Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

45 downloads 53 Views 467KB Size Report
pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, .... Dukungan sosial digunakan untuk menjelaskan bagaimana hubungan sosialĀ ...
16

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Pada masa ini, remaja mengalami berbagai macam perubahan dengan melalui proses yang cukup rumit dan berhubungan dengan tugas perkembangan masa remaja. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1980). Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2004). Menurut Hurlock (1980), yang terpenting dan tersulit dalam perubahan sosial yang dialami remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh

kelompok

teman

sebaya,

perubahan

dalam

perilaku

sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam penerimaan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti clique, kelompok besar, atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok.

Universitas Sumatera Utara

17

Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Bullying telah dikenal sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak-anak sekolah. Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005). Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Definisi mengenai bullying menurut Olweus adalah suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan yg dilakukan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Hal senada mengenai definisi bullying diungkapkan Coloroso (2003), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu tindakan negatif berulang yang dilakukan secara sadar dan disengaja

yang

bermaksud

untuk

menyebabkan

ketidaksenangan

atau

menyakitkan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

18

Olweus merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu menyerang dan

negatif,

dilakukan

secara

berulang

kali,

dan

bersifat adanya

ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat (dalam American Medical Association, 2002). Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan dilakukannya agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005). Olweus (1993) mengidentifikasi dua subtipe bullying, yaitu perilaku secara langsung, misalnya penyerangan fisik dan secara tidak langsung, seperti penolakan atau pengucilan sosial. Coloroso (2003) juga merumuskan ada tiga bentuk perilaku bullying, yaitu verbal bullying (seperti mengejek, membuat nama panggilan, menghina), physical bullying (seperti memukul, meninju, menendang), dan relational bullying (seperti pengabaian, pengisolasian). Seseorang yang menjadi korban bullying dapat mengalami satu atau beberapa bentuk bullying tersebut. Penelitian mengenai bullying telah banyak dilakukan di berbagai negara. Pada tahun 2001, Nansel dkk melakukan penelitian terhadap 15.600 siswa grade 6 sampai 10 di Amerika. Hasilnya menunjukkan sekitar 17% dari mereka

Universitas Sumatera Utara

19

melaporkan menjadi korban bullying dengan frekuensi kadang-kadang dan sering selama masa sekolah, 19% mengaku melakukan bullying pada orang lain dengan frekuensi kadang-kadang dan sering, dan 6% dari seluruh sampel menjadi pelaku dan korban bullying (dalam American Medical Association, 2002). Penelitian lain dilakukan oleh Wang dkk (2009) terhadap 7.508 remaja di Amerika untuk menguji bentuk-bentuk perilaku school bullying pada remaja Amerika dan hubungannya dengan karakterisitik demografik, dukungan orang tua dan teman. Hasilnya diperoleh bahwa remaja yang menjadi korban bullying paling tidak sekali dalam dua bulan terakhir sebesar 20,8% mengalami bullying secara fisik, 53,6% secara verbal, 51,4% secara sosial, dan 13,6% melalui elektronik. Beberapa fenomena bullying juga terjadi di sekolah-sekolah menengah pertama di Medan yang diketahui melalui beberapa penelitian. Sebuah penelitian dilakukan Sonia (2009) pada beberapa sekolah menengah pertama di Kecamatan Medan Petisah mengenai perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan jenis kelamin. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 214 remaja, 83 orang dikategorikan sebagai pelaku bullying (bully), 63 orang sebagai korban (victim), 68 orang sebagai bully-victim (pelaku dan korban). Sedangkan 186 orang tergolong neutral (melakukan atau mengalami bullying dua sampai tiga kali dalam beberapa bulan terakhir). Penelitian lainnya dilakukan pada sebuah sekolah menengah pertama di Kecamatan Petisah mengenai hubungan persepsi terhadap budaya sekolah dengan perilaku bullying pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Raksana. Secara umum diketahui gambaran perilaku bullying siswa SMP yang diteliti memiliki

Universitas Sumatera Utara

20

tingkat perilaku bullying yang tinggi dan bentuk bullying secara fisik lebih tinggi dibandingkan bullying verbal dan bullying secara relasional. Hasil ini diperoleh dari 79 subjek siswa-siswi SMP Raksana dimana sekitar 13,9% (11 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying tinggi, 67,1% (53 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying sedang, dan 19% (15 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying rendah. Bentuk perilaku bullying yang paling sering dilakukan siswa adalah physical bullying (41,44%), verbal bullying (31,19%), dan relational bullying (28,47%) (Tampubolon, 2010). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa bullying menimbulkan berbagai dampak negatif dan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Bagi korban bullying, sekolah dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan berbahaya. Ketakutan yang mereka alami dapat menimbulkan depresi, harga diri rendah, dan sering absen (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Sebuah penelitian lain dilakukan terhadap 242 teenager (berusia 13-16 tahun) bertujuan untuk menguji hubungan antara perilaku bullying dengan depresi di secondary school Selangor, Malaysia. Hasilnya menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan antara bullying dan depresi pada teenager. Hasil tersebut mengimplikasikan bahwa semakin tinggi tingkat bullying pada teenager maka semakin tinggi tingkat depresi yang dialami mereka (Uba, Yaacob, & Juhari, 2010). Penelitian lainnya dilakukan untuk menguji hubungan antara bullying, depresi, dan suicidal ideation terhadap 16.410 remaja (berusia 14-16 tahun) di Finlandia. Hasilnya menunjukkan sekitar 915 siswi dan 508 siswa diklasifikasikan mengalami depresi tingkat sedang hingga berat (Kaltiala-Heino, Rimpela, Marttunen, Rimpela, & Rantanen, 1997).

