Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

41 downloads 419 Views 312KB Size Report
pembelajar (mahasiswa), dosen ataupun pembuat silabus dalam pembelajaran ..... berasal dari sekolah umum, kesulitan siswa dalam mempelajari nahwu dan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kesalahan Berbahasa Menurut Nababan (1994:91) terdapat 2 macam kesalahan berbahasa yaitu kekeliruan (mistake) dan kesalahan (error). Kekeliruan adalah penyimpangan atau kekeliruan yang disebabkan oleh faktor-faktor performance seperti keterbatasan ingatan, mengeja dalam lafal, tekanan emosional seperti kelelahan dan keraguan. Kekeliruan tersebut dapat pula karena salah dengar atau salah baca yang diucapkan atau ditulis seseorang karena ia mungkin sedang stress, lelah atau tidak menyimak. Kekeliruan mempunyai ciri-ciri yaitu: (1) Pelajar Bahasa Target (BT) dengan segera dapat memperbaiki bentuk-bentuk bahasa yang tidak benar itu sendiri atau ia dapat memperbaiki salah interpretasinya, dan (2) Pelajar Bahasa Target membuat kekeliruan itu tidak secara reguler atau sistematis.

Sebaliknya kesalahan ialah

bentuk-bentuk bahasa yang tidak benar secara gramatikal atau interpretasi yang tidak benar, yang diucapkan/ditulis, didengar/dibaca oleh seseorang, yang mempunyai ciriciri sebagai berikut: (1) Pelajar Bahasa Target (BT) tidak dengan segera dapat memperbaiki bentuk-bentuk bahasa yang tidak benar, atau memperbaiki salah interpretasinya karena ia tidak sadar bahwa ia membuat kekeliruan itu, dan (2) Kesalahan yang dibuatnya itu regular atau sistematis. Yang dimaksud sistematis ialah bahwa kesalahan yang dibuat oleh pelajar selalu atau hampir selalu dibuat, sebab sumbernya ialah ketidaktahuan pelajar tentang butir yang salah itu. Dalam hal ini pelajar Bahasa Target tidak menyadari akan adanya kesalahan apabila tidak 14 Universitas Sumatera Utara

15

ditunjukkan kepadanya oleh orang lain, seperti oleh guru atau penutur asli, karena ia memang tidak mengetahui bahwa bentuk-bentuk yang digunakannya itu tidak benar. Sedangkan seorang pelajar Bahasa Target yang membuat kekeliruan tidak secara reguler membuat kekeliruan tersebut. Dengan perkataan lain, kadang-kadang ia membuat bentuk bahasa yang benar tetapi kadang-kadang yang salah. Supriyadi dalam Syarifudin (2004:8) menyebutkan bahwa kesalahan bahasa adalah penyimpangan dari apa yang biasa berlaku dalam bahasa itu menurut kriteria yang dianut oleh penutur aslinya. Selanjutnya Supriyadi juga mengemukakan bahwa istilah kesalahan bahasa sebagai bentuk penyimpangan wujud bahasa dari sistem atau kebiasaan berbahasa umumnya pada suatu bahasa sehingga menghambat kelancaran komunikasi berbahasa. Penyimpangan yang dimaksud dapat terjadi pada pengucapan, cara penulisan, struktur kata, struktur kalimat, cara pengungkapan baik lisan maupun tulisan yang menyangkut dengan kebudayaan yang melatarbelakangi bahasa tersebut. Sedangkan Tarigan-Tarigan (1995:141) mengatakan ”kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa“. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan merupakan suatu bagian belajar yang tidak terhindarkan. Namun demikian kesalahan tersebut harus diperbaiki. Kesalahan dalam belajar bahasa terutama belajar bahasa asing adalah wajar, hanya saja diharapkan kesalahan tersebut dapat menjadi acuan, baik bagi

Universitas Sumatera Utara

16

pembelajar (mahasiswa), dosen ataupun pembuat

silabus dalam pembelajaran

selanjutnya.

2.1.1 Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa Penyebab kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa sasaran dapat diklasifikasi menurut sudut pandang yang berbeda-beda. Sering pengelompokan itu dapat saling bertumpang-tindih karena sudut pandang yang berlainan, tetapi acuan yang sama. Richards (1974:173) mengelompokkan kesalahan tersebut dalam tiga jenis, yaitu kesalahan antarbahasa (Interlingual errors) atau kesalahan interferensi (interference errors), kesalahan intrabahasa (intralingual errors) dan kesalahan pengembangan

(developmental

errors).

Sementara

James

(1988:137)

juga

menyebutkan penyebab kesalahan bahasa ada dua jenis, yaitu antarbahasa (interlingual) dan intrabahasa (intralingual errors). Selanjutnya Nababan (1994:92) mengelompokkan sebab-sebab kesalahan sebagai berikut: (1) Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh interferensi, dan kesalahan-kesalahan yang bukan disebabkan oleh interferensi, tetapi oleh kesulitankesulitan yang disebabkan oleh pembelajaran itu sendiri; (2) Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh unsur-unsur yang tidak benar dalam mikrolinguistik dan kesalahan-kesalahan

yang

disebabkan

oleh

unsur-unsur

yang

tidak

benar

interpretasinya dalam makrolinguistik; (3) Kesalahan-kesalahan yang sukar diberantas karena sudah mendarah-daging (yang dijuluki ‚kesalahan yang membatu’ (fossilized errors)) dan kesalahan-kesalahan yang sukar diberantas; dan (4)

