Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

156 downloads 129 Views 150KB Size Report
(Analisis Isi Pornomedia pada Tayangan Film Kartun di ANTV dan Global TV ). 1.1. ..... masyarakat sebagai karya yang sarat dengan pesan-pesan porno.
PORNOMEDIA PADA FILM KARTUN (Analisis Isi Pornomedia pada Tayangan Film Kartun di ANTV dan Global TV )

1.1.

Latar Belakang Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia menghadirkan suatu peradaban,

khususnya dalam proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa. Globalisasi informasi dan komunikasi setiap media massa jelas menghadirkan suatu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai sosial dan budaya manusia. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian masih menunjukkan bahwa media tersebut adalah media yang menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Pengaruh acara televisi sampai saat ini masih terbilang cukup kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audiovisual televisi telah menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Terlepas dari pengaruh positif atau pengaruh negatif, pada intinya media televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan bagi pemirsa dalam era informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Dalam dunia televisi, gambar mempunyai arti dan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan kata-kata karena gambar dapat bercerita sendiri apa yang sedang terjadi. Kekuatan gambar di televisi mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia, kelompok masyarakat bahkan anak-anak. Masing-masing

tayangan

televisi

mempunyai

karakteristik

tersendiri

yang

memberikan kekuatan dan daya tarik pada siaran televisi tersebut. Tayangan televisi yang identik dengan sinetron lokal, penayangan informasi, sinetron remaja dan reality show dapat kita temukan pada RCTI, SCTV, dan Indosiar. Tayangan televisi yang lekat dengan musik baik dangdut bahkan musik pop dapat kita jumpai pada stasiun MNC TV (dulu TPI) dan Global TV. Trans TV dan Trans 7 lebih sering menayangkan berita soft news, dan tidak ketinggalan TV One serta Metro TV yang adalah news television menyajikan berita-berita

Universitas Sumatera Utara

aktual dalam dan luar negeri, DAAI TV lebih mengangkat program acara yang berorientasi pada masyarakat Tionghoa. Dan penayangan program khusus buat anak-anak seperti tayangan film kartun pada ANTV dengan program Star Kids, Global TV dengan acara Nickelodeon dan juga televisi Space Toon. Untuk stasiun televisi skala nasional, ANTV dan Global TV merupakan dua stasiun televisi swasta yang intens menyajikan program tayangan khusus untuk anak-anak. Stasiun televisi ANTV sebelum bergabung dengan STAR group berorientasi pada segmen remaja 13-25 tahun, namun sekarang ANTV berorientasi menjadi televisi keluarga dan salah satu program untuk keluarga adalah adanya program Star Kids khusus untuk anakanak. Sedangkan Global TV yang dimiliki oleh Media Nusantara Citra mempunyai pembagian waktu 8 jam untuk Global TV, 8 jam untuk MTV dan 8 jam untuk Nickelodeon (siaran khusus untuk anak-anak). Program-program yang ditawarkan setiap stasiun televisi kini beragam dan banyak macamnya. Misalnya saja, untuk para ibu rumah tangga yang lebih memilih tayangan masakmemasak daripada tayangan olahraga, anak-anak lebih cenderung menonton acara kartun dibandingkan acara berita. Tuntutan masyarakat semakin besar terhadap program-program televisi dan hal ini jugalah yang memicu para pemilik stasiun televisi memeras otak agar para pemirsanya tetap setia terhadap stasiun televisinya. Misalnya saja Metro TV yang lebih cenderung berorientasi pada tayangan hard news dan soft news, kini sudah menayangkan acara kuliner seperti Cooking Adventure With William Wongso. Dan juga hampir ditiap stasiun televisi swasta mempunyai tayangan kuliner yang dikemas dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa stasiun televisi swasta ini mulai bersaing untuk menjadi favorit masyarakat sekaligus menghasilkan keuntungan dari segi materi. Tak ayal lagi bahwa televisi adalah media yang paling luas dikonsumsi masyarakat Indonesia. Jenis media ini, sebagai media audiovisual, tidak membebani banyak syarat bagi masyarakat untuk menikmatinya. Perkembangan media televisi jauh melampaui media-media

