Praktek Dokter dan Keterkaitannya dengan Hukum - USU ...

70 downloads 164 Views 164KB Size Report
Departemen Kedokteran Forensik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Abstrak : ... Namun ada perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan termasuk.
Karangan Asli

TINJAUAN PUSTAKA

Praktek Dokter dan Keterkaitannya dengan Hukum Taufik Suryadi, Mistar Ritonga Departemen Kedokteran Forensik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak: Dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dokter selalu berkaitan dengan hukum. Hukum ini mengatur segala aspek yang berkaitan dengan hubungan dokter dan pasien. Apabila dokter tidak berhati-hati dalam menjalankan profesinya dan ternyata perbuatan itu melanggar hukum, ia akan menerima sanksi. Namun ada perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan termasuk dokter bila ia menjalankan pekerjaannya dengan baik dan sesuai dengan standar profesi. Kata kunci: Profesi dokter, hubungan dokter-pasien, perlindungan hukum Abstract: In daily practice, the doctor always associated with the law. It is the whole aspects involving the doctor-patient relationship. If the doctor are doing their profession is not carefully and factually its againt the law, he can get punishment. But there is a law protection to health providers include doctor If they make the their work are based on the professional standard. Key words: profession of doctor, doctor-patient relationship, law protection

PENDAHULUAN Pergeseran nilai sosiologis dari kedudukan pasien yang “pasrah” dan lebih rendah dari posisi dokter yang memegang posisi sentral telah menjadi sederajat dan menjadi hubungan “bisnis” dengan adanya perikatan (verbintenis) antara pembeli jasa dan penjual jasa. Kedudukan dokter dewasa ini tetap di– hormati sebagai ilmuwan yang penge–tahuannya diperlukan untuk menyembuhkan penyakit namun meningkatnya kesadaran hukum masyarakat juga menuntut mendapat pelayanan sesuai dengan kehendaknya. Dengan demikian profesi kedokteran memerlukan kepastian hukum yang mengatur pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh dokter dalam menjalankan profesinya sehingga jelas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. 1 Dalam melakukan profesinya, seorang dokter mempunyai hak dan kewajiban. Dengan adanya berbagai tanggung jawab yang dibebankan terhadap dokter sehubungan dengan profesinya, agar dapat melakukan profesi medis dengan tenang perlu ada batasan apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan dan apabila ada pelanggaran apa sanksinya.1,2,3

314

DELIK-DELIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK DOKTER Kita sering mendengar kata “delik”. Delik berasal dari bahasa latin “Delictum” yaitu padanan dari perbuatan pidana, peristiwa pidana, perbuatan kriminal atau tindak pidana. Istilahistilah tersebut sebenarnya berakar dari satu rumusan, seperti yang dirumuskan oleh Simons yang meliputi delik adalah perbuatan yang diancam pidana oleh hukum, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah dan orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.3 Dalam pekerjaan sehari-hari sebagai dokter kita sering menjumpai kasus-kasus yang apabila tidak berhati-hati, dengan tanpa disadari telah melanggar hukum. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tercantum sanksi terhadap dokter yang menyimpang dari profesinya baik secara Explisit maupun Implisit yaitu: 1,4 a. Secara Explisit Pasal 267 KUHP: tentang surat keterangan dokter. (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005

Taufik Suryadi, dkk.

Praktek Dokter dan Keterkaitannya dengan Hukum

(2) Dijatuhkan pidana penjara 8 tahun 6 bulan jika keterangan tersebut untuk memasukkan seseorang ke Rumah Sakit Jiwa.

yang menyembunyikan/memberi perto-longan kepada orang yang menghindar dari penyidikan/penahanan kepolisian/penegak hukum lainnya.

Pasal 294 KUHP: tentang perbuatan cabul Pada ayat (1): diancam pidana penjara paling lama 7 tahun bagi yang melakukan perbuatan cabul. Pada ayat (2): diancam pidana yang sama terhadap: 1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul. 2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkannya

Pasal 269 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan bagi yang membuat keterangan tidak benar mengenai keadaan seseorang (mis: kecacatan) agar mendapat pekerjaan atau pertolongan.

Pasal 299 KUHP: tentang harapan penggu-guran kandungan. (1) Barang siapa dengan sengaja Mengobati seseorang wanita menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah Catatan: “Mengobati” meliputi pemberian nasehat dan obat, tidak saja meliputi perbuatan yang diselesaikan, akan tetapi juga meliputi sejumlah kejadian yang menunjukkan bahwa pengobatan sudah dimulai.

Pasal 304 KUHP: diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah bagi yang membiarkan orang dalam keadaan sengsara, sedang ia wajib untuk memberi perawatan.

Pasal 349 KUHP: tentang dokter yang membantu pengguguran kandungan. Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan, atau membantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Secara Implisit Pasal 204 KUHP : diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun bagi yang menjual/menyerahkan barang (mis: obat) yang diketahui membahayakan nyawa atau kesehatan, tetapi tidak diberitahukan. Pasal 221 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah bagi

Pasal 227 KUHP: diancam pidana penjara paling lama 6 tahun bagi yang menggelapkan asal usul orang (mis: keterangan kelahiran bayi yang salah atau tertukar). Pasal 290 KUHP: diancam pidana penjara paling lama 7 tahun bagi yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang tak berdaya.

Pasal 322 KUHP: diancam pidana penjara 9 bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah bagi yang membuka rahasia yang wajib disimpan karena jabatan. Pasal 344 KUHP: diancam pidana penjara paling lama 12 tahun bagi yang merampas nyawa atas permintaan penderitaan sendiri (euthanasia). Pasal 345 KUHP: diancam pidana penjara paling lama 4 tahun bagi yang mendorong / menolong / memberi saran untuk orang lain untuk bunuh diri (mis: menyediakan obat penenang dosis tinggi). Pasal 347 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun bagi yang menggugurkan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, serta penjara 15 tahun bila perbuatan tersebut membuat wanita itu mati. Pasal 348 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan bagi yang menggugurkan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, serta penjara 7 tahun bila perbuatan itu mengakibatkan wanita itu mati. Pasal 359 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun bagi yang bersalah

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005

315

Tinjauan Pustaka

karena orang.

kelalaiannya

menyebabkan

matinya

Pasal 360 KUHP: diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan bagi yang karena kealpaanya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat. Pasal-pasal diatas hanya menyangkut perbuatan pidana yang dilakukan dokter dalam hal menjalankan profesi kedokteran, sedang sebagai warga negara biasa tentunya dapat diterapkan ketentuan lain. WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN

Seorang dokter wajib menyimpan rahasia tentang “sesuatu yang diketahuinya”, yang menurut peraturan pemerintah no.10 tahun 1966 adalah : “segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan penderita interpretasinya untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan dan anamnese, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya termasuk fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya”.5 Apabila dokter melanggar ketentuan tersebut, maka dokter dapat diancam pidana penjara dan denda sesuai dengan pasal 322 KUHP. HAK DOKTER DALAM BIDANG HUKUM Dokter yang membaktikan hidupnya tentulah akan selalu lebih mengutamakan kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya. Dalam menjalankan tugasnya, bagi dokter berlaku “Aegroti Salus lex Suprema” yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (utama).6 Selain kewajiban, dokter tentu mempunyai hak dibidang hukum. Salah satu hak dokter adalah mendapatkan perlindungan hukum, yaitu yang diatur dalam: 7 1. Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 menjelaskan: (1) tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai profesinya (2) tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien 2. Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1966 tentang tenaga kesehatan, pasal 24 menjelaskan:

316

(1) perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standart profesi tenaga kesehatan. 3. Dalam organisasi profesi (IDI) terdapat badan perlindungan bagi anggotanya yaitu badan pembinaan dan pembelaan anggota (BP2A), pembelaan disini tidak bersifat pribadi tetapi berkaitan dengan sifat profesinya, baik diminta ataupun tidak, kecuali apabila yang bersangkutan menolak untuk dibela. Pembelaan ini meliputi 4 hal: (1) Hal-hal yang timbul akibat tindakan atas pekerjaan yang langsung berhubungan dengan profesi. (2) Hal-hal yang dipandang merugikan anggota dalam menjadikan tugasnya di lingkungan pekerjaannya. (3) Masalah yang timbul antara anggota dengan organisasi profesi. (4) Masalah yang dipandang melanggar ketentuan-ketentuan kode etik kedokteran Indonesia. Bila akhirnya terpaksa ditempuh upaya hukum, maka pembelaan BP2A hanya dilakukan pada tingkat peradilan.

KESIMPULAN Dari uraian di atas jelas bahwa antara praktek dokter dengan hukum saling terkait. Keterkaitan ini tentu harus disikapi dengan positif agar pelayanan kesehatan berlangsung dengan baik. Bagaimanapun dokter harus memahami ketentuan hukum ini agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua.

KEPUSTAKAAN 1.

2.

3.

4.

Basiang M. Aspek hukum dalam pelaksanaan profesi kedokteran. Temu ilmiah-IX Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) Wilayah Sumatera Utara, Medan, 13 November 1993. Hanafiah MJ. Pembinaan kerjasama tim kesehatan berlandaskan etika profesi. Simposium dalam rangka HUT FK USU ke.50, Medan 9 Agustus 2002. Hamzah A. Perbuatan dan rumusan delik, dalam asas-asas hukum pidana, ed ke-4, penerbit Rineka Cipta, Jakarta; 1994: 86 – 8. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005

Taufik Suryadi, dkk.

5.

6.

7.

Praktek Dokter dan Keterkaitannya dengan Hukum

Pidana, ed ke-4, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999. Budiyanto A, Widiatmoko W, Sudiono S, dkk. keterangan ahli, dalam ilmu kedokteran forensik, edisi I, cetakan kedua, penerbit bagian kedokteran forensik FK UI, jakarta, 1997: 3 – 16. Hanafiah MJ. Hak serta kewajiban pasien dan dokter, dalam etika kedokteran dan hukum kesehatan. Hanafiah MJ dan Amir A (ed), penerbit buku kedokteran EGC Jakarta, 1999: 45. Amir A. Perlindungan hukum tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan, Majalah Kedokteran Nusantara, FK USU Vol. 34, No. 4, Desember 2001: 234–7.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005

317