Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

24 downloads 177 Views 265KB Size Report
Terdapat perbedaan tuntutan pekerjaan bagi karyawan untuk ... menemukan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang lebih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Definisi Kecerdasan Intelektual Kemampuan intelektual Robbins (2001:57) adalah kemampuan yang diperlukan untuk

menjalankan kegiatan

memecahkan masalah.

mental,

berpikir,

menalar

dan

Tes IQ, misalnya dirancang untuk memastikan

kemampuan intelektual umum seseorang.

Demikian juga tes saringan masuk

perguruan tinggi yang populer seperti SAT dan ACT serta tes masuk S2 dalam bisnis (GMAT), hukum (SAT), dalam kedokteran (MCAT). Terdapat

perbedaan

tuntutan

pekerjaan

mengimplementasikan kemampuan intelektualnya.

bagi

karyawan

untuk

Semakin rumit pekerjaan

yang diemban maka karyawan tersebut tentu saja IQ nya harus semakin tinggi. Berbicara secara umum, semakin banyak tuntutan informasi dalam suatu pekerjaan, semakin banyak kecerdasan intelektual diperlukan untuk menghasilkan pekerjaan yang maksimal. William Stern dalam Ngalim Purwanto (2007:52) mengemukakan inteligensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai tujuannya. Seorang ilmuwan dari Amerika adalah orang yang membuat tes inteligensi WAIS dan WISC yang banyak digunakan di seluruh dunia. Ia mengemukakan bahwa inteligensi adalah kemampuan global yang dimiliki oleh individu agar bisa bertindak secara terarah

Universitas Sumatera Utara

dan berpikir secara bermakna serta bisa berinteraksi dengan lingkungan secara efisien (Anastasi dan Urbina, 2001:220). Spearman mengelompokan inteligensi ke dalam dua kategori. Kategori yang pertama adalah g (general) faktor atau biasa disebut dengan kemampuan kognitif yang dimiliki individu secara umum, misalnya kemampuan mengingat dan berpikir. Kategori yang kedua disebut dengan s (specific) faktor yaitu merupakan kemampuan khusus yang dimiliki individu (Eysenck, 2001:13). G faktor lebih merupakan potensi dasar yang dimiliki oleh setiap orang untuk belajar dan beradaptasi. Intelligensi ini dipengaruhi oleh faktor bawaan. Faktor s merupakan intelligensi yang dipengaruhi oleh lingkungan sehingga faktor s yang dimiliki oleh orang yang satu akan berbeda dengan orang yang lain. Setiap faktor s pasti mengandung faktor g. Istilah inteligensi digunakan dengan pengertian yang luas dan bervariasi, tidak hanya oleh masyarakat umum tetapi juga oleh anggota-anggota berbagai disiplin ilmu. Anastasi (2001 : 220) mengatakan IQ adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu, dalam hubungan dengan norma usia yang ada sehingga inteligensi bukanlah kemampuan tunggal tetapi merupakan kumpulan dari berbagai fungsi. Istilah ini umumnya digunakan untuk mencakup gabungan kemampuankemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam budaya tertentu. Kemampuan intelektual ini dapat diukur dengan suatu alat tes yang biasa disebut IQ (Intellegence Quotient). Pengukuran kecerdasan intelektual tidak dapat diukur hanya dengan satu pengukuran tunggal. Para peneliti menemukan bahwa tes untuk mengukur