Universitas Sumatera Utara

17

Kesalahan-kesalahan yang menyebabkan lawan bicara tidak mengerti maksud atau tujuannya (global errors) dan kesalahan-kesalahan yang tidak menyebabkan salah faham (local errors). 1. Penyebab antarbahasa (Interlingual) Sistem bahasa yang dibangun oleh pembelajar agak menyimpang dari linguistik yang ada dalam BSu maupun dalam BSa, sehingga pembelajar menampilkan sistem bahasa yang mengarah kepada dialek idiosinkratik. Idiosinkratik adalah ujaran yang dilakukan yang tidak mempunyai model baik dalam BSu maupun dalam BSa. Tahap awal pembelajaran bahasa lazimnya ditandai oleh transfer interlingual, yakni pemindahan unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari mahasiswa. Kesalahan seperti ini yang disebut kesalahan interferensi BSu ke dalam BSa. Kesalahan antarbahasa disebabkan oleh interferensi BSu yang mengarah ke pengaruh negatif terhadap BSa. BSu merupakan suatu hal yang mengganggu dalam upaya mempelajari BSa. BSu bahkan sering kali dianggap sebagai kesulitan utama yang dihadapi pembelajar dalam mempelajari BSa. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Dulay dalam Syarifuddin (2004:15) yang menyatakan bahwa bahasa sumber telah dianggap sebagai penghambat dalam mempelajari bahasa sasaran, penyebab utama masalah pembelajar dengan bahasa yang baru. Pengaruh BSu terhadap BSa sasaran yang sedang dipelajari dapat diketahui dari struktur kalimat yang dibentuk oleh pembelajar. Dalam teori pengalihan (transfer) pembelajar cenderung untuk mengalihkan pola struktur dan budaya BSu ke

Universitas Sumatera Utara

18

dalam pola struktur dan budaya bahasa yang sedang dipelajari. Jika pengalihan itu terjadi apabila terdapat beberapa persamaan dan akan memberikan kemudahan dalam mempelajari BSa, maka disebut pengalihan positif. Pengalihan ini tidak menyebabkan kesalahan

bahkan

akan

memberikan

kemudahan

bagi

pembelajar

dalam

pembelajaran. Tetapi apabila unsur dalam BSa berbeda dengan unsur BSu, maka akan menimbulkan kesulitan bagi pembelajar BSa, ini dikatakan sebagai pengalihan negatif yang sering disebut interferensi. 2. Penyebab intrabahasa (Intralingual) Kesalahan intrabahasa (intralingual) adalah kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dalam tahap perkembangan pemerolehan BSa, yang mengarah kepada karakteristik umum atau kompleksitas dari aturan BSa yang dipelajari. Bentuk-bentuk kesalahan intrabahasa adalah generalisasi yang berlebihan, mengabaikan pembatasan kaidah, ketidak lengkapan penerapan kaidah dan hipotesis konsep yang salah. Kesalahan generalisasi yang berlebihan (over generalization) adalah kesalahan yang disebabkan oleh pembelajar menggabungkan kaidah bahasa yang dipelajari dan menerapkannya dalam bentuk yang sama, artinya penggunaannya berlebihan. Aplikasi berlebihan terjadi pada saat pembelajar BSa memperluas kaidah BSa pada konteks yang kurang tepat. Mengabaikan pembatasan kaidah (ignorance of rule restriction) adalah kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar ketika menerapkan kaidah pada konteks yang salah. Ketidaktaatan akan pembatasan kaidah terjadi ketika pembelajar BSa

Universitas Sumatera Utara

19

tidak mengetahui bahwa setiap bahasa mempunyai pengecualian oleh karena itu pembelajar menerapkan pada semua bentuk. Ketidak lengkapan penerapan kaidah (incomplete application of rules) adalah kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar BSa ketika tidak menerapkan tatabahasa secara lengkap. Hipotesis konsep yang salah (false concept hypotheses) adalah kesalahan bahasa yang dilakukan oleh pembelajar pada saat mereka tidak memahami dengan benar kaidah dan nuansa perbedaan dalam BSa yang dipelajari. Berdasarkan ciri kesalahan yang telah dikemukakan di atas, terlihat bahwa pembelajar sering melakukan kesalahan dalam perbandingan dua sistem bahasa yang berbeda. Faktor lain yang menjadi penyebab kesalahan bahasa pembelajar adalah kurangnya pengetahuan tentang BSa yang dipelajari. Kesalahan intrabahasa disebut juga kesalahan perkembangan (developmental errors). Hal ini terjadi apabila kesalahan itu bersumber dari pengetahuan BSa yang belum memadai dan masih dalam proses pembelajaran. Dari semua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab kesalahan bahasa yaitu, faktor antarbahasa atau yang sering disebut interferensi (interference) dari BSu atau bahasa lain ke dalam BSa, faktor intrabahasa atau yang

disebut

kesalahan perkembangan (developmental errors) karena kompleksitas dalam bahasa itu sendiri, pribadi, sosial budaya dan kebahasaan.

Universitas Sumatera Utara

20

2.2 Hakikat Analisis Kesalahan Berbahasa Analisis kesalahan berbahasa menurut Parera (1997:80) „merupakan suatu tindakan dan studi secara formal dan sistematik untuk mempelajari dan menemukan kesulitan-kesulitan,

hambatan-hambatan

dan

kendala-kendala

dalam

proses

pembelajaran bahasa bagi mereka yang berbeda latar belakang kebahasaan“. Brown (1980:148) menyatakan “analisis kesalahan adalah analisis terhadap kesalahankesalahan berbahasa seorang mahasiswa baik bahasa asing, bahasa kedua ataupun bahasa pada umumnya“. Ellis dalam Tarigan-Tarigan (1995:170) menyatakan bahwa, analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahankesalahan

itu,

pengklasifikasiannya

berdasarkan

sebab-sebab

yang

telah

dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah analisis kesalahan menerjemahkan TBI ke dalam TBJ.