Universitas Sumatera Utara

21

Hasil penelitian mengenai dampak bullying pada remaja di Medan juga telah diketahui. Dari 214 siswa-siswi di Kecamatan Medan Petisah dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan depresi pada masing-masing kategori bullying. Kelompok bully-victim mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi daripada kelompok victim dan bully. Kelompok subjek bullies yang cenderung mendominasi orang lain mungkin tidak merasakan tekanan ataupun celaan yang lebih rentan pada kelompok perempuan dan kelompok victim dan bully-victim (Sonia, 2009). Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan (dalam Lubis, 2009). Depresi pada anak-anak dan remaja diasosiasikan dengan meningkatnya perilaku bunuh diri (Lubis, 2009). Hal ini tampak dari beberapa kasus bunuh diri yang dialami remaja korban bullying di Indonesia. Pada tahun 2005, Fifi Kusrini, remaja berusia 13 tahun di Bekasi melakukan bunuh diri dikarenakan menjadi korban bullying yang menerima ejekan temannya sebagai anak tukang bubur. Siswi lain, Linda Utami, remaja 15 tahun di Jakarta juga mengalami depresi akibat memperoleh ejekan tidak naik kelas dari temannya (dalam Suryanto, 2007).

Universitas Sumatera Utara

22

Orang yang melakukan bunuh diri adalah orang yang kurang mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial digunakan untuk menjelaskan bagaimana hubungan sosial memberikan manfaat bagi kesehatan mental atau kesehatan fisik individu (dalam Lubis, 2009). Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Sebuah penelitian dilakukan oleh Rigby pada tahun 2000 terhadap 845 siswa remaja di Australia untuk menguji mengenai seberapa sering remaja menjadi korban bullying dan melihat dukungan sosial yang mereka terima dari teman, orangtua, dan guru. Hasilnya menunjukkan bahwa peer victimisation secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental yang rendah. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi bagi para korban bullying. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation (dalam Rigby, 2005). Penelitian Panzarella dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan berkebalikan

antara

dukungan

sosial

dengan

depresi.

Panzarella

juga

menambahkan bahwa dukungan sosial yang buruk mendukung meningkatnya faktor resiko depresi sekaligus menjadi konsekuensi dari depresi. Berkurangnya

Universitas Sumatera Utara

23

dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006). Secara umum diketahui adanya hubungan resiprokal antara dukungan sosial dengan depresi, dimana dukungan sosial mengurangi resiko depresi pada masa remaja awal, sekaligus juga depresi menimbulkan berkurangnya dukungan (Stice, Ragan, & Randall, 2004). Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa bullying menimbulkan berbagai konsekuensi negatif. Salah satu dampaknya bagi korban adalah mengalami depresi bahkan hingga dapat menimbulkan terjadinya bunuh diri. Penelitian juga menunjukkan bahwa korban bullying dengan segala pengalaman yang tidak menyenangkan membutuhkan dukungan sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan mental. Dari penelitian juga telah diketahui bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi, sehingga dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

B. RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini diajukan melalui pertanyaan: Apakah ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying?

Universitas Sumatera Utara

24

C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung mengenai apakah ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai dukungan sosial dan depresi pada remaja awal korban bullying dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis Beberapa manfaat praktis yang dapat diberikan dari penelitian ini: a. Memberi informasi mengenai gambaran bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah di berbagai negara termasuk di Indonesia, khusunya di Medan. b. Memberikan informasi mengenai dampak bullying sehingga pihak sekolah melakukan suatu cara untuk mengatasi bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah melalui kebijakan sekolah. c. Memberi informasi bahwa keluarga, sekolah, dan teman sebaya remaja dapat menjadi sumber dukungan sosial bagi korban bullying dengan mengetahui bentuk dukungan sosial yang tepat bagi korban bullying.

Universitas Sumatera Utara

25

E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I :

Pendahuluan,

berisi

penjelasan

mengenai

latar

belakang

permasalahan, tujuan, manfaat dan sistematika penelitian. Bab II :

Landasan teori, berisi teori dan hasil penelitian yang digunakan menjadi landasan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan teori Depresi dari DSM IV-TR (2000) dan CES-D dari Radloff (1977), teori Dukungan Sosial dari Sarafino (2006), dan teori Bullying dari Olweus (1993) dan Coloroso (2003). Pada bab ini akan dijelaskan juga mengenai bullying, depresi, dukungan sosial, dan pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

Bab III :

Metode penelitian, berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi penelitian, alat ukur yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan, dan metode analisis data yang digunakan.

Bab IV :

Analisis dan interpretasi hasil penelitian, berisi tentang gambaran subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V :

Kesimpulan dan saran, berisi kesimpulan yang berusaha menjawab masalah

yang

dikemukakan

berdasarkan

hasil

penelitian.

Kemudian berdasarkan kesimpulan akan diajukan saran bagi penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara