LAPORAN FIELD STUDI WIDIx - File UPI

77 downloads 639 Views 103KB Size Report
Beberapa contoh hasil Bioteknologi konvensional adalah bir, kecap, tempe, .... siswa tentang bahan dasar pembuatan produk-produk tersebut, persamaan ...
Observasi Pembelajaran Materi Bioteknologi di SMPN I Pamulihan Kabupaten Sumedang melalui Kegiatan Lesson Study LAPORAN FIELD STUDY

Mata Kuliah Pengembangan Program Pendidikan IPA

Dosen Prof. Dr. Hj. Nuryani Rustaman, M.Pd. Dr. Ari Widodo,MEd.

Oleh: Widi Purwianingsih 0706716

JURUSAN PENDIDIKAN IPA S3 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2007

I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi menjadikan Bioteknologi menjadi salah satu bidang ilmu dalam Biologi yang harus dikuasai bangsa Indonesia, termasuk para siswa SMP karena selain banyak terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari, juga dapat dikaitkan dengan aspek ‘life skill’. Untuk memberikan penguasaan dan kebermaknaan yang baik tentang bioteknologi kepada siswa, guru dituntut mampu melakukan pembelajaran yang benar dan sesuai agar dicapai pemahaman yang baik pada siswanya. Secara umum pengertian bioteknologi adalah : aplikasi dari organisme biologis, system dan proses, dalam industry barang dan jasa, untuk kepentingan manusia (Royal Society,1981 dalam Henderson & Knutton,1990). Bioteknologi dapat dibedakan menjadi bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Proses fermentasi (yaitu pemecahan substansi organik kompleks menjadi lebih sederhana oleh suatu enzim yang dihasilkan mikroorganisme) merupakan proses yang paling banyak dimanfaatkan dalam pembuatan produk-produk bioteknologi konvensional. Beberapa contoh hasil Bioteknologi konvensional adalah bir, kecap, tempe, yoghurt, keju, roti dan donat. Sedangkan contoh produk bioteknologi modern misalnya tanaman transgenic, tanaman hasil kultur jaringan, makanan hasil rekayasa genetic (GM food), domba hasil cloning (Doli), bayi tabung dan lain-lain. Bioteknologi sesungguhnya merupakan topik yang menarik karena seperti dikemukakan di atas, aplikasinya sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari. Namun dilain pihak, bioteknologi juga merupakan topik yang relaitf sulit karena untuk mendapatkan pemahaman yang baik diperlukan pemahamana terhadap ilmu-ilmu dasar yang banyak bersifat abstrak. Karakter ini menyebabkan bioteknologi merupakan materi yang dianggap sulit baik oleh guru maupun siswa. Selama ini kebanyakan guru membelajarkan topik bioteknologi hanya dengan metoda ceramah atau penugasan membaca dan merangkum suatu bahan bacaan terkait dengan materi tersebut (Rustaman,2007). Penelitian terakhir menunjukan bahwa guru-guru sains mengenali adanya kebutuhan untuk mengajarkan bioteknologi, tetapi masih sedikit yang terlaksana. Faktor-faktor yang membatasi pengajaran bioteknologi meliputi : kurangnya keahlian guru dalam konten

bidang ini, kurangnya pengalaman dalam kecocokan aktivitas mengajar; kurangnya sumber dan materi kurikulum dan kurangnya waktu mengajar (Dawson & Schibeci,2003) . Bagimanapun kesulitan-kesulitan tersebut haruslah dapat diatasi dan disiasati oleh para guru. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih strategi pembelajaran yang lebih mudah dilaksanakan, lebih menarik dan memberi pemahaman dan kebermaknaan bagi siwanya secara lebih baik. Pemilihan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta situasi dan kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Terdapat beberapa metode dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semuanya sama efektifnya dalam mencapai tujuan pembelajaran (Uno,2007). Oleh karena itu, guru dituntut dapat memilih dan mengembangkan metode pembelajaran yang tepat guna mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang sesuai untuk materi bioteknologi adalah metode praktikum atau eksperimen. Dengan metode tersebut, diharapkan siswa langsung dapat mengamati proses-proses yang terjadi dalam bioteknologi dan jika mungkin dapat menghasilkan produk bioteknologi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menggunakan kemampuan ‘minds on’ dan ‘hands on’nya secara lebih baik seklaigus menjadi lebih tertarik sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan lebih bermakna. Penerapan metode-metode pembelajaran diantaranya dapat dilakukan melalui Lesson Study. Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun ‘learning community’. Dengan demikian, Lesson Study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement)(Hendayana,dkk,2007).

Tugas Field study yang dilakukan kali ini, dilaksanakan melalui program Lesson Study dengan argumentasi sebagai berikut: karakteristik Lesson study yang mempunyai tiga tahapan dalam pelaksanaannya, memungkinkan untuk dilakukan identifikasi kesulitan guru sejak awal kegiatan ,yaitu ketika merencanakan, melaksanakan sampai mengevaluasi program pembelajaran yang dilakukan. Dengan demikian dapat ditemukan masalah-masalah yang menghambat dalam setiap langkah tersebut sekaligus diupayakan bagaimana melakukan solusinya. Hasil yang diinginkan adalah penyempurnaan program pembelajaran yang akan diberikan selanjutnya kepada siswa, guna mencapai hasil pembelajaran yang lebih baik dan lebih bermakna. 1.2.Permasalahan Bagaimana proses perencanaan, implementasi dan evaluasi metode pembelajaran eksperimen/praktikum pada materi Bioteknologi sederhana (pembuatan donat) yang dilakukan guru terhadap siswa kelas IX SMP I Pamulihan Kabupaten Sumedang. 1.3.Tujuan Field Study Mengobservasi untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana upaya dan proses yang dilakukan guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran bioteknologi sederhana (pembuatan donat) melalui metode eksperimen/praktikum di SMP I Pamulihan Kabupaten Sumedang.

II.FOKUS OBSERVASI

Field Study ini memfokuskan observasi pada beberapa hal sebagai berikut : 1. Identifikasi kesulitan guru dalam membelajarkan Bioteknologi. 2. Bagaimana

solusi

yang

dilakukan

untuk

memecahkan

permasalahan

dalam

membelajarkan Bioteknologi. 3. Bagaimana usaha guru mengembangkan metode pembelajaran (menentukan materi pembelajaran, menyusun bahan ajar berupa silabus dan LKS, merencanakan proses pembelajaran,menyiapkan alat dan bahan untuk proses pembelajaran,menguji coba proses pembelajaran).

4. Pelaksanaan pembelajaran di kelas. 5. Evaluasi pembelajaran 6. Kendala yang dialamai selama proses pembelajaran 7. Pendapat guru dan siswa setelah melakukan pembelajaran.

III.METODOLOGI 3.1. Subyek Observasi Observasi dilakukan terhadap seorang guru dan 33 siswa kelas IX SMP I Pamulihan Kabupaten Sumedang. 3.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam Field Study ini meliputi : 1.

Observasi kegiatan guru dalam merencanakan, dan melaksanakan proses pembelajaran.

2.

Dokumentasi bahan ajar (,renpel,silabus dan LKS) dan dokumentasi pelaksanaan pembelajaran.

3.

Menjaring pendapat guru dan siswa setelah melakukan proses pembelajaran.

4.

Mengikuti kegiatan refleksi yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran, untuk mencatat tanggapan guru model, kepala sekolah dan para observer dalam implementasi proses pembelajaran melalui Lesson study.

3.3.Pokok-Pokok Pertanyaan Pertanyaan yang diajukan untuk menjaring pendapat guru dan siwa setelah melakukan proses pembelajaran meliputi : 1.

Bagaimana pendapat guru tentang metode pembelajaran yang telah dilaksanakan serta kesulitan dan kendala-kendala apa saja yang dialami.

2.

Bagaimana pendapat siswa setelah melakukan proses belajar melalui metode yang diberikan.

3.

Bagaimana pendapat berbagai pihak (Kepala Sekolah, guru-guru observer dan dosen ) yang mengamati proses pembelajaran.

3.4.Hal-hal yang Dilaporkan Hal-hal yang dilaporkan dari kegiatan field study adalah temuan-temuan tentang segala hal yang terkait dengan hasil dari setiap fokus observasi yang dirancang.

IV.TEMUAN FIELD STUDY 4.1. Identifikasi Kesulitan Guru dalam membelajarkan Bioteknologi. Identifikasi kesulitan guru dalam membelajarkan materi Bioteknologi terjaring ketika dilakukan tahap plan (merencanakan) yaitu tahapan awal dari Lesson Study. Tahapan ini dilakukan sekitar dua minggu sebelum tahap Do (pelaksanaan). Tujuan tahapan ini selain mengidentifikasi kesulitan guru dalam membelajarkan materi Bioteknologi, juga mencari solusi bagaimana mengatasi permasalahan tersebut dengan melibatkan guru-guru lain diluar guru model/guru yang diobservasi, dibantu oleh team dosen Biologi dari UPI. Dari identifikasi permasalahan, ditemukan bahwa permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan umum meliputi kesulitan mendapatkan bahan ajar berupa buku sumber yang memadai, daya tangkap siswa yang dianggap kurang dan pasif, kemampuan guru menguasai konten, dan kreativitas guru dalam menggunakan metode-metode mengajar yang bervariasi terkendala dengan waktu. 4.2.Bagaimana

solusi yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan dalam

membelajarkan Bioteknologi. Permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi kemudian dicoba dipecahkan dengan memberikan usulan penggunaan metode pembelajaran praktikum dalam bioteknologi sederhana dengan kegiatan inti melakukan pembuatan donat. Usulan tersebut dikemukakan oleh tim dari UPI (Jurusan Pendidikan Biologi) yang dipimpin Prof. DR. Nuryani Y.Rustaman. Usulan tersebut direspons positif baik oleh guru model maupun guru-guru lain. Selanjutnya dilakukan perancangan dan perencanaan lebih detail untuk menyiapkan segala sesuatu terkait dengan pembelajaran yang akan dilakukan. Guru model bersama guru-guru lain diberi kesempatan

merancang perangkat pembelajaran berupa silabus dan LKS, dengan diberi sumber bacaan tertentu baik berupa buku teks maupun contoh-contoh LKS serupa. Hasil perancangan guru, kemudian didiskusikan dengan tim dosen dari UPI. Selanjutnya juga dirancang alat dan bahan yang dibutuhkan, komposisi bahan dasar (tepung terigu:kentang) yang akan dipraktikumkan, kapan akan dilakukan proses uji coba, dan hal-hal teknis lain yang terkait dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada kegiatan ini tampak antusiasme guru dan kerjasama yang sangat baik diantara guru-guru ditunjukan dengan kekompakan mereka dalam merancang bahan ajar selalu dilakukan secara bersama-sama dan saling mengisi. Namun dari hasil observasi, masih tampak bahwa penguasaan konsep guru tentang materi bioteknologi masih kurang, terutama tentang pemahaman proses fermentasi. 4.3.Langkah-langkah dan Usaha Guru Mengembangkan Metode Pembelajaran. Tahap berikutnya (satu minggu setelah pertemuan pertama), guru model beserta guruguru lain yang terlibat dalam kegiatan tersebut melakukan uji coba tahapan-tahapan pembuatan donat yang telah dirancang sebelumnya berdasarkan LKS yang mereka buat. Pada tahapan ini guru-guru bahkan mendatangkan seorang ahli pembuatan donat utnuk mendapatkan masukan yang menunjang kelancaran praktikum. Tim dosen dan observer tidak hadir pada kegiatan ini, tetapi guru model dan guru lain tetap melakukan konsultasi dan melaporkan hasilnya melalui telepon, guna menyempurnakan hasil. Dari aktivitas ini dapat dilihat kesungguhan guru dalam mencoba mengembangkan dan melaksanakan kegiatan untuk memperoleh hasil yang sebaikbaiknya. Tahap lanjut (2 minggu setelah pertemuan pertama), guru model dibantu guru lain melakukan uji coba kepada siswa dari kelas diluar kelas yang akan diberi perlakuan. Hasil uji coba selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menyempurnakan LKS. Pada tahap ini tim dosen UPI juga tidak mendampingi, tetapi mendapat laporan secara lisan melalui telepon. Hasil pembuatan silabus dan LKS yang dibuat guru dapat dilihat pada lampiran 1. Dari silabus yang dihasilkan, masih tampak beberapa hal yang harus diperbaiki yaitu dalam hal tujuan pembelajaran, pembuatan grafik (menentukan sumbu mana yang harus berupa variable bebas dan veriabel terikat). Guru tampak belum terlalu menguasai tentang variable bebas, variable terikat dan variable kontrol.

4.4.Pelaksanaan Pembelajaran Bioteknologi di Kelas. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan, yang dilakukan 4 minggu setelah pertemuan pertama, yaitu pada tanggal 10 November 2007. Tahap ini diawali dengan pemberian pre test untuk menjaring pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dibelajarkan. Soal pre tes dibuat oleh tim dosen dari UPI, dipimpin Prof. DR. Nuryani Y. Rustaman,MPd. Pre tes dilaksanakan kurang lebih 1 jam sebelum pelaksanaan praktikum. Soal pre test dan post tes dapat dilihat pada lampiran 2. Lebih kurang 1 jam setelah pre test dimulai, dilakukan kegiatan pembelajaran praktikum. Awal pembelajaran dimulai dengan apersepsi oleh guru dengan menunjukkan beberapa contoh produk bioteknologi sederhana seperti tempe, tape, roti. Selanjutnya guru menanyakan kepada siswa tentang bahan dasar pembuatan produk-produk tersebut, persamaan proses dalam pembuatan produk sekaligus menghubungkan dengan topik yang akan dibahas pada kegiatan inti. Kegiatan apersepsi berlangsung lebih kurang 15 menit. Hasil observasi menunjukkan siswa memberi respon positif terhadap pertanyaan yang ditunjukan dengan banyaknya siswa yang berusaha menjawab. Guru nampak cukup berpengalaman untuk mengarahkan siswa memahami apa yang akan diajarkan pada kegiatan inti. Meskipun tampak pada awalnya guru model agak gugup, namun selanjutnya guru model dapat menguasai kelas dengan sangat baik. Kegiatan inti dilakukan sesuai tahap-tahap yang dikemukakan dalam rencana pembelajaran (lampiran 3) yang dibuat guru. Hasil observasi menunjukkan beberapa hal : Secara umum siswa sangat antusias melakukan percobaan, dan hampir semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Nampak kerjasama yang baik dalam melakukan semua langkah kegiatan, dengan hampir semua indra digunakan.

Pada saat dilakukan pencampuran adonan antara terigu

dan kentang, banyak siswa yang melakukannya terlalu kencang. Kelihatannya guru lupa menyampaikan bahwa yang mereka gunakan adalah ragi instan yang sudah mengandung bahan pengaktif, sehingga tanpa pengadukan yang terlalu kencangpun, ragi sudah dapat bekerja dengan baik. Selain itu, penambahan air ke dalam campuran bahan tidak ditentukan oleh guru, sehingga siswa hanya memperkirakan jumlah air yang ditambahkan. Hal tersebut menyebabkan perbedaan hasil campuran meskipun pada kelompok dengan perlakuan sama. Dari sini dapat dilihat bahwa guru masih kurang dalam hal mengembangkan kemampuan melakukan pengukuran.

Setelah adonan tercampur, siswa diminta mengukur kemampuan adonan untuk mengembang per satuan waktu. Cara yang dilakukan adalah dengan memasukan sedikit adonan kedalam gelas ukur yang telah diberi skala. Pada kegiatan ini, mula-mula siswa bingung menentukan jumlah adonan yang dimasukan dan menentukan dimana titik nol. Namun setelah guru memberikan penjelasan, akhirnya mereka dapat melakukannya dengan baik. Kegiatan ini meruapakan salah satu pengembangan kemampuan melakukan pengamatan sebagai salah satu aktivitas kerja ilmiah. Bila kemampuan ini berhasil dikembangkan, maka keterampilan siswa dalam kerja ilmiah akan lebih meningkat. Pada tiap langkah-langkah yang dilakukan, tampak guru sangat aktif bekeliling ke seluruh kelompok untuk memberikan petunjuk-petunjuk pada seluruh kelompok. Pada kelompok dengan perbandingan terigu:kentang = 60:40, hasil adonannya sangat lembek meskipun tanpa ditambah air. Hal tersebut menyebabkan adonan menjadi sulit dibentuk, dan nampaknya hal ini menyebabkan siswa agak merasa kesal . Hal lain yang dapat dicatat adalah, hampir semua siswa menunjukkan ekspresi senang ketika melakukan kegiatan, dan bahkan tidak terlihat pasif seperti yang diprediksi oleh gurunya. Selain itu,mereka tampak tidak terganggu dengan kehadiran para observer yang cukup banyak. (Dokumentasi kegiatan dapat dilihat pada lampiran 4). Setelah adonan dibentuk dan dibiarkan, dilakukan proses penggorengan. Pada kegiatan ini banyak waktu yang terbuang karena kompor yang digunakan agak sulit menyala, sehingga dibutuhkan waktu lama untuk sampai pada proses penggorengan. Pada awalnya banyak kelompok siswa yang menggoreng dengan api yang terlalu besar, sehingga donat yang dihasilkan terlalu ‘gosong’ tetapi dalamnya kurang matang. Tetapi dengan petunjuk guru, selanjutnya proses penggorangan lebih baik. Pada aktivitas ini, tampak bahwa siswa masih belum mengembangkan ‘minds on’ dalam aktivitas ‘hands on’ nya, sehingga mereka melakukan langkah kerja tanpa memahami prinsip dasar mengapa aktivitas tersebut harus dikerjakan. Selesai menggoreng, setiap kelompok kembali ke tempat masing-masing dan melakukan diskusi hasil percobaan. Tiap kelompok dipersilahkan menuliskan hasil pengamatannya di papan tulis, dan kelompok lain memperhatikan. Pada kesempatan ini seharusnya waktu menunggu giliran bagi kelompok yang tidak maju, dapat digunakan untuk melakukan kegiatan lain,

misalnya menambahkan toping pada donat yang dibuat, sehingga siap dipamerkan ketika kegiatan selesai. Tapi penambahan toping dilakukan setelah semua kelompok selesai menuliskan datanya di depan kelas, sehingga waktu menjadi lebih lama. Pada praktikum yang dilakukan kali ini, tampaknya pemanfaatan waktu masih kurang efisien, karena banyak hal yang tidak dilakukan secara parallel, pada hal tersebut memungkinkan untuk dilakukan. Sedianya waktu pelaksanaan

praktikum adalah 2 x 40 menit, namun

pelaksanaannya dapat mencapai hampir 3x40 menit. 4.5.Evaluasi pembelajaran Setelah semua kegiatan praktikum selesai dilaksanakan, selanjutnya dilakukan post-tes dengan soal dan waktu yang sama seperti yang dilakukan pada kegiatan pre-tes. Dari hasil pretes dan post-test dihitung nilai N-Gainnya. Hasil menunjukkan dari jumlah 31 siswa, mayoritas terkategori N-Gain rendah (43% atau 13 siswa), N-Gain kategori sedang sebanayak 19%, N-Gain kategori tinggi hanya 2 orang siswa (6%). Sementara yang bernilai negative ada 8 orang siswa (29%) dan bernilai nol (skor tes awal dan akhir sama) ada satu orang siswa (3%). 4.6.Kendala yang dialamai selama proses pembelajaran Kendala yang dialami selama proses pembelajaran, dapat terobservasi dari pernyataan guru model ketika dilaksanakan tahap refleksi. Menurut Guru model kendala-kendala yang terjadi selama persiapan sampai pelaksanaan pembelajaran meliputi : waktu persiapan yang cukup lama, dan membutuhkan perhatian penuh,bahan yang harus disediakan cukup banyak sehingga biaya cukup mahal. Dalam hal mengatasi kendala biaya, dukungan kepala sekolah sangat baik,karena Kepala Sekolah bersedia membiayai semua alat dan bahan sepenuhnya, sehingga persoalan biaya dapat diatasi. Waktu pelaksanaan pembelajaran juga dirasa belum tepat dan hal ini disadari guru karena kurang efisiennya memanfaatkan waktu yang tersedia. Kendala ini dapat dicoba diatasi dari berbagai masukan dari observer maupun dosen. Solusi yang diusulkan antara lain : waktu pengadukan bahan tidak perlu terlalu lama, jumlah bahan bisa dikurangi, , kompor yang digunakan dikurangi dan dinyalakan sebelum selesai pengembangan, waktu penulisan data dikelas dapat dilakukan sambil menghias donat, dan pre tes dapat dilakukan diluar jam pelajaran. 4.7.Pendapat guru dan siswa setelah melakukan pembelajaran

Pendapat guru dan siswa setelah mendapat pembelajaran dapat dijaring dari hasil wawancara terhadap guru model dan 2 orang siswa yang mewakili 31 siswa yang diobservasi. Pendapat guru: Sulit tepat waktu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, karena karakter siswa yang masih rendah motivasi belajarnya dan inisiatifnya masih kurang. Pada praktikum ini seharusnya sekaligus dilatihkan tentang metode ilmiah pada siswa, hal ini masih kurang dapat dilakukan karena siswa tidak mendapatkan materi metode ilmiah disebabkan pada KBK dan KTSP materi metoda ilmiah tidak ada, sehingga tidak ada alokasi waktu untuk itu. Pada kurikulum KTSP IPA terpadu, hanay disediakan waktu 4 jam pelajaran/minggu setiap jamnya 40 menit, sementara muatan materi sangat banyak, dan tidak ada buku sumber yang lengkap. Pada akhirnya guru hanya terfokus pada bagaimana menyampaikan materi secepatnya agar dapat diselesaikan tepat waktu. Jadi untuk mencoba berbagai metode yang baik dan bervariasi agak sulit dilaksanakan, meskipun guru menyadari hal tersebut sangat baik bila dapat dilaksanakan. Walaupun secara umum masih didapati banyak kendala, guru tetap bertekad ingin melaksanakan metode pembelajaran ini, dengan dilakukan perbaikan dalam beberapa hal. Pendapat siswa: Kedua siswa yang diwawancara menyatakan bahwa mereka belum pernah mendapatkan pembelajaran semacam ini sebelumnya, dan mereka merasa sangat senang dengan pembelajaran ini dan berharap metode semacam ini dapat diberikan oleh guru-guru lain pada mata pelajaran yang berbeda. Tetapi ketika ditanyakan apakah pelajaran IPA selama ini dianggap sulit, keduanya menyatakan ya. Tapi dari pengalaman yang baru saja mereka alami, mereka menyatakan bahwa ternyata pelajaran IPA juga dapat dibuat menyenangkan. Ketika ditanya mengapa mereka merasa senang, mereka menyatakan karena mereka merasa diajak langsung melakukan proses sains sekaligus dapat memperoleh hasilnya dalam waktu singkat, sehingga mereka dapat membuktikan bahwa IPA dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mereka juga menyatakan dengan metode pembelajaran yang dilakukan, mereka dapat lebih bekerjasama dalam mencapai keberhasilan praktikum.

V.ANALISIS PENGEMBANGAN TEORI & KETERBATASAN Berdasarkan temuan-temuan field study yang telah dilaksanakan, dapat dikemukakan beberapa pengembangan teori diantaranya : 1) Suatu pembelajaran yang berhasil ternyata tidak hanya memerlukan peran guru saja sebagai sentral keberhasilan, tetapi juga diperlukan peran pendukung, terutama peran Kepala Sekolah sebagai motor penggerak terlaksananya semua

kegiatan di sekolah. Dari hasil observasi dapat dikatakan bahwa tanpa dukungan penuh Kepala Sekolah, aktivitas pembelajaran yang direncanakan tidak akan terlaksana dengan baik. 2)Dalam membelajarkan suatu materi/topik, kiranya perlu juga diungkapkan alasan-alasan tentang mengapa materi tersebut diajarkan, sehingga dapat menggugah semangat dan motivasi siswa untuk

melakukan

aktivitas

pembelajaran

dengan

sungguh-sungguh.

3)

Pembelajaran

bioteknologi merupakan pembelajaran yang kaya akan muatan kerja ilmiah yang menjadi komponen penting dalam hakekat pembelajaran IPA. Disamping itu pembelajaran bioteknologi juga mengandung tuntutan penerapan nilai dan etika, yang akan sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat dijadikan wahana menerapkan nilai-nilai dan etika.4) Bioteknologi sederhana yang diobservasi dalam field study ini dapat meningkatkan keterampilan kerja ilmia seperti mengukur, menimbang, mencatat data secara periodik dalam bentuk table atau grafik dan melatih ketelitian dalam bekerja. Selain itu pembelajaran bioteknologi di tingkat SMP dapat dijadikan bekal di masyarakat untuk mengembangkan ‘scientific literacy’ dan memperoleh penghasilan. 5) Tampaknya pada tingkat SMP di Indonesia, hampir tidak mungkin dilakukan pembelajaran bioteknologi modern, mengingat fasilitas (alat & bahan) yang dibutuhkan belum memungkinkan dipenuhi oleh rata-rata sekolah SMP yang ada di Indonesia. Adapun keterbatasan yang ditemukan dalam field study ini meliputi : 1) tampaknya belum semua guru IPA memahami makna kerja ilmiah dengan baik, meskipun guru tersebut sudah berada pada level S1.2) Dalam field study yang dilaksanakan kali ini, belum dilakukan pengamatan pada sekolah lain, sehingga data belum dapat dibandingkan. 3) Baru satu model pembelajaran yang diamati dalam topik bioteknologi, sehingga belum dapat dibandingkan efektivitas metode pembelajaran yang paling tepat untuk topik tersebut. 4) Guru-guru belum dapat membedakan variable bebas, variable terikat dan terutama variable kontrol. 5) guru belum begitu terampil menentukan skala yang proporsional dalam membuat grafik. Temuan field study yang dilakukan dapat menunjukan secara sepintas contoh riil pendidikan IPA di masyarakat Indonesia. Berdasarkan temuan dan analisis di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk meningkatkan kemampuan guru maupun calon guru dalam membelajarkan materi Bioteknologi secara lebih baik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan misalnya : 1) Meningkatkan kemampuan guru dan calon guru dalam mengembangkan strategi maupun metode pembelajaran Bioteknologi, misalnya dengan langsung melibatkan mereka

dalam kegiatan Lesson study (untuk calon guru dapat melalui program PPL), 2) Model pembelajaran Bioteknologi di kampus yang mengembangkan muatan kerja ilmiah hendaknya dapat dijadikan model oleh para calon guru dalam mengajarkan Bioteknologi di sekolah. Oleh karena itu dosen hendaknya berupaya menjadi contoh sebagai model pembelajaran calon guru, dengan menggunakan model-model pembelajaran berlandaskan inkuiri, sehingga ketika calon guru telah menjadi guru, mereka telah terbiasa menggunakan variasi metode pembelajaran tersebut.3) Pemahaman tentang konten Bioteknologi sangat perlu ditekankan di Perguruan Tinggi, sehingga calon guru kelak tidak salah dan percaya diri dalam membelajarkan prinsip-prinsip Bioteknologi kepada siswanya. 4) calon guru ketika duduk di Perguruan Tinggi seharusnya juga dibiasakan /dilatihkan mencari sumber-sumber belajar sendiri (misalnya melalui internet), sehingga bila suatu saat di sekolah tempat ia mengajar terjadi kekurangan buku sumber, mereka sudah terbiasa melakukan pencarian sumber lain secara mandiri .

Pengembangan kemampuan ini harus didasarkan beberapa teori yang terkait dengan upaya tersebut, diantaranya :1) Teori Belajar, 2)Teori Pedagogical Content Knowledge, 3)Inkuiri sebagai strategi pembelajaran,4) Konten Biologi. 5.1. Teori Belajar J.Piaget berpandangan bahwa seorang anak membangun pengetahuan melalui berbagai jalur, yakni membaca, mendengarkan, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen terhadap lingkungannya. Menurut Ausubel (1968 dalam Dahar 1996) bahwa apa yang dipelajari akan bermakna bagi individu apabila bahan ajar yang dikaji dimulai dari apa yang telah diketahui peserta didik sebelumnya. Dengan demikian disamping diperoleh konsep yang bermakna, peserta didik dapat mentransfer hasil belajarnya kedalam konteks sosial budayanya. Menurut faham konstruktivisme fungsi guru berubah menjadi fasilitator yang membuat situasi kondusif agar terjadi hasil belajar dan transfer belajar yang optimal. Dalam hal ini proses belajar mengajar tidak didominasi oleh guru (Poedjiadi,2001). Bila para guru dan calon guru memahami benar prinsip-prinsip tersebut, maka calon guru dalam setiap pembelajaran yang dilakukannya akan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, misalnya dengan mengambangkan strategi pembelajaran tertentu yang lebih mengaktifkan siswa. 5.2. Teori ‘Pedagogical Content Knowledge’/PCK

Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan semata, melainkan sesuatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar itu sendiri (Bettencourt,1989 dalam Suparno,1997). Mengajar dalam konteks ini adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri (von Glalsersfeld, 1989 dalam Suparno,1997). Atas dasar pemahaman inilah, maka seharusnya seorang guru mempunyai suatu pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan suatu bahan ajar kepada muridnya. Tetapi guru yang ingin mengajar sains secara efektif harus lebih dari sekedar mengetahui tentang isi (konten) yang akan diajarkan dan beberapa cara pengajarannya. Guru tersebut juga harus paham dan mampu dalam mengintegrasikan pengetahuan konten ke dalam pengetahuan tentang kurikulum, pembelajaran, mengajar dan siswa. Pengetahuan-pengetahuan tersebut akhirnya dapat menuntun guru untuk merangkai situasi pembelajaran pada kebutuhan individual dan kelompok siswa. Pengetahuan seperti ini dinyatakan sebagai pengetahuan konten pedagogi/pedagogical content knowledge (PCK).(NSES,1996). Pada awalnya pendidikan guru lebih banyak menekankan pada pengetahuan guru tentang materi subjek (Shulman,1989 dalam Cochran, et al. 1993). Namun setelah dekade belakangan ini, pendidikan guru mulai menekankan pada efektivitas metoda pedagogi secara general yang meliputi penggunaan pertanyaan, desain suatu penugasan dan kurikulum serta asesmen performa independen siswa pada tiap materi subjek.(Bell & Mc.Diarmid,1990 dalam Cochran, et al. 1993). Para ahli kini menyadari bahwa baik pengetahuan tentang materi subjek maupun pengetahuan pedagogi merupakan suatu hal yang krusial dalam suatu pengajaran yang baik dan dalam meningkatkan pemahaman siswa. (Cochran, et al. 1993). 5.3. Inkuiri sebagai Strategi Pembelajaran. NSTA(1998) merekomendasikan hal-hal yang terkait dengan inkuiri yaitu : Program pengajaran calon guru harus mampu membuat calon guru dapat mengajak siswanya secara regular dan efektif dalam melakukan sains secara inkuiri dan memfasilitasi pemahaman secara

utuh peran inkuiri dalam pengembangan pengetahuan sains berdasarkan pada : 1. Melakukan pertanyaan dan memformulasi pemecahan masalah.2. Merefleksikan dan mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan data yang ada. 3. Berkolaborasi dan bertukar informasi dalam memecahkan suatu masalah.4. Mengembangkan konsep dan menghubungkannya dengan pengalaman empiris. Jika hal ini dihubungkan denga temuan field study, tampak bahwa guru belum dapat mengarahkan siswa terhadap aspek no 4.Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Gain antara pre test dan post test yang masih relative rendah. Dalam NSTA(2003) disebutkan bahwa inkuiri mempunyai tiga tingkatan, yaitu:1) Discovery Learning. Pada tahap ini guru merencanakan pembelajaran sedemikian hingga siswa merasa bahwa dialah yang menemukan konsep yang akan diajarkan oleh guru; 2) Guided Inquiry. Pada tahap ini guru mendampingi siswa dalam merancang suatu langkah perumusan masalah sampai dengan siswa menemukan pemecahan masalah yang telah dirumuskannya; dan 3) Open Inquiry. Pada tahap ini guru memberikan sumbangan materi, sementara siswa berusaha sendiri untuk dapat menemukan permasalahan dari materi yang disampaikan guru, kemudian merumuskan cara untuk memecahkan masalah tersebut. Kemudian guru menganalisis atas pemecahan masalah yang diselesaikan oleh siswa. Pada pembelajaran yang dilakukan dalam field study, tampaknya inkuiri yang dilakukan baru pada tahap Discovery Learning. 5.4. Konten Biologi NSTA (2003) merekomendasikan bagi guru IPA tingkat dasar dan tingkat menengah bahwa mereka harus dapat membimbing siswa memahami hal-hal sebagai berikut: 1.

Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur, fungsi dan system kehidupan.

2.

Berbagai system klasifikasi kehidupan

3.

Siklus zat dan aliran energy melalui jalur kehidupan dan non kehidupan

4.

Seleksi,adaptasi, keanekaragaman, dan kekhususan alam

5.

Struktur, fungsi dan reproduksi sel, termasuk mikroorganisme

6.

Tingkatan organisasi dari sel sampai biome

7.

Reproduksi dan hereditas, termasuk reproduksi manusia dan kontrasepsi

8.

Sifat system kehidupan dan peran umpan balik dalam regulasi system kehidupan

9.

Gangguan terhadap mahluk hidup termasuk alergi, racun, penyakit dan agresi.

VI.KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil field study diantaranya: -

Perencanaan , pelaksanaan dan evaluasi sebagai suatu kesatuan dalam strategi pembelajaran Bioteknologi di SMP I Pamulihan dengan metode praktikum/eksperimen telah dilakukan dengan cukup baik oleh guru model.

-

Kendala utama yang dihadapai guru dalam pelaksanaan metode pembelajaran adalah alokasi waktu, disamping kurangnya sumber bacaan dan kondisi siswa.

-

Secara umum guru dan siswa senang dengan pembelajaran tersebut, tetapi belum terlalu memberi dampak yang berarti pada peningkatan hasil belajar.

-

Perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan proses pembelajaran di Perguruan Tinggi, guna menyiapkan calon guru dalam membelajarkan materi Bioteknologi di Sekolah secara lebih baik dan bermakna.

Daftar Pustaka Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori – Teori Belajar. Jakarta.Penerbit Erlangga. Dawson V.& Schibeci. R.2003. Western australian High School Student Attitudes toward Biotechnology Processes.Journal of Biological Education.38 (1) . Hal .1-6. Cochran, K.F., J.A. DeRuiter, R.A. King (1993). Pedagogical Content Knowing: An Integrative Model for Teacher Preparation. Journal of Teacher Education, 44 (4), 263-272. Hendayana.S, Didi S ,Muchtar K,Sukirman,Ariswan,sutopo,Asep S, Harun,Siti S, Ana P, Hikmat, Nurjanah.2006. Lesson Study. Bandung. IMSTEP-JICA. Henderson.J & S. Knutton. 1990. Biotechnology in School, A Hand Book for Teachers. Buckingham. St. Edmundsbury Press Ltd. National Science Education Standard (NSES) (1996). Washington DC:National Academy Press. NSTA & AETS (1998). Standard for Science Teacher Preparation. Poedjiadi, A.2001.Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung. Yayasan Cenderawasih. Rustaman, N.Y. Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Pendidikan Sains dan Asesmennya. Dalam The first International Seminar of Science Education on ‘Secience Education Facing against the challenges of the 21st century’.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Uno,H.B.2007. Model pembelajaran. Jakarta.PT Bumi Aksara.