ke persamaan ( λ I – C ) x = 0  1 0  0 1   0 − 1

2 0  x 0 

= 0

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

59

Ruang Eigen

 1 0  0 1   0 − 1

2 0  0 

Ruang eigen :

 1 0 ~  0 1  0 0 − 2s  x =  0   s 

2 0 0 

Jadi untuk λ = 1, ada satu basis ruang eigen yaitu :

− 2  0    1 

Karena hanya ada dua basis ruang eigen yang bebas linear, maka C tidak dapat didiagonalisasi VII.3 Diagonalisasi orthogonal Sebelum membahas lebih lanjut mengenai diagonalisasi orthogonal akan didefinisikan tentang matriks orthogonal. Matriks bujur sangkar P disebut matriks orthogonal bila berlaku Pt = P−1. Matriks A dapat didiagonalisasi secara orthogonal jika terdapat P orthogonal sehingga P−1 A P = D dengan D adalah matriks diagonal. Berbeda dengan masalah diagonalisasi sebelumnya , maka pada pembahasan kali ini ada sedikit perbedaan tentang matriks yang bisa didiagonalisasi ataukah tidak , yaitu : P−1 A P = D P D P−1 = A P D Pt = A ( dari sifat Pt = P−1 ) ……………………………………….( 1 ) (P D Pt )t = At ( kedua ruas ditransposekan ) P D Pt = At ……………………………………………………………. ( 2 ) Dari persamaan 1 dan 2 didapatkan agar A bisa didiagonalisasi secara orthogonal maka matriks A harus memenuhi sifat A = At ( A harus matriks simetri ). Menentukan matriks P yang mendiagonalisasi secara orthogonal Cara menentukan matriks P pada diagonalisasi orthogonal ini sebenarnya hampir sama dengan penentuan P pada diagonalisasi sebelumnya yaitu didasarkan pada basis ruang eigen yang telah diperoleh sebelumnya. Misalkan x 1 , x 2, …, x n merupakan basis ruang eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ1, λ2, . . ., λn kemudian u 1 , u 2, …, u n merupakan himpunan orthonormal hasil transformasi dari x 1 , x 2, …, x n dengan hasil kali dalam Euclides , maka matriks yang mendiagonalisasi secara orthogonal adalah P = [ u 1 u 2, … u n ] sedangkan matriks diagonal D sama dengan matriks diagonal D pada bahasan sebelumnya.

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

60

Ruang Eigen

Contoh 7.3.1 Diketahui A =

1 0 1 0 0 0    1 0 1

Tentukan matriks yang mendiagonalisasi A secara orthogonal beserta matriks diagonalnya ! Jawab Persamaan karakteristik : det (λ I − A ) = 0  λ −1 0 λ 0  − 1 0

Det 

−1  0  = ( λ λ − 1

− 1 )2 λ − λ = λ { ( λ − 1 )2 – 1 } = 0

Nilai eigen : 0 , 2

Untuk λ = 0 , substitusi nilai λ = 0 ke persamaan ( λ I – A ) x = 0 − 1 0 0 0  x = 0 − 1 0 − 1 − 1 0 − 1  1 0 1  0 0 0  ~  0 0 0  0 0 0 − 1 0 − 1 − 1 − s  Ruang eigen : x =  t  =  0  s  1   S         

−1 0

0 

+ 1 t 0

Jadi untuk λ = 0 terdapat dua basis ruang eigen :

1  0    0

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

dan

0  1    1

61

Ruang Eigen

Latihan 7 1.

2.

Diketahui persamaan A x = α x , dengan x ∈ R2 dan α skalar , tentukan  2 3 nilai α agar x memiliki solusi banyak jika A =  ! 1 0  Diketahui SPL a.

x = 0

Tentukan nilai a agar SPL memiliki solusi banyak dengan 1 atau 2 parameter ! Tulis solusi SPL dari nilai a didapat !

b.

3.

