Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

6 downloads 45 Views 182KB Size Report
Komunikasi Massa, Televisi, Film Kartun, Pornomedia, serta Analisis Isi, berikut ...... masyarakat sebagai karya yang sarat dengan pesan-pesan porno.
BAB II URAIAN TEORITIS

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani hidup, dan ketika manusia mulai membutuhkan orang lain maka manusia pun mulai berkomunikasi dengan harapan agar orang tersebut memahami, mengerti serta memberikan reaksi terhadap pesan yang dikomunikasikannya. Inilah yang membuat komunikasi sangat berperan penting dalam kehidupan manusia dan seiring berjalannya waktu, manusia tidak harus bertatap muka terlebih dahulu agar dapat berkomunikasi. Kini telah hadir suatu media yang cepat dan praktis untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai tanpa mengurangi isi dari pesan tersebut dan yang sering dikenal dengan istilah komunikasi massa. Berikut ini pembahasan mengenai konsep-konsep yang kita dapati dalam komunikasi massa serta media yang dipergunakan dalam penyebaran isi pesan yang ingin dikomunikasikan kepada khalayak ramai. Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1995 : 40). Bagaikan orang buta yang berjalan tanpa tongkat adalah suatu kiasan yang kita umpamakan apabila suatu penelitian berjalan tanpa suatu pemikiran rasional. Setiap penelitian harus memiliki landasan dalam berpikir untuk menggambarkan dari sudut pandang mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti. Konsep-konsep yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah Konsep Komunikasi Massa, Televisi, Film Kartun, Pornomedia, serta Analisis Isi, berikut penjelasannya:

II. 1. Beberapa Aspek Komunikasi Massa

Universitas Sumatera Utara

II.1.1. Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Sejak diketemukannya media cetak, langkah aktivitas komunikasi mulai menanjak cepat. Apalagi dengan penemuan telegraph, semua itu menjadi kenyataan. Walaupun bukan sebagai media massa komunikasi, peralatan ini menjadi elemen penting bagi akumulasi teknologi yang akhirnya akan mengarahkan masyarakat memasuki era media

massa

elektronik. Sehingga muncullah era dunia motion picture yang sering kita sebut sebagai filmfilm bioskop dan televisi. Pada permulaan abad ke-20, film-film bioskop dan televisi menjadi bentuk hiburan keluarga. Hal ini diikuti dengan pengembangan radio rumah tangga pada tahun 1920-an dan pada tahun 1940-an diikuti dengan pengembangan televisi rumah tangga. Hal ini menunjukkan peralihan kemampuan manusia dalam berkomunikasi yang ditunjukkan dengan ‘revolusi’ komunikasi yang sedang terjadi sepanjang keberadaan manusia. Dan juga pertumbuhan media massa telah terjadi dengan sangat luar biasa akhir-akhir ini yang ditunjukkan dengan penayangan peristiwa-peristiwa besar didunia melalui media massa. Perlu kita ketahui bahwa komunikasi massa mempunyai titik tekan dan bahasan tersendiri. Misalnya Wilbur Schramm (1958) dalam bukunya Introduction of Mass Communication Research seperti yang dikutip oleh Nurudin dalam bukunya Komunikasi Massa menunjukkan, beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun1920-an dan 1930-an memusatkan perhatiannya pada analisis sejarah surat kabar dan majalah atau deskripsi interprestasi pesan media. Bahkan dalam jurnal ilmiah tertua komunikasi Journalism Quaterly dikemukakan bahwa wilayah kajian jurnalistik dan komuniksi massa bisa ditekankan pada sejarah, hukum dan analisis isi media. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Dalam hal ini kata ‘massa’ lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

dengan media massa. Dengan kata lain, ‘massa’ menunjuk pada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca. Menurut Michael W Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986), sesuatu bisa didefininisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup : a) Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan-pesan itu disebarkan melalui media modern antara lain surat kabar, majalah, televisi, dan lain-lain. b) Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang saling tidak kenal atau mengetahui satu sama lain. c) Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik. d) Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Jadi komunikatornya tidak berasal dari seseorang tapi lembaga yang biasanya berorientasi pada keuntungan bukan organisasi sukarela atau nirlaba. e) Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (pentapis informasi), artinya, pesanpesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. f) Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda yang artinya umpan balik dari pesan yang kita sampaikan tidak langsung terlihat. Sedangkan menurut Josep A Devito mengartikan komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya dan komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau yang visual. Hal ini dipertegas lagi oleh Alexis Tan yang menyatakan bahwa komunikator dalam komunikasi

Universitas Sumatera Utara

massa adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara serempak ke sejumlah orang banyak yang terpisah. Dengan kata lain, komunikator dalam komunikasi massa adalah media massa (surat kabar, majalah atau penerbit buku, stasiun atau jaringan televisi). Marshall Mcluhan mengatakan bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu ‘desa gobal’. Pernyataan Mcluhan ini mengacu pada perkembangan media komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Kehadiran media secara serempak di berbagai tempat telah menghadirkan tantangan baru bagi para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern saat ini, terutama dengan kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan issue, memberikan kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, pada gilirannya telah mengundang berbagai sumbangan teoritis terhadap kajian tentang komunikasi massa. Pengertian komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto&Komala, 2004 : 3) adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Sekalipun komunikasi disampaikan kepada khalayak banyak seperti rapat akbar dilapangan luas, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana

Universitas Sumatera Utara

dengan politik atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas. Dan media komunikasi yang masuk ke dalam komunikasi massa adalah radio, film dan televisi yang digolongkan sebagai media elektronik, dan surat kabar serta majalah yang digolongkan sebagai media cetak.

