menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan - Library UM

75 downloads 3661 Views 727KB Size Report
o Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu ... mengutip pengantar pidato pengukuhan guru Guru Besar saya, Prof. ..... Contoh kegiatan pendidikan informal secara kolektif dapat berlangsung pada:.
MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN: SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd.

Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang tanggal 10 Oktober 2012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM) 2012

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN: SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd. Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang (UM)

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN: SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Yth. Bapak Rektor selaku Ketua Senat Universitas Negeri Malang Yth. Para Anggota Senat, Ketua dan Para Anggota Komisi Guru Besar Universitas Negeri Malang Yth. Para Pejabat Struktural Universitas Negeri Malang Yth. Rekan dosen, tenaga fungsional, dan mahasiswa Universitas Negeri Malang Yth. Para undangan serta hadirin yang berbahagia

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Assalmu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah nikmat, sempat, dan segala karuniaNya yang sungguh tiada terhingga, sehingga salah satunya berupa kesehatan dan kesempatan bagi saya sekeluarga, khususnya kebahagiaan pada hari ini. Bersyukur pula saya pada hari ini masih diberi kesempatan dan mendapat kehormatan untuk menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam bidang Pendidikan Luar Sekolah di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Namun demikian, pengukuhan guru besar ini saya rasakan sebagai suatu beban berat yang harus saya tunaikan untuk memenuhi sebuah proses inisiasi yang mungkin telah berkembang menjadi tradisi. Untuk memperingan beban itu sampai-sampai saya terpaksa mengutip pengantar pidato pengukuhan guru Guru Besar saya, Prof. H.M. Saleh Marzuki ketika memberikan pengantar pada pidato pengukuhan guru besar beliau tanggal 29 Maret 2005. Dikatakan bahwa pidato pengukuhan guru besar adalah proses inisiasi yang telah berkembang menjadi tradisi. Seseorang yang telah melampaui suatu tahap tertentu dalam hidupnya perlu memperoleh pengakuan khalayak, untuk jabatan guru besar harus melakukan pidato pengukuhan. Jika tradisi ini semakin menguat maka akan menjadi adat kebiasaan, yang apabila tidak dilakukan akan mendapat sanksi sosial dari komunitasnya, yaitu komunitas akademik. Sebelum saya dikenai sanksi adat tersebut saya memberanikan diri untuk berpidato pada hari ini. Demikianlah pengantar yang menjadi motivator saya sehingga “komawani” menggelar pidato. Namun demikian ada yang menjadi catatan saya yakni bahwa pengukuhan ini sama sekali tidak saya maksudkan untuk memperoleh pengakuan khalayak bahwa saya patut menyandang jabatan guru besar, bukan demikian. Terus terang pidato ini saya lakukan lebih didorong oleh alasan kedua, yakni agar saya tidak mendapat sanksi adat dari masyarakat adat di perguruan tinggi, khususnya dari ketua adat yang terhormat Bapak Rektor dan tetua adat yang terhormat Bapak Ketua Komisi Guru Besar. Lebih lanjut, melalui pidato pengukuhan ini saya berharap mudah-mudahan ada butir-butir manfaat yang bisa dipetik oleh para pengambil keputusan maupun oleh pihak Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

lain yang ingin membangun masyarakat melalui dunia pendidikan secara lebih baik. Saya ingin mengajak kita semua untuk memahami pendidikan secara komprehensif dengan berbagai masalah yang dihadapi. Kita perlu menyadari bahwa pendidikan adalah satusatunya jalan arteri atau tulang punggung (back bone) bagi terciptanya sosok manusia dan tatanan masyarakat yang baik sebagaimana yang dicita-citakan setiap insan, setiap keluarga, setiap masyarakat, dan setiap bangsa, serta segenap bangsa di dunia yang masih menginginkan terwujudnya nilai-nilai kenabian (prophet values). Pendidikan saja memang bukan pancia atau obat mujarab yang mampu menyembuhkan segala sakit tetapi tanpa pendidikan sudah dapat dipastikan tidak akan ada pertumbuhan kualitas hidup. Orang boleh kaya tetapi kualitas hidup tidak berjalan searah dengan kekayaan seseorang. Orang boleh taat hukum dan tercipta masyarakat tertib, aman, dan damai; tetapi jika tanpa melalui proses pendidikan penyadaran maka ketaatan, ketertiban, keamanan, dan kedamaian semu, mekanistis, rapuh, temporer, dan potensial munculnya situasi chaos dan anarkhis. Orang boleh berbudaya, berseni, berpolitik, berkuasa, dan berteknologi canggih; tetapi tanpa pendidikan bentuk dan arah kebudayaan, kesenian, politik dan kekuasaan, dan teknologi yang diterapkan bisa jadi membawa umat manusia ke arah yang destruktif menuju kehancuran dan kebinasaan. Pendidikan bukan melulu alat untuk sesuatu, pendidikan adalah tujuan itu sendiri. Setiap preskripsi dan diskripsi tentang prototipe manusia sempurna (insan kamil) dan masyarakat ideal (good community) senantiasa menghajatkan pembentukan kepribadian seseorang agar memiliki kualitas hidup yang baik yang menyangkut perubahan tingkah laku, pertumbuhan dan pengembangan diri yang tidak lain adalah tugas pendidikan. Dalam berbagai kesempatan diskusi kolegial, guru saya yang lain, yang belum profesor tetapi sudah saya sebut sebagai guru besar yakni Bapak Dr. Sanapiah Saleh Faisal, mengintrodusir sebuah teori tentang Teori Pendidikan Prophetik. Inti pemikirannya bahwa tugas pendidikan adalah sama dan sebangun dengan tugas kenabian, yakni memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan segala predikat potensi kesempurnaannya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Namun, sayangnya sampai saat ini rasanya kita belum bisa menunjuk atau memberikan jawaban secara pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan sekitar pendidikan yang mana, pendidikan seperti apa, dan pendidikan yang bagaimana yang dimaksud dan yang mampu membawa terbentuknya manusia sempurna dan tatanan masyarakat ideal sebagaimana yang diinginkan tadi. Sebagian besar jawaban atas model pendidikan yang pernah ditawarkan masih bersifat tekstual dan parsial. Sampai hari ini pencarian sosok ideal sistem pendidikan itu masih terus dilakukan oleh bangsa Indonesia. Dalam kesempatan yang baik ini saya hendak menyampaikan sebuah pemikiran tentang aktualisasi filosofi pendidikan dan belajar sepanjang hayat atau pendidikan dan belajar seumur hidup yang telah lama diadopsi dalam sistem pendidikan nasional namun belum sepenuhnya mampu diwujudkan dalam tata kelola sistem pendidikan nasional itu sendiri. Pemikiran ini saya beri judul: Interkoneksi antar Jalur Pendidikan: Sinergi Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Pendidikan Nasional.

A. PENDAHULUAN Hadirin yang saya hormati, Tujuan Negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pernyataan ini amat terkait dengan pendidikan. Pentingnya pendidikan bagi seluruh warga Negara diamanatkan dalam batang tubuh UUD 1945, Pasal 28 b ayat (1) menyatakan setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 1 ayat (1) menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan global. Demikian pula pembangunan pendidikan nasional harus mempertimbangkan kesepakatan internasional seperti Pendidikan untuk Semua (Education for All), Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of Child) dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) serta Pertemuan Tingkat Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development) yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai dan keberagaraman budaya, serta peningkatan keadilan sosial. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri bagi pemenuhan kebutuhan hidup, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas kehidupan. Untuk mewujudkan hal ini butuh proses yang panjang dan penjadian yang tiada akhir (the endless journey). Itulah mengapa bangsa Indonesia demikian cepat dan mudah mengadopsi pemikiran tentang pendidikan sepanjang hayat dan belajar sepanjang hayat (long life education and long life learning) dalam sistem pendidikannya. Belajar dan pendidikan sepanjang hayat bukan sekedar moto dan slogan, akan tetapi sudah merupakan bidang kajian akademik dan landasan penyelenggaraan pendidikan internasional yang telah dikukuhkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Konsep pendidikan yang awalnya digagas oleh Edgar Faure itu kini sudah menjadi komitmen seluruh negara di dunia dan eksistensinya dipertegas melalui Deklarasi Pendidikan untuk Semua/Education for All (IDRC,1990). Secara konseptual, Pendidikan Seumur Hidup adalah suatu falsafah penyelenggaraan pendidikan yang memberikan semangat kepada semua orang agar terus belajar, tanpa terkendala usia dan sumber daya yang dimiliki, serta tidak dibatasi oleh demensi ruang dan waktu (Croopley, 1987). Semua orang berhak belajar dan berkembang melalui pendidikan, dan pada saat itu juga semua negara harus memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada bangsanya untuk belajar dan memperoleh pendidikan. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Landasan filosofis ini telah merubah pandangan hidup manusia tentang belajar, yang semula cenderung terjebak pada keterbatasan mainstream sistem pendidikan formal di persekolahan, menjadi tidak terbatas hanya pada persekolahan. Pemahaman masyarakat yang meletakkan sekolah sebagai satu-satuanya lembaga pendidikan (on schooling alone) harus diubah ke arah terbentuknya kepercayaan terhadap sistem belajar seumur hidup (reliance on lifelong learning system). Sikap masyarakat yang tidak respek dan tidak acuh terhadap pendidikan (uncaring and cold) harus diubah ke arah sikap penuh perhatian dan saling berbagi (caring and sharing) (Unesco,1995:21). Untuk mewujudkan prinsip belajar dan pendidikan seumur hidup, peran pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan nonformal dan informal sangatlah strategis. Hal demikian juga telah disadari dalam membangun sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan diselenggarakan atas jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu diselenggarakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada prinsip pendidikan sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas. Pendidikan Nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional). Sejak semula telah disadarari oleh para pendiri bangsa ini bahwa sistem pedidikan di Indonesia terdiri atas beberapa jalur yang saling mengisi, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah atau juga disebut sebagai jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut adanya dua jalur pendidikan, yaitu: jalur sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Dalam bahasa yang berbeda, namun dengan kandungan makna yang sama, Undang-undang Nomor 20 Tahun Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut adanya tiga jalur pendidikan, yaitu: pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Bahkan jauh sebelum itu, Ki Hajar Dewantara (1956) telah memikirkan bahwa ada tiga tempat berlangsungnya pendidikan yang disebut sebagai Tri Pusat Pendidikan, yaitu alam keluarga, alam sekolah, dan alam kepemudaan. Pusat pendidikan di alam kepemudaan itulah hakekat dari pengakuan adanya peristiwa pendidikan secara informal dan nonformal di masyarakat. Pada prinsipnya pilar pendidikan alam kepemudaan (menurut Ki Hajar Dewantara), jalur pendidikan luar sekolah (menurut UU No. 2 tahun 1989), dan jalur pendidikan nonformal (menurut UU Nomor 20 tahun 2003) menunjuk pada substansi yang sama yaitu kebutuhan bangsa Indonesia akan layanan pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan. Setelah sekian lama dibangun dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan lokal, regional, nasional, dan internasional; maka sistem pendidikan nasional dari sisi kelembagaan dapat digambarkan sebagai bagan berikut.

Bagan 2: Peta Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia Tahun 2012 (Dimodifikasi dari Supriadi, 1997 dan Mestoko, 1986)

SEKOLAH

U M U R

Tahun

...

...



....

U



...

n

S

27

21

Pendi-

i

e

26

20

dikan

v

k

Jenjang

LUAR SEKOLAH

Satuan

Prodi

Satuan-satuan dan Forum Belajar

Pendidikan Berkelanjutan bagi Orang Dewasa melalui:

I

P S3 / o BERBAGAI Sp FORUM l 2 BELAJAR DAN PEMi

Penataran/Up grading Kursus dinas Pelatihan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

25

19

n

A

T

s

k

s

i

t

a

S2 BELAJARA N PLS: T Sp 1 e

24

18

r

23

17

22

16

i

n

i

d

k

D4

21

15

t

g

t

20

14

a

g

u

Kelompok belajar (kejar, klompene n S1 D3 Universi capir, KSM, Pokmas, dsb.) m i D2 tas Ter

19

13

s

i

t

i

k

D1

18

12

Pendi-

S

S

M

S

17

11

dikan

M

M

M

16

10

Menengah

U

K

A/ K

SMU LB

15

9

14

8

SL

13

7

TP

12

6

Pendidik-

S

11

5

an Dasar

L

10

4

9

3

8

2

7

1

6 5

Tinggi

e

SD

Pendidika n Prasekolah

buka Program Paket C

Diklat Kursus Pondok pesantren

Magang Korespondensi Les Privat Home schooling

Kd SM PL B

MTs

Program Paket B

Taman Pendidikan Pola Pembelajaran alamiah lainnya - kelompok hoby

MI

B

-padepokan/sanggar -dsb SD

Program

LB

Paket A

OA

KB,

OB

TPA& SKS

4 3

PENDIDIKAN KELUARGA, PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, DAN PIF

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

2

LAINNYA

1

B. ARTIKULASI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PAUDNI) Hampir semua literatur yang membahas peristiwa, praktik, kebijakan, program, dan satuan pendidikan yang terjadi di samping sistem persekolahan dominan berisi konsepsi pendidikan nonformal, sehingga terjadi keruwetan (doubfull) dalam mempersepsi dan memaknai pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Miskonsepsi tentang pendidikan luar sekolah tersebut terjadi karena titik pandang (point of view) yang berbeda. Titik pandang akademisi dari perguruan tinggi atau dari lembaga penelitian dan pengembangan tentu dari sudut pandang keilmuan atau kajian akademik yang luas lingkupnya dan bersifat divergen. Titik pandang para pemangku pengambil kebijakan pendidikan tentu dari sudut pandang peraturan perundangan dan pelayanan publik. Titik pandang pengelola, penyelenggara, dan praktisi pendidikan tentu dari sudut pandang teori, konsepsi, prinsip, dan panduan penyelenggaraan lembaga dan program pendidikan secara praktis. Dalam pandangan awam, bahkan pada sebagian kalangan akademisi pendidikan, praktisi, maupun pengambil kebijakan bidang pendidikan tidak memiliki pengertian yang sama tentang pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah telah memiliki artikulasi, pemaknaan, nilai, bahkan telah berkembang menjadi sebuah pranata dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan luar sekolah seringkali dipertukar-artikan dengan konsepkonsep yang memang saling berhubungan, beririsan, dan/atau memiliki kesamaan makna, yaitu pendidikan nonformal, pendidikan masyarakat (community education), pembelajaran masyarakat (community learning), masyarakat belajar (learning community), pendidikan berkelanjutan (continuing education), pendidikan masa (mass education), penyuluhan pembangunan, penyuluhan masyarakat, pendidikan orang dewasa (POD), pendidikan dasar Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

bagi orang dewasa, perubahan sosial, pembangunan masyarakat, pengorganisasian masyarakat, dan banyak lagi terminologi sejenis yang menunjuk pada substansi pendidikan nonformal. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna dan relevansinya sesuai dengan program pendidikan yang dimaksudkan, termasuk pendidikan luar sekolah itu sendiri. Ada terminologi yang terikat dengan satuan pendidikan, term perundangan, term kebijakan, peristiwa pendidikan, setting tempat, sasaran didik, agensi pendidikan, tujuan pendidikan/pembelajaran, dan yang paling sering terjadi adalah yang menunjuk pada program pendidikan spesifik bagi orang dewasa atau kelompok masyarakat. Mispersepsi dan duplikasi pemaknaan terhadap pendidikan luar sekolah telah lama terjadi sebagaimana pernah ditulis oleh Apps (1979) tentang pendidikan berkelanjutan yang maknanya juga dekat dengan pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Daftar istilah yang dikumpulkan oleh Apps (1979:60) untuk menunjukkan keberagaman istilah yang terkait dengan pendidikan berkelanjutan (continuing education) sebagai salah satu genre pendidikan nonformal dalam istilah aslinya yaitu: lifelong education, lifelong learning, continuous learning, continuous education, continuing education, adult education, adult learning, permanent education, postsecondary education, recurrent education, informal education, nonformal study, andragogy, dan nontraditional study. Bahkan Apps juga masih menambahkan cukup banyak istilah lain yang terkait dengan program pendidikan berkelanjutan bagi orang dewasa yang dikenal di seluruh dunia, di mana terdapat lebih dari dua puluh istilah yang terkait dengan pendidikan nonformal untuk orang dewasa. Pengertian dan pemaknaan terhadap pendidikan luar sekolah mengalami perubahan konsep dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada tahap awal kelahirannya, pendidikan luar sekolah di Indonesia identik dengan pendidikan buta huruf dan pendidikan orang dewasa. Setelah filsafat pendidikan sepanjang hayat diangkat pada tahun 1970an, makna dan cakupan pendidikan luar sekolah menjadi lebih luas. Setelah beredarnya tulisan "The World Educational Crisis" oleh Phillips Coombs (1984), pendidikan luar sekolah dianggap menjadi solusi terhadap keterbatasan pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

formal yang ternyata tidak memberikan dampak kepada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Bahkan pada tahun 2010 muncul terminologi baru yang makin memperkaya khasanah peristilahan pendidikan luar sekolah yaitu PAUDNI (baca: paudni), singkatan dari kata Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Informal. Istilah paudni muncul pertama kali secara resmi dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Pada Peraturan Presiden tersebut disebutkan bahwa salah satu direktorat jenderal yang ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Nonformal dan Informal, disingkat Ditjen PAUDNI. Sejak inilah dikenal adanya istilah paudni dalam khasanah pendidikan di Indonesia. Ditjen PAUDNI bertugas dan berfungsi menetapkan kebijakan dan program pendidikan anak usia dini (paud), pendidikan masyarakat, kursus dan pelatihan, pendidik dan tenaga kependidikan paudni, serta program pengkajian, pengembangan dan pengendalian mutu pendidikan, serta program dukungan manajemen dan pelaksana teknis lainnya. Kebijakan dan program Ditjen PAUDNI diarahkan untuk memenuhi tuntutan peningkatan kualitas layanan dengan tetap berupaya terus mendorong ketersediaan dan akses layanan pendidikan yang semakin luas. Dengan demikian dapat dikatakan munculnya istilah paudni merupakan dimensi kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk memberikan dukungan manajemen dan pelaksanaan program dan pembinaan satuan penyelenggara pada pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal; yang mana masing-masing nomenklatur memiliki karakteristik yang berbeda; agar mampu memberikan sumbangan efektif bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Kebijakan manajemen tidak selalu seiring, searah, dan sebangun dengan dimensi kajian konseptual teoritik pendidikan. Secara konseptual teoritik dan filosofis antara ke tiga katagori program/satuan pendidikan yang tergabung dalam istilah paudni yaitu paud, Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan nonformal, dan pendidikan informal mememiliki landasan berpijak yang berbeda. Dengan demikian menyatukan tiga janis program/satuan pendidikan ini dalam satu kesatuan pembahasan akan banyak mengalami kesulitan. Untuk memperoleh pemahaman yang sedekat mungkin dengan konsep denotatifnya perlu diuraikan artikulasi, substansi, dan signifikansi masing-masing nomenklatur itu secara terpisah. Istilah paudni sering dikaitkan dengan istilah pendidikan luar sekolah (PLS), pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Hal ini terjadi semata-mata karena sejak diinisiasi pada tahun 1997 program paud secara kebijakan dan manajerial di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diurus oleh Direktorat Jenderal yang dahulu mengurus pendidikan luar sekolah, yaitu Ditjen PLSPO (Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga), kemudian menjadi Ditjen PLSP (Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda), kemudian menjadi Ditjen PNFI (Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal), dan akhirnya tahun 2010 menjadi Ditjen PAUDNI (Pendidikan Anak Uisia Dini, Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal). Pada tahun 2000 dibentuk direktorat khusus yang mengurusi paud yaitu Direktorat PAUD. Sebelumnya, sebelum istilah paudni dipakai telah digunakan istilah pendidikan luar sekolah (PLS). Perubahan istilah ini pada dasarnya tidak merubah konten sehingga aspekaspek yang ada di dalamnya tetap sama. PAUDNI adalah kependekan dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal (PNF) dan pendidikan informal (PIF); yang tidak lain adalah PLS plus. Perubahan label untuk pendidikan nonschool ini juga terjadi ketika diundangkan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi Undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada tanggal 11 Juni 2003. Melalui undang-undang tersebut tidak lagi digunakan istilah PLS, dan muncul istilah baru yaitu: pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan pendidikan formal. Meskipun tidak terlalu tepat makna dan sama arti, namun dapat dikatakan bahwa PLS telah bermetamorfosa menjadi pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Dengan demikian terminologi paudni sama makna dan kandungan esensinya dengan Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan luar sekolah (PLS). Perubahan label untuk menamai medan garap pendidikan di luar sistem persekolahan ini bukan hal yang pertama dan terakhir. Hal ini akan duraikan pada bagian selanjutnya. Pada masa sebelum lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003, yang berlaku adalah UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU No. 2 Tahun 1989 menyebut adanya dua jalur pendidikan, yaitu: jalur sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (Pasal 10 ayat [1]). Dalam bahasa yang berbeda namun dengan kandungan makna yang sama, UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebut adanya tiga jalur pendidikan, yaitu: pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal (pasal 26, ayat [1]). Pada prinsipnya jalur pendidikan luar sekolah (menurut UU No. 2 tahun 1989) dan jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal (menurut UU Nomor 20 tahun 2003) menunjuk pada substansi yang sama yaitu kebutuhan bangsa Indonesia akan layanan pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan. Layanan pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan itulah yang bisa disebut sebagai pendidikan nonformal. Sedangkan peristiwa pendidikan yang kurang sistematis dan tidak sistematis yang terjadi di luar sistem persekolahan dimasukkan ke dalam kelompok jalur pendidikan informal. Secara politis dan yuridis formal, kedudukan paudni sebagai pranata didukung oleh Undang-undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 13 ayat (1) UU) Nomor 20 tahun 2003 tersebut menyebutkan bahwa jalur pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya pada pasal 26 (ayat 1) disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat [ayat (1)]. Pendidikan informal diatur pada UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (13) dan Pasal 27 ayat (1). Dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut pendidikan informal diartikan sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1; ayat 13) yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (pasal 27; ayat 1).

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Adapun penjelasan tentang paud diatur pada pasal 1 ayat (14) bahwa Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Secara rinci diatur secara khusus pada pasal 28 yang terdiri dari enam ayat, yaitu: (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan; dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan ketentuan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu, paud merupakan program pendidikan yang terjadi pada tiga jalur sekaligus yaitu formal, nonformal, dan informal. Dengan demikian paud bukan melulu perihal yang terkait secara khusus dengan pendidikan luar sekolah. Berdasarkan klasifikasi Apps (1979:64) ada dua bentuk kemungkinan peristiwa belajar terjadi, yaitu apa yang disebut sebagai random learning dan planned learning. Random learning adalah peristiwa dan hasil belajar yang tidak direncanakan, baik oleh si pelajar (orang yang beraktivitas belajar) maupun oleh si pengajar (orang yang membelajarkan orang lain) atau oleh salah satunya. Melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari yang bermacam-macam, seseorang dan masyarakat mendapatkan banyak pelajaran (lesson learned) yang akhirnya mampu mengubah perilaku mereka secara permanen. Adapun planned learning adalah peristiwa dan hasil belajar yang secara sistematis, terancang, dan disengaja direkayasa atau memang diciptakan untuk mengubah perilaku sasaran didik. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Klasifikasi ini sejalan dengan taksonomi Axinn (1976:22), di mana peristiwa belajar dapat dilihat berdasarkan nirmana (perspective) kesengajaan peserta didik dan sumber belajar atau pendidik. Apabila pada sebuah peristiwa belajar, si pelajar dan pengajar keduanya sengaja mengadakan kegiatan belajar-mengajar di luar sistem persekolahan, maka di situ peristiwa belajar nonformal terjadi sepanjang keseluruhan proses pembelajaran yang dilakoninya itu terancang secara sistematis dan terkontrol. Apabila salah satu pihak, si pelajar atau si pengajar tidak sengaja untuk belajar atau untuk mengajar, namun melalui sebuah interaksi langsung atau secara tidak langsung terjadi perubahan tingkah laku pada si pelajar, maka di situ telah terjadi peristiwa belajar secara informal. Berikut ini diagram yang dibuat Axinn untuk menvisualisasikan anatomi sistem pendidikan berdasarkan aspek kesengajaan belajar dan mengajar. Model ini telah dimodifikasi untuk memberikan konteks pada situasi di Indonesia.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Nirmana Pengajar SENGAJA

TIDAK SENGAJA

Nirmana Pelajar

A

B

Pendidikan Formal SENGAJA

(Di Persekolahan)

Pendidikan Informal 2

Pendidikan Nonformal

(Belajar Swarah)

(Di Luar Sekolah)

C

D

Pendididkan Informal 1

Pendidikan Informal 3

(Pembelajaran Informal)

(Belajar Secara Kebetulan)

TIDAK SENGAJA

Keterangan: Wilayah berarsir adalah garapan PTK PAUDNI sebagai spesialisasi/ professional.

Gambar 2: Paradigma Jenis Sistem Belajar Masyarakat (dimodifikasi dari Axinn, 1976:22)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Melalui diagram tersebut mudah untuk dipahami bila format pendidikan nonformal dan pendidikan informal terjadi pada setting yang spesifik di luar sistem pendidikan formal. Meskipun diagram tersebut nampak sederhana, namun memiliki implikasi substantif terhadap nilai-nilai, prinsip, dan aktualisasi praktis dalam penyelenggaraan pembelajaran di tataran kebijakan dan praksis. Apa yang disebut pendidikan nonformal adalah format pendidikan yang terjadi di luar sistem persekolahan yang terdesain sepenuhnya oleh pihak pengajar (pendidik dan tenaga kependidikan) dan keterlibatan pelajar sebagai subjek belajar dilakukan secara disadari sepenuhnya. Sedangkan pendidik informal adalah format pendidikan yang terjadi di luar sistem persekolahan dan program belajarnya tidak sepenuhnya terdisain, dengan tiga kemungkinan varian yaitu: (1) program didisain oleh pihak pengajar (pendidikan informal tipe 1), (2) program didisain oleh pihak pelajar sendiri (pendidikan informal tipe 2), dan (3) program belajar tidak terdesain sama sekali baik oleh pengajar maupun oleh pelajar (pendidikan informal tipe 3). Pada kuadran A menunjukkan kegiatan belajar dan pembelajaran yang ditandai dengan adanya unsur kesengajaan dari dua pihak, yaitu pihak pengajar yang sengaja membelajarkan pelajar, dan pihak pelajar yang sengaja untuk belajar sesuatu dengan bimbingan, pembelajaran dan pelatihan dari pengajar, maka kegiatan tersebut digolongkan ke dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal. Pada kuadran B menunjukkan tentang pendidikan informal tipe 2. Apabila kesengajaan itu hanya timbul dari pihak pelajar yang sengaja belajar sesuatu dengan bimbingan seorang pendidik, sedangkan pihak pendidik tidak sengaja untuk membantu peserta didik tersebut, maka kegiatan ini tergolong ke dalam belajar mandiri atau belajar swa-arah. Kegiatan belajar ini muncul karena adanya keinginan dan motivasi dari diri seseorang untuk belajar dan mengubah perilaku. Belajar mandiri adalah unik karena setiap orang memiliki strategi yang berbeda-beda dalam melakukan kegiatan belajarnya. Secara sukarela seseorang melakukan kegiatan belajar tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Bentuk-bentuk belajar mandiri menurut Suryadi (2011) dapat digolongkan sebagai berikut: Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

(1) Kegiatan belajar mandiri pasif. Contoh tipe belajar mandiri secara pasif misalnya: melalui membaca, mengamati, dan menonton yang akibat dari kegiatan tersebut dapat menumbuhkan pemahaman atau nilai-nilai tertentu pada dirinya. (2) Kegiatan belajar mandiri aktif. Contoh tipe belajar mandiri aktif dapat dilakukan seseorang melalui bertanya dan diskusi dengan orang yang memiliki pengetahuan atau kecakapan yang lebih banyak, atau membaca berbagai buku tentang suatu keterampilan atau kecakapan tertentu maupun tentang pendalaman kecakapan profesional. Pada kuadran C menggambarkan varian pendidikan informal tipe 1 di mana ada kesengajaan dari pihak pendidik (sumber belajar) untuk membantu atau mengarahkan peserta didik tertentu guna memperoleh pengalaman belajar, sedangkan pihak peserta didik tidak sengaja untuk belajar sesuatu dengan bantuan pendidik. Kegiatan belajar semacam ini termasuk ke dalam kategori pendidikan informal tipe 1. Pendidikan informal tipe ini dapat berbentuk perorangan, kolektif dan massal. (1) Pendidikan yang dilakukan secara perorangan dapat terjadi dalam keluarga (pendidik alamiah). Peran orangtua dalam keluarga adalah sebagai pendidik informal bagi anak-anak dan anggota keluarganya. (2) Pendidikan informal dapat dilakukan secara kolektif yaitu melalui kegiatan-kegiatan kelompok yang memiliki kepentingan bersama. Pendidikan informal secara kolektif ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat yang terselenggara karena diciptakan oleh pemerintah atau agensi pendidikan masyarakat secara mandiri (pendidik semi profesional). Contoh kegiatan pendidikan informal secara kolektif dapat berlangsung pada: Kelompok Usaha Tani, Kelompok Pendengar Radio, Kelompok Pencinta Alam, Kelompok Pedagang Kaki Lima, siaran radio tentang pertanian, kesehatan, keluarga berencana; iklan layanan masyarakat maupun iklan komersial di media masa, dan sejenisnya. Kelompok tersebut dapat belajar dengan saling belajar, saling memberikan informasi mengenai sumber belajar yang dapat digunakan, saling tukar-menukar pengalaman, dan lain sebagainya. (3) Pendidikan informal yang dilakukan secara massal (pendidik profesional). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dari pemberdayaan masyarakat yang melibatkan berbagai institusi sosial, keagamaan, ekonomi, politik sebagai pendidik informal.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Pendidikan yang dilakukan secara massal dapat dilakukan melalui penyuluhan langsung atau melalui media massa. Pada kuadran D, menunjukkan tipe pendidikan informal tipe 3 di mana suatu peristiwa belajar terjadi tanpa kesengajaan dari pihak pendidik dan peserta didik maka kegiatan ini digolongkan ke dalam belajar secara kebetulan. Belajar yaitu perbuatan secara wajar dan alamiah yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran pendidik (guru, pelatih, pembimbing, pamong belajar, atau sebutan lain yang relevan dengan konteksnya). Proses belajar yang demikian mungkin tidak disadari oleh seseorang atau kelompok bahwa ia atau mereka telah atau sedang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagai ilustrasi ketika seseorang sedang mengobrol ke sana ke mari di warung kopi, tanpa direncanakan sebelumnya obrolan mengarah pada diskusi tentang cara-cara menyelesaikan seuatu masalah, maka di antara peserta obrolan tersebut telah terjadi kegiatan belajar. Di samping itu kegiatan belajar sepanjang hayat akan terwujud apabila terdapat dorongan pada diri seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan belajar dan untuk mencapai kepuasan diri. Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan atau psikomotor. Sifat perubahannya relatif permanen (bukan perubahan bersifat sesaat), tidak akan kembali kepada keadaan semula. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima - hadiah atau hukuman - sebagai konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut. Perasaan bangga dalam diri karena dapat mengerti dan paham akan apa yang di pelajari. Kegiatan belajar berlangsung sepanjang hidup manusia karena untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila konsepsi peristiwa belajar dan/atau pendidikan yang dikemukakan Apps (1979) dikombinasikan dengan yang dikemukakan Axinn (1976) maka akan didapatkan empat katagori. Katagori pertama adalah pendidikan formal dan pendidikan nonformal yang sepenuhnya bersifat sebagai planned learning. Katagori ke dua adalah pendidikan Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

informal tipe 1 di mana perencanaan program belajar dilakukan oleh pihak pengajar, di mana tipe ini bisa disebut sebagai planned learning sekaligus dapat dikatakan sebagai random learning. Katagori ke tiga adalah pendidikan informal tipe 2 di mana perencanaan program belajar dilakukan oleh pihak pelajar sendiri, di mana tipe ini bisa juga disebut sebagai planned learning sekaligus dapat dikatakan sebagai random learning. Katagori ke empat adalah pendidikan informal tipe 3 di mana sepenuhnya tidak ada perencanaan program belajar/pembelajaran. Dengan demikian dapat dimaknai pula bahwa pendidikan formal dan pendidikan nonformal sepenuhnya bersifat planned learning. Pendidikan informal tipe 3 sepenuhnya bersifat random learning atau unplanned learning. Pendidikan informal tipe 1 bersifat tentatif sebagai planned learning dari sudut pandang pengajar, namun bersifat random learning dari sudut pandang pelajar. Sebaliknya pendidikan informal tipe 2 bersifat planned learning dari sudut pandang pelajar, tetapi random learning dari sudut pandang pengajar.

C. SIGNIFIKANSI PLS Pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal (paudni) memiliki peran yang sangat penting dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nonformal dan pendidik informal khususnya memiliki peran yang penting dalam sejarah pendidikan nasional di Indonesia, terutama dalam pemberantasan buta aksara dan pendidikan bagi kaum yang kurang beruntung. Peran itu akan semakin penting pada masa yang akan datang seiring dengan dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi, teknologi informasi, dan teknologi transportasi yang mengakibatkan terjadinya globalisasi dunia. Salah satu peran pendidikan nonformal dan pendidikan informal adalah mengembangkan dan memutakhirkan pengetahuan dan kemampuan seseorang agar tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai pribadi, sebagai sumber daya manusia (tenaga kerja), maupun sebagai warga negara, dan sebagai khalifah di muka bumi, sesuai dengan kaidah Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan dan belajar seumur hidup. Sementara pendidikan anak usia dini diharapkan berperan strategis dalam menyiapkan generasi penerus bangsa sepuluh sampai tiga puluh tahun ke depan. Segala bentuk dan praktek belajar yang berlangsung di luar sistem persekolahan, baik berupa pembimbingan, pembelajaran maupun pelatihan, dapat dikatakan sebagai praktek pendidikan luar sekolah. Para pemangku praktek, profesi PLS, pengambil kebijakan, dan pemangku kajian PLS perlu memahami peta ini agar dapat mengarahkan perhatiannya secara menyeluruh dan mendalam. Dalam posisi ini, setidaknya PLS dapat diamati sebagai tiga hal yang saling terkait, yaitu: sebagai lahan garapan (field of practice), sebagai bidang kajian (field of study), dan sebagai bidang pekerjaan (line of work/profession). Bahkan ada yang menyatakan PLS sebagai sebuah pranata yang berisi seperangkat komponen dan norma, aturan dan etika. Memasuki wilayah garapan dan komunitas PLS maka seseorang perlu memahami terlebih dahulu nilai-nilai normatik-idealistik yang berlaku di wilayah garapan dan komunitas ini. Nilai-nilai itu antara lain: (1) pendidikan adalah berlangsung seumur hidup, belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa/apa saja, yang terpenting dalam kegiatan belajar PLS adalah proses, bukan hasil dan bukan pula ijasah/kredensial; (2) pendidikan harus dilaksanakan secara swa-arah, membangkitkan kesadaran kritis, dilakukan secara andragogis, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai pendidikan luar sekolah tersebut telah menjadi sebuah “ideologi” dan cara pandang dalam menyelesaikan problem-problem sosial sebagaimana makna tesis-tesis yang pernah diintrodusir oleh Soedjatmoko (1990) “Pembangunan sebagai Proses Belajar”; Edgar Faure (1972) “Belajar untuk Hidup; Kindervatter (1978) “Nonformal Education as Empowering Process”, atau Freire (1972) “Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan.” Para akademisi, pengambil kebijakan, dan praktisi PLS hendaknya memedomani atau setidaknya telah menimbang pemikiran-pemikian, teori-teori, dan prinsip-prinsip pembelajaran, pendidikan, dan pembangunan sebagaimana ditawarkan oleh para pemikir dan pakar tersebut dalam memberikan arahan dan justifikasi praktek PLS di lapangan. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Berbagai norma PLS itu bahkan telah bisa diangkat sebagai idiologi perubahan sosial terencana (pembangunan) sebagaimana paradigma pembangunan mulai dari belakang (rakyat), pendidikan sebagai praktek pembebasan, pendekatan akar rumput, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis kebutuhan nyata peserta didik, dan segala konsepsi turuannya. Praktek PLS di masyarakat, di manapun itu dan pada level kebudayaan apapun, kelembagaan PLS berentang dari yang sangat longgar, terbuka dan tidak terorganisir sampai dengan yang sangat ketat, tertutup, sangat terorganisir. Dalam bentuknya yang sangat terbuka, longgar, dan tidak terorganisir misalnya adalah forum belajar melalui magang, nyantrik, ngernet, belajar mandiri melalui sumber-sumber belajar masyarakat; termasuk dalam hal ini adalah praktek pendidikan di dalam keluarga. Incidental learning tidak termasuk dalam klasifikasi ini karena tidak memenuhi karakteristik “kesengajaan” dari proses pendidikan. Dalam bentuknya yang sangat tertutup, ketat, dan sangat terorganisir misalnya adalah kursus penjenjangan pegawai, kursus kemiliteran, pendidikan dan pelatihan kader, penataran kedinasan, dan sebagainya. Bahkan beberapa forum belajar PLS ini lebih ketat dari sekolah dalam hal persyaratan input, proses pembelajaran, dan baku mutu out put, dan baku mutu pasca pendidikan. Menurut Apps (1979) garapan PLS merentang dari persoalan pelajaran yang terkait dengan “survive for live” atau basic needs yang berupa pemenuhan kebutuhan dasar manusia sampai dengan pengisian waktu luang dan hal yang bersifat filosofis. Secara kronologis dalam sekuensi kehidupan manusia, pada PLS-lah proses belajar bagaimana mempertahankan dan melangsungkan hidup manusia, baik secara personal maupun komunal; sampai dengan pelajaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan setelah mati, dipelajari. Dalam kaitan ini Apps (1979) mengelompokkan kurikulum PLS mencakup tiga hal pokok, yaitu (1) to help people survive, (2) to help people in a community (society), dan (3) to help people discover a sense of meaning in their lives. Misi PLS yang pertama, yaitu to help people survive (membantu manusia untuk mempertahankan hidup), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk terpenuhinya Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

kebutuhan manusia tingkat dasar, yaitu makan, pakaian, dan perumahan. Bentuk programnya bisa bermacam-macam, misalnya kelompok belajar usaha (KBU), berbagai macam program pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bermata-pencaharian (pangupa jiwa, Jawa). Program-program kesehatan, gizi, keluarga berencana, pengetahuan alam (sifat-sifat alam dan cara mengendalikannya), dan sebagainya yang dimaksudkan agar hidup manusia bisa lestari dan lebih baik adalah termasuk jenis tujuan PLS ini. Misi PLS yang ke dua, yaitu to help people in a community/society (membantu manusia dalam kehidupan sosialnya), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk memfasilitasi dan mendorong manusia sebagai mahkluk sosial. Sifat dasar manusia adalah sebagai mahkluk individu dan mahkluk sosial. Pada dimensi mahkluk sosial inilah misi PLS yang ke dua ini dibutuhkan. Permasalahan yang ingin diwujudkan oleh misi PLS ini adalah bagaimana seorang manusia dapat hidup bersama dengan manusia lainnya, bagaimana setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial yang baik, serta bagaimana format kehidupan sosial yang perlu diwujudkan. Termasuk program PLS untuk tujuan ini antara lain kehidupan berumah tangga, kehidupan berbangsa dan bernegara, kehidupan bertetanggaan, inisiasi pada organisasi atau lingkungan sosial baru. Misalnya seorang mahasiswa baru membutuhkan penataran tentang cara belajar dan bertinfkah laku di kampus perguruan tinggi; atau seorang calon pengantin dilatih singkat tentang perannya sebagai suami atau istri dan orang tua anak. Misi PLS yang ke tiga, yaitu to help people discover a sense of meaning in their lives (membantu manusia menemukan makna atau nilai-nila hidup), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk memfasilitasi dan mendorong manusia sebagai mahkluk yang berTuhan, beretika dan berestetika. Pada dimensi inilah PLS berperan mewujudkan sosok manusia dan masyarakat yang memahami dan menghargai nilai-nilai hidup serta berupaya mewujudkannya dalam kehidupan antara lain dalam bentuk pelajaran dan pencarian makna hidup atau nilai-nilai hidup (values of life). Contoh program PLS yang termasuk kategori misi ini misalnya pengajian, sekolah minggu, berbagai latihan kejiwaan, meditasi, “management qalbu”, latihan pencarian makna hidup, kelompok hobi, pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

kesenian, dan sebagainya. Melalui program pendidikan tersebut hidup manusia berusaha diisi dengan nilai-nilai keagamaan, keindahan, etika dan makna. Pendek kata program PLS merentang sangat luas, baik dari dimensi waktu, isi dan tujuan pendidikan, maupun tempat dan pola transaksi pembelajarannya. Ketika sekolah terbelenggu oleh persyaratan-persyaratan formal sehingga sangat banyak mengalami keterbatasan, maka PLS dapat keluar dari semua keterbatasan itu. Di luar sekolah orang bisa belajar apa pun di kala usianya telah di atas usia sekolah, orang bisa belajar apapun yang dibutuhkan atau disukai di pusat-pusat sumber belajar yang ada di masyarakat. Pada sisi lain orang dapat mengajarkan apapun, menginformasikan apa pun, atau kampanye apa pun yang menjadi kepentingannya melalui media komunikasi dan forum belajar indigeneous maupun yang telah direkayasa. Dalam kasus di Indonesia, bidang pelajaran dan pendidikan yang tidak diajarkan di sekolah adalah garapan dan tanggung jawab pendidikan luar sekolah. Banyak masalah dan kebutuhan belajar individu dan masyarakat yang hanya bisa dipenuhi melalui teknologi (rekayasa) pendidikan luar sekolah, sementara daya jangkau dan kemampuan teknologi pembelajaran sekolah tidak bisa menyentuhnya. Kemampuan sekolah untuk menyentuh masalah-masalah sosial kependidikan yang ada di masyarakat sangat terbatas, baik karena keterbataan tempat, ruang, waktu, maupun keterbatasan sarana-prasarana. Secara sederhana dapat dikatakan, di mana ada kebutuhan belajar atau masalah sosial yang membutuhkan sentuhan pendidikan di luar sistem persekolahan, maka di situ PLS perlu hadir. Hanya PLS yang bisa menyentuh masalah-masalah buta huruf, penyakit sosial, masalah disintegrasi bangsa, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, kemampuan kewiraswastaan, trauma konflik horizontal, trauma psikologis, pengembangan hobi dan kegiatan pengisi waktu luang, sampai dengan masalah-masalah kemanusiaan dalam mencari makna hidup. Meskipun retorika semacam ini sering diucapkan berbagai pihak namun aktualisasinya sering mengalami kendala dan keterbatasan terkait sumberdaya pembelajaran dan masalah-masalah kejiwaan dan budaya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Dalam kaitan ini paudni atau PLS tidak sekedar sebagai substitusi bagi mereka yang tidak memperoleh pendidikan formal, tetapi lebih dari itu, yakni sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan pendidikan formal. Dirjen PNFI, Hamid Muhammad (2009) mulai mengintrodusir peran PNFI (baca: paudni) yang lebih luas lagi, yakni sebagai ”pilihan” dalam arti alternatif layanan pendidikan yang diprioritaskan, baik oleh subjek belajar maupun oleh perancang program belajar. Fenomena ini telah muncul cukup lama di mana ada di antara warga masyarakat yang memilih belajar di jalur pendidikan luar sekolah dalam upaya untuk mendapatkan pendidikan. Sensasi yang terkahir adalah munculnya praktik sekolah rumah (home schooling) sebagai wujud praktik pendidikan di luar sekolah sebagai pilihan dalam mengembangkan diri. Dalam hal ini, PLS berperan sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap terhadap pendidikan formal yang dipandang tidak cukup lagi mampu menampung konsep dan kebutuhan mutakhir layanan pendidikan nonformal dan informal. Hadirin yang saya mulyakan Perubahan “label” dan keberpihakan kebijakan pada program-program prioritas pada pendidikan di luar sistem persekolahan bukanlah yang pertama kali terjadi. Literatur sejarah pendidikan nasional Indonesia menyebut bahwa cikal bakal pendidikan nonformal adalah apa yang disebut sebagai “pendidikan masyarakat”, biasa disebut dengan singkatan “Penmas”. Bahkan pada jaman penjajahan Belanda, para tokoh pergerakan nasional dan pejuang kemerdekaan sering mengadakan kursus-kursus khusus bagi wanita, kursus pengetahuan umum atau politik bagi warga masyarakat, dan juga pendidikan kepanduan dan keolahragaan bagi para pemuda (Mestoko, 1986; Hamidjojo, 1956). Apa yang dilakukan para tokoh pergerakan dan pejuang kemerdekaan itu pada dasarnya adalah aktivitas pendidikan nonformal. Pada jaman pendudukan Jepang, pendidikan masyarakat disebutnya “pendidikan rakyat” (Mestoko, 1986:240). Coombs (1974) mendefinisikan pendidikan nonformal dalam perspektif yang luas, yaitu sebagai setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem pendidikan formal, bisa sebagai kegiatan mandiri/tunggal atau menjadi bagian dari kegiatan yang lebih Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

besar, yang ditujukan untuk memberikan layanan pendidikan kepada sasaran didik yang tujuan belajarnya teridentifikasi secara jelas dan spesifik. Dalam konteks ini pendidikan formal dianggap hanya salah satu saja dari komponen sistem pendidikan di samping komponen pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Peran pendidikan nonformal sejajar dengan pendidikan formal dalam sistem pendidikan nasional. Peran pendidikan nonformal menjadi lebih besar lagi apabila dikaitkan dengan upaya mewujudkan masyarakat belajar (the learning society). Pendidikan luar sekolah menyediakan peluang pendidikan melalui berbagai program pembelajaran yang dikembangkan secara luwes. Dari sisi sasaran didik, pendidikan luar sekolah memiliki cakupan garapan yang sangat luas serta besar variabilitasnya. Sasaran didik yang dilayani adalah kelompok masyarakat, mulai dari anak usia dini sampai lanjut usia, untuk memenuhi kebutuhan belajarnya, dan kegiatan pendidikannya berlangsung sepanjang hayat. Pada kapasitas inilah pendidikan luar sekolah bersifat beragam sasaran (multi audience), baik individu, kelompok, komunitas, maupun masyarakat luas. Peserta didik tidak saja ditinjau dari karakteristik individu seperti usia, jender, pekerjaan, melainkan juga dari faktor sosial, budaya dan geografis. Ditinjau dari faktor tujuannya, pendidikan luar sekolah menyediakan berbagai program pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar yang sangat luas, baik jenis, tingkatan, maupun cakupannya. Dalam hal ini muncul ciri PLS yang bersifat beragam tujuan. Ditinjau dari faktor penyelenggara, PLS memiliki keragaman yang luas, baik yang berada di bawah koordinasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun lembaga kemasyarakatan lainnya. Bentuk penyelenggaraan satuan PLS beragam yang terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dalam berbagai situasi inilah pendidikan luar sekolah menunjukkan karakteristik sebagai praktik pendidikan yang luwes dan fungsional. Pada kapasitas inilah pendidikan luar sekolah bersifat beragam agensi (multi agencies),

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Kebutuhan terhadap layanan PLS dewasa ini semakin meningkat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan kualitas hidup yang semakin meningkat. Pada saat ini tidak kurang dari 39 ribu satuan PLS yang memberikan layanan berbagai jenis program PNF kepada 48 juta penduduk; diantarannya 8,3 juta dilayani melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program pendidikan keaksaraan, dan 1,5 juta mengikuti program keterampilan teknis melalui berbagai macam kursus dan pelatihan (Ditjen PLSP, 2006). Berbagai hasil penelitian menujukkan bahwa keberhasilan pendidikan anak di tingkat sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh kesiapan anak untuk pertama kali memasuki dunia pendidikan formal di sekolah dasar. Kesiapan belajar itu akan lebih besar apabila anak memperoleh kesempatan mendapatkan rangsangan pengembangan potensi fisik dan psikologisnya dalam masa usia dini baik melalui kelompok bermain, sekolah taman kanakkanak atau kegiatan lain yang merangsang pertumbuhan kecerdasannya. Hadirin yang saya mulyakan. Sejarah kehadiran institusi Pendidikan Luar Sekolah di Indonesia, dimulai jauh sebelum kelahiran Bangsa Indonesia itu sendiri. Hamidjojo (1957) memulai uraian tentang sejarah Pendidikan Masyarakat di Indonesia dengan menggambarkan cita-cita Bangsa Indonesia untuk mendidik masyarakat dengan disertai perwujudannya berupa usaha-usaha nyata oleh para kaum terpelajar, pemimpin, dan pemuka masyarakat. Pada waktu itu, di tengah kancah revolusi kemerdekaan banyak kaum terpelajar, pemimpin dan pemuka masyarakat menyingkir dan melanjutkan perjuangan bersenjata dan politik ke desa-desa. Di sanalah mereka menyadari perlunya mendidik masyarakat, tidak saja bagi kepentingan niat dan misi suci kemanusiaan, tetapi juga bagi kepentingan dukungan keberhasilan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pertempuran dan kekedjaman jang mengganas pada waktu itu telah memaksa orang dari kota2, djuga para pemimpin, pemuka dan kaum terpeladjarnja untuk mengungsi ke-daerah2 pedusunan, dan hidup, berdjuang dan menderita ber-sama2 dengan masjarakat tani dan desa pada Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

umumnja. Semuanja itu telah memberi kesadaran jang lebih mendalam dikalangan orang2 dan pemimpin serta pemuka rakjat dan kaum terpeladjar pada umumnja akan kekurangan2 jang ada pada sesama bangsanja, terutama dalam hal kurangnja pengertian, kemelaratan dan kesengsaraan (Hamidjojo, 1957:44). Demikianlah gambaran romantik yang terjadi pada tahun 1946 tentang awal mula munculnya gerakan Pendidikan Masyarakat di Indonesia. Seiring dengan keinginan dan desakan dari berbagai pihak maka pada tanggal 1 Juni 1946 di dalam kementerian P.P. dan K. diadakan satu bagian khusus yaitu Djawatan Pendidikan Masyarakat. Secara formal (kedinasan) program Djawatan Pendidikan Masyarakat yang semula disebut dengan istilah P.B.H (Pemberantasan Buta Huruf), atau Kursus P.B.H. dengan berbagai macam variannya seperti K.K.O.D. (Kursus Kemasjarakatan Orang Dewasa), atau KBU (Kelompok Belajar Usaha), K.K.M. (Kursus Kader Masjarakat), T.P.M. (Taman Pustaka Masjarakat), atau Perpustakaan Desa. Ada lagi Program Kepanduan, Kepemudaan, Kewanitaan, dan Keolahragaan (Cf. Hamidjojo, 1957). Dalam perkembangannya praktek Pendidikan Masyarakat tidak sebatas pada program-program “pemberantasan buta huruf” dan pendidikan bagi kaum tak beruntung (education for disanvantage groups), melainkan juga mengkaji program pendidikan yang ditujukan untuk kebutuhan aktualisasi diri dan citra diri (self actualization and self esteem). Di daerah perkotaan di Indonesia, sangat banyak program-program pendidikan dan pelatihan, baik berupa kursus, kelompok belajar, maupun pusat belajar (learning center) yang menyediakan layanan pendidikan bagi kaum berada (the haves) untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan peningkatan citra diri. Sebut misalnya kursus kecantikan, kursus kepribadian, pelatihan penggunaan piranti komunikasi elektronik, dan pendidikan dan latihan spiritual (dan keagamaan) yang bertujuan untuk mendapatkan dan memaknai nilai-nilai hidup (kehidupan manusia). Semua kebutuhan belajar yang demikian tidak bisa dilayani oleh sub-sistem pendidikan pada jalur persekolahan. Peranan PLS dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul di masyarakat masih belum banyak dikenal oleh banyak kalangan termasuk para pendidik. Pendidikan luar Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

sekolah (baca: Pendidikan Nonformal) yang oleh para ahli didefinisikan sebagai upaya pelayanan pendidikan yang diprogram secara sistematik, berencana dan terorganisasi kepada mereka yang ingin menambah, melengkapi dan mengganti, kekurangan pengetahuan, keterampilan dan sikap di luar sistem persekolahan, belum banyak dipahami orang. Coombs (1983) mendefinisikan sebagai kegiatan belajar yang terorganisasi untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu bagi sekelompok sasaran didik, yang dilaksanakan di luar sistem persekolahan. Archibald Callaway dalam Brembeck (1983) mendefinisikan PLS sebagai suatu bentuk kegiatan belajar yang berlangsung di luar sekolah dan universitas. Harbison dalam Brembeck (1983) mengintrodusir pendapat tentang PLS sebagai pembentukan skills dan pengetahuan di luar sistem sekolah formal. Di luar sistem pesekolahan artinya tidak mengikuti sepenuhnya kaidah-kaidah yang diberlakukan dalam sistem persekolahan, seperti jenjang, kesebayaan usia, ketenagaan yang profesional, ijazah, periodesasi, dan lain-lain. Pemaknaan PLS yang demikian menimbulkan kerancuan karena PLS disamakan dengan pendidikan nonformal, pendidikan massa, dan pendidikan orang dewasa. Pendidikan nonformal sebagai subsistem pendidikan nasional, selain memberikan kontribusi terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui program pendidikan keaksaraan dan kesetaraan, juga terhadap peningkatkan kesiapaan anak masuk pendidikan formal, penuntasan program wajib belajar sembilan tahun, pembibitan calon pemimpin di kalangan kaum muda, peningkatan harkat dan martabat perempuan, serta peningkatan kompetensi keterampilan. Perkembangan peran pendidikan nonformal dalam sistem pendidikan nasional dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode pra-kemerdekaan, periode setelah kemerdekaan, periode pembangunan, dan periode reformasi. Pertama, berbeda dengan pendidikan formal yang didorong oleh kebutuhan pemerintah untuk mempersiapkan calon pegawai pemerintah, dalam hal ini pemerintah Hindia Belanda, pendidikan nonformal pada zaman pra-kemerdekaan lebih didorong oleh kebutuhan masyarakat (community driven). Kebutuhan pendidikan nonformal lebih banyak Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

didorong oleh terbatasnya penduduk pribumi yang memperoleh kesempatan pendidikan pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh karena itu peran pendidikan nonformal lebih banyak sebagai substitusi dari pendidikan formal bagi yang tidak memperoleh pendidikan formal dengan fokus utama untuk pemberantasan buta huruf dalam hal membaca, menulis dan berhitung, diselenggarakan oleh swasta melalui swadaya masyarakat dengan sasaran utama orang dewasa. Dengan desakan dari Kongres Perempuan Indonesia ke-2 pada tahun 1935 dan mosi Putri Budi Sejati, pendidikan rakyat (masyarakat) tumbuh subur dan didorong dengan tujuan utama untuk (i) memberikan pelatihan keprajuritan bagi pemuda dan pemudi; (ii) memberikan pendidikan pada orang dewasa; (iii) pendidikan khusus bagi kaum ibu; dan (iv) memberikan layanan bahan bacaan dengan memajukan perpustakaan, penerbitan, surat kabar dan majalah (Depdikbud, 1995:50-51). Pada masyarakat yang beragama Islam, kebutuhan melek huruf itu tidak saja diartikan sebagai huruf Latin, tetapi juga huruf Arab dan pengetahuan keagamaan yang tidak diajarkan di sekolah formal. Inilah yang mendorong didirikannya pesantren dan madrasah guna memenuhi kebutuhan tersebut. Kedua, pada awal kemerdekaan akses untuk memperoleh pendidikan sekolah dasar masih sangat terbatas. Hanya sekitar 2,5 juta orang saja yang memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan sekolah dasar dan sekitar 90 ribu orang yang memperoleh kesempatan pendidikan tingkat sekolah lanjutan pertama (Depdikbud, 1995:96-97). Hanya sekitar 3 persen warga negara Indonesia yang dapat memperoleh akses terhadap pendidikan formal. Pada tanggal 1 Juni 1946 untuk pertama kali dibentuk Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian PP dan K dengan tugas: (i) memberantas buta huruf; (ii) menyelenggarakan kursus pengetahuan umum; dan (iii) mengembangkan perpustakaan rakyat. Melalui metode kerja Panca Marga pendidikan nonformal yang berbentuk pendidikan masyarakat mempunyai lima program utama, yaitu: (i) melestarikan dasardasar pengertian untuk membangun masyarakat dengan melaksanakan pendidikan dasar untuk masyarakat; (ii) membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dengan melaksanakan kader masyarakat; (iii) menyediakan dan menyebarkan bacaan dengan mengadakan perpustakaan atau taman bacaan masyarakat; (iv) memfungsionalkan golongan wanita dengan melaksanakan pendidikan kewanitaan; dan (v) memfungsionalkan golongan pemuda dengan melaksanakan pendidikan taruna karya. Pada periode ini peran pendidikan nonformal lebih difokuskan dalam bentuk pendidikan masyarakat yang target sasarannya mencakup pemuda dan pemudi sebagai kader masyarakat. Peran pendidikan nonformal diujudkan dalam bentuk pendidikan masal (mass education) dengan metode kampanye (campaign). Pendidikan nonformal tidak sebatas sebagai substitusi tetapi telah meningkat menjadi suplemen pendidikan formal dalam pembangunan masyarakat. Ketiga, dalam periode pembangunan, tuntutan penyelenggaraan berbagai progam pendidikan nonformal dalam bentuk program pasca tiga buta untuk meningkatkan kesejahteraaan ekonomi masyarakat merupakan kebutuhan yang tumbuh selaras dengan tumbuhnya kemampuan ekonomi nasional. Sebagai program pasca pemberatasan bura huruf diwujudkan dalam bentuk pendidikan kesetaraan sekolah dasar yang diintegrasikan dengan pendidikan mata pencaharian dan peningkatan keterampilan untuk memasuki dunia usaha yang sedang tumbuh selaras dengan pertumbuhan ekonomi bangsa dengan menggunakan pendekatan kelompok belajar, bekerja sambil belajar, untuk mengejar ketinggalan (disingkat Kejar). Ada lima program utama yang dikembangkan, yaitu: (1) Kejar pendidikan dasar melalui program pemberantasan buta huruf fungsional dengan cara belajar paket A. (2) Kejar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga yang ditujukan untuk menciptakan keluarga sejahtera dengan mempelajari 10 pokok keluarga sejahtera. (3) Kejar Pendidikan Mata Pencaharian untuk memperoleh keterampilan bagi masyarakat yang dipergunakan untuk memperoleh mata pencaharian. (4) Pendidikan kejuruan masyarakat yang memberikan keterampilan kejuruan tertentu. (5) Kursus-kursus keterampilan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Mulai tahun 1978, Kejar Pendidikan Dasar dikembangkan menjadi program pemberantasan buta huruf gaya baru dilakukan dengan pendekatan andragogy dan dikaitkan dengan upaya peningkatan ekonomi dan berbagai bidang kehidupan. Pada waktu Presiden Republik Indonesia menyampaikan pidato kenegaraan dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 16 Agustus 1978, diungkapkan strategi perluasan kesempatan belajar melalui pernyataan sebagai berikut.

"Usaha lain untuk memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan ditempuh melalui program kerja dan belajar atau "Program Kejar", yang khusus diarahkan untuk mereka yang berada di luar sekolah dengan memberikan pengetahuan dasar, cara berpikir dan keterampilan, tanpa harus meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. Di desa-desa, Program Kejar ini dikaitkan dengan program pemberatasan buta aksara Latin, angka, buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar" (Depdikbud, 1995:173).

Dengan menggunakan 100 buku Paket A warga belajar tidak hanya mempertahankan kemampuan baca-tulis-hitung (calistung), tetapi juga memperoleh keterampilan hidup guna menunjang kesejahteraannya. Melalui program Kejar Pendidikan Mata Pencaharian, modal dan keterampilan diberikan sebagai bekal untuk menjalankan usaha sendiri secara berkelompok. Dalam perkembangannya, Kejar Paket A dilengkapi dengan Kejar Paket B untuk memberikan kesempatan kepada orang dewasa maupun para lulusan SD/MI yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal setingkat sekolah menengah pertama. Pada periode ini, pendidikan nonformal dianggap merupakan instrumen strategis untuk pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, terutama pendidikan dasar dalam rangka menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar enam tahun. Melalui Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, seluruh program pendidikan nonformal diberi nomenklatur Pendidikan Luar Sekolah, yang Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

bentuknya dapat berupa pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan. Keempat, periode reformasi. Pada periode ini tuntutan masyarakat terhadap pendidikan nonformal semakin besar sejalan dengan berkembangnya empat hal, yaitu a) disadari pentingnya pendidikan anak usia dini, b) semakin banyaknya anak putus sekolah, c) semakin pentingnya pendidikan nonformal sebagai suplemen pendidikan formal dalam keterampilan untuk hidup, dan d) semakin meningkatnya proporsi usia produktif. Salah satu reformasi di bidang pendidikan adalah direvisinya undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dengan diberlakukannya UU Nomor 20 Tahun 2003. Dalam UU ini nomenklatur pendidikan nonformal dan pendidikan informal dipergunakan sebagai pengganti istilah "pendidikan luar sekolah" yang dipergunakan dalam UU sebelumnya. Sebagaimana sejarah perkembangaan konsep pendidikan nonformal dalam konteks internasional, perkembangan makna pendidikan nonformal di Indonesia, kurang lebih sama seperti yang diuraikan di atas. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 memberikan landasan konsepsional bahwa berbeda dengan pendidikan formal yang banyak diselenggarakan oleh pemerintah, pendidikan nonformal pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Difinisi operasional a la UU No. 20 Tahun 2003 ini sejatinya telah membelenggu atau membatasi makna pendidikan nonformal itu sendiri, karena ada kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal yang lepas sama sekali dengan kepentingan persekolahan. Ada penyelenggaraan pendidikan nonformal dan pendidikan informal yang sama sekali tidak terkait dengan kepentingan persekolahan.

D. COMPLEMENTARY EDUCATION Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Konsepsi pendidikan nonformal sebagai “anunya” sekolah karena merujuk pendapat David R. Evans sebagaimana dikutip Marzuki (2010) yang mengkategorikan pendidikan nonformal berdasarkan peranan dan fungsinya terhadap sekolah yaitu sebagai (1) complementary education, (2) suplementary education, dan (3) replacement education. Konsep inilah yang selanjutnya banyak dirujuk oleh ahli pendidikan di Indonesia termasuk para ahli pendidikan luar sekolah, dan diadopsi dalam peraturan perundangan tentang sistem pendidikan nasional di Indonesia tahun 2003. Complementary education, artinya pendidikan nonformal berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah karena biasanya kegiatan belajarnya tidak cocok untuk disajikan di kelas atau sekolah. Suplementary education, artinya pendidikan nonformal berfungsi sebagai tambahan pendidikan setelah mereka tamat dari sekolah, karena ketika di sekolah tidak mendapatkannya. Replacement education, artinya pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak dapat menikmati sekolah, biasanya berupa keterampilan dasar membaca, menulis berhitung dan pengetahuan-pengetahuan praktis seperti kesehatan, nutrisi, berkeluarga, bermasyarakat, berwarga negara, pertanian, dan lain-lain. Dalam sejarah kehidupan manusia, pendidikan dilaksanakan melalui proses informal yang terpadu dalam kehidupan sehari-hari. Manusia belajar bahasa, bertingkah laku, belajar nilai-nilai untuk menjadi anggota yang efektif dari suatu masyarakat, dan belajar melalui individu-individu dalam masyarakat. Porsi belajar yang paling besar adalah melalui peniruan yang dikombinasikan dengan belajar sambil bekerja. Keterampilan yang agak khusus dipelajari melalui magang, yakni belajar menjadi pembantu orang-orang terampil, sampai suatu saat mereka melepaskan diri atau dilepas untuk bekerja secara mandiri. Sebagai suatu kegiatan pendidikan kepada anak manusia, keberadaan pendidikan di luar setting sekolah dimulai sejak manusia ini ada, karena sekolah lahir belakangan sebagai kegiatan pendidikan berkelompok yang dilakukan oleh seorang yang dianggap memiliki kemampuan lebih yang oleh orang tua dianggap perlu untuk diajarkan kepada anakanaknya. Sekolah lahir sebagai akibat perubahan yang terjadi di masyarakat dengan berbagai pengetahuan yang semakin luas dan keahlian yang semakin spesifik dan sulit Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diajarkan oleh orang tua. Pada awalnya sekolah masih sederhana dengan mendatangkan guru untuk mengajar sekelompok anak di lingkungan istana. Sesuai dengan perkembangan jaman kegiatan tersebut tidak lagi sesederhana itu. Ia memerlukan suatu lembaga yang diurus oleh sejumlah orang dengan pembagian tugas yang berbeda dan memerlukan pengaturan atau pengelolaan yang lebih baik. Perkembangan itu semakin kompleks dengan sarana dan prasarana yang semakin canggih seperti sekolah-sekolah modern sekarang ini. Sebenarnya sekolah datang lebih kemudian daripada format pendidikan informal dalam sejarah manusia, dan hanya beberapa ratus tahun saja dalam sejarah Eropa, yang sudah tentu merupakan upaya sejumlah kecil dalam persentase penduduk dunia. Di negara berkembang kedatangan sekolah baru sekitar 50 tahun yang lalu. Belakangan timbul kesadaran baik di negara berkembang maupun negara maju bahwa sekolah memiliki banyak keterbatasan dan semakin banyak tugas-tugas pendidikan yang tidak dapat dikerjakan oleh sekolah sehingga sekolah bukan lagi merupakan kendaraan terbaik untuk mengantarkan menjadi masyarakat terdidik. Demikian esensi pendapat David M. Evans (1981) dalam memaparkan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Bentuk pendidikan tertua sudah tentu adalah pendidikan yang berlangsung di rumah dan masyarakat. Pendidikan ini berlangsung secara alami sebagaimana juga binatang yang dibekali instink untuk memelihara anaknya. Hanya saja pada manusia lebih berkembang sebagai

hasil

belajar

karena

manusia

memang

makhluk

belajar

yang

dapat

mengembangkan tingkah lakunya. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua maupun masyarakat yang tidak atau kurang terorganisir itu biasa disebut pendidikan informal. Kegiatan pendidikan di luar setting sekolah dimaksud adalah pendidikan yang diajarkan oleh keluarga dan masyarakat yang belum terorganisir yang sekarang dikenal sebagai pendidikan informal, meskipun tidak berarti pendidikan informal adalah pendidikan keluarga. Pendidikan luar sekolah secara terorganisir dengan program yang sistematik memang lahir kemudian, dan selanjutnya disebut sebagai sistem/subsistem pendidikan Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

nonformal. Evans menyebutnya sebagai anggur lama dimasukkan ke dalam botol baru atau “old wine in new bottles,” artinya ia bukan barang baru. Konsep pendidikan nonformal menurut Evans adalah kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem pendidikan formal yang menempatkan pendidikan nonformal sebagai bagian dari keseluruhan konsep terpadu dari sistem pendidikan. Dalam konsep itu Evans juga memberikan penekanan pada ciri-ciri antara lain sebarannya sangat luas, partisipatif, melibatkan kerja organisasi kemasyarakatan, perkumpulan swasta, lebih mementingkan tindakan pada tingkat lokal, namun pada saat yang sama menimbulkan kerancuan yang lebih kompleks antara perencanaan pendidikan nonformal dan sistem pendidikan pada umumnya yang mempertimbangkan tujuan pembangunan nasional. Apabila pada awal mulanya gerakan Pendidikan Masyarakat atau PLS atau pendidikan nonformal hanya ditujukan untuk memberantas buta huruf dan pendidikan politik akan perlunya perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka pada perkembangan terakhir pendidikan luar sekolah telah berkembang menjadi sebuah enterprise yang sangat luas wilayah garapnya dan bervariasi jenjangnya seiring dengan prinsip belajar dan pendidikan seumur hidup. Ditinjau dari faktor tujuan belajar/pendidikan, pendidikan nonformal bertanggung jawab menggapai dan memenuhi tujuan-tujuan yang sangat luas jenis, level, maupun cakupannya. Dalam kapasitas inilah muncul ciri pendidikan nonformal yang bersifat multi purposes. Ada tujuan-tujuan pendidikan nonformal yang terfokus pada pemenuhan kebutuhan belajar tingkat dasar (basic education) semacam pendidikan keaksaraan, pengetahuan alam (natural knowledge), keterampilan vokasional (social economic wellbeing), pengetahuan gizi dan kesehatan, sikap sosial berkeluarga dan hidup bermasyarakat (positive attitude, household, and social relationship), pengetahuan umum dan kewarganegaraan (functional knowledge and skill for civic participation), serta citra diri dan nilai hidup (self esteem and meaning of life). Ada juga pendidikan nonformal yang ditujukan untuk kepentingan pendidikan kelanjutan (continuing education) setelah terpenuhinya pendidikan tingkat dasar, serta Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup. Contoh program pendidikan nonformal yang ditujukan untuk mendapatkan dan memaknai nilai-nilai hidup misalnya pengajian, sekolah minggu, berbagai latihan kejiwaan, meditasi, “manajemen qalbu”, latihan pencarian makna hidup, kelompok hoby, pendidikan kesenian, dan sebagainya. Dengan program pendidikan ini hidup manusia berusaha diisi dengan nilai-nilai keagamaan, keindahan, etika, dan makna hidup. Dalam kapasitas inilah pendidikan nonformal memiliki sifat multi purposes. Ditinjau dari faktor agensi atau provider (penyedia layanan), pendidikan nonformal memiliki variabilitas agensi yang besar dan beragam, baik yang berada di bawah koordinasi pemerintah, swasta, LSM, atau masyarakat luas lainnya. Dalam kapasitas inilah pendidikan nonformal memiliki sifat multi agencies. Perkembangan agensi ini telah diikuti pula oleh perkembangan “profesi” pendidik pendidikan nonformal dengan variasi jenis dan tingkat pekerjaan dari yang setara “tukang” sampai dengan tenaga professional, dan tenaga ahli. Dalam kapasitasnya sebagai pelengkap pendidikan sekolah (complementary education), dalam makna pendidikan nonformal berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah, terdapat tiga forum, program, dan satuan pendidikan nonformal yang terselenggara untuk kepentingan ini, yaitu lembaga bimbingan belajar, les privat, dan kursus. Beberapa sekolah juga menyelenggarakan jam pelajaran tambahan (JPT). Walaupun belum ada temuan penelitian yang kredibel, tidak sulit untuk menemukan bukti bahwa sangat banyak siswa sekolah dan lulusan sekolah yang terlibat dalam kegiatan pendidikan nonformal, khususnya dalam bentuk bimbingan belajar dan les privat, guna melengkapi kompetensi atau lebih tepatnya penguasaan materi pelajaran yang didapat di sekolah. Kesertaan warga masyarakat dalam pendidikan nonformal pelengkap pendidikan sekolah tidak hanya diikuti oleh siswa yang masih duduk di bangku sekolah, melainkan juga diikuti oleh para lulusan sekolah yang hendak mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa dan siswa baru di perguruan tinggi atau sekolah lanjutan berikutnya. Maraknya Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

lembaga bimbingan belajar (Bimbel atau LBB) di setiap kota merupakan indikasi larisnya layanan pembelajaran pelengkap ini. Sayangnya belum ada penelitian kredibel yang memberikan bukti ilmiah tentang berbagai variabel keberadaan LBB, misalnya sumbangan efektifnya terhadap peningkatan kompetensi atau penguasaan materi siswa, bagaimana profil siswa dan lulusan sekolah yang mengikuti bimbingan belajar pada LBB, berapa banyak dana masyarakat yang beredar pada program LBB, bagaimana sistem penjaminan mutunya, bagaimana modus pemasarannya, dan sebagainya. Dua judul penelitian terbatas yang dilakukan secara terpisah oleh dua orang mahasiswa yaitu Pradana (2010) dan Pratesnya (2012) setidaknya memberikan bukti awal bahwa peran pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan sekolah cukup berarti. Pradana (2010:54, 59) menemukan bahwa 56% mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UM menyatakan pernah mengikuti kursus bahasa Inggirs ketika duduk di bangku sekolah, di mana proporsi kesertaan yang paling tinggi adalah ketika sekolah di tingkat SLP. Ketika dihubungkan dengan kemampuan berbahasa Inggris yang diwakili dengan indikasi sekor kemampun setara TOEFL ditemukan bahwa pengalaman mengikuti kursus bahasa Inggris memberikan sumbangan efektif yang signifikan sebesar 16,75%. Sedangkan latar belakang sosial ekonomi sebagai variabel dependen yang lain tidak memberikan sumbangan efektif yang signifikan walaupun sumbangan efektifnya juga cukup besar (14,19%). Ini berarti kemampuan berbahasa Inggris (mahasiswa FIP UM) dipengaruhi oleh pengalaman kesertaan mereka pada kursus bahasa Inggris ketika masih duduk di bangku sekolah sebelumnya. Dalam penelitian ini memang tidak dilacak bagaimana sumbangan variabel mutu pembelajaran bahasa Inggris di sekolah mereka terhadap kemampuan berbagai Inggris tersebut. Hasil penelitian Pratesnya (2012) terhadap siswa sebuah SMP Swasta di Kota Malang, menunjukkan bahwa semua siswa diwajibkan mengikuti jam belajar tambahan (JPT) di mana 65,2% siswa mengaku mengikuti dengan sungguh-sungguh, 8,3% siswa mengikuti Bimbel, 9,7% mengikuti les privat, dan sekitar 9,7% mengikuti kursus yang terkait dengan mata pelajaran sekolah seperti kursus bahasa Inggris, kumon, mental aritmatika, dan sebagainya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Tidak sulit unuk menemukan bukti lain melalui pengamatan umum di kota-kota besar betapa banyak siswa sekolah, mulai dari SD hingga perguruan tinggi yang mengikuti program pendidikan nonformal di luar jam belajarnya di sekolah. Lembaga bimbingan belajar (LBB) marak ada di mana-mana, baik yang didirikan secara lokal di setiap daerah maupun yang bersifat sebagai waralaba (francise) dari merek-merek lembaga bimbingan belajar yang terkenal. Sebagaimana LBB GO (Ganesha Operasion) dan Prima Gama yang cabangnya/waralabanya ada hampir di semua kota besar di Indonesia. Pada sekolahsekolah favorit dengan tingkat persaingan belajar yang tinggi, keberadaan LBB dan kesertaan siswa pada LBB atau les privat di luar jam belajar sekolah proporsinya dapat diperkirakan mendekati angka 100%. Bahkan siswa lulusan SLTA yang belum diterima di perguruan tinggi banyak yang melibatkan diri pada LBB, les privat, belajar kelompok, komunitas belajar bersama, atau menjelang seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi. Namun sayangnya tidak ada komunikasi dan kordinasi antara skolah dengan lembaga bimbingan belajar, les privat, atau bentuk lain program pendidikan luar sekolah yang kompelentari terhadap sekolah tersebut. Keberadaan berbagai LBB dan les privat tersebut lebih didorong karena kebutuhan (demand drivent) dari pihak orang tua siswa dan para siswa yang merasa belum cukup belajar di sekolah dan atau karena kehawatiran tidak akan lulus ujian akhir atau ujian seleksi siswa/mahasiswa baru bila tidak menambah kegiatan belajar di luar sekolah tersebut. Implikasi dari model belajar melalui bimbingan belajar yang demikian tentu tidak akan sinkron dengan desain pendidikan yang dirancang untuk mencapai SKL (standar kompetensi kelulusan), terutama yang berkenaan dengan pencapaian tujuan pendidikan pada ranah nilai dan moral. E. KONEKSITAS, KOMPATIBILITAS, INTEGRASI, DAN KOHERENSI (KKIK) ANTAR JALUR PENDIDIKAN Keharusan bagi Sistem Pendidikan Nasional untuk mengembangkan jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana sebenarnya sangat jelas tersirat maupun tersurat dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

UU tersebut secara berurutan menarasikan bahwa (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, (2) pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, (3) sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dan (4) jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Berkenaan dengan jalur pendidikan, dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasionan, Bab VI pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa ”Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertera di Bab II pasal 3 yang menyatakan ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pada bab dan pasal yang lain, yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-undang tentang Sitem Pendidikan Nasional tersebut menyatakan hal-hal sebagai berikut: • • • • •

Pasal 4 ayat (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Pasal 5 ayat (1): setiap warga negara mempunyai hak yang sama utnuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pasal 5 ayat (5): setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Pasal 13 ayat (1): jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pasal 26 ayat (3): Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hayat, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan pelathan kerja,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012



pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pasal 26 ayat (6): Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional penilaian.

Berdasarkan ketentuan dan narasi tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa, pertama, jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan satu kesatuan di dalam Sistem Pendidikan Nasional yang satu sama lain dapat saling melengkapi dan memperkaya; kedua, ketiga jalur pendidikan yang terintegrasi di dalam Sistem Pendidikan Nasional merupakan usaha sadar dan terencana untuk terwujudnya kualitas manusia Indonesia sebagaimana yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional. Dalam kenyataan empiris, yang disebutkan pertama maupun kedua belum terpenuhi sebagaimana mestinya. Jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal masih belum dikembangkan sebagai usaha sadar dan terencana oleh Kementerian Pendidikan Nasional sehingga dengan sendirinya (1) jalur pendidikan informal tidak dapat saling melengkapi dan memperkaya dengan kedua jalur pendidikan lainnya, dan (2) jalur pendidikan informal tidak memiliki kekuatan pembentuk bagi terciptanya kehidupan sehari-hari yang edukatif guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Ketentuan UU Sisdiknas Pasal 27 ayat (1) sampai dengan ayat (3) sebetulnya telah memberi dasar kebijakan operasional bagi pendidikan informal, namun substansi ayat-ayat tersebut memaknai pendidikan informasi sebatas ”belajar mandiri” dalam kerangka sebagai substitusi pendidikan formal. Hal tersebut tentu saja mereduksi makna pendidikan informal sebagai wahana pembelajaran yang sangat luas dan tak terbatas, baik dalam cakupan konten maupun tempat dan waktu. Dalam tataran praktik, sebetulnya telah terdapat program-program atau kegiatan yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk intervensi edukatif pada lingkungan sosial sehingga dapat menjadi sumber pemicu belajar bagi siapa pun yang terkena terpaan event

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

tersebut. Misalnya program taman bacaan masyarakat (TBM), balai belajar bersama, posyandu, berbagai lomba dan festival, jambore, dan sebagainya pada hakikatnya merupakan intervensi agar tercipta lingkungan yang mendidik. Berbagai praktik semacam itu masih belum dikelola oleh sistem pendidikan nasional dalam kerangka pengembangan jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal, karena belum ada payung kebijakan yang dijadikan dasar pengembangan program dan kelembagaan jalur tersebut. F. SIMPUL-SIMPUL KONEKSITAS DAN INTEGRASI Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi menuntu adanya keterampilan belajar sepanjang hayat yang sesuai dengan potensi, minat, dan kebutuhan peserta didik. Pada satu pihak, masyarakat cenderung menginginkan hasil pendidikan yang lebih cepat dan lebih terfokus (intisari), cepat menghasilkan (quick yielding) untuk bekerja atau berusaha mandiri. Pada sisi lain masyarakat juga tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan pengakuan hasil belajarnya secara akademik. Untuk memandu dua kepentingan tersebut peserta didik memerlukan pembelajaran yang lebih luwes, meluas, dan dinamis sesuai dengan tuntutan keadaan, kebutuhan, kondisi, dan potensi individu. Dalam hal ini relevansi pendidikan sangat diperlukan sehingga siapapun akan memperoleh manfaat setinggi-tingginya sebagai hasil dari pembelajaran dan pendidikan

yang

dijalaninya

yang

tidak

mengasingkan,

memarjinalkan

atau

mendiskriminasikan pilihan peserta didik yang menentukan jalur pendidikan tertentu. Koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan ini diharapkan mampu memberi ruang dan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk memperoleh pengakuan atas pembelajaran yang telah ditempuh melalui jalur pendidikan tertentu atau belajar mandiri oleh pemegang otoritas pengakuan hasil belajar secara susbtansial maupun secara legal formal. Setiap saat seseorang subjek belajar selalu belajar dari kejadian dan pengalamannya. KKIK menjadi pilihan untuk membuat pembelajaran yang dapat diakui dalam sistem darjah (tingkat) dan tes penempatan sehingga dapat disetarakan sesuai dengan hasil penilaian kompetensi pada pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal. Dengan demikian standar kompetensi lulusan dapat dicapai setelah Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

menempuh tes penempatan dan pembelajaran untuk mengikuti proses penyetaraan sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan yang akan dijalani. Gagasan dan implementasi KKIK antar jalur pendidikan sesungguhnya telah mulai dilakukan oleh pengambil kebijakan dan praktisi pendidikan, walaupun mungkin dilakukan secara tidak sengaja atau terlepas dari kepentingan KKIK tersebut. Beberapa kebijakan yang dapat dipandang sebagai simpul-simpul KKIK antar jalur pendidikan antara lain pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit, sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Pengakuan Hasil Belajar Pendahuluan (PHBP) atau Recognition of Prior Learning (RPL) bertolak dari realitas adanya belajar sepanjang hayat melalui berbagai sumber, baik jalur formal, nonformal, dan informal. PHBP/RPL dilakukan baik terhadap hasil belajar yang

bersertifikat

(credentialled

learning)

maupun

yang

tidak

bersertifikat

(uncredentialled learning). PHBP/RPL yang terakreditasi terjadi jika seseorang pindah dari satu satuan pendidikan formal ke satuan pendidikan perguruan tinggi lainnya, atau pernah kuliah pada perguruan tinggi yang sama, yang bersangkutan berhenti sementara untuk kemudian melanjutkan studi lagi. PHBP/RPL terhadap hasil belajar yang tidak terakreditasi meliputi berbagai pengalaman belajar yang diperoleh seseorang melalui beragam kursus, pelatihan, praktik kerja/magang, prestasi, dan pengalaman bekerja yang berlangsung sepanjang hayatnya. PHBP/RPL adalah suatu sistem pengakuan terhadap hasil belajar, pengalaman mengajar, atau kegiatan akademik lainnya yang diperoleh seseorang dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal. PHBP/RPL merupakan salah satu cara untuk mengakui kesinambungan dan keutuhan pengalaman belajar masa lalu sebagai landasan yang bermakna untuk pengalaman belajar masa kini dan masa yang akan datang. Pengalaman belajar masa lalu yang tidak terakreditasi sekalipun merupakan bagian dari keutuhan landasan yang bermakna dari pengetahuan dan keterampilan seseorang sehingga dapat

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dihargai dan diekuivalensikan dengan pengalaman belajar terakreditasi dalam dunia akademik. Pengakuan hasil belajar merupakan aktualisasi dari reformasi pendidikan di Indonesia yang menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan menjadi lebih terbuka dan multi makna. Untuk itu diperlukan diversifikasi layanan pendidikan yang sesuai dengan keragaman kondisi, kebutuhan, dan potensi peserta didik. PHBP/RPL dipersiapkan untuk menunjang kualifikasi akademik formal didasarkan pada proses ekuivalensi, yaitu proses penyetaraan atas pengalaman hasil belajar yang diperoleh sebelumnya ke dalam standar akademik, yaitu dalam bentuk SKS mata kuliah di LPTK/Perguruan Tinggi. Pola PHBP/RPL ini telah diterapkan oleh Kemdikbud untuk meningkatkan kuafilikasi dan kompetensi guru dan pendidik agar memiliki derajat pendidikan formal S1/D-IV. Dalam hal ini PHBP dilakukan dalam kepentingan optimalisasi layanan lembaga perguruan tinggi untuk peningkatan kualifikasi guru dan tenaga kependidikan lainnya sehingga mereka berpendidikan akademik sarjana S1/DIV. Regulasi pelaksanaan program ini dituangkan dalam Permendiknas Nomor 58 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan, yang ditinkdak lanjuti dengan Kepmendiknas Nomor 015/P/2009 tentang

Penetapan Perguruan

Tinggi Penyelenggara

Program Sarjana (S1)

Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. UM termasuk yang terdaftar dalam Kepmendiknas 015/P/2009 tersebut. Untuk memberikan panduan (guide line) implementasi PKBP atau yang juga disebut sebagai PPKHB (Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar) Kemdiknas (2010) telah merumuskan dan menerbitkan sebuah buku panduan berjudul Model Penilaian Portofolio Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. Namun demikian dalam implementasinya banyak mengalami kendala, tidak banyak perguruan tinggi LPTK yang berkenan menerapkan Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

model ini secara masif. Kesulitan administrasi akademik, keterbatasan prasarana dan fasilitas pembelajaran menjadi alasan keengganan penerapan model ini. Walaupun belum ada penelitian (evaluasi) yang dilakukan terhadap penerapan model ini, keengganan menerapkan model PPKHB oleh LPTK lebih disebebkan karena ketidak percayaan awak sistem program studi dan universitas terhadap efektivitas model ini dalam membentuk keutuhan kompetensi kependidikan. Konsepsi pendidikan terbuka dan multi makna diwujudkan melalui pembukaan sistem perpindahan jalur melalui proses penyetaraan yang akan menentukan kompetensi peserta didik dan kesesuaiannya terhadap tingkatan tertentu. Sistem ini memungkinkan peserta didik dapat keluar dengan berbagai alasan (masalah ekonomi, bekerja, pindah tempat, masalah keluarga, dan lain sebagainya) dan tetap berpeluang masuk kembali ke program pendidikan dengan menunjukkan rekaman standar kompetensi yang telah dicapai, misalnya melalui portofolio. Sistem satuan kredit kompetensi (SKK) berlaku pada program Pendidikan Kesetaraan baik Pogram Paket A, Paket B, dan Paket C. Pemerintah sudah berprakarsa memulai kebijakan itu dengan menerbitkan Permendiknas nomor 14 tahun 2007 tentang Standar Isi untuk program pendidikan kesetaraan tersebut. Pada lampiran Permendiknas tersebut disebutkan, “Beban belajar program Paket A, Paket B, dan Paket C dinyatakan dalam SKK yang menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran, baik melalui tatap muka, praktek keterampilan, dan/atau kegiatan mandiri”. SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran. SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum. Pada penjelasan selanjutnya tertulis, “SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran. SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum”. Salah satu alasan utama rencana penerapan sistem SKK pada pendidikan kesetaraan adalah memberikan peluang kepada warga belajar untuk belajar sesuai dengan gaya belajar Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dan tingkat kesanggupan masing-masing. Dengan sistem SKK, ada kesempatan lebih luas bagi warga belajar yang cerdas dan punya sumber daya untuk menyelesaikan pendidikan kesetaraan lebih cepat daripada bila ia harus mengikuti sistem reguler melalui pembelajaran semester dan klasikal. Model implementasi konsep SKK untuk pendidikan kesetaraan telah pernah dilakukan oleh Supriyono (2009) selama dua tahun 2008 dan tahun 2009 dengan judul Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar pada Program Pendidikan Kesetaraan dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) untuk Berbagai Media Belajar Masyarakat. Pengakuan kredit adalah penghargaan pengalaman belajar atau kegiatan akademik yang telah dimiliki oleh subjek didik yang kemudian diakui atau diakreditasi sebagai komponen dari kelengkapan keutuhan kompetensi oleh otoritas penyelenggara program pendidikan. Pengakuan kredit ini diajukan secara stelsel aktif oleh subjek didik kepada penyelenggara program pendidikan ketika seseorang melibatkan diri pada sebuah program pendidikan untuk mendapatkan sebuah kredensial tertentu pada satuan pendidikan formal atau pendidikan nonformal. Pengakuan kredit hanya bisa dilakukan apabila seseorang tercatat pada sebuah program pendidikan atau terdaftar sebagai peserta didik pada program pendidikan tertentu. Pengalaman belajar yang bisa diakui adalah pengelaman belajar yang didapat sebelum yang bersangkutan mencatatkan diri sebagai peserta program pendidikan dan/atau ketika peserta didik dalam proses menjalani program pendidikan. Sebagai ilustrasi, ketika mahasiswa pindah program studi atau perguruan tinggi maka satuan kredit semester yang pernah ditempuh dan lulus dapat diekuivalensi, ketika seorang mahasiswa akan menempuh matakuliah produksi media pendidikan di mana yang bersangkutan telah berpengalaman dalam produksi multi media (film dan/atau animasi), maka mahasiswa tersebut langsung diakreditasi pengelaman belajarnya sebagai telah menempuh mata kuliah produjksi media, tentunya setelah dilakukan proses validasi dan verifikasi. Universitas Negeri Malang secara regulatif telah menerapkan konsep pengakuan kredit ini melalui Pasal 21 pada Pedoman Pendidikan mulai edisi 2010. Yang perlu mendapat catatan penerapan konsep ini belum sepenuhnya implementatif di tingkat program studi.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Kumpul kredit adalah kegiatan mahasiswa untuk menempuh dan menyelesaikan beban studinya melalui kegiatan nonreguler. Apabila mahasiswa reguler menyelesaikan studinya melalui kegiatan perkulihan reguler sebagai mahasiswa penuh waktu (full-time student), maka mahasiswa kumpul kredit menyesaikan studinya melalui kegiatan belajar yang bersifat on-off.

Ketika memiliki waktu cukup dia akan mengikuti kegiatan

perkuliahan, namun ketika memiliki agenda lain yang lebih prioritas dia bisa cuti kuliah dengan tetap mencatatkan diri sebagai mahasiswa terdaftar di perguruan tinggi afiliasinya. Yang perlu dicatat bahwa penerapan konsep ini juga belum sepenuhnya implementatif di perguruan tinggi karena terkendala oleh kerumitan sistem administrasi kemahasiswaan dan administrasi akademik. Konsep multi entry multi exit menunjuk pada adanya peluang bagi seorang peserta didik melakukan pindah jalur, pindah satuan pendidikan, dan atau pindah jenis/jenjang program sesuai dengan situasi yang dialami. Sebagai ilustrasi, karena alasan ekonomi, keluarga, atau mobilitas geografis seorang siswa SMA tidak bisa menyelesaikan studinya di sebuah SMA asal, kemudian pindah jalur pada program Paket C, atau sebaliknya. Pada jalur pendidikan nonformal pola multi entry multi exit sudah biasa terjadi, misalnya pada program kursus Bahasa Inggris di mana mobilitas perpindahan peserta kursus antar lembaga sangat sering terjadi. Ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) atau yang juga disebut sebagai ujian nasional program paket (UNPP) diselenggarakan sebagai proses akreditasi kompetensi peserta didik program paket untuk mendapatkan pengakuan (sertifikat) pendidikan kesetaraan. Secara operasional UNPK/UNPP disiapkan bagi para peserta didik warga belajar Program Paket A, B, dan C. Karena alasan-alasan administratif dan regulatif UNPK/UNPP hanya disediakan untuk warga belajar program yang telah tercatat pada satuan-satuan

lembaga

penyelenggara

program

paket.

Secara

konseptual

pola

UNPK/UNPK bisa digunakan sebagai pintu sertifikasi kompetensi kesetaraan atau kompetensi lainnya sepanjang lembaga penyelenggara ujian/sertifikasi memiliki kredibiltas yang tinggi.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Melalui Peraturan Presiden RI nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Pemerintah Republik Indonesia berkehendak adanya acuan yang jelas tentang kesetaraan kompetensi kerja sebagai luaran lembaga/program pendidikan dengan dunia kerja yang disepekati secara nasional dan kompatibel dengan kerangka kualifikasi kerja secara internasional. Putra (2012), seorang anggota Tim IQF (Indonesian Quality Framework), menyatakan bahwa KKNI adalah penjenjangan capaian pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia. Konsep dasar KKNI sangat kompetibel dengan ide KKIK antar jalur pendidikan, dan diharapkan mampu memberi ruang dan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk memperoleh pengakuan atas pembelajaran yang telah ditempuh melalui jalur pendidikan tertentu atau belajar mandiri oleh pemegang otoritas pengakuan hasil belajar secara susbtansial maupun secara legal formal, khususnya pada dunia kerja. Peran Kemendikbud dalam peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia berbasis KKNI adalah (1) Menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan melalui Penyetaraan Jenis dan Strata Pendidikan Nasional berbasis KKNI, (2) Mengembangkan strategi dan kebijakan implementasi Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dalam sektor pendidikan, (3) Menjamin Pendidikan Sepanjang Hayat melalui pnegembangan kebijakan pendidikan berbasis Multi Entry Multi Exit yakni perpindahan antara jenis, jalur dan strata pendidikan tinggi, dan (4) Menjamin implikasi KKNI terhadap peningkatan mutu pendidikan: Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu (SPMI) sesuai dengan sasaran KKNI (Putra, 2012). Berikut ini salah satu visualisasi keterkaitan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal dengan pengakuan derajad stratifikasi kompetensi dan renumerasinya. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Pencapaian Level KKNI Melalui Berbagai Jalur

9 8 7 6 5 4 3 2 1

Gambar 3: Interaksi Pencapaian Level KKNI antara Latar Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal dan Informal, Jenjang Profesionalitas, dan Karir Jabatan (dikutip dari Putra, 2012)

Dalam gambar tersebut, sisi bawah kanan adalah interaksi dari jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai komponen pembentuk kompetensi okupasi, vokasi, dan profesional yang akan berpengaruh terhadap jenjang kompetensi kerja, jabatan, dan renumerasinya. Berapa simpul KKIK antar jalur pendidikan sebagaimana terurai di atas masih bersifat sebagain saja. Masih ada pola-pola manajemen pendidikan dan praktek bagus (best Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

practice) pendidikan yang bisa saling dipertautkan untuk terciptanya KKIK dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Tiga praktek model pendidikan lain yang bisa digunakan sebagai model implementasi KKIK adalah preseden model SKS (Sistem Kredit Semester) dan satuan kredit semester (sks) di perguruan tinggi dan pada sekolah, model SKU dan SKK (syarat kecakapan umum dan syarat kecakapan khusus) pada Gerakan Pramuka, dan model Iqro’ untuk pembelajaran huruf Arab. Pada sistem sks di perguruan tinggi, untuk memperoleh seperangkat kompetensi di pada perguruan tinggi, mahasiswa ditamsilkan memprogram/mengam-bil sejumlah satuan kredit untuk setiap satuan semester. Untuk melunasi kredit itu ia harus mengerjakan tiga kegiatan belajar secara terintegratif, yakni kuliah tatap muka, mengerjakan tugas terstruktur, dan mengerjakan tugas mandiri. Apabila ia mampu memenuhi persyaratan administratif dan tugas perkuliahan tersebut sebagaimana yang dipersyaratkan, maka dosen pembina mata kuliah di bawah panduan pedoman akademik universitas akan menyatakan mahasiswa yang bersangkutan LULUS dan memperoleh sejumlah bobot kredit sesuai yang tertera pada kurikulum program studi. Seorang mahasiswa dinyatakan lulus sebuah jenjang pendidikan tententu apabila telah mampu membukukan (lulus) semua sks yang dipersyaratkan. Model SKU dan SKK pada Gerakan Pramuka digunakan sebagai instrumen pengelolaan pengakuan kecakapan anggota Pramuka. SKU digunakan untuk mengukur dan mengakui kemampuan anggota pada kompetensi umum kepramukaan, mulai dari komitmennya

terhadap

organisasi,

kerajinannya

mengikuti

latihan-latihan,

dan

penguasaannya terhadap kompetensi umum kepramukaan. Sedangkan SKK digunakan untuk mengukur dan mengakui kemampuan anggota pada kompetensi khusus yang disebut kemampuan kesakaan, yaitu peminatan dan kompetensi khusus. Daftar satuan SKU dan SKK tertulis dalam sebuah buku saku yang harus dimiliki oleh seorang anggota Pramuka. Sepanjang hari-hari latihan, seorang anggota Pramuka belajar berbagai kecakapan hidup sesuai dengan jenjang usia dan kemampuan yang disediakan untuknya, sesuai dengan lingkungan alam--sosial yang bersangkutan. Apabila Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

ia merasa telah menguasai satu atau lebih satuan SKU/SKK, maka ia mengajukan diri untuk diuji oleh pembinanya. Setelah pembina melakukan pengukuran (asesmen) terhadap anggota yang bersangkutan dan merasa puas atas performance anggota sesuai dengan peraturan dan berlandaskan kode etik dan profesionalisme Pembina Pramuka, maka Pembina tersebut memberikan paraf yang berarti “persetujuan” pada Buku SKU/SKK yang dimiliki anggota, sebagai bukti bahwa anggota itu telah cakap mengerjakan sebuah kompetensi. Demikian seterusnya sampai sejumlah kecakapan yang dipersyaratkan pada satu jenjang jabatan terpenuhi, maka anggota Pramuka itu boleh mengajukan ujian kenaikan tingkat. Anggota Pramuka yang tidak pernah mengajukan ujian SKU dan SKK, maka yang bersangkutan tidak akan pernah mendapatkan brevet kecakapan tingkat tertentu. Iqro’ adalah metode pembelajaran membaca huruf Arab yang sangat dikenal di satuan-satuan Taman Pendidikan Al Qur’an. Dengan metode ini kemampuan membaca huruf Arab disusun secara berjenjang sebanyak enam tahapan yang disebut Iqro’ 1 sampai dengan Iqro’ 6, di mana Iqro’ 1 adalah pelajaran yang paling sederhana berupa pelajaran pengenalan abjad huruf hijaiyah beserta harokat-nya. Seorang siswa harus terlebih dulu menguasai secara sempurna (mastery) kompetensi yang tertuang pada Iqro’ 1 sebelum beranjak ke pelajaran pada Iqro’ 2; demikian seterusnya. Keterangan tingkat penguasaan kompetensi itu dicatat dalam sebuah buku semacam buku rapor yang berisi tingkatantingkatan kompetensi baca tulis secara hirarkis. Pihak yang berwenang menetapkan tingkat penguasaan itu adalah para pengajar, yakni para Ustadz atau Ustadzah (tutor). Dengan demikian setidaknya terdapat dua jenis dokumen yang dimiliki oleh setiap siswa sebagai komponen model Iqro’, yaitu buku paket belajar Iqro’ dan buku catatan laporan kemajuan belajar siswa. Berdasarkan buku laporan tingkat penguasaan kemampuan baca tulis tersebut seorang siswa Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) dapat melanjutkan pelajaran baca tulisnya di mana pun ia bermukim. Bilamana suatu saat dia berpindah tempat tinggal, sepanjang ada lembaga penyedia layanan atau penyelenggara program Iqro’, maka dia bisa meminta program belajar lanjutannya, setelah terlebih dahulu menjalani tes penempatan. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Apabila dia sempat putus belajar, maka untuk memulai lagi program belajarnya, sang Ustad akan melakukan tes penempatan untuk mengetahui di mana pelajaran berikutnya harus dimulai lagi. Dengan metode Iqro’ ini proses belajar dapat menerapkan sistem multi entry and multi exit, yakni kapanpun bisa memulai belajar dan kapan pun bisa (boleh) putus belajar dengan berbagai alasannya, untuk suatu saat nanti melanjutkan lagi program belajar ngajinya. Berdasarkan preseden sistem SKS di perguruan tinggi, sistem SKU dan SKK dalam Gerakan Pramuka, dan sistem Iqro’; model KKIK dalam sistem pendidikan nasional dapat dikembangkan. Hal-hal yang diambil dari ketiga sistem tersebut adalah model pembobotan kompetensi menjadi satuan kredit kompetensi (skk), kalender pendidikan, cara mengadministrasikan ketuntasan belajar, serta cara pengujiannya.

G. PENUTUP Hadirian yang saya mulyakan. Dari berbagai diskripsi yang telah dipaparkan di atas, terkait dengan gagasan upaya menciptakan koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi antar jalur, program, dan satuan pendidikan yang dibutuhkan daalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, untuk mengaktualkan pinsip belajar dan pendidikan seumur hidup, berikut adalah butir-butir kesimpulan yang relevan. 1. Simpulan a.

Koneksitas antar jalur pendidikan merupakan amanat undang-undang, memiliki landasan filosofis dan konseptual, pragmatis, dan kebutuhan yang sangat kuat, serta menjadi kebutuhan strategis dalam penataan sistem pendidikan nasional di Indonesia; namun belum teraktualisasi secara sistemik dalam sistem pendidikan nasional.

b.

Belum ada koneksitas sistematis antar jalur pendidikan dan program pendidikan dalam membentuk sosok manusia ideal sebagaimana yang diidamkan. Yang terjadi adalah

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

gerakan atomistis, anomik, dan ego sektoral. Bahklan pada program pendidikan yang paling dekatpun tidak ada komunikasi apalagi integrasi, misalnya, antara sekolah dengan lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus mata pelajaran, dan atau lembaga les privat. c.

Ada beberapa pola dan model penyelenggaraan pendidikan, regulasi, dan kebijakan yang dapat difungsikan sebagai simpul KKIK antar jalur pendidikan yang bisa lebih mensinergikan sistem pendidikan nasional sehingga menjadi lebih efisien, efektif serta yitu: pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit, sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

d.

Dibutuhkan adanya revisi peraturan perundangan tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan nonformal, koneksitas antar jalur, program, dan satuan pendidikan yang benar-benar mempu mewujudkan sebuah sistem pendidikan nasional yang utuh, saling kompetibel, integratif, efisien, dan efektif dalam mewijudkan sosok insan kamil dan masyarakat madani. Momentum revisi undang-undang sistem pendidikan nasional yang dihajadkan oleh lembaga legislatif nasional pada tahun 2013 harus dimanfaatkan untuk merkonstruksikan KKIK antar jalur, program, dan satuan ini.

2. Saran-saran Realitas yuridis dan empiris yang demikian merupakan tantangan yang dihadapi Sistem Pendidikan Nasional. Oleh sebab itu, Kementerian Pendidikan Nasional bersama kementerian dan lembaga terkait perlu menentukan langkah-langkah strategis, sistematis dan terencana untuk mengembangkan model koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan. Gagasan untuk pengembangan pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana di dalam Sistem Pendidikan Nasional menuntut kebijakan penting. antara lain sebagai berikut:

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

1) Mengembalikan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal sesuai dengan makna yang sesungguhnya sehingga dapat mewujudkan amanat UUD 45. Konsep dan makna pendidikan nonformal tidak lagi direduksi sebatas pada program pendidikan yang bersifat sebagai pelengkap, penambah, dan pengganti pendidikan formal. Sementara pendidikan informal yang ada saat ini, sebagaimana tertuang dalam dalam UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1), (2), dan (3), telah tereduksi menjadi sekedar belajar mandiri di keluarga dan lingkungan, sebagai subordinasi pendidikan formal dan nonformal. Untuk itu perlu ada upaya sinkronisasi di tingkat undang-undang. 2) Perlu adanya ketentuan-ketentuan turunan dari UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan nonformal,

yang dapat dijadikan landasan operasional pengembangan dan

pelembagaannya. Sampai dengan saat ini tuntutan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagaimana diminta UU No 20 Tahun 2003 pada Pasal 26 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (3) belum berhasil diwujudkan. a. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 26 ayat [7]. b. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 27 ayat [3]. 3) Perlu adanya lembaga (setidaknya setingkat direktorat) yang secara teknis mengelola program-program pengembangan pendidikan informal dan pendidikan nonformal yang betul-betul memahami peta masalah, garapan, dan menejerial pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai subsistem pendidikan nasional yang sangat strategis bagi pembentukan karakter dan kompetensi warga negara. 4) Perlu peningkatan layanan pendidikan nonformal dan/atau pendidikan informal yang dapat menciptakan lingkungan mendidik di keluarga dan di masyarakat.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

5) Perlu pengembangan kompetensi dasar pendidik yang sesuai dengan karakteristik pendidikan informal dan pendidikan nonformal, agar mereka dapat berfungsi optimal di lingkungannya. Dalam rangka mendukung implikasi-implikasi kebijakan di atas perlu dilakukan kajian-kajian yang mendalam tentang potensi dan aktualisasi pendidikan informal dan pendidikan nonformal dalam Sistem Pendidikan Nasional.

PENGAKUAN DAN UNGKAPAN PENGHARGAAN Hadirin yang saya hormati, Berkat pertolongan, ridha, dan kehendak Allah SWT dan dorongan berbagai pihak, akhirnya saya mendapat kesempatan memangku jabatan akademik tertinggi sebagai guru besar yang tidak pernah saya cita-citakan ketika masa kanak-kanak dan remaja, dan sekaligus pada hari ini saya mampu menyampaikan pidato pengukuhan jabatan guru besar tersebut. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan menjaga kesehatan, kecerdasan otak dan kecerdasan hati ini sebagai karunia yang tak terhingga harganya, apabila Allah SWT menghendaki maka dalam sekejap seluruh karunia kecerdasan ini akan hilang tanpa bekas. Allahu Akbar. Dalam kesempatan yang baik dan mulia ini perkenankan saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan berjasa dalam hidup dan karir saya. Kepada Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saya menyampaikan terimakasih karena telah dipercaya untuk menduduki jabatan Guru Besar. Terima kasih yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Rektor UM Prof. Dr. H. Soeparno yang telah memberikan dorongan terus-menerus kepada saya untuk mengurus diri agar cepat mencapai jenjang jabatan Guru Besar. Tidak hanya itu, sebagai Rektor UM maupun sebagai pribadi, Pak Parno, demikian banyak memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya dalam kepanitiaan ad-hoc di UM sehingga saya Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

bisa menunjukkan kemampuan saya sekaligus merasa tertantang sekaligus memacu andrenalin akan kesanggupan saya menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara baik. Kepada segenap pimpinan universitas yang lain ketika usulan guru besar ini dimajukan, Bapak Dr. Kusmintradjo, M.Pd. (Warek I), Prof. Dr. Rofi’udin, M.Pd. (Warek II), Bapak Drs. Kadim Masykur, M.Pd. (Warek III), dan Bapak Drs. Ir. Isnandar, M.T. (Warek IV), para Dekan, Ketua Lembaga dan khususnya Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Prof. Dr. H. Hendyat Sopetopo, M.Pd, para Pembantu Dekan dan Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Pendidikan saya ucapkan terima kasih atas segala fasilitasi dan kerjasamanya. Kepada Ketua, Sekretaris Jurusan PLS beserta segenap kolega dosen jurusan, saya sangat berterimakasih atas pemberian kesempatan dan dukungannya, serta iklim kerja yang kondusif kepada saya sampai ke jenjang jabatan Guru Besar, tanpa mereka sulit untuk meraihnya karena tidak ada Guru Besar Bidang PLS jika tanpa keberadaan jurusan tersebut. Hampir semua dosen yang sudah pensiun dan yang sekarang bertugas adalah para dosen yang turut nggula-wenthah saya. Salam hormat kepada bapak-bapak dosen: Prof. Drs. HM. Saleh Marzuki, M.Ed., Drs. H.M. Sofwan, M.Pd., Drs. B. Suparna, M.Pd., Drs. H. Abdillah Hanafi, M.Pd., Dr. Sapaiah S. Faisal, Drs. Mulyadi Guntur Waseso, Drs. HMA. Prawoto, M.Pd., Drs. Nurhadi Musa, M.Pd., Drs. Ishom Ihsan, M.Pd., Drs. Imam Hambali, M.Pd., dan Dr. Ach. Rosyad, M.Pd. Ungkapan terimakasih, dan doa seorang murid selalu saya panjatkan. Khusus kepada Bapak Dr. M. Ishaq Maulana, M.Pd. saya sampaikan terima kasih atas kerbersamaan dan kerjasama selama menempuh studi doktor di UPI Bandung. Kepada beliau para dosen Jursan PLS UM yang sudah tiada semoga mendapat tempat yang bahagia di sisi Alloh SWT, yakni Pak Soedomo, Pak Nachrowi, Pak Sardjan Kadir, Pak Latief Ismail, pak Zainal Arifin, pak Ikhsan Hadi Saputro, dan pak In’am Sulaiman. Kepada yang masih sugeng semoga diberi kesehatan dan panjang usia oleh Allah swt., sejahtera, dan bahagia bersama para putra dan para cucu, mulai dari Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. dan Bapak Drs. H.M. Sofwan, M.Pd., sampai dengan generasi dosen PLS angkatan 1981. Penghargaan dan terima kasih saya ini disertai permohonan maklum atas segala keterbatasan dan kekurangan daya pikir, kemampuan,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dan perilaku saya yang belum bisa menyempurnakan sosok akademisi PLS sebagaimana yang ingin Bapak-bapak wujudkan dalam sosok ideal guru besar PLS yang saya sandang. Tanpa mengurangai makna jasa para senior lainnya, perlu saya sebutkan adanya empat orang dosen PLS UM yang begitu berpengaruh dalam memberikan hikmah dan inspirasi bagi saya. Kepada mereka saya sampaikan terimakasih secara khusus. Mereka adalah: (1) Prof. Drs. H.M. Soedomo, M.A, (2). Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed., (3) Dr. Sanapiah S. Faisal, dan (4) Drs. Mulyadi Guntur Waseso. Prof. H.M. Soedomo, M.A. adalah “guru spiritual” saya. Walaupun saya hanya sempat akrab dengan beliau selama satu setengah tahun ketika menempuh studi S2 tahun 1994 – 1995, saya merasa begitu dekat dan senantiasa mendapat pertolongannya secara tidak langsung. Kemudahan dan kelancaran urusan selalu saya dapatkan ketika berhubungan dengan kolega PLS di Indonesia, karena begitu diketahui saya adalah orang Jurusan PLS UM, murid Pak Domo, maka seolah mendapat “syafaat” karena telah “bertawasul”

kepada

Pak

Domo,

semua

urusan

menjadi

cepat

dan

lancar.

Allahumaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu, semoga Allah SWT telah menyiapkan sorga untuk beliau. Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. adalah guru, pembimbing dan orangtuaku. Skripsi S1 dan tesis S2 saya selesai atas bimbingannya. Ilmu dan pengetahuan yang saya miliki sebagian adalah ajaran dan bimbingannya. Nilai-nilai hidup yang saya terapkan sebagian adalah petuahnya yang disampaikan dalam forum informal, nonformal, maupun formal. Terima kasih atas segala bimbingan dan nasehatnya, disertai permohonan maaf bila ada hal yang kurang berkenan di hati, termasuk keterlambatan saya mengurus diri untuk mencapai jabatan guru besar. Dr. Sanapiah S. Faisal adalah inspirator saya. Harus diakui bahwa pola perilaku egalitarian yang berkembang di Jurusan PLS UM adalah ajaran Pak San. Terimakasih Pak San atas segala inspirasi dan diskusi-diskusinya yang selalu mengejutkan, menantang, dan memancing untuk berpikir ulang. Sedangkan Drs. Mulyadi Guntur Waseso (Pak Guntur) adalah mentor saya dalam penelitian, pengoperasian komputer, dan menulis karya ilmiah. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Proposal penelitian saya yang pertama dengan dana DIP tahun 1989 adalah atas berkat dorongan dan bimbingan beliau. Keberanian saya pertama kali mengoperasikan komputer pada tahun 1992 adalah berkat kegigihannya berkali-kali “menculik” saya untuk dibawa ke rumah beliau (sewaktu masih pidalem di Perumahan Poharin, sekarang sudah jengkar ke Ndalem Mertojayan) untuk dilatih mengoperasikan komputer. Keberanian saya menulis artikel opini di koran, majalah, dan artikel ilmiah di jurnal adalah berkat provokasi melalui “show of” dan suri tauladan yang ditampilkannya sebagai penulis dan penyunting naskah buku dan artikel jurnal yang produktif hingga saat ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua guru mulai dari Taman Kanak-kanak Pertiwi 2 Desa Wonorejo Talun Blitar, Sekolah Dasar Negeri Wonorejo I Talun Blitar, SMP Negeri I Wlingi Blitar, SPG Negeri Blitar, sampai dosen Prodi S1 dan S2 PLS IKIP Malang dan program Pasca Sarjana S3 PLS UPI Bandung. Dalam hal ini, jasa kepala sekolah sewaktu saya sekolah di SD, bapak Darijono Ugroseno (alm), dan wali kelas VI tahun 1976, Ibu Soemartiwi, sangat saya kenang dan hargai. Beliau berdua adalah pemandu bakat dan aktor intelektual atas terpilih saya dalam seleksi di tingkat kecamatan untuk memperoleh beasiswa Pembinaan Bakat dan Prestasi (kalau tidak salah menyebutkan namanya) dari Depdikbud. Beasiswa inilah yang saya rasakan sangat berpengaruh terhadap self-efficacy perception dan pandangan saya tentang potensi diri. Dalam kapasitas ini secata khusus saya sampaikan rasa hormat dan terimaksih kepada Bapak Prof. Dr. Soetaryat Trisnamansyah, M.A. dan Dr. H.M. Zainuddin (alm.), beliau adalah promotor dan pembimbing studi doktor saya di UPI Bandung, bersama Bapak Prof. Dr. Endang Sumantri, M.Ed. Tiada terhitung kebaikan, kebijakan, dan jasa beliau berdua sekeluarga terhadap saya. Bahkan perhatian dan kasih sayang Pak Taryat itu masih saya terima sampai hari ini. Untuk Pak Zainuddin, semoga almarhum ditempatkan di sisi Allah SWT,

diterima amal

baiknya dan

diampuni

semua dosa

dan

kesalahannya.

Allohumaghfirlahu, warhamhu wa’affihi wa’fu’anhu. Khusus kepada yang terhormat Prof. Dr. H.S. Mundzir, M.Pd. (Guru Besar PLS UM) dan Prof. Dr. Achmad Fatchan, M.Pd., M.Si. (Guru Besar Pendidikan Geografi FIS UM), saya sangat berterimakasih yang telah bersedia menjadi reviewer atas karya tulis Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

saya, serta perkenan beliau merekomendasikan kelayakan saya untuk diusulkan kepada pemerintah untuk menjadi Guru Besar dan alhamdulillah disetujui. Kepada penyunting dan tata usaha Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) khususnya Pak Drs. M. Guntur Waseso, Ibu Dra. Aminarti Siti Wahyuni, dan mbak Retno; Jurnal Teknologi Pendidikan khususnya Bapak Dr. Waras, M.Pd.; Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran khususnya Bapak Prof. Dr. Ipung Yuwono, M.Ed; saya sampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya atas perhatian, peluang, dan kerjasamanya sehingga artikel jurnal saya termuat pada jurnal-jurnal terakreditasi nasional tersebut, sehingga memenuhi syarat komponen untuk usulan jabatan guru besar. Dalam era pengusulan jabatan guru besar saya saat itu (sampai hari ini) artikel yang termuat di jurnal terakreditasi nasional merupakan hal yang paling sulit didapatkan/dipenuhi. Dalam kapasitas ini ungkapan terima kasih saya sampaikan juga kepada para penyunting jurnal lainnya (yang non akreditasi) yaitu Visi (UNJ & Dit PTKPNF), Jurnal Pendidikan Nonformal dan Buletin Mediksi (BPPNFI Regional II Surabaya) yang telah menerima dan memuat artikel-artikel ilmiah yang saya gunakan untuk usulan guru besar. Terima kasih saya sampaikan pula kepada para senior, sahabat, dan teman sejawat atas segala perhatian, atensi, pemberian kesempatan, dan kerjasama yang baik ketika mengerjakan tugas dinas maupun mencari solusi atas masalah-masalah pribadi. Saya merasa berarti, tenteram dan terlindungi ada di antara bapak-bapak dan ibu sekalian. Komunikasi, silaturahmi, interaksi, dan diskusi bersama para senior, sahabat, dan sejawat ini telah ikut mewarnai hidup dan karir saya. Dalam kapasitas ini adalah Prof. Dr. H. Sukowiyono, SH., M.H., Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd., Prof. I Nyoman Sudana Degeng, M.Pd., Prof. Dr. Punaji Setyosari, M.Ed., Prof. Dr. Ruminiati, M.S., Dr. Triyono, M.Pd., Dr. Hardika, M.Pd., Drs. H. Sutrisno, S.Pd. M.Pd., Prof. H.M. Sochieb, M.Pd. (alm.), Prof. Dr. Ery Trijatmiko RWW, M.A. M.Si., Dr. Bambang Pranowo, M.Pd., Prof. Dr. Budi Eko Sucipto, M.Ed., M.Si., Prof. Dr. Wahyudi, M.Pd., M.M., Dr. H. Suharto S.M., M.Pd. M.M., Prof. Dr. F. Danardhana Murwani, M.M., Dr. H. Sutrisno, M.M., Drs. Sugeng Rahayu, Drs. Suwarno Winarno, Dr. Waras, M.Pd., Drs. Andoko, MT., Drs. Maftuchin Romlie, M.T., Prof. Dr. M.E. Winarno, M.Pd., Drs. H. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Mahmud Yunus, M.Kes., Drs. Mu’arifin, M.Pd., Drs. Sapto Adi, M.Kes., Prof. Dr. Anang Santoso, M.Pd., Prof. Dr. Suyono, M.Pd., Prof. Dr. Joko Saryono, M.Pd., dan Dr. Gunadi Harisulistyo, M.Pd. Peran dan jasa jajaran Ditjen PMPTK dan Ditjen PNFI Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta juga sangat signifikan dalam ikut mengantarkan karir saya sehingga mampu memangku jabatan Guru Besar PLS. Sebagian besar kredit poin untuk karya ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat yang saya kumpulkan adalah berkat banyaknya kesempatan yang saya terima dari dua Ditjen tersebut sebagai konsultan, nara sumber, dan peserta dalam berbagai workshop, seminar, dan diklat tentang PNFI. Dalam hal ini peran dan jasa bapak Dr. Erman Syamsuddin, M.Pd. (mantan Direktur PTK PNF, sekarang Direktur PAUD Kemdikbud) beserta jajaran stafnya, serta bapak Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si. (sekarang Dosen di Universitas Trunojoyo Madura) dan bapak Drs. Sucahyono, M.Pd. (sekarang Dosen di Universitas Negeri Surabaya), beliau berdua adalah mantan Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional IV Surabaya. Untuk semua kesempatan dan kerjasama yang telah diberikan untuk saya, saya sampaikan terima kasih. Ketika menempuh studi S1 saya merasa sangat berhutang budi kepada keluarga Bapak Sahari (alm) di Klampok Kasri Gang II-D Nomor 190 Malang, tempat di mana saya kost selama lima tahun. Ketika mulai belajar bekerja sebagai CPNS tahun 1988, menikah tahun 1990 sampai tahun 1997 saya numpang di “rumah dinas” Paklik Sajitno (alm) di Jl. Besar ijen 94 Malang. Dan ketika menempuh studi S3 kami sekeluarga juga kos di rumah keluarga Bapak Haji Mohammad Ido (alm.) di Jl. Gegerkalong Girang 9 Bandung selama tiga tahun. Kami sampaikan terima kasih atas segala kesediaan menerima, bantuan dan pertolongannya, pemberian tarif kos yang lebih murah dibanding konsumen yang lain dan keistimewaan fasilitas lainnya. Kepada orang tua saya, ayahanda Soepartono (87 tahun) dan ibunda Welas (75 tahun), serta bapak-ibu mertua Bapak Soejoto (82 tahun) dan ibu Lasmiati (72 tahun), saya haturkan sembah sungkem untuk kesekian kalinya, penghargaan dan terima kasih yang tak Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

ada tandingannya atas segala kasih sayang, perhatian dan doa restunya. Selanjutnya, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada istriku Titik Purwowinarni, S.Pd. yang telah mendampingi, merawat saya dan memberi semangat dalam hidup ini, termasuk mencapai Guru Besar dan hidup saya selanjutnya. Demikian pula kepada ketiga anakku:

Riset Wijang Prihandana, Wuwuh Wijang Prihandini, dan Anisa Wijang

Prihandani, mereka telah ikut memberi semangat hidup dan penghilang duka lara. Memandangmu bertiga bersendagurau, “bertengkar” dan saling menggoda, dan belajar (dan bekerja membantu orangtua); bahkan di kala kalian tertidur pulas pun di wajah kalian senantiasa tergambar masa depan yang indah. Dari ketulusan gerak hatimu, gerak bibir, dan tengadah tanganmulah doa anak sholeh/khah senantiasa kami rindukan di dunia dan di akhirat kelak. Kepada semua saudara adik sekandung dan adik ipar: Dwi Purwanti, Trimanto, S.Pd., Ari Krismawati, Sujito, S.Kom., M.Pd., Septiana Okhirawati, A. Dwi Purnomo, dan Tri Rudi W. (alm) beserta keluarga masing-masing, saya sampaikan terima kasih atas kehidupan rukun, saling asih asuh dan pengertian yang tercipta. Terima kasih pula saya sampaikan kepada Ustad Ali Alatas, Ustad Sasmito, dan kelompok pengajian Masjid Ahmad Yani yang menjadi tempat kami sekeluarga belajar “Iqro’’secara privat dan melalui kursus. Jazakumullah khairan katsyira. Kepada Kasubag Kumtala UM Drs. Sudibyo Putra, M.Pd. (mas Dibyo) beserta jajaran staf, Bagian Kepegawaian UM, dan semua pihak yang telah berupaya terselenggaranya acara pengukuhan ini saya sampaikan terima kasih yang tulus. Kepada siapa saja dan/atau pihak manapun yang telah membantu mengantar saya ke jenjang guru besar dan belum sempat disebutkan dalam naskah pidato ini saya ucapkan terima kasih dan permohonan maaf. Terakhir saya berterima kasih dan bertawakal kepada Allah SWT. Syukur Alhamdulillaah atas karunia yang berlimpah kepada kami sekeluarga semoga tetap dalam bimbingan Nya. Karena kuasa-Nya-lah otak ini berfungsi untuk berpikir, hati ini dapat merasa, dan segenap potensi jiwa raga ini bisa bertasbih dan bersujud. Berkat karunia-Nya, yang demikian besar saya dapat dititipi sedikit ilmunya dari sekian maha luas ilmu Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pengetahuan yang dimiliki-Nya. Amanah memangku jabatan guru besar ini semakin menyudutkan saya pada sebuah titik sempit betapa kecil ilmu maha luas yang dimiliki oleh-Nya yang bisa saya pelajari. Semakin mendapat kesempatan maju sedikit menguasai sekelumit pengetahuan, semakin terasa betapa masih begitu banyak ilmu pengetahuan lain yang belum dan tidak mungkin saya kuasai. Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira. Rabbana hablana min azwajina wadzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama. Amin. Atas kesabaran Bapak, Ibu dan Hadirin sekalian mengikuti acara ini, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Malang, Sptember 2012

SUPRIYONO

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

REFERENSI

Apps, Jerold W. 1979. Problems in Continuing Education, New York: McGraw Hill, Inc. Axinn, Nancy W. 1976. Non-Formal Education and Rural Development. Monograph. Michigan: Michigan State University. Breembek, Cole S. 1983. New Strategis for Educational Development. Lexington: DC Health and Company. Coombs, Philip H. 1983. New Paths to Learning. For the Rural Children and Youth. New York: International Council for Educational Development. Coombs, Philip H. 1984. Attacking Rural Poverty, How Non Formal Education Can Help. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. Croopley, A.J. 1987. Longlife Education: A Psychological Analysis. terjemahan oleh Sardjan Kadir. Surabaya: Usaha Nasional. Cross, Patricia, K. 1981. Adult as Learners. San Francisco: Jossey Boss Publisher. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. 50 Tahun Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Sekrateriat Jenderal. Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen PLS dan Pemuda. 2003. Majalah Visi, Media Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda no. 14, th XI. 2003. Dewantara, Ki Hadjar. 1938. “Sistem Trisentra”, dalam Karya Ki Hadjar Dewantara, bagian pertama. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Ditjen PLSP. 2006. Program Prioritas Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2006. Jakarta: Ditjen PLSP. Evans, David R. 1981. The Planning of Nonformal Education, Paris:Unesco. Faure, Edgar, et al. 1972. Learning to Be: the World of Education Today and Tomorrow. Paris: Unesco. Freire, Paulo, 1984, Education of The Oppresed, Center for International Education University of Massachusetts.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Hamidjojo. Santoso 1956. Pendidikan Masjarakat (Djilid III): Tjara2 Penjelenggaraan dan Perkembangan Usaha Chusus di Indonesia. Bandung: Ganaco, N.V. Kemdiknas. 2010. Model Penilaian Portofolio Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. Jakarta Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan & Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal Education as an Empowering Process. Massachusetts: Center for International Education University of Massachusetts. Marzuki. H.M.S. 2005. “Peranan Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Penggerak Pembangunan Dalam Mengatasi Migran Perkotaan”. Naskah pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Malang: Universitas Negerti Malang. Mestoko, dkk. 1986. Pendidikan Nasional dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Purtaka. Pradana, C.D.E. 2010. “Pengaruh Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Pengalaman Mengikuti Program Kursus terhadap Kemampuan Berbahasa Inggris Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Pratesnya. Lukyta Dwi. 2012. “Kesertaan Siswa dalam Program Pendidikan Nonformal sebagau Suplemen Pendidikan Formal di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Putra, Ardhana. 2012. “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesian Qualificatioan Framework),” Makalah pada Sosiaslisasi KKNI di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, tanggal 24 September 2012. Soedjatmoko, 1985. “Pembagunan sebagai Proses Belajar”. Basis, Edisi XXXIV-9, Yogyakarta: Yayasan BP Basis. Supriyono, 2008 & 2009. “Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program Pendidikan Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk Berbagai Media Belajar Masyarakat. Lapaoran penelitian. Malang: Lembaga Penelitian UM. Suryadi, Ace. 2011. “Pendidikan Informal Dalam Perspektif Pembangunan Pendidikan Nasional, Sebuah Monograf.” Makalah untuk workshop Pendidikan Informal pada Pusat Pengembangan PNFI Regional I Bandung. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permendiknas Nomor 58 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan Kepmendiknas Nomor 015/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. UNESCO. 1972. 'The Faure Report1. Paris: UNESCO. UNESCO. 1992. Researh in Basic Education and Literacy. Report of Regional Seminar, Apied UNESCO, Bangkok. UNESCO. 1993. Continuing Education New Policies and Direction. Bangkok: Unesco.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

CURRICULUM VITAE

I.

IDENTITAS DIRI

Nama/Jenis Kelamin

: Prof. Dr. SUPRIYONO, M.Pd.

Profesi

: Dosen Tetap Universitas Negeri Malang

Tanggal Lahir

: Blitar, 21 Agustus 1963

Mulai Bekerja

: Th. 1989

Laki-laki

Keanggotaan : 1. Dalam Asosiasi Dan Profesi 2. 3. Keahlian/Minat Khusus

Pendidikan

Keluarga

Anggota Ikatan Sarjana Pendidikan dan Pengembangan Sosial Indonesia (ISPPSI) Anggota Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Pengurus Ikatan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal Indonesia (IKAPENFI) : Ahli dalam Kajian Pendidikan Luar Sekolah, Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat, Assessment Kebutuhan Belajar, Penerapan Prinsip Partisipatori dan Pendekatan Andragogi, dan Penyusunan Model Program Pendidikan Berbasis Masyarakat.

: 1. Sekolah Dasar Negeri I Wonorejo Talun Blitar, lulus tahun 1976 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wlingi Blitar, lulus tahun 1979/1980. 3. Sekolah Pendidikan Guru Negeri Blitar, lulus tahun 1983/1984. 4. Perguruan Tinggi dan Pascasarjana: a. S1 Pendidikan Luar Sekolah, Drs, IKIP Malang, lulus tahun 1988 b. S2 Pendidikan Luar Sekolah, M.Pd, IKIP Malang, lulus tahun 1997 c. S3 Pendidikan Luar Sekolah, Dr. UPI Bandung, lulus tahun 2000 : Orangtua: Ayah: Soepartono (88 tahun) Ibu: Welas (72 tahun) Mertua:

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Ayah: Soejoto (79 tahun) Ibu: Lasmiati (69 tahun) Istri

: Titik Purwowinarni, S.Pd.

Anakanak:

1. Riset Wijang Prihandana (20 tahun) 2. Wuwuh Wijang Prihandini (17 tahun) 3. Anisa Wijang Prihandani (6 tahun)

Alamat rumah

: Perumahan Puri Cempaka Putih I Blok O No. 22 Malang (65132) Tilpon (0341) 751845 Hand phone: 085736029212 E-mail: [email protected] [email protected]

II. RIWAYAT KEPANGKATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL 1. Kepangkatan dan Ruang Pengajian Gol. Gaji Pangkat dan No Ruang TMT Pokok Jabatan Gaji (Rp)

SURAT KEPUTUSAN PEJABAT

NOMOR

TGL

1.

Calon Pegawai Negeri/CPN S

III/a

22–121988

64.800 Kabiro Administrasi Umum a.n. Mendikbud

1408/KEP/P T28.H15/C/ 88

22121988

2.

Penata Muda

III/a

01–051990

81.000 Pembantu Rektor II IKIP Malang a.n. Mendikbud

0278/KEP/ PT28.H2/C/ 90

31-031990

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

3.

Penata Muda Tk. I

III/b

01–101992

141.600 Rektor IKIP Malang a.n. Mendikbud

0097/KEP/P T28.H2/C/9 3

20-021993

4.

Penata

III/c

01–101994

189.000 Pembantu Rektor II IKIP Malang a.n. Mendikbud

0019/KEP/ PT28.H2/C/ 95

20-011995

5.

Penata Tk I

III/d

01–101997

330.700 Pembantu Rektor II IKIP Malang a.n. Mendikbud

0040/KEP/ PT28.H2/C/ 98

05-021998

6.

Penata Tk I III/d (Empassing )

01–012001

330.700 Rektor IKIP Malang a.n. Mendikbud

0133/KEP/ PT28.H2/C/ 2001

20-032001

7.

Pembina

IVa

01–042003

1.248.50 Kabiro 0 Kepegawaian Sesjen Depdiknas

24348/A2.7/ KP/2003

01-092003

8.

Pembina Tk. I

IV/b

01-042010

41315/A4.5/ KP/2010

21-062010

2.733.40 0

Sekretaris Jenderal Kemdiknas

2. Riwayat Jabatan Fungsional

No

Pangkat dan Jabatan

TMT

Gol. Ruang Penggaj ian

Tunjangan Jabatan (Rp.)

SURAT KEPUTUSAN PEJABAT

NOMOR

TGL

1.

Asisten Ahli Madya

01– 051990

III/a

81.000 Rektor IKIP Malang a.n. Mendikbud

0510/KEP/P T28.H/C/90

30-041990

2.

Asisten

01–07

III/a

137.800 Rektor IKIP Malang a.n.

0206/KEP/P

30-06-

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Ahli

-1992

Mendikbud

T28.H/C/92

1992

3.

Lektor Muda

01–07 -1994

III/b

183.600 Rektor IKIP Malang a.n. Mendikbud

0285/KEP/P T28.H/C/94

30-061994

4.

Lektor Madya

01– 101997

III/c

220.200 Rektor IKIP Malang a.n. Mendikbud

0241/KEP/P T28.H/C/97

31-071997

5.

Lektor (Empassing )

01– 012001

III/d

502.000 Rektor IKIP Malang a.n. Mendikbud

0133/KEP/P T28.H/C/200 1

20-032001

6.

Lektor Kepala

01– 04– 2003

III/d

1.197.800 Kabiro 14701/A2.7/ Kepegawaia KP/2003 n Sesjen Depdiknas

31-032003

7.

Guru Besar

01012011

IV/b

1.350.000 Mendiknas

102592/A4.5/ 01-01KP/2010 2011

III. PENGALAMAN PEKERJAAN 1.

1989 – sekarang

: Dosen pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang)

2.

1999 – 2000 : Konsultan Ahli Pendukung bidang Pelatihan pada P2KP KMW III LPPM Uninus Bandung

3.

2000 – Sekarang

4

2001 – 2004 : Panitia ad hoc Penyiapan Naskah Renstra Universitas Negeri Malang

5.

2001

: Panitia ad hoc Penyusun/Pengembang Pola Dasar Pendidikan Tenaga Kependidikan (PSPTK) Universitas Negeri Malang

6.

2000 –2008

: Ketuan penyunting Jurnal Pendidikan Masyarakat: Berkala Kajian

: Dosen pada Program Pascasarjana (PPS) Universitas Negeri Malang

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dan Terapan Pendidikan Universitas Negeri Malang

dan

Pengembangan

Masyarakat,

7.

2008 – sekarang

: Ketua penyunting Ilmu Pendidikan: Jurnal Teori dan Praktek Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

8.

2010 – sekarang

: Penyunting Ahli Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur

9.

2001 – 2002 : Konsultan Program Dana Bantuan Langsung (School Block Grant Concultant) pada Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar III Sumatera Depdiknas Jakarta under World Bank Guide

10

2004

: Konsultan pada Proyek Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah Ditjen PLSP Depdiknas Jakarta untuk Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Keaksaraan

11.

2001 – sekarang

: Konsultan Mitra dan Pelatih/Narasumber pada Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional IV Surabaya

12.

2004 – sekarang

: Anggota Tim Akademisi pada Program Pengembangan Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal (PTK PNF) pada Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFi) Regional IV Surabaya

13.

2005 – 2006 : Manajer Program Sekolah Unggul Terpadu (SUT) Kabupaten Lumajang (Kerjasama UM & Pemda Kab. Lumajang) 2006 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Isi Pendidikan Kesetaraan (Paket A B C) Depdiknas

14.

15.

2007 – 2008 : Panitia ad hoc Penyusun/Pengembang Rencana Pengembangan Universitas Negeri Malang 2008—2025

16.

2007

17.

2008

18.

2003-2012

19.

2003-2012

Induk

: Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Lembaga kursus dan Pelatihan, Depdiknas : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Teknisi dan Sumber Belajar pada Kursus. Depdiknas : Dosen undangan di Program Magister Manajemen dan Kebijakan Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Muhamadiyah Malang . : Dosen luar biasa pada Program Magister Pendidikan Luar Sekolah Program Pasca Sarjana Universitas Palangkaraya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

20.

21. 22.

: Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Pemantauan dan Evaluasi Standar-standar Pendidikan Nonformal (Program Pendidikan Kesetaraan Paket A, B, dan C) 2007 – 2011 : Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang 2012 – : Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang sekarang

2012

IV. PENGALAMAN PENELITIAN 1.

1987

2.

1988

3.

1989

4.

1990

5.

1990

6.

1991

7.

1991

8.

1991

9.

1990/1991

10.

1991/1992

11.

1991/1992

12.

1991/1992

: Keterlibatan dalam Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah dan Prestasi Belajar Yang Dicapai Mahasiswa PLS FIP IKIP Malang. (ketua) : Motivasi Mahasiswa Mengikuti kegiatan Kepramukaan yang Berpangkalan di Kampus..(ketua) : Hubungan Antara Keterlibatan dalam Kegiatan Intra Kampus, Pengambilan Jalur Skripsi, Pengambilan Program Studi Minor dengan Lama Studi dan Indeks Prestasi Mahasiswa FIP IKIP Malang (ketua) : Hubungan Antara Motivasi Mengikuti Program Pembelajaran dengan Apirasi terhadap Program Pembelajaran para Warga Belajar di SKB Kabupaten Malang (ketua) : Hubungan Prestasi Belajar Matakuliah Statistika, Metodologi Penelitian dan Indeks Prestasi Komulatif dengan Mutu Skripsi Mahasiswa IKIP Malang (ketua) : Perbedaan Tujuan Kursiter Dalam mengikuti Kursus Komputer berdasarkan Latar Belakang Sosialnya di Kotamadya Malang. (ketua) : Penerapan Prinsip Partisipatori Dalam Pendekatan Andragogi Pada Kelompok Belajar Binaan Mahasiswa PPL PLS IKIP Malang di Kedungkandang (ketua) : Aspirasi kerja Wanita Muda Usia Kerja ditinjau dari beberapa latar belakang social dan karakteristik Sosiologisnya di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. (ketua) : Perbedaan Prestasi Belajar Matakuliah MKDU Mahasiswa IKIP Malang Berdasarkan Latar Belakang Sekolah Menengah Atas Mereka. (ketua) : Pengaruh Latar Belakang Sosial dan Tingkat Keyakinan akan Kemanfaatan Pengalaman Belajar Terhadap Prestasi Akademik para Kursister Komputer di Kodya Malang (ketua) : Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Tingkat Pendi-dikan Tutor Terhadap keberhasilan Belajar Para Kursister Kursus PLSM di Wilayah Kodya Malang.(anggota) : Motivasi Kursister dalam Mengikuti Kursus Komputer di Lembaga Pendidikan Komputer Indonesi Amerika (LPKIA), Malang (ketua)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

13.

1992/1993

14.

1992/1993

15.

1994/1995

16.

1994/1995

17.

1995/1996

18.

1996/1997

19.

1998

20.

1999

21.

1999/2000

22.

2000

23.

2000

24.

2001

25.

2003

26.

2005

: Pengaruh Pemilihan Kepala Desa terhadap Partisipasi Warga Desa dalam Pembangunan di Wilayah Kecamatan Kedungkandang Kodya Malang (ketua) : Aspirasi Kerja Buruh Wanita Pada Pabrik Rokok di Kodya Malang Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Latar Pergaulan Sosial dan Frekwensi Terpaan Media, (ketua) : Kesiapan Masyarakat Desa dalam Melaksanakan Program IDT di Desa-desa di Dua Wilayah Kabupaten Jawa Timur, (ketua) : Fasilitasi Petugas Lapangan Kecamatan dalam Pelaksanaan Program IDT di Empat Kecamatan di Dua Wilayah Kabupaten jawa Timur, (ketua) : Penelitian tentang Pelaksanaan Program IDT, Studi Kasus dua Wilayah Kabupaten di Jawa Timur, (ketua) : Penelitian Tindakan untuk Pengembanan Gerakan Pramuka yang Berpangkalan di Kejar Paket B pada Yayasan Pendidikan Miftahul Jannah, di Desa Sumbersekar Kec. Dau Kabupaten Malang. (ketua) : Pengaruh Peningkatan Pelibatan Warga Belajar dalam Pengelolaan Interaksi Belajar terhadap Keaktifan Prestasi Belajanya, Studi Eksperimental Pada Kejar Paket B Setara SMP di Kabupaten Blitar Jawa Timur. (ketua) : Kontribusi Model Pengelolaan Kelompok Belajar terhadap Keberdayaan Diri Warga Belajar pada Program Kejar Paket B (Studi Sidik Pengaruh Faktor Determinan Yang Menentukan Keberdayaan Diri Warga Belajar Pada Program Kejar Paket B di Kabupaten Bandung. (ketua) : Model Pemberdayaan warga belajar pada kelompok belajar (Studi Eksperimental untuk mengembangkan Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan Untuk Meningkatkan rasa Keberdayaan Diri warga Belajar Pada Program Kejar Paket B) (ketua) : Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar (Studi Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B Kesetaraan melalui Kelompok Belajar) (ketua) : Survey Indeks Kualitas Sekolah (School Quality Indexs Survey) Sekolah-sekolah Dampingan PLAN International Unit Surabaya (peneliti utama) : Penelitian Tindakan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah-sekolah Binaan PLAN International Program Unit Surabaya. (peneliti utama) : Penelitian Profil Pengelola Pusat-pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Propinsi Jawa Timur, (peneliti utama) : Kajian Partisipasi Masyarakat terhadap Sekolah (Pelajaran dari Lapangan untuk Mewujudkan Visi Direktorat PLP Ditjen Dikdasmen Depdiknas) (peneliti utama)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

: Model Akreditasi dan Sertifikasi Program Paket C dalam Upaya Menciptakan Standarisasi Baku Mutu Program Pendidikan Kesetaraan Berbasis Otonomi Daerah (anggota) Model Perilaku Belajar Masyarakat Mantan Petani Dalam Mengembang kan Usaha Nonpertanian Sebagai Akibat Dari Pengalihan Fungsi Lahan Pertanian Untuk Keperluan Nonpertanian. (Penelitian Hibah Bersaing Tahun I dan II, peneliti utama) Model Akreditasi dan Sertifikasi Program Paket C Dalam Upaya Menciptakan Standarisasi Baku Mutu Program Pendidikan Kesetaraan Berbasis Otonomi Daerah (Penelitian Hibah Bersaing Tahun I dan II, ketua peneliti) Sistem Belajar Asli (Indigenous Learning System) Masyarakat MantanPetani Dalam Mengembangkan Usaha Nonpertanian. (anggota) Peningkatan Kreativitas Belajar Mahasiswa Dalam Matakuliah Belajar Pembelajaran Jurusan PLS Melalui Strategi Transfer Of Learning (anggota) Pengembangan Model Pembelajaran Transfer Of Learning Untuk Peningkatan Kreativitas Dan Kemandirian Belajar Mahasiswa Berwawasan Life Long Learning (anggota). Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program Pendidikan Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk Berbagai Media Belajar Masyarakat (Penelitian Hibah Bersaing Tahun I dan II, ketua peneliti) : Studi Kebijakan tentang Pembinaan dan Pengembangan Program Kelembagaan Kursus dan Pelatihan di Indonesia (peneliti utama) Pemetaan dan Analisis Sisi Pasokan dalam Dimensi Kualitas, Kuantitas, Lokasi, dan Waktu (Studi Ekplorasi Pasokan Tenaga Kerja Lulusan Lembaga Pendidikan) (peneliti utama)

27.

2006

28.

2006

29.

2006, 2007

30.

2007

31.

2007

32.

2008

33.

2008, 2009

34

2010

35

2010/2011

36

2011

Policy Study tentang Arah Pengembangan Program dan Ketenagaan di Bidang PLS (ketua)

37

2011

Studi Evaluasi Penyelenggaraan Program Kursus Para Profesi (KPP) di Jawa Timur (anggota)

V. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT/PENGEMBANGAN MASYARAKAT 1.

1989

: Penyuluhan tentang Fungsi Dan Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Keluarga Menyongsong Era Informasi bagi Angota PKK Di Kelurahan Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji Malang (anggota)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

2.

1990, 1991, 1992

3.

1991

4.

1991

5.

1992/1993

6.

1992/1993

7.

1992/1993 s.d 1994/1995

8.

1992/1993

9.

1992/1993

10.

1994/1995

11.

1994/1995

12.

1995/1996

13.

1996/1997

14.

1998

15.

1998

: Penilaian Lomba Kejar Paket A dan Pembinaan Kejar Paket A, Tingkat Wilayah Pembantu Gubernur Jawa Timur di Malang (tim penilai) : Penilai Lomba Permainan Simulasi Dalam Rangka HUT RI ke 46 di Kelurahan Lowokwaru Kecamatan Lowokwaru (anggota) : Pendidikan dan Bimbingan Peningkatan Peranan Wanita untuk Pemanfaatan Air Bersih dan Sehat di Desa Pandansari Lor Kecamatan Jabung Kabupaten DATI II Malang. (ketua) : Bimbingan Analisis Kelemahan dan Faktor Pengham-bat serta Pemecahannya bagi Pengembangan KBU di Desa Kebobang Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang (ketua) : Bimbingan Pengembangan Budidaya Tanaman Produktif di Desa Ngenep Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang (ketua) : Rintisan Pengembangan Laboratorium Sosial Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (Labsos LPM) IKIP Malang (anggota)

: Pengembangan Labsite Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah (PLS) IKIP Malang di Desa Arjowinangun Kecamatan Kedung Kandang Kodya Malang (ketua) Pengembangan Swadaya Masyarakat dalam : Bimbingan Penyelenggaraan Kejar Paket B di Desa Gunungrejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua) : Pelatihan Tutor Kejar Paket B di Dusun Kreweh Desa Gunungrejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua) : Bimbingan Pemanfaatan Pengalaman Belajar Program Kejar Pakaet B untuk Peningkatan Pendapatan pada Kejar Paket B di Desa Gunungrejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua) : Penyuluhan dan Bimbingan tentang Mekanisme Kelompok, Pegembangan Dana Kelompok dan Pegelolaan Dana Bergulir bagi Pengurus Pokmas Program IDT di Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang (ketua) : Pengembangan Bahan Penyuluhan dan Bimbingan tentang Mekanisme Kelompok, Pegembangan Dana Kelompok dan Pengelolaan Dana Bergulir bagi Pengurus Pokmas Program IDT di Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang (ketua) : Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Trampil (P3T) yang diselenggarakan Koperasi Bhakti Mandiri Kamar Dagang dan Industri Kodya Bandung (master trainer) : Achievement Motivation Training (AMT) pada Pelatihan Pelatih Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Trampil (P3T) yang diselenggrakan Kopersi Karyawan Yayasan Fondasi Ekonomi Bangsa Bandung (narasumber)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

16.

1996/1997

17.

1998 - 2000

18.

2000-2002

19.

2000-2002

20.

2005— sekarang

2009— sekarang

: Konsultan Ahli Pendukung pada Konsultan Manajemen Wilayah Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan Wilayah Kerja III (KMW P2KP SWK III) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Nusantara Bandung. : Konsultran Mitra (Assosiate Consultant) pada Klinik Konsultasi Bisnis (KKB) Kantor Wilayah Departemen Koperasi., Pengusaha Kecil dan Menengah Propinsi Jawa Barat : Tenaga Ahli pada Pendampingan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Sekolah-sekolah Dasar Binaan PLAN International Unit Surabaya : Model Perencanaan dan Pengelolaan Program-program Pendidikan Luar Sekolah pada Era Otonomi Daerah (ketua) : Tim Akademisi pada berbagai Pelatihan, Workshop, dan Penelitian, Produksi Media, dan Pengembangan program pada Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFi) Regional IV Surabaya : Narasumber/Instruktur pada berbagai Pelatihan, Workshop, dan Rapat Kerja bidang Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur

VI. PUBLIKASI A

JURNAL DAN BUKU 1. “Permainan Simulasi: perlu reformulasi”, Pendidikan Masyarakat, ISSN 0852-1921 tahun 4, nomor khusus, April 1994, 48 – 55 2. “Problematik keluarga sebagai Satuan Pendidikan”, Ilmu Pendidikan, ISSN 0854-8307, tahun 21, Nomor 2, Juli 1994, 121 – 142 3. “Penerapan Prinsip Androgogi pada Kelompok Belajar Binaan Mahsiswa PPL PLS FIP IKIP MALANG”, artikel hasil penelitian, Jurnal Penelitian Kependidikan, ISSN 08548323, tahun 5 nomor 2, Desember 1996, halaman 175 - 183 4. “Menyiasati Kelangkaan Sumber Daya Dalam Penyelenggaraan Kejar Pakaet B”, Abdi Masyarakat, ISSN 234-4251, Tahun 12 Nomr 1, Pebruari 1995, 133-150, Malang LPM IKIP Malang 5. “Menggalang Keswadayaan Masyarakat dalam Pembangunan”, Abdi Masyarakat,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

ISSN 234-4521, Tahun 13 No. 1, Pebruari 1996, 133-150, Malang LPM IKIP Malang 6. “Peningkatan Pelibatan Warga Belajar dalam Pengelolaan Interaksi Belajar dan Pengaruhnya terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar”, Forum Penelitian Kependidikan; Jurnal Teori dan praktik Penelitian kependidikan, ISSN 0215-8019, tahun 8, Desember 1996, 43-46 7. “Pelibatan warga Belajar dala pengelolaan Kelompok dan Interaksi Belajar pada Program kejar Paket B”, Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains, ISSN 0854-9095, Tahun 4, Nomor 1 dan 2, April –September 1998, 89-101. 8. “Pemberdayaan Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan”, Ilmu Pendidikan, ISSN 0854-8307, Tahun 26, Nomor Khusus, Desember, 1999, 75-89. 9. “Terapan Strategi-Strategi Perubahan Sosial dalam Pengembangan Masyarakat”, Pendidikan Masyarakat, ISSN 0852-1921. Tahun 9, Nomor 1, Januari 2000, 1-20 10. “Problematik Lembaga Keluarga Sebagai Satuan Pendidikan Pada Masyarakat Modern”, Wawasan Tridharma, ISSN 0215-8256, tahun XII, Nomor 9, April 2000, 312 11. “Metode Action Research sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat”, Forum Penelitian Kependidikan: ISSN 0215-8019, Nomor 12 Nomor 1, Juni 2000, 1-16. 12. “Potensi Pendidikan Demokrasi dari Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan”, Laterat: Majalah Ilmiah Kependidikan, ISSN 0852-1557, Nomor 10/ Tahun 2000, 2535 13. “Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B pada Kelompok Belajar Berbasis Pemberdayaan”, Jurnal Ilmu Pendidikan, ISSN 0215-9643, Februari 2001, Jilid 8, Nomor 1, 57-70. 14. “Kontribusi Model Pengelolaan Kelompok Belajar terhadap Keberdayaan Diri Warga Belajar Program Kejar Paket B” , Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 11, Nomor 1, Juni 2001, 27—36, ISSN 0854-8323. 15. “Ilmu Pendidikan Sebagai Guru Kebenaran”, Pendidikan Masyarakat, Tahun 11, Nomor 1, Januari 2002, 1—12., ISSN 0852-1921. 16. “Pendidikan Nonformal Membangun Sumberdaya Manusia Indonesia Yang Unggul dan Tangguh Pada Era Globalisasi”. Tulisan Terbaik/Juara III pada Lomba Karya Tulis Dosen Tingkat Nasional (Depdiknas). Selanjutnya dimuat pada Jurnal Ilmiah VISI, Nomor 04/XIII/2005, 53—68., ISSN 1410-4342. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

17. “Disain Diklat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal”, Jurnal Ilmiah VISI, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2006, 45—55., ISSN 1907-9176. 18. “Komponen Pembelajaran pada Kursus Komputer dan Kursus Menjahit dan Upaya Standarisasinya”, TEKNOLOGI PEMBELAJARAN, Tahun 12, Nomor 2, Oktober 2004, (halaman 156 - 166); Penulis Tunggal; ISSN: 0854 – 7599; Terakreditasi dengan SK Dirjen Dikti Nomor: 52/DIKTI/KEP/2002 19. “Kebutuhan Akreditasi Dan Sertifikasi Pendidikan Kesetaraan Program Paket C Berbasis Otonomi Daerah”, JURNAL ILMU PENDIDIKAN, Jilid 15, Nomor 1, Februari 2008` (halaman 48–53); Penulis Tunggal; ISSN: 0215 – 9643; Terakreditasi dengan SK Dirjen Dikti Nomor: 56/DIKTI/Kep/2005, tanggal 6 Desember 2005. 20. “Kebutuhan Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, Suatu Keharusan”. JURNAL PENDIDIKAN NON FORMAL, ISSN: 1907 – 1108. Edisi 02, Tahun 2006; (hal 1 – 10); Penulis Tunggal; 21. “Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah” Pelajaran dari Lapangan Untuk Mewujudkan Visi Direktorat Pembinaan SMP, Penerbit: UNIVERSITAS NEGERI MALANG, Cetakan I, Agustus 2007 ISBN: 979-495-808-5 22. “Evaluasi Program Untuk Pendidikan Dan Pelatihan”, Buku. Penerbit: Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional IV, Cetakan Pertama Desember 2007, ISBN: 978-979-24-5363-6 23. “Standarisasi Kursus: Antara Kebutuhan Dan Kesulitan Menetapkan Benchmark” VISI Jurnal Ilmiah PTK-PNF, Volume 2, Nomor 2, 2007;, (halaman 52 – 59); Penulis Tunggal; ISSN: 1907 – 9176 24. “Kemampuan Mengembangkan Profesionalisme Penilik Pendidikan Nonformal di Indonesia” Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 16, Nomor 2, Oktober 2009; (halaman 194 - 202); Penulis Tunggal; Terakreditasi dengan SK Dirjen Dikti Nomor: 83/DIKTI/Kep/2009, tanggal 6 Juli 2009, ISSN: 0854-8315, dan Laporan Penelitian Mandiri, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang, Tahun 2009 B

KORAN, MAJALAH, BULETIN

25. “Manajemen Pemasaran Sekolah”, Tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang, N0. 136 Th. XIV h. 3, 4, 5, Juni-Juli 1992 26. “Dehistorisasi dan Tugas Guru”, Tabloid KOMUNIKASI IKIP, Malang, dipublikasikan ulang melalui buku kumpulan artikel berjudul PENDIDIKAN DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF, Juli 1992 27. “Refleksi Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat LPM IKIP MALANG tahun 1992/1993”, bulletin WARTA IKIP MALANG No. 15 tahun XI, 31 Desember 1993 28. “Lahan Pendidikan Yang Belum Tergarap”, artikel pada tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang, No. 144 Th. XIV hal. 5, 6 , April 1993 29. “Dampak Negatif Alat Permainan”, artikel pada tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang, No. 142 Th. XIV hal. 5,6, Pebruari 1993. Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

30. “Sedikit Diskusi Tentang Guru”, Majalah Suara Gu-ru, ISSN 0126-1864. No. 10/TH. XLVI/1996, 26-28 31. “Nggayuh Sukses Liwat Pendidikan Luar Seko-lah”, Mingguan JAYA BAYA, Nomor 19/LII, 11 Januari 1998, 22—23, 29, ISSN 0215-4803 32. “Radio Siaran Kangge Ngrembakakaken Basa Jawi”, Mingguan JAYA BAYA, Nomor 23/LV, 4 Pebruari 2001, 11,46, ISSN 0215-4803. 33. “Sekolah Mahal dan Demokratisasi Pendidikan”, artikel opini pada Harian Surya, 1 Mei 2003:21, No 161 Tahun XVII. 34. “Makna Idiologis Marak dan Abruknya Bisnis Pohon Mas”, artikel opini pada Harian Malang Post, 7 Mei 2003:12. 35. “Transfer PLS dan Pewujudan Masyarakat Belajar”, artikel opini pada Harian Jawa Pos-Radar Malang, 0, dan 31 Maret 2005:41. 36. “Ban Serep Itu Bernama Program Paket C”, artikel opini pada Harian Surya, 30 Juni 2006:4, No 222 Tahun XX. 37. “Solusi Pendidikan Nonformal Mengatasi Krisis”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, 771907 111625, halaman 8—10, ISSN 1907-1116. 38. “Konsep Itu Bernama Life Skills”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, ISSN 19071116. edisi kedua tahun dua 2006, halaman 1—3,. 39. “Sistem SKK, Dari Surabaya Kita Mulai”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, edisi ke satu tahun ketiga 2007, halaman 1—5, ISSN 1907-1116.

VII. KESERTAAN DALAM FORUM ILMIAH 1. Malang, 14 s/d 25 Mei ‘90 2. Malang, 18 s/d 22 Peb 2001 3. Malang, 31 Desember‘ 93

4. Mataram, 4 – 8 ‘Okt 1993 5. Jakarta,

: Lokakarya Petunjuk Pelaksanaan Pengajaran Mikro, UPPL IKIP Malang (peserta) : Seminar dan Lokakarya Evaluasi Belajar Mahasiswa, IKIP MALANG (peserta) : Refleksi Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat LPM IKIP Malang tahun 1992/1993, disampaikan pada Evaluasi Pelaksanaan Pengabdian Kepada masyarakat LPM IKIP Malang tahun 1992/1993 di Balai Desa Ngenep Karangploso Malang : Seminar Temu Kolegial PLS VI dan Konvensi ISPPSI Tingkat Nasinal 1993. Panitia Oleh IKIP Mataram, (peserta) : Seminar Nasional “Kemiskinan di Indonesia dan Peran

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Nopember 1993‘93 6. Surabaya, Januari 1994 7. Jakarta, Maret 1997 8. Bogor, Maret 1997 9. Malang,

Lembaga Pendidikan dalam Pengentasannya (peserta) Lokakarya Penyempurnaan Model, Sarana Belajar, dan Alat Peraga Satuan-satuan PLS di BPKB Surabaya (narasumber) Program Pendidikan Keluarga dan Pendidikan Prasekolah Jalur Pendidikan Luar Sekolah (pemakalah) Lokakarya Nasional Rintisan Model Program Pendidikan keluarga dan Pendidikan Prasekolah jalur Pendidikan Luar Sekolah, (pemakalah) Pekerja anak dan problematiknya di Indonesia (pemakalah)

9 Mei 1995 10. Malang,

Model Pendampingan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)

Maret 1996 11. Malang, Mei 1995 12. Malang. Juni 1996 13. Bandung, Nopember 1997 14. Bandung, Oktober 1997

15. Surabaya, Nopember 1997 16. Bandung,

Forum Komunikasi Jurusan PLS dengan tema “Pemantapan Karakteristik Akademik dan Profesi PLS” (pemakalah) Perpektif Teknologi Pembelajaran: Peluang dan Tantangan, (pemakalah) Manusia dan Dimensi Emosionalnya menjelang Milenium III, seminar sehari oleh HMJ PPB FIP IKIP Bandung, (peserta). Optimalisasi Iklim Akademis pada Program Pasca Sarjana IKIP Bandung melalui Outsourcing, Peningkatan Intensitas Penelitian, dan Diskusi Ilmiah, seminar sehari oleh PPS IKIP Bandung, (peserta). Seminar Nasional dan Konperensi ISPPSI 1997, Hotel Natour Simpang, Surabaya, (penyumbang makalah dan peserta) Diskusi Panel dan Temu Karya Pendidikan Umum Program Pasca Sarjana IKIP Bandung (penyumbang makalah dan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Desember 1998

peserta)

17. Bandung, Maret 1999

Conference on Civic Education for Civil Society (Democratic Citizens in a Civil Society: Building Rationales for the 21-st Century’s Civil Education, Papandayan Hotel Bandung, (peserta)

18. Jakarta,

Rakernas dan Temu Karya Pendidikan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (IPSI), (peserta)

Mei 1999 19. Bandung , Pebruari 2000 20. Yogyakarta, 21 – 25 Juli 2004 21. Batu, 29 Sept -1Okt 2004

22. Surabaya, 5 – 9 Oktober 2004

23. Jakarta, 1 – 3 Des. 2004 24. Jogyakarta, 21 – 25 Juli 2004 25. Malang, 29 Sept - 1Okt. 2004

Peranan Persetujuan Trips-WTO, Khususnya Perlindungan di Bidang Merek dalam Menunjang Kegiatan Perekonomian dan Perdagangan (peserta) Lokakarya Review Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Instrumen Penilaian Keaksaraan Fungsional, (narasumber) Seminar Nasional, Lokakarya dan Pelatihan Pengembangan Paradigma Pendidikan Berbasis Masyarakat: Orientasi dan Strategi Pembangunan Pendidikan bagi Pemerintahan Baru Pasca pemilu 2004 Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) V dengan tema: Menata Pendidikan Nasional yang Bermutu untuk Membangun Kualitas Kehidupan dan Peradaban Bangsa, (steering committee dan pemakalah). Temu Nasional Membangkitkan Kembali Gerakan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara, (panitia dan moderator). Lokakarya Review Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Instrumen Penilaian Keaksaraan Fungsional (peserta) Lokakarya Pengem bangan Paradigma Pendidikan Berbasis Masyarakat, Orientasi Strategi Pembangunan Pendidikan Bagi Pemerintahan Baru Pasca Pemilu 2004 (peserta)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

26. Surabaya, 5 – 9 Oktober 2004 27. Jakarta, 1 – 3 Des. 2004 28. Surabaya, 26 Juli 2006 29. Ambon. 30 – 31 Maret 2011

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) V (steering committee) Temu Nasional Membangkit kan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara

Kembali

Gerakan

Seminar Nasional Implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen Serta Implementasinya Terhadap Peningkatan Kualitas Pendidikan. Guru (peserta) Seminar Nasional “Kontribusi Pendidikan Luar Sekolah Kepulauan dan Pembentukan Karakter Anak Bangsa (narasumber)

VIII. PENATARAN/PELATIHAN 1.

1985

2.

1990

3.

1991

4.

1991

5.

1993

6.

2003

: Pendidikan Latihan Dasar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur Angkatan XXX (peserta) : Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PT. Negeri dan Swasta Angkatan XII, Puslit IKIP Malang (presenter) : Penataran P4, Tingkat Nasional Pola 120 Jam/Calon Penatar bagi Dosen PTN dan PTS oleh BP-7 Pusat (peserta) : Penyegaran Penatar P-4 Tingkat I (Propinsi) di bawah pembinaan pengawasan dan pengkoordinasian BP-7 Daerah (panitia dan peserta) : Penataran/Kursus Bahasa Inggris IKIP MALANG, selama 8 Bulan (peserta) : Pelatihan Pengelola dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah (peserta)

IX. KUNJUNGAN LUAR NEGERI WAKTU 09-17 Juli 2011

NEGARA TUJUAN Spanyol (Madrid dan Barcelona

NAMA KEGIATAN & SPONSOR Study Visit for Benchmarking of Educational Quality Assurance (Sponsor: Kantor Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan, Kemdiknas, Jakarta)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

X. PENGHARGAAN TAHUN 2011

NAMA PENGHARGAAN SatyaLencana Karya Satya XX Tahun

NOMOR SURAT 74/TK/TAHUN 2011 nomor urut 46856

PEJABAT Presiden Indonesia

Rebublik

Malang, September 2012 Yang membuat pernyataan Keterangan Pribadi,

Prof. Dr. SUPRIYONO, M.Pd.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012