0 0  − a  0 1− a 1    0 1 1 − a 

Tentukan nilai eigen dan basis ruang eigen yang bersesuaian dengan nilai eigennya dari matriks – matriks berikut ! a.

c.

 1 −1 − 4 1   0 0  0 0  0 0  1  0

0 0 0 0 0 0  0 0

0 3 1 2 0 1  0 2 0  2 0 1

b.

d.

2 3  0  0

1 0 0 0 0 0 0 1 0  0 0 0

1 0  0  0

0 0 0 2 0 2 0 2 0  2 0 1

4.

Diketahui matriks A 3X3 memiliki nilai eigen 0 ,1 dan ruang eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen tersebut adalah ( s, s − t , t ) dan ( 2s, s, s ). Tentukan ! a. Matriks yang mendiagonalkan A ! b. Matriks A !

5.

Diketahui H = { (1,0,1) , (2,1,0 ) ,( 0,1,1 ) } merupakan basis ruang eigen dari nilai eigen –1,1 dan 2 suatu matriks . Tentukan matriks yang dimaksud !

6.

Dari soal nomor 3 , tentukan a. Matriks mana saja yang dapat didiagonalkan beserta matriks yang mendiagonalkan ! b. Matriks mana saja yang dapat didiagonalkan secara orthogonal beserta matriks yang mendiagonalkan secara orthogonal !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

62 Transformasi Linear

BAB VIII Transformasi Linear VIII.1 Pendahuluan Suatu fungsi yang memetakan suatu vektor di ruang vektor V ke ruang vektor W ( dinotasikan dengan T : V Æ W ) disebut sebagai transformasi linear bila untuk setiap u , v ∈ V berlaku: 1. 2.

T (u + v ) = T (u) + T (v) T ( k u ) = k T ( u ) , dengan k skalar.

Contoh 8.1.1 2

T : R Æ R

Diketahui

3

dengan

transformasi linear ?

 x − y   x  T   =  x   y  y   

, Apakah

T merupakan

Jawab x 

x 

Misalkan u =  1  , v =  2   y1   y2  Syarat 1 x +x 

u + v =  1 2  maka  y1 + y 2  T (u + v ) = T

 x1 + x 2     y1 + y 2 

=

 x1 + x 2 − ( y1 + y 2 )    x1 + x 2     + y y 1 2  

=

 x1 − y1     x1   y  1  

+

 x2 − y2     x2   y  2  

= T (u) + T (v) Syarat 2 k x 

Untuk sembarang skalar k , k u =  1   k y1  T ( ku) = T

 k x1     k y1 

=

 kx1 − ky1     kx1   ky  1  

Kedua syarat terpenuhi , jadi

=k

 x1 − y1     x1   y  1  

x − y   x  T   =  x   y  y   

= k T (u )

merupakan transformasi linear.

Contoh 8.1.2 2

3

Apakah T :R Æ R dengan

 2x   x  2  T   =  x   y  y 2   

merupakan transformasi linear ?

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

63 Transformasi Linear

Jawab Fungsi diatas bukan transformasi linear karena tidak memenuhi syarat ke–2 yaitu untuk sembarang skalar k, T( k u ) =

 k 2 x1   2  (kx1 )   (ky ) 2   1 

≠ k T( u ) = k

 2 x1   2  x1  y 2   1 

Beberapa istilah dalam transformasi linear Diketahui ruang vektor V, W - Transformasi linear yang bekerja pada ruang vektor yang sama , T : V ÆV disebut operator linear . - Transformasi linear T : V Æ W dengan dengan T( u ) = 0 disebut transformai nol . - Transformasi linear T : V Æ W dengan dengan T( u ) = A u disebut transformasi matriks sedangkan A disebut matriks transformasi. VIII.2 Kernel ( inti ) dan Jangkauan Diketahui transformasi linear T : V Æ W dengan fungsi T( u ) , u ∈ V Kernel dari T ( disingkat Ker(T) ) adalah himpunan u sedemikian hingga T( u ) = 0 atau { u | T( u ) = 0 }. Ker (T) juga disebut ruang nol dari T. Himpunan dari b sedemikian hingga T( u ) = b disebut Jangkauan dari T atau disingkat R(T) R.(T) disebut juga dengan bayangan u oleh T( u ) Contoh 8.2.1 Tentukan basis dan dimensi dari Ker(T) dan R(T) dari transformasi linear  1

T : R3 Æ R2 dengan T( u ) = A u , dengan u ∈ R3 dan A =  − 2 Jawab

−1 2  2 − 4

a. Kernel Ker(T) adalah ruang nol dari T( u ) = A u = 0 . Jadi Ker(T) merupakan ruang solusi dari SPL A u = 0 . Dengan melakukan eliminasi Gauss– Jordan didapatkan solusi SPL adalah u =

− 2  s − 2t  1   s  =  1 s +  0  t        1   t  0 

1   − 2

Jadi basis Kert(T) = 1 ,  0  dan dim Ker(T) = 2 0  1 

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

64 Transformasi Linear

b. Jangkauan R(T) merupakan himpunan dari b dengan A u = b . Kalau kita perhatikan maka R(T) merupakan ruang kolom dari A. Dari eliminasi Gauss – Jordan  1 − 1 2 0 0

pada A didapatkan A ~ …~  0

 1

Jadi basis R(T) merupakan basis ruang kolom A yaitu :   dan dim R(T) = 1. − 2  VIII.3 Matriks transformasi Ketika membahas masalah transformasi matriks , maka hal utama yang ingin diketahui tentunya adalah bayangan suatu vektor dari transformasi tersebut dan matriks transformasinya . Penentuan matriks transformasi tergantung dari faktor – faktor yang diketahui. Contoh 8.3.1 Misal { v 1, v 2, v 3 } merupakan basis R3. Transformasi linear T : R3 Æ P2 memiliki fungsi T( v i ) = w i dengan v 1= ( 1,1,–1 ) , v 2 = ( 0,1,–1 ) , v 3 = ( 0,0,–1 ) , p(x) = 1 – x +x2 , q(x) = 1+ 2x2 r(x) = 2x – x2 . a. Tentukan matriks transformasi A sedemikian hingga A v i = w i ! b. Tentukan bayangan ( 1,2,1 ) dari transformasi tersebut !  − 1

c.

Jika [ z ]A =  − 1 , tentukan bayangan z !  1 

Jawab A v i = w i , jika B =[ v 1 v 2 v 3 ] dan C = [ p(x) q(x) r(x) ] maka AB = C Karena v 1, v 2, v 3 basis R3 , maka B bujursangkar dan B–1 ada sehingga didapatkan A = CB–1 . Pada soal diatas  1

a.

0 0  − 1 − 1 − 1

B =  1

0

1

 1

, C =  − x  x 2

1 0 2x 2

0  2 x  − x 2 

–1

–1

Kemudian B dicari dan didapatkan B =



0

Jadi A = CB–1 =  − x

 − x 2

1 − 2x − 2x 2

0  − 2 x  x 2 

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

0  1 0 − 1 1 0    0 − 1 − 1

65 Transformasi Linear

b.

Bayangan dari ( 1,2,1) adalah 1  1    T 2 = A 2 1  1 

c.

[ z ]B =

=

 0  −x   − x 2

− 1 − 1 berarti    1 

1 − 2x − 2x 2

0  − 2 x  x 2 

1   2   1 

=

 2   − 5x    − 4 x 2 

= 2 –5x –4x2

z = – v 1 − v 2 + v 3 , bayangan z dapat ditentukan

dengan beberapa cara , yaitu : 1. T( z ) = A z , dengan A adalah matriks transformasi pada jawaban (a)! 2.