II.1.2. Karakteristik Komunikasi Massa 1. Komunikator terlembagakan Ciri-ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya melibatkan lembaga serta bergerak dalam organisasi yang kompleks. Contohnya saja jika komunikasi massa dilakukan menggunakan media televisi, maka komunikator yang dilibatkan banyak sekali, mulai dari orang-orang yang menyiapkan acara dibalik layar seperti produser, reporter, camera person sampai ke hal yang sangat teknis seperti make up, floor director, lighting man, sutradara, petugas audio dan lain sebagainya.

2. Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. 3. Komunikannya Anonim dan Heterogen Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen, karena komunikasinya menggunakan media dan tidak dilakukan secara tatap muka. Heterogen disini dimaksudkan komunikan dari komunikasi massa terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan, latar belakang budaya, agama, tingkat ekonomi dan lain sebagainya. Keadaan ini tentunya sudah didasari oleh komunikator komunikasi massa. 4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi yang lainnya, adalah jumlah sasaran khlayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari pada itu, komunikan yang banyak tersebut memperoleh pesan yang sama secara serempak pada waktu yang bersamaan. Keserempakan media massa itu ialah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama yang lainnya berada dalam keadaan terpisah. 5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan hubungan sekaligus. Namun, yang penting dalam komunikasi massa adalah unsur isi. Dalam komunikasi massa pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan. 6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah Komunikasi massa adalah komunikasi dengan melalui media massa, karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak secara langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan yang diterima apa adanya. Hal inilah yang menjadi salah satu kelemahan komunikasi massa. 7. Stimuli Alat Indra Terbatas Ciri komunikasi massa yang lain adalah stimuli alat indra yang terbatas. Pada komunikasi antarpesona yang sifatnya tatap muka, maka seluruh alat indra pelaku komunkasi dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat mendengar secara langsung, melihat bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung kepada jenis media massa. Pada surat kabar, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan

Universitas Sumatera Utara

rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film dapat menggunakan alat indra penglihatan dan pendengaran. 8. Umpan Balik Tertunda Komponen umpan balik atau feedback merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi. Efektifitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. Umpan balik sebagai respon mempunyai volume yang tidak terbatas pada komunikasi antarpesona.

II.1.3. Proses Komunikasi Massa Pengertian komunikasi massa pada satu sisi adalah proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas, dan di sisi lain komunikasi massa diartikan sebagai komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, anonim, melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Ardianto & Komala, 2004 : 31). Gejala umum yang dapat dilihat dari suatu proses adalah bahwa proses merupakan suatu peristiwa yang berlangsung secara kontiniu, tidak diketahui kapan mulainya dan kapan berakhirnya. Dalam operasionalnya, proses memerlukan berbagai komponen (elemen) penunjang. Demikian juga dengan komunikasi yang pada hakikatnya merupakan suatu proses, berlangsungnya komunikasi sudah pasti memerlukan berbagai komponen. Pengertian komponen disini adalah bagian-bagian terpenting dan harus ada pada suatu kesatuan. Wilbur Schramn mengatakan bahwa berlangsungnya proses komunikasi, minimal diperlukan tiga komponen yaitu, source, message, destination atau komunikator, pesan, dan komunikan. Apabila salah satu dari komponen itu tidak ada maka komunikasi tidak dapat berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian proses komunikasi massa pada hakikatnya merupakan proses pengoperan lambang-lambang yang berarti, yang dilakukan melalui saluran (channel) yang biasanya dikenal dengan media printed (cetak), media auditif (radio), media visual (gambar, lukisan) dan media audiovisual (televisi dan film). Media disini adalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai massa (sejumlah orang yang tidak terbatas). Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa komunikasi massa merupakan suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator menggunakan teknologi media massa guna menyebarluaskan pesan-nya melampaui jarak untuk mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang banyak. Severin (Ardianto & Komala, 2004 :32) mengemukakan bahwa pengertian komunikasi massa pada intinya merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, bertempat tinggal jauh, heterogen, anonim, dan menimbulkan efek-efek tertentu. Harold D Laswell (dalam Ardianto & Komala, 2004 : 33), seorang ahli politik di Amerika Serikat mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal yaitu formula yang menentukan proses komunikasi massa. Dengan menjawab pertanyaan : Who (siapa)? Says what (berkata apa)? In which channel (melalui saluran apa)? To whom (kepada siapa)? With what effect (dengan efek apa)? Formula ini dapat digunakan untuk memberikan struktur kajian dalam bidang komunikasi massa sekaligus membedakan berbagai jenis penelitian komunkasi. Tabel 1: Formula Laswel WHO

SAYS WHAT

IN

WHICH TO WHOM

CHANNEL

WITH WHAT

Universitas Sumatera Utara

EFFECT Siapa

Berkata apa

Melalui

Kepada siapa

saluran apa

Dengan

efek

apa

Komunikator

Pesan

Media

Penerima

Efek

Control

Analisis Pesan

Analisis media

Analisis

Analisis efek

Studies

khalayak

Sumber : Modul 1-9 Teori Komunikasi, S Djuarsa Sendjaja, Ph.D dkk, UT, 1994 Dalam proses formula Laswell, secara langsung menggambarkan bahwa proses komunikasi memerlukan media. Komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antara komunikator dan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan sejumlah orang dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut hanya dapat didengar dan dilihat sekilas (J.B Wahyudi, 1991 dalam Kuswandi, 1996 : 16). Dengan mengikuti formula Laswell dapat dipahami bahwa dalam proses komunkasi massa terdapat lima unsur dalam proses komunkasi : 1. Who (siapa) Komunikator, adalah orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa. Bisa perorangan atau mewakili suatu lembaga, organisasi maupun instansi. 2. Says what (apa yang dikatakan) Pernyataan umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap, yang sangat erat kaitannya dengan analisis pesan. 3. In which channel (melalui saluran apa)