Universitas Sumatera Utara

massa lain, seperti media cetak koran, majalah, apalagi buku-buku. Dari segi harga, meski tidak selalu bisa dikatakan lebih murah untuk sebagian masyarakat Indonesia, keinginan untuk memiliki televisi jauh lebih tinggi daripada keinginan membeli buku bacaan. Ini terlihat bahwa hampir ditiap-tiap rumah pasti memiliki sebuah televisi. Disamping kelebihan televisi yang menawarkan program acara berbentuk audio-visual terdapat juga kelemahannya. Hal ini dapat kita lihat bahwa kelemahan televisi terletak pada tangan pemirsanya. Ketika pemirsa sudah bosan dengan tayangan pada salah satu televisi swasta, maka orang tersebut akan mengganti channel televisi. Hal inilah yang menuntut para praktisi televisi mulai memutar otak agar pemirsanya tidak pernah mengganti channel dari program acara televisinya dan berpindah ke stasiun televisi yang lain. Dan tidak itu saja, para praktisi televisi juga harus memikirkan untuk memperoleh laba dari tiap-tiap program televisi yang ditayangkannya. Ini juga yang menciptakan persaingan antar stasiun televisi swasta. Kesamaan karakter ini pada akhirnya membuat persaingan televisi berlangsung dengan intensitas yang sangat tinggi karena berebut pangsa pasar yang tidak jauh berbeda. Prasyarat-prasyarat etis dan kreatif, dalam kompetisi ini, bisa tersingkirkan. Yang terasa kemudian, terlihat pula pada penyeragaman acaranya. Sudah bukan rahasia umum lagi, antarstasiun menjadi pengekor program yang dirasa sedang menyedot perhatian pemirsa. Jika satu stasiun televisi sukses dengan sinetron berjenis komedi etnik maka stasiun televisi lain tanpa sungkan akan mengikutinya. Demikian pula, jika sebuah stasiun sukses dengan acara reality show-nya maka program acara yang sama akan dikembangkan oleh stasiun televisi yang lainnya. Seperti acara pencarian artis-artis baru yang dimulai dengan pencarian bakat penyanyi remaja yang menjadikan ibundanya sebagai manager, maka begitu acara tersebut sukses, stasiun televisi yang lain pun mengikutinya. Para praktisi televisi pada akhirnya terjebak dalam keyakinannya sendiri, yakni tidak ada penonton setia pada satu stasiun televisi. Masing-masing stasiun televisi berlomba-lomba

