Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

35 downloads 165 Views 337KB Size Report
Kemiskinan tumbuh sebagai bagian dari masalah dalam kehidupan masyarakat, ini bukan hanya ... akan memunculkan keterbelakangan absolut. Atas dasar ...
BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Kemiskinan Kemiskinan adalah gambaran dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak, namun kemiskinan itu memiliki ciri yang berbeda antar wilayah, perbedaan ini terkait pada kemiskinan sumber daya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan setempat. Kemiskinan pada umumnya dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu : 1. Kemiskinan Struktural yaitu kemiskinan yang merujuk pada situasi dimana fenomena kemiskinan disebabkan oleh struktur yang membelenggu masyarakat untuk maju secara keseluruhan. 2. Kemiskinan natural yaitu kemiskinan yang menggambarkan fenomena kemiskinan sebagai akibat dari kemiskinan sumber daya alam yang menghidupi masyarakat. 3. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang merujuk pada situasi komparasi antara satu individu, kelompok atau masyarakat lainnya. Kemiskinan tumbuh sebagai bagian dari masalah dalam kehidupan masyarakat, ini bukan hanya menjadi masalah individu dalam suatu negara tetapi menjadi masalah yang menjadi masalah bangsa dalam rangka globalisasi dan sudah menjadi masalah makro dalam skala makro. Kemiskinan

menyebabkan

permasalahan

sosial

hadir

didalam

kehidupan

masyarakat misalnya : meningkatnya kriminal, penyakit tersebar dipemukiman kumuh, busung lapar dan lain sebagainya. Setiap negara berusaha untuk menghapus kemiskinan

Universitas Sumatera Utara

yang ada didalam negaranya. Sekalipun tidak memungkinkan untuk menghilangkan kemiskinan sampai pada titik nol tetapi harapan pemerintah dan masyarakat agar kemiskinan dapat diminimalisir sampai sekecil mungkin. Hasil Semiloka Nasional Penanggulangan Kemiskinan yang mengemukakan bahwa penelitian tentang kemiskinan perlu dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin. Sasaran kegiatan penelitian adalah memetakan kantong-kantong kemiskinan, menelaah karakteristik penduduk miskin dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kemiskinan, serta memantau dan mengevaluasi program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan di Indonesia. Lebih rinci lagi dinyatakan bahwa prioritas penelitian mengenai kemiskinan yang perlu dilakukan antara lain : 1. Pemetaan kantong-kantong kemiskinan dan analisis karakteristik penduduk miskin 2. Keterbatasan penguasaan atas tanah dan kaitannya dengan kemiskinan 3. Pola organisasi usaha bersama bagi masyarakat miskin 4. Kemampuan masyarakat golongan miskin didalam memanfaatkan peluang pelayanan sosial (pangan, kesehatan, gizi, pendidikan) dan pelayanan lembaga perbankan yang ada 5. Karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin 6. Pola pengembangan kehidupan sosial politik dari masyarakat golongan miskin. Todaro (2000), mengatakan bahwa ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki serta erat kaitannya dengan miskin atau tidak seseorang yaitu : 1. Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dalam hal ini kecukupan bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang

Universitas Sumatera Utara

merupakan kebutuhan manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar yaitu : sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Jika satu saja tidak terpenuhi akan memunculkan keterbelakangan absolut. Atas dasar itulah bisa dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. 2. Jati diri yaitu menjadi manusia seutuhnya. Adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar dan seterusnya. Jati diri tidak semata diukur dengan material, karena hal itu akan menghilangkan jati diri seseorang. 3. Kebebasan dari sikap menghamba yaitu kemampuan untuk memilih. Kebebasan disini diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek material dalam kehidupan. Ketiga hal pokok ini adalah yang merupakan tujuan utama yang harus digapai oleh setiap negara melalui pembangunan. Lebih jauh lagi menurut Lutfi memandang kemiskinan dari titik pandang ekonomi, sosial, politik. Dari titik pandang ekonomi, kemiskinan dianggap merupakan masalah dengan alasan: 1. Kemiskinan merupakan cermin dari rendahnya permintaan aggregate, yang akan mengurangi insentif untuk mengembangkan sistem produksi. 2. Kemiskinan berkaitan dengan rasio kapital / tenaga kerja yang rendah yang selanjutnya mengakibatkan produktivitas tenaga kerja rendah dan 3. Kemiskinan sering kali mengakibatkan mislokasi sumber daya terutama tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara

Dari beberapa pengertian dan uraian di atas bila dipahami lebih mendalam dapat disimpulkan bahwa kemiskinan dari sudut ekonomi merupakan suatu gejala yang ada pada wilayah penduduk miskin yang berkaitan dengan rendahnya pendapatan (income). Sedangkan kemiskinan sosial melekat pada pribadi penduduk miskin secara hidup dan tingkah lakunya.

