EVALUASI PERATURAN PERBANKAN YANG MENGHAMBAT ...

50 downloads 15069 Views 85KB Size Report
kondisinya (UKM). 3. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta berdasar SK Direksi Bank. Indonesia. No. 27/162/KEP/DIR/1995 dan. Surat Edaran Bank ...
EVALUASI PERATURAN PERBANKAN YANG MENGHAMBAT PEMBIAYAAN USAHA KECIL DI JAWA TIMUR Ketua: Dr. Jazim Hamidi, SH., MH., Anggota: Siti Hamidah, SM., MM, Dr. Sukarmi, SH.MH., Dr. Sihabuddin, SH., MH., Adi Kusumaningrum, SH.

Abstrak: This research is aimed at analyzing the banking rules and other rules, which have the indication on blocking the funding of small trade, and give the recommendation related to the matter. By normative juridical approach, this research is more focused on the investigation of literary study that is aimed at investigating the meaning, purpose and viewing the synchronization and appropriateness of principle on every rules managing informal sector from the analysis of law corporation: as the primary, secondary and tertiary corporation which related to informal sektor and infomal sector funding, and supported by the field data. This research proves that the two kinds of rules have the potential/indication on blocking the funding and development of small trade. Some of them are as indicated on: Section 8 verse (1) the Constitution (UU) No. 10, 1998 on the change of Constitution (UU) No. 7, 1992 on banking is an ambiguous rule related to intangible and tangible guarantee within Small Trade Credit. The inconsistency of rules on the guarantee within the Constitution (UU) No. 9, 1995 on the Small Trade with Section 8 verse (2) Banking Constitution (UU) No. 10, 1998 on Banking related to Credit Guide in the form of Self Regulatory Banking, as well as some city/Regency Regional Rules particularly on retribution. The recommendation found from this research is the needs of revision toward some rules that have the indication on blocking the small trade, that should be done by Bank Indonesia and the government. Bank Indonesia should revise PBI that related to the small trade, while the government should revise the Constitution (UU) No. 10, 1998 on the change of Constitution (UU) No. 7, 1992 on Banking, especially, which related to the carefulness principles and the Constitution No. 9, 1995 on the Small Trade to get the more comprehensive, responsive, and integrative rules toward the wish and needs of small trade. Beside that, the government needs to do reformation toward the taxation, illegal taxes and expense, so that it is created the more adequate trade climate that can reflect the proper business practice on racing the development of small trade.

Usaha bagian

Kecil

integral

(UK)

sebagai

memberikan pelayanan ekonomi yang

ekonomi

rakyat

luas pada masyarakat, dapat berperan

mempunyai kedudukan, potensi, dan

dalam

peran

dalam

peningkatan pendapatan masyarakat,

perekonomian nasional. UK merupakan

serta mendorong pertumbuhan ekonomi

kegiatan

dan

yang

memperluas

strategis

usaha

yang

lapangan

mampu kerja

dan

proses

berperan

pemerataan

dalam

dan

mewujudkan

stabilitas nasional pada umumnya dan

stabilitas ekonomi pada khususnya. Hal

kecil, dan rekomendasi yang dapat

ini terbukti ketika Indonesia mengalami

diberikan

situasi krisis ekonomi di tahun 1997,

pembiayaan UK.

usaha kecil menjadi penyangga yang

Penelitian

guna

perbaikan

dalam

tentang

”Evaluasi

Perbankan

Yang

mampu bertahan terhadap terpaan badai

Kebijakan

krisis. Untuk itu usaha kecil perlu lebih

Menghambat Pembiayaan Usaha Kecil

diberdayakan

memanfaatkan

Di Jawa Timur” ini menggunakan

peluang usaha dan menjawab tantangan

metode pendekatan “yuridis normatif”,

perkembangan ekonomi di masa yang

yaitu lebih memfokuskan pada kajian

akan datang.

data sekunder dengan menganalisis

dalam

Salah satu kendala yang sering

bahan hukum, berupa bahan hukum

dihadapi oleh UK adalah sulitnya

primer, sekunder maupun tersier yang

mengakses

kredit

terkait dengan UK dan pembiayaan UK

perbankan.

Selain

dari itu,

lembaga Pemerintah

dengan

mengedepankan

pada

Daerah melalui dinas-dinas terkait yang

pendekatan ekonomis, sosiologis dan

ada

politis. Disamping itu untuk mendukung

di

daerah,

permodalan,

baik

teknologi,

dari

aspek

manajemen

data

sekunder

dilakukan

maupun pemasaran hasil, dirasakan

lapangan,

masih kurang membantu UK untuk

wawancara dan pembagian kuesioner

berkembang. Dengan kendala-kendala

kepada para responden yang sudah

tersebut

terpilih (metode snawball purposive

UK

mewujudkan peranannya

masih

belum

kemampuan secara

optimal

dapat dan dalam

dengan

penelitian melakukan

sampling). Survei

berhasil

menggali

informasi dari berbagai aspek kebijakan

perekonomian nasional. meningkatkan

yang terkait dengan UK. UK yang

mendorong

menjadi objek penelitian ini adalah UK

pertumbuhan ekonomi, diperlukan suatu

yang berstatus badan hukum dan non

kajian mengenai kebijakan perbankan

badan hukum.

yang menghambat pembiayaan usaha

usaha ini didasarkan atas kebijakan

kecil di Jawa Timur, sehingga diperoleh

perbankan yang hanya memberikan

gambaran mengenai kebijakan apa saja

bantuan

yang menghambat pembiayaan usaha

berstatus nasabah dari Bank (PBI No.

Dalam peran

UK

upaya untuk

kredit

Pengelompokan skala

kepada

UK

yang

3/2/PBI/2001).

Pengelompokan

ini

dapat

mempengaruhi

untuk memudahkan pengelompokannya

UK.

mengingat sebagian besar UK sudah

maupun kajian secara normatif selain

terdaftar

membantu perkembangan UK, kedua

di

Kantor

Pendaftaran

Setelah

perkembangan

dilakukan

Perusahaan Departemen Perindustrian

peraturan

dan

potensi/berindikasi

Perdagangan,

sehingga

dapat

tersebut

penelitian

mempunyai menghambat

diketahui dengan mudah jumlahnya

pembiayaan dan perkembangan UK.

secara pasti

Hal tersebut sebagaimana yang akan

dan

fokus

kebutuhan

pembinaannya. Peraturan

diuraikan di bawah ini: perbankan

dan

peraturan di luar peraturan perbankan

Tabel 1.1 Peraturan Perbankan yang Menghambat Pembiayaan Usaha Kecil No

Nama, Nomor Tahun Peraturan

Pasal dan Bunyi Pasal

Indikasi Menghambat

1.

UU No. 10 Tahun 1998 Perbankan Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berkaitan dengan Jaminan dan Agunan dalam Kredit Usaha Kecil

Pasal 8 ayat (1) ”dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

2.

Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: berkaitan dengan Pedoman Perkreditan dalam bentuk Self Regulatory Banking

“Bank Umum wajib memiliki Pedoman Perkreditan dan Pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Pasal 8 ayat (1) yang mewajibkan Bank Umum mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, dipertegas dalam penjelasannya, bahwa keyakinan diperoleh dari analisis yang mendalam, dimana collateral (agunan) merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan. Dikaitkan dengan kebebasan bagi bank dalam rangka SRB, maka dalam praktek collateral bukan sekedar pertimbangan, tetapi lebih cenderung pada kewajiban. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang tidak tegas, bersifat ambigo. Khususnya apabila dibandingkan dengan UU 14 Tahun 1967 yang mewajibkan jaminan atas kredit. Prinsip kehati-hatian sebagaimana yang terdapat dalam UU Perbankan wajib dilaksanakan oleh setiap bank, dimana oleh bank sentral -dalam hal ini adalah Bank Indonesia- pelaksanaan diserahkan kepada masing-masing

3.

4.

5.

UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta berdasar SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR/1995 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB/1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Perkreditan bagi Bank Umum Peraturan Bank Indonesia No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil juncto Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/9/BKr tanggal 17 Mei 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil

Pasal 8 (2) UU Perbankan serta SK Direksi BI No. 27/162/KEP/DIR/1995 dan SE BI No. 27/7/UPPB/1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Perkreditan bagi Bank Umum yang diuraikan lebih rinci pada bagian pedoman penyusunan perkreditan Pasal 1 ayat (2) : Kredit Usaha Kecil adalah kredit atau pembiayaan dari Bank untuk investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam Rupiah dan atau Valuta Asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp. 500.000.000,00 untuk membiayai usaha yang produktif, selanjutnya disebut KUK.

PBI No. 7/2/PBI/2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006

Ketentuan mengenai konsep one obligor untuk penetapan kualitas aktiva produktif menjadi konsep/pendekatan uniform classification.

Sumber: bahan hukum primer, diolah, 2006.

bank untuk menentukan sendiri model yang tepat. Hal ini akan memberikan kebebasan bagi Bank Umum untuk membuat aturan sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa melihat siapa yang akan menjadi sasarannya, karena tidak semua nasabah atau pengguna jasa perbankan sama kondisinya (UKM). maka membuka peluang praktek agunan dan menjadi sesuatu yang bernilai wajib, sehingga ketentuan pasal 8 ayat (1) berikut penjelasannya menjadi kurang bermakna

Pemberian KUK hanya diberikan kepada Usaha Kecil yang menjadi nasabah bank dan dipersyaratkan harus berbadan hukum, dan tidak sebutkan secara tegas dalam bunyi pasalnya apakah nasabah debitur ataukah nasabah kreditur, sehingga dapat menimbulkan multi tafsir dan membuka peluang yang memberatkan debitur, khususnya jika dilihat dalam penjelasan pasal tersebut hanya tertulis “cukup jelas”. Demikian juga ketentuan berbadan hukum hal ini sangat menyulitkan bagi usaha kecil yang tidak berbadan hukum Dipandang kurang mendukung penyaluran kredit UMKM, khususnya ketentuan mengenai one obligor untuk penetapan kualitas aktiva produktif, kewajiban penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik dan ketentuan mengenai tatacara penempatan dana oleh bank umum. Untuk bank syariah, beberapa bank secara khusus menyebutkan ketentuan yang kurang mendukung penyaluran kredit UMKM adalah kolektibilitas pembiayaan sistem syariah.

Pertama: Dari sisi peraturan

dengan KUHPerdata, khususnya pasal

perbankan yang berpotensi menghambat

1131 dimana walau bank tidak meminta

pembiayaan UK ditemukan data baik

jaminan, sebenarnya telah ada berlaku

berdasarkan analisis normatif maupun

jaminan atas pinjaman kredit yang

didukung

diberikan, yaitu berupa jaminan umum.

dengan

hasil

wawancara

terlihat bahwa pasal 8 ayat (1)

UU

Dengan dihapuskannya pasal 24

Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang

dan digantikannya pengertian jaminan

Perubahan Undang-Undang Nomor 7

sebagaimana dalam pasal 8 UU No. 7

Tahun

Perbankan

Tahun 1992 yang berbunyi,” “dalam

berkaitan dengan Jaminan dan Agunan

memberikan kredit bank umum wajib

dalam Kredit Usaha Kecil. Adapun

mempunyai keyakinan atas kemampuan

kaitan pasal ini dengan potensinya

dan

dalam menghambat pembiayaan UK

melunasi utangnya sesuai dengan yang

pada dasarnya terletak pada akibat

diperjanjikan” dan selanjutnya diubah

hukum

ketidaktegasan

lagi dalam pasal 8 (1) UU 10 Tahun

jaminan

dan

1992

tentang

agunan

pengertian dibandingkan

kesanggupan

1998

yang

debitur

berbunyi:

untuk

”dalam

dengan UU Perbankan sebelumnya. UU

memberikan kredit atau pembiayaan

N0. 7 Tahun 1992 dan perubahannya

berdasarkan

yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi

umum wajib mempunyai keyakinan

lebih tidak tegas dalam mengambil

berdasarkan analisis yang mendalam

sikap

atas

terkait

dengan

kedudukan

prinsip

itikad

dan

syariah,

kemampuan

bank

serta

kesanggupan nasabah debitur untuk

jaminan. Pasal 24 UU Nomor 14 Tahun

melunasi utangnya atau mengembalikan

1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan

menyatakan

yang

memberikan

“bank kredit

umum tanpa

tidak

jaminan

diperjanjikan”,

sesungguhnya

UU

kepada siapapun juga” telah dihapus

membatasi

dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992.

sendiri,

Walaupun pasal ini bersifat collateral

dengan KUHPerdata.

oriented

tetapi secara prinsip selaras

perbankan

ini

jaminan

itu

pengertian

yang

maka

justru

bertentangan

Undang-Undang No. 9 Tahun

1995

tentang

Usaha

Kecil

telah

ditindaklanjuti

dengan

lahirnya

rujukan

Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun

mengenai masalah penjaminan yaitu

2000 tanggal 7 November 2000 dan

pasal

yang berbunyi

keberadaan Perusahaan Umum Sarana

”penjaminan adalah pemberian jaminan

Pengembangan Usaha (Perum Sarana),

pinjaman Usaha Kecil oleh lembaga

sehingga

penjamin

diharapkan

memberikan

1

pedoman

angka

7,

sebagai

dan

dukungan

untuk

lembaga penjaminan ini dapat

mengatasi

satu

memperbesar kesempatan memperoleh

masalah UK Indonesia. Sayangnya

pembiayaan dalam rangka memperkuat

penggunaan

kesempatan memperoleh pembiayaan

tidak berjalan dengan optimal bagi

dalam

memperkuat

kalangan perbankan dalam mengatasi

permodalan”. Dengan ketentuan ini

masalah jaminan bagi kredit usaha

diharapkan akan mengurangi kendala

kecil. Hal ini terlihat dari data yang

yang dihadapi UK untuk menyediakan

menunjukkan

jaminan

dijamin oleh Sarana Pengembangan

rangka

dalam

mengakses

kredit

jumlah

kredit

yang

Usaha sebagaimana diagram berikut:

perbankan. Pada pasal 23 UU No. 9 Tahun

Diagram 1. Jumlah Kredit yang Dijamin Perusahaan Umum Sarana Pengembangan Usaha Tahun 2001-2005

1995 tentang Usaha Kecil disebutkan bahwa UK dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah dan/atau swasta. Lembaga penjamin

Jumlah Kredit yang Dijamin Oleh Perum SPU

tersebut menjamin pembiayaan UK

7

dalam bentuk :

6

perbankan; pembiayaan

atas

5.77

5 Jumlah (Dalam Tahun)

a. Penjaminan pembiayaan kredit

b. Penjaminan

lembaga penjaminan ini

4.19

4 2.83

3

2

bagi hasil;

1.34

1

c. Penjaminan

0.587

pembiayaan 0

lainnya, seperti jaminan orang

2001

2002

2003 Tahun

perseorangan,

jaminan

perusahaan (avalis). Kemudahan

di

Sumber: Gunawan, 2006. atas

2004

2005

Dari data di atas, pada tahun

adanya

sinkronisasi dan koordinasi

2001, volume kredit yang dijamin

serta semangat

Perum Sarana baru mencapai Rp 587

keinginan UU NO. 9 tahun 1995

miliar, selanjutnya meningkat menjadi

tentang Usaha Kecil mengenai masalah

Rp 1,34 triliun pada tahun 2002. Pada

penjaminan dengan UU NO. 10 Tahun

tahun 2003 angka penjaminan kredit

1998

meningkat menjadi Rp 2,83 triliun,

Undang Perbankan lebih menekankan

kemudian meningkat pada tahun 2004

adanya

menjadi Rp 5,77 triliun. Sementara pada

(Pasal 8 (2) tentunya lebih pada jaminan

semester I tahun 2005, volume kredit

fisik sementara UU No. 9 Tahun 1995

yang dijamin oleh Perum Sarana telah

lebih menekankan pada kelembagaan

mencapai Rp 4,19 triliun. Outstanding

jaminan, yang tidak hanya menekankan

penjaminan kredit sampai dengan Juni

pada jaminan fisik saja namun ada

2005 sebesar Rp 11,93 triliun yang

bentuk jaminan lainnya.

disalurkan ke sektor agrobisnis Rp. 1,08

Kalangan

triliun,

sektor

industri

dan

yang sama antara

tentang

Perbankan.

jaminan

menyukai

berupa

Undang-

keharusan

perbankan

menggunakan

lebih

kebebasan

pertambangan Rp 47,12 miliar serta

yang diberikan pada ketentuan pasal 8

sektor jasa dan perdagangan Rp 10,8

ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang

triliun. Angka Rp 4,19 triliun (semester

perubahan UU No. 7 tahun 1992

I Tahun 2005) merupakan pencapaian

tentang Perbankan, yang mewajibkan

72,13% dari target volume penjaminan

bank umum memiliki dan menerapkan

kredit dalam rencana anggaran tahun

pedoman perkreditan sendiri. Hal ini

2005 yang dibebankan oleh kementrian

selalu terkait dengan prinsip

BUMN

hatian

sebesar

Rp

5,8

triliun

yang

dipegang

teguh

kehatioleh

Apabila

kalangan perbankan. Dengan demikian

untuk

tidak salah jika sebagian besar dari hasil

UKM pada pertengahan tahun 2005

penelitian yang terdahulu maupun hasil

yaitu dari Rp. 36,38 triliun, maka

penelitian ini memperoleh jawaban

pemanfaatan

adalah

bahwa sebagian besar usaha kecil

sekitar 8,68% dari seluruh kredit UKM

tersebut kurang dapat mengakses dana

pada pertengahan tahun 2006.

dari perbankan, karena bunganya terlalu

(Gunawan, dibandingkan

2006). dengan

Perum

kredit

Sarana

Dari hal di atas terlihat belum

tinggi, persyaratan jaminan dan agunan

fisik, serta prosedurnya sangat rumit.

maka bank harus membentuk cadangan

Kedua: Pasal 8 ayat (2) UU No.

khusus sebesar 100% dari aktiva dengan

10 Tahun 1998 tentang Perubahan

kualitas macet setelah dikurangi nilai

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

agunan. Hal tersebut secara tidak

tentang Perbankan: berkaitan dengan

langsung akan mendorong bank-bank

Pedoman Perkreditan dalam bentuk Self

untuk

Regulatory

pemberian kredit.

Banking

(SRB).

ketentuan

prosedur

perkreditan

intern

beserta yang

agunan

dalam

Ketentuan mengenai konsep one

Implementasi SRB dilakukan dengan mengatur sendiri

mewajibkan

obligor

juga

menjadi

salah

satu

ketentuan yang menghambat bagi UK

didasarkan atas prinsip kehati-hatian.

karena

Dalam pedoman tersebut juga harus

mengajukan permohonan kredit pada

ditetapkan bahwa penilaian kualitas

salah satu bank, maka akan terhambat

kredit harus didasarkan pada suatu tata

apabila

cara yang bertujuan untuk memastikan

menerima pembiayaan dari lembaga

bahwa hasil penilaian kolektibilitas

keuangan lain. Hal tersebut didukung

kredit yang dilakukan oleh bank telah

dari data lapangan yang menunjukkan

sesuai

beberapa pelaku UK yang memenuhi

dengan

ketentuan

yang

pada

yang

persyaratan

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

saat

pelaku

bersangkutan

perbankan

tidak

UK

telah

bisa

dengan

memperoleh kredit disebabkan sedang

ketentuan PBI Nomor 7/2/PBI/2005

mempunyai angsuran pada lembaga

tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank

keuangan lain. Dalam hal ini terlihat

Umum Jo. PBI Nomor 8/2/PBI/2006

bahwa

tentang Perubahan Atas Peraturan Bank

Debitur (SID) ternyata berpotensi pula

Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang

menghambat pembiayaan bagi usaha

Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

kecil. Dengan demikian apabila hal

terdapat

yang

tersebut diatas tetap diterapkan dalam

berindikasi menghambat pembiayaan

penyaluran kredit kepada UK, dapat

bagi UK. Pasal 44 ayat 2 menyebutkan

dipastikan akan sulit untuk dipenuhi,

tentang cadangan khusus, yang mana

sehingga

dalam Pasal 45 ayat (3) huruf d

penyederhanaan persyaratan bagi UK.

Apabila

dikaitkan

beberapa

ketentuan

dinyatakan bila kredit menjadi macet

kebijakan

Ketiga:

Sistem

perlu

Peraturan

Informasi

dilakukan

Bank

Indonesia No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4

dalam pengertian perbankan nasabah

Januari 2001 tentang Pemberian Kredit

bisa bermakna nasabah debitur, kreditur

Usaha Kecil juncto Surat Edaran Bank

atau walking customer. Dengan tidak

Indonesia No. 3/9/BKr tanggal 17 Mei

disebutkannya kriteria nasabah secara

2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan

jelas, tentu saja hal tersebut akan dapat

Pemberian Kredit Usaha Kecil. Dalam

menimbulkan multi tafsir khususnya di

peraturan

ini,

walau

beberapa

lapangan. Salah satu contohnya adalah

kemudahan

yang

diberikan

kepada

ketika terdapat bank yang mewajibkan

pelaku UK namun beberapa ketentuan

UK menjadi nasabah kreditur terlebih

dalam peraturan ini juga berpotensi

dahulu sebelum mengajukan kredit,

untuk menghambat pembiayaan UK,

yang mana besar tabungan didasarkan

a.l: Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa

pada jumlah kredit yang akan diperoleh.

kredit UK yang diberikan adalah kredit

Sementara itu apabila dilihat dalam

atau pembiayaan dari bank untuk

penjelasan PBI tersebut hanya tertulis

investasi dan atau modal kerja, yang

“cukup

diberikan dalam rupiah dan atau valuta

tersebut bank dapat mempersepsikan

asing kepada nasabah UK dengan

bahwa perseorangan yang informal

plafon kredit keseluruhan maksimum

tidak berbadan hukum dan bukan

Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

nasabah kreditur, tidak dapat diberikan

rupiah) untuk membiayai usaha yang

KUK. Terlebih apabila dibebani lagi

produktif, selanjutnya disebut KUK.

dengan persyaratan

Ayat (2) ini menyatakan bahwa UK

sampai puluhan juta, dan terkait dengan

adalah usaha yang memenuhi kreteria

jaminan kredit.

sebagaimana dimaksud dalam UU No. 9

jelas”.

Dengan

peraturan

kepemilikan aset

Selain Peraturan Perbankan ada

Tahun 1995 tentang UK. Dari dua ayat

peraturan

tersebut diatas, kredit UK dari Bank

perbankan yang mempunyai potensi

hanya diberikan kepada UK yang

untuk menghambat perkembangan UK,

memenuhi

antara lain beberapa peraturan daerah

kriteria

sebagaimana

lain

dimaksud pada UU Nomor 9 tahun

sebagaimana

1995 tentang Usaha Kecil. Idealnya dari

dibawah ini:

ketentuan pasal pada PBI tersebut disebutkan kriteria nasabah, karena

di

luar

dijelaskan

peraturan

tabel-tabel

Tabel 4.2 Perda Yang Berindikasi Menghambat Perkembangan Usaha Kecil Di Blitar No

Nama, Nomor Tahun Perda

Pasal dan Bunyi Pasal

Indikasi Menghambat

1.

Peraturan Daerah Kota Blitar Nomor 5 Tahun 2004 tentang Retribusi Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar serta Pembubaran dan Pencabutan Badan Hukum Koperasi

Persyaratan biaya penyetoran modal awal kepada Bank untuk pembentukan Unit Simpan Pinjam (USP) dan Koperasi Simpan Pinjam pinjam (KSP) terlalu tinggi sehingga menghalangi/mengurangi akses masyarakat kecil dan menengah untuk membentuk USP maupun KSP.

2

Peraturan Daerah Kota Blitar Nomor 11 Tahun 2004, tentang Retribusi Izin Usaha Industri (IUI)

Pasal 12 huruf a dan huruf b. a. Surat bukti penyetoran modal awal pada Bank sekurang-kurangnya sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) bagi Unit Simpan Pinjam (USP); b. Surat bukti penyetoran modal awal pada Bank sekurang-kurangnya sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) bagi Koperasi Simpan Pinjam; Pasal 21 ayat (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

3

Peraturan Daerah Kota Blitar Nomor 12 Tahun 2004 tentang Retribusi wajib Daftar Perusahaan (WDP)

Pasal 21 ayat (6) Pengajuan keberatan tidakmenunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Peraturan Daerah Kota Blitar Nomor 12 Tahun 2004, tentang Retribusi Wajib Daftar Perusahaan (WDP)

Pasal 22 ayat (2) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang;

4

Ketentuan ini cukup memberatkan karena seharusnya keberatan diselesaikan dulu kemudian kewajiban membayar retribusi dilaksanakan. Hal ini tentunya akan menimbulkan kepastian hukum dan menciptakan rasa keadilan bagi wajib retribusi yang merasa masih ada masalah. Uang retribusi yang digunakan untuk membayar walau pun masih ada keberatan akan menimbulkan kerugian berupa pengurangan modal usaha. Ketentuan ini cukup memberatkan karena seharusnya keberatan diselesaikan dulu kemudian kewajiban membayar retribusi dilaksanakan. Hal ini tentunya akan menimbulkan kepastian hukum dan menciptakan rasa keadilan bagi wajib retribusi yang merasa masih ada masalah. Uang retribusi yang digunakan untuk membayar walau pun masih ada keberatan akan menimbulkan kerugian berupa pengurangan modal usaha. Tidak diatur atau tidak ada kejelasan Hak dan kewajiban Wajib Pungut dan/atau Pemda, sehingga sangat besar sekali kemungkinan walikota untuk menambah besarnya retribusi yang terutang. Dengan demikian akan

5

Peraturan daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar tentang Pemberian Izin Tempat Usaha dan UndangUndang Gangguan (HO) di Kotamadya daerah tingkat II Blitar

Pasal 3 ayat (1) Setiap orang atau badan hukum yang mendirikan atau memperluas tempat-tempat usahanya di daerah diwajibkan memiliki izin tempat usaha dari Walikotamadya Kepala Daerah;

6

Peraturan daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar tentang Pemberian Izin Tempat Usaha dan Undangundang Gangguan (HO) di Kotamadya Daerah tingkat II Blitar

Pasal 9 ayat (3) Disamping diancam dengan pidana pelanggaran terhadap ketentuan pasal 3 Peraturan Daerah ini ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diancam sanksi berupa penutupan tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 UU gangguan (HO);

mengakibatkan kerugian bagi kalangan usaha terutama usaha kecil yang modalnya juga kecil. Pasal ini menyetarakan kedudukan semua pengusaha yang didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dibedakan. Dalam UndangUndang Nomor 9 Tahun 1995 tersebut terdapat pengakuan terhadap keberadaan usaha kecil informal. Sedangkan dalam pasal 3 Perda ini bisa dijadikan legitimasi oleh Pemkot untuk mematikan keberadaan usahausaha kecil informal yang antara lain : pedagang asaongan, pedagang keliling, pemulung dan pedagang kaki lima dengan alasan tidak memiliki izin. Sanksi terlau memberatkan, sehingga menghambat pertumbuhan usaha kecil, karena pemkot sebelum menerapkan sanksi berupa penutupan tempat usaha, seharusnya memberikan peringatan atau solusi yang tepat bagi para usaha kecil.

Sumber: bahan hukum primer, diolah, 2006. Tabel 4.3 Perda Yang Berindikasi Menghambat Perkembangan Usaha Kecil Di Kota Malang No

Nama, Nomor Tahun Perda

Pasal dan Bunyi Pasal

Indikasi Menghambat

1.

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 12 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pasar Dan Tempat Berjualan Pedagang

Pasal 3 Fungsi pasar dan tempat berjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini untuk menampung para pemegang ijin yang berjualan barang atau jasa.

Ketentuan pasal ini terlalu berorientasi pada penciptaan ketertiban dengan mengabaikan kesejahteraan rakyat kecil (usaha kecil) melalui kemudahan dalam berusaha. Usaha kecil yang mempunyai modal kecil akan sangat terbebani dengan ijin berjualan yang di dalamnya ada kewajiban membayar retribusi (sebagaimana diatur pasal 14 (1): Atas pemberian ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Daerah ini dan pemakaian tempat-tempat berjualan dalam pasar dan tempat-tempat lain yang

2.

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 12 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pasar Dan Tempat Berjualan Pedagang

Pasal 19 Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 12 ayat (1), Pasal 16 dan 17 Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah);

3.

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaaan Pedagang Kaki Lima

Pasal 6 Setiap Pedagang Kaki Lima yang telah memperoleh ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dikenakan retribusi sesuai ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku untuk itu.

diijinkan dikenakan retribusi). Seharusnya ada kekhususan bagi usaha kecil berupa pengecualian dalam pemenuhan perijinan dan pembayaran retribusi. Setidaknya ada pembebasan retribusi dan apabila dalam perkembangannya usaha kecil tersebut telah memiliki modal yang cukup maka dikenakan retribusi. Ketentuan pasal 12 ayat (1) berbunyi: Setiap orang atau badan yang bermaksud memakai tempat berjualan secara tetap di pasar atau di tempat lain yang diperbolehkan harus memiliki ijin dari Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan ini akan sangat memberatkan bahkan cenderung “mematikan” usaha kecil yang modalnya tidak sampai 5 juta. Dengan demikian diperlukan pengecualian bagi usaha kecil dengan sanksi yang lebih ringan dan lebih mendidik. Pungutan – pungutan terhadap usaha kecil yang dalam hal ini adalah pedagang kaki lima hanya akan memberatkan sektor riil masyarakat ini. Seharusnya justru Pemerintah Kota memberikan subsidi kepada PKL baik berupa pembiayaan, fasilitas, maupun pembinaan. Dalam perda ini subsidi tersebut kurang tampak karena hanya berupa pendataan, penyuluhan dan bimbingan sehingga orientasi pengaturan PKL hanya untuk peningkatan PAD bukan demi perkembangan usaha mereka.

Sumber: bahan hukum primer, diolah, 2006.

Tabel 4.4 Perda Yang Berindikasi Menghambat Perkembangan Usaha Kecil Di Surabaya No

Nama, Nomor Tahun Perda

Pasal dan Bunyi Pasal

Indikasi Menghambat

1.

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau.

Pasal 12 ayat (1) Izin Pemakaian Ruang Terbuka Hijau tidak dapat di perpanjang guna mewujudkan pemanfaatan ruang terbuka

Permasalahan pasal ini terkait dengan pengaturan penggunaan Ruang Terbuka Hijau pada pasal 6, 7, dan 8. Dalam pasal-pasal tersebut tidak disebutkan secara

hijau sesuai dengan peranan dan fungsinya (dalam hal ini untuk kepentingan orang atau badan).

2.

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau.

Pasal 10 ayat (2) Dalam surat izin sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan pengendalian dan pelestarian Ruang Terbuka Hijau dan dapat ditambah persyaratan lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah

jelas bahwa kegiatan usaha dapat dilakukan di Ruang Terbuka Hijau. Padahal salah satu fungsi Ruang Terbuka Hijau adalah untuk rekreasi kota (pasal 8 c). Sehingga dengan sendirinya tempat tersebut menjadi objek usaha yang sangat potensial bagi pengusaha kecil. Izin memang dapat diberikan namun hanya bersifat insidentil dan berlaku untuk jangka waktu 3 bulan (penjelasan pasal 10 ayat 1) dan tidak dapat diperpanjang. Pasal ini dengan jelas sangat mengancam eksistensi usaha kecil yang ada di Surabaya. Pasal ini menimbulkan penafsiran yang absurd (tidak jelas), dalam penjelasan pun tidak ada keterangan lebih lanjut. Dalam Perda ini tidak diatur dalam pasal manapun tentang kewajiban pembayaran retribusi oleh usaha yang didirikan di Ruang Terbuka Hijau. Jika kewajiban yang dimaksudkan dalam pasal ini, ditafsirkan sebagai retribusi maka bersarnya pungutan tersebut tidak jelas sehingga cenderung sewenang-wenang.

Sumber: bahan hukum primer, diolah, 2006. Tabel 4.5 Perda Yang Berindikasi Menghambat Perkembangan Usaha Kecil Di Probolinggo No

Nama, Nomor Tahun Perda

Pasal dan Bunyi Pasal

Indikasi Menghambat

1.

Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 13 Tahun 2003 tentang Penerbitan Ijin Pas Kecil Bagi Kapal/Perahu dengan Berat Kotor Dibawah 7 Gross Tonase

Pasal 7 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, 3 dan 4 peraturan daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 5.000.000,(Lima Juta Rupiah).

Ketentuan ini akan sangat memberatkan bahkan cenderung “mematikan” nelayan kecil yang modalnya tidak sampai 5 juta. Apalagi perda ini dikhususkan untuk mengatur nelayan dengan kapal/perahu berberat kotor dibawah 7 gross tonase. Dengan demikian diperlukan pengecualian bagi usaha kecil dengan sanksi yang lebih ringan dan lebih mendidik.

Sumber: bahan hukum primer, diolah, 2006.

Terkait

peraturan

tersebut,

pemberlakukan

otonomi

daerah

sesungguhnya peningkatan

tidak PAD,

pengembangan UK. Untuk itu maka rekomendasi

konkrit

terhadap

hanya

untuk

pembiayaan dan pemberdayaan UK

namun

untuk

dapat diwujudkan melalui kebijakan

menciptakan iklim atau atmosfir yang

berupa :

memungkinkan masyarakat menolong

1) Bagi

pihak

pemerintah,

perlu

dirinya sendiri, mengambil prakarsa-

melakukan revisi terhadap UU No.

prakarsa usaha yang bisa membantu

9 tahun 1995 tentang usaha Kecil

pemerintah sehingga bisa mengurangi

dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang

pengangguran

mengatasi

perubahan UU No. 7 tahun 1992

Dalam situasi saat ini

tentang Perbankan dengan lebih

kemiskinan.

dan

diperlukan kebijakan-kebijakan yang

melibatkan

memberikan

stakeholders yang terkait dengan

stimulasi

pada

sektor

peran

serta

Usaha Kecil. Dengan

usaha (besar, menengah, dan kecil). Upaya-upaya pemerintah Pusat

demikian

diharapkan akan diperoleh peraturan

tersebut tidak akan banyak berdampak

yang

mendorong perekonomian di daerah

pengembangan.

apabila pemerintahan daerahnya sendiri

para

2) Bagi

responsif

pihak

terhadap

Pemerintah,

tidak melakukan perbaikan internal.

memperbaiki

Perbaikan internal meliputi perubahan

kinerja sistem penjaminan kredit

cara pandang terhadap makna otonomi

yang sudah ada sesuai dengan

dan paradigma pembentukan perda yang

kebutuhan pendanaan UK untuk

memenuhi

memfasilitasi kebutuhan dana UK.

kriteria

perda

kondusif

hasil

analisis

pembahasan

secara

umum

meningkatkan

Untuk membantu terciptanya skema

terhadap iklim usaha dan investasi. Dari

dan

perlu

dan bahwa

penjaminan kredit yang efektif dan efisien

perlu

segera

dibentuk

tentang

lembaga

peraturan perbankan maupun peraturan

undang-undang

lainnya dibuat masih berdasarkan pada

penjaminan kredit untuk UK.

ego

sektoral,

koordinasi pihak-pihak dan

dan yang

mempunyai

belum

dilakukan

sinkronisasi

antara

3) Bagi

Bank

melakukan

Indonesia, peninjauan

perlu kembali

bertanggungjawab

terhadap PBI yang mengatur tentang

komitmen

KUK, PBI tentang Self Regulatory

dalam

Banking, yang berkaitan dengan

dengan upaya pengurangan perda

UK.

bermasalah di antaranya pertama,

Beberapa

rekomendasi

yang

memberikan

pembatasan

dalam

kepada

dapat disampaikan berkaitan dengan

pemda

penerbitan

perda

adanya peraturan lain diluar peraturan

untuk pajak dan retribusi daerah.

perbankan yang dapat menghambat

Kebijakan ini dilakukan dengan cara

usaha atau pembiayaan UK sebagai

menerapkan

berikut:

maupun retribusi daerah yang boleh

jenis-jenis

pajak

perlu

dipungut oleh pemda (closed list).

untuk

Kedua, memberikan sanksi yang

mengurangi pemungutan retribusi

signifikan bagi pemda yang tetap

terhadap UK. Pemerintah harus

menerbitkan dan menerapkan perda

secara

pungutan

1) Pemerintah

Daerah

mempertimbangkan

konsisten

melakukan

dan

kontinyu

pengawasan

dan

yang

perekonomian.

mengganggu

Sanksi

tersebut

evaluasi terhadap perda-perda yang

adalah dengan menunda alokasi

menghambat pengembangan UK.

dana perimbangan, maupun dengan

Hal ini sesuai dengan Undang-

mengurangi jumlah alokasi dana

Undang Nomor 32 Tahun 2004

perimbangan

Tentang

bersangkutan.

Pemerintahan

Pemerintah

dapat

Daerah. melakukan

merupakan

yang melanggar ketentuan undang-

dengan

undang,

menimbulkan

dilakukan

fasilitas harga

bagi

UK

terjangkau.

perda

tersebut

Penyediaan dan penataan tempat

distorsi

bagi

terbuka untuk pedagang kaki lima dengan Peraturan Daerah.

perekonomian. 2) Perlu

daerah

3) Perlu pengaturan tempat usaha yang

pembatalan terhadap perda-perda

apabila

ke

revisi

terhadap

Undang-Undang Nomor 34 Tahun

DAFTAR PUSTAKA

2000 tentang Pemerintah Daerah

A. Buku - Buku

khususnya mengenai Pajak dan

Abdulkadir, Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.. Attamimi, A Hamid S, Perananan Kepres dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi UI Jakarta, 1990

Retribusi Daerah. Beberapa usulan perubahan

mengenai

Pajak dan

Retribusi Daerah yang berkaitan

Gunawan, Rachmadi, Efektivitas Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan 10 tahun 1998 melalui Lembaga Penjaminan dalam rangka Melaksanakan Prinsip Kehati-hatian (Studi di bank Mandiri Malang Cabang Wahid Hasyim), Skripsi, Tidak dipublikasikan, Fakultas Hukum Universitas brawijaya, Malang, 2006. Manan, Bagir, Dasar Perundangundangan Indonesia, Ind. Hill. Co, Jakarta, 1992 Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003. Haslim, Hasnanuddin, Prospek Perbankan Nasional Pasca Likuidasi Bank, Seminar Sehari Prospek Perbankan Nasional Pasca Likuidasi, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, 17 desember 1997. Ibrahim, Johanes, Cross Default and Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT. Radika Aditama, Bandung, 2004. Siamat, Dahlan , Manajemen Lembaga Keuangan, Penerbit Inter Media, Jakarta, 1995. Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan : Dasar-dasar Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1998. Suhardi, Gunarto, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogjakarta, 2003. Hamidi, Jazim, Indikator Peraturan Daerah (Perda) Bermasalah Yang Menghambat Investasi Ke Daerah, Makalah Lepas, 2005.

B.

Artikel,

Jurnal

Ilmiah, Dan Penelitian

Hasil

Jawa Pos, Kredit Macet Bank di Jatim Melonjak Akibat Peningkatan Suku Bunga, Senin, 6 Februari 2006. Bank Indonesia, Hasil Penelitian Profil Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Di Indonesia, Biro Kredit, Bank Indonesia, 2005. Bank Indonesia Malang, Hasil Penelitian Profil Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Binaan Dan Sekitar Perguruan Tinggi Di Malang, Juni 2006. Suara Merdeka, Senin 2 Mei 2005 Sinar Indonesia Baru, Senin 11 Juni 2006

C. Peraturan Perundang-Undangan KUH Perdata UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana diubah dalam UU No. 10 Tahun 1998. UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Peraturan pemerintah No. 95 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum Sarana Pengembangan Usaha Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah Perda tentang Tata Ruang Perda tentang Perijinan