Download - Psikologi - Universitas Islam Indonesia

52 downloads 243 Views 190KB Size Report
Bila tingkat religiusitas pada remaja tinggi maka perilaku masturbasi ... Kemudian skala perilaku masturbasi, skala ini disusun berdasarkan aspek– aspek yang.
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU MASTURBASI PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

OLEH : RIKI RAFELLINO 99320005

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007

i

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU MASTURBASI PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

OLEH : RIKI RAFELLINO 99320005

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007

ii

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU MASTURBASI PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL

DOSEN PEMBIMBING

R. INDAH RIA SULISTYIORINI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007

iii

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU MASTURBASI PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

Riki Rafellino Rr. Indah Ria Sulistyorini

INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja. Dugaan awal dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja. Bila tingkat religiusitas pada remaja tinggi maka perilaku masturbasi pada remaja rendah. Sebaliknya bila tingkat religiusitas remaja rendah maka perilaku masturbasi pada remaja tinggi. Penelitian ini menggunakan 52 subjek siswa putra Yayasan Lingkungan Hidup SMA Gadjah Mada Yogyakarta, kelas X,XI dan XII. Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah dengan Proposive Sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan ciri atau sifat yang sesuai dengan karakteristik subjek. Penelitian ini menggunakan 2 skala yaitu Skala Religiusitas, skala ini disusun berdasarkan aspek–aspek yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (Ancok dkk, 2005 ), skala ini terdiri atas 42 item. Kemudian skala perilaku masturbasi, skala ini disusun berdasarkan aspek–aspek yang dikemukakan oleh Kartono (1989), Miqdad (2001) dan Nugroho (2004), skala ini terdiri atas 41 item Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik. Teknik statistik yang diterapkan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment dari Karl Pearson untuk menguji hubungan antara religiusitas dengan perilaku masturbasi. Data dihitung dengan menggunakan komputer program SPSS for window.11.0. Korelasi product moment dari Karl Pearson menunjukan korelasi sebesar rxy = - 0,334 dengan p = 0,016 (p < 0,05) dengan sumbangan efektif sebesar 11,1% yang menunjukan bahwa religiusitas memiliki peranan sebesar 11,1% terhadap perilaku msturbasi. Data diatas juga menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja. Semakin tinggi tingkat religiusitasnya maka semakin rendah perilaku masturbasi, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi perilaku masturbasinya. Jadi hipotesis diterima.

Kata Kunci : Religiusitas dan Perilaku Perilaku masturbasi

iv

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah salah satu aktifitas manusia yang penting untuk kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Namun di negara kita inii berbicara tentang seksualitas tak lepas dari sikap pro dan kontra. Banyak orang yang menyetujui disosialisasikannya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas, sekaligus tidak sedikit orang yang setuju dengan hal tersebut. Alasan mereka yang menolak karena seksualitas adalah masalah yang tabu. Mereka menganggap seks identik dengan kotor, cabul dan porno. Perubahan-perubahan biologis pada remaja seperti dorongan seksualitas sebagai suatu hal yang baru jika tidak disikapi dengan baik oleh remaja akan membawa dampak psikologis dan perilaku yang tidak semestinya. Remaja memiliki energi yang berlimpah dalam hampir semua hal, termasuk dalam hal seksualitas. Secara fisik dan emosi, seksualitas mereka sudah berpeluang aktif dan berkembang sedemikian rupa. Dorongan seksual yang besar ini bisa mewujud dalam segala polah dan tingkah laku mereka yang kadang di luar kebiasaan sebelumnya. Berkaitan dengan perilaku masturbasi, perilaku masturbasi adalah upaya pemenuhan dorongan seksual yang dilakukan oleh diri sendiri dengan merangsang alat kelamin sendiri atau bagian-bagian sensitif lainnya yang dilakukan secara sengaja, untuk mendapatkan kepuasan seksual tanpa melakukan berhubungan badan. Dari wawancara yang peneliti lakukan sebelum melakukan penelitian sebenarnya, ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa remaja melakukan 1

masturbasi, antara lain belum ada pasangan seksual, bisa dilakukan tanpa pasangan, hampir tidak ada resiko fisik maupun psikologis, hampir tanpa mengeluarkan biaya dan sanksi agama paling ringan dari zina. Perilaku masturbasi mungkin dipandang perilaku yang normal jika dilakukan tidak secara berlebihan, extrim dan ekseseif. Dampak dari perilaku masturbasi