− 1 − 1 =    1 

dapat dicari tanpa menggunakan A . Karena [ z ]A = maka

k ,

z = B k sehingga T( z ) = T( B k ) = AB k = C k . Jadi

T( z ) = C k =

1  1  −x 0   x 2 2 x 2

0  2 x  − x 2 

− 1 − 1 =    1 

 −2  3x   − 4 x 2

  = −2 +3x – 4x2  

Matriks baku / standar Misal transformasi matriks T : Rn Æ Rm dengan T( x ) = A x memiliki basis standar S = { e 1, e 2,… , e n } . Maka matriks transformasi dari transformasi diatas ( matriks standar untuk T ) adalah A = [ T( e 1) T( e 2) … T( e n) ] Contoh 8.3.2 Diketahui transformasi matriks T : R3 Æ R4 dengan Tentukan matriks standar untuk T !

2 x + 2 y   x  x − y  T  y  =   x+z   z     y+z 

Jawab  2 .1 + 2 .0   2  1   1 − 0  1  = T [e1 ] = T 0 =   1 + 0  1  0      0 + 0  0 

,

 2 0    −1 T [e2 ] = T 1  =    0 0    1

,

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

0  0    0 T [e3 ] = T 0 =   1  1    1 

,

66 Transformasi Linear

Jadi matriks standar untuk T = A =

2 2 1 − 1  1 0  0 1

0 0 1  1

dengan A

2 x + 2 y   x    y =  x − y     x+z   z   y + z   

Matriks Transformasi terhadap basis A dan B Diketahui ruang V,W dengan dimensi ruang vektor berturut–turut n dan m dan transformasil linear T: V Æ W dengan fungsi T( x ) , x ∈ V. Jika A,B merupakan basis V,W maka untuk setiap x ∈ V dapat ditentukan [x ]A dengan [x ]A ∈ V. Karena T( x ) ∈ V maka juga dapat ditentukan [T( x )]B

[T( x)]B

dengan

∈ B.

Sekarang misalnya dimiliki transformasi linear yang lain T: V Æ W dengan fungsi T( [x ]A ) = [T( x )]B = D [x ]A , maka matriks transformasi dari transformasi linear diatas ( D ) disebut matriks T terhadap basis A dan B. Menentukan matriks T terhadap basis A dan B. Misal D =

 a11 a  21  :  a m1

a12

:

am2  : a m 2  : :   ... a m1 

a 22 : am2

, A = { a 1, a 2,…, a n } , B = { b 1, b 2,…, b n }

Maka untuk x = a 1 didapatkan T( [ a 1]A ) = D [ a 1]A = D e 1 =

[T(a 1 )]B

 a11  a   21  =  :    a m1 

, kalau diperhatikan secara seksama maka vektor ini merupakan

kolom pertama dari D. Secara umum matriks Transformasi (T) terhadap basis A dan B

=

[ [T(a 1 )]B [T(a 2 )]B ...[T(a n )]B ]

.

Jika transformasi linear bekerja diruang vektor yang sama , T : V Æ V , maka matriks T terhadap basis A =

[ [T(a 1 )]A [T(a 2 )]A ...[T(a n )]A ]

Contoh 8.3.3 2

3

Diketahui transformasi linear T : R Æ R = dengan

y     x   T     =  − 5 x + 13 y    y   − 7 x + 16 y   

Jika A = { (3,1), ( 5,2) } dan B = { ( 1,0,–1) , ( –1,2,2 ) , ( 0,1,2) } berturut – turut merupakan basis R2 dan R3 . a.

Tentukan matriks T terhadap basis A dan B !

b.

Untuk x = ( 2,1 ) , tentukan T( [x ]A ) !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

67 Transformasi Linear

Jawab a.

Misal D    

adalah matriks T terhadap basis A dan B , maka D =

  3  T       1  B

 3  T      1 

  5   T       2  B

     2

 1

 5   = − 2 , T     =  1    2   − 5  − 3

 1   1   3     5      T     =  − 2  = ... =  0  , T       2    1  B  5  − 2    B

=

Jadi matriks T terhadap basis A dan B =

b.

[x ]A =

 k1  k   2

3 5   k 

 2  1  = …=   − 3

 3  1   −1

3  1  0 1   − 2 − 1 

k 

 2

− 1

1 1 Æ     =   didapatkan k  =  1  1 2 k 2  1     2

Jadi T( [x ]A ) =

3  1 − 1  0 1     1 − 2 − 1   

=

 2 1    1 

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

68 Transformasi Linear

Latihan 8 1.

 a     T  b   =    c  

(abc ) +(a+b)x +(a+c)x2

 a     T  b   =    c  

a + b c − b    a − b 2b + c 

3

Periksa apakah T : R Æ P2 dengan merupakan transformasi linear ?

2.

3

Periksa apakah T : R Æ M22 dengan

merupakan

transformasi linear ? 3.

V dibangun oleh vektor – vektor yang orthonormal a 1, a 2, …, a n . Periksa apakah

proyeksi orthogonal z

terhadap V merupakan

transformasi linear ! 4.

Diketahui transformasi nol T: R3 Æ R2 , dengan T( x ) = A x . Tentukan basis dan dimensi dari ker (T) dan R(T) !

5.

Diketahui transformasi matriks T : R4 Æ R3 memiliki matriks transformasi D =

1 0 − 1 2  2 2 1 1  .  0 2 3 − 3 

Tentukan basis dan dimensi dari ker

(T) dan R(T) ! 6.

Transformasi linear T :R2 Æ R3 memiliki fungsi transformasi T( a i ) = bi dengan a 1 = ( 2 , 1 ) , a 2 = ( 3 , 2 ) , b 1 = ( –1,2,2 ) , b 2 = ( –2,1,2 ) . Tentukan Tentukan basis dan dimensi dari ker (T) dan R(T) !

7.

Transformasi linear

T : R2 Æ P2

 a   T     = (a + b) + (2a − b) x + (a + 2b) x 2 .  b  

memiliki fungsi transformasi

Tentukan basis dan dimensi dari ker

(T) dan R(T) ! 8.

Transformasi linear T :R3 Æ R2 memiliki fungsi transformasi T( a i ) = b i dengan a 1 = ( 1, 0 ,1 ) , a 2 = ( 0 ,1, 0 ) , a 3 = ( 0,1,–1 ) , b 1 = ( 1,3 ) , b 2 = ( –1,1 ), b 3 = ( 1,1 ). Jika A = { a 1, a 2, a 3 } basis R3 dan B = { b 1, b 2 } basis R2 . a.

Tentukan basis dan dimensi dari ker (T) dan R(T) !

b.

Matriks T terhadap basis A dan basis B ! Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

69 Transformasi Linear

9.

c.

T( [x ]A ) , dengan x = ( 2,1,2 ) !

d.

T( [x ]A ) , dengan x = –3 a 1 + 2 a 2 – a 3

Transformasi linear T : R2 Æ M22 memiliki fungi transformasi  a   a + b a  T     =  a − b   b    b

. Jika A = { ( 1,1 ), ( 0, –1 ) } merupakan basis R2

1 0 0 1 1 − 1 0 1   dan W =  ,    adalah basis M22 . ,  , 0 1 1 0 0 1  1 − 1 

a. Matriks T terhadap basis A dan basis M ! b. T( [x ]A ) , dengan x = ( 2,–2 ) ! 10.

Transformasi linear

T : :R2 Æ P2

memiliki fungsi transformasi

 a   T     = (a + b) + (a − b) x + (2a + 2b) x 2  b  

a. Matriks T terhadap basis A dan basis M ! b. T( [x ]A ) , dengan x = ( 2,–2 ) !

Yuliant Sibaroni Sekolah Tinggi Teknologi Telkom