Universitas Sumatera Utara

untuk membuat program acara yang sedang tren. Penyeragaman program membawa implikasi lebih jauh, yakni munculnya pola penayangan yang mengeksploitasi apa saja yang sedang menjadi mode, tren, atau kesukaan masyarakat. Karena hal itu dipercaya sebagai satu-satunya cara untuk merebut perhatian penonton. Rebutan penonton, yang ditengarai dengan peneraan rating, akan menjadi nilai penting bagi mereka, untuk mendapatkan iklan dari para sponsor. Karena iklan merupakan bagian terpenting bagi kehidupan sebuah stasiun televisi. Semakin tinggi rating televisi maka tak dapat dipungkiri kalau para sponsor iklan akan berlomba untuk memasang iklan di stasiun televisi tersebut. Stasiun televisi berlomba untuk memanjakan hasrat dan selera penonton sedemikian rupa dan habis-habisan. Sementara , ukuran-ukuran untuk tumbuhnya sebuah tayangan yang berkualitas, memiliki kedalaman, serta mempunyai dimensi eksplorasi kebudayaan perlahan terabaikan. Belum lagi dimasukkannya unsur-unsur pornografi dan pornoaksi dalam tayangan televisi yang beralasan sebagai suatu apresiasi sebuah seni. Tak bisa dipungkiri lagi kalau setiap stasiun televisi swasta menyediakan tayangan-tayangan untuk semua umur, misalnya tayangan olahraga sepakbola yang identik dengan kaum adam, juga tayangan kartun yang banyak dikonsumsi oleh anak-anak dan tayangan-tayangan yang lain. Dan yang paling banyak dikhawatirkan oleh masyarakat sekarang ini adalah bahwa tayangan-tayangan televisi ini dapat mempengaruhi dan merangsang perkembangan jiwa anak. Seperti tayangan kartun yang sering dikonsumsi oleh anak-anak ini yang memiliki unsur kekerasan dan pornomedia didalamnya. Hal ini akan merangsang perkembangan jiwa anak dan pada gilirannya akan menciptakan generasi bangsa yang rusak. Besarnya rasa ingin tahu pada diri anak-anak karena pengetahuannya masih sedikit membuat segala isi informasi yang serasi dengan keinginan-keinginan akan dilahap begitu saja tanpa banyak berpikir. Apalagi media membentuk citra dan gambaran dunia kita seperti yang disajikan media massa. Meskipun masyarakat dapat merespon sebuah agenda yang dibuat oleh

Universitas Sumatera Utara

media massa, namun kenyataanya media massa mampu mengkonstruksi lebih banyak khalayak untuk percaya terhadap berita atau tayangan yang disiarkan oleh media. Persoalannya

adalah

ketika

kemampuan

media

ini

digunakan

untuk

mengkonstruksikan pornomedia, maka sudah dapat dibayangkan bahwa kekuatan konstruksi media massa akan mampu membangun sebuah kesadaran palsu bahwa pornografi dan pornoaksi adalah sebuah kebenaran. Ketika masyarakat telah percaya bahwa pornomedia mengandung kebenaran, sebenarnya media tinggal memoles pornografi dan pornoaksi tersebut menjadi lebih indah, memiliki taste dan lebih berkesan. Sehingga yang muncul adalah seni bukan pornografi dan pornoaksi. Apalagi objek dari pornografi dan pornoaksi dalam film kartun ini adalah anak-anak usia belasan tahun yang tingkat pengetahuan dan pengalamannya akan kehidupan masih minim dibandingkan kita. Salah satu contoh pornografi dalam film kartun adalah film kartun Sinchan yang selalu melirik bahkan melakukan pelecehan terhadap wanita dewasa melalui omongan dan juga tindakan (bersiul untuk memanggil seorang wanita, meminta untuk dicium, memegang tubuh wanita dengan unsur ketidak sengajaan). Kemungkinan hal ini akan ditiru oleh anak-anak karena tingkat pengetahuan mereka masih minim, jadi anak-anak tersebut menganggap bahwa apa yang mereka saksikan di film kartun tersebut adalah sebuah kebenaran yang terjadi dalam masyarakat. Apalagi tokoh yang melakukannya adalah seorang anak-anak yang umurnya hampir sama dengan mereka. Oleh karena itu, sepatutnya orangtua yang mempunyai anak-anak dibawah usia belasan tahun dan gemar menonton tayangan televisi seperti film kartun mengawasi dan memantau seluruh tayangan yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. Karena anak-anak ini belum mengetahui dampak tayangan pornografi dan pornoaksi dalam film kartun bagi kehidupan mereka kelak. Pengetahuan dan usia mereka yang masih belia memungkinkan anak-anak untuk menyerap segala hal yang menurut mereka menarik perhatian dan yang menurut mereka adalah sesuatu yang baru dan yang belum pernah dijumpai sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Seringnya anak-anak ini menyaksikan film-film kartun yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi maka mereka akan menganggap bahwa pornografi tersebut merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan, dan sudah dianggap sebagai suatu hal yang mutlak dan yang mempunyai kebenaran. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merasa tertarik untuk menganalisis pornomedia yang terdapat pada film-film kartun yang disiarkan oleh ANTV dengan program acara Star Kids dan Global TV dengan program acara Nickelodeon.