yang

dilakukan

secara

berlebihan,

baik

intensitas

maupun

frekuensinya, dilakukan secara extrim dan dilakukan secara eksesif adalah melemahkan syahwat kelelahan, menimbulkan rasa cemas dan bersalah, susah berkonsentrasi, ejakulasi prematur atau dini, gangguan mentalnya dan mengalami konflik yang berkepanjangan. retina mata menjadi lebih sensitif terhadap sinar atau cahaya dan secara psikologis adalah demoralisasi perilaku. Menurut Cognan (Indriyani,1995), kekuatan untuk dapat mengendalikan atau mengurangi perilaku seksual adalah dengan meningkatkan religiusitas. Masih dengan pendapat yang serupa, Kinsey (Subroto, 1991) menyatakan bahwa individu yang taat dalam beragama lebih dapat menahan dan mengurangi aktivitas seksualnya dibanding dengan individu yang kurang taat beragama. Pengendalian aktivitas seksual lebih banyak dilakukan oleh penganut agama yang soleh daripada penganut agama yang tidak soleh Nasr (1983) juga menjelaskan bahwa manusia membutuhkan agama, tanpa agama ini ia belum menjadi manusia yang utuh. Setelah manusia dipisahkan dengan agama, maka individu tersebut akan mengalami kegelisahan, ketidak ketenangan, dan mulai menciptakan agama–agama semu (pseudo–religion).

2

Adanya Titik Tuhan (God–Spot) dalam otak menandakan kebutuhan manusia akan agama atau spritual. James seorang filosof penganjur empirisme (radikal) dan praghmatisme yang menyatakan bahwa manusia modern akan menjadi lebih religius meskipun tampak kecenderungan materialistik makin dominan. Ditambahkannya lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial, tetapi manusia tidak akan merasakan kebermaknaan hidup sebelum dia berkawan dengan “The Great Socius” teman yang agung yaitu Tuhan. Religiusitas sebagai bentuk hubungan antara ciptaan dan Sang Pencipta, di harapkan bisa menjadi pengendali perilaku bagi remaja yang bisa membawa kepada kehidupan yang lebih positif serta bermakna dan bukan kesia-siaan karena diliputi perasaan berdosa dan bersalah yang disebabkan oleh perilaku yang bertentangan dengan agama. Dengan demikian, maka latar belakang dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja di Yogyakarta, artinya bila tingkat religiusitas pada remaja tinggi maka perilaku masturbasi pada remaja rendah. Sebaliknya bila tingkat religiusitas remaja maka perilaku masturbasi pada remaja tinggi.

3

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Masturbasi 1. Pengertian Perilaku Masturbasi Masturbasi umumnya dilakukan oleh kalangan remaja, tetapi ada juga orang dewasa yang masih melakukannya, lebih-lebih bagi yang nafsu seksualnya sangat kuat dan belum kawin. Pada intinya perilaku masturbasi adalah upaya penyaluran dorongan seksual untuk mencapai kepuasaan yang bersifat semu. Menurut Asmu’i (2004) masturbasi yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan jalan merangsang alat kemaluannya sendiri secara manual atau digital. Masturbasi (istimna’) dalam terminologi Islam berarti perangsangan organ seks sendiri hingga mengeluarkan mani atau orgasme (Ridhwi, 2000). Cham (Miqdad, 2001) mendefinisikan masturbasi adalah merangsang berbagai bagian tubuh, khususnya daerah-daerah yang disebut erotik zone atau daerah peka seks yang tujuannya untuk menggugah gairah seks sampai mencapai orgasme. Masturbasi (berasal dari bahasa Inggris masturbation) artinya suatu bentuk pemuasan diri sendiri secara seksual dengan merangsang alat kelamin. Rangsangan ini diperoleh dengan khayalan (fantasi) yang disertai rangsang mekanik (tangan, vibrator, dll). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% dari laki-laki dan 85% dari wanita pernah melakukan masturbasi atau onani (Nugraha, 2004). Masturbasi menurut bahasa Inggris adalah mengeluarkan air mani tidak dengan sewajarnya. Sedangkan kata masturbasi berasal dari bahasa Latin yang artinya mengotori diri dengan tangannya.

