Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

19 downloads 58 Views 478KB Size Report
Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Oleh karena ... Penelitian yang menyangkut psikologi sastra sudah banyak dilakukan, salah.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan mengenai konsep, landasan teori dan beberapa penelitian peneliti sebelumnya. Selanjutnya pada konsep dijelaskan pengertian dari istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini.

2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Oleh karena itu dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.

2.1.1 Penelitian Peneliti Terdahulu Penelitian yang menyangkut psikologi sastra sudah banyak dilakukan, salah satunya seperti: Lissa Ernawati (2009), Universitas Sumatera Utara dengan penelitiannya Novel Rojak Karya Fira Basuki: Analisis Psikologi Sastra yang memaparkan keadaan psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Dalam novel Rojak tergambar keadaan psikologi tokohtokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian. Lalu di bawah ini beberapa penelitian sebelumnya di Cina yang menjadikan tokoh Liu Bei dan Cao Cao pada roman klasik Kisah Tiga Negara sebagai objek kajiannya dengan menggunakan pendekatan intrinsik. Li Guo Ping (1999): 43-46 pada jurnal China Academic Electronic Journal Publishing House dengan judul Lun Liu Bei de Ben Bhi Ji Qi de Shi yang

Universitas Sumatera Utara

menggambarkan tentang nilai-nilai kebajikan yang dilakukan Liu Bei untuk masyarakat Cina pada saat itu juga tentang sumpah persaudaraan antara Liu Bei dengan kedua suadara angkatnya Guan Yu dan Zhang Fei yang dijunjung tinggi oleh Liu Bei memiliki dampak yang mendalam bagi masyarakat Cina pada masa sekarang. Wang Li (2000): 68-70 yang dipublikasikan oleh China Academic Journal Electronic Publishing House yang berjudul San Guo Yan Yi Zhong Cao Cao Xing Xiang de Zai Tan Tao mengungkapkan bahwa tokoh Cao Cao memiliki karakter yang kompleks, Cao Cao demi tujuannya menghalalkan segala cara termasuk membunuh rakyat yang tak bersalah.Tapi Cao Cao juga seorang pahlawan karena tujuannya adalah untuk mempersatukan seluruh Cina dibawah kepemimpinannya. Yu Feng Chun (2001): 54-57 dipublikasikan oleh Journal of ChangChun University pada penelitiannya yang berjudul Lun Liu Bei de Ren yu Lei yang menyebutkan bahwa Liu Bei dalam catatan sejarah sering kali menangis ketika menghadapi masalah. Lalu masih ada Zhang Zuo Yao (2004):150-163pada jurnal China Academic Journal Electronic Publishing House yang berjudul San Guo Yan Yi, Shi Zen Me Yang Su Zao Liu Bei Xing Xiang de yang menggambarkan tentang sisi ke-heroan tokoh liu bei dan perjuangannya dalam melawan Cao Cao dan dalam penelitiannya dia juga sedikit membandingkan sifat kedua tokoh ini. Zhu Hong Bo (2007) : 30-34 pada Journal of School of Chinese Languange and Culture Nanjing University yang berjudul Gong Shou Liu Fang yang mengungkapkan tentang devaluasi sikap Cao Cao yang sering disalah artikan menjadi buruk karena disisi lain Cao Cao adalah pahlawan ditengah keadaan negara yang kacau balau.

Universitas Sumatera Utara

Hu Xian Kai (2008) : 111-112 dalam jurnal Journal of Hu Bei University of Economic yang berjudul San Guo Yan Yi Cao Cao Xingxiang Xin Kan menggambarkan bahwa Cao Cao memiliki kepribadian yang pintar, memiliki akal yang banyak, memiliki strategi yang kuat dan seorang dengan karakter yang kompleks. Zhang Xiao Dong (2010) : 125 pada China Academic Journal Electronic Publinshing House dengan penelitiannya San Guo Yan Yi, Cao Cao Renwu Xingxiang Qiangxi yang memaparkan kepribadian tokoh Cao Cao yang sebagian besar memiliki sifat buruk karena ambisinya untuk menguasai Cina. Wang Tong Zhou (2010) : 157-161 pada Journal of South-Central University for Nationalities (Humanities and Social Sciences) yang dalam penelitiannya berjudul San Guo Yan Yi de Wenti Xing Zhi yu Liu Bei Xingxiang Su Zao yang mendeskripsikan lebih dalam tentang sifat-sifat Liu Bei. Hubungan jalan cerita dan penggambaran kisah sejarah yang terdapat dalam Roman Kisah Tiga Negara. Beberapa penelitian sebelumnya yang menganalisis tokoh utama Liu Bei dan Cao Cao di atas semuanya menggunakan pendekatan intrinsik yang mana hanya memaparkan karakter kedua tokoh tersebut, sedangkan perbedaannya pada penelitian ini penulis akan menganalisis kedua tokoh utama tersebut dengan menerapkan pendekatan intrinsik yaitu: penokohan dan ekstrinsik yaitu: psikologi sastra secara bersamaan.

2.2 Konsep Dalam konsep akan dipaparkan variabel-variabel yang terdapat dalam judul skripsi ini. Pertama-tama penulis akan memaparkan tentang roman, tokoh, dan kepribadian:

Universitas Sumatera Utara

a. Roman b. Tokoh c. Kepribadian

2.2.1 Roman Roman adalah satu jenis karya sastra yang merupakan satu bagian dari epik panjang dan dalam perkembangannya roman menjadi satu jenis karya sastra yang sangat digemari. Menurut Ruttkowski dan Reichman (1974:37) sebagai karya sastra epik panjang, roman berisi paparan cerita panjang yang terdiri dari beberapa bab dimana antara bab satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Biasanya roman bercerita tentang satu tokoh dari hidup sampai mati.Kata Roman berasal dari bahasa Prancis “romanz” yang ditujukan pada semua hasil karya sastra dari golongan rakyat jelata.Roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 23-2-2011). Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa roman adalah suatu karya sastra dengan epik panjang yang menceritakan keseluruhan hidup suatu tokoh bersamaan dengan permasalahan yang dihadapi terutama masalah

yang menyangkut hubungan

sosialnya. Agar dapat memahami sebuah roman kita harus dapat membedakannya dari romanroman

jenis

lain.Roman

diklasifikasikan

ke

dalam

kelompok

berdasarkan

pengutamaannya.Ruttkowski dan Reichman (1974:23) mengatakan bahwa dalam sebuah roman lebih diutamakan penggambaran sebuah atau beberapa tokoh,maka roman itu disebut Figurenroman, roman penggambaran tentang sebuah dunia disebut Raumroman,

Universitas Sumatera Utara

roman yang mengkisahkan pembentukan suatu tindakan menarik atau tingkah laku disebut Handslungroman. Dari paparan tersebut bisa disimpulkan bahwa roman klasik Kisah Tiga Kerajaan juga dapat digolongkan ke dalam jenis roman yang menggambarkan beberapa tokoh pada ceritanya atau yang disebut Figurenroman.

2.2.2 Tokoh Tokoh dalam karya sastra adalah sosok yang mengambil peran penting dalam suatu karya sastra dan dalam satu cerita tokoh merupakan sosok yang bertugas menjalankan alur cerita. Tokoh tidak kalah menarik dalam studi psikologi sastra karena tokoh merupakan objek yang mencerminkan sisi kejiwaan dari suatu karakter. Tokoh-tokoh yang muncul dimaksudkan untuk melakukan suatu objek dalam suatu cerita. Tokoh cerita menurut Abraham(dalam Nurgiyantoro 2000:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang diekpresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbedabeda.Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut tokoh inti(tokoh

utama).

Sedangkan

tokoh

yang

peranannya

tidak

penting

karena

kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Dalam melakukan analisis yang menjadi tumpuan adalah tokoh utama karena sering kali cerita berfokus pada tokoh utama sedangkan tokoh kedua, tokoh ketiga, dan seterusnya kurang mendapat perhatian karena cerita tidak berpusat pada mereka.

