Download - Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia ...

44 downloads 388 Views 120KB Size Report
coping dan perilaku agresif antara laki-laki dan perempuan. Asumsi ... Kata kunci : Problem Focused Coping, Perilaku Agresif ..... Jurnal of personality and Social.
NASKAH PUBLIKASI

PROBLEM FOCUSED COPING DAN PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

Oleh: FITRI PUJI LESTARI RINA MULYATI, S.Psi., Psi.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

NASKAH PUBLIKASI

PROBLEM FOCUSED COPING DAN PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

Telah Disetujui Pada Tanggal

_________________

Dosen Pembimbing Utama

(Rina Mulyati, S.Psi., M.Si)

PROBLEM FOCUSED COPING DAN PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

Fitri Puji Lestari Rina Mulyati

INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan problem focused coping dan perilaku agresif antara laki-laki dan perempuan. Asumsi awal yang diajukan adalah ada perbedaan antara problem focused coping dan perilaku agresif antara laki-laki dan perempuan. Subjek dalam penelitian ini adalah pelajar aktif dari jurusan IPA dan IPS dari beberapa Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta yang berusia 15- 18 tahun. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Data diungkap dengan menggunakan metode angket dimana angket yang digunakan ada dua yaitu (1)Angket Perilaku Agresif yang disusun berdasarkan teori Buss (1973), terdiri dari 38 aitem dengan koefisien korelasi aitem bergerak antara 0,255-0,496 serta koefisien korelasi alpha sebesar 0,868. (2)Angket Problem Focused Coping yang dibuat dengan mengacu pada aspek-aspek problem focused coping yang dikemukakan oleh Lazarus&Folkman (1987) terdiri dari 21 aitem dengan dengan koefisien korelasi aitem bergerak antara 0,285-0,615 serta koefisien korelasi alpha sebesar 0,869. Metode analisis yang digunakan adalah teknik Analisis Uji Beda (T-tes). Perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 12.0 for Windows. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara problem focused coping dan perilaku agresif remaja ditinjau dari jenis kelamin. Tingkat agresivitas subyek laki-laki lebih tinggi bila dibandingkan dengan subyek perempuan (t= 4,697, p= 0,00). Kemampuan problem focused coping subyek perempuan lebih baik bila dibandingkan subyek laki-laki ( t= -4,055, p= 0,01).Jadi hipotesis diterima. Kata kunci: Problem Focused Coping, Perilaku Agresif

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973) merupakan masa transisi, yang biasa disebut sebagai usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana dengan meningkatnya usia, sikap dan tingkah lakunya, remaja sering menunjukkan sikap antisosial sehingga masa remaja seringkali disebut sebagai fase negative. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode perkembangan yang lain. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang amat pesat, baik fisik, emosional dan sosial. Hurlock (1999) pada masa remaja ini ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, nilai- nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berbagai perubahan yang terjadi pada remaja, mengharuskan remaja untuk mampu menghadapinya. Pada saat yang sama masyarakat juga menuntut remaja untuk bisa bertindak sesuai dengan harapan sosial. Seperti yang tercermin dalam tugas perkembangannya. Remaja juga dihadapkan pada aturan main dalam kelompok sebaya, dimana norma dan nilai yang dihadapi biasanya berbeda dengan apa yang diperolehnya dalam keluarga. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan kebingungan dan tekanan pada diri remaja.

Adanya berbagai tekanan pada masa remaja, menuntut remaja untuk dapat menyusun suatu strategi penyelesaian masalah. Setiap remaja mempunyai strategi penyelesaian yang berbeda. Perbedaan tersebut terlihat dari strategi pemecahan masalah yang diambil. Salah satu bentuk penyelesaian masalah adalah penyelesaian permasalahan yang langsung pada pokok masalah biasa disebut dengan problem focused coping. Problem focused coping merupakan suatu usaha untuk mengatasi situasi permasalahan dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapinya dan lingkungan yang menyebabkan terjadinya tekanan (Lazarus&Folkman,1984). Strategi problem focused coping ini akan membantu remaja untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah secara efektif . Seorang remaja yang cenderung menggunakan problem focused coping dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya, akan cenderung lebih fokus terhadap masalah yang dihadapi dan berusaha

mencari berbagai cara untuk

memecahkan masalah yang dialaminya. Seseorang yang menggunakan problem focused coping yakin bahwa hal-hal yang menjadi sumber masalah masih dapat diubah(Smett (1994). Seorang remaja yang menggunakan problem focused coping akan membantu remaja di dalam mencari alternative-alternative pemecahan masalah agar semua permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik. Setiap remaja berbeda didalam meyelesiakan permasalahan baik laki-laki maupun perempuan, termasuk didalam penggunaan strategi penyelesaian pada pokok masalah, perbedaan itu terlihat dari respon yang akan dimunculkan dalam menghadapi situasi yang menekan. Menurut Fischer(2000) bahwa harapan antara