4

Masturbasi seringkali dilakukan oleh para remaja, sebagai penyaluran hasrat seksual karena telah matang dan berkembangnya hormon-hormon seksual mereka. Masturbasi adalah kelainan perilaku seks biasanya dilakukan oleh lakilaki yang merasa ingin memenuhi kebutuhan seksnya, dilakukan dengan cara mengeluarkan air mani oleh tangan. Biasanya dilakukan dengan sembunyisembunyi atau pada waktu tidur (Willis & Sofyan, 2005). Kartono (1989) mengatakan bahwa masturbasi atau masturbasi adalah aktivitas penodaan diri atau “Zelf bevlekking” yang merupakan penyalahgunaan seksual dalam bentuk merangsang alat kelaminnya sendiri secara manual (dengan tangan), secara digital dengan jari-jari atau dengan cara lainnya. Menurut Hanbal (Ghozali, dkk, 2002) masturbasi dalam pandangan Islam yaitu tak ubahnya mengeluarkan sesuatu yang sudah tidak diperlukan lagi oleh badan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masturbasi adalah merangsang alat kelamin sendiri atau bagian-bagian yang sensitif lainnya dengan dilakukan sendiri dan dilakukan secara sengaja, untuk mendapatkan kepuasan seksual tanpa melakukan berhubungan badan dan juga merupakan bentuk pengeluaran sesuatu yang sudah tidak diperlukan lagi oleh badan menurut ajaran agama Islam. 2. Aspek-Aspek Masturbasi 1. Rangsangan seksual pada daerah erotik zone (daerah peka seks) yaitu alat kelamin. 2. Cara dan Sarana yang digunakan dalam masturbasi, yaitu cara dan sarana yang digunakan untuk mendapatkan rangsangan dalam masturbasi,

5

misalnya: secara manual (dengan tangan), digital (dengan jari), mekanik (dengan vibrator atau alat-alat lainnya). 3. Sumber Rangsangan, yaitu sumber rangsangan yang berasal dari khayalan (fantasi tentang seks), dan sumber rangsangan yang berasal dari rangsangan ekstern (berupa buku-buku dan gambar porno, film biru, dan obrolan sesama teman sebaya). 4. Tempat dan Waktu, yaitu tempat dan waktu yang digunakan untuk bermasturbasi misalnya: pada waktu orang tua tidak dirumah karena sibuk bekerja, di dalam mobil atau pada kesempatan piknik dan berkemah, sembunyi-sembunyi atau pada waktu tidur.

B. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas Manusia itu sebenarnya adalah makhluk yang beragama. Kecenderungan kebutuhan rohani manusia hanya akan terpuaskan dengan jalan melalui agama. Karenanya manusia harus memiliki keyakinan, dan keyakinan agama adalah satusatunya, keyakinan yang bisa benar-benar mempengaruhi manusia dan memuaskan kecenderungan alaminya ke arah kebenaran dan wujud suci, maka tidak ada jalan lain baginya kecuali memeluk agama. Menurut Sarwono (1994) religi adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari.

6

Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1994) menerangkan bahwa agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Zulkifli (1992) membedakan antara religius dengan agama. Yang dimaksud dengan pengalaman religius adalah segala pengalaman yang meyakinkan manusia bahwa ia berhubungan dengan sesuatu yang bersifat ketuhanan. Sedangkan dalam pengalaman agama terdapat perhubungan antara “Aku” dengan “Pencipta”, menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya. Nasution (Jalaluddin, 2005) secara definitif menerangkan bahwa agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi, pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia, mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia, kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu, suatu sistem tingkah laku yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib, pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini pada suatu kekuatan gaib, pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari persaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia, dan ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

7

Penjelasan di atas menerangkan bahwa religiusitas adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini, sistem simbol, sistem keyakinan, nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi dan meyakinkan manusia bahwa ia berhubungan dengan sesuatu yang bersifat ketuhanan dan juga kekuatan-kekuatan gaib. 2. Dimensi-Dimensi Religiusitas Glock dan Stark (Ancok dkk, 2005) menjelaskan ada lima macam dimensi religiusitas, antara lain: a. Dimensi Keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan akan taat. Walau demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali juga di antara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. b. Dimensi Praktik agama, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu yang pertama ritual yang diwujudkan dalam kebaktian seperti ke masjid, gereja, persekutuan suci bagi orang kristen, baptis, dan semacamnya. Yang kedua ketaatan, ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan yang penting.

8

c. Dimensi Pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengaharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsipersepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi, walaupun kecil dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transendental. d. Dimensi Pengetahuan Agama, dimensi ini mengacu pada harapan-harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisitradisi. e. Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi, konsekuensi komitmen agama ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengamalan, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

C.

Hubungan Antara Religiusitas Dengan Perilaku Masturbasi pada Remaja

Masa remaja adalah masa yang meliputi proses perkembangan di mana terjadi perubahan dalam berbagai aspek dalam diri remaja, termasuk dorongan seksual. Salah satu cara atau bentuk penyaluran dorongan seksual yang remaja pilih khususnya yang belum mempunyai pasangan adalah dengan melakukan masturbasi karena menurut mereka masturbasi adalah salah satu cara yang sederhana, tidak memiliki resiko, dan dapat dilakukan tanpa pasangan seksual.