Universitas Sumatera Utara

kemampuan kognitif tersebut, yang utama adalah dengan menggunakan tiga pengukuran yaitu kemampuan verbal, kemampuan matematika, dan kemampuan ruang (Moustafa dan Miller, 2003:5). Pengukuran lain yang termasuk penting seperti kemampuan mekanik, motorik dan kemampuan artistik tidak diukur dengan tes yang sama, melainkan dengan menggunakan alat ukur yang lain. Hal ini berlaku pula dalam pengukuran motivasi, emosi dan sikap (Moustafa dan Miller, 2003:5). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wiramiharja (2003:80) menemukan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang lebih bersifat kognitif memiliki korelasi positif yang bersifat signifikan dengan kinerja karyawan. Kinerja kerja seseorang dapat diprediksi berdasarkan seberapa besar orang tersebut memiliki g faktor. Seseorang yang memiliki kemampuan g (general) faktor maka kinerjanya dalam melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian kemampuan s (specific) juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja sesorang yang dihasilkan. Atas dasar berbagai pandangan tersebut dapat dinyatakan bahwa intelegensi adalah kecerdasan seseorang untuk memecahkan masalah pada umumnya. Intelegensi sebagian besar tergantung pada turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang. Warterik seorang mahaguru di Amsterdam, menyatakan bahwa menurut penyelidikannya belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat dilatih. Belajar berpikir hanya diartikannya bahwa kekuatan berpikir bertambah baik.

Universitas Sumatera Utara

Pendapat-pendapat baru membuktikan bahwa intelegensi pada karyawan yang lemah pikiran dapat juga dididik dengan cara yang lebih tepat. Kenyataan membuktikan bahwa daya pikir yang telah mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak yang tidak bersekolah. Pada umumnya siswa IQ rendah memiliki tingkat partisipasi yang rendah dalam pembelajaran dan sebaliknya siswa dengan IQ tinggi memiliki partisipasi yang tinggi, hal ini berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajarnya. Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa Intelektual itu ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya termasuk ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat, dan sebagainya. Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung, melalui kelakuan intelektualnya. Tujuh dimensi menurut Robbins (2001:58) dalam kecerdasan

intelektual

adalah: 1. Kecerdasan angka Merupakan kemampuan untuk menghitung dengan cepat dan tepat 2. Pemahaman verbal Merupakan kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar 3. Kecepatan persepsi Merupakan kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat

Universitas Sumatera Utara

4. Penalaran induktif Merupakan kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu 5. Penalaran deduktif Merupakan kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen 6. Visualilsasi spasial Merupakan kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang dirubah 7. Daya ingat Merupakan kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu

2.1.2 Perbuatan Intelektual Inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan kesimpulan dari proses berpikir rasional. Suatu perbuatan dapat dianggap intelektual bila memenuhi beberapa syarat antara lain: 1). Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan. 2). Perbuatan intelektual sifatnya serasi, memiliki tujuan dan ekonomis. 3). Masalah yang dihadapi harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

4). Keterangan pencapaiannya harus dapat diterima oleh masyarakat. 5). Dalam

berbuat

intelektual

sering

kali

menggunakan

daya

mengabstraksikan. 6). Perbuatan intelektual bercirikan kecepatan, membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Ngalim

Purwanto

(2007:55-56)

mempengaruhi

inteligensi

yaitu

menyebutkan

pembawaan,

faktor-faktor

kematangan

organ

yang tubuh,

pembentukan dari lingkungan, minat dan pembawaan yang khas serta kebebasan memilih metode dalam memecahkan masalah. a. Pembawaan Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kemampuan kita dalam memecahkan permasalahan, pertama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang ada yang pintar dan ada yang bodoh meskipun menerima latihan yang sama perbedaan itu masih tetap ada. b. Kematangan Tiap orang dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anakanak tidak dapat memecahlan soal-soal tertentu karena soal tersebut masih terlampau sukar baginya. Organ tubuh dan fungsi jiwanya belum matang

Universitas Sumatera Utara

untuk memecahkan masalah itu. Kematangan erat hubungannya dengan umur. c. Pembentukan Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan ada dua macam yaitu yang disengaja seperti yang dilakukan di sekolah dan tidak sengaja yaitu pengaruh alam sekitar. d. Minat dan pembawaan yang khas Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat motif-motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives). e. Kebebasan Kebebasan mengandung makna bahwa manusia dapat memilih metodemetode tertentu dalam memecahkan masalah. Dengan kebebasan manusia dapat menentukan dan mengembangkan cara berfikirnya secara cepat dan yang mereka anggap akurat. Keterbelakangan, pengekangan akan mempengaruhi intelektual seseorang.

