Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

10 downloads 58 Views 261KB Size Report
berkuasanya Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia maka di bangunlah sekolah ... Sumatera Utara pada zaman penjajahan Belanda terdiri dari dua ...
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan, dan berbagai belenggu sosial yang menghambat tercapainya kesejahteraan bersama 1. Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari politik etis setelah berkuasanya Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia maka di bangunlah sekolah – sekolah sehubungan dengan politik etis tersebut. Kebijakan politik etis ini sangat berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. Pada abad ke-19 perkebunan-perkebunan Belanda terus mengalami perkembangan

sehingga

kekuasan

wilayahnya

semakin

luas,

disamping

berkembangnya kekuasaan, maka Belanda mendirikan sekolah-sekolah diberbagai tempat, dan begitu juga di desa Talun Kenas, Belanda juga mendirikan sekolah yang masih dalam area perkebunan. Sekolah ini dibangun bagi para anak-anak Bumi putera dan anak-anak Belanda. Tujuan didirikan sekolah bagi anak Bumi putera supaya berpendidikan, mempunyai tenaga terlatih dan terdidik untuk dipekerjakan di pekerbunan milik Kolonial Belanda.

1

Masjkuri dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Utara, Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981, hal 10.

Universitas Sumatera Utara

Sumatera Utara pada zaman penjajahan Belanda terdiri dari dua keresidenan, yaitu keresidenan Sumatera Timur dan keresidenan Tapanuli. Medan merupakan ibu kota propinsi Sumatera. Di Medan berkedudukan seorang inspektur yang mengurus masalah pendidikan untuk Sumatera atau Inspecteur Van Onderwijs en Eeredienst. Di Sumatera Timur dan Tapanuli ditempatkan seorang Hoofd der Schoolopziener yang membawahi para schoolopziener sebagai petugas yang mengelola pendidikan di Afdeling. Schoolopziener bertugas mengawasi sekolah-sekolah penduduk Bumiputera atau sekolah-sekolah yang memakai pengantar bahasa Melayu 2. Untuk sekolah-sekolah yang memakai bahasa Belanda berada di bawah pengawasan Inspektur. Adapun sekolah yang didirikan Belanda di Sumatera Timur yaitu HIS (Hollandsch Inlandsch School), ELS (Europese Lagere School), MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwiijs), HBS (Hogere Burger School). 3. Sekolah yang dibangun Belanda dalam perkebunan di Talun Kenas adalah sekolah Volkschool yang khusus untuk anak-anak Pribumi yang bekerja di perkebunan tersebut. Berdirinya sekolah ini pada tahun 1934, sekolah ini memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, didirikannya sekolah ini bertujuan untuk kepentingan Belanda yaitu mendidik orang Pribumi (golongan bangsawan) agar dipekerjakan sebagai buruh dan orang Eropa sebagai Stafnya. Namun sekolah yang dibangun pada masa kekuasaan belanda tersebut hanya bertahan sampai pada tahun 1942, hal ini disebabkan karena masuknya Jepang ke Indonesia. 2

Sutrisno Kutoyo, dan Masjkuri. Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1981. hal. 3 Ibid. hal 51-52

Universitas Sumatera Utara

Pada masa Pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, banyak mengalami perubahan terutama dalam bidang pendidikan, bahasa-bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dihapuskan. Dan sekolah pada masa Belanda yang bermacammacam seperti Sekolah Dasar: Europese Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsch School (HIS), Volkschool, Vervolgschool, Schakelschool, semua dihapuskan dan beralih menjadi Sekolah Dasar atau disebut sebagai Sekolah Rendah umum. Lama pendidikannya adalah 6 tahun, dan begitu juga Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada masa Belanda seperti: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Hogere Burger School (HBS) beralih menjadi Sekolah Umum (Cu Gakko). Penggunaan bahasa pengantar dalam pendidikan pada masa Pendudukan Jepang ialah bahasa Indonesia, dan bahasa kedua ialaah bahasa Jepang. Pendidikan pada masa Pendudukan Jepang lebih banyak diarahkan sistem pendidikan kemiliteran. Berakhirnya kekuasaan penjajah di Indonesia yaitu dengan lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, maka pendidikan pada awal Kemerdekaan tidak berjalan dengan maksimal. Maka kemajuan pendidikan mulai dirasakan setelah tahun 1950 di Sumatera Utara. Karena pada waktu itu kurangnya tenaga guru setelah penjajah meninggalkan daerah Sumatera Utara. Melihat gedung sekolah milik Belanda yang berada di Talun Kenas kosong tidak ada aktivitas pembelajaran semenjak tahun 1950-1964, maka para Veteran berusaha untuk melanjutkan sekolah tersebut yang selama ini terhenti. Pada awalnya sekolah bekas jajahan Belanda ini menjadi perebutan bagi masyarakat, bahkan banyak pihak lain yang ingin menjadikan sekolah milik pribadi. Maka Veteran pada waktu itu bermohon kepada Talun Kenas, supaya sekolah bekas

