EVALUASI GERAKAN SAYANG IBU

29 downloads 13139 Views 1MB Size Report
Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam. Gerakan ..... Tabel 2.9 Jumlah Ibu Hamil Bersalin dan Nifas di Kecamatan Banjarsari Per. Februari ... dasar keselamatan ibu dan analisis kebutuhan gender praktis dan strategis dalam.
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

EVALUASI GERAKAN SAYANG IBU ( Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta)

Disusun oleh : Nama : Tiyas Nur Haryani NIM

: D0107099

SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user

i

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N., M.Si NIP. 196108251986012001

commit to user ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

commit to user iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO

Á Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Q.S Al-Baqarah: 153) Á Yakin, Usaha, Sampai (Himpunan Mahasiswa Islam) Á Ini soal kuat tidaknya menghadapi tantangan dan tekanan (Ariyati Kartika) Á At least, aku sudah berusaha (Rut Dian Sandra) Á Jika yang lain bisa, aku pun harus bisa (Penulis) Á Nothing to lose ( M. Fadly Mubarok) Á Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menuntukan (Penulis)

commit to user iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya tugas akhir jenjang Strata 1 ini saya persembahkan untuk:

à Masa depanku à Ibu, Ayah dan Adikku tercinta atas doa dan semua dukungannya yang selalu mengiringi setiap langkahku dan tujuanku à Segenap keluarga besar Samsu Harso Wiyono dan Suyatmin, atas dukungan yang selama ini telah diberikan à Almamaterku di Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNS

commit to user v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim Puji syukur atas segala nikmat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta). Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada: 1. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini; 2. Rina Herlina Haryani, S.Sos, M.Si, selaku pembimbing akademik yang turut memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama proses belajar dan penyusunan skripsi ini; 3. Rino A. Nugroho, S.Sos, M. TI yang telah memberikan dukungan moril, bimbingan dalam skripsi ini, dan banyak pengalaman kepada penulis selama proses belajar di Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS; 4. Staf Kesmas Kecamatan Banjarsari dan seluruh Kader Gerakan Sayang Ibu (GSI) serta masyarakat sasaran GSI di wilayah Kecamatan Banjarsari yang berkenan memberikan informasi kepada penulis; 5. Ibu, Bapak, Adikku yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat, dukungan dan doa kepada penulis; commit to user vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

6. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Administrasi Negara khususnya angkatan 2007 terimakasih untuk kebersamaan dan berbagi ilmunya dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini; 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut memberikan dukungan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan pada diri penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun penulis harapkan demi perbaikan ke depannya. Sebagai kata penutup, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang menggunakan hasil penelitian ini.

Surakarta,

Juli 2011

Penulis

commit to user vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………...………………………………………………......

i

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………………......

ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….………………………………………………......

iii

MOTTO ……………………………...………………………………………………......

iv

PERSEMBAHAN …………………...………………………………………………......

v

KATA PENGANTAR ……………….………………………………………………......

vi

DAFTAR ISI ………………………...………………………………………………......

viii

DAFTAR GAMBAR ………………..………………………………………………......

x

DAFTAR TABEL …………………...………………………………………………......

xi

ABSTRAK …………………………..………………………………………………......

xiii

ABSTRACT …………………………………………………………………………......

xiv

BAB I PENDAHULUAN …………...………………………………………………......

1

A. Latar Belakang ……..………………………………………………..............

1

B. Rumusan Masalah ….………………………………………………..............

6

C. Tujuan Penelitian

……………………………………………….................

6

D. Manfaat Penelitian

………………….……………………………..............

7

Tinjauan Pustaka …………………………………………………..............

7

1.

Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan ……………………..........

7

2.

Kebijakan-Kebijakan Strategis Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)

9

3.

Faktor Elemen Dasar Keselamatan Ibu ………………………………

14

4.

Evaluasi Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu

E.

(GSI)

F.

…………………………………………………………………. ………..……………………………………...…

21

5.

Relevansi Penelitian

6.

Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

………….…….……..

34

7.

Kerangka Berfikir ………………………..……………...……………

35

Metode Penelitian ……………...…………………………………………..

37

1.

Jenis Penelitian

……………………………..………………………..

37

2.

Lokasi Penelitian ……………………………………………………... commit to user

38

viii

30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.

Jenis dan Sumber Data …………………………………………...…...

39

4.

Desain Penelitian

…………………………………...………………..

40

5.

Teknik Penarikan Sampel …………...………………………………..

41

6.

Teknik Pengumpulan Data …..……………………………………......

42

7.

Aspek yang Dianalisis

………………………………………………..

43

8.

Validitas Data ………………….………………………………...…...

45

9.

Teknik Analisis Data

………………………….………………...…...

46

BAB II DESKRIPSI LOKASI …………………………………………………………..

50

A. Situasi Umum

……………………………………………………….……..

1.

Kondisi Geografis

2.

Kondisi Demografis

B. Situasi Khusus

51

…………………………………….................…...

51

……………………………………….................

51

…………………………………………………………….

55

1.

Kasus Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari

2.

Potensi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan dan Pertolongan Persalinan di Kecamatan Banjarsari

……………

……………………………….……………..

3.

Pendataan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas

…………..………...……...

4.

Deskripsi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari

55

56 59

……………

60

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN …………...………

63

A. Elemen Dasar Keselamatan Ibu

……………………………………….....

64

1.

Faktor Primer Keselamatan Ibu …………………………………........

65

2.

Faktor Sekunder Keselamatan Ibu …………………………................

84

B. Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta

………………………………….…………...............

99

BAB IV PENUTUP ……...……………………………………………………………...

120

A. Kesimpulan B. Saran

……………………………………...………………………...

120

…………………………………………..……………………..........

124

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kematian Maternal di Kota Surakarta……………………………...…......

3

Gambar 1.2 Faktor- Faktor Sebab Kematian Ibu Maternal ……………………...….....

17

Gambar 1.3 Kerangka Berfikir ………………………………………………...………

36

Gambar 1.4 Aspek yang Dianalisis ………………………………………………...….

44

Gambar 1.5 Model Analisis Interaktif …………………………………………………

48

Gambar 2.1 Susunan Satgas Gerakan Sayang Ibu Tingkat Kecamatan ……….……....

61

Gambar 3.1 Time Line Waktu Rujukan Kasus 104 ( Kel. Kadipiro) ………………….

95

Gambar 3.2 Time Line Waktu Rujukan Kasus 103 ( Kel. Kadipiro) ………………….

95

Gambar 3.3 Time Line Waktu Rujukan Kasus 106 ( Kel. Kadipiro) ………………….

96

Gambar 3.4 Time Line Waktu Rujukan Kasus 102 ( Kel. Gilingan) ………………….

96

Gambar 3.5 Kategori Pemetaan Ibu Hamil (Bumil) …………………………………...

104

Gambar 3.6 Struktur Pencatatan dan Pelacakan ……………………………………….

105

commit to user x

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1

Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender ……………………

29

Tabel 1.2

Matrik Relevansi Penelitian Gerakan Sayang Ibu ……………..…...….....

33

Tabel 1.3

Langkah-Langkah dan Output Hasil Analisis ……………………………

48

Tabel 1.4

Matrik Teknik Analisis Berdasarkan Aspek yang Dianalisis …………….

49

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………………………………………

Tabel 2.2

Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ……………………….

Tabel 2.3

53

Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …………………….

Tabel 2.4

52

54

Jumlah Penduduk Kecamatan Banjarsari Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 …………………………………

55

Tabel 2.5

Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ….

56

Tabel 2.6

Sarana dan Prasarana Kesehatan Kecamatan Banjarsari …………………

57

Tabel 2.7

Jumlah dan Presentase Ibu Hamil Resiko Tinggi Dirujuk Menurut Puskesmas di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………………...……...

Tabel 2.8

Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kecamatan Banjarsari Menurut Puskesmas Tahun 2009 ……………………………..

Tabel 2.9

58

59

Jumlah Ibu Hamil Bersalin dan Nifas di Kecamatan Banjarsari Per Februari 2011 ……………………………………………………………..

60

Tabel 2.10 Pembentukan Satgas GSI Masing-Masing Kelurahan di Kecamatan Banjarsari Surakarta ……………………………………………………...

62

Tabel 3.1

Identifikasi Kasus Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ..

64

Tabel 3.2

Profil Subyek dengan Riwayat Kehamilan dan Persalinan Buruk di Kecamatan Banjarsari …………………………………………………….

69

Tabel 3.3

Identitas Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………….

72

Tabel 3.4

ANC yang dilakukan Bumil di Kecamatan Banjarsari …………………...

75

commit to user xi

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.5

digilib.uns.ac.id

Penyebab Kematian, Tempat Kematian Ibu dan Penolong Persalinan Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …………..

Tabel 3.6

Tingkat Pendidikan Ibu Bersalin Meninggal Menurut Puskesmas

76

di

Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ……………………………………

80

Tabel 3.7

Matrik Hasil Penelitian Faktor Primer Elemen Dasar Keselamatan Ibu …

97

Tabel 3.8

Matrik Hasil Penelitian Faktor Sekunder Elemen Dasar Keselamatan Ibu

98

Tabel 3.9

Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kecamatan Banjarsari …………………………………………………………………

101

Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kelurahan Keprabon …………………………………………………………………

102

Tabel 3.11 Besaran Dana Sosial Bersalin (Dasolin) ………………………………….

106

Tabel 3.12 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI oleh Petugas Antara Teori dan Praktek ……………………………………………………………….

108

Tabel 3.13 Karakteristik Responden …………………………………………………

109

Tabel 3.14 Kecenderungan Intensitas Pemeriksaan ANC, Pilihan Tempat Persalinan dan Pemenuhan Gizi ……………………………………………………...

111

Tabel 3.15 Kecenderungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga …………

112

Tabel 3.16 Kecenderungan Pola Relasi Gender Perawatan Kesehatan Kehamilan dalam Keluarga …………………………………………………………...

113

Tabel 3.17 Kecenderungan Perencanaan Kehamilan oleh Keluarga …………………

115

Tabel 3.18 Kecenderungan Persiapan Kehamilan dan Persalinan dalam Keluarga ….

116

Tabel 3.19 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Keluarga …………………………

118

commit to user xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRAK Tiyas Nur Haryani. D0107099. Evaluasi Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011. Permasalahan kematian ibu maternal pada dasarnya tidak mencakup ranah medis saja, faktor non medis turut memberikan pengaruh sebab terjadinya kematian ibu. Indonesia telah mengupayakan berbagai hal untuk menurunkan AKI. Salah satunya melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI). Kota Surakarta tahun 2009, terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) secara tajam, hal tersebut tidak luput adanya perbaikan sistem Audit Maternal Prenatal (AMP) di Kota Surakarta, sehingga diusahakan seluruh kasus kematian ibu data dilacak dan dicatat. Tujuan penelitian yaitu melihat sebab kematian ibu dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan analisis kebutuhan gender praktis dan strategis dalam GSI di Kecamatan Banjarsari Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive area, Kota Surakarta diambil karena pada tahun 2009 terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Kecamatan Banjarsari diambil karena dipandang memiliki AKI yang tinggi dibanding empat kecamatan yang lain. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui focus group discussion, wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dan untuk penelitian survei dalam penelitian ini menggunakan 30 responden, untuk memetakan kecenderungan pemenuhan kebutuhan gender. Validitas data menggunakan triangulasi data dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Teknik analisis gender dalam penelitian ini menggunakan model Moser. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu maternal lebih disebabkan dari faktor primer yaitu berasal dari individu bersangkutan dan keluarga. Secara umum faktor sekunder, masyarakat dan pengelolaan program GSI dalam level kecamatan telah cukup membantu dalam upaya penurunan AKI, meskipun hasil lapangan membuktikan empati petugas yang juga terkait masalah kepekaan gender dalam kesehatan reproduksi ternyata jauh dari harapan. Pelaksanaan GSI baik di lingkup keluarga dan pengelolaan program memberikan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dengan dominasi pada kebutuhan praktis gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan strategis gender untuk ibu hamil, ibu bersalin dan nifas masih jauh dari yang diharapkan. Kata kunci: Analisis Moser, Gerakan Sayang Ibu, Kematian Maternal, Kebutuhan Gender, Keselamatan Ibu. commit to user xiii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRACT Tiyas Nur Haryani. D0107099. Evaluation of Gerakan Sayang Ibu (Study of Gender Needs in Gerakan Sayang Ibu at Banjarsari Surakarta). Faculty of Social and Political Sciences Sebelas Maret University. 2011. Maternal mortality problem is basically not only the medical problem, non-medical factors also give influence as causes of maternal mortality. Indonesia has sought many ways to reduce the maternal mortality rate. One was through the Gerakan Sayang Ibu (GSI). Surakarta in 2009, an increase in Maternal Mortality Rate (MMR) is sharp, it does not escape the system repair Audit Maternal Prenatal (AMP) in Surakarta, so cultivated all maternal mortality cases are tracked and recorded data.The research aims at describing the causes of mother's death seen from the basic elements of safe motherhood and analysis of practical and strategic gender needs in the GSI in Banjarsari Surakarta. This research is a descriptive study with qualitative and quantitative data support. Site selection done in purposive way, Surakarta was taken because in 2009 there was increase in Maternal Mortality Rate (MMR) to 153.82 per 100,000 live births from 49.1 per 100,000 live births while the District Banjarsari taken because it has a high maternal mortality rate from four other districts. Technic of data collection are focused group discussions, depth interviews, documentation and observation. Determination of informants was done by using purposive sampling and to survey research in this study using 30 respondents to the trend mapping gender needs. The validity of the data using triangulation of data which the researcher used multiple data sources to collect the same data. The basis of analysis used is the Gender Analysis Framework followed with gender analysis of Moser Model. The results of the research shows that the causes of maternal deaths are more than a primary factor that is derived from the individual and the family. In general secondary factors, community and program management of GSI in district level has been quite helpful in an effort to decrease maternal mortality rate, although field results prove that the officer empathy are also associated issues of gender sensitivity in reproductive health was far from expectations. Implementation of the GSI in the family and the management scope program provides practical and strategic gender needs with dominant practical gender needs. The results shows that the strategic gender needs for pregnant women, maternity and postpartum are still far from expected. Keywords: Gerakan Sayang Ibu, Gender Needs, Maternal Mortality, Moser Model, Safe Motherhood.

commit to user xiv

1 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan menjadi bagian pembangunan

nasional dan

keduanya mempunyai landasan yang sama. Prioritas utama pelayanan dasar kesehatan adalah ibu dan anak dengan pembahasan utama kesehatan perempuan melalui perawatan kesehatan primer. Secara historis, kesehatan perempuan menjadi masalah penting karena bersifat khas, kompleks dan pendekatannya harus dilakukan secara komprehensif (dalam Luhulima, 2007:259). Perawatan kesehatan primer menitikberatkan kehamilan dan persalinan yang aman. Kesehatan ibu yang berkualitas sangat menentukan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks pembangunan, Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator penting status kesehatan suatu negara. Tukiran, et al. ( 2007: 247) menyebutkan bahwa angka kematian ibu dan bayi yang tinggi akan menunjukkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Selain itu, tidak dipungkiri bahwa mortalitas dan morbilitas wanita hamil dan bersalin merupakan masalah terbesar yang dialami negara-negara berkembang (dalam www.medical-journal.co.cc). Kenyataan menunjukkan

walaupun telah banyak ketentuan peraturan

perundang-undangan dan kebijakan global maupun nasional, namun di Indonesia masih banyak persoalan reproduksi yang menghantui perempuan, antara lain: AKI melahirkan yang masih tinggi, akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, pendidikan seks yang memadai, dll (Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007 : 4-5).

commit to user 1

2 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dibanding dengan negara-negara maju AKI di Indonesia tergolong sangat tinggi, di negara-negara maju AKI berkisar pada angka 10 per 100.000 kelahiran hidup (Tukiran et al, 2007: 247-248). Melalui SK Menkes Nomor 1202 tahun 2003 tentang Indonesia Sehat Tahun 2010, pemerintah mengharuskan upaya menurunkan AKI sampai tahun 2010 sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup (dalam Luhulima, 2007: 268). Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia tahun 2000, AKI di Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Vietnam 160 per 100.00 kelahiran hidup, sedangkan AKI di Indonesia tahun 2000 masih berkisar di angka 307 per 100.000 kelahiran hidup (diolah dari www.majalah-farmacia.com). Hal tersebut mencerminkan bahwa di Indonesia, perempuan belum cukup terlindungi dari kemungkinan mengalami gangguan kesehatan reproduksi dalam persalinan (Darwin, 2001: 16). Kasus di Kota Surakarta, AKI terdapat indikasi peningkatan secara tajam meskipun Gerakan Sayang Ibu (GSI) telah terimplementasikan. GSI dirumuskan menjadi gerakan yang dilaksanakan membantu program pemerintah untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui kegiatan yang berdampak terhadap penurunan

AKI

karena

hamil,

www.prokeadilan.wordpress.com).

melahirkan

Mengutip

dan

nifas

www.askep-askeb.cz.cc

(dalam bahwa

gerakan semacam GSI setelah kurang lebih 4 tahun berjalan, gerakan tersebut kian melemah. Terkait peningkatan AKI di Kota Surakarta dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 153,81 per 100.000 kelahiran hidup di tahun commit to user 2

3 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2009 tidak luput dari adanya keberhasilan evaluasi sistem pelacakan kematian ibu dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Audit Maternal Prenatal (AMP) sangat

diperlukan untuk memperlihatkan data sebenarnya tentang kematian ibu dan bayi. Menurut Rachman (dalam Jurnal Perempuan 53 2007: 46) AMP belum mampu memonitor penghitungan AKI, terlebih lagi sejak kebijakan desentralisasi diimplementasikan. Catatan AKI di Kota Surakarta sebelum tahun 2009 dinilai sebagai data yang tidak akurat, yang berarti AKI sebenarnya bisa lebih tinggi dari angka yang ada sekarang. Hasil kajian Hartini menyebutkan bahwa para bidan enggan untuk mengisi dan melaporkan (dalam Jurnal Perempuan 53 2007: 46). Hal tersebut dapat menjadi persoalan yang sama terkait peningkatan AKI di Kota Surakarta yang melonjak tajam di tahun 2009. Tren angka Kematian Ibu Maternal di Kota Surakarta dapat dilihat dalam gambar 1.1 berikut: Gambar 1.1 Kematian Ibu Maternal di Kota Surakarta Tahun 2003-2009

Sumber: Diolah dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009

commit to user 3

4 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Banyak faktor yang menyebabkan kematian pada ibu hamil, melahirkan dan nifas. Pada umumnya, faktor-faktor penyebab masih tingginya (AKI) disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan bermuara pada kultur patriaki. Isu gender pada kelompok ibu dan janin yaitu adanya beban ganda ibu hamil, sehingga ibu hamil tidak memperhatikan kondisi kesehatan dan janinnya serta tingginya angka anemia ibu hamil (dalam www.irckesehatan.net). Secara tidak langsung posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kasus tingginya AKI. Mosse (1996: 253) menuturkan bahwa: Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun perempuan sedang hamil dan menyusui. Mereka kekurangan makan, yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Sakit kronis seringkali dianggap sebagai “bagian yang alami” karena menjadi perempuan, keguguran disebabkan oleh kekurangan makan, kerja keras dan kehamilan yang berulang-ulang dilihat sebagai bagian normal dari keperempuanan. Masalah-masalah tadi tidak akan terpecahkan dengan baik jika akar permasalahnnya, yaitu ketidakadilan dan ketimpangan gender di masyarakat tidak diatasi. Kesehatan reproduksi menjadi masalah serius bagi perempuan selain rawan terhadap penyakit, kondisi sosial serta adanya perlakuan kurang adil pada perempuan. Kurangnya kesadaran tentang masalah kesehatan reproduksi berpengaruh terhadap tingginya AKI. Tingginya AKI di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor gangguan kehamilan.

Hal ini berkaitan rendahnya

kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan (Mosse, 1996: 253). Selain kultur, hak reproduksi perempuan juga sangat berkaitan erat dengan commit to pada user persoalan medis. Faktor tersebut masalah kemiskinan yang ikut berdampak 4

5 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

sangat berpengaruh pada melorotnya kualitas hidup dan kesehatan reproduksi perempuan. Ketidakmampuan perempuan untuk membeli alat kontrasepsi yang berkualitas dan membayar pemeriksaan berakibat kondisi abnormal dalam kandungannya tidak terdeteksi, lalu terabaikannya hak-hak reproduksi perempuan hingga angka kematian ibu melahirkan tinggi ( Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007: 5). Menurut Darwin (2001: 16), angka kematian maternal mencerminkan rendahnya kualitas perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan. Hasil-hasil kajian tersebut telah menyebutkan bahwa penyebab kematian ibu tidak hanya karena sisi medis saja, tetapi juga terkait dengan relasi gender. Dimana dalam konteks budaya patriaki, gender seringkali menghambat perempuan untuk mengakses dan memanfaat fasilitas-fasilitas kesehatan yang memadai. Perlu diperhitungan aspek pemenuhan kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, dalam konteks perspektif gender dikenal dengan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender. Meskipun kedua jenis kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara bersamaan, namun kenyataannya masih banyak ditemui kegiatan pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan praktis saja.

Menyadari bahwa selama ini persoalan AKI hanya dipandang sebagai

persoalan medis semata, maka penelitian ini akan meneliti Gerakan Sayang Ibu dari sudut pemenuhan kebutuhan gender. Sejak tahun 2007 hingga tahun 2009, AKI di Surakarta dilihat dari persebaran

tiap kecamatan yang ada, terdapat

indikasi bahwa Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang mengalami peningkatan AKI, sehingga hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti. commit to user 5

6 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

B. RUMUSAN MASALAH 1.

Mengapa Angka Kematian Ibu

di Kecamatan Banjarsari mengalami

peningkatan di tahun 2009? 2.

Bagaimana pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari?

C. TUJUAN PENELITIAN 1.

Tujuan Operasional a. Mengevaluasi sebab peningkatan Angka Kematian Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu. b. Menganalisis pemenuhan kebutuhan gender dalam Gerakan Sayang Ibu.

2.

Tujuan Fungsional Secara fungsional hasil penelitian dapat digunakan untuk : a. Bahan masukan reformulasi kebijakan penurunan Angka Kematian Ibu berprespektif gender di Kota Surakarta. b. Bahan pertimbangan bagi lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan semua

pihak

yang

memperjuangkan

pembangunan

kesehatan

reproduksi perempuan. 3. Tujuan Individual Untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user 6

7 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan mengenai masalah pemenuhan kebutuhan gender dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kota Surakarta. 2. Bahan masukan dan bantuan pemikiran kepada pihak-pihak yang berperan dalam mendukung proses implementasi GSI.

E. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan reproduksi memiliki keterkaitan dengan isu gender dan kesehatan reproduksi perempuan, karena mereka memiliki kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi yang khusus sehubungan dengan kodratnya sebagai perempuan. Dalam tinjauan pusataka yang digunakan untuk membangun kerangka berfikir, peneliti menggunakan teori-teori sebagai berikut: 1. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan Konsep tentang kesehatan reproduksi pada awalnya sebatas pada dampak kontrasepsi, semakin lama meluas pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi dan proses reproduksi manusia. Menurut Manuaba (1998: 7), reproduksi secara sederhana diartikan kemampuan untuk membuat kembali, dalam kaitannya kesehatan reproduksi diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilitas), dapat menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa resiko apapun dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal. Chapter VII dari Plan of Action hasil ICPD (dalam Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007 : 9-10) menyebutkan commitdefinisi to user dari kesehatan reproduksi yaitu, 7

8 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Reproductive health is a state of complete physical, mental and social well-being in all matters relating to the reproductive system and to its function and proses. Secara implisit hak-hak perempuan dan laki-laki dalam kesehatan reproduksi yang termuat dalam hasil ICPD Kairo antara lain: Men and women to be informed and to have access to safe, effective, affordable and acceptable menthods of family planning of their choice, as well as other methods of their choice for regulation of fertility, which are not against the law, and the right of access to health-care services that will enable women to go safely through pregnancy and childbirth (dalam Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007 : 9-10). Menurut Scortiano (dalam Dharmastuti, 2003: 12) kesehatan reproduksi mencakup beberapa unsur utama yaitu: (1) perilaku reproduksi yang bertanggungjawab selama usia subur, (2) akses pada pelayanan keluarga berencana (KB) yang aman, (3) perawatan kesehatan ibu secara efektif dan aman, (4) pengendalian secara efektif terhadap infeksi sistem reproduksi, (5) pencegahan dan penanganan infertilitas (kemandulan), (6) penghapusan aborsi yang tidak aman, (7) pencegahan dan pengobatan penyakit yang membahayakan pada organ reproduksi, dan (8) perawatan sebelum dan selama kehamilan, melahirkan dan sesudah melahirkan. Selain itu, WHO mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai keadaan sehat dan sejahtera secara fisik, mental dan sosial bukan karena ketiadaan penyakit dan kecacatan dalam segala aspek yang berkaitan dengan fungsi, sistem dan proses-prosesnya (dalam Luhulima, 2007: 259). Dalam pengertian kesehatan reproduksi tersebut, ada hal yang diperhatikan. Pertama, pengertian sehat bukan semata-mata sebagai pengertian kedokteran (klinis) tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat). Kedua, kesehatan reproduksi bukan menjadi masalah seseorang saja tetapi juga menjadi commitseorang to user wanita mempunyai hak untuk kepedulian keluarga dan masyarakat, 8

9 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga memungkinkan mereka menjalani kehamilan dan persalinan dengan baik. Terdapat pula hak untuk mengakses pelayanan kesehatan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang aman dan perawatan kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan, melahirkan dan sesudah melahirkan. 2 Kebijakan-Kebijakan Strategis Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Dalam penurunan AKI, kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang diambil demi kepentingan publik. Seperti pendapat Dye, kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, pendapat lain dari konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik (dalam Subarsono, 2005: 2), dan menurut Surbakti, kebijakan publik adalah kebijakan yang menyangkut masyarakat umum (dalam Ekowati, 2009: 1). Berdasarkan banyaknya definisi mengenai kebijakan, Tangkilisan (2003: 120) mengemukakan bahwa kebanyakan definisi meliputi gagasan: Pertama, tindakan bertujuan yang diarahkan terhadap masalah atau tujuan. Kedua, tindakan yang diambil oleh dinas-dinas pemerintah, atau kolektivitas yang bisa didefinisikan sebagai dinas pemerintah. Ketiga, aturan yang merincikan siapa harus melakukan apa, kapan, mengapa dan bagaimana. Keempat, perangkat yang memberikan insentif dan motivasi agar individu lakukan perilaku pilihan kebijakan. Dan kelima, toeri sebab-akibat yang menghubungkan tindakan dinas untuk perilaku target yang perilau target atasi. Dalam sebuah perspektif empiris, kebijakan mewujudkan dirinya dalam Undang-Undang, petunjuk dan program sebagaimana juga di dalam rutinitas dan commit to user kebijakan adalah suatu tindakan praktek organisasi publik. Friedrich menjelaskan 9

10 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatanhambatan tertentu seraya memberi peluang-peluang untuk mencapai tujuan, atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (dalam Wahab, 1990: 3). Terkait upaya penurunan AKI, kebijakan publik termanifestasikan dalam wujud kebijakan kesehatan reproduksi perempuan, dimana dalam penurunan mortalitas utamanya diarahkan menurunkan kematian bayi, anak dan ibu melalui upaya pencegahan dan pelayanan kesehatan primer. Menurut Mosse (1996: 254), pendekatan pembangunan terhadap kesehatan perempuan mengambil jalan perawatan kesehatan primer dengan fokus terhadap kesehatan ibu dan anak, penyuluhan gizi dan informasi serta pendidikan tentang masalah-masalah kesehatan. Perjuangan kaum perempuan agar masalah kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus, mencapai puncaknya dalam kesepakatan ICPD tahun 1994 di Kairo. Program Aksi ICPD 1994 mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan pendidikan, khususnya untuk anak perempuan, serta penurunan tingkat kematian bayi, anak, dan ibu (dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2005). Perhatian terbesar pada kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan adalah bagaimana mencegah penyebab utama kesakitan dan kematian maternal (Rachmawati, 2004: 55). United Nation menyebutkan bahwa ICPD Kairo telah mencanangkan program Safe Motherhood sebagai strategi untuk menurunkan tingkat kesakitan dan kematian maternal (Rachmawati, 2004: 55). Terdapat pula tujuan nomor lima MDGs, meningkatkan kesehatan ibu dengan target pencapaian commit to user 10

11 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

MDG pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut (Bappenas, 2010). Upaya penurunan AKI di Indonesia salah satunya melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta kematian bayi (Iskandar, 1998). Menurut Shiffman, kegiatan dalam safe motherhood antara lain sebagai berikut: “Primary activities included local government mobilization, the recording of pregnant women through women’s organizations so that they could be given assistance as delivery approached, and the designation of certain hospitals for safe motherhood services. Messages were developed to promote a more active role for husbands in pregnancy issues and to encourage couples to plan early in pregnancy in the case of complications at delivery.” (dalam Social Science & Medicine, 56(6): 1197-1207). Terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang sangat penting dari pengertian GSI, yaitu: a. GSI merupakan gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah. Pelaksanaan GSI melibatkan masyarakat secara aktif, tidak hanya sebagai sasaran, tetapi juga sebagai pelaku. GSI harus dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat ibu hamil, deteksi awal dan komplikasi kehamilan dan memutuskan kemana harus merujuk serta mencari dan memilih to user kemampuan masyarakat dalam pertolongan. GSI harus dapatcommit meningkatkan 11

12 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

mengembangkan kerjasama untuk membantu transportasi ke tempat rujukan (fasilitas kesehatan memadai), membantu dana yang diperlukan

dan

mengembangkan bentuk – bentuk kepedulian sosial dalam masyarakat (Tabulin, dasolin, Ambulan Desa, Donor Darah Desa, Pondok Sayang Ibu). Bagi Pemerintah, GSI harus dapat meningkatkan peran pemerintah dalam menyusun kebijakan, strategi dan upaya dalam percepatan penurunan AKI. b. GSI mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan sebagai sumber daya manusia. Perempuan yang selama ini mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan reproduksi hingga menyebabkan kematian ibu yang tinggi karena hamil, melahirkan dan nifas. Gerakan Sayang Ibu melakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat, terutama pada laki-laki agar memberikan hak-hak reproduksi kepada perempuan serta membantu memberikan perawatan kepada ibu-ibu hamil, melahirkan dan nifas. c. GSI bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan, nifas dan bayi. Dalam pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu, kecamatan merupakan lini terdepan untuk mensinergikan antara pendekatan lintas sektor dan masyarakat dengan dengan pendekatan sosial budaya secara komprehensif utamanya dalam mempercepat penurunan AKI. Sebagai salah satu komponen dalam Gerakan Sayang Ibu yaitu terdapat Kecamatan Sayang Ibu. Pedoman Umum Revitalisasi commit to user 12

13 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gerakan Sayang Ibu (GSI) Kabupaten Malang (2009) menyebutkan indikator GSI antara lain: a. Ibu Hamil: Memeriksaan kehamilan minimal 4 kali; mengetahui dan mengenali

kelainan

kehamilan,

dan

tahu

cara

pencegahan

dan

penanggulangannya; melakukan persalinan di tempat/fasilitas kesehatan yang memadai, serta ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; mengetahui kebutuhan gizi yang diperlukan; menyiapkan biaya persalinan; mengusahakan agar tiap kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan, dengan melaksanakan KB dan perencanaan keluarga; mampu mengambil keputusan; memahami kesetaraan keadilan gender; mampu mencegah kekerasan dalam rumah tangga. b. Keluarga: Suami istri, merencanakan jumlah anak, waktu akan mulai mengandung, sesuai dengan kemampuan; semua kehamilan merupakan kehamilan yang diinginkan; suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga), tidak memberi tugas yang berat kepada ibu hamil; memperhatikan makanan ibu hamil;

mengenali

kelainan

kehamilan

sedini

mungkin

dan

segera

membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai; mempersiapkan biaya persalinan

dan perlengkapan bayi; memeriksa ibu hamil di sarana

pelayanan kesehatan yang memadai (min 4 kali ); merencanakan tempat yang aman, dan bersih, serta ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan mempersiapkan segala kemungkinan yang dapat timbul selama kehamilan dan persalinan (mempersiapkan donor darah, kendaraan/ambulans desa. dsb); commit to user 13

14 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

mempratekkan kesetaraan keadilan gender; tidak ada kekerasan dalam rumah tangga. c. Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan : bekerjasama dengan pemerintah setempat, termasuk semua instansi terkait, sarana pelayanan swasta dan organisasi lain; melatih kader untuk kegiatan GSI; mengorganisasi Tabungan Ibu Hamil (Tabulin) dan dana Sosial Bersalin (Dasolin); mengorganisasi donor darah; menyelenggarakan Pondok Sayang Ibu; bila ada dana berlebih, melengkapi sarana Pelayanan kesehatan. d. Petugas Kesehatan/Sarana Pelayanan Kesehatan: bekerjasama dengan masyarakat; memanfaatkan data dari masyarakat untuk mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi pada ibu hamil; meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan profesional; melengkapi sarana dan prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan. 3. Faktor-Elemen Dasar Keselamatan Ibu Sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) penting untuk memahami sebab-sebab kematian ibu. Hasil Assessment Safe Motherhood di Indonesia, yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI menyebutkan faktorfaktor yang berpengaruh pada kematian ibu antara lain: (1)derajat kesehatan dan kesiapannya untuk hamil, ANC yang diperoleh, pertolongan persalinan dan perawatan setelah persalinan, (2) rendahnya kualitas pelayanan ANC dan dukun bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi dini resiko tinggi kehamilan, dan (3) belum semua RS Kabupaten sebagai tempat rujukan mempunyai staf dan peralatan yang cukup untuk melakukan pelayanan obsteri darurat komprehensif serta lemahnya sistem rujukan (dalam Rachmawati, 2004: 27). commit to user 14

15 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Menurut Naqiyah (2005: 2), rendahnya otonomi perempuan terhadap tubuhnya tampak pada besarnya jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia, yang disebabkan antara lain: kurangnya akses kesehatan bagi perempuan, kurangnya informasi, aborsi tidak aman,

pendarahan, pendidikan rendah,

kurangnya kesadaran hak reproduksi dan 50 persen ibu hamil terkena anemia dan kurang gizi. Selain itu Graham, et al (dalam Jurnal Tropical Medicine and International Health, 2008, Vol 13), menyebutkan: more cases of maternal death than of Caesarean section provides clear evidence of unmet need for emergency care. Faktor lain yang mengukutinya ditambahkan oleh Graham sebagai berikut: In Burkina Faso, financial barriers are a major deterrent to uptake of delivery care and coincide with distance obstacles, emphasizing the need to consider geographical targeting of, for example, transport interventions or incentives to health workers for remote postings (dalam Jurnal Tropical Medicine and International Health, 2008, Vol 13). Hartini mengajukan kerangka berfikir bahwa kematian ibu maternal dapat dihindari dengan syarat: Komponen advokasi berupa: persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terampil, sistem rujukan yang memadai, pelayanan kegawatdaruratan obstetrik yang bermutu dan persiapan persalinan dan kesiagaan komplikasi, baik dalam keluarga maupun oleh masyarakat (dalam Jurnal Melati Kohati PBHMI Vol 9, Desember 2009). Terdapat pula McCarthy dan Maine serta Tinker dan Koblinsky (dalam Rachmawati, 2004: 28) mengajukan kerangka berpikir: Kematian maternal disebabkan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan antara penyebab langsung (proximate), penyebab antara (intermediete) dan penyebab tidak langsung (distant). Faktor-faktor penyebab itu commit to user 15

16 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tidak hanya faktor kesehatan pribadi, tetapi juga melibatkan aspek lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan sistem negara. Faktor penyebab langsung kematian ibu merupakan faktor penyebab yang paling dekat dengan kondisi kesehatan maternal, penyebab langsung ini selanjutnya dipengaruhi oleh penyebab antara, meliputi akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan dan reproduksi suami istri dan komunitas di sekelilingnya, status kesehatan dan gizi ibu hamil, manajemen kehamilan dan pola pertolongan persalinan, selain itu penyebab antara akan diikuti oleh penyebab tidak langsung (dalam Rachmawati, 2004: 28 – 30). Rachmawati

(2004)

mengkaji

masalah

kualitas

pelayanan

kegawatdaruratan obstretrik di RSUD Kelas C menyusun kerangka berfikir yang terdiri dari faktor penyebab langsung, penyebab antara dan penyebab tidak langsung tertera dalam gambar 1.2. Rachmawati menggunakan konsep kesehatan perempuan, hak reproduksi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sebagai alat analisis.

commit to user 16

17 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 1.2 Faktor-Faktor Sebab yang Berpengaruh Pada Kematian Ibu Maternal Kebutuhan

Kecukupan makanan, air bersih, dll

Resiko

Perdarahan,infeksi, eklampsia, partus lama, aborsi.

Penyebab langsung (individu)

Penyebab antara (Keluarga, lingkungan dan pelayanan)

Penyebab Tidak Langsung

Perilaku Sosial Pengelolaan Program Pelayanan Masyarakat

Pendidikan, Tata nilai, Kondisi Ekonomi, Kondisi Geografis

1. Kesadaran peran kodrati wanita 2. Kesadaran peran gender laki-laki/perempuan 1. Akses: ketersediaan pelayanan (sarana, tenaga, dana , metode) 2. Pemanfaatan terhadap layanan 3. Kualitas Pelayanan

Sumber : Rachmawati, 2004: 62 Emilia menemukan faktor lain penyebab kematian ibu hamil/melahirkan di Indonesia yaitu faktor lingkungan keluarga yang erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan perawatan kehamilan dan pemilihan pertolongan persalinan (dalam Darwin, 2001: 18). Menurut Wilopo (dalam Tukiran et al, 2010: 200), pencegahan kehamilan dengan resiko tinggi serta perawatan kehamilan, kelahiran dan perawatan pasca melahirkan akan menyelamatkan perempuan dari kematian maternal. Selain itu, menurut Darwin (2005: 168) AKI tetap tinggi jika hak perempuan commit untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup to user 17

18 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tidak diperhatikan. Bermula dari sehat tidaknya ibu hamil, bersalin dan nifas dapat menentukan hidup atau matinya seorang ibu hamil, bersalin dan nifas. Untuk menilai kesehatan ibu maternal demi menjawab masalah tingginya kematian ibu, peneliti akan menggunakan faktor-faktor sebagai berikut: a. Penyebab primer (individu dan keluarga). Penyebab primer dalam penelitian ini merupakan penyebab terdekat kematian maternal yang berasal dari individu ibu dan keluarganya. Variabelnya penulis klasifikasikan sebagai berikut: (1) Status kesehatan ibu (mengadopsi dari Rachmawati, Darwin, Graham,

Nagiyah

dan

Assessment

Safe

Motherhood,

Departemen Kesehatan RI). Termasuk dalam status kesehatan ibu penulis mengklasifikasikan terdiri dari kecukupan gizi, riwayat komplikasi obstetri, dan riwayat penyakit. Kecukupan gizi berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Badan Pusat Statistik, 2010) dilihat dari besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Gizi seimbang yang terdiri atas kalori, protein, lemak, vitamin dan mineral mampu meningkatkan kesehatan ibu hamil secara umum (Genio. 2010: 5). Variabel lain yaitu riwayat komplikasi obstretrik dan riwayat penyakit, menurut Rachmawati (2004: 167) kehamilan sebelumnya atau penyakit yang pernah diderita penting untuk menentukan kondisi kehamilan saat itu. commit to user 18

19 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

(2) Status reproduksi (diadopsi dari Assessment Safe Motherhood Departemen Kesehatan RI) yaitu derajat kesehatan dan kesiapannya untuk hamil di dalamnya terdapat unsur usia ibu hamil, jumlah kelahiran dan jarak antara kehamilan. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan melahirkan (dalam Depkes RI, 1994). Jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian maternal (dalam Depkes RI, 1994). (3) Perilaku sehat (diadopsi dari Wilopo dan Assessment Safe Motherhood Departemen Kesehatan RI dan Hartini) dengan variabel pemeriksaan ANC dan penolong persalinan aman. Menurut Fibriana (2007: 51) pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman. (4) Status perempuan dalam keluarga (diadopsi dari Emilia dan Naqiyah). Status ini berkaitan dengan pendidikan perempuan, pekerjaan perempuan, dan keberdayaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.

commit to user 19

20 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

(5) Status keluarga dalam masyarakat (diadopsi dari McCharty dan Graham) yang meliputi aspek lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan intervensi transportasi. b. Penyebab sekunder (lingkungan dan pelayanan Kecamatan Sayang Ibu dalam GSI). Penyebab sekunder dalam penelitian ini merupakan penyebab kematian maternal yang berasal dari luar individu ibu dan keluarganya. Variabelnya penulis klasifikasikan sebagai berikut: (1) Akses pelayanan kesehatan (diadopsi dari Assessment Safe Motherhood Departemen Kesehatan RI dan Naqiyah). (2) Kesiagaan dalam masyarakat (diadopsi dari Hartni dan Rachmawati). Kesiagaan masyarakat mencakup kepedulian kepala desa, Badan Perwakilan Desa sangat diperlukan dalam upaya penurunan AKI (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2004) (3) Hubungan interpersonal petugas (diadopsi dari Rachmawati). Menurut Leslie dan Gupta interaksi antara klien dan penyedia pelayanan merupakan faktor penting yang menjelaskan pemanfaatan pelayanan medis oleh wanita (dalam Rachmawati, 2004: 110). Hubungan antara pasien dan penyedia yang sangat buruk

mempengaruhi

rendahnya

pemanfaatan

kesehatan oleh perempuan (Rachmawati, 2004: 110). commit to user 20

fasilitas

21 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

(4) Manfaat Terhadap Layanan (diadopsi dari Rachmawati). Hal ini akan dibatasi pada manfaat layanan yang terdapat dalam Gerakan Sayang Ibu di level Kecamatan. (5) Sistem rujukan (diadopsi dari Hartini). Campur tangan dari aparat pemerintahan sangat diperlukan untuk menekan AKI. Peran Kepala Desa sangat penting dalam hal ini, untuk membujuk keluarga ibu hamil agar dirujuk ke fasilitas kesehatan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2004). 4. Evaluasi Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu Evaluasi kebijakan merupakan salah satu rantai dari proses kebijakan publik yang menilai konsep, perancangan implementasi, dan pelaksanaan program atau kebijakan. Ada beberapa definisi mengenai evaluasi kebijakan. Sebagaimana dikutip oleh Nurhaeni ( 2009: 77), ada beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai evaluasi kebijakan antara lain: Pertama, Jones (1984) mendefinisikan evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan. Kedua, Bryant dan White (1987) menyebutkan bahwa evaluasi kebijakan pada dasarnya harus bisa menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat mendekati tujuan. Dan ketiga, Lester dan Stewart (2000), evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Penelitian ini ditujukan untuk melihat sebab kematian ibu dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis commit to user 21

22 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

gender dalam GSI dimana sudah terdapat indikasi bahwa AKI justru mengalami peningkatan tajam pada tahun 2009, padahal tujuan daripada GSI adalah menurunkan Angka Kematian Ibu. Parson (2005: 548) menyebutkan bahwa riset evaluasi membahas dua dimensi yaitu: bagaimana sebuah kebijakan bisa diukur berdasarkan tujuan yang ditetapkan dan dampak aktual dari kebijakan. Menurut Schriven, Fritz dan Morris ( dalam Nugroho, 2008: 144), ada dua jenis penelitian evaluasi, pertama evaluasi formatif yang dimaksudkan sebagai pengumpulan data pada waktu kebijakan masih berlangsung dan kedua, evaluasi sumatif yang dilakukan ketika kebijakan selesai dijalankan. Data yang dihasilkan untuk membentuk dan memodifikasi kebijakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menentukan sejauh mana suatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan kebijakan lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan evaluasi formatif karena kebijakan GSI secara umum sudah dimulai sejak tahun 1996 dan masih terus berlangsung hingga saat ini. a. Konsep Gender Dari kondisi saat ini, dapat diamati masih terjadi ketidakjelasan dan kesalahpahaman tentang pengertian gender kaitannya dengan usaha emansipasi kaum perempuan (Nugroho, 2008: 1). Menurut Fakih ( 2008: 7), untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks(jenis kelamin). Berdasarkan Inpres No 9 tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional disebutkan bahwa gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. commit to user 22

23 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Menurut Nugroho (2008: ix) gender adalah pembedaan peran perempuan dan lakilaki dimana yang membentuk adalah konstruksi sosial dan kebudayaan, bukan karena konstruksi yang dibawa sejak lahir. Jika jenis kelamin adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, maka gender adalah sesuatu yang dibentuk karena pemahaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Mosse (1996: 2-3) menambahkan bahwa secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin biologis, gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau maskulin. Sedangkan jenis kelamin didefinisikan Fakih (2008: 8) sebagai pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan bersifat permanen. Berdasarkan pendapat beberapa ahli seperti Stoler, Oakley, Fakih, Lips, Williams, Seed dan Mwau, Nugroho (2008: 8) menyimpulkan bahwa: Pengertian gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum dan ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif. Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan. Mengenai jenis kelamin Nugroho (2008:8) menambahkan bahwa jenis kelamin (seks) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan Tuhan) yang berlaku dimana saja dan sepanjang masa yang tidak dapat berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Gender dapat menentukan akses kita terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan sumber daya yang diperlukan untuk industri dan ketrampilan. commit to user Gender bisa menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebesan gerak kita, 23

24 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

serta akan menentukan seksualitas, hubungan dan kemampuan kita untuk membuat keputusan dan bertindak secara autonom (Mosse, 1996: 5). Dalam kondisi saat ini perbedaan peran yang dilakukan masyarakat melalui sosialisasi peran gender ternyata menghasilkan ketidakadilan gender atau diskriminasi gender. Perbedaan gender sesungguhnya bukanlah merupakan permasalahan sepanjang tidak menimbulkan atau melahirkan ketidakadilan gender (Fakih,

2008:

12).

Ketidakadilan

ini

menurut

Fakih

(2008:

12-22)

termanifestasikan sebagai bentuk marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja ganda serta sosialisasi nilai peran gender. b. Analisis Gender Menurut Naqiyah (2005: 26) analisis gender digunakan sebagai analisis sosial untuk mengkritisi relasi perempuan dan laki-laki secara kuantitatif maupun kualitatif dalam segala aspek kehidupan manusia. Selain itu analisis gender merupakan sistem analisis terhadap ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender. Analisis gender dilakukan sebagai langkah awal dalam rangka penyusunan kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender. Dengan analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diidentifikasikan dan dianalisis sehingga dapat ditemukan langkah-langkah pemecahan masalahnya secara tepat. Analisis gender sangat penting, khususnya bagi para pengambil keputusan dan perencana di setiap sektor karena dengan analisis gender commit to user 24

25 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat diwujudkan. Ada beberapa teknik analisis gender yang dapat dipergunakan, yaitu teknik analisis Harvard, Moser, Longwe, Munro, Capasities and Vulnerabilities Analysis (CVA), Matrik Analisis Gender, Analysis Longframe, Konsep Seaga dan teknik Participatory Rural Apprasial (PRA) berdimensi Gender serta Gender Analysis Pathway (GAP) dan POP (dalam Handayani, 2002: 159). Terdapat beberapa analisis gender yang sering digunakan dalam perencanaan pembangunan responsif gender yaitu Moser, Harvard dan GAP. Dalam hal ini tidak semuanya akan dijelaskan secara terperinci, kecuali untuk model Moser yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline Moser. Kerangka analisis Moser berusaha memasukkan agenda pemberdayaan ke dalam arus utama (mainstream) proses perencanaan dengan menyusun perencanaan gender sebagai jenis perencanaan yang tersendiri, dimana sasarannya adalah pembebasan (emancipation) perempuan dari subordinasinya dan mencapai persamaan, keadilan dan pemberdayaan bagi perempuan. Teknik analisis Moser adalah teknik analisis yang membantu perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender, dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan, identifikasi terhadap peranan majemuk perempuan (reproduksi, produksi, sosialkemasyarakatan),

serta

(Handayani, 2002: 165).

identifikasi

kebutuhan

commit to user 25

gender

praktis-strategis

26 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Salah satu asumsi kunci yang mendasari analisis gender dan pembangunan adalah laki-laki dan perempuan karena mereka memiliki peran dan kekuasaan gender yang berbeda, juga kepentingan gender yang berbeda. Dalam fokus penelitian ini yang ingin mengkaji pemenuhan kebutuhan gender, dari sisi kebutuhan praktis Antrobus menekankan bahwa kebutuhan praktis perempuan berjalan keliru, bukan karena kebutuhan ini tidak penting, tetapi karena dalam memenuhinya ada keengganan untuk mengakui bahwa hasil-hasil praktis ini mudah dibalik jika perempuan tidak memiliki kekuatan untuk melindunginya ketika sumber daya mulai langka ( Mosse, 1996: 214-215). Pembedaan antara kebutuhan gender “praktis” dan perubahan jangka panjang, atau perubahan “strategis” analisis gender dan pembangunan (GAD) menyarankan cara-cara mengatasi tidak hanya permasalahan sekarang ini, tetapi sebab-sebab yang mendasarinya. Istilah kebutuhan gender “praktis” dan “strategis” dikemukakan pertama kali oleh Maxine Molyneux pada tahun 1985. Dibedakan antara kebutuhan yang dihasilkan perempuan dalam melakukan peranperan sosial khusus dan kepentingannya sebagai kelompok sosial dengan akses yang tidak sama terhadap sumber daya (ekonomi, sosial dan politik). Pembedaan ini memperoleh dukungan luas dalam literatur GAD. Mosse menyarankan bahwa memenuhi kebutuhan praktis gender perempuan bisa digunakan untuk mempertahankan dan bahkan memperkuat pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin,

karena

memungkinkan

perempuan

melakukan

peran

gender

tradisionalnya yang tidak berhasil secara lebih efektif menolak asumsi tentang apakah yang menjadi tugas perempuan (Mosse, 1996: 216). Definisi kepentingan commit to user 26

27 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dan kebutuhan gender strategis berkaitan dengan perubahan jangka panjang, merupakan intisari masalah gender dan pembangunan. Penilaian Kebutuhan Gender, kebutuhan tersebut dibedakan ke dalam kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1) Kebutuhan praktis gender adalah pemenuhan kebutuhan individu jangka pendek yang

bertujuan mengubah kehidupan melalui

kebutuhan pasar. Tetapi pemenuhan kebutuhan praktis tidak akan merubah posisi perempuan yang subordinat. Contohnya adalah peningkatan ketrampilan tenaga kerja

wanita dalam melakukan

pekerjaannya. Menurut Moser (1993: 40) kebutuhan praktis gender adalah, practical gender needs are the needs women identify in their socially accepted roles in society. Practical gender needs are a response to immediate perceived necessity, identified within a specific context. Selain itu menurut Moser (1993: 40)

kebutuhan praktis

gender bersifat: Practical gender needs do not challenge the gender divisions of labour or women’s subordinate position in society, although rising out of them. They are practical in nature and often are concerned with inadequacies in living conditions such as water provision, and health care. 2) Kebutuhan strategis gender adalah pemenuhan kebutuhan jangka panjang, mengacu pada peran ideal perempuan, merubah hubungan gender, dan memerlukan strategi tertentu dalam proses pemenuhan. Contoh-contoh kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan commit to user 27

28 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

strategis perempuan, semisal : perubahan-perubahan dalam pembagian kerja gender, perbaikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, perlindungan hukum dan jaminan kesejahteraan tenaga kerja wanita (Handayani, 1996: 166). Selain itu kebutuhan strategis gender, menurut Molyneux (dalam Moser, 1993: 39) telah mengidentifikasi mencakup semua atau beberapa hal sebagai berikut: The abolition of the sexual division of labour, the alleviation of the burden of domestic labour and childcare; the removal of institutionalized forms of discrimination; the establishment of political equality; freedom of choice over childbearing; and the adoption of adequate measures against male violence and control over women. Kebutuhan strategis gender lebih mengarah pada relasi gender pada keterlibatan laki-laki. Menurut Nurlaili (dalam Jurnal Melati Kohati PBHMI, Vol 9 Desember 2009), dalam kondisi yang setara perempuan dan laki-laki seharusnya memiliki tanggungjawab yang sama antara lain dalam: pembagian beban kehamilan, peran aktif keluarga, pengambilan keputusan, perencanaan keluarga, dukungan suami terhadap ibu hamil, perawatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pembagian beban ganda rumah

tangga. Dalam

prakteknya, banyak kasus

suami kurang

memberikan perhatiannya dalam menjaga dan merawat kehamilan istri (Darwin, 2001: 3).

commit to user 28

29 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 1.1 Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender No

Posisi

Kebutuhan Praktis Gender

Kebutuhan Strategis Gender

(1)

(2)

(3)

(4)

1.

Ibu hamil dan keluarga

1. Memeriksaan kehamilan 1. Mengusahakan agar tiap minimal 4 kali kehamilan merupakan kehamilan yang 2. Mengetahui dan mengenali direncanakan, kelainan kehamilan, kesetaraan 3. Melakukan persalinan di 2. Memahami keadilan gender; fasilitas kesehatan yang memadai, 4. Mengetahui kebutuhan gizi; 5. Menyiapkan biaya persalinan; 6. Perempuan mampu mengambil keputusan ; 7. Mampu mencegah kekerasan dalam rumah tangga. 8. Suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga) 9. Tidak memberi tugas yang berat kepada ibu hamil 10. Mempersiapkan donor darah, kendaraan/ambulans desa

3.

Masyarakat, Organisasi Kemasyarakat an, dan Petugas Kesehatan

1. Bekerjasama dengan 1. Bila ada dana berlebih, pemerintah setempat, melengkapi sarana termasuk semua instansi Pelayanan kesehatan; terkait, 2. Meningkatkan ketrampilan, 2. Mengorganisasi Dana Sosial pengetahuan dan Bersalin (Dasolin); profesional; 3. Mengorganisasi donor darah; 3. Melatih kader untuk kegiatan 4. Menyelenggarakan Pondok Sayang Ibu; 5. Bekerja sama dengan masyarakat dalam pendataan

Sumber: Diolah dari Pedoman Umum Gerakan Sayang Ibu Kabupaten Malang 2009 commit to user 29

30 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Analisis

Moser

memiliki

keterbatasan

dalam

memperhitungkan

kebutuhan strategis laki-laki, kerangka ini tidak membahas ketidakadilan lain yang mendasarinya seperti ras, kelas sosial, dan tidak semua perempuan memiliki peran ganda / tri peran. Dalam beberapa hal, isu kunci bagi perempuan bukanlah masalah penyeimbang peran mereka, tetapi fakta bahwa peran sangat dibatasi. Dalam kasus tertentu, perempuan tidak mempunyai peran komunitas karena mereka berada dalam pingitan dan tidak berbaur dengan komunitas dan dalam kasus lainnya mereka dikeluarkan dari kerja produktif. (Overholt & Austin, 1991). 6. Relevansi Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan kebijakan penurunan AKI dan GSI sudah pernah dilakukan oleh berbagai pihak. Penelitian Iswarno (2009) memberikan gambaran mengenai komitmen politik pemerintah daerah terhadap program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Kepahiang. Hasil penelitian menunjukkan meskipun seluruh stakeholder setuju dan mendukung adanya program tersebut, namun komitmen politik pemerintah daerah terhadap program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih rendah, ini terbukti dengan minimnya alokasi anggaran program KIA, keterlibatan stakeholder lokal dalam proses perencanaan dan penganggaran program masih kurang serta koordinasi antara dinas kesehatan dengan stakeholder kunci dalam perencanaan dan penganggaran tidak berjalan dengan baik, sehingga sering terjadi perbedaan pemahaman tentang program. Permasalahan ini lebih banyak disebabkan karena kualitas perencanaan program yang kurang baik disamping peran dan keterlibatan stakeholder dalam proses perencanaan masih kurang. commit to user 30

31 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Penelitian Listyarini (2003) berjudul “Kebijakan Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (PP-AKI): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Program Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kabupaten Wonogiri”, dilakukan melalui analisis secara bertingkat, yakni terhadap kabupaten, kecamatan, dan desa yang dilakukan dengan melihat 3 aspek yaitu pelaksanaan program dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa secara umum pelaksanaan GSI di Kabupaten Wonogiri belum berjalan dengan baik. Beberapa hal sebagai penyebabnya adalah pertama, struktur dan unsur pelaksana sangat kompleks sehingga sulit untuk mengadakan koordinasi. Kedua, proses perekrutan pejabat pelaksana lebih berdasarkan pada jabatan struktural daripada komitmen calon anggota terhadap program. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan pembagian tugas dan tanggung jawab, serta minimnya kepatuhan anggota pelaksana terhadap pencapaian tujuan program. Tiap-tiap unsur pelaksana lebih mengutamakan kepentingan dan tugas masingmasing, sehingga wujud nyata kegiatan yang seharusnya dilaksanakan di masyarakat hanya sebatas slogan. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pelaksanaan program ini adalah sikap negatif dari pelaksana program yang dapat dilihat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang program dan kurangnya pemahaman dan orientasi gender. Hal ini juga didukung dengan intensitas komunikasi yang rendah sehingga koordinasi sulit dilakukan dan kurangnya partisipasi masyarakat. Dharmastuti (2003) melakukan penelitian terhadap GSI dengan metode kuantitatif. Fokus penelitian pada efektivitas Tabulin dalam GSI dalam commit to user 31

32 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

meningkatkan kelengkapan pelayanan antenatal, dan faktor-faktor lain terhadap kelengkapan pelayanan antenatal sebagai upaya membantu menurunkan AKI di Kabupaten Pati. Hasil

penelitian yaitu, model Tabulin terbukti memberikan

pengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan antenatal ibu hamil, antara lain dengan cara mengurangi hambatan biaya pelayanan. Disarankan agar Tabulin terus dikembangkan dan cakupannya diperluas kepada kecamatan-kecamatan lain. Selain penelitian di atas, penelitian tentang Gerakan Sayang Ibu atau kebijakan penurunan AKI juga pernah dilakukan oleh Budianto (2006) di Kabupaten Bantul, dalam penelitiannya tersebut menggunakan variabel komitmen politis, koordinasi dan partisipasi sebagai variable yang mempengaruhi keberhasilan GSI. Relevansi penelitian sebagaimana disebut dalam tabel 1.2 sangat bermanfaat dalam menjelaskan variable-variabel yang berpengaruh terhadap GSI, namun penelitian-penelitian tersebut belum secara khusus menyoroti masalah pemenuhan kebutuhan gender pada Gerakan Sayang Ibu. Maka penelitian tentang evaluasi Gerakan Sayang Ibu dengan kajian pada pemenuhan kebutuhan gender di Kecamatan Sayang Ibu Banjarsari Surakarta menjadi sesuatu yang baru dan menarik untuk diteliti.

commit to user 32

33 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 1.2 Matrik Relevansi Penelitian Gerakan Sayang Ibu

No

Nama Peneliti – Judul Kajian

Variabel (3)

Hasil Penelitian

(1)

(2)

1.

Iswarno – Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Kepahiang.

1. Komitmen politik 1. Komitmen politik pemerintah daerah terhadap program KIA 2. Koordinasi dalam alokasi anggaran masih 3. Perencanaan rendah 2. Keterlibatan stakeholders lokal dalam proses perencanaan dan penganggaran program masih kurang, kualitas perencanaan kegiatan masih rendah. 3. Koordinasi tidak berjalan dengan baik

(4)

2.

Listyarini - Kebijakan Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (PP-AKI): FaktorFaktor yang Mempengaruhi Implementasi Program Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kabupaten Wonogiri.

1. Struktur dan unsur pelaksana 2. Kepatuhan anggota pelaksana 3. Komunikasi 4. Sumber daya 5. Partisipasi masyarakat

1. Struktur dan unsur pelaksana sangat kompleks sehingga kesulitan dalam koordinasi. 2. Proses perekrutan anggota berdasarkan jabatan struktural, sehingga muncul ketidakjelasan pembagian tugas dan tanggungjawab. 3. Keterbatasan sumber daya dan rendahnya partisipasi masyarakat

3.

Budianto – Evaluasi Program Gerakan Sayang Ibu di Kabupaten Bantul

1. Komitmen politik 2. Koordinasi 3. Partisipasi

1. Komitmen politis pemerintah setempat yang masih rendah 2. Koordinasi yang belum optimal 3. Partisipasi masyarakat yang masih rendah

4.

Dharmastuti Pengaruh Program Tabulin dalam GSI terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal di Kabupaten Pati

Perbandingan kelengkapan Antenatal Care antara ibu hamil peserta Tabulin dan bukan peserta Tabulin

Model Tabulin terbukti memberikan pengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan Antenatal Care ibu hamil, antara lain dengan cara mengurangi hambatan biaya pelayanan.

commit to user 33

34 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

7. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional a. Definisi konseptual Berdasarkan kajian teori di atas, guna memahami penelitian ini diuraikan definisi konsep sebagai berikut: (1) Gerakan Sayang Ibu yaitu suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk peningkatan perbaikan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka kematian bayi. (2) Kebutuhan gender kebutuhan gender dapat berupa strategis atau praktis setiap makhluk diturunkan dengan cara yang berbeda dan masing-masing implikasi yang berbeda. b. Definisi operasional (1) Sebab penentu kesehatan ibu maternal memiliki indikator: - Faktor penyebab primer, merupakan faktor yang berasal dari individu yang bersangkutan dan keluarga yang mendampingi. - Faktor

penyebab

sekunder

yang

terdiri

dari

lingkungan

masyarakat dan pengeloaan program. (2) Penilaian kebutuhan gender dapat dilihat dengan menggunakan alat analisis gender yang memakai indikator kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. commit to user 34

35 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

- Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan yang bersifat jangka pendek dan lebih mudah dipenuhi. - Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan yang bersifat jangka panjang, merubah hubungan gender dan memerlukan strategi dalam proses pemenuhan. 8. Kerangka Berpikir Masih tingginyaAKI karena hamil, melahirkan dan nifas saat ini belum menunjukkan penurunan yang signifikan dari upaya yang telah dilakukan selama ini. Percepatan penurunan AKI tersebut merupakan tanggungjawab kita bersama. Untuk mendorong dan meningkatkan kepedulian serta tanggungjawab semua institusi serta masyrakat dalam upaya penurunan AKI digalakkan GSI. GSI diharapkan mampu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Namun demikian, bila dilihat dari AKI karena hamil, bersalin dan nifas di Indonesia masih tinggi, bahkan di Kota Surakarta sendiri mengalami peningkatan AKI secara tajam di tahun 2009 menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup. Analisis faktor yang berpengaruh terhadap tingginya AKI di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu pendidikan dan pengetahuan, sosial budaya, sosial ekonomi, geografis dan lingkungan, aksesbilitas ibu pada fasilitas kesehatan serta kebijakan makro dalam kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu dipengaruhi pula oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Pada kejadian sebelum terjadinya kematian ibu tersebut, maka sebelumnya dapat kita lihat commit to user 35

36 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kesehatan dari ibu hamil, bersalin dan nifas dengan indikator-indikator primer dan sekunder. Indikator faktor primer dinilai dari individu ibu hamil dan keluarga ibu hamil dalam menjaga kesehatan reproduksi. Selanjutnya, faktor sekunder dinilai dari pengelolaan program dan masyarakat sekitar dalam keikutsertaannya menjaga kesehatan reproduksi perempuan. Dalam GSI peneliti mencoba untuk mengindentifikasi pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender, dimana hal-hal tersebut mampu dalam mendukung penurunan AKI melalui GSI. Kerangka berfikir dalam penulisan ini secara sederhana dapat dilihat pada bagan 1.2 berikut ini: Gambar 1.3 Kerangka Berfikir Meningkatnya Angka Kematian Ibu

Gerakan Sayang Ibu

Elemen Dasar Keselamatan Ibu: 1. Penyebab primer 2. Penyebab sekunder

Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI: 1. Kebutuhan Praktis Gender 2. Kebutuhan Strategis Gender 3. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Dominan Kebutuhan Praktis Gender 4. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Dominan Kebutuhan commit to user Strategis 36

Penurunan Angka Kematian Ibu

37 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, menurut Faisal (2005 : 18) penelitian deskriptif dimaksudkan sebagai upaya ekplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial. Untuk melaksanakan penelitian deskriptif, sudah tentu harus memilih tipe-tipe pendekatan penelitian yang digunakan. Dalam hubungan ini, ada tiga tipe umum pendekatan penelitian yang lazimnya digunakan dalam penelitian sosial. Tipe pendekatan pertama ialah penelitian studi kasus, kedua adalah survei dan yang terakhir adalah eksperimen. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner/angket sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1995: 3). Penelitian deskriptif ini ditempuh dengan memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada. Mula-mula data dikumpulkan, disusun, dijelaskan dan dianalisis. Oleh karena itu penelitian ini sering disebut metode analitik. Selain itu, penelitian

deskriptif bertujuan

untuk menggambarkan

konsep

dan

menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Singarimbun, 1995: 4-5). Dalam penelitian ini peneliti berusaha menganalisis sebab-sebab peningkatan AKI di Kecamatan Banjarsari Surakarta dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan

akan melakukan pengukuran secara cermat terhadap

pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI dengan pengumpulan data kualitatif commit to user 37

38 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

didukung dengan data kuantitatif. Permasalahan tersebut diambil, dengan alasan karena keamtian ibu dan kebijakan perspektif gender merupakan masalah publik yang turut menjadi ranah dari Ilmu Administrasi Negara. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan digunakan untuk memberikan informasi mengenai faktor sebab AKI melihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan data kuantitatif untuk melihat kecenderungan pemenuhan kebutuhan gender pada ibu hamil, bersalin dan nifas. Penelitian ini tidak terlepas dari penelaahan pustaka, terutama dalam penyusunan kerangka dasar dan landasan teori. Hasil penelitian ini lebih menekankan faktor sebab kematian ibu dan gambaran mengenai pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI di Kecamatan Banjarsari. 2. Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive area yaitu pemilihan secara sengaja dengan maksud menemukan sebuah daerah yang relevan dengan tujuan penelitian. Kota Surakarta dipilih karena Surakarta mengalami kenaikan yang sangat tajam sebesar 300% terkait kasus AKI di tahun 2009 di wilayah Jawa Tengah (www.harianjoglosemar.com). Sedangkan Kecamatan Banjarsari dipilih karena peneliti melihat bahwa dari empat kecamatan lainnya di Kota Surakarta AKI di wilayah Kecamatan Banjarsari selalu yang tertinggi dibanding empat kecamatan lainnya, selain itu Kecamatan Banjarsari memiliki wilayah terluas di Kota Surakarta dengan jumlah penduduk yang padat sehingga dipandang oleh peneliti mampu mewakili kondisi Kota Surakarta. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu kelompok sasaran dari Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan saksi kunci kematian maternal dengan commit to user 38

39 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pertimbangan bahwa kelompok sasaran tersebut mampu menyebutkan kebutuhan gender mereka secara lebih tepat serta mereka dipandang oleh peneliti mampu mendeskripsikan sebab-sebab terjadinya kematian ibu maternal di lingkungan mereka. 3. Jenis dan Sumber Data Penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif didukung data kuantitatif. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang relevan dan menunjang maksud dan tujuan dari penelitian, yang terdiri atas : a. Data primer Data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui wawancara dengan pihak yang kompeten, atau dikenal sebagai data yang dikumpulkan langsung dari sumber data. Data primer dikumpulkan melalui focus group discussion, wawancara mendalam serta observasi. Penggunaan data primer akan memberikan sebuah sudut pandang yang lebih baik dalam sumber data dibanding data sekunder. Selain itu penggunaan data primer akan menghasilkan sebuah pandangan yang jelas dan menyeluruh terhadap data penelitian evaluatif ini, selain itu juga mampu menjadi jiwa dari semua penelitian kualitatif. Informan menjadi sumber data yang penting dalam penelitian ini. Karena penelitian ini merupakan penelitian evaluasi GSI dengan kajian terhadap pemenuhan kebutuhan gender di Kecamatan Sayang Ibu Banjarsari Surakarta, maka keberadaan informan diharapkan mampu memberikan penjelasan yang lebih commit to user 39

40 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

lengkap dan mendalam terhadap kebijakan yang akan dievaluasi. Menurut Spradlye (2006: 39) informan merupakan pembicara asli yang berbicara dalam bahasanya sendiri. Informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini antara lain: 1) Ibu hamil, bersalin dan nifas di wilayah administrasi Kecamatan Banjarsari Surakarta. 2) Petugas Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta. 3) Saksi kunci kejadian kematian maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009. b. Data sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber data yang secara tidak langsung memberi keterangan maupun data yang ikut mendukung data primer. Data sekunder diprioritaskan tahun 2010, namun jika kondisi data tahun 2010 tidak didapatkan maka akan diambil data H-1. Data sekunder dalam sumber data sekunder pada penelitian ini antara lain berupa notulensi-notulensi terkait kebijakan GSI, register data kehamilan, Audit Maternal Prenatal (AMC), Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009, data Potret Kecamatan Banjarsari Tahun 2010, Surat Keputusan Pembentukan Satgas GSI Kelurahan dan Kecamatan, dan artikel serta informasi dari berbagai media baik elektronik maupun cetak. 4.

Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluasi kebijakan. Wibawa (1994:

95) penelitian evaluasi merupakan metode untuk memperoleh umpan balik bagi commit to user 40

41 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

suatu program, agar para pelaksana dapat meningkatkan efektivitasnya. Evaluasi sebagai penelitian berarti akan berfungsi untuk menjelaskan fenomena. Evaluasi bersifat diskriptif dan analitis sekaligus. Disatu pihak, evaluator berusaha menggambarkan apa yang telah terjadi menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Terdapat empat jenis evaluasi yaitu single program after only, single program before after, comparative after only dan comparative before after (Wibawa, 1994:73-74). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil desain Single Program After Only, evaluator langsung membuat penilaian terhadap program setelah meneliti setiap variabel yang dijadikan variable program. Pengambilan pilihan desain evaluasi Single Program After Only, dikarenakan kondisi yang tersedia di lapangan paling memungkinkan untuk dilakukan evaluasi dengan desain studi tersebut, yaitu kondisi setelah diimplementasikannya GSI di Kecamatan Banjarsari Surakarta. 5. Teknik Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu mengenai permasalahan, dapat dipercaya menjadi sumber data yang mantap, dan mengetahui masalah secara mendalam (Sutopo, 2002:56). Pementaan kebutuhan gender dalam GSI diperoleh melalui pemetaan kepada 30 responden. Menurut Surakhman (1994: 100) untuk penyelidikan seperti survei, sampel manusia hendaknya di atas 30 unit. Sejumlah 30 kasus dipandang sebagai jumlah minimum bagi studi-studi yang menggunakan analisis statistik (Slamet, 2006: 53).

commit to user 41

42 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Pemilihan metode ini menggunakan informan yang mengerti benar mengenai permasalahan yang akan diteliti, data yang diberikan akan benar-benar teruji validitasnya dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini pihak yang menjadi informan yang didapat dari teknik purposive sampling adalah saksi kunci kasus kematian maternal tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari, keluarga ibu hamil dan bersalin, ibu hamil, melahirkan dan nifas, serta petugas GSI di wilayah Kecamatan Banjarsari Surakarta. Namun demikian, penelitian ini tidak membatasi jumlah informan yang akan diwawancarai. Peneliti akan membatasi jumlah informan ketika peneliti merasa data yang diperoleh telah cukup dan peneliti mencapai titik jenuh ketika didapatkan jawaban sama dari beberapa informan. 6. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap, maka dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah : a. Wawancara mendalam (in-depth interview) Teknik wawancara mendalam atau in-depth interview untuk menggali informasi dari informan tentang sebab kematian maternal dan pemenuhan kebutuhan gender dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI). Sifat wawancara ini yang lentur dan terbuka memungkinkan untuk menggali data yang semaikin dalam dengan suasana yang santai, sehingga informan merasa nyaman (Bungin, 2001: 108). Jenis ini tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama. Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi yang commit to user 42

43 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Teknik wawancara ini akan dilakukan pada semua informan. b. Focus Group Discuscion (FGD) Penelitian ini melakukan FGD pada ibu hamil yang merupkan sasaran dari Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kelurahan Gilingan. FGD dilakukan dengan tujuan mendaptkan informasi dan wadah sharing bagi ibu-ibu hamil terkait masalah-masalah yang mereka alami selama masa kehamilan. c. Pengamatan (Observation) Observasi merupakan pengamatan secara intensif terhadap objek penelitian. Dalam hal ini difokuskan pada program GSI di Kecamatan Banjarsari. d. Dokumentasi (Documentation) Dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data dengan mencari, mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan penelitian berupa arsip, laporan, peraturan, dan literatur lainnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi notulensi-notulensi terkait kebijakan GSI, register data kehamilan, Audit Maternal Prenatal (AMP) dan artikel serta informasi dari berbagai media baik elektronik maupun cetak. 7. Aspek yang Dianalisis Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebutuhan gender yang ada dalam GSI. Kebutuhan strategis adalah kebutuhan-kebutuhan jangka panjang yang diarahkan untuk memperbaiki relasi gender yang tidak seimbang commit to user 43

44 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

antara laki-laki dan perempuan, sedangkan kebutuhan praktis adalah kebutuhan jangka pendek yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi perempuan. Gambar 1.4 Aspek yang Dianalisis

Kebutuhan praktis gender

Kebutuhan Gender

Kebutuhan strategis gender

Pemenuhan Kebutuhan Strategis dan Praktis Gender

commit to user 44

· Kecukupan makanan · Kecukupan air bersih · Kecukupan gizi keluarga · Pengambilan keputusan kesehatan reproduksi · Dukungan pelayanan antenatal · Ketersediaan transportasi · Kecukupan dana

· Tanggungjawab yang sama (beban kehamilan) · Perencanaan keluarga · Pemahaman gejala & tanda komplikasi · Kesadaran hak kesehatan reproduksi · Komitmen petugas · Hubungan interpersonal petugas · Pembagian kerja gender

Kebutuhan strategis dan praktis gender dominan kebutuhan praktis gender

Kebutuhan strategis dan praktis gender dominan kebutuhan praktis gender

45 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

8. Validitas Data Data merupakan salah satu hal pokok dalam penelitian. Ketepatan data tidak hanya tergantung dari ketepatan memilih sumber data dan teknik pengumpulannya, tetapi juga dibutuhkan pengembangan validitas data. Validitas merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian. Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Menurut Moleong (2005:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Sutopo (2002:78) teknik triangulasi terdiri dari triangulasi data (sumber), triangulasi metode, triangulasi peneliti, serta triangulasi teori. Dalam penelitian ini hanya akan menggunakan triangulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda yaitu dari Satgas GSI Kecamatan/Kelurahan di Banjarsari Surakarta, kelompok sasaran dan petugas kesehatan di lingkungan Kecamatan Banjarsari. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber data yang satu bisa diuji kebenarannya bila dibandingkan dengan data yang sejenis yang dikumpulkan dari sumber yang berbeda. Trianggulasi sumber yang dipakai dalam penelitian ini memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda untuk menggali data sejenis (Sutopo, 2002: 79). Cara triangulasi sumber yang berbeda dapat dilakukan dengan menggali informasi dari satu narasumber tertentu, atau dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksud commit to user 45

46 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

(Sutopo, 2002: 79). Hal ini dilakukan demi mendapatkan reliabilitas data yang valid. 9. Teknik Analisis Data Salah satu analisis gender yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini adalah analisis gender dengan model Moser. Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kualitatif yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran khusus yang bersifat menyeluruh tentang apa yang tercakup dalam permasalahan yang diteliti yang dilakukan di lapangan pada waktu pengumpulan data. Menurut Sutopo (2002: 107) dalam penelitian kualitatif teknik analisis yang biasa digunakan bersifat interaktif. Penggunaan sifat interaktif dalam penelitian kualitatif mengharuskan pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan analisis dan refleksi terhadap data-data penelitian yang berhasil dikumpulkan. Sifat interaktif dalam penelitian kualitatif memungkinkan adanya semacam interaksi yaitu berusaha dibandingkan dan diinteraksi dengan unit-unit dan data-data lainnya demi tercapainya beragam tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah penelitian. Tehnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif dari Miles dan Huberman dengan tiga komponen yaitu: a. Reduksi data Merupakan proses seleksi/pemfokusan dan abstraksi data kasar yang dilaksanakan selama berlangsungnya proses penelitian. Reduksi diawali dengan pembatasan terhadap permasalahan penelitian. Pada tahapan ini peneliti membatasi pada evaluasi GSI di Kecamatan Banjarsari Surakarta commit to user 46

47 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dilihat dari sebab-sebab kematian maternal dan pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI. Pembatasan masalah penelitian ini ditujukan untuk memudahkan dalam melakukan pengumpulan data di lapangan. Selanjutnya, data dari lapangan yang berupa hasil focus group discussion, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi direduksi dan dipilih yang menonjol. b. Sajian data Merupakan rangkaian informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini penyajian data meliputi berbagai jenis tabel dan gambar. c. Penarikan kesimpulan Kegiatan

selanjutnya

adalah

menarik

kesimpulan.

Mulai

dari

pengumpulan data, pendefinisian suatu konsep, mencatat keteraturan pola-pola, penjelasan, alur sebab-akibat dan proporsi. Kemudian menjadi keterangan yang lebih rinci sebagai kesimpulan. Penarikan kesimpulan hanyalah sebagai suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulankesimpulan yang ada dapat diverifikasi selama penelitian berlangsung. Ketiga komponen di atas akan berinteraksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam penelitian ini, peneliti tetap berada dalam lingkungan interaksi tersebut sampai pengumpulan data bergerak ke reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema model analisa berikut : commit to user 47

48 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 1.5 Model Analisa Interaktif Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian

Penarikan

Sumber: Sutopo, 2002: 96 Adapun langkah-langkah analisis yang dilakukan dan output yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini: Tabel 1.3 Langkah-Langkah dan Output Hasil Analisis No

Langkah Analisis

Output

(1)

(2)

(3)

1.

Mengindentifikasi penyebab kematian maternal pada kasus di Kecamatan Banjarsari Surakarta

Sebab-sebab kematian maternal

2.

Melakukan analisis terhadap kebutuhan gender

Pengklasifikasian kebutuhan praktis dan strategis gender sebagaimana tertuang pada gambar 1.4

3.

Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan

Kesimpulan

Sedangkan matriks teknis analisis yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan aspek yang dianalisis dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut ini:

commit to user 48

49 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 1.4 Matriks Teknik Analisis Berdasarkan Aspek yang Dianalisis

No

Aspek yang Dianalisis

Fokus Kajian

Indikator

Unit Analisis

Sumber data dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik Analisis Data

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1.

Peningkatan Angka Kematian Ibu

2.

Kebutuhan gender

Sebab Tingginya Angka Kematian Ibu

· Penyebab Primer: berhubunga n dengan individu dan keluarga. · Penyebab sekunder : berhubunga n dengan keluarga dan pengelolaan pelayanan GSI

Individu

Pemenuhan · Kebutuhan kebutuhan praktis gender gender ibu hamil, melahirkan dan nifas · Kebutuhan strategis gender ibu hamil, melahirkan dan nifas.

commit to user 49

Sumber Data: Data primer: secara purposive sampling yaitu; Satgas GSI tingkat Kecamatan/Kelurahan, ibu hamil, bersalin dan nifas Teknik: focus group discusion, wawancara mendalam dan observasi Sumber Data: Data sekunder: Notulen GSI, dokumentasi dan buku-buku yang berkaitan dengan Gerakan Sayang Ibu, Audit Maternal Prenatal (AMP), dan register kehamilan puskesmas Teknik: dokumentasi

Analisis deskriptif kualitatif dengan teknik analisis interaktif

Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan teknik analisis interaktif dan teknis analisis gender model Moser

50 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

BAB II DESKRIPSI LOKASI

Dalam rangka mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui program Gerakan Sayang Ibu (GSI) menjadi salah satu upaya untuk mengatasinya. Program GSI mempunyai tujuan utama untuk menurunkan angka kematian ibu saat hamil, melahirkan dan nifas. Sasaran GSI ditujukan pada masyarakat umum dari ibu hamil, ibu bersalin dan nifas, keluarga yang bersangkutan hingga pengorganisasian masyarakat sekitar untuk berperilaku sayang ibu . Dalam penelitian ini ingin mengevaluasi elemen dasar keselamatan ibu dan pemenuhan kebutuhan gender pada ibu hamil, bersalin dan nifas melalui GSI yang difokuskan di Kecamatan Banjarsari Surakarta sebagai Kecamatan Sayang Ibu. Digunakan data kualitatif yang diperoleh dari hasil interview dan pemetaan kebutuhan gender sesuai identifikasi dalam tabel 1.1 untuk menjawab rumusan masalah. Namun demikian, sangatlah perlu terlebih dahulu memaparkan deskripsi lokasi penelitian yang disusun berdasarkan informasi dan data Dinas Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 dan Potret Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2010.

commit to user

50

51 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

A. Situasi Umum 1. Kondisi Geografis Secara administratif Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu bagian dari kelima wilayah kecamatan yang ada di Kota Surakarta. Kecamatan Banjarsari yang memiliki luas 14,81 km² (33%) dari luas wilayah Kota Surakarta secara keseluruhan. Letak geografis Kecamatan Banjarsari yaitu antara 110º BT - 11º BT dan 7,6º LS dan 8º LS, dengan ketinggian 80 – 130 meter di atas permukaan laut. Sebagaian besar penggunaan tanah di Kecamatan Banjarsari adalah untuk pemukiman dan wilayah Kecamatan Banjarsari terbagi atas 13 kelurahan antara lain: Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Setabelan, Kestalan, Keprabon, Timuran, Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber, dan Banyuanyar. Tiga belas kelurahan tersebut mencakup 169 RW dan 851 RT. Kecamatan Banjarsari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara

: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali

Sebelah selatan

: Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Serengan

Sebelah barat

: Kabupaten Karanganyar

Sebelah timur

: Kecamatan Jebres dan Kecamatan Pasar Kliwon

2. Kondisi Demografis Kepadatan penduduk di Kecamatan Banjarsari cukup tinggi, dengan ratarata 11.057,33 jiwa/km². Berdasarkan data Dinas Keseahatan Kota Surakarta tahun 2009, jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari sebanyak 163.759 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 77.120 orang (47,1%) dan perempuan sebanyak 86.639 orang (52,9%), dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 42.286 kepala commit to user

51

52 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

keluarga. Komposisi tersebut dapat diketahui jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki. Rasio beban tanggungan keluarga di wilayah Banjarsari sebesar 39,13% dan rasio jenis kelamin sebesar 89,01%. Jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari yang didasarkan pada kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009

No

Kelompok Laki-laki Umur

%

Perempuan

%

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

1.

= 65

4.075

5

6.805

8

10.880

7

77.120

100

86.639

100

163.759

100

Total

Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 Sesuai tabel 2.1 golongan usia penduduk yang paling banyak berada kelompok usia umur 15 - 44 tahun sebanyak 83.939 jiwa. Apabila digolongkan lagi menjadi penduduk usia produktif dan non produktif, maka penduduk usia produktif jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif. commit to user

52

53 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Disisi lain untuk mengetahui sejauh mana penduduk Kecamatan Banjarsari mengeyam pendidikan dalam tabel 2.2 berikut ini berisi data tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas Kecamatan Banjarsari Tahun 2009. Tabel 2.2 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009

No

Pendidikan Terakhir

Laki - Laki

%

Perempuan

%

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

1.

Perguruan Tinggi

9.404

15

7.791

10

17.195

12

2.

Akademi/Diploma

3.358

5

4.433

6

7.791

6

3.

SLTA/MA

21.001

32

21.315

28

42.316

30

4.

SLTP/MTs

13.344

21

14.240

19

27.584

20

5.

SD

11.239

17

15.583

21

26.822

19

6.

Belum Tamat SD

5.732

9

8.239

11

13.971

10

7.

Tidak Sekolah

582

1

3.269

4

3.851

3

100

139.530

100

64.660 100 74.870 Total Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009

Tabel 2.2 memperlihatkan penduduk Kecamatan Banjarsari yang berpendidikan sampai dengan SD sebesar 44.644 jiwa (32%). Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas yaitu sebesar 94.886 jiwa (68%). Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Banjarsari pada tahun 2009 relatif tinggi. Angka 32% dapat diasumsikan mereka kalangan berprofesi rendah dan berpenghasilan rendah. Penghasilan rendah mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan primer rendah. Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang melek huruf dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawahtoini: commit user

53

54 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.3 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 Persentase Melek Huruf No Jenis Kelamin (1)

(2)

Jumlah Penduduk

%

Melek Huruf

%

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

Laki-laki

64.660

100

64.078

99,1

2.

Perempuan

74.870

100

71.601

95,6

139.530

100

135.679

97,2

Total

Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 Penduduk perempuan Kecamatan Banjarsari sesuai data tahun 2009 jelas terlihat bahwa perempuan yang melek huruf masih mengalami disparitas (-)3,5. Terdapat korelasi positif dengan kondisi tingkat pendidikan penduduk perempuan Kecamatan Banjarsari sampai dengan tamatan SD lebih besar dibanding penduduk laki-laki yaitu 27.091 berbanding 17.553 jiwa. Penduduk Kecamatan Banjarsari memiliki beraneka ragam mata pencaharian yang disesuaikan dengan keadaan geografis yang ada. Kondisi ekonomi pada dasarnya mampu mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan dalam keluarga serta akan mempengaruhi derajat kesehatan keluarga. Data mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Banjarsari menggunakan data tahun 2010 sehingga terdapat kenaikan jumlah penduduk dibanding data tabel 2.1yang disajikan di depan. Lebih lanjut mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Banjarsari disajikan pada tabel 2.4 berikut: commit to user

54

55 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Banjarsari Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 No

Mata Pencaharian

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

345

0,21

2.721

1,66

1

0

1.

Petani sendiri

2.

Buruh tani

3.

Nelayan

4.

Pengusaha

3.705

2,26

5.

Buruh Industri

20.706

12,65

6.

Buruh bangunan

23.570

14,4

7.

Pedagang

10.534

6,44

8.

Pengangkutan

6.073

3,71

9.

PNS / ABRI

8.090

4,94

10

Pensiunan

7.801

4,77

11. Lain-lain

36.991

22,6

Total

163.661

100

Sumber: Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarasari Desember 2010 B. Situasi Khusus 1. Kasus Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Jumlah kematian ibu maternal merupakan jumlah keseluruhan dari kematian ibu karena hamil, kematian ibu karena bersalin, dan kematian ibu karena nifas. Hasil rekapitulasi jumlah kematian ibu maternal di Kecamatan Banjarasri Kota Surakarta Tahun 2007 - 2009 terus mengalami peningkatan, yaitu 1 kasus pada tahun 2007, 2 kasus di tahun 2008 dan 6 kasus pada tahun 2009. Fokus penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Banjarsari, karena kejadian commit to user kematian ibu maternal mengalami peningkatan tiap tahun berjalan. Selama tahun 55

56 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2009, berdasarkan laporan Puskesmas di Kecamatan Banjarsari telah ditemukan perincian kematian ibu seluruhnya terjadi karena persalinan. Berikut rincian kematian ibu maternal di wilayah Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 dalam tabel 2.5: Tabel 2.5 Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Menurut Puskesmas Tahun 2009 Jumlah Kematian Ibu No

Puskesmas

(1)

(2)

Kematian Ibu Hamil

Kematian Ibu Bersalin

Kematian Ibu Nifas

(3)

(4)

(5)

1.

Gilingan

0

1

0

2.

Banyuanyar

0

1

0

3.

Gambirsari

0

3

0

0 6 Total Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009

0

2. Potensi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan dan Pertolongan Persalinan di Kecamatan Banjarsari Sarana dan prasarana kesehatan yang menjadi potensi pelayanan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan di Kecamatan Banjarsari meliputi Rumah Sakit Swasta, puskesmas dan posyandu. Adapun jumlahnya masing-masing dapat kita lihat terperinci pada tabel 2.6 berikut:

commit to user

56

57 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.6 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kecamatan Banjarsari No

Sarana / Prasarana

Jumlah

(1)

(2)

(3)

1.

Rumah Sakit Swasta

1

2.

Puskesmas Induk

6

3.

Puskesmas Pembantu

6

3.

RSUD Ibu dan Anak

1

4.

Posyandu

157

Sumber: Potret Kecamatan Banjarasari Tahun 2010 Masih minimnya sarana dan prasaran kesehatan di Kecamatan Banjarsari secara langsung dapat berkorelasi positif terhadap tingkat kesehatan masyarakat yang masih rendah. Namun demikian, dari jumlah total Rukun Warga (RW) di Kecamatan Banjarsari sebanyak 169 telah memiliki posyandu sebanyak 157, dirasa dapat membantu meningkatkan tingkat kesehatan di lingkungan Banjarsari. Lebih dalam lagi jika melihat jumlah ibu hamil resiko tinggi (bumil resti) yang dirujuk menurut persebaran tiap puskesmas induk di wilayah Kecamatan Banjarsari dapat dilihat pada tabel 2.7. Ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk menurut notulensi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta adalah mereka yang mengalami persalinan gawat darurat, antara lain kriterianya: perdarahan, eklampasia, pre eklamsi berat, rupture uteri imminen, emboli air ketuban, sepsis, fetal distress, dan kehamilan ektopik tergangggu.

commit to user

57

58 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.7 Jumlah dan Presentase Ibu Hamil Resiko Tinggi Dirujuk Menurut Puskesmas di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009

No

Puskesmas

Jumlah Ibu Hamil Resti

Bumil Resti Dirujuk Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1.

Nusukan

48

1

2,1

2.

Manahan

48

3

6,25

3.

Gilingan

120

14

11,7

4.

Banyuanyar

82

4

4,8

5.

Setabelan

17

5

29,4

6.

Gambirsari

16

4

25

Total

331

31

10,27

Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 Selain itu, jika melihat secara lebih mendalam lagi terkait cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat Banjarsari disajikan dalam tabel 2.8 berikut. Total penduduk masyarakat non miskin di Kecamatan Banjarsari lebih dari 50% yaitu sebesar 60,9% masyarakatnya memiliki akses jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat dari total 132.540 penduduk non masyarakat miskin di Banjarsari.

Kasus kematian maternal pada umumnya terjadi pada penduduk

ekonomi menengah ke bawah, sehingga secara lebih mendalam penulis perlu menampilkan data jaminan pemeliharaan kesehatan berikut:

commit to user

58

59 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.8 Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kecamatan Banjarsari Menurut Puskesmas Tahun 2009

No

Puskesmas

Jumlah Penduduk Non Maskin

Askes

PKMS

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1.

Nusukan

24.657

7.031

12.026

19.057

77,3

2.

Manahan

17.453

6.240

4.516

10.756

61,7

3.

Gilingan

20.084

2.524

8.313

10.837

53,9

4.

Banyuanyar

20.450

3.068

8.664

11.732

57,3

5.

Setabelan

10.789

3.667

3.339

7.016

65

6.

Gambirsari

39.107

261

21.163

21424

54,8

132.540 22.801 58.021 Total Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 Ket: Maskin: Masyarakat Miskin Askes: Asuransi Kesehatan PKMS: Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta

80.882

60,9

3. Pendataan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas Kegiatan ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti sehingga didapat jumlah sasaran GSI di setiap wilayah kerja Puskesmas. Pendataan, pemetaan ibu hamil, bersalin dan nifas melibatkan koordinasi dari Dinas Kesehatan, puskesmas, Kader Sehat posyandu,Kader GSI, bumil, bulin dan bufas sebagai kelompok sasaran. Adapun data terakhir ibu hamil, bersalin dan nifas di Kecamatan Banjarsari Februari 2011 terlihat dalam tabel 2.9 berikut:

commit to user

59

60 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.9 Jumlah Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas di Kecamatan Banjarsari Per Februari 2011 No

Puskesmas

Ibu Hamil

Ibu Bersalin

Ibu Nifas

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1.

Nusukan

194

35

35

2.

Manahan

182

41

41

3.

Gilingan

227

54

54

4.

Banyuanyar

228

54

54

5.

Setabelan

78

15

15

6.

Gambirsari

278

65

65

1.187

264

264

Total

Sumber: Dinas Kesehatan Surakarta Maret 2011 4. Deskripsi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Dalam rangka pembangunan Sumber Daya Manusia sejak dini sebagai prioritas pemenuhan hak-hak dasar manusia yaitu kesempatan untuk hidup sehat sejahtera, berumur panjang, memberikan pendidikan dan pertumbuhan mental yang sehat. Salah satu upaya untuk menanamkan kasih sayang dalam keluarga yaitu dengan cara pembinaan sejak ibu hamil sampai melahirkan sebagai upaya penurunan AKI. Adanya SK Walikota Surakarta No 060.05/02/1/2004 tanggal 12 Januari 2004 tentang Kelompok Kerja Tetap GSI mendorong dibentuknya Pengurus Satgas GSI Kecamatan Banjarsari, dengan susunan sebagaimana dalam gambar 2.1 berikut:

commit to user

60

61 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 2.1 Susunan Pengurus Satgas Gerakan Sayang Ibu Tingkat Kecamatan Penanggungjawab

Ketua Wakil Ketua

Sekretaris

Seksi Pendanaan

Seksi Humas

Bendahara

Seksi Pendataan

Seksi Donor

Darah

Seksi Transportasi

Sumber: Data diolah dari Keputusan Camat Banjarsari Kota Surakarta Tentang Satgas GSI Kecamatan Banjarsari Kesiapan dari 13 kelurahan di Banjarsari memiliki waktu pembentukan Satgas yang berbeda-beda. Tahun pembentukan Satgas GSI di lingkup kelurahan dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut:

commit to user

61

Seksi Rujukan

62 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.10 Pembentukan Satgas GSI di Masing-Masing Kelurahan di Kecamatan Banjarsari Surakarta No

Kelurahan

Tahun

(1)

(2)

(3)

1.

Banyuanyar

2004

2.

Manahan

2004

3.

Punggawan

2004

4.

Sumber

2004

5.\ 6.

Kestalan

2004

Kadipiro

2004

7.

Mangkubumen

2004

8.

Gilingan

2004

9.

Nusukan

2004

10. Setabelan

2004

11. Keprabon

2005

12. Timuran

2005

13. Ketelan

2005

Sumber: Data Sekunder Data tersebut memperlihatkan bahwa, dari 13 kelurahan di Kecamatan Banjarsari hanya 3 kelurahan yang membentuk Satgas GSI pada tahun 2005, sedangkan 10 kelurahan yang laian serentak di tahun 2004 sesudah keluarnya SK Walikota pada 12 Januari 2004.

commit to user

62

63 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN

A. Elemen Dasar Keselamatan Ibu Secara bahasa keselamatan ibu mempunyai konotasi yang terkait langsung dengan aspek kesehatan. Hal tersebut mampu memberikan pengaruh dalam menekan Angka Kematian Ibu (AKI). Perempuan hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan perempuan yang tidak sedang hamil tidak memiliki risiko tersebut. Terjadinya kematian ibu biasanya terkait dengan kurangnya akses pada pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Semua perempuan hamil tidak mengalami resiko yang sama. Beberapa perempuan lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan lain. Diseluruh dunia berbagai faktor perilaku dan biologis dapat memperbesar resiko seorang perempuan untuk mengalami komplikasi yang mengancam kehidupan. Tujuan upaya keselamatan ibu adalah mengurangi kematian dan kesakitan ibu, pengalaman secara global menunjukkan bahwa kematian ibu dapat dicegah. Semua upaya keselamatan ibu menuntut hubungan yang erat antar berbagai sistem pelayanan kesehatan. Berdasarkan rekapitulasi data yang commit todi user diperoleh jumlah kematian ibu maternal Kecamatan Banjarsari sebanyak 6

63

64 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kasus dengan persebaran 3 kasus di wilayah Kelurahan Kadipiro, 1 kasus di wilayah Kelurahan Sumber, 1 kasus dari Kelurahan Gilingan dan 1 kasus di Kelurahan Manahan. Tabel 3.1 Identifikasi Kasus Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009

Jumlah Kematian Ibu No

Puskesmas

(1)

(2)

Wilayah Kasus Kematian

Kematian Ibu Hamil

Kematian Ibu Bersalin

Kematian Ibu Nifas

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

Nusukan

0

0

0

-

2.

Manahan

0

1

0

Kel. Manahan

3.

Gilingan

0

1

0

Kel. Gilingan

4.

Banyuanyar

0

1

0

Kel. Sumber

5.

Setabelan

0

0

0

-

6.