2.1.3 Test Intelektual (Test IQ) IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara

Indeks

Kecerdasan

membandingkan

atau

umur

skor

IQ

mula-mula

mental (Mental

Age)

diperhitungkan

dengan

umur

dengan

kronologik

(Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalanpersoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologi), maka akan diperoleh skor 1 Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kematangan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan. Dengan membandingkan IQ seseorang dengan suatu normal klasifikasi akan dapat diketahui apakah orang tersebut termasuk dalam kelompok mereka yang memiliki kapasitas intelektual superior atau tidak. Penetapan pembatas angka IQ berbeda-beda karena perbedaan tes IQ yang digunakan dan perbedaan kepentingan dari hasil klasifikasi tersebut (Azwar 2006:135). Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah Test Culture Fair Intelligence (C.F.I.T), terdiri dari tiga skala yang disusun oleh Raymond B. Cattell dan sejumlah staf penelitian dari Institute of Personality and Ability Testing (I.P.A.T) di Universitas Illions, Amerika Serikat.

Tes ini digunakan subyek

berusia antara 13 tahun sampai dewasa. Menurut teori ”Fluid and Cryctallized Ability” dari Raymond B. Cattell, tes ini untuk mengukur Fluid Ability yaitu yang dibawa seseorang sejak lahir. Di dalam perkembangannya terbentuklah Crystallized Ability yaitu faktorfaktor kemampuan yang diperoleh dari lingkungan disekitar dirinya. Sampai

Universitas Sumatera Utara

seberapa jauh peranan Crystallized Ability seseorang adalah tergantung dari potensi Fluid Ability yang dimilikinya.

2.1.4. Pengertian Kecerdasan Emosional Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai : “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain,

memilah-milah semuanya

dan

menggunakan

informasi

ini untuk

membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 2006:42). Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000:13) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan (Shapiro,2006:34). Kecerdasan emosional sangat mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan mulai dari kehidupan dalam keluarga, pekerjaan, sampai interaksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu kecerdasan emosional berpengaruh juga pada cara seseorang menyelesaikan

Universitas Sumatera Utara

masalah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, pekerjaan maupun interaksi dengan lingkungan sosial. Orang yang pandai atau berhasil dalam prestasi akademik sewaktu pendidikan formal ternyata banyak yang gagal mencapai puncak prestasi sewaktu menempuh karier profesional. Mencapai prestasi kerja yang baik bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Adapun Faktor-faktor kecerdasan emosional menurut Goleman (2001, 4243) adalah sebagai berikut : a. Mengenali Emosi Diri Mengenali Emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. b. Memanajemen Emosi Memanejemen emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. “Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,

kemurungan

atau

ketersinggungan

dan

akibat-akibat

yang

Universitas Sumatera Utara

ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. c. Memotivasi Diri Sendiri Memotivasi diri sendiri merupakan menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri,dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional, menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Dan mampu menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan. d. Empati (Mengenali Emosi Orang Lain) Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

e. Ketrampilan Sosial Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkan dan sulit juga memahami keinginan serta kemampuan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi. Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

2.1.6. Meningkatkan Kecerdasan Emosional (EQ) Goleman (2001:20) mengatakan bahwa dalam meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) sangat berbeda dengan IQ yang pada umumnya tidak berubah selama kita hidup. Bila kemampuan kognitif relatif tidak berubah, kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja. Tidak peduli orang yang tidak peka, pemalu, pemarah, kikuk atau sulit bergaul dengan orang lain, dengan motivasi dan usaha yang benar kita dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi.

Universitas Sumatera Utara

2.1.7. Pengertian Kinerja Menurut Mangkunegara (2001:67) dikemukan pengertian kinerja yaitu : “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Suyadi, 2002:98). Sedangkan menurut Sutrisno (2009:164), kinerja merupakan hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam pekerjaan itu. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gabungan dari tiga faktor penting kemampuan dan minat seseorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor kemampuan, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.

2.1.8 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik menurut Mangkunegara (2001:68) adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (abilitiy) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).

Artinya

pendidikan yang memadai untuk jabatan dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi yang diharapkan. Oleh sebab itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian (The right man, On The Right Place, The Right man On the Right Job). 2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitute) seorang karyawan dalam menghadapi

situasi

kerja.