Universitas Sumatera Utara

jajahan colonial Belanda tersebut dijadikan sekolah umum dan milik Veteran. Sekolah ini dibangun untuk umum, akan tetapi bagi siswa yang keterunan Veteran akan mendapat disvensasi uang sekolah. Masyarakat yang berkediaman di Talun Kenas pada waktu itu belum banyak melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Maka dengan demikian di bentuklah

Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu Yayasan KAVRI yang

beralamat di Kecamatan STM Hilir Desa Talun Kenas. Pada tahun 1964, merupakan sebuah babakan baru bagi perkembangan pendidikan di Talun Kenas, pada tahun ini didirikan sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) milik Veteran yang dulunya sekolah ini merupakan milik Belanda kemudian diambil alih oleh para Veteran yang berada di Talun Kenas. Pertama kali berdirinya sekolah ini diberi nama Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Garuda, namun banyak pihak atau beberapa orang anggota Veteran yang tidak setuju dengan nama Yayasan Sekolah tersebut, karena nama Yayasan itu tidak menandakan Sekolah Yayasan milik Veteran. Maka nama Sekolah Yayasan Garuda diganti menjadi Sekolah Yayasan Kavri. Setelah Indonesia Merdeka gedung milik Belanda yang berada di Talun Kenas menjadi kosong tidak ada aktivitas semenjak tahun 1950-1964, hal ini terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah untuk dijadikan sebagai fasilitas yang dapat dipergunakan kepentingan rakyar. Berdasarkan hal tersebut maka Veteran mengambil inisiatif untuk dijadikan sebagai fasilitas pendidikan. Berdirinya Sekolah ini memiliki 4 ruang, gurunya terdiri dari 3 orang, Ketua Yayasan 1 orang, Kepala Sekolah 1 orang, Tata Usaha (TU) 1 orang, dan Siswa

Universitas Sumatera Utara

berjumlah pada ajaran pertama adalah 18 orang. Hal inilah yang menjadi ketertarikan penulis ingin meneliti tentang perkembangan sekolah tersebut lebih jauh lagi. Dari penjelasan di atas maka penulis mengangkat judul mengenai “Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kesatuan Anak Veteran Republik Indonesia (KAVRI) di Kecamatan STM Hilir (1964-1990)”. Tahun 1964 sebagai periode awal dari penelitian ini yang merupakan pembentukan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tahun 1990 sebagai akhir dari penelitian ini bahwa selama kurun waktu 26 tahun banyak terjadi perubahan, baik dari segi bangunan maupun sistem pendidikan/kurikulum Sekolah Yayasan Kavri tersebut. Seperti bertambahnya murid dari tahun ke tahun.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan suatu hal yang terpenting dalam penelitian, sebab akan memudahkan penulis di dalam pengarahan pengumpulan sumber dalam rangka memperoleh data yang relevan 4. Inilah yang akan menjadi landasan penulisan nantinya pada bab-bab selanjutnya. Adapun permasalahan-permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Kavri.

4

J. Supranto, Metode Riset, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1986, hal. 18.

Universitas Sumatera Utara

2. Bagaimana perkembangan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Kavri dari tahun 1964-1990. 3. Apa Peranan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Kavri bagi masyarakat Talun Kenas.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian yang dirumuskan secara umum merupakan cara untuk memperoleh gambaran secara umum dari objek yang akan diteliti, dimana hasil yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan dasar dari perumusan masalah 5. Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah: 1. Menjelaskan latar belakang berdirinya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Kavri. 2. Menjelaskan perkembangan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Kavri tahun 1964-2000. 3. Menjelaskan peranan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Kavri bagi masyarakat Talun Kenas Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai suatu sarana imformasi bagi masyarakat yang berkepentingan di Desa Talun Kenas. 2. Menjadi suatu masukan bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam 5

rangka

peningkatan

mutu

pendidikan,

khususnya

bagi

Ibid., hal. 22.

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, agar lebih memperhatikan kondisi pendidikan di daerah tersebut. 3. Menambah literatur kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan ilmu pendidikan, khususnya ilmu sejarah dalam penelitian sejarah pendidikan.

1.4 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menemukan buku-buku, majalah, dan sebagainya yang paling relevan dengan objek yang dikaji. Dalam penelitian ini, penulis membuat penuntun ataupun acuan yaitu berupa literatur kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Masjkuri dan Sutrisno Kutoyo dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Utara (1981), menjelaskan bahwa pendidikan di daerah Sumatera Utara sejak zaman Hindu Budha sampai pada zaman

setelah

Indonesia merdeka. Pendidikan model barat ini mulai diperkenalkan terhadap masyarakat Sumatera Utara yaitu sekitar abad 19, yang kemudian diikuti dengan penyebaran injil oleh para misionaris ke daerah-daerah Sumatera Utara. Dalam menjalankan misinya para misionaris membutuhkan tenaga-tenaga terdidik untuk membantu misionaris. Oleh karena itu para misionaris mulai membangun sekolahsekolah yang dikenal dengan sekolah zending atau sekolah-sekolah Pendeta. Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan pada masa Jepang yang bersifat kemiliteran dan pendidikan ketika Indonesia merdeka mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Universitas Sumatera Utara

Dari buku ini penulis menjadikan sabagai acuan untuk dapat memberikan imformasi mengenai pendidikan di Sumatera Utara, yang mana dalam perkembangan pendidikan dapat juga dirasakan oleh masyarakat Desa Talun Kenas yaitu dengan berdirinya sekolah Kavri. Menurut Wardiman Djojonegoro, dalam bukunya Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia (1996), menjelaskan bahwa pendidikan sebagai sarana sosialisasi merupakan kegiatan

manusia yang melekat dalam

kehidupan masyarakat, sehingga usia pendidikan hampir sama tuanya dengan usia manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan berbagai rentang peradaban. Perjalanan panjang perkembangan pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan Budha pada abad ke-5 zaman penjajahan, hingga Indonesia merdeka. Dari perkembangan sejak zaman itu, diperoleh gambaran bahwa pendidikan telah berlangsung sesuai dengan tuntutan zaman yang berbedabeda dengan penyesueian pada ideologi, tujuan serta sistem penyampaiannya. Dari buku ini penulis dapat menjadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian. Bahwa pendidikan yang telah berkembang dari zaman ke zaman selama lima puluh tahun perkembangan pendidikan di Indonesia khususnya bagi masyarakat Talun Kenas juga mengalami perkembangan pendidikan tersebut. Senantiasa memperlihatkan terjadinya pergeseran pandangan masyarakat terhadap pendidikan pada zamannya masing-masing. Secara garis besar, semula pendidikan hanya dipandang sebagai pembina budi pekerti, sikap dan perilaku, kemudian dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan keterampilan warga negara yang dapat menunjang produktivitas yang dapat dilihat dari mulainya tingkat kesadaran

Universitas Sumatera Utara

masyarakat Desa Talun Kenas untuk mengenyam pendidikan di Sekolah Yayasan Kavri. Menurut Made Piderta, dalam bukunya Landasan Kependidikan (1997), Menjelaskan bahwa Pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan sejak dini dari orang tuanya, dan mana kala anakanak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka juga mendidik anak-anaknya. Melalui pendidikan agama dan moral, begitu pula di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa dididik oleh guru dan dosen, Dari buku ini penulis dapat menjadikan acuan dalam penelitian, sebab buku ini banyak menjelaska mengenai konsep-konsep kependidikan dari berbagai bidang seperti bidang ekonomi, psikologi, sosial budaya, hukum, serta bidang sejarah. Buku ini sangat membantu penulis dalam mengungkapkan pendidikan dari setiap bidangnya, sehingga mampu menguraikan serta membedakan tujuan pendidikan dari segi yang berbeda. Menurut Syahrial De Saputra T, dalam bukunya Peranan Pendidikan Dalam Pembinaan Kebudayaan Nasional Daerah Sumatera Utara (1993), menjelaskan bahwa Pendidikan adalah suatu proses yang panjang dan mencakup keselururuhan yang dipelajari baik secara formal maupun non formal, yang menghasilkan kebudayaan bagi individu, membentuk kepribadiannya dan sosialisasi dirinya, yang keseluruhannya melengkapi dirinya untuk hidup sebagai warga masyarakat. (Beals and Hoijer,1959). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 2 tahun 1989 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan yang dimaksud dengan kebudayaan

Universitas Sumatera Utara

bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan yang terdapat di daerah-daera seluruh Indonesia usaha kebudayaan tersebut harus menuju ke arah kemajuan adab budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemajuan bangsa Indonesia. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 dinyatakan antara lain bahwa dalam sektor kebudayaan terus menciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya rasa tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, disiplin nasional serta sikap budaya yang mampu melakukan pengembangan pembangunan, ekonomi,sosial masyarakat serta dapat mendukung dan memelihara budaya bangsa. Buku-buku tersebut diatas dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian. Peranan pendidikan disetiap daerah tidak terlepas dari budayanya sendiri, sehingga anak-anak bangsa dapat melestarikan dan membangun budaya tersebut melalui pendidikan.

1.5 Metode Penelitian Untuk menjadikan suatu tulisan sejarah yang ilmiah maka penulisan sejarahmenggunakan metode sejarah. Metode sejarah terdiri beberapa tahap, yaitu

Universitas Sumatera Utara

Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik intern dan kritik ekstern), Interpretasi (analisis), dan terakhir Historiografi (penulisan) 6. Dalam tahap pertama dilakukan heuristik atau pengumpulkan data, penulis mencari atau mengumpulkan sumber melalui studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi sebanyak mungkin seperti buku-buku, arsip yang berhubungan dengan masalah penelitian di perpustakaan, misalnya perpustakaan USU, perpustakaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kavri terutama dari Sekolah Yayasan Kavri dan juga buku-buku pedoman Sekolah kavri. Selain dari pada itu juga dilakukan melalui wawancara seperti bapak Tepat Barus (81) tahun, dan bapak Siang Ginting (57) tahun yang banyak mengetahui tentang pendirian sekolah tersebut. Setelah

sumber-sumber

yang

diperlukan

sudah

terkumpul,

Penulis

melakukan penyeleksiaan atau penyaringan sumber dengan memverifikasikan atau mengkritik sumber-sumber yang telah diperoleh melalui kritik intern dan kritik ekstern agar memperoleh keabsahan dari sumber tersebut. Sumber

yang telah

terkumpul tidak semuanya dapat diterima sehingga perlu adanya sikap kritis terhadap sumber yang telah terkumpul. Dalam melakukan kritik ini, Penulis menentukan apakah dokumen atau data yang telah diperoleh asli atau tidak. Kritik seperti ini disebut dengan kritik ekstern. Setelah itu barulah dilakukan pengecekan apakah isi dari dokumen tersebut valid atau tidak. Dengan demikian dilakukan pula kritik intern yang menelaah dan menyeleksi kebenaran isi atau fakta baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, arsip) maupun penulisan (wawancara). 6

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang, 1997.hal 89.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya sumber yang sudah menjadi fakta diinterpretasikan (ditafsirkan) agar memperoleh bentuk dan struktur dari fakta tersebut. Fakta-fakta yang telah dimiliki dirangkai menjadi satu membentuk suatu hipotesa yang selanjutnya akan dijadikan tulisan. Tahap yang terakhir sampailah pada penulisan sejarah (Historiografi). Dalam penulisan ini, penulis menguraikan peristiwa dan kisah sejarah dengan memakai kronologi waktu agar penulisan ini menjadi tulisan sejarah yang ilmiah.

Universitas Sumatera Utara