laki-laki dan perempuan berbeda secara siginifikan. Sesuai dengan norma gender, wanita diharapkan untuk menjadi pengasuh,(nurturant, menaruh perhatian terhadap orang lain, tertarik dengan hubungan interpersonal(memenuhi peran sosial yang dikehendaki lingkungan) sedangkan laki-laki diharapkan menjadi agen yang aktif, memprioritaskan tujuan impersonal. Dari hasil penelitian Billings&Moos(1984) ditemukan bahwa Laki-laki lebih cenderung berorientasi pada tugas menghadapi masalah. Dari hasil penelitian Lasmono&Pramadi(2003) menyebutkan bahwa pada budaya jawa problem focused coping lebih sering digunakan untuk mengatasi tekanan/masalah. Tjahjono&Widahastuti(1999) bahwa perempuan hamil lebih sering menggunakan problem focused coping untuk menghadapi menghadapi persalinan. Remaja yang menggunakan strategi penyelesaian yang berorientasi pada pokok masalah akan lebih efektif untuk memunculkan suatu respon yang positif, tetapi sebaliknya apabila remaja menggunkan strategi pemecahan masalah yang tidak efektif akan memunculkan berbagai respon perilaku yang negatif di dalam dirinya sehingga ini akan mempengaruhi tingkah lakunya dan menjadi lebih agresif. Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk respon yang timbul akibat dari tidak efektifnya coping yang digunakan. Ketidakefektifan remaja didalam mengambil/menerapkan strategi pemecahan masalah justru akan terlihat dari berbagai respon yang akan dimunculkan oleh remaja tersebut, salah satunya adalah perilaku agresif remaja, yang perilakunya dapat termanisfestasi dalam bentuk perkelahian, penganiyaan dll. Dampak perilakunya tersebut dimungkinkan

dapat merugikan/meresahkan berbagai pihak termasuk dirinya sendiri ataupun orang lain Perilaku agresif

ini secara umum diartikan sebagai suatu bentuk

penyaluran yang dapat merugikan orang lain maupun diri sendiri, karena penyaluran ini bersifat mengganggu atau merusak. (Dayaksini&Hudaniah, 2003). Perilaku agresif muncul sebagai akibat dari kegagalan, kebimbangan dan kebingungan, hilangnya kesabaran dan emosi yang memuncak. Kegagalan remaja didalam menghadapi permasalahan, akan menyebabkan remaja mengalami frustasi dan menjadi sulit mengontrol emosinya, serta keterbatasan secara kognitif untuk mengolah perubahan baru tersebut bisa membawa pengaruh besar dalam fluktuasi emosinya. Menurut Pujiayati (1999), bila menghadapi situasi yang menekan dalam menyelesaikan masalah, sering kali remaja tidak mampu mengembangkan cara-cara penyelesaian masalah yang matang. Remaja cenderung menyelesaikan

masalah

secara

emosional

dan

kurang

fleksible,

tanpa

penyelesaian konflik dan masalah yang baik akan menyebabkan remaja kurang percaya diri, putus asa, dan melarikan diri dari masalah. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, ditemukan bahwa salah satu penyebab timbulnya berbagai permasalahan sosial yang terjadi pada remaja seperti disebutkan beberapa peristiwa seperti perkelahian, bahkan penganiayaan adalah kemampuan remaja yang terbatas di dalam menghadapi permasalahan sosial. Perilaku negatif anti sosial itu dilakukan dikarenakan remaja itu tidak mengetahui cara mengatasi konflik tersebut (Faturochman dkk, 1995). Menurut Kartono (1998), gejala agresi merupakan gejala sosial yang dapat diamati dan diukur baik secara kualitas maupun kuantitas. Fenomena tersebut

merupakan fenomena yang terus menerus berkembang, berlangsung, secara progresif sejajar dengan perkembangan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Seperti kasus dalam surat kabar yaitu perkelahian antar dua kelompok sekolah di Yogyakarta yang terlibat tawuran usai pertandingan bola basket, akibatnya beberapa dari mereka yaitu empat siswa mengalami luka-luka (www.detik.com 07/2004), dua pelajar Sekolah Menengah Seni Rupa(SMSR) berkelahi yang berbuntut pengeroyokan, sehingga salah seorang tertusuk (Radar Yogya, 20/01/2001) kemudian dilaporkan adanya tawuran antar pelajar di Semarang yang menyebabkan empat orang luka-luka(Radar Yogya, 17/02/2001). Dari beberapai kasus perkelahian yang terjadi dikalangan remaja, menunjukkan masih tingginya tingkat agresivitas dikalangan remaja. Dari data Bimmas Polri Metro Jaya 2004, yang mencatat berbagai bentuk kekerasan dari tahun 1998-2004 adalah perkelahian antar pelajar (sebanyak 157 kasus), kasus menewaskan 38 pelajar. Dari beberapa penelitian, menyebutkan bahwa para pelaku tindak agresif sebagian besar adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Scott (1999) menemukan bahwa kemungkinan remaja laki-laki untuk ditahan karena kekerasan kriminal lebih dari enam kali lipat dibandingkan remaja perempuan. Selain itu dari catatan kepolisian pada umumnyai jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan (Kartono, 2003). Perilaku agresif yang terjadi dikalangan remaja, tidak terlepas dari pengaruh kepribadian seseorang. Salah satu faktor yang berperan timbulnya

perilaku agresif adalah jenis kelamin. Remaja yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai

kecenderungan

untuk

berperilaku

agresif

lebih

tinggi

bila

dibandingan dengan perempuan (Maccoby&Jacklin, dalam Santrock 2003). Ada beberapa penjelasan yang menyebutkan adanya perbedaan jenis kelamin dalam agresi salah satunya adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara hormonal. Terdapat dua jenis hormon yang berpengaruh pada perkembangan remaja yaitu hormon androgen yang mempengaruhi perkembangan remaja laki-laki dan hormon estrogen yang mempengaruhi remaja perempuan. Semakin tinggi hormon androgen dan testosteron yang dihasilkan laki-laki akan memicu aktivitas yang lebih tinggi dan merangsang kemarahan. Produksi hormon akan meningkat selama masa perkembangan remaja. Jumlah kadar estrogen dan testosteron menimbulkan

perasaan mudah tersinggung, tegang, gelisah dan

bermusuhan. Jumlah testosteron yang dihasilkan laki-laki dan perempuan, tingkatannya laki-laki lebih jauh dari pada perempuan. Remaja laki-laki dengan tingkat testosteron yang tinggi lebih cenderung berespon agresif terhadap provokasi. Dari hasil uraian diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan apakah problem focused coping dan perilaku agresif dapat ditinjau dari jenis kelamin.

METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah remaja putra dan putri yang menjadi siswa di Sekolah menengah umum dan berusia umur 15-18 tahun.

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Peneliti akan menggunakan dua buah skala untuk mengukur kedua variabel, yaitu: 1. Skala Perilaku Agresif Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur perilaku agresif yaitu skala perilaku agresif. Skala ini di susun secara mandiri oleh peneliti berdasarkan aspek perilaku agresif yang dijelaskan oleh Buss (1973), yaitu aspek fisik dan aspek verbal. 2. Skala Problem Focused Coping Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur coping yaitu skala coping. Skala ini di susun secara mandiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek coping

menurut Folkman dan Lazarus(dalam Aldwin dan Revenson, 1987;

Persitarini,1988; Carver dkk, 1989), yaitu Kehati-hatian( exercised caution, (b). Aksi instrumental(intrumental action), Negoisasi(negotiation).

C. Metode Analisis Data Penelitian ini mencari perbedaan antara problem focused coping dan perilaku agresif remaja ditinjau dari jenis kelamin. Untuk metode analisis data, peneliti menggunakan analisis statistik. Penelitian menggunakan statistik Uji Beda( T-tes). Teknik Uji Beda ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan problem focused coping dan perilaku agresif remaja ditinjau dari jenis kelamin. Untuk pengolahan data, peneliti menggunakan program komputer SPSS 12.00 for Windows.

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji homogentitas merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan nilai uji beda, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik (Hadi, 1996). a. Uji Normalitas Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran bervariasi secara normal. Sebaran yang normal merupakan gambaran bahwa data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik Two Sample Kolmogorov- Sminov. Pada uji normalitas ini, variabel perilaku agresif menunjukkan KS-Z = 2,51 dengan p = 0,000 (p>0,001), variabel roblem focused

coping KS-Z = 1.921 dengan p = 0,001 (p>0,005). Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa skor subjek pada masingmasing alat ukur memiliki sebaran tidak normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians dalam setiap kelompok/populasi relatif homogen atau tidak. Dari hasil uji Homogenitas diketahui bahwa

variabel problem focused coping mempunyai nilai

F pada

Levene Statistik sebesar 1,096 dengan p=0,296 (p