Karya Ilmiah

49 downloads 9296 Views 97KB Size Report
Ika Susilawati. Abstract: The role of teachers is one important factor in improving student learning outcomes. To the curriculum changes that have been made by ...
Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Didasarkan pada Model STAD dan PBL pada Mata Pelajaran IPS-Ekonomi Siswa Kelas VIII SMP Raden Fatah Batu Ika Susilawati Abstract: The role of teachers is one important factor in improving student learning outcomes. To the curriculum changes that have been made by the government is expected to be implemented more useful lessons for the students so that learning is more effective, efficient, and capable of improving students' critical thinking abilities. This type of study is a quasi-experimental research. The variables of this study include: STAD learning models (student teams achievement divisions) (X1), Model PBL (problem based learning) (X2), and critical thinking ability students (Y). The population selected was the 8 grade in SMP Raden Fatah. In a study which aims to find an appropriate learning model of learning between the two models above. Using a purposive sampling with class composition VIIIA and VIIID to be subjects in this research. The analysis showed that: There is a difference in students' critical thinking abilities of application of the model significantly between the model STAD compared with PBL as indicated by the descriptive analysis that shows the value of the class with a model STAD evidenced by higher test t count 5.632 > t table 1.994. Kata Kunci: kemampuan berpikir kritis, model pembelajaran STAD (student teams achievement divisions), model PBL (problem based learning).

Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan sudah cukup baik. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan ini dilakukan dengan melakukan perubahan dan pembaharuan kurikulum. Pada tahun 2004 pemerintah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pada tahun 2006 KBK mengalami perubahan menjadi Krikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP). Kurikulum KBK dan KTSP memiliki perbedaan yang mendasar pada penerapannya yaitu pada KBK kurikulum disusun oleh pemerintah pusat, dan sekolah menerapkan kurikulum sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah, sedangkan pada KTSP setiap satuan pendidikan baik tingkat sekolah dasar ataupun tingkat sekolah menengah memiliki otonomi untuk menyusun kurikulum sesuai tingkat satuan pendidikan tetapi tetap mengacu pada standar pendidikan nasional. Saat ini para peneliti pendidikan telah mengembangkan model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan pada berbagai macam pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Model Pembelajaran STAD merupakan salah satu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Jadi, tekanan utama metode ini adalah keberhasilan target kelompok dengan asumsi bahwa target hanya dapat dicapai jika setiap anggota tim berusaha menguasai subyek yang menjadi bahasan.

Selain pembelajaran kooperatif, ada pembelajaran kontekstual yang merupakan konsep pembelajaran yang mencoba membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran model ini diharapkan mampu mendorong siswa untuk membuat hubungan antara ilmu, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Tujuan utama pembelajaran ini supaya siswa dapat berlatih dalam mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan yang telah dipelajarai sebelumnya. Dengan cara seperti ini siswa akan terbiasa untuk memproses data atau keterangan menurut cara-cara yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Menurut Nurhadi, dkk (2004: 56) pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Guru perlu memberikan masalah-masalah yang merangsang untuk berpikir. Rangsangan yang mengena pada sasaran menyebabkan siswa dapat bereaksi dengan tepat terhadap persoalan yang dihadapinya. Dengan model pembelajaran berbasis masalah ini, siswa hendaknya menjadi terbiasa menyelesaikan masalah dan mampu mengenalisis sendiri permasalahan baru yang dihadapinya berdasarkan pengalaman atau latihan yang telah dipelajari selama proses pembelajaran. SMP Raden Fatah Batu merupakan sekolah yang menerapkan kurikulum KTSP, dimana siswa mengalami kejenuhan apabila guru hanya menggunakan metode konvensional saja. Pada dasarnya pembelajaran konvensional tidak selalu buruk dari pada pembelajaran kontekstual maupun pembelajaran kooperatif. Pada prakteknya pembelajaran konvensional juga masih banyak digemari oleh siswa, tetapi pembelajaran konvensional saja tidak cukup sehingga harus divariasikan dengan model pembelajran lainnya, misalnya saja model pembelajaran STAD atau model PBL sehingga dengan penerapan model pembelajaran tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih tertarik pada pembelajaran dan tidak jenuh dengan penbelajaran sebelumnya. Selain itu, dari hasil pengamatan awal menunjukan bahwa motivasi dan keaktifan belajar siswa terlihat kurang, kemampuan diskusi siswa rendah sehingga mengakibatkan kemampuan berpikir kritis siswa menjadi rendah. Berdasarkan pada latar belakang penelitian di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Raden Fatah Batu yang di ajar dengan model pembelajaran STAD? 2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Raden Fatah Batu yang di ajar dengan model PBL? 3. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa didasarkan pada model pembelajaran STAD dan model PBL? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Raden Fatah Batu yang di ajar dengan model pembelajaran STAD. 2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Raden Fatah Batu yang di ajar dengan model PBL. 3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa didasarkan pada model pembelajaran STAD dan model PBL.

KAJIAN TEORETIS Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemampuan berpikir kritis setiap indivisu berbeda antara satu dengan lainnya sehingga perlu dipupuk sejak dini. Menurut Syah (2003: 123) “berpikir kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir kritis akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian didalam menjawab pertanyaan”. Menurut R.H. Ennis (dalam Hassoubah, 2004: 87), “berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan”. Berpikir kritis dapat dicapai dengan lebih mudah apabila seseorang itu mempunyai disposisi dan kemampuan yang dapat dianggap sebagai sifat dan karakteristik pemikir yang kritis. Berpikir kreatif dan kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi banyak rintangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi yang tepat. Berpikir kritis dalam penelitian ini adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan merumuskan masalah, memberikan argument, menyusun laporan, melakukan deduksi, malakukan induksi, melakukan evaluasi, memutuskan dan melaksanakan, dan berinteraksi dengan yang lain untuk memecahkan suatu masalah. Model Pembelajaran STAD Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi dan kuis. Dony dalam Fatah (2011) menyebutkan, “Ada tiga konsep dalam metode pembelajaran ini, yaitu : Pertama, penghargaan terhadap tim, hal ini dapat diperoleh jika tim berhasil memperoleh poin tertinggi dalam periode tertentu. Kedua, pertanggungjawaban individu yang mengacu pada fakta bahwa siklus tim sangat tergantung pada peran masing masing individu pendukungnya. Untuk setiap anggota tim harus mampu dan bersedia menjadi tutor bagi rekannya agar siap menghadapi soal atau kuis yang diberikan. Ketiga, adanya kesempatan yang sama untuk sukses. Kesempatan yang sama untuk sukses berarti bahwa apa yang diberikan anggota tim merupakan perbaikan kesalahan yang pernah dibuat. Anggota yang semula mendapat nilai kuis rendah harus berusaha mencapai nilai rata – rata”. Menurut Slavin 1998 (Farhan, 2009) ada 5 langkah ulama di dalam pembelajaran yang menggunakan model STAD, yaitu a. Penyajian Kelas Tujuannya adalah menyajikan materi berdasarkan pembelajaran yang telah disusun. Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan penyajian kelas. Sebelum

menyajikan materi, guru dapat memulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi untuk berkooperatif dan sebagainya. b. Tahapan Kegiatan Belajar Kelompok Dalam kegiatan belajar kelompok, materi yang digunakan adalah LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk setiap kelompok. c. Tahapan Menguji Kinerja Individu Untuk menguji kinerja individu pada umumnya digunakan tes atau kuis. Setiap siswa wajib mengerjakan tes atau kuis. Setiap siswa berusaha untuk bertanggung jawab secara individual, melakukan yang terbaik sebagai kontribusinya kepada kelompok. d. Penskoran Peningkatan Individu Tujuan memberikan skor peningkatan individu adalah memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk menunjukkan gambaran kinerja pecapaian tujuan dan hasil kerja maksimal yang telah dilakukan setiap individu untuk kelompoknya. e. Tahapan Mengukur Kinerja Kelompok Setelah kegiatan penskoran peningkatan individu selesai, langkah selanjutnya adalah pemberian penghargaan kepada kelompok. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan skor peningkatan kelompok yang diperoleh. Model PBL (Problem Based Learning) Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah (Nurhadi, dkk, 2004: 109). Santrock (2009: 374) menyatakan bahwa Pembelajaran berbasis problem merupakan “Pembelajaran yang lebih menekankan pada pemecahan problem autentik seperti problem yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari”. Tujuan pembelajaran berbasis masalah untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri. Menurut Nurhadi, dkk (2004: 58) tujuan dari PBL adalah “untuk meningkatkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, kerjasama yang dilakukan dalam PBL mendorong munculnya berbagai kemampuan inquiry dan dialog, dengan demikian akan berkembangnya keterampilan sosial dan berpikir”. Manfaat Problem Based Learning antara lain sebagai berikut: 1). 2). 3). 4).

Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar; Meningkatkan focus pada pengetahuan yang relevan; Mendorong untuk berpikir; Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, membangun kecakapan belajar; 5). Memotivasi Pemelajar.

METODE PENELITIAN Penelitian eksperimen semu ini untuk membandingkan akibat suatu perlakuan tertentu dengan cara mengenakan perlakuan kepada kelompok dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok lain yang dikenai perlakuan berbeda. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas VIII di SMP Raden Fatah Batu tahun ajaran 2011/ 2012 yang berjumlah 148 orang siswa yang tersebar dalam 4 kelas, sehingga peneliti mengambil dua kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian yaitu Kelas VIIIA sebanyak 37 siswa sebagai kelas ekperimen 1 dengan 19 siswa laki-laki serta 18 siswa perempuan dan Kelas VIIID sebanyak 37 siswa sebagai kelas eksperimen 2 dengan 7 siswa laki-laki dan 30 siswa perempuan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes. Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa setelah menempuh proses pembelajaran baik sebelum maupun setelah diberlakukannya model pembelajaran STAD dan model PBL. HASIL ANALISIS Deskripsi Data a. Kemampuan Awal Siswa Tabel 1 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen 1 No. Interval Kriteria Frekuensi Persentase 1. 56 – 65 Cukup Kritis 12 32% 2. 40 – 55 Kurang Kritis 25 68% Sumber: (Di Olah dari Lampiran Data Nilai Siswa Kelas Eksperimen 1) Tabel 2 Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen 2 No. Interval Kriteria Frekuensi Persentase 1. 56 – 65 Cukup Kritis 9 24% 2. 40 – 55 Kurang Kritis 28 76% Sumber: (Di Olah dari lampiran Data Nilai Siswa Kelas Eksperimen 2)

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas kemampuan awal siswa pada kelas ekperimen 1 berada pada tingkat kurang kritis yaitu sebesar 68%. Begitu pula dengan kemampuan awal siswa kelas eksperimen 2 yang mayoritas kemampuan awal siswanya berada pada tingkat kurang kritis sebesar 76%. b. Kemampuan Akhir Siswa Tabel 3 Deskripsi Data Kemampuan Akhir Siswa Kelas Eksperimen 1 No. Interval Kriteria Frekuensi Persentase 1. 80 – 100 Sangat Kritis 14 24% 2. 66 – 79 Kritis 23 62% Sumber: (Di Olah dari Lampiran Data Nilai Siswa Kelas Eksperimen 1

Tabel 4 Deskripsi Data Kemampuan Akhir Siswa Kelas Eksperimen 2 No. Interval Kriteria Frekuensi Persentase 1. 80 – 100 Sangat Kritis 3 8% 2. 66 – 79 Kritis 20 54% 3. 56 – 65 Cukup Kritis 14 38%

Sumber: (Di Olah dari Lampiran Data Nilai Siswa Kelas Eksperimen 2)

Berdasarkan tabel 4.7 dan 4.8 di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas kemampuan akhir siswa pada kelas ekperimen 1 berada pada tingkat kritis yaitu sebesar 62%. Sedangkan mayoritas kemampuan akhir siswa kelas eksperimen 2 berada pada tingkat kritis yaitu sebesar 54%. c. Gain Value Tabel 5 Gain Value Gain Value Kelas

n

Mean

Kemampuan Eksp 1 37 24.459 berpikir kritis Eksp 2 37 17.838 Sumber: (Diolah dari Lampiran T-Test)

Std. Dev. 5.0737 5.0402

Std. Mean 0.8341 0.8286

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa nilai pada kelas eksperimen 1 terjadi peningkatan sebesar 24,46 dan pada kelas eksperimen 2 terjadi peningkatan sebesar 17,84. Analisis Data 1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas Analisis uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data sampel yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data sampel penelitian memiliki jenis distribusi data normal maka dapat dilihat nilai probabilitasnya. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan tabel Kolmgorov Smirnov dengan taraf signifikansi 5% dengan bantuan SPSS for Windows 15.0 Tabel 6 Tabel Kolmogorov Smirnov Pre-tes N Normal Parameters(a,b)

Mean

Most Extreme Differences

Std. Deviation Absolute

pretes STAD

Pretes PBL

37

37

53.243

52.432

5.6170

5.7278

.117

.160

Positive

.117

.094

Negative

-.109

-.160

.712 .692

.970 .303

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa data kemampuan awal siswa kelas eksperimen 1 adalah terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05. Demikian juga dengan data kemampuan awal siswa kelas ekperimen 2 adalah terdistribusi

Tabel 7 Tabel Kolmogorov Smirnov Pos-tes N Normal Parameters(a,b)

Mean

Most Extreme Differences

Std. Deviation Absolute

postes STAD

Postes PBL

37

37

77.703

70.270

5.9037

6.9917

.163

.183

Positive

.163

.153

Negative

-.108

-.183

Kolmogorov-Smirnov Z

.991

1.114

Asymp. Sig. (2-tailed)

.280

.167

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa data kemampuan akhir siswa kelas eksperimen 1 adalah terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05. Demikian juga dengan data kemampuan awal siswa kelas ekperimen 2 adalah terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05. b. Uji Homogenitas Analisis uji homogenitas data bertujuan untuk mengetahui homogen atau tidaknya varians sampel – sampel penelitian yang di ambil dari populasi yang sama. Uji homogenitas menggunakan Independent Sample Test pada kolom Levenes Test for Equality of Variances dengan taraf signifikansi 5% dengan bantuan SPSS for Windows Versi 15.0. Hasil uji homogenitas kemampuan siswa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.10 Tabel Hasil Uji Homogenitas Kelas Levenes Sig Ket Kesimpulan Test (F) Eksp1 & 0.035 0.853 Sig > 0.05 Homogen Eksp 2 Sumber: (Lampiran Uji Independent Sample Test)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kedua kelas eksperimen memiliki varian yang homogen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0.835 > 0.05. c. Uji Beda Rata-Rata Uji beda rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan awal antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sama atau tidak. Data yang digunakan dalam uji beda rata-rata adalah hasil tes kemampuan awal siswa. Analisis data ini menggunakan bantuan program SPSS for Windows 15.0 dengan taraf signifikansi 5%. Tabel 4.11 Hasil Uji Beda Rata-Rata Kelas Sig Ket Kesimpulan Eksp1 & 0.541 Sig > 0.05 Kemampuan awal Eksp 2 siswa identik sama Sumber: (Lampiran Uji Independent Sample Test)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kedua kelas yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 memiliki kemampuan awal yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0.541 > 0.05.

2. Uji Hipotesis Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang signifikan antara kelas eksperimen 1 yang mendapat perlakuan model pembelajaran STAD dengan kelas eksperimen 2 yang mendapat perlakuan model PBL. Analisis hipotesis ini menggunakan sampel t-test equal variance assumed dengan taraf signifikansi 0.05 dan dengan bantuan SPSS for Windows 15.0 Tabel 4.12 Pengujian Hipotesis Hipotesis Penelitian Analisis Data Ada perbedaan Dari hasil uji-t peningkatan kemampuan Indenpendent sample test berpikir kritis siswa antara pada kolom Equal kelas yang di ajar dengan variance assumed model pembelajaran STAD dengan lebih tinggi dari pada kelas taraf sig (2-tailed) < 0.05 yang di ajar dengan model PBL.

Pengujian Hipotesis Berdasarkan analisis data diketahui bahwa H di tolak yang berarti ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan

Berdasarkan hasil uji-t Independent sample test gain value, maka dapat di simpulkan bahwa rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 berbeda secara signifikan. Rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa kelas ekperimen 1 yang diberi perlakuan dengan model STAD lebih tinggi dari pada nilai kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen 2 yang diberi perlakuan dengan model PBL. PEMBAHASAN Dari hasil analisa data yang di lakukan dengan uji-t dapat di ketahui bahwa kemampuan awal kedua kelas eksperimen dalam pelajaran IPS-Ekonomi bab ketenagakerjaan mempunyai kesamaan nilai rata-rata. Nilai rata-rata kelas eksperimen 1 sebesar 53,24 dan kelas eksperimen 2 sebesar 52,43 dari nilai maksimun 100. Meskipun nilai rata-rata kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 menunjukkan niai rata-rata yang berbeda, namun berdasarkan uji-t menunjukkan sig. > 0,05 yang berarti ada kesamaan nilai rata-rata pada kedua kelas tersebut. Setelah di berikan perlakuan yang berbeda, dapat di ketahui bahwa kemampuan berpikir kritis dalam pelajaran IPS-Ekonomi bab ketenagakerjaan pada kedua kelompok menunjukkan adanya peningkatan jika di bandingkan dengan nilai kemampuan awal sebelum di beri perlakuan. Hal ini dapat terbukti dari nilai rata-rata kemampuan akhir kelas eksperimen 1 sebesar 77,70 dan kelas eksperimen 2 sebesar 70,27 dari nilai maksimum 100. Setelah kedua kelompok di berikan perlakuan yang berbeda, juga dapat diketahui bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Pernyataan tersebut di tunjukkan dengan angka statistik mean gain value kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen 1 (X = 24,46) lebih tinggi dari pada mean gain value kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen 2 (X = 17,84). Hal ini menunjukkan bahwa Ho dalam penelitian ini di tolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD lebih baik bila dibandingkan dengan model PBL. Kesimpulan tersebut di atas sesuai dengan hipotesa penelitian (BAB I) bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang signifikan setelah mengalami proses pembelajaran dengan model pembelajaran STAD lebih tinggi dari pada pembelajaran dengan model PBL. Perbedaan tersebut di perkuat dengan uji hipotesa yang menyatakan bahwa

signifikansi data kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 adalah sig < 0.05 yang berarti data kemampuan berpikir kritis siswa berbeda secara signifikan. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa kelebihan yang di miliki model STAD. Ibrahim Muslimin dalam Ani Wijiyanti (2010: 63) kelebihan model pembelajaran STAD (student teams achievement divisions) adalah sebagai berikut: 1. Kuis Kuis diberikan setelah satu sampai dua periode penyajian, siswa mengikuti kuis secara individu. Dalam hal ini kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukan apa saja yang telah diperoleh siswa setelah belajar dalam kelompok Dalam penelitian ini Siswa sangat senang mengikuti kuis yang diberikan oleh guru, karena dengan kuis ini mereka bisa mengukur kemampuan mereka masing-masing. 2. Penghargaan Dengan penerapan model pembelajaran kooperatife tipe STAD ini team dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu. Penghargaan ini juga berlaku bagi siapa saja yang bisa memenangkan kuis yang biasanya diberikan oleh guru. Penghargaan dalam hal ini bertujuan untuk memberikan semangat pada siswa agar bisa belajaran lebih giat lagi. Dalam penelitian ini penghargaan yang diberikan berupa skor nilai dan berupa makanan ringan. Selain itu model pembelajaran STAD (student team achievement division) ini juga memiliki beberapa kelebihan yaitu: a. Mengembangkan serta menggunakan ketrampilan siswa dalam berfikir kritis dan kerja kelompok. Maksudnya adalah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilakukan oleh peneliti ini siswa didorong agar bisa berpikir kritis dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan Ketenagakerjaan. b. Menciptakan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari karakteristik yang berbeda. Pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan Ketenagakerjaan ini hubungan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain sangat baik walaupun mereka berasal dari karakteristik yang berbeda. c. Menerapkan bimbingan oleh teman Siswa yang belum mengerti tentang materi yang didiskusikan bisa bertanya pada teman dalam kelompoknya, apabila teman dalam kelompoknya tidak bisa membantu maka siswa boleh meminta bantuan kepada guru dan guru memberikan bimbingan apabila diperlukan. d. Menerapkan lingkungan yang menghargai pendapat orang lain. Dalam hal ini siswa dibimbing agar tidak bersikap mau menang sendiri akan tetapi mau menerima pendapat orang lain agar masalah yang dihadapi dapat terselesaikan. Menurut teori, sebenarnya model PBL bisa saja dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa lebih tinggi dari pada model pembelajaran STAD. Namun prateknya, dalam penelitian yang di lakukan di SMP Raden Fatah ini menunjukkan bahwa model STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa lebih tinggi dari pada model PBL. Hal ini dapat disebabkan karena kurang sesuainya peneliti dalam mempraktekkan model PBL.

PENUTUP Kesimpulan 1. Dengan penerapan model pembelajaran STAD kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen 1 (VIIIA) dapat meningkat mencapai 45,94%. 2. Dengan penerapan model PBL kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen 2 (VIIID) dapat meningkat mencapai 34,03%. 3. Ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang signifikan setelah mengalami proses pembelajaran dengan model pembelajaran STAD lebih tinggi dari pada pembelajaran dengan model PBL. Saran 1. Untuk sekolah sebaiknya terus mengoptimalkan model pembelajaran STAD dan model PBL pada setiap pembahasan materi pelajaran khususnya IPS-Ekonomi dengan menyediakan sarana prasarana seperti LCD agar proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien sehingga mampu mengikuti perkembangan pendidikan setiap tahunnya. 2. Guru di harapkan dapat menerapkan model pembelajaran STAD ataupun model PBL 51  dalam proses pembelajaran, karena terbukti kedua model tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa terutama pada bab ketenagakerjaan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk guru mata pelajaran menerapkan model lain guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. 3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat membandingkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran lain pada materi yang sesuai. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsismi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsismi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Farhan. 2009. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. (Online). (http://bjm.web.id/20/11/2009/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html, di akses tanggal 23 juni 2012). Fatah, Y. 2005. Model-Model dalam Pengajaran untuk Membuat Pelajar Belajar Mandiri. (Online), (http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/10/model-model-dalam-pengajaranuntuk-membuat-pelajar-belajar-mandiri, di akses tanggal 13 agustus 2011). Hassoubah, Zaleha Izhab. 2004. Creative and Critical Thinking Skill Cara Berpikir Kreatif dan Kritis. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia. Kholidah, Ana N. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan Ketrampilan Memecahakan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI MAN Trenggalek. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Nur, Sabtina Aprili M. 2010. Perbandingan model pembelajaran student teams achievement division dengan problem based learning materi zat aditif makanan, adiktif dan psikotropika siswa SMP Negeri 11 Malang tahun ajaran 2009/2010. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Malang.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan University of Texas at Dallas. Jakarta: Kencana Prenata Media Group. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Supingah, Iping. Problem Based Learning Dorong Anak Makin Mandiri, (Online), (http://suarasurabaya.net, diakses tanggal 30 Maret 2010). Supriyono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Jogjakarta: PUSTAKA PELAJAR. Syah, Faizal Rahman. 2009. Pembelajaran Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Sumenep. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Tim Revisi. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang. Wijiyanti, Ani. 2010. Perbandingan Antara Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) Menggunakan Media Pembelajaran ”Kartu Soal” Dengan model Pembelajaran Ceramah Pada Mata Pelajaran Sosiologi Pokok Bahasan Masyarakat Multikultural Siswa Kelas XI SMA Teuku Umar Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Winarti. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif STAD untuk Meningkatkan Kemampuan berpikir Kritis dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X-5 MA Al-Ma’arif Singosari Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasido. Widodo. 2010. Analisis Butir Soal Tes. Jurnal Pendidikan Penabur, (Online), No.14/Tahun ke-9/Juni2010, (http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.58-57.Analisis_Butir_Soal, diakses 5 Agustus 2011).