Universitas Sumatera Utara

Dalam satu karya sastra untuk menentukan tokoh mana yang merupakan tokoh utama, pembaca dapat menemukannya dengan jalan melihat intensitas kemunculan suatu tokoh dalam cerita tersebut. Selain itu dapat juga dengan melihat petunjuk yang diberikan oleh pengarang. Aminuddin dalam (Pradopo, 1995:80). Tokoh utama biasanya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarang, dan tokoh tambahan hanya dibicarakan ala kadarnya Menurut Aminuddin (Siswanto, 2008: 144) dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh. Dapat dibedakan atas tokoh protagonis, antagonis dan tokoh tritagonis. 1. Tokoh protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya, watak tokoh ini baik dan positif, contohnya dermawan, jujur, rendah hati, pembela, cerdik, pandai, mandiri, dan setia kawan. Dalam kehidupan nyata jarang ada orang yang memiliki sifat yang sempurna, karena setiap orang mempunyai sisi kelemahan masing-masing. Oleh sebab itu, ada juga watak protagonis juga menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Contohnya orang yang berbohong jelas sekali merupakan satu kesalahan tetapi seorang tokoh dengan sadar melakukannya tetapi karena keadaan tertentu terpaksa melakukannya demi kebaikan. Contoh lainnya seorang yang dermawan memberikan sumbangan ke panti asuhan tanpa memberitahu namanya. Dermawan tersebut memperoleh uang sumbangannya berasal dari hasil mencuri. Dari sisi ini tokoh tergambar memiliki sifat yang sangat pahlawan atau hero bagi orang yang membutuhkan. 2. Tokoh Antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif, seperti pendendam, licik, pembohong, menghalalkan segala cara, sombong, iri, suka

Universitas Sumatera Utara

pamer, dan ambisius. Meskipun demikian, ada juga tokoh-tokoh antagonis yang bercampur dengan sifat-sifat yang baik. Contohnya, tokoh yang selalu mencelakai orang lain demi mencapai tujuannya, dengan sengaja mengadu domba pihak satu dengan pihak lainnya agar terlihat baik di depan orang lain. 3. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang tidak memiliki sifat keduanya, protagonis dan antagonis. Tokoh ini sering kali menjadi penengah diantara tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh ini disebut juga tokoh pendamai. Contonya, perselisiahan yang terjadi antara tokoh protagonis dan antagonis sering kali menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Dalam hal ini tokoh tritagonis menjadi pihak penengah diantara keduanya.

2.2.3 Kepribadian Kata “kepribadian” (personality) berasal dari bahasa Latin Pesona, mengacu pada topeng yang dipakai oleh aktor romawi dalam pertunjukan drama Yunani. Para aktor Romawi kuno memakai topeng(pesona) untuk memainkan perannya atau penampilan palsu. Defenisi ini, tentu saja, bukan defenisi yang bisa diterima. Ketika Psikolog menggunakan istilah ini “kepribadian”, mereka mengacu kepada sesuatu yang lebih dari peran yang dimainkan seseorang. Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif permanent dan memberikan, baik konsistensi maupun individualisme pada prilaku seseorang. Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungannya dengan alam sekitarnya. Psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku (Miller,

Universitas Sumatera Utara

1974: 4). Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan (Chaplin: 1972). Dapat disimpulkan dari beberapa kutipan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatunya tentang manusia dan sekelilingnya,dan juga pemikiran tentang manusia itu sendiri yang mempengaruhi tingkah laku manusia itu sendiri. Kemudian psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari pikiran (mind), namun dalam perkembangannya, kata pikiran (mind) berubah menjadi behaviour (tingkah laku), sehingga Psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Mussen dan Rosenzwig, 1975: 5).

2.3 Landasan Teori Teori adalah dasar bagi peneliti dalam melakukan tahap pengerjaan menganalisis objek penelitian karya ilmiah. Dalam analisis tokoh utama pada roman klasik Kisah Tiga Kerajaan teori struktural roman digunaka peneliti dalam menganalisis unsur intrinsik roman beserta menggunakan teori Sigmund Freud (id, ego, superego) dalam menganalisis unsru ekstrinsik roman: psikologi sastra.

2.3.1 Unsur intrinsik roman Di bawah ini dipaparkan unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada roman beserta pengertiannya masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

1. Tema Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai titik awal pengarang dalam memaparkan karya ciptaannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan roman oleh pengarangnya (Aminuddin, 1984: 98). Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Seorang pengarang akan memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melakukan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca dapat memahami tema ketika mereka bisa memahami unsur-unsur yang menjadi media yang memaparkan tema tersebut, menyimpulkan makna yang terkandung serta mampu manghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya (Aminuddin, 1984: 108). Dalam menentukan tema, pembaca dapat melihatnya tersamar dalam seluruh elemen karya sastra melalui dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan pikirannya, kejadiankejadiannya, setting cerita untuk mempertegas tema. Penulis yang besar dan sudah punya image pribadi dalam setiap karyanya selalu kembali pada persoalan besar yang sama untuk dijadikan tema. Penyair besar W.S. Rendra selalu mengangkat tema yang berhubungan dengan orang-orang yang menjadi terkutuk oleh masyarakat karena nasibnya yang buruk.

2. Plot atau alur Plot atau alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku (Abraham dalam Siswanto, 2008: 159). Plot atau alur memiliki pengertian yang berbeda dengan jalan cerita tetapi masih dalam konteks yang sama. Jalan cerita memuat kejadian yang tentunya

Universitas Sumatera Utara

memiliki sebab dan akibat dan yang menggerakkan jalan cerita tersebut adalah plot, yaitu segi roana dari kejadian. Suatu kejadian baru bisa disebut cerita kalau didalamnya ada perkembangan kejadian. Intisari plot adalah konflik, tetapi suatu konflik tidak bisa secara tiba-tiba dipaparkan begitu saja, harus ada dasar yang menjadi landasan dari konflik tersebut. Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 159) membagi plot manjadi 5 unsur yaitu: 1. Eksposisi atau pengenalan 2. Komplikasi 3. Klimaks 4. Resolusi 5. Konklusi Eksposisi atau pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita, yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dari tokoh ini, misalnya nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya. Konflik adalah titik awal dari suatu konflik dalam suatu cerita. Masalah-masalah timbul dan terjadi karena adanya pertentangan antara satu tokoh, dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat, antara tokoh dan alam serta antara tokoh dan Tuhan. Timbulnya konflik sering kali berhubungan erat dengan unsur watak atau tema, atau setting. Karena watak tokoh yang begitu rupa bisa menimbulkan permasalahan dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya. Klimaks adalah bagian alur cerita yang menggambarkan puncak ketegangan, teutama dipandang dari segi emocional pembaca. Klimaks juga merupakan puncak dari segala masalah yang diikuti oleh crisis atau titik balik.

Universitas Sumatera Utara

Resolusi adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan cerita ke arah penyelesaian. Konklusi merupakan tahap akhir dari suatu plot cerita. Dalam tahap ini semua masalah teruraikan, kesalahpahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua macam konklusi yaitu: tertutup dan terbuka. Konklusi tertutup adalah penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan. Konkulsi tertutup adalah bentuk penyelesaian cerita yang diserahkan lepada pembaca.

3. Setting Setting secara sederhana diartikan sebagai latar cerita. Menurut Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 149) setting memiliki batasan sebagai latar peristiwa, secara lengkap mengulas tentang suatu wilayah. Melalui setting suatu wilayah tertentu dapat dilihat bagaimana pembentukan watak seorang karakter, tema, dan karakter cerita. Jadi jelas bahwa pemilihan setting dapat membentuk tema dan plot.

4. Sudut pandang (point of view) Sudut pandang adalah tempat dimana sastrawan memandang ceritanya, bagaimana kisah tersebut diceritakan. Sudut pandang sangat mempengaruhi pembaca karena sudut pandang adalah cara pengarang berkomunikasi dengan pembaca sehingga pesan yang terkandung dapat tersampaikan dengan baik lepada pembaca. Ada empat macam sudut pandang yaitu: 1. Omniscient point of view (sudut pandang yang berkuasa). Disini pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga berkuasa untuk menghapus

Universitas Sumatera Utara

dan menciptakan tokohnya, mengatur jalan pikiran tokoh hingga mengkomentari kelakuan para pelaku. 2. Obejctive point of view, hampir sama dengan omniscient hanya saja pengarang tidak memberikan komentar apa pun mengenai kelakuan tokohnya. 3. Sudut pandang orang pertama, teknik ini ditandai dengan menggunakan kata “aku” dalam penceritaannya, persis seperti menceritakan pengalaman sendiri. 4. Sudut pandang peninjau. Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Sudut pandang peninjau ini lebih dikenal dengan sudut pandang orang ketiga.

