Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

91 downloads 1032 Views 692KB Size Report
Manusia dikenal sebagai makhluk dengan emosi yang beragam. ... dikukuhkan oleh Darwis Hude (2006) yang membagi ekspresi emosi ke dalam dua bagian ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam karyanya Emotional Intelegence, psikolog dan pemerhati perilaku manusia Daniel Goleman memaparkan secara garis besar bahwa, kecerdasan emosional memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan keberhasilan seseorang di dalam kehidupannya (Lihat: Daniel Goleman. 2006. Emotional Intelegence. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama). Manusia dikenal sebagai makhluk dengan emosi yang beragam. Mengapa emosi perlu dikaji, dan apa manfaat dari pengetahuan itu? untuk menjawab pertanyaan ini, maka Goleman menawarkan sebuah teori yang ia sebut Emotional Quotient (EQ), yang mana menurut teori ini, keberhasilan seseorang dalam hidupnya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intelegensi, melainkan didukung oleh kemampuan penguasaan emosi yang baik. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir. Hal senada juga diungkapkan oleh Steven Covey dalam karyanya “The Seven Habit Effective People”. Meskipun istilah emosi sangat dekat dengan kehidupan manusia, namun kata “emosi” masih menjadi istilah yang maknanya diperdebatkan oleh para ahli psikologi maupun ahli filsafat. Sementara pengertian yang terlanjur berkembang di tengah masyarakat pun tak luput pula dari kekeliruan definitif di mana emosi seringkali diidentifikasi dengan “marah”, padahal, marah adalah salah satu ekspresi perasaan manusia ketika menghadapi sebuah realitas tertentu yang ada di hadapannya. Menurut etimology bahasa, kata emosi berasal dari akar kata movere (Latin), berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”. Sedangkan makna harfiah tentang emosi (emotion), dalam Oxford English Dictionary ditemukan definisi emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, atau setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”.

Universitas Sumatera Utara

Masih dalam kerangka pengertian emosi, lebih jauh lagi Goleman memaparkan bahwa, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak (Goleman, 2006: 411). Penulis cenderung menyepakati pemaparan Goleman tersebut untuk mendeskripsikan emosi secara lebih spesifik sebagai sebuah ungkapan perasaan dan pikiran khas seseorang, terlebih jika makna tersebut disejajarkan dengan pemaparan

Rakhmat (1994) dalam (Sobur, 2003: 400).

Dengan ungkapan dan

penuturan yang cukup khas, Rakhmat menyatakan bahwa emosi memberikan bumbu kepada kehidupan, tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang. Emosi dapat merupakan kecendrungan yang membuat seseorang menjadi frustasi, tetapi emosi juga bisa menjadi modal untuk meraih kebahagian dan keberhasilan hidup. Semua itu bergantung pada emosi mana yang dipilih dalam reaksi seseorang terhadap orang lain. Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa wilayah kajian emosi berada dalam aspek kejiwaan dan perilaku manusia. Kesimpulan ini semakin dikukuhkan oleh Darwis Hude (2006) yang membagi ekspresi emosi ke dalam dua bagian, yaitu ekspresi emosi positif dan negatif. Landasan teologis (Al-Qur’an) yang dijadikan rujukan utama oleh Hude dalam membangun teori-teorinya tersebut menunjukkan ekspresi emosi positif merupakan emosi yang menyenangkan dan diinginkan oleh setiap orang seperti: (1) Cinta “‫ ” اﳊﺐ‬/al-hubbu/. Pada umumnya, cinta tertuju kepada Allah, keluarga, harta (dalam berbagai bentuknya), lawan jenis, hasil karya (budaya), kesucian, idola. Sementara itu, psikologi membahas cinta dalam kaitan antarsesama manusia. (2) Gembira dan Bahagia “ ‫ ” ﻓﺮح و ﺳﻌﺪ‬/fariḥa wa sa̒idun/. Emosi gembira dan bahagia umumnya dipahami sebagai segala sesuatu yang melahirkan kesenangan dalam kehidupan. Kesenangan itu pada tataran praktis bisa berwujud material atau immaterial, bergantung pada persepsi masing-masing. (3) Euforia (Euphoria). Euforia lazim diartikan sebagai perasaan senang berlebihan yang terjadi karena pengaruh emosi senang yang sangat kuat.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan ekspresi emosi negatif merupakan emosi yang sejatinya tidak dikehendaki oleh manusia, sehingga selalu diusahakan untuk dihindari. Emosi negatif yang kerap menghantui manusia seperti: (1) Kecemasan “ ‫ ” ﻗﻠﻖ‬/qalaqun/. Kecemasan merupakan warna dalam kehidupan seseorang, karena memiliki banyak reaksi seperti kegelisahan, berkeringat dingin, bahkan berjalan mondar-mandir akibat khawatir akan terjadi hal-hal negatif dalam diri seseorang. Pada dasarnya, kecemasan membawa akibat yang tidak baik bagi kesehatan mental seseorang. Orang yang selalu dihinggapi kecemasan dipastikan akan terus-menerus tertekan dan jauh dari ketenangan. (2) Fobia “ ‫ ” اﻟﺮﻫﺎب اﻟﻔﻮﺑﻴﺎ‬/al-ruhāb al-f ūbiyā/ Ketakutan merupakan salah satu instrumen penting yang diperlukan manusia untuk mempertahankan kehidupan. Dengan emosi takut yang muncul, manusia dapat mengambil sikap dan tindakan untuk mempertahankan diri. Namun, ketakutan itu akan menjadi fobia manakala terjadi dalam waktu yang panjang. Menurut Kartini Kartono (1989: 112) fobia adalah ketakutan atau kecemasan yang abnormal, tidak rasional, dan tidak bisa dikontrol oleh situasi atau obyek tertentu. Rasa takut itu tidak masuk akal dan disadari oleh pengidapnya, namun ia tak dapat menjelaskan atau mengatasinya. (3) Marah dan Benci “ ‫” ﻏﻀﺐ و اﺑﻐﺾ‬/gaḍiba wa abgaḍa/. Emosi marah adalah emosi yang paling sering muncul dalam pembicaraan sehari-hari karena masyarakat umumnya mengidentikkan istilah emosi dengan marah. Dalam perspektif psikologi, memendam amarah bsa menimbulkan kegoncangan mental. Menarik untuk disimak bahwa ketika membahas emosi, para ahli tidak memulainya dengan definisi yang lazim, pembahasan tentang emosi biasanya diawali dengan contoh-contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dirasakan, baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian (Hude, 2006: 18). Sesuai dengan fakta yang ada bahwa, pada hakikatnya setiap orang mempunyai kadar kecerdasan dan kecenderungan emosi yang berbeda satu sama lain. Karena mulai bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur pada malam harinya, setiap orang mengalami berbagai pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi. Ungkapan-ungkapan kesedihan, kemarahan, kecemasan dan sebagainya seringkali