Motivasi

merupakan

kondisi

menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai

yang tujuan

organisasi (tujuan perusahaan). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal (sikap mental yang siap secara psikofisik), artinya seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dalam situasi kerja. Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor kemampuan dan faktor motivasi, faktor kemampuan didasarkan atas potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya sedangkan faktor motivasi didasarkan atas mentanilitas tersebut secara berusaha mencapai prestasi kerja.

Universitas Sumatera Utara

2.1.9. Prinsip Dasar Manajemen Kinerja Manajemen kinerja bekerja atas prinsip dasar yang dapat dijadikan acuan bersama agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Adapun prinsip dasar manajemen kinerja menurut Wibowo (2007:11) adalah sebagai berikut: 1.

Kejujuran Kejujuran menunjukkan diri dalam komunikasi umpan balik yang jujur diantara manajer, pekerja dan rekan kerja. Kejujuran termasuk dalam mengekspresikan pendapat, menyampaikan fakta dan memberikan pertimbangan dan perasaan.

2.

Pelayanan Setiap aspek dalam proses kinerja harus memberikan pelayanannya kepada setiap pekerja, manajer, pemilik dan pelanggan, dalam proses manajemen kinerja, umpan balik dan pengukuran harus membantu pekerja dan perencanaan kinerja

3.

Tanggung Jawab Merupakan prinsip dasar dari pengembangan kinerja dengan memahami dan menerima tanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan dan tidak kerjakan untuk mencapai tujuan mereka. Pekerja belajar tentang apa yang perlu mereka perbarui.

4.

Perumusan Tujuan Manajemen kinerja dimulai dengan melakukan perumusan dan mengklarifikasi terlebih dahulu tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi, sesuai dengan jenjang organisasi yang dimiliki dan

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya tujuan yang telah dirumuskan tersebut dirinci lebih lanjut menjadi tujuan di tingkat yang lebih rendah, seperti divisi, departemen, tim dan karyawan 5.

Komunikasi Dua Arah Manajemen kinerja memerlukan gaya manajemen yang bersifat terbuka, jujur serta mendorong terjadinya komunikasi dua arah antara atasan dengan bawahan. Komunikasi dua arah ini akan menunjukkan adanya sikap keterbukaan dan saling pengertian antara dua pihak.

2.1.10 Hubungan Kecerdasan Intelektual dan Kinerja Dalam kerja erat kaitannya dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh seseorang.

Seorang pekerja memiliki IQ tinggi diharapkan dapat

menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan mereka yang memiliki IQ lebih rendah. Hal tersebut karena memiliki IQ tinggi lebih mudah menyerapa ilmu yang diberikan sehinggga kemampuannya dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan akan lebih baik. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wiramiharja (2003:80) menemukan bahwa kecerdasan yang lebih bersifat kognitif positif yang bersifat signifikan dengan kinerja karyawan. Ia menyebutkan bahwa prestasi kerja yang dimiliki oleh seorang pekerja akan membawanya pada hasil yang lebih memuaskan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitiannya ia memberikan kontribusi 30% di dalam pencapaian prestasi kerja dan kinerja seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Keseimbangan yang baik antara IQ dan EQ harus dapat dicapai. Orang yang memiliki EQ yang baik tanpa di tunjang dengan IQ yang baik pula belum tentu dapat berhasil dalam pekerjaanya. Hal ini karena IQ masih memegang peranan penting dalam kinerja seseorang, sehinggga keberadaan IQ tidak boleh dihilangkan begitu saja dan perbaikan kemampuan kognitif adalah cara terbaik untuk meningkatkan kinerja karyawan.

2.1.11 Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kinerja Dunia kerja mempunyai berbagai masalah dan tantangan yang harus dihadapi oleh karyawan, misalnya persaingan ketat, tuntutan tegas, suasana kerja yang tidak nyaman dan maslah hubungan dengan orang lain. Masalah-masalah tersebut dalam dunia kerja bukanlah suatu hal yang hanya membutuhkan kemampuan intelektualnya, tetapi dalam menyelesaikan masalah tersebut kemampuan emosi atau kecerdasan emosi lebih banyak diperlukan.

