Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

16 downloads 62 Views 270KB Size Report
dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua .... Apabila dua orang individu atau lebih terlibat dalam suatu percakapan dan.
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial ciptaan Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dengan struktur yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk tuhan lainnya. Manusia secara alami selalu membutuhkan komunikasi dengan makhluk sosial lainnya. Manusia memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal dalam membangun hubungan antara sesama manusia, maupun membangun hubungan sosial dengan masyarakat dalam lingkungan interaksi masing-masing. Oleh karena itu manusia disebut sewbagai makhluk yang unik dengan kemampuan menyampaikan gagasan, ide, dan pendapat dalam proses komunikasi antar manusia (human communication). Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kalau boleh dibandingkan, komunikasi sama pentingnya dengan udara untuk kita bernapas. Ketika lahir, manusia bukan saja membutuhkan pertukaran udara demi kelangsungan hidupnya, tetapi juga melakukan pertukaran pesan-pesan dengan lingkungannya, terutama dengan orang tuanya yang berlangsung secara tetap. Hal ini dapat kita saksikan pada saat bayi menangis, itu suatu pertanda berupa pesan yang bermakna antar lain; lapar, buang air kecil, sakit, dan sebagainya. Komunikasi

merupakan

medium

penting

bagi

pembentukan

atau

pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh dan

Universitas Sumatera Utara

belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain, dan sebagainya. Komunikasi yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari terjadi dalam beberapa bentuk, seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi public dan komunikasi massa. Semua itu terkait dan dipengaruhi beberapa hal seperti lingkungan dan hal lainnya. Komunikasi merupakan keharusan bagi manusia dalam rangka membentuk atau melakukan pertukaran informasi. Termasuk dalam proses pertukaran informasi secara pribadi, baik berupa gagasan, ide, atau pendapat diri. Tujuannya membangun kesamaan pandangan secara pribadi, sebagai pemenuhan kebutuhan membangun kepuasan komunikasi secara tatap muka dan lebih bersifat pribadi antar mereka yang berkomunikasi. Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian panduan pikiran dan perasaan seseorang kepada seorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau melakukan kegiatan tertentu (Efendy, 1986:60). Menurut Joseph De Vito (1976), "komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito berpendapat bahwa "Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial" (Liliweri, 1991:12). Lebih lanjut Devito (Liliweri, 1991:13) memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya,

Universitas Sumatera Utara

seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan). Proses penyampaian pikiran dan perasaan antar manusia sebagai kebutuhan antar pribadi bukan pengalihan ide yang bebas dari hambatan komunikasi, dengan latar belakang pribadi, kebiasaan, dan konsep diri yang antara satu orang dengan yang lainnya, dimana proses ini akan lebih efektif bila berlangsung secara tatap muka. Hambatan dalam proses komunikasi antar pribadi juga dialami remaja, sebagai masa pengembangan diri dari anak-anak untuk menjadi dewasa, akan tetapi terkadang pemikiran mereka belum dewasa, namun tidak juga dibilang anak-anak. Pada dasarnya, remaja yang menjelang dewasa kebanyakan sudah menganggap dirinya bisa dan mampu menjalani hidup dan memilih sesuai dengan keinginannya sendiri. Padahal justru, remaja yang menjelang dewasa, kebanyakan masih harus atau membutuhkan dukungan maupun bimbingan yang besar dari keluarga khususnya orang tua yang memang harus mempunyai peranan penting dalam membina keluarga. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi perkembangan anak, karena keluarga merupakan tempat anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama. Menurut Singgih Dirga Gunarsa (2004: 209) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh nggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