Universitas Sumatera Utara

muncul pada diri seseorang bergaris-lurus dengan pengalaman atau realitas kehidupan yang ia hadapi. Aspek emosi ini juga dijumpai dalam karya sastra yang memerlukan daya nalar yang tinggi dari penulis atau pembaca. Emosi ini disebabkan adanya pertautan rasa (hati) dari dua sisi yakni penulis dan pembaca tersebut. Ada sebuah adagium yang mengatakan bahwa, “Hati hanya dapat disentuh dengan hati” ungkapan ini penulis fahami maksudnya adalah, hati manusia dapat tersentuh sisi-sisi emosionalitasnya ketika ia menangkap sebuah informasi yang datangnya bersumber dari dalam (hati) juga. Sastra, sebagaimana yang mafhum diketahui adalah suatu kegiatan kreatif atau sebuah karya seni yang terwujud dalam bentuk bahasa. Istilah ‘sastra’ kemudian diadaptasi untuk menyebut sebuah gejala budaya yang dapat dijumpai di tengahtengah masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidaklah merupakan keharusan, namun sastra dapat menjadi tolok ukur serta cerminan peradaban sebuah masyarakat. Karena pada umumnya sebuah karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Kehadiran sastra senantiasa dilatarbelakangi oleh sebuah keinginan untuk menaruh kepedulian terhadap masalahmasalah kemanusian. Para penggiat dan pemerhati sastra semacam Fannanie menyatakan bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu menggunakan aspek estetik, baik yang didasarkan pada aspek kebahasaan maupun makna (Fananie, 2000: 6). Sementara Abdul Azis dalam (Muzakki, 2006: 32) secara lebih spesifik menyebutkan sastra dalam bahasa Arab sebagai :

‫اﻻدب ﻛﻞ ﺷﻌﺮاو ﻧﺜﺮ ﻳﺆﺛﺮ ﰲ اﻟﻨﻔﺲ وﻳﻬﺬب اﳋﻠﻖ وﻳﺪﻋﻮ اﱃ اﻟﻔﻀﻴﻠﺔ وﻳﺒﻌﺪ ﻋﻦ اﻟﺮذﻳﻠﺔ‬ ‫ﺑﺎﺳﻠﻮب ﲨﻴﻞ‬

/al-adabu kullu syi’rin aw naṡrin yuàṡṡru fī al-nafsi wa yuhażżibu al-khuluqu wa yad’ū ilā al- faḍilati wa yub’idu ‘an al-rażīlati bi uslūbin jamīlin/. ‘sastra adalah setiap puisi atau prosa yang memberi pengaruh kepada kejiwaan, mendidik budi pekerti dan mengajak kepada akhlak yang mulia serta

