Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

15 downloads 52 Views 477KB Size Report
sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan .... Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh perhatian, ketentuan dan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kemampuan Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50%. Kemampuan menyimak pun sangat penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi. Kemampuan Adalah kata yang juga mendapat imbuhan ke-an, dengan kata dasar mampu yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamisa ( 1977: 523 ) bahwa ‘ Kemampuan adalah kesanggupan atau kekuatan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu. Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung dalam pesan lisan yang didiengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58) menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai gagasan baik dari segi keunggulan maupun dari segi kelemahannya. Kegiatan akhir yakni menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan, menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara. Keterampilan menyimak merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang sangat esensial,sebab keterampilan menyimak merupakan dasar untuk menguasai suatu bahasa.

Universitas Sumatera Utara

Anak kecil yang mulai belajar berbahasa dimulai dengan menyimak rentetan bunyi yang didengarnya,belajar

menirukan,kemudian

mencoba

untuk

menerapkannya

dalam

pembicaraan. Setelah masuk sekolah,anak tersebut belajar membaca dari mengenal huruf atau bunyi bahasa yang diperlihatkan oleh guru sampai pada mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kegiatan menirukan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Pada situasi ini,anak sudah mulai menulis. Demikian seterusnya sampai anak bisa mengutarakan isi pikiran melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan,dan mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan. 2.2 Pengertian Menyimak Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50%. Kemampuan menyimak pun sangat penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi. Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung dalam pesan lisan yang didengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58) menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai gagasan baik dari segi keunggulan maupun dari segi kelemahannya. Kegiatan akhir yakni

Universitas Sumatera Utara

menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan, menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara. Keterampilan menyimak merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang sangat esensial,sebab keterampilan menyimak merupakan dasar untuk menguasai suatu bahasa. Anak kecil yang mulai belajar berbahasa dimulai dengan menyimak rentetan bunyi yang didengarnya,belajar

menirukan,kemudian

mencoba

untuk

menerapkannya

dalam

pembicaraan. Setelah masuk sekolah,anak tersebut belajar membaca dari mengenal huruf atau bunyi bahasa yang diperlihatkan oleh guru sampai pada mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kegiatan menirukan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Pada situasi ini,anak sudah mulai menulis. Demikian seterusnya sampai anak bisa mengutarakan isi pikiran melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan,dan mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Pengertian menyimak menurut Tarigan (1987:28) Menyimak adalah suatu proses kegiatan

mendengarkan

lambang-lambang

lisan

dengan

penuh

perhatian,pemahaman,apresiasi,serta interpretasi untuk memperoleh informasi,menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Dan pengertian menyimak menurut Djago Tarigan (1986) Menyimak dapat dikatakan mencakup menden

gar,

mendengarkan dan disertai usaha pemahaman. Pada peristiwa menyimak ada unsur kesengajaan, direncanakan dan disertai dengan penuh perhatian dan minat. Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan menyimak tak pernah terlewati. Secara sadar atau tidak sadar perbuatan menyimak yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu. Menyimak dilakukan untuk memperoleh informasi,menangkap isi atau pesan,dan memahami komunikasi Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1988: 840 ) “ Menyimak adalah mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang “

Universitas Sumatera Utara

Menurut Achsin ( 1981 : 3 ) mengatakan : Menyimak tergolong kegiatan mental yang kreatif lebih aktif daripada mendengar. Di dalamnya terdapat proses mental ( psikis ) dalam strata, Mulai dari Proses mengidentifikasi bunyi, proses penyusunan pemahaman dan penafsiran sampai ke proses penggunaan dan penyimpanan bunyi yang diterima itu. Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan atau memahami bahan simakan. Karena

itu

dapatlah

disimpulkan

bahwa“tujuan

utama

menyimak

adalah

menangkap,memahami,atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan (Tarigan,1991:4). Seperti yang diketahui bahwa tujuan menyimak adalah untuk memperoleh informasi,menangkap isi,serta memahami makna komunikasi yang hendak disampaikan

sang

pembicara

melalui

ujaran.

Inilah

yang

merupakan

tujuan

umum.Disamping tujuan umum itu terdapat pula berbagai tujuan khusus,yang menyebabkan adanya aneka ragam menyimak. Berdasarkan Pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan oleh si penutur untuk memperoleh ide, atau pesan yang akan disampaikan kepada si pendengar. Selama ini mungkin orang beranggapan bahwa proses mendengar dengan mendengarkan mungkin sama saja yaitu sama-sama untuk mendengarkan pembicaraan orang lain. Tetapi dalam hal ini dibedakan proses mendengar dan mendengarkan. Perlu diketahui sebagai penambah cakrawala pengetahuan bahwa para pakar mengkatkan atau memperkirakan 85% dari apa yang diketahui insan manusia berasal dari hasil menyimak. Tetapi yang diingat bahwa menyimak hanya kira-kira 20% dari yang didengar. Banyak orang yang tidak memahami bahwa menyimak itu sama aktifnya dengan berbicara dalam beberapa hal menyimak itu jauh lebih rumit dan sulit. Menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang. Menyimak tergolong kegiatan mental yang kreatif, lebih aktif daripada