Universitas Sumatera Utara

kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial. Peningkatan keinginan untuk diakui sebagai bagian dari orang dewasa dengan segala tanggung jawab sosial tidak jarang berbenturan dengan kemampuan diri mereka secara pribadi. Disinilah peran besar keluarga terutama orang tua sangat dibutuhkan untuk memandu proses pertumbuhan atau perkembangan remaja menjelang dewasa agar terbentuk konsep diri yang positif dan kuat sebagai dewasa yang mampu mengontrol dirinya dalam perkembangan sosialnya. Namun, banyak juga keluarga yang menghiraukan pentingnya komunikasi sesama keluarga disebabkan tidak adanya waktu atau begitu padatnya kesibukan orang tua, yang beralasan untuk mencari biaya untuk kehidupan keluarganya. Walau waktu yang diberikan untuk keluarganya sendiri sangat kurang. Masa remaja menjelang dewasa adalah salah satu tahap dalam perkembangan hidup seseorang, dimana masa itu merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak, menuju masa dewasa. Pada masa-masa seperti ini, remaja memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan yang dapat memuaskan dirinya, selain itu juga masa menjelang dewasa merupakan masa peralihan, dimana rmaja menjelang dewasa ingin mencari dan membentuk jati dirinya, belum lagi menghadapi masalah-masalah pribadi, pelajaran ataupun dengan orang tuanya. Pada usia 17 tahun, biasanya orang tua menganggapnya dewasa dan berada diambang perbatasan dimana remaja harus sadar akan tanggung jawab yang sebelumnya belum pernah terpikirkan olehnya.

Universitas Sumatera Utara

Masa remaja adalah salah satu tahap peralihan dalam kehidupan seseorang. Levinson membedakan empat periode kehidupan yaitu: (1) masa anak dan masa remaja (0-22), (2) masa dewasa awal (17-45), (3) masa dewasa madya (40-65), dan (4) masa dewasa akhir (40-60 tahun ke atas). Levinson menganggap pembagian dalam fase-fase kehidupan sebagai suatu yang universal. Antara 17 dan 22 tahun seseorang ada dalam dua masa, pra dewasa dan dewasa awal (Monks dkk, 2002:329). Pieget (Hurlock, 1996:206) mengungkapkan bahwa: “Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok,transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari perkembangan priode ini”. Pada masa menjelang dewasa, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa menjelang dewasa terjadi perubahan fisik yang sangat cepat yang memang membentuk perubahan fisik, intelek, emosi, sosial dan juga moral. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk menggabungkan diri dalam 'kelompok teman sebaya'. Kelompok sosial yang baru ini merupakan salah satu factor yang mempengaruhi perubahan pola pikir mereka.

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga. Kelompok remaja bersifat positif dalam hal memberikan kesempatan yang luas bagi remaja untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkahlaku dan melakukan hubungan sosial. Namun kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila ikatan antar mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi "overacting' dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak. Pengaruh kelompok ini juga sering disebut dengan faktor pengaruh lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial merupakan tempat mereka paling sering bersosialisasi dengan orang lain. Dan pengaruh ini merupakan faktor penting dalam perubahan sikap mereka. Status remaja menjelang dewasa yang selalu tumbuh dengan sebuah dilema yang menyebabkan krisis identitas atau masalah identitas ego paga remaja, sebagai konsep diri yang menunjukkan siapa dan bagaimana ia akan diakui oleh lingkungan sosial. Mengenai dirinya dalam rangka mengatasi berbagai pertanyaan. Maka dari itu sangat diperlukan dukungan dan masukan dari keluarga terutama orang tua, agar mereka tidak melahirkan bentuk konsep diri yang negatif melainkan konsep diri yang kuat atau positif. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri sebagai kepemilikan berbagai gagasan, atau konsep yang berbeda tentang diri, orang lain, dan hubungan antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004:32). Konsep diri diperoleh dari hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, terutama dengan

Universitas Sumatera Utara

orang tua, karena orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dalam iteraksi mereka yang dialami individu yang paling kuat (Hardy dan Reyes, 2001:34). Kenyataan ini menunjukkan bahwa, remaja menjelang dewasa, atau dewasa tahap awal merupakan sebagai masa transisi seorang individu menjadi dewasa, dengan perkembangan kognisi (pengetahuan), dari proses pergaulan dan informasi dari pergaulan. Konsep diri remaja dibentuk akibat pergaulan dengan lingkungan keluarga juga masyarakat yang kita tahu memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan konsep diri remaja. Keluarga terutama orang tua merupakan interaksi awal anak, maka dari itu orang tua harusnya berperan penting dalam mendampingi remaja mencapai identitas diri serta mengawasi pembentukan konsep diri remaja agar menjadi konsep diri yang positif. Namun banyak orang tua yang mengabaikan masalah perkembangan remaja tersebut, karena seiring berkembangnya zaman, kebanyakan orang lebih memikirkan materi sehingga mereka menghabiskan waktu di luar lingkungan keluarga dan ini berdampak pada kurangnya komunikasi keluarga, terutama kurangnya komunikasi orang tua terhadap remaja yang mereka anggap sudah dewasa sepenuhnya. Melihat kenyataan ini, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai dampak dari kurangnya komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja menjelang dewasa serta konsep diri yang bagaimana yang terbentuk akibat kurangnya komunikasi orang tua dengan keluarga, serta perbandingan sekilas mengenai remaja yang mempunyai keluarga yang harmonis dan pembentukan konsep diri remaja tersebut. Secara lengkap masalah ini dipaparkan

Universitas Sumatera Utara

dalam judul : Kumunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja).

1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah, sebagai upaya membatasi penelitian agar lebih terarah, dan tidak terlalu luas, dalam fokus penelitian yang sudah ditentukan (Hariwijaya dan Basri, 2005:59). berdasarkan latar belakang dan pengertian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh kurangnya komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja”.

1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah disebut juga ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Sebagai upaya untuk membatasi masalah penelitian agar tidak terlalu luas dan membingungkan. “Pembatasan masalah berusaha menentukan fokus utama penelitian yang dilakukan dan tujuan penelitian, dilanjutkan dengan penyusunan hipotesa jika dimungkinkan (Hariwijaya dan Bisri, 2005:31). Dan yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Objek penelitian direncanakan terdiri dari 6 orang informan yang terdiri dari 2 keluarga harmonis (KAP orang tuanya baik), 3 keluarga kurang harmonis (KAP orang tuanya kurang) dan 1 orang informan ahli (psikolog). Namun

Universitas Sumatera Utara

tidak menutup kemungkinan jumlah informan akan bertambah karena didasarkan pada tekhnik snowball sampling. 2. Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam atau indepth interview. 3. Komunikasi antar pribadi orang tua disini adalah komunikasi dari orang tua terhadap anak dan remaja disini remaja akhir (pra dewasa) atau dewasa awal 17-22 (Levinso dkk, 1979 dalam buku Monks, 2002:329). 4. Lokasi penelitian berada di kota Medan. 5. Penelitian akan dilakukan pada bulan April 2010.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah hasil akhir yang hendak dicapai melalui penelitian yang dilaksanakan, sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja. 2. Untuk mengetahui dampak dari kurangnya komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja. 3. Untuk mengetahui perbandingan sekilas mengenai pembentukan konsep diri ramaja yang memiliki keluarga yang harmonis (komunikasi antarpribadi orang tua nya efektif) dan pembentukan konsep diri remaja yang memiliki keluarga yang kurang harmonis (komunikasi antarpribadi orang tua nya kurang).

Universitas Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian

ini diharapkan mampu

memperluas dan

memperkaya khasanah penulis mengenai kajian komunikasi antarpribadi sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya Departemen Ilmu Komunikasi, dalam rangka memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi orang tua dalam melihat pentingnya komunikasi orang tua terhadap pembentukan konsep diri ramaja. 1.6 Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana akan disoroti (Nawawi, 2001:39–40 ).  Secara umum dapat dikatakan bahwa ancangan mikro dalam teori-teori sosial merupakan awal yang baik dalam melakukan kegiatan ilmiah sesungguhnya, karena peneliti dapat berhati-hati dahulu secara terperinci. Bayang-bayang fenomenologi menyebabkan penekanan yang kuat dalam teori-teori sosial mikro terhadap nisbinya