Universitas Sumatera Utara

menjauhkan perbuatan yang tercela dengan menggunakan gaya bahasa yang indah’. Adapun syair yang diadaptasi dari bahasa Arab “syi’ir” ( perasaan) menurut Husein dalam (Muzakki, 2006: 45) adalah:

‫اﻟﺸﻌﺮ ﻫﻮ اﻟﻜﻼم اﻟﺬي ﻳﻌﺘﻤﻴﺪ ﻟﻔﻈﻪ ﻋﻠﻰ اﳌﻮﺳﻴﻘﻲ واﻟﻮزن ﻓﻴﺘﺎﻟﻒ ﻣﻦ اﺟﺰاء ﻳﺸﺒﻪ ﺑﻌﻀﻬﺎ‬ ‫ﺑﻌﻀﺎ ﰲ اﻃﻮل واﻟﻘﺼﺮ واﳊﺮﻛﺔ‬

/al-syi’ru huwa al-kalāmu al-lażī ya‘tamidu lafzuhu ‘ala al-mūsīqī wa al-wazni fayata’allafu min ajzā`a yusyibihu ba’ḍuhā ba’ḍan fi aṭ-ṭuli wa al-qaṣri wa alharakati/. ‘syair adalah susunan beberapa kata-kata yang pengucapannya terkait dengan irama dan pola, karena itu syair tersusun dari beberapa bagian bunyi harkat yang satu sama lain mempunyai kesamaan bunyi, baik bunyi harkat panjang maupun pendek.’ Secara masyhur diketahui bahwa bangsa Arab memiliki apresiasi yang cukup

tinggi terhadap syair. Mereka memiliki pandangan bahwa syair adalah puncak keindahan dalam sastra, sebab syair adalah suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal, sehingga tidaklah begitu mengherankan jika bangsa Arab lebih menyenangi syair dibandingkan dengan hasil sastra lainnya. Dalam disiplin ilmu sastra, syair-syair yang ditulis oleh para ulama sufi seperti Al-Ghazali, Jalaluddin Rumi, Rabi’ah Al-Adawiyah dan yang lainnya, masuk dalam kategori sastra murni. Tokoh pemerhati sastra sufi seperti Abdul Hadi WM menyatakan bahwa sastra sufi adalah misal (simbolisasi) dari ide-ide, penglihatan dan pengalaman kerohanian (Hadi, 2010: 75). Dengan mengutip Braginsky, Hadi mengemukakan bahwa, sastra sufi adalah karangan-karangan mengenai perjalanan seorang ahli suluk dalam mencapai kesempurnaan rohani. Tujuannya ialah musyahadah, penyaksian bahwa Allah itu Esa. Argumentasi tersebut diperkuat Hadi dengan mengutip Nasr bahwa, sastra sufi tidak lain adalah karangan ahli-ahli tasawuf berkenaan dengan peringkat-peringkat (maqamat) dan keadaan-keadaan rohani (ahwal) yang mereka capai. Setiap pengarang sufi memberi gambaran dan tanggapan berbeda tentang kedua hal yang mereka alami. Salah satu contoh terbaik karya penyair sufi yang dapat menjelaskan apa hakikat sastra sufi itu, serta bagaimana pengarangnya mengolah bahan verbal karyanya menjadi penuturan simbolik sastra, ialah Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung) karya Fariduddin al-`Attar (Hadi, 2010: 76). Dari pemaparan Hadi di atas dapat dipahami bahwa, karya-karya sastra yang ditulis oleh ulama sufi memiliki keterkaitan erat dengan aspek-aspek emosi yang

Universitas Sumatera Utara

mereka

rasakan.