Gambirsari

0

3

0

Kel. Kadipiro

0 6 0 Total Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 dan Data Primer

Temuan di Kecamatan Banjarsari dimana kematian maternal terjadi 100% pada masa persalinan, nyatanya juga ditemui dari hasil penelitian di lokasi Kabupaten Cilacap kematian maternal sebagian besar terjadi saat persalinan, dimana 32 kasus (61,5%) meninggal saat bersalin, diikuti dengan kematian pada masa nifas yaitu 14 kasus (26,9%) dan kematian saat hamil sebesar 6 kasus 11,5% (Fibriana, 2007:82) Lebih jelasnya, sub pembahasan berikutnya penulis mengulas faktor primer (individu dan keluarga) dan faktor sekunder (masyarakat dan pengelolaan program Kecamatan Sayang Ibu) commit elemen keselamatan dan kesejahteraan ibu. to user

64

65 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

a. Faktor Primer Keselamatan Ibu Berdasarkan dari teori yang telah penulis bangun di Bab 1 sebelumnya, faktor primer merupakan faktor yang berasal dari individu dan keluarganya. Faktor primer meliputi status kesehatan ibu yang pertama akan menjelaskan mengenai status gizi dan riwayat komplikasi obstretrik. Kedua, yaitu derajat kesiapan untuk hamil yang mencakup masalah usia ibu hamil, jarak kehamilan dan jumlah kelahiran, ketiga, perilaku sehat yang terdiri dari masalah penolong persalinan dan pemeriksaan kehamilan. Keempat yaitu status perempuan dalam keluarga dan kelima adalah status keluarga dalam masyarakat. Berikut pembahasan masing-masing variabel: 1) Status Kesehatan Ibu Berdasarkan data dari hasil otopsi verbal dan hasil wawancara terhadap informan pada kasus kematian maternal, diperoleh informasi mengenai penyebab kematian maternal di Kecamatan Banjarsari tahun 2009 disebabkan karena komplikasi obstretrik. Hasil wawancara dan dokumentasi informasi lapangan sebagian besar ibu meninggal memiliki riwayat kehamilan yang buruk. Salah satunya kasus 101 ibu meninggal di Kelurahan Manahan, diceritakan oleh Informan 301(Petugas Kesehatan) berikut: “Pada kasus kematian ibu tahun 2009 di catatan Puskesmas Manahan dulu itu, kondisi ibu sebenarnya nggak memiliki riwayat penyakit sejak trimester III kehamilan keduanya dari hasil rekam medis juga nggak ada keluhan. Namun, pada kelahiran anak pertama memang sudah memiliki riwayat persalinan dengan operasi caesar dan hal tersebut terulang lagi di kelahiran keduanya.”.1 1

commit to user Wawancara pada tanggal 20 April 2011 di Puskesmas Manahan

65

66 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Hal senada juga diungkapkan Informan 201 (keluarga). Disampaikannya kehamilan kedua (alm) istrinya pada saat pemeriksaan kesehatan kehamilan selalu dinyatakan sehat dan normal. Namun, pengalaman kelahiran anak pertama memang dilakukan secara caesar. “Sebulan sekali istri saya periksa, normalnormal saja dan sehat. Kehamilan kedua sebulan sebelum melahirkan jalan kelahiran tertutup placenta jadi disarankan untuk operasi caesar.”2 Begitu pula dialami oleh ibu meninggal di wilayah Kadipiro, rekapitulasi AMC menyebutkan bahwa kelahiran pertama dilakukan secara caesar dan kemudian kelahiran yang ketiga mengalami komplikasi dan harus dilakukan operasi. Hal tersebut senada diungkapkan Informan 303(Petugas Kesehatan) berikut ini: “Riwayat kehamilan sebelumnya dari pasien 103 (Ny. L), pernah dilakukan persalinan caesar karena bayinya lintang, waktu itu persalinan pertama dilakukan di Rumah Sakit. Pada persalinan keduanya dilakukan di bidan dengan pesalinan spontan. Kesehatan Ny. L sendiri sehat Mbak, nggak ada riwayat penyakit menular dan menahun selama dia ANC.” 3 Penelitian yang peneliti lakukan membuktikan dari 6 kasus yang ada, 2 diantaranya ternyata mempunyai riwayat resiko persalinan yang buruk pada persalinan berikutnya terjadi kematian maternal karena diikuti oleh faktor yang lain. Hal lain juga terjadi pada bumil Informan 107 warga lingkungan Gilingan. Kehamilan pertama yang dialaminya dilakukan pemeriksaan rutin ke bidan delima, namun karena terjadi kegawatdaruratan maka persalinan pertama

2 3

commit to user Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 30 April 2011 di Puskesmas Gambirsari 66

67 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dirujuk untuk dilakukan operasi caesar di Rumah Sakit Swasta. Saat ditemui usia kehamilannya sudah menginjak usia 9 bulan. Disampaikannya bahwa kehamilan keduanya kali ini dia sering mengalami mimisan, yang menurut informasi petugas kesehatan yang ia peroleh hal tersebut dapat menjadi faktor resiko. Dalam Forum Group Discusion kelas hamil yang diselenggrakan di Kelurahan Gilingan keluhan bumil tersebut langsung dijawab oleh Bidan Puskesmas yang hadir seperti ini: “Gejala sering mimisan sejak awal kehamilan meski tidak ada gejala demam dan pusing dapat menjadi indikasi infeksi pada kehamilan Bu.S ”4 Hal berbeda diutarakan oleh informan 109 bulin di Kelurahan Banyuanyar, dia menceritakan bahwa pada persalinannya yang ketiga belum lama ini, terjadi pendarahan pasca persalinan tetapi kedua persalinan dan kehamilan sebelumnya tidak pernah terjadi resiko dan kegawatdaruratan. Berikut penuturannya: “Kemarin itu leres (betul) Mbak, kalo persalinan saya terjadi pendarahan, tapi kedua persalinan saya sebelumnya y normal-normal saja, y ndilalah (kebetulan) yang kemarin terjadi pendarahan”.5 Pernyataan Informan 109 diperkuat oleh informan 409 (tetangga): “Iy, kelahiran kemarin anak ke-3 memang pendarahan, tapi kelahiran sebelumnya normal-normal semua”.6 Hasil penelitian ini, nyatanya sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Rachmawati (2004: 165), dari 18 subyek yang diteliti 8 diantaranya

4 5 6

Diskusi Forum Group Discuscion Kelas Hamil pada tanggal 15 April 2011 di Kediaman Kader Posyandu Rw 17 Kelurahan Gilingan. commit to user Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 109

67

68 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

ternyata mempunyai riwayat kehamilan buruk dan berulang kembali pada kehamilan berikutnya. Terdapat pula kematian maternal yang disebabkan kondisi kesehatan ibu yang menurun saat persalinan disebabakan karena gagal ginjal dan penyakit menahun. Hal tersebut terjadi pada kasus 104, dimana kematian ibu pasca persalinan terjadi karena gagal ginjal. Diungkapkan oleh Informan 304 mengenai kasus 104 sebagai berikut: “Kasus itu karena ibu mengalami gagal ginjal Mbak setelah persalinan, dan diikuti dengan eklampasia persalinan yaitu tensi yang tinggi mencapai 200%gr. Hal tersebut menjadikan ibu nggak dapat tertolong, tapi memang dari awal kehamilan sudah terdeteksi kehamilan resti, y mau gimana lagi”.7 Perhatian terhadap kehamilan sebelumnya atau penyakit yang pernah diderita menjadi sangat penting untuk menentukan kondisi kehamilan ibu. Faktor yang berasal dari ibu seperti kelainan genetik, komplikasi obstetrik, sakit obstetrik (placenta previa), terbukti dalam penelitian ini. Ibu bersalin yang mengalami kematian maternal mengalami riwayat persalinan yang buruk beberapa diantaranya adalah eklampasia dan placenta previa.

Penelitian Rachmawati

(2004: 168), juga membuktikan hal yang sama. Para informan dalam penelitiannya delapan diantaranya mempunyai riwayat obstretik buruk, seperti abortus, eklampasia, placenta previa, dll. Subyek penelitian mengalami riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk dan kembali terulang pada persalinan atau kehamilan berikutnya yang berhasil peneliti temui di lapangan,disajikan dalam tabel 3.2

7

commit to user Wawancara pada 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar

68

profil riwayat

69 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kehamilan dan persalinan yang buruk di Kecamatan Banjarsari Surakarta berikut ini: Tabel 3.2 Profil Subyek dengan Riwayat Kehamilan dan Persalinan Buruk Di Kecamatan Banjarsari Surakarta

No

No Kode

Kasus

Riwayat Persalinan Sebelumnya

Riwayat Kehamilan/Persalinan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1.

101*

Kematian maternal

Caesar

2.

103*

Kematian maternal

Normal

2.

104*

Penyakit menahun

Komplikasi Persalinan

3.

107

Kematian maternal Kehamilan dgn faktor resiko

Caesar

Komplikasi Kehamilan

4.

108

3 kali keguguran

Kehamilan sehat

Normal

Komplikasi persalinan

5.

Kehamilan resiko tinggi

109 Pendarahan Sumber: Data Primer Ket

Komplikasi Persalinan Komplikasi Kehamilan dan Persalinan

: * No Kode dengan kasus kematian maternal Persalinan buruk dalam penelitian ini yaitu persalinan dengan

kegawatdaruratan seperti; pendarahan, eklamsi (kejang), pre eklamsi berat (darah tinggi, kaki bengkak dan protein tinggi dalam kencing), rupture uteri imminen (rahim akan pecah), emboli air ketuban (air ketuban masuk peredaran darah ibu), dan sepsis (infeksi). Kasus 101 memiliki riwayat kehamilan yang tercatat dalam AMP yaitu, pada trimester pertama mengalami mual dan pusing, trimester kedua keluhan yang dialami adalah terlalu sering buang air kecil, sedangkan pada trimester ketiga justru sudah tidak terdapat keluhan kehamilan. commit to userSelama kehamilan keduanya kasus

69

70 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

101 tidak mengalami komplikasi kehamilan, komplikasi terjadi saat persalinan yaitu adanya placenta previa totalis. Pada saat datang ke Rumah Sakit untuk pertolongan persalinan, ibu hamil datang dengan kondisi Hb 9,9gr%, dengan diagnose placenta previa totalis tersebut maka ibu dianjurkan untuk operasi caesar. Namun, setelah selesai caesar ibu bersalin kasus 101 mengalami perdarahan dan harus dilakukan operasi histerektomi atau pengakatan kandungan. Dalam keadaan yang demikian, faktor kekurangan darah akibat perdarahan turut menjadi sebab kematian ibu yang memiliki riwayat caesar. Cerita lain yang terjadi pada kasus 103 warga Kadipiro Banjarsari, dalam catatan AMC tertulis bahwa memiliki riwayat caesar 16 tahun sebelumnya dan berulang kembali pada persalinan ketiganya tersebut. Dalam persalinannya tersebut ibu kasus 103 telah mengalami 3 kali rujukan, dan saat tiba di RSDM Surakarta sudah dalam kondisi kecapaian, setelah sebelumnya ditangani di Puskesmas Banyuanyar dan RSD Surakart, karena persalinannya tidak maju maka dilakukan bedah caesar untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Lima jam setelah dilakukannya operasi, keluarga mengeluhkan bahwa ibu kasus 103 mengalami kejang, setelah dilakukan prosedur tetap dalam penanganan pasien, nyawa ibu tetap tidak bisa tertolong. Sisi lain, faktor status gizi turut mempengaruhi status kesehatan ibu hamil. Banyak beberapa saksi kasus kematian ibu menuturkan bahwa kecukupan gizi dan makanan telah terpenuhi. Namun, yang menjadi pertanyaan yaitu tingkat pemenuhan makanan dan gizi yang diberikan pada ibu hamil. Hemat peneliti, kecukupan kebutuhan gizi dan makanan ibu hamil diwakili oleh pernyataan commit to user

70

71 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Informan 201 (Suami pasien) berikut ini: “Semua kebutuhan makan, gizi dan nutrisi (alm)istri saya itu terpenuhi semua Mbak, kehamilannya y juga sehat, Y…mungkin takdir ini Mbak”.8 Wawancara dengan tokoh masyarakat (informan 401) di lingkungan kasus 10, menyebutkan bahwa pemenuhan gizi di rumah keluarga hanya sebatas pihak keluarga yang mengetahui. Berikut penuturannya: “Saya kurang tahu seperti apa gizi yang dipenuhi. Susu hamil dan makanan seperti hari-hari biasa”.9 Pengalaman berbeda diakui oleh informan 109, pada saat kehamilannya yang terakhir pemenuhan gizi dalam keluarga demi menjaga kesehatan ibu hamil dan janinnya pun seolah tidak diprioritaskan. “Kalo masalah pemenuhan gizi dan nutrisi, dulu pas hamil yang saya makan ya kayak biasanya Mbak. Nggak ada yang lebih, tapi waktu hamil saya malah terlalu banyak minum manis. Ada yang bilang itu sebab pendarahan saya”.10 Pernyataan informan 409 membenarkan hal tersebut: “Bu.S ini dulu sering minum manis Mbak, itu kali ya penyebab pendarahannya. Soal gizi di rumah masih kayak hidangan sehari-harinya begitu Mbak.”11 Adapula ibu-ibu hamil, dimana mereka tidak memahami kadar gizi yang terkandung

dalam

makanan

tertentu.

Mereka

mengabaikan

untuk

mengkonsumsinya, meskipun makanan tersebut sangat dibutuhkan pada masa kehamilan mereka. Ibu Karjo Kader Posyandu RW 17 Kelurahan Gilingan, sempat bercerita bahwa beliau tidak pernah mengetahui manfaat dari pisang raja. 8

Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Rumah Informan Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 10 commit to user Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 11 Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 109 9

71

72 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Semasa kehamilannya yang keenam, terjadi anemia dan dokter yang menangani beliau menganjurkan untuk mengkonsumsi pisang raja. Dalam observasi peneliti saat Forum Group Discusion (FGD) di Kelurahan Gilingan, ternyata pengetahuan tersebut juga tidak dipahami oleh para ibu-ibu hamil yang lain. Ibu-ibu hamil yang mengikuti FGD baru menyadari manfaat pisang raja bagi kesehatan ibu hamil, setelah ada sharing informasi dari pihak yang berpengalaman. Masalah pemenuhan kebutuhan seperti gizi dan nutrisi lengkap bagi bumil sangat penting untuk dikuasi ibu hamil, karena pada dasarnya keselamatan dirinya dan bayi yang dikandungnya sangat ditentukan dari kesehatan ibu yang bersangkutan. 2) Derajat Kesiapan untuk Hamil Faktor-faktor status reproduksi terkait usia ibu hamil, jumlah kelahiran, dan jarak antara kehamilan. Sebagai gambaran awal, berikut ini data identitas ibu bersalian meninggal yang terjadi di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 dalam tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3 Identitas Ibu Bersalin Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 No

No Kode Kasus

Rentang Usia

Jumlah Kelahiran

Jarak Antar Kehamilan (th)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1.

101

35

2

9

3.

103

>35

4

2

4.

104

>35

3

2

10 kali

4.

104*

2 kali

Puskesmas

5.

105*

3 kali

BPS

6.

106*

>4 kali

BPS

7.

108

10 kali

Puskesmas

8.

109

>4 kali

Puskesmas

9.

110

7 kali

Puskesmas

Sumber: Data Primer

BPS dan Puskesmas

Ket: BPS : Bidan Praktek Swasta

Terkait dengan pilihan tempat persalinan, kasus yang diteliti pada kematian maternal tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari, para korban pada umumnya telah menyadari pentingnya tempat persalinan yang aman dan nyaman, mereka telah berupaya menuju tempat persalinan di rumah sakit. Namun, masih terdapat 2 kasus kematian maternal yang melakukan persalinan di Bidan Praktek Sasta (BPS) meski pada akhirnya mereka juga dirujuk ke rumah sakit untuk keselamatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan penyebab kematian ibu bersalin, dan tempat kejadian dapat dilihat dalam tabel 3.5 berikut:

commit to user

75

76 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.5 Penyebab Kematian, Tempat Kematian Ibu, dan Penolong Persalinan Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Surakarta Tahun 2009 No (1)

1. 2. 3.

No Kode Tempat Tinggal Pasien (2)

101 - Kel. Manahan 102 - Kel. Gilingan 103 - Kel. Sumber

Diagnosa

Tempat Pertama Persalinan

Penolong Pertama

Tempat Kejadian Meninggal

(3)

(4)

(5)

(6)

Pendarahan

RS DKT

Dokter RS

RS DKT

Pendarahan

BPS

Bidan

RSDM

Gagal Ginjal

Rumah Sakit

Dokter RS

Rumah Sakit

104 - Kel. RSD Infeksi Dokter RS Kadipiro Surakarta 105 - Kel. RS 5. Pendarahan Dokter RS Kadipiro Mojosongo 106 - Kel. 6. Pendarahan BPS Bidan Kadipiro Sumber : Data Primer Ket: BPS : Bidan Praktek Swasta RSDM : Rumah Sakit Daerah Moewardi RS DKT : Rumah Sakit Slamet Riyadi Surakarta 4.

RSDM RS DKT RS Brayat Minulyo

Kematian terbanyak memang terjadi di Rumah Sakit, dalam hal ini berarti ibu bersalin meninggal sudah diupayakan mendapatkan pertolongan. Faktor-faktor kematian maternal tersebut antara lain dapat berupa keterlambatan dari pihak pasien dan keluarga yang membawanya ke tempat persalinan. Pada tataran keluarga hal ini, sangat perlu diperhatikan. Bumil yang mengalami kematian maternal pada riwayat kehamilan mereka, sebagian besar tidak mengalami komplikasi. Namun, pada saat persalinan justru timbul komplikasi yang mengancam nyawa mereka. Hal seperti itu, terjadi pada kasus 101 (kematian maternal di Kelurahan Manahan). Diungkapkan oleh Bidan commit to user Puskesmas yang melacak AMP pasien, beliau menuturkan bahwa kehamilan dari 76

77 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pasien yang bersangkutan terjadi secara normal dan sehat, tapi pada saat persalinan terjadi komplikasi yaitu placenta previa totalis. Hal senada juga dituturkan oleh informan 201 (suami bumil) berikut ini:“Menjelang persalinan jalan untuk persalinan ketutup placenta. Itu diketahui dokter yang memeriksa sebulan sebelum persalinan Mbak”.14 Kehamilan yang terjadi tanpa komplikasi belum tentu nantinya tidak terdapat komplikasi pada saat persalinan. Tindakan dan pengambilan keputusan yang cepat penting dalam penangaanan hal satu ini. Kondisi lain, terjadi pada para informan yang masih dalam kondisi mengandung. Permasalahan kecil/sepele biasanya dilupakan oleh ibu yang bersangkutan

dalam

menjaga kesehatan

kehamilannya dan

keselamatan

persalinannya kelak. Hal yang dialami oleh Informan 108, bumil dari Kelurahan Gilingan, beliau mengungkapkan bahwa saat pemeriksaan Hb kedua

yaitu

10,2gr%, tapi pada kondisi demikian beliau tidak paham mengenai resiko anemia yang tengah terjadi dalam masa kehamilannya, berikut penuturan beliau: “Pada saat cek kedua Hb, Hb saya 10,2%gr, saat ini tu saya mudah kecapekan Bu. Kalo mau tidur memang susah, karena janin bergerak terus, jadi saya tidak segera tidur. Tidur biasanya baru pukul setengah sepuluh malam, padahal jam empat pagi saya sudah harus bangun mengerjakan pekerjaan rumah ke pasar juga lah”.15 Sharing dari ibu hamil tersebut, kemudian langsung dijawab oleh Bidan Puskesmas yang pada saat Forum Group Discuscion hadir di tempat. Dari hasil diskusi, hal yang terjadi pada kasus informan 108 merupakan tanda-tanda anemia

14 15

Wawancara pada 7 Mei 2011 di Kediaman Informan commit to user Disampaikan dalam Forum Grup Discussion (FGD) Kelas Hamil di Kelurahan Gilingan pada tanggal 29 Maret 2011 di Rumah Kader Posyandu Rw 17

77

78 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pada ibu hamil. Faktor rendahnya Hb dapat menjadi pemicu terjadinya anemia dan pendarahan saat persalinan. Pengetahuan-pengetahuan perilaku sehat, nyatanya belum dikuasi oleh para ibu hamil sehingga rendahnya Hb tidak segera mereka upayakan untuk ditanggulangi. Bumil yang tidak melek

informasi terhadap

status

kesehatan

kehamilannya dapat memunculkan resiko pada saat persalinannya. Pengalaman informan menunjukkan bahwa tidak semua ibu hamil sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi mereka dan kesiagaan komplikasi. Persoalannya adalah mereka terkadang melupakan hal-hal sepele. Seperti yang terjadi pula pada Bumil Informan 110 di Kelurahan Kadipiro: “Hb saya terakhir periksa rendah sih Mbak, Hb saya 10%gr, dulu pas periksa di Puskesmas dikasih vitamin penambah zat besi itu, tapi nggak saya minum, saya nggak suka bau obatnya yang amis itu. Cuma karena baunya itu kok Mbak alasan saya jadi nggak mau minum vitamin itu”.16 Beberapa hasil wawancara dan observasi lapangan memberikan fakta cakupan pemeriksaan kehamilan yang rutin tidak menjamin bumil paham mengenai kondisi kehamilan sehat yang komprehensif. Pemeriksaan kehamilan pada dasarnya untuk mendeteksi dini masalah kesehatan kandungan dan komplikasi, tetapi hal tersebut tidak ditemui di lapangan. Pada kasus kematian maternal di Banjarsari, rata-rata bumil telah memilih tempat persalinan di tenaga kesehatan berkualitas bahwa di Rumah Sakit. Namun, faktor non-medis menjadi masalah dalam pertolongan persalinan. Lebih jelas dibahas pada indikator selanjutnya.

16

commit to user Wawancara pada tanggal 13 April 2011 Pukul 11.00 di Puskesmas Gambirsari

78

79 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

4) Status Perempuan dalam Keluarga dan Masyarakat

Faktor yang berkaitan dengan status perempuan antara lain tingkat pendidikan

dan

keberdayaan

perempuan

(woman

empowerment)

yang

memungkinkan perempuan lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal terbaik bagi dirinya, termasuk kesehatan atau kehamilannya. Semua variabel tersebut dapat menjadi faktor yang berpengaruh dalam mencegah kematian ibu. Tingkat pendidikan ibu kematian maternal seluruhnya telah menempuh jenjang sekolah menengah mampu memberikan gambaran terkait tingkat pengetahuan mereka, namun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan keselamatan kehamilan nampaknya tidak berbanding lurus dengan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh. Pemberdayaan perempuan merupakan salah satu kata kunci dari keberhasilan upaya penyelamatan ibu melahirkan dan hamil dari kematian maternal. Salah satu indikator dari pemberdayaan perempuan adalah tingkat pendidikan yang antara lain digambarkan dengan tingkat melek huruf. Data yang diperoleh telah menyebutkan bahwa seluruh kasus dan informan sudah tamat wajib belajar 9 tahun, sehingga asumsinya mereka telah melek huruf. Tabel 3.6 berikut ini menyajikan tingkat pendidikan para ibu kematian maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 berdasarkan wilayah puskesmas:

commit to user

79

80 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.6 Tingkat Pendidikan Ibu Bersalin Meninggal Menurut Puskesmas di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009

No

Lokasi Puskesmas

(1)

Identitas Pendidikan Ibu Meninggal

Jumlah Kematian

(2)

SD

SLTP

SLTA

(3)

(4)

(5)

(6)

1.

Manahan

1

-

-

1

2.

Gilingan

1

-

-

1

3.

Banyuanyar

1

-

-

1

4.

Gambirsari

3

-

-

3

6

0

0

6

Total Sumber: Data Primer Keberdayaan

perempuan

(woman

empowerment) secara

teoritis

implikasinya muncul peran aktif perempuan dalam menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal terbaik bagi dirinya, termasuk kesehatan atau kehamilannya. Hasil penelitian menunjukkan beberapa informan tidak ada kesiapan kehamilan. Pengalaman tersebut diakui oleh salah seorang informan informan 109, mengaku bahwa pada saat kehamilannya yang terakhir tersebut merupakan kehamilan yang tidak dia rencanakan. “Memang ini sebelumnya bukan kehamilan terencana Mbak, y sama mau nggak mau harus siap.”17 Faktor selanjutnya yang mempengaruhi keselamatan ibu melahirkan yaitu,

tingkat

pengambilan

keputusan.