Universitas Sumatera Utara

Media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi. 4. To whom (kepada siapa) Komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi. Kepada siapa pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan masalah penerima pesan. 5. With what effect (dengan efek apa) Hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu pada sasaran yang dituju. II.1.4. Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (2001) terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai-nilai), dan entertainment (hiburan). 1. Surveillance (Pengawasan) Fungsi pengawasan dalam komunikasi massa terbagi dalam (1) Warning or beware surveillance

(pengawasan

peringatan),

(2)

Instrumental

surveillance

(pengawasan

instrumental). Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Sedangkan fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti bagaimana harga saham di bursa efek, dan film apa yang sedang tayang di bioskop dan lain sebagainya. 2. Interpretation (Penafsiran) Fungsi penafsiran hampir sama dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian

Universitas Sumatera Utara

penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Contoh nyata penafsiran media dapat dilihat dari halaman tajuk rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif (sudut pandang) terhadap berita yang disajikan pada halaman yang lainnya. Penafsiran tidak terbatas pada tajuk rencana. Rubrik artikel yang disajikan pun memberikan analisis kasus dibelakang peristiwa yang menjadi berita utama. Tujuan penafsiran media ingin mengajak pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut. 3. Linkage (Pertalian) Media massa menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Contohnya, masyarakat pecinta drama televisi akan disatukan oleh stasiun televisi yang sering sekali menayangkan program drama televisi sedangkan masyarakat yang menyukai berita akan disatukan oleh stasiun televisi atau media massa yang khusus menyajikan berita-berita aktual. 4. Transmission Of Value (Penyebaran Nilai-Nilai) Fungsi ini disebut juga dengan fungsi sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati, dan harapan untuk menirunya. Contohnya, banyak masyarakat mulai menggandrungi merk handphone tertentu yang harganya lumayan mahal sejak masyarakat melihat tayangan drama televisi yang menampilkan para selebritis memakai merk handpone tersebut. Bahkan, handphone yang dulunya adalah barang yang cukup prestise bagi kalangan menengah ke atas kini dapat dimiliki oleh kalangan menengah

Universitas Sumatera Utara

kebawah. Dan satu hal lagi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja belajar tentang prilaku berpacaran dari menonton film dan acara televisi yang mengisahkan tentang pacaran, termasuk pacaran yang agak liberal atau bebas. Di antara semua media massa, televisi sangat berpotensi menyebarkan nilai-nilai pada usia muda terutama anak-anak. Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama sosialisasi nilai-nilai yang tidak bermanfaat contohnya seperti sosialisasi tayangan kekerasan dan pornomedia yang akan membuat anak-anak berfikir bahwa metode kekerasan dan pornomedia adalah wajar dalam memecahkan permasalahan hidup dan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Entertainment (Hiburan) Hampir semua media massa menjalankan fungsi hiburan. Televisi adalah media massa yang mengutamakan sajian hiburan, hampir tiga perempat bentuk siaran televisi setiap hari merupakan tayangan hiburan (terkecuali televisi yang menayangkan program acara khusus berita). Begitu pun radio. Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Melalui berbagai macam acara radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan memuat cerpen, komik, TTS dan berita yang mengandung human interest (sentuhan manusiawi). Sementara itu (Karlinah, 1999 dalam Ardianto & Komala, 2004 : 19) mengemukakan fungsi komunikasi secara umum : 1. Fungsi Informasi Fungsi memberikan informasi diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar dan pemirsa. Berbagai informasi diperlukan oleh khalayak media massa bersangkutan sesuai dengan kepentingan khalayak. Khalayak sebagai manusia sosial akan selalu merasa haus informasi tentang segala sesuatu yang terjadi di sekitar.

Universitas Sumatera Utara

2. Fungsi Pendidikan Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa melalui pengajaran etika, nilai, serta aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Media melakukannya melalui drama, cerita, diskusi, artikel dan lain-lain. 3. Fungsi Mempengaruhi Fungsi mempengaruhi pada media massa secara implisit terdapat pada tajuk rencana, features, iklan, artikel, program tayangan televisi seperti sinetron, film kartun dan sebagainya. Khalayak dapat terpengaruh oleh pesan-pesan yang ada dalam media massa tersebut sehingga tanpa sadar melakukan tindakan sesuai dengan yang diinginkan oleh media tersebut. 4. Fungsi Proses Pengembangan Mental Untuk mengembangkan wawasan, kita perlu berkomunikasi dengan orang lain. Dengan berkomunikasi, manusia akan bertambah pengetahuannya dan berkembang intelektualitasnya. Hal tersebut diperoleh dari pengalaman pribadinya dan dari orang lain. Pengalaman dapat membantu manusia untuk memahami betapa besar ketergantungan manusia pada komunikasi, karena komunikasi dapat membantu manusia dalam perkembangan mentalnya. 5. Fungsi Adaptasi Lingkungan Setiap manusia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan dunianya untuk bertahan hidup. Proses komunikasi membantu manusia dalam proses penyesuaian tersebut. Proses pengiriman pesan oleh komunikator dan penerimaan pesan oleh komunikan dapat membantu kita dalam berhubungan orang lain, saling menyesuaikan diri, sehingga menimbulkan kesamaan di antara komunikator dan komunikan. 6. Fungsi Memanipulasi Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Memanipulasi di sini bukanlah diartikan sebagai sesuatu yang negatif. Memanipulasi lingkungan artinya berusaha untuk saling mempengaruhi dunia dan orang-orang yang berada disekitarnya. Dalam fungsi manipulasi, komunikasi digunakan sebagai alat kontrol utama dan pengaturan lingkungan.