Dimana

aspek-aspek

tersebut

berada

di

dalam

wilayah

kejiwaan/psikologi manusia. Senada dengan hal ini, Rene Wellek dan Austin Warren (1962: 92-93) dalam (Ratna, 2004: 350) menyatakan bahwa dalam sebuah karya sastra yang berhasil, psikologi sudah menyatu menjadi karya seni. Oleh karena itu, tugas peneliti adalah menguraikannya kembali sehingga menjadi jelas dan nyata apa yang dilakukan oleh karya tersebut. Karena di dalam menelaah karya sastra, perlu dibantu melalui pendekatan dari luar karya tersebut, salah satunya adalah pendekatan psikologi yang berguna untuk melengkapi penelaahan terhadap suatu karya. Wellek dan Warren adalah orang yang pertama kali mengaitkan sastra pada psikologi. Dengan mengusung teori psikoanalisa Sigmund Freud (1939-1956) dalam pengaruhnya kepada ilmu sastra. Mereka berusaha memahami sastra melalui pendekatan secara psikologi pada setiap karya sastra, baik secara pendekatan pengarang sastra, karya-karya sastra yang dihasilkannya, maupun para pembaca karya sastra itu sendiri. Pada tataran ini, psikologi sastra merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu terapan yang berbeda, yakni ilmu psikologi dan ilmu sastra. Sehubungan dengan adanya pendekatan psikologi sastra dalam memahami karya sastra, baik melalui pendekatan pengarang sastra, karya-karya sastra yang dihasilkan maupun para pembaca karya sastra itu sendiri, maka kata kunci yang melandasi penelitian ini adalah emosi Al-Ghazali yang ada di dalam syairnya yang terdapat dalam kitab “

‫” إﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮم اﻟﺪﻳﻦ‬/`Iḥyā`u ‘Ulūmi al-dīni/. Penulis menjadikan

syair-syair Imam Ghazali dalam karya monumentalnya khususnya bab amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai pusat orientasi kajian dan penulisan. Adapun teoritis yang dijadikan landasan dalam penulisan ini merujuk pada teori yang dipaparkan oleh M. Darwis Hude dengan bukunya Emosi: Penjelajahan Religio-Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Al-Qur’an sebagai rujukan primer. Sedangkan teori selain itu, seperti Atar Semi dan Siswantoro penulis ambil sebagai rujukan skunder.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Batasan Masalah Berangkat dari latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis memberikan batasan agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok bahasan yang diinginkan. Adapun yang menjadi batasan masalah yakni : 1. Bagaimanakah emosi yang terdapat pada syair Imam Ghazali dalam kitab “

‫” إﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮم اﻟﺪﻳﻦ‬/`I ḥyā`u ‘Ulūmi al-dīni/ (buku asli jilid 2 hal 333 – 385) khususnya tentang syair amar ma’ruf dan nahi munkar?

1.3 Tujuan Penelitian Secara teoritis, tujuan utama yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mengungkapkan emosi yang terdapat pada syair Imam Ghazali dalam kitab “

‫” إﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮم اﻟﺪﻳﻦ‬/`Iḥyā`u ‘Ulūmi al-dīni/

khususnya tentang syair amar

ma’ruf dan nahi munkar.

1.4 Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam memperkaya penelitian kesusasteraan antara lain : 1. Untuk memperluas wawasan dan pemahaman penulis tentang emosi yang didapati pada syair Imam Ghazali dalam kitab “ ‫اﻟﺪﻳﻦ‬

‫إﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮم‬

”/`Iḥyā`u

‘Ulūmi al-dīni/ khususnya tentang syair amar ma’ruf dan nahi munkar. 2. Untuk memaparkan relasi antara sebuah karya sastra dengan emosi pengarangnya, yakni syair amar ma’ruf dan nahi munkar karya Imam Ghazali dalam kitab “ ‫” إﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮم اﻟﺪﻳﻦ‬/`Iḥyā`u ‘Ulūmi al-dīni/. 3. Untuk memahami makna terdalam yang terkandung dalam syair Imam AlGhazali melalui pendekatan ilmu psikologi terapan. 4. Untuk penambahan khasanah perpustakaan Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

1.5 Metode Penelitian Adapun penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode Analisis Deskriptif, yaitu suatu metode dengan jalan mengumpulkan data, menyususun atau mengklasifikasi, menganalisis data dan menginterpretasikannya. Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah berupa ragam bahasa tulis yang berbentuk syair Imam Ghazali dalam kitab “ ‫” إﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮم اﻟﺪﻳﻦ‬ ”/`I ḥyā`u ‘Ulūmi al-dīni/ khususnya tentang syair amar ma’ruf dan nahi munkar. Adapun data berupa data representatif, yakni data sebagaimana adanya. Selain itu, penulis juga menggunakan metode Telaah Wacana dengan upaya mencermati tulisan Imam Al-Ghazali yang berbentuk syair kemudian menguraikannya secara narasi. Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan latin, penulis memakai sistem transliterasi Arab-Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Adapun tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini adalah : 1.

Mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan bahasan penelitian. Kemudian mempelajari dengan cermat dan menganalisis data yang telah diperoleh dari referensi yang ada.

2.

Mengklasifikasi data.

3.

Data-data yang telah dipelajari, dianalisis dengan mengacu kepada teori M. Darwis Hude (2006) sebagai rujukan primer, serta Atar Semi (1988) dan Siswantoro (2005) sebagai rujukan skunder.

4.

Kemudian disusun menjadi suatu laporan penelitian berupa skripsi.

.

Universitas Sumatera Utara