Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

27 downloads 276 Views 587KB Size Report
yang mengandung asam lemak jenuh lebih dari 60%, sedangkan lemak tak ... lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak kecuali.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Lemak Lipida adalah senyawa organik yang terdapat di dalam mahluk hidup yang

tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam pelarut nonpolar seperti heksan, dietileter. Komponen utama lipida adalah lemak, lebih 95% lipida adalah lemak. Lemak adalah triester asam lemak dan gliserol. Nama kimia dari lemak adalah triasilgliserol (TAG) dan nama lain yang sering digunakan adalah trigliserida (McKee dan McKee, 2003). Struktur kimia lemak dapat dilihat pada Gambar 2.1. H

O α

H – C – O – C – (CH 2 ) 14 – CH3 ............(α) palmitat atau posisi sn-1 O

β

H – C – O – C – (CH 2 ) 16 – CH 3 ..............(β) stearat atau posisi sn-2 O

α’

H – C – O – C – (CH 2 ) 14 – CH 3 ................(α’) palmitat atau posisi sn-3 H 1,3 dipamitoil, 2 stearoil gliserol Gambar 2.1 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) (sumber: O’Keefe, 2002; Berry, 2009) O

Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, palmitat maka struktur kimia tersebut disebut 1,3-dipalmitoil-2-stearoil gliserol. sn : stereospesific numbering Lemak

dapat

dibagi

berdasarkan

komposisi

asam

lemak

yang

dikandungnya yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh adalah lemak

Universitas Sumatera Utara

yang mengandung asam lemak jenuh lebih dari 60%, sedangkan lemak tak jenuh mengandung asam lemak tak jenuh diatas 60%. Biasanya lemak nabati adalah lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak kecuali minyak kelapa dan minyak inti sawit karena banyak mengandung asam lemak rantai sedang. Sebaliknya, lemak hewani termasuk lemak jenuh dan berwujud padat pada suhu kamar dan disebut sebagai lemak kecuali minyak ikan karena mengandung banyak asam lemak tak jenuh (McKee dan McKee, 2003). Sifat kimia, fisika dan biokimia (metabolisme dan sifat aterogenik) dari suatu lemak ditentukan oleh komposisi dan posisi (sn-1, 2 dan 3) asam lemak yang teresterkan di dalam molekul lemak (triasilgliserol). Walaupun 2 produk minyak nabati atau lemak hewani memiliki komposisi asam lemak yang sama belum tentu memiliki sifat aterogenik yang sama. Perbedaan sifat ini terjadi karena metabolismenya dan cara mempengaruhi kadar lipoprotein kolesterol dalam darah berbeda (Brucker, 2008a; Silalahi dan Nurbaya, 2011). Sebagai bagian dari makanan, minyak dan lemak mempunyai fungsi nutrisi dan peranan fungsional. Berdasarkan segi ilmu gizi, lemak dan minyak mempunyai lima fungsi yakni, sebagai (1) bahan pembentuk struktur sel, (2) sumber asam lemak esensial, (3) pelarut vitamin A, D, E dan K, (4) mengontrol lipida dan lipoprotein serum dan (5) sumber energi. Minyak dan lemak komponen pangan yang paling banyak mengandung energi sebesar 9 kal/gram, sedangkan protein dan karbohidrat mengandung energi kira-kira setengahnya. Lemak juga membantu penyerapan vitamin yang larut di dalam lemak; vitamin A, D, E dan K. Beberapa asam lemak berfungsi sebagai bahan baku untuk mensintesis

Universitas Sumatera Utara

prostaglandin yang mengatur berbagai fungsi fisiologis. Lemak sangat vital untuk pertumbuhan dan perkembangan pada manusia (Silalahi, 2006). 2.2

Asam Lemak Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus yang terdiri dari

jumlah atom karbon genap (4,6,8 dan seterusnya) dan diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid = SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acid = MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acid = LCFA). Semakin banyak rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya semakin tinggi (Silalahi dan Nurbaya, 2011; Silalahi dan Tampubolon, 2002). Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon

Universitas Sumatera Utara

akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002). 2.3

Metabolisme Minyak dan Lemak Metabolisme lemak ditentukan oleh komposisi dan distribusi asam-asam

lemaknya pada molekul gliserol. Berdasarkan segi nutrisi perbedaan ini akan mempengaruhi penyerapannya dalam sistem pencernaan. Metabolisme lemak di dalam pencernaan manusia dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pada kondisi yang baik, sekitar 95% lemak diserap. Lipase adalah enzim yang berperan dalam metabolisme lemak. Enzim ini berasal dari mulut, lambung dan

kelenjar

pankreas. Pada bayi dengan sistem pencernaan yang masih belum sempurna terdapat lipase pankreas yang rendah, garam empedu juga rendah, tetapi aktivitas lipase air liur yang tinggi. Pada umumnya hidrolisis lemak pada bayi terutama oleh lipase air liur tetapi pada orang dewasa hidrolisis didominasi oleh lipase pankreas. Pada lambung dengan bantuan enzim lipase baik yang berasal dari mulut dan lambung. Enzim-enzim ini memecahkan triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai pendek dan rantai sedang menjadi asam lemak bebas,

diasilgliserol

dan

monoasilgliserol.