II.2. Televisi Sebagai Media Massa Tidak ada yang tidak pernah melihat televisi karena televisi adalah salah satu media komunikasi massa yang paling banyak diminati masyarakat, hal ini terlihat dalam rumahrumah masyarakat. Kotak-kotak televisi itu, baik yang berukuran kecil sampai besar, telah menyelinap masuk kemana saja, tak peduli apakah itu ruang pribadi, ruang keluarga, juga ruang publik. Televisi pada saat ini telah menjadi salah satu prasyarat yang ‘harus’ berada di tengah-tengah mereka. Sebuah rumah baru dikatakan lengkap, jika ada pesawat televisi didalamnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kota yang relatif kaya, melainkan telah merambah ke pelosok-pelosok desa, di rumah-rumah hunian liar, di pinggir-pinggir sungai kota, ataupun dibawah jembatan layang.

II.2.1. Munculnya Teknologi Televisi Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (videre – bahasa Latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang bahasa Inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat (studio televisi) dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima (televisi set) (Wahyudi, 1986 : 49). Televisi adalah salah satu perangkat komunikasi massa dalam rumpun media elektronik. Teknologi elektronik merupakan puncak pencapaian ilmu pengetahuan pada saat ini. Ia berhasil mengecilkan alam semesta, memendekkan jarak dan berhasil menisbikan batas

Universitas Sumatera Utara

waktu. Televisi berkembang sedemikian rupa sehingga hubungan antar manusia dengan manusia, hubungan jarak dan waktu hampir-hampir tidak dapat terpisahkan lagi. Sebagai sarana komunikasi massa, televisi merupakan perangkat yang paling potensial saat ini. Daya capai serta daya penetrasinya cukup tinggi, yang pada gilirannya secara beruntun memberikan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan dan pertumbuhan masyarakat. Terutama sekali masyarakat Negara kita yang berciri khusus yaitu dalam geografi berbentuk kepulauan, dan dalam demografi berisi kemajemukan sosial dan budaya. Pada hakikatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya electrische teleskop sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa dari Berlin (Jerman Timur) yang bernama Pail Nipkow, untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. akhirnya Nipkow diakui sebagai ‘Bapak’ televisi (J.B. Wahyudi. 1983 dalam Kuswandi, 1996 : 6).

II.2.2. Sejarah Televisi Indonesia Dan Khalayaknya Pada tahun 1952, muncul gagasan dari Menteri Penerangan saat itu, Maladi, untuk mendirikan sebuah stasiun televisi di Indonesia. Meski jumlah pemilik pesawat televisi masih sangat sedikit dan itu pun terpusat di Jakarta, namun bangsa Indonesia, dari kacamatanya, sudah memerlukan stasiun televisi nasional. Sepuluh tahun kemudian, Agustus 1962, keinginan itu terlaksana dengan nama Televisi Republik Indonesia (TVRI). Ide tersebut sejalan dengan cita-cita Presiden Soekarno yang ingin menjadikan bangsa Indonesia sebagai mercusuar melalui penciptaan hal-hal besar. Dengan stasiun televisi, tujuan-tujuan pemerintah yang bersifat politis, pedagogis, dan prestise, baik internal maupun eksternal, akan relatif mudah untuk bisa dicapai. Setidaknya, ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis diperkirakan akan menguntungkan pemerintah dalam kampanye pemilu pertama

Universitas Sumatera Utara

1955. Kedua, dapat menempa persatuan nasional lewat pendidikan. Ketiga, momen Asian Games, dimana dengan adanya stasiun televisi, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai bangsa yang modern, berkembang cepat, dan canggih dalam perkara teknologi. Namun, meski tayangan perdana TVRI tidak mampu mengejar jadwal pemilu yang diselenggarakan pada 1955, pemerintah masih berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu lainnya, yaitu membuat dunia melihat ke Indonesia (prestise) dengan perayaan peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1962 dan liputan 12 hari Asian Games 1962. Namun, pameran ke dunia luar tidak berlangsung lama. Setelah tayangan perdana itu berakhir, TVRI mulai berpaling pada pemirsa dalam negeri. Berbagai program acara televisi bikinan sendiri mulai digelar, lengkap dengan tujuan-tujuan tertentu, yang selalu bermain di wilayah propagandapropaganda. Ada kenyataan yang menarik saat TVRI mencurahkan perhatiannya ke dalam negeri, yaitu bayangan tentang sosok masyarakat Indonesia yang berbeda suku, agama, dan ras. Pembayangan ini terlihat jelas dalam Keputusan Presiden No.27 tahun 1963: “televisi nasional Indonesia memilih fungsi sebagai sebuah instrument komunikasi dalam kerangka pembangunan mental, spiritual, dan fisik sebagai bagian proses pembangunan bangsa Indonesia khususnya menuju pembangunan manusia sosialis. Dalam operasi penyiaran televisi, peran yang paling diutamakan adalah peran sosial televisi”(oleh Hermin Indah Wahyuni, Televisi dan Intervensi Negara, Yogyakarta 2000 seperti yang dikutip oleh TM. Dhani Iqbal dalam bukunya Matinya Rating Televisi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2006). TVRI (pemerintah) mengasumsikan pemirsanya sebagai salah satu anggota bangsa yang sedang diciptakan. Keanekaragaman etnis dan budaya penduduk Indonesia direduksi menjadi satu macam masyarakat Indonesia. Seluruh konsentrasi terpusat pada bagaimana menggalang kesatuan dan persatuan dari seluruh masyarakat Indonesia yang diasumsikan pasti menonton. Untuk mendukung rencana ini, pemerintah mulai menyiapkan sejumlah langkah