Universitas Sumatera Utara

mendengar. Didalamnya terdapat proses mental (psikis) dalam berbagai strata, mulai dari proses mengidentifikasi bbunyi, proses penyusunan pemahaman dan penafsiran sampai ke proses penggunaan dan penyimpanan bunyi yang diterima itu. Menyimak menuntut perhatian, pikiran, penalaran, penafsiran serta imajinasi dari sang penyimak. Sang penyimak tidak hanyak memusatkan perhaiannya pada kata-kata yang diucapkan itu sendiri teapi juga pada nada-nada ucapan sang pembicara. Pola-pola Infleksi bahasa yang dipakai, dan lambang-lambang non verbal seperti ekspresi wajah, gerakan atau mimik. Para penyimak yang dianggap akan hal-hal seperti itu jelas akan lebih mudah menangkap dan memahami ide-ide si pembicara.

2.2.1

Jenis – Jenis Menyimak

Secara garis besar Tarigan (1983;22) membagi menyimak menjadi dua jenis yakni: A. Menyimak Ekstensif Menyimak ekstensif adalah proses menyimak yang dilakukan dalam kehidupan seharihari, seperti: menyimak radio, televisi, percakapan orang di pasar, pengumuman, dan sebagainya. Menyimak siperti ini sering pula diartikan sebagai kegiatan menyimak yang berhubungan dengan hal-hal yang umum dan bebas terhadap suatu bahasa. Dalam prosesnya di sekolah tidak perlu langsung di bawah bimbingan guru. Pelaksanaannya tidak terlalu dituntut untuk memahami isi bahan simakan. Bahan simakan perlu dipahami secara sepintas, umum, garis besarnya saja atau butir-butir yang penting saja. Jenis menyimak ekstensif dapat dibagi menjadi empat 1. Menyimak sekunder Menyimak sekunder adalah sejenis mendengar secara kebetulan, maksudnya menyimak dilakukan sambil mengerjakan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

Contoh : Achank sedang mencuci motor tanpa sadar ia mendengar Ibunya bercerita di teras dengan tetangganya. 2. Menyimak estetik Menyimak estetik penyimak duduk terpaku menikmati suatu pertunjukkan misalnya, lakon drama, cerita, puisi, baik secara langsung maupun melalui radio. Secara imajinatif penyimak ikut mengalami, merasakan karakter dari setiap pelaku 3. Menyimak pasif Menyimak pasif merupakan penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya penyimak. Contoh : Tukang Becak yang biasa mengantar turis secara tidak langsung pandai berkomunikasi menggunakan bahasa asing. 4. Menyimak sosial Menyimak ini berlangsung dalam situasi sosial, misalnya orang mengobrol, bercengkrama mengenai hal-hal menarik perhatian semua orang dan saling menyimak satu dengan yang lainnya, untuk merespon yang pantas, mengikuti bagian-bagian yang menarik dan memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa yang dikemukakan atau dikatakan orang. B. Menyimak Intensif Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh perhatian, ketentuan dan ketelitian sehingga penyimak memahami secara mendalam. Jenis menyimak seperti ini dibagi atas beberapa jenis, yaitu : 1. Menyimak kritis Menyimak dengan cara ini bertujuan untuk memperoleh fakta yang diperlukan. Penyimak menilai gagasan, ide, informasi dari pembicara. 2. Menyimak introgatif Menyimak interogatif merupakan kegiatan menyimak yang menuntut konsentrasi dan

Universitas Sumatera Utara

selektivitas, pemusatan perhatian karena penyimak akan mengajukan pertanyaan setelah selesai menyimak. 3. Menyimak penyelidikan Menyimak eksploratori atau menyimak penyelidikan adalah sejenis menyimak dengan tujuan menemukan; • Hal-hal baru yang menarik, • Informasi tambahan mengenai suatu topik, • Isu, pergunjingan atau buah bibir yang menarik 4. Menyimak kreatif Menyimak kreatif mempunyai hubungan erat dengan imajinasi seseorang. Penyimak dapat menangkap makna yang terkandung dalam puisi dengan baik karena ia berimajinasi dan berapresiasi terhadap puisi itu. 5. Menyimak konsentratif Menyimak konsentratif merupakan kegiatan untuk menelaah pembicaraan/hal yang disimaknya. Hal ini diperlukan konsentrasi penuh dari penyimak agar ide dari pembicara dapat diterima dengan baik. 6. Menyimak selektif Menyimak selektif adalah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan menampung aspirasi dari penutur / pembicara dengan menyeleksi dan membandingkan hasil simakan dengan hal yang relevan. 2.3 Drama Jenis (genre) sastra adalah mata rantai yang menghubungkan karya sastra individual dengan kesemestaan. Akibatnya, pembaca sering memberi makna pada sebuah teks menurut harapannya dan pemahaman tentang sistem konvensi yang dianggap ada pada karya tertentu” (Scholes, 1974:128). Menurut Waluyo (2006:2) “drama berasal dari bahasa yunani draomai yang berarti: berbuat, bertindak, atau beraksi”. Menurut Wijanto (Dewojati 1989:8)

Universitas Sumatera Utara

menyebutkan bahwa drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukan didepan orang banyak. Pengarang menulis drama itu dengan membayangkan action dan ucapan para aktor di atas panggung. Jadi, dialog dan action itu adalah bagian yang sangat penting. Dengan demikian, setiap usaha analisis drama harus dilandasi kesadaran bahwa sebuah karya drama memang ditulis untuk dipentaskan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tambayong (Addin 2009: 9) menyatakan bahwa “drama adalah cerita yang unik. Ia bukan hanya untuk dibaca, melainkan untuk dipertunjukkan sebagai tontonan”.

Tarigan(1984:71) Mengatakan bahwa drama adalah suatu karangan, kini biasa dalam prosa disusun buat pertunjukan dan dimaksimalkan untuk memotret kehidupan atau tokoh suatu cerita dengan gerak dan biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hal berdasarkan cerita dan sebagainya yaitu lakon. Direncanakan atau disusun sedemikian rupa untuk dipertunjukkan oleh pelaku di atas pentas.

2.3.1 Unsur Intristik 1. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Pokok drama ialah cerita yang membawakan tema tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam drama ini dapat berbentuk bahasa prosa. Adapun drama terdiri dari Unsur Instrinstik dan unsur ekstrinstik. Unsur Intristik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan didalam karya sastra itu sendiri. Adapun unsur-unsur Intristik drama yaitu A. Tema Adapun unsur yang paling penting yang harus diinterpretasi dalam analisis sebuah drama adalah tema.Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Atau dapat

Universitas Sumatera Utara

diartikan pula sebagai dasar cerita yang ingin disampaikan oleh penulisnya ( Lutters, 2006:41). Tema drama harus disesuaikan dengan penonton. Jika drama ditujukan kepada pelajar, maka tema ceritanya harus sarat dengan pendidikan. Jangan sampai tema yang disajikan justru menjerumuskan pelajar sebagai penonton pada hal-hal yang tidak edukatif. Sebuah karya sastra yang diciptakan haruslah memiliki dasar atau tema yang merupakan sasaran utama dalam karya sastra. Tanpa adanya tema dalam sebuah cerita maka belum dikatakan sempurna dan tidak jelas akan maknanya. Meskipun pengarang dalam penceritaannya tidaklah menjelaskan apa tema ceritanya secara jelas.

“Menurut Tarigan (Delursman, 1996:9) tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau peranan tertentu yang mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk serta membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra”. Selanjutnya “Waluyo (2006:26) menyebutkan bahwa tema merupakan struktur dalam dari sebuah karya sastra”. Dengan demikian pada saat menyusun sebuah tema atau pada saat menentukan sebuah tema untuk sebuah karangan ada dua unsur yang paling dasar perlu diketahui yaitu topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik.

B. Alur Cerita ( plot ) Plot atau alur adalah pola dasar dari kejadian-kejadian yang membangun aksi yang penting dalam sebuah drama. Plot drama harus dibangun mulai dari awal, lalu terdapat kemajuan-kemajuan dan penyelesaian masalah yang diberikan kepada penonton. Plot menjelaskan bagaimana sebuah kejadian mempengaruhi kejadian yang lain dan mengapa orang-orang yang ada didalamnya berlaku seperti itu ( Suban,2009 :79 ). Somad ( 2008: 149 ) menjabarkan alur menjadi beberapa bagian berikut. 1. Eksposisi / introduksi merupakan pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog pelaku. 2. Intrik merupakan persentuhan konflik atau keadaan mulai tegang.

Universitas Sumatera Utara

3. Klimaks merupakan pergumulan konflik atau ketegangan yang telah mencapai puncaknya dalam cerita. 4. Antiklimaks merupakan konflik mulai menurun atau masalah dapat diselesaikan. 5. Konklusi merupakan akhir peristiwa atau penentuan terhadap nasib pelaku utama.

C. Latar cerita ( setting ) Lutters (2006: 56 ) menjelaskan bahwa setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini ingin ditempatkan atau diwadahi. Setting dibagi menjaadi dua, yaitu media/ tempat dan budaya. Latar Suatu peristiwa kejadian yang terjadi dalam kehidupan selalu terjadi di suatu tempat tertentu sesuai dengan kejadian atau

peristiwa tertentu, dalam waktu

tertentu, serta latar belakan situasi tertentu. Demikian pula halnya peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam teks drama akan terjadi di suatu tempat, dalam waktu tertentu, yang diistilahkan dengan latar. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat yang dikemukakan oleh “Abrams (Esten, 1990:90) menyebutkan bahwa latar karya cerita atau karya drama adalah tempat secara umum dan waktu (masa) di mana saksi-saksi terjadi”. Menurut Esten (1990:92) juga mengatakan bahwa “latar adalah lingkungan, terutama lingkungan rumah tangga, dapat merupakan menotomi, atau metafora, pernyataan dan perwujudan dari watak”. Latar merupakan salah satu unsur yang penting dalam struktur karya sastra fiksi seperti dalam struktur novel, roman, cerpen dan drama yang memperlihatkan suatu hubungan yang saling berkaitan dengan unsur-unsur struktur lainnya. Latar berfungsi untuk mengembangkan cerita dalam rangka mewujudkan alur atau tema dan unsur lainnya dalam suatu karya sastra fiksi. D. Tokoh dan Penokohan Terjadinya konflik atau peristiwa dalam sebuah drama, seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sebenarnya, selalu ditimbulkan oleh pelaku-pelaku tertentu, baik berupa manusia ataupun makhluk lain yang akan diperankan. Setiap pelaku tentunya akan

Universitas Sumatera Utara

memerankan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan karakter yang ada di dalam karya fiksi. Hal ini untuk menunjukan adanya perbedaan sikap atau perwatakan antara pelaku yang satu dengan yang lainnya. Pelaku-pelaku dalam sebuah karya fiksi khususnya drama juga memiliki perwatakan yang berbeda hal ini dapat diistilahkan dengan tokoh. Menurut Wiyatmi (2009:30) “tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi”. Penokohan/ karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/ kepribadian pelaku utama. Lutters ( 2006 : 81 ) membagi tokoh / peran menurut sifatnya dalam tiga hal berikut. 1.

Peran protagonis Peran protagonis adalah peran yang harus mewakili hal-hal yang positif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita sehingga akan menilbulkan simpati bagi penontonnya. Peran protagonis ini biasanya menjadi tokoh sentral, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan. 2. Peran Antagonis Peran antagonis adalah kebalikan dari peran protagonis. Peran ini adalah peran yang harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci atau antipasi penonton.

3.

Peran Tritagonis Peran tritagonis adalah peran pendamping, baik untuk peran protagonis maupun antagonis. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi juga bisa menjadi penengah atau perantara tokoh sentral. Posisinya menjadi pembela tokoh yang didampinginya. Peran ini termasuk peran pembantu pertama

Universitas Sumatera Utara

4.

Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis cerita kepada penonton atau penikmat drama. Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui cerita harus dicari oleh pembaca. Menurut Sumardjo dan Saini (1997:56) “menyatakan bahwa amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya”. Seorang pengarang cerita ada atau tidak sadar pasti akan menyampaikan amanat dalam karyanya itu. Pembaca cukup teliti akan menangkap apa yang tersirat dalam yang tersurat. Jika tema karya sastra berhubungan dengan arti dari karya sastra itu, maka amanat berhubungan dengan makna dari karya itu. 5.

Sudut pandang Sudut pandang adalah tempat dimana seorang pengarang melihat sesuatu. Sudut pandang ini tidak diartikan sebagai penglihatan atas sesuatu barang dari atas atau dari bawah, tetapi bagaimana kita melihat barang itu dengan mengambil suatu posisi tertentu. Wiyanto ( 2002 : 29 ) membagi sudut pandang sebagai berikut. a. Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita. b. Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita. c.

Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku tokoh

2.3.2 Unsur Ekstrinstik

Menurut Rosdiana (2007:8.22), unsur ekstrinsik drama terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

a. Biografi Pengarang Seorang pengarang karya sastra, harus dapat menjiwai isi karangan yang dibuat. b. Psikologi Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang. Psikologi juga dikatakan ilmu berkaitan dengan proses-proses mental yang normal maupun yang tidak normal dan pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan berbagai kegiatan jiwa. Jadi seorang pengarang harus mampu menguasai psikologi karangan sastra yang dibuatnya. c. Sosiologi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai struktur sosial dan prosesproses sosial. Pengarang menulis drama juga dipengaharui oleh status lapisan masyarakat tempat asalnya, kondisi ekonomi, dan realitas social

Universitas Sumatera Utara