Lipase

air

liur

cenderung

Universitas Sumatera Utara

menghidrolisis asam lemak pendek dan sedang pada posisi sn-3, sehingga menghasilkan 1,2-diasilgliserol dan asam lemak bebas (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

Hati

TAG MCFA (≤C12) MCFA (≤C12)

Jaringan

MCFA (≤C12)

Mulut

Lipase air liur LCFA, MAG, DAG, FFA Lipase lambung

Lambung

LCFA, MAG, DAG, FFA Usus halus Lipase pankreatik FFA dari LCFA, 2-MAG

Lapisan mukosa usus

Jantung Sistem limpatik

Gambar 2.2 Metabolisme dan transportasi triasilgliserol pada manusia (sumber: Willis, et al., 1998) Keterangan : TAG: Triasilgliserol; DAG: Diasilgliserol; MAG: Monoasilgliserol; MCFA: Medium chain fatty acid (asam lemak rantai sedang); LCFA: Long chain fatty acid (asam lemak rantai panjang); FFA: Free fatty acid (asam lemak bebas)

Pada lambung lemak dihidrolisis oleh lipase lambung yang spesifik menghidrolisis asam lemak sedang pada posisi sn-1,3 sehingga akan menghasilkan asam lemak bebas, monoasilgliserol dan diasilgliserol (bila asam lemak rantai panjang yang berada pada posisi sn-1 atau sn-3). Oleh karena lemak dapat bertahan dalam lambung selama 2–4 jam, maka sebagian triasilgliserol dapat dicerna dan menyerap asam lemak yang dibebaskan. Asam lemak rantai pendek dan sedang lebih mudah larut dalam media berair sehingga dapat diabsorbsi di lambung langsung memasuki sirkulasi darah melewati vena porta

Universitas Sumatera Utara

dan sampai ke hati tempat asam dioksidasi menghasilkan energi dalam waktu singkat. Sebaliknya, asam lemak rantai panjang tidak terpengaruh oleh enzim lipase sampai memasuki usus halus (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998). Lipase dari kelenjar pankreas dan asam empedu bercampur dalam saluran empedu; akhirnya keduanya sampai di usus halus. Lemak bersifat hidrofobik sehingga diperlukan media yang akan membawanya lewat saluran pencernaan dengan bantuan asam empedu melalui emulsifikasi dalam bentuk misel. Emulsifikasi memperbaiki pencernaan dan penyerapan karena butiran lemak besar dipecah menjadi butiran kecil, dengan demikian luas permukaan bertambah (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998). Pada

usus

halus,

lipase

pankreas

mencerna

lemak

menjadi

monoasilgliserol dan asam lemak. Lipase pankreas yang aktif pada orang dewasa lebih spesifik menghidrolisis asam lemak pada posisi sn-1,3 dan sedikit lebih cenderung pada posisi sn-1. Lipase ini juga lebih cenderung menghidrolisis asam rantai pendek dan sedang walaupun dapat menghidrolisis asam lemak rantai panjang. Sesudah terjadi hidrolisis, asam lemak dan 2-monoasilgliserol membentuk suatu misel dengan garam-garam empedu dan diabsorbsi melalui lapisan mukosa usus. Pada sel diding usus 2-MAG dan asam lemak dibentuk kembali menjadi lemak dan selanjutnya diangkut dalam bentuk kilomikron ke aliran darah (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998). 2.4

Nilai Gizi Lemak Berdasarkan Komposisi Asam Lemak Nilai gizi lemak ditentukan oleh komposisi dan distribusi asam-asam