1.2.

PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan

perumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah pornomedia ditampilkan dalam program siaran film kartun di stasiun televisi swasta ANTV dan Global TV ?”

1.3.

PEMBATASAN MASALAH Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, maka peneliti merasa

perlu untuk membuat pembatasan masalah agar menjadi lebih jelas. a. Penelitian ini dilakukan pada tayangan film kartun di ANTV (Star Kids) dan Global TV (Nickelodeon) yang disiarkan pada tanggal 27 Februari 2009-06 Maret 2009 . b. Penelitian ini terbatas mengamati bentuk pornomedia dalam tayangan film kartun di stasiun televisi ANTV dan Global TV.

Universitas Sumatera Utara

1.4.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pornomedia

dalam tayangan film kartun di

ANTV dan Global TV. b. Untuk mengetahui bagaimana makna tersirat (waktu pornomedia ditayangkan, jenis kelamin tokoh kartun yang melakukan pornomedia, dan lain-lain) dalam tayangan film kartun di ANTV dan Global TV. c. Untuk mengetahui persentase tayangan film kartun yang mengandung pornomedia (pornografi, pornoteks, pornosuara, dan pornoaksi). d. Untuk mengetahui tokoh/pelaku serta korban pornomedia pada film kartun. 1.4.2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis penelitian ini berguna untuk memperkaya khasanah penelitian dan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai tayangan televisi. b. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU, khususnya Depatemen Ilmu Komunikasi dalam rangka memperkaya bahan penelitian serta sumber bacaan. c. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para produser televisi agar lebih memperhatikan program-program acara televisinya agar lebih mendidik dan bukan menimbulkan kecemasan bagi masyarakat.

1.5.

KERANGKA KONSEP Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam

memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi,1995:40). Bagaikan orang buta yang berjalan tanpa tongkat adalah suatu kiasan yang kita umpamakan apabila

Universitas Sumatera Utara

suatu penelitian berjalan tanpa suatu pemikiran rasional. Setiap penelitian harus memiliki landasan dalam berpikir untuk menggambarkan dari sudut pandang mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti. Konsep-konsep yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah Konsep Komunikasi Massa, Televisi, Film Kartun, Pornomedia, serta Analisis Isi, berikut penjelasannya:

1.5.1. Komunikasi Massa Marshall Mcluhan mengatakan bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu ‘desa gobal’. Pernyataan Mcluhan ini mengacu pada perkembangan media komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Kehadiran media secara serempak di berbagai tempat telah menghadirkan tantangan baru bagi para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern saat ini, terutama dengan kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan issue, memberikan kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, pada gilirannya telah mengundang berbagai sumbangan teoritis terhadap kajian tentang komunikasi massa. Pengertian komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto & Komala,2004 : 3) adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Sekalipun komunikasi disampaikan kepada khalayak banyak seperti rapat akbar dilapangan luas, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa.

Universitas Sumatera Utara

Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas. Dan media komunikasi yang masuk ke dalam komunikasi massa adalah radio, film dan televisi yang digolongkan sebagai media elektronik, dan surat kabar serta majalah yang digolongkan sebagai media cetak.

1.5.2. Televisi Televisi adalah salah satu media komunikasi massa yang paling banyak diminati masyarakat, hal ini terlihat dalam rumah-rumah masyarakat. Televisi pada saat ini telah menjadi salah satu prasyarat yang ‘harus’ berada di tengah-tengah mereka. Sebuah rumah baru dikatakan lengkap, jika ada pesawat televisi didalamnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kota yang relatif kaya, melainkan telah merambah ke pelosok-pelosok desa, di rumah-rumah hunian liar, di pinggir-pinggir sungai kota, ataupun dibawah jembatan layang. Pendek kata, media televisi telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Sedangkan media radio berubah menjadi media yang lebih personal atau pribadi serta spesifik. Televisi memang mempunyai daya tarik yang kuat, dan hal ini sudah tidak asing lagi. Jikalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur kata, musik dan sound effect, maka televisi memiliki unsur visual berupa gambar selain ketiga unsur yang dimiliki oleh radio. Gambar ini bukan gambar mati melainkan gambar hidup yang mampu memikat hati

Universitas Sumatera Utara

penonton dan meninggalkan kesan yang mendalam. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film di bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman, juga menyiarkan program-program acara yang menarik selain film. Televisi memang berbeda dengan film, namun film tanpa televisi bisa kita katakan tidak akan berkembang dan dikenal oleh masyarakat. Pada segi visualnya atau lebih tepatnya kita katakan segi optisnya terdapat sifat-sifat yang dimiliki film. Film adalah gambar yang bergerak (moving picture). Demikian pula pada televisi. Bedanya, jika gambar-gambar yang bergerak pada film itu berlangsung secara mekanis, pada televisi berlangsung secara elektronis. Yang dimaksudkan dengan mekanik adalah, bahwa film yang tampak oleh penonton-penonton di gedung bioskop itu adalah berbentuk gambar-gambar yang terbuat dari seluloid yang transparant dalam jumlah yang banyak yang apabila digerakkan melalui cahaya yang kuat, akan tampak pada layar sperti gambar yang hidup. Berbeda dengan televisi. Gambar-gambar yang hidup yang tampak pada layar pesawat televisi tidak berasal dari bahan yang mempunyai wujud. Sebuah objek yang terkena sasaran lensa kamera diubah menjadi getaran ini tertangkap oleh antena pesawat televisi, dalam pesawat ini akan mengalami perubahan kembali menjadi gambar-gambar yang hidup yang segalanya sama dengan objek yang kena sasaran kamera tadi. Inilah yang membuat televisi menjadi primadona dalam media komunikasi massa, karena dapat dimiliki oleh masyarakat, program acaranya dapat disaksikan kapan saja, dengan nyaman dan tanpa mengeluarkan biaya yang mahal untuk membeli karcis nonton film seperti dibioskop, karena televisi seperti film bioskop yang berada di rumah . Hal ini pula yang mendorong praktisi film bekerja sama dengan televisi. Para praktisi film ini memutar otak untuk menemukan celah dalam program acara televisi. Dan hal ini berhasil, bak dua sisi mata uang, program televisi tidak akan pernah lengkap tanpa ada film yang menjadi salah satu program acaranya. Begitu pula dengan film-film tidak akan pernah dikenal bahkan ditonton oleh masyarakat kalau tidak dijadikan sebagai salah satu program tayangan di televisi. Apalagi

Universitas Sumatera Utara

seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi serta hiburan yang mereka inginkan dari sebuah televisi. 1.5.3. Film Kartun Kenyataan bahwa siaran-siaran televisi membutuhkan film menimbulkan minat pada pengusaha-pengusaha produksi film untuk membuat film khusus bagi keperluan siaran televisi. Dan seiring meningkatnya permintaan masyarakat, praktisi perfilman pun bekerjasama dengan televisi dan menampilkan film-film dalam program acaranya, mulai dari film cerita (story film), film berita (newsreel), film documenter (documentary film) hingga film kartun (cartoon film) yang banyak digemari oleh anak-anak. Timbulnya gagasan untuk menciptakan film kartun ini adalah dari para seniman pelukis. Ditemukannya cinematography telah menimbulkan gagasan pada mereka untuk menghidupkan gambar-gambar yang mereka lukis. Dan lukisan-lukisan itu bisa menimbulkan hal yang lucu dan menarik, karena dapat ‘disuruh’ memegang peranan apa saja, yang tidak mungkin diperankan oleh manusia. Si tokoh dalam film kartun dapat dibuat menjadi ajaib, dapat terbang, menghilang, menjadi besar, menjadi kecil secara tiba-tiba, dan lain-lain. Inilah yang membuat anak-anak lebih memilih film kartun dibandingkan jenis film yang lain. Karena film kartun menawarkan hiburan serta hal-hal yang ajaib yang tidak pernah disaksikan oleh anak-anak dalam kehidupan nyata. Bukan hanya anak-anak saja yang tertarik dengan film kartun, orang dewasa pun tertarik dengan film kartun. Hal inilah yang juga memicu pihak media untuk melirik pangsa pasar film kartun bagi kalangan orang dewasa, sehingga timbullah persaingan antar stasiun televisi swasta dalam menayangkan film kartun. Pihak media pun tidak ingin kehilangan pemirsa setia-nya, sehingga praktisi media mulai memasukkan unsur pornomedia kedalam film-film kartun tersebut.

Universitas Sumatera Utara

1.5.4. Pornomedia Media massa adalah sarana komunikasi dan informasi yang berperan untuk melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses masyarakat secara massal pula. Informasi massal adalah informasi yang ditujukan untuk masyarakat secara menyeluruh dan bukan hanya pribadi tertentu saja. Berdasarkan fungsi-fungsi media massa yang ada, maka dapat dikatakan pula bahwa media massa memiliki peran di dalam menciptakan apa yang disebut dengan daya tarik seks (sex appeal). Mengenai hal ini dapat diasumsikan bahwa fungsi media massa sebagai salah satu sarana pembangkit gairah seks adalah fungsi yang paling dapat menjelaskan mengapa media massa dipandang berperan di dalam menciptakan segala sesuatu yang berkaitan dengan seks, pornografi dan juga pornoaksi. Perdebatan tentang pornografi dan erotika, muncul ke permukaan, tidak hanya karena nilai-nilai seksual, akan tetapi kadang perdebatan muncul hanya untuk menentukan makna sebenarnya dari kata porno itu sendiri. Perdebatan-perdebatan

latent-manifest tentang

pornografi selalu dijumpai dimana saja. Hal tersebut antara lain disebabkan karena subyektivitas obyek dan subyek pelaku selalu dipertentangkan. Sehingga akhirnya akan merekonstruksi nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada subyektivitas masing-masing. Karya-karya seni visual seperti karya lukis, patung, relief maupun arca dan semacamnya, walaupun mengekspose seks secara berlebihan serta bermakna melecehkan, selalu dapat diterima oleh masyarakat sebagai seni itu sendiri. Dan yang paling banyak mendapat kritik adalah karya-karya seks visual melalui film dan fotografi. Walaupun karyakarya film dan fotografi hanya mengulang apa yang pernah dilakukan oleh pelukis dan pemahat dalam mengeksploitasi seks, akan tetapi hal ini tetap dipandang oleh mayoritas masyarakat sebagai karya yang sarat dengan pesan-pesan porno.

