Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

47 downloads 163 Views 529KB Size Report
meneliti dengan judul "Pengaruh Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Serta ... mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 19,642 ... perlindungan yang diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.l. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang dianggap ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain adalah penetitian yang dilakukan Fahmawati dan Batu Bara. Fahmawati (2004), meneliti dengan judul "Pengaruh Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Serta Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Cahaya Surya Tunas Tapioka Wonogiri". Hasil uji F sebesar 24,120 menunjukkan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar, hasil uji t sebesar 4,260 menunjukkan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar dan hasil uji t untuk sebesar 4,98 menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dan koefisien determinan sebesar 0,556 menunjukkan bahwa variabel bebas (kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan kerja) dapat menjelaskan 56,6 % terhadap variabel terikat (kinerja karyawan). Khaerurahman (2007) meneliti dengan judul ”Pengaruh Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Sinar Sosro Cabang Gresik”. Hasil uji F menunjukkan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 19,642 dan

Universitas Sumatera Utara

hasil uji t menunjukkan bahwa keselamatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 2,882 terhadap kinerja karyawan, dan kesehatan kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja sebesar 3,136 koefisien determinasi (R square) sebesar 0,40 menunjukkan bahwa variabel bebas (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dapat menjelaskan 40% terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan). 2.1.1. Teori Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.1.1.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan perhatian dan perlindungan yang diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya. Sutrisno (2010) menyatakan keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, dan lingkungannya, serta cara-cara karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Husni (2005) menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosialnya sehingga memungkinkan karyawan dapat bekerja secara optimal. Keselamatan diri para karyawan di dalam bekerja adalah hal yang sangat penting. Karyawan berupaya semaksimal mungkin agar terhindar dari kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaannya Sehingga dapat dikatakan keselamatan dan kecelakaan kerja mempunyai hubungan dengan tingkat kinerja karyawan pada perusahaan. Husni (2005) menyatakan bahwa, “Keselamatan kerja bertalian dengan

Universitas Sumatera Utara

kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dalam suatu aktivitas”. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap karyawan ini bertujuan agar tidak terjadi kecelakaan ditempat kerja atau paling tidak mengurangi tingkat kecelakaan di tempat kerja, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan semestinya. Anies (2005) menyatakan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja, merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan. Perhatian pada kesehatan karyawan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaannya, jadi antara kesehatan dan keselamatan kerja bertalian dan dapat mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Yusra (2008) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3), adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipatif bila terjadi hal yang demikian.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2. Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Tujuan utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap karyawan dan untuk melindungi sumber daya manusianya. Husni (2005) menyatakan bahwa, tujuan kesehatan kerja adalah: a) meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial; b) mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja; c) menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja; d) meningkatkan kinerja". Dengan demikian maksud dan tujuan tersebut adalah bagaimana melakukan suatu upaya dan tindakan pencegahan untuk memberantas penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bagaimana upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan gizi, serta bagaimana mempertinggi efisiensi dan kinerja karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik. Hasibuan (2000), Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan, dengan penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari pentingnya keselamatan kerja bagi dirinya maupun untuk perusahaan. Apabila banyak terjadi kecelakaan, karyawan banyak yang menderita, absensi meningkat, produksi menurun, dan biaya pengobatan semakin besar. Ini semua akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun perusahaan bersangkutan, karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja sebab cacat dan perusahaan kehilangan karyawannya.

Universitas Sumatera Utara

Perusahaan dapat melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan baik, maka perusahaan akan mendapat manfaat-manfaat mejalankan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu: 1. Meningkatkan kinerja karyawan sehingga menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. 2. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi. 4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim. 5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa memiliki, 6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan,dan 7. Meningkatkan keuntungannya secara substansial Rivai (2004) Tujuan dan manfaat dari kesehatan dan keselamatan kerja ini tidak dapat terwujud dan dirasakan manfaatnya, jika hanya bertopang pada peran tenaga kerja saja tetapi juga perlu peran dari pimpinan. Ivancevich (2001) menyatakan bahwa,"top management must support safety and health with an adequate budget. Managers must give it their personal support by talking about safety and health with everyone in the firm. Acting on reports about safety is another way top managers can be involved in these

Universitas Sumatera Utara

efforts. Without this support, the effort to ensure safety and health is hampered. Some organizations have responded to the environmental problems that can increase accidents, deaths, and disabilities by placing the responsibility for employees' health and safety with the chief executive officer of the organization". Menurut Mathis and Jackson (2003) tanggung jawab umum perusahaan yang terdiri dari unit sumber daya manusia dan manajer dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Tanggung Jawab Umum Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja HR UNIT

MANAGERS

- Coordinates health and safety program - Develops safety reporting system - Provides accident investigation exprertise - Provides technical expertise on accident prevention - Develops restricted–acces procedurs and employee identification systems - Trains managers to recognized and handle difficult employee situations

- Monitor health and safety of employees daily - Coach employees to be safety conscious - Investigate accidents - Observe health and safety behavior of employees - Monitor workplace for security problems - Communicate with employees to identify potentially difficult employees - Follow security procedures and recommend changes as needed.

Sumber : Mathis dan Jackson, 2003.

Menurut Siagian (2002) ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yaitu: l.

Apa pun bentuknya berbagai ketentuan formal itu harus ditaati oleh semua organisasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Mutlak perlunya pengecekan oleh instansi pemerintah yang secara fungsional bertanggung jawab untuk itu antara lain dengan inspeksi untuk menjamin ditaatinya berbagai ketentuan lain dengan inspeksi untuk menjamin ditaatinya berbagai ketentuan formal oleh semua organisasi. 3. Pengenaan sanksi yang keras kepada organisasi yang melalaikan kewajibannya menciptakan dan memelihara Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 4. Memberikan kesempatan yang seluas mungkin kepada para karyawan untuk berperan serta dalam menjamin keselamatan dalam semua proses penciptaan dan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja dalam organisasi. 5. Melibatkan serikat pekerja dalam semua proses penciptaan dan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja. Sistem imbalan yang efektif termasuk perlindungan karyawan ditempatnya berkarya, kiranya jelas terlihat bukan imbalan dalam bentuk uang saja hal yang sangat penting, tetapi perlindungan terhadap karyawan juga tidak kalah pentingnya. 2.1.2. Teori Tentang Lingkungan Kerja 2.1.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja Peningkatan kinerja karyawan perlu diperhatikan lingkungan kerja yang mendukung dan memadai sehingga pekerja merasa nyaman dan dapat bekerja secara sungguh-sungguh. Kesuksesan organisasi sangat tergantung pada lingkungan kerja di dalam organisasi karena para anggota yang melakukan kegiatan operasional merasa betah dan menyukai lingkungan tempat bekerja.

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor pendukung keselamatan dan kesehatan karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dan Sedarmayanti (2001) Menyatakan, “ Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorang maupun sebagai kelompok”. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja mencakup aspek yang sangat luas, tidak hanya meliputi aspek tempat pegawai atau karyawan melaksanakan pekerjaanya tetapi juga aspek sarana dan prasarana yang mendukung karyawan tersebut melaksanakan pekerjaannya seperti peralatan dan pekerjaan yang mendukung. Lingkungan kerja di dalam organisasi mutlak untuk diperhatikan dan sangat menentukan dalam segala kegiatan perusahaan baik itu perusahaan pemerintah maupun perusahaan swasta. Mangkunegara (2005) menyatakan lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang melebihi toleransi kemampuan manusia tidak saja menurunkan kinerja karyawan, tetapi juga menjadi sebab terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja. Carlaw (2003) menyatakan bahwa,"the physical environment of your contact center impacts two major factors of your employees'work life: their motivation and their productivity. An environment that is clean, comfortable, well lit, and not overly noisy will go a long way toward making people want to

Universitas Sumatera Utara

work And we all know that when this happens, quality and productivity improve". Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental dan fisik dalam kehidupan pekerja. Lingkungan tempat kerja yang sehat dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan kinerja. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya (www.promosikesehatan.com, 2007). Lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dimana karyawan tidak akan mungkin dapat melakukan pekerjaan sebagaimana yang diharapkan tanpa ditunjang lingkungan kerja yang mendukung dan kenyamanan karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari sangat tergantung pada lingkungan tempat mereka bekerja. Jika ada hal-hal yang mengganggu pada lingkungan rempat karyawan tersebut bekerja secara langsung akan berdampak buruk pada konsentrasi bekerja para karyawan yang akhirnya berpengaruh terhadap kinerja karyawan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2. Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 (dua) yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. a.

Lingkungan kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara

tidak Iangsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : 1). Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya), dan 2). Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai. b.

Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok tingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.3 Promosi Kesehatan di Tempat Kerja Promosi kesehatan ditempat kerja merupakan upaya untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman. Promosi kesehatan adatah upaya memberdayakan karyawan untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan dirinya serta lingkungan tempat karyawan bekerja. Promosi Kesehatan di tempat kerja akan menghasilkan keuntungan baik bagi perusahaan dan bagi pekerja, hal UU dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.3. Keuntungan Promosi Kesehatan Bagi Perusahaan dan Bagi Pekerja di Tempat Kerja BAGI PERUSAHAAN Meningkatnya lingkungan tempat kerja yang sehat dan aman serta nyaman Citra perusahaan positif Meningkatkan moral Staf Menurunkan angka absensi Meningkatkan kinerja Menurunkan biaya kesehatan atau biaya asuransi Pencegahan terhadap penyakit

BAGI PEKERJA Lingkungan tempat kerja menjadi lebih sehat Meningkatnya percaya diri Menurunnya stress Meningkatnya semangat kerja Meningkatnya kemampuan Meningkatnya kesehatan Lebih sehatnya keluarga dan masyarakat

Sumber : www.google.com, 28 November 2010

Para pekerja di semua tingkatan dalam perusahaan hendaknya terlibat secara aktif mengidentifikasi masalah kesehatan yang dibutuhkan untuk pencegahannya dan meningkatkan kondisi lingkungan kerja yang sehat. Partisipasi para pengambil keputusan di tempat kerja merupakan hal yang sangat mendukung bagi para pekerja untuk lebih percaya diri dalam meningkatkan kemampuan karyawan dalam merubah gaya hidup dan mengembangkan kemampuan pencegahan dan peningkatau terhadap

Universitas Sumatera Utara

penyakit serta terciptanya lingkungan kerja yang aman dari kecelakaan kerja (www.google.com, 28 November 2010). 2.1.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidak sesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh 1agi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang tebih banyak dan ridak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Suma'mur (1996) menyatakan bahwa suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi yang mempengarulti karyawan, yaitu: 1. Faktor Fisik, yang meliputi: penerangan, suhu udara, kelembapan, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara. 2. Faktor Kimia, yaitu: gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda padat. 3. Faktor Biologi, faktor biologi ini terdiri dari golongan tumbuhan dan hewan. 4. Faktor Fisiologis, yaitu: konsttuksi mesin, sikap, dan cara kerja. 5. Faktor Mental-psikologis, yaitu: suasana kerja, hubungan antara pekerja atau dengan pengusaha, pemilihan kerja dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor tersebut dalam jumlah yang kurang cukup atau berlebih dapat menggangu daya kerja seorang tenaga kerja, yaitu: 1. Penerangan yang kurang cukup intensitasnya adalah sebab kelelahan mata. 2. Kegaduhan mengganggu daya mengingat, konsentrasi pikiran, dan

berakibat

kelelahan psikologis. 3. Gas-gas dan uap diserap tubuh lewat pernafasan dan mempengaruhi berfungsinya berbagai jaringan tubuh dengan akibat penurunan daya kerja. 4. Debu-debu yang dihirup ke paru-paru mengurangi penggunaan optimal alat pernafasan untuk mengambil zat asam dari udara. 5. Parasit-parasit yang masuk tubuh akibat higene di tempat kerja yang buruk menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerjanya. 6. Sifat badan yang salah mengurangi hasil kerja, menyebabkan timbulnya kelelahan atau kurangnya fungsi maksimal alat-alat tertentu. 7. Hubungan kerja tidak sesuai adalah sebab bekerja secara lamban atau setengahsetengah. Sebaliknya, apabila faktor-faktor tersebut dicari manfaamya, dapat diciptakan suasana kerja yang lebih serasi, misalnya:1. Penggunaan musik di tempat kerja,2. Penerangan yang diatur intensitas dan penyebarannya, 3. Dekorasi warna ditempat kerja,4. Bahan-bahan yang beracun dalam keadaan dikendalikan biayanya,5. Penggunaan suhu yang nikmat untuk kerja,6. Perencanaan manusia dan mesin yang sebaik-baikya, 7. dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.5. Pemantauan Lingkungan Kerja Lingkungan

kerja

dapat

mendorong

kegairahan

karyawan

dalam

melaksanakan pekerjaannya. Lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman merupakan syarat penting sehingga karyawan dapat mengerjakan pekerjaanya dengan kondisi yang prima, untuk menjamin kearah ini diperlukan pemantauan terhadap lingkungan tempat kerja. Suma’mur(2003) pemantauan lingkungan kerja terhadap semua unit perusahaan bertujuan untuk: 1. Memastikan apakah lingkungan kerja (tempat kerja) tersebut telah memenuhi persyaratan K3, 2. Sebagai pedoman untuk bahan perencanaan dan pengendalian terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang ada di setiap tempat kerja, 3. Sebagian data pembantu untuk mengkorelasikan hubungan sebab akibat terjadinya suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan, 4. Bahan dokumen untuk mengembangkan program-program K3. Selanjutnya, Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni : 1. Pengenalan lingkungan kerja Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal, dan ini merupakan langkah dasar yang pertama kali dilakukan dalam upaya mewaspadai faktor bahaya.

Universitas Sumatera Utara

2. Evaluasi lingkungan kerja Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensti bahaya yang mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan. 3. Pengendalian lingkungan kerja. Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan keadaan berbahaya di lingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang memadai untuk pencegahan yang dapat merugikan karyawan Anies (2005). 2.1.3. Teori Tentang Kecelakaan Kerja 2.1.3.1. Pengertian Kecelakaan Kerja Anies (2005) kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan yang tidak diharapkan terjadi yang dapat menimpa karyawan. Tidak terduga karena dilatar belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih lagi dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil maupun penderitaan yang paling ringan sampai kepada yang paling berat yang tidak diinginkan. Hariandja (2002) menyatakan pada prinsipnya faktor penyebab kecelakaan kerja, berkisar pada : a. Faktor Manusia Pekerja tentu saja memiliki keterbatasan-keterbatasan misalnya merasa lelah, lalai, atau melakukan kesalahan-kesalahan yang bisa disebabkan oleh berbagai persoalan

Universitas Sumatera Utara

pribadi atau keterampilan yang kurang dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk mengatasi hal ini, maka perusahaaan harus melakukan pelatihan-pelatihan dalam melakukan pekerjaan secara baik, membuat pedoman pelaksanaan kerja secara tertulis, meningkatkan disiplin, melakukan pengawasan oleh atasan langsung, dan mungkin dapat memberikan reward bagi mereka yang mengikuti prosedur dengan benar. b. Faktor Peralatan Kerja Peralatan kerja atau pelindung bisa rusak atau tidak memadai. Untuk mengatasinya perusahaan harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang dipakai dan melatih para karyawan untuk memahami karakteristik setiap peralatan dan mekanisme kerja peralatan tersebut. c. Faktor Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bisa menjadi ternpat yang tidak aman, sumpek dan terlalu penuh, penerangan dan ventilasinya tidak memadai. Selain itu, iklim psikologis diantara pekerja juga bisa kurang baik, misalnya tidak ada interaksi yang saling membantu diantara para pekerja. Untuk ini perusahaan harus membangun tim kerja yang baik melalui berbagai macam program. Kecelakaan juga bisa terjadi akibat kondisi jalan yang tidak baik, tanda peringatan yang tidak lengkap dan jelas, serta sikap yang hanya mementingkan diri sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Desler dalam Panggabean, (2004) yang mengemukakan bahwa,"ada tiga penyebab utama kecelakaan, yaitu secara kebetulan (chance occurance), kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dan sikap yang tidak diinginkan (unsafe acts on the part of employee)". a. Secara kebetulan (chance occurance) Kecelakaan dapat terjadi secara kebetulan, misalnya seorang pekerja terkena pecahan kaca pada saat melintas di suatu tempat dimana ada kaca jendela yang jatuh. b. Kondisi tidak aman (unsafe condition) Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak aman adalah : alat pengaman yang tidak sempurna: alat dan peralatan yang sudah tidak layak atau rusak: terjadi kemacatan (congestion): prosedur yang berbahaya di dalam, di atas atau disekitar peralatan dan mesin: tempat penyimpanan yang tidak aman: kurangnya pencahayaan dan ventilasi yang kurang ataupun berlebihan: bising, radiasi, tempat penyimpanan yang tidak aman: kondisi suhu yang membahayakan terpapar gas dll: alat penjaga/pengaman gedung kurang dari estandar: ada api ditempat yang berbahaya: sistem peringatan yang berlebihan (In adequate warning system). Disamping itu, kecelakaan dapat terjadi karena pekerjaan itu sendiri, skedul kerja, dan iklim psychological ditempat kerja. c. Sikap yang tidak diinginkan (unsafe acts on the part of employee), yaitu: Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan (bekerja bukan pada kewenangannya); gagal dalam menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi

Universitas Sumatera Utara

tidak aman atau memanas: menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya: memakai alat pelindung diri (APD) atau safety hanya berpura-pura; menggunakan peralatan yang tidak layak; pengrusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia; bekerja berlebihan/melebihi jam kerja ditempat kerja; mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan: menggunakan tenaga yang berlebihan/tenaganya hanya untuk main-main; peminun/pemabuk/mengkonsumsi NARKOBA. Garis besar kecelakaan yang terjadi pada karyawan dapat dilihat dari: kapasitas kerja dan beban kerja yang merupakan komponen utama dalam kesehatan dan keselamatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja, gizi kerja serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Dimana pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.

Universitas Sumatera Utara

Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. 2.1.3.2. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Husni (2005) akibat dari kecelakaan kerja atau industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain: a. Kerusakan / kehancuran mesin, peralatan, bahan, dan bangunan. b. Biaya pengobatan dan perawatan korban akibat dari kecelakaan. c. Tunjangan kecelakaan. d. Hilangnya waktu kerja e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi. 2. Kerugian yang bersifat non ekonomis: Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat, maupun luka ringan.

Universitas Sumatera Utara

Adnan (2008) Keadaan aman yang masih wajar di dalam perusahaan terdapat pada gambar berikut ini: Batas Toleransi Stimulus Lingkungan Kerja

Homeotatis

Teknologi Tidak Ditoleransi Adaptasi Stress

Pencernaan Lingkungan Kerja

Efek Lanjut

Penyakit Kerja dan Kecelakaan Kerja

Sumber : Adnan (2008). Gambar 2.1. Nilai Ambang Batas Batas toleransi ialah pada Homeostatis dan yang tidak dapat ditoleransi adalah teknologi yang tidak sesuai dengan sumber daya manusia dan stress. Strees diakibatkan kurangnya karyawan beradaptasi dengan lingkungan kerja serta efek lanjut diakibatkan lingkungan kerja dan mengarah pada penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. 2.1.4. Teori Tentang Kinerja 2.1.4.1. Pengertian Kinerja Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa material, tetapi juga bersifat nonmaterial, seperti kebanggaan dan kepuasan kerja. Tiap individu cendrung akan dihadapkan pada hal-hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya didalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman,seseorang akan memproleh kemajuan dalam

Universitas Sumatera Utara

hidupnya. Seseorang dapat dilihat bagaimana kinerjanya adalah dalam proses bekerja tersebut. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama priode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama Rivai (2004). Dan menurut harsey and Bllanchard, kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesidiaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Rivai (2004) Ada tiga alasan pokok perlunya mengadakan penilaian terhadap kinerja karyawan: 1. Untuk mendorong perilaku yang baikatau memperbaiki serta mengikis kinerja (prestasi) di bawah standar. Orang-orang yang berkinerja baik mengharapkan imbalan, walau sekedar pujian. 2. untuk memuaskan

rasa ingin tahu karyawan tentang seberapa baik kerja

karyawan. Setiap orang memiliki dorongan ilmiah untuk ingin mengetahui seberapa cocok seseorang dengan organisasi tempat orang tersebut bekerja. Seorang karyawan mungkin tidak suka dinilai, tetapi dorongan untuk mengetahui hasil penilaian ternyata sangat kuat.

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk memberikan landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan selanjutnya sehubungan dengan karir seorang karyawan. Hal-hal seperti kenaikan gaji, promosi, pemindahan atau pemberhentian dapat ditangani dengan lebih baik bila karyawan telah mengetahui kemungkinan itu sebelumnya. 2.1.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor: 1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi. 2. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude (sikap), personality (kepribadian), pembelajaran, dan motivasi. 3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design. Mangkunegara (2005). Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Fator internal (disposisional), yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti prilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktorfaktor internal dan eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Mangkunegara (2005) faktor penentu prestasi kerja individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan. 1. Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memilik integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan dan aktivitas kerja sehari-sehari dalam mencapai tujuan organisasi . 2.

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas , autoritas yang memadai , target kerja yang menantang , pola komonikasi kerja efektif , hubungan kerja harmonis,iklim kerja respek dandinamis , peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

2.1.4.3. Dimensi kinerja Kinerja kayawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab keryawan perlu untuk diketahui, maka dilakukan penilaian terhadap kinerja karyawan. Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai tentang karyawan dalam pelaksanaan pekerjaanya dan aktivitas yang dilakukan menjadi lebih baik dimasa datang . Ini dilaksanakan dengan merujuk isi perkerjaan yang karyawan lakukan dan apa yang karyawan harapkan untuk mencapai setiap aspek dari pekerjaan karyawan. Isi dari suatu perjaan merupakan dasar tetap untuk perumusan sasaran yang akan dicapai dari suatu tugas utama yang dapat dirumuskan sebagai target kuantitas,

Universitas Sumatera Utara

standar kinerja suatu tugas atau proyek tertentu untuk diselesaikan.

Dimensi

yang dipergunakan didalam melakukan penilaian kinerja karyawan menurut Prawirosentono (1999) sebagai berikut: 1. Pengetahuan atas pekerjaan , kejelasan pengetahuan atas tanggung jawab pekerjaan yang menjadi tugas karyawan. 2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan maliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga tercapai efesiensi dan efektivitas. 3. Mutu pekerjaan, ketelitian, dan ketetapan kerja. 4. Kinerja, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibandingakan dengan waktu yang digunakan. 5. Pengetahuan teknis, dasar teknis dan keperaktisan sehingga pekerjaannya mendekati standar kinerja. 6. Judgement, kebijakan naluriah dan kemampuan menyimpulkan tugas sehingga tujuan organisasi tercapai. 7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain. 8. Kerjasama, kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan sikap yang konstruktif dalam tim. 9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan (partisipasi) dalam rapat berupa pendapat atau ide. 10. Manjemen proyek, kemepuan mengelola proyek, baik membina tim, membuat jadwal kerja, anggaran dan menciptakan hubungan baik antar karyawan.

Universitas Sumatera Utara

11. Kepemimpian, kemepuan mengarahkan dan membimbing bawahan, sehingga tercipta efesiensi dan efektivitas. 12. Kemampuan memperbaiki diri sendiri, kemampuan memperbaiki diri dengan studi lanjutan atau kursus-kursus. Berdasarkan teori tentang kinerja tersebut, maka dalam penelitian ini dimensi kinerja yang akan dipakai adalah dimensi kuantitas kerja, kualitas kerja, kerja sama, pemahaman terhadap tugas, inisiatif, disiplin, tanggung jawab, dan kehandalan. 2.1.4.4. Standar Kinerja Standar kinerja diturunkan dari analisa kinerja, deskripsi kinerja dan evaluasi kinerja serta dokumen lainnya yang menjelaskan mengenai aspek kuantitatif dan kualitatif dari kinerja. Standar tersebut dikukuhkan oleh otoritas yang pada dasarnya menjadi instansi diman standar tersebut digunakan ataupun sebuah asosiasi profesional seperti Amerikan Nurses Association (ANA). Standar ini mengukur tingkat evaluasi kuantitatif kualitatif kinerja individu. Standar kinerja dapat dikembangakan dengan menggunkan Standart For Organized Nursing Services And Responsibilities Of Nurse Administrtators Across All Settings dari ANA. Standar kinerja tertulis untuk suatu pekerjaan dan digunakan untuk mengukur kinerja pengisian pekerjaan individu. Kongres ANA untuk praktisi keperawatan telah mengebangkan dan menerbitkan sistim standar praktisi dalam beberapa bidang kinerja: praktek keperawatan, praktek keperawatan kesehatan masyarakat, praktek keperawatan kesehatan ibu dan anak, praktek keperawatan kesehatan psikiatrimental, praktek keperawatan ortopedik, praktek keperawatan ruang operasi dan lain-

Universitas Sumatera Utara

lain. Standards of Clinical Nursing Practice dari ANA dapat digunakan dalam pengembngan standar kinerja. Analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan merupakan sumber penting begi standar-standar untuk evalusi kinerja Swanburg (2000). 2.1.5. Pengaruh Antara Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Kinerja Karyawan Kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman dapat membuat karyawan menjadi sehat dan produktif. Semakin produktif karyawan akan meningkatkan kinerja dan semakin tinggi hasil kerja. Perhatian yang khusus kepada keselamatan dan kesehatan kerja akan selaras dengan fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu: mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap karyawan agar mereka tetap loyal dan bekerja secara produktif untuk menunjang tujuan perusahaan (Yuli, 2005). Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan keselamatan dan secara optimal yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian kecelakaan sudah dilakukan perusahaan dengan cermat sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja tersebut. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif menuntut adanya komitmen perusahaan terhadap kondisi kerja yang aman. Akan tetapi, lebih penting lagi jika program keselamatan dan kesehatan kerja tersebut didesain dan dikelola dengan baik sehingga dapat mengurangi biaya yang akan dikeluarkan perusahaan

Universitas Sumatera Utara

yang berhubungan dengan kecelakaan kerja, misalnya kompensasi pekerja dan denda yang ditimbulkan. Respon dan usaha yang baik dari manajemen akan mengurangi tingkat kecelakaan dalam perusahaan. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja membutuhkan satu asas yang dapat dijelaskan dalam Gambar 2.2 berikut ini: Kebijakan Manajemen

1. Prestasi kerja 2. Kondisi kerja

Operasional

1. Perbuatan yang tidak selamat 2. Kondisi yang tidak selamat

1. Prestasi kerja 2. Kondisi kerja

Kecelakaan : 1. Fatal 2. Luka-luka

Sumber: Yuli (2005: 279)

Gambar 2.2. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan Gambar 2.2 dapat disimpulkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja hanya bertujuan meraih tingkat keselamatan dan kesehatan yang tinggi atau untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Namun keselamatan dan kesehatan kerja juga memiliki tujuan yang lebih penting yaitu mewujudkan tenaga kerja yang sehat, selamat dan produktif sehingga dapat memiliki kinerja dan prestasi yang baik. Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan

Universitas Sumatera Utara

istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini dapat didefenisikan sebagai suatu kejadiaan yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas (Husni, 2005). Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental maupun sosial sehingga dapat bekerja secara optimal (Husni, 2005). Senada dengan itu Mathis dan Jhon H. Jackson (2002) mengatakan keselamatan kerja merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang, sedangkan kesehatan kerja merujuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

2.2. Kerangka Konseptual Karyawan merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu perusahaan, tanpa karyawan betapa sulitnya perusahaan dalam mencapai tujuan, merekalah yang menentukan maju mundurnya suatu perusahaan. Dengan memiliki karyawan yang terampil berarti perusahaan telah mempunyai asset yang sangat mahal yang sulit dinilai dengan uang, kerena merekalah kunci utama kesuksesan perusahaan dimasa sekarang dan mendatang. Karena hal inilah perusahaan perlu mengadakan perencanan dan penanganan yang baik terhadap karyawan, baik yang sudah ada maupun untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu perusahaan perlu menilai kinerja setiap karyawannya apakah telah memperoleh kemajuan atau tidak. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam satu organisasi

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi. Rivai (2004) Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama priode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai tingkat kemungkinan seperti standart kerja, target atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Peningkatan kinerja karyawan merupakan sasaran yang strategi kerana peningkatan kinerja faktor-faktor lain

yang

sangat

tergantung

pada

kemampuan

tenaga

manusia

yang

memanfaatkannya. Kinerja dapat tercapai bila karyawan termotivasi, sehingga karyawan akan memanfaatkan waktu kerja dan sumber daya yang ada dengan sebaik mungkin. Sedarmayanti (2004) menyatakan bahwa,” Kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: a) pendidikan ; b) keterampilan: c)disiplin; d) sikap dan etika kerja; e) motivasi; f) gizi dan kesehatan; g) tingkat pengahasilan; h) jaminan sosial; i) lingkungan dan iklim kerja; j) teknologi sasaran produksi; k) manajemen; l) kesempatan kerja dan kesempatan berperstasi dan lain-lain”. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan pada tiap perusahaan pada dasarnya berbeda-beda, karena faktor tersebut berasal dari dalam diri karyawan dan dari luar karyawan seperti Kesehatan dan Keselamatan Kerja K3 serta lingkungan kerja. Upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan menuntut peran manajemen yang lebih besar melalui pendekatan yang memberikan perhatian terhadap Keselamatan

Universitas Sumatera Utara

dan Kesehatan Kerja (K3) yang efektif dan lingkungan kerja yang baik yang diharapkan ada di dalam suatu perusahaan. Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bisa mendorong dan menyalurkan perilaku/sikap tindak-tanduk dengan kemauan keras seorang karyawan untuk berbuat dan bekerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan organisasi, akan tetapi karyawan akan bekerja semaksimal mungkin bila perusahaan memperhatikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja karyawannya di waktu melaksanakan pekerjaan. ”health, which refers to a general state of physical, mental, and emotional well-being. Safety refesr to protecting the physical well-being of people”, (Mathis and Jackson, 2003: 476). Intinya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bermaksud melindungi atau menjaga pekerja dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan keselamatan dan kesehatan pekerja dalam hal melakukan pekerjaan, karena karyawan yang melaksanakan pekerjaannya dengan baik otomatis akan meningkatkan kinerja. “Faktor kesehatan dan keselamatan kerja sangat mempengaruhi terbentuknya SDM yang terampil, profesional dan berkualitas dari tenaga kerja itu sendiri. K3 tampil sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efesiensi dan daya kinerja tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja”,(BUMN Online, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Hukum dan legalitas yang berlaku di Indonesia juga memberikan perlindungan menyeluruh kepada seluruh tenaga kerja Indonesia, yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 yang kemudian diperbaharui dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. Kesehatan dan Keselamatan Kerja b. Moral kesusilaan, dan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama Husni (2005) Pemberlakuan undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat 1 Undangundang No 13 Tahun 2003 diharapkan dapat membantu mengurangi tingkat kecelakaan di tempat kerja dan membuat perusahaan wajib memperhatikan keselamatan pekerjanya sehingga tidak terjadi atau paling tidak mengurangi resiko kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan kerugian bagi karyawan. Slemania (2008) menyatakan bahwa, ”Tinggi rendahnya kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor kenyaman kerja yang mana hal itu juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja. Ketidaknyaman saat bekerja merupakan kondisi yang sangat tidak baik bagi tenaga kerja dalam beraktivitas, karena pekerja akan melakukan aktivitasnya yang kurang optimal dan akan menyebabkan lingkungan kerja yang tidak bersemangat dan membosankan, sebaliknya apabila pekerja akan melakukan aktivitas dengan optimal, dikarenakan kondisi lingkungan pekerjaan yang sangat baik dan mendukung”.

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan kerja yang cukup memuaskan para karyawan perusahaan akan sehingga pelaksanaan proses produksi didalam perusahaan tersebut akan dapat berjalan dengan baik pula, sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Untuk menjelaskan teori dan dimensi yang dikemukakan di atas maka di buat kerngka pemikiran penelitian seperti Gambar 2.3 berikut Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) Kinerja Karyawan (Y) Lingkungan Kerja (X2) Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti menarik hipotesis pada penelitian ini adalah ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Kuala Tanjung”.

Universitas Sumatera Utara