2.2. Ciri-ciri Kemiskinan Sebagaimana pengertian kemiskinan yang beragam, seperti dikemukakan pada uraian terdahulu , maka penentuan ciri-ciri kemiskinanpun beragam pula, antara lain : Asnawi (1994) ciri-ciri keluarga miskin dapat dilihat dari : pendapatan perkapita keluarga berada dibawah garis kemiskinan, kurang gizi, kesehatan yang kurang baik, tingkat kematian bayi tinggi, pendidikan anak masih rendah, kualitas perumahan belum memenuhi syarat minimum dan pengeluaran konsumsi pangan yang utama masih belum mencukupi. Sedangkan BPS (1999), mengemukakan ciri-ciri rumah tangga miskin adalah : sebagian besar rumah tangga miskin hanya mempunyai satu orang pekerja, sebagian besar tempat tinggal rumah tangga miskin belum memenuhi persyaratan kesehatan yang ada, sebagian besar memiliki lahan pertanian relatif kecil, tingkat pendidikan kepala rumah tangga sebagian besar masih rendah,rata-rata jam kerja masih rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin, status pekerjaan 70% adalah petani. Ciri-ciri kemiskinan yang ada berbeda antar wilayah, perbedaan ini terkait dengan kemiskinan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan kelembagaan setempat. Oleh karena itu penanggulangan kemiskinan akan lebih efektif kalau dikaitkan dengan prinsip

Universitas Sumatera Utara

desentralisasi dalam upaya meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Karena sebab dan ciri kemiskinan tidak sama antar satu daerah dengan daerah lainnya maka dalam usaha penanggulangan kemiskinan kemiskinan perlu digali lebih dahulu untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi penyebab kemiskinan didaerah tersebut. Berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut sejumlah program selama ini telah dilakukan pemerintah terutama didasari oleh prospektif ekonomi masyarakat setempat. Masalah kemiskinan, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari penyebab kemiskinan tersebut atau dengan kata lain harus mencari akar dan sumber kemiskinan itu sendiri. Sebenarnya untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah sangat kompleks, karena kondisi antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda. Oleh karena itu faktorfaktor penyebab dari kemiskinan adalah berbeda antara daerah satu dengan lainnya seperti yang dikemukakan terdahulu, meskipun prinsip dasarnya adalah sama. Ada beberapa faktor penyebab kemiskinan yang masing-masing atau bersama-sama dampaknya sangat menentukan.

2.3. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Kemiskinan banyak dihubungkan dengan: 1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. 2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

3. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. 4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. 5. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. Kemiskinan tidak hanya menyangkut tentang pendapatan tetapi juga menyangkut tentang aspek kehidupan lainnya. Kemiskinan di berbagai hal ini disebut dengan kemiskinan plural. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: 1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. 2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi . Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. 3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Mencari atau meneliti tentang penyebab miskin tidak mudah. Berbagai penelitian dan seminar telah dilakukan dalam upaya meneliti, membahas dan mengevaluasi serta

Universitas Sumatera Utara

mencarikan langkah-langkah pemecahannya. Berikut ini penulis akan memaparkan beberapa pendapat para ahli dan lembaga tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan. Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan status sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi yaitu faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada dirinya, seperti: tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, tingkat kesehatan rendah dan produktivitas yang rendah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar berhubungan dengan potensi alamiah, teknologi dan rendahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan yang ada. Kedua faktor tersebut menentukan aksesibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluangpeluang ekonomi dalam menunjang kehidupannya. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait mengkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu mengkaji masalah kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor-faktor yang berada dibalik kemiskinan tersebut. Todaro (2006) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya diri dan terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja,tingginya angka pengangguran dan rendahnya investasi perkapita. Tingginya angka pengangguran disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya investasi perkapita, dan tingginya pertumbuhan tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya invesatasi perkapita disebabkan oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja. Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi perkapita. Secara lebih khusus negara- negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand menemukan bahwa kemiskinan dan ketidakmerataan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: Produktivitas tenaga kerja yang rendah sebagai akibat rendahnya teknologi, penyediaan tanah dan modal jika dibanding dengan tenaga kerja. Tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah. Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu: 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga. 2. Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja. 3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian. 4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.

Universitas Sumatera Utara

5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan. 6. Kurangnya peranan kelembagaan yang ada. Selain itu kemiskinan dapat terjadi akibat sistem ekonomi yang berlaku karena yang kuat menindas yang lemah, tidak adanya sumber pendapatan yang memadai bagi golongan yang bersangkutan, struktur pemilikan, dan penggunaan tanah, pola usaha yang terbelakang, dan pendidikan angkatan kerja yang rendah. Dengan rendahnya faktor-faktor diatas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima, pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimun yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan. Untuk kasus Indonesia diperkirakan ada empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut yaitu: rendahnya taraf pendidikan, rendahnya taraf kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian. Sedangkan Asnawi (1994) menyatakan suatu keluarga menjadi miskin disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor teknologi. Sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan, dependensi ratio, nilai sikap, partisipasi, keterampilan pekerjaan, dan semuanya itu tergantung kepada sosial budaya masyarakat itu sendiri, kalau sosial budaya masyarakatnya masih terbelakang maka rendahlah mutu sumber daya manusianya. Sebaliknya kalau sosial budaya modern sesuai dengan tuntutan pembangunan maka tinggilah mutu sumber daya manusia tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya dikatakan bahwa potensi suatu wilayah ditentukan oleh keadaan fisik, sarana dan prasarana, iklim, keseluruhan lahan atau keadaan air, keadaan topografi dan sarana seperti irigasi, jalan transportasi, pasar, kesehatan (sanitasi), pendidikan, gudang, fasilitas pengolahan, kondisi pertanian, kondisi pertanian, lembaga keuangan dan perbankan dan lain-lain.

2.4. Hakikat dan Ukuran Kemiskinan Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan standar yang berlaku. Seseorang dikatakan miskin secara absolut jika tingkat pendapatannya lebih rendah dari standar kemiskinan yang telah ditetapkan. Banyak sekali ukuran kemiskinan yang dikemukakan oleh para ahli dengan berdasarkan pendapatan perkapita, kebutuhan kalori minimum, konsumsi beras perkapita, Dari berbagai pendapat tersebut yang paling sering digunakan sebagai patokan dalam kemiskinan adalah ukuran dari Biro Pusat Statistik. Batas kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (1999) yang dikategorikan sebagai penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum. Nilai garis kemiskinan yang digunakan pada batas garis kemiskinan menurut Biro Pusat Statistik didasarkan kepada kebutuhan kalori minimum perhari yaitu 2100 kalori/hari ditambah dengan kebutuhan non makanan seperti pakaian, pendidikan dan kesehatan disisi lain.

Universitas Sumatera Utara

Djoyohadikusumo

(1996)

menggunakan

standar

kemiskinan

berdasarkan

pendapatan perkapita pertahun adalah US $ 50 untuk pedesaan dan US $ 75 untuk perkotaan. Sedangkan kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Agraria adalah berdasarkan konsumsi sembilan bahan pokok yang dihitung berdasarkan harga setempat. Standar kebutuhan minimum perorang perbulanan: 100kg beras, 60liter minyak tanah, 15kg ikan asin, 6kg minyak goreng, 2m batik kasar dan 4kg garam. Didaerah perkotaan ada pengelompokan untuk miskin sekali 75% dari nilai total konsumsi, miskin 75% - 125% dari nilai total konsumsi, hampir miskin 125% - 200% dari nilai total konsumsi. Sedangkan daerah pedesaan miskin sekali 75% dari nilai total konsumsi, miskin 75% - 125% dari nilai total konsumsi, hampir miskin 125% - 200% dari nilai total konsumsi. Bank Dunia (2000) untuk standar internasional memberikan batas garis kemiskinan yang lebih tinggi dari standar-standar lainnya yaitu dengan pendapatan perkapita sebesar US $ 275 per.tahun atau 2 dollar per hari.

2.5. Kemiskinan dan Pendapatan Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum sehingga memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak. Bila sekiranya tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang atau keluarga tersebut dapat dikatakan miskin. Ini berarti diperlukan suatu tingkat pendapatan minimum sehingga memungkinkan orang atau keluarga tersebut memperoleh kebutuhan dasarnya.

Universitas Sumatera Utara

Kemiskinan sebagai suatu proses dimana kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakatnya. Pendapatan rumah tangga dapat dengan mudah dihitung yaitu melalui penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga. Pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat relatif lebih mudah diteliti jika melalui sisi pengeluaran. Mengapa hal tersebut terjadi karena pelaku rumah tangga cenderung curiga jika dimintai data tentang pendapatan yang diperoleh perbulannya. Dari sisi pengeluaran dapat diketahui bahwa penghasilan dapat dilihat dari konsumsi yang dilaksanakan oleh rumah tangga tiap bulannya. Berapa belanja yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Menurut Amar (1999) untuk menghindari penyimpangan data pendapatan dari segi penerimaan dapat digunakan data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga didefenisikan sebagai pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan, termasuk perumahan, pendidikan untuk anak-anak, keperluan-keperluan sosial, dan input-input untuk produksi. Kalau jumlah pengeluaran ini dibagi dengan jumlah anggota keluarga menjadi rata-rata pengeluaran perkapita. Sedangkan pendapatan dari sisi penerimaan merupakan semua penghasilan yang diterima oleh semua anggota keluarga dari berbagai jenis kegiatan, baik pertanian maupun non pertanian. Kemudian dari total penerimaan dibagi dengan jumlah anggota keluarga akan didapat pendapatan rumah tangga perkapita. Selanjutnya pendapatan rumah tangga merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan rumah tangga, yang secara umum dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pendapatan akan semakin tinggi tingkat kesejahteraanya. Jadi disini antara

Universitas Sumatera Utara

pendapatan dan kesejahteraan mempunyai kaitan yang erat dengan demikian pendapatan merupakan pembatas antara miskin dan tidak miskin.

2.6. Program Penanggulangan Kemiskinan Terkait dengan komitmen pemerintah dalam melaksanakan pembangunan maka program penanggulangan kemiskinan merupakan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan pemerintah. Selama dua dekade pembangunan berbagai program anti kemiskinan telah diciptakan untuk memberantas kemiskinan telah diciptakan untuk memberantas kemiskinan seperti; program bantuan modal kerja, transmigrsi dan program inpres. Berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintah adalah sebagai berikut : Program Beras Miskin (RASKIN), Program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK GAKIN), Program Asuransi Kesehatan Miskin (Askeskin), Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Bantuan Khusus Murid (BKM), Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Dari program–program yang dilaksanakan pemerintah telah berhasil memperkecil angka kemiskinan. Meninjau kembali upaya yang dilakukan pemerintah yang menurut data statistik dianggap berhasil namun pada realitasnya tidak sesuai dengan angka-angka yang kita baca. Ada beberapa sebab upaya pemberantasan kemiskinan tersebut menjadi kurang berhasil dan berdaya guna, yaitu: program-program itu direncanakan oleh pemerintah atas dasar persepsi dan asumsi yang keliru terhadap sebab-sebab munculnya kemiskinan.

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah dan para perencana pembangunan pada umumnya melihat bahwa sebab-sebab kemiskinan selalu dikaitkan dengan masalah budaya malas hidup yang konsumtif dari orang miskin. Perencanaan program anti kemiskinan dilakukan secara serentak baik dari segi bentuk dan model pelaksanaannya tanpa memperhatikan adanya variasi dan berbagai defenisi serta sebab terjadinya kemiskinan. Akibatnya banyak program yang mubazir karena tidak menjawab masalah yang benar-benar dihadapi masyarakat miskin. Lemahnya monitoring dari pemerintah terhadap pelaksanaan program anti kemiskinan yang berakibat terjadinya penyimpangan baik dari segi seleksi penerima program maupun biaya yang digunakan. Kurangnya dukungan penelitian perihal masalah kemiskinan dan evaluasi tentang dampak dari program yang dilaksanakan terhadap perbaikan hidup orang miskin. Tertutupnya sikap pemerintah terhadap masalah kemiskinan menyebabkan upaya pemberantasan kemiskinan relatif terjadi lamban. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya sekedar mencakup peningkatan pendapatan golongan masyarakat yang dipandang miskin tetapi di belakang upaya tersebut banyak hal yang harus dijelaskan, khususnya untuk kepentingan analisa kebijaksanaan. Analisis tentang kemiskinan lebih baik dilihat dari sudut dimensi sosial karena manusia sebagai individu adalah bagian dari suatu komunitas. Secara teoritis upaya penanggulangan kemiskinan sendiri dapat dipandang sebagai redistribusi dari golongan masyarakat kaya kepada yang miskin, karena kesejahteraan golongan kaya dapat dibandingkan dengan golongan miskin, sehingga pendapat klasik yang menyatakan bahwa bagi golongan miskin tambahan pendapatan sebesar satu satuan mata

Universitas Sumatera Utara

uang dirasakan lebih besar daripada jika tambahan pendapatan tersebut diperoleh dari golongan kaya. Dengan demikian jika sejumlah pendapatan golongan kaya diredistribusikan kepada golongan miskin melalui pajak dan subsidi pada daerah miskin. Maka penurunan kesejahteraan yang dirasakan oleh golongan kaya adalah lebih kecil daripada peningkatan kesejahteraan yang akan dialami oleh golongan miskin. Keberhasilan program pengentasan kemiskinan sama seperti program pembangunan yang lain, terletak pada identifikasi akurat terhadap kelompok dan wilayah yang ditargetkan. Oleh karena itu keberhasilan pengentasan kemiskinan terletak pada beberapa langkah yang dimulai dari formulasi kebijaksanaan yaitu mengidentifikasikan siapa yang miskin dan dimana mereka berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mempertimbangkan yaitu: 1. Karakteristik ekonomi penduduk antara lain sumber pendapatan, pola konsumsi dan pengeluaran, tingkat ketergantungan 2. Karakteristik demografi sosial diantaranya tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota rumah tangga dan lain-lain. Pertanyaan kedua dapat dijawab dengan menguji karakteristik geografis, yaitu dimana orang miskin tersebut terkonsentrasi apakah dipedesaan, perkotaan dan apakah di pulau Jawa atau di luar pulau Jawa. Dengan mempertimbangkan profil kemiskinan diharapkan kebijaksanaan yang dibuat dalam pengentasan kemiskinan dapat lebih langsung pada sasaran dan dapat dievaluasi keberhasilannya.

Universitas Sumatera Utara

Dari berbagai teori yang dijelaskan diatas dapat dilihat kemiskinan dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu: 1. Faktor Ekonomi Dapat dilihat dari sisi modal yang dimiliki oleh penduduk miskin untuk melepaskan diri dari jeratan kemiskinan melalui usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mereka miliki. Modal yang terbatas dan sulit untuk diperoleh sehingga tidak memungkinkan untuk membuka usaha dalam mencari pendapatan. Sulitnya kehidupan yang dijalani ditambah lagi penduduk miskin tidak memiliki tempat tinggal yang layak apalagi menyangkut dengan kepemilikan rumah (asset). Penguasaan teknologi yang rendah karena pendidikan penduduk miskin tergolong rendah dan sering terputus sekolah karena kendala biaya. Status pekerjaan yang dijalani lebih sering tidak tetap dan bekerja serabutan selama bisa menghasilkan uang akan dijalani oleh mereka. Jam kerjanya juga tidak jelas bekerja dalam waktu yang lama tetapi upah yang diperoleh rendah. 2. Faktor Demografi Kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh kondisi perekonomian yang ada tetapi juga karena kondisi demografi dimulai dari umur pernikahan yang relatif muda sehingga banyak menghasilkan keturunan sementara pendapatan yang dimiliki tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga. Hal tersebut menyebabkan kesejahteraan tidak tercapai dalam kehidupan penduduk miskin terutama tingkat kesehatan. Banyak yang meninggal dan banyak yang lahir, sehingga tidak terjadi keseimbangan. Banyak ibu muda yang meninggal dan anak bayi yang lahir tetapi mengalami kecacatan fisik. Suatu hal yang ironis untuk kehidupan yang harus dijalani. 3. Faktor Sosial Budaya

Universitas Sumatera Utara

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk miskin tergolong rendah karena berbagai faktor terutama terbatasnya perekonomian. Selain itu pemikiran penduduk miskin lebih penting untuk mencari nafkah dibandingkan dengan mencari ilmu. Hal ini semua disebabkan oleh keadaan yang dijalani. Keterampilan yang dimilki terbatas karena didukung juga pendidikan yang rendah seandainya penduduk miskin banyak yang mengecam pendidikan tinggi selain memperoleh ilmu juga ada keterampilan yang dapat di peroleh disekolah. Keterampilan tersebut dapat digunakan untuk mencari nafkah. Aksesibilitas terhadap kelembagaan yang memiliki prosedur yang panjang sehingga sulit untuk dipahami dan penduduk miskin memilih untuk tidak menjalaninya. Rasa percaya diri dan etos kerja yang dimiliki oleh penduduk miskin tergolong rendah karena sulit menyesuaikan diri untuk bergaul dan bermasyarakat dengan lingkungan masyarakat. 4. Faktor Lokasi/Lingkungan Jarak yang jauh terhadap fasilitas yang ada karena pemukiman masyarakat tersebut cenderung berada di pemukiman kumuh dan berada jauh dari pusat kota. Sulit untuk memperoleh fasilitas karena terhalang jarak. Ketersediaan fasilitas juga terhadang karena hal tersebut. Sanitasi yang dimilki oleh pemukiman penduduk miskin jauh dari apa yang disebut dengan layak. Sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi penduduk miskin. Hal ini terlihat sulit karena pemukiman yang jauh dari layak dan pantas untuk terus ditempati secara turun temurun. Belum lagi terkadang tempat tinggal mereka tergolong ditempat rawan banjir dan kecelakaan lalu lintas. Kemiskinan menjadi masalah bagi masyarakat yang berada didalamnya. Hal yang sulit untuk melepaskan diri dari kemiskinan apabila tidak didukung oleh berbagai pihak

Universitas Sumatera Utara

termasuk pemerintah sendiri dalam program-program pengentasan kemiskinan dan masyarakat yang mau bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ditambah dukungan dari masyarakat untuk menyukseskan program pemerintah tersebut. Jumlah penduduk Indonesia yang tergolong besar membuat semakin cepat pula perkembangan penduduk miskin yang ada.

2.7. Pendidikan dan Kemiskinan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja yang selanjutnya akan meningkatkan produktivitas kerja. Definisi Pendidikan versi UU No. 20/2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Heijrahman dan Husnan (2000) pengertian pendidikan adalah suatu pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya meningkatkan penguasaan teori keterampilan memutuskan persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Menurut Agus (2001), Pendidikan (Education) secara umum merupakan usaha yang sengaja diadakan dan dilakukan secara sistematis Berita terus menerus dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan tingkatannya, guna menyampaikan menumbuhkan dan mendapatkan pengetahuan sikap, nilai, kecakapan atau keterampilan yang dikehendaki. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

secara sadar diadakan untuk menyiapkan pekerja agar siap diserahi pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan yang ditangani sebelumnya.

Dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi, menurut Tilaar (2000) pendidikan merupakan suatu pengeluaran yang semakin meningkat dan semakin berpusat kepada kepentingan anak dan keluarga; ekonomi meminta tenaga kerja yang terdidik untuk meningkatkan produktivitasnya. Pendidikan adalah pengembangan SDM. Tujuan pendidikan sebagai pengembangan SDM adalah pengembangan potensi yang ada pada masing-masing individu itu sebagai perorangan dalam hubungannya dengan hidup bermasyarakat. Pendidikan sebagai pengembangan SDM adalah mengembangkan tanggung jawab pribadi bagi peningkatan kualitas hidup individu, dan sekaligus tanggung jawab pribadi dalam membengun masyarakat. Dimana menurut Hidayat dalam buku Tilaar (2000) menandakan bahwa suatu daerah tidak akan sanggup membangun apabila daerah itu tidak mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakatnya dan memanfaatkan secara efektif untuk kepentingan pembangunan. Dengan pendidikan yang berkualitas akan menjamin kelangsungan pembangunan suatu daerah. Pendidikan sangat penting dalam menemukan sebuah masa depan yang baik. Pendidikan adalah modal dasar pembangunan yang perlu dipertahankan. Pemerintah perlu mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Disamping itu berbagai upaya proaktif dan resktif yang mendukung akan potensi individu masyarakat perlu dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, sebagai ilustrasi terakhir atas rendahnya standar hidup penduduk di negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya, berikut ini disajikan uraian mengenai distribusi kesempatan menikmati pendidikan. Penyadiaan fasilitas pendidikan dasar merupakan prioritas utama bagi semua negara-negara berkembang. Disebagian besar negara-negara Dunia Ketiga, bagian terbesar anggaran pengeluaran pemerintah dialokasikan ke sektor pendidikan. Walaupun jumlah penduduk usia sekolah yang telah menikmati pendidikan sudah banyak meningkat, namun tingkat buta huruf masih sangat tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Sebagai contoh, di antara negara-negara yang paling terkebelakang, tingkat melek huruf (konsep kebalikan dari buta huruf) rata-rata hanya mencapai 45 persen dari jumlah penduduk (itu artinya tingkat buta hurufnya masih berkisar 55 persen). Untuk negara-negara Dunia Ketiga lainnya yang relatif sudah berkembang, tingkat melek hurufnya 64 persen. Sedangkan angka untuk negara-negara maju telah mencapai 99 persen. Dewasa ini, diberbagai penjuru negara-negara Dunia Ketiga, diperkirakan lebih dari 300 juta anak-anak terpaksa keluar (dropped out) dari bangku sekolah dasar dan menengah, karena berbagai alasan. Selain itu, sekitar 842 juta penduduk negaranegara Dunia Ketiga berusia dewasa masih buta huruf, dan 60 persen diantaranya adalah wanita. Hal lain yang patut dicatat adalah materi-materi pendidikan yang diberikan kepada anak-anak itupun acapkali kurang relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional. Selanjutnya, bertolak dari semua pembahasan diatas, kita dapat menarik beberapa rangkuman mengenai kesamaan karakteristik negara-negara berkembang sebagai berikut: 1. Pada umumnya, tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya pun tergolong lambat.

Universitas Sumatera Utara

2. Pendapatan per kapita negara-negara Dunia Ketiga masih sangat rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, sehingga pantas saja bila ada pengamat yang mengatakan bahwa kondisi ekonomi negara-negara berkembang itu sebenarnya mengalami stagnasi (kemacetan). 3. Distribusi pendapatan sangat timpang atau sangat tidak merata; 20 persen penduduk yang paling kaya menerima 5 hingga 10 kali lipat pendapatan yang diterima oleh 40 persen golongan yang paling miskin. 4. Konsekuensinya, mayoritas penduduk di negara-negara Dunia Ketiga harus hidup di bawah tekanan kemiskinan absolut. Jumlah mereka sekarang ini berkisar 1,3 miliar jiwa. Pendapatan total mereka kurang dari US$370 per tahun. 5. Sebagian besar penduduk masih amat menderita sebagai akibat dari fasilitasfasilitas dan pelayanan kesehatan yang serba buruk dan sangat terbatas, malnutrisi (kekurangan gizi), dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara-negara Dunia Ketiga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. 6. Fasilitas-fasilitas pendidikan di kebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurukulumnya relatif masih kurang relevan dan kurang memadai. Di samping itu, tingkat kegagalan penyelesaian pendidikan (dropped out) relatif tinggi, sedangkan tingkat melek huruf relatif masih sangat rendah. Masing-masing dari keenam karakteristik itu memerlukan penelitian dan perhatian lebih lanjut agar kita bisa memperoleh suatu pemahaman yang benar -benar komprehensif mengenai aneka permasalahan yang dihadapi oleh negara - negara Dunia Ketiga dan memikirkan cara-cara untuk menanggulanginya. Namun, diluar itu masih ada unsur lain

Universitas Sumatera Utara

yang lebih penting, yakni interaksi antara keenam karakteristik tersebut, karena ternyata interaksi itulah yang sesungguhnya mengakibatkan berlarut-larutnya masalah kemiskinan, keacuhan dan penyaki" yang mencekik begitu banyak manusia yang tinggal di negaranegara berkembang. Sebagian besar ekonom sepakat bahwa sumber daya manusia (human resources) dari suatu bangsa, bukan modal fisik ataupun sumber daya material, merupakan faktor yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan social dan ekonomi bangsa yang bersangkutan. Keyakinan para ekonom tersebut antara lain nampak jelas pada kenyataan almarhum Profesor Frederick Harbinson dari Princeton University sebagai berikut: "Sumber daya manusia... merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Modal fisik dan sumber daya alam hanyalah faktor produksi yang pada dasarnya bersifat pasif, manusialah yang merupakan agen-agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasikan sumber-sumber daya alam, membangun berbagai macam organisasi sosial, ekonomi dan politik, serta melaksanakan pembangunan nasional, maka untuk selanjutnya negara tersebut tidak akan dapat mengembangkan apapun. Mekanisme kelembagaan pokok dalam pengembangan keahlian dan pengetahuan manusia itu adalah system pendidikan formal. Namun, sebagian besar negara-negara Dunia Ketiga terlanjur diyakinkan oleh gagasan-gagasan keliru yang mengatakan bahwasanya penciptaan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan yang cepat secara kuantitatif merupakan kunci utama mensukseskan pembangunan nasional: semakin bertambah kesempatan pendidikan, akan semakin cepat pula proses pembangunannya. Bertolak dari keyakinan tersebut, maka negara-negara berkembang langsung bergerak cepat, seakan saling berlomba-lomba, untuk mengadakan upaya-upaya perluasan pendidikan (sistem

Universitas Sumatera Utara

sekolah) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Bidang ini bahkan menjadi begitu sensitive secara politis (setiap pemerintah memiliki kepentingan-kepentingan politik untuk mengembangkan pendidikan sehingga suatu rejim atau pemerintah yang tidak bersedia mengembangkan pendidikan akan menghadapi ancaman politik yang serius dari warganya sendiri), walaupun secara ekonomis upaya-upaya tersebut sangat mahal. Baru belakangan ini saja sejumlah kecil politisi, negarawan, ekonom, dan perencana pendidikan dari negaranegara berkembang serta negara-negara berkembang serta negara-negara maju mulai berani menentang "mitos" pendidikan formal tersebut secara terbuka. Tantangan tersebut selanjutnya mulai mendapatkan momentum dan dukungan yang berasal dari berbagai sumber. Hal ini dapat dengan jelas dilihat pada karakter dari hasil dari proses pembangunan itu sendiri. Setelah hampir tiga dasawarsa lamanya, perluasan kesempatan bersekolah secara cepat yang telah menelan biaya hingga berates-rates miliar dolar telah terlaksana, akan tetapi kondisi dasar rata-rata penduduk diberbagai negaranegara berkembang di Asia Selatan, Afrika dan Amerika Latin tidak banyak mengalami perbaikan yang berarti. Kemiskinan absolut yang menjerat mereka justru menjadi semakin kronis dan tersebar luas kemana-mana. Jurang kesenjangan kemakmuran antara penduduk kaya dan penduduk miskin terus menerus melebar dari tahun ke tahun. Proporsi pengangguran, baik yang terbuka maupun yang terselubung, juga terus melonjak, dan yang paling mengejutkan dan menyedihkan, jumlah pengangguran yang "terdidik" di berbagai negara-negara Dunia Ketiga semakin bertambah banyak. Adalah tidak mungkin untuk menyatakan bahwasanya kegagalan sistem pendidikan formal (formal educational system) tersebut merupakan penyebab atas semua permasalahan diatas. Namun, kita juga harus mengakui bahwa sebagian besar pernyataan terdahulu yang begitu menonjolkan pentingnya

Universitas Sumatera Utara

perluasan kesempatan bersekolah-demi mace pertumbuhan ekonomi; meningkatkan taraf hidup, terutama kalangan penduduk miskin, serta mendorong terciptanya sikap-sikap positif yang seba "modern"-terlampau berlebihan, sehingga gagal memperhitungkan segala kelemahan dan dampak negatifnya. Ilmu ekonomi pendidikan (economics of education) sangatlah penting walaupun belum mempunyai bentuk atau wujud yang pasti sebagai salah satu komponendari ilmu ekonomi pembangunan. Hal itu termasuk ilmu mutakhir yang barn muncul pada awal decade 1960-an sebagai cabang ilmu ekonomi yang berdiri sendiri. Apabila kita ingat bahwa motivasi utama atas "permintaan" terhadap pendidikan di negara-negara Dunia Ketiga adalah untuk mempercepat perbaikan ekonomi yang dicita-citakan (melalui pengembangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan pendapatan lebih tinggi bagi segenap anggota masyarakat) maka kita juga perlu berusaha memahami proses-proses ekonomi yang pada akhirnya akan menentukan terpenuhi atau tidaknya aspirasiaspirasi tersebut. Dalam bab ini, kita akan membahas hubungan-hubungan (baik yang positif maupun negatif) antara pembangunan dan perluasan pendidikan secara kuantitatif dan kualitatif, dengan bertumpu kepada enam masalah pokok pembangunan negara-negara Dunia Ketiga yang telah kita ketahui dari bab-bab sebelumnya. Selanjutnya, pembahasan kita dalam bab ini akan terpusat pada enam pertanyaan fundamental sebagai berikut: 1. Bagaimana pendidikan mempengaruhi tingkat, struktur, dan karakter pertumbuhan ekonomi? Sebaliknya, bagaimana tingkat, struktur, dan karakter pertumbuhan ekonomi itu mempengaruhi sistem pendidikan?

Universitas Sumatera Utara

2. Apakah pendidikan pada umumnya dan struktur sistem pendidikan dikalangan negaranegara Dunia Ketiga pada khususnya, membantu atau sebaliknya justru menghambat upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan penanggulangannya ketimpangan distribusi pendapatan? 3. Apa hubungan antara pendidikan, migrasi dari desa kekota, dan lonjakan pengangguran didaerah perkotaan? Apakah meningkatnya jumlah pengangguran yang "terdidik" itu hanya bersifat sementara saja, ataukah justru merupakan suatu fenomena yang kronis? 4. Apakah tingkat pendidikan kaum wanita, memang tertinggal apabila dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang telah di enyam oleh kaum pria, dan apakah ada suatu hubungan yang pasti atau jelas antara peningkatan kesempatan pendidikan bagi wanita dengan pengangguran jumlah anak yang diinginkan oleh keluarga ? (ini terkait dengan persoalan pertumbuhan penduduk yang begitu pesat di negara-negara Dunia Ketiga). 5. Apakah sistem pendidikan formal di negara-negara Dunia Ketiga sekarang ini cenderung

mendukung,

ataukah

justru

sebaliknya

menghambat

upayaupaya

pembanguanan sektor pertanian dan daerah pedesaan? 6. Bagaimanakah sifat-sifat hubungan, jika hubungan tersebut memang ada, antara system pendidikan di negara-negara Dunia Ketiga, Sistem pendidikan dinegara-negara maju, dan terjadinya migrasi internasional tenaga-tenaga professional yang berpendidikan tinggi dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju? Data-data yang terkumpul, terbukti bahwa diskriminasi pendidikan terhadap kaum wanita turut menjadi sebab terhambatnya pembangunan ekonomi, karena hal itu memang memperburuk ketimpangan kesejahteraan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai penutup atas topik bahasan ini, kita perlu menegaskan di sini bahwa peningkatan kesempatan bagi kaum wanita untuk mendapatkan pendidikan, ditinjau dari sudut ekonomi, harus dilaksanakan atas dasar empat atas an sebagai berikut : 1. Hasil pendidikan wanita di negara-negara Dunia Ketiga ternyata lebih besar dari pada hasil pendidikan kaum pria. 2. Peningkatan pendidikan kaum wanita tidak hanya memacu produktifitas sektor-sektor pertanian maupun industri, tetapi juga akan menurunkan usia pernikahan, meredakan tingkat fertilitas, serta memperbaiki mutu kesehatan dan nutrisi anak-anak. 3. Peningkatan kualitas kesehatan dan tingkat gizi anak-anak, serta membaiknya pendidikan ibu-ibu mereka, dengan sendirinya akan sangat memperbaiki kualitas sumber daya manusia selama beberapa generasi mendatang. 4. Karena kaum wanitalah yang menanggung beban terbesar dari kemiskinan dan kelangkaan lahan garapan di banyak negara-negara Dunia Ktiga, maka setiap perbaikan perenan dan status ekonomi mereka melalui peningkatan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan akan melipatgandakan daya dan kekuatan mereka guna menghancurkan lingkaran setan kemiskinan dan keterbatasan pendidikan.

2.8. Peneliti Terdahulu Amar (1999) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat di pedesaan Asia. Faktor tersebut antara lain yaitu: 1. Faktor ekonomi yang terdiri dari modal, tanah dan teknologi. 2. Faktor sosial dan budaya yang terdiri dari pendidikan, budaya miskin, dan kesempatan kerja.

Universitas Sumatera Utara

3. Faktor geografis dan lingkungan. 4. Faktor pribadi terdiri dari jenis kelamin, kesehatan dan usia. Keempat faktor tersebut mempengaruhi aksesibilitas terhadap upaya masyarakat untuk memperoleh fasilitas umum dan kredit dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat miskin. Amar (1999) menyimpulkan karakteristik kemiskinan di beberapa negara Asia dan afrika yaitu: 1. Kurangnya sarana dan prasarana akibatnya penduduk miskin cenderung tinggal didaerah kotor dan dengan penduduk yang padat. 2. Besarnya ukuran keluarga hal ini menggambarkan rendahnya kesadaran masyarakat pola keluarga kecil. Besarnya jumlah anggota keluarga menyebabkan jumlah pendapatan yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup semakin besar. 3. Sempitnya lahan yang diindikasikan dengan sistem pengairan yang kurang baik. 4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan. 5. Rendahnya mutu lingkungan hidup. 6. Memiliki sumber nafkah utama dari pertanian. 7. Hampir semua pendapatan rumah tangga digunakan untuk konsumsi dan rendahnya aksesibilitas terhadap pelayanan umum. Siregar dan Wahyuniarti (2006) melaksanakan penelitin tentang faktor yang mempengaruhi kemiskinan, faktor yang dikemukakan adalah: sumber daya manusia, PDRB, inflasi dan Jumlah Penduduk. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh pendidikan,

Universitas Sumatera Utara

pendapatan,dan laju inflasi yang berkembang sesuai dengan target pemerintah dapat mengurangi kemiskinan. Novida (2006) melaksanakan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kemiskinan, faktor yang dikemukakan adalah: pendapatan, tingkat pendidikan, umur, akses terhadap lembaga keuangan dan jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlunya pendidikan dalam medorong

pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi,jika pendidikan semakin baik maka penyesuaian pekerjaan dengan pendidikan akan lebih mudah menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran berkurang dan kemiskinan dapat berkurang. Dari uraian diatas sebab-sebab dari kemiskinan ini memang bermacam-macam. Selain itu kondisi antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda. Oleh karena itu faktor penyebab kemiskinan yang begitu banyak membuat masalah semakin rumit karena memerlukan kesungguhan dalam menuntaskan kemiskinan dan menemukan cara yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan disetiap daerah. Namun dengan mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinan secara objektif diharapkan ada kerja sama antara semua pihak dalam usaha mengentaskan kemiskinan. Adapun faktor yang ingin dianalisa oleh peneliti adalah: jam kerja, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang bekerja,jumlah anggota keluarga yang ditanggung, biaya hidup/bulan dan akses terhadap lembaga keuangan. dan tingkat pendidikan. Dari teori yang sudah dipaparkan dan peneliti terdahulu, maka penulis mencoba merumuskan suatu kerangka pemikiran dalam sebuah skema/ gambar yang akan berguna untuk menjawab permasalahan secara umum serta dijadikan acuan untuk menggambarkan kerangka penelitian.

Universitas Sumatera Utara

2.9. Kerangka Penelitian Jam Kerja

Tingkat Pendidikan

Pendapatan keluarga miskin

Jumlah anggota keluarga yang bekerja Jumlah anggota keluarga yang ditanggung

Biaya Hidup/bulan

Akses terhadap lembaga Keuangan Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Dalam beberapa teori kemiskinan dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa semua variabel bebas yang diikutkan dalam penelitian ini seperti jam kerja (akan mempengaruhi seberapa besar dapat memperoleh pendapatan), akses terhadap lembaga keuangan (mempengaruhi seberapa besar usaha untuk menambah pendapatan), jumlah anggota keluarga (akan mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

hidup), tingkat pendidikan (akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia), biaya hidup/bulan (mempengaruhi seberapa besar alokasi pendapatan yang diperoleh) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Faktor-faktor ini akan dibuktikan dalam penelitian lebih lanjut.

2.10. Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka dapat dibuat hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Jam kerja berpengaruh negatif terhadap pendapatan keluarga miskin di kota Medan. 2. Tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap pendapatan keluarga miskin di kota Medan 3. Jumlah anggota keluarga yang bekerja berpengaruh negatif terhadap

pendapatan

keluarga miskin di kota Medan. 4. Jumlah anggota keluarga yang ditanggung berpengaruh positif terhadap pedapatan keluarga miskin di kota Medan. 5. Biaya hidup/bulan berpengaruh negatif terhadap pendapatan keluarga miskin di kota Medan. 6. Akses terhadap lembaga keuangan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga miskin di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara