G.1 BARRIER REMOVAL OPERATIONAL PLAN (BROP) - RarePlanet

15 downloads 95 Views 120KB Size Report
(kajian model PSDHBM Vs MKK, verifikasi hasil kajian, diskusi pakar, dialog .... dipublikasi ke para pihak pemangku kepentingan di Kawasan Taman Nasional ...
G.1 BARRIER REMOVAL OPERATIONAL PLAN (BROP) G.1.1. Ringkasan BROP Apa : Sejak perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun menjadi Taman Nasional Gunung HalimunSalak (TNGHS) dari luasan 40.000 Ha menjadi 113.375 Ha, lahan-lahan petanian (sawah dan kebun) masyarakat yang sebelumnya berada di bawah kelola kawasan hutan produksi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Berubah masuk menjadi kawasan Konservasi TNGHS. Ketidak jelasan status hukum akses masyarakat atas lahan pertanian dan ruang hidupnya, berdampak pada kecenderungan masyarakat untuk melakukan perluasan lahan pertaniannya. Sementara itu peluang hukum pelibatan masyarakat dalam pengelolan kawasan taman nasional belum terimplemantasi dengan baik. . BR yang akan digunakan adalah Advokasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) untuk mendukung proses zonasi yang disyarakatkan dalam management plan kawasan Taman Nasiona Gunung Halimun-Salak. Tujuan dari strategi ini adalah : 1) Mendorong Pengakuan Model PSDHBM (KDTK & K2LPR) Melalui Skema Pengelolaan Kolaboratif, 2) Membuka ruang dialog antara masyarakatTNGHS-pihak terkait lainnya, dan antara anggota masyarakat atas isu-isu konservasi, kebijakan yang terkait dengan tata ruang kawasan konservasi dan program pengelolaan kolaboratif. Harapannya melalui strategi ini dari pihak masyarakat akan ada kesepakatan pemahaman atas akses ruang pengelolaan di kawasan konservasi. Dan dari pihak TNGHS akan ada kesepakatan pemahaman atas model-model yang diinisiasi dari masyarakat untuk bisa dijadikan input informasi penetapan Zona Khusus kawasan konservasi TNGHS. Contoh sukses pengelolaan kolaboratif di kawasan konservasi yang sudah ditetapkan sebagai pengelolaan zona khusus adalah penetapan Kawasan Dengan Tujuan Khusus di Propinsi Lampung Barat, yang difasilitasi oleh organisasi LATIN dan ICRAF. Dengan contoh sukses tersebut di atas dan diperkuat dengan kebijakan yang ada, maka strategi yang dipilih adalah sangat rasional diimplementasikan di Kawasan Halimun. Melalui strategi ini, dengan adanya kejelesan status hukum akses masyarakat pada kawasan TN, dan kesepakatan pengelolaan kawasan. Maka ancaman perluasan lahan pertanian masyarakat dapat ditekan. Hasil konservasi yang diharapkan adalah terhentinya perambahan kawasan hutan halimun yang merupakan habitat burung pemangsa endemic-Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi.) menjadi lahan pertanian oleh masyarakat seluas 395,795 Ha pada akhir tahun 2010 Siapa : Kelompok yang disasar adalah masyarakat di 27 kampung-di 3 desa-di 2 kecamata dengan total populasi 10.589 orang. Masyarakat ini adalah yang hidup dan tinggal di dalam kawasan TNGHS, perluasan TN eks Perum Perhutani. 10 kampung yang sudah menginisiasi model pengelolaan KDTK dan K2LPR, 1 kampung sudah dalam tahap kegiatan perencanaan komunis dan 8 kampung sudah dalam tahap pemetaan partisipatif, dan 8 kampung belum disentuh dalam tahapan proses menuju pengelolaan kolaboratif. Sedangan TNGHS dan pihak terkait lainnya juga akan menjadi sasaran target untuk proses pengakuan model pengelolaan koraboratif KDTK dan K2LPR Kapan : Program akan dijalankan dalam kurun waktu kurang kebih 1 tahun. Dimulai pada Juli 2009 dengan fase persiapan ( assessment ulang konsep PSDHBM, pengumpulan data sekunder), fase implementasi (kajian model PSDHBM Vs MKK, verifikasi hasil kajian, diskusi pakar, dialog & Negosiasi, ground checking, penyusunan regulasi fungsi ruang dalam PSDHBM, Penandatangan MoU kesepakatan pengelolaan kolaboratif), fase monev, dan fase reporting Bagaimana : Pelaksanaan program membutuhkan biaya sebesar USD 12.000. Proses penggalangan dana dimulai dari penyusunan dokumen proposal yang kemudian akan diusahakan untuk diajukan kepada pihak Rare

dan atau donor lainnya. Disamping itu diupayakan juga untuk ada kontribusi dari masyarakat, Pemkab, dan RMI. Tim pelaksana program adalah manager kampanye bekerja sama dengan tim dari Direktorat Pemberdayaan Masyarakat-RMI, sukarelawan, masyarakat, staf TNGHS, dan pihak lainnya yang berminat mendukung pelaksanaan kegiatan program ini.

G.1.2 Objektif-Objektif Proyek dan Pelaksanaan Tujuan : Tujuan proyek ini adalah mendorong adanya pengakuan, penghargaan dan perlindungan atas upaya masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat. Hasil konservasi yang diharapkan adalah : terhentinya perambahan kawasan hutan halimun yang merupakan habitat burung pemangsa endemic-Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi) menjadi lahan pertanian oleh masyarakat seluas 395,795 Ha pada akhir tahun 2010 Objektif : 1. Bulan ke-3 pelaksanaan projek, akan muncul kesepahaman bersama diantara masyarakat atas konsep KDTK dan K2LPR yang sebagai tools untuk mendapatkan akses pengelolaan di kawasan hutan halimun 2. Bulan ke-7 pelaksanaan projek, akan ada perencanaan kampung dan regulasi-regulasinya yang melibatkan pigak TNGHS terkait dengan konsep KDTK dan K2LPR 3. Bulan ke- pelaksanaan projek, akan ada perumusan kesepakatan antara masyarakat dengan TNGHS dalam skema MoU MKK 4. Bulan ke-10 dan 11 pelaksanaan projek, akan ada kesepakatan antara masyarakat dengan pihak BTNGHS dalam bentuk RTRK. Metodologi Penilaian BROP Model-model PSDHBM yang sudah ada (KDTK & K2LPR) akan didorong untuk mendapatkan pengakuan dari pihak TNGHS melalui penanda tanganan nota kesepakatan MoU-MKK. MoU ini kemudian akan didorong untuk menjadi bahan data dan informasi dalam proses zonasi kawasan taman nasional- untuk penetapan zonasi kawasan pemanfaatan tradisional/pemanfaatan lain-lain (?). Di level masyarakatnya. Dari penyepakatan MoU MKK, ini diharapkan akan ada dampak terhadap perbaikan/keselamatan area konservasi yang masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Yaitu untuk di area KDTK akan muncul luas hutan /leuweung larangan (Area yang tidak boleh diganggu/Konservasi) lebih kurang 74, 44 Ha, Area kebun campuran Kayu dan Buah/Leuweung Dudukuhan (Area Konservasi-Produksi) 234, 121 Ha. Sedangkan untuk di area K2LPR akan terselamatkan Area Kebun Campuran Kayu-Buah/Leuweung Dudukuhan seluas 87, 650 Ha. Dari luasan area yang dijadikan sebagai area konservasi akan terselamatkan 74, 44 Ha, dan akan memungkinkan bagi penyelamatan habitat elang jawa, disamping itu fungsi-fungsi hidrologi juga dapat terselamatkan serta menambah keanekaragaman hayati. Sedangkan dari luasan area koservasi-produksi (leuweung dudukuhan) 321, 770 Ha akan terselamatkan fungsi-fungsi hidrolgi, keanekaragaman hayati juga akan bertambah. Peran monitoring pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dalam memulihkan dan mengurangi degradasi sumberdaya hutan akan terbantukan dengan adanya peran masyarakat melalui mekanisme yang telah ada yaitu berupa patroli leuweung (cara masyarakat setempat mengontrol hutan/leuweung larangan dan kebun campuran Kayu-Buah/Leuweung Dudukuhan). Kondisi atau dampak lain yang diharapkan adalah kecenderungan masyarakat untuk masuk dan mengkonversi area hutan untuk menjadi lahan pertanian akan berkurang, dimana kebun campuran KayuBuah/Leuweung Dudukuhan akan menjadi sumber penghidupan masyarakat dan sebagai area yang mengurangi masyarakat masuk area hutan (konservasi). Dalam aspek pemberdayaan akan banyak pihak yang mendukung proses-proses penguatan di masyarakat, pihak Pemda Kabupaten Bogor di harapkan akan mendorong masyarakat melalui mekanisme Sistim Dukungan (SISDUK). Seperti pada lokasi-lokasi yang telah mengimplementasikan Rencana Tata Ruang Kesepakatan melalui MoU MKK, sedangkan

pihak Working Group Pemberdayaan Departemen Kehutanan mendukung dari aspek apa saja yang tepat pada saat melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi. Metode-metode yang digunakan dalam pelaksanaan projek ini adalah : 1. Pertemuan Kampung dengan tujuan menggalang kembali pemahaman masyarakat atas konsep PSDHBM yang sudah diinisiasi (KDTK & K2LPR) dan status hukumnya yang disinergikan dengan prasyarat pengelolaan MKK dari TNGHS 2. Riset Partisipatif dan Observasi lapangan, dengan tujuan untuk meninjau ulang wilayah jangkauan konsep KDTK & K2LPR secara partisipatif bersama pihak TNGHS 3. Dialog dan Negosiasi, dengan tujuan untuk menemukenali peluang-peluang pengelolaan kolaboratif antara masyarakat dengan TNGHS, termasuk perumusan regulasi-regulasinya 4. Semiloka dengan tujuan adanya transformasi serta sharing pengetahuan atau wacana baru bagi masyarakat ataupun kelembagaan yang ada di masyarakat, baik yang ada di sekitar ataupun dari pihak lain diluar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak

G.1.3 Implementasi Metodologi GA. Fase Persiapan GA.1 Kajian Data Sekunder Berdasarkan apa yang dijelaskan pada metodologi sebelumnya bahwa Advokasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) akan dilakasanakan dan di ujicobakan di 2 kampung (Nyungcung dan Parigi) dalam dan sekitar Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGH-S). Namun sebelum advokasi tersebut dilaksanakan akan dilakukan pembelajaran melalui literatur (Studi) yang mengatur keberadaan masyarakat di sekitar kawasan huta, terutama di hutan konservasi. Payung aturan tersebut adalaj kebijakan yang mengatur pengelolaan kolaboratif, referensi kebijakan yang akan dikumpulkan kemudian di kaji adalah Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Tanaman Masyarakat. Hasil pengumpulan dan kajian tersebut kemudian akan di lihat beberapa hal yang mengatur pengelolaan kemitraan (kolaboratif), kemudian bandingkan di kebijakan yang mengatur Model Kampung Konservasi yang merujuk pada Permenhut No 56 Tahun 2006 tentang Zonasi di kawasan konservasi dan Permenhut No.P.19 Tahun 2004 tentang Kolaborasi di Kawasan Konservasi. Tim yang akan melakukan studi atau penelusuran literatur akan dilaksanakan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Advokasi (PMA) RMI, dalam hal ini akan berkoodinasi denga Direktorat Pengelolaan Sumberdaya dan Informasi RMI. Studi leteratur ini akan di laksanakan dalam awal-awal proyek berjalan selama 6 Minggu. Kajian dan perbandingan berbagai kebijakan seperti yang telah disebutkan hasilnya akan dijadikan input untuk melakukan assessment terhadap 2 Kampung (Nyungcung dan Parigi) di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Serta akan dijadikan bahan acuan proses selanjutnya selama menempuh tahapan menuju Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Rangkaian kegiatan ini akan menghasilkan (output), yaitu berupa dokumen analisa kebijakan pengelolaan hutan kolaboratif. GA.2 Assessment Konsep KDTK/K2LPR Lokasi atau kampung yang akan diuji cobakan adalah Kampung Nyungcung di Desa Malasari dan Kampung Parigi Desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, yang sebelumnya sejak tahun 2004-2005 telah mempunyai modal awal berupa inisiasi Konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PSDHBM). Insiatif masyarakat Kampung Nyungcung mengusung Konsep Kampung Dengan Tujuan Konservasi (KDTK), sedangkan di Kampung Parigi Konsep Kawasan Kebun Lindung Produksi Rakyat.

Konsep tersebut telah mempunyai alat kelengkapan berupa rencana tata ruang kampung, kelembagaan yang mengawal proses di masyarakat (KSM Nyungcung, Kel Tani Sekarsari Parigi), pendokumentasian aturan lokal. Di kedua lokasi tersebut rencana penataan ruang telah terdokumentasikan dengan zonasi : (a). Leuweung Larangan (area yang tidak boleh diganggu/konservasi), (b) Leuweung Dudukuhan (area yang di tanam kayu dan buah/KoservasiProduksi), (c) Lahan Sawah (area sebagai sumber pokok pangan masyarakat/produksi), (d) Lahan Lembur (arae tempat aktifitas sosial-ekonomi masyarakat). Dari pembagian ruang (zona) yang telah dilakukan oleh masyarakat terlihat adanya inisiatif dari masyarakat sendiri untuk mengurangi luasan kerusakan hutan, dengan tetap memperhatikan kebutuhan keseharian mereka (ekonomi). Masyarakat di kedua kampung tersebut sebagai bagian kelompok sasaran untuk menngimplementasikan alat penyingkir hambatan (RTRK), maka dipandang perlu terhadap mereka dilakukan penilaian terkait dengan kesiapan masyarakat untuk melakukan kemitraan (kolaboratif) dengan pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Dengan alat ikat kedua pihak tersebut melalui Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). Penilaian ini akan di laksanakan oleh Direktorat Pemeberdayaan Masyarakat dan Advokasi (PMA) RMI, dengan lama waktu pelaksanaan 4 Minggu. Pada tahap ini akan dihasilkan berupa pemahaman dan persetujuan masyarakat untuk mendapatkan pengakuan atas pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan konservasi, melalui negosiasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan. GB. Fase Implementasi GB.1 Kajian Model PSDHBM dan Kajian MKK Untuk mengimplementasikan alat penyingkir hambatan (Barrier Removal) yaitu Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK), sehingga perlu dilakukan kajian terhadap konsep yang sudah muncul atas inisiatif masyarakat. Kajian ini bertujuan melihat kesesuaian alat kelengkapan atau komponen negosiasi dengan alat penyingkir hambatan (Rencana Tata Ruang Kesepakatan). Kajian di lakukan di Kampung Nyungcung (KDTK) dan Kampung Parigi (K2LPR), serta Kampung yang telah mengimplementasikan Model Kampung Konservasi (MKK) di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Kajian Mencakup Bagaimana Penentuan Batasan Ruang Kelola, Prilaku dan Mekanisme Lokal yang Melihat dan Mengatur Masyarakat terhadap Sumberdaya Hutan di Kawasan Konservasi, Kelembagaan yang Mengawal Rroses Keberlangsungan Ruang Kelola, serta Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Kajian dilakukan oleh pihak Direktorat PMA RMI bersama dengan pihak masyarakat di lokasi KDTK, K2LPR, MKK serta pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, melalui riset atau kajian partisipatif serta dialog. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada minggu ke 9 hingga minggu ke 16 proyek berjalan atau selama 8 minggu. Serangkaian hasil kajian ini akan menghasilkan, komponen apa yang telah ada di masyarakat KDTK, K2LPR serta komponen apa saja yang telah ada dan dipenuhi di lokasi MKK (sebagai lokasi yang telah mengimplementasikan Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). GB.2 Verifikasi Hasil Kajian Keseluruhan dari hasil kajian terhadap KDTK, K2LPR serta MKK kemudian disusun untuk menjadi sebuah data dan infromasi sebagai komponen awal kelengkapan menuju Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). Kegiatan ini juga akan melihat hal apa saja yang telah ada di KDTK, K2LPR untuk memenuhi alat penyingkir hambatan Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). Serta hal apa saja yang telah dipenuhi oleh MKK sehingga bisa menjadi atau memenuhi alat penyingkir hambatan (RTRK) Yang kemudian hasil ini semua akan di sampaikan kepada masyarakat yang telah menginisiasi konsep KDTK dan K2LPR serta kepada pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, melalui serangkaian diskusi atau dialog baik di tingkat masyarakat maupun dengan pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Kegiatan ini akan melibatkan pihak Direktorat PMA RMI serta

masyarakat di Kampung Nyungcung dan Kampung Parigi serta Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Verifikasi hasil kajian akan dilaksanakan pada minggu ke 17 hingga minggu ke 21 pelaksanaan proyek atau selama 5 minggu. Sehingga pada tahap ini akan menghasilkan catatan berupa hasil verifikasi kajian di masyarakat yang telah menginisiasi Konsep KDTK, Konsep K2LPR, Konsep MKK. GB.3 Diskusi Pakar Keseluruhan data serta informasi yang telah dihasilkan meliputi : (a) dokumen anilisa kebijakan pengelolaan hutan kolaboratif, (b) pemahaman dan persetujuan masyarakat untuk mendapatkan pengakuan atas pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan konservasi, melalui negosiasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan, (c) komponen apa yang telah ada di masyarakat KDTK, K2LPR serta komponen apa saja yang telah ada dan dipenuhi di lokasi MKK (sebagai lokasi yang telah mengimplementasikan Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK), (d) catatan berupa hasil verifikasi kajian di masyarakat yang telah menginisiasi KDTK, K2LPR, MKK. Akan dikonsultasikan melalui diskusi ke para pihak atau pakar yang mempunyai perhatian dan kajian terhadap pengelolaan hutan kolaboratif di Kawasan Konservasi khususnya di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Konsultasi dilakukan dengan pihak ICRAF untuk mendapatkan saran-masukan dalam kebijakan pengelolaan agroforestry (kebun dudukuhan) yang ada di kawasan hutan konservasi. Sedangkan konsultasi untuk melihat nilai-nilai atau pengetahuan lokal setempat, yang dipakai dalam mengatur pengelolaan sumberdaya hutan di konsultasikan dengan pihak HuMA. Pakar lain yang diminta saran dan masukannya adalah pihak WGT, untuk membahas dan mendapatkan saran menyangkut masalah-masalah tenurial, sedangkan penguatan atau pemberdayaan masyarakat akan dilakukan diskusi dengan pihak WG pemberdayaan. Diskusi atau konsultasi dengan para pakar ini diharapkan akan menghasilkan asupan berupa alternatif atau piliha strategi dan kebijakan pengelolaan hutan kolaboratif di kawasan konservasi melalui Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Termasuk kebijakan model penguatan atau pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi. Proses diskusi pakar akan di lakukan oleh Direktorat PMA RMI dengan mendatangi masingmasing pihak yang dijadikan atau mempunyai kapasitas sebagai pakar (ICRAF, HuMA, WGT, WG Pemberdayaan). Waktu pelaksanaan pada minggu ke 22 hingga minggu 25 atau selama 4 minggu. Semua hasil konsultasi tersebut akan dicatat atau didokumentasikan untuk dipublikasi ke para pihak pemangku kepentingan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. GB.4 Workhshop Sosialiasi Hasil Kajian Publikasi terhadap rangkaian kegiatan yang telah dilewati dengan mempertemukan para pihak pemangku kepentingan di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak akan dilakukan melalui Workshop Sosialiasai Hasil Kajian menuju implementasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Pada workshop ini akan di sampaikan beberapa hal : (a) Kondisi dan Inisatif masyarakat Kampung Nyungcung dan Parigi dengan Konsep KDTK dan K2LPR, (b) Implementasi Model Kampung Konservasi (c) Rencana Tata Ruang Kesepakatan Sebagai Alat Penyingkir Hambatan. Selain sharing pada kegiatan ini akan juga dilakukan transformasi pengetahuan dan pandangan dari beberapa pihak sebagai respon atas kegiatan yang telah dilakukan meliputi : (a) tanggapan pihak Balain Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, (b) tanggapan pihak Pemda Kabupaten Bogor, (c) tanggapan Pakar terhadap inisiatif dan kebijakan yang ada.

Pelaksanaan kegiatan dimulai dari persiapan hingga hari H pelaksanaan akan dilakukan pada minggu ke 26 hingga minggu ke 31 dari waktu proyek. Pihak-pihak yang hadir diantaranya RMI, masyarakat yang menginisiasi KDTK, K2LPR, MKK, Balai Taman Nasional Gunung HalimunSalak, Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah (Kabupaten Bogor), Pakar dan Pemerhati pengelolaan hutan kolaboratif di kawasan konservasi. Akhir dari kegiatan workshop ini akan diperoleh : (a) Persepsi dan dukungan para pihak pemangku kepentingan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, (b) kesemaan/irisan pemahaman pengelolaan kolaboratif antara masyarakat dan pihak Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, (c) Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) menjadi pilihan alat penyingkir hambatan, (d) dialog lanjutan antara masyarakat dengan TNGHS. GB.5 Dialog dan Negosiasi Munculnya kesamaan atau irisan pemahaman masyarakat dan pihak TNGHS dalam pengelolaan kolaboratif, akan menjadi input dialog Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Sehingga nantinya diharapkan terjadi ada tawar menawar untuk Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Yang dibicarakan meliputi batasan arae Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Batasan hutan yang akan dijaga dan dilindungi (konservasi), area yang dijadikan agroforestry/Kebun Dudukuhan (Konservasi-Produksi), area pertanian sawah dan pemukiman (Produksi-Sosial-Ekonomi). Dialog akan dilakukan antara masyarakat dengan pihak Taman Nasional mulai dari tingkatan Resort kemudian ke Seksi Wilayah Bogor serta ke level Balai Taman Nasional Gunung HalimunSalak. Dalam setiap level dialog senantiasa akan ada langkah lanjutan. Yaitu berupa rencana kerja bersama untuk turun lapang dan melihat secara langsung batasan ruang yang akan di jadikan Rencana Tata Ruang Kesepakatan (tata waktu, tim, pembagian peran). Dialog dengan pihak Pemda Bogor (Dinas Pertanian dan Kehutanan, Bappeda Kab. Bogor) untuk mendapat dukungan dalam aspek perencanaan masyarakat dan pemeberdayaan di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Termasuk dengan pihak Working Group Pemberdayaan. Waktu pelakasanaan minggu ke 31 hingga minggu ke 37 dari wakyu proyek atau 7 minggu. Rangkaian dialog ini akan menghasilkan dokumen rencana kerja turun lapang partisipatif (masyarakat, TNGHS, RMI). GB.6 Ground Cheking Kegiatan bersama-sama dimana tim (masyarakat, TNGHS, RMI) yang telah dibentuk turun lapang melihat langsung atau menelusuri batasan-batasan wilayah yang akan dijadikan rencana tata ruang kesepakatan. Termasuk menelusuri langsung batas area yang akan dijadikan sebagi hutan dengan fungsi konservasi, kebun dudukuhan/agroforestry, arae pertanian sawah dan pemukiman. Penulusuran inipun akan melihat juga luas masing-masing area yang akan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Hasil penulusuran dilapangan akan lanjutkan dengan penyusunan Draft Rencana Tata Ruang Kesepakatan secara partisipatif. Langkah-langkah penelusuran akan melibatkan pihak masyarakat, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, RMI. Waktu pelaksanaan akan dimulai dari minggu ke 31 hingga minggu 37 bersamaan dengan proses dialog dan negosiasi dari waktu proyek. Kegiatan Ground Cheking ini akan menghasilkan, (a) teridentifikasinya batasan ruang kelola yang akan di usung ke dalam Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) dan menjadi acuan dalam menyusun regulasi fungsi ruang, (b) adanya draft awal Rencana Tata Ruang Kesepakatan. GB.7 Penyusunan Regulasi Fungsi Ruang dalam PSDHBM Penyempurnaan terhadap Draft Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) dilanjutkan bersamaan dengan penyusunan regulasi untuk mengatur mekanisme atas fungsi-fungsi ruang dalam draft Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Dalam pengaturan atau regulasi tersebut juga akan menentukan kelembagaan lokal yang akan mengawal proses Rencana Tata Ruang

Kesepakatan. Selain itu akan juga mengatur aspek-aspek yang diperbolehkan dan aspek-aspek yang harus dihindari, hak dan kewajiban serta insentif bagi kedua belah pihak. Hal lain yang akan di atur dalam regulsai fungsi ruang, adalah mekanisme monitoring dan evaluasi pasca munculnya Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Penyusunan regulasi akan melibatkan pihak masyarakat, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, RMI melalui dialog dan diskusi pada minggu ke 33 hingga minggu ke 40 dari waktu pelaksansaan proyek. Adapun hasil kegiatan penyusunan regulasi fungsi ruang ini lanjutan berupa Draft Rencana Tata Ruang Kesepakatan serta Draft Regulasi Fungsi Ruang (Zoning Regulations). GB.8 Penandatanganan MoU Pasca penyusunan regulasi fungsi ruang dan terbentuknya dokumen Rencana Tata Ruang Kesepakatan sebagai alat ikat bagi kedua belah pihak, maka langkah lainnya adalah penyepakatan Dokumen Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). Penyepakatan akan dilakukan dalam bentuk penanda tanganan dokumen kesepakatan (MoU) antara masyarakat dengan pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Pihak masyarakat akan di wakili oleh kelembagaan lokal yang ada di masyarakat (merepresentasikan masyarakat dalam konteks Rencana Tata Ruang Kesepakatan) dan dari pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak oleh Kepala Balai. Penyepakatan selain di hadiri langsung oleh masyarakat dan pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, juga dihadiri pihak pemangku kepentingan lainnya di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Pihak tersebut meliputi pemerintah desa, pemerintah daerah kabupaten, RMI, pakar dan pemerhati pengelolaan hutan kolaboratif (ICRAF, HuMA, WGT, Working Group Pemberdayaan), dan Akademisi. Waktu pelaksanaan penyepakatan Rencana Tata Ruang Kesepakatan akan dilakukan pada minggu ke 41 hingga minggu ke 44 dari waktu pelaksanaan proyek. Dari waktu yang disediakan untuk penyepakatan ini akan menghasilkan, (a) dokumen Rencana Tata Ruang Kesepakatan, (b) MoU yang disepakati oleh masyarakat dan pihak Taman Nasional Gunung HalimunSalak. GC. Fase Monitoring dan Evaluasi Untuk melihat perkembangan proyek yang sedang berjalan maka akan dilakuka monitoring secara reguler baik ditingkat RMI maupun apa yang terjadi dilapangan (masyrakat). Sedangkan Evalusai kegiatan akan dilakukan di akhir proyek. Pihak yang akan dilibatkan dalam rangka evaluasi ini adalah pakar/pemerhati yang fokus terhadap pengelolaan hutan kolaboratif diantaranya, ICRAF, HuMA, WGT, Working Group Pemeberdayaan Departemen Kehutanan. Hal penting lain yang akan dilakukan adalah monitoring evaluasi pasca proyek (jangka panjang) tetap untuk melihat efektifitas alat penyingkir hambatan (Rencana Tata Ruang Kesepakatan/RTRK). Apakah pasca proyek dan penyepakatan RTRK kerusakan hutan berkurang, keragaman hayati bertambah (ekologi). Dari sisi manfaat ekonomi apakah ada manfaat yang sudah atau mulai di rasakan oleh masyarakat, kemungkinan insentif apa yang akan diberikan bila ada keberhasilan di masyarakat. GD. Fase Pelaporan Pelaporan tahapan proyek akan dilaporkan dengan dua kategori yaitu laporan perkembangan dan laporan akhir). Laporan perkembangan akan dilaporkan setiap 3 bulan sekali, sedangkan pada akhir proyek pelaporan akan menyampaikan keseluruhan tahapan dan proses yang dilalui selama proyek dijalankan. G.1.4 Para mitra dan Peranannya Berdasrkan SK Penunjukan SK Menhut No 175/Kpts-II/2003 dengan luas 113.000 Ha, kawasan TNGHS Sebagi Kawasan Konservasi. Pengelolaan kawasan dipercayakan kepada pihak Balai Taman Nasional

Gunung Halimun-Salak (BTNHS) yang berkantor di Kabandungan Kabupaten Sukabumi. Dalam implementasi pengelolaannya BTNGHS membawahi 3 Seksi Wilayah (Bogor, Sukabumi, Lebak), setiap Seksi Wilayah membawahi beberapa Resort yang bersentuhan langsung dilapangan dengan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Para Pemangku Kepentingan utama yang berhubungan dengan proyek atau yang akan mempengaruhi berjalannya proyek adalah : Nama Mitra Dr. Bambang Supriyanto Wardi

Posisi Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (BTNGH-S) Staff BTNGHS/Kelompok Kerja Zonasi

Kusmara

Kepala Seksi TNGHS Wilayah Bogor

Sabarudin

Petugas Resort di bawah Seksi TNGHS Wilayah Bogor

Nani Saptariyani

Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Informasi RMI (PSDI) The Indonsian Institute for Forest and Enviroment. Direktorat PMA RMI The Indoneisan Institute for Forest and Envirenment

Nia Ramadhaniati

Bagus Priatna

Rojak Nurhawan

Direktorat PMA RMI The Indonesian Institute for Forest and Environment Direktorat PMA Rmi The Indoensian Institute for Forest and Environement

Suwito HS

Working Group Pemberdayaan Departemen Kehutanan

Memi

Working Group Tenurial

Martua Sirait

ICRAF

Steny

HuMA

G.1.5 Tabel RACI

Peran dalam Proyek Pengambil Kebijakan Pada Level Pengelola Kawasan Konservasi TNGHS Informasi terkait dengan aspek teknis zonasi di Kawasan Konservasi TNGHS Pengambil Kebijakan Pada Level Pengelolaan Kawasan di Tingkat Seksi Wilayah Bogor Pelaksana teknis di tingkat lapangan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat Direktur PSDI Membidangi Riset dan Sumberdaya Informasi.

Nomor Kontak 08164810830

Manager PMA (Membidangi Keseluruhan Proses Pemeberdayaan dan Advokasi) Membidangi Proses-Proses Perencanaan Komunitas di tingkat Masyarakat. Membidangi Proses-Proses Pengorganisasian dan Penguatan Kelembagaan di tingkat Masyarakat Wadah diskusi multipihak terkait dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan. Wadah Diskusi multipihak terkait dengan isu-isu tenurial di sekitar dan dalam kawasan hutan Lembaga yang memfokuskan dan melakukan kajian pada isu-isu kehutana Lembaga Yang Memfokuskan pada kebijakan yang berbasis masyarakat di Sekitara Kawasan Hutan.

08128538990

Butuh konfirmasi

085722539200

022 621257

081384393434

08128217223

085692862188

0811113660

Butuh konfirmasi

0811893104

Butuh konfirmasi

Keseluruha n Proyek Kajian Data Sekunder Assessment Konsep KDTK., K2LPR, MKK Kajian Model PSDHBM I(KDTK, K2LPR) Serta MKK Verifikasi Hasil Kajian Diskusi Pakar Workshop Hasil Kajian Dialog dan Negosiasi Ground Checking Penyusuna n Regulasi Fungsi Ruang Penandatan gan MoU

Dr. Bambang Supriyanto A I

C

Ward i

Kusma ra

Sabarud in

Suwito HS

Memi

Martua Sirait

HuM A

I

A

R

C

C

C

C

Nani Saptariya ni R

Nia Ramdh iati R

I

I

I

I

I

I

I

R

R

R

R

R

C

C

C

R

R

R

R

R

R

C

C

C

R

R

R

C

C

C

C

C

C

C

I

I

C

C

C

C

I

I

A

A

A

A

C

C

C

C

I

I

R

R

R

R

C

C

C

C

I

I

A

R

A

R

C

R

A

I

R

R

I

I

A

I

R

R

I

I

C

C

C

C

G.1.6 Lembaga Mitra Penyingkir Halangan (selengkap lihat seksi F.2) RMI- The Indonesian Institute for Forest and Environment RMI- The Indonesian Institute for Forest and Environment adalah lembaga swadaya masyarakat yang berdiri secara independent dan di sahkan oleh akte notaries sebagai yayasan pada tanggal 18 September 1992 di Bogor-Jawa Barat. Berdasarkan visi-misinya RMI mengembangkan program-program berbasis masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan konservasi dan keanekaragaman hayati di kawasan hulu Jawa Barat dan Banten, terutama di daerah ekosistem halimun, yaitu Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan daerah yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangarngo. Dalam kegiatan program-programnya RMI melibatkan petani perempuan dan laki-laki, dari kelompok komunitas yang beragam termasuk masyarakat ada (Komunitas masyarakat adat Banten Kidul). Dengan menjungjung tinggi prinsip-prinsip dan praktek adil gender. Pendekatan yang dipakai dalam menjalankan program antara lain : 1). Pengorganisasian masyarakat, 2). Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan, baik untuk petani perempuan maupun laki-laki dengan topic pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, konservasi keanekaragaman hayati berbasis masyarakat, ekonomi kerakyatan, dan perspektif adil gender dalam pengelolaan sumberdaya alam. 3). Pemetaan Partisipatif, 4. Participation Action Research, 5). Pendidikan Lingkungan Hidup dan Kampanye, 6). Advokasi kebijakan khususnya isu hak tenurial di level local (desa), regional (Kabupaten dan Provinsi) dan Nasional.

Tim Proyek Proyek ini akan dijalankan oleh RMI The Indonesian Institute for Forest and Environment, dimana tim proyek terdiri dari Ir Nia Ramdhaniati (Manager Pemeberdayaan Masyarakat dan Advokasi), Ir Bagus Priatna (Bagian Perencanaan Komunitas), Rojak Nurhawan (Bagian Penguatan Kelembagaan Masyarakat. G.1.7 Jadwal Proyek Langka hLangka h Kerja 1 Pendah uluan Rancan gan Teori Studi Literatu r Identifik asi Proyek Kajian Data Sekund er Assess ment Konsep KDTK, K2LPR Kajian Model PSDHB M (KDTK, K2LPR) , Serta MKK Verifika si Hasil Kajian Langka hLangka h 2 2 Diskusi Pakar Worksh op Sosialis

Fase Persiapan 2

3

4

5

6

Fase Implementasi 7

8

9

1 0

1 1

1 2

1 3

1 4

1 5

1 6

1 7

1 8

1 9

2 0

2 1

3 5

3 6

3 7

3 8

3 9

4 0

4 1

4 2

Fase Implementasi 2 3

2 4

2 5

2 6

2 7

2 8

2 9

3 0

3 1

3 2

3 3

3 4

asi Hasil Kajian Dialog dan Negosi asi Ground Checkin g Penyus unan Regula si Fungsi Ruang Langka hLangka h

Fase Implementas i 4 1

Penana nda Tangan an MoU Monitori ng dan Evaluas i Pelapor an

4 2

4 3

4 4

Fase Pelaporan 4 5

4 6

4 7

4 8

Mulai Minggu Ke-2 S/d Minggu Ke 48 Laporan 3 Bulan

Laporan Akhir

G.1.8 Dampak Penilaian Konversi hutan Konservasi yang di Usung dalam Rencana Tata Ruang Kesepakatan di sekitar Kampung Nyungcung Desa Malasari dan Kampung Parigi Desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Tidak akan terjadi dengan adanya : 1.

2.

Adanya Area Leuweung Larangan/Area Konservasi yang jelas (luasan lebih kurang 80 Ha) dan Area Leuweung Dudukuhan/Campuran Kayu dan Buah (Area KonservasiProduksi) seluas 321, 774 Ha. Dua area ini merupakan area penting dan menentukan dalam Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK), Leuweung Dudukuhan merupakan area yang menjadi penyangga atau penghalang terhadap konversi Leuweung Larangan (Area Hutan Konservasi). Aspek kebutuhan ekonomi masyarakat diharapkan akan terpenuhi dari hasil buah-buahan yang tersebar di Leuweung Dudukuhan, sedangkan untuk kebutuhan kayu rumah tangga akan terpenuhi juga dari tegakan kayu yang ada di Leuweung Dudukuhan juga. Sehingga kecenderungan masyarakat untuk membuka hutan akan terhenti. Mendorong Upaya-Upaya Monitoring dan Evaluasi Area Hutan Konservasi yang masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). Diharapakan untuk ke depan pasca penyepakatan Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) dan pasca proyek, adanya monitoring dan evaluasi yang paling tidak bisa

3.

4.

melibatkan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Masyarakat, RMI. Untuk melihat sejauh mana menurunnya kerusakan hutan konservasi melalui kegiatan patroli hutan, mekanisme ini akan lebih memudah dilakukan karena telah ada sebelumnya aktifitas patroli leuweung yang dilakukan oleh masyarakat. Meningkatnya Jenis atau Keanekaragaman Hayati Serta munculnya kembali habitat Elang Jawa di area Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Populasi keanekaragaman hayati juga merupakan bagian yang akan dijadikan bahan dalam monitoring - evaluasi. Peningkatan jumlah dan keragaman hayati merupakan salah satu dampak yang dapat dilihat sebagai kemajuan dari Rencana Tata Ruang Kesepakatan. Termasuk akan menarik bagi Elang Jawa karena telah terpulihkan habitatnya. Menjadi Bahan Pembelajaran Kampung-Kampung Lain di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Lain Untuk Mereplikasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK). RTRK Kampung Nyungcung dan Kampung Parigi akan menjadi bahan atau wilayah pembelajaran bagi kampung-kampung lain untuk mengusung RTRK meskipun dengan karakteristik nilai lokal yang spesifik.

G.1.9 Anggaran Proyek (Selengkapnya di lampiran C) No Kegiatan 1 Kajian Data Sekunder 2 Assessment Konsep PSDHBM 3 Kajian Model PSDHBM 4 Verifikasi Hasil Kajian 5 Diskusi Pakar 6 Workshop Sosialisasi Hasil kajian 7 Dialog & Negosiasi 8 Ground Checking 9 Penyusunan Regulasi Fungsi Ruang 10 Penandatanganan MoU 11 Monev 12 Pelaporan TOTAL

Biaya 240 495 915 680 400 3025 405 900 840 1030 1220 880 11030