hal 6-8 KIA - Dinas Kesehatan Sleman

24 downloads 5256 Views 135KB Size Report
Penurunan AKI dan AKB melalui ANC Jampersal. EDISI 3/2012/. 6. JENDELA Husada. Topik Utama. Kesehatan Ibu dan Anak, sepertinya sebuah isu yang.
Topik Utama

Penurunan AKI dan AKB melalui ANC Jampersal

Kesehatan Ibu dan Anak, sepertinya sebuah isu yang tidak pernah lekang oleh waktu, karena kesehatan ibu dan anak tidak dapat terlepas dari Indikator Human Development Index (HDI). Tidak hanya di Indonesia, bahkan di dunia, tidak heran jika dalam kesepakatan MDG's (Millenium Development Goals), program-program tersebut menjadi Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu negara. Berbicara tentang Kesehatan ibu dan anak tentunya tidak bisa lepas dari angka kematian ibu, angka kematian bayi, yang sampai saat ini masih menjadi masalah di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB sebanyak 34 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan MDGs, pada tahun 2015 diharapkan AKI menurun menjadi 102/100.000 KH dan AKB dari 68 menjadi 23/1000 KH (Depkes RI 2009). Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah EDISI 3/2012/JENDELA Husada 6

dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program safe motherhood initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri . Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000 (Depkes RI, 2009). Sejalan dengan hal tersebut, pada awal tahun 2011 Pemerintah kembali meluncurkan sebuah kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan Jaminan persalinan (Jampersal). Jaminan persalinan ini dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pascasalin, dan pelayanan bayi baru lahir (Kepmenkes RI, 2011). Program Jampersal di Kabupaten Sleman telah diikuti

Topik Utama

oleh 25 puskesmas, 4 diantaranya dengan rawat inap, 115 bidan praktek mandiri dan 5 RS yang telah bekerjasama untuk pelayanan jamkesmas (Dinas Kesehatan Sleman, Juni 2012). Meskipun akses pelayanan kesehatan di Kabupaten Sleman hampir tidak ada masalah baik geografis maupun dari segi jumlah penyedia layanan, namun kasus kematian ibu dan bayi masih perlu mendapat perhatian. Sejak tahun 2009, kasus kematian ibu cenderung meningkat. Tahun 2012, tercatat 12 kematian ibu. Hal ini perlu diupayakan kembali agar kematian ibu terus menurun. Ada perbaikan pada cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sejak tahun 2009 yang semakin meningkat. Lihat grafik berikut ini.

tempat praktek bidan tidak semua layanan itu bisa didapatkan. Tidak semua fasilitas di BPS memiliki standar yang sama. Ada yang sudah bisa melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, ada yang belum, sehingga masih ada ibu hamil yang tidak diperiksa kadar Hb-nya pada K1 maupun K4.

Puskesmas sebagai PPK tingkat I Program Jampersal

Pertanyaannya sekarang, jika pembiayaannya sudah ditanggung melalui Jaminan persalinan, apalagi masalah yang belum terpecahkan? Realitanya, kebijakan Jampersal di Kabupaten Sleman dilaksanakan dengan dua standar berbeda antara puskesmas dan bidan praktek mandiri (BPS) yang sama-sama berkedudukan sebagai pemberi pelayanan tingkat I (PPK I). Perbedaan ini terletak pada jenis pelayanan dan sistem pembayaran. Di puskesmas di berlakukan kebijakan sistem paket, dan tidak diperkenankan adanya iur biaya dari peserta. Sedangkan di BPS tidak ada sistem paket dan bidan diperbolehkan menarik biaya apabila peserta (ibu hamil) berkunjung lebih dari 4 kali kunjungan ANC selama masa kehamilannya.

Bukan hanya masalah biaya yang berbeda tapi juga jenis pelayanan yang didapatkan selama ANC juga berbeda, di puskesmas berlaku sistem paket dimana ibu hamil mendapatkan pelayanan yang terpadu/terintegrasi antara KIA, Poli Gigi, Laboratorium, Konsultasi gizi; psikologi dan ASI, sedangkan di

Menurut Ali et al (2010), meskipun ANC tidak dapat diklaim sebagai satu-satunya solusi atas tingginya kematian ibu dan bayi di negara berkembang, namun ANC dapat membantu untuk pencapaian Milenium Development Goals dalam penurunan AKI dan AKB. Saat ini WHO merekomendasikan 4 kali ANC bagi ibu hamil dengan resiko rendah pada kehamilan, namun masih menjadi perdebatan tentang jumlah ANC yang optimal Masih sangat sedikit hasil penelitian para ilmuwan yang menganalisa pengaruh ANC dalam menurunkan angka kematian ibu. Hasil studi investigasi pengaruh ANC sangat bervariasi. Hasil penelitian di Zaire, ditemukan bahwa ANC menurunkan angka kematian ibu. Hal utama yang memberikan pengaruh adalah mengurangi kasus anemia berat, kasus gangguan pada persalinan dan memberikan terapi sesuai kondisi medis (Mcdonagh, 1996). Di Vietnam, ANC mampu menurunkan Angka Kematian Ibu melalui perbaikan gizi dan screening untuk resiko tinggi pada kehamilan. (Mcdonagh, 1996). Dalam penelitiannya, Mcdonagh (1996), juga menyebutkan bahwa perbedaan pengaruh ANC pada angka kematian ibu ternyata terletak pada perbedaan pengertian ANC itu sendiri dan apa saja komponen dalam ANC. Disebutkan pula bahwa yang mempengaruhi penurunan angka kematian ibu adalah adanya prosedur yang efektif selama kunjungan ANC, yang merupakan bagian integral dari pelayanan Mother and Child Health. Belum ada konsensus internasional tentang jumlah ANC dan definisi ANC yang dianggap optimal, namun diharapkan mampu mendeteksi resiko kehamilan meski jumlah kunjungan ANC minimal (Beeckman et al. 2010). Jadi, bukan masalah jumlah kunjungan yang banyak, namun lebih kepada kualitas ANC yang baik yang dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi (Anya et al. 2008).

EDISI 3/2012/JENDELA Husada 7

Topik Utama

ANC (Ante Natal Care) di Puskesmas terhadap ibu hamil bukan sekedar deteksi dan intervensi kehamilan namun juga termasuk proses edukasi

Menurut WHO, Aktifitas dasar pada ANC yang efektif mencakup tiga area yaitu : 1. Screening kesehatan dan kondisi sosial ekonomi 2. Menyediakan Terapi / intervensi yang bermanfaat 3. Memberikan edukasi kepada Ibu hamil tentang rencana persalinan yang aman, kegawatan pada kehamilan dan bagaimana cara mengatasinya. (Banta, 2003 ) Tujuan primer dari ANC menurut WHO adalah : 1. Deteksi awal adanya faktor resiko pada perinatal dan pada ibu hamil secara individu maupun dalam populasinya. 2. Memberikan intervensi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 3. Memberikan pendidikan/edukasi tentang kesehatan ibu dan bayi bagi semua penerima layanan. 4. Membantu membuat kehamilan dan persalinan sebagai pengalaman yang positif dalam hidup. Sebenarnya dalam petunjuk Teknis Jampersal sudah disebutkan bahwa standar pelayanan ANC mengacu pada Buku KIA, namun masalahnya, tidak semua bidan memiliki buku KIA yang harus didistribusikan kepada seluruh ibu hamil. Dan ternyata tidak semua bidan sudah melaksanakan pelayanan ANC sesuai standar dalam buku KIA, meskipun mereka sudah menandatangani kerjasama dengan dinas kesehatan untuk melayanai peserta Jampersal. Masalah berikutnya adalah, bidang yang menangani masalah Jaminan kesehatan termasuk Jampersal berbeda dengan bidang menangani tentang Kesehatan ibu dan anak (Bidang Yanmed dan Bidang Kesmas). Alangkah baiknya jika pelaksanaan Jampersal ini dapat disinergikan dengan bidang / seksi kesehatan ibu dan anak dalam pencapaian indikator SPM maupun dalam pembinaan bidan mandiri dan sistem pelaporannya, agar apa yang menjadi tujuan pelaksanaan Jampersal dapat terwujud, yaitu menurunkan AKI dan AKB. Selama ini kita menilai keberhasilan ANC hanya berdasarkan jumlah cakupan K1 maupun K4 sebagai Indikator SPM bidang kesehatan, namun tidak menilai seperti apa kualitas EDISI 3/2012/JENDELA Husada 8

ANC yang diberikan oleh pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Perlu sebuah kebijakan yang mampu memanfaatkan Jaminan persalinan sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB di Indonesia dan khususnya Kabupaten Sleman. dr.V. Evita Setianingrum