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan perilaku masyarakat terhadap seks seperti dalam karya seni diatas, mungkin terletak pada obyek seks yang diperdebatkan itu sendiri. Semakin dekat perilaku itu pada makna seks yang sebenarnya maka hal itu semakin mendapat reaksi masyarakat. Pada perilaku verbal, seks yang diperbincangkan jauh dari objek seks itu sendiri secara visual. Namun perilaku seks visual selalu menghadirkan obyek-obyek seks dalam bentuk-bentuk yang sebenarnya. Dan juga karena sifat visual yang lebih ‘berkesan’ daripada verbal, maka visualisasi seksual ini lebih banyak dipandang sebagai pornografi. Film dan fotografi, umpamanya selalu menyuguhkan obyek-obyek manusia sebagai sasaran langsung dalam karya-karya seni yang berhubungan dengan seks dan hal ini dipandang sebagai pornografi. Pornografi (dari bahasa Yunani ‘pornographia’-secara harafiah tulisan tentang atau gambar tentang pelacur; kadang kala juga disingkat menjadi ‘porn’, ‘pron’, atau ‘porno’) adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual. Pornografi dapat menggunakan berbagai media-teks tertulis maupun lisan, foto-foto, ukiran, gambar, gambar bergerak (animasi), dan suara seperti misalnya suara orang yang bernafas tersengal-sengal. Film porno menggabungkan gambar yang bergerak, teks erotik yang diucapkan dan/atau suara-suara erotik lainnya, sementara majalah seringkali menggabungkan foto dengan teks tertulis. Novel dan cerita pendek menyajikan teks tertulis, kadang-kadang dengan ilustrasi. Akhirnya, berita dan gambar erotika serta film-film tersebut kadang menjadi rubrik-rubrik dan tontonan tetap di media massa cetak, televisi, atau gedung-gedung bioskop pada umumnya. Bahkan tidak jarang, media massa tertentu menyuguhkan gambar-gambar tetap wanita dalam sajian sensual dan erotik, untuk menggaet lebih banyak keuntungan pasar. Bahkan tayangan untuk anak-anak pun sudah diselipkan beberapa adegan pornografi, baik yang dilakukan oleh tokoh film kartun yang masih anak-anak maupun tokoh kartun orang dewasa.

Universitas Sumatera Utara

Dalam

wacana

porno,

ada

beberapa

variasi

pemahaman

porno

yang

dikonseptualisasikan (Bungin, 2003: 154-155), yaitu : a. Pornografi Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Bentuknya berupa foto, poster, lieflet, gambar video, film dan gambar VCD. b. Pornoteks Pornoteks adalah karya pencabulan yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual, berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi secara vulgar. Bentuknya dapat berupa cerita porno dalam novel dan bukubuku komik. c. Pornosuara Pornosuara adalah suara, tuturan dan kalimat-kalimat yang diucapkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual, suara atau tuturan tentang objek seksual atau aktivitas seksual. Bentuknya bisa berupa kata-kata rayuan, desahan yang ada dalam film atau tayangan komedi berbau porno. d. Pornoaksi Pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan alat vital yang tidak disengaja atau sengaja, dimana dapat membangkitkan nafsu seksual bagi yang melihatnya. Misalnya, goyangan dangdut yang seronok, penari streaptise. Dari beberapa variasi porno di atas, maka yang dimaksudkan dengan pornomedia adalah segala wacana porno yang ditampilkan oleh media massa, baik itu berupa pornografi, pornosuara, pornoteks, dan pornoaksi (Bungin, 2005: 154).

Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian ini Peneliti mengambil salah satu media massa yaitu televisi. Berkaitan dengan kemampuan televisi yang berbasis audio visual, maka wacana porno yang dapat ditampilkan di telivisi adalah pornografi, pornosuara, dan pornoaksi. Jadi yang dimaksud dengan tayangan pornomedia televisi adalah bentuk wacana porno (pornografi, pornosuara, dan pornoaksi) yang disajikan di televisi.

1.5.5. Analisis Isi Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang mempelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Metode analisis isi adalah metode yang digunakan untuk meriset atau menganalisis isi komunikasi secara sistematik, objektif dan kuantitatif (Kriyantono,2006:61-62). Sistematik berarti bahwa segala proses analisis harus tersusun melalui proses yang sistematik, mulai dari penentuan isi komunikasi yang dianalisis, cara menganalisisnya, maupun kategori yang dipakai untuk menganalisis. Objektif berarti periset harus mengesampingkan faktor-faktor yang bersifat subjektif, sehingga hasil analisis benar-benar objektif dan bila dilakukan riset lagi oleh orang lain, maka hasilnya relatif sama. Analisis

isi

kuantitatif

lebih

memfokuskan

pada

isi

komunikasi

yang

tampak

(tersurat/manifest/nyata). Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut : 1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).

