Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

17 downloads 48 Views 249KB Size Report
... tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. ... Hal ini sama seperti yang terlihat pada kasus “ayam kampus”, ... menyimpang lain adalah seperti bisnis seks, sindikat bordil, sindikat narkotika, sindikat pemalsu ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. TEORI DRAMATURGI

Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Digali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah

Universitas Sumatera Utara

mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini sama seperti yang terlihat pada kasus “ayam kampus”, dimana mahasiswi-mahasiswi yang melakukan penyimpangan ini, mereka menjalankan perannya di lingkungan mereka. Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaaan fisik, perilaku actual dan gerak agar perilaku menyimpang yang mereka jalani ini tidak dapat diketahui oleh lingkungan mereka. Karena mereka tahu bahwa menjadi ayam kampus adalah aib pada diri mereka. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Dramaturgis dianggap masuk ke dalam perspektif obyektif karena teori ini cenderung melihat manusia sebagai makhluk pasif (berserah). Meskipun, pada awal ingin memasuki peran tertentu manusia memiliki kemampuan untuk menjadi subyektif (kemampuan untuk memilih) namun pada saat menjalankan peran tersebut manusia berlaku objektif, berlaku natural, mengikuti alur. Misalnya, pada kasus ayam kampus dimana saat mahasiswi tersebut harus menjalani hidup dengan biaya kiriman dari

Universitas Sumatera Utara

orangtua yang sangat minim namun ingin mengikuti alur kehidupan kota yang notabene diperlukan biaya yang sangat besar, ia pun memilih untuk terjun ke dunia aib tersebut dimana menjadi ayam kampus adalah jalan untuk mendapatkan biaya hidup dengan cepat, singkat dan tepat. Namun ia sudah pasti tahu, bahwa menjadi seorang ayam kampus adalah aib baginya terutama keluarganya. Proses subyektif ini akan beralih menjadi obyektif saat ia menjalani peran yang dipilihnya tersebut . Misalnya, yang ia ambil adalah pasrah menjadi ayam kampus karena ia takut kalu ia keluar dari dunia aib tersebut konsekuensinya akan lebih parah, atau ia tetap menggantungkan diri di dunia aib tersebut dan mengkhawatirkan kehidupan dirinya bila ia keluar. Maka setelah itu ia akan menjalani perannya sebagai korban. Secara naluriah ia akan menutup jati dirinya, atau ia berusaha untuk menutupi telinganya untuk melindungi mental & psikologisnya terhadap cemoohan orang sekelilingnya. Itulah mengapa dramaturgi di sebut memiliki muatan objektif. Karena pelakunya, menjalankan perannya secara natural, alamiah mengetahui langkah-langkah yang harus dijalani. Seperti telah dijabarkan diatas. Dramaturgis merupakan teori yang mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Obyektifitas yang digunakan disini adalah karena institusi tempat dramaturgi berperan adalah memang institusi yang terukur dan membutuhkan peranperan yang sesuai dengan semangat institusi tersebut.

2.2. Penyimpangan Sosial / Deviasi Sosial Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi ( James vander Zanden, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Meskipun masyarakat telah berusaha agar setiap anggota berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, namun dalam tiap masyarakat kita selalu menjumpai adanya anggota yang menyimpang--menjumpai adanya penyimpangan atau nonkonformitas. Menurut Korblum ( 1989:202-204) disamping penyimpangan dan penyimpang, kita menjumpai pula institusi menyimpang (deviant institution). Contohnya ialah kejahatan terorganisasi pencurian yang telah direncanakan, dan bentuk institusi menyimpang lain adalah seperti bisnis seks, sindikat bordil, sindikat narkotika, sindikat pemalsu paspor. Kasus “ayam kampus” ini termasuk di dalamnya. Dimana menjadi seorang pelacur dalam sebuah universitas merupakan institusi penyimpangan. Kecenderungan perilaku seks yang bebas, terutama komersialisasi seks di kalangan mahasiswa, merupakan akibat dari adanya pertentangan dan norma dalam hubungan lawan jenis. Di satu sisi, hubungan yang lebih longgar atau bebas yang sering dipertunjukkan oleh media massa kita, dianggap sebagai nilai yang up to date. Sementara di lain pihak hubungan yang lebih kaku melalui pembatasan-pembatasan moral atau agama, masih diakui secara luas sebagai nilai yang paling baik. Situasi sosial semacam ini akhirnya membuat para remaja, khususnya mahasiswa terombang-ambing dalam mencari pegangan nilai yang benar, sehingga dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang. Konsep seperti ini dalam kajian Sosiologi sering disebut sebagai anomi. Konsep anomi dikembangkan oleh seorang sosiolog dari Prancis Emile Durkheim. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lainnya kontradiktif. Tidak terdapat seperangkat norma yang dipatuhi secara teguh dan diterima secara luas yang mampu mengikat masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Lebih lanjut, fenomena komersialisasi seks di kalangan remaja dapat dijelaskan juga dengan teori pengendalian. Menurut teori itu, masyarakat memiliki kesepakatan mengenai nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang atau tidak. Orang pada dasarnya akan selalu menyesuaikan perilakunya dengan nilai-nilai yang telah disepakati atau dapat disebut nilai dominan. Dengan kata lain, perilaku seseorang sebenarnya selalu dikendalikan oleh nilai-nilai dominan tersebut. Teori tersebut menekankan bahwa sebenarnya ada ikatan antara individu dengan masyarakat luas. Paling tidak, terdapat empat unsur dalam ikatan tersebut yakni kepercayaan, keterkaitan, ketanggapan dan keterlibatan. Semakin tinggi tingkat kesadaran orang akan salah satu unsur ikatan tersebut, semakin kecil pula kemungkinan bagi dirinya untuk melakukan penyimpangan. Sebagai contoh, jika para remaja memiliki hubungan kekerabatan, lingkungan sosial, pendidikan di keluarga dan sekolah yang baik, mereka akan terbina untuk mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakatnya. Sebaliknya, jika ia mempunyai hubungan kekerabatan yang tidak harmonis, lingkungan sosial yang kacau, lembaga pendidikan yang tidak terorganisasi secara baik, besar kemungkinan mereka akan melakukan tindakan yang menyimpang. Dengan demikian, kampus sebagai sebuah lembaga pendidikan akan memiliki peranan yang signifikan dalam menumbuhkan kesadaran dan moralitas mahasiswanya, di samping keluarga dan lingkungan masyarakat. Sudah saatnya pendidikan dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan moralitas bangsa, bukan sekadar mentransfer ilmu pengetahuan belaka, sebagaimana yang terjadi selama ini.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Jaringan Sosial Dalam kasus ayam kampus, untuk mendapat pelanggan dan komunitas ayam kampus terdapat jaringan sosial atau pola kerjasama yang dibangun : 1. Jaringan yang dibentuk oleh seorang germo dengan ayam-ayam kampus yang memudahkan ayam kampus tersebut mendapatkan pelanggan. 2. Jaringan yang dibentuk oleh sesama ayam kampus untuk pergaulan mereka bertambah luas yang bersifat timbal balik dan sejajar walaupun terdapat beberapa kasus, seperti memperebutkan pelanggan.

Universitas Sumatera Utara