Community Policing in Indonesia-in Bahasa Indonesia - The Asia ...

8 downloads 47 Views 267KB Size Report
(POLMAS) sebagai model yang harus diterapkan secara nasional (SKEP KAPOLRI. No. 737/2005). GARIS DEPAN REFORMASI. KEPOLISIAN. Dalam waktu 4 ...
PERPOLISIAN MASYARAKAT DI INDONESIA Pada tahun 1999, Pemerintah paska Suharto mengambil keputusan penting dengan memisahkan Kepolisian Negara Indonesia dari struktur militer menjadi sebuah entitas yang mandiri. Transformasi kepolisian menuju lembaga yang lebih akuntabel dan profesional merupakan komitmen dan syarat mendasar dari proses demokratisasi Indonesia. Meski demikian, melepaskan diri dari kultur militeristik dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat masih merupakan tantangan yang tidak mudah bagi kepolisian. Dari beberapa inisiatif perubahan yang telah dilakukan, semenjak tahun 2001 The Asia Foundation bersama PUSHAM UII memilih untuk memperkenalkan perpolisian berbasis komunitas (COP) kepada masyarkat dan kepolisian sebagai langkah yang paling tepat dan demokratis dalam mereformasi kepolisian, memperbaiki kualitas pelayanan publik dan mengurangi angka kejahatan. Pilar utama keberhasilan program COP adalah kerjasama yang konstruktif dan saling menghargai antara polisi dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah keamanan masyarakat. Program COP telah menyediakan kesempatan bagi warga untuk menyampaikan keprihatinan dan kepentingan pada beberapa masalah kepada pemerintah. Hubungan antara polisi dan massyarakat yang awalnya rapuh, bahkan konfrontasional secara perlahan berubah menjadi lebih terbuka dan positif. Anggota masyarakt lebih aktif dan antusias dalam memantau kondisi keamanan masyarakat sekaligus mengawasi performa kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Belajar dari keberhasilan inisiatif COP dan lembaga2 lain, KAPOLRI memutuskan untuk mengadopsi perpolisian masyarakat (POLMAS) sebagai model yang harus diterapkan secara nasional (SKEP KAPOLRI No. 737/2005). GARIS DEPAN REFORMASI KEPOLISIAN Dalam waktu 4 tahun, The Asia Foundation bekerja sama dengan PUSHAM UII,

PUSHAM UNAIR, MANIKAYA KAUCI dan Yayasan PERCIK telah mendukung pembentukan lebih dari 42 kelompok kemitraan polisi masyarakat di 4 propinsi: DIY, Jawa Timur, Bali dan Jawa Tengah. Pada daerah tersebut, program COP berkembang menjadi garis depan program reformasi kepolisian. Di Yogyakarta, pada tahun 2005 Kapolwiltabes melaporkan penurunan angka kejahatan hingga 30% di wilayah Malioboro, di Putat Jaya Surabaya, pelaksanaan program POLMAS (COP) memungkingkan serangkaian penangkapan pelaku perdagangan anak untuk prostitusi, sementara di Tejakula, Bali, Kepolisian beserta pimpinan desa melihat dampak program pada pengurangan angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). MODEL POLMAS/COP Didesain untuk responsif terhadap konteks lokal, POLMAS (COP) memiliki dua pilar dasar: pertama keterlibatan yang sejati dari masyarakat dalam bermitra dengan polisi; kedua, proses pengambilan keputusan yang partisipatif dalam menghadapi masalah masyarakat. Program POLMAS (COP) akan dilaksanakan oleh sebuah kelompok kerja atau gugus tugas yang terdiri dari perwakilan masyarakat seperti: tokoh agama, guru, tokoh pemuda dan juga polisi yang bekerja pada level komunitas. Setelah dibentuk, kelompok kerja ini akan menyelenggarakan pertemuan bersama masyarakat unutk mengidentifikasi masalah2 sosial yang dihadapi dan kemudian mengembangkan rencana kerja bersama. Kelompok2 ini umumnya berkedudukan dan berkerja di balai desa, ruang pertemuan masjid atau tempat2 publik yang disepakati lainnya. Hal ini akan memberikan kesempatan dialog yang lebih terbuka antara polisi dan masyarakat. DI banyak wilayah program POLMAS (COP) juga diperkuat dengan program radio komunitas dimana melalui program bincang-bincang menyediakan forum tambahan bagi dialog antara masyarakat, aparat desa dan kepolisian lokal.

INDONESIA

Dalam waktu empat tahun, program POLMAS (COP) telah mendukung pembentukan lebih dari 42 kelompok kemitraan polisi masyarakat dan melatih 517 anggota polisi: DIY, Jawa Timur, Bali dan Jawa Tengah.

Perpolisian Masyarakat mengandung dua aspek penting dari reformasi: pertama, kebutuhan untuk menghilangkan kultur militeristik dari kepolisian dan merubah polisi menjadi institusi sipil yang melayani public; dan kedua kebutuhan untuk merubah kepolisian menjadi pilar pendukung proses demokratisasi di Indonesia.

Kerjasama antara komunitas dan kepolisian dalam deteksi dan pencegahan kejahatan telah berkontribusi dalam menurunkan angka kejahatan di Malioboro, Yogyakarta hingga 30 persen.

INTEGRASI KURIKULUM POLMAS (COP) PADA AKADEMI KEPOLISIAN Bersama PUSHAM UII, The Asia Foundation telah mendukung upaya integrasi materi POLMAS (COP) dan HAM pada kurikulum Akademi Kepolisian. Kurikulum yang sudah disusun ini digunakan dalam rangkaian pelatihan bagi taruna AKPOL tingkat tiga yang telah memasuki tahun kedua pada 2007. Sebelumnya kurikulum AKPOL masih dipengaruhi pola pelatihan Akademi Militer yang bersifat nondemokratis dan militeristik. Penyusunan kurikulum dan pelatihan ini harapannya akn membantu pembentukan generasi baru pemimpin kepolisian yang lebih demokratis dan dekat dengan masyarakatnya. Kurikulum POLMAS (COP) didesain untuk menggunakan metode yang partisipatif, berdasarkan studi kasus, diskusi kelompok, simulasi peran dan kunjungan lapangan. Total petugas polisi yang telah dilatih sejumlah 517 petugas. POLMAS (COP) DALAM PRAKTEK PENERAPAN SEHARI-HARI Anti Perdagangan Manusia di Surabaya Kelompok kerja POLMAS (COP) di Surabaya melihat isyu perdagangan anak sebagai salah satu problem serius yang perlu ditangani. Berdasarkan rencana program yang disusun bersama, kelompok kerja mengadakan serangkaian pertemuan dengan kepolisian lokal dan pemilik bisnis hiburan di area tersebut untuk mendiskusikan langkah-

langkah dalam mencegah perdagangan anak. Meski tidak seluruh pemilik bisnis hiburan terlibat, kelompok kerja berhasil dalam membangun kemitraan yang efektif di antara masyarakat dan kepolisian dalam menghadang praktek perdaganan anak. Ditangkapnya salah seorang master mind pelaku perdagangan anak merupakan salah satu capaian program ini. Pemulihan Masyarakat Paska Bencana di Bantul Ketika gempa bumi menyerang kabupaten Bantul pada bulan Mei 2006, kapasitas pelayanan publik ikut lumpuh. Program POLMAS (COP) di 5 wilayah di Bantul telah secara luar biasa mengisi kekosongan layanan keamanan untuk mencegah praktek penjarahan dan gangguan keamanan lain yang banyak terjadi. Program POLMAS (COP) juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengorganisir diri, memperbaiki jaringan sosial, dan yang terutama untuk menyampaikan keprihatinan mereka kepada kepolisian dan pemerintah lokal. Sebuah kelompok pengajian masyarakat di Jetakan, Bantul juga telah mengadopsi model POLMAS (COP) ini untuk memperkuat hubungan dan kerjasama dengan pemerintah daerah. Setiap Kamis malam, dilakukan pengajian Al Quran yang diikuti dengan diskusi mengenai bagaimana menerjemahkan isi Al Quran dalam konteks paska bencana. Polisi lokal dan pejabat pemda secara regular diundang dalam diskusi.

The Asia Foundation adala organisasi nirlaba, non pemerintah, yang bekerja untuk memajukan proses

demokratisasi dan peningk

kesejahteraan di kawasan A

Pasifik. The Asia Foundati

didanai oleh sumbangan d

beberapa perusahaan, yaya perorangan dan organisasi pemerintah di Amerika Serikat, Eropa dan Asia Pasifik. Melalui programprogramnya, The Asia Foundation membangun

kepemimpinan, meningkat kualitas kebijakan dalam rangka mendorong

peningkatan keterbukaan d kesejahteraan bersama di kawasan Asia Pasifik.

MENANGANI KDRT DI BALI Les adalah sebuah desa dengan jumlah penduduk 5,000 orang di kaki perbukitan pantai utara Bali. Sebagian besar penduduk desanya hidup dari pertanian atau nelayan. Sejak akhir 2004, di Les telah berdiri program COP. Ibu Luh Manik, seorang pensiunan guru menceritakan kepada kami bagaimana program COP telah membawa perubahan ke desa tersebut. "Laki-laki, kalau sedang ada masalah atau mabuk, kadang mudah untuk melakukan kekerasan terhadap istri ataupun anak-anak. Kami, para tetangga tahu tentang itu, tapi ya tidak bisa berbuat banyak. Kami ini siapa? Cuma tetangga desa, apa alasannya ikut campur urusan rumah tangga orang lain?” “Iya, memang kami diberi tahu bahwa seorang istri bisa melaporkan kekerasan ke polisi. Tapi kalau tidak benar-benar parah, sepertinya tidak pantas bagi kami jika polisi, orang luar, sampai ikut camput urusan rumah tangga." Ibu Luh kemudian menceritakan proses pembentukan kelompok kerja COP, dan bagaimana masyarakat menyetujui untuk menjadikan masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai bagian dari program POLMAS (COP). MANIKAYA KAUCI, mitra The Asia Foundation kemudian memperkenalkan aturan hukum dan prinsip-prinsip yang melarang KDRT kepada kelompok kerja POLMAS (COP). Melalui radio komunitas, himbauan dan informasi umum mengenai kekerasan dalam rumah tangga pun secara rutin disiarkan. "Sekarang" lanjut Ibu Luh," kami punya dasar untuk terlibat dan menolong kalau kekerasan terjadi." "Istri-istri juga merasa punya tempat yang dekat untuk mengeluh dan berlindung"; yakni di antara masyarakat sendiri: POKJA POLMAS (COP). Kepala Desa Les, Pak Bekel I Nengah Alus mengkonfirmasi sejauh ini sudah ada tiga kasus KDRT yang telah ditangani POKJA POLMAS (COP). Ajun Komisaris Polisi Astawa, Kapolsek Tejakula juga menguatkan bahwa Les termasuk desa dengan jumlah KDRT paling kecil di sektornya. Program COP yang dilaksanakan oleh The Asia Foundation di Indonesia didukung oleh negara-negara Kanada, Denmark, dan Amerika Serikat.

PO BOX 6793 JKSRB JAKARTA 12067 INDONESIA (62-21) 72788424 www.asiafoundation.org

06/07