Bila

seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah di dunia kerja dengan emosinya maka akan menghasilakan kinerja yang lebih baik. Daniel Goleman, seorang psikolog ternama, dalam bukunya pernah mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya cognitive intellingence saja yang dibutuhkan tetapi juga emotioanal intelligence (Goleman, 2000:37).

Secara

khusus para pemimpin perusahaan membutuhkan EQ yang tinggi karena dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja berperan penting dalam membentuk moral disipin para pekerja.

Universitas Sumatera Utara

Kinerja karyawan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh faktor intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer (2004:10) bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analsis untuk mengahasilkan kinerja yang optimal. Salah satu aspek dalam kecerdasan emosi adalah motivasi. Salovey (dalam Goleman, 2000:58) seperti yang dijelaskan sebelumnya, memotivasi diri sendiri merupakan landasan keberhasilan yang terwujudnya kinerja yang tinggi disegala bidang.

2.1.12 Indikator Kinerja Menurut Sutrisno (2009:152) ada enam indikator dari kinerja yakni: 1.

Hasil kerja Merupakan proses kegiatan yang dilakukan setiap hari dalam mendukung operasional bank, misalnya: menyediakan kebutuhan data dan melakukan jurnal transaksi yang diteliti.

2.

Pengetahuan pekerjaan Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.

Universitas Sumatera Utara

3.

Inisiatif Merupakan pola pikir yang berbeda dalam setiao pengambilan keputusan kerja, misalnya mengetahui dan memahami persoalan di lingkungan kerja, mampu meberi saran pada atasan

4.

Kecekatan Mental Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada

5.

Sikap Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan

6.

Disiplin Waktu dan Absensi Merupakan sikap patuh terhadap aturan yang berlaku.

2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu mengenai kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual dalam meningkatkan produktivitas adalah penelitian tentang kemampuan intelektual dilakukan oleh Sutarjo A Wiramiharja pada tahun 2003. Ia meneliti tentang keeratan hubungan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional dengan kinerja. Subjek penelitian adalah sejumlah jabatan bertaraf kepala bagian dari sejumlah BUMN di Indonesia sebanyak 43 orang. Hasilnya terdapat korelasi yang positif untuk semua hasil tes. Terdapat korelasi yang positif signifikan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Ilham H Napitupulu pada tahun 2009 dengan judul pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman pelajaran akuntansi dengan minat sebagai variabel moderating. Dengan hasil dimana minat tidak bisa terpisah bila digunakan untuk menguji pemahaman siswa, karena siswa memperoleh nilai harus mengandalkan kecerdasan

intelektual,

kecerdasan

emosional

dan

minat

sangat

kecil

kemungkinan mempengaruhi. Dengan demikian minat hanya bisa mendukung pelajaran akuntansi bila digunakan secara bersama-sama dengan variabel kecerdasan emosional.

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian yang pernah dilakukan olehWiramiharja (2003:80) menemukan bahwa kecerdasan yang lebih bersifat kognitif positif yang bersifat signifikan dengan kinerja karyawan. Ia menyebutkan bahwa prestasi kerja yang dimiliki oleh seorang pekerja akan membawanya pada hasil yang lebih memuaskan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitiannya ia memberiakan kontribusi 30% di dalam pencapaian prestasi kerja dan kinerja seseorang. Kinerja karyawan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh faktor intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer (2004:10) bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk mengahasilkan kinerja yang

Universitas Sumatera Utara

optimal. Salah satu aspek dalam kecerdasan emosi adalah motivasi. Salovey (dalam Goleman, 2000:58) seperti yang dijelaskan sebelumnya, memotivasi diri sendiri merupakan landasan keberhasilan yang terwujudnya kinerja yang tinggi disegala bidang. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut:

KECERDASAN INTELEKTUAL (X1)

KECERDASAN

KINERJA KARYAWAN (Y)

EMOSIONAL (X2) Sumber: Wiramiharja (2003:80), Meyer (2004:10), Goleman, (2000:58) Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual

2.4

Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu kecerdasan intelektual dan

kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.

Universitas Sumatera Utara