Meskipun

perempuan

memiliki

keperdayaan dalam memilih keputusan yang diambil hal tersebut ternyata belum cukup menentukan kesealamatan ibu bersalin. Pada kasus 101, dimana

17

commit to user Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan

80

81 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pengambilan keputusan tempat persalinan dipilih oleh pihak istri ternyata belum tentu dengan kebutuhan persalinannya. “Istri sendiri yang memilih kelahiran di RS DKT Mbak, kalau saya waktu itu sebenarnya lebih memilih ke tempat lain saja yang lebih lengkap peralatannya karena khan sudah tahu kondisi persalinan harus operasi waktu itu. Pilihan istri maunya disana, y saya nuruti saja Mbak.” 18 Ditegaskan oleh dr. Krisnandar Fredyanto: …“Perempuan dalam mengambil keputusan pada dasarnya masih diperlukan dukungan dari keluarga. Pengalaman yang saya temui,ibu minta bersalin di bidan, padahal kondisinya harus bersalin di rumah sakit. Jadi, keluarga harus memberi motivasi untuk keselamatan ibu itu sendiri.” 19 Pilihan dari pihak ibu yang sedang hamil dan akan bersalin memang diperlukan untuk mengetahui apa keinginan mereka, namun motivasi dari anggota kelurarga yang lain dalam melihat kebutuhan ibu diperlukan sebagai upaya keselamatan ibu. 5) Status Keluarga dalam Masyarakat

Jika variabel sebelumnya lebih menekankan pada diri perempuan sebagai individu, maka variabel berikut ini merupakan variabel keluarga perempuan tersebut. Variabel tersebut antara lain penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan status pekerjaan anggota keluarga, juga dapat berpengaruh Kondisi di lapangan membuktikan bahwa kasus kematian maternal, terjadi pada lingkungan keluarga tidak mampu. Secara umum kondisi ekonomi keluarga yang bersangkutan, 5 kasus berasal dari kelurga miskin (gakin) bahkan untuk kasus di Kelurahan Manahan dan Kelurahan Gilingan terjadi pada keluarga 18 19

to user Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 commit di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 29 Maret 2011 di Puskesmas Banyuanyar. 81

82 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pemegang kartu PKMS sedangkan 1 kasus sisanya berasal dari keluarga berpendapatan menengah ke atas. Status penghasilan dan posisi pekerjaan keluarga ibu hamil akan mampu mempengaruhi persiapan persalinan. Kesiagaan komplikasi persalinan ternyata luput dari perhatian bumil dan keluarganya. Persiapan persalinan mulai dari biaya persalinan, saran transportasi menuju tempat persalinan, pilihan tempat persalinan, dan persiapan donor darah seharusnya menjadi perhatian serius bagi keluarga bumil di awal terdeteksinya kehamilan. Hal tersebut, tampaknya belum mampu sepenuhnya disadari oleh masyarakat kita. Hal tragis terjadi pada kasus 102 yang diceritakan oleh tokoh masyarakat tempat ibu meninggal tinggal. Berikut ini penuturan beliau: “Dulu itu, waktu Bu. D (kasus 102) melahirkan memang pertama kalinya dibawa dulu ke bidan, tapi disana nggak bisa ditangani bidan soalnya bayinya terlalu besar, lalu Bu. D dirujuk ke RSDM. Y kasihannya, waktu disana diabani (diminta) uang operasi, keluarga waktu itu belum ada uang. Suaminya pas kelahirannya itu lari-lari dulu Mbak cari pinjaman uang untuk pembayaran operasi istrinya itu. Y, mungkin terlalu lama yang harus nyari pinjaman uang jadi belum ada keputusan kapan operasi dari keluarga Bu. D. Y, mungkin sudah nasibnya y Mbak, akhirnya harus meninggal.” 20 Hal senada diakui oleh Informan 502: “Ekonomi memang menengah ke bawah Mbak. Rujukan ke RSDM itu karena bidan mempertimbangan faktor ekonomi dan pasien punya PKMS.”21 Pada kasus kematian ibu maternal yang terjadi di keluarga miskin, faktor pembiayaan persalinan menjadi kendala dalam mengambil keputusan. Padahal keputusan yang cepat sangat dibutuhkan untuk menolong ibu bersalin yang sudah 20 21

to user Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011commit di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011 di Kediaman Informan 82

83 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

dalam kondisi kritis. Hasil penelitian dari Agan et al (International Journal of Women’s Health 2010:2 249–254) memperkuat hasil temuan dalam penelitian ini, hasil penelitian di Negeria menyebutkan bahwa 13,4 % penyebab keterlambatan dalam keselamatan ibu adalah ketidakmampuan untuk membayar rumah sakit. Dijelaskan oleh salah seorang petugas kesehatan, rata-rata dari beberapa kasus dalam kegawatdaruratan obstetrik ibu bersalin, pihak keluarga yang memiliki akses PKMS beberapa diantara mereka datang ke Puskesmas untuk meminta rujukan. Pada waktu yang bersamaan istri/ibu bersalin posisinya sudah di rujuk ke Rumah Sakit dan dalam kondisi kritis. Tujuan dari permohonan rujukan dengan akses PKMS lebih dikarenakan untuk mencari keringanan biaya. Berikut penuturan dr. Krisnandar Fredyanto: “Beberapa kasus kegawatdaruratan obsterik itu para keluarga pasien tiba-tiba datang ke Puskesmas. Padahal, istrinya sudah dirujuk di rumah sakit. Tujuan mereka untuk masalah pembiayaan Mbak.”22 Kasus 101 juga mengalami hambatan pilihan tempat persalinan lebih disebabkan karena alasan pembiayaan. Pemilihan tempat pemeriksaan kehamilan dan persalinan di rumah sakit yang dituju, dilakukan pihak perempuan karena adanya akses jaminan pembiayaan kesehatan dari tempatnya bekerja. Oleh karena itu, suami terlihat tidak terlalu memotivasi istri untuk melakukan persalinan di tempat yang lebih berkualitas pelayanannya. Hal tersebut dituturkan oleh tetangga korban, Informan 401 (tokoh masyarakat) berikut ini: “Dulu itu, mereka datang

22

commit to user Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar

83

84 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bersalin di tempat persalinan pilihannya karena dapat jaminan sosial dari pabrik dia bekerja Mbak jadi dapat keringanan biaya.”23 Hal yang sama tragisnya, juga menimpa kasus 101, berbeda dengan kasus 102 yang terhambat karena masalah biaya, kasus 101 harus merenggang nyawa karena terlambat mencari donor darah yang juga membutuhkan dana dan proses untuk mendapatkannya. Diceritakan oleh Informan 201 berikut: “Istri saya waktu itu, sudah bersahil operasi caesar. Anak saya Alhamdulillah lahir sehat pada waktu itu. Setelah operasi, sayangnya istri saya terus mengalami pendarahan hebat gitu butuh donor darah. Rumah sakit cuma ada 1 kantong saja Mbak, saya harus nyari lagi 4 kantong. Saya datang sampai PMI, akhirnya dapat 4 kantong dan memang harus membayar kalau di PMI, tapi ternyata setelah persalinan istri saya harus diangkat kandungannya karena tidak segera kempes (mengecil). Setelah operasi butuh lagi donor darah, saya ke PMI lagi, y waktu itu masih proses belum sempet dapat kantong darah saya sudah dapat kabar istri saya meninggal”.24 Temuan

tersebut sama seperti hasil penelitian dari Agan et al

(International Journal of Women’s Health 2010:2 249–254) menyebutkan sekitar 30,4% dari kematian yang disebabkan oleh kekurangan atau darah tidak memadai untuk transfusi. Buruknya persiapan persalinan yang demikian menjadi faktor penghambat dalam upaya penyelamatan ibu melahirkan. Dari sesi persaiapan transportasi seluruh informan mengaku tidak terdapat kendala yang berarti. b. Faktor sekunder Elemen Keselamatan Ibu Setelah selesai membahas faktor primer dalam keselamatan ibu. Selanjutnya, pembahasan masuk pada faktor sekunder yaitu berasal dari

23 24

to user Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 commit di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 84

85 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

masyarakat dan pengelolaan program. Pengelolaan program banyak penulis batasi terkait Kecamatan Sayang Ibu di Banjarsari Surakarta. Berikut pembahasan tiap variablenya. 1) Akses terhadap pelayanan kesehatan Berdasarkan observasi dan hasil wawancara tempat pelayanan yang lokasinya tidak strategis/sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Walaupun ketersediaan pelayanan kesehatan sudah memadai, namun penggunaannya tergantung dari aksesibilitas masyarakat terhadap informasi. Masalah ketersediaan fasilitas kesehatan di wilayah administrasi Kecamatan Banjarsari pada dasarnya sudah terpenuhi. Bidan Praktek Swasta (BPS) yang juga warga berdomisili di Kecamatan Banjarsari, banyak yang membuka pelayanan di rumah. Adapula bidan Delima yang membantu warga miskin untuk melakukan persalinan gratis di tempat ia membuka praktek. Hal-hal tersebut sudah sangat membatu masyarakat untuk mendapatkan persalinan dalam waktu yang cepat. Diungkapakan oleh Bidan Elis Djoko yang membuka Persalinan Gratis di tempat praktek rumahan sebagai berikut: “Kalau di Banjarsari ini, sudah banyak Bidan yang membuka Persalinan Gratis di tempat prakteknya Mbak. Salah satunya saya. Jampersal kayak gini, hasil kerjasama Dinas Kesehatan dan Bidan Delima. Jadi, Cuma Bidan Delima saja yang boleh membuka Jampersal.” 25 Ditambahkan oleh Bidan Nai’mul Faizah yang sepakat dengan pernyataan Bidan Elis Djoko bahwa: “Adanya Bidan Delima yang dekat dengan

25

commit to user Wawancara pada tanggal 14 Mei 2011 di Kediaman Bidan Elis Djoko

85

86 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

lingkungan masyarakat seperti Bidan Elis, hal tersebut terkait pula dengan GSI sangat membantu masyarakat dalam menekan AKI.”26 Lebih lanjut dikatakannya: “Adanya layanan Jampersal dan layanan rawat inap di Puskesmas salah satunya di Puskesmas Banyuanyar, dapat dikatakan sudah cukup membantu. Dengan adanya Jampersal, berarti ibu bisa bersalin di tenaga kesehatan. Jadi, lebih aman bagi keselamatan ibu bersalin.”27 Masalah ketersediaan tenaga kesehatan yang jumlahnya memadai sepertinya masih menjadi hambatan beberapa rumah sakit dalam keselamatan bumil ataupun bulin. Diakui oleh dua informan yang berbeda, bahwa dokter yang menangani tidak bisa segera datang karena masih melaksanakan tugas lain meskipun kondisi pasien yang mengalami kasus kematian maternal harus segera dilakukan tindakan operasi. Dari laporan AMP kasus 105 diketahui bahwa pasien seharusnya segera dilakukan pengangkatan rahim karena terus terjadi pendarahan pasca persalinannya. Namun di rumah sakit tempat pertolongan persalinan, dokter yang bersangkutan melakukan operasi juga tengah menangani pasien yang lain. Pengalaman sama juga terjadi pada kasus 101, wawancara dengan Informan 201 menyebutkan: “Istri saya pas kelahiran khan harus caesar Mbak, itu sebelumnya sudah ditentukan dokter hari dan jam operasi. Kemudian mendadak operasi caesar harus diundur, soalnya kata rumah sakit dokter lagi operasi pasien di tempat. Y sudah, akhirnya saya tunggu.”28 Kondisi keterlambatan penanganan terbukti dalam penelitian ini sebagai penyebab tidak tertolongnya bulin. Terkait masalah keterjangkauan, karena

26 27 28

Wawancara pada tanggal 18 Juni 2011 di Puskesmas Banyuanyar to user Wawancara pada tanggal 18 Juni 2011commit di Puskesmas Banyuanyar Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan

86

87 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

ketersediaan tenaga kesehatan tidak mampu membantu keselamatan ibu maka langkah yang diambil oleh rumah sakit yang bersangkutan adalah merujuk pasien ke rumah sakit lain. Kasus yang dialami oleh kasus 105 jarak antara tempat pertolongan persalinan dengan rumah sakit rujukan terbilang sangat jauh, data AMC menunjukkan bahwa jarak antar rumah sakit rujukan mencapai 15 km. Kondisi pasien yang sudah melemah dan kontraksi uterus yang makin lembek tentu saja akan semakin memperkecil peluang pasien kasus 105 untuk selamat. Wilayah Kelurahan Kadipiro Banjarsari memang terlalu jauh dengan wilayah perkotaan Kota Surakarta. Informan 110 bumil warga Kadipiro mengakui adanya kendala jarak untuk mengakses Puskesmas Induk di wilayahnya. “Disini ini puskesmas jauh dan tempatnya ndlesep Mbak, jadi warga sedikit juga yang datang kesini. Kalau saya terpaksa datang ke sini karena rujukan kartu PKMS.”29 Menurut Bidan Nai’mul Fai’zah: “Adanya fasilitas rujukan sebetulnya membantu mencegah kematian maternal karena beresiko. Akses yang ada dapat membantu mendapatkan pelayanan yang tinggi supaya ibu selamat.”30 Diungkapkan oleh dr. Krisnandar Fredyanto dan Bidan Nai’mul Fai’zah bahwa beberapa warga Banjarsari di lokasi perbatasan Kota Surakarta, enggan memilih tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan di wilayah Banjarsari dikarenakan masalah jarak dan biaya transportasi. Berikut keterangan dari dr. Krisnandar Fredyanto yang langsung dibetulkan oleh Bidan Nai’mul Fai’zah:

29 30

commit to userGambirsari Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Wawancara pada tanggal 18 Juni 2011 di Puskesmas Banyuanyar 87

88 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

“Adapula Mbak warga di daerah perbatasan antara Kota Surakarta dengan wilayah Karanganyar. Mereka nggak mengakses pelayanan kesehatan disini, tapi mereka memilih tempat yang lebih dekat dengan rumah mereka. Kalau ada apa-apa dengan kehamilan dan persalinan mereka, kami petugas kesehatan disini hanya menerima laporan akhirnya saja. Jadi, tidak bisa banyak membantu, karena kami tidak tahu kondisi mereka.31 Dalam penelitian ini, pengelolaan program GSI terkait keterjangkauan dan ketersediaan akses pelayanan ternyata belum mampu untuk ikut berpartisipasi nyata dalam penurunan AKI. 2) Kesiagaan dalam Masyarakat Fokus pelayanan di tingkat masyarakat terkait upaya pencegahan. Pada tingkat ini, strategi untuk meningkatkan kesadaran sebab-sebab kematian ibu dan kebutuhan pelayanan yang cepat serta memadai sangat penting. Masyarakat yang peduli mampu saling mengingatkan jika terdapat indikasi kehamilan resti, namun jika dalam masyarakat tersebut sudah memiliki sikap yang saling tertutup, rasanya sulit menciptakan kegotong-royongan dalam mewujudkan keselamatan ibu demi terwujudnya penurunan AKI. Deteksi dini komplikasi juga penting, karena banyak komplikasi obstetrik yang tidak dapat ditangani di tingkat masyarakat. Masyarakat yang dapat berperan aktif dalam hal ini meliputi anggota keluarga, kader dan tenaga kesehatan masyarakat. Seperti yang diungkapkan Ibu Suharti yang merupakan kader SKD di lingkungan Banyuanyar: “Dari kami kader-kader Kelurahan pun mboten kirang-

31

commit to user Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar

88

89 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kirang len ngusahake (tidak kekurangan usaha) mengingatkan, tapi dia tidak bermasyarakat jadinya susah juga dibantu.”32 Upaya organisasi masyarakat dalam memberikan akses informasi bagi ibu hamil dan keluarga yang bersangkutan pada dasarnya telah diupayakan dari para Kader di Kecamatan Banjarsari. Lingkungan yang tertutup menjadikan para ibu yang mengalami kematian maternal kurang memanfaatkannya. Hal lain yang ungkapkan oleh Informan 111 yang bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Manahan mengaku bahwa lingkungan masyarakat perkotaan seperti di lingkungan tempat dia tinggal, masalah kehamilan dan persalinan adalah tanggungjawab dari masing-masing ibu mengandung beserta keluarganya, sehingga akses informasi dari kader masyarakat tidak pernah dia terima. Terkait dengan GSI keaktifan dari para kader dalam menciptakan kesiagaan komplikasi kehamilan dan persalinan perlu digalakkan di masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Sutoyo Kader GSI Kel. Banyuanyar dan Ibu Angger Kader GSI Kel. Mangkubumen, keduanya menyatakan bahwa para kader harus aktif dalam memantau ibu hamil terutama mereka yang resti dan berasal dari keluarga miskin, setelah pemantauan dilakukan upaya pemberian informasi terkait pemeriksaan kehamilan, pemenuhan gizi, dan peka gender pada bumil perlu diinformasikan pada bumil yang bersangkutan. Berikut ungkapan dari Ibu Angger: “Disini kami terus memantau kondisi ibu hamil, kemudian kader harus aktif mengingatkan mereka soal pemeriksaan kehamilan minimal, gizi dan sekaligus kami berikan biskuit hamil. Ajuran suami agar peka gender dan

32

commit to user Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Kediaman Informan

89

90 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

lebih perhatian pada kehamilan istri juga kami infornasikan pada warga yang hamil Mbak.” 33 Terkait

masalah

transportasi

untuk

pertolongan

persalinan

yang

merupakan salah satu wujud kesiagaan masyarakat, nyatanya masih ditemui hal tragis yang terjadi pada ibu bersalin (bulin) di Mangkubumen. Kasus ini terjadi sebelum tahun 2009, seperti yang dikisahkan oleh Ibu Angger kader GSI Kelurahan Mangkubumen sebagai berikut: “Dulu itu disini pernah ada kematian ibu Mbak, tapi tidak di tahun 2009nya, sebelum tahun 2009 itu kasusnya, meninggalnya memang di Rumah Sakit Mbak, tapi waktu di rumah itu dia sudah mengejan dan sampai melahirkan bayinya di rumah cuma dibantu warga sini, y saya juga ikut membantu melahirkan waktu itu Mbak. Dulu itu kasusnya karena mobil Ambulan datang terlambat, lama banget Mbak datangnya, padahal cuma dari Rumah Sakit Brayat Minulyo situ Mbak, deket khan lokasinya dari sini. Kemudian ibu itu setelah melahirkan ambulannya datang, namun meninggal saat sudah sampai di Rumah Sakit. Mungkin kondisi tubuhhnya yang nggak mampu bertahan.”34 Hasil observasi dan wawancara menunjukkan lingkungan masyarakat perkotaan, kehamilan dan persalinan yang aman tampaknya menjadi beban bagi satu individu yang tengah mengalaminya. Tingkat kesiagaan masyarakat mulai turun melihat hasil penelitian ini. GSI belum menjadi gerakan yang berasal dari dan untuk masyarakat di setiap kelurahan sehingga tidak semua kelurahan ditemukan posko-posko siaga bantu ibu hamil. 3) Hubungan Interpersonal Petugas Hubungan interpersonal petugas dirasa dapat membantu kesiagaan di masyarakat dalam ikut serta menjaga keselamatan ibu. Penjelasan Kader GSI 33

Wawancara pada tanggal 28 Maret 2011 di rumah Ibu Angger (Kader GSI Kelurahan Mangkubumen) 34 commit to Ibu user Wawancara pada tanggal 28 Maret 2011 di rumah Angger (Kader GSI Kelurahan Mangkubumen)

90

91 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tentang pelayanan GSI di lingkungan Banjarsari termasuk hubungan kader dengan kelompok sasaran GSI (Bumil, Bulin dan Bufas) sangat beragam. Tidak semua kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif, karena beberapa diantara kelompok sasaran bahkan tidak paham mengenai adanya GSI yang sampai saat ini masih terus digalakkan sebagai upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Ketidakpuasan yang dikeluhkan para informan tampaknya menyangkut hubungan petugas dan kelompok sasaran dalam mensosialisasikan GSI. Sebagai contoh Bumil di Kelurahan Gilingan mengaku tidak mengetahui adanya GSI di lingkungannya:“Saya ndak tahu kalo ada GSI, nggak pernah tahu ada kader yang datang ke rumah saya soal gerakan ibu ini Mbak. Kalo saya y biasanya saya juga g pernah ikut PKK di tempat saya mungkin itu juga sebabnya”35 Hasil wawancara dengan kader GSI, mereka mengakui bahwa untuk pemetaan dan pendataan sasaran GSI terutama terkait dengan dana sosial yang akan diberikan, hal tersebut harus kader yang melakukan pendataan. Para bumil dan bulin tidak dibiasakan untuk melapor kepada Kader GSI di Rt/Rw ataupun kelurahan. Hal ini menyebabkan, beberapa kasus kematian maternal bahkan tidak diketahui oleh para kader GSI karena mereka tidak melakukan pendataan secara komprehensif dan keluarga korban tidak memberikan laporan pada para kader. Kondisi tersebut diakui oleh Informan 304 sebagai berikut: “Ini itu yang tahu malah Puskesmas Mbak, kalau ada kematian ibu. Kami yang melacak kematiannya ke bidan dan rumah sakit. Kalo kader malah nggak tahu, alasan mereka karena ibu meninggal itu warga baru di

35

commit to user Wawancara pada tanggal 16 Maret 2011 di Puskesmas

91

92 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kelurahan ini. Belum ada interaksi antara kader dan keluarga ibu meninggal tadi.” 36 Hal senada juga diakui oleh informan 402 (tetanggaa) lingkungan tempat tinggal kasus 102, sebagai berikut: “Nggak ada kader GSI ataupun Posyandu sini yang memperhatikan Bu. D semasa hamil, bersalin dan pasca kematian itu Mbak. Selain Bu. D juga tergolong susah berkumpul dengan lingkungan sini, kader-kader sini juga sempat vakum pas dulu ada kejadian itu.” 37 Hal senada diungkapkan oleh Ibu Angger Kader GSI Kel. Mangkubumen: …”Kalau si ibu hamil itu tertutup kami para kader nggak bisa memantau deteksi dini mereka Mbak, jadi laporan kesehatan kehamilannya tidak pernah kami terima.”38 Para kader GSI dalam penelitian ini, belum mampu untuk memaximalkan hubungan interpersonal dengan para kelompok sasaran. Lingkungan yang tertutup menjadi alasan kelalaian para kader untuk ikut menyelamatkan ibu dari kematian maternal. 4) Pemanfaatan Terhadap Pelayanan Aspek pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat dalam batasan pelayanan Kecamatan Sayang Ibu di penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan hanya dapat dimanfaatkan oleh mereka pihak tertentu sesuai pemetaan kader. Dituturkan oleh Ibu Angger kader GSI Mangkubumen berikut ini: “Kalau masalah pendataan dan pemberian bantuan GSI, kader yang merekomendasikan

36

Wawancara pada tanggal 30 April 2011 di Puskesmas Gambirsari to user Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011commit di Kediaman Informan 38 Wawancara pada tanggal 28 Maret 2011 di Kediaman Informan 37

92

93 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Bu, jadi bumil memang tidak pernah datang ke kader meminta bantuan pada kader.”39 Diakui oleh informan 201 berikut: “Saya dulu y tidak memanfaatkan layanan apa-apa di kampung sini. Nggak ada layanan GSI yang sudah Mbak sebutkan tadi yang saya terima.”40 Hal lain terkait dengan adanya Jampersal, ibu hamil dari Kelurahan Banyuanyar menuturkan bahwa dirinya tidak bisa ikut memanfaatkan layanan Jampersal. Layanan Jampersal hanya dibatasi pada pengguna Keluarga Berencana (KB), jadi terbatas hingga kelahiran yang kedua saja. Bumil maupun bulin yang cenderung tertutup pada lingkungan masyarakat sulit untuk ikut serta memanfaatkan pelayanan kesehatan di level GSI tingkat Kecamatan. Sikap yang tertutup menjadikan mereka tidak terdata dalam pemetaan dan pendataan bumil, pada akhirnya pelayanan tambahan nutrisi untuk bumil, pendataan kebutuhan donor darah dan ambulan desa tidak mampu mereka turut nikmati. Keadaan yang demikian akan memperburuk resiko jika bumil yang bersangkutan berasal dari gakin. 5) Sistem Rujukan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem rujukan yang berjalan pada saat kejadian berlangsung terkesan lambat. Dari 6 kasus kematian maternal tahun 2009 4 diantaranya harus mengalami rujukan, bahkan 2 kasus yaitu kasus 106 dan kasus 104 melewati rujukan lebih dari 2 kali.

39 40

commit to user Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di keddiaman Informan 93

94 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Masalah rujukan, biasanya terkendala pada pihak keluarga pasien. Mereka kurang cepat member jawaban ketika bulin harus segera dirujuk ke tempat pertolongan yang lebih memadai penangannnya. Diungkapkan oleh dr. Krisnandar Ferdyanto : “Biasanya rujukan itu keluar lama karena keluarga Mbak. Pasien harus dirujuk, tapi suami minta waktu untuk berunding dengan anggota keluarga yang lain dulu. Jadi lama proses rujukan pasien, lalu muncul faktor keterlambatan dalam penyelamatan ibu atau istrinya tadi.” 41 Pada kasus 102 di Kelurahan Gilingan ditemukan keterlambatan terkait masalah rujukan. Diceritakan oleh Ibu Asri tetangga ibu meninggal: …”Terlalu lama di bidan Mbak, jadi waktu dibawa ke Moewardi sudah lemah kondisinya.”42. Hal tersebut dibenarkan oleh informan 302 (petugas kesehatan): “Hasil pelacakan saya sudah digunakan prosedur tetap ketika pasien sudah tiba di rumah sakit. Rujukan dari BPS terlalu lama, meski sudah terjadi ketuban pecah dini di tempat bidan.43 Berikut ini timeline sistem rujukan pertolongan bumil maupun bulin kasus di Kecamatan Banjarsari tahun 2009 yang berhasil dilacak.

41 42 43

Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar. to user Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011commit di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Puskesmas Gilingan

94

95 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 3.1 Time Line Waktu Rujukan Kasus 104 (Kel. Kadipiro)

Rumah sakit Swasta/RSDM

RSD SURAKARTA

BPS

Puskesmas Gambirsari

Puskesmas Banyuanyar

Puskesmas

24/11/09

24/11/09

25/11/09 pagi

RSDM

RSD Surakarta

25/11/09 15.00

Sumber: Data Primer Gambar 3.2 Time Line Sistem Rujukan Kasus 102 (Kel. Kadipiro)

Rumah sakit Swasta/RSDM

RS. SLAMET RIYADI

BPS

RS. MOJOSONGO

RSD Surakarta

1 - 9 - 09 18.30

2 - 9 - 09 11.10

Puskesmas

Sumber: Data Primer commit to user

95

96 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 3.3 Time Line Sistem Rujukan Kasus 106 Kel. Kadipiro Rumah sakit Swasta/RSDM

Puskesmas

4 - 6 - 09 13.30

RS. BRAYAT MINULYO

BIDAN PRAKTEK

BPS

RS. PKU MUHAMMADIYAH

RSD Surakarta

4 - 6 - 09 22.15

4 - 6 - 09 23.30

Sumber: Data Primer

Gambar 3.4 Time Line Sistem Rujukan Kasus 102 Kel. Gilingan Rumah sakit Swasta/RSDM

Puskesmas

BIDAN PRAKTEK SWASTA

BPS

commit to user Sumber: Data Primer

96

RSDM

RSD Surakarta

97 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.7 Matriks Hasil Penelitian Faktor Primer Elemen Dasar Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu No (1)

1.

2.

3.

4.

5.

Variabel

Keterangan

(2)

(3)

Status kesehatan ibu

Riwayat komplikasi pada kehamilan ataupun persalinan sebelumnya mampu mempengaruhi keselamatn ibu. Kondisi penyakit menahun maupun infeksi juga mampu menjadi penyebab kasus kematian ibu. Pemenuhan gizi untuk ibu hamil pada dasarnya telah dilakukan pada setiap keluarga. Namun, kadar gizi dalam makanan yang dibutuhkan bumil belum sepenuhnya dikuasai oleh masing-masing individu yang bersangkutan. Status Hampir semua bulin yang mengalami kematian maternal reproduksi merupakan usia berisiko untuk melahirkan. Jarak antar kehamilan rata-rata berkisar 2 tahun, dan untuk jumlah kelahiran yang pernah dialamai oleh rata-rata hanya 2 kali kelahiran. Perilaku Sehat Perilaku sehat bumil pada dasarnya sudah cukup baik, pemeriksakan kehamilan rata-rata telah dilakukan lebih dari 4 kali. Pemilihan tempat pemeriksaan dan pertolongan persalinan sudah diupayakan di tempat dengan fasilitas yang memadai. Namun, hal tersebut tidak diikuti kesadaran akan pentingnya kesehatan kehamilan yang di mulai dari hal-hal kecil, seperti mengikuti anjuran tenaga kesehatan yang menangani bumil bersangkutan. Status Tingkat pendidikan perempuan belum tentu berpengaruh pada perempuan pengetahuan pada kesehatan kehamilan. Perempuan belum dalam keluarga sepenuhnya mampu mengambil keputusan terkait kesehatan reproduksi mereka. Tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang kesehatan kehamilan akan mempengaruhi keputusan yang diambil dengan kesesuaian kebutuhan yang sebenarnya. Status keluarga Status ekonomi keluarga yang terdiri dari penghasilan, dalam pendidikan dan pekerjaan keluarga sangat mempengaruhi masyarakat keselamatan ibu. Keluarga yang memiliki status rendah cenderung tidak mampu menghadapi keadaan yang menuntut kecepatan dalam pengambilan keputusan untuk menyelamatkan nyawa ibu saat terjadi komplikasi persalinan. commit to user Sumber: Data Primer

97

98 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.8 Matriks Hasil Penelitian Faktor Sekunder Elemen Dasar Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu No

Variabel

Hasil Penelitian

(1)

(2)

(3)

1.

Akses terhadap pelayanan kesehatan

Terkait ketersediaan pelayanan, sudah banyak pelayanan persalinan yang coba dipenuhi di lingkup Kecamatan Banjarsari. Namun, pada sisi ketersediaan jumlah tenaga kesehatan di wilayah perbatasan Banjarsari masih mengalami keterbatasan sehingga menghambat upaya penyelamatan pasien gawat darurat. Masalah keterjangkauan juga menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Hal ini terutama terkait dengan masalah jarak.

2.

Kesiagaan dalam masyarakat

Kesiagaan dalam masyarakat hanya sebatas dibangun pada tataran kader GSI. Perhatian masyarakat kurang begitu terwujud karena beberapa alasan. Salah satunya adalah lingkungan modern masyarakat perkotaan.

3.

Hubungan interpersonal petugas

Tidak semua kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif. Hanya beberapa wilayah di Kecamatan Banjarsari yang memiliki kader yang aktif dan terus memantau bumil, bulin di wilayah masing-masing.

4.

Pemanfataan terhadap pelayanan

Tidak semua bumil, bulin dan bufas dapat memanfaatkan pelayanan dari GSI. Pelayanan yang diperoleh bagi kelompok sasaran tergantung dari keaktifan kader untuk melakukan pemantauan. Jika bumil dan bulin tidak terpantau oleh kader maka pelayanan kesehatan dalam tataran GSI di level Kecamatan tidak dapat dimanfaatkan oleh bumil dan bulin tersebut.

5.

Sistem rujukan Kasus kematian maternal di wilayah Kecamatan Banjarsari, 5 diantaranya mengalami rujukan. Bahkan, terdapat 2 kasus yang melewati rujukan lebih dari 2 kali proses. Keterlambatan dalam rujukan yang dilakukan disinyalir memperburuk penyelamatan ibu bersalin. Sumber: Data Primer

commit to user

98

99 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2. Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kota Surakarta telah mengembangkan pilar Desa Siaga di masing-masing kelurahannya. GSI merupakan suatu kegiatan yang lebih bersifat gotong royong, kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat yang berkesinambungan. Sebagai gerakan nasional GSI membutuhkan partisipasi semua pihak, instans pemerintah maupun masyarakat dan utamanya semua keluarga di Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan dr. Siti Wahyuningsih, M.Kes berikut: “GSI di beberapa kelurahan di Kota Surakarta menjadi tergantung pada stimulan pemerintah kota dan berhenti karena ada program-program kesehatan dan kemasyarakatan yang lain. Padahal GSI merupakan bentuk tanggungjawab masyarakat, meskipun kesehatan sendiri merupakan tanggungjawab pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karena itu GSI perlu terus ditumbuhkan dengan pembinaan dari DKK Surakarta”.44 Dalam konteks penelitian ini, kualitas pemenuhan kebutuhan gender akan dikategorikan dalam empat klasifikasi yaitu, pemenuhan kebutuhan praktis gender, pemenuhan kebutuhan strategis gender, pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dominan kebutuhan praktis gender dan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis dominan kebutuhan strategis gender. GSI sudah merupakan kebijakan responsif gender dengan kategori affirmative action. Kebijakan dikatakan affirmative action jika menetapkan secara tegas sasaran kebijakan untuk perempuan saja (Nurhaeni, 2009:16).

44

commit todiuser Disampaikan dalam Forum Obrolan Masyarakat Rumah Aspirasi pada tanggal 25 Januari 2011 jam 20.00 – 21.30 99

100 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dalam GSI kecamatan hanya menjadi semacam forum dalam koordinasi, dan seluruh pelaksanaan ada di wilayah GSI kelurahan. Uraian lebih lanjut pelaksanaan dan identifikasi pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI akan penelitin bahas sebagai berikut: Di Kecamatan Banjarsari, kepedulian perangkat kecamatan dan kelurahan pada pentingnya keselamatan ibu dari kematian maternal dimulai sejak tahun 2004. Yang menarik perhatian adalah hampir seluruh kelurahan di Kecamatan Banjarsari memiliki peran aktif yang sama dalam upaya menurunkan AKI. Sebelas

dari

tiga

belas

kelurahan

yaitu

Kelurahan

Nusukan,

Mangkubumen, Setabelan, Gilingan, Manahan, Banyuanyar, Kestalan, Sumber, Kadipiro, Ketelan dan Punggawan memiliki kreasi kegiatan GSI yang sama. pada dua belas kelurahan tersebut, pengelolaan GSi di dominasi dengan pemenuhan kebutuhan praktis dan dari isi kebijakan dapat diidentifikasi satu kegiatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan strategis gender. Lebih jelasnya, rekapitulasi kebijakan GSI di masing-masing kelurahan beserta analisis gendernya dapat dilihat dalam tabel 3.9 berikut:

commit to user

100

101 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.9 Rekapitulasi Ananlisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kecamatan Banjarsari Kelurahan

Isi Kebijakan

Aspek Pemenuhan

Keterangan

(1)

(2)

(3)

(4)

Pendataan ibu hamil dan pengkajian permasalahan ibu hamil

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat

Pemenuhan kebutuhan strategis gender

Pemberian bantuan non-medis (dana social bersalin, ambulan desa, donor darah)

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Menggali sumber dana sosial bersalin

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi merupakan intervensi jangka pendek Intervensi yang ditujukan lebih mengarah pada intervensi jangka panjang yang mampu mengubah pola relasi gender Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi merupakan intervensi jangka pendek Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi merupakan intervensi jangka pendek

Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Setabelan, Kestalan, Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber dan Banyuanyar

Sumber: Data Sekunder Kegiatan GSI di Kelurahan Timuran sama dengan kegiatan GSI di sebelas kelurahan di atas, hanya saja ditambahkan dengan upaya peningkatan kualitas commit to user pelayanan kesehatan bagi bumil dari polindes hingga rumah sakit rujukan. Hal 101

102 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tersebut, jika dianalisis maka kegiatan mencoba memenuhi kebutuhan strategis gender. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi bumil membutuhkan strategi yang panjang, karena kesehatan perempuan perlu memperhatikan suarasuara perempuan demi mencapai keselamatan dan kesejahteraan ibu. Kelurahan Keprabon memiliki kreasi kegiatan yang paling berbeda dari sebelas kelurahan yang telah disebutkan di atas. Kegiatan GSI di Kelurahan Keprabon antara lain dalam tabel 3.10 berikut: Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kelurahan Keprabon Banjarsari Surakarta Isi Kebijakan (1)

Aspek Kebutuhan Gender (2)

Keterangan (3)

Pendataan ibu hamil

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Pengorganisasian dasolin, ambulan desa donor darah, kemitraan dukun bayi dengan bidan. Pengorganisasian Suami Siaga

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Pemantauan bumil

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Bantuan rujukan untuk bumil (jika diperlukan)

Pemenuhan kebutuhan praktis gender

Penyuluhan dan penyebaran informasi pada masyarakat

Pemenuhan kebutuhan strategis gender

Pemenuhan kebutuhan strategis gender

Membentuk Pondok Pemenuhan kebutuhan Sayang Ibu (jika praktis gender diperlukan) commit to user Sumber: Data Sekunder 102

Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi. Intervensi yang ditujukan lebih mengarah pada intervensi jangka panjang yang mampu mengubah pola relasi gender. Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi. Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi. Intervensi yang ditujukan lebih mengarah pada intervensi jangka panjang yang mampu mengubah pola relasi gender Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi.

103 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dalam pelaksanaan GSI di lapangan kegiatan yang dilakukan dominan pada pendataan ibu hamil, melakukan penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat dalam forum pertemuan secara teratur yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat, dan membantu aspek-aspek non medis anggota masyarakat yang mengalami kesulitan dalam persalinannya seperti menggalang dana bersalin, menggalang sumbangan donor darah, menyediakan ambulan desa. Hal ini dibetulkan oleh Ibu Siti Rokhaya, Staf Kesmas Kecamatan Banjarsari pada saat dilakukan wawancara di Kantor Kecamatan Banjasari. Pengelolaan GSI oleh para satgas GSI berdasarkan aturan formalitas yang ada, menunjukkan bahwa GSI pada tingkat perangkat kelurahan memenuhi kebutuhan gender dengan pemenuhan kebutuhan praktis gender. Kegiatan GSI di tingkat kelurahan Kecamatan Banjarsari sebagaimana disebutkan di atas, secara mendalam dijelaskan penulis sebagai berikut: 1) Pendataan dan Pemetaan Pelaksanaan di lapangan kegiatan GSI di kelurahan dominan dalam kegiatan pertama, pendataan dan pemetaan ibu hamil. Dalam pengerjaannya, pendataan ibu hamil dilakukan dalam kegiatan posyandu atau pihak puskesmas langsung yang melakukan pendataan terhadap ibu hamil yang melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan di puskesmas. Tujuan dari pendataan ini yaitu untuk memantau ibu hamil dan persebaran lokasinya sehingga kemungkinan resiko tinggi dan kegatdaruratan dapat diminimalisir sedini mungkin. Pembuatan peta ibu hamil dibagi menjadi tiga kategori, dapat dilihat dalam bagan berikut: commit to user

103

104 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 3.5 Kategori Pemetaan Ibu Hamil (Bumil)

Bumil resiko tinggi (Resti) Bumil dengan faktor resiko

Kategori pemetaan bumil

Bumil sehat

Sumber: Data Primer Berdasarkan hasil evaluasi pada tahun 2008 sistem pencatatan dan pelaporan belum optimal, sehingga pada tahun 2009 mulai dibentuk adanya: Pertama, sistem jejaring antara Dinas Kesehatan dengan seluruh Rumah Sakit dan Rumah Bersalin di Kota Surakarta dalam pelaporan kejadian kematian ibu. Kedua, sistem survailance dalam pelacakan kematian. Ketiga, mitra Informasi di setiap kelurahan (Profil Kesehatan Kota Surakarta, 2010: 26-27). Selama penelitian dilakukan peta bumil ditemui di ruang kerja bidan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas dan bidan praktek swasta (BPS) untuk memudahkan pemantauan yang selanjutnya koordinasi terus berlangsung antara petugas kesehatan dan Satgas GSI Kelurahan. Proses pendataan dilakukan melalui mitra informasi. Dalam Gambar berikut dapat kita lihat struktur sistem pencatatan dan pelacakan kasus kematian maternal:

commit to user

104

105 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Gambar 3.6 Struktur Pencatatan dan Pelacakan

Dinas Kesehatan Kota Surakarta

Rumah Sakit

UPTD Dinas Kesehatan Kota

(Puskesmas)

Bidan Praktek Swasta

Kader GSI di Masyarakat

Sumber : Data Primer Ket : Alur pelacakan

Alur pelaporan

2) Bantuan Non-Medis (Ambulan Desa, Dana Sosial Bersalin, Donor Darah) Masalah mendasar yang dihadapi oleh ibu hamil dan keluarganya adalah tidak cukupnya dana biaya persalinan. Dana Tabungan Bersalin tersebut dikumpulkan oleh masing-masing kelurahan dengan besar Rp 3.000,00 per Rukun Tetangga. Sedangkan untuk distribusinya, setiap kelurahan memiliki mekanisme pengorganisasian dana sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah, karena tidak semua kelurahan di Kecamatan Banjarsari memiliki jumlah Rukun Tetangga yang sama.

commit to user

105

106 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.11 Besaran Dana Sosial Bersalin (Dasolin) No

Besaran Dana

Pemanfaatan

(1)

(2)

(3)

1.

Rp 100.000 – Rp 250.000

2.

Rp 300.000 – Rp 1.000.000

Persalinan normal pada keluarga miskin Persalinan dengan komplikasi atau kegawatdaruratan

Sumber: Data Primer Sayangnya, pengorganisasian dana bersalin diberikan setelah bulin melahirkan, sedangkan upaya pemberian selama pemantauan pada bumil resti atau bumil dengan faktor resiko serta bumil gakin belum dilakukan dalam pelaksanaan GSI. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Sutoyo, kader GSI sebagai berikut: “Dana dasolin nanti biasanya kita menjenguk bareng-bareng sekaliyan memberikan dana bersalin bagi bulin risti dan dari gakin”.45 Selain Kader GSI dari Banyuanyar, Ibu Angger Kader GSI dari Kelurahan Mangkubumen juga mengungkapkan hal yang sama: “Kalau untuk dana GSI untuk ibu bersalin, kita dapat dana dari DPK atau blockgrant itu sebesar 5 juta, nah untuk dana bersalin yang swadaya kita kumpulkan per RT 3.000 rupiah.”46 Diamini oleh kedua kader GSI tersebut, bahwa pemberian dasolin harus diawali dengan pelacakan informasi dari kader yang lain, tanpa informasi yang mengawali dasolin tidak dapat diberikan. Diperlukan keaktifan kader GSI untuk mengoptimalkan setiap fokus kegiatannya terutama dasolin.

45 46

Wawancara pada tanggal 25 april 2011 di Kediamaan Ibu Sutoyo, Banyuanyar commit to user Wawancara pada tanggal 28 April 2011 pukul 10.00 – 11.00 di rumah Ibu Angger, Mangkubumen Kecamatan Banjarsari.

106

107 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

1.2 Penyuluhan Kesehatan Selain kedua kegiatan di atas, kegiatan GSI yang lainnya adalah penyuluhan terkait intensitas pemerikasakan kehamilan paling sedikit empat kali pada masa kehamilan. Bagi ibu hamil muda dapat diberikan tambahan gizi, untuk ibu hamil anemia masih bisa diberikan vitamin zat besi, supaya ibunya sehat, bayi lahir sehat, normal. Ibu Rosalina Abdul Faqih, kader GSI Kelurahan Punggawan menuturkan sebagai berikut: “Dalam forum PKK kita harus terus memberikan sosialisasi terutama tentang GSI, Desa Siaga. Kita juga membantu dalam penyuluhan perencanaan keluarga dengan program KB.”47 Hal senada diungkapkan oleh Ibu Sutoyo: “Dalam forum PKK setiap bulan itu, selalu dilaporkan data ibu hamil, ada tidak bumil resti, dan selalu diingatkan untuk aktif memeriksakan kehamilan.”48 Penyuluhan yang dilakukan oleh para kader GSI, dilakukan pula dengan kunjungan rumah. Segala upaya tersebut, diharapkan mampu mendorong kesadaran kesehatan reproduksi bumil dan mamapu menekan AKI secara jangka panjang. Dingkapkan Ibu Angger sebagai berikut: “Kalau bisa kadernya itu harus selalu aktif mendatangi door to door pada rumah ibu hamil risti dan aktif untuk mengingatkan.”49 Kegiatan masyarakat berupaya untuk menjalin kerjasama erat dalam menjaga kesehatan lingkungan. Namun, sayangnya dalam GSI sendiri tidak mengagendakan kegiatan penyuluhan dalam bentuk sebuah forum khusus. Diakui oleh Ibu Heni Bidan Puskesmas Gilingan bahwa forum khusus untuk mewadahi 47 48 49

Wawancara pada tanggal 5 Mei 2011 di Kediaman Informan commit to user Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Kediaman Informan Wawancara pada tanggal 28 April 2011 di Kediaman Informan

107

108 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

GSI belum pernah ada. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bidan Na’imul Faizah: “Ada kegiatan Kelompok Pendukung Ibu (KPI), tapi itu bukan wadah dari GSI hanya pendukung untuk kesuksesan GSI.”50 Tabel 3.12 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI Oleh Petugas Antara Teori dan Praktek Jenis Pemenuhan Kebutuhan

Teori

Praktek

(1)

(2)

(3)

Mengorganisasikan dasolin

Dasoilin menjadi kegiatan dominan di seluruh kelurahan di Kecamatan Banjarsari terkait pelaksanaan GSI Mengorganisasikan Pelaksanaan di lapangan hanya sebatas Donor Darah pendataan calon donor darah untuk bulin. Mengorganisasikan Amanat ambulan desa hanya berhenti Pemenuhan Ambulan Desa pada tataran formalitas yaitu SK Kebutuhan Praktis pembentukan Satgas GSI Kelurahan. Gender Pendataan Ibu hamil, Kegiatan pendataan bumil, bulin dan bersalin dan nifas bufas telah berjalan cukup baik. Telah terbentuk kerjasama dengan masyarakat dan petugas kesehatan. Menyelenggarakan Pondok Sayang Ibu hanya berhenti Pondok Sayang Ibu pada tataran formalitas. Pelatihan kader Terdapat pelatihan yang dilakukan di bawah Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam waktu berkala 2 -3 bulan sekali. Peningkatan Para tenaga kesehatan mengikuti Pemenuhan ketrampilan, pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kebutuhan Strategis pengetahuan dan Kesehatan Kota Surakarta maupun Gender profesionalisme melalui organisasi lain. Penyuluhan dan Dalam GSI penyuluhan dan pembinaan pembinaan kepada hanya dilakukan dalam forum masyarakat Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sehingga menjadi kurang optimal Pengoranisasian Praktek lapangan sangat sulit untuk Suami Siaga terimplementasikan oleh kader. Sumber: Data Primer 50

commit to user Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar

108

109 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dalam tataran keluarga nyatanya ditemukan tanggungjawab dalam menjaga keselamatan ibu. Masyarakat kita selama ini cenderung memiliki pemahaman bahwa laki-laki akan menjadi orang yang menentukan

bagi

perempuan. Wawancara dengan Bidan Na’imul Faizah menyatakan, bahwa tidak setiap orang merupakan kader Gerakan Sayang Ibu, tapi tanggungjawab perilaku dan sikap yang mencerminkan sayang ibu harus tertanam dalam tiap keluarga dan ibu yang tengah mengalami proses kehamilan dan persalinan itu sendiri untuk menjaga keselamatan ibu. Dalam penelitian ini, responden yang diambil sebanyak 30 responden sesuai landasan yang telah ditulis pada Metodologi Penelitian Bab I. Berikut adalah gambaran karakteristik responden: Tabel 3.13 Karakteristik Responden (30 Responden) No

Hal

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

0 27 3

0 90 10

2 8 13 7

6,7 26,7 43,3 23,3

18 12

60 40

7 19 4

23,4 63,3 13,3

1.

Usia a. 35 tahun 2. Pendidikan a. Tamat SD b. Tamat SLTP c. Tamat SLTA d. Perguruan Tinggi 3. Status pekerjaan a. Ibu rumah tangga b. Ibu pekerja 4. Jarak Pertolongan Persalinan a. < 1 km b. 2 – 5 km d. > 6 km Sumber: Data primer commit to user

109

110 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa melihat usia responden yang berhasil ditemui, paling besar pada usia produktif yaitu usia 20 – 35 tahun dengan persentase sebesar 90 %. Kemudian, terkait pendidikan yang telah ditamatkan responden. Masih banyak responden yang hanya menamatkan hingga 9 tahun belajar yaitu sebesar 26,7%. Hal ini tentunya mampu mempengaruhi kecenderungan kesehatan reproduksi nantinya. Sedangkan jumlah tertinggi yaitu 43,3% responden telah menamatkan hingga jenjang SLTA. Dalam penelitian ini, responden yang berhasil banyak ditemui adalah para ibu rumah tangga yaitu 18 orang (60%). Kemudian terkait jarak lokasi temapt tinggal para responden dengan temapt pertolongan persalinan paling banyak berada dengan jarak 2 – 5 km yaitu terdapat 19 orang (63,3%), sedangkan untuk responden yang memiliki jarak yang relatif jauh dari tempat pertolongan persalinan dengan lebih dari 6 km sebanyak 4 orang (13,3%). Dalam masalah penghormatan pada sosok ibu, terkadang justru dapat merugikan perempuan terutama terkait masalah kesehatan reproduksinya. Salah satunya, dalam persoalan gizi keluarga. Makanan dalam keluarga biasanya diutamakan untuk suami dan anak-anak daripada ibu. Dalam penelitian ini, masih ditemui fenomena dimana pemenuhan gizi perempuan khususunya bagi bumil masih diabaikan oleh sejumlah keluarga. Paling banyak responden memiliki kecenderungan memenuhi kebutuhan gizi 4 sehat 5 sempurna ditandai dengan 20 responden (66,7%) menjawab pemenuhan gizi 4 sehat 5 sempurna selama masa kehamilan mereka. Hanya 10% dari responden yang mengabaikan pemenuhan commit to user

110

111 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

gizi selama kehamilan. Namun, hal tersebut tentunya menjadi kendala demi mewujudkan keselamatan ibu. Tabel 3.14 menunjukkan hal tersebut. Tabel 3.14 Kecenderungan Intensitas Pemeriksaan ANC, Pilihan tempat Persalinan, dan Pemenuhan Gizi (30 Responden) No

Hal

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

a. > 10 kali

13

43,3

b. 5 – 9 kali

15

50

c. < 4 kali

2

6,7

a. Rumah

0

0

b. Dukun bayi

0

0

c. Bidan delima

4

13,3

d. Bidan biasa

3

10

e. Rumah sakit

23

76,7

a. Menu biasa (4 sehat)

3

10

b. Menu 4 sehat 5 sempurna

20

66,7

7

23,3

1.

2.

3.

Intensitas pemeriksaan ANC

Pilihan tempat persalinan

Pemenuhan gizi

c. 4 sehat 5 sempurna dan vitamin Sumber: Data Primer

Hasil penelitian ini menunkukkan bahwa dari diri masing-masing bumil menyadari akan pentingnya penanganan yang cepat dan tepat terhadap kehamilan dan persalinannya kelak. Intensitas jumlah pemeriksaan kehamilan telah dilakukan setiap bulannya ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi pemeriksaan lebih dari 10 kali. Selain itu, tingginya pilihan pertolongan persalinan juga telah direncanakan dan/atau dilakukan di rumah sakit sebanyak 76,7%, menunjukkan commit to user

111

112 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tingginya kesadaran bumil, bulin dan bufas serta keluarga terkait pemenuhan kecepatan dan ketepatan persalinan. Masalah lainnya adalah kasus pengambilan keputusan dalam keluarga yang masih bergantung pada pihak kepala keluarga (dalam hal ini laki-laki). Banyak perempuan hamil dan bersalin yang bermasalah tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk menangani persoalannya karena menunggu keputusan suaminya. Hasil penelitian, pengambilan keputusan demi mencapai kehamilan yang sehat dan persalinan yang aman tidak hanya bergantung pada suami. Beberapa responden mengaku bahwa pengambilan keputusan masih bergantung pada pihak orang tua, yaitu sebayak 4 orang (13,3%). Namun, pengambilan keputusan dari pihak suami masih menjadi dominan dalam penelitian ini ditandai dengan sebanyak 50% keputusan kesehatan kehamilannya diambil oleh pihak suami. Persoalan tersebut merupakan gambaran nyata bahwa peran gender tidak seimbang sangat mempengaruhi lahirnya problem lain yang lebih berat penyelesaiannya. Tabel 3.15 Kecenderungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga No

Pihak Pengambil Keputusan

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

1.

Diri sendiri

11

36,7

2.

Suami

15

50

3.

Lain-lain

4

13,3

Total Sumber: Data Primer

30

100

commit to user

112

113 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Dalam keluarga yang harmonis yang berhasil ditemui di lapangan menunjukkan bahwa suami bersedia untuk memberikan dukungan dalam masa kehamilan istri. Hal tersebut ditandai sebanyak 73,3% responden pemeriksaan kehamilannya diantar oleh suami. Hal ini berbanding lurus dengan temuan di atas, meskipun pengambilan keputusan masih didominasi oleh pihak suami, tetapi suami juga memberikan dukungan untuk persoalan pemeriksaan kehamilan istri. Tabel 3.16 Kecenderungan Pola Relasi Gender Perawatan Kesehatan Kehamilan pada Level Keluarga (30 Responden) No

Hal

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

a. Diri sendiri

5

16,7

b. Suami

22

73,3

c. Lain-lain

3

10

28

93,3

2

6,7

1.

2.

Pengantar pemeriksaan ANC

Pola waktu makan f. Terlebih dahulu

g. Setelah anggota keluarga lain Sumber: Data Primer

Jawaban lain-lain dalam hasil pemetaan kecenderungan pengantar pemeriksaan ANC antara lain para ibu hamil yang menjawab hal tersebut diantar oleh orang tuanya. Hal tersebut setelah dilakukan indept interview disebabkan oleh kurang harmonisnya keluarga. Menghentikan kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi upaya membangun keluarga yang sehat. Sehingga ketika menjalani peran reproduksinya para perempuan dapat menjalani dengan sehat dan melahirkan generasi yang sehat pula. Dalam penelitian ini, kasus KDRT terutama pada masa kehamilan ditemui dalam yang berbeda. Kasus KDRT commit2 tokeluarga user

113

114 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

terjadi hanya sebatas pada kekerasan psikologi terhadap perempuan. Sikap yang tak mampu saling menjaga emosi menjadi pemicu kekerasan. Diungkapkan oleh Orang Tua dari pasangan suami istri Sugeng Ariyanto dan Riri Andrean sebagai berikut: “Biasanya anak saya ini memang suka marah-marah sama suaminya. Suaminya juga suka marah-marah Mbak. Untuk mengatasinya, saya yang nenggahi.”51 Hal tersebut terbukti dari hasil observasi yang memperlihatkan pengantar pemeriksaan ANC adalah orang tua dari ibu hamil bersangkutan. Persoalan pemenuhan makanan bagi ibu hamil sudah optimal dalam level keluarga, hal tersebut terlihat dari dominannya pola makan ibu hamil yang makan lebih awal dari suami dan anggota keluarga lainnya. Namun, adapula ibu hamil yang makan setelah suami dan anggota keluarga yang lain. Diakui oleh Ibu Septiana Pertiwi bahwa hal tersebut dikarenakan rumah tangganya masih tinggal bersama mertua. Hal serupa dengan alasan berbeda diakui oleh Ibu Kristina: “kalau sarapan saya memang paling akhir, nunggu suami dan anak makan dulu. Setelah mereka berangkat baru giliran saya yang ambil makan.”52 Tanggungjawab yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam meningkatkan kualitas kesehatan reproduksinya, langkah awal yang dapat dilakukan adalah merencanakan keluarga. Pembatasan kelahiran dan membuat jarak kelahiran, baik untuk menjaga kesehatan ibu. Mengingat setiap kehamilan membawa resiko kesehatan yang potensial bagi ibu, walaupun ibu tersebut terlihat sehat dan beresiko kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan kehamilan telah banyak ditemui dalam keluarga. Namun, kecenderungan angka 51 52

commit to user Wawancara pada tanggal 13 April 2011 saat ditemui di Puskesmas Gambirsari Wawancara pada tanggal 19 Mei 2011 di Kediaman Ibu Kristina 114

115 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

untuk kehamilan tidak terencana juga tergolong besar yaitu mencapai 33,3% dari jumlah responden. Berikut hasil pemetaan kecenderungan perencanaan kehamilan oleh keluarga dapat dilihat pada tabel 3.17: Tabel 3.17 Kecenderungan Perencanaan Kehamilan oleh Keluarga No

Perencanaan Kehamilan

Jumlah

%

(1)

(2)

(3)

(4)

1.

Kehamilan terencana

20

66,7

2.

Kehamilan tidak terencana

10

33,3

Total

30

100

Sumber: Data Primer Persoalan lain adalah proses kehamilan yang dilalui oleh perempuan. Dalam kondisi yang setara perempuan dan laki-laki seharusnya memiliki tanggungjawab yang sama. Keterlibatan suami dalam kesehatan ibu dan kehamilan serta persalinan dibutuhkan, karena kehamilan bukan beban milik perempuan semata. Membantu meningkatkan dan mempertahankan kesehatan bumil, suami dapat mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik. Menyediakan biaya, transportasi, dan motivasi untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan oleh seorang suami. Dengan demikian, sorang suami ikut mewujudkan status perempuan yang setara pada masa kehamilan sekalipun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tataran keluarga, suami dan anggota keluarga yang lain(orang tua) turut memberikan peran aktif dalam kehamilan dan persalinan perempuan. Dukungan suami dalam menyiapkan biaya, commit tomemiliki user donor darah dan transportasi nyatanya modus tertinggi dari hasil

115

116 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

pemetaan. Hal perlu diwaspadai dalam mewujudkan upaya keselamatan ibu demi menekan AKI yaitu pada tataran persiapan teknis mereka. Banyak dari ibu hamil dan keluarga yang hanya siap terkait biaya persalinan tanpa diikuti dengan persiapan donor darah dan transportasi. Hal tersebut terlihat dari kecenderungan responden yang telah menyiapkan biaya persalinan sebanyak 93,3%

diikuti

73,3% responden telah menyiapkan transportasi menuju tempat persalinan tetapi untuk responden yang telah menyiapkan donor darah hanya sebanyak 30 %. Masalah kebutuhan donor darah ternyata dalam hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan responden masih banyak yang mengabaikannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.18 berikut: Tabel 3.18 Kecenderungan Persiapan Kehamilan dan Persalinan dalam Keluarga (30 Responden) Persiapan No

Pihak yang Menyiapkan

Hal

(1)

(2)

Sudah siap

Belum siap

Diri Sendiri

Suami

Lain-lain

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

28 (93,3%)

2 (6,7%)

2 (7,1%)

25 (89,3%)

1 (3,6%)

1.

Biaya

2.

Donor darah

9 (30%)

21 (70%)

0 (0%)

6 (66,7%)

3 (33,3%)

3.

Transportasi

22 (73,3%)

8 (26,7%)

1 (4,6%)

16 (72,7%)

5 (22,7%)

Sumber: Data Primer Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada kenyataannya pemenuhan kebutuhan strategis gender bumil, bulin dan bufas masih sangat kurang dan terbatas. Pada umumnya bantuan dan pelayanan untuk bumil, bulin dan bufas, commit to user

116

117 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

masih sebatas pada pemenuhan kebutuhan praktis ibu saja, dimana pelayanan yang diberikan dalam GSI di tingkat kecamatan diprioritaskan untuk membantu aspek teknis operasional dari persalinan ibu. Hal tersebut dapat dilihat pada bantuan yang diberikan hanya pada aspek finansial, saran transportasi, cakupan pemeriksaan kehamilan dan gizi ibu hamil. Sedangkan pemenuhan kebutuhan gender strategis yang berkaitan dengan pemilihan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan secara tidak langsung beberapa kasus telah memenuhinya di dalam keluarga masing-masing. Pemberian jaminan keselamatan persalinan dan kehamilan dari GSI memang belum cukup menjamin sepenuhnya terhadap hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. Hanya beberapa keluarga yang sadar akan perencanaan kehamilan. Dalam hal ini masih banyak para istri yang tidak bisa menentukan kehamilan sesuai dengan keinginannya, dan hal ini bisa terjadi karena kontrol penuh suami atas istri yang pada akhirnya bisa menimbulkan ketidakadilan yang menimpa pihak perempuan (beban kehamilan).

commit to user

117

118 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 3.19 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI Level Keluarga Antara Teori dan Praktek No Jenis Kebutuhan (1)

1.

(2)

Kebutuhan Praktis Gender

Teori

Temuan Lapangan

(3)

(4)

Memeriksaan Kecenderungan dari 30 responden telah kehamilan minimal 4 melakukan pemeriksaan kehamilan 6 – kali 10 kali dengan bukti sebesar 50% menjawab kecenderungan tersebut. Menunjukkan bahwa mereka peduli dengan perkembangan kesehatan kehamilannya. Melakukan Kecenderungan 76,7% responden telah persalinan di fasilitas memilih tempat pertolongan persalinan kesehatan yang di rumah sakit. Hal tersebut, memadai, menunjukkan bahwa kecenderungan kelompok sampel mencari penolong dan fasilitas kesehatan yang memadai. Mengetahui kebutuhan gizi;

Suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga)

Persoalan pemenuhan gizi dalam keluarga hasil pemetaan menunjukkan bahwa istri/ibu hamil telah didahulukan. Terbukti dengan kecenderungan responden sebesar 93,3% mereka makan terlebih dahulu dari anggota keluarga yang lain. Terkait pemenuhan gizi 66,7% responden cenderung memenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna dan sebesar 23,3% responden menambah 4 sehat 5 sempurna dengan vitamin ataupun suplemen. Kesiagaan suami dalam tanggungjawab kehamilan seorang perempuan hasil penelitian menunjukkan persentase yang tinggi. Kesiagaan suami dalam mengantar pemeriksaan kehamilan sebesar 73,3%, kesiagaan suami dalam menyiapkan biaya persalinan sebesar 89,9%, persiapan donor darah sebesar 66,7% dan dalam persiapan transportasi sebesar 73,3%.

commit to user

118

119 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Mempersiapkan donor darah, biaya persalinan dan kendaraan/ambulans desa

2.

Kebutahan Strategis Gender

Para ibu hamil dan keluarga ternyata cenderung mempersiapkan biaya persalinan tanpa diikuti perhatian yang tinggi dalam mempersiapkan donor darah dan transportasi menuju tempat persalinan. Terbukti 93,3% responden telah mempersiapkan biaya persalinan, diikiuti 73,3% responden telah menyiapkan transportasinya. Namun untuk persiapan donor darah hanya 30% respinden yang telah mempersiapkannya

Mengusahakan agar 66,7% responden menjawab bahwa tiap kehamilan kehamilannya merupakan kehamilan merupakan terencana. kehamilan yang direncanakan Memahami Keadilan dan kesetaraan gender telah kesetaraan keadilan terimplementasi dalam keluarga yang gender; harmonis di penelitian ini Perempuan mampu mengambil keputusan ;

Kecenderungan dari kelompok sampel yang diambil keputusan masih di tangan suami dilihat dari 50% responden menjawab demikian. Hanya 36,7% responden mampu mengambil keputusan dalam perawatan kesehatan kehamilannya.

Mampu mencegah Hasil penelitian ini menemukan 2 kasus kekerasan dalam kekerasan psikologis terhadap rumah tangga. perempuan hamil dari 30 responden yang diambil di Kecamatan Banjarsari. Sumber: Data Primer

commit to user

119

120 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kecamatan Banjarsari cenderung masih tinggi karena adanya elemen dasar keselamatan ibu yang belum mampu terpenuhi antara lain: 1. Faktor Primer Elemen Dasar Keselamatan Ibu Faktor keselamatan pada bumil, bulin dan bufas dari penelitian ini didapatkan jawaban bahwa hal tersebut lebih tergantung pada faktor primer. Faktor primer yang mencakup status kesehatan, status reproduksi, perilaku sehat, status perempuan dalam keluarga dan status keluarga dalam masyarakat sangat memberi pengaruh dominan dalam upaya penurunan AKI. Komplikasi pada kehamilan ataupun persalinan sebelumnya dan kondisi penyakit menahun maupun infeksi nyatanya menjadi sebab beberapa kasus kematian ibu di lingkup Kecamatan Banjarsari Surakarta. Pengetahuan pada kadar gizi dalam makanan yang dibutuhkan bumil perlu dikuasai oleh masing-masing individu yang bersangkutan untuk mencegah faktor resiko pada ibu hamil. Kasus kematian maternal di Kecamatan Banjarsari tahun 2009 menunjukkan hampir semua ibu bersalin berusia 35 tahun ke atas yang commit to user Jarak antar kehamilan rata-rata merupakan usia berisiko untuk melahirkan.

120

121 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

berkisar 2 tahun. Temuan tersebut, jelas membuktikan bahwa bulin yang mengalami kematian maternal di wilayah Banjarsari Surakarta masing-masing merupakan kehamilan resiko tinggi. Perilaku sehat bumil yang pada akhirnya mengalami kematian maternal sudah cukup baik. Mereka telah rajin memeriksakan kehamilan ratarata lebih dari 4 kali, meskipun 2 kasus bulin meninggal hanya memeriksakan kurang dari 4 kali. Pemilihan tempat pemeriksaan dan pertolongan persalinan sudah diupayakan di tempat dengan fasilitas yang memadai. Namun, hal tersebut tidak diikuti kesadaran akan pentingnya kesehatan kehamilan yang di mulai dari hal-hal kecil, seperti mengikuti anjuran tenaga kesehatan yang menangani bumil bersangkutan selama kehamilannya. Perempuan belum sepenuhnya mampu mengambil keputusan terkait kesehatan reproduksi mereka. Tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang kesehatan kehamilan akan mempengaruhi keputusan yang diambil terkait kesesuaian kebutuhan persalinan yang sebenarnya. Selain itu, status ekonomi keluarga yang terdiri dari penghasilan, pendidikan dan pekerjaan keluarga sangat mempengaruhi keselamatan ibu. Keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dalam penelitian ini cenderung tidak mampu menghadapi keadaan yang relatif dituntut kecepatan saat pengambilan keputusan untuk menyelamatkan nyawa ibu dengan komplikasi persalinan. 2. Faktor sekunder Elemen Dasar Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu Faktor sekunder dirasa telah terdapat upaya cukup optimal dalam menekan AKI. Hal tersebut terlihat dari penjelasan beberapa variabel. Akses commit to user

121

122 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

terhadap pelayanan kesehatan telah diupayakan oleh semua stakeholders. Namun, ketersediaan jumlah tenaga kesehatan di wilayah perbatasan Kecamatan Banjarsari masih mengalami keterbatasan sehingga menghambat upaya

penyelamatan

pasien

kegawatdaruratan

obstetri.

Masalah

keterjangkauan terutama terkait dengan masalah jarak menjadi penghambat masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Kesiagaan dalam masyarakat untuk menyelamatkan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dari ancaman kematian hanya sebatas dibangun pada tataran kader GSI. Namun, yang menjadi garis bawah bahwa tidak semua kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif. Pelayanan yang diperoleh bagi kelompok sasaran tergantung dari keaktifan kader untuk melakukan pemantauan. Jika bumil dan bulin tidak terpantau oleh kader maka pelayanan kesehatan dalam tataran GSI tidak dapat dimanfaatkan oleh bumil dan bulin tersebut. Dalam segi sistem rujukan, keterlambatan dalam rujukan yang dilakukan disinyalir memperburuk penyelamatan ibu bersalin. 3. Pemenuhan Kebutuhan Gender Terdapat kesamaan dominasi pemenuhan kebutuhan gender baik secara formalitas peraturan dalam ranah kerja Satgas GSI maupun dalam tataran keluarga. Pemenuhan kebutuhan praktis gender yang diselenggarakan dalam Kecamatan Sayang Ibu di Banjarsari Surakarta secara keseluruhan telah berjalan dengan baik. Berikut ini penjelasannya lingkup pengelolaan pemenuhan kebutuhan gender oleh Satgas GSI dan pada lingkup keluarga sudah memperlihatkan:

commit to user

122

123 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

1) Dalam tataran pelaksanaan melalui Satgas GSI Kelurahan tidak terpenuhinya kebutuhan strategis gender disebabkan kegiatan yang menjadi dominan, seperti adanya dasolin, pencatatan dan pelacakan, pemyuluhan intensitas pemeriksaan kehamilan. Namun, pelaksanaan ambulan desa dan donor darah oleh petugas GSI hanya berhenti pada tataran formalitas kebijakan melalui SK Pembentukan Satgas GSI tingkat kelurahan. Kegiatan dominan dalam GSI melalui Satgas Kelurahan pada umumnya lebih menekankan intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi komplikasi obstetri. Hal tersebut berdampak pada kualitas dan kuantitas pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki bumil, bulin dan bufas sehingga bisa menimbulkan permasalahan lain ketika bumil, bulin dan bufas tersebut mengalami kelainan kehamilan maupun pasca persalinan. Dalam pelaksanaan GSI melalui Satgas GSI aspek kebutuhan gendernya adalah pemenuhan kebutuhan praktis gender. 2) Pada lingkup paling kecil di masyarakat, yaitu keluarga kebutuhan strategis gender terdapat dalam hasil penelitian ini antara lain masalah perencanaan kehamilan dimana 66,7% responden telah melakukan perencanaan kehamilan dan angka kekerasan dalam rumah tangga yang hanya ditemui dalam 2 keluarga dari 30 sampel yang diambil. Secara tidak langsung keperdayaan perempuan telah tumbuh dalam lingkungan keluarga sebagai upaya penyelamatan bumil, bulin dan commit to user

123

124 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bufas dari ancaman kematian maternal. Namun, pemenuhan kebutuhan gender masih dominan pada pemenuhan kebutuhan praktis. Aspek pemenuhan kebutuhan gender dalam keluarga yaitu, telah terdapat pemenuhan

kebutuhan

praktis

dan

strategis

gender dominan

pemenuhan kebutuhan pratis gender. Terdapat hubungan antara faktor kesealamatan ibu dengan pemenuhan kebutuhan gender. Karena masih dominannya pemenuhan kebutuhan praktis yang bertujuan untuk menangani komplikasi saat terjadi persalinan, maka faktor-faktor yang bersala dari keluarga seperti kesetaraan gender, tingkat pengetahuan yang sama antara suami istri terkait masalah kesehatan reproduksi masih jauh dari yang diharapkan untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI). Selain itu, peningkatan Aki secara tajam pada tahun 2009 di Kota Surakarta, juga disebabkan karena adanya perkembangan dalam system pencatatan dan pelacakan kematian Ibu. B. Saran Hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa rekomendasi yang peneliti ajukan agar GSI dapat berkontribusi lebih baik lagi agar upaya penurunan AKI dan sebagai bahan masukan serta pertimbangan bagi stakeholders. Beberapa rekomendasi yang diajukan tersebut antara lain: 1. Target utama GSI di tingkat keluarga adalah pemberdayaan suami agar lebih perhatian terhadap istri. Oleh karena itu, persepsi mengenai kesetaraan gender perlu diberikan melalui lembaga formal maupun non formal. Sehingga, posisi perempuan tidak selalu tersubordinasi terhadap laki-laki. Hal ini akan membantu perempuan dalam pengambilan commit to user

124

125 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

keputusan untuk kesehatan reproduksinya, membantu kepercayaan diri perempuan selama masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Selain itu juga mampu menghindari tindakan kekerasan oleh pasangan suami isrti dalam rumah tangga. 2. Pendidikan kesehatan reproduksi perlu diberikan untuk laki-laki untuk mewujudkan kesetaraan gender. Jika selama ini informasi terkait Gerakan Sayang Ibu hanya diberikan dalam forum PKK maka, hal tersebut perlu dirubah menjadi suatu forum GSI tersendiri yang memberikan arahan pada laki-laki dan perempuan mengingat pentingnya keselamatan ibu hamil, bersalin dan nifas untuk menekan AKI. 3. Kegiatan GSI tidak hanya bersifat anjuran (advokasi) semata, tetapi perlu dikembangkan

hingga

bersifat

holistik.

GSI

diharapkan

mampu

menyentuh dan ikut menyelesaikan persoalan mendasar di tingkat keluarga yaitu ekonomi, melalui peningkatan ekonomi keluarga. 4. Satgas GSI perlu lebih meningkatkan kinerja dan empati dari petugas pada khususnya dan/atau masyarakat luas pada umunya. Hal ini terutama dalam hal pemberian dasolin yang kurang cepat dan perlu melewati mata rantai birokrasi yang panjang. Jaminan kesehatan PKMS yang diberikan pemerintah ternyata belum cukup membantu bagi keluarga miskin (gakin) saat terjadi komplikasi persalinan. 5. GSI perlu direvitalisasi kembali dan dilanjutkan pada beberapa wilayah kelurahan di Kecamatan Banjarsari, karena kurang keaktifan dari para commit to user

125

126 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kader. Pengembangan dan peningkatan kualitas dan kinerja perlu untuk memaximalkan GSI di lapangan. 6. Perlu diberikan sistem reward bagi para Satgas GSI yang merupakan mitra informasi pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota. Sehingga, para Satgas mampu lebih berperan aktif di masyarakat lingkungannya. Perlu dibangun jaringan kerja (networking) yang komunikatif dengan seluruh lintas sektoral dalam upaya menurunkan AKI. 7. Berdasarkan temuan di lapangan Dinas Kesehatan kurang mengetahui informasi dan kondisi terkait pelaksanaan GSI pada level paling bawah yaitu level kelurahan. UPTD Dinas Kesehatan di Kecamatan yaitu Puskesmas beberapa diantaranya juga kurang begitu terjalin komunikasi antar kedua stakeholders GSI tersebut. Pengumpulan beragam informasi dari level bawah perlu kembali dibangun untuk meningkatkan kinerja GSI, karena pada dasarnya GSI merupakan kegiatan antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menurunkan AKI. 8. Pencatatan Audit Maternal Prenatal (AMP) perlu dilakukan secara tertib administrasi setiap kali terdapat kasus kematian, sehingga tidak terdapat lost case terkait Angka Kematian Ibu (AKI).

commit to user

126