Universitas Sumatera Utara

segala sesuatu, dan pilihan untuk memandang segala sesuatunya di dalam kehidupan sosial maupun nonsosial (alamiah) sebagai lambang/simbol (Bungin, 2003:13). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini, sebagai berikut: 1.6.1. Komunikasi antarpribadi Dalam kehidupannya, manusia selalu melakukan kegiatan komunikasi sebagai bukti kesadaran akan keberadaannya, yaitu mengadakan aksi dan ber-reaksi atas stimuli yang datang padanya. Seseorang yang mencoba memisahkan diri atau mengasingkan diri dari dunia ramai, dan hidup menyendiri di tempat terpencil, pada hakekatnya juga tidak dapat memisahkan hidupnya dari kegiatan komunikasi, karena setidaknya ia akan berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Selagi ia masih hidup, manusia selalu melakukan berbagai kebutuhannya, kegiatan komunikasi adalah yang paling banyak dilakukan.Manusia sebagai makhluk sosial harus hidup bermasyarakat.Semakin besar suatu masyarakat, berarti semakin banyak manusia yang dicakup, dan cenderung akan semakin banyak masalah yang timbul, akibat perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara manusia-manusia tersebut (Riyono Pratikto, 1982:11). Pada masing-masing individu yang beraneka ragam itu, dalam pergaulan hidupannya terjadi interaksi dan saling pengaruh mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing.Terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk percakapan Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui

Universitas Sumatera Utara

komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi (Onong U. Effendi, 1985:8). Situasi komunikasi antar pribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi. Komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan. Adapun tujuan komunikasi antarpribadi antara lain: 1. Mengenal diri sendiri dan memelihara hubungan. 2. Mengetahui dunia luar dan memelihara hubungan. 3. Mengubah sikap, prilaku dan membantu orang lain. (Supratiknya, 2002:35) Komunikasi antar pribadi sering disebut dengan 'dyadic communication', maksudnya adalah 'komunikasi antara dua orang', dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan muka (face to face), bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways communication). Apabila dua orang individu atau lebih terlibat dalam suatu percakapan dan terdapat adanya kesamaan makna dari apa yang mereka percakapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi cukup efektif untuk mengubah perilaku orang lain. Segi efektifnya adalah adanya arus balik langsung yang dapat ditangkap komunikator, maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti anggukan, gelengan kepala, kedipan mata dan sebagainya sejenis.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Joseph De Vito (1976), "komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito

mengemukakan bahwa; "Komunikasi antar pribadi sebenarnya

merupakan suatu proses sosial". Lebih lanjut Devito memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).

1.6.2 Teori Self Disclosure (Johari Window Model) Model Johari Window (Jedela Johari) merupakan perangkat sederhana dan berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu. Model ini juga berfungsi dalam meningkatkan hubungan antar kelompok yang sekaligus mengilustrasikan kembali proses memberi maupun menerima feedback. Terminologi kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan orang lain. Personal untuk diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam analisa Jendela joharu. Selanjutnya, orang lain berarti objek lain dari kelompok

Universitas Sumatera Utara

pribadi. Jendela Johari juga berhubungan dengan teoti intelegen emisional, emotional Intelligence theory (EQ), dan kesadaran individu serta peningkatan EQ. Dalam kebanyakan training atau pelatihan, proses memberi dan menerima feedback adalah unsur terpenting. Melalui proses feedback tersebut, kita bisa melihat/mengenal orang lain, dan demikian sebaliknya. Individu lain juga belajar bagaimana pandangan kita terhadap mereka. Feedback menginformasikan kepada individu ataupun kelompok, baik secara verbal maupun non-verbal dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan kepada yang lain bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya, dan apa yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan sebagai reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi dan perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi mereka (menerima feedback). Keetika Jendela Johari digunakan untuk membangun hubungan antar kelompok 'personal' dikategorikan sebagai kelompok dan 'orang lain' menjadi kelompok lain.

1.6.3 Psikologi Komunikasi Psikologi menukik ke dalam proses yang mempengaruhi prilaku kita dalam komunikasi, membuka ”topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan ”mengapa”. Psikologi melihat komunikasi sebagai prilaku manusiawi, menarik, dan melibatkan siapa saja dan dimana saja. Jadi, psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian

Universitas Sumatera Utara

energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, dalam proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.” Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan. Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli), prediksi respon (prediction of response),dan peneguhan respon (reinforcement of responses). Psikologi komunikasi

Universitas Sumatera Utara

juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang. George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi. Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.

1.6.4 Konsep Diri Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey & Hall, 1993;201).

Universitas Sumatera Utara

Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139). Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positip terhadap segala sesuatu. Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang

Universitas Sumatera Utara

pasti serta kurang percaya diri. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap hidup. Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi pembentukan konsep diri orang tersebut.

1.6.5 Keluarga Pada hakekatnya, seluruh perilaku manusia bersifat sosial, artinya perilaku tersebut terbentuk dan dipelajari dari bagaimana individu berinteraksi dengan individu lainnya. Semua yang dipelajari manusia merupakan hasil hubungan dengan manusia lainnya. Adanya sifat sosial yang dimiliki oleh masing-masing manusia, maka secara mutlak manusia dituntut untuk mengadakan ikatan-ikatan sosial dengan manusia lain. Salah satu ikatan sosial yang paling dasar adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat yang terbentuk dari suatu hubungan yang tetap untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan keorang tuaan dan pemeliharaan anak. Keluarga juga merupakan organisasi terbatas yang di dalamnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang berintegrasi dan berkomunikasi sehingga dapat terciptanya peranan-peranan sosial bagi anggotanya. Bouman dalam Sayekti Pujosuwarno (1994: 10) mengemukakan pengertian keluarga adalah persatuan antara dua orang atau lebih yang umumnya

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari ayah, ibu dan anak. Terjadinya persatuan ini adalah oleh adanya pertalian perkawinan sehingga ada saling mengikat berdasarkan perkawinan. St Vembriarto dalam Sayekti Pujosuwarno (1994: 10) mengemukakan pengertian keluarga yaitu, suatu kelompok dari orangorang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Pada intinya keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil yang disatukan melalui ikatan-ikatan perkawinan yang menghasilkan peranan-peranan sosial bagi anggotanya Singgih Dirga Gunarsa (2004: 185) mengemukakan pengertian keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada keluarga yang ada dalam masyarakat itu. Apabila seluruh keluarga sudah sejahtera, maka masyarakat tersebut cenderung akan sejahtera pula.

1.7 Kerangka Konsep Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40). Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001 :73).

Universitas Sumatera Utara

Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.  Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

a) Variabel Komunikasi Antar Pribadi Seperti yang telah diterangkan di atas Devito memberikan ada 5 (lima) ciriciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).

b) Variabel Konsep Diri Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain: Usia, Inteligensi, Pendidikan, Status Sosial Ekonomi, Hubungan Keluarga, Orang Lain, Kelompok Rujukan (Reference Group).

Universitas Sumatera Utara

1.8 Model Teoritis Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka dibuatlah model teoritis dengan memasukkan keseluruhan unsure variable tersebut kedalam bagan atau skema.

Model teoritisnya sebagai berikut:

   

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

PEMBENTUKAN KONSEP DIRI

 

1.9 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46).

1.

Variabel Komunikasi Antarpribadi

Menurut Joseph De Vito ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : a) Openess (keterbukaan).

Universitas Sumatera Utara

Kedua

belah

pihak

baik

komunikator

maupun

komunikan

saling

mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing. b) Emphaty (empati). Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka

tanpa

berpura-pura.

Dan

keduanya

menanggapi

apa-apa

yang

dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan Bhownik, adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komunikan atau kedua-duanya (dalam situasi heteophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain. Kemungkinan besar akan terdapat komunikasi yang efektif. c) Supportiveness (dukungan). Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan terhadap setiap pendapat, ide, ataupun gagasan yang disampaikan. Dengan begitu keinginan yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan menjadikan orang lebih semangat untuk melaksanakan aktivitas dan meraih tujuan yang diharapkan. d) Positiveness (rasa positif). Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat mengganggu komunikasi. e) Equality (kesamaan).

Universitas Sumatera Utara

Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar pribadi pun akan lebih kuat.

2.

Variabel Pembentukan Konsep Diri Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah

fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Konsep diri positif cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman seseorang, maka penilaian tentang dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Orang dengan konsep diri positif akan mempunyai harapan dan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan dirinya dan realistis. Artinya memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif adalah: a) Dapat menerima dan mengenal dirinya dengan baik. b) Dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri baik itu informasi yang positif maupun yang negatif. Jadi mereka dapat memahami dan menerima fakta yang bermacamacam tentang dirinya. c) Dapat menyerap pengalaman masalahnya. d) Apabila mereka memiliki pengharapan selalu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis.

Universitas Sumatera Utara

e) Selalu memiliki ide yang diberikannya pada kehidupannya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia. f) Individu meyadari bahwa tiap orang memiliki perasaan, keingimana dan perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat (James F Calhoun, 1995: 72-74).

Universitas Sumatera Utara