lemaknya pada molekul gliserol. Sebagai zat gizi lemak berfungsi sebagai sumber

Universitas Sumatera Utara

energi dan sumber asam lemak esensial. Konsumsi seluruh lemak yang dianjurkan adalah tidak lebih 30% dari total energi jika konsumsi lebih dari 30% dapat memicu munculnya berbagai penyakit antara lain obesitas (kegemukan), peningkatan kolesterol (cholesterolemia) yang merupakan salah satu faktor resiko dari PJK dan stroke. Pengaruh negatif dari konsumsi lemak terutama yang berkaitan dengan sifat aterogenik (penyempitan pembuluh darah) dapat dicegah antara lain dengan mengurangi konsumsi lemak dibawah 30% dari total energi, tetapi akan lebih baik meningkatkan jumlah asam lemak tak jenuh supaya tercapai komposisi jenis asam lemak yang ideal. Asam lemak jenuh rantai panjang yang banyak akan meningkatkan kolesterol darah. Sebaliknya, PUFA dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (Griel dan Etherton, 2006; Wardlaw, 2003). Untuk memenuhi jumlah lemak sebanyak 30%, maka golongan asam lemak SFA, MUFA dan PUFA masing-masing menyumbangkan 10% dari total energi. Jadi, komposisi asam lemak dalam diet yang bernilai gizi ideal adalah jika perbandingan SFA : MUFA : PUFA adalah 1:1:1 (Griel dan Etherton, 2006; Silalahi, 2000; Silalahi, 2006; Wardlaw, 2003). Perbandingan SFA, MUFA dan PUFA dapat juga dinyatakan dalam bentuk persentase sehingga perbandingannya adalah 33,33% : 33,33% : 33,33%. Nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani dapat ditentukan dengan menghitung nilai penyimpangan dari persentase yang ideal (33,33%) tiap golongan asam lemaknya. Rumus menghitung nilai penyimpangan adalah jumlah nilai mutlak [Δ] dari selisih antara persentase setiap golongan asam lemak dengan nilai ideal (33,33%) (Silalahi, dkk., 2011; Silalahi, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Asam lemak esensial linolenat (C 18:3), asam lemak eikosapentanoat (eicosapentaenoic acid = EPA, C 20:5) dan asam lemak dokosaheksaenoat (docosahexanoic acid = DHA, C 22:6) adalah golongan PUFA yang dikenal sebagai omega-3. Hasil metabolit EPA dan asam arakidonat (AA, C 20:4) mempunyai sifat fisiologis yang berlawanan. EPA yang dikonsumsi (yang berasal dari minyak ikan) akan menggantikan posisi AA dari membran semua sel dan menyebabkan keadaan fisiologis yang cenderung menghasilkan eikosanoida yang memiliki sifat-sifat antitromboktif dan antiinflamasi. Eikosanoida dari AA yang berasal dari kelompok omega-6 (linoleat, C 18:2) memiliki sifat yang sebaliknya. Berdasarkan sifat ini, resiko aterosklerosis dan PJK dapat dicegah oleh golongan omega-3 apabila perbandingan omega-6 dan omega-3 adalah 6:1 (Silalahi, 2006a; Wijendran dan Hayes, 2004). Disamping itu, pemberian EPA pada penderita diabetes bermanfaat untuk mengontrol kadar gula darah (Tallon, 2007). Asam lemak tak jenuh bentuk trans sebaiknya tidak terdapat dalam minyak nabati dan lemak hewani karena tidak hanya meningkatkan LDL tetapi juga menurunkan HDL, sedangkan asam lemak jenuh rantai panjang hanya meningkatkan LDL tanpa mempengaruhi HDL. Oleh karena itu, pengaruh asam lemak trans jauh lebih buruk dibanding asam lemak jenuh rantai panjang (Silalahi, 2006; Silalahi dan Nurbaya, 2011). 2.5 Sifat Aterogenik Lemak Berdasarkan Posisi pada sn-2 Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization = WHO), menunjukkan bahwa penyakit kronis penyebab kematian adalah sebesar 60% secara global di dunia dan setengahnya disebabkan oleh PJK dan sisanya

Universitas Sumatera Utara

disebabkan terutama oleh penyakit kanker, paru dan diabetes. Di Indonesia, PJK meningkat dari 18% menjadi 28% sebagai penyebab kematian antara tahun 1995 dan 2002 (Dewi, et al., 2010). Peranan gizi yang tepat dalam pencegahan PJK perlu diperhatikan terutama pada asupan diet. Beberapa faktor yang berkaitan dengan PJK adalah (1) total kalori yang dikonsumsi, (2) banyaknya konsumsi karbohidrat, (3) peminum alkohol, (4) jenis lemak dalam diet, (5) banyaknya oksidasi pada diet dan oxidative stress pada individu, (6) mineral, vitamin dan serat dalam diet, (7) jenis protein yang dikonsumsi. Akan tetapi yang paling dominan memberikan pengaruh terhadap PJK adalah lemak karena dapat menyebabkan hipertrigliseridemia atau tingginya kadar lemak dalam darah. Hipertrigliseridemia dapat membentuk plak pada pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Bruckner, 2008). Jenis asam lemak mempengaruhi konsentrasi LDL dan HDL dalam darah (Uauy, 2009). Jenis asam lemak berdasarkan golongannya ditentukan oleh (1) SFA yaitu asam lemak miristat dan palmitat yang dapat meningkatkan LDL (2) MUFA yaitu oleat tidak mempengaruhi LDL, (3) PUFA meliputi omega-6 (asam linoleat dan arakidonat) dan omega-3 (asam linolenat, eikosapentaenoat atau EPA, dan dokosaheksanoat atau DHA) yang dapat menurunkan LDL, dan (4) asam lemak trans (asam elaidat) yang dapat meningkatkan LDL sekaligus menurunkan HDL (Silalahi dan Nurbaya, 2011; Uauy, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Mengkonsumsi banyak asam lemak jenuh rantai panjang terutama yang mengandung asam palmitat dapat meningkatkan resiko terhadap PJK. Hal ini telah dibuktikan terhadap penderita PJK yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Asam lemak jenuh dan penyakit jantung koroner Penelitian Seven Countries Study

Jumlah Pasien 12.770 pria

Japan-Honolulu San Francisco Study

11.900 pria

Ireland-Boston Diet-Heart Study Nurses Health Study

1.001 pria

80.082 wanita

Lama Penelitian Kesimpulan (tahun) 5,10,15 Korelasi yang kuat antara kolesterol total terhadap persentase asupan energi dari SFA Tak terdefenisi Adanya korelasi antara peningkatan konsumsi SFA dengan peningkatan serum kolesterol dan peningkatan kematian akibat PJK 20 Kematian pasien akibat PJK akibat asupan tinggi terhadap SFA dan tingkat serum kolesterol yang tinggi 14 Hubungan yang positif antara persentase asupa energi dari SFA dan peningkatan resiko PJK

Sumber : White (2009) Asam lemak jenuh yang paling banyak terdapat dalam diet adalah asam palmitat (C 16:0) baik produk nabati (minyak kelapa sawit) maupun hewani (keju, sosis, ham, daging kalengan, dll). Asam lemak ini mempunyai potensi yang kuat dalam meningkatkan LDL. Asam lemak jenuh lainnya, asam miristat (C 14:0), terdapat dalam jumlah yang lebih rendah dalam diet, tetapi mempunyai potensi yang lebih kuat daripada asam palmitat dalam meningkatkan LDL. Asam lemak rantai pendek (< 10 rantai karbon) dan sedang tidak mempengaruhi kadar kolesterol darah. Sifat ini terjadi karena asam lemak rantai pendek dan sedang dapat diserap dan langsung ke hati melalui vena porta dan cepat diubah mejnadi kalori, tidak berada di dalam srikulasi darah. Sedangkan asam stearat (C 18:0),

Universitas Sumatera Utara

tidak meningkatkan kolesterol LDL karena asam stearat dengan cepat diubah menjadi asam oleat (C 18:1) setelah memasuki tubuh (Decker, 1996; Grundy, 1999; Uauy, 2009, White, 2009). Pada minyak nabati, SFA banyak ditemukan pada posisi sn-1,3 sedangkan untuk MUFA dan PUFA banyak ditemukan pada posisi sn-2. Sebaliknya pada lemak hewani, banyak ditemukan SFA pada posisi sn-2. Perbandingan posisi asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani ini membedakan pengaruhnya terhadap resiko PJK (Forsythe, et al., 2007; Berry, 2009). 2.6

Penentuan Komposisi Asam Lemak Pemisahan dengan menggunakan alat kromatografi gas adalah proses

pemisahan dimana fase geraknya berupa gas dan fase diamnya dapat berupa suatu cairan atau zat padat atau kombinasi zat padat dan cair (Ditjen POM, 1995; Silalahi, 1995). Komposisi asam lemak pada beberapa minyak nabati dan lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 2.2. Pemisahan dengan menggunakan alat kromatografi gas merupakan metode yang baik menentukan komposisi asam lemak dari minyak dan lemak, dalam hal ini asam lemak dari triasilgliserol diubah menjadi bentuk metil esternya yang lebih mudah menguap sehingga mudah di analisis dengan kromatografi gas. Metil ester asam lemak tersebut terbawa oleh fase gas (biasanya gas helium) melalui kolom dimana terjadi proses pemisahan. Kemudian masing-masing metil ester keluar dari kolom ke detektor dan diidentifikasi sebagai kromatogram yang terdiri dari puncak dari masing-masing metil ester (Adnan, 1995; Kenneth, 1990; Paquot dan Hautfenne, 1987; Silalahi, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak bersumber dari beberapa minyak nabati dan lemak hewani pada umumnya

PUFA

MUFA

SFA

Asam Lemak 8:0 10 : 0 12 : 0 14 : 0 16 : 0 17 : 0 18 : 0 20 : 0 14 : 1 16 : 1 18 : 1 20 : 1 18 : 2 18 : 3

Kelapa

Minyak Nabati (%) K. Sawit Jagung

Kedele

Sapi

Lemak Hewani (%) Ayam Babi Kambing

7,60-10,57 7,30-8,55 0,04-0,50 48,20-49,00 0,10-0,49 0,21-0,34 0,10-2,41 16,60-19,80 1,00-2,20