PERAN YAYASAN BINA ANAK PERTIWI DALAM PENGENTASAN ...

246 downloads 427 Views 541KB Size Report
Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan ... anak-anak mereka.4 Sehingga mereka tidak bisa melanjutkan sekolah misalnya. ...... Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di.
PERAN YAYASAN BINA ANAK PERTIWI DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Kasus pada Anak Jalanan di Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan)

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosiologi Agama (S.Sos)

Disusun Oleh: Husnul Khotimah Nim. 104032201023

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

PERAN YAYASAN BINA ANAK PERTIWI DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Kasus pada Anak Lalanan di Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan)

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosiologi Agama (S.Sos)

Disusun Oleh:

Husnul Khotimah Nim. 104032201023

Di Bawah Bimbingan

Dra. Joharotul Jamilah, M.Si. Nip. 150282401

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

ABSTRAKSI Husnul Khotimah Peran Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam Pengentasan Kemiskinan Anak Jalanan (Studi Kasus pada Anak Jalanan di Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan) Masalah kemiskinan anak jalanan merupakan masalah yang multidimensional. Dewasa ini masalah yang dihadapi cukup mengkhawatirkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Secara kuantitas akibat dari krisis ekonomi yang melanda negeri ini membuat terjadinya peningkatan pada jumlah anak-anak jalanan. Sedangkan kualitas tentu saja perilaku mereka yang cukup memprihatinkan. Sebagai tunas-tunas bangsa, maka sudah seharusnya hal-hal negatif yang ada pada diri anak-anak jalanan perlu segera ditangani. Dalam penanganan masalah anak jalanan dibutuhkan kerja sama berbagai pihak, profesi dan disiplin ilmu agar menghasilkan pola penanganan yang mampu menangani masalah anak jalanan secara komprehensif. Salah satunya dengan mendirikan lembaga-lembaga di luar pemerintah seperti LSM, dan yayasanyayasan rumah singgah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang program-program dalam pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi sebagai salah satu lembaga yang menjadi ‘kepanjangan tangan’ pemerintah. Programprogram tersebut bertujuan untuk menghantarkan mereka pada masa depan yang lebih baik khususnya mereka mampu mengatasi kemiskinan mereka yang selama ini telah membelenggu mereka dan keluarganya. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan data baik berupa kata-kata maupun dari tulisan-tulisan dari orang-orang yang diamati guna mendapatkan data-data yang diperlukan yang kemudian dijabarkan secara deskriptif. Melalui wawancara, observasi dan dokumentasi, selama ini mereka masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Banyak hal mengapa anak memilih jalanan, karena usia mereka yang relatif muda tanpa memiliki kreativitas apa-apa, akhirnya mereka memilih jalanan untuk menyambung hidupnya karena tekanan kemiskinannya. Maka dengan program-program yang diajarkan Yayasan Bina Anak Pertiwi, dapat membantu mereka menjalankan kehidupan normal dan menggapai masa depan yang lebih cerah. Program-program tersebut berupa pelatihan keterampilan, kesenian, pertanian dan yang lebih penting lagi adalah pendidikan berupa sekolah kejar paket. Kegiatan program-program tersebut paling tidak bertujuan untuk mengalihkan profesi anak jalanan ke non jalanan. Dan itu sangat berdampak positif.

i

KATA PENGANTAR Tengadah jemari ke hadirat Ilahi Robbi, terucap untaian kata nan suci yang penuh makna dari lubuk hati yang paling dalam “Alhamdulillah”, sebagai ungkapan rasa syukur yang ikhlas sebagai wujud penghambaan diri kepada Dzat yang maha agung tempat mengembalikan segala urusan, Allah SWT. Karena atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya penulis dapat merampungkan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Rasulullah saw, penghulu para nabi, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran islam sebagai rahmatan lil alamin. Penulis menyadari sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segala materi, pembahasan maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu, kritikan dan saran yang bertujuan dan membangun sungguh merupakan masukan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Skripsi ini adalah buah dari ketulusan dan keikhlasan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak DR. M. Amin Nurdin, MA selaku dekan fakultas Ushuluddin dan Filsafat 2. Ibu Dra. Ida Rasyidah, MA selaku Ketua Jurusan Sosiologi Agama.

ii

3. Ibu Dra. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan sekaligus sebagai pembimbing skripsi penulis yang telah membimbing, meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk penulis. Orang tuaku tercinta ( H. Hamdani(alm) dan Hj. Marhanih) yang selalu ada dihati penulis, yang selalu memberikan kasih sayang tanpa batas, yang selalu berharap dalam setiap do’a yang dipanjatkan, yang selalu terjaga dalam setiap langkah kemana kaki ini berjalan, yang selalu tersenyum penuh cinta dalam setiap canda tawa. Para dosen pengajar fakultas Ushuluddin dan Filsafat khususnya jurusan Sosiologi Agama yang membuat wawasan penulis lebih terbuka lagi. Staff perpustakaan

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Umum,

perpustakaan Iman Jama, dan Perpumda yang telah memberikan pelayanan dengan baik selama penulis menyelesaikan skripsi. Kakak-kakakku tersayang yang selalu memotivasi dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Keponakan-keponakanku yang nakal yang selalu mengganggu penulis ketika mengetik. Specially for “abang Q A. Hafiz” yang telah mengisi dan memberikan warna dalam kehidupan penulis, yang tak pernah berhenti memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini, terima kasih untuk kesabaran, pengertian dan waktu yang diluangkan.

iii

4. Pengurus Yayasan Bina Anak Pertiwi khususnya kak Zayyadi, kak Ali, Ardi, beserta anak-anak penghuni lainnya yang telah membantu penulis dan memberikan data-data yang terkait dengan penulisan ini. Teman-teman SA angkatan 2004, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tapi kalian semua adalah the best friend khususnya Nia, Zumi, Umi, Uti dan Ita teman curhat penulis, tempat berbagi kesedihan dan keceriaan. Terima kasih atas masukan-masukan dan do’a yang diberikan. Sampai kapanpun kita harus selalu saling mendo’akan. Teman-teman alumni Seblak angkatan 2004, Uun, Ika, Zah, Bad, dan lainnya. Jangan pernah putuskan tali silaturahmi kita.

Ciputat, Januari 2009

Husnul Khotimah

iv

DAFTAR ISI ABSTRAKSI …………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii DAFTAR ISI …………………………………………………………………… v DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. vi BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..............................................

9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................

9

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10 E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 11 F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 14 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Peranan dalam Perspektif Sosiologis .............................. 16 B. Kemiskinan ..................................................................................... 21 1. Pengertian Kemiskinan ............................................................... 21 2. Ukuran dan Kriteria Kemiskinan ……………………………… 28 3. Sebab dan Proses Terjadinya Kemiskinan …………………….. 32 C. Anak Jalanan ................................................................................... 36 1.

Pengertian Anak Jalanan .......................................................... 36

2. Potret Anak Jalanan di Jakarta 41 D. Teori Manajemen Organisasi .......................................................... 46

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN BINA ANAK PERTIWI A. Sejarah Berdirinya ........................................................................ 49 B. Visi, Misi, dan Tujuan …………………………………………….. 56 C. Profil Anak Jalanan ……………………………………………….. 57

BAB IV

PEMBINAAN DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN ANAK JALANAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN

A. Partisipasi Anak Jalanan di Lingkungan Yayasan .......................... 62 B. Strategi Pengentasan Kemiskinan ................................................. 65 C. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksaan Program ..... 79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 83 B. Saran-Saran ………………………………………………………. 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di Negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan misteri kemiskinan ini. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah rumit yang harus terus dikaji dalam mencari jalan keluarnya. Di Indonesia, masalah kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah kita saat ini, melainkan

pula

karena

gejalanya

meningkat

sejalan

dengan

krisis

multidimensional yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS,1999). Sementara itu, International Labour Organization (ILO) memperkirakan jumlah

orang miskin di Indonesia pada akhir tahun mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3% dari seluruh jumlah penduduk (BPS, 1999).1 Meningkatnya jumlah penduduk miskin terutama di daerah perkotaan yang ditandai dengan fenomena anak jalanan, yang tiap tahun makin bertambah jumlahnya. Pada tahun 2002 berdasarkan data Dinas Bina Mental dan Kesejahteraan Sosial pemprov DKI Jakarta, jumlah anak jalanan mencapai 8.158 jiwa, terdiri atas 1.795 anak di Jakarta Barat, 1.883 anak di Jakarta Pusat, 1.532 di Jakarta Selatan, 2.296 di Jakarta Timur, dan 652 di Jakarta Utara.2 Sementara itu pada tahun 2004, jumlah anak jalanan di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), tercatat 154.861 anak. Padahal sebelum krisis berdasarkan beberapa sumber (LSM dan Depkesos) diperkirakan jumlahnya hanya berkisar sebanyak kurang lebih 50.000 orang.3 Permasalahan sosial ekonomi tersebut saling berpengaruh yang tidak hanya menjadi kesulitan bagi orang–orang dewasa, tetapi juga berdampak pada anak-anak mereka dengan ikut menanggung penderitaan untuk sekedar mencari makan. Pendidikan dan perlindungan anak merupakan tanggung jawab orang tua, namun karena kemiskinan mereka, maka mereka tidak lagi sanggup memenuhi fungsi sosialnya dengan baik dalam mendidik, melindungi dan mengembangkan

1 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 136. 2 “Pada Hari Ini Mari Dengar Suara Anak Jalanan,” artikel ini diakses tanggal 12 januari 2009 dari http://www.kompas.com/kompas_cetak/0307/23/utama. 3 Sander Diki Zulkarnaen. “Pemberdayaan Keluarga Sebagai Basis Utama Dalam Pembinaan Anak Jalanan,” artikel ini diakses tanggal 12 januari 2009 dari http://www.kpai.go.id/doc/keluarga basis utama.doc.

anak-anak mereka.4 Sehingga mereka tidak bisa melanjutkan sekolah misalnya. Banyak sekali di jalanan Ibu Kota kita jumpai anak-anak yang bekerja dengan cara mengamen atau menjadi pemulung, bahkan mereka harus hidup di jalanan. Padahal untuk usia anak-anak, tidaklah ada yang paling penting selain pendidikan untuk masa depan mereka agar mampu hidup di tengah tantangan perkembangan zaman. Pendidikan mereka terlantar demi memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Orang tua mereka tentu saja tidak mampu untuk membiayai pendidikan mereka. Padahal dengan bekal pendidikan yang baik diharapkan anak tersebut dapat memperbaiki taraf hidupnya sehingga tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan mewujudkan cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan perlindungan, seperti tercantum dalam UU RI No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak Bab II, pasal 2 bahwa: “Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.” 5 Masa kanak-kanak merupakan salah satu masa terpenting dalam kehidupan manusia, Keberadaannya adalah tumpuan bagi masa selanjutnya. Pada masa ini terletak pokok pertumbuhan kepintaran anak, bertunasnya pembawaanpembawaan, kecenderungan minat bakatnya, perkembangan pengetahuannya, penampakan akar-akar kemampuannya, pemilahan kecenderungannya yang baik

4 Kusmana,ed., Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2006), h. 122. 5 UU RI No.4/1979 Tentang Kesejahteraan Anak. (Surabaya: Media Center, 2006),h. 48.

maupun yang buruk. Pada masa ini juga terletak cikal bakal sosok kepribadian anak dalam proses pencapaian selanjutnya.6 Keberadaan anak jalanan sering dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban serta meresahkan masyarakat. Penilaian seperti ini ada benarnya, karena secara rasional dapat dimengerti bahwa anak yang hidup di jalanan cenderung hidupnya tidak teratur dan karena kerasnya kehidupan mereka, maka anak tersebut lebih mudah untuk berbuat sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Misalkan berkelahi, mencuri, dan sebagainya. Sehingga dengan seringnya melakukan tindakan tersebut, maka stigma negatif untuk anak jalanan sulit dilepaskan. Kendati begitupun, ini tidak berarti bahwa semua anak jalanan melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat. Setidaknya ada tiga kategori resiko dari keterpaksaan yang dialami oleh anak-anak jalanan, yaitu penderitaan mental, penderitaan kesehatan fisik dan terganggunya masa depan pendidikan mereka.7 Tidak jarang kita jumpai anak jalanan harus terlibat dalam berbagai pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya. Situasi yang rentan dan rawan terhadap berbagai tindakan kejahatan. Tentu saja hal ini berdampak negatif terhadap sikap moral dan mental mereka. Selain itu juga dari segi kesehatan dan keselamatan mereka rawan terhadap kecelakaan yang dapat mengakibatkan kecacatan fisik bahkan tidak sedikit yang mengalami kematian. Keprihatinan lainnya tentu saja dalam hal kelangsungan pendidikan mereka. 6 Hasan Baryagis. Wahai Ummi Selamatkan Anakmu (Jakarta: Penerbit Arina, 2005), h. 5. 7 Pungki Purnomo, Nasib Pekerja Anak dan Kepedulian Kita dalam jurnal Islam dan Lingkungan Hidup (Jakarta: PSKLH IAIN, 2001), h.39.

Banyak latar belakang yang menyebabkan anak turun ke jalan, Tetapi kemiskinan bukanlah satu-satunya yang menyebabkan anak-anak hidup dan mencari nafkah di jalan.8 Menurut Heru Prasadja, anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada di jalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.9 Untuk mengatasi masalah kemiskinan dan anak-anak kurang mampu, pemerintah sudah berusaha mencari solusinya dengan berbagai program. Namun upaya-upaya yang dilakukan pemerintah masih belum seluruhnya dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik bagi masyarakat kurang mampu. Akibat dari ketidakmampuan ekonomi orang tua, anak-anak tidak dapat melanjutkan pendidikan. Ironisnya anak yang seharusnya dinafkahi oleh orang tuanya, ia terpaksa mencari nafkah dengan cara mengamen, memulung, atau berjualan di jalanan dan sebagainya. Dengan demikian tujuan nasional yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia belum berhasil dengan baik.10 Ketidakmampuan ekonomi merupakan masalah yang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja akan tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama termasuk masyarakat sebagai komponen bangsa. Allah dan Rasulullah memerintahkan agar manusia memperdulikan nasib 8 Irwanto, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia ( Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya, 1999), h.112. 9 Heru Prasadja dan Murni Ati Agustian, Anak Jalanan dan Kekerasan (Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya, 2000), h.1. 10 Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), cet. Ke-2, h.121.

mereka yang kebanyakan tergolong dhuafa dan terlantar. Dengan melaksanakan aktivitas penyantunan sosial dalam masyarakat. Dalam Islam ditegaskan bahwa anak yang kurang mampu karena orang tuanya miskin, atau yatim piatu, merupakan kewajiban umat Islam untuk membantunya, bila tidak mau membantu, mereka dicap sebagai pendusta agama, sebagaimana dalam surat al-Ma’un ayat 17 yang artinya: “(1) tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (2) itulah orang yang menghardik anak yatim, (3) dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, (4) maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, (5) yaitu orangorang yang lalai dari shalatnya, (6) orang-orang yang berbuat riya, (7) dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” Dalam keadaan kehidupan mereka yang miskin, wajarlah jika anak jalanan memerlukan perhatian dan kasih sayang orang lain yang peduli dengan nasib mereka. Perhatian dan kasih sayang yang mereka perlukan tidak sebatas pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Untuk itulah anak-anak jalanan membutuhkan kepedulian, yaitu orang-orang yang mengikhlaskan dan mengorbankan diri termasuk harta untuk membantu penderitaan mereka. Bebagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi keberadaan anak jalanan ini. Namun masalah ini tidak hanya dapat diatasi sendiri oleh satu pihak. Perlu kerja sama berbagai pihak yang melibatkan kalangan profesional dari berbagai disiplin ilmu di dalamnya agar menghasilkan pola penanganan yang komprehensif. Menghadapi masalah anak jalanan, telah banyak berdiri lembaga-lembaga sosial dan pemerintah untuk membantu persoalan yang dihadapi anak jalanan

tersebut. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati anak telah lebih dahulu menyuarakan hak-hak mereka sebagai seorang anak. Strategi dan cara atau pendekatan yang ditempuh oleh masing-masing LSM dalam mengatasi masalah anak jalanan berbeda-beda. Namun secara garis besar, kegiatan-kegiatan yang umumnya dilakukan oleh para aktivitas LSM itu sendiri berkisar pada bimbingan sosial, pendidikan jalanan, ekonomi jalanan, bimbingan keluarga dan kegiatan agama. Selain LSM lembaga yang banyak berdiri adalah rumah singgah. Keberadaan rumah singgah sedikit banyak telah membantu mengurangi masalah anak jalanan. Para anak jalanan dididik menjadi anak yang lebih disiplin, serta dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan untuk masa depan mereka, agar mereka mampu mengatasi kemiskinan yang mereka alami. Oleh karena itu, berdasarkan pesan-pesan yang dibawa dalam al-Qur’an tersebut, maka penulis di sini ingin melakukan penelitian terhadap Yayasan Bina Anak Pertiwi yang sudah lama berkecimpung dalam membina anak-anak jalanan. Ada beberapa alasan mengapa penulis ingin mengangkat tentang fenomena anak jalanan. Pertama, karena fenomena kemiskinan dan anak jalanan merupakan masalah yang rumit untuk dipecahkan dan senantiasa menjadi fenomena yang aktual dalam membicarakannya. Kedua, penulis belum melihat maksimalnya pemerintah dalam menangani permasalahan yang terjadi di masyarakat khususnya anak-anak jalanan, karena pada kenyataannya anak jalanan sampai saat ini masih sangat mudah dijumpai.

Ketiga, penulis ingin mengetahui program-program pembinaan yang digunakan sebuah yayasan yang konsen menangani masalah anak-anak jalanan dengan mengembangkan potensi diri mereka secara optimal melalui kreativitas atau wirausaha dan lainnya. Selain itu yang lebih penting lagi adalah masalah bimbingan yang dapat mengembangkan potensi kecerdasan spiritual terhadap nilai-nilai akidah dan ibadah sehingga anak-anak jalanan itu dapat mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya dengan baik. Karena anak-anak merupakan generasi masa depan yang menjadi harapan bangsa, maka sebagai aset yang berharga dan mahal, anak-anak harus dipelihara dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, segala urusan dan permasalahan yang terkait dengan mereka harus senantiasa diperhatikan dengan sungguhsungguh. Karena ditangan generasi muda itulah, perjalanan bangsa, masyarakat, Negara, dan peradaban umat manusia ditentukan. Demikian pula dengan maju dan mundurnya masyarakat, serta keterpurukan yang dialami oleh sebuah bangsa, ditangan generasi mudalah, pembangunan peradaban dilakukan. Dari pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk memilih judul “Peran Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus pada Anak Jalanan di Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan).”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian, penulis membatasi masalah yang diteliti pada beberapa hal yaitu Penelitian ini diartikan sebagai

upaya yang dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi melalui peranannya dalam pengentasan kemiskinan anak jalanan melalui program yang ada di yayasan seperti pendidikan, pelatihan pemberdayaan, dan pelatihan keagamaan. Selain itu subjek penelitian dibatasi pada anak-anak jalanan di bawah asuhan Yayasan Bina Anak Pertiwi yang berkisar pada usia remaja antara 14-17 tahun. Kemudian untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini, maka perlu dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: “bagaimana upaya yang dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam mengentaskan kemiskinan anak-anak jalanan?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui program apa saja yang dilakukan Yayasan Bina Anak Pertiwi melalui peranannya dalam mengentaskan kemiskinan anak jalanan. Sedangkan manfaat penelitian adalah: 1. Manfaat bagi penulis Melatih berfikir ilmiah dalam mengentaskan masalah-masalah melalui penelitian langsung pada objek tertentu yang menjadi sasaran, sehingga ilmu yang selama ini dipelajari dapat diaplikasikan, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan Sosiologi Agama di UIN Syarif Hidayatullah.

2. Manfaat bagi yayasan

Sebagai salah satu referensi bagi pengelola yayasan untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan bidang pembinaan yang sudah ada, menjadi lebih baik. Sedangkan manfaat dari penelitian ini, adalah agar kita dan masyarakat bisa lebih memahami kehidupan dalam sebuah yayasan-yayasan sosial dan bisa memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi anak-anak yang hidup dalam yayasan-yayasan sosial.

D. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah peulis lakukan, ada beberapa skripsi yang membahas atau berkaitan dengan anak jalanan, diantaranya: 1. Agama Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Wilayah Melawai, Jakarta Selatan). Skripsi ditulis oleh Firdaus, mahasiswa Sosiologi Agama, tahun 2006. Religiusitas Pengamen Jalanan (Studi Kasus Pengamen Jalanan di Tanjung Priok. Skripsi ditulis oleh Nur Fitriah, mahasiswa Sosiologi Agama, tahun 2005. Dari skripsi-skripsi di atas, walaupun ada kesamaan dalam subjek penelitian, akan tetapi yang menjadi kajian utamanya berbeda. Dalam skripsi yang ditulis oleh Firdaus, membahas tentang perilaku keagamaan anak jalanan yang berada di wilayah Melawai, Jakarta Selatan. Begitu juga dengan skripsi yang ditulis oleh Nur Fitriah, membahas tentang religiusitas pengamen Jalanan yang berkaitan dengan pemahaman agama mengenai ibadah wajib dan sunnah yang dilakukan sehari-hari. Berbeda dengan skripsi ini, di sini penulis membahas tentang kemiskinan anak

jalanan dan upaya sebuah yayasan melalui program-programnya untuk mengentaskan kemiskinan anak jalanan tersebut

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, yaitu studi tentang suatu penelitian yang berupaya menghimpun data baik berupa kata-kata maupun tulisan dari orang-orang yang diamati guna mendapatkan data-data yang diperlukan kemudian mengolah dan menganalisanya secara deskriptif. Kata deskriptif berasal dari bahasa Inggris “description” yang berarti penggambaran, kata kerjanya adalah “to describe” artinya menggambarkan.11 Penelitian

deskriptif

merupakan

penelitian

yang

dimaksudkan

untuk

mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya.

2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah cara untuk memperoleh data dalam bentuk mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik observasi yang penulis lakukan adalah bersifat langsung yaitu mendatangi Yayasan Bina Anak Pertiwi, di wilayah Pasar Minggu Jakarta Selatan yang mana terdapat informan sebagai nara sumber.

11 M. Meden Ridwan, ed. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam (Bandung: Nuansa, 2001), h.229.

b. Wawancara/Interview Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.12 Penelitian ini menggunakan wawancara terbuka tak berstruktur dengan cara mengajukan pertanyaan yang tidak terikat dan lebih bebas berdasarkan pedoman pertanyaan yang dimiliki oleh penulis untuk memperoleh data yang diperlukan. Hal ini dilakukan untuk memperluas informasi yang dibutuhkan. Untuk mendukung analisa tersebut, penulis melakukan wawancara secara langsung kepada 1 orang ketua sebagai informan utama, dan 1 orang pengurus sekaligus pekerja sosial yang ada di yayasan sebagai tambahan informasi yang mendukung dari informan utama dan para anak jalanan sebanyak 5 orang sebagai penguat dari pernyataan informan utama. Terdiri dari I orang berusia 14 tahun, 2 orang berusia 15 tahun, 1 orang berusia 16 tahun, dan 1 orang berusia 17 tahun. Lama mereka tinggal di yayasan bervariasi mulai dari 2-5 tahun agar mudah mengetahui program apa saja yang sudah mereka dapatkan. c. Waktu dan tempat penelitian Waktu yang dibutuhkan penulis untuk melakukan penelitian ini dimulai dari bulan November 2008 sampai Februari 2009. Lokasi penelitian dilakukan di Yayasan Bina Anak Pertiwi yang beralamat di Jl. Bacang Gg. Kenanga no. 46 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 12 Imam prayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung :Remaja Rosda Karya, 2003), cet ke-2, h.167.

d. Dokumentasi Yaitu dengan mencari data-data yang tertulis, baik berupa buku, jurnal, ataupun

lainnya.

Teknik

(mengklasifikasikan)

ini

kemudian

dilakukan

dengan

mempelajari

cara

bahan-bahan

mengkategorikan tertulis

yang

berhubungan dengan masalah penelitian dan mengambil data atau informasi yang dibutuhkan. Sumbernya berupa dokumen, buku, majalah, koran dan lain-lain. Data yang diambil adalah data sekunder. 3. Instrumen Penelitian Instumen yang dilakukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan pedoman wawancara, kamera digital untuk dan tape recorder untuk mendukung kegiatan wawancara agar lebih mudah mengolah data hasil wawancara. 4. Sumber Data a. Data primer. Yaitu data dari hasil obsevasi, wawancara dan dokumentasi Yayasan Bina Anak Pertiwi b. Data sekunder. Yaitu buku-buku tertentu, majalah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. 5. Analisis Data a. Proses penafsiran Dalam penafsiran ini, penulis melakukan analisa pengumpulan data dengan menggunakan beberapa bukti, membangun rangkaian bukti dan mengklarifikasinya. Setelah data itu direduksi dan dilakukan berbagai proses pemilihan pemusatan perhatian dan penyederhanaan data dasar. Selanjutnya dilakukan penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. b. Penyimpulan hasil penelitian Penyimpulan hasil penelitian ini penulis menggunakan pola fikir deduktif dan induktif. Deduktif adalah menarik kesimpulan dari dalil-dalil yang sifatnya umum untuk dijadikan kesimpulan yang sifatnya khusus. Sedangkan induktif adalah menarik kesimpulan dari yang bersifat khusus untuk kemudian dijelaskan secara luas. Kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti selalu didasarkan atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Kesimpulan adalah jawaban berdasarkan data yang terkumpul, dan kesimpulan merupakan solusi yang bukan diberikan kepada objek penelitian.

F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini, penulis membagi menjadi lima bab, sebagai berikut: Bab satu (I) berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua (II) berupa kajian teori yang berisi pengertian peranan dalam perspektif sosiologis, kemiskinan yang meliputi: pengertian kemiskinan, ukuran dan kriteria kemiskinan, sebab dan proses terjadinya kemiskinan, dan anak jalanan yang meliputi: pengertian anak jalanan, dan potret anak jalanan di Jakarta. Bab tiga (III) berupa gambaran umum yang berisi sejarah berdirinya, visi,

misi, dan tujuan, struktur organisasi, serta aktivitas sosial anak jalanan di yayasan. Bab empat (IV) berupa pembinaan dalam pengentasan kemiskinan anak jalanan yang berisi, partisipasi anak jalanan di lingkungan yayasan, strategi pengentasan, dan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksaan program. Bab lima (V) berupa Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran

BAB II KAJIAN TEORI

A. PERANAN DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS Asal usul kata peranan sosial dipinjam dari dunia sandiwara (drama). Sebuah drama terdiri dari suatu “lakon” dan sejumlah pelaku. Istilah peranan (dalam sandiwara) oleh para sosiolog dialihkah ke “panggung masyarakat”.13 Manusia dalam masyarakat diungkapkan sebagai pelaku dari peranan-peranan sosial, istilah peranan menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai lakon. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat Jadi peranan sosial adalah bagian dari fungsi masyarakat. Karena manusia dalam kehidupannya menempati kedudukan-kedudukan tertentu, oleh karena itu mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang mereka tempati itu menimbulkan harapan-harapan (expectations) tertentu dari orang-orang sekitar. Misalnya dalam setiap peranan yang berkaitan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan dapat menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang di pegangnya. Gross, Mason, dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.14 Dengan kata lain peranan-peranan tersebut ditentukan oleh normanorma di dalam masyarakat, maksudnya adalah setiap individu dalam setiap pekerjaannya diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh 13 Drs. D. Hendropuspito, Sosiologi sistematik ( Yogyakarta: Kanisius, 1989), h.177-178. 14 David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (Jakarta: CV Rajawali, 1983), h.100.

masyarakat, di dalam keluarga, dan di dalam peranan-peranan lainnya. Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama tentang peranan, yaitu harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang prilaku yang pantas, dan seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peranan tertentu.15 Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu:16 Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajibankewajiban dari pemegang peran. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peranan merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya dalam status tertentu pada lingkungan di mana dia berada. Dalam realitas kehidupan, semua orang mempunyai peranan masing-masing. Dan setiap yang mempunyai peranan itu biasanya bisa menyesuaikan dengan peranan tersebut. Misalnya, seseorang ketika berada di rumah ia mempunyai peranan sebagai kepala rumah tangga, namun ketika di kantor ia berperan sebagai karyawan, dan sebagainya. Peranan seperti ini sangat kompleks tergantung pada mobilitas sosialnya.

15 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta : CV Rajawali, 1984), cet.ke.I, h. 235. 16 David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, h. 101.

Peranan mencakup tiga hal, yaitu :17 Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan

yang

membimbing

seseorang

dalam

kehidupan

bermasyarakat. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Perlu pula disinggung mengenai fasilitas-fasilitas bagi peranan individu (role-facilities). Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas-fasilitas bertambah. Misalnya perubahan departemen pemerintahan dalam menangani kasus anak jalanan, dan lain lain. Bertolak dari sudut-sudut pandangan di atas, peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.

17 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 244.

Dari gambaran di atas tentang peranan, dapat disimpulkan beberapa aspek yaitu:18 1. Peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat. Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukkan pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama mengemban tugas umum, ialah mencukupi kepentingan umum yang berupa kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentaraman dan keamanan. Tugas umum ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika anggota-anggotanya dan bagianbagiannya berfungsi baik. Adapun bagian-bagian masyarakat itu tak lain adalah

kelompok-kelompok

sosial

atau

lembaga-lembaga

sosial.

Lembaga-lembaga sosial inilah yang bisa berupa sebuah yayasan yang berdiri sendiri atau lembaga lainnya yang mengemban tugas bagian yang disebut fungsi sosial. Dalam hal ini misalnya yayasan Bina anak Pertiwi memiliki komitmen terhadap kesejahteraan anak-anak jalanan di daerah Pasar Minggu. 2. Peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan. Jika

peranan

sosial ditinjau

dari sudut

lain

yakni

bagaimana

pelaksanaannya, peranan sosial adalah seperangkat pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang harus diikuti oleh individu yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana seorang pengurus yayasan yang fokus terhadap permasalahan anak jalanan mampu memahami karakter anak-anak jalanan,

18 Hendropuspito, Drs. D. Sosiologi sistematik, h.179-181.

bagaimana harus bersikap terhadap mereka, bagaimana harus berbicara dan berbuat kepada mereka, semua itu sudah mempunyai pola tersendiri, dia tidak hanya harus memahami anak-anak jalanan, tetapi juga harus mengerti dan merasakan segala kesulitan-kesulitan anak-anak jalanan. 3. Peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu, misalnya sebuah yayasan atau lembaga lainnya. 4. Pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat. Sama halnya dengan suatu pementasan sebuah drama, pelaku-pelaku yang menjalankan peranan sosial diberi tempat dalam suatu tangga masyarakat. Misalnya dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sebuah lembaga, maka masyarakat akan memberikan

dukungan baik berupa

materi atau semangat. 5. Dalam peranan sosial terkandung harapan-harapan yang khas dari masyarakat. Setiap peranan sosial adalah sejumlah harapan yang hendak diwujudkan, juga harapan dari orang banyak yang realisasinya diserahkan kepada seorang atau beberapa pelaku. Isi harapan dari masyarakat adalah agar peranan (tugas) sosial tersebut dilakukan menurut norma dan peraturan yang telah ditentukan. Misalnya sebuah yayasan yang fokus dalam masalah

anak

jalanan

memiliki

harapan

dari masyarakat

menginginkan anak-anak jalanan bebas dari keterpurukannya.

6.

Dalam peranan sosial ada gaya khas tertentu.

yang

Setiap peranan yang dipegang oleh individu atau kelompok memiliki harapan-harapan yang berbeda sesuai dengan penjiwaannya. Misalnya lembaga yang menangani masalah anak jalanan, maka penjiwaannya pun seperti halnya anak-anak jalanan, atau contoh lainnya lembaga yang menangani masalah kemiskinan, maka karakternya pun dapat memahami kemiskinan tersebut dibanding orang atau lembaga yang tidak memahami masalah tersebut.

B. KEMISKINAN a. Pengertian Kemiskinan Dalam merumuskan pengertian-pengertian tentang kemiskinan nampaknya bukan suatu hal yang mudah, karena selain kompleksnya masalah yang berkaitan dengan kemiskinan di samping itu juga masing-masing para pembuat pengertian tentang kemiskinan sangat dipengaruhi oleh latar belakang kerangka berfikir dan fokus perhatian yang berbeda dalam melihat masalah kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan merupakan masalah global yang sering dikaitkan dengan masalah kebutuhan, kesulitan, dan kekurangan-kekurangan dalam hidup. Kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu: 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, dan papan). 2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi). 3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam. 5. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat. 6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 7. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 8. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).19 Kemiskinan itu sendiri berasal dari kata “miskin” dengan mendapatkan awalan “ke” dan akhiran “an”. Miskin adalah tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah), sedangkan kemiskinan adalah hal miskin; keadaan miskin; situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.20 Dalam literatur hukum Islam, istilah kemiskinan atau “miskin” dibedakan dengan “fakir”. Mengenai perbedaan kedua istilah tersebut, definisi miskin adalah yang memiliki harta benda/pencaharian atau kedua-duanya hanya bisa menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan yang disebut fakir ialah mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak memiliki mata pencaharian tetap atau mempunyai harta benda tetapi hanya mampu menutupi

19 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. h.132. 20 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka , 1998) Cet. Ke-2. h.587.

kurang seperdua kebutuhan pokoknya.21 Para sosiolog menyebut masyarakat miskin sebagai masyarakat marjinal, masyarakat pinggiran, atau masyarakat kumuh. Karena itu banyak pula teori yang menjelaskan tentang masyarakat miskin, antara lain menurut Murray, masyarakat miskin atau masyarakat marjinal, atau masyarakat kumuh adalah mereka yang dalam kehidupan sehari-harinya tinggal di perkampungan perkotaan yang letaknya sangat strategis untuk bertahan hidup, di mana perkampungan tersebut dikenal sebagai kampung ilegal, liar, kotor, sarang penyakit. Sumber perlawanan dan kejahatan. Hal senada juga diutarakan oleh Adam Firol, yang menjelaskan bahwa masyarakat miskin adalah mereka yang memiliki buruknya kondisi rumah sebagai tempat tinggal dan kampung-kampung pemukiman mereka disebabkan oleh adanya ledakan jumlah penduduk.22 Terdapat banyak sekali teori dalam memahami kemiskinan. Bila dipetakan maka terdapat dua paradigma atau teori besar (grand theory) mengenai kemiskinan: yakni paradigma neo-liberal yang memfokuskan pada tingkah laku individu dan demokrasi sosial (social-democracy) yang mengarah pada struktur sosial.23 Teori neo-liberal berakar pada karya politik klasik yang ditulis oleh Thomas Hobbes, John Lock dan John Stuart Mill. Teori yang memfokuskan pada tingkah laku individu merupakan teori tentang pilihan, harapan, sikap, motivasi, dan kapital manusia (human capital). Intinya menyerukan bahwa komponen penting 21 Ali Yafie, Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren (Jakarta: Buku P3LM, 1986), h.6. 22 Y. Argo Twikromo, Pemulung Jalanan Yogyakarta : Konstruksi Marjinalitas dan Perjuangan terhadap Bayang-Bayang Budaya Dominan (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999),h.5. 23 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Me mberdayakan Rakyat. h. 138

dari sebuah masyarakat adalah kebebasan individu. Kaum neo-liberal yang mengedepankan azas laissez faire disebut sebagai ide yang mengunggulkan mekanisme pasar bebas. Maksudnya bahwa manusia bebas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dengan tersedianya pilihan-pilihan. Perspektif ini sejalan dengan teori sosiologi fungsionalis, yang menyarankan bahwa sejumlah fungsi lebih penting dan tentu saja lebih menguntungkan bagi masyarakat dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya. Dari perspektif teori fungsional, ketidaksetaraan itu tidak dapat dihindari dan diinginkan adalah keniscayaan dan penting bagi masyarakat secara keseluruhan.24 Para pendukung teori neo-liberal beragumen bahwa kemiskinan merupakan persoalan individual yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan atau pilihanpilihan individu yang bersangkutan. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya jika kekuatan-kekuatan pasar diperluas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya. Secara langsung, strategi penanggulangan kemiskinan harus bersifat ‘residual’ sementara, dan hanya melibatkan keluarga, kelompok-kelompok swadaya atau lembaga-lembaga keagamaan. Peran Negara hanyalah sebagai “penjaga malam” yang baru boleh ikut campur manakala lembaga-lembaga di atas tidak mampu lagi menjalankan tugasnya. Sedangkan teori demokrasi sosial memandang bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individual, melainkan struktural. Kemiskinan di sebabkan oleh adanya ketidak adilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya aksesakses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber-sumber kemasyarakatan. 24 Michael Sherraden. Aset untuk Orang Miskin; Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.47.

Pandangan strukturalis ini diwakili oleh kelompok Marxis, yaitu bahwa hambatan-hambatan struktural yang sistematik telah menciptakan ketidaksamaan dalam kesempatan, dan berkelanjutannya penindasan terhadap kelompok miskin oleh kelompok kapitalis. Variasi teori struktural ini terfokus pada topik seperti ras, gender, atau ketidaksinambungan geografis dalam kaitannya atau dalam ketidakterkaitannya dengan ras.25 Pendukung demokrasi sosial berpendapat bahwa kesetaraan merupakan prasyarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan. Pencapaian kebebasan hanya dimungkinkan jika setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumbersumber, seperti pendidikan, kesehatan yang baik, dan pendapatan yang cukup. Kebebasan lebih dari sekedar bebas dari pengaruh luar. Melainkan pula bebas dalam menentukan plihan-pilihan (choice). Dengan kata lain kebebasan berarti memilliki kemampuan (capabilities) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Misalnya, kemampuan memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan menghindari

kematian

dini,

kemampuan

menghindari

kekurangan

gizi,

kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi. Negara karenanya memiliki peranan di dalam menjamin bahwa setiap orang dapat berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan yang memungkinkan mereka menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Singkatnya, teori perilaku individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif telah mengakibatkan lahirnya kemiskinan. Disisi lain, teori struktur sosial melihat bahwa kondisi miskinlah yang mengakibatkan perilaku tertentu

25 Michael Sherraden. Aset untuk Orang Miskin. h. 47-48.

pada setiap individu, yaitu munculnya sikap individu yang tidak produktif merupakan akibat dari adaptasi dengan keadaan miskin. Pada tingkat ekstrem, kedua teori ini bersifat normatif, dilihat dari anggapan teori perilaku individu yang melakukan tuduhan moral bahwa orang yang tidak produktif dikarenakan mereka lemah dibidang kualitas, latihan, atau moralitas dan mereka harus bangkit sendiri dan berbuat lebih baik. Teori struktural juga memiliki anggapan mengenai penilaian moral, bahwa struktur sosial yang ada saat ini tidak adil terhadap kelompok miskin sehingga harus diubah. Di luar pandangan-pandangan keras tersebut, ada juga kelompok yang tidak memihak (middle ground). Teori yang paling terkenal dari kelompok ini antara lain adalah teori mengenai budaya miskin sebagaimana dijelaskan oleh Oscar Lewis. Teori ini menggambarkan budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada orientasi untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan, mengekalkan kemiskinan di kalangan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya.26 Perspektif ini dikenal sebagai situasi miskin, yang mengindikasikan bahwa adanya disfungsi tingkah laku ternyata merupakan adaptasi fungsional terhadap keadaankeadaan yang sulit yang mengakibatkan mereka menempati posisi di bawah dalam struktur sosial.27 Kelompok tengah (middle ground) ini bermuara kepada Max Weber, seorang sosiologis institusional besar yang kemudian dilanjutkan oleh Ralf Dahrendrof. Weber menentang posisi Marxis tentang teori determinisme ekonominya. Weber 26 Michael Sherraden. Aset untuk Orang Miskin. h. 50. 27 Michael Sherraden. Aset untuk Orang Miskin, h. 51.