9

Penelitian menunjukkan bahwa 95% dari laki-laki dan 85% dari wanita pernah melakukan masturbasi (Nugraha, 2004). Perilaku masturbasi akan menjadi sebuah perilaku menyimpang jika sudah keluar dari standard-standard yang ada, seperti dilakukan secara berlebihan, baik intensitas maupun frekuensinya, dilakukan secara extrim dan dilakukan secara eksesif. Dampak dari perilaku masturbasi yang dilakukan secara berlebihan, baik intensitas maupun frekuensinya, dilakukan secara extrim dan dilakukan secara eksesif adalah dapat melemahkan syahwat, melemahkan sperma, efek psikologisnya merasa berdosa yang dapat menimbulkan gangguan kejiwaan, mengalami kelelahan, memberikan akibat immoril atau akibat fatal pada usia dewasa, daya tahan psikisnya menjadi lemah, rasa cemas dan bersalah, timbulnya perasaan berdosa, pikiran tidak tenang, timbulnya ejakulasi prematur, gangguan mental dan menyebabkan retina mata menjadi lebih sensitif terhadap sinar atau cahaya. Perilaku masturbasi adalah perilaku yang tidak sesuai dengan dimensidimensi religiusitas, karena hal itulah maka ketika individu melakukan masturbasi, individu akan melihat resiko dan tuntutan ataupun konsekuensi dari perbuatan tersebut yaitu perasaan berdosa, bersalah, tidak tenang dan gelisah. Toynbee (Najati,1985) menjelaskan bahwa krisis perilaku atau perilaku menyimpang yang terjadi pada saat ini disebabkan oleh kemiskinan spritual. Dikatakan bahwa yang dialami oleh orang–orang Eropa pada jaman sekarang ini disebabkan oleh kemiskinan spiritual dan jalan penyembuhannya adalah dengan kembali kepada agama.

10

Untuk kembali memperoleh perasaan tenteram dan damai, banyak hal yang bisa dilakuan, salah satunya adalah dengan kembali mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjauhi segala larangannya dan berperilaku sesuai dengan ketentuan-Nya. Hal ini sesuai dengan salah satu aspek dari ajaran Islam bahwa agama dengan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan dihindarkannya segala kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan yang membawa pada kegelisahaan (Daradjat, 1993). Remaja memerlukan pengendali perilaku sebagai pembimbing dan pedoman dalam berperilaku sehingga terhindar dari perilaku yang tidak semestinya dan terhindar dari akibat yang ditimbulkan dari perilaku tersebut. Religiusitas adalah pembimbing dan pedoman di dalam berperilaku agar terhindar dari perilaku negatif. Di harapkan religiusitas membantu remaja untuk menemukan makna positif terhadap perubahan yang terjadi pada mereka dan meningkatkan hubungan mereka dengan Maha Pencipta, sehingga mendorong remaja tidak melakukan perilaku yang negatif seperti perilaku masturbasi.

D. Hipotesis Berrdasarkan telaah teoritis dan prmasalahan yang ada, maka hipotesis yang diajukan adalah “ ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja di Yogyakarta”, artinya bila tingkat religiusitas pada remaja tinggi maka perilaku masturbasi pada remaja rendah. Sebaliknya bila tingkat religiusitas remaja maka perilaku masturbasi pada remaja tinggi.

11

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini indikasi variabelnya adalah: 1. Variabel Tergantung

: Perilaku Masturbasi

2. Variabel Bebas

: Religiusitas

B. Definisi Operasional 1. Perilaku Masturbasi Perilaku Masturbasi secara umum adalah merangsang alat kelamin sendiri atau bagian-bagian yang sensitif lainnya dengan dilakukan sendiri ataupun oleh orang lain serta dilakukan secara sengaja, untuk mendapatkan kepuasan seksual tanpa melakukan berhubungan badan. Perilaku masturbasi diukur dengan menggunakan skala perilaku masturbasi yang mengacu pada aspek-aspek masturbasi, dengan berdasarkan kesimpulan peneliti dari beberapa teori yang dikemukakan oleh Kartono (1989), Miqdad (2001) dan Nugroho (2004). Adapun aspek-aspek tersebut terdiri dari: rangsangan seksual pada daerah erotik zone, cara dan sarana yang digunakan dalam masturbasi, sumber rangsangan, tempat dan waktu. 2. Religiusitas Religiusitas adalah inti kualitas hidup dan keberhasilan individu untuk membuka

diri

terus-menerus

terhadap

pusat

kehidupan

yaitu

Tuhan,

menumbuhkan keinsafan akan makna hidup yang kokoh dalam masyarakat. Selain itu religi juga merupakan kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan serta sistem

12

perilaku yang terlembagakan. religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas yang mengacu pada aspek-aspek dimensi religiusitas berdasarkan pendapat Glock dan Stark (Ancok dkk, 2005). Adapun aspek-aspek dalam keberagamaan ada lima macam yaitu dimensi keyakinan (ideologis), peribadatan atau praktek agama (ritualistik), pengalaman (eksperiensial), pengamalan Agama (konsekuensial), dan pengetahuan agama (intelektual).

C. Subyek Penelitian Dalam penelitian ini, subyek yang digunakan adalah siswa putra Yayasan Lingkungan Hidup SMU Gadjah Mada Yogyakarta yang memiliki karakteristik yaitu: 1. Siswa dengan jenis kelamin laki-laki 2. Memiliki usia antara 13 sampai dengan 21 tahun. 4. Siswa kelas X, XI dan XII Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Proposive Sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan ciri atau sifat yang sesuai dengan karakteristik subjek.

D. Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala perilaku masturbasi dan skala religiusitas. Uraian singkat tentang alat pengumpul data adalah sebagai berikut:

13

1. Skala Perilaku Masturbasi Skala perilaku masturbasi digunakan untuk mengukur perilaku masturbasi atau seberapa besar kemungkinan remaja untuk melakukan masturbasi. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkankesimpulan dari beberapa teori yang dikemukakan oleh Kartono (1989), Miqdad (2001) dan Nugroho (2004). Adapun aspek-aspek tersebut terdiri dari: rangsangan seksual pada daerah erotik zone, cara dan sarana yang digunakan dalam masturbasi, sumber rangsangan, tempat dan waktu. Skala ini terdiri atas 50 item. Pola dasar pengukuran skala perilaku masturbasi ini mengikuti metode Likert, yang terdiri atas 4 alternatif jawaban yaitu: SS (Sangat Sering), S (sering), TS (Tidak Sering), dan STS (Sangat Tidak Sering). Adapun kriteria pemberian skor bergerak dari 1-4 2. Skala Religiusitas Skala religiusitas untuk mengukur religiusitas remaja atau individu. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (Ancok dkk, 2005 ). Adapun aspek-aspek dalam religiusitas ada lima macam yaitu dimensi keyakinan (ideologis), peribadatan atau praktek agama (ritualistik), pengalaman (eksperiensial), pengamalan (konsekuensial), dan pengetahuan agama (intelektual). Skala ini terdiri atas 50 item, yaitu 25 item favourable dan 25 item unfavourable. Pola dasar pengukuran skala religiusitas ini mengikuti metode Likert, Item-item ini terdiri dari item favourable dan item unfavourable. Item favourable adalah item yang mendukung religiusitas dan item unfavourable adalah item yang tidak mendukung religiusitas. Skala religiusitas ini terdiri atas empat alternatif jawaban yaitu: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), STS

14

(Sangat Tidak Sesuai), dan TS (Tidak Sesuai). Adapun kriteria pemberian skor bergerak dari 1-4 berdasarkan kategori item.

E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas yang tinggi apabila alat tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut ( Azwar, 1997) 2. Reliabilitas Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliable atau bisa dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 1997).

F. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik. Teknik statistik yang diterapkan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment dari Karl Pearson untuk mencari hubungan antara perilaku masturbasi dengan religiusitas. Data dihitung dengan menggunakan komputer program SPSS for window.11.0.

15

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi kancah Penelitian ini menggunakan siswa putra yang bersekolah di Yayasan Lingkungan Hidup SMA Gadjah Mada, yang beralamatkan di Jl. Ibu Ruswo Yudonegaran GM II/208, Yogyakarta sebagai sampel penelitian. Yogyakarta dikenal dengan sebutan kota pelajar selain sebutan kota budaya di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota pelajar banyak diartikan oleh masyarakat luas sebagai kota dengan kondisi, situasi dan lingkungan yang kondusif untuk terjadinya kegiatan belajar dan mengajar. Yayasan Lingkungan Hidup SMA Gadjah Mada merupakan salah satu dari sekian banyak SMA yang terletak di pusat kota Yogyakarta. Hal ini tentunya mempunyai dampak positif dan negatif bagi para siswanya. Dampak positif yang bisa dirasakan oleh para siswa adalah fasilitas dan sarana penunjang pendidikan diluar sekolah yang bisa dengan cepat diakses, seperti Perpustakaan Nasional Daerah yang berada di Jl. Malioboro Yogyakarta maupun akses internet yang hampir ada disetiap sudut Jl. Ibu Ruswo Yogyakarta. Namun dampak negatifnya juga bisa dirasakan oleh para siswanya, antara lain polusi udara dan polusi suara. Keberadaan internet yang menjamur juga akan menjadi permasalahan jika siswa tidak memiliki kendali diri yang baik. b. Persiapan Alat Ukur Skala religiusitas disusun dengan jumlah 50 item, yang terdiri dari 25 item favourable dan 25 unfavourable. Sedangkan Skala perilaku masturbasi terdiri 16

dari 50 item. Uji coba (try out) skala religiusitas dan skala perilaku masturbasi dilakukan dengan siswa sebanyak 35 remaja

di Red Devill PS Jl. Solo

Yogyakarta. Uji coba skala religiusitas dan skala perilaku masturbasi dilakukan 14-29 Mei 2007. c. Hasil Uji Coba Alat Ukur Hasil uji coba skala perilaku masturbasi, diperoleh hasil 41 item sahih dari 50 item yang diuji. Item sahih memiliki korelasi item-total yang bergerak dari 0,308–0,806. Sedangkan 9 item gugur dengan korelasi item-total kurang dari 0,305. Sementara itu, koefisien reliabilitas (α) skala perilaku masturbasi sebesar 0,955, itu menunjukan tingkat konsistensi atau kepercayaan sebesar 95,5% dan menampakan variasi error sebesar 4,5 Hasil uji coba alat ukur terhadap skala religiusitas diperoleh hasil 42 item dinyatakan sahih dari 50 item yang diuji cobakan. Item yang sahih tersebut memiliki korelasi item-total yang bergerak dari 0,313–0,700. Sedangkan item yang gugur sebanyak 8 item adalah item yang memiliki korelasi item-total kurang dari 0,307. Sementara itu, koefisien reliabilitas (α) skala religiusitas sebesar 0,936. Hal tersebut menunjukan tingkat konsistensi atau kepercayaan sebesar 94% (93,6%) dan menampakan variasi error sebesar 6% (6,4%).

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1-16 Juni 2007 dengan melibatkan 52 siswa putra pada Yayasan Lingkungan Hidup SMA Gadjah Mada.

17

C. Hasil penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Tabel : Deskripsi Data Penelitian HIPOTETIK VARIABEL Min Max Mean Religiusitas 42 168 105 Perilaku 41 164 102,5 Masturbasi

SD 21

Min 83

20.5

64

EMPIRIK Max Mean 166 124,5

SD 13,8

128

10,6

96

Deskripsi diatas menunjukan bahwa rerata empirik variabel religiusitas lebih besar dari pada rerata hipotetiknya. Hal ini berarti tingkat religiusitas siswa cenderung tinggi. Sementara itu rerata empirik perilaku masturbasi lebih kecil dari pada rerata hipotetiknya. Hal ini berarti tingkat perilaku masturbasi siswa cenderung rendah. a. Skala perilaku masturbasi Tabel: Kategorisasi skor perilaku masturbasi Kategorisasi Skor Tinggi X ≥ 123 Sedang 82 ≤ X < 123 Rendah X < 82

Jumlah Siswa 2 17 33

Prosentase 3,84% 32,69% 63,46%

Berdasarkan kategorisasi skor variabel di atas, maka dapat diketahui bahwa 3,84% (2 orang) memperoleh skor tinggi, 32,69% (17 orang) memperoleh skor sedang dan 63,46% (33 orang) memperoleh skor rendah. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa memiliki tingkat perilaku masturbasi rendah. b. Skala Religiusitas Tabel 9: Kategorisasi Skor Religiusitas Kategorisasi Skor Tinggi X ≥ 126 Sedang 84 ≤ X < 126 Rendah X < 84

Jumlah Siswa 43 8 1

Prosentase 82,69% 15,38% 1,92%

18

Berdasarkan kategorisasi skor variabel di atas, maka dapat diketahui bahwa 82,69% (43 orang) memperoleh skor tinggi, 15,38% (8 orang) memperoleh skor sedang dan 1,92% (1 orang) memperoleh skor rendah. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa memiliki tingkat religiusitas tinggi.

D. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan, terlihat bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel religiusitas dan variabel perilaku masturbasi (rxy = - 0,334). Hubungan negatif ini menunjukan bahwa semakin tinggi religiusitas siswa putra, semakin rendah kecendrungan perilaku masturbasi yang dilakukannya. Sebaliknya semakin rendah religusitas siswa putra, semakin tinggi kecendrungan perilaku masturbasinya. Hasil ini mendukung hipotesa awal yang menyatakan bahwa hubungan antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja adalah negatif, artinya bila tingkat religiusitas tinggi maka perilaku masturbasi pada rendah. Sebaliknya bila tingkat religiusitas rendah maka perilaku masturbasi tinggi. Dari analisis data, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (r squared) sebesar 0,111 yang berarti bahwa religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 11,1% terhadap perilaku masturbasi. Sedangkan sisanya 88,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Selain itu juga melalui analisis data, diketahui sumbangan efektif (r squared) perdimensi religiusitas adalah sebagai berikut dari dimensi keyakinan (ideologis) sebesar 26,5%, dari dimensi praktik agama (ritualistik) sebesar 31,1%, dari dimensi pengalaman (eksperiensial) sebesar 11,4%, dari dimensi pengamalan agama

19

(konsekuensial) sebesar 28,3% dan dari dimensi pengetahuan (intelektual) agama sebesar 42%, Perilaku masturbasi adalah perilaku yang tidak sesuai dengan dimensidimensi religiusitas, karena hal itulah maka ketika individu melakukan masturbasi, individu akan melihat resiko dan tuntutan ataupun konsekuensi dari perbuatan tersebut yaitu perasaan berdosa, bersalah, tidak tenang dan gelisah. Toynbee (Najati,1985) menjelaskan bahwa krisis perilaku atau perilaku menyimpang yang terjadi pada saat ini disebabkan oleh kemiskinan spritual. Dikatakan bahwa yang dialami oleh orang–orang Eropa pada jaman sekarang ini disebabkan oleh kemiskinan spiritual dan jalan penyembuhannya adalah dengan kembali kepada agama. Hal ini sesuai dengan salah satu aspek dari ajaran Islam bahwa agama dengan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan dihindarkannya segala kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan yang membawa pada kegelisahaan (Daradjat, 1993). Semakin dekat seseorang kepada Tuhan dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu ia menghadapi kekecewaan hidup dan kesukaran kesukaran dalam hidup, demikian pula sebaliknya semakin jauh seseorang dari agama maka akan semakin susah baginya untuk mencari ketentraman batin (Daradjat, 1993). Hal lain yang diperoleh dari hasil analisis data tersebut adalah nilai koefisien determinasi (r squared) sebesar 0,111 yang berarti bahwa religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 11,1% terhadap perilaku masturbasi.

20

Sedangkan sisanya 88,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Secara umum, faktor lain yang mempengaruhi perilaku masturbasi selain religiusitas, adalah: •

Kemampuan untuk berfantasi. Hass (Masters dkk 1992) menyatakan bahwa fantasi seksual sudah menjadi kebiasaan remaja awal dan disertai dengan melakukan masturbasi. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian, didapatkan hasil bahwa hanya 7% dari remaja wanita dan 11% dari remaja laki-laki yang melakukan masturbasi tanpa berfantasi seksual, selebihnya melakukan masturbasi dengan disertai fantasi seksual.



Pendidikan seksual. Gunarsa (1990) menyatakan bahwa penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antar dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap anak. Penelitian tentang pendidikan seks di New York Medical College pada tahun 1973 telah berhasil meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang tepat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendidikan seks akan sangat efektif bila orangtua dan sekolah menyampaikan pesan-pesan yang sama mengenai seksualitas remaja.



Subjek telah memilki pacar, sehingga pemenuhan dorongan seks telah beralih kepada pasangan atau pacarnya (wawancara).



Kegiatan diluar rumah dan sekolah seperti mengikuti club-club motor dan organisasi sejenis (wawancara).

21

Makna religiusitas akan membawa pada peningkatan keimanan kepada kekuasaan Tuhan dan pada saat bersamaan pula akan meningkatkan tingkat religiusitas dalam diri mereka. Makna yang dapat dirasakan dari religiusitas yang tinggi sebagai pengendali perilaku untuk tidak melakukan masturbasi adalah jiwa yang tidak resah, gelisah, tidak tenang dan tidak megalami tekanan perasaan yang berdosa sehingga ketentraman dan kedamaian jiwa pun tercapai. Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah ketidaktelitian maupun ketidaksesuaian penelitian dengan kaidah-kaidah metode penelitian. Keterbatasan dalam memahami konsep religiusitas dan perilaku masturbasi juga menjadi kelemahan peneliti, dimana kelemahan tersebut menyebabkan peneliti tidak maksimal di dalam membuat alat ukur sehingga aspek yang ingin di ukur tidak terwakili.

22

PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan perilaku masturbasi pada remaja di kota Yogyakarta. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas remaja, maka semakin rendah kecendrungan remaja untuk melakukan masturbasi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat religiusitas remaja, maka semakin tinggi kecendrungan remaja untuk melakukan masturbasi. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dapat diterima.

B. Saran Dalam penelitian ini, masih terdapat bebrapa kekurangan yang tidak dapat di kontrol oleh peneliti. Untuk itu, peneliti mencoba untuk memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Remaja Mempertahankan tingkat religiusitasnya. Dengan jalan: a. Menjalankan dan mengamalkan ibadah dengan sepenuh hati untuk sebagai jembatan pendekatan diri kepada Allah Swt. b. Menggali dan mengkaji lagi ajaran agama Islam yang terkandung dalam ibadah, sehingga di dalam menjalankan dan mengamalkannya mengetahui hakikat dari ibadah itu sendiri.

23

c. Meningkatkan tingkat keimanan diri sendiri sehingga kualitas religiusitas sebagai pengendali perilaku semakin baik. d. Selalu berdo’a memohon kekuatan kepada Allah Swt dari segala perilaku dan pergaulan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. 2. Bagi Instansi Pendidikan Hendaknya instansi pendidikan mempersiapkan sebuah kurikulum untuk memperbanyak kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti kegiatan kerohaniaan, kegiatan keagamaan, kegiatan olah raga dan lain-lain. Dengan harapan energi remaja yang besar tersalurkan di kegiatan-kegiatan tersebut. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti-peneliti selanjutnya, perlu lebih memperhatikan dan mencermati metode dan proses pengambilan data. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu untuk mengembangkan alat ukur yang telah ada serta lebih dapat memperluas konsep dan tetap terkonsentrasi pada konsep yang ingin dibahas atau diteliti, sehingga alat ukur yang dibuat benar-benar mewakili aspek untuk mengungkap hal yang ingin diungkap. Disarankan pada penelitian selanjutnya dan tertarik untuk meneliti dengan topik yang sama, penelitian kualitatif merupakan pilihan yang tepat karena topik seksualitas adalah topik yang bersifat pribadi.

24

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. Suroso, F. N. Psikologi Islami, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Asmu’i. MS. MA. 2004. Oral Seks Dalam Pandangan Islam dan Medis, Jakarta : Abla Publisher. Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas, Edisi 3, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Azwar, S. (1999) Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bukhori, B. 2006. Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau Dari Religiusitas Dan Kebermaknaan Hidup, Yogyakarta: Psikologika, Nomor 22 Volume XII Ghozali, A. M. dkk., 2002. Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, Jakarta: Rahima. Hadi, S. MA. 1991. Analisis Butir untuk Instrumen, Jakarta : Andi Offset Jalaluddin, H. 2005. Psikologi Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kartono, K. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Bandung : Mandala Maju. Kriswanto, C. 2006. Seks, Es Krim dan Kopi Susu, Bintaro : Jagadnita Publishing. Laily,N. Matulessy, A. 2004. Pola Komunikasi Masalah Seksual Antara Orang Tua Dan Anak, Yogyakarta: Anima Indonesian Psychological Journal No 2 Volume XIX Monks, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Miqdad, A. 1997. Pendidikan Seks Bagi Remaja (Menurut Hukum Islam), Yogyakarta : Mitra Pustaka.

25

Nugraha, B. D. DSOG., 2004. Problema Seks dan Cinta Remaja, Jakarta : Bumi Aksara. Pangkahila, W. 1998. Seksualitas dan Remaja, Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Prawitasari, J. 1993. Handout Psikoterapi, Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UGM. Ridhwi, S. M. 2000. Perkawinan dan Seks Dalam Islam, Jakarta : Lentera. Sa’abah, M. U. 2001. Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam, Yogyakarta : UII Press. Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Trubus, R. Supra, W. 2004. Hubungan Fanasi Seksual Dan Lama Tinggal Terhadap Kecendrungan Perilaku Homoseksual Pada Siswa Di Lingkungan Pergaulan Yang Homogen Di Pesantren. Yogyakarta: Sosiosains Waruwu, F. E. 2003. perkembangan Kepribadian dan Religiusitas Remaja, Jurnal Ilmiah Psikologi “Arkhe”, Tahun 8. No. 1 :29-33. Willis, M.Pd. & Sofyan S. 2005. Remaja Dan Masalahnya, Bandung : Alfabeta. Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

26