Universitas Sumatera Utara

strategis. Diantaranya, menyediakan pesawat televisi di ruang publik, menyebarkan 10.000 pesawat televisi bagi pegawai negeri, serta menyakinkan masyarakat bahwa televisi adalah media resmi dari pemerintah/Negara. Sedangkan langkah lainnya, pemerintah juga melakukan ‘perlindungan’ terhadap masyarakat Indonesia dari serbuan program-program asing. Programprogram yang ‘terlalu Barat’ dilabelisasikan sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan nilainilai, tradisi asli, dan budaya nasional yang sedang dibentuk dan digodok di Jakarta. Kemudian, tiga tahun setelah TVRI berdiri, yaitu tahun 1965, pemerintahan Orde Lama jatuh dan mulai dikuasi oleh Jendral Soeharto dengan ‘arak-arakan’ Orde Baru-nya. Namun demikian, secara prinsipil dan struktural, keberadaan TVRI tidak banyak berubah. TVRI tetap disublimkan dengan struktur birokrasi pemerintah dengan maksud yang sama, yaitu sebagai medium propaganda. Sebagaimana Orde Lama, wajah dunia pertelevisian di masa Orde Baru betul-betul berorientasi pada apa yang bisa disebut pencakokan ideologis. Wacana yang disoroti adalah wacana yang selalu berasal dari pemerintah pusat Jakarta seperti : gunting pita pada peresmian gedung-gedung, petani yang sejahtera, dan sebagainya. Namun, dari perspektif kepemirsaan, ada yang berbeda antara TVRI zaman Orde Lama dengan Orde Baru. Pada zaman Orde Baru, TVRI tidak lagi mengandaikan pemirsanya sebagai ‘masyarakat sosialis’. Karakter pemirsa dalam Orde Baru adalah sebuah keluarga besar. Hal ini dibuktikan dengan pengggunaan kata sapaan ‘Saudara’ dalam program-program acaranya. Ini cermin dari pandangan bahwa pemirsa adalah kumpulan persaudaraan, anak-anak dalam satu keluarga, dengan bapak kelurganya adalah Presiden. Anak-anak itu kemudian dirasa membutuhkan bimbingan dan perlindungan. Dan berlakulah yang berwenang sebagai sosok yang memiliki sifat-sifat kebapakan, seperti bijaksana, berimbang, dewasa dalam penilaian serta mengklaim sebagai orangtua yang paling tahu apa yang terbaik. Buktinya, pada tahun 1981, Presiden Soeharto melarang tayangan iklan dengan alasan demi memfokuskan televisi dalam membantu program pembangunan nasional,

Universitas Sumatera Utara

sembari menghindarkan efek buruk iklan (konsumerisme) yang tidak mendukung semangat pembangunan (produksi). Dalam hal ini, pemirsa betul-betul dipandang sebagai penerima pesan yang kurang lebih pasif, bahkan bisa dikatakan tidak memiliki keinginan yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Sikap ‘yang penting pusat’ ini mengakibatkan kejenuhan dalam masyarakat dalam mengakses televisi. Dan di koran-koran, muncul keluhan-keluhan dari masyarakat dan redaksi tentang banyaknya judul acara yang tidak tampak utuh, sikap sembrono pada penyusunan acara, penayangan simbol Pancasila yang terlalu sering, sering mengubah acara tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada penonton dan lain-lain. Dan hal inilah yang kemudian dibaca oleh sejumlah pengusaha. Menjelang akhir 1980-an, beberapa orang yang dekat dengan keluarga ‘petinggi Republik Indonesia’ mendirikan stasiun televisi swasta pertama yang bernama Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Kehadiran televisi swasta ini sontak membuat kehidupan dunia televisi tidak lagi sederhana. Televisi yang semula berlaku hanya sebagai institusi sosial, dan karenanya hanya berkutat pada pemahaman bagaimana mempengaruhi masyarakat secara politis, kini dihadapkan sebagai institusi bisnis yang juga harus berpikir bagaimana mendapatkan keuntungan. Sebagai pebisnis, para pelaku dari dunia non pers ini memandang pers sebagai peluang usaha, atau sarana pembentukan citra yang baik lewat media yang dapat mereka kontrol atau pengaruhi. Sejak itu, iklan mulai dijadikan tumpuan bagi keberlangsungan hidup suatu institusi media. Dan lambat laun industri media televisi mulai digerakkan yang oleh beberapa orang disebut sebagai interaksi segitiga, yaitu stasiun penyiaran , khalayak pemirsa, dan pemasang iklan. Masing-masing komponen itu dilihat sebagai bagian dari sebuah roda yang diharapkan mampu berputar dengan baik dalam rangka mendapatkan keuntungan (uang).

II.2.3. Karakteristik televisi

Universitas Sumatera Utara

1. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun dengan demikian bukan berarti gambar lebih penting dari pada kata-kata. Keduanya harus sesuai secara harmonis.

2. Berpikir Dalam Gambar Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Naskah yang dibuat oleh pengarah acara harus sesuai dengan gambar yang ditampilkan, begitu pula komunikator yang akan menyampaikan informasi harus menyesuaikan dengan visual yang ditampilkan. Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar, tahap pertama adalah visualization (visualisasi) yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses visualisasi, pengarah acara harus berusaha menunjukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikannya sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna. Objek tersebut biasanya manusia, benda dan lain sebagainya. Tahap kedua adalah picturization (penggambaran), yakni kegiatan merangkai gambargambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Dalam proses penggambaran ada gerakan-gerakan kamera tertentu yang dapat menghasilkan gambar yang sangat besar (big close-up), gambar yang diambil dari jarak dekat (close shot) dan lain-lain. Perpindahan dari satu gambar ke gambar yang lainnya juga bermacam-macam bias secara menyamping (panning), dari atas ke bawah atau sebaliknya (titling) dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

3. Pengoperasian Lebih Kompleks Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan acara siaran berita yang dibawakan dua orang pembaca berita saja dapat melibatkan sedikitnya sepuluh orang. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemandu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain-lain. Peralatan yang digunakan pun cukup banyak dan untuk mengoperasikannya cukup rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Televisi memang mempunyai daya tarik yang kuat, dan hal ini sudah tidak asing lagi. Jikalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur kata, musik dan sound effect, maka televisi memiliki unsur visual berupa gambar selain ketiga unsur yang dimiliki oleh radio. Gambar ini bukan gambar mati melainkan gambar hidup yang mampu memikat hati penonton dan meninggalkan kesan yang mendalam. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film di bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman, juga menyiarkan program-program acara yang menarik selain film.

II.3. Film Kartun Televisi memang berbeda dengan film, namun film tanpa televisi bisa kita katakan tidak akan berkembang dan dikenal oleh masyarakat. Pada segi visualnya atau lebih tepatnya kita katakan segi optisnya terdapat sifat-sifat yang dimiliki film. Film adalah gambar yang bergerak (moving picture). Demikian pula pada televisi. Bedanya, jika gambar-gambar yang bergerak pada film itu berlangsung secara mekanis, pada televisi berlangsung secara elektronis. Yang dimaksudkan dengan mekanik adalah, bahwa film yang tampak oleh penonton-penonton di gedung bioskop itu adalah berbentuk gambar-gambar yang terbuat dari seluloid yang transparant dalam jumlah yang banyak yang apabila digerakkan melalui cahaya yang kuat,

Universitas Sumatera Utara

akan tampak pada layar sperti gambar yang hidup. Berbeda dengan televisi. Gambar-gambar yang hidup yang tampak pada layar pesawat televisi tidak berasal dari bahan yang mempunyai wujud. Sebuah objek yang terkena sasaran lensa kamera diubah menjadi getaran ini tertangkap oleh antena pesawat televisi, dalam pesawat ini akan mengalami perubahan kembali menjadi gambar-gambar yang hidup yang segalanya sama dengan objek yang kena sasaran kamera tadi. Inilah yang membuat televisi menjadi primadona dalam media komunikasi massa, karena dapat dimiliki oleh masyarakat, program acaranya dapat disaksikan kapan saja, dengan nyaman dan tanpa mengeluarkan biaya yang mahal untuk membeli karcis nonton film seperti dibioskop, karena televisi seperti film bioskop yang berada di rumah . Hal ini pula yang mendorong praktisi film bekerja sama dengan televisi. Para praktisi film ini memutar otak untuk menemukan celah dalam program acara televisi. Dan hal ini berhasil, bak dua sisi mata uang, program televisi tidak akan pernah lengkap tanpa ada film yang menjadi salah satu program acaranya. Begitu pula dengan film-film tidak akan pernah dikenal bahkan ditonton oleh masyarakat kalau tidak dijadikan sebagai salah satu program tayangan di televisi. Apalagi seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi serta hiburan yang mereka inginkan dari sebuah televisi. Dan pada akhirnya, bagi praktisi perfilman, televisi bukan lagi diangggap sebagai ‘musuh’, melainkan kawan yang dapat diajak bekerja sama mencari keuntungan disamping mengabdikan diri kepada masyarakat. Demikianlah, maka perusahaanperusahaan film menjual atau menyewakan filmnya yang sudah ‘tua’ kepada studio-studio siaran televisi yang merupakan keuntungan bagi kedua belah pihak Kenyataan bahwa siaran-siaran televisi membutuhkan film menimbulkan minat pada pengusaha-pengusaha produksi film untuk membuat film khusus bagi keperluan siaran televisi. Dan seiring

meningkatnya permintaan masyarakat, praktisi perfilman pun

bekerjasama dengan televisi dan menampilkan film-film dalam program acaranya, mulai dari film cerita (story film), film berita (newsreel), film documenter (documentary film) hingga film

Universitas Sumatera Utara

kartun (cartoon film) yang banyak digemari oleh anak-anak. Uluran tangan itu disambut baik oleh orang-orang televisi, karena film yang murah harganya dan mudah disajikannya itu merupakan program acara yang menarik minat masyarakat serta menarik keuntungan dari penayangan iklan. Timbulnya gagasan untuk menciptakan film kartun ini adalah dari para seniman pelukis. Ditemukannya cinematography telah menimbulkan gagasan pada mereka untuk menghidupkan gambar-gambar yang mereka lukis. Dan lukisan-lukisan itu bisa menimbulkan hal yang lucu dan menarik, karena dapat ‘disuruh’ memegang peranan apa saja, yang tidak mungkin diperankan oleh manusia. Pada tahun 1908 seorang berkewarganegaraan Perancis bernama Emile Cohl telah memuat film kartun Phantasmagora. Lalu pada tahun 1909 seorang Amerika yang bernama Winsor Mc.cay, menciptakan film kartun yang mengisahkan seekor dinosaurus yang diberi nama Gertie, dan pada tahun 1913 Ladislas Starevitch dari dari Uni Soviet yang memperkenalkan film kartun berjudul Si Belang dan Si Semut. Lalu muncullah tokoh-tokoh kartun seperti Donald Duck, Mickey Mouse juga Snow White yang diusung oleh seniman Amerika Serikat yaitu Walt Disney sekitar tahun 1928. Tokoh dalam film kartun dapat dibuat menjadi ajaib, dapat terbang, menghilang, menjadi besar, menjadi kecil secara tiba-tiba, dan lain-lain. Inilah yang membuat anak-anak lebih memilih film kartun dibandingkan jenis film yang lain. Karena film kartun menawarkan hiburan serta hal-hal yang ajaib yang tidak pernah disaksikan oleh anak-anak dalam kehidupan nyata. Bukan hanya anak-anak saja yang tertarik dengan film kartun, orang dewasa pun tertarik dengan film kartun. Hal inilah yang juga memicu pihak media untuk melirik pangsa pasar film kartun bagi kalangan orang dewasa, sehingga timbullah persaingan antar stasiun televisi swasta dalam menayangkan film kartun. Pihak media pun tidak ingin kehilangan pemirsa setia-nya, sehingga praktisi media mulai memasukkan unsur pornomedia kedalam film-film kartun tersebut.

