HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN SIKAP TERHADAP ...

43 downloads 2969 Views 44KB Size Report
baik konsep diri maka semakin rendah atau negatif sikap terhadap perilaku ... untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara konsep diri dan sikap.
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA PEROKOK

Ulfatun Hasanah 01320209

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini ada hubungan negatif antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok. Semakin baik konsep diri maka semakin rendah atau negatif sikap terhadap perilaku merokoknya dan semakin buruk konsep diri maka semakin tinggi atau positif sikap terhadap perilaku merokoknya. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja perokok yang berusia 12-15 tahun yang sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan metode angket. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap terhadap perilaku merokok yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Mann (Azwar, 2005) dan skala konsep diri yang mengacu pada teori Huitt(1998). Metode analisis data menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,5 untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar -0,347 yang artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok. Jadi hipotesis diterima. Kata Kunci: Remaja, Konsep diri, Sikap dan Perilaku Merokok

1

PENGANTAR

Perilaku merokok sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, merokok bagi sebagian orang merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, meskipun demikian hampir semua orang mengetahui bahwa perilaku merokok itu merugikan, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi, tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap bungkus rokok dan iklan rokok di televisi maupun media massa lainnya terdapat peringatan tentang bahaya merokok yaitu bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impotensi dan kelainan pada janin, tetapl hal tersebut hanya sebuah pesan klise yang tidak digubris karena pada kenyataannya jumlah perokok terus meningkat. Perilaku merokok sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, merokok bagi sebagian orang merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, meskipun demikian hampir semua orang mengetahui bahwa perilaku merokok itu merugikan, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi, tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap bungkus rokok dan iklan rokok di televisi maupun media massa lainnya terdapat peringatan tentang bahaya merokok yaitu bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impotensi dan kelainan pada janin, tetapl hal tersebut hanya sebuah pesan klise yang tidak digubris karena pada kenyataannya jumlah perokok terus meningkat.

2

Secara ilmiah rokok terbukti berhubungan dengan paling sedikit 25 jenis penyakit berbagai alat tubuh. Rokok mengandung kurang lebih 4.000 bahan kimia. Di antaranya tar yang menyebabkan kanker (karsinogenik) dan nikotin, bahan adiktif yang menimbulkan ketagihan. Pola kebiasan merokok pada usia remaja memang tidak akan berdampak langsung, tetapi butuh waktu 10-20 tahun dan baru mulai terasa akibatnya. Yang terpenting, rokok telah terbukti mengakibatkan 90 persen kanker paru dan 50 persen serangan jantung serta berbagai penyakit lain. Mendiang senator Robert Kennedy berkata, ''Setiap tahun rokok membunuh orang Amerika lebih banyak daripada yang terbunuh dalam Perang Dunia I, Perang Korea, dan Perang Vietnam yang digabung menjadi satu.'' (Harian Umum Suara Merdeka, 10 Desember 2001) Bukti-bukti diatas menunjukkan bahwa perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya, selain itu bahaya rokok tak hanya terbatas pada perokok saja tetapi juga menimpa orang-orang yang ada disekitar perokok atau yang lebih dikenal dengan sebutan “perokok pasif”. Sayangnya sikap orang terhadap perokok masih sangat toleran tidak seperti pada orang yang menghisap ganja ataupun minum minuman keras, merokok masih dianggap sebagai sesuatu yang lumrah. Perilaku merokok biasanya dimulai ketika seseorang masih remaja, masa dimana seorang individu sedang berada pada proses transisi dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Remaja sebagai generasi penerus bangsa sepatutnya memiliki derajat kesehatan fisik dan mental yang baik namun pada kenyataannya banyak perilaku remaja sekarang ini yang membahayakan kesehatan mereka sendiri salah satunya adalah perilaku merokok. Perilaku

3

merokok bagi remaja sering diasosiasikan dengan kedewasaan, menarik bagi lawan jenis, kemampuan bersosialisasi dan berani. Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 64,8 persen pria dan 9,8 persen wanita dengan usia di atas 13 tahun adalah perokok. Bahkan, pada kelompok remaja, 49 persen pelajar pria dan 8,8 persen pelajar wanita di Jakarta sudah merokok (Kompas Cyber Media, 30 Juni 2003). Di Indonesia sendiri peningkatan drastis konsumsi tembakau para remaja terjadi pada tahun 1995 dan 2000, yakni 13,7 persen (1995) menjadi 24,2 persen (2001), presentasi peningkatan itu terjadi pada remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang merupakan perokok tetap (smoking regularly)(Kompas Cyber Media, 14 Juni 2004). Meningkatnya jumlah remaja yang merokok dan usia yang semakin dini dalam merokok sekarang ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain orang tua, lingkungan teman sebaya, kepuasaan psikologis dari merokok, iklan di media massa, peraturan pemerintah yang masih longgar tentang merokok dan masih banyak lagi yang lainnya. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain seperti penelitian yang dilakukan oleh Komasari (2000) yaitu bahwa sikap permisif orang tua dan teman sebaya memberikan sumbangan sebesar 38,4 persen, sedangkan kepuasaan psikologis menyumbang sebesar 40,9 persen. Selama masa remaja, khususnya masa remaja awal, kita lebih mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang kita lakukan pada masa kanakkanak. Para peneliti telah menemukan bahwa pada kelas delapan dan sembilan, konformitas dengan teman sebaya-khususnya dengan standar-standar anti sosial mereka-memuncak (Santrock, 2002). Konformitas dengan teman sebaya ini salah

4

satunya adalah perilaku merokok, namun demikian tidak semua remaja mudah terpengaruh untuk merokok karena ajakan teman-temannya. Remaja mulai mempertanyakan nilai-nilai yang ada selama ini, akibatnya remaja mengalami berbagai konflik yang berkaitan dengan dirinya, mereka mulai mempertanyakan tentang konsep diri mereka, selain itu remaja juga mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini (Santrock, 2002). Pemikiran yang ideal tentang diri dari remaja menyebabkan mereka mulai berperilaku seperti orang dewasa dan seringkali perilaku yang ditiru tersebut adalah merokok, karena citra perokok yang selalu menjadi tema dalam setiap iklan rokok adalah pemberani, tangguh, disukai lawan jenis, populer dan modern. Remaja yang merokok percaya bahwa merokok dapat merepresentasikan harapan mereka tentang diri ideal. Diri ideal atau diri yang diharapkan oleh remaja adalah bagian dari konsep diri mereka, menurut Calhoun dan Cocella (Saad, 2003) konsep diri adalah bagaimana orang memandang dirinya dengan caranya masing-masing yang meliputi dimensi-dimensi berikut: pertama adalah pengetahuan tentang diri yang dipahami oleh dirinya (self knowledge), kedua, harapan yang diletakkan pada diri oleh individu yang bersangkutan (self expectations) dan ketiga adalah penilaian terhadap dirinya sendiri (self evaluations). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri remaja adalah bagaimana remaja melihat dirinya sendiri, baik fisik, psikologis maupun sosial dan konsep diri ini merupakan bagian yang penting dari kepribadian sehingga

5

akan mempengaruhi perilaku remaja dalam kehidupan sehari-harinya termasuk perilaku merokok. Konsep diri merupakan bagian yang penting dari kepribadian seseorang, yaitu sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku. Dengan kata lain jika remaja memandang dirinya tidak mampu, tidak berdaya dan hal-hal negatif lainnya, ini akan mempengaruhi remaja dalam berusaha. Misalnya, jadi malas mengerjakan PR karena merasa pasti gagal, malas belajar menjelang ujian karena merasa yakin akan dapat nilai jelek. Hal itu juga berlaku sebaliknya jika remaja merasa dirinya baik, bersahabat maka perilaku yang ditunjukkan juga akan menunjukkan sifat itu, misalnya dengan rajin menyapa teman atau menolong orang lain (Wahyurini dan Mashum, 2003) Rakhmat (2004) mendefinisikan konsep diri ke dalam dua bagian yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Brooks (Rakhmat, 2002) mengatakan bahwa orang dengan konsep diri negatif sangat peka terhadap kritik, ia mempersepsi kritik sebagai usaha untuk menjatuhkan dirinya, sangat senang menerima pujian dan menjadi pusat perhatian, selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, bersikap pesimis dan menganggap dirinya tidak berdaya. Sebaliknya orang dengan konsep diri positif mempunyai keyakinan mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, mampu memperbaiki dirinya. Rakhmat (2004) juga mengatakan bahwa dari konsep diri yang positiflah lahir pola perilaku yang positif.

6

Menurut Bruno (2001) konsep diri adalah penilaian menyeluruh tentang kepribadian seseorang yang berasal dari evaluasi subjektif diri sendiri, tentang perilaku sendiri. Individu cenderung menilai secara subjektif ciri-ciri perilakunya sendiri, oleh sebab itu, konsep diri dapat bersifat positif atau negatif. Positif atau negatifnya konsep diri tergantung dari penilaian remaja itu sendiri, remaja yang mempunyai konsep diri yang positif cenderung lebih percaya diri sehingga perilaku yang ditampilkan akan lebih produktif. Sementara itu remaja dengan konsep diri negatif biasanya akan menjadi remaja yang rendah diri, perasaan rendah diri ini menyebabkan remaja menjadi tidak puas dengan konsep dirinya sehingga perilaku yang ditampilkannya cenderung negatif dalam kaitannya dengan perilaku merokok. Menurut Bruno (2001) konsep diri adalah penilaian menyeluruh tentang kepribadian seseorang yang berasal dari evaluasi subjektif diri sendiri, tentang perilaku sendiri. Individu cenderung menilai secara subjektif ciri-ciri perilakunya sendiri, oleh sebab itu, konsep diri dapat bersifat positif atau negatif. Positif atau negatifnya konsep diri tergantung dari penilaian remaja itu sendiri, remaja yang mempunyai konsep diri yang positif cenderung lebih percaya diri sehingga perilaku yang ditampilkan akan lebih produktif. Sementara itu remaja dengan konsep diri negatif biasanya akan menjadi remaja yang rendah diri, perasaan rendah diri ini menyebabkan remaja menjadi tidak puas dengan konsep dirinya sehingga perilaku yang ditampilkannya cenderung negatif dalam kaitannya dengan perilaku merokok. Konsep diri negatif mendorong remaja untuk berperilaku yang dapat membuat mereka merasa lebih baik, remaja yang merokok percaya bahwa

7

merokok

mempunyai

karakteristik

yang

positif.

Perokok

cenderung

mengasosiasikan merokok dengan kemampuan bergaul, bersenang-senang dan mandiri (Sprinthall & Collins, 1995) Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud mengungkap apakah ada hubungan antara konsep diri dengan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok.

METODE PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah remaja awal yang merokok yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama yang berusia 12-15 tahun berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket yang terdiri dari dua buah skala yaitu skala sikap terhadap perilaku merokok dan skala konsep diri. Metode ini dipergunakan dengan alasan efisiensi, Walgito (2001) mengatakan bahwa metode angket merupakan metode yang praktis, dalam waktu singkat dapat dikumpulkan data yang relatif banyak dan orang dapat menjawab dengan leluasa sehingga tidak dipengaruhi orang lain. Skala-skala tersebut akan direncanakan untuk diuji validitas dan reliabilitasnya. Skala sikap terhadap perilaku merokok remaja yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis yang mengacu pada teori Mann (Azwar, 2005) dan berdasarkan pada tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif dan skala konsep diri remaja yang digunakan dalam penelitian ini juga disusun oleh penulis yang mengacu pada teori Huitt (1998) yang terdiri dari

8

empat

aspek

yaitu

aspek

fisik,

aspek

akademis,

aspek

sosial,

aspek

transpersonaL. Metode yang digunakan adalah metode statistik. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment dengan menggunakan program statistik SPSS 11.5 for windows. Sebelum dilakukan uji korelasi maka dilakukan terlebih dahulu uji asumsi meliputi uji normalitas dan linieritas.

HASIL PENELITIAN Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test . Uji normalitas menunjukkan hasil sebaran untuk sebaran skor konsep diri adalah normal (K-S Z= 0,634; p= 0,817 atau p > 0,05) dan skor sikap terhadap perilaku merokok adalah normal (K-S Z= 0,344; p= 1,000 atau p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel dalam penelitian ini berdistribusi normal. b. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah skor konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok mengikuti garis linier atau tidak. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan fasilitas Mean Linierity. Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut mengikuti garis linier (F Lin= 10,069 dengan p= 0,003 atau p < 0,05 dan pada Measures of Association nilai R sebesar 0, 120. c. Uji Hipotesis

9

Analisis data untuk mengetahui korelasi antara variabel konsep diri dan variabel sikap terhadap perilaku merokok menggunakan korelasi product moment dari Pearson melalui program SPSS 11.5 for Windows. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi adalah – 0,347 dengan p= 0,001 atau (p < 0,05). Hasil tesebut menunjukkan bahwa antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok terdapat hubungan yang negatif dimana semakin tinggi atau baik konsep dirinya maka semakin rendah atau negatif sikap terhadap perilaku merokoknya dan semakin rendah atau buruk konsep dirinya maka semakin tinggi atau positif sikap terhadap perilaku merokoknya. Hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan negatif antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok adalah terbukti atau dterima.

PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan negatif yang signfikan antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok. Hasil analisis yang menyatakan adanya hubungan negatif kedua variabel yang berarti tinggi rendahnya atau baik buruknya konsep diri mempengaruhi sikap terhadap perilaku merokok pada subjek penelitian yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi sebesar – 0,347 dengan p= 0,001 atau (p < 0,05). Dari

hasil

rerata

empirik

yang

telah

dihasilkan

didapatkan

pengkategorisasian pada subjek penelitian yaitu konsep diri subjek sebagian besar digolongkan dalam kategori tinggi atau positif yang ditunjukkan oleh norma kategori skor yang mencapai 60,2%, hal ini disebabkan sebagian subjek mempunyai penilaian yang positif terhadap dirinya, mereka memiliki pandangan

10

yang baik tentang orang tua, prestasi akademik, guru, hubungan dengan teman sebaya dan juga hubungan dengan Tuhannya sehingga mereka mempunyai konsep diri yang baik. Sementara sikap terhadap perilaku merokok subjek digolongkan dalam kategori sedang atau cukup baik, yang dapat dilihat dari presentase norma kategori yang mencapai 67 %. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar subjek mempercayai bahwa dengan merokok mereka memiliki karakteristik yang positif seperti merokok dapat membuat mereka terlihat keren, dewasa, bersenangsenang, dan menarik bagi lawan jenis. Konsep diri subjek yang cenderung mengarah ke positif menyebabkan perilaku merokok subjek sedang. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapkan Brigham (1991) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku merokok dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja adalah konsep diri. Konsep diri merupakan inti dari kepribadian seperti yang diungkapkan Hurlock (1973) bahwa konsep diri yang dimiliki seseorang akan menentukan perilakunya termasuk perilaku merokok. Brooks (Rakhmat, 2004) mendefinisikan konsep diri sebagai persepsi mengenai diri individu sendiri baik yang bersifat fisik, sosial, dan psikologis yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chassin (Fuhrmann, 1990) yang menemukan bahwa perilaku merokok berhubungan erat dengan konsep diri. Dalam penelitian ini 175 remaja menilai dirinya sendiri, teman kencan yang ideal bagi mereka dan persepsi mereka terhadap perokok. Chassin menyimpulkan bahwa remaja yang merokok percaya bahwa merokok itu

11

sesuai dengan persepsi diri mereka menjadi tangguh, group oriented, dan disobedient. Penelitian ini hanya mengungkap tentang perilaku merokok pada remaja awal dan sikap mereka terhadap perilaku merokoknya, dimana remaja yang merokok menggunakan rokok untuk mendefinisikan dan mengekspresikan diri mereka dengan kedewasaan, keren, menarik bagi lawan jenis dan kemampuan bersosialisasi. Pengaruh konsep diri terhadap sikap terhadap perilaku merokok subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada Measures of Association

yaitu

sebesar 0.120 atau 12% yang artinya bahwa konsep diri memberikan pengaruh sebesar 12% pada sikap terhadap perilaku merokok pada subjek dan sisanya adalah 88% adalah karena faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku merokok dan sikap terhadap perilaku merokok menurut penelitian yang dilakukan oleh Komasari (2000) adalah sikap permisif orang tua dan teman sebaya memberikan sumbangan sebesar 38,4 persen, sedangkan faktor kepuasaan psikologis menyumbang sebesar 40,9 persen terhadap perilaku merokok remaja. Biglan (Taylor, 1995) mengatakan remaja akan mencoba perilaku merokok jika orang tuanya juga merokok, mempunyai favourable image (gambaran yang baik) tentang perokok, berasal dari kelas sosial bawah dan mendapat tekanan sosial untuk merokok. Hasil penelitian yang menunjukkan rendahnya hubungan antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok menjelaskan bahwa penelitian ini masih memiliki kekurangan. Selain itu konsep diri merupakan konsep yang masih umum sehingga hanya mengukur hal-hal yang

12

bersifat umum karenanya bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama untuk mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih spesifik seperti possible selves, sensation seeking dan lain sebagainya agar didapat hasil yang lebih akurat.

KESIMPULAN Hipotesis yang berbunyi ada hubungan negatif antara konsep diri dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja perokok adalah terbukti. Semakin tinggi atau baik konsep diri yang dimiliki remaja maka semakin rendah atau negatif sikap terhadap perilaku merokoknya dan semakin rendah atau buruk konsep diri remaja maka semakin tinggi atau positif sikap terhadap perilaku merokoknya.

SARAN Saran yang diajukan penulis berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Saran bagi remaja Remaja sebaiknya memiliki konsep diri yang baik caranya adalah dengan lebih menghargai diri sendiri dan mensyukuri apa yang telah dimiliki, selain itu remaja juga harus lebih meningkatkan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat memiliki kebanggan pada diri sendiri. 2. Saran untuk peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama dengan penelitian ini diharapkan untuk mempertimbangkan variabel yang lebih spesifik

13

yang mempengaruhi perilaku merokok dan sikap terhadap perilaku merokok pada remaja seperti possible selves, sensation seeking, invulnerability dan lain sebagainya.

14

DAFTAR PUSTAKA Ariesi, Wida. 2002. Perilaku Merokok dengan Strategi Menghadapi Masalah (Coping) pada Remaja Putri. Skripsi (tidak diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Ariyani, Budi. 2004. Hubungan antara Kecemasan Dengan Perilaku Merokok. Skripsi (tidak diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Atkinson, R.L. Pengantar Psikologi Jilid Satu. Bandung: Interaksara Azwar, S. 1999. Reliabilitas dan Validitas: Cetakan Pertama. Jogjakarta: Liberty Azwar, S. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua. Jogjakarta: Pustaka Pelajar Brigham, C. John 1991. Social Psychology. University Of Queensland Press Carpenter, S. 2001. Smoking and depression perpetuate one another, study indicates. www.apa.org./11-10-2004 Fuhrmann, S. B. 1990. Adolescence Adolescents. Second Edition. London: A Division of Scott, Foresman and Company. Tandra, H. 2001. Merokok dan Kesehatan. www.antirokok.co.id./21-09-2004 Hurlock, B. E. 1973. Adolescent Development. Fourth Edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogasukha Ltd. Huitt, W. 1998. Self Concept www.chiron.valdosta.edu/whuitt.html./ 15-11-2004

and

Self

Esteem.

Juriana. 2000. Kesesuaian antara Konsep Diri Nyata dan Ideal dengan Kemampuan Manajemen Diri pada Mahasiswa Pelaku Organisasi. (Jurnal). Jogjakarta. UII Press. Kartono, K. 2000. Kamus Psikologi. Jakarta: PT Raja Garfindo Persada. Komasari, D. & Helmi, A.F. 2000. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. (Jurnal). Jogjakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Kompas. 5 Januari 2004. www.kompas.com./14-10-2004 Kompas. 14 Juni 2004. www.kompas.com./14-10-2004 Kompas. Rokok Timbulkan Lebih Besar Polusi Dibanding Mesin Diesel. 25 Agustus 2004. www.kompas.com./11-11-2004

15

Lloyd-Richardson, E. E., Papandonatos, G., Kazura, A., Stanton, C., & Niaura, R. 2002. Differentiating Stages of Smoking Intensity Among Adolescents: Stage-Specific Psychological and Social Influences. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 70, No. 4, 998-1009. Monks, F. J., Knoers, A.M.P. 2004. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Terjemahan. Haditomo, S.R. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Pantau. Tahun II. No. 013 Mei 2001. www.pantau.com./14-09-2004 Rakhmat, J. 2004. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Republika Online. 05 Juni 2003. www.republika.co.id./14-09-2004 Rini, J.F. 2002. Konsep Diri. www.e-psikologi.com./31-05-2004 Sa’ad, M. H. 2003. Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di DKI Jakarta. Jakarta: Galang Press Santrock, W. J. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.Jilid 2. Terjemahan. Damanik dan Chusairi. Edisi Kelima. Jakarta: Penerit Erlangga. Sarafino, Edward P. 1994. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sarwono, S.W. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sitepoe, M. 2003. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Grasindo Sprinthall, A. N. & Collins, A. W. 1995. Adolescent Psychology: A Developmental View. New York: McGraw Hill, Inc. Suara Merdeka. 10 Desember.2001. www.suaramerdeka.com Taylor, E. S. 1995. Health Psychology. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc Wahyurini, C. & Mashum, Y. 2003. Mau Bagus Atau Jelek, Tergantung Kita. www.kompas.com./31-05-2004 Walgito, B. 2001. Pengantar Psikologi Umum. Jogjakarta: Andi Offset.

16