2.3.2 Psikologi Sastra Istilah psikologi sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif dimana mengkaji tentang proses-proses selama pembentukan satu karya sastra. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah pengertian yang ketiga, studi tipe dan hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Pada penelitian ini teori kepribadian (Id, Ego, dan Superego) yang diusung oleh pakar psikologi Sigmnud Freud yang menjadi landasan teori penulis dalam menganalisis tokoh utama Liu Bei dan Cao Cao yang terdapat pada roman klasik Kisah Tiga Kerajaan.

Universitas Sumatera Utara

1. Pengertian psikologi sastra Dalam mengkaji suatu prilaku berdasarkan tinjauan Psikologi sastra tentu berkaitan dengan kejiwaan yang tekandung dalam karya sastra itu sendiri karena pada dasarnya psikologi adalah kejiwaan yang kemudian dikaitkan dengan satu hasil karya sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak lepas dari kejiwaan masing-masing, sehingga psikologi sastra mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan (Endraswara 2003:96). Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspekaspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika teks berupa drama maupun prosa. Sedangkan jika berupa puisi, tentu akan tampil melalui larik-larik dan pilihan kata yang khas.

Hubungan antara psikologi dan sastra Psikologi sastra mengenal karya sastra sebagai pantulan jiwa. Pengarang akan menangkap gejala kejiwaan yang lalu diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup disekitar pengarang akan terproyeksi secara langsung ke dalam teks sastra. Karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat secara tak langsung dan fungsional(Jatman,1985:165). Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan yang fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lai, bedanya dalam psikologi gejala tersebut lebih riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Tugas

Universitas Sumatera Utara

Psikologi adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri dari unsur-unsur structural yang sangat erat hubungannya dengan proses-proses panca indera.

2. Sistem Kepribadian menurut Sigmund Freud Dalam kajian psikologi sastra yang berusaha mengungkap aspek kepribadian yang meliputi 3 bagian yang lebih dikenal sebagai 3 sistem kepribadian yaitu, (id, ego, super ego). a. Id adalah inti dari kepribadian yang sepenuhnya tidak disadari yang berpegang pada asas kesenangan yang didorong oleh pencapaian kepuasan. Id adalah acuan penting

untuk

memahami

mengapa

seniman/sastrawan

menjadi

kreatif.(Atmaja:1988:231). Id adalah aspek kepribadian yang “gelap” dalam alam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa “energi buta”. Id adalah system kepribadian yanga da sejak lahir bahkan mungkin sebelum lahir,dan diturunkan secara genetik,langsung berkaitan dengan dorongn-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber energi manusia,sehingga Freud mengatakan bahwa ini adalah jembatan antara segi biologis dan psikis manusia. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif sehingga bersifat KAOTIK (kacau tanpa aturan),tidak mengenal moral dan tidak memiliki rasa benar-salah. b.

Ego atau saya, merupakan sisi eksekutif yang mengambil keputusan dari kepribadian. Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan yang menggantikan prinsip kesenangan Id. Dengan kata lain kesenangan bukan prioritas utama dalam prinsip kerja Ego atau dapat dikatakan juga Ego bertugas mengontrol dorongan Id karena

Universitas Sumatera Utara

Ego selalu bersifat realistis. Freud mengatakan bahwa ego merupakan satu – satunya jembatan seseorang berkomunikasi dengan dunia luar. c. Superego, dalam psikologi yang dikemukakan oleh freud superego mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip – prinsip moralitas dan idealis yang berbeda dengan prinsip kesenangan dan prinsip realitas dari ego. Super ego berkembang dari ego.

Universitas Sumatera Utara