melihat “kesempatan hidup” (life chances) secara jauh lebih kompleks yang tidak hanya bergantung pada kedudukan kelas ekonomi, tetapi juga kekuasaan politik, preseden sejarah, hubungan status sosial, dan lain sebagainya. Kesempatankesempatan ini merepresentasikan kemungkinan-kemungkinan untuk mobilitas sosial dan ekonomi.28 Kesempatan hidup diartikan sebagai seperangkat kesempatan yang tersedia untuk seorang individu. Kesempatan hidup merupakan batasan-batasan, atau sedikitnya batasan-batasan terhadap pilihan. Dengan kata lain, kesempatan bagi semua orang tidak sama dan sejak usia dini, pembatasan terhadap pilihan-pilihan tersebut diinternalisasikan dan ikut membentuk sikap hidup dan tingkah laku seseorang. Dahrendrof meminjam dari teori Weber, menciptakan hubungan variable-variabel tatanan sosial dan kesempatan hidup bagi setiap individu, Kesempatan-kesempatan hidup merupakan kesempatan pengembangan individu yang dibekali oleh karakter struktur sosial, bentukan, atau cetakan (moulds), sebagaimana biasa kita menyebutnya, karena cetakan tersebut menyediakan sebuah jembatan penting untuk memahami masyarakat yang menekankan pentingnya kualitas struktur sosial……dan merupakan sebuah teori normatif masyarakat yang menekankan kebebasan individu.29

Jadi konsep kesempatan hidup dan institusi-institusi ekonomi dan sosial yang membentuk kesempatan-kesempatan tersebut dapat digunakan sebagai dasar penting bagi teori kesejahteraan. b. Ukuran dan Kriteria Kemiskinan Untuk mengukur kemiskinan pada umumnya menggunakan indikator 28 Michael Sherraden. Aset untuk Orang Miskin, h. 52. 29 Michael Sherraden. Aset untuk Orang Miskin. h. 53.

pendapatan per waktu kerja (untuk Amerika digunakan ukuran setahun sebagai waktu kerja, sedangkan di Indonesia digunakan ukuran waktu kerja sebulan). Dengan adanya tolok ukur ini, maka jumlah dan siapa-siapa yang tergolong sebagai orang miskin dapat diketahui untuk dijadikan kelompok sasaran yang diperangi kemiskinannya. Tolok ukur lainnya adalah berdasarkan kebutuhan relatif per keluarga yang batasan-batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi agar sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupannya secara sederhana, tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Yang menjadi cakupan dalam tolok ukur ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang berkenaan dengan biaya sewa rumah dan mengisi rumah dengan peralatan rumah tangga yang sederhana tetapi memadai, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan dan untuk pengobatan. Biayabiaya untuk menyekolahkan anak-anak, biaya untuk sandang yang sewajarnya dan biaya untuk pangan yang sederhana tetapi mencukupi dan memadai. Berdasarkan definisi kemiskinan dan fakir miskin dari BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43 %) diantaranya masuk kategori fakir miskin.angka kemiskinan ini akan lebih besar lagi jika dalam kategori kemiskinan dimasukkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 21 juta orang. PMKS meliputi gelandangan, pengemis, anak jalanan, yatim piatu, jompo terlantar, dan penyandang cacat yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki pekerjaan namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.30

30 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. h. 137.

Batas garis kemiskinan itu sendiri yang dipakai oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya selalu berubah berdasarkan tingkat inflasi yang berlaku dan dipisahkan antara kota dan desa. Dalam seminar yang diadakan oleh Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama) disebutkan bahwa masyarakat yang termasuk kategori miskin (target group) baik secara kultural maupun struktural sebagai berikut : • Buruh tani (tidak memiliki lahan) • Petani gurem dengan pemilikan lahan kurang dari 0,25 ha • Nelayan miskin (buruh nelayan) Penganggur (fully unemployment) Penganggur terselubung (disguised unemployment) Putus sekolah (drop out) Buruh kecil Perambah hutan (forest squatters), dll.31 Selain itu dalam seminar tersebut juga mengkategorikan orang miskin dilihat dari pendekatan wilayah (target area), yaitu sebagai berikut: •

Daerah padat penduduk



Daerah kritis tandus



Daerah kumuh perkotaan



Daerah rawan bencana alam (kebakaran, banjir, dll)



Daerah terkena penataan wilayah

31 Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama), Rangkuman Seminar Sehari Pengentasan Kemiskinan dan Kesenjangan Pemerataan Hasil Pembangunan (Jakarta 24 juli 1993), h.13.



Daerah terkena proyek pembangunan Daerah aliran sungai (DAS)



Perkampungan nelayan miskin Daerah perbatasan32

Dalam usaha untuk melakukan pengukuran tingkat kemiskinan tidak cukup dilihat hanya dari sudut pendapatan, konsep taraf hidup (level of living) juga perlu diukur berdasarkan faktor pendidikan, kesehatan, perumahan, dan kondisi sosial lainnya. Kenyataan tersebut mengakibatkan pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan juga bervariasi.33 Adanya berbagai variasi pendekatan dan pengukuran tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kemiskinan dapat dilihat secara absolut dan secara relatif. Secara absolut maksudnya tingkat kemiskinan diukur dengan standar tertentu, sehingga kemudian dapat dikatakan bahwa mereka yang taraf hidupnya di bawah standar yang ditentukan tersebut dikatakan miskin, sebaliknya mereka yang berada di atas standar dinyatakan tidak miskin. Dengan membandingkan jumlah penduduk yang berada di bawah standar, apabila perbandingannya dilakukan antar dua kondisi yang mempunyai rentang waktu yang cukup panjang dan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sebagai perubahan sosial ekonomi yang telah terjadi, maka standar yang dipakai sudah tidak memadai lagi. Walaupun dengan menggunakan standar yang lama dapat diketahui semakin banyak warga masyarakat yang sudah keluar dari kondisi kemiskinan, akan tetapi dilihat dari tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang, kondisi tersebut tetap 32 Rangkuman Seminar Sehari Pengentasan Kemiskinan dan Kesenjangan Pemerataan Hasil Pembangunan, h.13-14. 33 Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), h.117.

dirasakan sebagai masih berada dalam keadaan miskin. Permasalahan yang sama akan dijumpai apabila memperhatikan stratifikasi sosial yang ada, dimana walaupun lapisan bawah telah meningkat taraf hidupnya, akan tetapi apabila peningkatan itu dibandingkan dengan yang dialami lapisan lain, masih jauh lebih rendah, maka secara relatif masih merasakan kondisinya tetap miskin. Dalam pengukuran kemiskinan relatif bertambah relevan jika digunakan dalam masyarakat yang sudah semakin terbuka dan berkembang. Dalam konsep kemiskinan

relatif

ini,

kemiskinan

tidak

semata-mata

diukur

dengan

menggunakan standar yang baku, melainkan juga dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf hidup lapisan terbawah telah terjadi dibandingkan dengan lapisan masyarakat lain, juga dibandingkan dengan kenaikan tuntutan kebutuhan hidup yang berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat. c. Sebab dan Proses Terjadinya Kemiskinan Masalah kemiskinan mempunyai keterkaitan pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Latar belakang yang akan kita jumpai meliputi beberapa aspek yaitu: sosial, ekonomi, psikologi, dan politik. Dalam aspek sosial yang menjadi penyebab kemiskinan adalah akibat dari keterbatasan interaksi sosial dan penguasaan informasi. Pada aspek ekonomi akan tampak pada keterbatasan pada kepemilikan alat produksi, upah yang kecil, daya tawar yang rendah, tabungan yang nihil, kurang agresifnya memanfaatkan peluang yang ada. Dari aspek psikologis terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambilan

keputusan.34 David cox membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi, yaitu: 1. Kemiskinan

yang

diakibatkan

globalisasi.

Globalisasi

menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya adalah

Negara-negara

maju.

Sedangkan

Negara-negara

berkembang seperti Indonesia seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. 2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten kemiskinan

(kemiskinan pedesaan

akibat

rendahnya

(kemiskinan

akibat

pembangunan), peminggiran

pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan percepatan pertumbuhan perkotaan). 3. Kemiskinan sosial, kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas. 4. Kemiskinan konsekuensional, kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.35 Di Indonesia, salah satu penyebab kemiskinan adalah akibat pembangunan fisik yang hanya berpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, selain tidak tepat juga 34 Amrullah Ahmad, Islamisasi Ekonomi (Yogyakarta: PLT@M, 1985), h. 109. 35 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h.132-133.

tidak adil. Akibatnya banyak penduduk desa yang lari ke kota besar untuk mempertahankan hidupnya. Banyak pilihan yang mereka rasakan dapat dilakukan setibanya di kota besar, tetapi kenyataan yang cukup berat menghadang mereka setibanya di kota. Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia, merupakan kota yang menggoda banyak orang desa untuk menyentuhnya. Namun kenyataannya mereka tersisih di Jakarta, namun dengan kondisi ini tidak membuat mereka jera dan kembali ke desa. Bertahan, merupakan tekad yang dijalankan ketimbang malu tanpa hasil setelah merantau ke Jakarta, karena bila kembali ke desa pun tidak juga menjamin tersedianya lapangan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa penyebab kemiskinan adalah kolusi antara para penguasaha dengan para birokratnya dan elit militer. Kolusi yang begitu lama, telah mengakibatkan korupsi yang begitu biasa terhadap dana rakyat, yang seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan. Kolusi antara kekuasaan dan uasaha yang berorientasi keuntungan telah mengakibatkan korupsi atas dana-dana Negara

dan

berbagai

penyelewengan

kekuasaan,

serta

kebijaksanaan

pembangunan, yang pada gilirannya mendorong terjadinya kesenjangan antara si kaya dan si miskin.36 Kepemimpinan pada masa Orde Baru bisa dijadikan contoh dalam kategori ini. Kemiskinan juga banyak dihubung-hubungkan dengan beberapa penyebab yaitu: penyebab individu atau patologis yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Penyebab keluarga yang 36 Seminar Sehari Pengentasan Kemiskinan dan Kesenjangan Pemerataan Hasil Pembangunan, h.10.

menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab sub-budaya (subkultural) yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Penyebab agensi yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Penyebab struktural yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.37 Di daerah-daerah tertentu, terdapat aspek kultural yang mengakibatkan tejadinya proses kemiskinan, misalnya sistem pewarisan tanah kepada ahli waris, yang antara lain meyebabkan munculnya petani-petani gurem dan buruh-buruh tani di Jawa. Proses kemiskinan seringkali juga timbul secara tidak disadari dalam hubungan sosial yang berkembang dalam masyarakat sendiri. Secara kultural juga, kemiskinan disebabkan karena pandangan dunia yang keliru, yang dipengaruhi pemahaman nilai-nilai agama yang pasif dan fatalistik. Doktrin takdir bahwa Tuhan telah menentukan segalanya sejak setiap manusia diciptakan, termasuk kaya-miskin, status sosial, kecerdasan, membelenggu mereka yang tidak sempat mengenyam pendidikan agama yang mencerahkan.38 Seperti juga pendapatnya Harun Nasution melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya dan corak pemahaman teologi tradisional paham Qodho dan Qodar dalam arti fatalisme serta keyakinan bahwa masa depan lebih banyak diserahkan kepada nasib yang telah ditetapkan oleh Tuhan yang maha kuasa. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa 37 http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan artikel diakses pada tanggal 6 Januari

2009. 38 Mutohharun Jinano, “Kemiskinan dan Filantropi Agama,” Sindo. 4 September 2007, h.7.

kemiskinan memang sudah berupa salah satu takdir Tuhan. Tuhan maha pengasih, nampaknya tiada tega jika melihat laki-laki tanpa ada wanita. Tuhan maha bijkasana, tidak mungkin akan mengisi dunia seluruhnya dengan orang kaya saja.39 Penyebab lain dari kemiskinan dalam situasi sekarang adalah tiadanya teknologi dan kemampuan SDM mengelola teknologi. Dalam kaitan ini kemiskinan bersumber dari ketidak mampuan menguasai aset, baik aset fisik berupa alat-alat produksi, modal, mesin, peralatan, tanah dan tenaga kerja serta aset non-fisik yakni kesehatan, pendidikan, keterampilan, manajemen, informasi, dan teknologi. Orang menjadi miskin karena mereka tidak mampu memiliki aset-aset tersebut, yang sebenarnya merupakan sumber pendapatan dan penghidupan. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang faktor penyebab terjadinya kemiskinan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada tiga faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu: a. Kemiskinan alami yang disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan struktural yang diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan. b. Kemiskinan kultural yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.40

39 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), h.145. 40 Iwan Nugroho dan Rochmin Dahuri. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi,

C. ANAK JALANAN a. Pengertian Anak Jalanan Anak menurut UU RI nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. 41 Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan Negara. Banyak pengertian dan batasan dikemukakan tentang anak jalanan yang satu dengan yang lainnya tidak selalu sama, tergantung darimana cara memandang. Unicef memberikan batasan tentang anak jalanan yaitu: “……………street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age and have clrifted into a nomadic street life ( anak jalanan merupakan anak-anak yang berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya)……….42

Sedangkan

definisi

resmi

yang

dikeluarkan

oleh

PBB

dalam

mendefinisikan anak jalanan adalah sebagai berikut: “ Any boy and girl…..whom the street in the wides sense of the word, including unoccupied dwellings, wasteland, etc, has become her or his habitualabode and or sources of livelihood and who is inadequately protected, supervised or directed by responsible adults” (setiap anak baik laki-laki maupun perempuan, dimana dalam berbagai hal, meliputi tidak memiliki rumah tempat tinggal, membuat mereka memiliki Sosial dan Lingkungan (Jakarta: LP3ES, 2004), h.166-168. 41 UU RI Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak (Surabaya: Media Center, 2006), h.50. 42 Armai Arief, Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dan Stabilitas Nasional (Jakarta: Fajar, jurnal LPM UIN Syahid Jakarta, 2002), h.23.

tempat tinggal, dan juga memiliki sumber penghidupan, termasuk disini adalah anak-anak baik laki-laki maupun perempuan yang tidak memiliki perlindungan, bimbingan dan pengawasan dari orang dewasa yang cukup bertanggung jawab).43

HIMMATA ( Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu44 : a. Anak semi jalanan Istilah ini digunakan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. b. Anak jalanan murni Istilah ini digunakan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan keluarga. Sedangkan Tata Sudrajat mengelompokkan anak jalanan menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan anak dengan orang tuanya, yaitu: a. Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan. Di sebut anak yang hidup di jalanan atau children of the street.45 Seluruh waktunya dihabiskan di jalanan. Adapun ciri dari anak-anak ini biasanya tinggal dan bekerja di jalanan (living and working on the street), tidak mempunyai rumah (homeless) dan jarang atau bahkan tidak pernah kontak dengan keluarga. Mereka umumnya berasal dari keluarga berkonflik, misalnya ayah-ibunya cerai, penyiksaan orang tuanya dan konflik-konflik lainnya. 43 Nurhayati, “Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Anak Jalanan (Studi Kasus Rumah Singgah Sakina)”, skripsi Sarjana Pendidikan (Jakarta: Perpustakaan UIN, 2004), h.25-26. 44 Asmawi, “Menatap Masa Depan Anak-Anak Jalanan”, Ummi (majalah Islam wanita) September 2001, h.28. 45 Tata Sudrajat, “Pola Hubungan Sosial dan Aktivitas Sosial Ekonomi Anak Jalanan” makalah PKBI, 1999, h.3.

Mereka lebih mobile, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, karena mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Masalah yang banyak dialami mereka adalah karena tinggal di jalanan dan tanpa ada yang mendampinginya. Jumlah mereka lebih sedikit di bandingkan kelompok anak jalanan lainnya, diperkirakan hanya 10-15% dari seluruh populasi anak jalanan. b. Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, dua bulan sekali atau bahkan tiga bulan sekali. Disebut dengan anak yang bekerja di jalanan atau children on the street.46 Mereka hanya berada sesaat di jalanan. Dalam kelompok ini sendiri terdapat dua kelompok lagi anak jalanan, yakni anak dari luar kota dan anak yang tinggal bersama dengan orang tuanya. Pada anak-anak dari luar kota, mereka biasanya mengontrak rumah secara bersama-sama di satu lingkungan tertentu dan penghuninya adalah teman daerah sendiri. Mereka ini sudah tidak bersekolah lagi dan ikut ke kota karena ajakan teman-teman atau orang yang lebih dewasa. Kontak dengan keluarga lebih sering dibandingkan kelompok children of the street, bahkan lebih teratur. Mereka pulang untuk menyerahkan uang penghasilannya kepada orang tua. Sebagian kecil mereka tinggal bersama orang tuanya (urbanisan). Motivasi mereka adalah ekonomi, jarang yang sifatnya konflik. Persentasenya mencapai 40 % c. Anak yang masih tinggal bersama orang tuanya. Setiap hari pulang ke rumah, masih sekolah atau putus sekolah. Disebut anak yang rentan menjadi anak

46 Tata Sudrajat,Pola Hubungan Sosial dan Aktivitas Sosial Ekonomi Anak Jalanan., h.3.

jalanan atau vulnerable to be street children.47 Mereka umumnya adalah anakanak dari dalam kota sendiri. Biasanya orang tua mereka ada yang asli penduduk kota dan adapula yang urban. Mereka ke jalanan umumnya berjualan koran. Di samping mempunyai motivasi ekonomi, beberapa anak mempunyai motivasi untuk belajar mencari uang dan menolong diri sendiri. Aspirasi mereka terhadap sekolah masih baik dibandingkan kelompok lainnya. Mereka pulang ke rumahnya setelah berjualan, tetapi karena jalanan menawarkan kemudahan memperoleh uang dan hal-hal menarik lainnya maka sebagian kecil dari mereka menjadi lebih lama di jalanan. Persentase kelompok ini mencapai 45 % dari seluruh populasi anak jalanan. Sementara itu, menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) membedakan anak jalanan menjadi 4 kelompok, yaitu: 1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya. Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan, dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesam temannya telah menjadi ikatan mereka. Anak-anak yang berhubungan dengan orang tua. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan. Mereka seringkali diidentikkan sebagai pekerja migran kota

47 Tata Sudrajat,Pola Hubungan Sosial dan Aktivitas Sosial Ekonomi Anak Jalanan., h.3.

yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingga sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya. Anak-anak yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya. Beberapa jam di jalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling mencolok adalah berjualan koran. Anak-anak yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil pada suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tuanya atau saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis, dan pemulung.48 b. Potret Anak Jalanan di Jakarta Keberadaan anak jalanan sudah menjadi pemandangan yang lazim di Ibu Kota Jakarta. Hampir diseluruh perempatan jalan dan lampu merah yang ada di Jakarta terdapat anak-anak jalanan dengan penampilan yang menimbulkan perasaan belas kasihan. Entah itu pengamen atau pengemis atau juga pemulung dan lainnya. Selain di perempatan jalan dan lampu merah, hampir seluruh angkutan umum seperti bus kota, metro mini, dan mikrolet yang beroperasi tiap

48 Fajar, Jurnal LPM UIN Syarif Hidayatullah, Edisi Vol 4, No.I November 2002, h. 26.

hari menjadi sasaran yang empuk bagi anak-anak jalanan untuk mengemis ataupun mengamen. Dari waktu ke waktu bukan berkurang justru semakin bertambah banyak jumlahnya. Akibatnya kepekaan masyarakat terhadap anak jalanan semakin berkurang. Padahal, anak terlahir di dunia ini bukan sekedar perhiasan dan bukan hiburan bagi orang tua, tetapi lebih dari itu, anak adalah amanah dari Allah SWT. Wajib bagi kita untuk memelihara dan mendidik mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh Negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak Asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Right of the Child (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family environment anf alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi, dan budaya (education, leisure and culture activities), dan perlindungan khusus (special protection).49 Makin meningkatnya jumlah anak jalanan disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah akibat meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi. Urbanisasi dan

49 http://harjasaputra.wordpress.com/ . Diakses pada tanggal 6 Januari 2009.

industrialisasi mengacaukan keluarga-keluarga di pedesaan yang pindah ke kota dengan tujuan meningkatkan taraf hidup. Kebanyakan mereka yang pindah ke kota tidak mempunyai keterampilan yang memadai. Akibatnya timbul kantongkantong pemukiman padat di daerah-daerah yang tidak bertuan, seperti pinggiran sungai, di bawah kolong jembatan, di pinggiran rel kereta, bahkan di tanah-tanah negara yang kosong, dan sebagainya. Efek tersebut menjadikan keluarga miskin menyuruh anak-anak mereka untuk mencari uang, baik untuk membantu ekonomi keluarga dan lainnya. Berdasarkan hasil survey sementara yang dilakukan Unika Atmajaya dengan pendanaan Asian Development Bank (ADB) pada tahun 1997 jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia adalah 39.861 orang. Sementara hasil laporan UNICEF pada tahun 1998 menyebutkan jumlah anak jalanan diseluruh Indonesia 50.000 orang.50 Berbeda jauh dengan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik

Republik Indonesia tahun 1998 memperlihatkan bahwa anak

jalanan secara nasional berjumlah sekitar 2,8 juta anak. Dua tahun kemudian, tahun 2000 angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 5,4 %, sehingga jumlahnya menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun yang sama, anak yang tergolong rawan menjadi anak jalanan berjumlah 10,3 juta anak atau 17,6% dari populasi anak di Indonesia, yaitu 58,7 juta anak.51 Berapapun jumlahnya, angka-angka tersebut sangat memprihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita 50 Dana untuk Tangani Anak Jalanan Kurang, Media Indonesia. Jakarta 21 Juli 2001. 51 http://harjasaputra.wordpress.com/ . Diakses pada tanggal 6 Januari 2009.

memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan Negara juga kurang menggembirakan. Di Ibu Kota Jakarta, berdasarkan catatan Profil Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial tahun 2002, anak jalanan berjumlah sekitar 31.304 anak, sedangkan panti pemerintah yang memberikan pelayanan sosial terhadap mereka hanya berjumlah 9 panti, yaitu : 4 Panti Balita Terlantar, 4 Panti Anak Jalanan dan 1 Panti Remaja Putus Sekolah. Daya tampung keseluruhannya adalah 2.370 anak. Sementara itu, panti Sosial Asuhan Anak yang diselenggarakan masyarakat berjumlah 58 Panti dengan daya tampung 3.338 anak dan pelayanan sosial kepada anak di luar panti sebanyak 3.200 anak. Secara akumulatif jumlah yang mendapat pelayanan Panti dan non-Panti adalah 8.908 anak dan yang belum tersentuh pelayanan pemerintah maupun organisasi sosial atau LSM adalah 22.396 anak. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).52 Data tersebut cukup memprihatinkan kita semua, karena idealnya sebagai “kota percontohan” DKI dapat bebas dari masalah anak jalanan, atau setidak-tidaknya jumlah anak jalanan tergolong rendah. Jika kita kaji literatur, fenomena anak jalanan di Indonesia dan di Negara berkembang lainnya berbeda dengan Negara maju. Anak jalanan di Negara maju berkaitan erat dengan kenakalan dan keluarga yang broken home, orang tua pengangguran, penyalahgunaan obat dan minuman keras. Sedangkan di Negara berkembang berkaitan dengan kemiskinan, anak-anak tidak bisa memenuhi

52 http://harjasaputra.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 6 Januari 2009.

kebutuhan dasarnya, tidak bisa bersekolah, lalu bekerja membantu orang tuanya dan diri sendiri. Anak jalanan hidup dan berada dalam situasi sosial yang terdiri dari berbagai latar belakang, yaitu: Pertama, adalah lingkungan sosial yang terdiri dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dimana keluarga anak jalanan tinggal. Ini adalah lingkungan pertama bagi seorang anak, sebelum perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan seorang anak keluar dari lingkungan sosial dan menjadi anak jalanan. Perubahanperubahan tersebut antara lain kesulitan ekonomi, keluarga atau perceraian orang tua, biaya sekolah yang tinggi, atau penolakan warga masyarakat sekitarnya menyebabkan anak-anak menjadi korban dan tidak lagi dapat hidup layak untuk dapat tumbuh kembang secara wajar. Kedua, adalah lingkungan jalanan yang merupakan lingkungan kedua bagi anak jalanan. Di jalanan anak berinteraksi dengan berbagai orang, baik sebagai pribadi maupun atas nama dinas. Mereka antara lain para pemegang otoritas jalanan seperti petugas DLLAJ, kepala stasiun, kepala terminal, polisi, trantib, para pekerja LSM dan lain-lain. Proses interaksi ini dapat menghasilkan bentuk-bentuk kepribadian tertentu. Dalam lingkungan jalanan ini, anak juga berinteraksi dengan berbagai norma dari pemegang otoritas jalanan serta bentuk-bentuk perlawanan terhadapnya. Latar belakang yang lebih khusus lagi dari lingkungan jalanan adalah kehidupan kaum marjinal. Jalanan adalah ruang terbuka, di mana dan siapapun dapat masuk untuk mengadu nasib. Jenis-jenis pekerjaan dijalanan tidak membutuhkan

persyaratan formal kecuali kondisi fisik yang kuat, keberanian dan modal usaha yang banyak. Karena sifat terbuka dan longgar terhadap norma sosial, maka ragam pekerjaan mereka bervariasi baik positif maupun negatif.53 Anak-anak tersebut pada umumnya datang dari keluarga kurang mampu, tinggal di kawasan tertentu yang dianggap pemerintah kota Jakarta sebagai daerah pemukiman kumuh (slum-area) antara lain Prumpung, Manggarai, Pedongkelan, Jembatan Lima, Rawa Badak, Gudang Baru dan daerah pemukiman liar (squatter areas) antara lain pemukiman sepanjang bantaran kali (Ciliwung, Bendungan Hilir), pemukiman sepanjang pinggir rel kereta api (Senen, Kota, Cipinang, dll).54 D. Teori Manajemen Organisasi Suatu usaha untuk menetapkan pengetahuan organisasi dan manajemen sebagai pengetahuan yang terpisah dan dapat dibedakan baru akhir-akhir ini dicoba. Tujuan dari usaha tersebut adalah mengembangkan teori secara umum. Para kontributor dalam hubungan dengan pengembangan tersebut berasal dari kelompok-kelompok yang sifatnya heterogen, baik dari praktisi maupun pada akademikus yang spesialis. Pada mulanya pikiran-pikiran mengenai manajemen berasal dari para pelaksana praktisi dan administrator yang mencatat observasinya dan pengalamannya, kemudian dari dasar itu dibuat petunjuk yang bersifat umum.

53 Modul Pelatihan, Intervensi Psikososial Bagi Pekerja Sosial (Jakarta : YKAI, 2002), h.12. 54 Surya Mulandar (penyunting). Dehumanisasi anak marjinal: berbagai pengalaman pemberdayaan (Bandung: Yayasan Akatiga, 1996), h. 133.

Perkembangan manajemen ilmiah mula-mula dipelopori oleh Frederick W. Taylor (1856-1915) pada akhir abad ke 19. pandangannya sangat dipengaruhi oleh etik protestan yang berlaku pada zaman itu. Ia menekankan nilai dari suatu kerja keras, rasionalitas ekonomi, sifat-sifat individualisme, dan pendapatnnya bahwa setiap manusia mempunyai peranan yang berbeda di dalam masyarakat.55 Ide Taylor berasal dari pengalaman-pengalaman kerjanya sebagai konsultan pada berbagai perusahaan-perusahaan industri. Pada permulaan karirnya ia tertarik pada masalah peningkatan efisiensi kerja dan metode-metodenya dan mencoba mendapatkan salah satu cara yang paling baik untuk mengerjakan setiap pekerjaan. Taylor berpendapat bahwa suatu pekerjaan dapat dianalisa secara ilmiah dan merupakan tugas manajemen untuk memberikan pengarahan terhadap performance pekerja. Hal ini menghasilkan perkembangan dari satu metode yang paling baik untuk mengerjakan tugas, standarisasi, dan melatih mereka dengan metode yang paling efisien untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Ada tiga belas prinsip yang digunakan Taylor dalam manajemen, yaitu: 1. Pembagian kerja (division of work) Kekuasaan dan tanggung jawab (authority and responsibility) Disiplin (dicipline) Kesatuan perintah (unity of command) Kesatuan pengarahan (unity of direction) Kepentingan individu berada di bawah kepentingan organisasi secara umum Sentralisasi (centralization) 55Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig. Organisasi dan Manajemen. (Jakarta: PT Bina Aksara, 1986), h. 91.

Mata rantai (scalar chain) Penempatan (order) Persamaan (equity) Stabilitas dalam melakukan tugas Inisiatif (initiative) 2. Esprit de corps, menekankan perlunya “team work” dan hubungan antar individu di dalam organisasi.56 Dari prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Taylor, secara tidak langsung setiap organisasi atau lembaga apapun memang memakai prinsip tersebut, karena sebuah organisasi bukan hanya satu orang saja yang menjalani tetapi banyak orang yang terlibat di dalamnya.

56 Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig. Organisasi dan Manajemen. h.99-100.

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN BINA ANAK PERTIWI A. Sejarah Berdirinya Keterpurukan Negeri akibat krisis politik dan kebangkrutan ekonomi menyebabkan peningkatan tajam jumlah anak-anak jalanan. Masalah yang dihadapi oleh anak-anak jalanan pun semakin kompleks dan rumit. Berbagai latar belakang membentuk depresi sosial, ekonomi, kultural dan psikologis membuat semua menjadi saling terkait dalam membentuk pola perilaku dan kematangan emosi mereka, sehingga masyarakat pun pada umumnya memandang anak jalanan dengan predikat buruk dan menempatkan mereka pada posisi yang tersudut. Anak jalanan tentunya memiliki latar belakang dan motivasi yang berbeda-beda untuk turun ke jalan, salah satunya tentu saja faktor yang berkenaan dengan tekanan ekonomi orang tuanya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan seharihari, kemudian berangkat dari keinginan membantu orang tua mereka akibat kemiskinan yang mereka alami, maka mereka melakukan pekerjaan dengan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu ada juga anak jalanan yang melakukan pekerjaan tersebut demi mendapatkan uang untuk memenuhi biaya hidupnya sendiri.57 Mengingat anak adalah aset masa depan bangsa, maka keterlibatan anak dalam kegiatan ekonomi dapat berdampak buruk bagi perkembangan dan masa depan anak tersebut, bahkan kondisi ini cenderung tidak menguntungkan bagi masa depan mereka. 57 “Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi Anak Jalanan di Kotamadya Malang.” artikel diakses pada tanggal 7 februari 2009 dari http//.www.depnakertrans.org.id.

Berangkat dari keprihatinan dan kepedulian, beberapa mahasiswa yang tergabung dalam sebuah Forum Studi Dialektika (FOSTUDIA) secara khusus mengkaji masalah-masalah

sosial

kemasyarakatan.

Forum

tersebut

beranggotakan

mahasiswa lintas perguruan tinggi terdiri dari mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) Darul Qalam, dan Bina Sarana Informatika (BSI) Pondok Labu. Dalam kajiannya forum ini menampilkan ‘reformasi gaya baru’, maksudnya ketika perhatian orang-orang tersita oleh tuntutan reformasi politik dan ekonomi, maka kumpulan mahasiswa ini mengambil bagian untuk menyelamatkan generasi bangsa yang hidup di jalanan. Bahkan masalah anak jalanan dijadikan prioritas utama, karena anak-anak adalah aset bangsa yang harus segera diselamatkan dari keterpurukan dan masa depan yang tidak jelas. Disadari atau tidak, masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan mendidik generasi sekarang.58 Strategi awal yang digunakan oleh para mahasiswa ini dalam merekrut anak jalanan yaitu dengan kunjungan lapangan atau penjangkauan, dengan cara bermain bersama dengan menggunakan berbagai media, seperti nongkrong bareng, bermain game, bermain sepak bola, dan lain-lain. Salah satu cara yang dilakukan oleh mahasiswa pada saat itu adalah mengikuti pekerjaan yang mereka lakukan. Waktu itu mereka adalah pedagang-pedagang di kereta, mau tidak mau mereka memang harus ikut jadi pedagang asongan, ada juga yang menjadi agen minuman, seperti aqua, dan minuman ringan lainnya, ada juga yang menjadi

58 Berdasarkan data dari profil Yayasan Bina Anak Pertiwi.

pedagang rokok, tisu dan segala macamnya, lainnya adalah menjadi pedagang Koran. Seperti pernyataan Zayyadi : ”Dari situ sebenarnya kami dituntut untuk menjadi ‘bos’nya langsung.”59 Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengenal dunia mereka lebih dalam. Karena dengan cara seperti itu, maka komunikasi dapat terjalin lebih hangat dan mereka akan lebih merasa diakui keberadaannya sehingga komunikasi yang tercipta lebih terbuka dan akrab. Jika sudah begitu maka para mahasiswa ini akan mengetahui dari mana mereka harus memulai pembinaan yang kemudian mengajak mereka untuk datang ke asrama dan belajar bersama. Aksi sosial selanjutnya yang dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib pendidikan anak jalanan/terlantar adalah dengan mewujudkan pendidikan luar sekolah paket A yang setara dengan SD. Karena pada umumnya anak-anak jalanan/terlantar tidak memiliki ijazah sekalipun SD. Lokasi awal yang dijadikan sebagai tempat untuk kegiatan ini, dilaksanakan di masjid pasar Kebayoran Lama, tepatnya pada bulan Juni 1997, dengan jumlah anak jalanan dan pemulung yang disebut sebagai ‘warga belajar’ berjumlah 73 anak. Saat itu kegiatan pembelajaran masih bernaung di bawah Yayasan Sosial. Tetapi kemudian kegiatan belajar mengajar ini bubar, karena adanya kurang kesepahaman antara kelompok mahasiswa dengan pihak yayasan. 60 Kejadian tersebut membuat sekelompok mahasiswa putus asa, tetapi hal itu tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1998 banyak respon-respon positif dari

59 Wawancara pribadi dengan Zayyadi (ketua Yayasan Bina Anak Pertiwi), Jakarta 11 Februari 2009. 60 Berdasarkan data dari profil Yayasan Bina Anak Pertiwi.

masyarakat terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa sehingga mereka memulai kembali melakukan aksi sosialnya di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kemudian sebagai sebuah gebrakan baru, mereka mengganti Forum

Studi

Dialektika

(FOSTUDIA)

menjadi

Pusat

Pembinaan

dan

Pemberdayaan Anak Jalanan (P3A). perubahan nama ini dimaksudkan agar lebih spesifik dan berimplikasi pada visi, misi yang dijalankan agar terfokus pada pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan.61 Pada awal kegiatannya, P3A melakukan kegiatan pembinaan biasa dalam bentuk pendidikan luar sekolah. Namun seiring berjalannya waktu, kegiatan sekelompok mahasiswa ini dalam hal penanganan anak jalanan semakin berkembang pesat, karena kegiatan tersebut mendapatkan simpati dan dukungan luas dari berbagai kalangan baik masyarakat maupun pemerintah, sehingga para mahasiswa yang tergabung dalam P3A ini mulai membuka diri dan melibatkan para tokoh masyarakat untuk menunjang agar pembinaan terhadap anak-anak jalanan ini dapat terus dilakukan agar semakin berkembang.62 Mengingat

kegiatan

ini

harus

berkesinambungan

dan

harus

ada

pertanggungjawaban secara yuridis, dari kalangan masyarakat banyak yang mendesak agar lembaga ini memiliki badan hukum, karena badan hukum adalah sumber kekuatan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan mengurangi kepercayaan. Maka kemudian lembaga ini dibakukan dengan akta Notaris No.2 tanggal 3 November 1998 dengan nama Yayasan Bina Anak Pertiwi. Yayasan ini membangun rasa kekeluargaan dan kebersamaan terhadap orang lain, khususnya 61 Profil Yayasan Bina Anak Pertiwi. 62 Profil Yayasan Bina Anak Pertiwi.

anak-anak jalanan dan anak-anak terlantar.63 Bila dilihat dari namanya, sekilas mengandung nilai-nilai nasionalisme yang tinggi, padahal secara implisit Yayasan Bina Anak Pertiwi ini tidak hanya rumah singgah saja, tetapi juga di dalamnya terdapat PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) Pesantren Kota yang saat ini konsen pada program pendidikan paketnya, PKBM ini juga berada di daerah Depok dan Citayam yang bernama PKBM Lentera Ummah, yang juga menangani Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan cabang dari Yayasan Bina Anak Pertiwi. Selain di ketiga tempat tersebut, masih ada lagi cabang di daerah Jonggol yang konsen pada PLK (Pendidikan Layanan Khusus) untuk daerah terpencil. Di daerah ini juga yang dijadikan sebagai pusat pertanian, khususnya budidaya belimbing karena memiliki lahan yang cukup luas.64 Dalam perkembangannya, yayasan ini mengalami perjalanan yang sangat panjang, sebelum akhirnya menempati bangunan permanen milik sendiri yang sekarang ada di Jl. Bacang Gg. Kenanga No.46 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Pada awal berdirinya, yaitu pada bulan Juni tahun 1998, anak-anak jalanan yang tergabung dalam yayasan ini menempati sebuah kontrakan di Tanjung Barat Pasar Minggu selama 3 bulan, sedangkan sekretariatnya ada di Jl. Limun Pisangan Barat Ciputat. Dalam kondisi tersebut, pembinaan terhadap anak jalanan berjalan kurang efektif dikarenakan kurangnya kontrol. Dimana jarak antara asrama dengan sekretariat cukup jauh dan kurang kondusif sehingga pembinaan berjalan kurang efektif, efisien, dan fokus. 63 Profil Yayasan Bina Anak Pertiwi. 64 Wawancara dengan Ali (pengurus), Jakarta 18 Februari 2009.

Pada bulan September 1998 atas usul dari anak-anak jalanan sendiri, asrama dipindahkan dari Tanjung Barat, Pasar Minggu ke Bojong Gede. Sedangkan sekretariatannya yang pada mulanya ada di Jl. Limun Pisangan Barat, Ciputat pindah ke Jl. Semanggi II Rt 004/03 Cempaka Putih, Ciputat. Selama di Bojong Gede banyak konflik yang terjadi antara anak-anak jalanan dengan pemilik tempat, karena barang-barang anak jalanan sering dicuri oleh famili pemilik tempat. Hal ini terjadi karena pandangan masyarakat cenderung memvonis anak jalanan sebagai “anak liar”, “anak kotor”, dan “pelaku kriminal”. Adanya stigmatisasi ini tentu saja akan mengesahkan jalan kekerasan dalam menghadapi anak jalanan. Kemudian pada tahun 1999 asrama anak jalanan kembali dipindah ke daerah Pasar Minggu Baru, sedangkan tempat belajarnya di Masjid Al-Awwabin. Akan tetapi kehadiran anak jalanan di daerah ini kurang mendapat simpati dari masyarakat sekitarnya, karena ada kecemburuan sosial terhadap anak-anak jalanan binaan. Menurut informasi yang penulis terima, masyarakat sekitar asrama yang rata-rata kurang mampu merasa iri terhadap anak-anak jalanan ini karena mereka sering mendapat bantuan dari berbagai pihak, seperti bantuan makanan dan pakaian. Lalu pada tahun 2001 asrama dipindah lagi ke sebuah ruko di Terminal Pasar Minggu. Di sini pembinaan terhadap anak jalanan mulai berjalan efektif, karena ada beberapa faktor yang mendukung, yaitu: pertama, karena asrama berdekatan dengan komunitas mereka. Kedua, keberadaan anak jalanan yang tinggal di asrama terkontrol selama 24 jam.

Keberadaan anak jalanan di ruko ini sempat bertahan selama satu tahun, dikarenakan harga untuk menyewa ruko cukup mahal. Dan sejak itulah mulai berfikir untuk mendapatkan bangunan permanen milik sendiri. Dengan usaha yang maksimal akhirnya dana dapat terkumpul untuk membeli bangunan di Jl. Bacang Pasar Minggu yang kebetulan milik Wali Kota Jakarta Barat yang sekarang ditempati menjadi asrama anak jalanan. Pada awalnya kehadiran yayasan ini mendapat tantangan dari masyarakat sekitar yang mayoritas beragama Islam. Penyebabnya adalah sebelum hadirnya yayasan ini telah berdiri sebelumnya sebuah yayasan sosial untuk anak jalanan yang ternyata milik non-muslim. Masyarakat merasa kecolongan dengan kehadiran yayasan tersebut karena masyarakat tidak membutuhkannya. Namun demikian mereka tidak patah semangat untuk meyakinkan masyarakat sekitar, dan setelah mengatasnamakan Pesantren Kota akhirnya keberadaan yayasan ini diterima oleh masyarakat sekitar.65 Sesuai dengan motto yayasan ini, yaitu “bersama untuk bangsa”, maka dalam menjalankan setiap aktivitasnya yayasan ini selalu bersama-sama masyarakat dimana kegiatan tersebut dilangsungkan. Kalau saja bukan karena kegigihan para pendiri dalam memperjuangkan keberadaan lembaga ini, maka belum tentu yayasan ini dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga peran masyarakat dalam mendukung keberadaan yayasan ini memiliki nilai lebih. Dan merupakan modal yang paling utama untuk keberhasilan kelangsungan program yang paling utama untuk keberhasilan kelangsungan

65 Wawancara pribadi dengan Zayyadi (ketua).

program dan kesejahteraan anak-anak jalanan dan terlantar tersebut.

B. Visi, Misi, dan Tujuan Yayasan Bina Anak Pertiwi Dalam sebuah organisasi ataupun yayasan, visi dan misi memiliki peranan yang sangat penting, visi dan misi adalah sebuah acuan tindakan dalam setiap program-program dan strategi-strategi yang dilaksanakan agar pelaksanaannya sesuai dan tidak melenceng. Begitu juga dengan yayasan Bina Anak pertiwi sebagai lembaga yang bergerak dalam permasalahan anak-anak jalanan, tentu memiliki tanggung jawab terhadap mereka. Untuk itu visi dari Yayasan Bina Anak Pertiwi adalah: “meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan sosial masyarakat fakir miskin, terutama anak yatim, anak jalanan/terlantar serta kurang mampu, agar menjadi anak bangsa yang konstruktif dan bermartabat sejalan dengan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan masa depan bangsa yang lebih berkualitas.” Adapun misi yang diemban oleh Yayasan Bina Anak pertiwi adalah: 1.

Menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi. Menciptakan peluang kerja baru dengan mengembangkan pelatihan kerja.

2.

Menggali serta memberdayakan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia yang mandiri dan produktif.

Mengembangkan peran serta masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk turut serta mengentaskan dan memberdayakan fakir miskin, terutama anak yaitm, anak jalanan/terlantar, dan anak kurang mampu. Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka tujuan berdirinya Yayasan Bina

Anak Pertiwi adalah sebagai berikut: 1.

Mengembangkan sikap mental positif. Membangun akhlak al-karimah . Menggali serta memberdayakan potensi yang dimiliki warga belajar, dan

2.

Memberikan gambaran akan kepastian masa depan dengan berbekal berbagai keterampilan kerja dan pengembangan usaha mandiri, serta penempatan kerja.

C.

Profil Anak Jalanan Jumlah anak-anak jalanan yang saat ini berada di bawah naungan Yayasan Bina Anak

Pertiwi berjumlah sekitar 125-135 anak. Tetapi dari semuanya itu yang tinggal menetap di asrama yayasan hanya sekitar 30-35 orang.66 Jumlah ini bisa meningkat maupun menurun dikarenakan yayasan adalah sebuah rumah singgah, jadi anak-anak jalanan ini bebas keluar masuk yayasan sesuai dengan keinginan mereka, jadi tidak ada perhitungan yang pas mengenai jumlah anak-anak jalanan dengan latar belakang mereka yang berbeda-beda. Untuk memudahkan membedakan anak jalanan yang murni dengan anak jalanan yang semi sesuai dengan latar belakang kehidupan mereka maka penulis mengkategorikan anak-anak jalanan sesuai dengan umur, pekerjaan, asal daerah, tingkat pendidikan, kehidupan keluarga, dan jenis pelayanan yang diikuti.

Tabel 1 Jumlah anak jalanan berdasarkan kategori 66 Berdasarkan data statistik anak jalanan binaan Yayasan Bina Anak Pertiwi.

NO . 1. 2. 3.

Kategori

L

On The Street Of The Street Vulnerable Jumlah

25 85 15 125

%

P

18.94% 64.39% 11.36% 94.70%

7

-

%

Jumlah 5.30% 5.30%

%

32 85 15 132

24.24% 64.39% 11.36% 100.00%

Sumber: database anak jalanan binaan Rumah Singgah Dari tabel di atas ternyata tidak hanya anak-anak lelaki saja tetapi juga ada anak jalanan perempuan, meskipun jumlahnya hanya sedikit. Dari tabel di atas juga diketahui bahwasanya anak-anak jalanan yang dibina oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi tidak semuanya anak jalanan murni (of the street), meskipun memang jumlahnya lebih banyak yaitu 64,39% tetapi juga anak-anak yang hanya sebagian waktunya digunakan di jalan (on the street) sebanyak 24,24%. Selain itu juga anak-anak yang rentan di jalan (Vulnerable) mempunyai persentase sebanyak 11,36%. Tabel berikutnya penulis ingin menggambarkan persentase anak-anak jalanan berdasarkan usia. Tabel 2 no . 2. 3. 4. 5.

umur 5-10

Jumlah 30

11-15 16-20 20-ke atas Tidak diketahui jumlah

35 44 9 14 132

Persentase 22,72% 26,51% 33,4% 6,7% 10,6% 100%

Sumber: database anak jalanan binaan Rumah Singgah Dari tabel di atas kita lihat bahwasanya persentase tertinggi diperoleh oleh tingkatan usia 16-20 tahun sebanyak 33,4%, menyusul pada tingkatan usia 1115% dengan persentase 26,51%.

Hal tersebut menegaskan bahwa anak-anak

jalanan kebanyakan berkisar pada usia produktif. Dari data tersebut juga ada umur

anak yang tidak diketahui dengan jelas. Kemudian, tabel selanjutnya untuk mengetahui pekerjaan apa yang mereka lakukan di jalan. Tabel 3

No.

Bentuk Pekerjaan

L

%

P

%

Jumla

%

h 1.

Mengamen

27

20,45%

7

5.30%

34

25,75%

2.

Pedagang

3

2,27%

-

-

3

2,27%

Koran/Majalah 3.

Pedagang Asongan

5

3,78%

-

-

5

3,78%

4.

Bengkel Motor

23

17,42%

-

-

23

17,42%

5.

Sopir/Kernet

12

9,09%

-

-

12

9,09%

6.

Kuli Angkut Pasar

7

5,30%

-

-

7

5,30%

7.

Lainnya

55

41,66%

-

-

55

41,66%

125

23.48%

7

5.30%

132

100%

Jumlah

Sumber: database anak jalanan binaan Rumah Singgah

Dari tabel tersebut diketahui bahwasanya pekerjaan anak jalanan cukup beragam, karena selain menjadi pengamen yang menjadi ciri khas, ada juga yang menjadi pedagang asongan, kenek, kuli amgkut dan lainnya. Yang perlu dijelaskan di sini adalah dalam kategori lainnya. Maksudnya adalah pekerjaan selain yang disebutkan di atas, bisa apa saja misalnya penjual lainnya atau tukang parker, dan lain-lain. Data selanjutnya mengenai tingkat pendidikan. Pendidikan disini dianggap

penting karena pendidikan menunjukkan status sosial keluarganya, meskipun tidak bisa dijadikan ukur

Tabel 4 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Tingkat pendidikan DO SD Lulus SD DO SLTP Lulus SLTP DO SLTA Lulus SLTA Kejar Paket A Kejar Paket B Kejar Paket C Lainnya Jumlah

L 15 17 6 5 2 3 31 19 10 3 11 1

% 11.36% 12.87% 4.54% 3.79% 1.52% 2.27% 23.48% 14.39% 7.58% 2.27% 84.1%

P 7 5 3 5 1 2 1

% 5.30% 3.79% 2.27% 3.79% 0.76% -

Jumlah 15 24 6 10 2 6 36 20 10 3

15.9%

132

% 11.36% 18.18% 4.54% 7.58% 1.52% 4.54% 27.27% 15.15% 7.58% 2.27% 100%

Sumber: database anak jalanan binaan Rumah Singgah Selanjutnya adalah pengkategorian berdasarkan tempat lahir untuk mengetahui apakah mereka pribumi atau masyarakat urban. Tabel 5 No.

Tempat lahir

1

Di Jakarta

2

Di Luar Jakarta Jumlah

L 5 1 2 6 7 7

% 38.64% 19.70% 58.33%

P 3 1 2 4 5 5

%

Jumlah

%

23.48%

82

62.12%

18.18%

50

37.88%

41.67%

132

100%

Sumber: database anak jalanan binaan Rumah Singgah Berdasarkan data tersebut diketahui bahwasanya anak-anak jalanan yang memang pribumi lebih banyak jumlahnya mencapai 62.12%. Jika melihat tempat lahir, maka perlu juga adanya kategori mengenai status keluarganya. Tabel 6 No.

Status tinggal

L

%

P

%

Jumlah

%

1.

Bersama Orang Tua

2. 3. 4.

Di Rumah Singgah Di Lembaga Rujukan Nomaden Jumlah

3 6 3 5 5 6 8 2

27.27% 26.52% 3.79% 4.55% 62.12%

4 5

5 5 0

34.09%

81

61.36%

3.79%

35 5 11

26.52% 3.79% 8.33%

37.88%

132

100%

Sumber: database anak jalanan binaan Rumah Singgah Mengenai tempat tinggal dan dengan siapa dia tinggal, dalam tabel tersebut dapat diketahui bahwasanya sebagian besar dari mereka memang masih memiliki orang tua yang miskin.persentasenya mencapai 61.36%. Hal ini melebihi dari setengahnya dari keseluruhan anak jalanan. Dalam latar belakang tersebut juga sebenarnya terbagi lagi dengan latar belakang keluarga, di sini persentase tersebut merupakan akumulasi dari berbagai keadaan, baik orang tuanya lengkap, maupun yatim, akibat perceraian, seperti pernyataan KP: “ dulu orang tua berantem terus, saya engga betah di rumah.”67

67 Wawancara pribadi dengan KP, Jakarta, 11 Februari 2009.

BAB IV PEMBINAAN DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN ANAK JALANAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN

A. Partisipasi Anak Jalanan di Lingkungan Yayasan Partisipasi anak-anak jalanan yang berada di Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam beberapa kegiatan adalah dengan mengikuti segala kegiatan yang di sarankan diantaranya: 1. Mengikuti kegiatan diskusi. Ada dua metode yang dilakukan yaitu dengan metode individual dan metode ceramah. Dalam metode individual dilakukan secara face to face dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan anak-anak jalanan. Metode ini dilakukan agar mereka merasa memiliki seseorang yang peduli dengan keadaan mereka. Biasanya hal ini dilakukan untuk anak-anak jalanan yang baru bergabung, agar para Pembina mengetahui permasalahan yang mereka hadapi. Para pengurus dan Pembina berusaha untuk menjadi orang tua mereka, dengan memberikan kasih sayang perlindungan agar mereka merasa nyaman. Seperti ucapan Zayyadi (ketua): “sebenarnya apa sih yang dibutuhkan anak-anak jalanan ini! Mereka kan sebetulnya ingin diakui keberadaannya, eksistensinya. Sama seperti kita, anak jalanan butuh dihargai tapi bukan berarti lantas menjudge itu. Dia tidak butuh penghargaan, nah dari sisi itulah kita masuk supaya anak-anak jalanan bisa menghargai. Bagaimana orang bisa menghargai nasib kita kalau dia sendiri tidak memperhatikan nasib orang lain. Jadi itu yang selalu kita tanamkan, dan itu termasuk pemberdayaan. Sekalipun dikasih sekolah gratis lalu seterusnya apa….! Menjadi anak jalanan lagi…..! kan tidak.”68 Makanya ketika penulis bertanya kepada AA salah satu anak jalanan yang tinggal di yayasan tentang tanggapannya terhadap pengurus maka dia menjawab: “pengurus di sini baik-baik semua

68 Wawancara pribadi dengan Zayyadi (ketua).

ka. Bisa mengurus saya sekolah, insyaAllah sampe lulus.”69

Dari usaha tersebut maka paling tidak anak-anak jalanan ini akan merasa memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Karena salah satu kendala sebetulnya adalah karena mereka kurang percaya diri dengan potensi yang mereka miliki. Sedangkan metode ceramah diberikan berupa uraian atau penjelasan dengan bahasa yang lugas, jelas, dan mudah dimengerti. Hal ini dilakukan untuk membangun sikap mental yang positif dan menumbuhkan kembali semangat keberagamaan sesuai dengan tujuan dari yayasan. Adapun materi yang diberikan berkisar pada akhlaq, tauhid, ibadah, dan sejarah Islam. Dengan adanya materi-materi tersebut, pembimbing berharap agar mereka menjadi anak jalanan yang saleh dan santun, kehidupannya dipenuhi dengan halhal yang positif, dan mereka selalu mendo’akan kedua orang tuanya, meskipun ada diantara mereka yang tidak mengetahui keberadaan orang tua mereka.

2. Pengamalan nilai-nilai agama. a. Shalat berjamaah Melihat keutamaan serta manfaat shalat berjamaah, maka pembimbing mewajibkan anak binaannya untuk melaksanankan shalat berjamaah. Ditinjau dari segi kejiwaan, maka shalat berjamaah itu dapat membantu konsentrasi pikiran, di samping itu pekerjaan yang dilakukan bersama-sama akan menambah semangat orang yang melakukannya. Hal itu sebagai bagian dari upaya kedisiplinan. Walaupun tidak jarang dikerjakan dengan terpaksa. 69 Wawancara pribadi dengan AA, Jakarta 11 Februari 2009.

b. Pembelajaran al-Qur’an Tujuannya agar anak-anak jalanan dapat membaca al-Qur’an secara baik dan benar serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. c. Selain kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan, anak-anak jalanan juga dibekali dengan kegiatan-kegiatan sosial. Kegiatan dilakukan secara spontanitas sesuai dengan keadaan. Misalnya saja dalam kegiatan pelayanan kesehatan. Yang mana mereka memiliki sertifikat sehat, mereka sering membantu warga sekitar yang membutuhkan keringanan biaya dalam pengobatan sekaligus mengurusi halhal yang berkaitan dengan kebutuhan tersebut. Dari kegiatan-kegiatan yang diberikan dalam lingkungan yayasan sebetulnya memiliki dampak positif terhadap perkembangan mental dan spiritual anak-anak jalanan melalui siraman rohani. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zayyadi: “tentu saja dalam kegiatan di dalam yayasan ini ada aturan-aturan yang bertujuan untuk mendidik mereka, tidak semata-mata pemberdayaan ekonominya, tapi juga pemberdayaan mental dan spiritualnya.”70

B. Strategi Pengentasan Kemiskinan Dalam usahanya untuk mencoba membantu anak-anak jalanan agar bisa mengatasi kemiskinannya, maka Yayasan Bina Anak pertiwi memiliki beberapa program yang bertujuan agar anak jalanan mampu untuk mengembangkan kemampuannya, yaitu: 1. Program kelompok belajar Pendidikan memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam menunjang masa depannya, khususnya bagi pembangunan kehidupan intelektual nasional. Amandemen UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan pentingnya pendidikan. Pada pasal 31 ayat 70 Wawancara pribadi dengan Zayyadi.

(1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikannya, sedangkan pada pasal 31 ayat (2) berbunyi bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Amandemen ini hasil dari institusi sosial lainnya termasuk hukum, sosial budaya, ekonomi, dan politik sebagai suatu kesadaran kolektif. Pendidikan sepatutnya juga responsif terhadap ketidakseimbangan struktur populasi penduduk, kesenjangan sosio-ekonomi, kesenjangan teknologi, penyesuaian sendiri terhadap nilai-nilai baru dalam era globalisasi dan ini sepatutnya diarahkan kepada pembangunan nasional.71 Salah satunya berkenaan dengan kemajuan pendidikan anak bangsa.

Pentingnya pendidikan tersebut lebih lanjut diuraikan dalam UU pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 pasal 5 yang berbunyi: a. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. b.

Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

c. Warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh Pendidikan Layanan Khusus (PLK). d. Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. e.

Setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.72

Untuk mewujudkan amanah tersebut maka diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam hal ini Yayasan Bina Anak Pertiwi 71 Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas. Pendidikan Kesetaraan dan Pesan UUD 1945 dalam Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa (Jakarta: Bina Putera Utama, 2006), h. 21. 72 Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas. Pendidikan Kesetaraan dan Pesan UUD 1945 dalam Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa. h. 22.

memiliki program kelompok belajar dalam bentuk pendidikan kesetaraan yang meliputi program paket A setara dengan SD/MI, paket B setara SMP/MTS, dan paket C setara SMA/MA. Semua itu merupakan pendidikan non formal (PNF) yang ditujukan bukan hanya untuk anak-anak jalanan, tetapi juga anak-anak dari masyarakat sekitar yang berasal dari masyarakat kurang mampu, anak-anak yang tidak pernah sekolah, anak yang putus sekolah serta anak-anak usia produktif yang belum memiliki pengetahuan dan kecakapan hidup dan warga masyarakat lain yang perlu layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Di bawah ini adalah data anak-anak yang mengikuti program kejar paket.

Tabel 7 Anak-anak yang mengikuti kejar paket A NAMA Anak Jalanan

NO

1. ABDUL RAHMAN ADJI ALFIAN PRIYANTO 3. AGAM AGUNG REKA 4. FEBRIADI AGUS SALIM AL 5. RABBANI

2.

6. AHMAD FAISAL AHMAD T AUFIK RIZKI ALDI MULIA 8. FIRMANSYAH 9. ARI SAPUTRA 10.DEDE SAPUTRA 11. DEDE SURYANA DEIGO MAHMUD 12. FAHRESI DEINIL ISLAMU 13. IRAWAN FEBRIANTO PUTRA 14. ALONSO

7.

NAMA Kepala Keluarga Keluarga

L / UMUR P

EMAN

L

21

JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU

PAKET A

MASMIN

L

19

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

ADSYAH AGUNG REKAHADI

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

L

18

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

SOPYAN

L

21

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

ARMAN SYAMSUDIN

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

SOGI

L

21

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

BASTARI

L

19

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

RAWIT PAEDI SURYANA

L L L

15 14 18

RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A PAKET A PAKET A

MAHDI

L

22

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

MARSUNI

L

19

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

PAEDI

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

ALAMAT RUMAH

PENDIDIKAN

15. KIFLI MUHAMMAD 16. ARIFIN MUHAMMAD 17. RIDWAN IRWANSYAH MUHAMMAD 18. ZAINURI

19.

PARULIAN D OLOK SARIBU

RADJA ISLAMI PASHA 21. RAJAB AL ISLAM 22.RAVI REYNUR RAHMAT 23. MALIK REZA WAHYU 24. ILAHI 25.RIAN SIREGAR 26.RICO DAKAR 27.RIFKI 28.SYAIFULLAH 29.TAMSIR 30.WARDIMA J.B. 31. YUDI SETIAWAN

20.

L

15

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

SAEFUL

L

15

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

ZULFARIZAL

L

17

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

AHMAD

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

HOTLER DOLOK SARIBU

L

17

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

ABDULLAH

L

10

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

L L

16 14

RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A PAKET A

M. ABDUL MALIK

L

19

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

RAHMAN

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A

KORI

L L L L L L L

19 14 18 20 21 15 18

RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET A PAKET A PAKET A PAKET A PAKET A PAKET A PAKET A

ASRUL YUDA BASTARI BONA

Sumber: data Yayasan BAP Tabel 8 Anak yang mengikuti kejar paket B NO

1. 2.

NAMA Anak Jalanan

5. 6.

ABDUL QADIR J. ADI POLENG CHANDRA EFFENDI RIJEN DONI KURNIAWAN HERI PURNAMA MADROIS

7.

PUTRA SUSANTO

3. 4.

9. 10.

RICHARD FERNANDO RIKI WIRMA RUDI HARTONO

11.

RUSTAM T ARYAN

12.

SURYATNO

8.

NAMA Kepala Keluarga ATMA

L / P L L

ULUAN AMRIL BUYUNG

U MU R

ALAMAT RUMAH

PENDIDIKAN

18 22

RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET B PAKET B

L

20

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET B

L

21

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET B

WADI

L L

20 20

PAKET B PAKET B

SOLIKHA

L

13

PONGKY

L

16

BASTARI TOLING NANA SABNA SUDARMA SAIFUL

L L

16 21

RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI TONGTEK T EBET BUKIT DURI TONGTEK T EBET BUKIT DURI RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI

L

20

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET B

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

PAKET B

PAKET B PAKET B PAKET B PAKET B

Sumber: data Yayasan BAP Tabel 9 Anak yang mengikuti kejar paket C NO

1. 2.

NAMA Anak Jalanan AHMAD SOBARI JULI DHARMA

NAMA Kepala Keluarga MULYADI DIMAN

L / P L L

U MU R

19 22

ALAMAT RUMAH RS. BINA ANAK PERTIWI RS. BINA ANAK PERTIWI

PENDIDIKAN PAKET C PAKET C

Sumber : data Yayasan BAP Para pendidik untuk sekolah paket ini dipegang oleh istri dari beberapa pengurus, seperti pernyataan Ali: “yang menjadi pengajar sekolah paket dari istri-istri pengurus juga, seperti istrinya ka Abdus, kemudian Suliyati, saya sendiri juga. Waktu yang digunakan untuk belajar adalah hari senin, selasa, dan rabu mulai pukul 9 pagi sampai 12 siang.73

2. Pemberian beasiswa Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dengan pendidikan kita mendapatkan ilmu, dan dengan ilmu itulah kita dapat menyongsong masa depan yang lebih baik. Dengan begitu pendidikan menjadi sangat penting bagi anak-anak jalanan sebagai salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan mereka. Mereka yang putus sekolah karena kemiskinannya, menjadikan masa depan mereka suram. Seperti pernyataan DS: saya turun di jalan buat Bantu orang tua ka. Adik saya ada dua, sedangkan bapak Cuma penjual tas, ibu ga kerja. Saya dijalan ngamen, karna di ajak teman. Pendidikan saya aja Cuma sampe kelas 4 SD karna orang tua engga mampu.”74

Untuk itulah yang dibutuhkan oleh anak-anak jalanan adalah memberikan bantuan berupa beasiswa agar mereka dapat meneruskan sekolah seperti yang mereka mau. Maka dari itu pemberian beasiswa ini hanya untuk mereka yang benar-benar semangat dalam belajar seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pemberian program beasiswa ini kepada anak-anak jalanan didasari dengan tujuan

73 Wawancara pribadi dengan Ali (pengurus), Jakarta 18 Februari 2009. 74 Wawancara pribadi dengan DS, Jakarta 11 Februari 2009.

agar anak jalanan tidak kembali berada di jalan. Kemudian juga untuk meringankan biaya sekolah yang harus ditanggung anak jalanan, serta memberikan motivasi belajar kepada anak jalanan. Karena didasari pendidikan sebagai hal penting yang harus dilalui, dan juga dengan ilmu anak jalanan dapat merubah hidupnya dan dapat mengentaskan kemiskinannya menuju kehidupan yang lebih layak, maka program ini diberikan kepada anak-anak yang benar-benar membutuhkan, hal ini dapat dilihat melalui: 1. Motivasi, sejauhmana keinginan anak jalanan untuk meneruskan sekolah. Prestasi, anak-anak yang berprestasi di sekolah akan diberikan beasiswa. Hal ini didukung oleh pernyataan Zayyadi: ”dalam bidang pendidikan, ada yang berhasil sampai dibangku kuliah dari tidak pernah sekolah sama sekali kemudian kita tempatkan untuk belajar di sini dan ketika kita melihat keseriusan pada diri anak tersebut lalu kita tawarkan dia untuk sekolah ke tingkat yang lebih tinggi lagi dan lebih formal.”75

Menurut beberapa sumber saat ini ada beberapa bantuan dari para dermawan yang membantu beasiswa anak-anak, dan rata-rata yang menjadi donatur adalah dari para pembinanya, Diantaranya adalah ibu Isis (istri Arifin Panigoro) yang menanggung pendidikan anak sebanyak 30 orang, bapak Erwin Husein (pengusaha perkapalan) menanggung sebanyak 8 orang, jamaah Kajian Islam Raudlah Pondok Indah yang menanggung 10 orang, jamaah ibu-ibu Pengajian Sakinah, Tebet, dan sisanya dari kas yayasan. Di samping itu, anakanak yang sekolah di lembaga formal tersebut mendapatkan keringanan dari sekolah melalui dana bos, ada juga sekolah yang memberikan keringanan 50 sampai 70 %. 75 Wawancara pribadi dengan Zayyadi.

Pemberian beasiswa tidak hanya dilakukan untuk anak-anak jalanan saja, tetapi juga diberikan kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu yang tinggal di sekitar yayasan. Sebab sasaran program yayasan BAP tidak hanya untuk anak jalanan semata, tetapi juga untuk anak tidak mampu, di samping untuk menghindari kecemburuan sosial terhadap anak-anak yang tinggal di yayasan ini. Makanya yayasan ini selalu menyuruh anak-anak jalanan yang dibina untuk selalu terjun dalam setiap kegiatan sosial yang ada di masyarakat, oleh karena itu yayasan ini sangat terbuka kepada masyarakat berupa pelayanan-pelayanan seperti misalnya yayasan ini memiliki sertifikat sehat untuk anak-anak jalanan berupa askes khusus dan itu bisa dimanfaatkan oleh banyak orang.76

Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan salah satu warga ketika penulis tanya apa peran yayasan BAP terhadap masyarakat sekitar, maka jawaban ibu tersebut adalah bahwa yayasan BAP ini memiliki jiwa sosial yang tinggi karena bantuan yang diberikan bukan hanya untuk kalangan anak-anak jalanan yang menjadi binaan saja tetapi juga masyarakat sekitar juga bisa menikmati fasilitas yang dimiliki Yayasan BAP ini seperti sekolah paket, karena anak ibu itu termasuk yang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah. Saat ini anakanak yang mengikuti sekolah formal baik yang berada di Pasar Minggu, maupun yang berada di daerah Depok, dan Citayam adalah sebagai berikut:

Tabel 10 Anak yang mengikuti sekolah formal NO

1. 2.

NAMA Anak Jalanan AAN ANTON ABDUL KARIM

NAMA Kepala Keluarga UJANG TIMIN

L / P L L

U MU

76 Wawancara pribadi dengan Zayyadi.

R

21 15

ALAMAT RUMAH RS. BINA ANAK PERTIWI TONGTEK T EBET BUKIT

PENDIDIKAN SD SMP YPMII

DURI 3.

ABDULLAH SUAHAIMI

NURLAILA

L

9

KUNINGAN SETIA BUDI

4.

ADE SYAMSIYAH

SUBANA

P

16

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

5.

ADITYA

6.

AFRIANA

ZULHI

P

15

RS. BINA ANAK PERTIWI

7.

AGUSTINA

DARMINI

P

13

8.

AHMAD AZHARI

UDIN

L

14

9.

AHMAD JUNAIDI

ADDUS

L

14

10.

AHMAD NURDIN

11. 12.

AHMAD ROFIKI AHMAD FAIZI AJENG DWI CAHYANI

13.

L

L JUNAIDI SUHAM

L L

PEJATEN TIMUR MINGGU PABUARAN BOJONGGEDE

PS.

SMP PGRI

TEBET T ONGTEK 9 14

P

JL. BACANG PADANG

JATI

P

JL. CEMPAKA PADANG

JATI

14.

ALFIAH SAFITRI

15.

ALI SANTOSO

DARMINI

L

20

RS. BINA ANAK PERTIWI

16.

ANA ASTUTI ANANDA YUNANTI

ZULHI

P

20

CITAYAM DEPOK

18.

ANGRAINI

MANIH

19.

ANISA ANDRIA OKTAVI

20.

ANTONI ARIEF

21.

17.

P

TEBET

P

18

STASIUN DEPOK

P

6

CITAYAM BOJONGGEDE

DARLIS

L

15

RS. BINA ANAK PERTIWI

APRIYANI T RI WINDI ASTUTI

GARENG

L

14

22.

ARI M. RIZKI

BASTARI

L

18

23.

BOBBY PIOH

MARNI

L

17

24.

DEDE SUPRIYADI

WADI

L

9

25.

DEVI FAUZIAH

MIZAN

P

16

SOLIKHA

L

15

26. 27.

DIAN WAHYU UTAMA ENDAH LESTARI

P

SDN 01 KUNINGAN SMK T RIDHARMA II SD BAITUL KHAIR MTS T ANSITUL MUTALLIMIN SMPN 46 JKT

CITAYAM

JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU RS. BINA ANAK PERTIWI JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU PEJATEN T IMUR PASAR MINGGU TONGTEK T EBET BUKIT DURI TONGTEK T EBET BUKIT DURI

SMP YASPIMU SDN 11 MANGGARAI PAGI MI YASPIMU SMP YASPIMU SMPN 218 JAKARTA SMP HIDAYATUL ANAM SMKN 15 JKT SMK YPPD MI HAYATUL ILMI SMK YPPD PAUD LENTERA SMP TAMAN QUR’ANIYAH SMP FATAHILLAH SMK YPPD SMK YAPIMDA SDN 02 PEJATEN T IMUR SMK PANDAWA SMP PGRI JKT SMP

28.

FADLUL HADI

29.

FAHRUL ROZI

30.

FITRI HARIYANI

31. 32. 33.

L KURSIN

HABIBATUL JANNAH HAFIS BAHRUDDIN HEROUS RATNOTO

34.

IBNU LAUDIN

35.

IKA ANGRAINI

DHARMA PERTIWI MI YAPINA

L

16

P

13

TONGTEK T EBET BUKIT DURI JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU

P

WANIH

L

6

CITAYAM BOJONGGEDE

L

9

L

5

PABUARAN

P

10

CITAYAM BOJONGGEDE JL. BACANG PADANG MINGGU

SMK BPL SMP WAWASAN NUSANTARA SMK 1 LEMAHABANG PAUD LENTERA SDN CANNDI T ALANG PAUD LENTERA SDN 02 NANGGERAN G

JATI

36.

IKSAN AL FAJAR

L

10

37.

ILMA INAYAH DIANA

P

10

38.

IMRON ROSADIN

L

39.

INDRI FAJRIANI

P

40.

IRMA YULIANTI

P

6

CITAYAM

41.

IWAN SETIAWAN

SLAMET

L

14

RS. BINA ANAK PERTIWI

42.

JULIKA

ZULHI

P

9

CITAYAM DEPOK

43.

K ELVIN JUNATA

44.

K OKO PURWANTO

BADRI

L

15

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

45.

LIA APRILIA

PANDI

P

12

STASIUN DEPOK

46.

LISNA

MINA

P

9

PABUARAN DEPOK

TIMIN

L

11

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

L

48.

MALIK ABDUL AZIS MARLINA

49.

MARWAN S.

SUMAR

L

9

50.

MUHAMMAD ABDUL AZIS

AJIS

L

10

47.

PASAR

CITAYAM

P JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU NANGGERANG BOJONG GEDE

SDN 04 JATI PADANG MI MIFTAHUL ULUM SMP LEMAHABANG MI YAPINA PAUD LENTERA SMP PGRI MI HIDAYATUL ATHFAL SD BAITUL KHAIR SMA 01 CAWANG BARU SD RAUDATUL ATHFAL MI RAUDHATUL BANAT SD BAITUL KHAIR MI AS-SALAM SDN 01 JATI PADANG SMP KUSUMA BANGSA

51.

52. 53. 54.

MUHAMMAD CEPI MUHAMMAD NOUVAL JAUHARI MUHAMMAD RAMLI MUHAMMAD SUBHAN

RUDI

L

14

CITAYAM DEPOK

L

5

JL. BACANG MINGGU

13

STASIUN DEPOK BARU

5

PABUARAN

PASAR

L NACHRAWI

L

55.

MUHARANI

56.

MUTMAINNAH

57.

NIKEN DAMAR BUNGA

P

58.

NUR FAIZAH

P

15

59. 60.

PARYANTO PUPUT MEA

L P

20 11

RS. BINA ANAK PERTIWI STASIUN DEPOK BARU

61.

QURRATUL AINI

L

62.

RAHMAH ZAUBAIDAH

P

5

TEGAL MAMPANG

63.

RAHMALIA

P

64.

REYANI

65.

RIA APRILIA

66.

RINI

TABRIJI

P

15

67.

RIO PIOH

MARNI

P

15

68.

RIZQIYATI

69.

ROBBY PIOH SELLA BELLA NISSA

70.

P JAUHARI

SUTIYEM ANDI

ISHAK

P

P

MI YAPINA

PARANG

CITAYAM 17

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

P TONGTEK T EBET BUKIT DURI JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU

P MIDI

L

18

JUMIATIH

P

10

IPIN

P

9 5

CITAYAM

10

TONGTEK T EBET BUKIT

71.

SEPTI WULANDARI

72.

SITI RAHMAWATI

P

73.

SOFIANA ULFA

P

74.

SRI BADAYANI

SUTARYATI

P

SMP DHARMA PERTIWI CIPAYUNG TPA HIDAYATUL ANAM SMPN CIOMAS MTS ALFALAH SMP HIDAYATUL ANAM PAUD LENTERA

RS. BINA ANAK PERTIWI TONGTEK T EBET BUKIT DURI JL. BACANG JATI PADANG PASAR MINGGU

MTS NURUL YAQIN SDN SD ANYELIR SMP ISLAM MIFTAHUL ULUM TK ARRIYADH SMP NUSANTARA SMK D ARUL MUKMINI SMP YAPINA SMK BPL SMPN 212 JKT SMP ISLAM MIFTAHUL ULUM SD SDN II MANGGARAI SDN 04 JATI PADANG PAUD LENTERA MI MIFTAHUL ULUM SD BAITUL

DURI 75.

SRI PUJIANTI

SUTARYATI YUDI

P L

15

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

12

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

76.

SUGIANTO

77.

SUPARDI

78.

T ARI HANDAYANI

79.

T ITANIA

80.

T RISNA

81.

WAHYU RENAWAN

82.

WIDIA AUDINI HIDAYAT

83.

WIDIAWATI

WADI

P

12

84.

YULIANA

DARMINI

P

10

L AHMAD DEMIATI

TONGTEK T EBET BUKIT DURI

P

16

P

9

DARMINI

P

15

PEJATEN MINGGU

WANIH

L

16

RS. BINA ANAK PERTIWI

TIMUR

PS.

P PEJATEN T IMUR PASAR MINGGU PEJATEN TIMUR PS. MINGGU

KAHIR MTS MUHAMMADI YAH

SMP YPMII SMA I SLAM MIFTAHUL ULUM MTS ATT AHIRIYAH MI MIFTAHUL ULUM SMP YAPIMDA SMP ISLAM ISTIQOMAH SDN MANGGARAI 09 PAGI MI AS-SALAM SDN 02 PEJATEN

Sumber: data Yayasan BAP 2. Proyek pertanian Salah satu program yayasan dalam hal pertanian adalah usaha budidaya belimbing. Saat ini sedang berjalan. Budidaya belimbing ini menempati areal seluas 4 hektar berada di daerah Jonggol. Selain itu juga ada kerjasama-kerjasama dengan PT lain seperti PT Andromina dalam bidang perkebunan. Pihak yayasan mengutus anak-anak sekitar 17 orang dan ditempatkan di Sukabumi.

3. Program keterampilan Keterampilan sangat penting bagi anak jalanan untuk mendidik mereka agar menjadi orang yang lebih mandiri, dan agar mereka tidak selalu bergantung pada orang lain, agar mereka juga memiliki keahlian tertentu sebagai bekal

kehidupannya dimasa depan. Setelah mereka mendapatkan keterampilan, mereka diharapkan dapat meninggalkan pola hidup masa lalu, yaitu berada di jalanan dengan resiko-resiko yang rawan terhadap kehidupan mereka. Beberapa pelatihan yang diberikan oleh yayasan seperti keterampilan membuat sandal dan sepatu hotel, training untuk montir, dan komputer. Dalam pemberian keterampilan ini seperti ucapan dari Zayyadi sebagai ketua: “jiwa yang ditanamkan tidak semata-mata memberikan pelatihan-pelatihan tetapi juga kita memberikan pelatihan jiwa interpreneurship. Dia harus paham betul manfaat untuk dirinya. Seperti juga kita mengajarkan bagaimana membuat rancangan dalam sebuah pekerjaan. Ada dua hal berupa personal skill dan social skill. Misalnya saja montir, dalam hal personal skillnya perangkat apa yang harus disiapkan, bagaimana pola kerja samanya. Sedangkan social skill yang diberikan adalah bagaimana dia memberikan pelayanan yang baik kepada klien. Bagaimana caranya berkomunikasi dengan orang. Namanya jasa/pelayanan beda dengan produksi. Kalau produksi adalah masalah kualitas produk dan kemasan, sedangkan ini lebih kepada pelayanan yang baik, lebih banyak senyum dan tidak mengecewakan orang.”77

Seperti pernyataan IN ketika penulis tanya tentang manfaat dari pelatihan yang diberikan, dia menjawab:”dapet pengalaman…jadi kalo punya duit bisa tau untuk apa, kaya buka bengkel seperti yang udah diajarin.”78

Dengan pelatihan-pelatihan yang diberikan, maka para Pembina dan pengurus yayasan harus jeli mengamati gerak-gerik anak-anak yang serius dan juga mempelajari kecenderungan minat anak, diantaranya adalah: 1. Mengarahkan anak-anak untuk berusaha secara mandiri untuk belajar. 77 Wawancara pribadi dengan Zayyadi. 78 Wawancara pribadi dengan IN, Jakarta, 11 Februari 2009.

Pola pembinaan lebih kepada usaha mandiri yang mengantarkan peserta didik tidak semata-mata hanya dilatih kemudian selesai, tapi juga diadakan pendampingan dari pengelolaan usaha sampai manajemennya. Maka di sini yayasan memberikan keterampilan-keterampilan bukan semata-mata untuk bekerja tapi juga untuk usaha bagaimana anak-anak jalanan ini dapat terampil mengelola usaha serta memenejnya, setelah itu mereka bisa mengembangkan usahanya sendiri. Sebagai contoh seperti yang dikemukakan oleh Zayyadi (ketua): “salah satu anak didik kami yang bernama Awi, dia betul-betul berhasil dalam hal perdagangan dan dia juga berhasil dalam hal pekerjaannya sebagai pegawai dan dia dapat dipercaya oleh bosnya. Itukan merupakan suatu keberhasilan juga. Yang dulu dia tidak pernah dianggap keberadaannya tapi justru sekarang dia mendapatkan penghargaan yang lebih dari orang lain. Sekarang ini justru dia sudah menjadi pengusaha asongan di daerah Depok Baru dengan anak buah tidak kurang dari 100 orang, bukan hanya remaja seusianya yang diberi pekerjaan tapi juga orang yang sudah berkelurga bahkan sudak mempunyai anak. Setelah mendapatkan pelatihan dan pengarahan dari para Pembina dan dia bisa memenej usahanya sendiri bermodalkan pengalaman yang didapatnya saat ia mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Yayasan BAP ini.”79

4. Program kesenian Bagi anak-anak yang memiliki kecenderungan ke dunia musik, mereka diarahkan kepada apa yang menjadi minatnya. Musik bagi mereka sudah tertanam sejak awal karena dari kecil mereka sudah menjadi pengamen dan dengan bermusik juga mereka bisa mencari makan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Dari beberapa informan yang penulis Tanya tentang pelatihan apa lagi yang ingin didapat tidak sedikit yang menjawab ingin pelatihan musik. Seperti penyataan SY: “Menurut saya pelatihan di sini sebenarnya belum cukup…saya masih harus banyak belajar dan mendapat bimbingan dari orang-orang. Tapi kalo ditanya

79 Wawancara pribadi dengan Zayyadi.

pelatihan apa yang pengen saya dapat selanjutnya saya pengen musik. Saya seneng ikut pelatihan di sini soalnya kan banyak teman-teman dan pelatihan itu kan buat saya juga nantinya.”80 Untuk itu pihak yayasan selalu berusaha mengikutsertakan mereka dalam setiap festival-festival. Beberapa prestasi yang pernah diraih yaitu pernah menjadi juara III dalam Lomba Vokal Group tingkat Provinsi DKI Jakarta. Dari bermacam-macam program keterampilan yang diterapkan Yayasan Bina Anak Pertiwi, semuanya memang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan mereka, agar mereka mandiri pada masa depan mereka dan mempunyai kemapanan dalam ekonomi Dengan merubah pola berfikir anak, maka pengurus yayasan mengajak anak untuk selalu berfikir optimis ke depan. Karena kehidupan masa depan itu lahir dari bagaimana cara kita dalam menjalani kehidupan sendiri. Oleh karena itu, anak jalanan yang dibina di yayasan BAP ini telah mengerti dengan jelas apa maksud diadakannya program-program tersebut. Dengan mengangkat harga diri mereka, sehingga mereka merasa malu untuk sering berada di jalan dan juga memberikan dorongan kepada mereka agar mereka mengerti dengan benar bahwa dengan kegiatan-kegiatan ini mereka bisa menjadi orang yang lebih baik. Dengan program-program pengembangan diri inilah pihak yayasan mengajarkan kepada mereka bagaimana cara berwirausaha dan menjadi entrepreneur sejati karena sebagai seorang wira usaha sejati adalah: dorongan berprestasi, bekerja keras, memperbaiki kualitas, bertanggung jawab, optimis, berorientasi pada hasil

80 Wawancara pribadi dengan SY, Jakarta 11 Februari 2009.

karya yang baik, mampu mengorganisasikannya. Karakteristik tersebut setidaknya dapat membantu anak jalanan yang ikut pelatihan agar mereka lebih semangat lagi untuk menjalankan program-program tersebut.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program Dalam setiap upaya yang dilakukan dalam rangka mengentaskan kemiskinan anak-anak jalanan, dalam perjalanannya tentu banyak dukungandukungan maupun hambatan-hambatan yang ditemui, mengingat programprogram yang dikembangkan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi ini masih dalam proses perkembangan. Maka bukan tidak mungkin banyak hal-hal yang didapatkan dalam perjalanannya. Berdasarkan wawancara dan hasil observasi yang penulis lakukan, maka terdapat beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dari program-program yang dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam upayanya mengentaskan kemiskinan anak jalanan. Yaitu: 1. Faktor pendukung Beberapa faktor yang sangat berperan penting sebagai pendukung terhadap program pengembangan usaha mandiri yang dijalankan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi yaitu: A. Letak yayasan yang sangat strategis dari kantong-kantong anak jalanan, yaitu sekitar 1,5 km dari pusat belanja dan stasiun Pasar Minggu. B. Tempat yang digunakan untuk proses dalam pelaksanaan program-program serta asrama yang dimiliki yayasan merupakan bangunan permanen milik

sendiri jadi bisa mengurangi pengeluaran untuk meyewa tempat dalam setiap pelaksaan program. C. Penerimaan dari masyarakat sekitar yang memberikan dukungan moriil karena para pengurus yang ada di yayasan memenej lembaga dengan keterbukaan kepada siapa saja, dan bersikap komunikatif dan bersedia melayani siapa saja yang bertamu atau melakukan komunikasi termasuk menerima saran dari berbagai pihak dan tidak komersil. D. Adanya sumber belajar yang enerjik dan berkualitas yang mampu menyulap keterbatasan yang ada di yayasan menjadi tempat-tempat yang berguna seperti membuat perpustakaan mini, menyediakan alat-alat yang dapat digunakan sebagai sarana penunjang dalam program-program pelatihan yang diberikan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi. E. Dari segi mitra usaha sangat berpengaruh penting terhadap jalannya upayaupaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan yayasan baik dari segi permodalan yaitu pemberian modal yang datangnya dari para donatur, maupun dari segi penerimaan produk hasil karya anak-anak jalanan. F. Dari segi mitra kerja berupa dukungan-dukungan yang datangnya dari tenagatenaga kerja yang profesional dibidangnya. Seperti para pelatih keterampilan maupun para pendamping yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keahlian anak/peserta didik sebagai upaya pengentasan kemiskinan. 2. Faktor penghambat Beberapa faktor yang menjadi penghambat dari segala kegiatan yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan anak-anak jalanan diantaranya yaitu:

A. Walaupun Yayasan Bina Anak Pertiwi memiliki donatur-donatur yang tetap tapi kekurangan-kekurangan masih tetap saja ada mengingat jumlah anakanak jalanan yang ada di bawah naungan Yayasan ini lumayan cukup banyak sehingga kebutuhan-kebutuhan pokok pun semakin meningkat. B. Selama ini pemerintah masih memandang sebelah mata terhadap kaum-kaum marjinal, hanya lembaga-lembaga tertentu saja yang mulai memperhatikan nasib anak-anak jalanan. C. Selain itu kurang intensifnya penggalangan dana pembangunan dari masyarakat, sehingga terlihat dari pembangunan sarana fisik yang berjalan lamban. D. Selain itu juga masih kurangnya sosialisasi anak dengan masyarakat sekitar sehingga pandangan negatif terhadap anak jalanan belum sepenuhnya hilang, oleh karena itu pihak yayasan perlu melibatkan masyarakat sekitar dalam program-program supaya jangan sampai program ini berhenti di tengah jalan. Dengan begitu anak dapat membaur dengan proses sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Karena jika tidak, motivasi yang seharusnya menjadi pendukung justru bisa berbalik menjadi penghambat karena motivasi anakanak itu mudah berubah-ubah, kadang maju kadang mundur, jika kondisi sosialnya kurang nyaman bagi mereka bisa jadi motivasinya menjadi kendur. E. Sarana dan prasarana yang masih kurang lengkap, karena alat-alat yang dimiliki kebanyakan masih berupa alat-alat manual seperti alat-alat yang digunakan untuk membuat sandal dan sepatu hotel. F. Terbatasnya areal asrama dan menyulitkan untuk penambahan perluasan area

yayasan karena letaknya yang berda di tengah-tengah wilayah pemukiman berpenduduk padat dan juga wilayah yang strategis sehingga harga jual tanah cukup tinggi sehingga menyulitkan pihak pengurus untuk menjangkaunya, meskipun usaha pengembangan termasuk perluasan areal dan pembangunan fisik tetap berjalan terus.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upaya-upaya yang dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam mengentaskan kemiskinan anak jalanan melalui program-programnya seperti membentuk kelompok belajar berupa paket A, B, dan C serta sekolah-sekolah formal untuk anak-anak yang serius dan memiliki prestasi, selain itu juga pemberian beasiswa, pembinaan dalam keterampilan-keterampilan sangat membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh anak-anak jalanan, salah satunya yaitu dapat mengurangi penderitaan kemiskinan mereka karena mereka mampu mendapatkan kesempatan dalam hal pendidikan misalnya. Seperti yang kita tahu bahwasanya salah satu faktor yang melatarbelakangi anak jalanan putus sekolah atau tidak pernah sekolah adalah masalah kemiskinan mereka, tetapi kemudian setidaknya dapat diatasi melalui program-program Yayasan Bina Anak Pertiwi. Begitu juga dengan pelatihan-pelatihan ketrampilan yang diterapkan kepada anak-anak jalanan membawa dampak yang sangat positif bagi anak-anak jalanan itu sendiri. B. Saran-Saran Ada beberapa saran yang akan penulis ungkapkan yang bisa dijadikan sebagai acuan baik untuk Yayasan itu sendiri, maupun untuk masyarakat dan pemerintah. Saran tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Dalam menangani masalah anak jalanan terutama kemiskinannya bukanlah tugas yang ringan dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Maka dari

itu perlu adanya kerjasama yang baik antara Yayasan dengan pihak-pihak yang dapat mendukung program-program, dalam hal ini adalah masyarakat dan pemerintah. Untuk pemerintah sebaiknya menyediakan anggarananggaran yang berorientasi pada penyelesaian masalah anak jalanan secara intensif, komprehensif dan integral bukan hanya pada proyek saja. Di samping itu pemerintah perlu menyediakan dan memberikan kesempatankesempatan fasilitas yang seluas-luasnya kepada seluruh anak-anak Indonesia yang memang sangat membutuhkan. Agar pihak-pihak yang peduli terhadap anak-anak jalanan dalam melakukan tugasnya dengan lancar. 2. Untuk Yayasan Bina Anak Pertiwi sebaiknya lebih banyak lagi mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat melatih kemandirian anak-anak jalanan agar mereka dapat memperbaiki kehidupan mereka dari belenggu kemiskinan yang menimpa mereka. Untuk itu perlu adanya penambahan kerja sama terhadap pihak-pihak yang berkompeten dalam mendukung program-program. 3. Bagi anak-anak jalanan hendaknya tidak larut dalam situasi sosial yang tidak menguntungkan, seperti dapat memilah perbuatan mana yang baik dan menguntungkan dan juga perbuatan mana yang kurang baik dan merugikan. Proses pemilahan tersebut harus didukung oleh kemauan untuk berubah dan pengetahuan yang cukup, oleh karena itu jangan segan-segan untuk bertanya kepada para Pembina dan ikut dalam program-program yang diselenggarakan yayasan demi menyongsong masa depan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Referensi buku Ahmad, Amrullah. Islamisasi Ekonomi. Yogyakarta: PLT@M, 1985. Arief, Armai. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dan Stabilitas Nasional. Jakarta: Fajar, jurnal LPM UIN Syahid Jakarta, 2002. Baryagis, Hasan. Wahai Ummi Selamatkan Anakmu. Jakarta: Penerbit Arina, 2005. Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: CV Rajawali, 1983. Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas. Pendidikan Kesetaraan dan Pesan UUD 1945 dalam Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa. Jakarta: Bina Putera Utama, 2006. Gunawan, Ary H. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999. cet. ke-2. Hendropuspito. Sosiologi sistematik. Yogyakarta: Kanisius, 1989. Irwanto. Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia. Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya, 1999. Kusmana,ed. Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2006. Modul Pelatihan, Intervensi Psikososial Bagi Pekerja Sosial. Jakarta : YKAI, 2002. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999, cet. ke-10. Mulandar, Surya (penyunting). Dehumanisasi anak marjinal: pengalaman pemberdayaan. Bandung: Yayasan Akatiga, 1996.

berbagai

Nasution, Harun. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan, 1995. Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. Pembangunan Wilayah, Perspektif

Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES, 2004. Nurhayati, “Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Anak Jalanan (Studi Kasus Rumah Singgah Sakina),” skripsi Sarjana Pendidikan. Jakarta: Perpustakaan UIN, 2004. Prasadja, Heru dan Agustian, Murni Ati. Anak Jalanan dan Kekerasan. Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya, 2000. Prayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003. cet ke-2. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka , 1998. Cet. Ke 2. Ridwan, M. Meden. ed. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam. Bandung: Nuansa, 2001.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : CV Rajawali, 1984. cet ke I. Universitas Prof. DR. Moetopo (Beragama), Rangkuman Seminar Sehari Pengentasan Kemiskinan dan Kesenjangan Pemerataan Hasil Pembangunan. Jakarta 24 juli 1993. Sherraden, Michael. Aset untuk Orang Miskin; Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002. Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995. Sudrajat, Tata “Pola Hubungan Sosial dan Aktivitas Sosial Ekonomi Anak Jalanan” makalah PKBI, 1999. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama, 2005. Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. cet. Ke 2. Twikromo, Y. Argo Pemulung Jalanan Yogyakarta : Konstruksi Marjinalitas dan Perjuangan terhadap Bayang-Bayang Budaya Dominan. Yogyakarta: Media Pressindo, 1999.

UU RI Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Surabaya: Media Center, 2006. Yafie, Ali. Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren. Jakarta: Buku P3LM, 1986

Majalah / Koran Asmawi, “Menatap Masa Depan Anak-Anak Jalanan”, Ummi (majalah Islam wanita) September 2001. Dana untuk Tangani Anak Jalanan Kurang, Media Indonesia. Jakarta 21 Juli 2001. Fajar, Jurnal LPM UIN Syarif Hidayatullah, Edisi Vol 4, No.I, November 2002. Jinano, Mutohharun. “Kemiskinan dan Filantropi Agama,” Sindo. 4 September 2007. Jumlah Anak Jalanan di Jakarta Berkurang, Kompas. Jakarta 16 April 2002. “Pendidikan Anak Miskin.” Media Indonesia. 15 juni 1999. Internet http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan, artikel diakses tanggal 6 Januari 2009. http://harjasaputra.wordpress.com/ , artikel diakses tanggal 6 Januari 2009. “Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi Anak Jalanan di Kotamadya Malang.” Artikel diakses pada tanggal 7 februari 2009 dari http//.www.depnakertrans.org.id. “Pada Hari Ini Mari Dengar Suara Anak Jalanan ,” artikel ini diakses tanggal 12 januari 2009 dari http://www.kompas.com/kompas_cetak/0307/23/utama. Zulkarnaen,Sander Diki. “Pemberdayaan Keluarga Sebagai Basis Utama Dalam Pembinaan Anak Jalanan,” artikel ini diakses tanggal 12 januari 2009 dari http://www.kpai.go.id/doc/keluarga basis utama.doc.

Nama : SY Umur : 17 tahun Anak : ke 3 dari 6 bersaudara 1. Apakah adik masih punya orang tua? Orang tua masih punya Dimana orang tua tinggal? Di Bogor Apa pekerjaan orang tua? Bapak petani, ibu di rumah aja Apakah masih berhubungan dengan keluarga? Saya masih berhubungan dengan keluarga. Saya sering pulang. Klo pulang 3-4 pulang sekali Mengapa adik turun ke jalanan? Sementara belum dapat kerja ya ngamen dulu aja daripada nganggur atau nyopet jadi maling. Bagaimana rasanya hidup di jalan? Kadang enak kadang engga. Pekerjaan apa yang adik lakukan di jalanan? Saya di jalan mengamen dari Pasar Minggu-Blok M. hasil ngamen saya buat Bantu orang tua untuk ade sekolah. Apa yang kamu sukai dan tidak kamu sukai dari jalanan, baik teman-teman ataupun orang-orang yang kamu temui di jalan? Yang disukai kadang-kadang suka ada orang yang saying sama kita, yang ngga disukai dari hidup di jalan ya banyak yang hina ka. Apakah adik pernah sekolah? Saya sekolah sampe kelas satu SMP, berhenti karena engga semangat untuk sekolah. Orang tua juga biasa aja, karna memang engga ada duit Sebelum di YABAB, berapa lama menghabiskan waktu di jalanan? Sebelum di YABAP saya 2 tahun di jalan. Saya turun ke jalan dari umur 10 tahun ka.

Sudah berapa lama adik tinggal di BAP? Saya di YABAB sudah 4 tahun, saya tau yayasan ini juga karena diajak teman. Bagaimana perasaan adik setelah tinggal di BAP? Setelah di YABAB lumayan nyaman, enak, banyak teman. Klo ada apa-apa ada yang ngurus. Klo sakit ada yang ngurus. Menurut adik bagaimana pengurus-pengurus yang ada di BAP? Pengurus di sini baik-baik Pelatihan apa yang adik terima di BAP? Saya pernah ikut pelatihan montir, dan ikut sekolah paket Apa alasan adik mengikuti kegiatan di BAP? Saya kan ga selamanya di jalan ka. Setiap orang harus juga harus ada kemajuan, mikirin kerjaan makanya saya ikut kursus montir. Apa manfaat yang kamu dapatkan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan di BAP? Sebenarnya sie manfaatnya saya belum tau, tapi katanya tinggal tunggu aja, soalnya katanya YABAB mau buka bengkel dan katanya saya mau ditempatin di sana. Menurut adik, sudah cukupkah pelatihan yang adik terima di BAP? Menurut saya pelatihan di sini sebenarnya belum cukup…saya masih harus banyak belajar dan mendapat bimbingan dari orang-orang. Tapi kalo ditanya pelatihan apa yang pengen saya dapat selanjutnya saya pengen musik. Saya seneng ikut pelatihan di sini soalnya kan banyak teman-teman dan pelatihan itu kan buat saya juga nantinya. Apa keinginan adik setelah dewasa nanti? Kalo buat saya sendiri saya ga minta

kekayaan..saya Cuma pengen punya keluarga yang sakinah Pekerjaan apa yang adik inginkan? Saya pengen punya perusahaan bengkel mungkin di situ jalannya kali…

Informan

SY

Nama : DS Umur : 14 tahun Anak : ke 3 dari 5 bersaudara 1. Apakah adik masih punya orang tua? Masih punya ka 2. Dimana orang tua tinggal? Di kampung jawa daerah pasar minggu Apa pekerjaan orang tua? Bapak penjual tas, klo ibu engga kerja. Apakah masih berhubungan dengan keluarga? masih Mengapa adik turun ke jalanan? Turun ke jalan pengen aja, soalnya temen ngajakin. Bagaimana

rasanya

hidup

di

jalan?

Rasanya

hidup

di

jalanan

menyenangkan…banyak pengalaman. Pekerjaan apa yang adik lakukan di jalanan? Di jalan saya jadi kenek 75, tapi kadang ngamen Apa yang kamu sukai dan tidak kamu sukai dari jalanan, baik teman-teman ataupun orang-orang yang kamu temui di jalan? Enjoy aja..engga masalah. Apakah adik pernah sekolah? Sekolah sampe kelas 4 karna orang tua engga mampu. Sebelum di BAP, berapa lama menghabiskan waktu di jalanan? Dari kecil ka. Sudah berapa lama adik tinggal di BAP? Kira-kira sudah 4 tahun saya tau YABAB di ajak sama kaka. Bagaimana perasaan adik setelah tinggal di BAP? Rasanya enak, bisa tidur…santai-santai

Menurut adik bagaimana pengurus-pengurus yang ada di BAP? Pengurusnya baik-baik Pelatihan apa yang adik terima di BAP? Pelatihan yang udah saya terima pelatihan sandal sepatu kadang-kadang ikut pelatihan montir. Apa alasan adik mengikuti kegiatan di BAP? Daripada bt di sini ya udah diikutin aja. Apa manfaat yang kamu dapatkan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan di BAP? Dapat pengalaman keterampilan Menurut adik, sudah cukupkah pelatihan yang adik terima di BAP? Menurut saya pelatihannya udah cukup ko, tapi kalo ada pelatihan lagi saya pengennya pelatihan komputer. Apa keinginan adik setelah dewasa nanti? Pengen ngebahagiain orang tua, kalo dapat hasil ngamen pengen kirim uang. Kadang-kadang saya kirimin uang 60 ribu sisanya untuk makan. Pekerjaan apa yang adik inginkan? Belum kepikiran.

Informan

DS

Nama : AA Umur : 16 tahun Anak : ke 2 dari 5 bersaudara

1. Apakah adik masih punya orang tua? Punya tapi jauh soalnya udah bercerai 2. Dimana orang tua tinggal? yang satu di Riau yang satu di Padang Apa pekerjaan orang tua? Bapak tani, ibu juga tani. Apakah masih berhubungan dengan keluarga? Udah lama engga berhubungan, engga pernah ketemu, soalnya di sini dari kecil, orang tua engga tau. Mengapa adik turun ke jalanan? Turun ke jalan satu-satunya pilihan hidup saya soalnya waktu saya ke Jakarta umur 11 tahun ikut saudara tapi kepisah karena saudaranya engga bener. Bagaimana rasanya hidup di jalan? Rasanya di jalan enak, bebas, engga ada yang ngatur, bisa cari makan sendiri. Tapi kalo tidur sedih, apalagi kalo liat anak sama orang tuanya suka sedih. Pekerjaan apa yang adik lakukan di jalanan? Di jalan ngamen, pernah juga nyobanyoba narkoba. Apa yang kamu sukai dan tidak kamu sukai dari jalanan, baik teman-teman ataupun orang-orang yang kamu temui di jalan? Yang disuka di jalan bisa dapet duit sendiri, pahitnya di jalan banyak resiko, kalo lagi berantem engga ada yang bela. Udah gitu di jalan engga ada yang ngurus, tidurnya di pasar. Apakah adik pernah sekolah? Pernah sekolah paket

Sebelum di BAP, berapa lama menghabiskan waktu di jalanan? 3 tahun Sudah berapa lama adik tinggal di BAP? 3 tahun, tau dari pasar Bagaimana perasaan adik setelah tinggal di BAP? Perasaan alhamdulillah senang, tenang. Menurut adik bagaimana pengurus-pengurus yang ada di BAP? Pegurusnya baikbaik semua ka, bisa ngurus saya sekolah insyaAllah sampe lulus. Pelatihan apa yang adik terima di BAP? Kemandirian…pelatihan bengkel, sandal sepatu, komputer. Apa alasan adik mengikuti kegiatan di BAP? Memperdalam ilmu Apa manfaat yang kamu dapatkan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan di BAP? Biar bisa lebih mandiri lagi. Menurut adik, sudah cukupkah pelatihan yang adik terima di BAP? Belum, saya pengen pelatihan yang lain seperti service hp Apa keinginan adik setelah dewasa nanti? Bisa ketemu orang tua dan bisa Bantu orang tua. Pekerjaan apa yang adik inginkan? Pekerjaan yang bisa mencukupi kenutuhan sehari-hari. Engga muluk-muluk ka, saya pengen jadi cleaning service Informan

AA

Nama : YN Umur : 18 tahun 1. Apakah adik masih punya orang tua? Punya tapi belum pernah ketemu karena dari kecil sampe umur 12 tahun saya di pesantren diurus sama ustad. 2. Dimana orang tua tinggal? Saya engga tau, saudara yang lain juga saya engga tau. Apa pekerjaan orang tua? Apakah masih berhubungan dengan keluarga? Mengapa adik turun ke jalanan? Karena ikut pergaulan teman Bagaimana rasanya hidup di jalan? Cukup menyenangkan sie..ngerasa bebas aja. Pekerjaan apa yang adik lakukan di jalanan? Awalnya ngamen di Bandung diajak temen. Trus sampe ke Jakarta diajak kru trans tv jadi piguran-piguran, tapi akhirnya yang punya agen bangkrut karna kena tipu..jadinya sekarang tetap ngamen. Apa yang kamu sukai dan tidak kamu sukai dari jalanan, baik teman-teman ataupun orang-orang yang kamu temui di jalan? Yang disuka dari temen kompak kalo ada yang sakit. Engga sukanya sering berantem sih tapi saya engga ambil hati..udah biasa soalnya. Apakah adik pernah sekolah? Pernah sampe SMP Sebelum di BAP, berapa lama menghabiskan waktu di jalanan? Sebelum di BAP di jalanan dari kecil Sudah berapa lama adik tinggal di BAP? Hamper 2-3 tahunan deh

Bagaimana perasaan adik setelah tinggal di BAP? Di BAP senang karena dapat bimbingan Menurut adik bagaimana pengurus-pengurus yang ada di BAP? Pengurusnya baik-baik dan bertanggung jawab. Pelatihan apa yang adik terima di BAP? Pelatihan montir, bikin sandal, dan komputer. Apa alasan adik mengikuti kegiatan di BAP? Pengen bisa aja biar dapet pengalaman. Apa manfaat yang kamu dapatkan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan di BAP? Manfaatnya lumayan jadi bisa ngerti dikit-dikit. Menurut adik, sudah cukupkah pelatihan yang adik terima di BAP? Kalo dibilang cukup sih belum, ilmu kan banyak, makanya saya pengen cari lagi yang lebih. Pelatihan lain yang saya pengen itu jadi vokalis musik. Apa keinginan adik setelah dewasa nanti? Pengen nerusin sekolah Pekerjaan apa yang adik inginkan? Kerja apa aja yang penting halal.

Informan

YN

Nama : IN Umur : 15 tahun

1. Apakah adik masih punya orang tua? Orang tua dua-duanya ngga ada 2.

Dimana orang tua tinggal? Di Bogor

Apa pekerjaan orang tua? Apakah masih berhubungan dengan keluarga? engga Mengapa adik turun ke jalanan? Turun ke jalan sama kakak, abis gimana? Di Bogor engga ada kerjaan Bagaimana rasanya hidup di jalan? Enak, bebas Pekerjaan apa yang adik lakukan di jalanan? ngenek Apa yang kamu sukai dan tidak kamu sukai dari jalanan, baik teman-teman ataupun orang-orang yang kamu temui di jalan? Yang disukai enak engga ada yang larang, tapi engga enaknya klo sakit engga ada yang ngurusin. Apakah adik pernah sekolah? Waktu orang tua meniggal langsung di sini trus di sekolahin paket B Sebelum di BAP, berapa lama menghabiskan waktu di jalanan? Dari tahun 2004 Sudah berapa lama adik tinggal di BAP? Sekitar 5 tahun Bagaimana perasaan adik setelah tinggal di BAP? Biasa aja, paling ngumpulin duit buat masa depan. Di sini buat rumah persinggahan aja, soalnya hasil ngeneknya ditabung. Menurut adik bagaimana pengurus-pengurus yang ada di BAP? Enak semua..orang-orangnya disiplin.

Pelatihan apa yang adik terima di BAP? Praktek bikin sandal, ikut sekolah paket, trus ke Asrama Haji tiap bulan puasa untuk ngaji. Apa alasan adik mengikuti kegiatan di BAP? Karena disuruh tapi saya mau aja soalnya kan buat masa depan Apa manfaat yang kamu dapatkan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan di BAP? Dapet pengalaman..jadi kalo punya duit bisa tau untuk apa, kaya buka bengkel seperti yang udah diajarin. Menurut adik, sudah cukupkah pelatihan yang adik terima di BAP? Belum cukup banget. Apa keinginan adik setelah dewasa nanti? Buka usaha bengkel atau mesin-mesin gitu. Pekerjaan apa yang adik inginkan? Jadi bos bengkel

Informan

IN

Nama : KP Umur : 15 tahun Anak : ke 1 dari 5 bersaudara 1. Apakah adik masih punya orang tua? masih 2.

Dimana orang tua tinggal? Di Pamulang Ciputat

Apa pekerjaan orang tua? wiraswasta Apakah masih berhubungan dengan keluarga? Masih sering ketemu, tapi engga tentu, paling kalo ibu lagi sakit, ibu sering nelpon ke yayasan. Mengapa adik turun ke jalanan? Dulu orang tua berantem terus, saya engga betah di rumah Bagaimana rasanya hidup di jalan? Biasa aja Pekerjaan apa yang adik lakukan di jalanan? Jadi kenek angkutan mini bus 75 Apa yang kamu sukai dan tidak kamu sukai dari jalanan, baik teman-teman ataupun orang-orang yang kamu temui di jalan? Yang disukai dari temen-temen orangnya asik-asik daripada orang rumah, engga sukanya banyak preman suka malakin uang. Apakah adik pernah sekolah? Sekolah sampe kelas 2 SMP Sebelum di BAP, berapa lama menghabiskan waktu di jalanan? Sebelum di BAP, di jalan udah 2 tahun dari umur 10 Sudah berapa lama adik tinggal di BAP? 3 tahun Bagaimana perasaan adik setelah tinggal di BAP? Lebih menyenangkan dibanding di rumah. Menurut adik bagaimana pengurus-pengurus yang ada di BAP? Baik-baik,

perhatian dan saying sama anak-anak di sini Pelatihan apa yang adik terima di BAP? Pelatihan buat sandal dan sepatu, trus ikut-ikut jadi montir juga Apa alasan adik mengikuti kegiatan di BAP? Coba-coba aja, kan buat pembekalan diri. Apa manfaat yang kamu dapatkan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan di BAP? Jadi tau banyak hal. Menurut adik, sudah cukupkah pelatihan yang adik terima di BAP? Saya engga terlalu mikirin sih ka. Tapi kalo ada pelatihan lagi saya pasti mau ikut Apa keinginan adik setelah dewasa nanti? Pengen bisa bantu keluarga cari uang. Pekerjaan apa yang adik inginkan? Belum kepikiran ke sana.

Informan

KP

Wawancara dengan Ahmad Zayyadi (ketua) Yayasan Bina Anak Pertiwi, Jakarta 11 Februari 2009

1. Bagaimana sejarah berdirinya BAP? Jawab :

Yayasan Bina Anak Pertiwi berdiri sejak awal bulan Juni 1998, akan tetapi berdiri secara resmi tepatnya pada tanggal 3 November 1998 dengan Akte Notaris No.2 dengan nama Yayasan Bina anak Pertiwi. itupun dengan lokasi yang berpindah-pindah tempat, dikarenakan memang keadaannya sangat belum mapan. Alhamdullilah sekarang Yayasan sudah memiliki bangunan permanen milik sendiri yang sekarang ditempati yaitu di Jl. Bacang Gg. Kenanga No.46 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

2. Apa alasan atau tujuan dari didirikannya BAP? Jawab :

Tujuan dari yayasan ini sebenarnya ingin mengantarkan anak-anak jalanan ini pada masa depan mereka yang lebih baik.

3. Upaya apa saja yang sudah dilakukan BAP dalam mengentaskan kemiskinan anak jalanan? Jawab :

Upaya yang dilakukan oleh Yayasan BAP ini tidak hanya berkisar pada pelatihan-pelatihan saja tetapi juga kita melakukan pembinaan dalam hal nilai-nilai kekeluargaan, dan ternyata itu memiliki efek dominan sehingga dari diri mereka sendiri muncul kepedulian. Ketika mereka berdaya dari segi ekonomi, maka status sosial mereka pun meningkat dari apa yang selama ini dipandang oleh masyarakat.

Sehingga anak-anak jalanan pun akan memiliki kepedulian juga terhadap anak-anak jalanan lainnya. 4. Bagaimana cara merangkul mereka untuk diajarkan pelatihan-pelatihan, sedangkan mereka adalah anak-anak yang sulit diatur? Jawab :

Salah satu cara yang dilakukan oleh Pembina pada saat itu adalah mengikuti pekerjaan yang mereka lakukan. Waktu itu mereka adalah pedagang-pedagang di kereta, mau tidak mau Pembina memang harus ikut jadi pedagang asongan, ada juga di antara Pembina yang menjadi agen minuman, seperti aqua, dan minuman ringan lainnya, ada juga yang menjadi pedagang rokok, tisu dan segala macamnya, lainnya adalah menjadi pedagang Koran. Dari situ sebenarnya Pembina dituntut untuk menjadi ‘bos’nya langsung. Nah dengan begitu kan banyak yang harus diajarkan, tidak semata-mata pemberdayaann ekonominya tapi juga pemberdayaan mental spiritualnya.

5. Program-program apa saja yang sudah/sedang/ingin diberikan dalam mengentaskan kemiskinan anak jalanan? Jawab :

Program yang diberikan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi berkisar pada pelatihan pelatihan saja. Misalnya pembuatan sandal hotel dan sepatu, pelatihan budi daya belimbing dan pelatihan montir. Pendidikan life skill secara konseptual bukan hanya praktekprakteknya saja tetapi juga membangun interpreneurship. Dan itu kita lakukan sendiri.dan ada juga kita sudah buka bengkel motor, trus ada juga usaha budidaya belimbing dibidang pertanian seluas 4 hektar dan

itu ada di daerah Jonggol dan sedang berjalan. Dan di sana juga ada peluang, kita ingin membuat pabrik tahu. Selain itu juga ada kerjasama-kerjasama dengan PT lalin seperti PT Andromina dalam bidang perkebunan. Kita mengutus anak sekitar 17 orang di Sukabumi. Jadi memang kedatangannya itu dari hulu ke hilir. Tapi semuanya bisa kita lakukan secara simultan. 6. Dalam melaksanakan program-program, pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dari mana saja bantuan yang diperoleh oleh BAP untuk membiayai program-program tersebut? Jawab :

Dari lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang menaungi segala aktivitas yang berhubungan dengan anak-anak jalanan. Seperti Direktorat PSLB (Pendidikan Sekolah Luar Biasa), dan lain sebagainya.

7. Bagaimana pandangan masyarakat sekitar terhadap kehadiran BAP? Jawab :

Pada awalnya kehadiran yayasan ini mendapat tantangan dari masyarakat sekitar yang mayoritas beragama Islam. Penyebabnya adalah sebelum hadirnya yayasan ini telah berdiri sebelumnya sebuah yayasan sosial untuk anak jalanan yang ternyata milik non-muslim. Masyarakat merasa kecolongan dengan kehadiran yayasan tersebut karena masyarakat tidak membutuhkannya. Namun demikian para pengurus tidak patah semangat untuk meyakinkan masyarkat sekitar, dan setelah mengatasnamakan Pesantren Kota akhirnya keberadaan yayasan ini diterima oleh masyarakat sekitar.

8. Sejauh mana peran masyarakat sekitar dalam membantu pogramprogram BAP dalam mengentaskan kemiskinan anak jalanan? Jawab : Sebetulnya penerimaan anak-anak jalanan di lingkungan mereka itu sebuah peran yang sangat membantu mengingat respon awal mereka yang kurang baik. Yang namanya orang kalau mendengar kata ‘anak jalanan’ sudah alergi, image anak jalanan kan jorok, susah diatur, tidak bermoral, kriminal, Bengal, tidak sopan. Image seperti itu yang selalu menempel pada wajah anak-anak jalanan. Makanya Yayasan ini selalu menyuruh anak-anak jalanan yang dibina disini untuk selalu terjun dalam setiap kegiatan sosial yang ada di masyarakat. Untuk itu maka yayasan ini sangat terbuka kepada masyarakat berupa pelayananpelayanan. Seperti misalnya yayasan ini memiliki sertifikat sehat untuk anak-anak jalanan berupa askes khusus, dan itu bisa dimanfaatkan banyak orang. Dan masyarakat disekitar sini banyak yang minta tolong.. yang namanya masyarakat kalau sudah ditolong pasti persepsinya terhadap anak-anak jalanan berubah 9. Bagaimana pemerintah menanggapi upaya-upaya yang dilakukan oleh BAP dalam pengentasan kemiskinan anak jalanan? Jawab : Pemerintah sangat mendukung dengan memberikan bantuan dana untuk melaksanakan program. Pernah juga Yayasan BAP bekerja sama dengan Depnaker dalam bidang keterampilan dan usaha. 10. Dukungan apa saja yang diberikan oleh pemerintah terhadap BAP? Jawab :

Pemerintah tergantung dari direktorat mana, kalau saat ini yang memang konsen yaitu Direktorat PSLB (Pendidikan Sekolah Luar Biasa) melalui program PLK (Program Layanan Khusus) untuk anak

jalanan, pemulung, pekerja anak, untuk daerah terpencil. Dan alhamdulillah

sekarang

sudah

diprogramkan,

dan

pemerintah

mengambil bagian dalam pendidikannya. Misalnya ada subsidi untuk penyelenggaraan. Kalau dulu tidak ada, tapi sekarang sudah ada Direktorat Jenderal Managemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

11. Faktor apa saja yang bisa mendukung dan menghambat upaya-upaya yang dilakukan oleh BAP dalam mengentaskan kemiskinan anak jalanan? Jawab :

Faktor-faktor yang mendukung itu sebetulnya dapat dilihat dari segi internal seperti bangunan yayasan milik sendiri jadi tidak usah bayar sewa, selain itu juga letaknya yang strategis selain itu yang lebih mendukung lagi adalah motivasi dari anak-anak jalanan itu sendiri, karena semua program akan sia-sia jika dari anak- anak jalanan tersebut tidak memiliki minat untuk merubah masa depan mereka sehingga mereka dapat mengentaskan kemiskinan mereka sendiri. Faktor lainnya bisa juga dari mitra usaha yang memberikan bantuan modal dan sebagainya juga Mitra kerja yang datangnya dari para pekerja profesional yang mau membantu jalannya program. Sedangkan faktor penghambatnya bisa berupa sarana dan prasarana yang masih kurang lengkap, kemudian keterbatasan areal fisik sehingga pihak yayasan tidak bisa mengembangkan bangunan yang sudah ada apalagi ditambah dengan masih kurang intensifnya penggalangan dana sehingga masih sering menjadi kendala.

12. Bagaimana

reaksi

anak-anak

terhadap

program-program

yang

dijalankan? Jawab :

Sebetulnya anak-anak jalanan sangat senang dengan program-program yang dilakukan oleh Yayasan BAP ini, tapi yang namanya anak-anak motivasinya kan masih maju mundur, jadi perlu ada kontrol khusus dalam hal motivasi.

Informan

Ahmad Zayyadi

Wawancara dengan Ali (pengurus) 1. Siapa yang menjadi pengajar dalam sekolah paket ka? Jawab : Yang menjadi pengajar sekolah paket dari istri-istri pengurus juga, seperti istrinya ka Abdul Saleh, terus ada juga…… 2. Waktu untuk belajarnya kapan dan dimana? Jawab :

Kalo waktu untuk belajarnya biasanya dari jam 9 sampai 12. trus tempatnya di

sini aja, di kamar sebelah yang sekarang lagi

direnovasi. 3. gimana respon anak-anak dalam kegiatan belajar sekolah paket? Jawab :

Namanya juga anak-anak jalanan, mereka biasa hidup bebas, kalo lagi banyak yang belajar ya banyak, tapi kalo lagi sedikit paling Cuma 3 sampe 4 orang. 4. Susah ga ka ngurus mereka?

Jawab :

Pastinya ya, mereka kan kebanyakan waktunya di jalan, otomatis agak susah diatur apalagi harus disiplin. Makanya jadi pengurus di sini harus bener-bener sabar ngadepin tingkah laku mereka. Apalagi anakanak ini dalam kondisi yang luar biasa jiwa premanismenya. Maka pendekatannya pun harus pelan-pelan. Yang harus kita sadari bahwa anak ini adalah manusia. Manusia itu adalah makhluk sosial, dia punya hati, punya perasaan, juga punya gengsi. Kalo kita bisa masuk pada hal-hal sepele itu, orang menganggap itu kecil padahal sangat besar pengaruhnya. Maka dari itu kita tidak bisa setengah hati. Tuhan kan tidak bisa dibohongin. Hubungan batin itu terjalin kalo ada ketulusan walaupun dibaik-baikin kaya gimana juga tetap aja hasilnya pasti hambar. Kalo emang kita sayang sama mereka sepenuh hati, ya tidak marah-marah. Kalo memang harus marah di saat-saat tertentu, tapi marahnya kan bukan dengan kebencian, tapi karma kita sayang mereka. Kalo anak yang sudah punya ikatan batin seperti itu mau dimarahin kaya gimana juga mereka pasrah, mereka pasti mau denger!

5. Selain rumah singgah, apalagi yang Yayasan Bina Anak Pertiwi ini punya? Jawab :

Yayasan Bina Anak Pertiwi ini tidak hanya rumah singgah saja, tetapi juga di dalamnya terdapat PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) Pesantren Kota yang saat ini konsen pada program pendidikan paketnya, PKBM ini juga berada di daerah Depok dan Citayam yang bernama PKBM Lentera Ummah, yang menangani Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan cabang dari Yayasan Bina Anak Pertiwi. Selain di ketiga tempat tersebut, masih ada lagi cabang di daerah Jonggol yang konsen pada PLK (Pendidikan Layanan Khusus) untuk daerah terpencil. Di daerah ini juga yang dijadikan sebagai pusat pertanian, khususnya budidaya belimbing karena memiliki lahan yang cukup luas.

6. Siapa lagi yang menjadi donatur selain dari luar ka? Jawab :

Rata-rata yang menjadi donatur adalah dari para pembinanya, Diantaranya adalah ibu Isis (istri Arifin Panigoro) yang menanggung pendidikan anak sebanyak 30 orang, bapak Erwin Husein (pengusaha perkapalan) menanggung sebanyak 8 orang, jamaah Kajian Islam Raudlah Pondok Indah yang menanggung 10 orang, jamaah ibu-ibu Pengajian Sakinah, Tebet, dan sisanya dari kas yayasan

Informan Ali