naskah publikasi perbedaan manajemen konflik antara ... - Psikologi

371 downloads 234 Views 61KB Size Report
Sebagai contoh, kasus perkelahian massal antarpelajar atau tawuran yang kian marak itu sungguh memprihatinkan. Di Yogyakarta, dua kelompok pelajar SLTA.
NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT

Oleh: NICKE SUYATNO HEPI WAHYUNINGSIH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing Utama

(Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si. )

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT

Nicke Suyatno Hepi Wahyuningsih

INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan manajemen konflik antara remaja yang mempunyai tipe kepribadian ekstravert dengan introvert. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan batasan usia antara 15-18 tahun. Adapun skala yang digunakan adalah skala manajemen konflik dan skala tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Skala manajemen konflik ini merupakan hasil modifikasi dari CRSI (Conflict Resolution Styles Inventory) yang dikembangkan oleh Kurdek (1994) dengan menggunakan empat kemungkinan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, yaitu positive problem solving, conflict engangement, withdrawal, dan compliance. Sedangkan skala tipe kepribadian ekstrovert dan introvert merupakan hasil modifikasi dari EPQ (Eysenck Personality Questionaire) yang dibuat oleh Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) meliputi tujuh aspek yaitu activity, sociability, responsibility, impulsiveness, expressiveness, risk taking, dan reflectiveness. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 11.0 for windows. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai mean kemampuan manajemen konflik pada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert 85,58 dan 92,72 pada subjek yang bertipe kepribadian introvert. Dengan uji-t diperoleh nilai t = -3,689 dan p = 0,000 karena p < 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik yang signifikan antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert. Jadi hipotesis diterima. Kata Kunci : Manajemen Konflik, Tipe Kepribadian ( Ekstrovert / Introvert )

Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia akan selalu ada konflik. Konflik akan terjadi dimanapun dan kapanpun dalam berbagai segi kehidupan sosial salah satunya adalah pada remaja. Pada remaja, konflik mendapat banyak perhatian. Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini oleh G. Stanley Hall (Rumini dan Sundari, 2004) digambarkan sebagai sturm and drang period (topan dan badai). Sebabnya karena mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang (Zulkifli, 1986). Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya adalah dengan berkelahi (Fakhruddin, 1999). Sebagai contoh, kasus perkelahian massal antarpelajar atau tawuran yang kian marak itu sungguh memprihatinkan. Di Yogyakarta, dua kelompok pelajar SLTA dari dua sekolah yang berbeda, Senin tanggal 29 November 2004 sore, nyaris terlibat bentrok. Satu kelompok dari sebuah SLTA swasta di wilayah Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, antara lain ada yang membawa senjata tajam, sudah menunggu kedatangan kelompok lain dari sebuah SLTA negeri dari wilayah Kecamatan Gondokusuman. Dari keterangan yang diperoleh, dua kelompok remaja itu menurut rencana akan bertemu di lapangan parkir Stadion

Mandalakrida, kawasan Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Namun, rencana itu dapat diketahui aparat Poltabes hingga aksi tawuran dapat digagalkan. Sementara itu, polisi dapat menangkap salah seorang warga kampung sekitar, Eko Sulistyo (20), yang kedapatan membawa pedang untuk membantu rekannya (Suara Merdeka, 1 Desember 2004). Dari contoh kasus di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menghadapi masalah, remaja cenderung belum bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Goldfriend dan Davidson (Inawati, 1998) menyatakan perilaku malasuai dapat disebabkan oleh ketidakefektifan strategi menghadapi masalah. Kesuksesan seseorang menyelesaikan masalah tergantung pada strateginya dalam menghadapi berbagai situasi masalah. Kemampuan managerial seseorang dalam menanggulangi konflik disebut dengan manajemen konflik. Menurut Gottman dan Krokoff (Kurdek, 1994) dalam manajemen konflik ada empat macam pendekatan, yaitu positive problem solving (kompromi dan negosiasi), conflict engagement (menyerang dan lepas kontrol), withdrawal (menarik diri dari permasalahan dan dengan orang yang terlibat dengannya) dan compliance (menyerah dan tidak membela diri). Pentingnya manajemen konflik dalam hubungan sosial mendorong para ahli untuk mengidentifikasikan sejumlah faktor yang mempengaruhi manajemen konflik. Antara lain: karakteristik kepribadian dan kecerdasan (Sternberg dan Soriano,1984). Berkaitan dengan faktor karakteristik kepribadian, terlihat bahwa pemilihan strategi manajemen konflik erat kaitannya dengan tipe kepribadian. Pendekatan

tipologi saat ini yang banyak digunakan adalah tipologi ekstravert dan introvert yang mula-mula dikembangkan oleh Jung pada tahun 1875-1961, lalu dilanjutkan oleh H. J. Eysenck. G.G Jung pada tahun 1921 menerbitkan bukunya Psychological Types. Dalam buku ini ia mengatakan bahwa kepribadian manusia dapat dibagi menjadi dua kecenderungan ekstrim berdasarkan reaksi individu terhadap pengalamannya. Pada kutub ekstrim pertama adalah kecenderungan introversi, yaitu menarik diri dan tenggelam dalam pengalaman-pengalaman batinnya sendiri, cenderung tertutup, tidak terlalu memperhatikan oranglain dan agak pendiam. Kutub ekstrim yang lain adalah ekstroversi, yaitu membuka diri dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa dan benda-benda di sekitarnya. Kalau tipologi Jung tampaknya terkotak-kotak secara kaku, maka E.J. Eysenck beranggapan bahwa ekstraversi-introversi merupakan dua kutub dalam satu skala. Kebanyakan orang akan berada di tengah-tengah skala itu,, hanya sedikit orang-orang yang benar-benar ekstrovert atau introvert (Shalahuddin, 1991). Menurut Abidin dan Suyasa (2003) kedua tipe tersebut masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri yang sangat berpengaruh terhadap perasaan, pikiran, minat serta sikap mereka. Antara ekstrovert dan introvert kadang-kadang mengelola konflik dengan cara yang berbeda karena keduanya memiliki orientasi yang berbeda. Orang ekstrovert kurang mampu dalam mengelola konflik. Hal ini disebabkan karena menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) orang ekstrovert cenderung bertindak secara terburu-buru, kadang-kadang gegabah, mudah

berubah

pendirian,

demonstratif,

senang

hidup

dalam

bahaya,

sedikit

menghiraukan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin merugikan, dan mungkin juga tidak bertanggung jawab secara sosial. Sebaliknya, orang introvert akan lebih mampu dalam mengelola konflik. Hal ini disebabkan karena menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) orang introvert cenderung jarang ikut terlibat dalam sebuah konflik, karena mereka selalu mempertimbangkan berbagai masalah dengan sangat hati-hati sebelum mengambil keputusan, pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak, terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya, dan dapat dipercaya. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas peneliti ingin melaksanakan penelitian tentang perbedaan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Sehingga pertanyaan penelitiannya adalah: “Apakah ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert ?”

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan manajemen konflik tipe kepribadian ekstravert dengan introvert.

Tinjauan Pustaka 1. Manajemen Konflik

Menurut Dwijanti (2000) metode resolusi konflik adalah cara atau pendekatan atau metode yang digunakan seseorang untuk mengatasi atau menghadapi suatu konflik tertentu. Hendricks (1992) menyatakan bahwa manajemen konflik adalah strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik. Menurut Pepper (Dwijanti, 2000), manajemen konflik merupakan kombinasi antara persepektif dan tindakan; bagaimana seseorang mengonseptualisasikan konflik akan menentukan tindakan apa yang diambil untuk menyelesaikan konflik. Berdasarkan penjelasan di atas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen konflik adalah strategi atau metode yang digunakan seseorang untuk mengatasi atau mengelola suatu konflik tertentu. Aspek-aspek Manajemen Konflik Ada beberapa macam pendekatan manajemen konflik yang dapat digunakan untuk menyusun aspek-aspek manajemen konflik. Antara lain pendekatan manajemen konflik dilakukan oleh Gottman dan Krokoff (Kurdek, 1994), mereka menyusun aspek-aspek manajemen konflik menjadi empat, yaitu: a) Positive problem solving, merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara yang lebih terfokus pada permasalahan konflik yang terjadi dengan kompromi dan negosiasi. b) Conflict engagement, merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara menyerang dan lepas kontrol terhadap lawan konfliknya. c) Withdrawal, merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara menarik diri dari permasalahan dan dengan orang yang terlibat dengannya. d) Compliance, merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan

cara menyerah dan tidak membela diri ketika berhadapan dengan lawan konfliknya. Aspek-aspek manajemen konflik berdasarkan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan Ruble dan Thomas (Dwijanti, 2000) ada lima, yaitu avoiding atau withdrawal, accommodating atau smoothing, forcing atau competition, compromising, dan confroting. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek manajemen konflik dapat disusun dari beberapa pendekatan. Namun, pada penelitian kali ini penulis akan menggunakan aspek-aspek manajemen konflik yang disusun berdasarkan pendekatan dari Gottman dan Krokoff. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Konflik Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik antara lain menurut Sternberg dan Soriano (1984) yaitu karakteristik kepribadian dan kecerdasan. Boardman dan Horowits (Mardianto, 2000) mengatakan bahwa karakteristik kepribadian yang berpengaruh terhadap gaya manajemen konflik individu adalah kecenderungan agresivitas, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati, dan kemampuan untuk menemukan alternatif penyelesaian konflik. Faktor lingkungan menurut Wall dan Callister (1995) juga turut mempengaruhi manajemen konflik seseorang, misalnya kekuatan yang tidak seimbang, saling ketergantungan, perbedaan status, dan hubungan yang distributif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa karakteristik kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen konflik. 2. Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert

Secara etiomologis, kata kepribadian (personality dalam Bahasa Inggris) berasal dari kata persona (Bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng, yaitu tutup muka yang sering dipakai para pemain sandiwara untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang (Sujanto, 2004). Menurut Jung (Sujanto, 2004), hal inilah yang menyebabkan mengapa kehidupan manusia ini tidak dapat berada di dalam ketenangan yang selama ini dicarinya. Eysenck

(Alwisol,

2004)

memberikan

definisi

kepribadian

sebagai

keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatic (constitution). Tiap dimensi kepribadian memiliki ciri-ciri atau karakteristiknya masingmasing, begitu pula dengan tipe ekstravert dan intravert. Masing-masing memiliki minat, sikap, pikiran, serta perasaan yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya (Purwanto dalam Abidin, 2003). Eysenck (Alwisol, 2004) yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dengan introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arousal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulus indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang untuk bereaksi. Orang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya

CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri, menghindar dari riuhrendah situasi disekelilingnya yang membuatnya kelebihan rangsangan. Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian ekstrovert dan introvert merupakan dua hal yang berbeda dan saling berlawanan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi dari Eysenck yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Aspek-aspek Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert Menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) terdapat indikator-indikator yang menyebabkan adanya perbedaan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Indikator-indikator tersebut terdiri dari tujuh aspek, yaitu: a. Aktivitas (activity) b. Kemampuan bergaul (sociability) c. Penurutan dorongan hati (impulsiveness) d. Pernyataan perasaan (expressiveness) e. Pengambilan resiko (risk taking) f. Kedalaman berpikir (reflectiveness) g. Tanggung jawab (responsibility) Pada penelitian ini ketujuh aspek yang telah disebutkan di atas digunakan sebagai tolok ukur dalam pengukuran tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Hipotesis Ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert. Metodologi Penelitian Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung

: Manajemen konflik

2. Variabel bebas

: Tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert

Subjek penelitian ini adalah remaja yaitu remaja dengan batasan usia antara 15-18 tahun (Monks, 2002). Metode analisis data yang digunakan untuk menguji taraf signifikansi perbedaan manajemen konflik dalam penelitian ini adalah dengan teknik uji-t dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 11.0 for Windows. Metode pengumpulan data pada penelitin ini menggunakan dua skala, yaitu: 1. Skala Manajemen Konflik Skala ini merupakan hasil modifikasi dari CRSI (Conflict Resolution Styles Inventory) yang dikembangkan oleh Kurdek (1994) dengan menggunakan empat kemungkinan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, yaitu positive problem solving, conflict engangement, withdrawal, dan compliance. Pernyataan yang bersifat favourable menunjukkan tingginya kemampuan subjek mengelola konflik. dan pernyataan yang bersifat unfavourable menunjukkan rendahnya kemampuan subjek dalam mengelola konflik. Untuk

pernyataan yang bersifat favourable, skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan yang bersifat unfavourable sebaliknya. Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 40 aitem yang diujicobakan, 29 aitem valid dan 11 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,2093 – 0,6174 dengan korelasi alpha sebesar 0,8738 2. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Skala ini merupakan hasil modifikasi dari skala ekstrovert dan introvert yang dibuat oleh Eysenck yang disebut dengan Eysenck Personality Questionaire atau EPQ (Eysenck dan Wilson, 1980). Skala ini mengukur tujuh aspek tipe kepribadian,

yaitu:

activity,

sociability,

responsibility,

impulsiveness,

expressiveness, risk taking, dan reflectiveness. Pernyataan yang bersifat favourable disusun berdasarkan ciri-ciri tipe kepribadian ekstrovert dan pernyataan yang bersifat unfavourable disusun berdasarkan ciri-ciri tipe kepribadian introvert. Untuk pernyataan yang bersifat favourable, skor 4 untuk jawaban SL (bila subjek selalu melakukan), skor 3 untuk jawaban S (bila subjek sering melakukan), skor 2 untuk jawaban K (bila subjek kadang-kadang melakukan), dan skor 1 untuk jawaban T (bila subjek tidak pernah melakukan). Untuk pernyataan yang bersifat unfavourable sebaliknya. Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 56 aitem yang diujicobakan, 22 aitem valid dan 34 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,2065 – 0,4569 dengan korelasi alpha sebesar 0,7698

Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian Hasil pengumpulan data terkumpul sebanyak 101 subjek. Setelah diteliti ternyata 7 subjek tidak memenuhi kriteria sehingga tinggal 94 subjek. Untuk mendapatkan subjek yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, 94 subjek tersebut dicari median-nya (nilai tengah). Dengan median 51, maka diperoleh subjek sebanyak 86. 40 subjek memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan 46 subjek memiliki tipe kepribadian introvert, subjek inilah yang akan diolah lebih lanjut 2. Deskripsi Data Penelitian Variabel Manajemen Konflik Tipe Kepribadian

Min 29 22

Hipotetik Max Mean 116 72,5 88

55

SD 14,5

Min 68

11

29

Empirik Max Mean 114 89,40 66

50,12

SD 9,597 6,800

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa rerata empirik manajemen konflik sebesar 89,40 di atas terata hipotetik sebesar 72,5 dengan SD 14,5 dan rerata empirik tipe kepribadian sebesar 50,12 di bawah rerata hipotetik 55 dengan SD 11. Subjek penelitian akan digolongkan ke dalam lima kategori diagnosis menggunakan rumus (Azwar, 2003): a. Sangat rendah : X = M-1,5SD b. Rendah

: M-1,5SD < X = M-0,5SD

c. Sedang

: M-0,5SD < X = M+0,5SD

d. Tinggi

: M+0,5SD < X = M+1,5SD

e. Sangat tinggi

: M+1,5SD = X

Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Skor X = 51 51 < X = 62 62 < X = 80 80 < X = 94 94 = X

Ekstrovert f % 0 0 0 0 10 25 23 57,5 7 17,5 40 100

Introvert f % 0 0 0 0 3 6,522 23 50 20 43,478 46 100

Berdasarkan hasil kategori skor variabel manajemen konflik di atas maka dapat diketahui bahwa subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert mayoritas berada pada tingkat tinggi yaitu sebanyak 23 orang (57,5%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 10 orang berada pada tingkat sedang (25%) dan sebanyak 7 orang berada pada tingkat sangat tinggi (17,5%). Untuk subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert mayoritas juga berada pada tingkat tinggi yaitu sebanyak 23 orang (50%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 3 orang berada pada tingkat sedang (6,522%) dan sebanyak 20 orang berada pada tingkat sangat tinggi (43,478%). 3. Hasil analisis uji asumsi a. Uji normalitas Uji normalitas dilakukan pada variabel manajemen konflik. hasil uji normalitas sebaran menunjukkan bahwa manajemen konflik mempunyai distribusi sebaran yang normal dengan uji One-Sample KolmogorovSmirnov test = 0,806 dan p = 0,534 maka p > 0,05. b. Uji homogenitas Uji asumsi homogenitas antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dihasilkan Leven ‘s Test for Equality of Variances diperoleh nilai F =

0,082 dan p = 0,775, karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data kedua kelompok homogen. 4. Hasil uji hipotesis (Uji-t) Uji-t dilakukan pada skor total manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert berdasarkan uji-t skor total manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Dari hasil analisis data diperoleh nilai mean kemampuan manajemen konflik pada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert 85,58 dan 92,72 pada subjek yang bertipe kepribadian introvert. Mengingat kedua varians homogen, maka dalam pengujian t akan menggunakan asumsi Equal Varians Assumed dan diperoleh nilai t = -3,689 dan p = 0,000 karena p < 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik yang signifikan antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang betipe kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert. Jadi hipotesis diterima.

Pembahasan Eysenck (Mischel, 1993) mengatakan bahwa orang yang bertipe kepribadian introvert tidak banyak bicara, mawas diri, memiliki rencana sebelum melakukan sesuatu, tidak percaya dengan faktor kebetulan, memikirkan masalah kehidupan sehari-hari secara serius, menyukai keteraturan dalam hidup mereka, jarang berperilaku agresif, tidak mudah hilang kesabaran, dan menempatkan standar etis yang tinggi dalam hidup mereka. Sedangkan orang yang bertipe

ekstrovert tidak terlalu memusingkan suatu masalah, cenderung agresif, mudah kehilangan kesabaran, perasaannya kurang dapat terkontrol dengan baik, dan kurang dapat dipercaya. Bila orang introvert dan ekstrovert dengan karakteristikkarakteristik di atas mengalami sebuah konflik maka akan terlihat bahwa tipe introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik. Hal ini didukung oleh tiga hasil analisis tambahan, dimana semakin tinggi skor subjek maka semakin tinggi kemampuan subjek dalam mengelola konflik dan sebaliknya. Ketiga hasil analisis tambahan tersebut adalah: a) Berdasarkan aspek manajemen konflik positive problem solving diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara berkompromi dan bernegosiasi dengan lawan konflik. b) Berdasarkan aspek manajemen konflik conflict engagement diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert yaitu dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara tidak menyerang dan lepas kontrol terhadap lawan konflik. c) Berdasarkan aspek manajemen konflik withdrawal diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara tidak menarik diri dari permasalahan atau dari lawan konflik.

Conger (Monks, 2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan antara kepribadian dengan delikuensi bahwa remaja delikuen biasanya lebih memiliki kepribadian percaya diri, sering memberontak, ambivalen otoritas, mendendam, bermusuhan, curiga, destructive impulsive, dan menunjukkan kontrol batin yang kurang. Dari sini, terlihat kalau subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert cenderung kurang mampu dalam mengelola konflik karena karakteristik kepribadian yang disebutkan di atas merupakan karakteristik dari tipe kepribadian ekstrovert. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Eysenck (Alwisol, 2004) yang menyatakan bahwa orang ekstrovers suka pesta hura-hura, minum alkohol, menghisap mariyuana, melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering dengan lebih banyak pasangan dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi, cenderung ketagihan alkohol dan mengkonsumsi narkotik dalam jumlah yang lebih besar. Terdapat suatu hasil penelitian tentang hubungan antara tipe kepribadian intravert-extravert dan tingkah laku penyalahgunaan heroin pada remaja. Remaja yang memiliki tipe kepribadian extravert lebih banyak yang menunjukkan tingkah laku penyalahgunaan heroin dibandingkan remaja yang memiliki tipe kepribadian introvert. Remaja yang bertipe kepribadian ekstravert lebih mudah terpengaruh untuk ikut menyalahgunakan heroin, ketika diajak atau dirayu oleh kelompok teman sebayanya (Suherman dan Yuanita, 2000). Ini disebabkan karena mereka memiliki karakteristik suka bergaul, memiliki banyak teman, impulsive, dan seringkali bertindak tanpa dipikir terlebih dahulu (Eysenck dalam Abidin dan Suyasa, 2003)

Salah satu faktor yang juga mendukung adanya perbedaan antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dalam mengelola konflik adalah lingkungan. Sujanto (1988) mengatakan bahwa dari lingkungan terutama lingkungan sosial seperti keluarga dan teman sekolah ikut pula mempengaruhi pertumbuhan anak. Situasi kehidupan dalam keluarga berupa pola asuh orang tua akan sangat berpengaruh terbentuknya kepribadian dalam diri individu dengan cara meniru dan melihat orang tua sehingga cara-cara yang diajarkan oleh orang tua tersebut tertanam dalam dirinya. Pola asuh yang tidak tepat (pola asuh keras menguasai maupun membebaskan) serta hubungan yang tidak harmonis antaranggota keluarga dapat menyebabkan anak tidak betah di rumah dan mencari pelampiasan kegiatan di luar bersama teman-temannya. Hal inilah yang tidak jarang menyeret mereka kepada pergaulan remaja yang tidak sehat seperti perkelahian atau tawuran. Namun, apabila lingkungan keluarga mampu memelihara rasa aman dan perasaan menghargai satu sama lainnya yang selaras atau mengimbangi situasi yang ada di luar rumah maka anak akan berkembang menjadi orang yang berkepribadian baik dan ketika mereka menemukan suatu konflik maka mereka akan lebih mampu mengelola konflik tersebut dengan metode-metode atau strategi yang tepat sehingga mereka tidak terseret dalam pergaulan remaja yang tidak sehat dan menyimpang.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert

cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert. Saran 1. Untuk Subjek Penelitian Diharapkan bagi remaja yang bertipe kepribadian ekstrovert agar lebih mampu dalam mengontrol pendapat dan perasaanya, tidak impulsive dan demonstratif, tenang, dan selalu mempertimbangkan berbagai masalah dengan hati-hati, sehingga jika suatu ketika mereka mengalami sebuah konflik mereka dapat mengelola konflik tersebut secara tepat dan efektif. 2. Untuk Penelitian Selanjutnya a. Bagi yang ingin mengembangkan penelitian ini hendaknya menggunakan teori tipe kepribadian yang berbeda dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, misalnya teori tipe kepribadian dari Jung. b. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar menggunakan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap manajemen konflik seseorang, misalnya kecerdasan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, L., dan Suyasa, P. 2003. Perbedaan Pengusaaan Tugas Perkembangan Antara Remaja Yang Memiliki Tipe Kepribadian Ekstravert Dan Remaja Yang Memiliki Tipe Kepribadian Introvert. Phronesis. Vol 5, No.10 Desember 2003, 93-110. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Edisi revisi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. P58-76j. 2004. Dor..Dor… : Polisi Gagalkan www.suaramerdeka.com/harian/0412/01/kedb.htm. Kedu-DIY. Desember 2004.

Tawuran. Rabu 1

Dwijanti, J.E. 2000 Perbedaan Penggunaan Metode Resolusi Konflik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Antara Manajemen Dan Karyawan. Anima, Indonesian psychological Journal. Vol.15, No.2, 131-148. Eysenck, H. J., and Wilson, G. 1980. Mengenal Diri Pribadi. Jakarta: ANS Sungguh Bersaudara. Fakhruddin, M. 1999. Tawuran Pelajar; Siapa Yang Bertanggung Jawab?. Jakarta. www.kontan-online.com/03/27/refleksi/ref1.htm. Edisi 27/III/1999. tanggal 5 April 1999. Hendricks, William. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik: Petunjuk Praktis Untuk Manajemen Konflik Yang Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Inawati, Sevi. 1998. Strategi Menghadapi Masalah Ditinjau dari Orientasi Peran Jenis. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Kurdek, L.A. 1994. Conflict Resolution In Gay, Lesbian, Heteroseksual Non Parent and Heteroseksual Parent Couples. Journal Of Marriage And The Family. 56, Agust, 705-722.

Mardianto, Adi dkk. 1999. Hubungan Manajemen Konflik pada Kelompok Pendaki Ditinjau dari Status Keaktifan Anggota. Jurnal Psikologi. No.2, 111119. Mischel, W. 1993. Introduction To Personality. Fifth Edition. Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Monks, F.J dkk. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rumini, Sri dan Sundari, Siti. 2004. Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Shalahuddin, Mahfudh. 1991. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: PT. Bina Ilmu Sternberg, R.Y., and Soriano, L.Y. 1984. Styles of Conflict Resolution. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.47, No.1, 115-126. Suherman, Marina, R. A., dan Yuanita, Rasni A. 2000. Hubungan antara Tipe Kepribadian Intravert-Extravert dan Tingkah Laku Penyalahgunaan Heroin pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol.5, No.1, 1-12 Sujanto, Agus. dkk. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara Sujanto, Agus. 1988. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Wall, J.A., dan Callister, R.R. 1995. Confict and Its Management. Journal Of Management, Vol.21,No.3,515-558. Zulkifli, L. 1986. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remadja Karya CV.

IDENTITAS PENULIS Nama

: Nicke Suyatno

Alamat

: Suryotarunan NG 1/ 460 Yogyakarta 55261

No. telp

: ( 0274 ) 7492245