Universitas Sumatera Utara

2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut. 3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik. Menurut Wimmer dan Dominick (2000:136-138) setidaknya ada 5 kegunaan analisis isi : 1. Menggambarkan isi komunikasi Mengungkapkan kecendrungan yang ada pada isi komunikasi baik melalui cetak maupun elektronik. 2. Menguji hipotesis tentang karakteristik pesan Sejumlah peneliti analisis isi berusaha menghubungkan karakteristik tertentu dari komunikator dengan karakteristik pesan yang dihasilkan. 3. Membandingkan isi media dengan dunia nyata Melakukan pengujian terhadap apa yang ada di dalam dengan situasi aktual yang ada di dunia nyata. 4. Memperkirakan gambaran kelompok tertentu di masyarakat Seperti memfokuskan penelitian dan mengungkapkan gambaran media mengenai kelompok minoritas tertentu persoalan diskriminasi, prasangka dan lainnya. 5. Mendukung studi efek media massa. Analisis data pada riset kuantitatif berbeda dengan riset kualitatif. Karena pada data riset kuantitatif datanya berbentuk angka-angka, maka analisis datanya berupa penghitungan melalui uji statistik. Sedangkan data pada riset kualitatif tidak menggunakan uji statistik karena datanya berupa data kualitatif yaitu kata-kata atau kalimat-kalimat, gambar-gambar dan bukan angka-angka. Jenis statistik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif

Universitas Sumatera Utara

yaitu untuk menggambarkan peristiwa, perilaku atau objek tertentu lainnya. Dalam penelitian ini digunakan kerangka konsep untuk riset deskriptif, dimana peneliti cukup mendefinisikan serta mengemukakan dimensi atau subdimensi dari objek yang diteliti yaitu pornomedia. Hasilnya adalah sebuah kategorisasi yang dijadikan sebagai ukuran-ukuran pornomedia dengan memakai unit analisis tematik, referens, dan unit sintaksis (Kriyantono, 2006:233). Unit tematik berupa satuan berita, perhitungannya berdasarkan tema peristiwa yang ditayangkan. Sedangkan unit referens adalah rangkaian kata atau kalimat yang menunjukkan sesuatu yang mempunyai arti sesuai kategori dan unit sintaksis adalah berupa kata atau simbol, penghitungannya adalah frekuensi kata atau simbol itu misalnya berapa kata yang mengandung porno dalam sebuah tayangan, berapa kali muncul adegan pornomedia dalam tayangan televisi, dan lainnya.

1.6. METODE PENELITIAN 1.6.1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis isi dengan mengunakan statistik deskriptif. Dimana metode ini menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana adanya. Penelitian desktiptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa penelitian, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Selain itu, metode ini menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Peneliti hanya bertindak sebagai pengamat, hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatat dalam buku observasinya (Rakhmat,2004:4)

Universitas Sumatera Utara

1.6.2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada tayangan film kartun di ANTV (Star Kids), dan Global TV (Nickeleodeon). 1.6.3. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh film kartun yang ada di ANTV program acara Star Kids dan Global TV dengan program acara Nickledeon, yang tayang pada tanggal 27 Februari 2009-06 Maret 2009. 1.6.4. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Pengamatan pribadi, yaitu dimana peneliti mengamati siaran film kartun di ANTV dan Global TV pada tanggal 27 Februari 2009-06 Maret 2009. b) Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data dari buku-buku serta bacaan yang relevan serta mendukung penelitian. 1.6.5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis isi dengan menggunakan statistik deskriptif. Pengolahan data statistik pada dasarnya adalah proses pemberian kode (identitas) terhadap data penelitian melalui angka-angka. Dimana sebelumnya data tersebut belum berarti apa-apa. Statistik deskriptif digunakan dengan upaya menggambarkan gejala atau fenomena dari satu variabel yang diteliti tanpa berupaya menjelaskan hubungan yang ada. Dalam penelitian ini, gejala atau fenomena yang akan diteliti adalah bentuk-bentuk pornomedia pada tayangan film kartun di ANTV (Star Kids) dan Global TV (Nickelodeon).

Universitas Sumatera Utara