2.2.1 Fungsi Analisis Kesalahan Analisis kesalahan mempunyai dua fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu untuk menginvestigasi proses pembelajaran bahasa, dan untuk mengetahui apakah pengajaran remedial itu perlu atau tidak dilakukan agar pencapaian tujuan belajar itu berhasil (Corder, 1981:45). Menganalisis kesalahan yang dibuat siswa tentu saja memberikan manfaat tertentu, karena pemahaman terhadap kesalahan itu merupakan

Universitas Sumatera Utara

21

umpan balik yang sangat berharga bagi pengevaluasian dan perencanaan penyusunan materi dan strategi pengajaran di kelas. Analisis kesalahan bertujuan untuk: (1) Menentukan urutan penyajian butir-butir yang diajarkan dalam kelas dan buku teks, misalnya urutan mudah sukar (2) Menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan dan latihan berbagai butir-butir bahan yang diajarkan (3) Merencanakan latihan dan pengajaran remedial, dan

(4) Memilih butir-butir bagi pengujian

kemahiran siswa (Tarigan-Tarigan, 1995:170).

2.2.2 Objek Analisis Kesalahan Analisis kesalahan berbahasa terutama ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau ditargetkan. Sebab, analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna sebagai sarana kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya, dengan analisis kesalahan para guru ataupun para penulis buku teks dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi para siswa. Karena analisis kesalahan lebih ditekankan pada proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing, maka dengan sendirinya analisis kesalahan berobjekkan bahasa si pembelajar yang sedang mempelajari bahasa kedua atau bahasa asing.

2.2.3 Metode Analisis Kesalahan Crystal yang dikutip dari Peteda (1989:32) mengatakan ”metode analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat mahasiswa

Universitas Sumatera Utara

22

yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan prosedur linguistik”. Analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja. Sebagai prosedur kerja analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah yang meliputi: (1) Pengumpulan sampel,

(2)

Pengidentifikasian

kesalahan,

(3)

Penjelasan

kesalahan,

(4)

Pengklasifikasian kesalahan, (5) Pengevaluasian kesalahan, dan (6) Menganalisis sumber kesalahan (Tarigan-Tarigan, 1995:67). Untuk lebih jelasnya langkah-langkah tersebut diuraikan sebagai berikut: (1) Mengumpulkan data berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh mahasiswa, misalnya hasil ulangan, karangan atau percakapan, (2) Mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan dengan cara mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan

pelafalan,

pembentukan

kata,

penggabungan

kata

dan

penyusunan kalimat, (3) Membuat peringkat kesalahan dengan cara mengurutkan kesalahan berdasarkan frekuensi atau keseringannya, (4) Menjelaskan kesalahan, yaitu menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar, (5) Memprakirakan atau memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan terhadap terjadinya kesalahan juga meramalkan tataran bahasa yang dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan dan (6) Mengoreksi kesalahan, memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang serasi (Tarigan-Tarigan, 1995 71).

Universitas Sumatera Utara

23

2.3 Hakikat Terjemahan Kata terjemahan yang dalam bahasa Inggris disebut ‘translation’ adalah suatu konsep abstrak yang mencakup proses penerjemahan dan hasil dari proses tersebut. Kata terjemahan (translation) berasal dari kata kerja bahasa Inggris ‘translate’ menerjemahkan, mengalihbahasakan dan menafsirkan. Sedangkan secara terminologi terjemahan adalah menggantikan kata dalam BSu ke dalam kata bahasa lain atau BSa dengan makna yang sepadan. Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan (science of translation, Übersetzungswissenschaft), kata ilmu disini diartikan sebagai teori, metode dan teknik (Moentaha, 2006:9). Proses terjemahan (das Übersetzen, the translating), seperti yang dikatakan ilmuwan bahasa dari Jerman G. Jäger yang dikutip oleh Moentaha (2006:9) adalah transformasi teks dari satu bahasa ke teks bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli. Jadi terjemahan adalah jenis transformasi antarbahasa yang berbeda dengan jenis transformasi intrabahasa, yakni transformasi yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri. Tidak semua penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks dalam bahasa lain merupakan terjemahan. Untuk bisa disebut terjemahan, teks dalam bahasa A harus mengandung sesuatu yang sama dengan teks dalam bahasa B. Dengan kata lain, dalam memindahkan informasi dari sistem bahasa yang satu ke sistem bahasa yang lain harus dipertahankan isi informasi teks asli. Moentaha (2006:10) menyatakan bahwa, terjemahan adalah proses penggantian teks dalam bahasa sumber atau bahasa pemberi dengan teks dalam bahasa sasaran tanpa mengubah tingkat isi teks bahasa sumber. Pengertian „tingkat isi“ di atas harus dipahami secara maksimal dan luas,

Universitas Sumatera Utara

24

yakni tidak hanya yang menyangkut arti dasar (material meaning), ide atau konsepsi yang terkandung dalam tingkat isi, tapi juga semua informasi yang ada dalam teks bahasa sumber, semua norma-norma bahasa, seperti makna leksikal, makna gramatikal, nuansa stilistis/nuansa ekspresif. Secara luas terjemahan dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan (message), baik verbal maupun nonverbal dari informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information). Sedangkan secara keseharian, dalam pengertian dan cakupan yang lebih sempit, terjemahan biasa diartikan sebagai suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa sumber (source language) dengan padanannya di dalam bahasa sasaran (target language). Dalam kamus The Merriam-Webster Dictionary (1988:2429) terjemahan merupakan pengubahan dari suatu bentuk ke dalam bentuk lain, atau pengubahan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain, dan sebaliknya. Senada dengan defenisi di atas, Larson (1989:3) mendefinisikan terjemahan pada dasarnya adalah suatu perubahan bentuk (translation is basically a change of form). Yang dimaksud dengan bentuk bahasa ialah kata, frase, klausa, kalimat, paragrap dan lain-lain, baik lisan maupun tulisan. Bentuk itu disebut struktur lahir bahasa, yaitu bagian struktural bahasa yang biasa terlihat dalam bentuk cetak atau terdengar dalam ujaran. Dalam terjemahan, bentuk BSu diganti dengan bentuk BSa dengan memperhatikan struktur dan makna yang sesuai dengan BSa.

Universitas Sumatera Utara

25

Kemudian Nida dan Taber (1982:12) mendefinisikan terjemahan lebih menekankan pada proses seperti yang mereka ungkapkan berikut ini: Penerjemahan merupakan usaha menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber dengan padanan alami yang sedekat mungkin ke dalam bahasa sasaran, pertama dalam hal makna dan yang kedua dalam gaya bahasanya (Translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style). Dalam hal ini Nida dan Taber tidak mempermasalahkan bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan, yaitu mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam BSu bisa disampaikan dalam BSa. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam penerjemahan, pengalihan pesan dari BSu ke dalam BSa harus diungkapkan sewajar mungkin dalam bahasa penerima atau sasaran dengan menuruti semua aturan yang berlaku dalam BSa. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terjemahan adalah proses penggantian atau transformasi pesan dari BSu ke dalam BSa dengan memperhatikan kesepadanan dua bahasa tersebut. Kesepadanan makna dalam mengungkapkan hasil terjemahan merupakan hal yang paling penting, karena hal ini yang menjadi tujuan utama dalam penerjemahan. Gaya penerjemahan dan pengungkapan makna sangat tergantung dari kemampuan penerjemah, oleh sebab itu penerjemah harus menguasai kaidah dan kosakata (vocabulary) BSa agar mampu menggunakan bahasa tersebut yang sepadan dengan makna yang dimaksud oleh penulis dalam BSu.

Universitas Sumatera Utara

26

2.3.1 Teknik Penerjemahan Teknik penerjemahan secara langsung berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan dan pemecahannya daripada dengan norma maupun pedoman penerjemahan tertentu. Teknik penerjemahan akan lebih banyak berkaitan dengan langkah praktis dan pemecahan masalah (Machali, 2009:107). Menurut Molina dan Albir dalam Silalahi (2009:81) ”teknik penerjemahan merupakan prosedur untuk menganalisis

dan

mengklasifikasikan

bagaimana

kesepadanan

terjemahan

berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual”. Di bawah ini dikemukakan teknik penerjemahan menurut Moentaha (2006:48-87). 1. Terjemahan Harfiah (Literal Translation) ialah terjemahan yang hasil realisasinya berada di bawah standar, yakni di bawah hasil terjemahan yang cukup menyampaikan informasi teks Bahasa Pemberi atau bahasa sumber ke dalam teks Bahasa Sasaran dengan mematuhi norma-norma Bahasa Sasaran. Biasanya terjemahan harfiah dilakukan di tingkat kata, yaitu penerjemahan kata demi kata, sehingga tidak jarang menghasilkan terjemahan semu. Terjemahan di tingkat kata bisa dilakukan, kalau susunan kalimat teks Bahasa Pemberi sangat sederhana dan hal ini menunjukkan, bahwa terjemahan harfiah pun bisa menghasilkan terjemahan yang adekuat. 2. Substitusi (Substitution) ialah proses terjemahan yang realisasinya dilakukan melalui jalan dari bentuk Bahasa Pemberi ke bentuk Bahasa Sasaran dengan melewati makna. Teknik substitusi termasuk ke dalam terjemahan harfiah karena penerjemahannya dilakukan di tingkat kata. Substitusi dalam

Universitas Sumatera Utara

27

terjemahan biasa jarang sekali digunakan, dan kalau digunakan hanya sebagai perkecualian. Karena penerjemahan lewat teknik substitusi dilakukan di tingkat kata, maka wajarlah kalau teknik terjemahan substitusi, dalam batasbatas tertentu, mempunyai persamaan baik dengan teknik terjemahan harfiah, maupun dengan metode ekuivalensi. Sebagai teknik terjemahan biasa (bukan mesin) substitusi sangat jarang digunakan dalam merealisasi proses terjemahan, dan kalau digunakan hanya untuk menerjemahkan istilah. 3. Terjemahan Bebas (Free Translation) ialah terjemahan yang dilakukan di tingkat satuan-satuan bahasa, seperti kalimat atau teks secara keseluruhan. Terjemahan bebas, pada umumnya, lebih baik diterima, ketimbang terjemahan harfiah, karena dalam terjemahan bebas biasanya tidak terjadi baik penyimpangan makna, maupun pelanggaran norma-norma Bahasa Sasaran. Kekurangan teknik terjemahan bebas ialah bahwa yang disampaikan oleh terjemahan bebas ke dalam teks Bahasa Sasaran bukan padanan makna teks Bahasa Pemberi, tapi gambaran situasi, yang menghasilkan perolehan padanan situasi. Terjemahan bebas bisa diterima dalam penerjemahan teks ragam sastra, namun sama sekali tidak bisa digunakan dalam penerjemahan teks-teks dokumen resmi, seperti dokumen undang-undang, dokumen diplomatik, dokumen militer dan lainnya. 4

Parafrasa (Paraphrase). Capaian padanan situasi bisa juga diperoleh dari teknik terjemahan parafrasa, karena informasi yang ada dalam teks Bahasa Pemberi dipertahankan oleh teknik tersebut dalam bentuk gambaran situasi

Universitas Sumatera Utara

28

bukannya makna teks Bahasa Pemberi. Sebelum menggunakan teknik parafrasa, penerjemah perlu mengetahui situasi riil yang digambarkan dalam teks Bahasa Pemberi, karena situasi riil seperti itu sering merupakan kunci yang secara absolut penting untuk mengungkap tabir makna kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang satu atau yang lain dari sudut pandang gambaran situasi. Jadi, informasi teks Bahasa Pemberi yang dipertahankan lewat teknik parafrasa dalam teks Bahasa Sasaran bukan maknanya tapi gambaran situasi. Teknik parafrasa boleh digunakan hanya kalau upaya untuk menyampaikan dengan tepat makna teks Bahasa Pemberi memberikan hasil yang secara leksikal, gramatikal dan stilistis kurang meyakinkan. Parafrasa sebagai teknik terjemahan sering ditemukan dalam penerjemahan susastra dan digunakan hanya dalam situasi tertentu. 5

Penggantian (Replacements). Yang terkena teknik penggantian dalam proses terjemahan ialah satuan-satuan gramatikal (kelas kata, bagian kalimat), satuan-satuan leksikal (kata-kata tertentu) dan konstruksi-konstruksi kalimat. a. Penggantian kelas kata. Pada penggantian kelas kata, suatu kata dalam Bahasa Pemberi misalnya ajektiva diterjemahkan ke dalam Bahasa Sasaran dengan menggantinya menjadi nomina. Dapat pula terjadi pengembangan leksikal dengan mengganti kata dengan rangkaian kata. Teknik terjemahan kelas kata dapat pula dilakukan menurut prinsip asosiasi pengertian yang berdekatan,

Universitas Sumatera Utara

29

misalnya satu kata dalam Bahasa Pemberi diterjemahkan ke dalam Bahasa Sasaran dengan kata yang memiliki kedekatan pengertian. b. Penggantian bagian-bagian kalimat. Dalam penggantian bagian-bagian kalimat, kata-kata dalam teks Bahasa Pemberi tidak sama fungsi sintaksisnya setelah kata-kata itu disampaikan ke dalam teks Bahasa Sasaran, yakni berfungsi lain, ketimbang fungsi semula dalam teks Bahasa Pemberi dan dengan demikian, terjadi perubahan struktur sintaktis kalimat. Pertama, perubahan struktur kalimat aktif dalam teks Bahasa Pemberi menjadi kalimat pasif dalam teks Bahasa Sasaran, sehingga obyek dalam teks Bahasa Pemberi menjadi subyek dalam teks Bahasa Sasaran. Kedua, subjek dalam kalimat teks Bahasa Pemberi dalam penerjemahannya ke bahasa Indonesia sebagai Bahasa Sasaran diganti dengan keterangan-keterangan: waktu, tempat (lokatif) dan kausal. c. Penggantian leksikal Dalam teknik ini terjadi penggantian kata-kata tertentu teks Bahasa Pemberi dengan kata-kata teks Bahasa Sasaran, yang tidak merupakan kata-kata yang mempunyai kesamaan makna, tapi mengandung makna leksikal lain, yakni terjadi penggantian leksikal berupa (1) konkretisasi ialah penggantian kata teks Bahasa Pemberi, yang maknanya mengandung pengertian yang lebih luas dengan kata teks Bahasa Sasaran yang maknanya mengandung pengertian yang lebih sempit. (2) generalisasi ialah penggantian kata teks Bahasa Pemberi, yang maknanya mengandung pengertian lebih sempit,

Universitas Sumatera Utara

30

dengan kata teks Bahasa Sasaran yang maknanya mengandung pengertian lebih luas. d. Terjemahan antonim. Yaitu penggantian kata dalam satu bahasa dengan antonimnya dalam bahasa lain yang diikuti dengan transformasi kalimat berita ke kalimat ingkar. Terjemahan antonim sering diilustrasikan dengan contoh-contoh, yang pada umumnya, tidak mengandung pertentangan antonim. Yang terjadi hanya penggantian konstruksi kalimat padanannya dalam bahasa lain, yakni penggantian kalimat berita dengan kalimat ingkar dan sebaliknya. e. Kompensasi. Teknik kompensasi merupakan aturan proses terjemahan yang sangat menarik dan perlu digunakan dalam proses terjemahan, karena tepat mengilustrasikan peraturan dasar terjemahan, yakni unsur-unsur tertentu dalam teks dan teks itu sendiri secara keseluruhan diterjemahkan secara adekuat.

Teknik

kompensasi

digunakan,

terutama

sekali

untuk

menyampaikan spesifikasi Bahasa Pemberi, seperti nuansa dialektal, pertuturan individual yang spesifik yang tidak selalu mempunyai padanan dalam Bahasa Sasaran. Juga beberapa kata tertentu yang mungkin tidak bisa disampaikan ke dalam Bahasa Sasaran menurut padanan formal/padanan kamus.

Universitas Sumatera Utara

31

6

Penambahan (Additions). Penambahan leksikal dalam teks Bahasa Sasaran biasanya diperlukan, kalau maksud isi teks Bahasa Pemberi diungkapkan dengan sarana lain, termasuk dengan sarana gramatikal. Perlu ditekankan di sini, bahwa yang dimaksud dengan penambahan kata-kata tertentu ialah tanpa menambah maksud yang ada dalam teks Bahasa Pemberi, karena ke dalam teks Bahasa Sasaran sudah tersampaikan informasi yang sama, seperti yang ada dalam teks Bahasa Pemberi, hanya saja diungkapkan dalam teks Bahasa Sasaran dengan cara-cara lain. Teknik penambahan digunakan karena kekurangan kata-kata tertentu.

7

Penghilangan (Omissions/Dropping). Merupakan gejala yang langsung bertentangan dengan teknik penambahan. Teknik penghilangan dalam proses terjemahan ialah membuang kata yang berlimpah, karena merupakan kelimpahan semantis, yakni tanpa bantuan kata yang berlimpah itu, isi informasi dalam teks Bahasa Pemberi disampaikan ke dalam teks Bahasa Sasaran secara utuh.

8

Kompressi (Compression). Yaitu teknik penerjemahan dengan melakukan pengurangan leksikal demi tercapainya pemadatan teks terjemahan. Tendensi ke perluasan teks terjemahan harus diimbangi dengan tendensi ke penggunaan teknik kompresi, yakni ke pengungkapan singkat, ringkas dan padat.

9

Derivasi Sintaktis (Syntactic Derivation). Ialah proses pembentukan berbagai konstruksi sintaktis dengan cara/lewat transformasi konstruksi inti. Dalam proses terjemahan, derivasi sintaktis mengubah posisi bagian kalimat

Universitas Sumatera Utara

32

yang satu atau yang lain. Karena itu teknik derivasi sintaktis menyangkut operasi ”aktif-pasif”. 10 Terjemahan

Deskriptif

(Descriptive

Translation)

Amplifikasi

(Amplification). Ialah penyampaian makna teks Bahasa Pemberi ke dalam teks Bahasa Sasaran dengan menggunakan kombinasi kata-kata bebas, yakni menjelaskan satuan-satuan leksikal yang mencerminkan realitas spesifik negeri yang satu atau yang lain, karena satuan-satuan seperti itu tidak mempunyai ekuivalensi – ”satuan-satuan leksikal tanpa ekuivalensi”. Terjemahan deskriptif sama dengan teknik terjemahan amplifikasi, yaitu teks yang diperluas dalam proses terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. Terjemahan deskriptif dan amplifikasi menyangkut aspek pragmatis terjemahan, sedangkan aspek pragmatis merupakan salah satu masalah pokok dalam menyampaikan realitas spesifik, seperti gejala-gejala terkait dengan sejarah, budaya, ekonomi dan tradisi kehidupan yang mengandung unsurunsur spesifik nasional sesuatu bangsa. 11 Eksplikasi/Implikasi (Explication/Implication). Teknik eksplikasi dalam proses terjemahan ialah merealisasi pengungkapan eksplisit dalam teks Bahasa Sasaran, karena dalam teks Bahasa Pemberi ada informasi yang pengungkapannya tidak jelas, yaitu ada implikasi dalam informasi tersebut (pengungkapan implisit). Sesuatu yang tidak jelas diungkapkan dalam satu bahasa, wajib diungkapkan dengan gamblang (eksplisit) dalam bahasa lain.

Universitas Sumatera Utara

33

2.3.2 Kendala Kaedah Bahasa Dalam Proses Menerjemahkan Setiap bahasa mempunyai sistem gramatikal dan sistem leksikal sendiri yang spesifik. Setiap bahasa mempunyai struktur gramatikal dan komposisi leksikal sendiri yang berbeda dengan struktur gramatikal dan komposisi leksikal bahasa lain. Setiap bahasa merupakan sistem yang sangat rumit dan mempunyai ciri-ciri khas sendiri. Perbedaan-perbedaan antara sistem BSu dan sistem BSa dapat menimbulkan kesulitan bahasa dalam penerjemahan. Padahal, informasi dalam teks bahasa sumber yang mengandung norma-norma bahasa, seperti: (1) sarana leksikal, (2) sarana gramatikal, (3) sarana stilistis/nuansa ekspresif sebaiknya disampaikan sepenuhnya ke dalam teks bahasa sasaran dalam proses terjemahan (Moentaha, 2006:13). 1. Sarana Leksikal Kridalaksana, (2008:141) menyebutkan bahwa leksikal bersangkutan dengan leksem, bersangkutan dengan kata dan bersangkutan dengan leksikon, dan bukan dengan gramatika. Leksem adalah satuan bermakna yang membentuk kata, sedangkan leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut maka sarana leksikal terdiri atas: a. Aneka Makna Satuan komposisi leksikal bahasa -kata- biasanya mengandung aneka makna (polysemous word) dan sistem makna kata dalam satu bahasa biasanya tidak sepenuhnya sama dengan sistem makna kata yang sepadan dalam bahasa lain. Misalnya kata bahasa Jerman das Haus, yang berarti dalam bahasa Indonesia: rumah,

Universitas Sumatera Utara

34

sesuai hanya dengan salah satu maknanya: gedung tempat tinggal. Demikian juga, kata rumah dalam bahasa Indonesia tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan kata das Haus, seperti rumah makan (das Restaurant). b. Diferensiasi/Nondiferensiasi Yang dimaksud dengan nondiferensiasi adalah, bahwa satu kata dari suatu bahasa tertentu, yang mengandung pengertian lebih luas (nondiferensial), mungkin bisa diterjemahkan ke dalam bahasa lain dengan beberapa kata (dua atau lebih), yang masing-masing mengandung pengertian yang lebih sempit (diferensial). Misalnya, dalam bahasa Jerman ada kata der Reis yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan dua kata atau lebih: padi, beras, nasi yang masing-masing mengandung pengertian yang lebih sempit ketimbang kata der Reis. Demikian juga dengan kata bahasa Indonesia ‚kaki’ yang ke dalam bahasa Jerman bisa diterjemahkan dengan dua kata: Beine dan Fuß. Baik gejala aneka makna, maupun gejala diferensial/nondiferensial bisa mengundang kesulitan dalam proses terjemahan. Melakukan pilihan di antara katakata yang mengandung pengertian diferensial adalah satu-satunya jalan dalam penerjemahan. Pada umumnya, kemungkinan untuk melakukan pilihan yang betul dalam menerjemahkan dijamin oleh konteks kalimat. c. Medan Semantis Ada juga gejala dalam ilmu linguistik yang dinamakan medan semantis, yakni kelompok kata yang maknanya mengandung komponen semantis umum. Misalnya, verba mendengar (hören), verba melihat (sehen) yang masing-masing mempunyai

Universitas Sumatera Utara

35

makna leksikal sendiri, tapi menurut medan semantisnya menyatakan persepsi. Karena itu kalimat yang predikatnya dinyatakan oleh verba persepsional disebut kalimat persepsional. Contoh lainnya, medan semantis kelas kata (parts of speech), seperti verba mengerti (verstehen), nomina pendidikan atau verba berpendidikan, adjektiva cantik dan lain-lain, menyatakan kualifikasi evaluasi. Kalimat yang predikatnya dinyatakan oleh kelas kata semacam itu disebut kalimat kualifikatif, evaluatif. Hal ini penting bagi penerjemah, ketika mencari padanan kalimat dalam penerjemahan, kalimat persepsional atau kalimat kualitatif/evaluatif dalam BSu seyogianya diterjemahkan ke dalam BSa dengan kalimat yang menyatakan medan semantis yang sama.

2. Sarana Gramatikal Gramatikal menurut Kridalaksana (2008:75) bersangkutan dengan gramatika suatu bahasa atau sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika suatu bahasa. Sesuai pendapat tersebut maka sarana gramatikal terdiri atas: a. Bentuk-bentuk Tunggal dan Jamak Yang menjadi kesulitan bahasa dalam penerjemahan ialah juga perbedaan sistem gramatikal kedua bahasa. Baik dalam bahasa Indonesia, maupun dalam bahasa Jerman, nomina mempunyai bentuk tunggal (singularis) dan jamak (pluralis). Berbeda dengan bahasa Jerman, bentuk-bentuk nomina pluralis dalam bahasa Indonesia tidak mempunyai ciri-ciri khas yang membedakannya dari bentuk-bentuk nomina singularis. Pada umumnya, bentuk jamak nomina dalam bahasa Indonesia

Universitas Sumatera Utara

36

dinyatakan dengan sistem pengulangan seluruh bentuk dasar nomina, yakni dengan sistem dwilingga (rumah  rumah-rumah) atau dengan bantuan kata ‚para’ atau kata ‚kaum’, sedangkan indikator jamak dalam bahasa Jerman ditandai oleh perubahan artikel dan beberapa aturan yaitu, perubahan vokal menjadi umlaut (der Vater  die Väter), penambahan akhiran –e dan umlaut + e (das Regal  die Regale, der Kopf  die Köpfe), penambahan akhiran –er dan umlaut + er (das Bild  die Bilder, das Wort  die Wörter), penambahan akhiran (e)n (der Student  die Studenten) dan akhiran –s (die Kamera  die Kameras) . Selain itu ada beberapa nomina yang selalu dalam bentuk jamak tapi berarti tunggal, karena itu diterjemahkan tunggal ke dalam bahasa lain, misalnya ke dalam bahasa Indonesia seperti pada kata Die Ferien yang berarti waktu libur, die Eltern (orang tua) dan die Geschwister (saudara). b. Kategori Aspek Aspek ialah kategori verba yang menyatakan berlangsungnya suatu perbuatan, selesai (perf.) atau tidak/belum selesai (imperf.). Aspek dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman bisa ditandai dengan petunjuk waktu. Namun, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Jerman tidak ada indikator yang ajeg antara aspek perfektif dan aspek imperfektif, sehingga dengan demikian, aspek dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman pada pokoknya ditentukan oleh konteks; adanya petunjuk waktu, kehadiran kata depan, adverbia, bisa dijadikan indikator aspek, yang dapat membedakan yang perfektif dari yang imperfektif. Ciri-ciri yang membedakan berlangsungnya suatu perbuatan yang dinyatakan oleh verba bahasa Jerman sebagai BSu tidak harus disampaikan dengan pengungkapan formal dalam teks BSa, kalau

Universitas Sumatera Utara

37

tidak ditemukan petunjuk apa pun sehubungan dengan berlangsungnya perbuatan. Sehingga dengan demikian kerumitan biasanya akan timbul untuk memilih bentukbentuk aspek dalam mengalihbahasakan teks bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya. c. Kategori Genus Kesulitan bahasa dalam penerjemahan yang terkait perbedaan sistem gramatikal kedua bahasa menyangkut juga kategori genus. Berbagai bahasa mempunyai kategori genus dalam sistem gramatikalnya. Misalnya, dalam bahasa Indonesia pasangan „-wan - -wati, -a - -i“, dan dalam bahasa Jerman penambahan akhiran –in untuk feminin dan melalui perbedaan artikel yaitu der (maskulin), die (feminin), das (netral). Penerjemahan di seputar kategori genus dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia tidak begitu menyulitkan, namun penerjemahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jerman menimbulkan kesulitan dikarenakan adanya perbedaan artikel der, die dan das. Yang sedikit merepotkan ialah tidak adanya dalam bahasa Indonesia pronomina persona ketiga tunggal feminin. Jadi, perbedaan-perbedaan sistem gramatikal BSu dan BSa secara keseluruhan dapat merupakan sumber kesulitan dalam penerjemahan, terutama sekali kalau kategori-kategori gramatikal dalam satu bahasa berbeda atau tidak cukup jelas diungkapkan dalam bahasa lain. Namun, dalam beberapa hal makna-makna yang disampaikan dalam satu bahasa lewat sarana gramatikal, dalam bahasa lain biasanya disampaikan dengan menggunakan sarana leksikal. Tapi, makna gramatikal wajib disampaikan dalam bahasa, meski tidak dikonkretkan dalam teks BSu, karena ada

Universitas Sumatera Utara

38

keyakinan, bahwa perbedaan antarbahasa terletak bukan dalam kemampuan bahasabahasa itu untuk menyampaikan makna yang satu, maupun yang lain, tapi terletak dalam keharusan bagi penerjemah untuk menyampaikan makna dalam bahasa yang satu, yang mungkin dapat dikonkretkan dalam bahasa yang lain.

2.4 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis kesalahan menerjemahkan adalah penelitian yang berhubungan dengan kesalahan-kesalahan menerjemahkan bahasa Arab, bahasa Jepang dan bahasa Inggris, diantaranya sudah dilakukan oleh : 1. Morin (1998) dalam penelitiannya tentang Kesalahan-kesalahan dan penyebabnya dalam penerjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa semester VII dan VIII Tahun akademik 1997/1998 Program Studi bahasa Inggris Fakultas

Keguruan

dan

Ilmu

Pendidikan

Universitas

Cendrawasih

menyimpulkan, bahwa kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa dalam melakukan penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia adalah (a) kesalahan-kesalahan dalam menerjemahkan kata; (b) kesalahan-kesalahan dalam menerjemahkan idiom; (c) kesalahan-kesalahan dalam menerjemahkan kata, idiom, frasa dan klausa dalam kalimat. Sedangkan analisa data yang diperoleh melalui “Kuesioner” ditemukan bahwa kesalahan-kesalahan dalam penerjemahan disebabkan oleh (a) kekurangan

Universitas Sumatera Utara

39

buku-buku sumber; (b) kekurangan pengalaman penerjemahan; (c) kebiasaan membaca yang rendah. 2. Asror (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesalahan Menerjemahkan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia Siswa Kelas X MAN Wonokromo Yogyakarta menyimpulkan, bahwa kesalahan yang dilakukan oleh siswa meliputi aspek semantik, morfologi, sintaksis dan restrukturisasi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kesalahan siswa dalam menerjemah adalah latar belakang pendidikan siswa yang sebagian besar berasal dari sekolah umum, kesulitan siswa dalam mempelajari nahwu dan sharaf, rendahnya kesadaran siswa untuk menghafal mufrodat baru, siswa kurang dapat memahami isi teks yang diterjemahkan, perasaan siswa ketika menerjemah, dan guru jarang memberi tugas menerjemah. Adapun usahausaha yang dapat dilakukan oleh guru untuk menghindari dan meminimalisir kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah dengan melakukan analisis kontrastif antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia, memberikan kosa kata baru dan idiom bahasa Arab, sering melatih siswa untuk menerjemah dan selalu memberi motivasi kepada siswa. 3. Rengganis (2006) dalam penelitiannya tentang Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Menerjemahkan Teks Bahasa Jepang ke dalam Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa rendahnya kemampuan kosa kata dan tata bahasa seringkali menimbulkan kesalahan dalam menerjemahkan teks. 4. Syarifudin (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesalahan Bahasa pada Terjemahan Teks Berbahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris

Universitas Sumatera Utara

40

menyebutkan bahwa mahasiswa masih melakukan kesalahan dalam penggunaan bahasa Inggris terutama dalam bidang morfologi, sintaksis dan semantik. Lemahnya penguasaan kosakata dan kaidah bahasa sasaran yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga mereka belum mampu menetapkan makna bahasa sumber yang sepadan dengan bahasa sasaran, menyebabkan terjadinya kesalahan bahasa yang dilakukan mahasiswa. Faktor lain penyebab kesalahan yang menonjol adalah faktor kesalahan perkembangan (developmental errors), kesalahan tersebut seperti, ketidaklengkapan penerapan kaidah tatabahasa dan pengabaian pembatasan kaidah serta generalisasi yang berlebihan dengan memperluas kaidah pada konteks yang kurang tepat. Interferensi bahasa sumber juga merupakan penyebab terjadinya kesalahan bahasa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam terjemahan teks berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Penelitian Syarifudin tersebut memberikan kontribusi dalam penelitian ini, yaitu dengan mengadopsi metode penelitian dari penelitian tersebut ke dalam kajian ini untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menerjemahkan teks. Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Morin, Asror, Rengganis dan Syarifuddin mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam penerjemahan dan faktor penyebabnya, sedangkan dalam kajian ini faktor penyebab terjadinya kesalahan tidak lagi dikaji, melainkan lebih melihat kepada teknik terjemahan yang diterapkan mahasiswa dalam menerjemahkan teks. Inilah yang membedakan penelitian ini dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara