Jurnal Kebahasaaraban dan Pendidikan Bahasa Arab

146 downloads 30685 Views 923KB Size Report
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 Hasanuddin, S.Pd Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku ...
Vol. VIII | No.2 | Desember 2013

ISSN : 1907-7610

Jurnal Kebahasaaraban dan Pendidikan Bahasa Arab

Hasanuddin, S.Pd Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

Irfan Aziz, S.Pd.I Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

Raswan, M.Pd, M.Pd.I Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

Taufik Luthfi, S.Pd.I Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya

Toto Edidarmo, MA Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

Ubaid Ridlo, MA Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

Zainal Arifin, S.Pd.I Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan (Tutur)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

ÂFÂQ ‘ARABIYYAH Jurnal Kebahasaaraban dan Pendidikan Bahasa Arab Penanggung Jawab: Dra. Nurlena, MA, Ph.D (Dekan FITK UIN) Dr. Ahmad Dardiri, MA (Kejur PBA) Mitra Bestari: Prof. Dr. D. Hidayat (UIN Jakarta) Prof. Dr. Emzir, M.Pd (UNJ) Dr. Torkish Lubis, MA (UIN Malang) Dr. M. Luthfi, MA (UI) Dr. Syamsul Hadi (UGM) Dr. ‘Abd al-‘Aziz ibn Ibrahim al-‘Ushaili (UIMIS Riyadh) Pemimpin Redaksi: Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA Sekretaris Redaksi: Maswani, MA Dewan Redaksi: Prof. Dr. H. Moh. Matsna HS, MA Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, MA Drs. Syamsul Arifin, M.Pd Penyunting Pelaksana: Ubaid Ridlo, MA Raswan, M.Pd., M.Pd.I Siti Uriana Rahmawati, MA Wati Susilawati, MA Desain Grafis & Sirkulasi: Herman, S.Ag, M.Si M. Arif Rakhman Hakim, S.Pd.I Penerbit: Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Alamat Redaksi: Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan Telp./Faks. (62-21 7443328) ekst. 1711/27 e-mail: [email protected] Âfâq ‘Arabiyyah terbit dua kali (Juni dan Desember) dalam setahun. Redaksi mengundang pembaca untuk menyumbangkan karya ilmiahnya dalam bahasa Indonesia atau Arab. Redaksi berhak menyunting tulisan yang dimuat dengan tidak mengubah substansinya.

Vol. VIII, No. 2, Desember 2013 | Âfâq ‘Arabiyyah

i

PROLOG REDAKSI Al-hamdulillâh, Jurnal Âfâq ‘Arabiyyah dapat terbit kembali, menyapa para pembaca. Jurnal Âfâq kali ini mengalami sedikit perubahan, yaitu dari tema yang diangkat dan pembaruan desain isinya. Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan nuansa baru, sekaligus mengupayakan Âfâq ‘Arabiyyah menjadi berkala ilmiah yang terakreditasi. Jika sebelumnya lebih memfokuskan tematema dalam bingkai Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, maka selanjutnya Âfâq ‘Arabiyyah membuka peluang tulisan-tulisan yang bercorak kebahasaaraban, seperti linguistik, fiqh al-lughah, filologi, dan stilistika, tetapi tetap mengutamakan tulisan tentang pendidikan bahasa Arab karena basisnya berada di Jurusan Pendidikan bahasa Arab. Dengan demikian, berkala ilmiah ini bermetamorfosis menjadi “Jurnal Kebahasaaraban dan Pendidikan Bahasa Arab”. Dalam edisi kali ini, Âfâq ‘Arabiyyah menerbitkan 7 (tujuh) artikel. Semua artikelnya berbahasa Indonesia, namun terdapat sisipan bahasa Arab dan istilah bahasa lain, dan referensinya juga ada pula yang dari buku-buku Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Ketujuh artikel tersebut merupakan tulisan-tulisan yang mengangkat tema-tema seputar pendidikan bahasa Arab dan kebahasaaraban secara umum. Artikel pertama, tulisan Hasanudin, mengungkap “Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab”. Artikel ini berupaya mengeksplorasi kajian-kajian tentang penggunaan ragam bahasa dari berbagai sumber buku dan internet. Sedangkan perilaku berbahasa merupakan sikap mental seseorang dalam memilih dan menggunakan bahasa dalam berbagai situasi. Bahasan ini mencakup dua hal, pertama penggunaan ragam bahasa, dan yang kedua perilaku berbahasa Arab. Artikel kedua, ditulis oleh Irfan Aziz bertajuk “Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab”. Tulisan ini menampilkan bahasan tentang faktorfaktor sosial yang turut serta mempengaruhi perkembangan variasi bahasa Arab. Dalam perjalannya, bahasa Arab banyak dipengaruhi berbagai hal seperti kedatangan Islam, kontak kebudayaan dengan bangsabangsa lain, kemajuan teknologi yang menjangkau ke seluruh penjuru dunia, semakin luas dan lamanya pengguna bahasa Arab dan sebagainya. Aritkel ketiga, karya Raswan dengan judul “Pengembangan Silabus Bahasa Arab Berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya”. Artikel ini membahas beberapa konsep tentang Silabus, jenis-jenis Silabus, serta Potret Pembelajaran Bahasa Arab dan Budaya.

Prolog Redaksi

ii

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

Artikel keempat, ditulis oleh Taufik Luthfi dengan tema “Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya”. Artikel ini membahas tentang hubungan bahasa, berfikir, dan budaya menurut beberapa teori ahli linguistik, seperti teori Wilhelm Von Humboldt, teori Sapir-Whorf, teori Jean Piaget, teori L.S Vygotsky, teori Noam Chomsky, teori Eric Lenneberg, Teori Brunner, serta bahasan kekontrovesialan hipotesis relativitas dari teori-teori tersebut. Artikel kelima, tulisan Toto Edidarmo berjudul “Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow”. Tulisan tersebut menjelaskan apa sebenarnya hakikat motivasi belajar bahasa Arab berdasarkan teori Maslow tentang hierarchy (kebutuhan), bagaimana guru bahasa Arab meningkatkan motivasi belajar bahasa Arab siswanya, beberapa aspek tentang motivasi belajar. Artikel keenam, ditulis oleh Ubaid Ridlo, judulnya “Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di Perguruan Tinggi Agama Islam”. Artikel ini mengidentifikasikan konsep kurikulum, beberapa prinsip dan strategi pengembangan lingkungan berbahasa Arab, landasan pengembangan kurikulum, prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, pendekatan pengembangan kurikulum, serta langkah-langkah dalam mengembangkan kurikulum. Artikel ketujuh, karya Zainal Arifin berjudul “Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan (Tutur)”. Tulisan ini menjelaskan tentang beberapa ragam bahasa, Penggunaan kata pada bahasa tulis dan bahasa lisan, perbedaan bahasa tulis dan bahasa lisan (tutur), ragam kata baku dan tidak baku, ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Akhirnya, redaksi mengundang kritik dan saran konstruktif bagi peningkatan kualitas penerbitan jurnal ini pada edisi-edisi mendatang. Selamat membaca dan menyumbangkan karya bagi penerbitan berkala ilmiah tercinta kita ini.

Jakarta, Desember 2013

Pemimpin Redaksi

Prolog Redaksi

Vol. VIII, No. 2, Desember 2013 | Âfâq ‘Arabiyyah

iii

Daftar Isi

Prolog Redaksi ... i-ii Daftar Isi ... iii

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab Hasanudin, S.Pd ... 1-12 Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab Irfan Azis, S.Pd.I ... 13-24 Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya Raswan, M.Pd, M.Pd.I ... 25-46

Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya Taufik Luthfi, S.Pd.I ... 47-56

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow Toto Edidarmo, MA ... 57-74

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di Perguruan Tinggi Agama Islam Ubaid Ridlo, MA ... 75-90

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan Zainal Arifin, S.Pd.I ... 91-102

Daftar Isi

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

1

PENGGUNAAN RAGAM BAHASA DAN PERILAKU BERBAHASA ARAB ©Hasanudin* UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract This article discusses the phenomenon of diversity in language, either by the media (oral and written), time, message communication, scientific language and language diversity speech (speech language scientific official speech), a variety of formal written language, literature and language diversity language diversity news. Then the speaker should pay attention to correct the eighth element above. Basically, someone is free to choose the language and also freely use the language. This freedom is a certain part of human rights. Although one is free to choose and use languages, but there are many factors that limit a person in selecting and using such language. A person should be able to adjust the behavior of the language, its position as a member of the family, members of the group, members of the public, as well as to the social agreements and environmental situation. *Penulis adalah pengajar (guru) Bahasa Arab di MAN 4 Jakarta, dapat dihubungi melalui email: [email protected]

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ إﻣﺎ‬،‫ﻳﻨﺎﻗﺶ ﻫﺬا اﳌﻘﺎل ﻇﺎﻫﺮة اﻟﺘﻨﻮع ﰲ اﻟﻠﻐﺔ‬ ،(‫ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ وﺳﺎﺋﻞ اﻹﻋﻼم )اﻟﺸﻔﻮﻳﺔ واﻟﻜﺘﺎﺑﻴﺔ‬ ‫ واﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﻠﻤﻴﺔ وﺗﻨﻮع‬،‫ رﺳﺎﻟﺔ اﻻﺗﺼﺎﻻت‬،‫واﻟﻮﻗﺖ‬ ،(‫اﻟﻜﻼم اﻟﻠﻐﻮي )ﻟﻐﺔ اﳋﻄﺎب اﻟﻌﻠﻤﻲ واﻟﺮﲰﻲ‬ ‫ وﻟﻐﺔ‬، ‫وﳎﻤﻮﻋﺔ ﻣﺘﻨﻮﻋﺔ ﻣﻦ ﻟﻐﺔ ﻣﻜﺘﻮﺑﺔ رﲰﻴﺔ‬ ‫ واﳌﺘﻜﻠﻢ ﻳﻨﺒﻐﻲ ان ﻳﻬﺘﻢ ﺗﻠﻚ‬.‫اﻷدب و اﻷﺧﺒﺎر‬ ‫ أن اﻹﻧﺴﺎن ﻟﻪ ﺣﺮﻳﺔ ﰲ‬،‫ ﰱ اﳊﻘﻴﻘﺔ‬.‫ﲦﺎﻧﻴﺔ ﻋﻨﺎﺻﺮ‬ ‫ ﻫﺬﻩ اﳊﺮﻳﺔ ﻫﻰ ﺟﺰء ﻣﻌﲔ‬.‫اﺧﺘﻴﺎر اﺳﺘﺨﺪام اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫ ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻏﻢ اﻹﻧﺴﺎن ﺧﺮﻳﺔ ﰲ‬.‫ﻣﻦ ﺣﻘﻮق اﻹﻧﺴﺎن‬ ‫ وﻟﻜﻦ ﻫﻨﺎك اﻟﻌﺪﻳﺪ ﻣﻦ‬،‫اﺧﺘﻴﺎر واﺳﺘﺨﺪام ﻟﻐﺎت‬ ‫اﻟﻌﻮاﻣﻞ اﻟﱵ ﲢﺪ اﻟﺸﺨﺺ ﰲ اﺧﺘﻴﺎر واﺳﺘﺨﺪام‬ ‫ وﻳﻨﺒﻐﻲ أن ﻳﻜﻮن ﻗﺎدرة ﻋﻠﻰ ﺿﺒﻂ ﺳﻠﻮك‬.‫اﻟﻠﻐﺔ‬ ،‫ وأﻋﻀﺎء اﺠﻤﻟﺘﻤﻊ‬،‫اﻟﻠﻐﺔ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎرﻩ ﻋﻀﻮا ﰲ اﻷﺳﺮة‬ ‫ ﻓﻀﻼ ﻋﻦ اﻻﺗﻔﺎﻗﺎت اﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻴﺔ‬،‫أﻓﺮاد اﳉﻤﻬﻮر‬ .‫واﻟﻮﺿﻊ اﻟﺒﻴﺌﻲ‬ Kata Kunci: media, komunikasi, resmi, lisan, tulis, ragam, sastra

Hasanudin, S.Pd

2

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

Pendahuluan

dalam mendapatkan sumber untuk kajian bagian kedua, sehingga penulis harus menyadari akan jauhnya makalah ini dari kesempurnaan, makalah yang masih membutuhkan perbaikan-perbaikan dari para pembaca terutama dosen pengampu matakuliah Psikososiolinguistik.

Bahasa memiliki ragam yang bermacam-macam, yaitu: (1) ragam bahasa berdasarkan media (lisan dan tulis), (2) ragam bahasa berdasarkan waktu, (3) ragam bahasa berdasarkan pesan komunikasi; ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa Penulis juga menyadari akan pidato; ragam bahasa pidato ilmiah (presentasi ilmiah), ragam bahasa pidato keterbatasan pengetahuan penulis baik resmi, ragam bahasa tulis resmi, ragam dalam kajian linguistik umum maupaun linguistik Arab, juga kurang maksimalnya bahasa sastra dan ragam bahasa berita1. upaya penulis dalam memperoleh Adanya berbagai macam dialek dan sumber-sumber yang berkaitan dengan ragam bahasa menimbulkan masalah, kajian makalah ini. Dan akhirnya penulis bagaimana kita harus menggunakan bahasa mengharapkan komentar-komentar itu dalam masyarakat. Jika jawabannya dari para pembaca baik berupa kritik adalah ikutiah kaidah-kaidah gramatikal, maupun saran untuk perbaikan makalah maka pasti bahasa yang digunakan sudah selanjutnya. benar. Jawaban ini sungguh keliru, sebab dengan hanya mematuhi kaidah gramatikal saja, bahasa yang kita gunakan mungkin tidak bisa diterima di dalam masyarakat. Penggunaan Ragam Bahasa Contohnya dalam bahasa Indonesia Chomsky menyatakan bahwa manusia disebutkan bahwa kata ganti orang kedua memiliki dua hal dalam menggunakan dalam bahasa Indonesia adalah kamu atau bahasa, yakni competence dan performance. engkau. Kenyataannya, secara sosial kedua Competence mengacu pada kemampuan kata ganti itu tidak dapat dipakai untuk dalam diri seseorang untuk menghasilkan menyapa orang kedua yang lebih tua atau rangkaian kata-kata untuk menjadi kalimatyang dihormati. Kedua kata ganti itu, kamu kalimat yang sesuai dengan aturan-aturan da engkau, hanya dapat digunakan untuk bahasa yang digunakan. Sedangkan orang kedua yang sebaya, lebih muda, performance mengacu pada wujud nyata atau kedudukan sosialnya lebih rendah. dari kemampuan tersebut (Chomsky, Akibatnya, kedua kata ganti itu jarang 1965). Namun demikian, teori ini dianggap dipakai, meskipun ada dalam kaidah2. kurang oleh seorang linguis bernama Dell Artikel ini berupaya untuk Hymes. Menurut Hymes (1972) berbahasa mengumpulkan kajian-kajian tentang tidak hanya mengenai kesesuaian suatu penggunaan ragam bahasa dari berbagai kalimat dengan aturan-aturan tata bahasa, sumber buku dan internet. Penulis membagi tetapi juga mengenai kesesuaiannya dengan kajian makalah ini menjadi dua buah makna serta konteks kalimat tersebut. Salah bagian, yang pertama penggunaan ragam satu contoh yang paling dikenal dari teori bahasa dan yang kedua perilaku berbahasa Chomsky adalah kalimat “Colorless green Arab. Namun penulis mengalami kendala ideas sleep furiously” yang menurutnya benar karena sesuai dengan teori sintaksis 1 Widjono Hs, Bahasa Indonesia Mata bahasa Inggris. Namun menurut Hymes, Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan bila disesuaikan dengan makna dan Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2011) h. 23 konteksnya, kalimat tersebut tidak masuk 2 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: akal. Rineka Cipta, 2007) h. 63

Hasanudin, S.Pd

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

Menurut Hymes, dalam proses komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa, seseorang membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa. Penggunaan bahasa haruslah sesuai dengan konteks, yakni hal-hal yang menjadi ruang lingkup serta mempengaruhi penggunaan bahasa itu sendiri. Hymes merumuskan aspek-aspek yang mempengaruhi penggunaan bahasa dalam ”Dell Hymes Model of Speaking”. Dalam teorinya, Hymes menjelaskan bahwa untuk berbahasa dengan benar, seseorang tidak hanya mempelajari kata-kata serta aturanaturan tata bahasa, tapi juga konteks dari penggunaan tata bahasa tersebut3.

3

berbasa-basi agak leluasa yaitu bisa pagi, siang, sore, ataupun malam. Hanya saja suasana dapat menentukan pilihan basabasi itu. Basa-basi dapat digunakan baik dalam suasana tegang, haru, biasa, santai, maupun gembira. Suasana tegang terjadi misalnya ketika seseorang sedang marah. Suasana haru muncul pada saat duka cita misalnya. Namun, bentuk-bentuk basa-basi yang digunakan dalam suasana tersebut cukup terbatas. Suasana yang leluasa untuk berbasabasi adalah suasana yang biasa, santai atau gembira. Sebagai ilustrasi, pada suasana biasa orang dapat saling memberi salam, bersapaan, membuat ajakan, memberi tawaran, lalu berterima kasih, minta maaf, menaruh simpati dan kemudian pamit. Pada suasana yang santai atau gembira orang dapat memberi perhatian, mengajak berkenalan, mengucapkan selamat, memberi pujian, menyatakan perendahan hati, memberi penilaian dan harapan, serta berterima kasih, salam dan pamit.

Karya Hymes (1972) banyak dianut orang termasuk di Indonesia. Ia menyingkat konteks-konteks linguistik, SPEAKING bukanlah untuk tujuan yang macammacam kecuali untuk mudah diingat orang saja. Konteks-konteks itu ia sebut dengan istilah komponen tutur (components of speech). Komponen tutur inilah yang dapat Konteks ketepatan latar sangat dijadikan alat penaksiran bahasa secara menentukan wujud sebuah tuturan basasosiolinguistis. basi. Orang tidak akan berbasa-basi S, Setting dan Scene, merupakan Selamat pagi ketika sore hari atau malam latar tempat peristiwa tutur terjadi. Latar hari. Begitu pula suasana yang terkesan berkaitan dengan tempat (where) dan santai di tempat rekreasi seorang teman waktu (when) bicara dan suasana bicara menyapa temannya lain dengan Selamat dengan tuturan yang disampaikan. Di mana pagi kecuali misalnya dengan Hai; Halo, (tempat), kapan waktu dan suasana yang atau dengan menyebut namanya. tepat orang dapat berbasa-basi? BasaP. Participants, merupakan alat basi dalam bahasa Indonesia tidak terlalu penaksir yang menanyakan siapa saja dibatasi oleh tempat dan waktu. Orang dapat pelaku basa-basi. Participants bersangkutan berbasa-basi di rumah, di kampus, di tempat dengan penutur, mitra tutur dan pendengar. ibadah, di jalan, di pesawat, di sawah, dan Who are the participants? Apakah banyak tempat yang lain. Bahkan di rumah presiden, menteri, jenderal, kopral, dosen, pun orang sering berbasa-basi di ruang mahasiswa, ustadz, pendeta, biarawan, tamu dengan tamunya, di ruang makan, orang dewasa, anak-anak, dan banyak lagi dan lain-lain. Begitu pula waktu dalam kategori-kategori sosial lainnya. Hubungan 3 Asrika Mayang Puti, Gaya Bahasa antara peserta penutur baik secara Literatur, http://www.lontar.ui.ac.id/ file?file=digital/123492-RB09A398g-Gaya%20 interkategori atau antarkategori sangat bahasa-Literatur.pdf, diakses 2 Desember 2011

Hasanudin, S.Pd

4

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

menentukan tipologi variasi bahasa yang disampaikan. Begitu pula halnya dengan jarak kedekatan antarpenutur yang turut mempengaruhi interpretasi suatu ujaran. Ucapan Assalamualaikum lebih diutamakan untuk mitra tutur yang beragama Islam sedangkan Salam sejahtera, atau yang lebih umum Selamat pagi/siang, dst. ditujukan untuk yang beragama Kristen atau Katolik, dan seterusnya. Walaupun salam-salam ini sudah menjadi salam nasional namun preferensi itu tetap ditentukan oleh unsur partisipannya. Yang pasti ialah jika semua partisipan adalah Islam maka salam yang dipakai ialah Assalamualaikum, sebaliknya jika semua partisipan adalah Kristen atau Katolik maka salam yang dipakai Salam sejahtera. Seterusnya, baik Islam dan Kristen atau Katolik dapat memakai salam Selamat pagi/siang. Maksud dan hasil yang ingin dicapai dalam aktivitas berbicara terwakili dalam komponen E (Ends). Maksud di satu pihak dapat mencirikan bahasa perorangan (parole), di pihak lain dapat pula mencirikan bahasa masyarakat (langue). Basa-basi merupakan fenomena bahasa yang condong pada pencirian langue. Sehingga pemakaiannya harus sesuai dengan norma maksud yang ada dalam masyarakat. Misalnya, pada suatu situasi tutur penyambutan tamu, tuan rumah mempersilahkan duduk sang tamunya Silahkan., kemudian sang tamu tidak merespon dengan ucapan Terima kasih, tetapi apa?, ia menjawabnya dengan mengatakan Ya. Ada tiga maksud maksud yang dihadirkan dalam peristiwa tutur ini yaitu maksud untuk mempersilakan, menyatakan terima kasih dan maksud penerimaan. Maksud yang mencirikan langue dalam bahasa Indonesia tentunya maksud yang menyatakan terima kasih bukan maksud untuk penerimaan karena setelah tuan rumah mempersilahkan duduk

Hasanudin, S.Pd

seharusnya sang tamu mengucapkan terima kasih. Maksud untuk berterima kasih ini sesuai dengan langue, sedangkan maksud penerimaan merupakan parole. Dalam isitilah pragmatik dinamakan gejala idiosinkresi (idiosyncracy). Di samping itu, hasil (outcome) adalah sesuatu yang diperoleh akibat aktivitas basa-basi. Dengan basa-basi baik itu dengan cara bersopan santun, bertegur sapa dan beramah tamah apabila dilakukan dengan benar hasil yang akan dicapai ialah kontak sosial berupa solidaritas harmonisasi antarpenutur. Hasil demikian disebut hasil yang diharapkan (expected outcome) Hanya saja apabila dilakukan tidak mengikuti konteks-konteksnya maka hasil yang dicapai bisa saja berlainan; bisa memunculkan sentimen sosial atau melahirkan konflik sosial. Tentu saja hasil ini tidak diharapkan (unexpected outcome). Dengan demikian pemakaian basa-basi sesungguhnya dihadapkan pada expected outcome atau unexpected outcome. Komponen tutur A, Act sequence, menunjuk pada bentuk (form) dan isi (content) sesuatu pesan; bagaimana dan apa yang dibicarakan. Hal konteks A ini menurut Hymes sangat fundamental dalam analisis tuturan. Sebuah ilustrasi berikut akan dapat mengenali perbedaan antara bentuk dan isi itu sbb: (a) Dia mengatakan, “Saya sehat-sehat saja”. (b) Dia mengatakan kesehatannya baik.

bahwa

Tuturan (a) mengutip langsung bentuk pesan sedangkan tuturan (b) hanya melaporkan isi pesan itu. Tuturan (a) adalah bentuk basa-basi perhatian, sedangkan tuturan (b) merupakan isinya.

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

Isi dianalisis berdasarkan topik yang dimunculkan bentuk. Topik tuturan (a) ialah mengenai kesehatan sebagaimana tersemat dalam (b). Contoh ini sesuai dengan penjelasan Hymes (1986: 60) yang mengatakan “content enters analysis first of all perhaps as a question of topic and of change of topic”. Dalam pada itu, bentuk mengacu pada ihwal “apa” wujud tuturan yang diucapkan, ialah Sehat-sehat saja. Dalam aktivitas basa-basi, bentuk sangat membantu menentukan isi pembicaraan, tetapi belum tentu sebaliknya. Bentuk dan isi pesan merupakan pusat dari analisis tindak tutur dan difokuskan dalam analisis struktur sintaktis. Keduanya saling bergantung pada satu sama lainnya. Karena itu, antara bentuk dan isi ditalikan bersamaan sebagai komponen A. Komponen K, Key, berkaitan dengan sikap atau cara (manner), nada suara (tone) dan penjiwaan (spirit) saat sebuah tuturan diucapkan., misalnya dengan gembira, santai, biasa, serius, dan resmi. Manakala berbasa-basi orang akan selalu bersikap santun dalam menuturkan katakatanya. Penutur bisa saja santai, atau serius dalam penyampaian akan tetapi tidak pernah basa-basi diaspirasikan dengan cara marah. Nada suara selalu datar atau sedikit rendah, dan tidak pernah pula bernada tinggi seperti orang sedang marah atau berteriak. Begitu pula basabasi tidak pernah dihembuskan dengan nada yang sangat rendah seperti berbisik. Pemakaian basa-basi yang bernada tinggi hanya tinggal sebagai bentuk saja, sedangkan isinya tidak menghasilkan maksud basa-basi. Misalnya, tuturan Baik. Jika demikian, selamat siang! diucapkan dengan nada suara yang tinggi dan dalam sikap marah. Tuturan ini justru mengkondisikan suatu kerenggangan hubungan sosial antarpenutur, bukan sebaliknya untuk memenuhi esensi fungsi basa-basi sebagai pembinaan atau

5

pemertahanan hubungan sosial mereka. Demikian pula halnya jika dilantunkan dengan nada yang sangat rendah. Si penutur berkesan tidak bersemangat sehingga mitra tuturnya dapat membaca penyimpangan maksud si penutur itu. Nada suara datar dan sedikit rendah merupakan ciri penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia. Penjiwaan merupakan sub-konteks yang relatif sulit dijelaskan. Namun yang jelas penjiwaan mencerminkan kemampuan berbahasa seseorang. Penjiwaan lebih bersifat psikologis sedangkan sikap atau cara, dan nada suara lebih bersifat fisis. Akan tetapi pembedaan ini bukan berarti menunjukkan saling tidak berkait. Pertaliannya justru sangat dekat, karena penjiwaan tercermin dari sikap, cara atau nada suara yang ditampilkan penutur. Parameternya ialah jika sikap atau cara, dan nada suara dari sebuah tuturan sesuai dengan isi pembicaraan maka penjiwaannya dapat dikatakan sesuai pula. Sesungguhnya dengan penjiwaan ini mitra tutur dapat menangkap kebenaran isi pesan yang disampaikan oleh si penutur. Bagaimana orang dapat menikmati lagu rancak (riang) jika dibawakan dengan sedih atau sebaliknya. Bukankah ini pertanda si pembawa lagu itu tidak menjiwai bagaimana menyanyi yang sesuai tema. Begitu pula dalam contoh membaca puisi. Jika dibaca sebuah puisi yang bertema perang tetapi dibaca seakan-akan dimabuk cinta tentu saja si pembaca itu jelas tidak menjiwai puisi tersebut. Sama halnya dengan aktivitas orang bersopan-santun, beramah-tamah, atau sekadar bertegur sapa, penutur baru dapat dikatakan halus budi pekertinya jika basa-basi yang disampaikan santun kedengarannya. Artinya orang itu dapat menjiwai bagaimana sesungguhnya berbasa-basi.

Hasanudin, S.Pd

6

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

Instrumentalities (I) berhubungan dengan saluran (channel) dan bentuk bahasa (the forms of speech) yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Saluran bahasa misalnya oral, tulisan, isyarat, dan lain-lain, sedangkan bentuk bahasa yang dimaksud adalah bahasa, dan variasinya. Secara oral orang lebih leluasa untuk berbasa-basi, bisa menawarkan sesuatu, mengajak, memberi perhatian, mengucapkan selamat. Misalnya, tuturan Singgah dulu, Bu. Berbeda salurannya dengan ucapan salam Dengan hormat yang biasanya dalam tulisan (surat). Tuturan basa-basi yang berada dalam saluran tulisan lebih sedikit daripada saluran oral (berhadap-hadapan). Penyampaian basa-basi lewat saluran isyarat juga memungkinkan. Ucapan Selamat tinggal dapat digantikan dengan cara melambailambaikan tangan. Bertegur sapa dapat diekspresikan dengan cara mengangkatkan kelopak mata ke atas; mempersilakan dengan cara membuka telapak tangan dan meluruskannya ke arah bawah.

(a) Tidak usah repot-repot, Bu. (BI standar) (b) Kagak use repot-repot, Nyak. (BI dipengaruhi Bahasa Melayu Betawi) (c) Tak usah pot-repot, Buk. (BI dipengaruhi Bahasa Madura) (d) Indak usah repot-repot lai, Buk. (BI dipengaruhi Bahasa Minangkabau) Berbeda halnya dengan bahasa, variasi merupakan pemakaian internal bahasa untuk keperluan-keperluan tertentu. Mengenai variasi dan contoh-contohnya telah dijelaskan pada bagian awal bab ini.

Norms (N) menyangkut dengan norma interaksi dan norma interpretasi. Semua norma yang mengatur aktivitas berbicara tentulah memiliki watak normatif. Normatif yang dimaksud ialah dalam pengertian perilaku atau kebiasaan tertentu dalam berbicara.. Norma interaksi dicerminkan oleh tingkat sosial, atau hubungan sosial yang umum dalam sebuah masyarakat bahasa. Dalam berbasa-basi tingkat sosial dan hubungan kedekatan sosial ini sangat Bahasa Indonesia (BI) merupakan satu berpengaruh pada pemilihan jenis-jenis instrumen dari bentuk bahasa. Bahasa ini basa-basi. dipakai di wilayah nusantara Indonesia (a) Staf : Selamat pagi, Pak. sesuai dengan latar belakang etnisnya. Manager : Pagi. Pendukung etnis tertentu seringkali berbahasa Indonesia dengan memakai (b) Ahsan : Gimana kabarnya? logat atau aksen bahasa daerahnya bahkan Badar : Baik-baik saja.Kamu mengambilkan kata dari bahasanya yang gimana? mirip. Namun memang sekarang ini sudah (c) Pejalan Kaki : Hai, mau ke mana? banyak penutur yang mampu berbicara Tak dikenal : Ha? (sambil bergegas dengan aksen bahasa Indonesia standar meninggalkan si sebagaimana merakyat melalui radiopenutur) radio dan televisi. Berikut diberikan beberapa contoh pemakaian basa-basi yang Pemakaian bentuk basa-basi yang menggambarkan bentuk-bentuk bahasa dan bervariasi di atas dipengaruhi faktor N pengaruhnya dari bahasa-bahasa daerah di ini. Pada percakapan (a) ditandai oleh Indonesia: tingkat sosial yang berbeda antara staf dan

Hasanudin, S.Pd

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

manager, tetapi ini hanya dalam hubungan kerja namun seringkali berimplikasi pada kenyataan sehari-hari. Norma interaksi itu ditandai relasi kekuasaan yang secara verbal tampak pada pemakaian honorifik Pak pada inisiasi. Basi-basi yang terjadi pada (b) lebih solidaritas, yaitu ditunjukkan oleh hubungan kedekatan antara si Ahsan dan si Badar; penutur bebas memakai sapaan Kamu, sebaliknya basa-basi tidak berhasil dilakukan manakala seorang pejalan kaki menyapa orang yang tidak dikenalnya dengan ungkapan Hai, mau ke mana? sebagaimana tampak pada (c). Yang terjadi justru anomali koherensi percakapan , yakni terjadinya kebingungan dan rasa cemas mitra tutur yang disapa. Jadi, dari ilustrasi ini tampak bahwa norma interaksi diatur secara ekstralinguistik, antara lain berupa tingkat sosial dan hubungan sosial yang pada gilirannya mempengaruhi aktivitas berbicara. Pada urutan berbicara itu tampak bahwa interaksi diatur oleh pemisah (gap) yaitu berupa honorifik.

7

banyak terjadi. Norma interpretasi ini akan membawa dampak kelancaran pembicaraan jika diinterpretasi oleh peserta tuturnya secara tepat. Namun jika diinterpretasi tidak benar maka kesalahpahaman atau gangguan (shock) pembicaraan akan mungkin muncul. Satu contoh dalam berbasa-basi bI dengan interpretasi keliru seperti berikut. Gadis kecil : Wah rajinnya, Ibu ini. Ibu : (menjadi masam mukanya) Sang Ibu menjadi tidak enak perasaannya karena berdasarkan kedudukan antara sang anak dan ibu yang asimetrik. Norma interpretasinya ialah bahwa ungkapan pujian semacam itu tidak tepat atau tidak pada tempatnya. Karena biasanya pujian sifat “suka bekerja” itu ditujukan kepada orang yang jauh lebih muda usianya daripada penutur, bukan sebaliknya. Ekspresi “menjadi masam mukanya” merupakan contoh dampak norma interpretasi.

Di samping norma interaksi, dalam konteks N dikenal pula norma interpretasi. Norma interpretasi ini selalu terbuka bagi peserta tutur baik dalam satu masyarakat ataupun yang berbeda masyarakat tuturnya. Bagi orang Amerika kelas menengah misalnya, ketika mereka ragu-ragu mengatakan sesuatu dalam pembicaraannya mereka biasa terbata-bata dengan bentuk tegun ( Uh /a-/, dll). Akan tetapi bagi orang kulit hitam, pola yang normal bagi mereka ialah dengan cara kembali pada awal pembicaraan (terkadang bisa lebih dari satu kali). Norma interpretasi orang-orang kulit hitam dapat saja ditafsirkan oleh orang kulit putih bukanlah norma yang umum tetapi sebagai satu kebodohan (Hymes, 1996: 64), padahal mereka berbahasa yang sama yakni bahasa Inggris.

Seterusnya konteks Genre, G, berkaitan dengan tipe-tipe tuturan yang digunakan untuk berkomunikasi. Aktivitas basa-basi paling tidak dimediasi oleh tiga genre, yaitu percakapan dalam-gedung (indoor conversation), percakapan luargedung (outdoor conversation), dan percakapan melalui media (conversation by media). Percakapan basa-basi dalamgedung terdapat pada berbagai macam situasi bertamu misalnya (di rumah), ceramah atau diskusi (di gedung atau di rumah ibadah), sedangkan percakapan basa-basi luar-gedung terdapat pada situasi-situasi berpapasan di halaman kampus, berdialog dengan penonton di pentas terbuka, kampanye di lapangan, dan yang lainnya. Sementara itu, terdapat pula banyak situasi tutur yang menggunakan media di antaranya melalui telepon, kontak Bagi penutur-penutur bahasa Indonesia pendengar di radio, membawa acara dan yang lebih majemuk mungkin saja kontak pemirsa di televisi, dan berkirim kenyataan yang digambarkan Hymes itu kabar melalui surat telex, atau telegram.

Hasanudin, S.Pd

8

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

Genre seringkali bertepatan sama telepon tetapi tidak untuk salam Hai. Lihat dengan peristiwa tutur (speech events); wacana di bawah ini menjadi tidak utuh. perbedaannya, genre secara analitis berdiri Konteks: Telepon Berdering sendiri, sedangkan peristiwa tutur tidak. Karena itu, ia bisa muncul dalam atau A : Halo? sebagai peristiwa yang berbeda. B : Hai. Untuk memperjelas mengenai genre A : Bisa bicara dengan Pak Amir, Bu? ini di sini diambil sedikit contoh antara percakapan basa-basi melalui media Salam Hai tidak dapat pakai dalam (telepon) dan percakapan basa-basi luargedung. Basa-basi yang biasa ada dalam percakapan kecuali penutur (B) benar-benar percakapan telepon bisa berada dalam mengenali suara (A). Namun, percakapan percakapan luar gedung, dan begitu itu pada dasarnya dapat digunakan dalam sebaliknya, sebagaimana secara ringkas percakapan non-telepon seperti (b). terlihat pada dua buah wacana berikut. Jumlah piranti konteks yang dibutuhkan untuk menafsirkan sebuah Genre: ujaran bergantung pada ketepatan maksud Percakapan Melalui Media yang diinginkan oleh penutur. Tafsiran (Telepon) yang kualitatif lebih menentukan daripada tafsiran yang berdasarkan perhitungan (a) Murni : Halo? jumlah piranti konteks itu secara kuantitatif. Ibu Kos : Ya. Ada ujaran yang sudah dapat dipahami Murni : Bisa bicara dengan, dengan ujaran lingual itu sendiri, dan ada Mas Arifin, Bu. pula yang tidak. Karena banyaknya piranti Ibu Kos : Sebentar, ya. konteks yang mempengaruhi terjadinya ujaran, maka konteks pun menjadi relatif Genre : sifatnya. Konteks tidak dapat dipastikan Percakapan Luar-Gedung jumlahnya untuk setiap kebutuhan akan pemahaman tuturan. Keberanekaan konteks (b) Andi : Halo. bergantung pada kelejasan (transparency) Dewi : Hai, Apa kabar? maksud itu sendiri. Semakin mudah suatu Andi : Baik. Kamu? maksud ditafsirkan semakin sederhana dan sedikit konteks yang dibutuhkan untuk Dewi : Ya, begini. Biasapenafsiran itu. biasa aja. Eh, Tau nggak di.... Berdasarkan konteks-konteks basa-basi Percakapan telepon yang terjadi pada (a) memakai bentuk basa-basi Halo sebagai salam ternyata dapat pula muncul pada percakapan luar-gedung (b) misalnya, pada percakapan yang lebih spesifik ketika berpapasan di kampus atau ditempat lain. Dengan demikian sebagian percakapan yang ada pada genre (a) dapat terjadi dalam genre lain, dalam hal ini (b). Ungkapan perhatian Apa kabar? dapat dibicarakan di

Hasanudin, S.Pd

yang telah dijelaskan di muka maka dapat ditarik dasar-dasar kajian basa-basi dalam modus maksud yang kontekstual, yaitu: (1). Interpretasi maksud sebuah ujaran basa-basi tidak dilekatkan pada masingmasing kata (leksikon) melainkan tersemat pada keutuhan tuturan. Artinya bahwa basa-basi yang sebagai tuturan memiliki konteks yang tuturan pula (dalam-tuturan). (2). Maksud sebuah ujaran basa-basi tidak dapat dipahami secara dualis antara wujud bentuk dengan maknanya, akan tetapi harus

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

9

ditafsirkan secara trialis yaitu melibatkan dalam memilih dan menggunakan bahasa komponen konteks luar-tuturan di samping tersebut. Seseorang harus mengakui ketidakmampuannya dalam berbahasa, wujud bentuk dan makna4. kedudukannya sebagai anggota keluarga, Kedelapan unsur yang oleh Del Hymes anggota kelompok, anggota masyarakat, diakronimkan menjadi SPEAKING itu, juga terhadap perjanjian sosial dan situasi dalam formulasi lain bisa dikatakan lingkungannya. Selain itu, yang membatasi dalam berkomunikasi lewat bahasa harus kebebasan pemakai bahasa, khususnya diperhatikan faktor-faktor siapa lawan atau kesadaran dan kesetiaannya menimbulkan mitra bicara kita, tentang atau topiknya tanggung jawab untuk memelihara bahasa apa, situasinya bagaimana, tujuannya tertentu, baik bahasa asing, bahasa nasional apa, jalurnya apa (lisan atau tulisan), dan maupun bahasa daerah. ragam bahasa yang digunakan yang mana. Berdasarkan pendapat para ahli bahasa Sebagai contoh dari hal yang di atas, ketika seperti Gumpers dan Hymes, dapat diketahui kita menjadi mahasiswa tahun pertama kita akan menyesuaikan pembicaraan dengan bahwa perilaku berbahasa berhubungan teman sekelas yang baru dikenal, dengan erat dengan dinamisnya masyarakat bahasa teman mahasiswa lain yang telah lama dalam berbagai kegiatan dan kelompok. dikenal, dengan dosen linguistik yang Pemakaian bahasa juga selaras dengan latar mungkin juga baru dikenal dan dengan budaya masyarakat itu sendiri. Pemilihan adik kita atau kakak kita di rumah yang atau penggunaan bahasa terjadi dalam domain berbagai perilaku berbahasa. Ada sudah lama dikenal5. 9 domain atau wilayah sosial pemakaian bahasa yaitu keluarga, kelompok bermain, Perilaku Berbahasa Arab di jalan, sekolah, tempat ibadah, sastra, Perilaku berbahasa merupakan sikap media, militer,7 pengadilan, dan administrasi mental seseorang dalam memilih dan pemerintahan . menggunakan bahasa dalam berbagai Ada masyarakat yang memakai situasi. Perilaku berbahasa berhubungan lebih dari satu bahasa; masing-masing erat dengan dinamisnya masyarakat bahasa berkaitan dengan bidang-bidang tertentu. dalam berbagai kegiatan dan kelompok. Dalam banyak hal ada istilah-istilah Menurut Kridalaksana, sikap bahasa untuk mendeskripsikan berbagai tataran adalah posisi mental atau perasaan terhadap pemakaian bahasa. Bahasa resmi (Official Language) adalah bahasa yang dipakai bahasa sendiri atau bahasa orang lain6. dalam bidang-bidang resmi di kenegaraan. Pada dasarnya seseorang bebas memilih Biasanya undang-undang menentukan bahasa dan bebas pula menggunakan bahasa resmi di setiap negara. Bahasa bahasa itu. Kebebasan ini merupakan resmi itu bisa bahasa nasional sebagaimana bagian tertentu dari hak asasi manusia. halnya di banyak negara di dunia. Bisa juga Meskipun seseorang bebas memilih dan bahasa resmi itu adalah kepanjangan bahasa menggunakan bahasa, tetapi ternyata resmi pada masa kolonialisme. Keadaan ini banyak faktor yang membatasi seseorang banyak di banyak negara baru di Afrika 4 Sailal Arimi, Etnografi Berbicara Fatis dan Asia. Bahasa resmi di Murtania adalah Dan Ideasional, http://elisa1.ugm.ac.id/files/Arimi- bahasa Perancis, padahal bahasa Perancis Sailal/SFF1Cjyt/Materi%20Kuliah%20Ke3.doc, itu bukanlah bahasa penduduk Murtania diakses 3 Desember 2011 5 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) h. 64-65 6 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011) h. 221

7 Nida Mufidah, Perilaku Berbahasa Santri Ponpes Darul Hijrah Cindai Alus Kabupaten Banjar, http://idb2.wikispaces.com/file/view/ lr2012.pdf, di akses 10 Desember 2011

Hasanudin, S.Pd

10

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

Di samping itu, ada bahasa-bahasa yang masing-masing disebut bahasa kelompok (Group Language). Pemakaiannya terbatas pada kelompok peradaban atau etnis di dalam negara itu. Bahasa Mahria di daerah Yaman Selatan dan di kalangan kaum imigran dan antara mereka ke Kuwait adalah bahasa etnis (Ethnic Language). Demikian pula halnya dengan bahasa Nobia di Mesir, bahasa Kurdi di Irak, dan bahasa Barbar di Maroko. Dalam banyak hal, pengetahuan tentang bahasa masyarakat kota atau Bahasa yang dipakai di bidang bahasa etnis dinggap sebagai kriteria untuk nisbat seseorang kepada etnis pendidikan dan kebudayaan serta teknik menjelaskan 8 ini . disebut bahasa pendidikan/pengantar (Educational Language) atau bahasa Bahasa Arab baku adalah bahasa budaya (Cultural Language) atau bahasa Quraisy yang digunakan Al-Qur’an teknik (Technical Language). Bahasa resmi dan nabi Muhammad Saw. Bahasa ini ini sering merupakan bahasa komunikasi di selanjutnya disebut sebagai bahasa Arab bidang-bidang ini. Akan tetapi sejumlah fusha. Hari ini bahasa Arab fusha adalah besar masyarakat bahasa di dunia modern ragam bahasa yang ditemukan di dalam berkomunikasi di bidang-bidang teknik Al-Qur’an, hadis Nabi dan warisan dengan bahasa resmi yang telah ditetapkan tradisi arab. Bahasa fusha hari ini oleh undang-undang. Pengajaran ilmu digunakan dalam kesempatankesempatan penge-tahuan, arsitektur, dan kedokteran resmi dan untuk kepentingan kodifikasi di banyak negara Arab berlangsung dengan karya-karya puisi, prosa dan penulisan bahasa Inggris atau bahasa Perancis pemikiran intelektual secara umum. padahal undang-undang negara-negara ini Sedangkan bahasa amiyah adalah ragam menetapkan bahwa bahasa resmi adalah bahasa yang digunakan untuk urusanbahasa Arab. urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah Dan ada banyak bahasa yang dipakai ini, menurut kalangan linguis modern, dalam bidang-bidang khusus tanpa bahasa dikenal dengan sejumlah nama, semisal; nasional atau bahasa resmi atau bahasa al-lughat ‘alâmiyah, al-syakl al-lughawi pendidikan (pengantar). Bahasa agama al-dârij, al-lahjat al-sya’i’ah, al-lughat (Religious Language) atau bahasa syiar almahkiyah, al-lahjat al-Arabiyah alkeagamaan (Liturgical Language) adalah amiyah, al-lahjat al-dârijah, al-lahjat bahasa Arab di segala penjuru dunia al-’âmiyah, al-Arabiyah al-’âmiyah, alIslam. Bahasa Latin adalah bahasa upacara lughat al-dârijah, al-kal’âm al-d’ârij, alkeagamaan menurut orang Katolik. kalâm al-’âmi, dan lughat al-sya’b. karena mereka adalah bangsa Arab dan Barbar. Di sejumlah negara Afrika bahasa Inggris masih menjadi bahasa resmi. Dan ada negara-negara yang mengakui keanekaragaman bahasa resmi karena kondisi historis. Bahasa Perancis dan bahasa Valmanakia merupakan bahasa resmi di Belgia; bahasa Inggris dan bahasa Afrika merupakan bahasa resmi di Kanada; dan bahasa Jerman, Perancis, dan bahasa Italia merupakan bahasa resmi di Saussure.

Bahasa Ibrani adalah bahasa agama di kalangan orang-orang Yahudi. Terbatasnya pemakaian salah satu bahasa pada bidang agama membawa ke perhatian para pemuka agama – pada pertama kalinya – terhadap bahasa ini agar mereka membaca kitabkitab yang disusun dengan bahasa itu dan dengannya mereka dapat menyusun bukubuku keagamaan yang mereka inginkan.

Hasanudin, S.Pd

Di zaman pra-islam, masyarakat Arab mengenal stratifikasi kefasihan bahasa. Kabilah yang dianggap paling fasih di banding yang lain adalah Quraisy yang 8 Linguistik Arab, http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/19 5506241980101-WAGINO_HAMID_HAMDANI/03__LINGUISTIK_ARAB.pdf, di akses 10 Desember 2011

Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab

dikenal sebagai surat al-Arab (pusatnya masyarakat Arab). Kefasihan bahasa Quraisy ini terutama ditunjang oleh tempat tinggal mereka yang secara geografis berjauhan dengan negara-negara bangsa non-Arab dari segala penjuru. Di bawah kefasihan Quraisy adalah bahasa kabilah Tsaqif Hudzail, Khuza’ah, Bani Kinanah, Ghathfan, bani Asad dan Bani Tamim, menyusul kemudian kabilah Rabi’ah, lakhm, Judzam, Ghassan, Iyadh, Qadha’ah, dan Arab Yaman, yang bertetangga dekat dengan Persia, Romawi dan Habasyah. Kefasihan berbahasa itu terus terpelihara hingga meluasnya ekspansi Islam ke luar jazirah dan masyarakat Arab mulai berinteraksi dengan masyarakat bangsa lain. Dalam proses interaksi dan berbagai transaksi sosial lainnya itu terjadi kesalingpengaruhan antarbahasa. Masyarakat `ajam belajar berbahasa Arab, dan masyarakatArab mulai mengenal bahasa mereka. Intensitas interaksi tersebut lambat laun mulai berimbas pada penggunaan bahasa Arab yang mulai bercampur dengan beberapa kosakata asing, baik dengan atau tanpa proses pengaraban (ta’rîb). Pertukaran pengetahuan antarmereka juga berpengaruh pada pertambahan khazanah bahasa Arab khususnya menyangkut halhal yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat Arab ketika hidup terisolasi dari bangsa lain. Masyarakat non-Arab juga kerap melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab. Fenomena ini kemudian makin meluas melalui transaksitransaksi sosial, misalnya dalam aktivitas ekonomi di pasar-pasar terutama sejak abad ke-5 H. Ragam Bahasa Arab yang digunakan, terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri dan meneguhkan identitasnya. “Bahasa pasaran” itu telah menjadi medium komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Berbeda dengan ragam bahasa Arab fusha yang sarat

11

muatan teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa “pasar” ini begitu ringan mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai. Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa amiyah, bahkan ia disebut sebagai bahasa amiyah yang pertama. Berbeda dengan dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal, bahasa amiyah dianggap sebagai suatu bentuk perluasan bahasa yang tidak alami. Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang “menyalahi” kaidah-kaidah orisinil bahasa fusha. Dengan kata lain, bahasa amiyah adalah “bahasa dalam penyimpangan” (lughat fî al-lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam (sebuah) bahasa (lahn fî al-Lughat). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah-kaidah dan ciri-cirinya sendiri. Bahasa amiyah di negeri-negeri (taklukan) Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa Arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku (fusha) sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah. Selanjutnya bahasa amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir dan Sawad. Di beberapa tempat itu, bahasa Arab fusha sudah menerima kosa kata serapan dari Persia. Romawi, Qibtiyah dan Nabthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampuradukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan, tanpa melakukan pemilahan. Di antara kosakata

Hasanudin, S.Pd

12

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 2, Desember 2013

serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda (asma), sedangkan katakata ajektiva sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding jenis kata yang lain.9

Kesimpulan Dengan adanya fenomena keragaman dalam bahasa baik ragam bahasa berdasarkan media (lisan dan tulis), ragam bahasa berdasarkan waktu, maupun ragam bahasa berdasarkan pesan komunikasi; ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa pidato; ragam bahasa pidato ilmiah (presentasi ilmiah), ragam bahasa pidato resmi, ragam bahasa tulis resmi, ragam bahasa sastra dan ragam bahasa berita, maka menurut hemat penulis teori yang di lontarkan oleh Hymes berupa ”Dell Hymes Model of Speaking” (Setting dan Scene, Participants, Ends, Act sequence, Key, Instrumentalities, Norms dan Genre) setidaknya dapat menjawab permasalahan ini. Maka pembicara harus memperhatikan betul kedelapan unsur di atas.

bahasa tersebut. Seseorang harus dapat menyesuaikan perilaku berbahasanya dengan kedudukannya sebagai anggota keluarga, anggota kelompok, anggota masyarakat, juga terhadap perjanjian sosial dan situasi lingkungannya.

Daftar Pustaka Asrika Mayang Puti, Gaya Bahasa Literatur, http://www.lontar.ui.ac.id/ file?file=digital/123492-RB09A398gGaya%20bahasa-Literatur.pdf, di akses 2 Desember 2011 Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Hs, Widjono, Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Jakarta: Grasindo, 2011. Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011 Nida Mufidah, Linguistik Arab, http://file. upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._ BAHASA_ARAB/195506241980101WAGINO_HAMID_HAMDANI/03__ LINGUISTIK_ ARAB.pdf, di akses 10 Desember 2011

Perilaku berbahasa merupakan sikap mental seseorang dalam memilih dan Nida Mufidah, Perilaku Berbahasa menggunakan bahasa dalam berbagai Santri Ponpes Darul Hijrah Cindai situasi. Perilaku berbahasa berhubungan Alus Kabupaten Banjar, http://idb2. erat dengan dinamisnya masyarakat bahasa wikispaces.com/file/view/lr2012.pdf, di dalam berbagai kegiatan dan kelompok. akses 10 Desember 2011 Pada dasarnya seseorang bebas memilih Sailal Arimi, Etnografi Berbicara Fatis bahasa dan bebas pula menggunakan Dan Ideasional, http://elisa1.ugm.ac.id/ files/Arimi-Sailal/SFF1Cjyt/Materi%20 bahasa itu. Kebebasan ini merupakan Kuliah%20Ke3.doc, diakses 3 Desember bagian tertentu dari hak asasi manusia. 2011 Meskipun seseorang bebas memilih dan menggunakan bahasa, tetapi ternyata Tohe, Achmad, Bahasa Arab Fusha dan banyak faktor yang membatasi seseorang Amiyah serta Problematikanya, dalam memilih dan menggunakan http://sastra.um.ac.id/wp-content/ uploads/2009/10/Bahasa-Arab-Fusha9 Achmad Tohe, Bahasa Arab Fusha dan dan-Amiyah-serta-ProblematikanyaAmiyah serta Problematikanya, http://sastra. Achmad-Tohe.pdf, diakses 24 Desember um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Bahasa2011 Arab-Fusha-dan-Amiyah-serta-ProblematikanyaAchmad-Tohe.pdf, diakses 24 Desember 2011

Hasanudin, S.Pd

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

13

FAKTOR-FAKTOR SOSIAL DAN PERKEMBANGAN BAHASA ARAB ©Irfan Azis*

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract: This article discusses some of the sociocultural factors either directly or indirectly enrich Arabic better than the level of phonological, morphological, syntactic to semantic level. The greatness of the Arabic language among other abilities Arabization foreign terms Ta’rib through the process. It features more consistency is the official language or the standard that has been relatively stable. In this case, the position of the Quran and the Hadith are very important in maintaining the consistency of standard Arabic meant. Through the study who never stops against the two main sources of Islam, the Arabic language standards remain to be studied even in everyday communication more rarely used. *Penulis adalah calon kandidat Magister Pendidikan Bahasa Arab, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dapat dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected].

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ﺗﻨﺎﻗﺶ ﻫﺬﻩ اﳌﻘﺎﻟﺔ ﺑﻌﺾ اﻟﻌﻮاﻣﻞ‬ ‫اﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻴﺔ واﻟﺜﻘﺎﻓﻴﺔ ﺳﻮاء ﺑﺸﻜﻞ ﻣﺒﺎﺷﺮ‬ ‫أو ﻏﲑ ﻣﺒﺎﺷﺮ إﺛﺮاء اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻮى‬ ‫ ﻋﻈﻤﺔ‬.‫ اﻟﻨﺤﻮﻳﺔ و اﻟﺪﻻﻟﻴﺔ‬،‫ اﻟﺼﺮﻓﻴﺔ‬،‫اﻟﺼﻮﺗﻴﺔ‬ ‫اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﺑﲔ اﻟﺘﻌﺮﻳﺐ ﻗﺪرات أﺧﺮى ﺣﻴﺚ‬ ‫ وﻳﻀﻢ أﻛﺜﺮ‬.‫اﻟﺘﻌﺮﻳﺐ اﻷﺟﻨﺒﻴﺔ ﺧﻼل اﻟﻌﻤﻠﻴﺔ‬ ‫ وﻫﻲ اﻻﺗﺴﺎق أو ﻣﻌﺎﻳﲑ‬،‫ﻣﻦ اﻟﻠﻐﺎت اﻟﺮﲰﻴﺔ‬ ‫ ﻣﻮﻗﻒ اﻟﻘﺮآن‬،‫ ﰲ ﻫﺬﻩ اﳊﺎﻟﺔ‬.‫ﻣﺴﺘﻘﺮة ﻧﺴﺒﻴﺎ‬ ‫اﻟﻜﺮﱘ واﳊﺪﻳﺚ اﻟﺸﺮﻳﻒ ﻣﻬﻤﺔ ﺟﺪا ﰲ اﳊﻔﺎظ‬ ‫ ﻣﻦ ﺧﻼل‬.‫ﻋﻠﻰ اﺗﺴﺎق اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ اﻟﻔﺼﺤﻰ‬ ‫اﻟﺪراﺳﺔ اﻟﺬي ﱂ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺿﺪ اﺛﻨﲔ ﻣﻦ اﳌﺼﺎدر‬ ‫ ﻻ ﺗﺰال ﻣﻌﺎﻳﲑ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬،‫اﻟﺮﺋﻴﺴﻴﺔ ﻟﻺﺳﻼم‬ ‫ﻟﺪراﺳﺘﻬﺎ ﺣﱴ ﰲ اﻻﺗﺼﺎﻻت اﻟﻴﻮﻣﻴﺔ أﻛﺜﺮ‬ .‫ﻧﺎدرا ﻣﺎ ﺗﺴﺘﺨﺪم‬ Keyword: Kognitif. Pendekatan, Metode, Teknik, Stimulus, Respon.

Irfan Azis, S.Pd.I

14

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Pendahuluan Philip K. Hitti, di dalam buku best sellernya: History of The Arabs menyebutkan bahwa, bahasa Arab secara genetis termasuk dalam rumpun bahasa Semitik dan berkerabat dengan bahasa Ibrani. Di banding bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa serumpun lainnya, usia bahasa Arab lebih muda namun justru memuat keunikan bahasa asli Semit, termasuk iramanya. Karena itu, bahasa Arab merupakan kunci penting untuk mempelajari bahasa-bahasa Semit lainnya. 1 Sampai hari ini, kesimpulan para sejarawan menyebutkan bahwa bukti-bukti awal munculnya sebuah bahasa (termasuk bahasa Arab) tetap menjadi perdebatan panjang. Jika seseorang ingin mengetahui tentang hal ihwal dan segala hal yang berkaitan dengan bahasa Arab sebelum agama Kristen (Masehi) datang, seseorang tidak akan pernah dapat menemukan gambaran apapun. Karena, teks tertua yang berhasil ditemukan adalah manuskripmanuskrip setelah abad tiga Masehi. Inipun masih diperdebatkan, apakah layak menjadi dasar kemunculan bahasa Arab, karena kata-kata yang terdapat di dalam manuskrip tersebut hanyalah nama-nama orang.2

Ahmad Sayuti Ansori Nasution memperkirakan bahwa bahasa Arab yang dimaksud di atas adalah bahasa Arab standar (bahasa persatuan) seperti yang kita dengarkan sekarang ini yang telah memiliki qawâ’id dan asâlib (gaya bahasa) yang baku yang banyak dipertandingkan dalam berbagai festival sastra di zaman Jahiliyah. Hal ini berarti bahasa Arab ketika itu telah mencapai tingkat kedewasaannya. Dengan ungkapan lain bahasa Arab Jahiliyah tersebut telah ada jauh sebelum usia dewasanya, zaman di mana bahasa itu mengalami perkembangannya sehingga mereka mampu menyusun prosa dan puisi dengan tingkat keindahan yang sangat tinggi yang dapat diperlombakan. Lebih lanjut beliau menganggap kurang rasional apabila kita memulai penghitungan usia bahasa Arab dari zaman Jahiliyah. Sudah merupakan sunnah Allah, bahwa segala sesuatu lahir dalam kondisi kecil, kemudian besar dan dewasa.4

Kesimpulan tersebut, dengan demikian tidak serta merta mementahkan pendapat ‘Abbas al-‘Aqqad, yang menyebutkan bahwa bahasa Arab telah eksis di jazirah Arab sejak 3000 tahun lalu. Bahasa Arab ketika itu tidak sama persis dengan bahasa Arab yang kita kenal sekarang tetapi masih Ibrahim Anis misalnya, ia sangat mirip dengan bahasa Semitik dialek memperkirakan bahasa Arab baru ada Aramaic.5 sejak abad ke-3 M. Para orientalis yang Hal menarik terkait perkembangan menekuni kajian rumpun bahasa Semitik bahasa Arab adalah terkondisikannya juga mendukung pendapat Ibrahim Anis bahasa kabilah Quraisy menjadi bahasa tersebut.3 persatuan di antara banyak kabilah yang 1 Philip K. Hitti, History of The Arabs, tersebar di wilayah jazirah Arab tersebut. (Jakarta:PT. Serambi Ilmu semesta, 2010), cet.I, Menurut Ali Abdul Wahid Wafi, ada lima hal.9 2 Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran faktor yang membuat bahasa Quraisy Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2011), cet. IV, memiliki kedudukan yang istimewa. Di hal 13 antaranya yang cukup penting adalah 3 A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami Ragam Bahasa Arab Melalui Pendekatan Budaya”, dalam Jurnal Âfâq Ârabiyyah, Vol. 3, no.2, Desember 2008. h.108.

Irfan Azis, S.Pd.I

4 A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami…, h. 109. 5 A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami…, h. 109.

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

kemampuan bahasa Quraisy bertahan di dalam pergulatan dan pergumulannya dengan bahasa-bahasa atau dialekdialek lainnya. Sehingga kemudian bahasa quraisy mampu dikenal secara lebih luas di kalangan kabilah-kabilah lain di jazirah Arab. Ketika bangsa Arab pada masa itu memerlukan bahasa persatuan untuk berbagai kepentingan kolektif di antara mereka , -seperti alaswâq dan ayâm al ‘Arâb-maka, bahasa Quraisy yang telah dikenal lebih luas tersebut terkondisikan menjadi bahasa pemersatu bagi mereka. 6 Makalah ini mencoba membahas lebih jauh faktor-faktor social yang turut serta mempengaruhi perkembangan dan variasi bahasa Arab.

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab Dr. Ali Abdul Wahid Wafi, seorang linguis dan sosiolog dari Mesir menyebutkan setidaknya ada enam faktor yang mempengaruhi perkembangan dan variasi bahasa. Keenam faktor itu adalah, pengaruh sosiokultural, pengaruh bahasa lain, faktor susastra, faktor waktu, faktor alam, dan faktor internal bahasa.7 Sebagaimana kita ketahui bahwa bahasa bukanlah fenomena individual melainkan sebagai fenomena social yang lahir berdasarkan konvensi social. Jika seseorang keluar dari konvensi tersebut maka ia tak dapat diterima di dalam kelompok socialnya. Bahasa merupakan cermin bagi seluruh fenomena social yang ada pada masyarakat penggunanya. 6 Ali Abdul Wahid Wafi, Fiqh al-Lughah wa al-Mujtama’, (Kairo: Dar an-Nahdhah, tth), Hal.116-117 7 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Lughah wa alMujtama’, (Kairo: Dar an-Nahdhah, tth), Hal.10

15

Oleh karena itu bahasa akan turut berkembang bersama berkembangnya kondisi sosial masyarakat, baik terkait kemajuan kebudayaan, ekonomi, tatanan sosial, keyakinan dan tradisi, orientasi pemikiran dan sebagainya. Tidak salah kalau bahasa disebut sebagai arsip atau rekaman yang sah bagi perjalanan sebuah bangsa.8 Bahasa sebagai fenomena social tentunya memiliki system dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Sistem dan subsistem inilah yang disebut sebagai langue dalam klasifikasi Ferdinand De Saussure, yang dibedakan dengan Parole yaitu wujud bahasa yang kongkret. Parole setiap individu berbeda dengan individu lain meskipun masih dalam satu masyarakat tutur. Akibatnya bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi sejalan dengan ketidakseragaman setiap individu penuturnya dan ketidakseragam interaksi social di antara mereka. Keragaman tersebut akan semakin bertambah kalau sebuah bahasa digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Contohnya antara lain bahasa Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara sampai ke perbatasan Iran (dan juga sebagai bahasa agama Islam dikenal hamper di seluruh dunia).9 Berdasarkan aspek sosiokultural, variasi bahasa melahirkan (a) dialek sosial, (b) idiolek, (c) diglosia, (d) jargon, (e) bahasa slang, dan (f) alih kode atau campur kode.10 8 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Lughah wa alMujtama’,…. Hal.10 9 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke 2, Hal. 60 10 Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2003) cet. II, hal. 9

Irfan Azis, S.Pd.I

16

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Bagaimana dengan bahasa Arab?

Ungkapan-ungkapan bernada pengagungan banyak dijumpai di Negara yang Berikut ini akan dipaparkan beberapa masih menganut system kerajaan, seperti variasi dalam bahasa Arab, yang disebabkan oleh beragam dan berkembangnya kondisi kata, “‫ ﺳﻌﺎدة‬،‫ ﻓﺨﺎﻣﺔ‬،‫ ﺟﻼﻟﺔ‬،‫”ﻣﻌﺎﱄ‬, yang sosiokultural masyarakat penuturnya, yang berarti terhormat. Sementara di Negara meliputi system social, system politik, yang menganut system demokrasi hanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, cukup menggunakan kata “‫ ﺳﻴﺪ‬atau‫ﺳﻴﺎدة‬ kedatangan Islam, dan munculnya dialek ” dengan arti tuan. Ketika menghadap areal. presiden sekalipun cukup menggunakan 1. Sistem sosial kata ‫ اﻟﺴﻴﺪ اﻟﺮﺋﻴﺲ‬atau ‫ ﺳﻴﺎدة اﻟﺮﺋﻴﺲ‬yang berarti tuan presiden.14 Pada masyarakat yang menganut faham

patriarchat, ungkapan-ungkapan untuk Perbedaan system politik tersebut menyebutkan hubungan kekeluargaan berpengaruh terhadap bahasa Arab sangat berbeda antara laki-laki dengan yang digunakan penuturnya sampai ke perempuan, seperti ungkapan; untuk adik wilayah tata bahasa. Sehingga dengan ayah/ paman (‫)ﻋﻢ‬, untuk adik Ayah yang maksud mengagungkan lawan bicaranya penggunaan dhomir jama’ diangggap lebih perempuan (‫)ﻋﻤﺔ‬, untuk adik ibu/ paman etis daripada tetap menggunakan dhamir (‫)ﺧﺎل‬, dan untuk adik ibu yang perempuan mufrad. disapa dengan sebutan (‫)ﺧﺎﻟﺔ‬.11 Berikut ini beberapa contoh ungkapan Sementara pada masyarakat yang penghormatan tersebut: menganut faham parental, ungkapan– ... ‫أرﺟﻮ أن ﺗﺘﻔﻀﻠﻮا‬ ungkapan untuk laki-laki tidak terlalu berbeda dari ungkapan untuk nama-nama ... ‫أﺣﻴﻂ ﺑﻜﻢ ﻋﻠﻤﺎ‬ perempuan. Ungkapan untuk laki-laki bisa digunakan untuk perempuan dan ... ‫ﻓﻀﻴﻠﺘﻜﻢ‬ sebaliknya. Kata (‫ )ﻋﻢ‬dan (‫ )ﻋﻤﺔ‬sama ... ‫أرﺟﻮ ﻣﻦ ﺳﻌﺎدﺗﻜﻢ‬ dengan (‫ )ﺧﺎل‬dan (‫)ﺧﺎﻟﺔ‬.12 2. Sistem politik Perbedaan sistem politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat akan menimbulkan variasi perubahan bahasa dan cara berbahasa. Masyarakat yang berada di Negara yang menganut sistem kesetaraan (demokrasi) akan berbeda bahasa Arabnya jika dibandingkan dengan bahasa Arab mereka yang berada di Negara yang masih menganut system kerajaan.13 11 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Lughah wa almujtama’, hal 13 12 A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami…, h. 118. 13 A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami…, h. 115.

Irfan Azis, S.Pd.I

Ungkapan-ungkapan di atas berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Arab yang digunakan oleh masyarakat yang sudah menganut faham kesetaraan. Mereka tidak perlu mengganti dhamir mufrad dengan dhamir jama’ dengan alasan penghormatan. Seperti dalam contoh berikut:

...‫أرﺟﻮ أن ﺗﺘﻔﻀﻞ‬ ...‫أﺣﻴﻂ ﺑﻚ ﻋﻠﻤﺎ‬ ...‫ﻓﻀﻴﻠﺘﻚ‬ ...‫أرﺟﻮ ﻣﻨﻚ‬ 14 A. Sayuti “Memahami…, h. 115.

Anshari

Nasution,

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

Bangsa Arab Jahiliyah pra Islam banyak menganut kesetaraan di antara individunya sehingga mereka menggunakan dhamir mufrad terhadap lawan bicaranya. Belum tampak pada bahasa mereka fenomena pengagungan terhadap lawan bicara. Setelah pergumulan bangsa tersebut dengan berbagai bangsa lain termasuk pergaulannya dengan Islam sebagai agama baru yang seringkali mengagungkan Allah Swt, dengan dhamir jama’, lambat laut bangsa Arab terpengaruh untuk mempergunakan ungkapan-ungkapan 15 pengagungan tersebut.

17

begitu saja menggunakan kosakata asing, melainkan mencari ungkapan atau istilah dalam bahasa Arab yang sanggup menampung muatan makna kosakata asing dimaksud. Berikut ini salah satu contohnya: ‫اﻟﻘﻄﺎر‬, kata tersebut pada mulanya digunakan untuk menyebut sekelompok unta yang berjalan teratur secara konvoi dalam sebuah perjalanan. Kemudian dipergunakan untuk menyebut istilah asing yang baru dikenal oleh bahasa Arab yaitu kereta api.

Demikian juga dengan kata ‫اﻟﱪﻳﺪ‬ yang sekarang dipakai untuk menyebut segala hal berkaitan dengan pos. kata ini 3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan dahulu dipergunakan untuk menyebut teknologi seekor binatang yang dapat diberi tugas Sudah menjadi pemandangan umum mengirimkan surat. bahwa antara bahasa dan budaya terjalin Hal yang cukup ironis bagi bangsa hubungan yang sangat erat. Apapun yang menjadi produk kebudayaan sekelompok Arab terkait kemajuan teknologi di masyarakat pasti akan terdokumentasikan dunia barat adalah ketika mereka harus dalam bahasanya. Sebab, tidak mungkin mengimpor kembali kata Arab yang tercipta sebuah produk kebudayaan, baik dahulu pernah diekspor oleh bangsa lain. yang fisik maupun non fisik, tanpa tercipta Fenomena ini disebut “‫”اﻋﺎدة اﺳﺘﲑاد اﻷﻟﻔﺎظ‬ nama baginya. atau “‫”ﺳﻴﺎﺣﺔ اﻷﻟﻔﺎظ‬. Contohnya adalah Kemajuan teknologi yang terjadi di kata bahasa “cable” dalam bahasa dunia dewasa ini turut serta memperkaya Inggris, yang asalnya adalah ‫ اﳊﺒﻞ‬bahasa kosakata bahasa di seluruh dunia. Arab yang diekspor ke Inggris, namun Kenyataan ini bisa kita saksikan dengan karena kemajuan teknologi kata cable itu membandingkan antara bahasa Arab di kembali diimpor dan digunakan secara Saudi Arabia sebelum dengan sesudah meluas di Negara Arab menggantikan ditemukannya kilang minyak. Kamus klasik kata yang merupakan kata aslinya yang telah ada sebelum masa ditemukannya sehingga mempunyai derivasi layaknya kilang minyak tentu saja tidak menampung lafal Arab lainnya.16 mufradat baru dari luar bahasa Arab terkait fenomena kemajuan teknologi tersebut. 4. Kedatangan Islam Keistimewaan bahasa Arab adalah Kedatangan Islam di dunia Arab kemampuannya mengarabkan istilahistilah non Arab atau yang dikenal mewariskan dua hal penting bagi dengan istilah ta’rib. Fenomena ta’rib perkembangan bahasa Arab: al-Qur’an dan ini, memmbuat bangsa Arab tidak latah al-Hadits yang menggunakan bahasa Arab standar. Dua hal ini telah berpengaruh besar 15 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Lughah wa alMujtama’, (Kairo: Dar an-Nahdhah, tth), Hal.15

16 A. Sayuti “Memahami…, h. 114.

Anshari

Nasution,

Irfan Azis, S.Pd.I

18

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

dalam menyatukan bahasa Arab.17 Bahasa Arab menjadi kokoh, karena berfungsi sebagai bahasa agama yang tertuang seperti dalam pelaksananaan salat, doa-doa dan lainnya. Bahasa Arab standar yang dipergunakan Al-Quran, dengan demikian terdokumentasikan dengan baik, terutama setelah Al-Quran dikodifikasikan secara sempurna pada zaman Usman. Kedatangan Islam berandil besar dalam mempertahankan penggunaaan bahasa Arab fusha hingga kita kenal sampai hari ini. Islam juga telah memicu kemajuan kesusastraan dan bahasa Arab. Kemajuan Islam membawa perubahan pada bahasa Arab yang sebelumnya banyak dipengaruhi suku baduwi yang primitive. Banyak istilah-istilah Islam yang kemudian mempengaruhi ungkapan bahasa mereka. Misalnya: alqubul, addubur, qârib annisâ, lamisa imra’atahu, qadha hajatahu… dll.18 Demikian halnya dalam masalah syair, tema-tema Islam mulai menjadi perhatian mereka. Kedatangan Islam juga ikut membentuk perubahan makna ungkapan-ungkapan yang telah ada sebelumnya. Di antaranya terdapat beberapa kata yang mengalami penyempitan makna. Misalnya sebagai berikut: No.

1

2

Kata

Makna Pra Islam

‫اﳊﺞ‬

Mengarah atau menuju sesuatu

Mengarah atau menuju ke baitul haram untuk melakukan ibadah Haji di bulan Zul Hijjah

Doa

Ibadah dengan syarat rukun tertentu yang didalamnya mengandung beberapa doa

‫اﻟﺼﻼة‬

Makna Pasca Islam

17 Abdul Mun’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab Dan Bahasa Indonesia, (Jakarta:pustaka al husna baru, 2004) hal.19 18 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Lughah wa alMujtama’…, hal.18

Irfan Azis, S.Pd.I

Meskipun demikian, bukan berarti Islam telah menjadi satu-satunya agama di dunia Arab. Di sana terdapat banyak penganut agam lain di luar Islam seperti: Kristen, Katolik ortodok dan Yahudi. Tentu saja di kalangan penganut agama non Islam tersebut tidak begitu saja menerima dan mengamalkan istilah-istilah Islam dalam pergaulan sehari-hari. Ungkapan-ungkapan khas Islam seperti salam, istighfar, basmalah, hamdalah, dan seterusnya barangkali tidak mereka pergunakan meskipun mereka mengerti maksudnya. 5. Dialek social dan dialek lokal Menurut ‘Ali Abdul Wâhid Wâfî,19 bahasa dialog dalam satu Negara atau daerah terpecah menjadi dialek-dialek yang berbeda sesuai dengan perbedaan strata social mereka. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian kita mendengar dialek golongan aristokrat, tentara, pelaut, tukang bangunan, pedagang, dan lain-lain. Inilah yang disebut dialek sosial. Di dalam dialek social (sosiolek) ini terdapat akrolek yakni ragam social yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari pada ragam sosial lain, basilek yakni ragam social yang dianggap lebih rendah, vulgar yakni dialek milik kaum yang kurang terpelajar, slang yakni ragam dialek yang bersifat khusus dan rahasia, kolokial yakni ragam dialek yang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, jargon yakni ragam social yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok tertentu, argot yakni ragam sosial yang dipergunakan secara terbatas oleh sekelompok profesi tertentu yang sifatnya rahasia, serta ken yakni ragam bahasa yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek, dan penuh dengan kepura-puraan.20 19 Ali Abdul Wahid Wafi, ‘Ilmu al-Lughah wa al-Mujtama’, (Kairo: Maktabah Nahdhah, tth), Hal.173 20 Mesrianti, Diglosia Dalam Bahasa Arab Perspektif Sosial Budaya, (Jakarta: Tesis PPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), hal 147

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

Ragam sosiolek ini juga terdapat di dalam bahasa Arab. Sebagai contoh antara lain adanya perbedaan bahasa laki-laki Arab dengan perempuan Arab. Menurut Shabrî Ibrahim al-Sayyid, terdapat perbedaan bahasa kaum perempuan baik dari bentuk suara, pilihan kata, bentuk kalimat, dan juga makna. Dari segi suara, ٢١ perempuan Arab pada umumnya berbicara dengan bentuk suara yang halus dan lembut (muraqqaqah), misalnya melafalkan qaf dengn kaf [‫ ]اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ‬diucapkan dengan ‫اﻟﻜﻴﺎﻣﺔ‬, tha demngan ta [‫ ]اﻟﻄﻠﺐ‬diucapakan dengan ‫اﻟﺘﻠﺐ‬, dhadh dengan dal [‫ ]ﻓﺮض‬diucapkan dengan ‫ﻓﺮد‬, shad dengan sin [‫]اﻟﺼﻠﺐ‬ diucapkan dengan ‫ اﻟﺴﻠﺐ‬dan sebagainya. Dalam perkembangannya, bahasa Arab memang diwarnai berbagai dialek baik yang bersifat sosial maupun areal kedaerahan. Jika dialek sosial dipengaruhi oleh tingkat atau strata sosial yang berlaku di dalam masyarakat penuturnya, maka dialek areal kedaerahan adalah ragam atau variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Maka, dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi.22

19

Sedangkan bahasa Arab Utara terbagi menjadi bahasa Arab Ba’idah dan bahasa Arab Baqiyah. Bahasa Arab Ba’idah adalah bahasa Arab yang telah punah dan hanya dikenali melalui penemuan ukiran atau prasasti saja. Seperti yang telah ditemukan di beberapa daerah bagian utara dan selatan Hijaz, yakni di antara Hajar dan Taima juga di daerah Saba’.24 Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa Arab yang dapat kita kenal melalui prosa dan puisi Jahili, al-Qur’an dan Hadits. Adapun dialek (areal) dalam bahasa Arab terdapat perbedaan dalam pengklasifikasiannya. Misalnya, Beijing Expert Translation mengklasifikasi bahasa Arab menjadi delapan dialek utama, yakni: 1. Dialek Mesir (digunakan di Mesir) 2. Dialek Aljazair (digunakan di Aljazair) 3. Dialek Maroko (digunakan di Maroko) 4. Dialek Sudan (digunakan di Sudan) 5. Dialek Saudi (digunakan di Saudi) 6. Dialek Levantine Utara (digunakan di Sudan)

7. Dialek Mesopotamia (digunakan di Irak, Iran dan Syiria) Bahasa Arab berasal dari nenek moyangnya yang di dalam penelitian 8. Dialek Najd (digunakan di Saudi sejarah disebut berasal dari dua kelompok Arabia, Irak, Yordania, dan suriah)25 utama yakni bahasa Arab Selatan dan bahasa Klasifikasi lain diberikan oleh Arab Utara. Bahasa Arab selatan adalah bahasa Qahthan dan beberapa dialeknya Versteegh yang membagi dialek utama yang terkenal, antara lain Sabaiyat dengan bahasa Arab menjadi empat, yaitu: ibukotanya bernama Ma’arib, dialek 1. Dialek semenanjung Arab Mu’ayyiniyah yang berada di wilayah selatan Yaman, dan dialek Hadhramiyah 2. Dialek Wilayah yang dahulu termasuk wilayah Babilonia milik penduduk Hadhramaut.23 21 Sabri Ibrahim al-Sayyid, Ilmu Al-Lughah Al-Ijtima’ Mafhumuha Wa Qadayahu, (Iskandariah: Dar al-Ma’rifah al-Jami’iyyah, tth), hal. 221-222 22 Abdul Chaer dan Leondiie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke 2, Hal. 63. 23 Subhi Salih, Dirasah fi Fiqh al-Lughah, hal.52

3. Dialek Suriah-Mesir 4. Dialek Maroko 24 ‘Amir Sayyid al-Samira’I, Ara fi alArabiyah, (Baghdad: Mathba’ah al-Irshad, 1962), hal.41. 25 Mesrianti, Diglosia Dalam Bahasa…, hal 146

Irfan Azis, S.Pd.I

20

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Kemudian dikenal pula istilah kronolek atau dialek temporal, yaitu ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat pada masa tertentu. Terkait hal ini, dialek bahasa Arab dapat diklasifikasi menjadi tiga dialek temporal, yakni bahasa Arab pra islam, bahasa Arab masa permulaan Islam, dan bahasa Arab Modern.26

seperti pasar Ukadz, Mijannah, Zul Majaz, Khoibar, dll), mereka mulai butuh terhadap alat komunikasi yang dapat difahami oleh seluruh kabilah. Masing-masing kabilah mengurangi unsure fanatisme berbahasanya. Kemudian, mereka berbahasa dengan bahasa yang lebih mudah dikenali, dikuti, dan difahami oleh semua pihak (kabilah). Bahasa Quraiyslah yang kemudian menjadi pilihan mereka. Dengan menggunakan bahasa Quraiys, mereka berkompetisi bersyair dan berpidato di pasar-pasar. Tujuh syair terbaik konon Perkembangan Bahasa Arab ditulis dengan tinta emas dan digantungkan 1. Bahasa Arab Sebelum Islam di ka’bah, maka kemudian terkenal istilah Secara singkat, situasi social al-mu’allaqat28. masyarakat Jahiliyah di semenanjung Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa Arabia sebelum Islam datang dapat digambarkaan bahwa mereka terdiri dari festifal al-Aswaq berperan penting dalam kelompok-kelompok kecil, yaitu kabilah- proses pembentukan dan pengembangan kabilah yang terpisah jarak antara satu bahasa dan sastra Arab pada masa kabilah dengan kabilah lainnya. Di antara itu. Dalam perkembangannya bahasa mereka tidak ada ikatan persatuan yang dalam festifal tersebut menjadi bahasa kokoh. Bahkan, setiap etnis/kabilah hidup buku (standar) yang dipergunakan oleh terisolir dari masyarakat lainnya. Mereka para penyair, orator, dan cendekiawan. beruasaha mempertahankan system dan Jadi, bahasa Arab standar awalnya dari tradisi nenek moyang mereka secara kabilah Quraisy yang kemudian menjadi fanatic, termasuk dalam berkomunikasai bahasa standar atau pemersatu di antara mereka. Singkatnya, menjadi semacam dan berbahasa.27 “Ejaan Yang disempurnakan”. Bahasa Kondisi seperti tersebut di atas, standar ini sangat dibanggakan oleh memungkinkan bermunculannya berbagai semua orang. Tetapi, tidak semua orang dialek Arab kuno. Jadi, sebelum Islam dapat memahami kandungan filosofis datang, kabilah-kabilah Arab sudah dan stilistikanya kecuali orang-orang mempunyai dialek tersendiri dengan terpelajar di antara mereka. Artinya, karakteristik yang berbeda-beda. Namun, dialek-dialek kabilah masih dipakai sejak mereka berkepentingan untuk dalam percakapan di lingkungannya lebih banyak berkomunikasi dalam ritual masing-masing, sedangkan dialek tahunan seperti musim haji (sebelum Quraisy menjadi lingua franca (al-lughat kedatangan Islam) dan berkepentingan al-musytarakah) masyarakat Arab.29 dalam penyelenggaraan al-aswaq (pusat perdagangan sekaligus forum kebudayaan 26 Mesrianti, Diglosia Dalam Bahasa…, hal

146 27 Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, …, hal 13

Irfan Azis, S.Pd.I

28 Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, …, hal 16 29 Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab…, hal.16

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

2. Bahasa Arab Standar Pada Masa Permulaan Islam Pada masa Nabi dan sahabat (khulafaurrayidin) Bahasa Arab Semakin berkembang dan meluas persebarannya seiring dengan persebaran Islam yang begitu cepat. Tercatat dalam sejarah bahwa ekspansi Islam mencapai berbagai daerah dari Asia Tengah sampai Afrika Barat.

21

Arab sebagai bahasa karang mengarang [karya tulis]. Ibn Muqaffa dan Khalil Ibn Ahmad adalah salah satu di antara beberapa penulis besar zaman tersebut. Warisan ilmiyah imam Khalil antara lain di bidang ilmu ‘arud. Istilah-istlah ath-thawil, al-basith, al-kamil, memiliki arti yang khas sebagai istilah baru ketika ia harus menentukan nama wazan-wazan syair Arab.

Kontak bahasa antara Arab dan non Bahasa Arab standar yang memiliki Arab (‘Ajam) pada masa permulaan Islam ini telah menimbulkan apa yang disebut kedudukan tinggi mulai menjadi minat lahn. Dari sinilah cikal bakal ilmu nahwu bangsa-bangsa lain yang ingin memahami ajaran Islam lebih mendalam. Perlahandan sharf mulai tumbuh.30 lahan bahasa Arab standar menjadi primadona bagi bangsa-bangsa non Arab 3. Perkembangan Bahasa Arab Pada seperti Persia, Irak, Syam, dan Mesir.33 Zaman Bani Umayyah Pada masa Khalifah Malik ibn Marwan, bahasa Arab diposisikan sebagai bahasa Negara (dawlah Umayyah), khususnya sebagai bahasa administrasi pemerintahan. Meskipun arabisasi ini bersifat politis, karena Bani Umayyah sangat “fanatik” terhadap kesukuan dan kearabannya, dampaknya cukup luas dan signifikan. Pengaruh bahasa Persia sebagai bahasa Administrasi di masa lalu (sebelum khilafah Umawiyah) menjadi tergantikan oleh bahasa Arab.31 bahasa Arab standar (fusha) menjadi trend dan dianggap menunjukan ketinggian martabat social dan kelas tersendiri di masyarakat. Sebaliknya berbicara dengan bahasa atau dialek-dialek lain dianggap sebagai sebuah kerendahan tingkat atau kelas sosialnya.32 Salah satu peran besar yang diukir oleh Bani Umayyah adalah penggunaan bahasa 30 Ali Abdul Wahid Wafi, Ilmu al-Lughah, (Kairo:maktabah Nahdhah, 1962), Cet. V, hal.63 31 Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayataullah, 2008), hal.47 32 Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab…, hal.21

4. Perkembangan Bahasa Arab Pada Zaman Bani Abbasiyah Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada pemerintahan bani Abbas. Dalam bidang pendidikan, misalnya, lembaga-lembaga pendidikan yang sudah dirintis di awal Islam dikembangkan dengan berdirinya perpustakaan dan akademi (Bait AlHikmah). Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang dapat membaca, menulis, dan berdiskusi34. Hal ini disebabkan antara lain oleh masifnya gerakan yang dikomandoi oleh penguasa untuk menerjemahkan buku-buku karya filosof Yunani, dan ilmuwan Persia dan India ke dalam bahasa Arab. Dengan berdirinya Bait Al-Hikmah ini, bahasa Arab tidak hanya sebagai bahasa politik, melainkan sebagai bahasa pendidikan dan kebudayaan. 33 Ahmad Izzan, Metodologi pembelajran bahasa Arab…., hal. 23 34 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2001), cet 12, hal.55

Irfan Azis, S.Pd.I

22

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Dengan kata lain, wacana keilmuan dalam berbagai bidang (filsafat, teologi, tasawuf, bahasa, fiqh, kedokteran, kimia, geografi, musik, matematika, dan sebagainya) diekspresikan dengan bahasa Arab.35 Posisi bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan Islam atau bahasa pendidikan dan kebudayaan pada masa keemasan Islam tersebut dipandang penting sebagai “prestasi ganda”: Islam dan [bahasa] Arab. Prestasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor politik, yaitu dengan adanya political will dari penguasa untuk mengembangkan tradisi ilmiah. Kedua, faktor ekonomi berupa kemakmuran dn kesejahteraan rakyat di bidang ekonomi, sehingga sebagian besar mereka khusyu dalam menekuni bidang keilmuan secara serius dan produktif. Ketiga, faktor keunggulan bahasa Arab itu sendiri yang memang akomodatif untuk dijadikan sebagai media reproduksi pemikiran karya-karya ilmiah para filososf dan ilmuwan Muslim.36 5. Perkembangan Bahasa Arab Sesudah Abad Lima Hijriah Sejarah panjang perang Salib (1071 M/464H-1291M/484H), akhirnya memunculkan dua kenyataan: umat Islam berhasil mempertahankan daerahnya dari kekuasaan tentara Salib, di satu sisi. Di sisi lain, kekuatan politik umat Islam terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintah pusat Abbasiyah di Baghdad. Di samping itu, bahasa Arab mulai ditinggalkan oleh beberapa dinasti. Misalnya dinasti Saljuk yang berkuasa pada abad ke lima hijriyah, 35 Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,.., hal. 49 36 Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,.., hal. 50

Irfan Azis, S.Pd.I

menjadikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi negara yang mereka pimpin.37 Sejak saat itu, orang-orang Persia (Iran) mulai mengarang dan menulis buku mereka dengan menggunakan bahasa Persia. Imam al-Ghazali, misalnya, di samping beliau menulis karya masterpiecenya dalam bahasa Arab seperti Ihya Ulumuddin, namun beliau juga menulis buku dalam bahasa Persia seperti an-Natsr al-Masbûk.38 Pada masa dinasti tersebut dibangun sebuah pusat pengembangan bahasa dan sastra Arab dengan nama Madrasah an-Nidzamiyah tujuannya agar dapat mempelajari Al-Quran dan as-Sunah. Jadi, bahasa Arab fusha mengalami pergeseran dari bahasa akademik-ilmiah menjadi bahasa yang cenderung lebih bernuansa religious. Perhatian umat Islam cenderung kepada perebutan kekuasaan di satu pihak, dan di pihak lain, sebagian mereka yang terbuai dalam bertarekat lebih mementingkan urusan ukhrawi dengan berzikir daripada mengembangkan karya ilmiah.39 jadi perhatian para bangsawan bukan untuk keperluan kehidupan social politik. Ketika dinasti mamalik di Mesir pada abad ke 7 Hijriyah, mengalami kejayaan,berimbas pula pada dunia sastra Arab terutama di Mesir dan Syiria. Namun tidak lama kemudian kembali terpuruk setelah dikuasai oleh Kesultanan Usmaniyah pada abad 9 Hijriyah atau abad 15 M (1517 M). Di bawah kesultanan Usmaniyah (Turki), bahasa Arab semakin terdesak. Lebih parah lagi setelah gagasan sekularisasi 37 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II…, hal.79 38 Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajran Bahasa Arab…, hal.32 39 Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,.., hal.52

Faktor-Faktor Sosial dan Perkembangan Bahasa Arab

23

Kemal Attaturk mulai digelindingkan. Kesimpulan Bahasa Arab tidak lagi dipakai sebagai Berdasarkan kajian terhadap beberapa bahasa pemerintahan, diganti dengan buku dan artikel serta sumber lain yang bahasa Turki.40 relevan, penulis dapat menyimpulkan bahwa setiap bahasa pasti akan dipengaruhi 6. Perkembangan Bahasa Arab oleh situasi sosial penuturnya. Demikian Zaman Baru pula dengan bahasa Arab, dalam perjalannya Masa modern ini, bahasa Arab dipengaruhi berbagai hal seperti kedatangan memiliki kedudukan tinggi dan istimewa Islam, kontak kebudayaan dengan bangsakarena selain sebagai bahasa agama dan bangsa lain, kemajuan teknologi yang bahasa ilmu pengetahuan, bahasa Arab juga menjangkau ke seluruh penjuru dunia, merupakan bahasa Internasional. Menurut semakin luas dan lamanya pengguna bahasa Arab dan sebagainya. Ghozzawi dalam bukunya yang berjudul Beberapa faktor sosiokultural di The Arabic Language terbitan tahun 1992, atas telah secara langsung maupun tidak sebagaimana dikutip Mesrianti, dalam Tesisnya yang berjudul Diglosia dalam langsung memperkaya bahasa Arab baik Bahasa Arab Perspektif Social Budaya,41 dari tingkat fonologi, morfologi, sintaksis bahwa bahasa Arab digunakan sebagai hingga tataran semantisnya. Kehebatan bahasa resmi oleh kurang lebih 20 negara bahasa Arab antara lain kemampuannya dan dituturkan oleh lebih dari 200 juta umat mengarabkan istilah-istilah asing melaui manusia. Bahasa Arab adalah bahasa kitab proses Ta’rib. Keistimewaannya lagi yaitu suci dan tuntunan umat Islam. Oleh karena konsistensi bahasa resmi atau standarnya yang relative terjaga (stabil) meski telah itu bahasa Arab sangat penting posisinya berumur puluhan abad yang silam. Dalam bagi ratusan juta muslim yang tersebar di hal ini posisi Al Quran dan Hadits sangat seluruh dunia. penting dalam menjaga konsistensi bahasa Sebagai media komunikasi Arab Standar dimaksud. Melalui kajian internasional, bahasa Arab dipergunakan yang tidak pernah berhenti terhadap dua dalam berbagai bidang: perdagangan, sumber utama umat Islam tersebut bahasa teknologi, pendidikan, dan sebagainya. Arab Standar tetap dipelajari meskipun Sebagai contoh, Harvard University, dalam komunikasi sehari-hari semakin sebuah perguruan tinggi bergengsi di dunia jarang dipakai. yang didirikan oleh tokoh Protestan, dan Georgetown university yang merupakan universitas swasta Katolik, keduanya memiliki pusat studi bahasa Arab yang DAFTAR PUSTAKA kurang lebih merupakan “Center for Abdul Wahab, Muhbib, Epistemologi dan Contemporary Arab Studies”.42 Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta: Lembaga Penelitian 40 Ahmad Izzan, Metodologi pembelajaran bahasa Arab…, hal.33-34 UIN Syarif Hidayataullah, 2008. 41 Mesrianti, Diglosia Dalam Bahasa Arab Perspektif Sosial Budaya, (Jakarta: Tesis PPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), hal 106 42 Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta:pustaka pelaja, 2003) hal 1

Arsyad, Azhar, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta:pustaka pelajar, 2003.

Irfan Azis, S.Pd.I

24

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Hitti, Philip K., History of The Arabs, Al-Sayyid, Sabri Ibrahim, Ilmu Al-Lughah Al-Ijtima’ Mafhumuha Wa Qadayahu, Jakarta:PT. Serambi Ilmu semesta, Iskandariah: Dar al-Ma’rifah alcet.I, 2010. Jami’iyyah, tth. Izzan, Ahmad, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Humaniora, Wafi, Ali Abdul Wahid, al-Lughah wa alMujtama’,(Kairo:Dar Nahdhah Misr, cet. IV , 2011. tth. Mesrianti, Diglosia Dalam Bahasa Arab Perspektif Sosial Budaya, Jakarta: Wafi, Ali Abdul Wahid, Fiqh al-Lughah ,Kairo: Maktabah Nahdhah, Cet. V , Tesis PPS UIN Syarif Hidayatullah 1962. Jakarta, 2007. Mun’in, Abdul, Analisis Kontrastif Wafi, Ali Abdul Wahid Ilmu al-Lughah, Kairo: Maktabah Nahdhah, Cet. V , Bahasa Arab Dan Bahasa Indonesia, 1962. Jakarta:Pustaka al-Husna Baru, 2004 Wibowo, Wahyu, Manajemen Bahasa, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, Nasution, Ahmad Sayuti Anshari, cet. II , 2003. “Memahami Ragam Bahasa Arab Melalui Pendekatan Budaya”, dalam Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Jurnal Âfâq Ârabiyyah, Vol. 3, no.2, Dirasah Islamiyah II, Jakarta:PT Desember 2008. RajaGrafindo Persada, cet. XII, 2001.

Irfan Azis, S.Pd.I

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

25

PENGEMBANGAN SILABUS BAHASA ARAB BERBASIS LINGKUNGAN BAHASA DAN BUDAYA ©Raswan*

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract This article aims to explain that Arabic Education Department often criticized mainly related to the lack of student proficiency in Arabic language proficiency especially listening (istima’) and speaking (kalam). This is indicated by the environment because the Arabic language and culture was created not optimal. One of the efforts that can be done in the optimization of language and cultural environment is to develop a syllabus Arabic (throughout the course) based on Arabic language and culture. Among the possible strategies in the syllabus so nuanced thick Arabic language and culture syllabus is good all the eye contextualization college universities, faculties and departments ‘ services including Arabic courses for non department of Arabic Language Education with the Arabic language and culture by way of introduction to all the syllabus must use the Arabic language, learning contexts *Penulis adalah dosen bahasa Arab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dapat dihubungi melalui email: warto_ [email protected] dan atau mpnewsraswan@yahoo. co.id

geared toward Arabic language and culture even introductory lecture must using full Arabic. So all the lecturers who teach in Arabic Education department must have competence in addition to Arabic language competence fields who teach that.

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ﰲ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻳﻜﺸﻒ اﻟﻜﺎﺗﺐ أن ﻟﻘﺴﻢ‬ ‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻛﺜﲑا ﻣﺎ اﻧﺘﻘﺪ ذا ﺻﻠﺔ أﺳﺎﺳﻴﺔ إﱃ‬ ‫ﻧﻘﺺ ﻛﻔﺎءة اﻟﻄﺎﻟﺐ ﰲ إﺗﻘﺎن اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وﺧﺎﺻﺔ‬ ‫ وﻳﺪل ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ‬.‫ﻣﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻻﺳﺘﻤﺎع واﻟﻜﻼم‬ ‫ وﻣﻦ‬.‫ﻛﻮن اﻟﺒﻴﺌﺔ اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ ﰎ إﻧﺸﺎﺋﻬﺎ ﰲ ﻏﲑ اﻷﻣﺜﻞ‬ ‫اﳉﻬﻮد اﻟﱵ ﳝﻜﻦ اﻟﻘﻴﺎم ﺑﻪ ﰲ ﲢﺴﲔ اﻟﻠﻐﺔ و‬ ‫اﻟﺒﻴﺌﺔ اﻟﺜﻘﺎﻓﻴﺔ ﻫﻮ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﻣﻨﻬﺞ ﻋﺮﰊ )ﻃﻮال ﲨﻴﻊ‬ .‫اﶈﺎﺿﺮات( ﻋﻠﻰ أﺳﺎس اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وﺛﻘﺎﻓﺘﻬﺎ‬ ‫وﻣﻦ اﻻﺳﱰاﺗﻴﺠﻴﺎت اﳌﻤﻜﻨﺔ ﰲ اﳌﻨﻬﺞ ﲝﻴﺚ دﻗﺔ‬ ‫اﳌﻨﻬﺞ ﺑﺎﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وﺛﻘﺎﻓﺘﻬﺎ ﻫﻮ ﺳﻴﺎﻗﻴﺔ ﲨﻴﻊ‬ ‫اﳌﻨﻬﺞ إﻣﺎ ﺟﺎﻣﻌﻴﺎ وإﻣﺎ ﻛﻠﻴﺔ وإﻣﺎ ﻗﺴﻤﺎ وﻳﺪﺧﻞ‬ ‫إﻟﻴﻬﺎ ﳏﺎﺿﺮة اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻸﻗﺴﺎم ﻏﲑ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬ Raswan, M.Pd, M.Pd.I

26

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

‫ﻣﻊ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وﺛﻘﺎﻓﺘﻬﺎ ﺑﻘﻴﺎم وﺿﻊ ﺗﻠﻚ اﳌﻨﺎﻫﺞ‬ ‫ وﻛﺎﻧﺖ اﶈﺎﺿﺮة ﻳﻠﺰم‬،‫ﺑﺎﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻛﻠﻐﺔ اﳌﻨﻬﺞ‬ ‫ إذا ﻋﻠﻰ ﲨﻴﻊ اﶈﺎﺿﺮﻳﻦ‬.‫اﺳﺘﺨﺪاﻣﻬﺎ ﰲ اﻟﺘﻔﺎﻋﻞ‬ ‫ﻛﻔﺎءﺗﺎن وﻫﻲ ﻛﻔﺎءة اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﲜﺎﻧﺐ ﻛﻔﺎءة اﳌﻮاد‬ .‫اﻟﱵ ﻋﻠﻤﻮﻫﺎ‬

yang mengenal dirinya setelah ia menjadi pribadi yang percaya diri karena telah mampu mencari dan menemukan ilmu pengetahuan, mampu melaksanakan tugas secara cerdas dan mampu bekerjasama, bertenggangrasa dan toleran terhadap perbedaan1.

Visi Indonesia 2010 dirumuskan oleh Kata Kunci: Kontrastif, Analisis Indonesia Forum (yayasan yang dibentuk Kesalahan, Pembelajaran, Bahasa Asing oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, ISEI, yang diketuai oleh Chairul Tanjung) Dan Bahasa Ibu. mengemukakan bahwa Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor lima pada tahun 2030, setelah China, India, Amerika Pendahuluan Serikat dan Uni Eropa pada saat perkapita Komisi internasional Unesco untuk Indonesia mencapai 18.000 dollar AS per memasuki abad -21 merekomendasikan tahun2. Sesuatu yang mustahil dan mimpi, empat pilar belajar yaitu: learning to know, namun visi ini perlu dirumuskan oleh learning to do, learning to live together bangsa Indonesia. dan learning to be. Pertama learning Kurikulum Indonesia selalu mendapat to know dimaknai sebagai suatu proses kritik dari berbagai pihak, anggapan yang pembelajaran yang membuat peserta didik memandang bahwa kurikulum pendidikan menghayati dan akhirnya dapat merasakan dasar dan menengah dianggap sentralistik serta dapat menerapkan cara memperoleh dan reduktif dalam mengembangkan pengetahuan, suatu cara yang menimbulkan pribadi manusia. Maka Kurikulum Tingkat sikap ilmiah berupa sikap ingin tahu dan Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan menimbulkan rasa mampu memecahkan jawaban yang beroreientasi meluaskan masalah secara ilmiah. Kedua, learning to partisipasi guru, pengelola sekolah, murid do, bahwa tujuan dari pendidikan adalah bahkan komite dalam hal ini orang tua siswa agar lahir genarasi muda yang bekerja secara untuk mengembangkan kompetensi dasar cerdas dengan memanfaatkan IPTEK. secara kontekstual dan mempraktikkan Selaras dengan pandangan Whitehead, konsepsi ideal mereka tentang pendidikan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah the dan pengajaran3. Kurikulum ini dianggap acquition of the art of utilizing knowledge, kurikulum mencerdaskan jika dilaksanakan yaitu penguasaan seni, menggunakan dengan penuh tanggung jawab, yang ilmu pengetahuan. ketiga, learning to live tercerdaskan bukan hanya peserta didik, together, sebagai akibat yang diakui oleh namun juga guru, pengelola sekolah dan komisi internasional untuk pendidikan 1 Forum Mangunwijaya, Kurikulum yang abad ke-21 tentang sulitnya menciptakan Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, kerukunan, toleransi dan saling pengertian Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007, Hal. 22-27. 2 Forum Mangunwijaya, Kurikulum yang dan bebas prasangka. Maka hidup bersama Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, menjadi tujuan pendidikan. dan keempat, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007, Hal. 89 learning to be, maksudnya adalah bahwa 3 Forum Mangunwijaya, Kurikulum yang tujuan pendidikan adalah menjadi manusia Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007, Hal. 37.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

bahkan masyarakat, karena masyarakat dilibatkan secara langsung dalam perencanaan dan kontrol pengembangan kurikulum dalam bentuk silabus dan RPP. Akan tetapi kendala besarnya adalah SDM Indonesia yang masih lemah menjadi penghambat dan sekolah menjadi lembaga yang hanya bisa melakukan kopi pasti atas silabus-silabus yang dibuat oleh sekolah lain disamping lemahnya pribadi sebagian guru. Perguruan Tinggi adalah kembaga yang diberikan kewenangan nuntuk mengembangkan kurikulum sendiri secarapenuh termasuk program sutudiprogram studi yang ada di dalamnya. Oleh karenanya masalah pengembangan kurikulum mutlak sepenuhnya menjadi tanggungjawab masing-masing prodi. Jurusan Pendidikan Bahasa Aarab sering kali mendapat kritikan terutama berkaitan dengan lemahnya kemahiran peserta mahasiswa dalam berbahasa Arab terutama kemahiran istima’ dan kalam. Hal ini perlu perlu diindikasikan oleh karena lingkungan bahasa dan budaya Arab belum optimal diciptakan. Salah satu usaha bisa dilakukan dalam optimalisasi lingkungan bahasa dan budaya adalah dengan mengembangkan kurikulum termasuk pengembangan silabus bahasa Arab yang berbasis bahasa dan budaya Arab. yang dimaksud dengan silabus bahasa arab arab adalah silabus seluruh mata kuliah yang ada di jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Bagaimana pengembangan silabus bahasa Arab berbasis bahasa dan budaya Arab yang bisa direalisasikan? Itu adalah pertanyaan tunggal dan inti pada makalah ini namun sebelumnya akan dikemukakan terlebih dahulu pembahasan mengenai kurikulum, silabus, lingkungan, bahasa dan budaya Arab.

27

Kurikulum, Silabus dan RPP Dalam

bahasa

Arab

kurikulum

( ‫اﻟﺪراﺳﻴﺔ‬

‫)اﳌﻨﺎﻫﺞ‬, silabus ( ‫اﳌﻘﺮر‬/‫ )اﳌﻨﻬﺞ‬dan RPP ( ‫ )اﻟﺪورة‬penting untuk dikembangkan.

Dari melihat maknanya dalam bahasa Arab jelas ada hirarki dari ketiga istilah dalam pembelajaran tersebut. Kurikulum maknanya lebih umum dari silabus, dan silabus lebih umum dari RPP. Kurikulum sebagaimana didefenisikan oleh para ahli adalah sebuah rencana yang mencakup keseluruhan pengalaman dan proses pendidikan siswa di bawah bimbingan sekolah. Kurikulum tidak sekadar dokumen yang dicetak atau distensile. Pengembang kurikulum harus tahu tujuan apa yang dapat tercapai, dalam kondisi yang bagaimana, sehingga tercapai proses belajar yang efektif.4 Oleh karena itu suatu kurikulum harus memuat pernyataan tujuan, menunjukan pemilihan dan pereorganisasian bahan pelajaran serta rancangan evaluasi hasil belajar.5 Sementara menurut sanjaya kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata6. 4 Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Pengembnagan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), cet. Ke-5, hal. 10. 5 Dr. Rusman, M.Pd. Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT RajaGrafindo Pesada, 2011), cet. Ke-3, hal. 59. 6 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Parktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Pranada Media Grup, 2011, cet. ke-4, Hal. 9-10.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

28

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Jadi kurikulum adalah rencana pendidikan yang memuat komponen tujuan, materi, metode pembelajaran, evaluasi dan implementasi nyata kurikulum dalam bentuk pembelajaran ril. Selanjutnya, Silabus dimaknai sebagai deratan pengalaman dan sikap kebahasaan dan pembelajaran yang dirancang untuk peserta didik agar mampu menggunakan bahasa, oleh karenanya maka harus dikaji prinsip, kriteria pengalaman dan sikap kebahasaan, dirancang dan disusun serta diurutkan sesuai dengan karakteristik bahasa Arab. dalam bahasa Arabnya adalah

“‫اﳌﻨﻬﺞ ﻫﻮ ﳎﻤﻮﻋﺔ ﻣﻦ اﳋﱪات واﳌﻮاﻗﻒ اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ‬ ‫اﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ اﻟﱵ ﲣﻄـﻂ وﺗﻘــﺪم ﻟﻠﺪارﺳﲔ ﻟﺘﻤﻜﻴﻨﻬﻢ ﻣﻦ‬ ‫ وﻣﻦ ﰒ ﻳﻠﺰﻣﻬﻢ دراﺳﺔ‬،‫ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﺳﺘﻌﻤﺎﻻً وﳑﺎرﺳﺔ‬ ‫اﻷﺳـﺲ واﳌﻌﺎﻳﲑ اﻟﱵ ﻋﻠﻰ أﺳﺎﺳﻬﺎ ﲣﺘﺎر ﻫﺬﻩ اﳋﱪات‬ ‫واﳌﻮاﻗﻒ وﲣﻄﻂ وﺗﻨﻈﻢ وﺗﺴﻠﺴﻞ ﰲ ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت‬ .‫”ﺗﺘﺘﺎﺑﻊ ﺑﺘﺘﺎﺑﻊ ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻠﻐﺔ‬. Silabus

juga merupakan sarana mencapai tujuan pembelajaran bahasa oleh sebab itu perlu ada latihan membuat tujuan pembelajaran dan menterjemahkannya ke dalam perilaku berbahasa yang bisa dikembangkan, diteliti dan dianalogikan7.

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/ tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar8. Silabus menjawab sederetan pertanyaan Apa kompetensi (jika basis kurikulumnya kompetensi) yang harus ‫ ﻣﻦ‬،‫ اﳌﻨﻬﺞ ﰲ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ‬٧ ‫ ﻣﻦ‬١٠ ،‫ ﰲ ﻳﻮم اﳋﻤﻴﺲ‬http://www.voiceofarabic.net .٢١٠٢ ‫ﻧﻮﻓﻤﱪ‬

8 Depdiknas-Dit. Pembinaan SMA, DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009, Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (silde power point), …hal. 7.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

dikuasai peserta didik? Bagaimana cara mencapainya? Bagaimana cara mengetahui pencapaiannya?9 Bahkan dalam sumber lain disebutkan ada empat pertanyaan yang harus dijawab silabus, Apa tujuan pendidikan yang harus dicapai?, Pengalaman pendidikan yang bisa dilaksanakan untuk mencapai tujuan?, Bagaimana memenej pengalama pendidikan dengan cara yang efektif? Dan Bagaimana cara membuat indikator pencapaiannya? 10 Yang terakhir bisa digambarkan sebagai berikut:

‫اﻷﻫﺪاف اﻟﻌﺎﻣﺔ واﻷﻫﺪاف اﳋﺎﺻﺔ‬ ‫اﶈﺘﻮى‬ ‫اﻟﺘﻨﻈﻴﻢ‬ ‫اﻟﺘﻘﻮﱘ‬ Untuk menentukan pembuatan silabus ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, berikut adalah factor yang menentukan pembuatan silabus, yaitu11: 1). Perkembangan kajian kebahasaan dan pendidikan menentukan munculnya silabus baru dalam mengkaji bahasa dan munculnya ilmu baru seperi ilmu psikologi bahasa, ilmu bahasa psikologi, ilmu sosial bahasa dan 9 Depdiknas-Dit. Pembinaan SMA, DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009, Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (silde power point), hal. 8. ‫ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﻣﻨﺎﻫﺞ‬،(Jack C. Richards) ‫ رﻳﺘﺸﺎردز ﺟﺎك‬١٠ Curriculum Development in Language) ‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫ﺻﺎﱀ ﺑﻦ ﻧﺎﺻﺮ‬. ‫ﻧﺎﺻﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺎﱄ د‬. ‫ ﺗﺮﲨﺔ د‬،(Taching

.٧٦ .‫ ص‬،‫اﻟﺸﻮﻳﺮخ‬ http:// ‫ ﻣﻦ‬،‫ اﳌﻨﻬﺞ ﰲ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ‬١١

.٢١٠٢ ‫ ﻣﻦ ﻧﻮﻓﻤﱪ‬١٠ ،‫ ﰲ ﻳﻮم اﳋﻤﻴﺲ‬www.voiceofarabic.net

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

29

Sementara Clark (1987) mengemukakan analisis kontrastif serta munculnya pendekatan baru dalam pembelajaran langkah-langkah pengembangan dan bahasa seperti pendekatan iha’i, pembaruan kurikulum adalah sebagai pendekatan bahasa integrative, total berikut13: pisikal respon dll. 1). Mengevaluasi prinsif-prinsif proses 2). Perkembangan teknologi modern, pembelajajaran bahasa dalam teori komputer, audio, visual dan penggunaan linguistik terapan dan pengalaman di multimedia dalam pendidikan dan kelas berimbas pada pembelajaran individu 2). Merevisi silabus dalam hal tujuan dan kelompok. umum, tujuan khusus, materi dan 3). Tingginya perhatian terhadap penelitian metodologi pembelajaran yang luas. ilmiah pendidikan dalam pembelajaran bahasa yang menimbulkan orientasi 3). Mengevaluasi strategi pembelajaran di baru dalam membuat kurikulum kelas. dan program-program, seperti 4). Memilih materi (mawaarid), mengatur pemrograman, pemodelan dan dan mengubahnya agar mampu kompetensi, performansi ...dll mendeskripsikan pengalaman belajar 4). Memperhatikan tingkat teknis seorang yang tepat. guru 5). Mengevaluasi analogi desain (qiyas 5). Karakteristik peserta didik dari aspek mushammam) untuk memberikan bekal usia, jenis kelamin, bahasa dan tujuan sesuai dengan perkembangan peserta 6). Eksperimen bangsa lain dalam didik, mendaftar, mendeskripsikan dan membelajarkan bahasanya untuk menyediakan bekal-bekal tersebut. bangsa lain. 6). Mengevaluasi langkah-langkah di Sementara Jonson (1989) kelas berhubungan dengan yang sudah mengemukakan langkah-langkah, fungsi dijelaskan. pembuat silabus dan hasil pengembangan 7). Mengevaluasi dan menginovasi silabus sebagaimana table berikut12: strategi yang didesain untuk membantu Langkah Fungsi guru mengevaluasi dan memperbaiki Hasil Pengembangan Pembuatan Silabus pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan silabus

Pembuat kebijakan politik

Kekuatan politik

Deskripsi: Tujuan Media

Analis kebutuhan Pakar dalam Metodologi Pembelajaran

Silabus

Menerapkan Program

Buku Materi Pembelajaran Pelatih Guru

Materi Pembelajaran Program Pelatihan Guru

Penerapan di Kelas

Guru Peserta didik

Proses Mengajar Proses Belajar

‫ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﻣﻨﺎﻫﺞ‬،(Jack C. Richards) ‫ رﻳﺘﺸﺎردز ﺟﺎك‬١٢ Curriculum Development in Language) ‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫ﺻﺎﱀ ﺑﻦ ﻧﺎﺻﺮ‬. ‫ﻧﺎﺻﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺎﱄ د‬. ‫ ﺗﺮﲨﺔ د‬،(Taching .٠٧ .‫ ص‬،‫اﻟﺸﻮﻳﺮخ‬

Yang bisa dikembangkan dalam silabus adalah Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi pokok, indikator pencapaian, penilaian, alokasi waktu dan pengembangan sumber belajar14. Pengembangan yang dilakukan harus mengidahkan prinsip pengembangannya, diantara prinsip pengembangan silabus adalah Ilmiah, ‫ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﻣﻨﺎﻫﺞ‬،(Jack C. Richards) ‫ رﻳﺘﺸﺎردز ﺟﺎك‬١٣ .١٧ .‫ ص‬،...‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ‬

14 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Parktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)… hal. 170-173.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

30

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Relevan, Sistematis, Konsisten, Memadai, b. Silabus leksikal (lexical syllabus/ Aktual dan Kontekstual, Fleksibel dan ‫)اﻟﻤﻘﺮر اﻟﺪﻻﻟﻲ‬, adalah adalah silabus Menyeluruh15. Dan yang perlu diperhatikan yang menekankan kosa kata sebagai adalah prinsip membuat silabus khusus tujuan pembelajarannya. Silabus bahasa Arab adalah sebagai berikut: model inilah yang kini tengah 1). Pengalaman dan praktek berbahasa dikembangkan dalam bahasa inggris. 2). Karakteristik bahasa Arab Kosa-kata yang menjadi tujuan 3). Budaya Arab dan Islam pembelajaran dalam kursus bahasa inggris misalnya 1) tingkat pemula 4). Karakteristik pembelajar bahasa sebanyak 1000 kata, 2) tingkat 5). Karakteristik proses pembelajaran menengah 2000 + kata tambahan, bahasa arab sebagai bahasa Arab 3) pascamenengah 2000 + kata tambahan dan 4) tingkat edvance Jenis-jenis Silabus sebanyak 2000 kata + kata tambahan. Jenis-jenis dilabus yang bisa fungsional (fuctional dikembangkan dalam pembelajaran bahasa c. Silabus 16 Arab adalah sebagai berikut : syllabus/‫)اﻟﻤﻘﺮر اﻟﻮﻇﻴﻔﻲ‬. ada yang menamainya sebagai silabus nasional a. Silabaus gramatikal/structural adalah silabus yang didesain seputar (grammatical or structural syllabus/ fungsi-fungsi komunikasi misal ‫)اﻟﻤﻘﺮر اﻟﻘﻮاﻋﺪي‬, yaitu silabus yang disusun berdasar pada satuan-satuan meminta, melaporkan, mengusulkan, kaidah bahasa. Hal ini bisa dilakukan menyepakati dls. Silabus ini berusaha pada silabus untuk kepentingan menganalisis definisi kemampuan umum misal untuk tingkat dasar komunikatif dari mulai komunikasi perlu menyelesaikan masalah seperti pribadi sampai kepada komunikasi menentukan kaidah yang cukup sesuai umum. Seperti ungkapan salam, minta waktu yang tersedia, menentukan maaf, meminta dan memberi tahu, urutan materi untuk memudahkan gagasan bahasa seperti usia, warna, proses pembelajaran dan menentukan perbandingan dan waktu. hasil gramatikal yang akan membantu dalam mengembangkan kemahiran d. Silabus situasional (situational komuikasi. Materi pembelajaran berisi syllabus/ ‫اﻟﻤﻮﻗﻔﻲ‬ ‫)اﻟﻤﻘﺮر‬, silabus sekumpulan bentuk-bentuk kata dan yang disususn seputar bahasa dalam struktur bahasa yang diajarkan misal berbagai penggunaan sesuai situasi kata benda, kata kerja, kata sifat, yang beragam misal di bandara dan di pernyataan, pertanyaan, anak kalimat hotel. Yang dimaksud dengan situasi dll. adalah lingkup kejadian terjadinya 15 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Parktik Pengembangan Kurikulum sebuah komunikasi. Maka kemudian Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)… hal. 168-169. guru akan mengajarkan bahasa yang ‫ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﻣﻨﺎﻫﺞ‬،(Jack C. Richards) ‫ رﻳﺘﺸﺎردز ﺟﺎك‬١٦ biasa digunakan dalam komunikasi di Curriculum Development in Language) ‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ‬ tempat tersebut. Diantara contohnya ‫ﺻﺎﱀ ﺑﻦ‬. ‫ﻧﺎﺻﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺎﱄ د‬. ‫ ﺗﺮﲨﺔ د‬،(Taching buku terbaru yang menggunakan Aziz Fachrurrozi ‫ ر أﻳﻀﺎ‬.٠١٢-٥٩١.‫ ص‬،‫ﻧﺎﺻﺮ اﻟﺸﻮﻳﺮخ‬ dan Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing, silabus ini adalah buku Passport Metode Tradisional dan Kontemporer, Jakarta, (Buckingham dan Whitney 1995) ‫ وﻟﻜﻦ ﰲ ﻫﺬا‬Bania Publishing, ٢٠١١, hal. ١١-١٣. memuat silabus sitausional yang berisi: .‫اﻟﻜﺘﺎب ﻓﻘﻂ ﺳﺘﺔ أﻧﻮاع اﳌﻘﺮرات‬

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

،‫ ﻋﻠﻰ اﳍﺎﺗﻒ‬،‫ ﰲ اﻟﺒﻨﻚ‬،‫ ﰲ ﻣﻜﺘﺐ اﳍﺠﺮة‬،‫ﰲ اﻟﻄﺎﺋﺮة‬ ،‫ ﻋﻨﺪ اﻟﻄﺒﻴﺐ‬،‫ ﰲ اﳌﻨﺰل‬،‫ ﰲ اﳌﺪﻳﻨﺔ‬،‫ﰲ اﻟﺸﺎرع‬ ،‫ ﰲ اﳊﺎﻧﺔ‬،‫ ﰲ اﳌﻘﻬﻰ‬،‫ ﰲ اﳌﻄﻌﻢ‬،‫ﰲ اﳌﻜﺘﺐ‬ ‫ ﰲ‬،‫ ﰲ ﻣﻜﺘﺐ اﻟﱪﻳﺪ‬،‫ ﰲ اﳌﺘﺠﺮ‬،‫ﰲ اﳊﺎﻓﻠﺔ‬ ‫ ﰲ اﳌﻄﺎر‬،‫ ﰲ اﻟﻔﻨﺪق‬،‫اﻟﺴﻴﻨﻤﺎ‬. e. Silabus berbasis konten/isi (topical or content-based syllabus/‫اﻟﻤﻮﺿﻮﻋﻲ‬

‫اﻟﻤﻘﺮر‬

‫)أو ﻗﻮاﻣﻪ اﻟﻤﺤﺘﻮى‬, adalah silabus yang

disusun seputar pokok-pokok pikiran, tema-tema atau satuan-satuan materi lainnya. Dalam silabus ini materi lah yang menjadi poin utama dalam mendesain silabus, bukan kaidah, fungsi atau situasi bahkan adakalanya materilah yang menjadi satu-satunya indikator dalam penyusunakn silabus. Semua jenis silabus memang memuat adanya materi akan tetapi dalam silabus lain materi sebagai latihan dan penjelas dari yang lainnya sementara dalam silabus ini materi sebagai alat untuk menyampaikan bahasa bukan sebaliknya. Misal mengajar PAI dengan pengantar bahasa Arab, mengajar perbankan dengan menggunakan bahasa Arab atau inggris dls.

f.

Silabus

berbasis

(competency-based

‫)اﻟﺬي ﻗﻮاﻣﻪ اﻟﻜﻔﺎﻳﺎت‬,

kompetensi syllabus/‫اﻟﻤﻘﺮر‬

31

bagaimana menjawab telepon atau ketika melakukan pembicaraan, meminta berbicara dengan seseoang, meminta untuk menunggu sebentar, dan menjawab seseorang yang meminta mendaftarkan tulisan. g. Silabus berbasis kemahiran (skills syllabus/‫)ﻣﻘﺮر اﻟﻤﻬﺎرات‬, yaitu silabus yang didesain seputar kemampuankemampuan dasar yang beragam mengenai penggunaan bahasa untuk berbagai tujuan seperti membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Dasar pemikirannya adalah bahwa pembelajaran kompleks seperti menyimak perkuliahan memuat penguasaan sejumlah kemahiran individu dan tambahan yang ada di dalamnya. Misal menulis terdiri dari kemahiran: inovasi kalimat utama untuk sebuah tema, membedakan adtara kalimat utama dan kalimat penjelas, dan kebebasan individu (at-tahrir adz-dzati). Kemahiran menyimak adalah mengetahui informasi utama, mengikuti ungkapan yang tepat, menggunakan simbol-simbol pesan untuk mengetahui tadaffuq pesan itu. Kemahiran berbicara adalah mengatahui isyarat-isyarat mengambil posisi (akhdz daur) dan menggunakan strategi komunikasi. Dan kemahiran membaca adalah membaca untuk mengetahui inti tema, memahami kata berdasar konteks dan membaca dan mencari petunjuk.

adalah silabus yang menekankan kompetensi yang harus dikuasi peserta didik mengenai situasi dan kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah keterampilan, pengetahuan dan sikap h. Silabus berbasi tugas (task-based mendasar yang dibutuhkan dalam syllabus/ ‫)اﻟﻤﻘﺮر اﻟﺬي ﻗﻮاﻣﻪ اﻟﻤﻬﻤﺔ‬, melakukan sesuatu guna melakukan adalah silabus yang disusun seputar kegiatan tertentu. Contoh kompetensi tugas-tugas yang akan diselesaikan yang berhubungan dengan teman oleh peserta didik dalam bahasa yang ‘menggunakan Telpon/‫)اﺳﺘﺨﺪام اﳍﺎﺗﻒ‬ dipelajari. Tugas tersebut berupa adalah membaca nomor-nomor kegiatan atau tujuan yang dilakukan telpon dan manajeman menggunakan dengan menggunakan bahasa. (qurash) telpon, mengetahui

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

32

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Tugas-tugas tersebut merupakan kegiatan dan tujuan yang bermakna. Evaluasi keberhasilnya adalah berdasar hasil yang ditentukan dan tugas-tugas tersebut secara umum mirip dengan penggunaan bahasa dalam dunia nyata. Misal melamar pekerjaan, memesan makanan melalui telpon, menanyakan jadwal kunjungan rumah sakit dls. i.

j.

antara pembelajaran berbasis tugas, kemahiran, situasi, fungsi dan konten atau isi. Dalam silabus juga perlu memilih materi pembelajaran, berikut juga adalah kriteria umum dalam memilih materi silabus pembelajaran bahasa Arab bagi bangsa asing:

a. Materi pembelajaran berhubungan dengan tujuan pembelajaran bahasa -. Materi pembelajaran bertujuan untuk syllabus/‫)اﻟﻤﻘﺮر اﻟﺬي ﻗﻮاﻣﻪ اﻟﻨﺺ‬ mencapai tujuan pembelajaran adalah silabus yang dibangun dengan wacana dan sampel pembicaraan yang b. Materinya penting dan valid: kandungan bahasa, budaya, dan dipanjangkan (‫)ﻋﻴﻨﺎت اﳋﻄﺎب اﳌﻄﻮل‬, komunikatif dalam materi tepat secara silabus ini juga bisa dikategorikan ilmu dan materinya berguna bagi sebagai bagian dari silabus situasi pencapaian tujuan pembelajaran. karena poin pertama penyusunan Silabus berbasi wacana (text-based

silabus adalah analisis konteks yang c. Materi berhubungan dengan kebutuhan akan digunakan peserta didik. Wacana peserta didik yang dimaksud adalah wacana d. Materinya komprehensif dan mengenai konteks tertentu misal memperhatian perbedaan individu menceritakan tentang beberpa insinyur pembelajar di tempat kerjanya, guru di sekolah, Selanjutnya masteri pembelajaran dokter di rumah sakit dls. harus diorganisasikan dengan melakukan pengalama materi pada Silabus integrative (integrated distribusi tingkatan pembelajaran yang beragam, syllabus/‫ )ﻣﻘﺮر ﻣﺘﻜﺎﻣﻞ‬adalah silabus waktu berurutan dan menentukan apa yang menggabungkan antara satu saja materi yang dipelajari? Untuk siapa? model silabus dengan model silabus Kapan? Dalam konteks ini perlu mengikuti lainnya sengan cara meramunya indikator organisasi materi yaitu: manjadi satu racikan yang khas. Karena yaitu didasarkan pada kenyataan di lapangan a. Saling melengkapi (‫اﻟﺘﻜﺎﻣﻞ‬ terkaitnya antara materi dengan situasi bahwa program pembelajaran selalu pembelajaran, satu situasi berpengaruh butuh gabungan antara kemampuan pada situasi lainnya, pengalaman bahasa fungsional dalam konteks yang satu berpengaruh pada pengalaman luas, mengembangkan pengetahuan bahasa lainnya. Seperti istima’ struktur dan kemampuan komunikasi meningkatkan pembelajaran kalam, maka yang harus dilakukan adalah pembelajaran kalam meningkatkan menggabungkan antara pembelajaran kemahiran istima’ demikian halnya fungsional, struktural, situasi dan kemahiran menulis dan membaca. kemahiran. Dalam beberapa konteks (‫)اﺳﺘﻤﺮار‬ lainnya bisa juga menentukan b. Berkelanjutan/kontinyu dimuali dengan materi yang sedikit kemahiran, tugas, materi, situasi sampai kepada materi yang luas dan dan fungsi, maka yang harus mendalam. dilakukan adalah menggabungkan

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

c. Berurutan (‫ )اﻟﺘﺘﺎﺑﻊ‬kemahiran bahasa diajarkan secara bergradasi yaitu: - Keseluruhan menuju bagianbagian - Simpel menuju kompleks - Mudah menuju sukar - Baru menuju lama - Pendahuluan menuju hasil Seperti mengajarkan kaidah diawali dengan kalimat fi’liyyah diikuti dengan fa’il kemudian baru maf’ul bih.

33

peserta didik, mengembangkan budaya membaca dan menulis, memberikan umpan balik dan tindak lanjut, keterkaitan dan keterpaduan serta menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.

Komponen RPP secara lengkap terdiri dari Identitas Mata Pelajaran, Alokasi Waktu, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Tujuan Pembelajaran, Materi Ajar, Metode Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Penilaian Hasil Belajar dan Sumber Belajar17. Sementara Selain kurikulum dan silabus, dalam standar minimal komponennya adalah pembelajaran dan pendidikan dikenal Tujuan Pembelajaran, Materi Ajar, Strategi dan Metode Pembelajaran,Media ada yang namanya RPP (‫ )اﻟﺪورة‬yang dan Sumber Belajar evaluasi18. merupakan implementasi dan jabaran Jadi melihat penjabaran diatas lebih rinci dari silabus. Jika silabus untuk satu semester maka RPP kepentingannya dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebuah rencana yang untuk menggambarkan satu atau beberapa kurikulum pertemuan pembelajaran saja. Dalam hal mencakup keseluruhan pengalaman ini PP No.19/2005 tentang SNP pasal dan proses pendidikan siswa di bawah 20 : “Perencanaan proses pembelajaran bimbingan lembaga. Sementara silabus meliputi silabus dan rencana pelaksanaan merupakan deratan pengalaman dan pembelajaran yang memuat sekurang- sikap kebahasaan dan pembelajaran kurangnya memuat tujuan pembelajaran, yang dirancang untuk peserta didik materi ajar, metode pengajaran, sumber agar mampu menggunakan bahasa. Dan RPP adalah program perencanaan yang belajar, dan penilaian hasil belajar”. disusun sebagai pedoman pelaksanaan RPP adalah rencana yang pembelajaran untuk setiap kegiatan menggambarkan prosedur dan proses pembelajaran. Jadi hirarkinya jelas pengorganisasian pembelajaran untuk kurikulum diikuti oleh silabus dan RPP. mencapai satu kompetensi dasar. Silabus adalah penjabaran kurikulum dan Sementara Sanjaya mengemukakan bahwa RPP adalah penjabaran dari silabus. RPP adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. RPP paling luas 17 Depdiknas-Dit. Pembinaan SMA, mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009, Pengembangan meliputi 1 (satu) atau beberapa indikator Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 1 (satu) kali pertemuan atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.(silde power lebih. Prinsip pengembangannya adalah point),…hal. 5. 18 Wina Sanjaya, Kurikulum dan memperhatikan perbedaan individu Pembelajaran: Teori dan Parktik Pengembangan peserta didik, mendorong partisipasi aktif Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)… hal. 174-175.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

34

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Potret Pembelajaran Bahasa Arab secara konvensional digunakan sebagai lambang binatang berkaki empat yang Bahasa Dan Budaya 21 1. Bahasa Mengutip pendapat Kridalaksana dalam buku karya Abdul Khaer Bahasa didefinisikan sebagai suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh manusia untuk bekerjasama dengan orang lain, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri19. Definisi lain bahasa seperti diungkap oleh Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.20 Dari definisi tersebut dapat diturunkan beberapa batasan bahasa, yaitu bahasa sebagai sebuah sistem dan lambang bunyi, bahasa adalah bunyi yang bermakna, bahsa bersifat arbitrer, konvensional, produktif, unik, universal, dinamis, bervariasi dan manusiawi.

dapat menggonggong .

Dalam kajian nahwu berbahasa adalah pengucapan kata-kata yang tersusun dan memberikan makna dalam kedaan sadar. Sementara menurut kajian balaghah kegiatan berbahasa adalah berbicara secara benar baik pengucapan maupun artikulasinya, simpel, padat makna, (qalla wa dall) serta tepat sasaran sesuai dengan situasi dan kondisi/muqtadha al-maqaam yang kemudian dirumuskan dengan fshaahah atau baliigh.

2. Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, artinya mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang Arbitrer dapat diartikan ‘sewenang- diterjemahkan sebagai “kultur” dalam wenang, berubah-ubah, tidak tetap, bahasa Indonesia22. mana suka’. Di mana dengan istilah ini Tylor adalah seorang pakar antropologi tidak diperlukannya hubungan wajib yang pertama kali mendefinisikan antara lambang bahasa dengan makna pengertian budaya, menurutnya budaya yang dimaksud oleh lambang tersebut. adalah suatu keseluruhan kompleks yang konvensional artinya semua masyarakat meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, bahasa tersebut mematuhi konvensi kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta bahwa lambang tertentu itu digunakan kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang untuk mewakili konsep yang diwakilinya dipelajari oleh manusia sebagai anggota tersebut. Misalnya “anjing” yang telah masyarakat.23 Adapun Kuntjaraningrat 19 Sri Guni Najib Chaqoqo, “Pengajaran (1974) secara lebih terperinci membagi Bahasa Arab dalam Konteks Budaya”, dalam Jurnal “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008, hal. 122. 20 Paling tidak ada sepuluh definisi bahasa yang dirumuskan para ahli lihat apa itu bahasa? Sepuluh Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli, oleh syarif hidayatullah dalam http://wismasastra. wordpress.com/2009/05/25/apa-bahasa-itusepuluh-pengertian-bahasa-menurut-para-ahli/

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

21 h t t p : / / t a n t r a p u a n . w o r d p r e s s . com/2009/05/12/bahasa-lambang-arbitrer-dankonvensional/ diunduh 25 April 2011. 22 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya diunduh 25 April 2011 23 Lihat Roger, M. Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama , 1981), hlm 68

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.24 Mengutip buku karya Soerjono Sukanto, Budaya sebagaimana banyak diartikan sebagai sesuatu yang kompleks yang melingkupi manusia sebagai hasil cipta, rasa dan karsa25. Fuad Baali sebagai dikutip oleh Sayuti menyatakan bahwa budaya merupakan seuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, undang-undang, tradisi dan lainlain yang dimiliki oleh suatu masyarakat melalui proses belajar26. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]

35

turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2] Sementara Aqil Yusuf ‘Idan menyampaikan definisi bahwa budaya secara global adalah tatacara hidup, yakni tatanan masyarakat dan yang terkandung di dalamnya, baik berupa kepercayaan maupun berupa kebiasaan27. Banyak definisi budaya lainnya, diantaranya ada yang mendefinisikannya melihat aspek kehidupan praktis yang menyatakan bahwa budaya berpindah dari generasi yang satu kepada generasi lainnya melalui proses pembelajaran atau penyampaian. Ada juga yang mendefinisikan bahasa dari aspek teoritis bahwa bahasa budaya adalah istilah yang digunakan bagi aspek ruh dan pemikiran. Yang mencakup ilmu pengetahuan, seni, sains, pilsafat, aqidah dll28. Selanjutnya kebudayaan, Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah CulturalDeterminism29.

Menurut Kariim Zaki Husaam al-Diin, Budaya adalah suatu pola hidup sebagai hasil cipta, rasa dan karsa bahasa menyeluruh. budaya bersifat kompleks, membuahkan dua hasil yaitu hasil dalam abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya bentuk materi: jembatan, gedung, sekolah, 24 Lihat Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu masjid, pakaian, hand-phone, kursi dll, dan Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Pustaka Sinar dalam bentuk non-material: moral, agama, Harapan, 2005), hlm 261 25 Sri Guni Najib Chaqoqo, “Pengajaran Bahasa Arab dalam Konteks Budaya”, dalam Jurnal “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008, hal 123. 26 A. Sayuti A. Nasution, “Memahami Ragam Bahasa Arab Melalui Pendekatan Budaya” dalam Jurnal “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008. Hal. 110.

27 Aceng Rahmat, Apresiasi ……. 28 D. Hidayat, Tadriis al-Lughah al’Arabiyyah ‘ala Dhau al-Madkhal al-Lughawi alIjtimaa’I, makalah seminar “Pembelajaran Bahasa Arab berbasis Cross Cultural Understanding” Jakarta, 11 Desember 2008. 29 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya diunduh 25 April 2011

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

36

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

bahasa, tradisi dan lain-lain. Kebudayaan juga adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat dan lainlain30. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat31. Kuntjaraningrat pun berpendapat bahwa kebudayaan mempunyai dua ranah yaitu wujud dan isi. Ranah wujud terdiri dari sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.

Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggotaanggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.33 Bahasa merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya. Karenanya keduanya merupakan hasil karya yang agung manusia yang saling bertautan. Kalau diperhatikan hirarkinya, maka bahasa adalah bagian dari budaya. Dengan demikian kegiatan pembelajaran bahasa yang berhasil harus melibatkan juga pembelajaran budaya. Jika tidak maka hasilnya akan hambar. Begitu pula dengan bahasa Arab, pembelajarannya harus dikaitkan dengan budaya Arab34.

Jadi budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, undang-undang, tradisi dan lain-lain yang dimiliki oleh dan merupakan hasil cipta rasa dan karsa suatu masyarakat lewat proses belajar. Unsur dominan budaya adalah bahasa, bahkan bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi dan identitas suatu individu Fungsi bahasa menurut Sayid ‘abd dan masyarakat. al-Fattah Afifi, adalah bukan sekedar alat komunikasi namun juga yang dominan ia merupakan cerminan budaya penuturnya Bahasa dan Budaya yang bisa dipakai sebagai alat penafsir Bahasa adalah unsur budaya dari identitasnya. Dengan demikian bahasa tujuh unsur yang dalam sosiologi disebut bisa dipakai sebagai identitas kepribadian, budaya, sebagai sarana universal culture32. Beberapa alasan identitas mengapa orang mengalami kesulitan penghubung antara anggota keluarga, ketika berkomunikasi dengan orang sebagai sarana transformasi pengetahuan dari budaya lain terlihat dalam definisi disamping sebagai alat komunikasi antar budaya sebagai suatu perangkat rumit warga penuturnya35. nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh Cara berbahasa yang baik menurut suatu citra yang mengandung pandangan Tropik (1982) agar mampu menyampaikan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk isi informasi dan tujuan berbahasa berbeda dalam berbagai budaya seperti sebagaimana dikutip oleh Hamam dan “individualisme kasar” di Amerika, Anwar adalah harus memenuhi tiga “keselarasan individu dengan alam” kompetensi, yaitu pengetahuan tentang berinterkasi di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di bahasa, keterampilan dengan bahasa dan pengetahuan dengan

30 A. Sayuti A. Nasution, “Memahami …. Hal. 110. 31 Sri Guni Najib Chaqoqo , “Pengajaran….., hal 123 32 Sri Guni Najib Chaqoqo , “Pengajaran….., hal 123

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

33 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya diunduh 25 April 2011 34 Aceng Rahmat, Apresiasi ……. 35 A. Sayuti A. Nasution, “Memahami ….. Hal. 111.

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

budaya yang melatari bahasa tersebut36. Farhan berpendapat sebagaimana dikutip oleh Anwar bahwa untuk mengantisipasi komunikasi global, pembelajar harus menyertakan dimensi kelima yaitu pengetahuan budaya dari bahasa yang dipelajari selain dari keempat dimensi; menyimak, berbicara, membaca dan menulis37. Jadi bahasa merupakan bagian dari budaya, bahasa tidak bisa dipisahkan dari budaya, berbahasa tanpa memahami budayanya tidak akan maksimal bahkan akan terjadi distorsi makna.

Bahasa dan Budaya Arab 1. Bahasa Arab Bahasa Arab merupakan bahasa Alquran dan Hadits serta tidak sedikit buku-buku tentang kajian Islam yang ditulis dalam bahasa Arab. Bahasa ini merupakan salah satu bahasa rumpun bahasa Semit. Bahasa ini sudah berkembang ribuan tahun sebelum masehi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa budaya arab telah terbangun jauh sebelum kemunculan Yunani. Bahkan bisa dipastikan bahwa bahasa Arab sudah eksis di daerah jazirah Arabia sejak 3000 tahun sebelum masehi38.

37

Bahasa-bahasa ini dituturkan di seluruh Dunia Arab, sedangkan Bahasa Arab Baku diketahui di seluruh Dunia Islam. Bahasa Arab Modern berasal dari Bahasa Arab Klasik yang telah menjadi bahasa kesusasteraan dan bahasa Islam sejak lebih kurang abad ke-6. Abjad Arab ditulis dari kanan ke kiri. Bahasa Arab telah memberi banyak kosakata kepada bahasa lain dari dunia Islam, sama seperti peranan Latin kepada kebanyakan bahasa Eropa. Semasa Abad Pertengahan bahasa Arab juga merupakan alat utama budaya, terutamanya dalam sains, matematika dan filsafat, yang menyebabkan banyak bahasa Eropa turut meminjam banyak kata darinya. Bahasa Arab adalah alat utama untuk mengkomunikasikan budaya Arab. Berikut adalah karakteristik dari bahasa Arab: -

Bahasa Arab adalah bahasa yang kaya akan bunyi

-

Dari aspek sharf bahasa Arab adalah bahasa isytiqaq, shiyaq dan tashrif

-

Dari aspek nahwu, merupakan bahasa i’rab dan bahasa yang kaya akan ungkapan uslub kalimat dan tidak perlu menggunakan keterangan waktu secara nahw

-

Dari aspek kosa kata, bahasa Arab memiliki keistimewaan dengan penomena pemindahan (naql) dalam fungsi-fungsi bahasa dan kalimatkalimat, satu makna bisa diungkapkan dengan satu ungkapan lalu bisa juga diungkapkan dengan ungkapan lainnya.

Bahasa Arab muncul dari daerah yang sekarang termasuk wilayah Arab Saudi. Bahasa ini adalah sebuah bahasa yang terbesar dari segi jumlah penutur dalam keluarga bahasa Semitik. Bahasa ini berkerabat dekat dengan bahasa Ibrani dan bahasa Aram. Bahasa Arab Modern telah - Bahasa Arab memiliki bahasa ’amiyah (tazaamah)39 diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 sub-bahasa dalam ISO 639-3. Sementara Usman Amin (1965) 36 Miftakul Anwar, “Urgensi Pendekatan sebagai dikutip Syihabudin memaparkan 40 “Cross-Cultural Understanding” (CCU) dalam krakteristik bahasa Arab sebagai berikut : Pembelajaran Bahasa Arab”, dalam Jurnal “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 1, Juni 2008, hal. 62. 37 Miftakul Anwar, “Urgensi …., hal. 62. 38 A. Sayuti A. Nasution, “Memahami…...

39 D. Hidayat, Tadriis ….. 40 Syihabuddin, Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Kecerdasan Majemuk (adz-Dzaka’ alMuta’addid), makalah seminar, hal. 5-6.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

38

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

-

Hubungan mentalistik/tidak maka dalam hal tulisan sebetulnya sudah memerlukan sarana antara subjek- tidak ada masalah. predikat, mubtada dan khabar

-

Kehadiran individu, setiap kata kerja 2. Budaya Arab tidak terlepas dari individu Bahasa adalah wadah budaya, Retorika paralel yang tampak pada pembelajaran bahasa akan sulit jika tidak pemakaian kata sarana penghubungan memasukan aspek budaya di dalamnya42. antarkata, antarfrase, antarklausa, Jika budaya adalah sesuatu yang antarkalimat dan antarparagraf bukan kompleks yang mencakup pengetahuan, model linear, melingkar atau berbunga- keyakinan, kesenian, undang-undang, bunga. Sebagaimana pembagian tradisi dan lain-lain yang dimiliki oleh retorika oleh Rebert B. Kapplan dan merupakan hasil cipta ras dan karsa (Wahab, 1991: 39-40). suatu masyarakat lewat proses belajar. Keutamaan makna. Dalam tradisi Maka budaya Arab adalah seuatu yang akademis mereka dikenal ungkapan kompleks yang mencakup pengetahuan, Tuturan merupakan pelayan makna; keyakinan, kesenian, undang-undang, majikan lebih mulia daripada pelayan. tradisi dan lain-lain yang dimiliki oleh dan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa Keberadaan I’rab masyarakat Arab lewat proses belajar.

-

-

-

Yang menjadi keunikan dari bahasa Arab juga adalah tulisan Arab. Hampir dipastikan siapapun butuh waktu yang lama untuk membantu membaca tulisan Arab. Hanya sekedar bisa baca tulisan yang sudah bersyakal saja dibutuhkan waktu yang sangat lama. Meskipun banyak iklan-iklan metode pembelajaran 4 1/2 jam atau yang sejenisnya41, namun kenyataan tidaklah benar, karena 4 1/2 jam yang dimaksud oleh metode tersebut hanya kenal huruf saja, belum sampai familiar dengan tulisan Arab berharkat.

Sebagaimana dimaklumi oleh kita semua bahwa setiap bangsa memiliki budaya masing-masing yang membedakan satu dengan yang lainnya. Budaya setiap bangsa sesuai dengan nilai-nilai yang dipakai dalam bangsa tersebut. Biasanya ia merupakan hubungan erat dengan ideologinya, gaya hidup, tujuan hidup, citacita, dan ia begitu erat dengan ruh dan jiwa suatu bangsa.

Tatkala Islam dipeluk oleh mayoritas bangsa Arab maka nilai yang dianut oleh bangsa Arab adalah nilai-nilai Islam, Untuk bisa lancar baca tulisan Arab saja atau dengan ungkapan lain adalah bahwa setelah tahu baca, butuh waktu bertahun- budaya Arab adalah budaya yang mayoritas tahun. Setelah lancar baca tulisan yang merupakan budaya Islam43. berharkat melihat tulisan yang tak berharkat Namun tentunya seiring dengan rata-rata responnya menyataan bahwab perkembangan zaman, apalagi dengan membacanya sangat ”menjelimet”. Tulisan majunya negara Eropa dan Amerika, Arab betapa memusingkan. Jadi butuh tentunya budaya Arab bukan lagi hanya bertahun-tahun lagi untuk berani membaca tulisan Arab ’gundul’. Berbeda dengan ‫ إﻋﺪاد ﻣﻮاد ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ‬،‫ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ اﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻔﻮزان‬٤٢ bahasa Inggris umpamanya, tulisannya .٧ .‫ ص‬،‫ ﻫـ‬٨٢٤١ ،(‫اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ )ﳐﺘﺼﺮات‬ sudah sama dengan bahasa Indonesia, 43 D. Hidayat, Tadriis …. Lihat juga “‫ﻋﺒﺪ‬

41 Lihat dan fahami buku metode Hattaiyyah karya Moh. Hatta atau yang sejenisnya.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

‫ إﻋﺪاد ﻣﻮاد ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ‬،‫اﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ اﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻔﻮزان‬ ٧ .‫ ص‬،‫ ﻫـ‬٨٢٤١ ،(‫” ﺎ )ﳐﺘﺼﺮات‬

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

mayoritas budaya Islam. Kini budaya Arab sudah banyak terkontaminasi oleh budaya non Arab. Banyak budaya Arab yang sudah dimasuki dunia luar, seperti dalam berbahasa, banyak kosa kata yang dita’rȋb dari bahasa luar. Lalu terkait dengan konten, jika kita melihat dunia olahraga, betapa Arab sudah kian meningkat dalam hal olah raga begitu juga dalam hal musik dan teknologi. Tentunya ini diperlukan penelitian lanjutan dari para pemerhati bahasa Arab.

Kenapa budaya penting diajarkan kepada peserta didik alasannya ada empat. Pertama, kemampuan komunikasi dengan bangsa arab tidak cukup dengan kemampuan bahasa saja melainkan harus didukung oleh pemahaman budaya, kebiasaan, cita-cita dan kekhasan penutur bahasa Arab. kedua, budaya mirip dengan kemahiran bahasa. Ketiga, siswa memiliki berbagai tujuan mempelajari bahasa dan budaya diantaranya agama, politik, dagang, fungsional dan akademik. Keempat, bahasa memiliki tingkatan demikian juga bidaya memiliki tingkatan tersendiri45.

Pentingnya Lingkungan Bahasa dan Budaya 1. Lingkungan sebagai Sumber Pembelajaran Bahasa Arab

Menurut hasil penelitian Ahmad ibn Abd al-Rahmân al-Sâmirra’î, tingkat pencapaian pengetahuan melalui indera penglihatan mencapai 75%, sementara melalui indera pendengaran hanya 13%. Sedangkan `````melalui indera lain, seperti pengecapan, sentuhan, penciuman, pengetahuan hanya dapat diperoleh sebesar 12%. Lingkungan pembelajaran yang dilengkapi dengan gambar-gambar memberikan dampak 3 (tiga) kali lebih kuat dan mendalam daripada kata-kata (ceramah). Sementara jika gambar dan kata-kata dipadukan, maka dampaknya enam kali lebih kuat daripada kata-kata saja.46 Karena itu, lingkungan pendidikan yang berbahasa Arab diyakini memainkan peran penting dalam menunjang efektivitas pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan. Lingkungan berbahasa Arab tidak hanya dapat menjadi sumber dan motivasi belajar, melainkan juga menjadi aset dan kebanggaan lembaga pendidikan itu sendiri dalam menunjukkan citra positif dan keunggulan kualitasnya.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan proses pembelajaran adalah lingkungan (environment, bî’ah), tak terkecuali lingkungan berbahasa. Keberadaan lingkungan berbahasa Arab menjadi sangat penting karena ia selalu hadir, melingkupi, memberi nuansa dan konteks pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Jika lingkungan tempat pembelajaran bahasa Arab itu kondusif, niscaya proses pembelajaran juga berlangsung kondusif. Sedemikian pentingnya lingkungan pembelajaran itu, sehingga Nabi Muhammad saw. mengilustrasikan bahwa lingkungan keluarga itu dapat merubah keyakinan dan agama seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan itu. Sabda Nabi saw.: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah (lingkungan keluarga) yang kemudian menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nashrani, atau Majusi…” (HR Muslim).44 44 Lihat Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjâj, Mukhtashar Shahîh al-Muslim, Tahqîq Muhammad Nâshir al-Dîn al-Bânî, (Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 2000), Cet. I, hadîts No. 1803.

39

‫ إﻋﺪاد ﻣﻮاد ﺗﻌﻠﻴﻢ‬،‫ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ اﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻔﻮزان‬٤٥ .٧ .‫ ص‬،‫اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ …ـ‬

46 Ahmad ibn ‘Abd al-Rahmân al-Samirra’i, Ajhijah al-’Ardh al-Hâithiyyah, dalam http://www. Tarbawi.com.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

40

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Dalam konteks itu, perlu ditegaskan bahwa tujuan utama penciptaaan lingkungan berbahasa Arab, tentu, bukan untuk mereduksi “nasionalisme” sebagai warga bangsa, melainkan menumbuhkan tradisi positif dalam belajar bahasa Arab aktif. Tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab, tidak lain, adalah: (1) untuk membiasakan dan membisakan sivitas akademika dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif, melalui praktik percakapan (muhâdatsah), diskusi (munâqasyah), seminar (nadwah), ceramah (muhâdharah) dan berekspresi melalui tulisan (ta’bîr tahrîrî); (2) memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan bahasa Arab yang sudah dipelajari dalam kelas, sehingga para mahasiswa lebih memiliki kesempatan untuk mempraktikkan bahasa Arab; dan (3) menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu antara teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.47

stakeholder (pengguna jasa pendidikan) harus memperlakukan lingkungan pendidikan sebagai faktor yang sangat determinan, meskipun bukan satu-satunya faktor penentu. Keberadaan lingkungan pendidikan merupakan “mata rantai” dari perjalanan panjang proses pembelajaran. Beberapa ahli pendidikan membagi lingkungan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) lingkungan keluarga, (2) lingkungan sekolah dan (3) lingkungan masyarakat48. Jika ketiga lingkungan tersebut dipandang sebagai satu kesatuan, maka pengelolaan dan penciptaan lingkungan tidak hanya terbatas pada lingkungan di sekolah. Lingkungan keluarga dan masyarakat harus dilibatkan dan disinergikan dengan lingkungan pendidikan di sekolah. Selain itu, ada juga yang mengklasifikasikan lingkungan menjadi empat kategori, yaitu: (1) lingkungan manusia, meliputi: keluarga, teman bermain, tetangga, guru, teman sekolah dan sebagainya;

(2) lingkungan kesenian, meliputi: berbagai: pertunjukan, gambar, Singkatnya, tujuan utama penciptaan wayang, sandiwara, film, sinetron, lingkungan berbahasa Arab adalah dsb.; meningkatkan kemampuan dan (3) lingkungan kesusastraan/budaya, keterampilan mahasiswa, dosen dan meliputi: koran, majalah, buku, bacaan, lainnya dalam berbahasa Arab secara aktif, kondisi sosial-budaya, politik, dsb.; baik lisan maupun tulisan, sehingga proses dan pembelajaran bahasa Arab di kampus ini menjadi lebih dinamis, efektif dan (4) lingkungan fisik/tempat, meliputi: tempat sekolah, rumah tinggal peserta bermakna. didik, iklim, cuaca, dan sebagainya.49

2. Menciptakan Lingkungan Bahasa dan Budaya Arab Lingkungan pendidikan (educational environment) merupakan bagian integral dari sistem pendidikan itu sendiri. Karena itu, para pengelola pendidikan, guru, karyawan dan 47 Diadaptasi dari Hasan Ja’far al-Khalîfah, Fushûl fî Tadrîs al-Lughah al-’Arabiyyah, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003), Cet. II, h. 373-4.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

Dalam konteks pengembangan lingkungan berbahasa Arab, tentunya yang dimaksud dengan lingkungan mencakup bahasa dan budaya karena keduanya sulit untuk dipisahkan, setidak-tidaknya, ada 5 macam lingkungan yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. 48 Sutari Imam Barnadib, Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), Cet. XV, h. 118. 49 Sutari Imam Barnadib, Loc.cit.

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

Pertama, lingkungan pandang dan penglihatan (al-bî’ah al-mar’iyyah). Lingkungan ini dapat berupa gambar, liflet, pengumuman, majalah dinding dan papan informasi, yang kesemuanya berisi tulisan Arab yang berbudaya Arab. Penulis membayangkan bahwa ruang belajar di jurusan PBA itu berisi gambar peta, sketsa sejarah peradaban Islam, jaringan ulama Nahwu, bagan klasifikasi ilmu bahasa Arab dan sebagainya yang ditulis dalam bahasa Arab. Bahkan, tidak mustahil, setiap kelas dilengkapi dengan: koran-koran dan majalah-majalah berbahasa Arab.50 Kedua, lingkungan pendengaran dan visual (al-bî’ah al-sam’iyyah wa al-mar’iyyah), yaitu: lingkungan yang memungkinkan sivitas akademika mendengarkan: khuthbah, pengumuman, perkuliahan, musik, siaran radio dan TV yang memungkinkan mereka terlatih menyimak secara langsung bunyi bahasa Arab, terutama dari native speaker. Dalam konteks ini, saya membayangkan pba mempunyai media pengeras suara (idzâ’ah) internal, yang secara periodik atau dalam waktu tertentu, dapat digunakan untuk memberikan informasi, pengumuman, atau kultum dalam bahasa Arab kepada sivitas akademika. Bahkan, sangat mungkin suatu saat nanti, setiap kelas dilengkapi dengan TV yang menyiarkan siaran berita, sinetron, atau drama berbahasa Arab. Jika “mimpi” ini dapat terwujud di kemudian hari, maka dosen istimâ’, muhâdatsah dan insyâ’ akan sangat terbantu dan perkuliahannya bisa lebih efektif dan menyenangkan. Demikian pula, jika PBA di kemudian hari memiliki 50 Agaknya tidak terlalu sulit mendapatkan koran dan majalah berbahasa Arab. Beberapa kedutaan besar negara-negara timur tengah di Jakarta, seperti: Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Lebanon, Suriah dan Kuwait, biasanya kesulitan “membuang” koran bekas mereka, sehingga –asal kita rajin berkunjung ke kantor mereka, dipastikan kita dapat memanfaatkan “koran-koran” itu untuk kepentingan penciptaan lingkungan pandang/baca berbahasa Arab.

41

idzâ’ah jâmi’iyyah, maka para dosen maupun mahasiswa akan semakin terlatih mendengar, menyampaikan informasi, pengumuman, dan siaran dengan lebih baik..51 Ketiga, lingkungan pergaulangan atau interaksi belajar-mengajar termasuk di dalamnya desain silabus yang berbasis bahasa danb budaya Arab. Dosenmahasiswa-pimpinan dan semua karyawan dalam berkomunikasi lisan satu sama lain idealnya mengutamakan bahasa Arab. Belajar dari pesantren modern Gontor atau LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab), tampaknya kekurangan kita adalah pembiasaan menggunakan bahasa Arab secara aktif, baik sebagai bahasa perkuliahan maupun sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, minimal di zona wajib berbahasa asing (sekitar jurusan PBA). Keempat, lingkungan akademik, yakni: adanya kebijakan secara makro universitas atau institut, bukan hanya mikro Fakultas, mengenai pewajiban penggunaan bahasa asing pada hari tertentu bagi sivitas akademika universitas dan institut, misalnya Jum’at. Demikian pula, sudah saatnya, PBA menginisiasi dan memotivasi para mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam berbahasa asing, pada hari dan jam tertentu, misalnya Jum’at dari jam 07.30-08.30, untuk berlatih: debat, pidato, latihan membaca berita dan menyanyi dalam bahasa Arab, secara terbuka. Kelima, lingkungan psikologis yang kondusif bagi pengembangan bahasa Arab. Hal ini dapat dimulai dengan pembentukan citra positif di mata sivitas akademika Fakultas Tarbiyah. 51 Bandingkan dengan Hasan Syahâtah, Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah Baina alNazhariyyah wa al-Tathbîq, (Kairo: al-Dâr alMishriyyah al-Lubnâniyyah, 1996), Cet. III, h. 3924.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

42

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Cara yang dapat ditempuh, antara lain: (1) memberikan penjelasan kepada para mahasiswa secara obyektif, realistis dan tidak melebih-lebihkan, tentang peranan bahasa Arab sebagai bahasa agama Islam, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa komunikasi internasional (bahasa resmi PBB sejak 1973), dan perannya dalam pembentukan [sekitar 13% kosakata] bahasa Indonesia; (2) menjelaskan manfaat memiliki keterampilan berbahasa Arab dalam kehidupan pribadi, sosial dan dunia kerja, serta tuntutan globalisasi. Penjelasan tersebut akan mempunyai dampak psikologis yang kuat jika didukung dengan fakta-fakta dan data kuantitatif yang meyakinkan; dan (3) menampilkan model pembelajaran bahasa Arab yang menarik, membangkitkan motivasi serta menyenangkan dan bermanfaat bagi mahasiswa.52 Dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa lingkungan dalam arti luas perlu direvitalisasi, agar semua potensi dan sumber belajar dapat dimanfaatkan dan dioptimalkan untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan bahasa Arab itu sendiri.53. Persoalan kita selanjutnya adalah: “Bagaimana kita mendesain silabus yang mengintegrasikan lingkungan bahasa dan budaya yang terpadu dan kondusif serta memberhasilkan bagi pembelajaran bahasa Arab di di perguruan tinggi?”

Implementasi Bahasa dan Budaya dalam Silabus Nampaknya silabus yang perlu didesain di jurusan pendidikan bahasa Arab adalah silabus yang berbasis bahasa dan budaya Arab guna menciptakan Jurusan 52 Ahmad Fuad Effendy, Loc.cit. 53 Conny Semiawan, dkk., Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1992), h. 96-97.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

Pendidikan bahasa Arab dan Pembelaaran bahasa Arab yang maju sesuai dengan harapan. Silabus yang dikembangkan harus memuat nilai-nilai bahasa dan budaya Arab baik eksplisit maupun inpilist. Silabus yang didesain mengikuti model silabus integratif (integrated syllabus/‫ )ﻣﻘﺮر ﻣﺘﻜﺎﻣﻞ‬yaitu silabus yang menggabungkan antara satu model silabus dengan model silabus lainnya sengan cara meramunya manjadi satu racikan yang khas. Karena didasarkan pada kenyataan di lapangan bahwa program pembelajaran selalu butuh gabungan antara kemampuan fungsional dalam konteks yang luas, mengembangkan pengetahuan struktur dan kemampuan komunikasi maka yang harus dilakukan adalah menggabungkan antara pembelajaran fungsional, struktural, situasi dan kemahiran. Dalam beberapa konteks lainnya bisa juga menentukan kemahiran, tugas, materi, situasi dan fungsi, maka yang harus dilakukan adalah menggabungkan antara pembelajaran berbasis tugas, kemahiran, situasi, fungsi dan konten atau isi. Mata kuliah di jurusan pendidikan bahasa Arab terdiri dari empat jenis mata kulaih secara umum; yaitu mata kuliah program studi, mata kuliah fakultas, mata kuliah universitas dan mata kuliah layanan. Mata kuliah program setudi seperti …… biasanya selalu diajar oleh dosen asli jurusan pendidikan bahasa Arab. Akan tetapi perlu ditekankan semakin mendalam bahwa pengembangan silabus yang berbasis bahasa dan budaya Arab sangat penting dilakukan dengan cara menggunakan pengantar silabus berbahasa Arab, standar kompetensi, kompetensi dasar perlu disusun dan dikembangkan dengan berbasis bahasa dan budaya Arab. sehingga dalam pembelajaran, 99 persen dosen akan menggunakan bahasa dan budaya arab sebagai interaksi perkuliahan.

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

Mata kuliah fakultas atau kependidikan bahasa Arab tidak sedikit diajar oleh dosen bukan berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. tuntutan bagi mata kuliah kependidikan adalah pengembangan silabus yang berbasis bahasa dan budaya Arab sangat penting dilakukan dengan cara menggunakan pengantar silabus berbahasa Arab, standar kompetensi, kompetensi dasar perlu disusun dan dikembangkan dengan berbasis bahasa dan budaya Arab. Sehingga dalam pembelajaran, 99 persen dosen akan menggunakan bahasa dan budaya arab sebagai interaksi perkuliahan. Istilah-istilah kependidikan akan dalam bahasa Arab akan dikuasai oleh mahasiswa karena basisnya adalah bahasa dan budaya Arab. oleh karenanya dosen pengampu mata kuliah meski bukan asli jurusan pendidikan bahasa Arab harus yang memiliki latar belakang bahasa Arab yang cukup. Seperti dosen statistika, jika silabusnya berbasis bahasa dan budaya Arab maka sudah dipastikan mahasiswa akan terbiasa dengan istilah-istilah statistic dalam bahasa Arab sehingga pada tahap selanjutnya siswa akan terbantu dalam melakukan penelitian skripsi maupun PPKT manakala membutuhkan analisis statistic dalam bahasa Arab.

bahasa dan budaya Arab. bagaimana PKN di Negara-negara Arab bisa dikontekskan lebih mendalam demikian juga mata kuliah matematika dasar akan sangat bermakna manakala dikontekskan dengan bahasa dan budaya Arab. jika tidak maka pembelajaran akan sia-sia belaka. Oleh karenanya dosen pengampu mata kuliah meski bukan asli jurusan pendidikan bahasa Arab harus yang memiliki latar belakang bahasa Arab yang cukup.

Mata kuliah universitas seperti PPKN, Matematika dasar pun demikian pengembangan silabus yang berbasis bahasa dan budaya Arab sangat penting dilakukan dengan cara menggunakan pengantar silabus berbahasa Arab, standar kompetensi, kompetensi dasar perlu disusun dan dikembangkan dengan berbasis bahasa dan budaya Arab. sehingga dalam pembelajaran, 99 persen dosen akan menggunakan bahasa dan budaya arab sebagai interaksi perkuliahan. Istilahistilah PKN akan bisa dikorelasikan dengan

2. Standar dalam standar kompetensi harus dijelaskan mengenai bahasa dan budaya Arab inklud di dalamnya.

43

Mata kuliah layanan bahasa Arab harus memiliki keahlian khusus sesuai dengan konteks mahasiswa yang akan diajari mata kuliah bahasa Arab misal: di jurusan IPA dosen bahasa Arab harus dipilih yang memiliki wawasan IPA yang cukup, di juursan Matematika, dosen harus memahami wawasan matematika yang cukup, di jurusan bahasa Inggris dosen bahasa Arab yang dipilih harus memiliki wawasan dan keterampilan bahasa Inggris yang memadai. Model silabus yang dipilih di jurusan Pendidikan Bahasa Arab harus mengikuti hal-hal sebagai berikut: 1. Bahasa pengantar silabus menggunakan bahasa Arab, baik itu silabus mata kuliah program studi, fakultas maupun universitas

3. Model silabus yang dipakai lebih kea rah model integrative 4. Bahasa pengantar dalam perkuliahan harus menggunakan bahasa Arab 5. Dosen semua mata kuliah di Program Studi Bahasa Arab harus yang memahami bahasa dan budaya Arab termasuk mata kuliah fakultas dan Universitas.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

44

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

6. Mata kuliah layanan bahasa Arab harus memiliki keahlian khusus sesuai dengan konteks mahasiswa yang akan diajari mata kuliah bahasa Arab misal: di jurusan IPA dosen bahasa Arab harus dipilih yang memiliki wawasan IPA yang cukup, di juursan Matematika, dosen harus memahami wawasan matematika yang cukup, di jurusan bahasa Inggris dosen bahasa Arab yang dipilih harus memiliki wawasan dan keterampilan bahasa Inggris yang memadai.

Kesimpulan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab sering kali mendapat kritikan terutama berkaitan dengan lemahnya kemahiran mahasiswa dalam berbahasa Arab terutama kemahiran istima’ dan kalam. Hal ini diindikasikan oleh karena lingkungan bahasa dan budaya Arab belum optimal diciptakan. Salah satu usaha yang bisa dilakukan dalam optimalisasi lingkungan bahasa dan budaya adalah dengan mengembangkan silabus bahasa Arab) seluruh mata kuliah (yang berbasis bahasa dan budaya Arab. Diantara strategi yang mungkin dilakukan dalam silabus agar bernuansa kental bahasa dan budaya Arab adalah kontekstualisasi semua silabus baik mata kuliah universitas, fakultas maupun jurusan ‘termasuk mata kuliah layanan bahasa Arab untuk prodi non-Pendidikan Bahasa Arab’ dengan bahasa dan budaya Arab dengan cara semua silabus harus menggunakan pengantar bahasa Arab, koteks pembelajaran diarahkan ke arah bahasa dan budaya Arab bahkan pengantar perkualiahannya pun harus menggunakan full bahasa Arab. Jadi semua dosen yang mengajar di jurusan Pendidikan bahasa Arab harus memiliki kompetensi bahasa Arab disamping kompetensi bidang yang diampunya.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

Daftar Pustaka al-Khalîfah, Hasan Ja’far, Fushûl fî Tadrîs al-Lughah al-’Arabiyyah, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003), Cet. II. al-Samirra’I, Ahmad ibn ‘Abd al-Rahmân, Ajhijah al-’Ardh al-Hâithiyyah, dalam http://www. Tarbawi.com. Anwar, Miftakul, “Urgensi Pendekatan “Cross-Cultural Understanding” (CCU) dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, dalam Jurnal “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 1, Juni 2008. Barnadib, Sutari Imam, Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), Cet. XV. Chaqoqo, Sri Guni Najib, “Pengajaran Bahasa Arab dalam Konteks Budaya”, dalam Jurnal “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008. Depdiknas-Dit. Pembinaan SMA, DIKLAT/ BIMTEK KTSP 2009, Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.(silde power point). Depdiknas-Dit. Pembinaan SMA, DIKLAT/ BIMTEK KTSP 2009, Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.(silde power point). Effendy, Ahmad Fuad, “Pendekatan Komunikatif untuk Menciptakan Lingkungan Bahasa Arab (Bî’ah ‘Arabiyyah) di Madrasah”, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Bahasa Arab Bagi Guru Bahasa Arab di Madrasah, Jakarta, Oktober 2004. Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing, Metode Tradisional dan Kontemporer, Jakarta, Bania Publishing, 2011. Hidayat, D., Tadriis al-Lughah al’Arabiyyah ‘ala Dhau al-Madkhal alLughawi al-Ijtimaa’I, makalah seminar

Pengembangan Silabus Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya

45

“Pembelajaran Bahasa Arab berbasis Rahmat, Aceng, Apresiasi Sastra dan Cross Cultural Understanding” Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Jakarta, 11 Desember 2008. Arab, makalah disampaikan pada seminar “Pembelajaran Bahasa Hidayatullah, syarif dalam http:// Arab Berbasis Cross-Cultural wismasastra.wordpress. Understanding (CCU)”, yang com/2009/05/25/apa-bahasa-itudiselenggarakan Jurusan Pendidikan sepuluh-pengertian-bahasa-menurutBahasa Arab (PBA), Fakultas Ilmu para-ahli/ Tarbiyah dan Keguruan (FITK), http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif diunduh 25 April 2011 Hidayatullah Jakarta, 11 Desember 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya diunduh 25 April 2011 Rusman, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT RajaGrafindo Pesada, http://tantrapuan.wordpress. 2011), cet. Ke-3. com/2009/05/12/bahasa-lambangarbitrer-dan-konvensional/ diunduh 25 Sanjaya, Wina, Kurikulum dan April 2011. Pembelajaran: Teori dan Parktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Keesing, Roger, M., Antropologi Budaya Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Suatu Perspektif Kontemporer, Pranada Media Grup, 2011, cet. ke-4. (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama , 1981). Semiawan, Conny, dkk., Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mangunwijaya, Forum, Kurikulum Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, yang Mencerdaskan Visi 2030 dan (Jakarta: Gramedia, 1992). Pendidikan Alternatif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007. Sidi, Indra Djadi, Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Metode Hattaiyyah karya Moh. Hatta atau Pendidikan, (Jakarta: Paramadina dan yang sejenisnya. Logos, 2001). Muslim ibn al-Hajjâj, Abu al-Husain, Mukhtashar Shahîh al-Muslim, Tahqîq Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Muhammad Nâshir al-Dîn al-Bânî, Pustaka Sinar Harapan, 2005). (Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 2000), Cet. I, hadîts No. 1803. Syahâtah Hasan, Ta’lîm al-Lughah al’Arabiyyah Baina al-Nazhariyyah Nasution, A. Sayuti A., “Memahami wa al-Tathbîq, (Kairo: al-Dâr alRagam Bahasa Arab Melalui Mishriyyah al-Lubnâniyyah, 1996), Pendekatan Budaya” dalam Jurnal Cet. III. “Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008. Syihabuddin, Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Kecerdasan Majemuk (adzNasution, S. , Pengembnagan Kurikulum, Dzaka’ al-Muta’addid), makalah (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, seminar. 1993), cet. Ke-5.

Raswan, M.Pd, M.Pd.I

‫‪Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013‬‬

‫اﳌﻨﻬﺞ ﰲ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ‪ ،‬ﻣﻦ‬

‫‪h t t p : / / w w w. v o i c e o f a r a b i c . n e t‬‬

‫ﰲ ﻳﻮم اﳋﻤﻴﺲ‪ ١٠ ،‬ﻣﻦ ﻧﻮﻓﻤﱪ ‪.٢١٠٢‬‬ ‫اﳌﻨﻬﺞ ﰲ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ‪ ،‬ﻣﻦ‬

‫‪h t t p : / / w w w. v o i c e o f a r a b i c . n e t‬‬

‫ﰲ ﻳﻮم اﳋﻤﻴﺲ‪ ١٠ ،‬ﻣﻦ ﻧﻮﻓﻤﱪ ‪.٢١٠٢‬‬

‫‪46‬‬

‫ﺟﺎك‪ ،‬رﻳﺘﺸﺎردز )‪ ،(Jaack C. Richards‬ﺗﻄﻮﻳﺮ‬ ‫ﻣﻨﺎﻫﺞ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ )‪in Language Taching‬‬ ‫‪ ،(Curriculum Development‬ﺗﺮﲨﺔ د‪.‬‬ ‫ﻧﺎﺻﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻏﺎﱄ د‪ .‬ﺻﺎﱀ ﺑﻦ ﻧﺎﺻﺮ‬ ‫اﻟﺸﻮﻳﺮخ‪.‬‬ ‫ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ اﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻔﻮزان‪ ،‬إﻋﺪاد ﻣﻮاد‬ ‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻐﲑ اﻟﻨﺎﻃﻘﲔ ﺎ )ﳐﺘﺼﺮات(‪،‬‬ ‫‪ ٨٢٤١‬ﻫـ‪.‬‬

‫‪Raswan, M.Pd, M.Pd.I‬‬

Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya

47

HUBUNGAN BAHASA, BERFIKIR, DAN BUDAYA ©Taufik Luthfi*

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract: This article aims to explain that between language, thought and culture has an attachment that affect each other , but which first appears it is still being debated. Among these opinions are as follows: first, culture, way of thinking and outlook of a society is determined by the language community itself. second , that the mind affects one’s language. Third, there is a stage prior to language and mind that brings them and there is some process language and thinking. fourth, between language and mind are each different system and the fifth, a language and structure of the biological heritage of human anatomy itself. Regardless of the different linguistic expert opinions about whether the language and thought are two different system, or the interplay of thought affect the structure or the structure of language, which clearly today almost all scholars from various disciplines have agreed to reject the hypothesis of Sapir and Worf above controversy. What is clear *Penulis adalah pengajar (guru) di SMP Al Ihsan, Jatisari - Karawang, dapat dihubungi melalui email: [email protected]

in the language learning process (foreign language) and culture thinking process of a nation or society is something that is very dominant in a particular foreign language learning success of learners in schools or madrasah (islamic school).

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻳﻜﺸﻒ أن ﺑﲔ اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫واﻟﻔﻜﺮ واﻟﺜﻘﺎﻓﺔ ﻟﺪﻳﻬﺎ ﻣﺮاﻓﻖ ﺗﺆﺛﺮ ﺑﻌﻀﻬﺎ‬ ‫ وﻟﻜﻦ اﻟﺬي ﻳﺒﺪو ﻟﻠﻮﻫﻠﺔ اﻷوﱃ ﻻ‬،‫اﻟﺒﻌﺾ‬ ‫ ﺑﲔ ﻫﺬﻩ اﻵراء ﻫﻲ ﻛﻤﺎ‬.‫ﻳﺰال ﳚﺮي اﳌﻨﺎﻗﺸﺔ‬ ‫ ﻳﺘﻢ ﲢﺪﻳﺪ اﻟﺜﻘﺎﻓﺔ وﻃﺮﻳﻘﺔ اﻟﺘﻔﻜﲑ‬،‫ أوﻻ‬:‫ﻳﻠﻲ‬ ،‫واﻟﻨﻈﺮة ﻟﻠﻤﺠﺘﻤﻊ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﳎﺘﻤﻊ اﻟﻠﻐﺔ ﻧﻔﺴﻬﺎ‬ ،‫ وﺛﺎﻟﺜﺎ‬،‫ أن اﻟﻌﻘﻞ ﻳﺆﺛﺮ ﻋﻠﻰ ﻟﻐﺔ ﻣﺎ‬،‫وﺛﺎﻧﻴﺎ‬ ‫وﻫﻨﺎك ﻣﺮﺣﻠﺔ ﻗﺒﻞ اﻟﻠﻐﺔ واﻟﻌﻘﻞ أن ﳚﻠﺐ ﳍﻢ‬ ‫وﻫﻨﺎك ﺑﻌﺾ اﻟﻠﻐﺎت اﻟﻌﻤﻠﻴﺔ واﻟﺘﻔﻜﲑ واﻟﺮاﺑﻊ‬ ‫ وﻫﻲ‬،‫وﺑﲔ اﻟﻠﻐﺔ واﻟﻌﻘﻞ ﻧﻈﺎم ﳐﺘﻠﻒ وﺧﺎﻣﺴﺎ‬ ‫ﻟﻐﺔ وﺑﻨﻴﺔ اﻟﱰاث اﻟﺒﻴﻮﻟﻮﺟﻴﺔ اﻟﺘﺸﺮﳛﻴﺔ اﻟﺒﺸﺮﻳﺔ‬ ‫ وﺑﻐﺾ اﻟﻨﻈﺮ ﻋﻦ ﳐﺘﻠﻒ آراء اﳋﱪاء‬.‫ﻧﻔﺴﻪ‬ ‫اﻟﻠﻐﻮﻳﲔ ﺣﻮل ﻛﻮن اﻟﻠﻐﺔ واﻟﻔﻜﺮ ﻧﻈﺎﻣﺎ ﳐﺘﻠﻔﺎن‬ Taufik Luthfi, S.Pd.I

48

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

‫أو اﻟﺘﻔﺎﻋﻞ ﺑﲔ اﻟﻔﻜﺮ ﻳﺆﺛﺮ ﻋﻠﻰ ﻫﻴﻜﻞ أو ﺑﻨﻴﺔ‬ ‫ واﻟﱵ ﻫﻲ اﻟﻴﻮم ﺑﻮﺿﻮح واﻓﻖ ﺗﻘﺮﻳﺒﺎ ﲨﻴﻊ‬.‫اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﳐﺘﻠﻒ اﻟﺘﺨﺼﺼﺎت ﻟﺮﻓﺾ ﻓﺮﺿﻴﺔ‬ ‫ وﻣﺎ ﻫﻮ واﺿﺢ ﰲ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﻌﻠﻢ‬.‫ﺳﺎﺑﲑ ووورف‬ ‫اﻟﻠﻐﺔ )اﻟﻠﻐﺔ اﻷﺟﻨﺒﻴﺔ( وﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﻔﻜﲑ ﺛﻘﺎﻓﺔ‬ ‫ﻟﻠﺸﻌﺐ أو اﺠﻤﻟﺘﻤﻊ ﻫﻮ أﻣﺮ ﻣﻬﻴﻤﻦ ﺟﺪا ﻋﻠﻰ‬ ‫وﺟﻪ اﳋﺼﻮص ﳒﺎﺣﺎ ﻟﺘﻌﻠﻢ ﻟﻐﺔ أﺟﻨﺒﻴﺔ ﻟﺪي‬ .‫اﳌﺘﻌﻠﻤﲔ ﰲ اﳌﺪارس أو اﳌﺪارس اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‬ Latar Belakang Sebagai makhluk yang paling sempurna manusia mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam kehidupannya, yaitu bahasa, fikiran, serta budaya. Untuk mempelajari hubungan antara bahasa, berfikir serta budaya kita membutuhkan ilmu yang disebut sosiolinguistik atau psikolinguistik. Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial.1 Dalam pembahasan sosiolinguistik ada tujuh dimensi masalah sosiolinguistik: (1) identitas sosial penutur, (2) identitas sosial pendengar, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial ,(5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.2 Adapun psikolinguistik adalah disiplin ilmu yang mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimatkalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan 1 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm 201 2 H.D Hidayat, Makalah Psikolinguistik (Pasca Sarjana UIN Bandung)

Taufik Luthfi, S.Pd.I

berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cahazu, 1973)3. Definisi lain tentang psikolinguistik adalah: satu sains antardisiplin yang dilahirkan sebagai akibat dari pada satu kesadaran, bahwa pengkajian bahasa merupakan sesuatu yang sangat rumit sehingga satu disiplin secara persendirian tidak mungkin mampu menerangkan hakikat bahasa itu menurut Simanjuntak (1987: 2). Emmon Bach mengutarakan bahwa “Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai suatu bahasa membentuk/membangun atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut” (Bach, 1964 : 64).4 Menurut Chaer yang menjadi pokok-pokok bahasan psikolinguistik adalah: (1) apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah yang “dimiliki” oleh seseorang sehingga dia mampu berbahasa? Bahasa itu sendiri dan komponen apa saja? (2) bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa dia harus lahir? Di manakah bahasa itu berada atau disimpan? (3) Bagaimana bahasa pertama (bahasa ibu) diperoleh seorang kanak-kanak? Bagaimana perkembangan penguasaan bahasa itu? Bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari? Bagaimanakah seseorang bisa menguasai dua, tiga, atau banyak bahasa? (4) Bagaimana proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat? Proses apakah yang terjadi di dalam otak waktu berbahasa? (5) bagaimana bahasa itu tumbuh dan mati? Bagaimana proses berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru? (6) Bagaimana hubungan bahasa dengan pemikiran? Bagaimana pengaruh kedwibahasaan atau kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang? (7) Mengapa seseorang menderita penyakit atau mendapatkan 3 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009), hlm 5 4 http://odazzander.blogspot.com/2011/09/ definisi-psikolinguistik.html, diakses 25 Januari 2012

Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya

49

tanpa komunikasi tidak ada masyarakat.8 Jadi inti dari berbahasa adalah bagaimana seseorang yang berada dalam suatu masyarakat bisa menggunakan bahasanya Dari sekian banyak permasalahan tersebut sebagai media berkomunikasi yang ada dalam kajian sosiolinguistik dan antara satu sama lainnya. psikolinguistik, pemakalah akan membatasi masalahnya pada materi hubungan bahasa, 2. Pengertian Berfikir berfikir dan budaya. Materi ini sangat Definisi yang paling umum dari berfikir penting untuk dikaji dan didiskusikan. adalah berkembangnya ide dan konsep Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), bahwa ketiga unsur tersebut merupakan 1983:52). Berfikir juga merupakan suatu pola prilaku manusia yang sudah tidak kegiatan mental yang melibatkan kerja otak bisa dipisahkan lagi, tetapi yang menjadi atau berfikir juga merupakan jerih payah permasalahan, manakah yang paling secara mental untuk memahami sesuatu pertamakali muncul, apakah bahasa, yang dialami atau mencari jalan keluar dari berfikir atau budaya? persoalan yang sedang dihadapi.9

gangguan berbicara (seperti afasia), dan Bagaimana cara menyembuhkannya? (8) Bagaimana bahasa itu harus diajarkan supaya hasilnya baik? Dan sebagainya 5.

Pengertian Bahasa, Berpikir dan Budaya 1. Pengertian Bahasa

3. Pengertian Budaya Tylor adalah seorang pakar antropologi yang pertama kali mendefinisikan pengertian budaya, menurutnya budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakata.10 Adapun Kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.11

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.6 Adapun berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan kemampuan dan perilaku untuk berfikir, bercakap-cakap, bersuara, ataupun bersiul. Lebih spesifik lagi berbahasa ini merupakan kegiatan dan proses memahami dan menggunakan isyarat komunikasi yang disebut bahasa.7 Menurut Nababan secara garis besarnya hakikat bahasa membicarakan sistem suatu unsur bahasa, sedangkan fungsi 8 Lihat Dra. Aslinda, M.Hum, dan Dra. Leni bahasa yang paling mendasar ialah untuk Syafyahya, M.Hum, Pengantar Sosiolinguistik, komunikasi. Dengan berkomunikasi akan (Bandung, PT Refika aditama, 2007), hlm 11 9 psikologi.or.idmycontentsuploads201011t terjadi suatu sistem sosial masyarakat, hinking.pdf 20 Januari 2012 5 Abdul Chaer , Psikolinguistik Kajian… hlm 8 6 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik… hlm 21 7 Abdul Chaer , Psikolinguistik Kajian… hlm 51

10 Lihat Roger, M. Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama , 1981), hlm 68 11 Lihat Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm 261

Taufik Luthfi, S.Pd.I

50

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Hubungan Antara Bahasa, Berpikir, dan Budaya Banyak para ahli linguistik mengemukakan teorinya tentang hubungan antara bahasa, berfikir dan budaya. Mereka berbeda pendapat dalam menganalisis masalah ini, ada yang berpandangan bahwa bahasa yang membentuk proses berfikir dan budaya, ada juga yang berpendapat pikiranlah yang membentuk bahasa. Tentunya para ahli tersebut mempunyai dasar dan alasan dalam mengemukakan teorinya masing-masing, bahkan mereka membuat penelitian selama betahun-tahun. Diantaranya para ahli itu adalah, Wilhelm von Humboldt, Edward sapir, Benjamin Lee Whorf, Jean Piaget, L.S Vygotsky, Noam Choamsky, Eric Lenneberg, Brunner.

Dari keterangan tersebut bisa disimpulkan, bahwa bunyi bahasa merupakan bentuk luar, sedangkan pikiran adalah bentuk dalam. Bentukluar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk-dalam bahasa berada di dalam otak. Kedua bentuk inilah yang “membelenggu” manusia dan menentukan cara berfikirnya.12

2. Teori Sapir-Whorf

Edward Sapir (1844-1929) adalah seorang Linguis Amerika yang memiliki pendapat hampir sama dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah “belas kasih” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat, menurutnya juga telah terjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian “didirikan” di atas Berikut ini akan sedikit dipaparkan tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. hubungan antara bahasa, berfikir dan Benjamin Lee Whorf (1897-1941) budaya menurut para ahli linguistik. murid Sapir, menolak pandangan klasik mengenai hubungan bahasa dan berfikir 1. Teori Wilhelm Von Humboldt yang mengatakan bahwa bahasa dan berfikir merupakan dua hal yang berdiri Wilhelm Von Humboldt (sarjana sendiri-sendiri. Selanjutnya menurut Whorf Jerman abad ke-19), menekankan adanya sistem tata bahasa suatu bahasa bukan ketergantungan pemikiran manusia pada hanya merupakan alat untuk menyuarakan bahasa. Maksudnya pandangan hidup dan ide-ide, tetapi juga merupakan pembentuk budaya suatu masyarakat ditentukan oleh ide-ide itu, merupakan program kegiatan bahasa masyarakat itu sendiri. mental seseorang, penentu struktur mental Mengenai bahasa itu sendiri Von seseorang. Dengan kata lain, tata bahasalah Humboldt berpendapat bahwa substansi yang menentukan jalan pikiran seseorang bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian (Simanjuntak, 1987). 13 pertama berupa bunyi-bunyi, dan bagian Sebagai suatu kenyataan bahwa lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum bahasa merupakan alat atau sarana untuk terbentuk bunyi-bunyi dibentuk oleh berfikir dan menciptakan kebudayaan. lutform, dan pikiran-pikiran ideenform “Dengan bahasalah anak memperoleh atau Innereform. Jadi, bahasa menurut Von sikap, nilai-nilai, cara berbuat dan lain Humboldt merupakan sintese dari bunyi sebagainya yang kita sebut kebudayaan. (Lautform) dan pikiran (Idennform). 12 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 52 13 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 52

Taufik Luthfi, S.Pd.I

Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya

51

Atau lewat bahasalah ia mempelajari pola- tidak ada. Piaget yang mengembangkan pola kultural dalam berfikir dan bertingkah teori pertumbuhan kognisi (Piaget, 1962), laku dalam masyarakat”.14 menurut teori ini seorang kanak-kanak Dengan melihat pendapat diatas memperoleh segala sesuatu mengenal teori yang diusung oleh Humboldt dan dunia melalui tindakan-tindakan dari dan kemudian baru melalui Sapir-Whorf ada benarnya juga. Kita perilakunya 17 bahasa. Bisa kita simpulkan maksud bisa melihat contoh, misalnya dengan memperhatikan bahasa-bahasa Indian yang dari Piaget, bahwa masyarakat yang merupakan rumpun di luar rumpun Indo- mempunyai pikiran cerdas, memilik Eropa, Franz Boas melihat cara berfikir pandangan yang luas dan masyarakat menghasilkan orang-orang ini dipengaruhi oleh struktur berbudaya tinggi akan 18 yang cerdas bahasa yang mereka pakai. Kenyataan masyarakat berbahasa bahwa salju merupakan entitas yang dan berkualitas pula. Orang-orang yang sangat signifikan dalam kehidupan suku cepat mengungkapkan ujaran dan cepat Eskimo sehari-hari maka bahasa mereka mengambil tindakan biasanya orang memiliki jumlah kosakata yang banyak tersebut mempunyai pikiran yang cepat untuk mengklasifikasikan salju: qana, juga. salju yang sedang turun; aput, salju yang baru saja turun di tanah; piqsirpoq, salju yang sedang meleleh, dan qimuqsuq, salju yang sedang mengalir. Dengan kata lain, bahasa membimbing mereka untuk melihat dan mengkategorikan fenomena alam di sekitarnya.15 Contoh lainnya adalah dalam bahasa Arab untuk nama binatang seperti singa mempunyai 500 kata, Ular mempunyai 200 sinonim, madu 80 sinonim, dan nama unta dan keuntaan mempunyai kurang lebih 4644 kata-kata berbahasa Arab.16

3. Teori Jean Piaget

Piaget mengemukakan dua hal penting mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran), sebagai berikut : a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode sensomotorik, yaitu satu sistem skema, dikembangkan secara penuh dan membuat lebih dahulu gambarangambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubunganhubungan benda-benda (sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakain kembali.

Berbeda dengan pendapat Sapir 17 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 54 dan Whorf. Piaget sarjana Perancis 18 Masyarakat bahasa adalah kelompok berpendapat justru pikiranlah yang orang yang berinteraksi dengan perantara bahasa. membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa 14 A. Chaedar Alwasilah, Pengantar Sosiologi Bahasa, (Bandung, Penerbit Angkasa, 1933), hlm 73 15 Soenjoyo Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa manusia, (Jakarta, Yayasan obor Indonesia), 284 16 Lihat . Chaedar Alwasilah, Pengantar Sosiologi…hlm 74

semua yang boleh disebut kegiatan tingkat tinggi manusia— kegiatan –kegiatan yang khas manusia— disebabkan oleh penyesuaian yang dekat di antara individu-indiviu yang kita sebut masyarakat, dan penysuaian ini, pada gilirannya, berdasarkan bahasa; oleh karena itu, masyarakat bahasa adalah semacam kelompok sosial yang paling penting, lihat, Leonard Bloomfield, Language (Bahasa), (Jakarta, Gramedia pustaka utama, 1995), hlm 40

Taufik Luthfi, S.Pd.I

52

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

b. Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa. Keduanya memiliki suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambang pada umumnya. Fungsi lambang ini mempunyai beberapa aspek. Piaget menegaskan bahwa intelek (pemikiran) sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotorik termasuk juga perilaku bahasa. yang perlu diingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensomotor ini kekekalan benda merupakan pemerolehan 19 umum.

4. Teori L.S Vygotsky Vygotsky (sarjana bangsa Rusia) berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama serta saling mempengaruhi. Begitulah kanak-kanak berpikir dengan mengunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.20

5. Teori Noam Chomsky Mengenai hubungan bahasa dan pemikiran Noam Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut hipotesis Nurani (Chomsky, 1957, 1965, 1968). Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa dalam adalah nurani. Artinya rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang kanakkanak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur bahasadalam yang bersifat universal. Menurut Chomsky bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah sama (karena didasari oleh suatu sistem yang universal), hanyalah pada tingkat dalamnya saja yang disebut struktur dalam (deep structure). Pada tingkat luar atau struktur luar (surface structure) bahasa-bahasa itu berbedabeda. Hipotesis nurani berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah sama. Struktur-dalam setiap bahasa bersifat otonom; dan karena itu, tidak ada hubungannya dengan sistem kognisi (pemikiran) pada umumnya, termasuk kecerdasan.21 Jadi bahasa dan fikiran adalah dua sistem yang berbeda dan terpisah, sehingga kita akan menemukan semua orang berbahasa tetapi mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda.

Menurut Chomsky setiap anak yang dilahirkan kedunia memiliki bekal untuk berbahasa atau disebut dengan LAD (Language Acquisition Device), alat penguasaan bahasa. Alat ini berfungsi untuk memungkinkan seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Cara kerja LAD ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa (bahasa apa saja: Sunda, Arab, Cina dan sebagainya) 19 http://www.scribd.com/doc/26901339/9/ “diberikan” kepada LAD seorang kanakHubungan-Berbahasa-Berpikir-dan-Berbudaya , kanak sebagai masukan (input), maka LAD 27 Januari 2012 20 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 55

Taufik Luthfi, S.Pd.I

21 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 56

Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya

53

itu akan membentuk salah satu tata bahasa b. Jadwal perkembangan, bahasa yang formal sebagai keluaran (out put)-nya: 22 sama berlaku bagi semua kanak-kanak normal. Semua kanak-kanak bisa Ucapan-ucapan dikatakan mengikuti strategi dan waktu Bahasa X pemerolehan bahasa yang sama, yaitu lebih dahulu menguasai prinsip-prinsip pembagian dan pola persepsi.

LAD

Tata Bahasa Formal Bahasa X

c. Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat meskipun pada kanakkanak yang mempunyai cacat tertentu seperti buta, tuli, atau memiliki orang tua pekak sejak lahir. Namun, bahasa kanak-kanak ini tetap berkembang dengan hanya sedikit keterlambatan.

d. Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk lain.hingga saat ini belum pernah ada makhluk lain yang mampu menguasai bahasa, sekalipun telah 6. Teori Eric Lenneberg diajar dengan cara-cara yang luar biasa.24 Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Eric Lenneberg mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus (Lenneberg, 7. Teori Brunner 1964). Menurut Lenneberg, manusia Berkenaan dengan masalah menerima warisan biologi dalam hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner menggunakan bahasa yang khusus untuk memperkenalkan teori yang disebutnya manusia. Lenneberg telah menyimpulkan Teori Instrumentalisme. Menurut teori ini banyak bukti yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat pada manusia untuk upaya manusia untuk berbahasa didasari mengembangkan dan menyempurnakan oleh biologi yang khusus untuk manusia pemikiran itu. Dengan kata lain, bahasa dan bersumber pada genetik tersendiri dapat membantu pemikiran manusia supaya secara asal.23 dapat berpikir lebih sistematis. Bruner Bukti manusia telah dipersiapkan berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran secara biologis untuk berbahasa menurut berkembang dari sumber yang sama. Oleh Lenneberg adalah sebagai berikut: karena itu, keduanya mempunyai bentuk a. Kemampuan berbahasa sangat erat yang sangat serupa. Lalu karena sumber hubungannya dengan bagian-bagian yang sama dan bentuk yang sangat serupa, anatomi dan fonologi manusia, seperti maka keduanya dapat saling membantu. pikiran adalah alat bagian-bagian otak tertentu (bagian Selanjutnya, bahasa dan 25 konteks tertentu) yang mendasari untuk berlakunya aksi. bahasa. 22 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 171 23 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 58

24 http://www.scribd.com/doc/26901339/9/ Hubungan-Berbahasa-Berpikir-dan-Berbudaya , 27 Januari 2012 25 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 59

Taufik Luthfi, S.Pd.I

54

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Kekontrovesialan Hipotesis Relativitas26

dan sebaliknya, melalui pikiran orang dapat juga mempengaruhi perilakunya”.

Dari penjelasan para ahli diatas, sudah jelas antara bahasa dan pikiran mempunyai hubungan yang sangat erat sekali, terlepas mana yang lebih mempengaruhi, apakah bahasa atau pikiran. Perdebatan panjang tentang masalah ini mungkin tidak akan pernah selesai dan yang paling banyak mencuri perhatian para peneliti adalah teorinya Sapir dan Whorf tentang hipotesis relativitas, Mazhab hipotese relativitas linguistik, merupakan pandangan atau hipotesis yang mengatakan bahwa bahasa mempengaruhi cara berfikir penuturnya.27 Menurut Whorf (1966:213), setiap bahasa memaksa atau memberikan suatu “pandangan dunia” pada penuturnya.28 Akan tetapi banyak para ahli yang meragukan teori Worf tersebut. Antara lain Clark dan Clark menurutnya teori yang diajukan Sapir dan Whorf buktibukti yang diajukannya hanya satu-dua kasus yang terpisah-pisah dan kurang sistematis. Clark dan Clark mengajukan suatu teori yang berbunyi “Ada pengaruh struktur bahasa pada cara berfikir orang:

Dalam kesempatan lain hipotesis relativitas terbantahkan oleh penelitianpenelitan selanjutnya bahwa tidak semua bahasa mempengaruhi cara berfikir atau kebudayaan seseorang. Farb (1974) mengadakan penelitian terhadap sejumlah wanita Jepang yang menikah dengan orang Amerika dan tinggal di San Fransisco, Amerika. Dari penelitian itu Farb menarik kesimpulan bahwa bahasa bukan menyebabkan perbedaanperbedaan kebudayaan, tetapi hanya mencerminkan kebudayaan tersebut. Bahasa Jepang mencerminkan kebudayaan Jepang, dan bahasa Inggris mencerminkan kebudayaan Inggris. Bukti lain bahwa bahasa tidak mempengauhi pikiran atau budaya dapat dilihat pada orang yang cacat organ speech. Yang dalam buku Dardjowidjojo dikenal dengan istilah kilir lidah dan afasia. Kilir lidah adalah suatu fenomena dalam produksi ujaran di mana pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan.29 Kesalahan yang berupa kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukan bahwa ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus meramunya (Meyer 2000:51).30 Dalam hal ini yang memiliki peran yang sangat besar dalam meramu sebuah kata agar antara langue dan parole itu sesuai adalah otak (pikiran). Biasanya kilir lidah terjadi pada waktu orang yang berbicara merasa gugup atau ketakutan, sehingga antara konsep yang ada di pikiran dengan bahasa yang diujarkan mengalami perbedaan.31 Adapun afasia adalah suatu penyakit wicara di mana orang tidak dapat berbicara dengan baik karena adanya penyakit pada otaknya. Penyakit ini umumnya muncul

26 Secara detail Sebenarnya Sapir dan Whorf menguraikan dua hihpotesis mengenai keterikatan antara bahasa dan pikiran. Pertama, adalah Linguistic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum pararel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic Cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut). Kedua, linguistic determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara individu mempersepsi dan menalar dunia perceptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa. Tetapi pada umumnya yang lebih populer dalam penelitian bahasan ini adalah istilah hipotesis relativitas (relativity hypothesis). 27 Soenjoyo Dardjowidjojo, Psikolinguistik …hlm 285 28 Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa, (Yogyakarta, Pustaka Book Publisher), Cet II, hlm, 289

Taufik Luthfi, S.Pd.I

29 Soenjoyo Dardjowidjojo, Psikolinguistik …hlm 147 30 Lihat Soenjoyo Dardjowidjojo, Psikolinguistik …hlm 142 31 Bahasa-dan-pikiran.html, 25 Januari 2012

Hubungan Bahasa, Berfikir, dan Budaya

karena orang tadi mengalami stroke, yakni sebagian dari otaknya kekurangan oksigen sehingga bagian tadi merasa cacad.32 Melihat dua contoh diatas, menjelaskan bahwa ada keterikatan antara fikiran dan bahasa. Semua bahasa yang akan diujarkan terlebih dahulu diproses oleh otak. Apabila seorang manusia memiliki kondisi otak yang error maka tidak akan menciptakan sebuah ujaran atau bahasa.

55

Kesimpulan Dari uraian-uraian menurut para ahli diatas antara bahasa, berpikir dan berbudaya mempunyai sebuah keterikatan yang saling mempengaruhi, tetapi mana yang pertamakali muncul itu yang masih menjadi perdebatan. Diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Budaya, cara berfikir dan pandangan Dalam buku Prof. Dr. Sumarsono dan suatu masyarkat ditentukan oleh bahasa Drs. Paina Partana, M. Hum Sosiolinguistik, masyarakat itu sendiri dikemukakan juga beberapa bukti yang menyanggah pendapat Sapir dan Whorf 2. Fikiran yang mempengaruhi bahasa seseorang tersebut diantaranya: 1. Ada banyak contoh lingkungan fisik 3. Ada sebuah tahapan sebelum tempat suatu masyarakat hidup dapat adanya bahasa dan fikiran yang dicerminkan dalam bahasanya. Artinya mempertemukan antaranya dan disana lingkungan dapat mempengaruhi bahasa terjadi proses berbahasa dan berfikir masyarakat itu, biasanya dalam hal 4. Antara bahasa dan fikiran merupakan leksikon atau perbendaharaan katanya. masing-masing sistem yang berbeda 2. Lingkungan sosial dapat juga dicerminkan dalam bahasa dan 5. Bahasa merupakan warisan biologis sering dapat berpengaruh pada dan struktur anatomi manusia itu struktur kosakata. Misalnya sistem sendiri. kekeluargaan atau kekerabatan orang Amerika berbeda dengan sistem Terlepas dari berbedanya pendapat kekeluargaan orang-orang dari para ahli linguistik tentang apakah bahasa berbagai suku di Indonesia. dan pemikiran merupakan dua sistem yang 3. Adanya lapisan-lapisan masyarakat berasingan, atau saling mempengaruhi atau feodal dan kasta menimbulkan pula struktur pemikiran mempengaruhi struktur pengaruh dalam bahasa. Seperti yang bahasa, yang jelas dewasa ini hampir semua sudah kita lihat, akibat adanya sistem sarjana dari berbagai disiplin sepakat untuk feodal pada beberapa suku di Indonesia menolak hipotesis kontroversinya Sapir dan sistem kata pada masyarakat dan Worf diatas.34 Bali pada zaman dulu, maka dalam Yang jelas dalam proses pembelajaran masyarakat itu muncul penjenjangan dalam bahasa. bahasa (bahasa asing) proses berfikir dan 4. Di samping lingkungan dan struktur kebudayaan suatu bangsa atau masyarakat sosial, nilai-nilai masyarakat (Social adalah sesuatu yang sangat dominan value) dapat pula berpengaruh pada dalam kesuksesan pembelajaran bahasa masyarakat itu. Contoh yang jelas asing khususnya peserta didik yang ada di misalnya yang menyangkut tabu. 33 sekolah-sekolah atau madrasah. 32 Lihat Soenjoyo Dardjowidjojo, Psikolinguistik …151 33 Prof. Dr. Sumarsono, M. Ed, Sosiolinguistik, (Yogyakarta, Sabda), Cet I, hlm, 61-65.

34 Abdul Chaer, Psikolinguistik … , hlm 62

Taufik Luthfi, S.Pd.I

56

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Saran dan kritik

Djojosuroto, Kinayati, Filsafat Bahasa, (Yogyakarta, Pustaka Book Publisher), Pemakalah sadari makalah ini masih Cet II jauh dari kesempurnaan, saran dan kritik yang kontruktif dari pembaca dan para Hidayat, Prof. Dr. H.D, Makalah Psikolinguistik (Pasca Sarjana UIN peneliti atau pemerhati bahasa adalah Bandung) harapan yang ditunggu-tunggu oleh pemakalah. Mudah-mudahan pengkajian http://odazzander.blogspot.com/2011/09/ tentang bahasa, berfikir dan budaya masih definisi-psikolinguistik.html terus berlanjut oleh pembelajar lainnya. Sehingga menjadi penyempurna dari http://www.scribd.com/doc/26901339/9/ Hubungan-Berbahasa-Berpikir-danmakalah ini. Berbudaya

Daftar Pustaka

Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik, ( Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1993)

Alwasilah, A. Chaedar, Pengantar M. Keesing, Roger, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, Sosiologi Bahasa, (Bandung, Penerbit (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama , Angkasa, 1933) 1981) Aslinda, Dra., M.Hum, dan Dra. Leni Syafyahya, M.Hum, Pengantar psikologi.or.idmycontentsuploads201011th inking.pdf Sosiolinguistik, (Bandung, PT Refika aditama, 2007) Bahasa-dan-pikiran. Sumarsono, Prof. Dr. M. Ed, Sosiolinguistik, html (Yogyakarta, Sabda), Cet I Chaer, Abdul, Psikolinguistik Kajian Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Teoretik, (Jakarta, Rineka Cipta, 2009) Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Dardjowidjojo, Soenjoyo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa manusia, (Jakarta, Yayasan obor Indonesia)

Taufik Luthfi, S.Pd.I

Pustaka Sinar Harapan, 2005)

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

57

STRATEGI MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA ARAB BERDASARKAN “HIERARCHY OF NEEDS” MASLOW ©Toto Edidarmo*

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract One important aspect in the learning Arabic for Indonesian students is learning motivation. Learning motivation is usually associated with those objectives in studying Arabic, for example, to understand the Qur’an and the hadith of the Prophet Muhammad PUH, studying Islamic literatures, looking for a job in the Middle East, communicate fluently in Arabic, or fluent in both spoken and written Arabic. This paper discusses the motivation as the psychological aspects that influence Arabic learning by Indonesian students. Motivation is a construct used to explain the initiation, direction, and intensity of an individual’s behavior; it has a lot to do with weather engage or disengage in classroom activities. Arabic language teachers must to motivate student learning needs as well as by implementing improvement strategies in accordance with the conditions of motivational goals into their ultimate motivation. Strategies to *Penulis adalah dosen bahasa Arab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dapat dihubungi melalui email: totoedi@ yahoo.com.

increase motivation to learn Arabic may be embodied in several levels of need as in Maslow’s theory “hierarchy of needs”. This article aims to explain that The author suggests that the Arabic teacher in Indonesia can serve as a good facilitator, particularly in providing the motivation for her students in learning Arabic. With the understanding that human needs tiered (hierarchical) and inter-related, then the teacher should formulate motivation levels needs to learn the Arabic language for their students as well as implementing a good strategy in order to develop the motivation to learn the Arabic language. Strategy to increase motivation to learn Arabic by Maslow’s hierarchy of needs theory above can be used as an alternative in improving instruction motivated.

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ﰲ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻳﻘﱰح اﻟﻜﺎﺗﺐ أن ﻣﺪرس‬ ‫اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﰲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﳝﻜﻦ أن ﻳﻜﻮن ﲟﺜﺎﺑﺔ‬ ‫ ﻻ ﺳﻴﻤﺎ ﰲ ﺗﻮﻓﲑ اﳊﺎﻓﺰ ﻟﻄﻼﺑﻪ‬،‫اﳌﻴﺴﺮ اﳉﻴﺪ‬ Toto Edidarmo, MA

58

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

‫ ﻋﻠﻰ أﺳﺎس أن اﺣﺘﻴﺎﺟﺎت‬.‫ﰲ ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬ ‫ وﳚﺐ‬،‫اﻹﻧﺴﺎن ﰲ ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت )اﳍﺮﻣﻲ( واﳌﱰاﺑﻄﺔ‬ ‫ﻋﻠﻰ اﳌﻌﻠﻢ وﺿﻊ ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت اﻟﺘﺤﻔﻴﺰ اﻟﱵ ﳛﺘﺎج‬ ‫إﻟﯩﻬﺎ ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻠﻄﻼﺑﻪ وﻛﺬﻟﻚ ﺗﻨﻔﻴﺬ‬ ‫اﺳﱰاﺗﻴﺠﻴﺔ ﺟﻴﺪة ﻣﻦ أﺟﻞ ﺗﻨﻤﻴﺔ اﻟﺪاﻓﻌﻴﺔ ﻟﺘﻌﻠﻢ‬ ‫ واﻻﺳﱰاﺗﻴﺠﻴﺔ ﻟﺰﻳﺎدة اﻟﺪاﻓﻌﻴﺔ ﻟﺘﻌﻠﻢ‬.‫اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬ ‫اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﻦ ﺧﻼل ﻫﺮم ﻣﺎﺳﻠﻮ ﻟﻼﺣﺘﻴﺎﺟﺎت‬ ‫ﻧﻈﺮﻳﺔ أﻋﻼﻩ ﳝﻜﻦ اﺳﺘﺨﺪاﻣﻬﺎ ﻛﺒﺪﻳﻞ ﰲ ﲢﺴﲔ‬ .‫داﻓﻊ اﻟﺘﺪرﻳﺲ‬ Kata Kunci: Motivasi belajar, demotivasi, bahasa Arab, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, strategi peningkatan motivasi, teori hierarki kebutuhan Maslow.

A. Pendahuluan Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia merupakan proses yang saling terkait antara siswa, guru, materi, kurikulum, metode, sumber belajar, sarana dan media pembelajaran, lingkungan sosial-budaya, serta kebijakan pemerintah dalam bidang pengajaran bahasa Arab. Pembelajaran bahasa Arab meniscayakan adanya hubungan pelbagai faktor, variabel, dan kendala yang dapat menentukan sebuah keberhasilan atau kegagalan. Salah satu faktor psikologis yang diasumsikan dapat menentukan keberhasilan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia adalah motivasi belajar siswa dalam bahasa Arab serta kecapakan guru dalam menumbuh-kembangkan motivasi siswanya untuk mempelajari bahasa AlQuran yang mulia. Berbagai penelitian tentang strategi dan metode pembelajaran bahasa Arab yang dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa sudah dilakukan dan hasilnya telah direkomendasikan, dipublikasikan, dan

Toto Edidarmo, MA

diterapkan di berbagai kelas.1 Akan tetapi, tampaknya pembelajaran bahasa Arab di berbagai tingkat satuan pendidikan masih sering mengalami problem motivasi belajar yang rendah. Belum lagi faktor eksternal berupa kebijakan pemerintah dalam bidang pengajaran bahasa Arab di Indonesia. Moh. Ainin menyebutkan fenomena demotivasi pembelajaran bahasa Arab di Madrasah,2 salah satunya merupakan dampak keberadaan Permendiknas tahun 2009, baik No. 74 maupun No. 75. Pada Permendiknas ini, mata pelajaran bahasa Arab tidak termasuk pelajaran yang di-UN-kan (diujikan secara nasional). Menurut Ainin, peraturan ini dapat diterima apabila diberlakukan untuk sekolah-sekolah umum, misalnya SD, SMP, dan SMA/SMK, yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional. Akan tetapi, sangat aneh jika Kementerian Agama yang mengelola madrasah, misalnya MI, MTs, MA, dan MAK, tidak menetapkan bahasa Arab sebagai matapelajaran yang di-UN-kan di lingkungannya. Apabila mata pelajaran bahasa Arab di madrasah pada berbagai 1 Misalnya, skripsi Fulan Dwi Kurnia (2010), “Penggunaan Lagu untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Bahasa Arab Siswa Kelas V SDI Surya Buana Malang”, Skripsi Lailiyana Septiana (2011), “Penerapan Teknik Brainstorming untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Malang I”, dan Penelitian Tindakan Kelas oleh Hilmi Try Rusdayani, “Penggunaan Media Kartu Berangkai untuk Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Arab Siswa Kelas IV MI Mansya’ul Huda Jombang”. Diakses dari http:// library.um.ac.id/ptk/index pada 7 September 2012. Juga, penelitian lainnya. 2 Moh. Ainin, “Fenomena Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya”, Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab pada Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 28 April 2011, h. 17-18.

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

jenjang ditetapkan sebagai mata pelajaran yang di-UN-kan oleh Kementerian Agama, maka fenomena demotivasi dapat diminimalkan. Nasionalisasi ujian mata pelajaran bahasa Arab di lingkungan madrasah cukup rasional dan proporsional karena visi madrasah adalah keagamaan atau ke-Islaman. Visi ini akan tercapai manakala salah satu unsur utama yang mengantarkan siswa memahami dan menghayati ajaran Islam secara maksimal mendapatkan perhatian memadai, yaitu bahasa Arab. Selain itu, ujian nasional mata pelajaran bahasa Arab akan meningkatkan motivasi belajar bahasa Arab, sekalipun motivasi tersebut pada awalnya bersifat ekstrinsik-negatif (dorongan belajar karena ada rasa takut akan hukuman, yakni takut tidak lulus UN).3 Problematika pembelajaran bahasa Arab dapat dibagi menjadi dua, yaitu: aspek linguistik dan aspek nonlingustik. Dalam pembelajaran bahasa Arab, aspek linguistik meliputi substansi bahasa Arab yang ditinjau dari perspektif fonologi (‘ilm al-ashwât), morfologi (‘ilm alsharf), sintaksis (‘ilm al-nahw/qawâ‘id), dan semantik (‘ilm al-dilâlah), serta karakteristik materi bahasa Arab yang berbeda dengan bahasa lain termasuk bahasa Indonesia. Aspek nonlinguistik bahasa Arab mencakup aspek sosial budaya Arab, aspek psikologis pebelajar seperti sikap, minat, dan motivasi belajar, dan aspek edukatif seperti kurikulum, tujuan pembelajaran, muatan materi, sistem pembelajaran, sistem evaluasi, kualitas dan 3 Menurut Ainin (ibid., hal. 18), dalam perspektif teori Behaviorisme, nasionalisasi ujian mata pelajaran bahasa Arab dapat dikagorikan sebagai bentuk rewards atau punishments. Artinya, siswa yang menguasai bahasa Arab akan diapresiasi dengan skor ujian yang tinggi (rewards), dan siswa yang kurang menguasai bahasa Arab juga diapresiasi dengan skor ujian yang rendah (punishments). Keberadaan rewards dan punishments berimplikasi pada semangat siswa untuk mempelajari bahasa Arab.

59

kualifikasi tenaga pengajar, serta sarana penunjang pembelajaran.4 Menurut Muhbib A. Wahab, salah satu tantangan pengembangan pendidikan bahasa Arab di Indonesia adalah rendahnya minat dan motivasi belajar bahasa Arab, serta kecenderungan pelajar atau mahasiswa bahasa Arab untuk “mengambil jalan yang serba instan” tanpa melalui proses ketekunan dan kesungguhan. Hal ini terlihat dari karya-karya dalam bentuk makalah dan skripsi yang cenderung merosot atau kurang berbobot mutunya. Mahasiswa yang sudah berada di jurusan bahasa Arab seakan tidak betah dan ingin mencari “dunia lain”. Indikatornya, tidak sedikit mahasiswa yang mengeluh bahwa jurusan bahasa Arab itu sebetulnya bukan “habitat” mereka yang sesungguhnya.5 Hasil penelitian Jamsuri Muhammad Syamsuddin dan Mahdi Mas’ud terhadap 30 mahasiswa Ilmu Politik (Humaniora) pada International Islamic University Malaysia mengenai kesulitan belajar bahasa Arab menunjukkan bahwa penyebab kesulitan belajar bahasa Arab ternyata bukan sepenuhnya pada substansi atau materi bahasa Arab, melainkan pada ketiadaan minat (100%), tidak memiliki latar belakang belajar bahasa Arab (87%), materi/kurikulum perguruan tinggi (83%), 4 Maswani dalam “Problematika Pembelajaran Bahasa Arab bagi Mahasiswa Prodi Umum FITK UIN Jakarta”, Jurnal Afaq Arabiyyah, Vol. 5, No. 1, Juni 2010, h. 31-38, merinci problem nonlinguistik dalam empat bagian, yaitu: aspek psikologis, aspek sosial budaya, aspek politik dan diplomasi luar negeri, dan aspek edukatif. Lihat juga skripsi Ahmad Sukria (2008), “Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Pemecahannya (Studi Kasus Pada Siswa SMP Muhammadiyah 04 Sukorejo, Kendal Tahun Ajaran 2007/2008)”. Diakses dari http://etd.eprints.ums.ac.id/5565/ pada 8 September 2012. 5 Muhbib A. Wahab dalam “Tantangan dan Prospek Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia”, Jurnal Âfâq ‘Arabiyyah, Vol. 2, No.1, Juni 2007, h. 10.

Toto Edidarmo, MA

60

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

kesulitan memahami materi bahasa Arab (57%), dan lingkungan kelas yang tidak kondusif (50%). Lebih dari itu, ditemukan bahwa 80% penyebab kesulitan belajar bahasa Arab adalah faktor psikologis. 77% di antara mereka memiliki kesan negatif terhadap bahasa Arab; dan 33% herregistrasi mata kuliah bahasa Arab dianggap mempengaruhi belajar bahasa Arab mereka di kampus.6 Jadi, penyebab kesulitan belajar bahasa Arab banyak disebabkan oleh faktor psikologis (minat, motivasi, tidak percaya diri), edukatif, dan sosial. Pada dasarnya, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia tidak terlepas dari eksistensi bahasa Arab sebagai bahasa sumber utama ajaran Islam, yaitu: AlQuran dan Al-Sunnah dan sebagai bahasa dunia. Al-Quran merupakan acuan nilai, sumber inspirasi dan motivasi berbagai studi ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Arab. Mempelajari tata bahasa Arab, misalnya, bukan sekadar untuk bisa membaca AlQuran, melainkan juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, serta mengambil kesimpulan hukum agama yang terkandung di dalamnya. Semua studi yang terkait dengan Al-Quran, seperti tafsir, fiqih, ushul fiqih, ilmuilmu Al-Quran, tasawuf, dan sebagainya pada dasarnya didedikasikan untuk memahami, menafsirkan, menghayati, dan meningkatkan kualitas pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari”.7 6 Jamsuri Muhammad Syamsuddin dan Mahdi Mas’ud, “Shu’ûbat Ta’allum al-Lughah al‘Arabiyyah lada Thullâb al-‘Ulûm al-Insâniyyah (‘Ilm al-Siyâsah) fi al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah al‘Âlamiyyah bi Malaysia”, dalam Dudung Rahmat Hidayat dan Yayan Nurbayan (Ed.), Seminar Internasional Bahasa Arab dan Sastra Islam, Kurikulum dan Perkembangannya, Bandung, 23-25 Agustus 2007, h. 23-25. 7 Ramadhân ‘Abd al-Tawwâb, Fushûl fi Fiqh al-‘Arabiyyah, (Kairo: Maktabah al-Khânijî, 1987), Cet. III, h. 108-9.

Toto Edidarmo, MA

Di sekolah-sekolah Islam yang mengajarkan bahasa Arab sebagai bahasa asing, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), atau SD, SMP, dan SMA Islam, kurikulum bahasa Arab menekankan aspek-aspek nilai keagamaan dan budaya Arab Islam, meskipun tidak sedikit yang fokus pada aspek-aspek komunikasi modern. Dengan demikian, sangat ganjil apabila pembelajaran bahasa Arab di Indonesia mengalami demotivasi terhadap nilai-nilai keagamaan dan budaya Arab Islam. Sebab, masih banyak faktor yang mendukung supremasi dan eksistensi bahasa Arab, seperti penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran dan literatur Islam, bahasa ritual keagamaan umat Islam, bahasa resmi PBB, dan bahasa ibu bagi 25 negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. 8 Di sisi lain, bahasa Arab telah menarik minat jutaan penduduk dunia untuk mempelajarinya karena sebagian istilah Islam berasal dari bahasa Arab. Di Indonesia sendiri, jumlah serapan dari bahasa Arab 8 Sebagai bahasa Semitik Tengah yang berkerabat dengan Bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa Neo Arami, bahasa Arab dituturkan oleh lebih dari 280 juta orang di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara dan sekitar 250 juta orang menggunakannya sebagai bahasa kedua di seluruh dunia. Berdasarkan penyebaran geografisnya, bahasa Arab percakapan memiliki banyak variasi dialek yang berbedabeda. Bahasa Arab modern telah diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 sub-bahasa dalam bahasa Arab baku (Bahasa Arab Sastra) dan diajarkan secara luas di sekolah dan universitas, serta digunakan di tempat kerja, pemerintahan, dan media massa. Bahasa Arab Baku berasal dari bahasa Arab klasik, satu-satunya anggota rumpun bahasa Arab kuno yang saat ini masih digunakan, sebagaimana terlihat dalam prasasti peninggalan Arab pra-Islam yang berasal dari abad ke-4. Bahasa Arab Klasik juga telah menjadi bahasa kesusasteraan dan bahasa peribadatan sejak lebih kurang abad ke-6. Sedangkan, abjad Arab ditulis dari kanan ke kiri. Lihat, antara lain: Versteegh, Kees (1997), The Arabic Language, Edinburgh University Press, h. 33; Wikipedia dengan judul “Bahasa Arab”.

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

61

lebih dari seribu kata. Bahasa Arab juga telah diajarkan di pesantren-pesantren Indonesia sejak beberapa abad silam, sementara jumlah pesantren selalu meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Departemen Agama RI, jumlah pesantren tahun 2007 adalah 14.647 dengan jumlah santri 3.289.141.9 Selain itu, banyak universitas internasional dan beberapa sekolah menengah internasional telah mengajarkan bahasa Arab sebagai bahasa asing. Bahasa Arab pun berkembang semakin luas dengan munculnya software, siaran TV berbahasa Arab, dan pembelajaran online. Semasa Abad Pertengahan, bahasa Arab juga menjadi alat utama budaya, terutama dalam sains, matematika dan filsafat, yang menyebabkan banyak bahasa Eropa turut meminjam kosakata dari bahasa Arab.

Problem lemahnya motivasi belajar bahasa Arab bagi pelajar Indonesia diduga karena kurangnya perhatian guru bahasa Arab dalam meningkatkan motivasi siswanya untuk mempelajari bahasa Arab, selain karena ada stigma negatif tentang bahasa Arab yang (katanya) sulit dipelajari serta kendala lainnya. Karena itu, perlu dilakukan telaah yang mendalam tentang apa sebenarnya motivasi belajar bahasa Arab dan bagaimana strategi guru dalam memotivasi siswanya terhadap pelajaran bahasa Arab. Berkaitan dengan motivasi, penulis akan menggali teori Abraham Maslow tentang hierarki kebutuhan manusia, kemudian menghubungkannya dengan nilai-nilai Islam atau kegiatan belajar pada umumnya. Setelah itu, penulis mencoba memaparkan strategi pengajaran yang tepat untuk meningkatkan motivasi Akan tetapi, tampaknya motivasi belajar belajar bahasa Arab bagi siswa tingkat bahasa Arab bagi pelajar di madrasah dan dasar, menengah, dan perguruan tinggi. sekolah Islam di Indonesia belum searah Tujuan penulisan artikel ini adalah dengan supremasi dan kekuatan bahasa untuk mengetahui apa sebenarnya hakikat Arab sebagai bahasa umat Islam, bahasa motivasi belajar bahasa Arab berdasarkan resmi PBB, bahasa literatur Islam, dan teori Maslow tentang hierarki kebutuhan bahasa ritual keagamaan mereka. Padahal, dan bagaimana guru bahasa Arab secara teoretis, apabila motivasi belajar meningkatkan motivasi belajar bahasa bahasa Arab cukup kuat, maka keberhasilan Arab. Mengingat bahwa gaya belajar siswa pembelajaran bahasa Arab akan mudah sangat beragam,10 maka diperlukan strategi dicapai, dan berbagai kompetensi kemahiran yang efektif untuk menumbuhkan motivasi berbahasa Arab dapat diraih, seperti dapat belajar siswa agar mereka dapat mengalami membaca literatur Islam yang berbahasa pembelajaran bahasa Arab dengan perasaan Arab, dapat berkomunikasi dengan penutur yang nyaman, senang, antusias, bergairah, asli bahasa Arab, dan dapat memperoleh sarat inisiasi, dan tanpa beban. pekerjaan di negara-negara Timur Tengah 10 Tentang gaya belajar untuk pemerolehan bahasa kedua, Ehrman dan Leaver (2003) yang dikenal kaya minyak. 9 Berdasarkan data Departemen Agama RI, pada 1977, jumlah pesantren sekitar 4.195 dengan jumlah santri sekitar 677.384 orang. Pada tahun 1981, tercatat ada sekitar 5.661 pesantren dengan 938.397 orang santri. Pada tahun 1985 jumlah pesantren terus mengalami kenaikan menjadi 6.239 dengan jumlah santri mencapai sekitar 1.084.801 orang. Sementara pada tahun 1997, Departemen Agama sudah mencatat 9.388 buah pesantren dengan santri sebanyak 1.770.768 orang. Hingga 2007, jumlah pesantren mencapai 14.647 dengan jumlah santri 3.289.141.

meneliti relevansi 9 gaya berikut: (1) dependensi vs indepedensi bidang, (2) acak [nonlinier] vs berurutan [linear], (3) umum vs khusus, (4) induktif vs deduktif, (5) sintesis vs analitis, (6) analog vs digital, (7) konkret vs abstrak, (8) penyetaraan vs penajaman, (9) impulsive vs reflektif. Para peneliti lain (seperti Brown, 2002; Reid, 1995, Danesi, 1998, dll) menambahkan beberapa faktor lagi, termasuk gaya otak kiri dan kanan, toleransi ambiguitas, dan gaya visual, auditoris, dan kinestetis. Baca: H. Douglas Brown 2007, Principles of Language Learning and Teaching, Pearson Education, hal. 118-132

Toto Edidarmo, MA

62

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Secara teoretis, motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menggerakkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam dirinya (motivasi intrinsik) maupun dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Motivasi adalah sebuah bangunan untuk menjelaskan inisiasi, arah, intensitas, dan persistensi terhadap perilaku individu dalam suasana yang melibatkan dirinya.11 Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, maupun aktivitas lainnya.

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuanDalam konteks belajar, tak tujuan belajar dan strategi yang berkaitan 12 diragukan bahwa motivasi belajar dapat dalam mencapai tujuan belajar tersebut. Terkait dengan pembelajaran bahasa mempengaruhi hasil atau prestasi belajar. Motivasi belajar yang kuat atau tinggi akan Arab, motivasi belajar dapat dilihat dari mendorong siswa untuk mencapai prestasi tujuan, keinginan, dan kebutuhan pebelajar yang tinggi dan gemilang. Sebaliknya, terhadap penguasaan bahasa Arab. Siswa motivasi belajar yang rendah akan yang memiliki tujuan, keinginan, dan mengantarkan siswa pada kegagalan dalam kebutuhan yang jelas dalam mempelajari berprestasi. Motivasi diibaratkan sebagai bahasa Arab akan mudah menentukan keseluruhan daya penggerak di dalam diri strategi yang tepat untuk mempelajari siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, dan menguasai bahasa Arab. Di sisi lain, yang menjamin kelangsungan kegiatan guru bahasa Arab yang mengetahui ihwal belajar dan memberikan arah kepadanya tujuan, keinginan, dan kebutuhan siswanya sehingga tujuan yang dikehendaki oleh harus mampu merapkan strategi yang tepat agar siswa dapat mempelajari bahasa Arab pebelajar dapat tercapai. Jere Brophy menyatakan bahwa dengan motivasi yang tinggi. motivasi belajar lebih mengutamakan respons kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis B. Pembahasan yang bermakna dan bermanfaat 1. Pengertian Motivasi Belajar serta mencoba untuk mendapatkan Kata motivasi berasal dari bahasa keuntungan dari aktivitas tersebut. 11 Motivation is a construct that is used Latin “movere” yang berarti: bergerak to explain the initiation, direction, intensity, (move). Motivasi menjelaskan apa yang and persistence of an individual’s behavior in a membuat seseorang melakukan sesuatu, particular situation (Eccles, Wigfield, & Schiefele, 1998; Stipek, 1993; Wigfield & Eccles, 1992) dalam tetap melakukannya, dan bagaimana ia James P. Byrnes (2009), Cognitive Development and Learning In Instructional Contexts, Boston: Pearson Education, hal. 100

Toto Edidarmo, MA

12 Jere Brophy (2004), Motivating Students to Learn. New Jersey, Lawrens Erlbaum Associates. hal. 15-16

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

dapat menyelesaikan tugasnya dengan efektif. Secara harfiah, motivasi diartikan sebagai fitur psikologis yang mendorong keinginan berbuat sesuai dengan tujuan yang diharapkan; alasan untuk melakukan perbuatan; perbuatan atau contoh yang memotivasi; keinginan untuk berbuat; ketertarikan atau dorongan; intensif atau bujukan.13 Dengan demikian, motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan dari dalam atau dari luar diri pebelajar yang menyebabkan ia memiliki keinginan kuat untuk belajar. Menurut John W. Santrock, “motivation involves the processes that energize, direct, and sustain behavior” (motivasi melibatkan proses yang memberikan semangat, arah, dan kegigihan perilaku).14 Artinya, perilaku yang disertai motivasi adalah yang memiliki energi, terarah, dan bertahan lama. Ketika belajar itu termotivasi, maka ia akan menyenangkan, tidak melelahkan, bertahan lama, dan jelas arah serta tujuannya. Santrock, dalam penjelasannya tentang motivasi, mengutip pengalaman Terry Fox, penderita kanker yang mampu melakukan lari sejauh 5.373 km mengelilingi Kanada.15 13 Lihat juga pengertian motivasi dari http:// www.thefreedictionary.com, yaitu: 1. the act or an instance of motivating; 2. desire to do; interest or drive; 3. incentive or inducement; 4. (Psychology) Psychol the process that arouses, sustains and regulates human and animal behavior. 14 John W. Santrock (2004), Educational Psychology. McGraw-Hill Higher Education. 2nd edition, hal. 414 15 Terry Fox, mahasiswa kelahiran Winnipeg, Manitoba-Kanada, 28 Juli 1958. Dia amat menyukai basket. Ketika menjadi mahasiswa jurusan kinesiologi di Universitas Simon Fraser di Vancouver, Kanada, dan diterima sebagai anggota tim bola basket di universitas itu, kesukaannya pada basket tidak bisa dipertahankan karena ia sering merasakan sakit pada kaki kanannya. Dari pemeriksaan dokter, Terry yang berusia 18 tahun itu mengidap kanker tulang. Akibatnya, kaki kanan Terry harus diamputasi sekitar enam inci (15 cm) di atas lutut. Dunia kedokteran kala itu belum

63

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang kuat untuk belajar yang muncul dari dalam diri pebelajar (intrinsik) atau dari luar dirinya (ekstrinsik). Dalam ungkapan lain, motivasi adalah suatu kekuatan atau tenaga yang membuat individu bergerak dan memilih untuk melakukan suatu kegiatan dan mengarahkan kegiatan tersebut kepada tujuan yang akan dicapainya.16

2. Jenis Motivasi Belajar Santrock17 mengemukan dua jenis motivasi, yaitu: menemukan cara lain untuk pengobatan kanker kecuali amputasi. Saat diamputasi, Terry sempat kehilangan semangat hidup. Beruntung, keluarga tak henti memberi semangat untuk hidup. Selain itu, Terry menyadari betapa dukungan masyarakat umum untuk penelitian kanker masih kurang. Dari perenungan itulah, Terry mendapatkan ide untuk melakukan aktivitas maraton dengan melintasi Kanada sejauh 5.000 mil. Meski sempat ditentang banyak orang, termasuk ibunya, Betty Fox, Terry tetap mewujudkan keinginannya. Marathon of Hope pun dimulai pada 12 April 1980 dari St John, Newfoundland. Dengan menggunakan kaki kanan palsu, Terry Fox berlari tertatih-tatih melintasi jalan-jalan di Kanada. Meski semula banyak orang tak menghiraukan aktivitas Terry, lama-kelamaan perjuangan ini menarik perhatian. Bagai gelombang, antusiasme masyarakat makin lama makin besar. Terry pantang menyerah, tetapi penyakit kanker agaknya lebih cepat dan lebih ganas menyerang. Tanggal 1 September 1980 adalah hari ke-143 Terry melakukan Marathon of Hope. Perjalanan pun sudah ditempuh sejauh 5.373 km dan Terry sudah mencapai Thunder Bay, Ontario. Saat itu Terry merasakan dadanya amat sakit. Ia lalu dilarikan ke rumah sakit. Ternyata kanker sudah menyerang paru-parunya. Dokter meminta Terry menghentikan aktivitasnya. Keinginan Terry untuk melintasi Kanada sejauh 5.000 mil dan ingin merendam kaki palsu di Lautan Atlantik pun sirna. Pada tanggal 28 Juni 1981, Terry Fox meninggal pada usia 22 tahun. Dikutip dari Arsip Kompas.com, 29 April 2009. 16 Martini Jamaris (2010), Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta: Yayasan Penamas Murni, hal. 239 17 John W. Santrock (2004), ibid., hal. 418-9

Toto Edidarmo, MA

64

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

a. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari luar diri pebelajar. Motivasi ini umumnya dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik atau hadiah yang menarik. Hadiah sebagai insentif dapat digunakan guru agar siswa mau mengerjakan tugas. Tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian. b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri pebelajar atau bersifat internal. Misalnya, siswa belajar untuk menghadapi ujian karena ia senang pada mata pelajaran yang diujikan dan bukan karena ingin mendapat imbalan atau nilai yang bagus. Motivasi intrinsik dibagi dua, yaitu:

3. Motivasi Belajar dalam Pandangan Psikolog Para psikolog dari berbagai mazhab psikologi telah menjelaskan pandangan mereka tentang motivasi belajar. Secara ringkas, Dale H. Schunk (2011) memetakan teori motivasi belajar dari pandangan behaviorisme hingga humanisme.18 Dalam behaviorisme, terdapat teori “drive” (dorongan) dari Woodworth (1918) yang menyatakan bahwa perilaku manusia didorong oleh kebutuhan, dan pandangan Hull (1943) bahwa motivasi adalah inisiasi pola yang dipelajari atau dibiasakan dari perbuatan atau perilaku (initiation of learned, or habitual, patterns of movement or behavior).19 Juga, teori “conditioning” yang menjelaskan motivasi sebagai respons yang ditimbulkan oleh rangsangan. Dalam kognitivisme, terdapat teori “consistency” (konsistensi) yang dijelaskan dalam teori “balance” (keseimbangan) Heider (1946) dan “cognitive dissonance” (konflik kognisi) Festinger (1957). Sedangkan dalam humanisme terdapat Teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs) oleh Abraham Maslow (1968) dan Teori Kecenderungan Aktualiasi (Actualizing Tendency) oleh Rogers (1963).20

a. Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam hal ini, murid percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena Teori tentang motivasi sebenarnya kesuksesan atau imbalan eksternal. Motivasi intrinsik siswa akan sangat beragam, di antaranya yaitu : meningkat jika mereka mempunyai (1) Teori Kebutuhan dari Abraham H. pilihan dan peluang untuk mengambil Maslow; tanggung jawab personal terhadap (2) Teori Kebutuhan Berprestasi dari pembelajaran mereka. McClelland; b. Motivasi intrinsik berdasarkan (3) Teori ERG dari Clyton Alderfer; pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika (4) Teori Dua Faktor dari Herzberg; seseorang merasa mampu dan (5) Teori Harapan dari Victor H. Vroom; berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam 18 Lebih lanjut baca: Dale H. Schunk (2011), tantangan yang mereka anggap tidak Learning Theories an Educational Perspective, 6th terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu edition, hal. 347-356. Baca juga, Santrock (2004), ibid., hal. 415-418; Martini Jamaris (2010), ibid., mudah. hal. 239-251 19 Schunk, ibid, hal. 348 20 Ibid.

Toto Edidarmo, MA

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

(7) Teori Penetapan Tujuan dari Taylor; (6) Teori Keadilan; (8) Teori Penguatan Perilaku; dan

dan

Modifikasi

kebutuhan manusia bersifat hierarkis atau berjenjang dalam rangka mencapai kebutuhan aktualisasi diri.

Abraham H. Maslow (1908-1970) adalah tokoh psikolog humanis Amerika yang memfokuskan perhatiannya pada kebutuhan manusia. Menurut Maslow,

Pada tahun 1943, Maslow mengajukan paper berjudul: A Theory of Human Motivation yang menjelaskan tentang teori hierarki kebutuhan manusia yang dimulai dari (1) psysiological needs atau kebutuhan fisiologis, (2) safety needs atau kebutuhan akan rasa aman, (3) belonging needs atau kebutuhan untuk dicintai dan mencintai, (4) esteem needs atau kebutuhan untuk dihargai, (5) self-actualization atau kebutuhan aktualisasi diri. Pada tahun 1954, Maslow menambahkan dua kebutuhan sebelum aktualisasi diri, yaitu kebutuhan terhadap pengetahuan atau kogninif (cognitive needs), dan kebutuhan terhadap estetika (esthetic needs).22

21 Lihat, misalnya: Martini Jamaris, ibid., hal. 242-251; Sondang P. Siagian (2004), Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 3645; Winardi (2001), Motivasi dan Pemotivasian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 69-93.

22 Abraham H. Maslow, (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50 (4), 370-96. Maslow (1954). Motivation and Personality. New York, NY: Harper. pp. 15-31.

(9) Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.21 Dari berbagai teori motivasi tersebut, penulis ingin menjelaskan teori hierarki kebutuhan menurut Maslow kemudian mengaitkannya dengan motivasi belajar bahasa Arab.

4. Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham H. Maslow

Adapted 7 level Hierarchy of Needs diagram baesd on Maslow’s theory

65

Self-actualization personal growth and fulfilment Aesthetic needs beauty, ballance, form, etc. Cagnitive needs knowledge, meaning, self-awareness Esteem needs achievement, status, responsibility, reputation Belongingness and Love needs family, affection, relationships, work group, etc. Safety needs protection, security, order, law, limits, stability, etc.

Biological and Physiological needs Basic life needs - air, food, drink, shelter, warmth, sex, sleep, etc.

design alan chapman 2011-7 - adapted by person unknown based on Maslow’s Hierarchy of Needs Not to be sold. More free online training resources are at www.bussinessballs.com. Sole risk with user. Author accepts no liability.

Toto Edidarmo, MA

66

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang bertingkat, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualiasasi diri).

kebutuhan akan berbagai vitamin yang diperlukan untuk kelangsungan hidup sehat. Kebutuhan ini juga mencakup kebutuhan untuk beristirahat dan tidur serta terhindar dari berbagai polusi yang ada di dalam lingkungan hidup, kebutuhan untuk membersihkan diri dan sanitasi, kebutuhan untuk menghindarkan diri dari rasa sakit, serta kebutuhan seksual.24

Maslow menyebut empat kebutuhan pertama, yaitu (1) psysiological needs, (2) safety needs, (3) belonging needs, (4) b. Kebutuhan Rasa Aman (safety needs) esteem needs dengan sebutan homeostatis. Kebutuhan rasa aman muncul apabila Homeostatis adalah prinsip yang mengatur kebutuhan fisiologis telah terpenuhi. cara kerja termostat (alat pengendali suhu). Kebutuhan rasa aman mewujudkan diri Kalau suhu terlalu dingin, alat itu akan dalam bentuk aman dari segala keadaan menyalakan penghangat, sebaliknya kalau yang membahayakan, perlindungan suhu terlalu panas, ia akan menyalakan dan stabilitas sosial, serta ekonomi. pendingin. Begitu pula dengan tubuh Kebutuhan rasa aman juga diungkapkan manusia. Ketika merasa kekurangan dalam bentuk menciptakan kehidupan bahan-bahan tertentu, ia akan merasa dalam tatanan yang teratur dan nyaman. memerlukannya. Ketika sudah cukup Selanjutnya, kebutuhan rasa aman ini mendapatkannya, rasa butuh itu berhenti diungkapkan dalam bentuk kebutuhan dengan sendirinya.23 Empat tingkat akan perumahan yang layak dengan kebutuhan pertama juga disebut Defisiensi lingkungan yang aman, keselamatan Needs atau D-Needs, yaitu kebutuhan kerja, tunjangan pensiun yang layak yang terjadi karena adanya defisiensi serta berbagai asuransi yang dapat (kekurangan) pada diri manusia. Kebutuhan digunakan untuk memenuhi rasa aman kognitif dan estetika disebut Growth Needs tersebut.25 (kebutuhan yang berkembang). Sedangkan, aktualisasi diri adalah Being Needs atau c. Kebutuhan untuk Dicintai dan B-Needs, yaitu kebutuhan untuk menjadi Mencintai (belonging-love needs) manusia yang diinginkan. Kebutuhan untuk dicintai dan mencintai Penjelasan kebutuhan tersebut adalah muncul setelah kebutuhan fsiologis sebagai berikut. dan kebutuhan rasa aman terpenuhi. Kebutuhan ini dapat diwujudkan dalam a. Kebutuhan Fisiologis (psysiological bentuk kebutuhan untuk memiliki needs) teman, memiliki teman hidup, menjadi Kebutuhan fisiologis mencakup anggota masyarakat, anggota dari suatu kebutuhan hidup mendasar seperti organisasi sosial dan kebudayaan serta kebutuhan terhadap oksigen, air, organisasi olah raga.26 makanan, protein, garam, gula, kalsium, dan mineral lainnya serta 24 A. H. Maslow, (1943), ibid. Maslow 23 Abraham H. Maslow, (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50 (4), 370-96. Maslow (1954). Motivation and Personality. New York, NY: Harper. pp. 15-31.

Toto Edidarmo, MA

(1954), ibid. Martini Jamaris, ibid., hal. 227 25 A. H. Maslow, (1943), ibid. Maslow (1954), ibid. Martini Jamaris, ibid. 26 A. H. Maslow, (1943), ibid. Maslow (1954), ibid. Martini Jamaris, ibid., hal. 228

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

d. Kebutuhan untuk Dihargai (esteem needs) Setelah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan untuk dicintai dan mencintai terpenuhi, muncul kebutuhan untuk dihargai. Menurut Maslow, ada dua bentuk kebutuhan untuk dihargai (esteem needs), yaitu tingkat rendah (low esteem) dan tingkat tinggi (high esteem). Pada tingkat rendah, manusia membutuhkan penghargaan dari orang lain, seperti mendapatkan status, perhatian, kebanggaan, dan kekuasaan. Sedangkan penghargaan tingkat tinggi mencakup kebutuhan untuk f. menghargai diri sendiri yang meliputi kemandirian, kompetensi dalam bidang tertentu, pencapaian keberhasilan, dan kebebasan. Individu yang memiliki penghargaan diri yang rendah (low self-esteem) sukar untuk melepaskan diri dari ikatan pertemanan atau ikatan yang terkait dengan kekuasaan dan bentukbentuk keterikatan lainnya walaupun hal tersebut membelenggu dirinya. Individu yang memiliki penghargaan diri yang tinggi (high self-esteem) memiliki kemampuan untuk membebaskan dirinya dari berbagai ikatan yang tidak sesuai dengan prinsip hidupnya.27

67

ilmu yang dipelajari bagi diri dan lingkungan. Kebutuhan kognitif juga mencakup kesadaran diri (selfawareness). Pada tahap ini, orang menganggap pengetahuan sebagai kebutuhan sehingga ia berusaha keras untuk mengetahui hal-hal yang belum diketahuinya. Ketika kebutuhan akan penghargaan diri terpenuhi, ia berusaha untuk menjadi lebih tahu akan hal-hal lain, baik di dalam bidangnya maupun diluar bidangnya. Ia terus belajar, dan akhirnya menemukan kesadaran tentang dirinya. Kebutuhan terhadap Estetika Seseorang yang telah mencapai tingkat kepuasan pada kebutuhan kognitifnya akan mencari suatu keindahan, kesempurnaan, dan keserasian bentuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Misalnya, ketika seseorang telah mencapai puncak kariernya, ia menginginkan rumah yang indah, mobil yang bagus, perhiasan, baju yang bagus untuk dinikmati sendiri bukan sebagai sarana mendapatkan pengakuan dari orang lain. Inilah yang disebut kebutuhan estetika. Kebutuhan estetika mencakup juga keseimbangan dalam berbagai hal, termasuk keindahan fisik dan rohani.

g. Kebutuhan Aktualisasi Diri e. Kebutuhan terhadap Pengetahuan Setelah merasa cukup dengan empat kebutuhan sebelumnya, manusia membutuhkan pengetahuan atau cognitive needs. Kebutuhan kognitif tidak terbatas pada ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga pada kebermaknaan (meaning) 27 A. H. Maslow, (1943), ibid. Maslow (1954), ibid. Martini Jamaris, ibid.

Penghargaan diri yang tinggi (high self-esteem) merupakan kebutuhan yang mendasari lahirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self-actualization). Pada tahap ini, individu yang memiliki high selfesteem mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya sehingga dapat digunakan untuk menghadapi berbagai tantangan dan peluang baru.

Toto Edidarmo, MA

68

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Di samping itu, aktualisasi diri dapat pula diwujudkan dengan melakukan berbagai kegiatan untuk kepentingan sosial yang tidak meminta imbalan karena dilakukan secara suka rela bahkan rela memberikan berbagai donasi besar untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan 28 bantuannya. Uraian motivasi menurut Abraham Maslow ditekankan pada hierarki kebutuhan (hierarchy of needs). Kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, dalam pandangan Maslow, merupakan dasar bagi motivasinya untuk melakukan berbagai kegiatan. Apabila suatu kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi, maka manusia akan melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut Maslow, terdapat kebutuhan yang bersifat umum, yaitu kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan keamanan, kebutuhan terhadap kasih sayang, dan kebutuhan untuk dihargai. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dinyatakan Maslow sebagai deficiency needs (d needs) yang perlu dipenuhi sebelum manusia tersebut dapat menunjukkan perilaku sosial. Apabila kebutuhan umum manusia tersebut terpenuhi, maka kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipenuhi oleh manusia, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya atau self-actualization (being needs). Self-actualization merupakan kebutuhan untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat memuaskan diri dan orang lain tanpa pamrih, termasuk kebutuhan akan keindahan dan kebutuhan untuk berpikir dan mempertimbangkan dari berbagai sudut pandang.29

fungsi kehidupan manusia akan terganggu. Kebutuhan keamanan akan dirasakan manusia setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan terpenuhi, maka kebutuhan manusia akan meningkat pada kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki. Kebutuhan ini termasuk ke dalam kebutuhan sosial yang melibatkan aspek emosi. Kebutuhan untuk dihargai timbul setelah kebutuhan-kebutuhan sebelumnya terpenuhi, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, dan kebutuhan akan kasih sayang dan memiliki.30 Kebutuhan terhadap harga diri (selfesteem) dan untuk dihargai (self-respect) merupakan kebutuhan manusia secara normal. Manusia membutuhkan untuk mendapatkan penghargaan dan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain sehingga merasa diterima dan dihargai. Profesi, jabatan, pekerjaan, atau hobi yang dimiliki manusia merupakan sarana yang digunakan manusia untuk memperoleh self-esteem. Ketika selfesteem dan self-respect tidak dapat dipenuhi, maka manusia menjadi rendah diri. Ketidakseimbangan psikologis tersebut akan membuat manusia tertekan atau sebaliknya, memandang rendah terhadap kebutuhan akan harga diri. Secara umum, manusia membutuhkan self-esteem. Maslow membagi self-esteem ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok rendah, yang berkaitan dengan kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain, dan kelompok tinggi, yaitu kebutuhan untuk menghargai diri sendiri, mandiri, kuat secara mental, dan bebas dari berbagai tekanan.31

Kebutuhan akan keindahan dan Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan kognitif merupakan kebutuhan kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia yang dirasakan oleh manusia setelah agar dapat bertahan hidup. Apabila kebutuhan akan penghargaan diri (selfkebutuhan ini tidak terpenuhi, maka esteem) terpenuhi. Apabila kebutuhan 28 A. H. Maslow, (1943), ibid. Maslow (1954), ibid. Martini Jamaris, ibid. 29 Martini Jamaris, ibid., hal. 242

Toto Edidarmo, MA

30 Martini Jamaris, ibid., hal. 243 31 Martini Jamaris, ibid., hal. 243

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

69

ini terpenuhi, maka kebutuhan untuk berbasis humanisme adalah pendidikan mengaktualisasikan diri akan timbul pada yang diselenggarakan dengan pendekatan diri manusia. “child-centered” (berpusat pada anak).34

5. Aplikasi Teori Maslow dalam Pendidikan Penerapan teori Maslow dalam pendidikan ditekankan pada perkembangan konsep diri anak. Apabila anak memiliki konsep diri yang baik, maka ia akan berperilaku baik pula. Konsep diri yang baik dimulai dari pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan diri serta keyakinan bahwa kemampuan diri dapat ditingkatkan. Oleh sebab itu, belajar perlu diakhiri dengan pengembangan diri. Pengembangan diri tertinggi menurut Maslow adalah selfactualization atau aktualisasi diri.32

Pendekatan pendidikan yang bersifat child-centered (berpusat pada anak) mengandung implikasi bahwa anak bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang ditentukannya di dalam proses pendidikan yang diikutinya dan anak mendapatkan kesempatan yang luas dalam mengaktualisasikan berbagai kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, pendidikan bertujuan mempersiapkan anak untuk memasuki kehidupan nyata di masa dewasa kelak. Dengan kata lain, anak tidak tergantung pada reward dan punishment. Bertitik tolak pada hal tersebut, guru berfungsi sebagai fasilitator yang memfasilitasi kebutuhan belajar anak untuk berkembang menjadi manusia yang manusiawi. Oleh sebab itu, salah satu tugas guru sebagai fasilitator adalah membuat anak memiliki perasaan yang baik tentang dirinya dan berpikir positif terhadap dirinya sendiri karena kondisi tersebut memfasilitasi kegiatan belajar yang positif bagi perkembangan anak. 35

Anak belajar bukan karena ia dipaksa untuk belajar, tetapi belajar berdasarkan keinginannya untuk mengetahui sesuatu yang ada di lingkungannya. Hal ini datang dari dalam diri anak, misalnya, keinginan anak untuk mencapai keberhasilan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Keberhasilan yang diperoleh anak merupakan hadiah bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, reward menurut humanism 6. Strategi Meningkatkan adalah dari diri sendiri untuk diri sendiri. Berlainan dengan behaviorisme, reward Motivasi Belajar Bahasa Arab Teori motivasi yang dikembangkan datang dari luar diri individu yang 33 oleh Abraham H. Maslow pada dasarnya belajar. Berdasarkan teori Maslow, menegaskan bahwa manusia mempunyai perkembangan penghargaan diri (self- tujuh kebutuhan yang berjenjang dan esteem) merupakan hal yang penting. berkaitan satu dengan lainnya. Guru Anak yang berpandangan baik tentang sebagai fasilitator hendaknya memahami dirinya memiliki self-esteem yang tinggi. bahwa motivasi belajar siswa juga Keadaan ini menjadi pendorong bagi berjenjang sesuai dengan kebutuhannya anak dalam menentukan tujuan-tujuan dalam belajar. Karena itu, guru bahasa Arab yang akan dicapainya. Selanjutnya, hal ini perlu memberikan motivasi berdasarkan akan menjadi dasar untuk mencapai self- kebutuhan belajar siswa serta menerapkan efficacy (kemandirian untuk berhasil) atau strategi peningkatkan motivasi sesuai high self-esteem (penghargaan diri yang dengan kondisi tujuan yang menjadi tinggi). Oleh sebab itu, pendidikan yang motivasi tertinggi mereka. 32 Martini Jamaris, ibid, hal. 229 33 Ibid.

34 Ibid. 35 Ibid.

Toto Edidarmo, MA

70

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Menurut penulis, strategi peningkatan motivasi belajar bahasa Arab dapat diwujudkan dalam beberapa tingkat kebutuhan sebagaimana dalam pandangan Maslow, yaitu sebagai berikut. (1) Strategi peningkatkan motivasi pada tahap kebutuhan fisiologis

siswa sekolah dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Contohnya, guru mengutip hadis tentang fadilah Surah Yasin dan Ayat Kursi yang dapat menghindarkan pembacanya dari bahaya kejahatan. Bagi siswa tingkat SD atau MI, hal demikian masih dapat diterima sehingga mereka termotivasi untuk belajar bahasa Arab. Suasana kelas bisa diseting dengan hiasan dinding berupa kaligrafi yang memotivasi siswa untuk mempelajari bahasa Arab atau gambargambar menarik yang mencitrakan keunggulan orang yang mempelajari bahasa Arab.

Pada tahap kebutuhan fisiologis (psysiological needs), strategi yang digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar bahasa Arab adalah memberikan hadiah atau imbalan serta memberikan pemahaman tentang akibat dari sikap mengabaikan pelajaran bahasa Arab. Strategi ini relevan untuk siswa sekolah dasar atau (3) strategi peningkatan motivasi pada tahap kebutuhan untuk dicintai dan Madrasah Ibtidaiyah. Contohnya, guru mencintai memberikan hadiah buku bahasa Arab yang menarik (seperti buku bergambar Pada tahap kebutuhan dicintai dan yang full-colour) bagi siswa yang meraih mencintai (belonging and love needs), nilai tertinggi. Dalam kegiatan belajar strategi yang digunakan adalah kelas, guru juga dapat memberikan memberikan pemahaman kepada hadiah kecil berupa permen atau siswa bahwa mempelajari bahasa Arab pencil warna. Sebisa mungkin jangan akan menumbuhkan rasa solidaritas gunakan hukuman (punishment) atau (ukhuwah) dan persahabatan abadi di ancaman untuk meningkatkan motivasi antara kaum Muslim sejak di dunia dan keterlibatan siswa dalam belajar. hingga di akhirat kelak. Dengan Pada tahap ini, guru lebih menekankan kemampuan berkomunikasi dalam motivasi ekstrinsik. bahasa Arab, siswa akan menjadi warga dunia Islam yang sangat (2) Strategi peningkatan motivasi pada luas, bukan semata warga Indonesia tahap kebutuhan rasa aman yang terbatas pada wilayah negara. Pada tahap kebutuhan rasa aman (safety Strategi ini relevan untuk siswa needs), strategi yang digunakan untuk sekolah menengah atau Madrasah meningkatkan motivasi belajar bahasa Tsanawiyah dan Aliyah. Contohnya, Arab adalah memberikan pemahaman guru menampilkan video yang bahwa mempelajari bahasa Arab memiliki pesan ukhuwah Islamiyah, akan menguntungkan di dunia dan seperti video tentang pelaksanaan di akhirat. Keuntungan di dunia haji atau teladan para sahabat Nabi. seperti lancar membaca Al-Quran Pada saat memberikan interpretasi, dan memahami percakapan orang suasana kelas dilibatkan secara emosi Arab sehingga terhindar dari berbagai sehingga siswa merasakan makna kejahatan. Keuntungan di akhirat kebersamaan dan saling menyayangi. seperti memperoleh syafaat dari Nabi Selain tayangan video, guru bisa Saw. dan masuk surga bersama umat memberikan tugas pemecahan masalah beliau. Strategi ini masih relevan untuk

Toto Edidarmo, MA

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

untuk menumbuhkan kebersamaan dan rasa saling memiliki. Pada tahap ini, konsep diri yang humanis mulai dikembangkan atau dikuatkan. (4) Strategi peningkatan motivasi pada tahap kebutuhan untuk dihargai Pada tahap kebutuhan untuk dihargai (esteem needs), strategi yang digunakan adalah meyakinkan siswa bahwa mempelajari bahasa Arab akan meningkatkan penghargaan diri. Siswa yang mampu menguasai bahasa Arab, khususnya yang terampil berpidato bahasa Arab dengan mengutip ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi, akan dihormati oleh banyak orang karena ia dianggap telah menguasi ilmu agama. Sebab, kehidupan sosial masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi orang yang pandai agama. Strategi ini relevan untuk siswa sekolah menengah atau Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Akan tetapi, pengakuan dari orang lain bukan penghargaan yang baik bagi pelajar tingkat perguruan tinggi. Mereka sebaiknya menumbuhkan kesadaran diri untuk menghargai dirinya dengan ketekunan belajar bahasa Arab sesuai tujuan yang diharapkan. Guru dan dosen sebaiknya mengangkat motivasi intrinsik siswa untuk mencapai harga diri yang tinggi. Penghargaan diri siswa dapat dilakukan guru dengan memberikan pujian atas keberhasilan siswa untuk semua tingkat pendidikan. (5) Strategi peningkatan motivasi pada tahap kebutuhan akan pengetahuan Pada tahap kebutuhan akan pengetahuan (cognitive needs), strategi yang digunakan adalah memberikan arahan kepada siswa bahwa mempelajari

71

bahasa Arab akan meningkatkan kecerdasan otak dan memuaskan kebutuhan ilmu pengetahuan. Sebab, bahasa Arab adalah bahasa yang logis dan rasional, serta pesan-pesan yang terkandung dalam kitab suci Al-Quran adalah universal. Untuk mendukung arahan tersebut, guru dan dosen bisa meningatkan bahwa ayat pertama AlQuran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah perintah membaca (QS Al-Alaq: 1-5). Dari sini, guru dan dosen menyebutkan hadishadis Nabi Saw. tentang keutamaan menuntut ilmu, serta memberikan motivasi yang mencerahkan kebutuhan akal. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, guru dan dosen harus mampu menciptakan stimulus yang kreatif serta latihan-latihan yang mencerdaskan. Strategi ini diterapkan untuk semua tingkat pendidikan. Sebagaimana dikemukakan Brophy (2004), motivasi belajar lebih mengutamakan respons kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan 36 dari aktivitas tersebut. Dengan terpenuhinya kebutuhan kognitif, siswa akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sampai bisa memahaminya, dan menggunakan strategi belajar tertentu yang mendukung. Siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Kemudian, siswa akan melibatkan diri pada tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut. 36 Jere Brophy (2004), ibid., hal. 15-16

Toto Edidarmo, MA

72

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

(6) Strategi peningkatan motivasi pada tahap kebutuhan akan estetika Pada tahap kebutuhan akan estetika (esthetic needs), strategi yang digunakan adalah memberikan arahan kepada siswa bahwa mempelajari bahasa Arab akan menumbuhkan nilai-nilai keindahan atau estetika. Contohnya, Nabi menyarankan agar Al-Quran dibaca dengan suara yang indah di rumah-rumah umat Islam. Keindahan kaligrafi Al-Quran juga memberikan kesan tentang pentingnya nilai estetika. Terkait dengan tujuan belajar bahasa Arab, keindahan perlu dimaknai dengan keseimbangan. Misalnya, belajar bahasa Arab bukan semata untuk tujuan mencari pekerjaan melainkan untuk memahami kandungan wahyu Tuhan. Strategi ini relevan untuk pelajar tingkat menengah sampai perguruan tinggi. Guru dan dosen sebaiknya membuat latihanlatihan yang cerdas sesuai dengan kebutuhan estetika pelajar. (7) Strategi peningkatan motivasi pada tahap kebutuhan aktualisasi diri

menguasai literatur Islam klasik, maka ia akan menjadi ahli tasawuf atau ahli fiqih klasik. Bila tujuannya untuk menguasai literatur Islam modern, maka ia akan menjadi ahli Islam dalam bidang khusus. Apabila tujuannya untuk menguasai komunikasi yang lancar dengan penutur asli (native speaker), maka ia akan menjadi duta besar di negara-negara berbahasa Arab, pemandu wisata, dan sebagainya. Apabila tujuannya untuk mencari pekerjaan di Timur Tengah, maka ia akan menjadi pebisnis atau pekerja yang sukses. Eksplorasi tujuan-tujuan belajar ini seyogyanya diingatkan secara efektif dan berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung.

Kesimpulan Motivasi belajar bahasa Arab adalah dorongan yang kuat untuk belajar bahasa Arab yang muncul dari dalam diri pebelajar (intrinsik) atau dari luar dirinya (ekstrinsik). Motivasi seperti kekuatan yang membuat individu bergerak dan memilih untuk melakukan suatu kegiatan dan mengarahkan kegiatan tersebut kepada tujuan yang akan dicapainya. Motivasi belajar bahasa Arab berhubungan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajarinya. Di antara tujuan itu adalah untuk memahami kandungan Al-Quran dan hadis Nabi Saw., untuk menguasai literatur Islam klasik, untuk menguasai literatur Islam modern, untuk menguasai komunikasi yang lancar dengan penutur asli, untuk mencari pekerjaan di Timur Tengah, dan lain sebagainya.

Pada tahap kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), strategi yang digunakan adalah mengarahkan pada tujuan belajar yang sesungguhnya. Strategi ini bisa diterapkan pada siswa tingkat dasar dan menengah hingga perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan. Untuk mencapai aktualisasi diri, tujuan mempelajari bahasa Arab perlu dieksplorasi berdasarkan kompetensi yang hendak dicapai. Misalnya, apabila tujuannya untuk memahami kandungan AlGuru bahasa Arab perlu memberikan Quran dan hadis Nabi Saw., maka motivasi berdasarkan kebutuhan siswa/pelajar akan menjadi ulama, belajar siswa serta menerapkan strategi pakar tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, dan peningkatkan motivasi sesuai dengan sebagainya. Apabila tujuannya untuk

Toto Edidarmo, MA

Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab berdasarkan “Hierarchy of Needs” Maslow

73

kondisi tujuan yang menjadi motivasi 6. strategi peningkatan motivasi pada tertinggi mereka. Strategi peningkatan tahap kebutuhan akan estetika (esthetic motivasi belajar bahasa Arab dapat needs) diwujudkan dengan cara diwujudkan dalam beberapa tingkat memberikan arahan kepada siswa kebutuhan sebagaimana dalam pandangan bahwa mempelajari bahasa Arab akan Maslow, yaitu sebagai berikut. menumbuhkan nilai-nilai keindahan atau estetika, seperti mengindahkan 1. Strategi peningkatkan motivasi bacaan dan tulisan Al-Quran. pada tahap kebutuhan fisiologis (psysiological needs) diwujudkan 7. Strategi peningkatan motivasi pada dengan cara memberikan hadiah tahap kebutuhan aktualisasi diri (selfatau imbalan untuk meningkatkan actualization) diwujudkan dengan partisipasi dan intensitas belajar mengarahkan siswa pada tujuan belajar siswa. yang sesungguhnya hingga siswa dapat mengeksplorasi kompetensi yang 2. Strategi peningkatan motivasi pada hendak dicapai dan tujuan aktualisasi tahap kebutuhan rasa aman (safety dirinya. needs) diwujudkan dengan cara memberikan pemahaman bahwa mempelajari bahasa Arab akan memberikan keuntungan dan keamanan Saran Penulis menyarankan agar guru bahasa di dunia dan di akhirat. 3. Strategi peningkatan motivasi pada Arab di Indonesia dapat berperan sebagai tahap kebutuhan untuk dicintai dan fasilitator yang baik, khususnya dalam mencintai (belonging and love needs) memberikan motivasi bagi siswa-siswinya diwujudkan dengan memberikan dalam mempelajari bahasa Arab. Dengan pemahaman kepada siswa bahwa memahami bahwa kebutuhan manusia mempelajari bahasa Arab akan berjenjang (hierarkis) dan saling berkaitan, menumbuhkan rasa solidaritas maka guru hendaknya merumuskan jenjang (ukhuwah) dan persahabatan abadi di kebutuhan motivasi belajar bahasa Arab antara kaum Muslim sejak di dunia bagi siswanya serta menerapkan strategi yang baik dalam menumbuhkembangkan hingga di akhirat kelak. motivasi belajar bahasa Arab tersebut. 4. Strategi peningkatan motivasi pada Strategi peningkatan motivasi belajar tahap kebutuhan untuk dihargai bahasa Arab berdasarkan teori hierarki (esteem needs) diwujudkan dengan cara kebutuhan Maslow di atas dapat dijadikan meyakinkan siswa bahwa mempelajari alternatif dalam meningkatkan pembelajarn bahasa Arab akan meningkatkan yang termotivasi. penghargaan diri di dunia dan di akhirat. 5. Strategi peningkatan motivasi pada Daftar Pustaka tahap kebutuhan akan pengetahuan ‘Abd al-Tawwâb, Ramadhân. 1987. Fushûl (cognitive needs) diwujudkan dengan fi Fiqh al-‘Arabiyyah, Kairo: Maktabah cara memberikan arahan kepada al-Khânijî, Cet. III siswa bahwa mempelajari bahasa Arab akan meningkatkan kecerdasan A. Wahab, Muhbib, 2007. “Tantangan dan otak dan memuaskan kebutuhan ilmu Prospek Pendidikan Bahasa Arab di pengetahuan. Indonesia”, Jurnal Âfâq ‘Arabiyyah, Vol. 2, No.1, Juni 2007.

Toto Edidarmo, MA

74

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Abraham H. Maslow, 1943. A Theory of Jamaris, Martini. 2010. Orientasi Baru Human Motivation. Psychological dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta: Review, 50 (4), 370-96. Yayasan Penamas Murni, hal. 239 -------, 1954. Motivation and Personality. New York, NY: Harper. pp. 15-31. Ainin, Moh., 2011. “Fenomena Demotivasi Dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya”, Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Pembelajaran Bahasa Arab Pada Fakultas Sastra (FS) UM, Kamis, 28 April 2011

Jamsuri Muhammad Syamsuddin dan Mahdi Mas’ud, “Shu’ûbat Ta’allum al-Lughah al-‘Arabiyyah lada Thullâb al-‘Ulûm al-Insâniyyah (‘Ilm alSiyâsah) fi al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah al-‘Âlamiyyah bi Malaysia”, dalam Dudung Rahmat Hidayat dan Yayan Nurbayan (Ed.), Seminar Internasional Bahasa Arab dan Sastra Islam, Kurikulum dan Perkembangannya, Bandung, 23-25 Agustus 2007

Brophy, Jere. 2004. Motivating Students to Learn. New Jersey, Lawrens Erlbaum Maswani, “Problematika Pembelajaran Bahasa Arab bagi Mahasiswa Prodi Associates. Umum FITK UIN Jakarta”, Jurnal Brown, H. Douglas. 2007. Principles of Afaq Arabiyyah, Vol. 5, No. 1, Juni Language Learning and Teaching, 2010 Pearson Education Ormrod, Jeanne Ellis. 2001. Educational Byrnes, James P. 2009. Cognitive Psychology: Developing Learners. Development and Learning In Merril Prentice Hall. 6th edition. Instructional Contexts, Boston: Santrock, John W. 2004. Educational Pearson Education, hal. 100 Psychology. McGraw-Hill Higher Döِrnyei, Zoltán, 2005. The Psychology Education. 2nd edition. Of The Language Learner Individual Differences In Second Language Schunk, Dale H. 2011. Learning thTheories an Educational Perspective, 6 edition. Acquisition, New Jersey, Lawrence Erlbaum Associates, publishers Slavin, Robert E. 2009. Educational mahwah, Psychology: Theory and Practice. Pearson Education, Inc. Upper Saddle Eggen, Paul dan Kauchak, Don. 2001. River, New Jersey. Educational Psychology: Windows on Classrooms. Merril Prentice Hall. Versteegh, Kees, 1997. The Arabic Language. Edinburgh University Press Upper Saddle River, New Jersey. 5th edition,

Toto Edidarmo, MA

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

75

PENGEMBANGAN KURIKULUM BAHASA ARAB BERBASIS LINGKUNGAN BAHASA DAN BUDAYA DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM ©Ubaid Ridlo*

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract This article is offer ideas on curriculum development environment based Arabic language and culture. This theme is important to say as long as it is assumed the Arabic language curriculum is still not able to answer the challenges of the globalization era. In detail in this article discussed about the definition of terms, principles and strategies for Arabic curriculum development, curriculum development foundation, the principles of curriculum development, curriculum development approaches, and curriculum development steps.

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ﻫﺬﻩ اﳌﻘﺎﻟﺔ ﻫﻮ ﻋﺮض اﻷﻓﻜﺎر ﻋﻦ ﺗﻄﻮﻳﺮ‬ .‫ﻣﻨﻬﺞ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻋﻠﻰ أﺳﺎس اﻟﺒﻴﺌﺔ واﻟﺜﻘﺎﻓﺔ‬ ‫ﻫﺬا اﳌﻮﺿﻮع ﻣﻬﻢ ﺟﺪا ﻷن ﻣﻨﺎﻫﺞ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬ *Penulis adalah dosen bahasa Arab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dapat dihubungi melalui email: [email protected]

‫ﻻ ﺗﺰال ﻏﲑ ﻗﺎدرة ﻋﻠﻰ اﻹﺟﺎﺑﺔ ﻋﻠﻰ ﲢﺪﻳﺎت‬ ‫ ﺑﺎﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﰲ ﻫﺬﻩ اﳌﻘﺎﻟﺔ ﻣﻨﺎﻗﺸﺔ‬.‫ﻋﺼﺮ اﻟﻌﻮﳌﺔ‬ ‫ﺣﻮل ﺗﻌﺮﻳﻒ اﳌﺒﺎدئ واﻟﺸﺮوط واﺳﱰاﺗﻴﺠﻴﺎت‬ ‫ واﳌﻨﺎﻫﺞ اﻟﺪراﺳﻴﺔ‬،‫ﻟﺘﻄﻮﻳﺮ اﳌﻨﺎﻫﺞ اﻟﺪراﺳﻴﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬ ‫ وﻣﺒﺎدئ ﺗﻄﻮﻳﺮ اﳌﻨﺎﻫﺞ اﻟﺪراﺳﻴﺔ‬،‫ﻣﺆﺳﺴﺔ اﻟﺘﻨﻤﻴﺔ‬ ‫ وﻣﻨﺎﻫﺞ ﺧﻄﻮات‬،‫واﳌﻨﺎﻫﺞ ﺗﻄﻮﻳﺮ اﳌﻨﺎﻫﺞ اﻟﺪراﺳﻴﺔ‬ .‫اﻟﺘﻨﻤﻴﺔ‬ Kata Kunci: Lingkungan, bahasa, budaya, kurikulum, pendekatan, prinsip, strategi, dan langkah-langkah pengembangan kurikulum.

Pendahuluan Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan melaksanakan fungsinya tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila salah satu komponen pembentuk tidak berfungsi, maka proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan akan sulit tercapai.

Ubaid Ridlo, MA

76

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

Curriculum yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Jadi, kurikulum dalam pendidikan diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh/diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah2. Dalam bahasa Arab istilah “kurikulum” diartikan dengan manhaj atau manahij Begitu pula halnya dalam pembelajaran dirasiyyah, yakni jalan yang jelas, atau bahasa Arab yang merupakan suatu proses, jalan terang yang dilalui oleh manusia pada 3 memerlukan suatu perencanaan yang bidang kehidupannya . matang dan dapat mengantarkan proses Dalam bahasa Arab kurikulum (‫اﳌﻨﺎﻫﺞ‬ tersebut pada tujuan yang diharapkan. Antara tujuan dan program pmbelajaran ‫)اﻟﺪراﺳﻴﺔ‬, silabus (‫اﳌﻘﺮر‬/‫ )اﳌﻨﻬﺞ‬dan RPP bahasa Arab itu sendiri harus ada (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) kesesuaian. Tujuan yang hendak dicapai (‫ )اﻟﺪورة‬penting untuk dikembangkan. harus tergambar dalam program yang Dari melihat maknanya dalam bahasa tertuang dalam kurikulum, bahkan program Arab jelas ada hirarki dari ketiga istilah itulah yang mencerminkan arah dan tujuan dalam pembelajaran tersebut. Kurikulum yang diinginkan dalam proses pembelajaran maknanya lebih umum dari silabus, dan bahasa Arab. silabus lebih umum dari RPP. Dengan demikian, kurikulum (manhaj) Kurikulum sebagaimana didefenisimerupakan “jantung” institusi atau sistem kan oleh para ahli adalah sebuah rencana pembelajaran. Tanpa kurikulum proses pembelajaran menjadi tidak jelas arah dan yang mencakup keseluruhan pengalaman orientasinya. Kurikulum pembelajaran dan proses pendidikan siswa di bawah bahasa Arab perlu dikembangkan agar bimbingan sekolah. Kurikulum tidak perkembangan masyarakat dan peserta sekadar dokumen yang dicetak atau didik sangat dinamis. Demikian pula, ilmu- distensile. Pengembang kurikulum harus ilmu pada umumnya juga berwatak dinamis tahu tujuan apa yang dapat tercapai, dan progresif. Dengan pengembangan dalam kondisi yang bagaimana, sehingga 4 kurikulum, tujuan pembelajaran, content tercapai proses belajar yang efektif. (isi), metode, media, interaksi, dan evaluasi Oleh karena itu suatu kurikulum harus pembelajaran pembelajaran bahasa menjadi memuat pernyataan tujuan, menunjukan pemilihan dan pereorganisasian bahan jelas, terarah, dan terukur.1 pelajaran serta rancangan evaluasi hasil belajar.5

Definisi Istilah 1. Pengertian Kurikulum Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata curir, artinya pelari dan curere, artinya tempat berpacu. 1 Ali Ismail Muhammad, al-Manhaj fi alLughah al-‘Arabiyyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1997), h. 78-80.

Ubaid Ridlo, MA

2 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo: 2008), h. 4. 3 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2005), h. 1 4 S. Nasution, Pengembnagan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), h. 10. 5 Rusman, Manajemen Kurikulum, (Bandung: PT RajaGrafindo Pesada, 2011), cet. Ke3, h. 59.

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

77

Sementara menurut Sanjaya, kurikulum sosial, olah raga, dan kesenian yang adalah sebuah dokumen perencanaan yang disediakan oleh sekolah bagi muridberisi tentang tujuan yang harus dicapai, muridnya di dalam dan di luar sekolah isi materi dan pengalaman yang harus dengan maksud menolong untuk dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat berkembang menyeluruh dalam dikembangkan, evaluasi yang dirancang segala segi dan merubah tingkah laku untuk mengumpulkan informasi tentang mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pencapaian tujuan, serta implementasi dari pendidikan. dokumen yang dirancang dalam bentuk Definisi tentang kurikulum yang nyata6. dikemukakan para ahli tersebut menekankan Jadi, kurikulum adalah rencana bahwa kurikulum merupakan sejumlah pendidikan yang memuat komponen tujuan, materi pelajaran atau isi pelajaran, sejumlah materi, metode pembelajaran, evaluasi pengalaman belajar, dan sejumlah program dan implementasi nyata kurikulum dalam perencanaan pendidikan yang harus dicapai bentuk pembelajaran riil atau factual, oleh peserta didik dalam rangka pencapaian baik berada di dalam ruang kelas (indoor) tujuan pendidikan tertentu. maupun di luar kelas (outdoor). Dengan demikian, konsep dasar Secara terminologi, para ahli kurikulum tidak terbatas pada program pendidikan telah banyak mendefinisikan pendidikan tersebut, namun juga dapat kurikulum, antara lain: diartikan menurut fungsinya sebagaimana a. M. Arifin memandang kurikulum terdapat dalam pengertian-pengertian sebagai seluruh bahan pelajaran berikut ini: yang harus disajikan dalam proses a. Kurikulum sebagai program studi, kependidikan dalam suatu sistem pengertiannya adalah seperangkat mata institusional pendidikan7. pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi b. Zakiah Daradjat memandang pendidikan lainnya. kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan b. Kurikulum sebagai konten, dilaksanakan untuk mencapai sejumlah pengertiannya adalah data atau tujuan-tujuan pendidikan tertentu8. informasi yang tertera dalam bukubuku kelas tanpa dilengkapi dengan c. Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. data atau informasi lainnya yang Munir Kamil dalam Al-Syaibani9, memungkinkan timbulnya belajar. bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, c. Kurikulum sebagai kegiatan berencana, 6 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Parktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Pranada Media Grup, 2011), h. 9-10. 7 xH.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Paraktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara. 2008), h. 135. 8 Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 2009), h. 122. 9 Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, Penerjemah Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang. 1979), h. 485.

pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil. d. Kurikulum sebagai hasil belajar, pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.

Ubaid Ridlo, MA

78

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

e. Kurikulum sebagai reproduksi kultural, pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.

sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.12 Abdul Chaer menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.13

Dari beberapa defenisi yang Kurikulum sebagai pengalaman belajar, pengertiannya adalah keseluruhan dikemukakan para ahli di atas, dijumpai pengalaman belajar yang direncanakan beberapa ciri atau sifat bahasa, antara lain: di bawah pimpinan sekolah. 1) Sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola g. Kurikulum sebagai produksi, secara tetap dan dapat dikaidahkan; pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk 2) Lambang bunyi, sistem bahasa berupa mencapai hasil yang ditetapkan lambang-lambang berbentuk bunyi, terlebih dahulu10. yang lazim disebut bunyi ujar atau f.

Dengan demikian, Kurikulum adalah bunyi bahasa yang bermakna; seperangkat rencana dan pengaturan 3) Arbitrer, artinya hubungan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran antara lambang dengan yang serta cara yang digunakan sebagai pedoman dilambangkannya tidak bersifat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran wajib, bisa berubah, dan tidak dapat untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. dijelaskan mengapa lambang tersebut Dan di dalamnya memuat rencana-rencana mengonsepi makna tertentu. Meskipun dan prosedur tentang tujuan, isi, materi, demikian lambang-lambang bahasa dan cara dalam penyelenggaran kegiatan itu juga bersifat konvensional, artinya pembelajaran. Dengan kata lain, termuat penutur suatu bahasa akan mematuhi komponen-komponen kurikulum yaitu hubungan antara lambang dengan yang tujuan, isi, bahan pelajaran, metode, dan dilambangkannya; evaluasi. 4) Produktif, artinya dengan unsur yang terbatas, namun dapat dibuat ujaran 2. Pengertian Bahasa yang hampir tidak terbatas; Bahasa menurut Soenjono 5) Dinamis, artinya bahasa tidak terlepas Dardjowidjojo adalah suatu sistem simbol dari berbagai kemungkinan perubahan lisan yang arbitrer yang dipakai oleh yang sewaktu-waktu dapat terjadi; anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya, 6) Beragam, artinya meskipun memiliki kaidah tertentu yang sama namun berlandaskan pada budaya yang mereka 11 karena digunakan oleh penutur yang miliki bersama. Harimurti Kridalaksana heterogen, dengan latar belakang menjelaskan bahwa bahasa merupakan sosial dan kebiasaan yang berbeda, sistem lambang bunyi yang arbitrer yang menjadikan bahasa itu beragam, digunakan oleh para anggota kelompok baik fonologis, morfologis, sintaksis, 10 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran maupun leksikon; Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya. 1993), h. 185. 11 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 16.

Ubaid Ridlo, MA

12 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia, 1983), h. 21. 13 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 14.

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

7) Manusiawi, artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia.14 Ciri dan sifat bahasa ini didasarkan pada pandangan linguistik umum. Adapun menurut pandangan sosiolinguitik bahasa memiliki ciri sebagai alat komunikasi dan alat mengidentifikasi diri.

79

kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.17

Mengutip buku karya Soerjono Sukanto, Budaya sebagaimana banyak diartikan sebagai sesuatu yang kompleks yang melingkupi manusia sebagai hasil cipta, rasa dan karsa18. Fuad Baali sebagai dikutip oleh Sayuti menyatakan bahwa budaya merupakan seuatu yang kompleks 3. Pengertian Budaya yang mencakup pengetahuan, keyakinan, Budaya atau kebudayaan berasal dari kesenian, undang-undang, tradisi dan lainbahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang lain yang dimiliki oleh suatu masyarakat merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi melalui proses belajar19. atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang Budaya adalah suatu cara hidup yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. berkembang dan dimiliki bersama oleh Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, sebuah kelompok orang dan diwariskan artinya mengolah atau mengerjakan. Bisa dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk diartikan juga sebagai mengolah tanah dari banyak unsur yang rumit, termasuk atau bertani. Kata culture juga kadang sistem agama dan politik, adat istiadat, diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga bahasa Indonesia15. budaya, merupakan bagian tak terpisahkan Tylor adalah seorang pakar antropologi dari diri manusia sehingga banyak orang yang pertama kali mendefinisikan cenderung menganggapnya diwariskan pengertian budaya, menurutnya budaya secara genetis. Ketika seseorang berusaha adalah suatu keseluruhan kompleks yang berkomunikasi dengan orang-orang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, yang berbada budaya dan menyesuaikan kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta perbedaan-perbedaannya, membuktikan kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang bahwa budaya itu dipelajari, bukan sematadipelajari oleh manusia sebagai anggota mata diwarisi. masyarakata.16 Adapun Kuntjaraningrat Selain itu, budaya adalah suatu (1974) secara lebih terperinci membagi pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara kompleks, abstrak, dan luas. Banyak keagamaan, sistem dan organisasi aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya 14 Mansoer Pateda, Aspek-Aspek ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan Psikolinguistik, (Jakarta: Nusa Indah, 1990), h. 25- sosial manusia. 26, baca juga Muhammad Farkhan, An Introduction To Linguistics (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 9-14. Lihat juga Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 15-19 15 Wikipedia, “Pengertian Budaya”, artikel diakses pada 25 April 2011 dari http://id.wikipedia. org/wiki/Budaya. 16 Roger, M. Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama , 1981), h. 68.

17 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2005), h. 261. 18 Sri Guni Najib Chaqoqo, “Pengajaran Bahasa Arab dalam Konteks Budaya”, Jurnal Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008, h. 123. 19 A. Sayuti A. Nasution, “Memahami Ragam Bahasa Arab Melalui Pendekatan Budaya”, Jurnal Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, Desember 2008, h. 110.

Ubaid Ridlo, MA

80

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Banyak definisi budaya lainnya, di antaranya ada yang mendefinisikannya melihat aspek kehidupan praktis yang menyatakan bahwa budaya berpindah dari generasi yang satu kepada generasi lainnya melalui proses pembelajaran atau penyampaian. Ada juga yang mendefinisikan bahasa dari aspek teoritis bahwa bahasa budaya adalah istilah yang digunakan bagi aspek ruh dan pemikiran. Yang mencakup ilmu pengetahuan, seni, sains, filsafat, akidah, dan sebagainya.20

pada harapan dan norma yang berlaku dimasyarakat. Keempat, pengetahuan, penguasaan, persepsi, perilaku kita terhadap sesuatu diwujudkan melalui bahasa. Oleh karena itu, bahasa dan budaya, serta bahasa dan perilaku mempunyai hubungan yang sangat vital. Sementara itu, bahasa merupakan ungkapan tentang budaya dan diri penutur, yang memahami dunia melalui bahasa.23 Dengan demikian, budaya adalah sesuatu hasil cipta, rasa dan karsa/ karya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, undangundang, tradisi dan lain-lain yang dimiliki oleh dan merupakan hasil cipta rasa dan karsa suatu masyarakat lewat proses belajar. Unsur dominan budaya adalah bahasa, bahkan bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi dan identitas suatu individu dan masyarakat atau suatu bangsa. Melalui bahasa, warisan budaya dapat diwadahi, dilestarikan, dan ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya suatu bangsa, pada sisi lain, dapat mempererat kesatuan bahasa dan bangsa.

Menurut Karim Zaki Husam al-Din, sebagai hasil cipta, rasa dan karsa bahasa membuahkan dua hasil yaitu hasil dalam bentuk materi: jembatan, gedung, sekolah, masjid, pakaian, hand-phone, kursi dan sebagainya, dan dalam bentuk non-material: moral, agama, bahasa, tradisi dan lain-lain. Kebudayaan juga adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat dan lain-lain21. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat22. Kuntjaraningrat pun berpendapat bahwa Dalam konteks pengembangan kebudayaan mempunyai dua ranah yaitu wujud dan isi. Ranah wujud terdiri lingkungan bahasa dan budaya, setidakdari sistem budaya, sistem sosial, dan tidaknya, ada 5 macam lingkungan yang perlu mendapat perhatian serius24. Pertama, kebudayaan fisik. lingkungan pandang dan penglihatan. Dari beberapa definisi tersebut dapat Lingkungan ini dapat berupa gambar, liflet, ditegaskan empat poin tentang budaya. pengumuman, majalah dinding dan papan Pertama, budaya merupakan totalitas informasi, yang kesemuanya berisi tulisan pengetahuan, penguasaan dan persepsi Arab yang mendukung. Kedua, lingkungan yang diproduksi oleh suatu bangsa. Kedua, pendengaran dan visual, yaitu: lingkungan budaya mempunyai hubungan yang erat yang memungkinkan mahasiswa dengan perilaku (tindakan) dan peristiwa mendengarkan: khuthbah, pengumuman, atau kegiatan. Ketiga, budaya tergantung perkuliahan, musik, siaran radio dan TV yang membuat mereka terlatih menyimak 20 D. Hidayat, “Tadriis al-Lughah al’Arabiyyah ‘ala Dhau al-Madkhal al-Lughawi al- secara langsung, terutama dari native Ijtimaa’i”, makalah seminar “Pembelajaran Bahasa speaker. Arab berbasis Cross Cultural Understanding” Jakarta, 11 Desember 2008. 21 A. Sayuti A. Nasution, Memahami Ragam Bahasa, h. 110. 22 Sri Guni Najib Chaqoqo , “Pengajaran Bahasa Arabdalam Kontek Budaya, h. 123

Ubaid Ridlo, MA

23 Nababan, “Penerjemahan dan Budaya”, artikel diakses pada 20 Januari 2012 dari http:// www.proz.com/translation-articles 24 Muhbib Abdul Wahhab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008), h. 302-307.

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

Demikian pula, jika PTAI memiliki idzâ’ah jâmi’iyyah, maka para dosen maupun mahasiswa akan semakin terlatih mendengar, menyampaikan informasi, pengumuman, dan siaran dalam bahasa Arab dengan lebih baik. Keberadaan idzâ’ah ini penting untuk melatih para mahasiswa dapat mendengar, mengekspresikan dan mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan berbicara secara thalâqah (lancar, mudah, dan baik).25 Ketiga, lingkungan pergaulangan atau interaksi belajar-mengajar. Dosenmahasiswa-pimpinan dan semua karyawan dalam berkomunikasi lisan satu sama lain idealnya mengutamakan bahasa Arab. Keempat, lingkungan akademik, dapat berupa kebijakan secara makro universitas, bukan hanya mikro fakultas, mengenai pewajiban penggunaan bahasa asing pada hari tertentu bagi mahasiswa. Kelima, lingkungan psikologis yang kondusif bagi pengembangan bahasa Arab. Hal ini dapat dimulai dengan pembentukan citra positif bagi mahasiswa. Cara yang dapat ditempuh, antara lain: (1) memberikan penjelasan objektif tentang peranan bahasa Arab sebagai bahasa agama Islam, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa komunikasi internasional (bahasa resmi PBB sejak 1973), dan perannya dalam pembentukan –sekitar 13% kosakata— bahasa Indonesia; (2) menjelaskan manfaat memiliki keterampilan berbahasa Arab; dan (3) menampilkan model pembelajaran bahasa Arab yang menarik, membangkitkan motivasi, menyenangkan dan bermanfaat bagi mahasiswa.26 25 Hasan Syahâtah, Ta’lîm al-Lughah al’Arabiyyah Baina al-Nazhariyyah wa al-Tathbîq, (Kairo: al-Dâr al-Mishriyyah al-Lubnâniyyah, 1996), h. 392-4. 26 Ahmad Fuad Effendy, “Pendekatan Komunikatif untuk Menciptakan Lingkungan

81

Prinsip dan Strategi Pengembangan Lingkungan Berbahasa Arab Adapun prinsip-prinsip penciptaan lingkungan berbahasa Arab yang ‎perlu dijadikan sebagai landasan pengembangan sistem pembelajaran ‎bahasa Arab adalah sebagai berikut27. Pertama, prinsip keterpaduan dengan ‎visi, misi dan orientasi pembelajaran bahasa Arab. Penciptaan lingkungan ‎berbahasa Arab harus diletakkan dalam kerangka mendukung pencapaian ‎tujuan pembelajaran bahasa Arab dan pemenuhan suasana yang kondusif bagi pendayagunaan bahasa Arab secara aktif. Kedua, prinsip skala prioritas dan gradasi program. Implementasi ‎penciptaan lingkungan berbahasa Arab harus dilakukan secara bertahap ‎dengan memperhatikan skala prioritas tertentu. Misalnya, ketika warga kampus saling bertemu, diharapkan masing-masing bisa bertegu sapa: dengan mengucapkan ahlan wa sahlan, shabâh alkhair, kaifa haluk, mâdza tadrus al-yaum, ila al-liqâ’, dan lain-lain. Ketiga, kebersamaan dan partisipasi aktif semua pihak. Kebersamaan dalam berbahasa asing, secara psikologis dapat memberikan ‎nuansa yang kondusif dalam berbahasa, sehingga mahasiswa yang tidak ‎bisa berkomunikasi akan merasa malu, kemudian berusaha untuk bisa dan ‎menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara psikolinguistik, lingkungan pergaulan dalam berbahasa berpengaruh cukup signifikan dalam pembentukan kesadaran berbahasa asing. Bahasa Arab (Bî’ah ‘Arabiyyah) di Madrasah”, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Bahasa Arab Bagi Guru Bahasa Arab di Madrasah, Jakarta, Oktober 2004. 27 Muhbib Abdul Wahhab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, h. 302307.

Ubaid Ridlo, MA

82

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Keempat, prinsip konsistensi dan keberlanjutan. Yang paling sulit dalam penciptaan lingkungan berbahasa adalah sikap konsisten (istiqâmah) ‎dari komunitas bahasa itu sendiri. Karena itu, diperlukan adanya sebuah ‎sistem yang memungkinkan satu sama saling mengontrol dan ‎membudayakan penggunaan bahasa Arab secara aktif. Boleh jadi, ‎penciptaan lingkungan dimaksud mengalami kejenuhan. Oleh sebab itu, ‎diperlukan adanya program berkelanjutan yang bersifat variatif dan kreatif dalam menciptakan suasana yang kondusif.

Kedua, komitmen kuat dari pada tenaga pendidikan bahasa Arab dan pimpinan fakultas untuk melakukan perubahan lingkungan. Penciptaan bî’ah ‘Arabiyyah mustahil dilakukan oleh beberapa orang dosen saja. Semua pihak yang ada di Jurusan PBA harus mempunyai visi, misi, komitmen dan kepedulian yang sama dalam mengembangkan sistem pembelajaran bahasa Arab, sehingga proses penciptaan lingkungan berbahasa Arab menjadi program bersama yang menuntut upaya kolektif dan kreatif dalam realisasinya. Ketiga, peninjauan kembali kurikulum bahasa Arab secara menyeluruh, dengan maksud agar pembelajaran bahasa Arab dapat lebih diintensifkan. Jika selama ini jam belajar bahasa Arab hanya 2-6 sks (2-3 semester, dengan frekuensi 1x tatap muka per minggu, maka dapat ditingkatkan menjadi 8-10 sks, sehingga suasana kebahasaaraban mulai terlihat. Jadi, agaknya sulit mewujudkan penciptaan lingkungan berbahasa di kampus ini tanpa dibarengi dengan intensifikasi program bahasa Arab, baik melalui intra-kurikuler maupun ekstra-kurikuler.

Kelima, prinsip pendayagunaan teknologi dan multi-media. Di ‎antara yang dapat membuat lingkungan berbahasa Arab adalah teknologi ‎informasi dan pendayagunaan multi-media. Keberadaan TV yang dapat ‎memancarkan siaran dari Timur Tengah perlu dioptimalkan ‎penggunaannya. Dipandang perlu juga semua civitas madrasah diberikan ‎akses untuk menggunakan internet, terutama yang berbasis di negara-‎negara Arab, agar kita dapat memperoleh dan mengupdate informasi ‎aktual mengenai bahasa Arab, dan pada gilirannya, kita Keempat, perlu ada kebijakan dari dapat ‎memperkenalkan kosa kata-kosa pimpinan institusi berupa penetapan hari kata baru untuk konsumsi warga civitas khusus, misalnya Jum’at, sebagai hari madrasah. wajib berbahasa Arab bagi mahasiswa Sedangkan beberapa strategi yang dan dosen bahasa Arab. Program “Jum’ah perlu diambil dalam rangka pengembangan ‘Arabiyyah” merupakan awal penciptaan lingkungan pendidikan berbahasa Arab nuansa kebahasaaraban, sehingga di hari adalah28: itu, pengumuman, informasi, bahkan Pertama, perumusan visi, misi dan khutbah Jum’at di lingkungan kampus ini orientasi pembelajaran bahasa Arab. disampaikan dalam bahasa Arab. Hal ini Pengembangan sistem pembelajaran berarti bahwa aneka momen, termasuk yang efektif di jurusan ini harus dimulai khutbah Jum’at di lingkungan kampus dengan perumusan visi, misi dan orientasi dapat dijadikan sebagai media dan sarana yang jelas, agar civitas akademikanya penciptaan lingkungan berbahasa Arab. Kelima, berbagai kegiatan yang mempunyai komitmen dan kesungguhan kebahasaaraban, seperti: yang optimal dalam mengembangkan bernuansa diskusi, ceramah dengan mengundang model pembelajaran bahasa Arab. native speaker, seminar dalam bahasa Arab, 28 Ibid.

Ubaid Ridlo, MA

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

penerbitan majalah dinding atau jurnal bahasa Arab, perlu ditingkatkan, sehingga dosen atau mahasiswa terbiasa mendengar, dan pada gilirannya berbicara dan menulis dalam bahasa Arab. Jika memungkinkan, dosen dapat lebih meningkatkan porsi penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar perkulihan dan pergaulan di dalam kelas maupun di luar kelas. Keenam, lomba-lomba yang berbahasa Arab, seperti: lomba pidato, cerdas cermat, karya tulis, drama, komunikata Arab, debat, membaca berita dalam bahasa Arab, demo masak dengan bahasa Arab, dan sebagainya juga perlu diprogramkan secara berkala, sehingga para mahasiswa dan dosen dapat lebih meningkatkan kemampuan dan kemahirannya dalam berbahasa Arab. Tantangan dan situasi yang “mengharuskan” komunitas PBA berbahasa mutlak perlu diciptakan. Ketujuh, penyediaan sarana dan media pembelajaran bahasa Arab yang lebih memadai, seperti: laboratorium, antena parabola yang dapat mengakses siaran TV dari beberapa negara di Timur Tengah, seperti: Arabsat, siaran al-Jazeera, al-Arabiyya, al-Manar, dan sebagainya. Dengan begitu, dapat diciptakan suasana baru: menonton TV sambil belajar bahasa Arab. Sarana perpustakaan juga perlu dilengkapi dengan koran-koran dan majalah-majalah, di samping buku-buku dan kamus-kamus, yang berbahasa Arab, sehingga tidak tertutup kemungkinan proses pembelajaran bahasa Arab –sesekali— dipindahkan (moving) ke dalam ruang perpustakaan atau laboratorium bahasa. Kedelapan, ke depan, konsep fakultas model yang berasrama (boarding school) dapat lebih dioptimalkan fungsi dan nilai strategisnya dalam penciptaaan lingkungan berbahasa Arab, karena pembina/ pengelola dan mahasiswa berada dalam satu lingkungan, sehingga manajemen dan

83

kontrol lingkungan dapat di-set up atau didesain sedemikian rupa sesuai program Jurusan PBA yang diharapkan. Keberadaan asrama mahasiswa atau Ma’had ‘Aly tampaknya dapat didaya-gunakan sebagai “proyek percontohan” dalam penciptaan lingkungan berbahasa asing di kampus ini. Kesembilan, peningkatan kerjasama, baik internal antara pimpinan, dosen, karyawan, mahasiswa dan masyarakat sekitar, maupun eksternal dengan lembagalembaga terkait, kedutaan-kedutaan negara Arab di Jakarta, dan perguruan-perguruan tinggi di Timur Tengah. Pengalaman Pondok Modern Gontor, yang telah banyak memiliki hubungan kerjasama dengan: alAzhar Kairo, Universitas di Arab Saudi, Pakistan, Sudan, dan sebagainya, yang pada gilirannya dapat memberikan kesempatan kepada alumninya untuk melanjutkan studi ke sana, ternyata menjadi daya tarik dan motivasi tersendiri bagi para mahasiswa dalam belajar bahasa Arab. Kerjasama semacam ini menjadi sangat penting, terutama karena kita sekarang hidup di era globalisasi yang mengharuskan kita dapat “bergaul” dengan bangsa-bangsa di dunia, dan salah satu kuncinya adalah dengan menguasai bahasa asing, termasuk bahasa Arab. Kesepuluh, Mentradisikan pemberian semacam reward (mukâfa’ah) kepada mahasiswa maupun dosen yang memiliki prestasi unggul dalam berbahasa Arab, sehingga mereka termotivasi untuk terus meningkatkan kemampuan dan kemahiran mereka dalam berbahasa Arab. Pemberian ganjaran (reward atau tsawab) itu dapat dilakukan dengan memberi beasiswa, hadiah buku/koran/majalah bahasa Arab, dan insentif lainnya sebagai apresiasi terhadap prestasi mereka. Dengan begitu, usaha dan kerja keras mereka dihargai secara wajar dan proporsional, sehingga hal ini diharapkan dapat menarik minat dan memotivasi mahasiswa untuk mendapat hal yang sama.

Ubaid Ridlo, MA

84

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Landasan Pengembangan Kurikulum Menurut Rusydi Ahmad Thu’aimah, setidak-tidaknya ada empat landasan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum, yaitu landasan linguistik (munthalaqat lughawiyyah), landasan edukatif (munthalaqat tarbawiyyah), landasan psikologis (munthalaqat nafsiyyah), dan landasan sosial (munthalaqat ijtima’aiyyah). Landasan kebahasaan berkaitan dengan perlunya dipertimbangkan konsep, persepektif, filsafat, dan karakteristik bahasa Arab. Aspek-aspek mendasar berkaitan dengan bahasa, seperti: (1) bahasa itu symbol, (2) bahasa itu bunyi, (3) bahasa itu sistem, (4) bahasa itu kebiasaan, (5) bahasa itu komunikasi, (6) bahasa itu konteks, dan (7) bahasa itu budaya, sangat menentukan corak pengembangan kurikulum bahasa Arab.29 Selain itu, pandangan atau perspektif bahwa bahasa itu merupakan satu kesatuan yang utuh antara (1) lafazh dan makna atau mabna dan ma’na, (2) empat keterampilan (maharah/funun) kebahasaan, (3) bunyi, mufradat, dan tarakib, (4) nahwu, sharaf, uslub dan balaghah, (5) maqal dan maqam (teks dan konteks) juga memberikan arah dan orientasi yang jelas dalam pengembangan kurikulum pembelajaran bahasa. Yang juga tidak kalah penting dipertimbangkan adalah karakteristik bahasa Arab ketika hendak dikurikulumkan dan dibelajarkan, bahwa bahasa Arab itu: bahasa derivasi (lughat istiqaq), bahasa I’rab (infleksi), bahasa kaya bunyi, bahasa tashrif, bahasa konstruksi kata (shiyagh), bahasa yang kaya ekspresi, gaya bahasa, konsep kala (waktu), dan sebagainya.30

Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan penyusunan silabi, materi ajar, perencanaan dan strategi pembelajaran yang membuat tujuan pembelajaran itu dapat tercapai dengan efektif. Penetapan metode yang fleksibel, media yang efektif, penciptaan suasana dan lingkungan pembelajaran bahasa yang kondusif juga penting dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pembelajaran bahasa. Demikian pula landasan psikologis yang berkaitan dengan potensi, kemampuan, kebutuhan, minat, bakat, kecenderungan, motivasi, perbedaan individual, perasaan, emosi, dan kejiwaan peserta didik. Pengembangan Kurikulum pembelajaran bahasa Arab dapat dinilai efektif, berdaya guna, dan prospektif apabila dapat memenuhi kebutuhan psikologis dan memberi kepuasan batin peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu, munculnya konsep joyful learning, collaborative learning, lesson study, CTL, dan sebagainya merupakan pengembangan efektivitas pembelajaran bahasa.

Selain itu, landasan sosial budaya dalam pengembangan kurikulum juga menghendaki pentingnya mempertimbangkan perubahan karakter budaya Arab, realitas sosial budaya, sosial ekonomi, sosial politik, adat-istiadat Islam, dan isu-isu aktual yang melingkupi sistem pembelajaran bahasa, sehingga bahasa sebagai alat komunikasi dapat dioptimalisasikan fungsi-fungsinya, baik fungsi instrumental (wazhifah naf’iyyah), fungsi regulator (wazhifah tanzhimiyyah), fungsi interaktif (wazhifah tafa’uliyyah), fungsi personal (wazhifah syakhsyiyyah), fungsi heuristic (wazhifah istiksyafiyyah), fungsi imajinatif (wazhifah takhayyuliyyah), dan fungsi representasional (wazhifah Dengan demikian, Landasan edukatif terkait erat bayaniyyah).31 dengan sistem dan strategi pembelajaran. kurikulum pembelajaran bahasa Arab 29 Rusydi Ahmad Thu’aimah, Manahij Tadris…, h. 20 dan 27-29. 30 Ibid., h. 20 dan 30-32.

Ubaid Ridlo, MA

31 Rusydi Ahmad Thu’aimah, Ta’lim alArabiyyah li Ghair al-Nathiqina Bina Manahijuhu wa Asalibuhu, (Rabath: Isesco, 1989), h. 119.

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

di era posmetode harus tetap dilandasi oleh berbagai pertimbangan dan argumen linguistik, edukatif, psikologi, sosial budaya, dan –jika mau ditambahkan— teknologi dan manajemen pendidikan, sehingga kualitas pembelajaran bahasa Arab menjadi lebih bermutu, menyenangkan, dan membisakan.

85

Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum antara lain dikemukakan oleh Al-Syaibany, sebagai berikut: 1. Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.

Pengembangan kurikulum Pendidikan Bahasa Arab ke depan perlu didasari oleh landasan filosofis dan linguistik mengenai hakekat dan konsep bahasa, baik sebagai keterampilan maupun sebagai ilmu, landasan psikologis (perbedaan indivisu siswa dan guru yang unik, minat, motivasi belajar, dan sebagainya), landasan sosial menyeluruh (universal) budaya, landasan edukasional, dan landasan 2. Prinsip pada tujuan-tujuan dan kandunganteknologi dan manajemen pendidikan, kandungan kurikulum. sehingga sistem pembelajaran bahasa Arab yang dikembangkan lebih efektif. 3. Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandunganPengembangan kurikulum bahasa di era kandungan kurikulum. posmetode idealnya berbasis multisystem (integrated system), memadukan empat 4. Prinsip interaksi antara kebutuhan keterampilan bahasa plus keterampilan siswa dan kebutuhan-kebutuhan studi (study skill), ilmu-ilmu bahasa Arab masyarakat. yang relevan dengan tujuan pengembangan 5. Prinsip pemeliharaan perbedaanProdi, dan pemberian pengalaman nyata perbedaan individual di antara peserta (tinggal dan berinteraksi dengan komunitas didik, baik perbedaan dari segi bakat, Arab) dalam jangka waktu tertentu. minat, kemampuan, kebutuhan dan Orientasi pengembangan kurikulum sebagainya. bahasa ke depan idealnya juga merespon 6. Prinsip perkembangan dan perubahan tantangan dan tuntutan perkembangan sains sesuai dengan tuntutan yang ada dan teknologi. Kompetensi berbahasa Arab dengan tidak mengabaikan nilai-nilai produktif belum cukup untuk memiliki absolut. daya saing di era globalisasi, melainkan juga perlu keterampilan teknis-profesional 7. Prinsip pertautan (integritas) antara mata pelajaran, pengalamandalam bidang ICT. Beberapa kebutuhan pengalaman, dan aktivi yang baru, akibat tuntutan globalisasi, seperti terkandung di dalam kurikulum, begitu pemograman pembelajaran bahasa melalui pula dengan pertautan antara kandungan internet, pembuatan CD pembelajaran kurikulum dengan kebutuhan murid bahasa interaktif, desain pembelajaran juga kebutuhan masyarakat32 berbasis multikecerdasan, idealnya menjadi bagian integral dari pengembangan 32 Al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah, h. kurikulum pembelajaran bahasa Arab. 520-522

Ubaid Ridlo, MA

86

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Adapun prinsip-prinsip pengembangan Pendekatan Pengembangan kurikulum menurut Zakiah Daradjat Kurikulum sebagai berikut33:

1. Pendekatan subjek akademis

1. Prinsip relevansi; dalam arti kesesuaian Kurikulum subjek akademis bersumber peendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa masa sekarang dan akan datang, dan lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilairelevansi dengan tuntutan pekerjaan. nilai telah ditemukan oleh para pemikir 2. Prinsip efektivitas; baik efektifitas masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara mengajar guru, ataupun efektifitas dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini mengutamakan isi belajar murid. pendidikan dan belajar adalah berusaha 3. Prinsip efisiensi; baik dalam segi menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. waktu, tenaga, dan biaya. Maka, orang yang berhasil belajarnya 4. Prinsip fleksibilitas, artinya adalah orang yang menguasai seluruh atau ada semacam ruang gerak yang sebagaian besar besar isi pendidikan yang memberikan sedikit kebebasan dalam diberikan atau disiapkan oleh guru35. bertindak, baik yang berorientasi Penyusunan kurikulum atau pada flesksibilitas pemilihan program pendidikan didasarkan pada program pendidikan maupun sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. dalam mengembangkan program Pengembangan kurikulum subjek akademis pengajaran. dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa Selanjutnya Sukmadinata yang harus dipelajari peserta didik yang menambahkan prinsip-prinsip kurikulum diperlukan untuk pengembangan disiplin selain dikemukakan oleh Zakiah Daradjat ilmu36. yaitu prinsip kontinuitas (kesinambungan) dan praktis (mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana, 2. Pendekatan humanistis dan biayanya murah), prinsip ini yang Kurikulum ini berdasarkan pada konsep selanjutnya disebut efisiensi34 aliran pendidikan pribadi (personalized Jikalau kurikulum pendidikan education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Islam diformulasikan sedemikian rupa Education). Aliran ini lebih memberikan dengan mengacu kepada dasar-dasar tempat utama kepada siswa. Anak adalah dan prinsip-prinsip yang telah penulis yang utama dan yang pertama dalam paparkan di atas, maka harapan untuk pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi berhasil tercapainya tujuan-tujuan yang pusat pendidikan. Siswa mempunyai diharapkan cukup besar. potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang serta anak merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang 33 Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan, h. 125-127 34 Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, h. 151.

Ubaid Ridlo, MA

35 Ibid., h. 87. 36 Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi, (Jakarta: Pakar Raya, 2007), h.48.

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

87

utuh bukan saja segi fisik dan intelektual bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, bersama, interaksi dan kerja sama. Kerja sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain)37. sama atau interaksi bbukan hanya terjadi Humanistis menekankan fungsi antara siswa dengan guru tetapi juga antara perkembangan peserta didik melalui siswa dengan siswa, siswa dengan orang pemfokusan pada hal-hal subjektif, lain dilingkungannya, dan dengan sumber perasaan, pandangan, penjadian belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja (becoming), penghargaan dan pertumbuhan. sama ini siswa berusaha memecahkan Kurikulum humanistis berusaha mendorong problem-problem yang dihadapi dalam menuju pembentukan penangkapan sumber daya dan potensi masyarakat pribadi untuk memahami sesuatu dengan masyarakat yang lebih baik. Tokoh aliran pemahaman mandiri, konsep sendiri, serta ini adalah Theodore Brameld. Teori ini menentang intimidasi, menakut-nakuti dan tanggung jawab pribadi38. kompromi semu. Aliran ini mendorong Pendekatan humanistis bertolak pada agar para siswa mempunyai pengetahuan ide memanusiakan manusia. Penciptaan yang cukup tentang masalah-masalah sosial konteks yang akan memberi peluang yang mendesak dan memecahkan masalah manusia untuk menjadi lebih human, melalui kerja sama atau gotong royong41. untuk mempertinggi harkat manusia Rancangan kurikulum tersebut merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program berupaya bahwa pendidik mempengaruhi perubahan sosial dengan menyelesaikan pendidikan39. berbagai permasalahan sosial42. Tugas pendidikan adalah membantu agar peserta didik menjadi cakap dan Pendekatan teknologis bertolak dari selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk terhadap pengembangan masyarakat43. melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi Berdasarkan uraian tersebut yang diajarkan, criteria evaluasi sukses, nampak bahwa dalam pengembangan dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai kurikulum pendidikan bahasa Arab dapat dengan analisis tugas tersebut. Kurikulum menggunakan pendekatan-pendekatan berbasis kompetensi salah satunya tersebut yag disesuaikan dengan orientasi merupakn kurikulum yang dikembangkan dan arus globalisasi yang menyertainya, berdasarkan pendekatan teknologis40. Paling tidak memperhatikan substansi

3. Pendekatan teknologis

4. Pendekatan rekonstruksi sosial

yang akan dimasukkan dalam kurikulum meliputi:

Pendekatan ini lebih memusatkan 1). The ability and need children (kemampuan yang diperoleh dari perhatian pada problema-problema yang belajar dan kebbutuhan anak didik). dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum Hal ini dapat diketahui dari psikologis. ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut aliran ini pendidikan 41 Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, h.

37 Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, h. 142. 38 Ibid.,h. 164. 39 Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, h. 92. 40 Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, h. 48.

173. 42 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara. 2000), h. 86. 43 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna. 1988), h. 303. Lihat Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta: Kalam Mulia. 2011). h. 309.

Ubaid Ridlo, MA

88

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

2). The legitimate demands of society 1. Analisis dan Diagnosis Kebutuhan (tuntutan yang sah dari masyarakat). Langkah pertama dalam pengembangan Hal ini dapat diketahui dari sosiologi. kurikulum adalah menganalisis dan 3). The kind of universe in which we live mendiagnosis kebutuhan. Analisis (keadaan alam semesta di mana kita kebutuhan dapat dilakukan dengan hidup). Hal ini dapat diketahui dari mempelajari tiga hal, yaitu kebutuhan filsafat44. siswa, tuntutan masyarakat dunia kerja, dan Sejalan dengan pengembangan harapan-harapan dari pemerintah (kebijakan kurikulum, maka proses pengembangan pendidikan). Kebutuhan siswa dapat kurikulum dimulai dengan perencanaan dianalisis dari aspek-aspek perkembangan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan psikologis siswa, tuntutan masyarakat dan ini didahului oleh ide-ide yang akan dunia kerja dapat dianalisis dari berbagai dituangkan dan dikembangkan dalam kemajuan yang ada di masyarakat dan prediksi-prediksi kemajuan masyarakat di program. Ide-ide kurikulum berasal: masa yang akan datang, sedangkan harapan 1). Visi yang dicanangkan pemerintah dapat dianalisis dari kebijakan2). Kebutuhan stakeholders (siswa, kebijakan, khususnya kebijaan-kebijakan masyarakat, pengguna lulusan), dan bidang pendidikan yang dikeluarkan, baik kebutuhan untuk studi lanjut. oleh pemerintah pusat maupun pemerintah 3.) Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya daerah. Hasil analisis dari ketiga aspek dan tuntutan perkembangan ipteks dan tersebut, kemudian didiagnosis untuk disusun menjadi serangkaian kebutuhan zaman. 4). Pandangan-pandangan para pakar sebagai bahan masukan bagi kegiatan pengembangan tujuan. Hasil akhir dengan berbagai latar belakangnya kegiatan analisis dan diagnosis kebutuhan 5). Kecenderungan era globalisasi, yang ini adalah deskripsi kebutuhan sebagai menuntut seseorang untuk memiliki bahan yang akan dijadikan masukan bagi etos belajar sepanjang hayat, melek langkah selanjutnya dalam pengembanga sosial, ekonomi, politik, budaya, dan kurikulum, yaitu perumusan tujuan. teknologi.45

Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum Secara umum langkah-langkah pengembangan kurikulum tersebut terdiri atas diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi46. 44 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, h. 344 45 Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, h. 13. 46 Asep Herry Hernawan, dkk, “Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran” artikel diakses pada 07 Nopember 2012 dari http:// blog spot adiana.t/Articles/Article.aspx

Ubaid Ridlo, MA

2. Perumusan Tujuan Setelah kebutuhan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan. Tujuan-tujuan dalam kurikulum berhierarki, mulai dari tujuan yang paling umum (kompleks) sampai pada tujuantujuan yang lebih khusus dan opersional. Hierarki tujuan tersebut meliputi: tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, serta tujuan instruksional: tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tabel di bawah ini memberikan rincian tentang struktur dari hierarki tujuan, dokumen tertulis, lembaga, dan dan penanggung jawab ketercapaiannya.

Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab berbasis Lingkungan Bahasa dan Budaya di PTAI

TUJUAN

DOKUMEN

LEMBAGA

PENANGGUNG JAWAB

Tujuan Nasional

UUD’45

MPR,DPR dan Presiden

Presiden

Tujuan Pendidikan Nasional

GBHN dan UUSPN

Kemenag/Kemendiknas (Formal,Non- formal,dan informal)

Kemenag/Mendiknas

Tujuan Institusional

Kurikulum/GBPP

TK,MI/SD,MTs/SMTP, MA/ SMU/SMK dan PTAIN

Kepala Sekolah/ Direktur/ Rektor

Tujuan Kurikuler

Kurikulum/GBPP

Bidang Studi

Guru/Dosen

Tujuan Instruksional

Rencana/ Persiapan Mengajar

Pembelajaran

Guru/Dosen

3. Pemilihan dan Pengorganisasian Materi

89

4. Pemilihan dan Pengorganisasian Pengalaman dimaksud Belajar

Secara spesifik, yang dengan materi kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Isi dari kegiatan pembelajaran tersebut adalah isi dari kurikulum. Isi atau bahan tersebut disusun dalam berbagai program pendidikan berdasarkan jenis dan jenjang sekolah, kemudian dikemas dalam berbagi bidang studi yang kemudian dijabarkan dalam pokok dan subpokok bahasan, yang secara lebih rinci disusun dalam bentuk bahan pengajaran dalm berbagi bentuknya. Ada beberapa jumlah criteria yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan materi kurikulum, antara lain: a. Materi kurikulum harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai b. Materi kurikulum dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan budaya (positif) dari generasi masa lalu c. Materi kurikulum dipilih karena berguna bagi penguasaan suatu disiplin ilmu d. Materi kurikulum dipilih karena dianggap bermanfaat bagi kehidupan umat manusia untuk bekal hidup di masa kini dan masa yang akan datang. e. Materi kurikulum dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak didik (siswa) dan kebutuhan masyarakat.

Setelah materi kurikulum dipilih dan diorganisasikan langkah selanjutnya adalah memilih dan mengorganisasikan pengalaman belajar. Cara pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajr dapat dilakukan dengan menggunakn berbagai pendekatan, strategi, metode serta teknik yang disesuaikan dengan tujuan dan sifat materi yang akan diberikan. Pengalaman belajar siswa bias bersumber dari pengalaman visual, pengalaman suara, pengalaman perabaan, pengalaman penciuman, atau variasi dari visual, suara, perabaan, dan penciuman. Pengalaman belajar yang dipilih harus mencakup berbagai kegiatan mental-fisik yang menarik minat siswa, sesuai dengan tingkat perkembangannya dan merangsang siswa untuk belajar aktif dan kreatif.

5. Pengembangan Alat Evaluasi Pengembangan alat evaluasi dimaksudkan untuk menelaah kembali apakah kegiatan yang telah dilakukan itu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kurikulum dapat dilakukan terhadap komponen-komponen kurikulum itu sendiri, evaluasi terhadap implementasi kurikulum, dan evaluasi terhadap hasil yang dicapai.

Ubaid Ridlo, MA

90

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Kesimpulan Pengembangan kurikulum adalah suatu proses integratif antar berbagai unsur dan komponen pendidikan dalam rangka menghasilkan kurikulum yang lebih baik, komprehensif, dan up to date. Karena pada hakekatnya kehidupan ini adalah bergerak, berubah, dan berkembang. Pun demikian dengan kirukulum jika tidak berkembang maka akan ditinggal dan diacuhkan masyarakat pengguna jasa pendidikan.

Horne, Herman H. dalam H.M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 2000. Keesing, Roger M. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, Jakarta:: PT. Gelora Aksara Pratama, 1981. Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husna. 1988. Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya. 1993.

DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005.

Abdul Chaer dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Muhammad Farkhan. An Introduction To Linguistics, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.

Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Paraktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara. 2008.

Muhammad, Ali Ismail. al-Manhaj fi al-Lughah al‘Arabiyyah, Kairo: Maktabah Wahbah, 1997.

Brown, James Dean. The Element of Language Curriculum, Boston: Heinle & Heinle Publisher, 1995. Chaqoqo, Sri Guni Najib. “Pengajaran Bahasa Arab dalam Konteks Budaya”, Jurnal Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, (Desember 2008), h. 123. D. Hidayat, “Tadriis al-Lughah al-’Arabiyyah ‘ala Dhau al-Madkhal al-Lughawi al-Ijtimaa’i”, makalah seminar “Pembelajaran Bahasa Arab berbasis Cross Cultural Understanding” Jakarta, 11 Desember 2008. Ella Yulaelawati. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi, Jakarta: Pakar Raya. 2007. Effendy, Ahmad Fuad. “Pendekatan Komunikatif untuk Menciptakan Lingkungan Bahasa Arab (Bî’ah ‘Arabiyyah) di Madrasah”, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Bahasa Arab Bagi Guru Bahasa Arab di Madrasah, Jakarta, Oktober 2004. Hernawan, Asep Herry, dkk. “Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran” diakses pada 07 Nopember 2012 dari http://blog spot adiana.t/ Articles/Article.aspx Hasan Syahâtah, Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah Baina al-Nazhariyyah wa al-Tathbîq, Kairo: al-Dâr al-Mishriyyah al-Lubnâniyyah, 1996. Harimurti Kridalaksana. Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia, 1983.

Ubaid Ridlo, MA

Nana Sudjana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2008. Nasution, A. Sayuti. “Memahami Ragam Bahasa Arab Melalui Pendekatan Budaya”, Jurnal Afaq ‘Arabiyyah, Vol. 3, No. 2, (Desember 2008), h. 110. Pateda, Mansoer. Aspek-Aspek Psikolinguistik, Jakarta: Nusa Indah, 1990. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2011. Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003. Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005. Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy. Falsafatut Tarbiyyah al-Islamiyah. Penerjemah Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. 1979. Thu’aimah, Rusydi Ahmad. Ta’lim al-Arabiyyah li Ghair al-Nathiqina Bina Manahijuhu wa Asalibuhu, Rabath: Isesco, 1989. Wahhab, Muhbib Abdul, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008. Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 2009.

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

91

BAHASA TULIS DAN BAHASA LISAN ©Zainal Arifin*

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract:

Keyword:

This article discusses about the various languages spoken and written language that can be distinguished by looking at how to write it. In everyday life, writing language need to pay attention to the rules of good and true writing, but oral language is not necessary. Clearly, a variety of oral language is something that is given orally, whereas written language variety is something that is conveyed through writing.

Kognitif. Pendekatan, Metode, Teknik, Stimulus, Respon.

‫ﻣﻠﺨﺺ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫ﻳﺒﺤﺚ ﻫﺬا اﳌﻘﺎل ﻋﻦ ﳐﺘﻠﻒ اﻟﻠﻐﺎت‬ ‫اﳌﻨﻄﻮﻗﺔ واﻟﻠﻐﺔ اﳌﻜﺘﻮﺑﺔ اﻟﱵ ﳝﻜﻦ ﲤﻴﻴﺰﻫﺎ‬ ‫ أﻣﺎ اﻟﻠﻐﺔ‬.‫ﻣﻦ ﺧﻼل اﻟﻨﻈﺮ ﰲ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﻛﺘﺎﺑﺘﻬﺎ‬ ‫ ﻓﺎﻟﻠﻐﺔ‬،‫اﳌﻜﺘﻮﺑﺔ ﻻ ﺑﺪ ان ﺘﻢ ﺑﻘﻮاﻋﺪ اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫ ﺑﺎﻟﻮﺿﻮح أن اﻟﻠﻐﺔ‬.‫اﳌﻨﻄﻮﻗﺔ ﻻ ﲢﺘﺎج إﻟﻴﻬﺎ‬ ‫اﳌﻨﻄﻮﻗﺔ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﻟﻔﻢ واﻟﻠﻐﺔ اﳌﻜﺘﻮﺑﺔ ﺗﻨﻘﻞ‬ .‫ﻣﻦ ﺧﻼل اﻟﻜﺘﺎﺑﺔ‬ *Penulis adalah pengajar di STAI Al Mukhlishin, Yayasan Daarul Hikmah Pamulang, dan SDIT Al Hikmah Cilandak - Jakarta Selatan, dapat dihubungi melalui email: cibedil_zafma@ yahoo.co.id

Pendahuluan Seperti halnya udara, bahasa ada di mana-mana. Sejauh ingatan, dari dahulu sampai sekarang, kita sudah berbahasa. Itulah sebabnya manusia sering dijuluki sebagai homo gramamaticus, yakni makhluk yang bertata bahasa. Tak heran, bila (tata) bahasa oleh mazhab rasionalis dianggap sebagai cerminan (daya) nalar. Kemudian, pemahaman hakikat bahasa dasumsikan akan menajamkan pemahaman kita ihwal manusia itu sendiri sebagai pemilik, pelibat, pengukir, dan bahkan seringkali pemusnah kebudayaan.1 Disamping kemampuan untuk berbahasa, manusia juga mempunyai kemampuan lain yang spesifik, yaitu menulis, berbicara dan membaca. 1 A. Chaedar Alwasilah, Politik Bahasa dan Pendidikan, (Penerbit Remaja Rosdakaraya: Bandung, 1997) cet.1. hal. 77

Zainal Arifin, S.Pd.I

92

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Manusia dapat menuangkan apa yang ada dalam pikirannya pada secarik kertas dan kemudian disimpan untuk sehari, sebulan, setahun, atau bahkan lebih dari itu. Bahan dalam bentuk tulisan ini dimengerti oleh siapapun yang membacanya selama mereka memakai bahasa yang sama. Tidak ada makhluk lain didunia ini yang dapat berkomunikasi dengan symbolsymbol seperti ini. Namun, berbeda dengan kemampuan berujar, kemampuan membaca bukanlah sesuatu yang kodrati. Orang tidak harus dapat membaca untuk mempertahankan hidupnya.2 Fenomena bahasa tulis dan bahasa lisan terkadang ada seseorang yang hanya mampu menggunakan bahasa lisannya saja atau sebaliknya, atau juga ada seseorang yang mampu menggunakan bahasa keduaduanya (tulis dan lisan). Terkadang bahasa tulis lebih sulit dibandingkan dengan bahasa lisan, karena bahasa tulis harus menggunakan symbol atau kode-kode tertentu dan terkadang juga ada seseorang “ saya mau menulis harus dimulai dari mana atau dimulai dari apa? Tidak dapat dipungkiri, bahwa semua bahasa mempunyai ragam tulis dan ragam alisan, Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan kedalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis.3Namun bahasa lisan akan lebih mudah untuk di ungkapkan dibandingkan dengan bahasa tulis. 2 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia 2005), cet. II. h. 291 3 Zaenal Arifin, dkk, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: AKAPRES , tth) edisi revisi. h. 18

Zainal Arifin, S.Pd.I

Dua orang individu dapat saling mengerti satu sama lain, jika kaidah yang dimiliki oleh masing-masing orang itu memiliki kesamaan satu sama lain.4

Ragam Bahasa Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang leh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi5. Sebelum melangkah jauh ke pembahasan bahasa tulis dan lisan (tutur) penulis terlebih dahulu akan membawa tulisan ini meminjam dari pada pendapat Ferdinand de saussure (1916), ia membedakan antara yang disebut langage, langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Perancis itu, dalam bahasa Indonesia secara cermat tidak cermat, lazim dipadankan dengan satu istilah, yaitu bahasa. Padahal ketiganya mempunyai pengertian yang sangat berbeda, meskipun ketiganya memang sama-sama bersangkutan dengan bahasa. Dalam bahasa Perancis istilah langage digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunkasi dan berinteraksi secara verbal diantara sesamanya. Langage ini bersifat abstrak. Barangkali istilah langage dapat dipadankan dengan kata bahasa seperti dalam kalimat 4 Henry Guntur Tarigan, Psikolinguistik, (Bandung: Aksara, t.th) h. 30 5 http://devieafriani.blogspot.com/2010/11/ tugas-2makalah-bahasa-tulis-dan-lisan.html

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

”Manusia mempunyai bahasa, binatang tidak”. Jadi, penggunaan Istilah bahasa dalam kalimat tersebut, sebagai padanan kata langage, tidak mengacu pada salah satu bahasa tertententu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya, sebahagi alat komunikasi manusia. Binatang juga melakukan kegiatan komunikasi, tetapi alat yang digunakan bukan bahasa.6 Istilah kedua dari Ferdinand de Saussure yakni langue dimaksudkan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Jadi, langue mengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu, yang barangkali dapat dipadankan dengan kata bahasa dalam kalimat ” Nita belajar bahasa Jepang, sedangkan Dika belajar bahasa Inggris” sama dengan langage bersifat abstrak, langue juga abstrak, sebab baik langue maupun langage adalah suatu sistem pola, keteraturan, atau kaidah yang ada atau dimiliki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan. Berbeda dengan langage dan langue yang bersifat abstrak, maka istilah yang ketiga yaitu parole bersifat konkret, karena parole itu merupakan palaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya. Parole di sini barangkali dapat dipadankan dengan kata bahasa dalam kalimat. Kalau beliau berbicara bahasanya penuh dengan kata daripada dan akhiran ken”. jadi, sekali lagi parole itu tidak bersifat abstrak, nyata ada, dan dapat diamati secara empiris.7 Dalam hal ini bahasa dalam al-Qur’an adalah

93

bersifat Parole, karena bahasa tersebut dapat diamati dan tidak abstrak. Namun yang menjadi pertanyaan apakah bahasa dalam al-Qur’an termasuk ragam bahasa baik tulis maupun lisan? Orang yang beranggapan bahwa bahasa Al Quran bukan bahasa Arab biasa, selanjutnya mengatakan bahwa Al Quran itu menggunakan “bahasa wahyu”. Jadi, untuk memahaminya perlu kaidah dan kamus tersendiri. Ibarat orang yang membaca buku kedokteran, maka tentu bahasanya bahasa kedokteran, untuk membantunya perlu kamus kedokteran dan inseklopedi kedokteran. Juga dalam membaca buku tentang tehnik otomotif, diperlukan kamus dan inseklopedi otomotif,dan seterusnya. Maka demikian pulalah dengan bahasa wahyu, perlu ensiklopedi dan kamus tersendiri, yang bukan kamus Bahasa Arab, bahasa komunikasiya orang Arab. Tetapi yang demikian itu adalah analog yang melenceng. Memang benar bahwa Al Quran itu wahyu dari Allah. Akan tetapi wahyu itu bukan sejenis “ragam bahasa” yang kita kenal seperti : bahasa ilmu pengetahun, bahasa gaul, bahasa resmi, bahasa remaja dan sebagainya, lalu di luar semua itu, bahasa Al Quran adalah “bahasa wahyu”. Bukan di situ substansi bahasa wahyu, melainkan sebagai salah satu ragam/bentuk “penuturan bahasa”, yang dalam kehidupan manusia dikenal adanya bahasa lisan, bahasa tulisan dan bahasa isyarat.

Ketiga ragam tersebut punya banyak kelemahan disamping kelebihanya satu sama lain. Bahasa lisan, kurang cermat menyampaikan pikiran dan perasaan, karena bersifat spontan, dan kurang cermat pula si pendengar menangkap dan memahaminya, karena tidak bisa disimak ulang. Tetapi ada kelebihannya, yaitu 6 Abdul Chaer dan Leone Agustina, Sosi- penyampaian pikiran dan perasaan dapat olinguistik: Perkenalan Awal. (Penerbit Rineka Cip- didukung dengan intonasi, mimik muka, ta. Jakarta. 2000). Edisi revisi. h.30. suasana yang ada atau diciptakan (serius, 7 Lihat juga “ Sosiolinguistik ‘Perkenalan….. kelakar, haru, gembira, dsb). hal. 31

Zainal Arifin, S.Pd.I

94

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Dengan demikian bahasa lisan tidak bisa dipahami secara tepat hanya melalui hubungan makna kata demi kata. Di lain fihak, kelemahan dan kebihan bahasa tulisan, merupakan kebalikan dari bahasa lisan. Nah, Al Quran itu disampaikan bukan dengan ragam penuturan seperti diatas, bukan lisan bukan tulisan, melainkan wahyu. Rosul tidak mendengar Allah “bertutur kata”, tidak pula menerima naskah tertulis, dan tidak seorangpun menerima yang demikian itu dari Allah.

‫َوَﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻟِﺒَ َﺸ ٍﺮ أَ ْن ﻳُ َﻜﻠﱢ ُﻤﻪُ اﷲُ إِﻻﱠ َو ْﺣﻴًﺎ أ َْو ِﻣ ْﻦ َوَرآ ِئ‬ ٍ ‫ِﺣﺠ‬ .‫ﺎب أ َْو ﻳـُْﺮِﺳ َﻞ َر ُﺳ ْﻮًﻻ ﻓـَﻴـُْﻮ ِﺣﻲ ﺑِِﺈ ْذ ِ ﻰ َﻣﺎﻳَ َﺸﺎءُج‬ َ ِ ِ ﴾٥١ : ‫ ﴿اﻟﺸﻮرى‬.‫إِﻧـﱠُﻬﻮ َﻋﻠ ﱞﻲ َﺣﻜْﻴ ٌﻢ‬ “Tidak akan ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengannya, kecuali dengan cara wahyu, atau dari balik hijab, atau dengan mengutus seorang rosul, maka diwahyukanlah dengan idzin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesengguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (Asy Syuro : 51)

Jadi, wahyu itu tergolong sebagai salah satu cara penyampaian pesan, bukan salah satu “jenis/ragam bahasa”. Maka kelirulah orang yang merasa bahwa dengan membaca Al Quran berarti sedang menjadi “lawan bicara” (“mukhotob”) Allah. Allah tidak pernah merasa dan tidak akan pernah mengirim pesan tertulis kepada siapapun. Allah terlalu tinggi dan manusia terlalu hina untuk terjadi “komunikasi” seperti itu, dan Allah Maha Bijak untuk memilih cara yang layak bagi keagungan-Nya. Dan dusta pulalah orang yang mengaku menerima “pesan khusus” dari Allah lewat mimpi, ilapat atau apapun lainnya, kecuali Rosul yang menerima wahyu.

ragam tulisan seperti tersebut diatas. Al Quran menjadi “media” penyampai pesan Allah yang sempurna. Pesan tersebut dapat ditangkap dalam hubungan makna kata demi kata secara jernih dan lurus, tanpa harus mencari latar belakang lain seperti intonasi, mimik muka, suasana dan sebagainya yang menyertai bahasa lisan. Memang masih diperlukan semacam “ensiklopedi” seperti orang katakan tadi, namun itu adalah berupa phenomena dan rahasia kehidupan yang demikian luas dan kompleks, yang semua itupun bersumber dari Allah, dan Allah menyebutnya “Hikmah”, yang selalu menyertai Al Kitab yang disampaikan pada semua Rosul. Kalaupun sekarang kita mendapatkan Al Quran dalam bentuk kitab tertulis, itu adalah hasil dari kontribusi Rosulullah dan para pengikutnya dalam rangka menjaga kelestarian Al Quran, karena manusia sering lupa dan keliru. Rasul dan para pengikutnya adalah bagian dari “Kami” yang Allah katakan akan menjadi penjaga kelestarian Al Quran. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran dan seseungguhnya Kami benar-benar menjaganya (melestarikannya)”. (Al Hijr: 9) Adapun sampainya Al Quran ke dalam hati manusia yang menjadi sasaran Al Quran, hanya melalui proses sebagaimana keterangan Allah pada Surah Asy Syuro: 51 tersebut diatas.8

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama Dengan disampaikannya Al Quran berbeda dengan bahasa yang digunakan secara wahyu, bukan lisan dan bukan tulisan, maka bersih dan selamatlah Al 8 Halim Muhajir, Abdul http://www. Quran dari kelemahan ragam lisan dan millahibrahim.net/modules.php?name=Kajian_ Lepas02&bag=2

Zainal Arifin, S.Pd.I

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa. Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/ peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni; pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan, peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undangundang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang digunakan dalam undang-undang. Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.

95

aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.9 Dua media atau substansi yang dalam bahasa manusia dipakai sebagai alat komunikasi adalah udara yang terganggu oleh gerakan artikulasi dan tanda-tanda yang dibuat pada permukaan yang datar dengan pahat, kuas, pena, pensil dan sebagainya. Di luar kedua cara komunikasi linguistic ini, yaitu lisan dan tulisan, boleh dikatan tidak ada cara lain untuk berkomunikasi, mengingat, terutama dalam pembahasan dasar seperti ini, kita harus mengesampingkan system-sistem yang khusus dan terbatas seperti komunikasi dengan isyarat yang dipakai para tuna rungu dan tuna wicara, dan sistem sekunder lainnya. Bahasa-bahasa yang dikenal dieropa, namun tidak semua dialeknya, dan bahasabahasa di kawasan-kawasan utama di dunia ini yang telah mengenal peradaban adalah bahasa tulisan dan lisan. Dengan kata lain, sistem tulisan dan sistem lisan dapat dikenali dan diakui sebagai “bahasa yang sama”. Banyak bahasa yang hanya mengenal sistem lisan saja, dan penyebaran keberaksaraan tidak selalu menyebabkan semua bahasa itu memiliki sistem tulisan. Bahasa lisan yang dipakai oleh masyarakat yang relatif kecil, yang hidup dalam kelompok politis atau kelompok yang cultural yang lebih besar, sering dihindari. Hal ini disebabkan para penuturnya diajarkan membaca dan menulis dalam bahasa yang lebih luas pemakaiannya di daerah itu sebagai bahasa “kedua” atau

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. 9 http://intl.feedfury.com/ Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan content/15241462-ragam-bahasa.html tata cara penulisan (ejaan) di samping

Zainal Arifin, S.Pd.I

96

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

dalam bahasa yang dipelajari disekolah dan bukan yang diajarkan kepada mereka sejak kecil (sebagaimana halnya dengan banyak penutur dialek tak baku dari bahasa-bahasa tulisan). Situasi demikian terdapat dalam masyarakat Indian di Amerika Utara (yang melek aksara dalam bahasa inggris), orang –orang Indian di Amerika Tengah dan Selatan (yang sedang dalam proses menjadi melek aksara dalam bahasa Spanyol dan bahasa Portugis), sejumlah besar penduduk diberbagai bagian Afrika (melek aksara dalam bahasa Inggris, bahasa Swahili, atau bahasa lain yang dipakai secara luas), dan sejumlah penduduk dibeberapa kawasan lain di dunia. Dewasa ini beberapa bahasa dikenal bentuk tulisannya saja, yaitu yang disebut bahasa mati, walaupun kita bisa membuat perkiraan mengenai bentuk tulisannya dengan tingkat keyakinan dan ketetapan yang berbeda-beda. Bahasa Yunani kuno dan bahasa Hatti merupakan contoh yang terkenal untuk bahasa demikian. Bahasa latin adalah bahasa yang hamper mati, walaupun dalam perkembangannya yang khusus bahasa itu dipakai sebagai bahasa lisan, selalu sebagai bahasa kedua dalam beberapa misa Gereja Katolik Roma dan secara lebih luas dalam masyarakat agama tertentu. Sebagaimana dalam bahasa lisan, kita mengenal berbagai gaya yang berbeda-beda, yang biasanya bergabung satu sam lain melalui gaya-gaya antara (intermediate). Beberapa gaya tulisan hamper tidak dapat dimengerti apabila dipakai sebagai bahasa lisan, misalnya bahasa formal dalam dokumen hukum atau dalam undang legislative. Namun, pada umumnya kalimat dan kata tertulis dalam suatu bahasa mewakili bentuk tulisannya, dan sebuah kalimat lisan dalam bahasa beraksara (literate) dapat dituliskan, serta sebuah kalimat tertulis bisa dibacakan. Hubungan antara kedua bentuk bahasa ini

Zainal Arifin, S.Pd.I

tidaklah seragam. Dan, ada beberapa sistem yang berbeda- beda untuk mewakili bahasa lisan dengan tulisan, dengan ketetapan fonetis yang beragam tingkatannya, yakni indikasi langsung mengenai bunyi-bunyi dari bentuk lisan yang bersangkutan, dan pembaca tidak perlu mengenal kata yang diwakili itu. Kebanyakan sistem tulisan menggunakan bentuk tertulis untuk mewakili secara langsung komposisi fonetis dari bentuk lisan, sehingga tidak diperlukan lambing tertulis yang berbedabeda yang jumlahnya sama dengan jumlah unsur leksikal dalam bahasa tersebut. Sistem ini mengenal segmen fonetis yang diacu dalam bab sebelumnya sebagai konsonan dan vocal, dan mewakili segmen tersebut muncul dalam bentuk lisan, biasanya merupakan bentuk lisan yang terpisah atau yang diucapkan tersendiri, dan bukan sebagai bagian dari kalimat yang lebih panjang. Beberapa sistem ortografi atau sistem tulisan menggunakan sebuah tanda tertulis untuk menyatakan sebuah konsonan, dan kadang-kadang dua konsonan, yang diikuti sebuah vocal, bersama dengan tandatanda khusus lainnya untuk menyatakan konsonan yang tidak diikuti vocal. Sistemsistem demikian bersifat silabis10 dalam 10 Aksara silabis (bahasa Inggris: syllabary; dari bahasa Latin: syllaba, artinya “suku kata”) atau aksara suku kata adalah suatu sistem tulisan yang setiap hurufnya melambangkan suatu suku kata, yang merangkai kata-kata. Umumnya suatu huruf dalam aksara silabis melambangkan suatu bunyi konsonan yang diikuti oleh suatu bunyi vokal. Bahasa yang menggunakan aksara silabis meliputi bahasa Yunani Mikene (Linear B), bahasa penduduk asli Amerika (Cherokee dan Cree), Vai dari Afrika, bahasa kreol Ndyuka (aksara Afaka), dan bahasa Yi di China. Bahasa Jepang memakai dua aksara silabis secara bersama-sama yang disebut kana, bernama hiragana dan katakana. Karena bahasa Jepang memakai suku kata KV (konsonan + vokall), maka aksara silabis tersebut cocok untuk menulis bahasa tersebut.

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

97

mewakili bunyi –bunyi lisan, dan disebut b. Penggunaan kosakata silabogram. Ada alasan untuk menganggap - Saya sudah memberi tahu mereka bahwa sistem ini secara historis merupakan tentang hal itu. sistem yang berada diantara tulisan yang - Mereka sedang membuat denah menggunakan lambang yang sekarang untuk pameran nanti. masih dipakai dalam bahasa Cina dan - Pekerjaan itu agak macet dibeberapa bagian Timur Tengah dan disebabkan oleh keterlamatan dana tempat-tempat lain, begitu pula naskah yang diterima. bahasa Arab yang sekarang digunakan dikawasan Timur Tengah, dan sistem c. Penggunaan Struktur Kalimat alfabetis yang sekarang secara luas dipakai - Rencana ini sudah saya sampaikan seluruh dunia. Sistem tulisan yang utama kepada Direktur. dalam beberapa bahasa India merupakan - “Asah Terampil” ini dihadiri juga sistem silabogram. Perkembangan tulisan oleh Gubernur Daerah Istimewa silabogram semacam ini tampaknya sedang Aceh. dalam proses menuju alphabet (aksara) atau - Karena terlalu banyak saran yang sistem huruf yang dipakai di Eropa dan berbeda-beda, ia makin bingung dikawasan lain yang artikulasi konsonan untuk menyelesaikan pekerjaan dan vokalnya ditandai secara terpisah itu.12 dengan huruf yang berbeda. Sebetulnya, alphabet kita (alphabet latin) dan alphabet 2. Bahasa Lisan (Tutur) lain.11 Bahasa lisan (tutur) seringkali menyalahi dari kaidah bahasa yang Fusha Penggunaan Kata pada atau dalam bahasa Indonesia tidak sesuai Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Mengapa hal ini terjadi? barangkali (Tutur) jawabannya adalah bahwa bahasa tutur Dalam penggunaan bahasa baik tulis tidak terikat dengan aturan kaidah- kaidah maupun lisan itu tidak sama, hal ini karena dalam bahasa tersebut tidak seperti halnya dalam penggunaan bahasa tulis maupun bahasa tulis yang harus mengikuti kaidahlisan mempunyai kaidah sendiri-sendiri kaidah tata bahasa baik kosakata, prosa dalam penggunaan kata, kosakata dan dan lain sebagainya. Namun hal ini hanya struktur kalimat. Perhatikan penggunaan sering terjadi dikalangan orang-orang bahasa tulis dan lisan berikut ini. tertentu saja, tidak semua melakukan hal yang sama. 1. Bahasa Tulis a. Penggunaan Bentuk Kata a. Penggunaan Bentuk Kata - Kendaraan yang ditumpanginya - Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni. menabrak pohon mahoni. - Bila tak sanggup, tak perlu - Apabila tidak sanggup, engkau lanjutkan pekerjaan. Itu. tidak perlu melanjutkan pekerjaan. Itu. - Fotokopi ijazah harus dilegalisir dahulu oleh pemimpin akademi. - Fotokopi ijazah harus dilegalisasi dahulu oleh pemimpin akademi. 12 Zaenal Arifin, dkk, Cermat Berbahasa In11 Abdul Chaer, Pengantar Linguistik, h. 40-

donesia…h. 21

42

Zainal Arifin, S.Pd.I

98

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

b. Penggunaan kosakata - Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu. - Mereka lagi bikin denah untuk pameran entar. - Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena keterlamatan dana yang diterima. c. Penggunaan Struktur Kalimat - Rencana ini saya sudah sampaikan kepada Direktur. - Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh. - Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda,sehingga ia makin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu.13

dengan posisi kata dalam kalimat. Kalimat BI yang sederhana seperti Sang guru mengambil buku; subyek atau pelaku mendahului kata kerja, penderita berada sesudah kata kerja; sedangkan kata kerjanya mengambil posisi di antaranya. Dalam bahasa Arab kalimat dengan makna tersebut muncul sebagai berikut :

ِ ‫ﺎب‬ َ َ‫اَ َﺧ َﺬ اﻟ ُـﻤ َﻌﻠﱢﻢ اﻟﻜﺘ‬

Akhadha a -muxallimu al-kitaba ‘Sang guru mengambil buku itu’

Dalam contoh tersebut, di samping posisinya, nomina peserta verba memperoleh perubahan bentuk sesuai dengan fungsi sintaksisnya: pelaku ditandai oleh perubahan bentuk dari al-muxallim menjadi al-muxallimu,yakni diberi vocal akhir u, sedangkan penderita dari al –kitab Penutur bahasa Arab masih sangatlah menjadi al-kitaba, yakni ditandai dengan dipengaruhi oleh dari mana sipenutur pemunculan vocal a. sementara itu kata 14 bahasa Arab tersebut, apakah dari orang kerja ‫ﺧﺬ‬ َ َ‫ ا‬berada di awal kalimat. Arab asli atau non Arab. penggunaan kata dalam bahasa Arab tidak sama dengan penggunaan kata dari non Arab, misalnya Perbedaan bahasa tulis dan bahasa Indonesia sendiri. Orang Indonesia bahasa lisan (tutur) dalam menuturkan bahasa Arab terkadang Ragam tulis dan ragam lisan merupakan sangatlah rapi dan sistematis, padahal orang ragam bahasa yang biasa dipakai dalam Arabnya sendiri barangkali tidak. Mengapa komunikasi, namun kedua ragam itu hal ini bisa terjadi? berbeda, perbedaannya adalah sebagai Mengutip tulisan Prof. Dr. Aziz berikut : Fahrurrozi dan Dr. Muhajir, MA dalam 1. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang pengantar bukunya yang berjudul berada didepan pembicara, sedangkan “Gramatika Bahasa Arab “. Bahwa, bahasa ragam tulis tidak menharuskan adanya Arab tergolong bahasa yang disebut bahasa teman bicara berada di depan. inflektif, artinya bahasa yang mempunyai sejumlah perubahan bentuk, baik bertalian Didalam ragam lisan unsur-unsur dengan aturan pembentukan kata baru fungsi gramatikal, seperti subjek, dan maupun bertalian dengan fungsi sintaksis objek dinyatakan. Unsur-unsur itu tiap kata. Untuk menjelaskannya mari kadang- kadang dapat ditinggalkan. kita bandingkan struktur sintaksis kalimat Hal ini disebabkan oleh bahasa yang bahasa Indonesia dengan kalimat bahasa digunakan itu dapat dibantu oleh Arab. Dalam struktur kalimat bahasa gerak, mimik, pandangan, anggukan Indonesia fungsi-fungsi sintaksis kata atau intonasi. seperti subyek, obyek, predikat ditandai 14 Aziz Fahrurrozi dan Muhajir, Gramatika 13 Zaenal Arifin, dkk, Cermat Berbahasa Indonesia…h.20

Zainal Arifin, S.Pd.I

Bahasa Arab, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta) h. i.

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

Contoh : Orang yang berbelanja dipasar “Bu, berapa cabenya ?” “Tiga puluh” “Bisa kurang?” “Dua lima saja, nak.”

99

4. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.

Ragam Baku dan Tidak Baku

Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang 3. Ragam lisan sangat terikat pada dari norma ragam baku. kondisi, situasi, ruang dan waktu. Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat Apa yang dibicarakan secara lisan sebagai berikut. di dalam sebuah ruang kelas, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu 1. Mantap itu saja. Apa yang diperbincangkan Mantap artinya sesuai dengan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentudapat dimengerti oleh kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi orang yang berada diluar ruang itu. awalan pe-, akan terbentuk kata Sebaliknya ragam tulis tidak terikat perasa. Kata raba dibubuhi pe- akan oleh situasi, kondisi,ruang dan waktu. terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, Suatu tulisan dalam sebuah buku yang menurut kemantapan bahasa, kata rajin dituis oleh seorang penulis Indonesia dibubuhi pe- akan menajdi perajin, dapat dipaika pahami oleh orang bukan pengrajin. Kalau kita berpegang yang berada di Amerika atau Inggris. pada bentuk lepas tangan, lepas pantai, Sebuah buku yang ditulis pada tahun dan lepas landas merupakan contoh 1985 akan dapat dipahami dan dibaca kemantapan kaidah bahasa baku. oleh orang yang hidup tahun 2008 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh 2. Dinamis kelengkapan unsur-unsur dalam ragam Dinamis artinya tidak statis, tidak tulis. kaku. Bahasa baku tidak menghendaki Contoh ragam lisan lainnya. adanya bentuk mati. Kata langganan Seorang direktur berkata kepada mempunyai makna ganda, yaitu orang sekretarisnya. “kenapa dia, san?” yang berlangganan dan tempat took “Tahu, tuan, miring sekali.” tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang Kalau kita tidak berada dalam suasana berlangganan itu disebut pelanggan. itu, jelas kita tidak mengerti apa yang diperbincangkannya itu. 2. Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap dari pada ragam lisan. Fungsifungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi tlisan itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan tulisan dalam buku, majalah,dan surat kabar.

Zainal Arifin, S.Pd.I

100

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

3. Cendekia

Ragam Baku Tulis dan cendekia Ragam Baku Lisan

Ragam baku bersifat karena ragam baku dipakai pada tempattempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal.

Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulisan, ragam baku dan tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku Disamping itu, ragam baku dapat pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. dengan tepat memberikan gambaran apa Bagaimana dengan masalah ragam yang ada dalam otak pembicara atau baku lisan? ukuran dan nilai ragam baku penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat lisan bergantung pada besar atau kecilnya memberikan gambaran yang jelas dalam ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. otak pendengar atau pembaca. Seseorang dapat dikatan berbahasa lisan Contoh kalimat yang tidak cendekia yang baku kalau dalam pembicaraannya sebagai berikut : tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya,15 “Rumah sang jutawan yang aneh akan Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) dijual”. ragam bahasa baku tulis, dan (2) ragam Frasa rumah sang jutawan yang bahasa baku lisan. Dalam penggunaan aneh mengandung konsep ganda, ragam bahasa baku tulis makna kalimat yaitu rumahnya yang aneh atau sang yang diungkapkannya tidak ditunjang jutawan yang aneh. Kalimat itu tidak oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam memberikan informasi yang jelas. Agar bahasa baku lisan makna kalimat yang menjadi cendekia kalimat tersebut harus diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar diperbaiki sebagai berikut : terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena * Rumah aneh milik sang jutawan itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku akan dijual. tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan * Rumah milik sang jutawan aneh di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah akan dijual. ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

4. Seragam Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memekai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara atau pramugari.

Zainal Arifin, S.Pd.I

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung 15 Zaenal Arifin, dkk, Cermat Berbahasa Indonesia… h. 21-24

Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan

101

di dalam memahami makna gagasan yang itu memungkinkan dan tidak menimbulkan disampaikan secara lisan. kerancuan makna.17 Dari beberapa pendapat di atas, dapat Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya diketahui bahwa pengertian kolokial, dengan pembicaraan lisan dalam situasi 1. Pengertian kolokial tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa - Kolokial dekenal dengan bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak sehari-hari dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi - Kolokial, mengkesampingkan tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya kaidah tatabahasa yang saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh dipentingkan adalah keterfaman karena itu, bahasa yang dilihat dari ciriantara kedua penutur cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam - Kolokial digunakan dalam dialek bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak tertentu, pada ragam bahasa nondapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua formal. ragam itu masing-masing, ragam tulis dan 2. Adapun ciri-ciri dari kolokial, ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang - Kolokial menggunakan ragam berbeda.16 bahasa lisan bukan tulisan Dalam bahasa Arab kita kenal dengan - Ujaran dan isi pembicaraan yang istilah Kolokial, Berbicara tentang kolokial ringkas (colloquial/a’ammiyah), di dalam semua - Bobot pembicaraan ringan bahasa yang di gunakan terdapat fenomena - Adanya kedekatan antara kedua yang disebut dengan kolokial. Dari segi penutur. penggunaan, kolokial terjadi tataran ragam bahasa santai (casual language). Beberikut beberapa contoh kolokial, Kolokial (colloquial) adalah bahasa yang diambil dari McLoughlin, L. J. dalam yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat Bukunya yang berjudul “Colloquial Arabic 18 penutur bahasa di daerah tertentu, kolokial (Levantine). dikenal juga sebagai bahasa sehariDalam tataran kata ganti sebagai subjek hari, bahasa percakapan atau vernakuler (Subjek Pronouns) (Maryono D, 1995: 28). Yang terjadi pada ragam bahasa non-standar (ammiyah) Tunggal Jamak (Petada M 1987: 55). Kolokial terjadi pada No. NonNonStandar Standar ragam bahasa lisan, karena ragam bahasa Standar Standar lisan cendrung bersifat praktis dan bersifat 1 Ana Nahnu iHna melanggar aturan kaidah tatabahasa. Bahasa kolokial khas bagi situasi bertutur 2 Anta Antum ‘Inta ‘intoo tertentu, yakni situasi santai (Basuki Suhardi, 1995:163). Kosakatanya berupa 3 Anti Antunna ‘intee Into kata-kata yang telah mengalami penurunan 4 Huwa Hum sesuai situasi. Dan prinsip efisiensitenaga (the law of least effort), yakni setiap 5 Hiya Hunna Hum penutur bahasa akan berusaha mengganti bunyi-bunyi yang dirasa berat diucapkan 17 Kholisin, Pola Asimilasi Dalam Bahasa dengan bunyi yang lebihringan selama hal 16 http://devieafriani.blogspot.com/2010/11/ tugas-2makalah-bahasa-tulis-dan-lisan.html

Arab: Kajian Morfofonemis Asimilasi. h. 195 18 McLoughlin, L J. Colloquial Arabic (Levantine), ( London: Routledge, 2003). h. 14-15

Zainal Arifin, S.Pd.I

102

Âfâq ‘Arabiyyah | Vol. VIII, No. 1, Juni 2013

Pada tataran Idiomatik Dialek Arab No.

Standar

Non-Standar

Arti

1

Kayfa haaluka?

Kayfak?

Apa Kabar (L)?

2

Kayfa haaluki?

Kayfik?

Apakabar (P)?

Tataran Idiomatik Dialek Syiria No.

Standar

Non-Standar

Arti

1

Kayfa haaluka?

Shlawnak?

Apa Kabar (L)?

2

Kayfa haaluki?

Shlawnik?

Apakabar (P)?

Jadi dapat disimpulkan bahwa kolokial hanya terjadi pada bahasa lisan, dengan ragam non-standar. Kolokial dilakukan oleh penutur bahasa yang memiliki kesamaan dialek, geografis, sosial, serta bobot pembicaraan dalam kolokial bersifat ringan, dimana antra kedua penutur sudah terjalin kedekatan dan saling pengertian dalam memahami bahasa mereka, tanpa memperhatikan sistem kaidah kebahasaan.

Kesimpulan Ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis bisa dibedakan dengan meihat cara penulisannya. Jika dalam kehidupan sehari-hari, ragam bahsa tulis perlu memperhatikan kaedah penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sedangkan dalam ragam bahsa lisan tidak perlu. Secara jelas ragam bahasa lisan adalah sesuatu yang disampaikan secara lisan, sedangkan ragam bahasa tulis merupakan sesuatu yang disampaikan melalui tulisan. Ragam bahasa tulis tidak dipengaruhi oleh logat bahasa seseorang namun ragam bahasa lisan (tutur) sangat dipengaruhi oleh logat bahasa sang penutur tersebut. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda

Zainal Arifin, S.Pd.I

dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan /b/ pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dan lain-lain.

Daftar Pustaka Al-Qur’an al Karim Alwasilah, A. Chaedar. Politik Bahasa dan Pendidikan, Penerbit Remaja Rosdakaraya: Bandung, 1997. Arifin, Zaenal, E dkk, Cermat barbahasa Indonesia, untuk perguruan tinggi, Jakarta: AKAPRES edisi revisi Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie, Sosiolinguistik ‘Perkenalan Awal, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 2000. Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Dardjowidjojo, Soenjono “Psikolinguistik : Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia” Jakarta : Yayasan Obor Indonesia 2005, cet. II. Fahrurrozi, Aziz dan Muhajir, Gramatika Bahasa Arab, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Tarigan, Henry Guntur, Psikolinguistik, Bandung: Aksara, 2010 Mc Loughlin, L J. Colloquial Arabic (Levantine). London: Routledge, 2003. http://devieafriani.blogspot.com/2010/11/ tugas-2makalah-bahasa-tulis-dan-lisan. html Halim Muhajir, Abdul http://www. millahibrahim.net/modules.php?name= Kajian_ Lepas 02&bag=2 http://intl.feedfury.com/content/15241462ragam-bahasa.html www.wikipedia.com