Universitas Sumatera Utara

II.4. Pornomedia II.4.1. Media Massa dan Pornomedia Media massa adalah sarana komunikasi dan informasi yang berperan untuk melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses masyarakat secara massal pula. Informasi massal adalah informasi yang ditujukan untuk masyarakat secara menyeluruh dan bukan hanya pribadi tertentu saja. Berdasarkan fungsi-fungsi media massa yang ada, maka dapat dikatakan pula bahwa media massa memiliki peran di dalam menciptakan apa yang disebut dengan daya tarik seks (sex appeal). Mengenai hal ini dapat diasumsikan bahwa fungsi media massa sebagai salah satu sarana pembangkit gairah seks adalah fungsi yang paling dapat menjelaskan mengapa media massa dipandang berperan di dalam menciptakan segala sesuatu yang berkaitan dengan seks, pornografi dan juga pornoaksi. Sebagaimana terjadi pada produk hiburan umumnya, dalam sebuah film ada saja daya tarik tertentu yang ‘dipasang’ sebagai pemikat. Umpamanya lawakan, kekerasan, kecantikan para artisnya, teknologi yang dipakai dalam pembuatan film, seks, dan lain sebagainya. Pemikat ini biasanya bukan menjadi tema utama film melainkan pendukung sebuah produksi film itu sendiri agar mendapat perhatian dan memuaskan penontonnya, sedangkan kekuatan film itu sendiri tetap ada pada alur dan tema ceritanya. Pemikat dalam film didasari pada pertimbangan pasar dan selera penonton, sehingga dua pertimbangan inilah yang mendominasi produk-produk film komersial. Namun, saat film tidak lagi memiliki kekuatan pada alur dan tema ceritanya, maka untuk tetap laku, materi pemikat menjadi tumpuan utama. Hal ini dapat kita saksikan saat ini dimana para praktisi perfilman mulai membungkus film-filmnya dengan komedi seksual bahkan film-film horor yang dikemas dengan adegan-adegan seronok para artisnya.

Universitas Sumatera Utara

Sejak dulu seks adalah tema-tema kehidupan yang tidak pernah habis dibicarakan serta menarik semua orang. Hal ini disebabkan karena seks selain menjadi kebutuhan semua orang, seks, dan obyeknya cenderung tertutup oleh bingkai-bingkai agama, tradisi dan moral masyarakat itu sendiri. Selera-selera masyarakat seperti ini ditangkap oleh praktisi film sebagai suatu peluang pasar. Hal ini bisa dilihat seperti yang dikutip oleh TEMPO edisi 25 Juni 1994. Dari 32 film nasional yang beredar pada tahun 1993, hanya tiga film yang bebas dari adeganadegan seks yaitu Plong karya Putu Wijaya, Ramadhan dan Ramona karya Chaerul Umam, dan Yang Muda Yang Bercinta karya Syumanjaya. Sisa film-film yang lainnya adalah filmfilm yang bertemakan horor, silat, drama, komedi, yang sarat bermuatan seks. Menurut data PT.Perfin, film Plong yang bebas seks itu hanya ditonton oleh 8.400 orang. Sedangkan Gairah Malam yang bertemakan seks ditonton oleh hampir 265.000 orang. Begitu pula dengan Gadis Metropolis yang sarat dengan adegan seks, ditonton oleh 200.000 lebih penonton. Gambaran diatas menunjukkan bagaimana perfilman nasional telah menggunakan peluang minat pasar yang secara bisnis menguntungkan, namun dapat merusak moral bangsa. Hal ini dikarenakan tema dan ide cerita film-film produksi nasional berputarputar pada fokus cerita yang sama dengan dominasi masalah percintaan, sehingga otomatis seks adalah pemikat utamanya. Perdebatan tentang pornografi dan erotika, muncul ke permukaan, tidak hanya karena nilai-nilai seksual, akan tetapi kadang perdebatan muncul hanya untuk menentukan makna sebenarnya dari kata porno itu sendiri. Perdebatan-perdebatan latent-manifest tentang pornografi selalu dijumpai dimana saja. Hal tersebut antara lain disebabkan karena subyektivitas obyek dan subyek pelaku selalu dipertentangkan. Sehingga akhirnya akan merekonstruksi nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada subyektivitas masing-masing. Karya-karya seni visual seperti karya lukis, patung, relief maupun arca dan semacamnya, walaupun mengekspose seks secara berlebihan serta bermakna melecehkan,

Universitas Sumatera Utara

selalu dapat diterima oleh masyarakat sebagai seni itu sendiri. Dan yang paling banyak mendapat kritik adalah karya-karya seks visual melalui film dan fotografi. Walaupun karyakarya film dan fotografi hanya mengulang apa yang pernah dilakukan oleh pelukis dan pemahat dalam mengeksploitasi seks, akan tetapi hal ini tetap dipandang oleh mayoritas masyarakat sebagai karya yang sarat dengan pesan-pesan porno. Perbedaan perilaku masyarakat terhadap seks seperti dalam karya seni diatas, mungkin terletak pada obyek seks yang diperdebatkan itu sendiri. Semakin dekat perilaku itu pada makna seks yang sebenarnya maka hal itu semakin mendapat reaksi masyarakat. Pada perilaku verbal, seks yang diperbincangkan jauh dari objek seks itu sendiri secara visual. Namun perilaku seks visual selalu menghadirkan obyek-obyek seks dalam bentuk-bentuk yang sebenarnya. Dan juga karena sifat visual yang lebih ‘berkesan’ daripada verbal, maka visualisasi seksual ini lebih banyak dipandang sebagai pornografi. Film dan fotografi, umpamanya selalu menyuguhkan obyek-obyek manusia sebagai sasaran langsung dalam karya-karya seni yang berhubungan dengan seks dan hal ini dipandang sebagai pornografi. Pornografi (dari bahasa Yunani ‘pornographia’-secara harafiah tulisan tentang atau gambar tentang pelacur; kadang kala juga disingkat menjadi ‘porn’, ‘pron’, atau ‘porno’) adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual. Pornografi dapat menggunakan berbagai media-teks tertulis maupun lisan, foto-foto, ukiran, gambar, gambar bergerak (animasi), dan suara seperti misalnya suara orang yang bernafas tersengal-sengal. Film porno menggabungkan gambar yang bergerak, teks erotik yang diucapkan dan/atau suara-suara erotik lainnya, sementara majalah seringkali menggabungkan foto dengan teks tertulis. Novel dan cerita pendek menyajikan teks tertulis, kadang-kadang dengan ilustrasi. Akhirnya, berita dan gambar erotika serta film-film tersebut kadang menjadi rubrik-rubrik dan tontonan tetap di media massa cetak, televisi, atau gedung-gedung bioskop pada umumnya. Bahkan tidak jarang, media massa

Universitas Sumatera Utara

tertentu menyuguhkan gambar-gambar tetap wanita dalam sajian sensual dan erotik, untuk menggaet lebih banyak keuntungan pasar. Bahkan tayangan untuk anak-anak pun sudah diselipkan beberapa adegan pornografi, baik yang dilakukan oleh tokoh film kartun yang masih anak-anak maupun tokoh kartun orang dewasa. Dalam

wacana

porno,

ada

beberapa

variasi

pemahaman

porno

yang

dikonseptualisasikan (Bungin, 2003: 154-155), yaitu : a. Pornografi Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Bentuknya berupa foto, poster, lieflet, gambar video, film dan gambar VCD. b. Pornoteks Pornoteks adalah karya pencabulan yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual, berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi secara vulgar. Bentuknya dapat berupa cerita porno dalam novel dan bukubuku komik. c. Pornosuara Pornosuara adalah suara, tuturan dan kalimat-kalimat yang diucapkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual, suara atau tuturan tentang objek seksual atau aktivitas seksual. Bentuknya bisa berupa kata-kata rayuan, desahan yang ada dalam film atau tayangan komedi berbau porno. d. Pornoaksi Pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan alat vital yang tidak disengaja atau sengaja, dimana dapat membangkitkan nafsu seksual bagi yang melihatnya. Misalnya, goyangan dangdut yang seronok, penari

Universitas Sumatera Utara

streaptise. Dari beberapa variasi porno di atas, maka yang dimaksudkan dengan pornomedia adalah segala wacana porno yang ditampilkan oleh media massa, baik itu berupa pornografi, pornosuara, pornoteks, dan pornoaksi (Bungin, 2005: 154). Dalam penelitian ini Peneliti mengambil salah satu media massa yaitu televisi. Berkaitan dengan kemampuan televisi yang berbasis audio visual, maka wacana porno yang dapat ditampilkan di televisi adalah pornografi, pornosuara, dan pornoaksi. Jadi yang dimaksud dengan tayangan pornomedia televisi adalah bentuk wacana porno (pornografi, pornosuara, dan pornoaksi) yang disajikan di televisi.

II.5. Berbagai Perspektif tentang Analisis Isi Beberapa ahli dalam penelitian yang menggunakan analisis isi menyebutkan terdapat berbagai macam perspektif yang dapat digunakan untuk melihat analisis isi. Gans (1979) dan Gitlin (1980) mengelompokkannya ke dalam beberapa kategori : 1. Isi media merefleksikan realitas sosial dengan atau tanpa distorsi. Pendekatan kaca dalam penelitian isi media mengasumsikan bahwa media massa menyampaikan gambaran realitas sosial secara akurat kepada khalayak. Seperti televisi yang dinyatakan sebagai gambaran simbolik dunia. Selain itu juga ada pendekatan efek null yang menyatakan bahwa media massa merupakan refleksi dari realitas sosial, namun hasil realitas yang digambarkan merupakan hasil dari kompromi antara siapa yang menjual informasi kepada media dan siapa yang membeli. Hal inikah yang dijadikan gambaran realitas sosial. 2. Isi media dipengaruhi oleh pekerja media, baik dari kehidupan sosialnya dan sikapnya. Pendekatan komunikator yang terpusat menyatakan bahwa faktor psikologi yang ada dalam diri pekerja media dapat mempengaruhi isi media, contohnya saja faktor yang

Universitas Sumatera Utara

ada dari dalam diri komunikator seperti keprofesionalan, personal, sikap politik, dan lain-lain. Hal tersebut yang akan membuat khalayak menerimanya sebagai realitas sosial yang ada. Pendekatan ini memprediksikan komunikator akan sangat mudah melakukan penyimpangan. 3. Isi media dipengaruhi oleh rutinitas media. Pendekatan rutinitas organisasi media menyatakan bahwa isi media dipengaruhi oleh cara bagaimana pekerja media yang berhubungan dengan perusahaan media tersebuut. 4. Isi media dipengaruhi oleh institusi sosial dan kekuatan lain. Pendekatan ini menyatakan bahwa ada faktor eksternal antara komunikator dan organisasi media. Kekuatan ekonomi dan budaya, dan pandangan orang lain. Pendekatan pasar menyatakan bahwa sponsor adalah segalanya dan apapun akan dilakukan media agar mendapat sponsor, contohnya saja bebas menentukan jam tayang tergantung permintaan dari sponsor. Berbeda dengan pendekatan tanggung jawab sosial yang memberikan segala yang penting untuk khalayak daripada memberikan apa yang khalayak inginkan. 5. Isi media dipengaruhi oleh posisi ideologi dan menguatkan status quo. Hegemoni merupakan pendekatan yang menyatakan bahwa media dipengaruhi oleh ideologi dan kekuatan yang ada di masyarakat. Media membawa kekonsistenan ideologi dan menjadi kunci dari sistem ekonomi yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara