PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PADA ... - digilib

16 downloads 357 Views 1MB Size Report
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah. Universitas Islam Negeri ... ABSTRAK. Ahmad Qory Mubarak, Problematika Pembelajaran Qira'ah Di MTs.
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN QIRA’AH DI MTs LB/A YAKETUNIS YOGYAKARTA (Tinjauan Segi Problematika Non Linguistik)

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam

Oleh: Ahmad Qory Mubarak NIM. 04420914

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009

i

MOTTO:

‫{ وﻣﺎ ﻳﺪرﻳﻚ ﻟﻌﻠّﻪ ﻳ ّﺰآّـﻰ‬2} ‫{ أن ﺟﺎءﻩ اﻷﻋﻤﻰ‬1} ‫ﻰ‬ ّ ‫ﻋﺒﺲ وﺗﻮﻟ‬ ‫{ ﻓﺄﻧﺖ ﻟﻪ‬5} ‫{ أﻣّﺎ ﻣﻦ اﺳـﺘﻐﻨﻰ‬4} ‫{ أو ﻳ ّﺬآّﺮ ﻓﺘﻨﻔﻌﻪ اﻟﺬّآﺮى‬3} {7}‫ﺰآّﻰ‬ ّ ‫{ وﻣﺎ ﻋﻠﻴﻚ أ ّﻻ ﻳ‬6} ‫ﺗﺼﺪّى‬ 1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling 2. karena telah datang seorang buta kepadanya. 3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). 4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya?... 5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, 6. maka kamu melayaninya. 7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).∗

“Bila ingin berkembang, jangan takut dianggap konyol dan bodoh” (Philitis, seorang Filosof)



Depag, Al-Qur’an dan Terjemah, Q.S. Abassa: 30 (Jakarta: Depag RI, 2003), hlm. 1024

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Almematerku Tercinta Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

vi

ABSTRAK Ahmad Qory Mubarak, Problematika Pembelajaran Qira’ah Di MTs Yaketunis Yogyakarta. Skripsi: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang Problematika Pembelajaran Qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta yang ditinjau dari segi non linguistik serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk mengetahui problematika pembelajaran qira’ah ditinjau dari segi non linguistik dan sebagai bahan evaluasi untuk mengatasai problematika non linguistik dalam pembelajaran qira’ah di sekolah tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil objek penelitian MTs Yaketunis Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan suber data adalah guru mata pelajaran bahasa Arab dan para siswa kelas VII. Teknik analisis data dengan analisis induktif yaitu menganalisis data yang khusus kemudian ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung dengan menggunakan sumber data dan metode yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta dimulai dengan guru terlebih dahulu mendiktekan materi qira’ah dan siswa menuliskan apa yang didiktekan oleh guru sampai selesai, kemudian guru menyuruh siswa untuk membacakan materi yang ditulis dan mengadakan tanya jawab tentang mufradat yang baru. (2) Faktorfaktor yang dihadapi dalam pembelajaran qira’ah dari guru adalah kesulitan menghadapi siswa yang tunanetra dan tunaganda, kesulitan mengelola waktu pembelajaran, kesulitan dalam mengikuti kurikulum yang telah baku, kesulitan dalam bertindak tegas terhadap siswa, serta dalam memilih kata yang sesuai bagi para siswa tunanetra. Dari siswa adalah ketunanetraan siswa, ketunagandaan, dan latar belakang keluarga siswa. Dari metode adalah metode terlalu monoton. Dan dari waktu dan fasilitas adalah waktu pembelajaran yang kurang, banyak waktu yang dipakai buat rapat guru, dan kurangnya fasilitas untuk pembelajaran qira’ah. (3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika dari guru adalah lebih mendalami lagi tentang karakteristik dan sifat-sifat siswa, menambah sarana, menambah metode, memotivasi siswa, menambahkan jam pelajaran bahasa Arab di luar jam kelas. Sedangkan dari siswa adalah ditanamkan dalam diri siswa sifat optimis, diberikan waktu untuk bertanya, dan sering diberikan tugas.

vii

‫ﺗﺠﺮﻳﺪ اﻟﺒﺤﺚ‬ ‫أﺣﻤﺪ ﻗﺎرئ ﻣﺒﺎرك‪ .‬ﻣﺸﻜﻼت ﺗﺪرﻳﺲ اﻟﻘﺮأة ﺑﺎﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‬ ‫"ﻳﺎآﻴﺘﻮﻧﺲ"‪ Yaketunis‬ﻳﻮآﻴﺎآﺮﺗﺎ‪ .‬اﻟﺒﺤﺚ اﻟﻌﻠﻤﻲ‪ :‬آﻠﻴﺔ اﻟﺘﺮﺑﻴﺔ‪ .‬ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺳﻮﻧﺎن‬ ‫آﺎﻟﻲ ﺟﺎآﺎ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻳﻮآﻴﺎآﺮﺗﺎ ‪.2009‬‬ ‫ﻏﺮض هﺬا اﻟﺒﺤﺚ هﻮ اﻟﻮﺻﻒ واﻟﺘﺤﻠﻴﻞ ﻓﻲ ﻣﺸﻜﻼث ﺗﺪرﻳﺲ اﻟﻘﺮأة‬ ‫ﺑﺎﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ "ﻳﺎآﻴﺘﻮﻧﺲ"‪ Yaketunis‬ﻳﻮآﻴﺎآﺮﺗﺎ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻻ‬ ‫اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ و اﻟﺒﺬل ﻟﺘﺤﻠﻴﻞ هﺬﻩ اﻟﻤﺸﻜﻼت‪ .‬و ﻳﺮﺟﻲ أن ﺗﻜﻮن ﻧﺘﺎﺋﺞ هﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻟﻤﻌﺮﻓﺔ‬ ‫ﻣﺸﻜﻼت ﺗﺪرﻳﺲ اﻟﻘﺮاءة ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺣﻴﺔ ﻻ اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ و اﻟ ّﺘﻘﻮﻳﻢ ﻟﺘﺤﻠﻴﻞ هﺬﻩ اﻟﻤﺸﻜﻼت‬ ‫ﻓﻲ هﺬﻩ اﻟﻤﺪرﺳﺔ‪.‬‬ ‫آﺎن اﻟﺒﺤﺚ ﺑﺤﺜﺎ ﻧﻮﻋﻴّﺎ‪ .‬واﻟﻤﻮﺿﻮع هﻮاﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‬ ‫"ﻳﺎآﻴﺘﻮﻧﺲ"‪ Yaketunis‬ﻳﻮآﻴﺎآﺮﺗﺎ‪ .‬وﺗﺆﺧﺬ اﻟﻤﻌﻠﻮﻣﺎت ﺑﻄﺮﻳﻘﺔ اﻟﻤﻼﺣﻈﺔ‬ ‫واﻟﻤﻘﺎﺑﻠﺔ اﻟ ّﺪﻗﻴﻘ ّﻴﺔ وإﺛﺒﺎت اﻟﻮﺛﺎﺋﻖ‪ .‬و أﻣّﺎ ﻣﺼﺎدراﻟﻤﻌﻠﻮﻣﺎت اﻟّﻄﻼب وﻣﺪرّﺳﺔ اﻟﻠﻐﺔ‬ ‫ﻒ اﻟﺴﺎﺑﻊ ﻣﻦ هﺬﻩ اﻟﻤﺪرﺳﺔ‪ .‬ﺛ ّﻢ آﺎﻧﺖ اﻟﻤﻌﻠﻮﻣﺎت ﻣﺼﺪرة ﺑﺎﻟﺤﻠﻴﻞ‬ ‫اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﻠﺼ ّ‬ ‫ص إﻟﻲ اﻟﻌﺎ ّم‪ .‬وﻟﻤﻌﺮﻓﺔ ﺗﺼﺤﻴﺢ اﻟ ّﺪراﺟﺔ‬ ‫اﻻﺳﺘﻘﺮاﺋﻲ وهﻮ اﻻﺳﺘﻨﺒﺎط ﻣﻦ اﻟﺨﺎ ّ‬ ‫ﺑﺎﺳﺘﻘﺼﺎء اﻟﻤﺒﺎﺷﺮة ﻣﻊ اﻟﻤﺼﺎدر واﻟﻄﺮق اﻷﺧﺮي‪.‬‬ ‫أﻣّﺎ ﻧﺘﺎﺋﺞ هﺬا اﻟﺒﺤﺚ هﻮ )‪ (1‬آﺎن ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺗﺪرﻳﺲ اﻟﻘﺮأة ﺑﺎﻟﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ‬ ‫اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ "ﻳﺎآﻴﺘﻮﻧﺲ"‪ Yaketunis‬ﻳﻮآﻴﺎآﺮﺗﺎ ﺑﺪاﻳﺔ ﺑﺈﻣﻼء اﻟﻤﺪ ّرﺳﺔ ﻣﺎدّة اﻟﻘﺮأة‬ ‫ﺛ ّﻢ آﺘﺐ اﻟﻄّﻼب ﻋﻠﻲ ﻣﺎ أﻣﻠﺘﻬﺎ اﻟﻤﺪرّﺳﺔ إﻟﻲ اﻟﻨّﻬﺎﻳﺔ‪ .‬و ﺑﻌﺪ اﻟﻨﻬﺎﻳﺔ أﻣﺮت اﻟﻤﺪرّﺳﺔ‬ ‫ﻟﻴﺴﺄ ل اﻟﻄّﻼب ﻋﻦ اﻟﻤﻔﺮدات اﻟﺠﺪﻳﺪة اﻟّﺘﻲ ﻟﻢ ﻳﻔﻬﻤﻮهﺎ ﺛ ّﻢ أﻣﺮت اﻟﻤﺪرّﺳﺔ اﻟﻄّﻼب‬ ‫ﻟﻴﻘﺮﺋﻮا ﻋﻠﻲ ﻣﺎ آﺘﺒﻮهﺎ‪ (2).‬واﻟﻤﺸﻜﻼت اﻟﻮاﻗﻌﺔ ﻓﻲ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻘﺮأة ﻣﺘﻨﻮﻋﺔ‪ .‬ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ‬ ‫ﻄﺎﻟﺐ‬ ‫اﻟﻤﺪ ّرﺳﺔ هﻲ اﻟﺼﻌﻮﺑﺔ ﻋﻨﺪ ﻣﻮاﺟﻬﺔ اﻟﻄﻼب اﻷﻋﻤﻲ ﻓﻀﻼ ﻋﻨﺪ ﻣﻮاﺟﻬﺔ اﻟ ّ‬ ‫اﻟﻤﺼﺎب ﺑﺎﻟﺠﺮﺣﻴﻦ ‪ Tunaganda‬وهﻮ اﻟﻤﺼﺎب ﺑﺎﻟﻌﻤﻲ و ﺿﻌﻒ اﻟﻌﻘﻞ‪.‬‬ ‫واﻟﺼﻌﻮﺑﺔ ﻓﻲ ﺗﻨﻔﻴﺬ اﻟﻮﻗﺖ اﻟﺪّراﺳﻲ و اﻹﻗﺎﻣﺔ ﺑﺎﻟﺼﺮاﺣﺔ ﻋﻨﺪ اﻟّﻄﻼب و ﻓﻲ اﺗّﺒﺎع‬ ‫اﻟﻤﻨﻬﺞ اﻟﻘﺎﺋﻢ‪ .‬و ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﻄّﻼب هﻲ اﻷﻋﻤﻲ اﻟﻮاﻗﻌﺔ ﻓﻲ اﻟﻄّﻼب و اﻟﺠﺮﺣﺎن‬ ‫اﻟﺬّي أﺻﺎﺑﻪ اﺣﺪ اﻟّﻄﻼب و أﺻﻮل أﺳﺮة اﻟﻄّﻼب‪ .‬وﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻷﺳﻠﻮب اﻟﺪّراﺳﻲ‬ ‫آﺎن اﻷﺳﻠﻮب وﺣﻴﺪًا ﻻ أﺳﻠﻮب ﺳﻮاﻩ‪ .‬وﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﻮﻗﺖ و اﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﻗﻠﻴﻞ اﻟﻮﻗﺖ‬ ‫اﻟﺪّراﺳﻲ وآﺜﻴﺮاﻟﻮﻗﺖ اﻟﺪّراﺳﻲ ﻣﺴﺘﻌﻤﺎل ﻻﺗﺠﺘﻤﺎع اﻷﺳﺎﺗﺬة و ﻗﻠﻴﻞ اﻟﻮﺳﺎﺋﻞ‬ ‫اﻟﺪّراﺳﻴﺔ‪ (3) .‬واﻟﺒﺬل ﻟﺘﺤﻠﻴﻞ هﺬﻩ اﻟﻤﺸﻜﻼت ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﻤﺪ ّرﺳﺔ ﺗﻌﻤﻴﻖ ﻣﻌﺮﻓﺔ‬ ‫اﻟﻤﺪرّﺳﺔ ﻓﻲ وﺻﻒ اﻟﻄّﻼب و ﺗﻜﺜﻴﺮ اﻟﻮﺳﺎﺋﻞ اﻟ ّﺪّراﺳﻴﺔ و اﻷﺳﺎﻟﻴﺐ اﻟﺪّراﺳﻴﺔ‬ ‫وﺗﺸﺠﻴﻊ اﻟﻄّﻼب وﺗﺰﻳﻴﺪ اﻟﻮﻗﺖ اﻟ ّﺪّراﺳﻲ‪ .‬وﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﻄّﻼب ﺗﻨﻤﻴﺔ اﻟﺸﺠﺎﻋﺔ‬ ‫واﻟﺘﺄﻣﻞ ﻓﻲ ﻧﻔﻮس اﻟﻄّﻼب وإﻋﻄﺎء اﻟﻮﻗﺖ ﻟﻠﺴﺆال واﻟﻤﻨﺎﻗﺸﺔ وإﻋﻄﺎء اﻟﻮاﺟﺒﺎت‪.‬‬

‫‪viii‬‬

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB –LATIN

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/u/1987. Secara garis besar uraiannya sebagai berikut: 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam Translitera ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lain lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan Transliterasi dengan huruf Latin. Huruf

Nama

Huruf Latin

Nama

‫ا‬

alif

Tidak dilambangkan

Tidak dilambangkan

‫ب‬

bā‘

b

be

‫ت‬

tā′

t

te

‫ث‬

śā

ś

es (dengan titik di atas)

‫ج‬

jim

j

je

‫ح‬

ḥā‘



ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬

khā′

kh

ka dan ha

‫د‬

dāl

d

de

‫ذ‬

żāl

ż

zet (dengan titik di atas)

‫ر‬

rā‘

r

er

Arab

ix

‫ز‬

zai

z

zet

‫س‬

sin

s

es

‫ش‬

syin

sy

es dan ye

‫ص‬

ṣād

s

es (dengan titik di bawah)

‫ض‬

ḍ̣ād

d

de (dengan titik di bawah)

‫ط‬

tā

t

te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬

zā′ ̣



zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬

‘ain

….‘….

koma terbalik di atas

‫غ‬

gain

g

ge

‫ف‬

fā‘

f

ef

‫ق‬

qāf

q

ki

‫ك‬

kāf

k

ka

‫ل‬

lām

l

el

‫م‬

mim

m

em

‫ن‬

nūn

n

en

‫و‬

wāwu

w

we

s‫ه‬

hā’

h

ha

‫ء‬

hamzah

…’…

apostrof

‫ي‬

yā′

y

ye

2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

x

1) Vokal Tunggal Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda

Nama

Huruf Latin

Nama

Fathah

a

a

Kasrah

i

i

Dammah

u

u

Contoh:

‫ آﺘﺐ‬- Kataba

‫ ﻳﺬهﺐ‬-yażhabu

‫ ﻓﻌﻞ‬- fa’ala

‫ ﺳﺌﻞ‬-su’ila

‫ ذآﺮ‬- żukira 2) Vokal Rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu: Tandadan Huruf ....َ ‫ى‬ ....َ ‫و‬

Nama

Gabungan huruf

Fathah dan ya

ai

Fathah dan wau

au

Nama a dan i a dan u

Contoh:

‫ – آﻴﻒ‬kaifa

‫هﻮل‬- haula

3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, tansliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

xi

Harkat dan

Nama

Huruf dan tanda

Nama

Fathah dan alif

ā

a dan garis di

huruf ...َ ‫ ا‬....َ ‫ى‬

atau ya

atas

....ِ ‫ى‬

Kasrah dan ya

i

i dan garis di atas

....ُ ‫و‬

dammah dan wau

ū

u dan garisdi atas

Contoh:

‫ ﻗﺎل‬-qāla

‫ ﻗﻴﻞ‬-qīla

‫ رﻣﻰ‬-ramā

‫ ﻳﻘﻮل‬- yaqūlu

4. Ta Marbutah Transliterasi untuk ta marbutah ada dua: 1) Ta marbutah hidup Ta marbutah yang hidup atau yang mendapat harkat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah (t). 2) Ta marbutah mati Ta marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h). Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang “al”, serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh:

xii

‫اﻻﻃﻔﺎل روﺿﺔ‬

- raudah al-atfāl

‫اﻟﻤﻨﻮرة ﻳﻨﺔ اﻟﻤﺪ‬

- al-Madinah al-Munawwarah

‫ﻃﻠﺤﺔ‬

- Talhah

5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh:

‫ – رﺑﻨﺎ‬rabbanā ‫ – ﻧﺰل‬nazzala 6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu “‫“ ال‬. Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. 1) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah. 2) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah Contoh:

‫ – اﻟﺮﺟﻞ‬ar-rajulu ‫ – اﻟﺸﻤﺲ‬asy-syamsu ‫ – اﻟﺒﺪﻳﻊ‬al-bad ‫اﻟﺠﻼل‬

‫ – اﻟﺴﻴﺪة‬as-sayyidatu ‫ – اﻟﻘﻠﻢ‬al-qalamu – al-jalālu

xiii

KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴـــــﻢ اﷲ اﻟ ّﺮ ﺣﻤﻦ اﻟ ّﺮ ﺣﻴﻢ‬ ‫أﺷﻬﺪ أن‬. ‫ب اﻟﻌﺎ ﻟﻤﻴﻦ وﺑﻪ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ و ﻋﻠﻰ أﻣﻮر اﻟ ّﺪﻧﻴﺎ واﻟ ّﺪﻳﻦ‬ ّ ‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ ر‬ ‫اﻟّﻠﻬ ّﻢ ﺻ ّﻞ وﺳّﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﻴّﺪﻧﺎ ﻣﺤ ّﻤﺪ‬. ‫ن ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪﻩ رﺳﻮ ﻟﻪ‬ ّ ‫ﻻ إﻟﻪ ا ّﻻ اﷲ وأﺷﻬﺪ ا‬ .‫ أ ّﻣﺎ ﺑﻌﺪ‬،‫وﻋﻠﻰ أﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ أﺟﻤﻌﻴﻦ‬ Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan pertolonganNya. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw. Yang telah menuntun manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benerang di dunia dan akhirat. Penyusunan skripsi ini merupakan kajian singkat tentang Problematika Pembelajaran Qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta (Tinjauan Segi Problematika Non Linguistik). Penyusun menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penyusun mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bapak Drs. Zainal Arifin Ahmad, M.Ag dan Bapak Dr. Abdul Munif, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.

xiii

3. Bapak Drs. H. Nazrie Syakur, M.A., selaku penesihat akademik penulis yang selalu memberikan masukan, arahan dan dorongan selama penulis menyelesaiankan studi di kampus ini. 4. Bapak Drs. H. Ahmad Rodli, M. Pd., selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan bagi terselesaikannya skripsi ini. 5. Segenap Dosen dan Karyawan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 6. Bapak Agus Suryanto, S.Ag, M.Pd.I, selaku kepala MTsN Sumberagung Jetis Bantul yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian 7. Ibu Nur Farida, selaku guru Bahasa Arab MTsN Sumberagung yang telah berkenan memberikan informasi yang sangat memadai bagi pengumpulan data skripsi ini. 8. Kedua orang tuaku, Mamak Siti Nurul Qomariyah dan Bapak Harry Hadi Susanto tercinta, atas do’a dan aliran kasih sayang yang tak pernah berhenti. Juga Mbak Mariyatul Qibtiyah Enha tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan do’anya selama ini. 9. Sahabat-sahabat ”PBA-2/2004”, terimakasih telah menjadi sahabat sekaligus saudaraku selama aku tinggal di Jogja. Kapan lagi ya kita bisa ketemu lagi kayak dulu? Jaga terus persaudaraan kita ya.. Good Luck my friends.. 10. Buat temen-temen senasib dan sesekripsiku, duo Lampung (Jayenk dan Yun), dan duo ngapak (Slamet dan Bapak’e ’Ais) ”Akhirnya kita lulus juga ya?

xiv

Jangan lupa baca do’a dan minum

kopi sebelum bekerja. Biar tambah

semangat teman.. 11. Temen-temen kost Fajar GK1 574, ”Jangan pada lupa shalat jama’ah ya walaupun aku dah lulus duluan. Hehe..” Seutas kata yang ingin penyusun sampaikan dalam kata pengantar ini adalah bahwa setiap karya dengan segala kelebihan dan kekurangannya memiliki makna terdalam dari usaha dan kerja keras yang ikhlas di baliknya. Akhirnya hanya milik Allah-lah segala kesempurnaan dan kebenaran serta kepada-Nya-lah kita semua akan kembali.

Yogyakarta, 06 Juni 2009 Penyusun

Ahmad Qory Mubarak 04420914

xv

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... ii HALAMAN NOTA DINAS........................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ........................................ ix KATA PENGANTAR ................................................................................... xiii DAFTAR ISI .................................................................................................. xvi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xix BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 4 D. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 5 E. Landasan Teori .......................................................................... 6 F. Metode Penelitian ...................................................................... 25 G. Sistematika Pembahasan ............................................................. 30 BAB II : GAMBARAN UMUM MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA A. Letak Geografis .......................................................................... 32 B. Sejarah Singkat ........................................................................... 32

xvi

C. Struktur Organisasi .................................................................... 34 D. Keadaan Guru ............................................................................ 37 E. Keadaan Siswa ........................................................................... 39 F. Kurikulum .................................................................................. 40 G. Keadaan Sarana dan Prasarana ................................................... 41 BAB III : PROBLEMATIKA NON LINGUISTIK PADA PEMBELAJARAN QIRA’AH SISWA KELAS VII MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA A. Proses Pembelajaran Qira’ah Bagi Siswa Kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta ................................................................................. 47 B. Problematika Non Linguistik Pada Pembelajaran Qira’ah Siswa Kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta ....................................... 60 C. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika non linguistik dalam pembelajaran qira’ah ....................................... 77 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 84 B. Saran-saran ................................................................................. 87 C. KataPenutup ............................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN CURICCULUM VITAE

xvii

DAFTAR TABEL Tabel I. Stuktur Organisasi MTs YAketunis Yogyakarta ............................... 34 Tabel II. Data Guru Dan Karyawan ................................................................ 38 Tabel III. Data Siswa Menurut Asal ............................................................... 39 Tabel IV. Daftar Guru dan Pembagian Tugas ................................................. 40 Tabel V. Daftar Sarana ................................................................................... 42 Tabel VI. Daftar pasarana ................................................................................. 43 Tabel VII Daftar Siswa Kelas VII ................................................................... 48

xviii

BAB I PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN QIRA’AH DI MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA (Tinjauan Segi Problematika Non Linguistik)

A. Latar Belakang Masalah Bahasa Arab adalah bahasa asing bagi orang non Arab, begitu juga bagi orang Indonesia. Bagi orang muslim yang non Arab, orientasi minimal dalam mempelajari bahasa Arab yaitu dikarenakan bahasa Arab adalah bahasa agama. Mengingat sumber ajaran agama yaitu al-Qur’an dan al-Hadits semuanya berbahasa Arab, bahkan dalam ritual sehari-harinya (shalat), tidak akan syah shalatnya tanpa menggunakan bahasa Arab. Di Indonesia, pelajaran bahasa Arab banyak diajarkan di sekolahsekolah, baik yang formal ataupun non formal. Kebanyakan sekolah yang memberikan pengajaran adalah sekolah-sekolah yang dinaungi oleh Departemen Agama (DEPAG) dan Pondok Pesantren. Namun belakangan ini banyak sekolah-sekolah umum yang juga mengajarkan bahasa Arab, bahkan sekarang tempat- tempat kursus bahasa Arab pun kian menjamur. Qira’ah adalah salah satu ketrampilan berbahasa yang akan dicapai dalam pengajaran bahasa disamping ketrampilan menyimak, berbicara, dan menulis, yang merupakan suatu proses (dengan tujuan tertentu) pengenalan, penafsiran dan menilai gagasan-gagasan yang berkenaan dengan bobot mental atau kesadaran total sang pembaca. Dengan demikian, membaca adalah susatu kemampuan yang sangat tergantung pada pemahaman isi atau arti yang

2

dibaca,

yang

berarti

hal

ini

sangat

tergantung

pada

penguasaan

qowaid/gramatika bahasa Arab seperti nahwu dan sharf.1 Bahasa Arab merupakan salah satu pelajaran yang tidak hanya diajarkan bagi anak yang normal, tetapi juga bagi para penyandang tunanetra. Sebab pendidikan tidak hanya dikhususkan bagi orang yang normal, para penyandang tunanetra pun harus memperoleh hak yang sama dalam pengajaran, begitu pula dalam pembelajaran bahasa Arab. MTs Yaketunis Yogyakarta adalah Madrasah Tsanawiyah (sekolah menengah tingkat pertama) yang dikhususkan bagi penyandang tunanetra dalam memperoleh haknya untuk mendapatkan pelajaran dan pengajaran. Pada mulanya sekolah ini bernama Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTs LB/A) Yaketunis Yogyakarta, namun sering berjalannya waktu MTs ini hanya menggunakan nama MTs Yaketunis saja. Sebab, dari nama Yaketunis saja masyarakat sudah mengerti bahwa MTs ini adalah MTs khusus bagi siswa tunanetra.

Yaketunis

sendiri

merupakan

singkatan

dari

“Yayasan

Kesejahteraan Tunanetra Islam”. Di madrasah ini mereka memperoleh haknya sama seperti peserta didik lainya yang normal dalam mendapatkan pengajaran dan pendidikan, begitu pula dalam mata pelajaran bahasa arab. Dalam mempelajari bahasa Arab bukanlah hal yang mudah, karena dituntut untuk mampu memahami empat kompetensi dasar berbahsa, yaitu: alistima' (mendengar), al-qira'ah (membaca), al-kitabah (menulis), dan al-kalam (berbicara). Begitu pula dalam pembelajaran bahasa arab tidak mungkin 1

H.G Tarigan, Metodologi Pengjaran Bahasa, Jakarta: CV. Rajawali, 1991, hlm. 342.

3

telepas dari problematika, baik itu problematika yang bersifat linguistik ataupun yang non-linguistik. Problematika linguistik meliputi: fonologi (ilmu bunyi), tata bahasa (nahwu sharaf), dan perbendaharaan kata (mufradat). Sedangkan problematika non linguistik meliputi siswa, guru, metode, materi, waktu, fasilitas, dan lingkungan tempat belajar siswa.2 Mengingat para penyandang tunanetra mempunyai gangguan dalam penglihatannya,

maka

mereka

membutuhkan

layanan

khusus

untuk

merehabilitasi kelainannya, yang meliputi: latihan membaca dan menulis huruf Braille, penggunaan tongkat, orientasi dan mobilitas, serta latihan visual/fungsional penglihatan. Sedangkan strategi pembelajaran bagi tunanetra pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran bagi orang normal, hanya dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi sehingga pesan atau materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima/ditangkap oleh tunanetra melalui indera-indera yang masih berfungsi. Khusus Alat bantu membaca huruf Braille adalah alat bantu pembelajaran untuk mengenal huruf Braille alat ini biasa disebut pantule singkatan dari Papan Tulis Braille. Alat ini terdiri dari paku-paku yang dapat ditempel pada papan sehingga membentuk kombinasi huruf Braille, seperti laci atau kotak peti, terbuat dari papan dengan lubanglubang tempat memasukkan pin-pin logam.3

2 3

Sadtono, Ontologi Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta: DEPDIKBUD 1987), hlm. 17. http://blog.uny.ac.id/mashoedah/ diunduh pada tanggal 20 Desember 2008.

4

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti proses pembelajaran qira’ah bagi siswa penyandang tunanetra di kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta dan problematika non linguistik apa saja yang dihadapi dalam proses pembelajaran tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahn sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis, Yogyakarta? 2. Apa saja problematika non linguistik yang dihadapi dalam pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis, Yogyakarta? 3. Apa saja usaha yang dilakukan untuk mengatasi problematika non lingustik tersebut?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian: a. Untuk mengetahui proses pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis, Yogyakarta. b. Untuk mengetahui problematika non linguistik yang dihadapi dalam proses pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis, Yogyakarta. c. Untuk mengetahui usaha apa saja yang dilakukan untuk mengatasi problematika non lingustik tersebut.

5

2. Kegunaan penelitian a. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak yang berkepentingan untuk turut memecahkan persoalan- persoalan dalam pembelajaran qira’ah terutama di MTs Yaketunis, Yogyakarta. b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan didalam wacana pembelajaran qira’ah di lingkungan Madrasah Luar Biasa.

D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Skripsi yang ditulis oleh saudari Isnaini Nurul Khoiriyah yang berjudul “ Metode Dan Masalah Yang Dihadapi Dalam Pengajaran Kimia Bagi Siswa Tunanetra (Studi Kasus Di SMU Muhammadiyah Yogyakarta)”, tahun 2003 yang membahas tentang metode yang digunakan dalam pembelajaran kimia bagi siswa tunanetra, peran guru pembimbing khusus dan masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran.4 Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan, sebab yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran qira’ah bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta. 2. Skripsi yang ditulis oleh saudari Yuliati Ningsih yang berjudul “Strategi Pembelajaran PAI Bagi Siswa Tunanetra Di MAN Maguwoharjo Yogyakarta” tahun 2003, yang membahas tentang strategi pembelajaran dan problematika yang dihadapi bagi siswa tunanetra serta usaha guru

4

Isnaini Nurul Khoiriyah, Metode Dan Masalah Yang Dihadapi Dalam Pengajaran Kimia Bagi Siswa Tunanetra, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003), tidak dipublikasikan.

6

dalam mengatasi masalah tersebut.5

Penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang akan penulis lakukan, sebab yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran qira’ah bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta. 3. Skripsi yang ditulis oleh saudari Umi Salamah yang berjudul “Problematika Pengajaran Qira’ah di MTsN Godean Sleman” tahun 2005, yang membahas tentang problematika pengajaran qira’ah secara umum, yaitu yang berkaitan dengan aspek linguistik dan non linguistik. Adapun objek yang dibahas juga sangat berbeda dengan skripsi yang akan peneliti tulis, yaitu siswa yang awas dan bukan tunanetra.6

E. LANDASAN TEORI 1. Pembelajaran Qira’ah a. Pengertian pembelajaran Pembelajaran atau proses belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tak tepisahkan satu sama lainnya. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seorang subjek yang menerima pembelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan mana kala terjadi interaksi guru- siswa, siswa-siswa pada saat pengajaran itu berlangsung. Inilah makna belajar

5

Yuliati Ningsih, Strategi Pembelajaran PAI Bagi Siswa Tunanetra Di MAN Maguwoharjo Yogyakarta, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003), tidak dipublikasikan. 6 Umi Salamah, Problematika Pengajaran Qira’ah di MTsN Godean Sleman, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2005), tidak dipublikasikan.

7

mengajar sebagai sutu proses. Interaksi guru- siswa sebagai makna utama proses pengajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pengajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai subjek sekaligus juga sebagai objek dalam pengajaran maka inti proses pengajaran tidak lain adalah kegitatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. 7 Pengajaran erat sekali kaitannya dengan kurikulum dan guru, sebab pengajaran adalah operasional dari kurikulum atau GBPP. Pengajaran di sekolah terjadi apabila terdapat interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar yang diatur guru untuk mencapai tujuan pengajaran.8 Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengigat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam

berbagai

pemahamannya,

bentuk sikap

dan

seperti

berubah

pengetahuannya,

tingkah

lakunya,

keterampilannya,

kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain- lain aspek yang ada pada individu. Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mensorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar 7

Nana Sudjana, Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), hlm. 28. 8 Ibid., hlm. 10.

8

adalah proses memberikan bimbingan/ bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar. Qira’ah

merupakan

salah

satu

dari

empat

aspek

ketrampilan/kemampuan berbahasa yang diajarkan pada saat proses pembelajaran bahasa Arab. Qira’ah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti membaca. Adapun keempat kompetensi/keterampilan yang diajarkan dalam pembelajaran bahasa Arab antara lain: 1) Kemahiran berbicara 2) Kemahiran menyimak 3) Kemahiran membaca 4) Kemahiran menulis.

Dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Pengajaran Bahasa Arab”, Busyiri Majidi mengatakan bahwa membaca merupakan kunci untuk belajar bahasa, sedang tulisan adalah gambar/lambang dari katakata. Untuk belajar bahasa Asing, maka membaca dan menulis adalah langkah pertama bagi pelajar untuk dapat berbicara mengemukakan pikirannya.9

Begitupun

dalam

pembelajaran

qira’ah,

qira’ah

merupakan kunci untuk belajar bahasa Arab dan mengerti kandungan ilmu-ilmu lain yang terdapat dalam ilmu bahasa Arab.

9 Busyairi Majidi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: Sumbangsih Offset,1994, hlm.54.

9

b. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran 1) Guru Guru sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran, sukses atau tidaknya pembelajaran juga tergantung dari upaya guru yang mengajarnya. Dalam sistem pengajaran manapun, guru menjadi bagian yang tak terpisahkan, hanya peran yang dimaiankannya saj yang akan akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Menurut Glasser ada empat hal yang harus dikuasai oleh guru, yaitu: menguasai bahan pelajaran, kemampuan mendiagnose tingkah laku siswa, kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan kemampuan mengukur hasil belajar siswa.10 Bertolak dari pandangan tersebut di atas, maka kompetensi guru dibagi menjadi tiga bidang, yaitu: a) Kompetensi Personal, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian guru. b) Kompetensi Sosial, yaitu kompetensi guru dslsm menempatkan diri dalam lingkungannya dan cara menjalin hubungan dengan orang lain. c) Kompetensi Profesional, yaitu kompetensi dalam menguasai keilmuan atau bidang studi dan langkah kajian kritis pendalaman isi bidang studi.

10

Nana Sudjana, Dasar- Dasar Proses …, hlm. 18.

10

d) Kompetensi Pedagogik, yaitu kompetensi yang merefleksikan pada pengetahuan dan sikap yang tercermin dalam pemahaman tentang peserta didik, perancangan, pelaksanaan dan evaluasi belajar.11

2) Murid Peran murid/siswa dalam pengajaran sangatlah vital, mengingat siswa adalah subjek sekaligus objek dalam pengajaran. Dalam pengajaran bahasa Arab, hendaknya guru harus memiliki pengetahuan tentang perbedaan latar belakang dari masing- masing peserta didik, seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, serta tingkat kecerdasan siswa. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan variasi ini dalam kelas. 12 Adapun siswa MTs Yaketunis adalah siswa yang belajar di sekolah ini. Dilihat dari nama sekolah tersebut yaitu Yaketunis, yang merupakan singkatan dari Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam, dapat kita simpulkan bahwa seluruh siswa MTs Yaketunis adalah siswa yang memiliki ketunaan, yaitu tunanetra. Baik itu yang menderita Low Vision (buta ringan), ataupun buta total, bahkan ada yang memiliki tunaganda.

11

Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Buku Praktik Pengalaman Lapangan, hlm. 11-12. 12 Iskandarwassid., dan.Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 24.

11

3) Tujuan Pendidikan dan pengajaran adalah usaha yang bertujuan. Lebih dari itu kegiatn pendidikan dan pengajaran terikat dan diarahkan untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikdn kita mempunyai pedoman umum atau sasaran umum yang hendak dicapai yang dirumuskan dalam bentuk. Tujuan umum pendidikan.tujuan umum ditetapkan oleh pemerintah biasanya melalui Undang-Undang Pendidikan. 13 Adapun tujuan dari pembelajaran bahasa Arab bagi siswa tunanetra pada dasarnya sama dengan siswa yang awas pada umumnya, yaitu dapat

menguasai

empat

kompetensi

bahasa

Arab;

menyimak(‫)اﻻﺳﺘﻤﺎء‬, berbicara (‫)اﻟﻤﺤﺎدﺛﺔ‬, membaca (‫)اﻟﻘﺮاءة‬, dan menulis, (‫)اﻟﻜﺘﺎﺑﺔ‬. Dalam pada itu, urutan kompetensi bahasa Arab sangat sesuai dengan situasi dan kondisi siswa tunanetra, dimana menyimak adalah hal awal yang dapat dimengerti oleh siswa tunanetra, bersamaan dengan berbicara, dan baru kemudian siswa tunanetra bisa menerima materi selanjutnya yaitu membaca dan menulis huruf Arab Braille. Sedangkan tujuan pembelajaran qira’ah bagi siswa tunanetra adalah agar siswa mampu membaca materi qira’ah yang meliputi mufradat dan tarkib yang telah dipelajari dengan makhraj serta

13

Nana Sudjana, Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar..., hlm. 56.

12

intonasi yang baik dan benar, serta agar siswa mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kandungan materi qira’ah.14

4) Materi Komponen ini merupakan faktor penting juga yang tidak boleh diabaikan. Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi di sekolah, sedangkan materi informal adalah bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersngkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal ini dibutuhakan agar pengajaran lebih relevan dan aktual.15 Materi pelajaran bahasa Arab telah ada dalam kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam menentukan materi pelajaran harus dilakukan seleksi materi secara teliti, sehingga sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Adapun materi pelajaran bahasa Arab pada tingkat permulaan meliputi: a) Menulis (‫)اﻟﻜﺘﺎﺑﺔ‬ b) Membaca (‫)اﻟﻘﺮاءة‬ c) Menyimak (‫)اﻻﺳﺘﻤﺎء‬ d) Bercakap-cakap (‫)اﻟﻤﺤﺎدﺛﺔ‬ e) Kaidah bahasa Arab (‫)اﻟﻘﻮاﻋﺪ‬ 14 D. Hidayat, pelajaran Bahasa Arab, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2007, hlm. ‫ح‬. 15 Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa…, hlm. 24.

13

f) Latihan soal-soal (‫)اﻻﻧﺸﺎء‬ g) Tugas (‫)اﻻﻣﻼء‬16 Materi- materi ini juga diajarakan bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapakan oleh DEPAG. 5) Metode Metode adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.17 Sedangkan menurut Tayar Yusuf, ada enam metode dalam pengajaran bahasa Arab18, yaitu: a) Metode bercakap-cakap (Muhadasah) Pelajaran muhadasah merupakan pelajaran yang pertama-tama diberikan. Sebab tujuan utama pembelajaran bahasa Arab adalah agar siswa mampu bercakap-cakap dalm pembicaraan sehari- hari dengan bahasa Arab. Metode muhadasah yaitu cara menyajikan bahan pelajaran bahasa arab melalui percakapan, dalam percakapan itu dapat terjadi antara guru dengan murid dan antara murid dengan murid., sambil menambah dan terus memperkaya kosa kata lebih banyak.

16

Departemen Agama RI, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada PT Agama Islam, Jakarta: hlm. 115. 17 Nana Sudjana, Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar..., hlm. 76. 18 Tayar Yusuf, dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran..., hlm. 191.

14

b) Metode Muthala’ah (Membaca) Metode muthala’ah adalah cara menyajikan pelajaran dengan cara membaca, baik membaca dengan suara maupun membaca dalam hati. Melalui metode muthala’ah ini diharapkan peserta didik dapat mengucapkan lafadz kata-kata dan kalimat dalam bahasa Arab yang fasih, lancar dan benar. c) Metode Imla’ (Metode Dikte) Metode imla’ disebut juga metode dikte, atau metode menulis. Di mana guru membacakan acara pelajaran dengan menyuruh siswa untuk mendikte atau menulis di buku tulis. d) Metode Insya’ (Mengarang) Metode insya’ yaitu cara menyajikan bahan pelajaran dengan cara menyuruh siswa mengarang dalam bahsa Arab, untuk mengungkapkan isi hati, pikiran dan pengalaman yang dimilikinya. Melalui metode ini diharapkan peserta didik dapat mengembangkan daya imajinasi secara kreatif dan produktif sehingga berpikirnya menjadi berkembang dan tidak statis. e) Metode Mahfudzat (Menghafal) Metode mahfudzat yaitu cara menyajikan materi pelajaran bahasa Arab dengan jalan menyuruh siswa untuk menghafal kalimat-kalimat berupa: syair, cerita, kata-kata hikmah dan lain-lain yang menarik.

15

f) Metode Qawa’id (Nahwu Saraf) Pada umumnya banyak orang Islam menyagka bahwa bahasa Arab itu disamakan dengan nahwu saraf, lalu mereka membayangkan bahwa belajar bahsa Arab itu sukar dan memusingkan otak. Oleh karena itu hendaknya prinsip mengajarkan bahsa Arab itu tidak menyulitkan, akan tetapi buatlah anak-anak senang berbahasa Arab dan jangan menyulitkan mereka. Adapun metode yang sering digunakan guru bahasa Arab kelas VII MTs Yaketunis dalam menyampaikan materi qira’ah adalah metode ceramah dengan imla’ sebagai awal mula proses pembelajaran yang diselingi dengan tanya jawab dan penugasan. 6) Alat Pengajaran Alat pengajaran adalah suatu tindakan atau situasi benda yang sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Peran alat peraga sangatlah penting, sebab dengan adanya alat peraga ini bahan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Media pembelajaran bagi siswa tunanetra tentunya sangat berbeda dengan siswa awas. Bagi siswa tunanetra media yang digunakan adalah media yang dapat merangsang siswa, selain melalui indra penglihatan. Media tersebut seperti: tape-recorder, mesin ketik Braille, regiet, dan sekarang ini telah tersedia juga komputer untuk tunanetra.

16

Sedangkan alat pengajaran yang terdapat di MTs Yaketunis yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa Arab umumnysa dan pembelajaran qira’ah khususnya antara lain Regiet dan Stiklet (alat untuk menulis huruf Braille), Al-Qur’an Braille, Buku Iqro’ Braille, Tape recorder maupun VCD dan lian-lain.

2. Tunanetra a. Pengertian Tunanetra Tunanetra

adalah

anak

yang

mengalami

gangguan

daya

penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus mereka masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.19 Sedangkan menurut Hardman (1990), tunanetra ditinjau dari pendidikan kebutaan (blindness) adalah pendidikan yang difokuskan pada kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain seperti pendengaran, perabaan, inilah yang disebut buta secara pendidikan.20 Tunanetra merupakan salah satu jenis kalainan indera (sensory), yaitu kelainan pada indera penglihatan.21

19

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tt), hlm. 5. 20 Anastasia W dan Imanuel H, Ortopedagogik Tunanetra I, (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, tt.), hlm. 5. 21 Heri Purwanto, Diktat Ortopedagogik Umum, (Yogyakarta: IKIP, 1998), hlm. 48.

17

Menurut Paton (1991), terminologi buta berdasarkan rekomendasi dari The White House Conference on Child Health and Education di Amerika (1930), “Seseorang dikatakan buta jika tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk kepentingan pendidikannya”. Anak-anak yang mengalami tunanetra sejak lahir tidak mengetahui bahwa mereka berkelainan dengan yang lain, sampai orang- orang mulai memperlakukan mereka dengan berbeda atau menunjukkan bahwa mereka tidak dapat melakukan sesuatu karena tidak melihat. Anak yang mengalami ketunanetraan setelah mempunyai pengalaman melihat cenderung mengalami beberapa tahapan, seperti sedih, menarik diri, penolakan, dan lain-lain. Ketidak mampuanan anak tunanetra untuk mempergunakan penglihatannya mendorong mereka untuk mengoptimalkan indera yang lain dalam memahami keadaan sekitarnya, akan tetapi meskipun mereka berusaha mengoptimalkan indera yang lain pengetahuan yang mereka peroleh tidak utuh. Mereka tidak bisa mengamati warna, kedalaman, proses suatu aktifitas, simbol-simbol visual dan ekspresi wajah. Melalui indera pendengarannya mereka bias membedakan bunyi, mengenal suara, sumber dan arah suara. Melalui perabaan mereka bisa mengetahui bentuk, ukuran, dan keadaan permukaan. Adapun dalam kesehariannya, para penyandang tunanetra memiliki karakteristik umum, adapun karakteristik itu antara lain adalah:

18

1) Rasa curiga pada orang lain. 2) Perasaan mudah tersinggung. 3) Ketergantungan yang berlebihan. 4) Blindsm (gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tunanetra tanpa disadari). 5) Rasa rendah diri. 6) Tangan kedepan dan badan agak membungkuk. 7) Suka melamun. 8) Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek. 9) Kritis. 10) Pemberani. 11) Perhatian terpusat (terkonsentrasi).22

b. Klasifikasi anak tunanetra Derajat anak tunanetra berdasarkan distribusinya berada dalam rentang

yang berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat.

Berat ringannya jenjang ketunanetraan berdasarkan kemampuannya untuk melihat bayangan benda. Berdasarkan ketajaman untuk melihat bayangan benda, ketunanetraan dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut: 1) Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat

22 Anastasia W dan Imanuel H, Ortopedagogik Tunanetra I,… hlm.11.

19

optik tetentu. Anak yang termaasuk dalam kelompok ini tidak dapat dikategorikan dalam kelompok ank tunanetra sebab ia dapat menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar. 2) Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi dengan pengobatan ataualat optik tetentu masih mengalami kesulitan mengikuti kelas reguler sehingga dipeerlukan kompensasi pengajaran untuk mengganti kekurangannya. Anak yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok kedua dapat dikategorikan sebagai ank tunanetra ringan sebab ia masih bias membedakan bayangan. Dalam praktik percakapan sehari- hari yang masuk kedalam kelompok kedua ini lazim disebut anak tunanetra sebagian (partially seeing-children). 3) Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apapun, karena anak tidak mampu lagi memanfaatkan alat penglihatannya. Ia hanya dapat dididik melalui salauran lain selain mata. Dalam percakapan sehari-hari, anak yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan Buta (tunanetra berat). 23 Cruickshank (1980) menelaah jenjang ketunanetraan berdasarkan pengaruh gradasi kelainan penglihatan terhadap aktivitas ingatannya, dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: 23

Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 31.

20

1) Anak tunanetra total bawaan atau yang diderita sebelum usia 5 tahun. 2) Anak tunanetra total yang diderita setelah usia 5 tahun. 3) Anak tunanetra sebagian karena faktor bawaan. 4) Anak tunanetra sebagian akibat sesuatu yang didapat kemudian. 5) Anak dapat melihat sebagian karena faktor bawaan. 6) Anak dapat melihat sebagian akibat tertentu yang didapat kemudian.24

c. Etiologi Anak tunanetra Secara etiolgi timbulnya ketunaneraan disebabkan oleh faktor endogen dan faktor eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen, seperti keturunan (herediter), atau karena faktor eksogen seperti penyakit, kecelakaan, obat- obatan dan lain-lainnya. Demikian juga dari kurun waktu terjadinya, ketunanetraan dapat terjadi pada saat anakl masih berada dalam kandungan, saat dilahirkan, maupun sesudah lahir.25 Mengetahui

sebab

terjadinya

ketunanetraan

dalam

dunia

pendidikan luar biasa merupakan bagian yang amat penting., bahkan seorang pendidik anak tunanetra dengan mengetahui latar belakang tunanetra siswanya dapat memberikan petunjuk, apakah penyimpangan itu terjadi pada mata saja penyimpangan yang sistematis, misalnya 24 25

Ibid., hlm. 32. Ibid., hlm. 34.

21

penyakit katarak pada mata yang disebabkan oleh penyakit gula. Dengan memahami secara baik karakteristik anak didiknya, pendidik anak tunanetra diharapkan memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dan sisa potensi yang dimiliki oleh anak tunanetra. Dengan memilki pemahaman terhadap latar belakang penyebab ketunanetraan, seorang pendidik anak tunanetra dapat memberikan informasi kepada orang tua atau keluarga tentang hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan pendidikan anak tunanetra, khususnya dalam memberikan bimbingan kepada anak tunanetra yang relevan dengan dengan karakteristik dan kebutuhannya. Kebiasaan tunanetra dalam mengenali benda atau objek di sekitarnya, mengharuskan guru dapat mengenali prinsip-prinsip pengajran bagi tunanetra. Prinsip-prinsip itu antara lain: 1) Prinsip Totalitas Prinsip ini mengharuskan untuk menerangkan segala sesuatu secara kesesluruhan. Jika menerangkan sesuatu benda yang bias diraba, hendaknya guru membawa benda tersebut ke dalam kelas. 2) Prinsip keperagaan Siswa tunanetra tidak dapat melihat, akan tetapi prinsip ini sangat dibutuhkan bagi mereka untuk membedakan benda yang satu dengan benda yang lainnya.

22

3) Prinsip Berkesinambungan Berkesinambungan berarti berkelanjutan. Prinsip ini digunakan dalam materi atau istilah yang digunakan oleh guru. Hal ini bertujuan agar siswa tidak bingung dalam menerima pelajaran. 4) Prinsip aktivitas Prinsip ini menekankan agar siswa tunanetra tidak hanya sebagai pendengar saja. Dengan prinsip ini konsep pemahaman yang diperoleh siswa lebih banyak jika disbanding sebagai pendengar saja. Aktivitas siswa dapat berupa ikut serta dalam diskusi, bertanya, pidato, menganalisis suatu masalah, dan lain-lain. 5) Individual Prinsip ini berarti ada perbedaan pada setiap pribadi siswa. Perbedaan itu dapat berupa minat, bakat, intelegensi, dan keadaan siswa.26

3. Problematika Non Linguistik Problematika adalah masalah yang terjadi pada saat seseorang berusaha mencapai tujuan dan didalam pelaksanaanya menemui kesukaran.27 Segala kegiatan dalam rangka mencapai tujuan termasuk di dalamnya kegiatan belajar-mengajar atau proses pengajaran pasti akan menemui kesukaran atau masalah, baik masalah itu besar atau pun kecil 26 Anastasia W dan Imanuel H, Ortopedagogik…, hlm. 138. 27 Sumardi Suryabrata, Pokok-Pokok Psykologi Pendidikan, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1996, hlm. 20.

23

sehingga membutuhkan usaha untuk mengatasinya. Begitu juga dalam proses pembelajaran bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa asing bagi bangsa non Arab, begitu juga bagi bangsa Indonesia. Di dalam mempelajarinya tentu terdapat masalahmasalah atau probelamatika yang dihadapi. Mengingat bahasa Indonesia tidak serumpun dengan bahasa Arab, pasti terdapat perbedaan dalam hal bunyi, gramatikal, serta yang berhubungan dengan kebudayaan kedua negara tersebut. Problematika yang dihadapi dalam mempelajari bahasa Arab ada dua macam, yaitu problematika linguistik dan problematika non linguistik. Problematika linguistik adalah problematika yang meliputi: fonologi (ilmu bunyi), tata bahasa (nahwu shorof), dan perbendaharaan kata (mufradat). Sedangkan problematika non linguistik adalah problematika di luar aspek bahasa yang meliputi antara lain adalah sebagai berikut: a. Guru Guru menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengajaran, sebab sukses atau tidaknya pembelajaran juga tergantung dari upaya guru yang mengajarnya. b. Siswa Peran siwa dalam pengajaran sangatlah vital, sebab dalam hal ini siswa berperan sebagai subjek sekaligus objek. Berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran juga sangat bergantung kepada para siswanya

24

juga. Aktif dan tidaknya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sangat menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran. c. Metode Metode merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Penggunaan metode yang tepat sangat membantu dalam mencapai keberhasilan suatu proses pembelajaran. Sebab dengan metode yang tepat tersebut, pesan dari materi yang disampaikan dapat diterima siswa dengan mudah dan bisa membuat para siswa tidak jenuh dalam mengikuti proses pebelajaran di kelas. d. Waktu Pemanfaatan waktu pelajaran yang tepat akan sangat membantu dalam pencapaian tujua proses pembelajaran. Banyaknya waktu yang diperuntukkan dalam suatu proses pembelajaran akan sangat membantu dalam mencapai tujuan tersebut,. e.

Fasilitas/ Alat Pengajaran Alat pengajaran adalah suatu tindakan atau situasi benda yang sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Peran alat peraga sangatlah penting, sebab dengan adanya alat peraga ini bahan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa

f. Lingkungan tempat tinggal siswa. Dalam proses pembelajaran, peran lingkungan tempat tinggal siswa juga sangat mempengaruhi siswa dalam belajar. Oleh karena itu perlu

25

adanya lingkungan belajar yang kondusif untuk mendukung suatu proses pembelajaran.

F. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.28

2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan fenomenologis. Dengan harapan dapat memperoleh data-data empiris yang nantinya dapat dideskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas, dan lebih akurat.29 Terutama yang berkaitan dengan pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis, Yogyakarta.

28

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 6. 29 Burhan Bungil, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2007), hlm. 147.

26

3. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subyek sekaligus sumber data adalah: a) Guru-guruMTs Yaketunis Yogyakarta. b) Siswa- siswa MTs Yaketunis Yogyakarta.

4. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis diusahakan semaksimal mungkin untuk menghimpun data secara lengkap, transparan, dan valid. Untuk itu ada beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu: a) Metode observasi Observasi adalah pengamatan. Yang dimaksud disini adalah suatu cara pengumpulan data menggunakan indera, terutama indera penglihatan dan indera pendengaran. Observasi dapat juga dikatakan sebagai pencatatan dan pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala yang diselidiki.30 Dengan metode ini pula kita dapat memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Adapun penggunaan metode ini ditunjukkan untuk memperoleh data tentang gambaran umum seperti: letak geografis, sarana dan

30

hlm. 4.

Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Yasbid Fak. Psikologi UGM, 1984),

27

prasarana yang tersedia, dan gejala-gejala yang timbul dalam pelaksanaan proses pengajaran qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta. b) Metode Interview Metode ini dapat pula diartikan sebagai tekhnik pengumpulan data secara langsung dimana peneliti mengumpulkan data dengan cara: 1. Interview langsung dengan responden melalui tatap muka, dalam komunikasi secara langsung ini, peneliti menggunakan interview langsung tidak terstruktur, yaitu pertanyaan yang dilakukan peneliti kepada responden dilakukan tidak secara berurutan atau bersifat pertanyaan terbuka. Hal ini bertujuan agar peneliti memperoleh gambaran

mendalam

tentang

hal-hal

penting

yang

harus

diperhatikan didalam mengumpulkan data sehingga nantinya dapat digunakan untuk memformulasikan isu-isu pokok yang perlu digali lebih lanjut dalm pengumpulan data selanjutnya. Konsentrasi utama dalam melakukan interview tidak langsung ini adalah pendapat responden. 2. Tidak langsung, atau biasa disebut senagai pengumpulan data sekunder, yang mana dapat diperoleh melalui studi pustaka, atau memperoleh informasi yang diperlukan dari penerbit-penerbit yang ada.31

31

68

M. Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta, 1999), hlm.

28

c) Metode Dokumentasi Dokumentasi merupakan pengarsipan suatu peristiwa penting semisal gambar, tulisan, prasasti, dan lain sebagainya sebagai dokumen. Dokumen adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, dan memerlukan interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tesebut, baik masa lalu maupun masa kini.

32

Dengan

demikian dat yang digali dari wawancara dan observasi juga diperlukan sebagai suatu dokumen. Data-data yang dapat dikumpulkan melalui metode ini adalah catatan hasil observasi dan wawancara, catatan siswa, dan data tentang gambaran umum sejarah berdiri dan berkembangnya MTs Yaketunis Yogyakarta.

5. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja.seperti yang telah disarankan oleh data.33 Pelaksanaan analisisnya dilakukan sejak proses pengumpulan data dilapangan hingga setelah data terkumpul. Data data yang telah terkumpul kemudian akan dipilih, dikelompokkan dan dianalisa dengan metode Deskriptif-Analitik. Data-data yang 32 33

Burhan Bungil, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 142- 143. Ibid., hlm. 103.

29

diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi diteliti dalam bentuk uraian naratif. Penelitian ini menggunakan analisis data secara induktif, yaitu analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit dilanjutkan dengan kategorisasi.

30

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN 1. Bab I Pendahuluan: terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, dan sistematika pembahasan. 2. Bab II Gambaran Umum: yaitu gambaran umum Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa Bagian Tunanetra (MTs LB/A) Yaketunis Yogayakarta: meliputi letak geografis, sejarang singkat berdirinya, struktur organisasi, keadaan guru dan siswa serta fasilitas yang dimilki. 3. Bab III Pembelajaran Bahasa Arab Di MTs Luar Biasa Bagian Tunanetra (MTs LB/A) Yaketunis Yogyakarta, memuat tentang proses pembelajaran bahasa Arab, dimulai dari tujuan, materi, metode dan sarana pembelajaran, serta faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa Arab. 4. Bab IV Problematka pembelajaran bahasa Arab di MTs Luar Biasa Bagian Tunanetra Bagian Tunanetra (MTS LB/A) Yaketunis Yogyakarta; yang membahas tentang problematika pembelajaran Qira’ah ditinjau dari segi non linguistik, yakni pertama, factor-faktor yang mendukung pelajaran Qira’ah, yang meliputi guru, siswa, sarana, lingkungan belajar, dan kegiatan penunjang. Kedua, Problematka non linguistik yang menghambat proses pembelajaran qira’ah yan berasal dari guru, siswa, metode, serta waktu dan fasilitas. Ketiga, usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi problematika non linguistik tersebut.

31

5. Bab V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan saran- saran, dan kata penutup.

BAB II GAMBARAN UMUM MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA

A. Letak Geografis MTs Yaketunis Yogyakarta Lokasi MTs Yaketunis, merupakan bagian dari seluruh areal yayasan seluas ± 200 tepatnya berada dijalan Parangtritis No.46, kampong Danunegaran, Kelurahan Mantrijeron, Yogyakarta. Adapun batas yang melingkupi gedung tersebut adalah : 1. Sebelah Utara

: berbatasan daengan jalan Kampung Danurajan.

2. Sebelah Timur

: berbatasan dengan agung Star Guest House.

3. Sebelah Selatan

: berbatasan dengan SD Muhammadiyah Danunegaran.

4. Sebelah Barat

: berbatasan dengan rumah penduduk.1

B. Sejarah dan Perkembangannya Sejarah berdirinya MTs Yaketunis erat kaitannya dengan sejarah Yaketunis. Berawal dari keinginan Bapak Supardi Abdushomad untuk tidak terlalu tergantung pada orang lain meskipun beliau penyandang cacat netra. Awalnya beliau belajar agama dengan bantuan teman. Tetapi akhirnya teman tersebut seolah-seolah minta imbalan atas bantuan yang diberikan kepadanya 1

Dokumen tentang Sejarah Latar Belakang Berdirinya MTs Yaketunis Yogyakarta, diambil tanggal 23 April 2009.

33

dengan menyuruh menimbakan air untuk mandi atau dengan meminta sebagian dari jatah makannya. Akhirnya belaiu sadar akan ketergantungannya, pada orang lain yang tidak mungkin dilakukannya terus menerus. Sehingga beliau berfikir bagaimana bisa mempelajari ilmu agama Islam tanpa tergantung dengan bantuan orang lain. Beliau belajar untuk mengatasi kekurangannya di “Mardi Wuto” Rumah Sakit Mata Dr. YAP (tempat pelatihan orang cacat). Kemudian beliau bekerja di Kantor Sosial Jl. Mangkubumi No. 46 (bekas kantor tersebut sekarang dibangun Arjuna Plaza). Selain taat beragama beliau mempunyai keahlian memainkan biola karena ketaatan dan keahliannya, beliau sangat terkenal sehingga beliau mendapat perhatian dari A. Arief (Dirjen Rehabilitas Penyandang Cacat Departemen Sosial) melalui perantara A. Arief beliau mendapatkan al-Qur’an Braille Yordania pada tahun 1963. al-Qur’an tersebut berasal dari Prof. DR. Mahmud Syaltut (Guru Besar Al-Azhar Mesir yang datang ke Indonesia sebagai Guru Besar di IAIN), ditulis berdasarkan rumusan huruf Arab Braille yang disahkan tahun 1951 kemudian diserahkan kepada Blanden School Bandung. Beberapa waktu kemudian Blanden School diganti dengan nama Yayasan Wiyata Guna. Dan akhirnya al-Qur’an Braille tersebut dinasionalisasikan pada tahun 1956. Agar dapat membaca al-Qur’an Braille tersebut beliu minta bantuan karyawan Perpustakaan Islam yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, yaitu di Jl. Mangkubumi No.37. Dengan bantuan petunjuk membaca al-Qur’an yang terdapat

34

pada halaman awal (huruf hijaiyah Braille) maka satu jilid al-Qur’an yang berisi awal QS. al-Ankabut sampai akhir QS. Az-Zumar dapat diselesaikan. Gagasan beliau untuk mendirikan yayasan yang dapat menampung serta memberikan santunan kepada penyandang tunanetra terealisasi berkat bantuan Haibba Nazid, Muqoddas Ma’ruf, Ahmad Zaidun Ruslan, Hj. Wajid Hamidi dan lain-lain. Yayasan yang diberi nama “Yaketunis” (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam) tersebut berdiri pada tanggal 13 Mei 1964 (1 Muharram 1384 H) berdasarkan Anggaran Dasar notaris No. 10 tahun 1964. berlaku sebagai notaris, Suryanto Patraningrat. Selain mengurusi penerbitan al-Qur’an dan buku-buku Islam Braille, pada perkembangan berikutnya terdapat juga asrama, SLB/A dan PGAP.Bapak Supardi mengajar di PGAP ini dan akhirnya diangkat sebagai guru agama oleh Depag. Selain itu beliau memprakarsai berdirinya PGLB/A pertama di Indonesia pada tahun 1967 dan beliau adalah direktur pertama di PGLB/A tersebut. Berdasarkan keputusan Menteri No. 18/1975, PGAP diubah menjadi MTs LB/A. Pada ujian pertama tahun 1972 diikuti 3 siswa dan semuanya lulus. Setelah itu MTs Yaketunis terus meluluskan siswa-siswanya yang dapat melanjutkan ke SMU atau Madrasah Aliyah bahkan akhirnya masuk ke Perguruan Tinggi seperti IAIN, UNY, UMY, dan lain-lain. Sedangkan PGLB/A berdasarkan keputusan

35

Menteri No. 19/1975 diubah menjadi MTsN Maguwo Yogyakarta dan MAN Maguwo Yogyakarta.2

C. Struktur Organisasi Suatu lembaga pasti mempunyai banyak kegiatan yang harus ditangani, maka untuk menghemat tenaga dan demi kelancarannya sangat diperlukan adanya suatu koordinasi yang baik dan jelas. Pembagian tugas-tugas tersebut disusun dalam suatu bentuk yang berupa susunan organisasi dalam proses belajar mengajar. Personalia yang menangani proses pembelajaran MTs Yaketunis Yogyakarta dipimpin langsung oleh kepala sekolah (Agus Suryanto, S. Ag, M. Pd. I) dan langsung dibantu oleh Staf Administrasi ataupun guru-guru MTs Yekatunis Yogyakarta, terutama guru-guru yang awas. Adapun struktur organisasi MTs Yaketunis Yogyakartaadalah sebagai berikut :

2 Ibid

36

TABEL I Stuktur Organisasi MTs YAketunis Yogyakarta BAGAN STRUKTUR ORGANISASI MTs YAYASAN KESEJAHTERAAN TUNANETRA ISLAM YOGYAKARTA KEPALA MADRASAH

KOMITE MADRASAH

WAKIL KEPALA URUSAN SAPRAS

KURIKULUM

KESISWAAN

HUMAS

GURU WALI KELAS BP/BK UKS MGMP EKSTRA KUR PERPUSTAKAAN IBADAH/LAB

OSIS SISWA

Keterangan :

= Garis Komando = Garis Konsultasi3

3 Dokumen tentang Bagan Struktur Organisasi MTs Yaketunis Yogyakarta, diambil tanggal 23 April 2009.

37

Tidak adanya spesifikasi dalam tugas tertentu didalam struktur organisasi dikarenakan kurangnya Staf pengajar atau guru di MTs Yaketunis Yogyakarta, sehingga semua guru ditugasi untuk mampu mengurus administrasi sekolah. Hal ini sesuai dengan ciri profesionalisme guru bahwa seorang guru yang profesional tidak hanya mampu mengajar dikelas, akan tetapi juga mampu menangani bidang diluar kelas, seperti administrasi sekolah. Dan yang diperioritaskan untuk menangani administrasi sekolah adalah mereka guru-guru awas, karena para guru awas akan lebih leluasa bergerak dibanding guru-guru yang tidak awas. Walaupun demikian ada beberapa personil yang langsung ditunjuk untuk menangani bidangbidang tertentu di MTs Yaketunis Yogyakarta:

Kepala Madrasah

: Agus Suryanto, S. Ag, M. Pd. I

Koor Bag Keuangan

: Kustanti

Koor Bag Administrasi

: Intan Martian S. Ag.

Staf Administrasi

: Muladi : Masrurik4

4 Ibid.

38

MTs Yaketunis Yogyakarta merupakan bagian dari Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis). Adapun kepengurusan Yaketunis adalah sebagai berikut:

Ketua

:

Bpk. HM. Sholikin,BA.

Wakil

:

Bpk. Drs. Subowo Mutajis, M. M.

Sekertaris

:

Bpk. Wiyoto

Bendahara I

:

Bpk. H. M. Hadjid Busyairi.

II :

Bpk. Drs. Zainuddin Fanani

D. Keadaan Guru Berdasarkan rekapitulasi guru-guru yang ada di kantor MTs Yaketunis Yogyakarta dapat dikatakan bahwa tenaga pengajar terdiri dari guru tetap dan guru tidak tetap. Guru tetap adalah guru yang mempunyai tugas mengajar pada sekolah tersebut dan ditugaskan oleh pemerintah, baik dari Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama. Sedangkan guru tidak tetap adalah guru honor yang mengabdikan diri pada sekolah tersebut. Adapun guru yang mengajar di MTs Yaketunis Yogyakarta adalah sebanyak 15 orang pengajar. Terdiri dari guru tetap 4 orang dan guru tidak tetap 11 orang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini :

39

TABEL II Data Guru Dan Karyawan MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/ 2009 No

Nama

L/P Status Jabatan Jurusan

1.

Agus Suryanto, S. Ag, M. Pd. I

L

PNS DEPAG

PAI

2

Intan Martina, S. Ag

P

PNS DEPAG

PAI

3

Supriatun, S. Pd. I

P

PNS DEPAG

PAI

4

Muladi, A. Md

L

PNS DEPAG

SGPLB

5

Masruri Abdullah, S. E. I

L

GTT

Ekonomi Islam

6

Siti Sa’adah, S. Pd

P

GTT

BK

7

Dania Mustikawati

P

GTT

Manajemen

8

M. Sulaiman

L

GTT

PAI

9

Siti Syamsidariyah, S. Pd

P

Honorer

BK

10

Ambarasih, S. Pd

P

Honorer

BK

11

Malikhah Melani, S. Pd

P

Honorer

Bahasa Inggris

12

Warno

L

Honorer

PLB

13

Waidi, S. Pd

L

Honorer

PLB

14

Riyadi Sunarwan, S. Pd

L

Honorer

SGPLB

15

Nur Farida

P

GTT5

5 Dokumen tentang Arsip Data Guru dan Karyawan MTs Yaketunis, diambil tanggal 23 April 2009.

40

E. Keadaan Siswa Yang dimaksud dengan siswa disini adalah penyandang cacat netra yang belajar di MTs Yaketunis Yogyakarta dan tidak semua siswa penyandang cacat netra total (buta) namun ada sebagian siswa yang masih memiliki sisa-sisa penglihatan. Pada tahun ajaran 2008/2009 jumlah siswa 13 anak yang terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: kelas VII lima siswa, kelas VIII tujuh siswa, dan kelas IX tujuh siswa. Dari sebagian besar jumlah siswa tersebut bertempat tinggal di asrama Yaketunis. Mereka berasal dari daerah Yogyakarta dan daerah-daerah disekitarnya. Dalam penelitian terakhir, diperoleh data siswa sebagai berikut: Tabel III Data Siswa Menurut Asal N O

KELAS

1 VII 2 VIII 3 IX JUMLAH

JML. SELURUH SISWA 5 7 7 19

JUMLAH SISWA MENURUT ASAL K

B

S

G. K

K. P

L. P

1 1 2

2 3 2 7

1 1

-

2 1 3

1 1 3 46

Keterangan:

6

2009.

K

: Kota

LP

: Luar Propinsi

B

: Bantul

KP

: Kulon Progo

S

: Sleman

GK

: Gunung Kidul

Dokumen tentang Arsip Siswa MTs LB/A Yaketunis Yogyakarta,diambil tanggal 23 April

41

F. Kurikulum GBPP yang diacu di MTs Yaketunis dalam pembelajaran bahasa Arab adalah sama dengan yang digunakan di MTs pada umumnya dan ditambah materi pelajaran khusus untuk tunanetra (kurikulum muatan lokal). Karena pada dasarnya siswa MTs Yaketunis Yogyakarta mempunyai kebutuhan yang sama dengan siswa awas / normal akan pengetahuan tentang keagamaan yang dijadikan bekal untuk berinteraksi dengan masyarakat. Hanya saja fisik mereka yang berbeda. Selain itu siswa MTs Yaketunis juga mengikuti ujian atau test yang sama dengan MTs pada umunya. Materi yang disampaikan sesuai dengan program pengajaran MTs Yaketunis Yogyakarta tahun ajaran 2006 / 2007 adalah sebagai berikut : Tabel IV Daftar Guru dan Pembagian Tugas No Nama Guru 1 Intan Martina S.Ag

2

Supriyatun, S.PdI

3

Muladi, Amd

4

Masruri Abdullah,SEI

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Qur'an - Hadits Perpustakaan Fiqih Aqidah Akhlaq Qowaid Hafalan Qur'an Perpustakaan Sejarah PPKN Bahasa Jawa Geografi BK Olah Raga Perpustakaan Bahasa Arab Praktek Ibadah

42

Orientasi Mobilitas 5

Siti Sa'adah, S.Pd

Massage BK PPKN

6

Dania Mustikawati, SE

7

M. Sulaiman

8

Siti Syamsidariyah, S.Pd

9 10 11

Ambarsih, S.Pd Malikhah. Melani, S.Pd Warno

12 13 14

Waidi, S.Pd Riyadi Sunarwan,S.Pd Nur Faridah

Ekonomi Biologi Geografi SKI Fiqih Kimia Biologi Matematika Bahasa Inggris Matematika Fisika Orientasi Mobilitas Olah Raga Bahasa Arab Bahasa Indonesia Olah Raga Qur'an Hadits7

G. Sarana dan Prasarana Karena MTs Yaketunis adalah bagian dari Yaketunis makasarana dan prasarana yang dimiliki Yaketunis dapat digunakan semuapenghuninya termasuk MTs LB/A Yaketunis. Dalam upaya mewujudkan pendidikan yang ideal, Yaketunis melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, seperti studio rekaman,perpustakaan dan lain-lain. Dari sekian banyak sarana dan prasarana yang tersedia, sebagian dapat digunakan

7

Dokumen tentang Data Guru Dan Pembagian Tugas MTs Yaketunis Yogyakarta, diambil tanggal 23 April 2009.

43

secara baik. Kecuali studio rekaman belum dapat digunakan secara optimal karena kekurangan tenaga dan juga minimnya dana.

Tabel V Daftar Sarana No

Jenis barang

Jumlah

1

Meja tulis

11

2

Kursi kantor

11

3

Almari

13

4

Rak buku

6

5

Meja kursi murid

20

6

Meja kursi guru

20

7

Stell meja kursi tamu

4

8

Unit komputer

1

9

Unit komputer Braille

2

10

Radio tape recorder

48

8 Dokumen tentang Daftar Sarana dan Prasarana MTs Yaketunis Yogyakarta, diambil 23 April 2009.

44

Tabel VI Daftar pasarana No

9

Ibid.

Jenis barang

Jumlah

1

Ruang kantor MTs

1

2

Ruang tamu MTs

1

3

Ruang kelas

3

4

Ruang UKS

1

5

Ruang studio rekaman

1

6

Perpustakaan

1

7

Aula

1

8

Gudang

1

9

Asrama putrid

3

10

Musholla

1

11

Dapur

1

12

Ruang makan

1

13

Kantor Yaketunis

1

14

Asrama putra

3

15

Ruang computer Braille

19

BAB III PROBLEMATIKA NON LINGUISTIK DALAM PEMBELAJARAN QIRA’AH BAGI SISWA KELAS VII MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA

A. Proses Pembelajaran Qira’ah Bagi Siswa Kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta Pada dasarnya proses pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis menyesuaikan dengan kurikulum pada umumnya (kurikulum DEPAG), karena sama seperti MTs pada umumnya, MTs Yaketunis juga mengikuti kurikulum DEPAG. Hanya saja dalam pembelajaran qira’ah disini adalah pembelajaran qira’ah bagi siswa yang mengalami ketunaan, yaitu tunanetra. Dalam pelaksanaan proses pembelajarannya mengikuti standar dan kurikulum DEPAG yang diperuntukkan bagi siswa yang awas, bukan standar kurikulum bagi siswa tunanetra. Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di MTs Yaketunis, pada aat pembelajaran bahasa Arab (dalam hal ini kompetensi qira’ah) di kelas VII MTs Yaketunis tidak tersedia alat pengajaran atau buku pegangan khusus bagi para siswa tunanetra (buku ajar dengan tulisan Braille). Buku paket hanya dimiliki oleh guru saja, itu pun adalah buku yang biasa diajarkan bagi siswa yang awas dan bukan buku yang diperuntukkan bagi siswa tunanetra. Ironis memang, sebab para siswa penyandang tunanetra adalah siswa dengan kebutuhan khusus, yang harus terpenuhi kebutuhan- kebutuhan khususnya untuk buku-buku ajar yang bertuliskan huruf Braille. Dalam proses

46

pembelajaran qira’ah ini, untuk menyelesaikan satu materi qira’ah saja dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dibutuhkan dua sampai tiga kali waktu untuk menyelesaikan satu materi bagi siswa yang awas (normal).Berdasarkan masalah tersebut, penulis ingin meneliti bagaimana proses pembelajaran qira’ah serta problematika non linguistik apa yang dihadapi dalam pembelajaran qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta. Dalam pembelajaran bahasa Arab, khususnya pembelajaran qira’ah ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor itu antara lain yaitu: guru, siswa, tujuan, materi, metode, media, evaluasi, dan lingkungan belajar. Hal ini juga merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bahasa qira’ah bagi siswa tunanetra.

1. Guru Guru sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran, sebab sukses atau tidaknya pembelajaran juga tergantung dari upaya guru yang mengajarnya.

Begitu

pentingnya

peranan

guru

dalam

proses

pembelajaran sampai-sampai ada ungkapan yang tidak asing lagi bagi kita “guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Dalam sistem pengajaran manapun, guru menjadi bagian yang tak terpisahkan, hanya peran yang dimaiankannya saja yang akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Bertolak dari pandangan tersebut diatas, maka kompetensi guru dibagi menjadi empat bidang, yaitu:

47

a. Kompetensi Personal, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian guru. b. Kompetensi Sosial, yaitu kompetensi guru dalam menempatkan diri di dalam lingkungannya dan cara menjalin hubungan dengan orang lain. c. Kompetensi Profesional, yaitu kompetensi dalam menguasai keilmuan atau bidang studi dan langkah kajian kritis pendalaman isi bidang studi. d. Kompetensi Pedagogik, yaitu kompetensi yang merefleksikan pada pengetahuan dan sikap yang tercermin dalam pemahaman tentang peserta didik, perancangan, pelaksanaan dan evaluasi belajar.1 MTs Yaketunis Yogyakarta memiliki dua orang guru mata pelajaran bahasa Arab. Mereka adalah Bapak Masruri Abdullah,SEI, dan Ibu Nur Faridah. Bapak Masruri Abdulah, meskipun latar belakang pendidikan beliau bukanlah sarjana dari jurusan bahasa Arab melainkan jurusan Ekonomi, namun beliau telah mendedikasikan diri di MTs ini selama kurang lebih sembilan tahun untuk mengajarkan bahasa Arab. Beliau tercatat sebagai guru di MTs Yaketunis Yogyakarta ini sejak tahun 2000. Beliau juga tinggal di asrama Yaketunis sebagai pembimbing bagi siswa-siswa MTs Yaketunis yang tinggal di asrama.2 Selain itu beliau juga telah mengikuti uji sertifikasi guru dan dinyatakan

1

Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Buku Praktik Pengalaman Lapangan, hlm. 11-12. 2 Hasil wawancara dengan bapak Masruri Abdullah selaku guru bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta, tanggal 20 Maret 2009

48

lulus. Jadi menurut hemat penulis berdasarkan pengalaman beliau yang cukup lama dalam mengajar, serta kedekatan beliau dengan para siswa dan dengan lulusnya beliau dalam mengikuti uji sertifikasi guru, beliau cukup berkompeten dalam pengajaran bahasa Arab. Sedangkan ibu Nur Faridah (selaku guru bahasa Arab kelas VII), walaupun statusnya masih tercatat sebagai mahasiswi, namun kuliah yang beliau tempuh disiplin ilmu pendidikan bahasa Arab, yang mana di jurusan ini pastinya beliau memperoleh bekal tentang bagaimana cara mengajarkan bahasa Arab serta metode dan strategi apa yang cocok diberikan bagi siswa-siswinya. Ibu Nur Faridah juga adalah pembimbing bagi para siswi yang tinggal di asrama. Sudah lebih dari tiga tahun beliau mengajar dan tinggal di asrama ini, pastinya beliau sudah mengerti betul karakteristik para siswa dan siswinya karena kedekatan beliau dengan para siswa. Kemudian sebelum mengajarkan materi qira’ah di kelas, ibu Nur Faridah selalu menyiapkan RPP agar proses pembelajaran qira’ah bias berjalan dengan baik dan bisa digunakan sebagai bahan evaluasi untuk untuk mencari kekurangan dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Pembawaan beliau yang ramah dan dekat dengan para siswa membuat para siswa tidak canggung dan terbuka terhadap guru. Pengetahuan

beliau

yang

luas

juga

membantu

beliau

dalam

menyampaikan materi qira’ah, terlihat ketika penulis melakukan observasi dikelas ibu Nur Faridah bisa menjelaskan dengan baik tentang materi qira’ah yang disesuaikan dengan para siswa yang mengalami

49

ketunanetraan.

Jadi keduanya sama-sama berkompeten dalam

pengajaran bahasa Arab, serta memiliki kompetensi guru seperti yang telah dipaparkan diatas.

2. Siswa Peran siswa dalam pengajaran sangatlah fital, mengingat siswa adalah subjek sekaligus objek dalam pengajaran. Dalam pengajaran bahasa Arab, hendaknya guru harus memiliki pengetahuan tentang perbedaan latar belakang dari masing-masing peserta didik, seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, serta tingkat kecerdasan siswa. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan variasi ini dalam kelas. 3 Seluruh siswa MTs Yaketunis adalah siswa yang memiliki ketunaan, yaitu tunanetra. Begitupun siswa kelas VII, semuanya adalah siswa tunanetra bahkan ada salah seorang murid yaitu Ten Janu Prasetyo mengalami tuna ganda. Tuna ganda yaitu siswa mempunyai dua ketunaan sekaligus, selain ia mengalami tunanetra ia juga mengalami tuna grahita. Anak yang mengalami tunagrahita biasanya mempunyai dunia sendiri yang tidak mungkin bisa diganggu oleh orang lain sekalipun itu gurunya sendiri. Jadi, kadang-kadang ketika ia sedang mengikuti pelajaran awalnya ia bisa mengikuti dan mau menuriti apa yang diperintahkan guru. Namun ditengah-tengah pelajaran ia kadang

3

Prof. Dr. Iskandarwassid, M. Pd., dan Dr. H. Dadang Suhendar, M. Hum., Strategi Pembelajaran Bahasa…hlm. 24

50

enggan untuk meneruskan proses pembelajaran dan asyik dengan dunianya sendiri. 4 Di kelas VII terdapat lima siswa yang terdiri dari tiga siswa dan dua siswi. Dua diantara mereka tinggal diasrama Yaketunis yang berada dibelakang sekolah, dan selebihnya adalah siswa-siswi yang laju dari rumahnya setiap hari. Berikut ini adalah data siswa kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta:

Tabel VII Daftar Siswa Kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009 No Nama

Jenis kelamin

Tempat Tinggal

1

Arini Musfiroh

Perempuan

Rumah

2

Leni Kholifah

Perempuan

Asrama

3

Prima Agus Setiawan

Laki-laki

Rumah

4

Ridwan Akbar

Laki-laki

Asrama

5

Ten Janu Prasetyo

Laki-laki

Rumah 5

4 Hasil wawancara dengan ibu Nur Faidah selaku guru mata pelajaran bahasa Arab kelas VII, tanggal 15 April 2009 5 Dokumen daftar siswa MTs Yaketunis Yogyakartatahun ajaran 2008/2009, dimbil tanggal 23 April 2009

51

3. Tujuan Pembelajaran Qira’ah Pembelajaran pada dasarnya adalah: rekayasa membantu agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai.6 Pembelajaran bahasa Arab pun pada prinsipnya merupakan suatu proses yang bertujuan. Adapun tujuan proses pembelajaran bahasa Arab bagi siswa MTs Yaketunis sama dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab bagi siswa awas, sebab kurikulum pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis mengacu pada kurikulum DEPAG. Pada dasarnya tujuan proses pembelajaran bahasa Arab adalah agar siswa mampu menguasai empat kompetensi dasar bahasa Arab, yaitu: menyima’, berbicara, membaca, dan menulis. Tujuan pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis adalah pertama, dengan mempelajari bahasa Arab, siswa tunanetra mampu memahami atau mendalami sumber pokok ajaran agama Islam yang kebanyakan berupa nash-nash berbahasa Arab. Kemudian yang kedua, untuk menyiapkan kepada siswa tunanetra akan pendidikan lanjutan yaitu Madrasah Aliyah/sederajat, hingga jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu Perguruan Tinggi. Dan yang ketiga adalah sebagai bahasa komunikasi baik itu bahasa lisan maupun bahasa tulis. Sedangkan tujuan pembelajaran qira’ah bagi siswa kelas VII MTs Yaketunis berdasarkan standard kompetensi buku karya Dr. D. 6

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hlm.20.

52

Hidayat adalah agar siswa mampu membaca materi qira’ah yang meliputi mufradat dan tarkib yang telah dipelajari dengan makhraj serta intonasi yang baik dan benar, serta agar siswa mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kandungan materi qira’ah.7

4. Materi Pembelajaran Qira’ah Komponen ini merupakan faktor penting yang tidak boleh diabaikan. Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi di sekolah, sedangkan materi informal adalah bahanbahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersngkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal ini dibutuhakan agar pengajaran lebih relevan dan aktual.8 Materi yang disampaikan dalam pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis berlandaskan kurikulum 2004, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dari kurikulum tersebut, setiap bentuk standar kompentesi atau tujuan pembelajaran, meliputi tiga jenis kompetensi dasar yang terdiri dari Hiwar (percakapan) yang mengandung sejumlah kosa kata dan struktur kalimat tertentu, Qiro’ah (membaca), dan Isya’ Muwajjah (mengarang terpimpin). Ketiga jenis kompetensi dasar ini disajikan secara terpadu (Nadzariat al-Wahdah) dengan materi percakapan 7 Hasil wawancara dengan ibu Nur Faidah selaku guru mata pelajaran bahasa Arab kelas VII, tanggal 15 April 2009 8

Prof. Dr. Iskandarwassid, M. Pd., dan Dr. H. Dadang Suhendar, M. Hum, Strategi Pembelajaran Bahasa…, hlm. 24

53

sebagai porosnya. Dan untuk menunjang dalam penyampaian materi, guru bahasa Arab kelas VII di MTs Yaketunis, berpedoman pada buku yaitu Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah, karya DR. Hidayat, terbitan Toha Putra, Semarang. Adapun materi qira’ah bagi siswa kelas VII semester genap MTs Yaketunis adalah:

‫ اﻟﺤﺠﺮة اّﻟﺪراﺳﻴﺔ‬.a ‫ ﻓﻰ اﻟﻤﻜﺘﺒﺔ‬.b ‫ﻰ‬ ّ ‫ ﺑﻴﺖ ﻋﻤ‬.c ‫ اﻟﺤﺪﻳﻘﺔ‬.d ‫ اﻟﻄّﻠﺐ‬.e 9

‫ اﻟﻌﻨﻮان‬.f

5. Metode Pembelajaran Qira’ah Metode secara harfiah berarti “cara”. Sedangkan dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Selanjutnya, yang dimaksud dengan metode dalam pengajaran adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatanmenyajikan materi pelajaran kepada siswa (Tardif,1989).10

9 Dr. D. Hidayat, pelajaran Bahasa Arab, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2007, hlm. ‫ح‬ 10 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru…hlm.201

54

Metode baru bisa dikatakan berdaya guna dan berhasil jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan. Sebagai salah satu komponen operasional ilmu pendidikan, metode harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui proses tahap demi tahap. Dengan demikian menurut ilmu pendidikan, suatu metode yang baik adalah bila memiliki watak dan relevansi yang senada dengan tujuan pendidikan itu. Metode yang digunakan guru bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta adalah metode eklektik (metode campuran), yaitu dengan cara memadukan unsur-unsur yang terdapat dalam metode membaca, metode audilingual, metode ceramah, dan metode imla’ dengan berlandasakan pendekatan komunikatif. Kemudian dikembangkan pula strategi dan teknik pembelajaran yang sesuai seperti: tanya jawab, dramatisasi, permainan, peragaan, penugasan, drill, dan pengungkapan kembali isi wacana. Namun, yang menjadi catatan bagi pendidik anak berkelainan adalah dalam memilih metode harus mempertimbangkan dahulu metode apa yang cocok dengan ketunaan siswanya serta tipe/gaya belajarnya. Untuk itu guru harus mengingat karakteristk anak dalam menggunakan metode pengajaran. Adapun untuk pembelajaran qira’ah pada kelas VII MTs Yaketunis, metode yang digunakan adalah metode elektik (metode campuran). Mengingat alat ajar (buku paket) untuk pelajaran bahasa

55

Arab bagi siswa tunanetra yang tersedia di MTs Yaketunis Yogyakarta sangat minim, bahkan tidak ada. Buku paket hanya dimiliki oleh guru saja, sedangkan para siswa tidak mempunyai. Yang mereka miliki hanyalah catatan-catatan yang selalu mereka tulis setiap kali ada pelajaran bahasa Arab (dalam hal ini qira’ah). Berdasarkan observasi penulis di lapangan, metode yang dipakai guru ketika mengajar qira’ah adalah:11 a. Metode ceramah. Metode ceramah yaitu cara penyajian pelajaran yang dilakukan dengan lisan. Metode ini sering dilakukan karena dengan metode ini materi yang ingin disampaikan mudah diterima oleh para siswa tunanetra, dan mudah untuk dihafal. Aktifitas siswa ketika guru menyampaikan materi dengan metode ini adalah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru dan menuliskan apa yang didiktekan guru dengan Regiet dan Stiklet. b. Metode Tanya jawab Metode ini digunakan ubtuk melengkapai metode ceramah. Metode ini bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. c. Metode Pemberian tugas Metode pemberian tugas termasuk metode yang sering dipakai guru dalam proses belajar mengajar selain metode ceramah dan tanya

11 Hasil observasi di kelas VII, pada saat pembelajaran qira’ah, tanggal 15 April 2009.

56

jawab. Tujuan dari metode ini adalah untuk mengulang kembali pelajaran yang telah disampaikan, agar menambah pemahaman mereka, dan agar mendorong mereka untuk aktif belajar dirumah atau di asrama.

Sedangkan langkah- langkah yang dilakukan oleh guru bahasa Arab pada saat pembelajaran qira’ah adalah mendiktekan seluruh materi qira’ah kemudian para siswa menuliskan apa yang didiktekan tersebut dengan menggunakan Regiet dan Stiklet (alat untuk menulis huruf Braille). Kemudian setelah selesai mendiktekan materi qira’ah guru menyelingi dengan tanya jawab tentang kosakata yang baru, penugasan, drill, dan penguasaan materi.12

6. Media/Alat Pengajaran Alat pengajaran adalah suatu tindakan atau situasi benda yang sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Peran alat peraga sangatlah penting, sebab dengan adanya alat peraga ini bahan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Karena media bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audiens (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Dalam pembelajaran bahasa Arab bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis, media yang sering digunakan adalah Regiet dan Stiklet (alat 12

Hasil wawancara dengan Ibu Nur Farida selaku guru mata pelajaran bahasa Arab, pada tanggal 15 April 2009

57

untuk menulis huruf Braille), sedang tape recorder, jarang sekali digunakan, karena dengan tape-recorder sebagai media pembelajaran bahasa Arab, khususnya dalam pembelajaran istima’, media ini kurang efektif, hal ini dikarenakan sering sekali kosentrasi siswa tidak terfokus, sehingga menyebabkan kantuk. Adapun pembelajaran dalam pembelajaran qira’ah

di MTs

Yaketunis media yang biasa dipakai adalah Regiet dan Stiklet, sebab untuk mata pelajaran bahasa Arab umumnya dan pembelajaran qira’ah khususnya tidak terdapat buku yang khusus diperuntukkan bagi siswa tunanetra (buku yang bertuliskan Braille). Buku yang digunakan adalah buku yang biasa diperuntukkan bagi siswa yang normal dan itu pun hanya dimiliki oleh guru saja.13 Buku tersebut adalah buku Pelajaran Bahasa Arab karya Dr. D. Hidayat, yang diterbitkan oleh PT. Karya Toha Putra Semarang. Jadi, pada saat pembelajaran qira’ah guru mendiktekan materi qira’ah yang berasal dari buku ajar tersebut, kemudian para siswa mendengarkan sambil menyalin apa yang didiktekan oleh guru tersebut dengan menggunakan Regiet dan Stiklet (alat untuk menulis huruf Braille) yaitu untuk membuat titik-titik timbul pada kertas.14

13 14

Ibid. Hasil observasi di kelas VII, pada saat pembelajaran qira’ah, tanggal 15 April 2009

58

7. Lingkungan Belajar Qira’ah Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar, terlebih lagi dalam pembelajaran bahasa Arab bagi siswa tunanetra. Oleh karena itu perlu adanya lingkungan belajar yang kondusif untuk mendukung proses pembelajaran bahasa Arab untuk tunanetra. Pada dasarnya lingkungan belajar di MTs Yaketunis sudah cukup kondusif, karena di sekolah ini juga terdapat asrama bagi para siswa yang terletak dibelakang sekolah dan diawasi oleh pembimbing asrama. Dimana pembimbing ini adalah guru bahasa Arab mereka disekolah juga. Jadi, para siswa dapat dengan mudah terkontrol gerak-geriknya serta tingkah lakunya dalam bergaul dan belajar. Berdasarkan observasi dan wawancara penulis dengan guru sekaligus pembimbing di asrama Yaketunis terdapat tambahan jam belajar untuk mendalami bahasa Arab dan penulisan huruf Arab Braille yang diselenggarakan oleh pihak yayasan, yaitu pada setiap Jum’at sore, hal

ini

juga

mendukung

dalam menumbuhkan

semangat

dan

pengetahuan siswa-siswi dalam mempelajari bahasa Arab. Dan terjadilah hubungan kerja sama antara pihak sekolah dengan asrama untuk memantau siswa-siswanya dari segi emosional diri siswa, keadaan sosial ekonominya, semangatnya, dan perkembangan intelektualnya.

59

8. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran atau penilaian merupakan salah satu unsur penting dalam rangka proses pembelajaran, karena dengan penilaian maka guru dapat mengetahui seberapa jauh penguasaan materi anak, keefektifan metode yang digunakan, keberhasilan materi yang disampaikan, dan juga dengan penilaian akan dapat memperbaiki proses pembelajaran. Sebaliknya tanpa melaksanakan penilaian maka guru tidak dapat mengetahui seberapa jauh kemajuan prestasi anak atau hambatan yang dialami anak dalam belajar. Sehingga pada akhirnya guru tidak dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan anak terhadap materi yang telah disampaikan. Evaluasi yang biasa digunakan oleh guru bahasa Arab bagi tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta meliputi : a.

Penilaian Formatif Penilaian formatif yaitu penilaian yang dilakukan oleh guru pada akhir proses pembelajaran. Dalam penilian ini guru memberikan penilaian pada setiap akhir proses pembelajaran bidang studi bahasa Arab dan bidang studi qira’ah dengan cara memberikan pertanyaan secara lisan, tertulis yang didiktekan oleh guru, peragaan, drill, dan terkadang juga berupa pekerjaan rumah.

b. Penilaian Sub Sumatif Penilaian ini dilakukan pada pertengahan periode tertentu (mid semester), hal ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa

60

sehingga dengan diketahuinya hasil belajar siswa tersebut, maka dapat diambil langkah-langkah untuk tindak lanjutan. Penilaian sum sumatif dalam pembelajaran qira’ah bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta, berupa tes tertulis yang didiktekan oleh guru. c. Penilaian Sumatif Penilaian sumatif, yaitu suatu penilaian yang dilakukan setelah proses pembelajran berlangsung beberapa kali, tepatnya setiap akhir semester. Dan bentuk penilaian dalam pembelajaran qira’ah bagi siswa tunanetra di MTs Yaketunis Yogyakarta berupa soal pilihan ganda dan esai, dengan cara mendiktekan setiap soal mata pelajaran bahasa Arab ataupun dengan cara membraillekan soal. 15

B. Problematika Non Linguistik Pada Pembelajaran Qira’ah Siswa Kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta

Problematika adalah masalah yang terjadi pada saat seseorang berusaha mencapai tujuan dan didalam pelaksanaanya menemui kesukaran.16 Segala kegiatan dalam rangka mencapai tujuan termasuk di dalamnya kegiatan belajar-mengajar atau proses pengajaran pasti akan menemui kesukaran atau

15

Hasil wawancara dengan Ibu Nur Farida selaku guru mata pelajaran bahasa Arab, pada tanggal 15 April 2009 16

Sumardi Suryabrata, Pokok-Pokok Psykologi Pendidikan, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1996, hlm. 20.

61

masalah, baik masalah itu besar atau pun kecil sehingga membutuhkan usaha untuk mengatasinya. Begitu juga dalam proses pembelajaran bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan bahasa asing bagi bangsa non Arab (bangsabangsa yang tidak serumpun dengan Liga Arab), begitu juga bagi bangsa Indonesia. Di dalam mempelajari dan mengajarkan bahasa Arab ini sudah pasti terdapat banyak probelamatika atau masalah yang dihadapi. Mengingat bahasa Indonesia tidak serumpun dengan bahasa Arab, sudah pasti terdapat banyak sekali perbedaan dalam berbagai hal. Adapun problematika atau masalah yang dihadapi dalam mempelajari bahasa Arab ada dua macam, yaitu problematika linguistik dan problematika non linguistik. •

Problematika linguistik meliputi: fonologi (ilmu bunyi), tata bahasa (nahwu sharaf), dan perbendaharaan kata (mufradat).



Sedangkan problematika non linguistik meliputi: siswa, guru, metode, materi, waktu, fasilitas/media pembelajaran, dan lingkungan tempat tinggal siswa. Proses pembelajaran adalah sebuah proses untuk mencapai tujuan yang

diinginkan, begitu halnya dengan proses pembelajaran qira’ah. Dalam proses pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta (dalam hal ini pembelajaran qira’ah), sudah pasti terdapat problematika yang menghambat proses

pembelajaran

ini.

Baik

itu

problematika

linguistik

maupun

problematika non linguistik. Adapun yang ingin penulis teliti dalam penelitian ini adalah problematika yang ditinjau dari segi non linguistik. Sebelum kita

62

membahas problematika/faktor yang menghambat proses pembelajaran qira’ah di kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta, terlebih dahulu kita membahas faktor yang mendukung proses pembelajaran qira’ah tersebut. Setelah itu kita akan membahas upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi problematika tersebut.

1. Faktor-Faktor Pendukung Dalam Proses Pembelajaran Qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta

Dalam Yogyakarta,

proses terdapat

pembelajaran faktor-faktor

qira’ah yang

di

bisa

MTs

Yaketunis

mendukung

atau

mempermudah dalam proses pembelajaran ini. Adapun faktor-faktor itu berasal dari guru, murid, sarana/media pengajaran, lingkungan, dan kegiatan penunjang.

a. Guru 1) Pengalaman mengajar guru yang cukup lama di MTs Yaketunis. Pengalaman mengajar guru yang cukup lama di MTs Yaketunis ini sedikit banyak turut memberikan dukungan positif bagi guru dalam beradaptasi dengan lingkungan belajar para siswa, dan bisa memudahkan guru untuk dekat dan mengenal karakteristik para siswa tunanetra. Sebab dengan lamanya pengalaman guru dalam mengajar dan kedekatan mereka dengan para siswa,

63

khususnya guru bagi penyandang tunanetra, guru dapat memahami sifat-sifat siswa serta dapat menjaga perasaan siswa. Mengingat perasaan siswa yang menyandang tunanetra memiliki perasaan dengan tingkat sensitifitas yang sangat tinggi. Mereka gampang sekali tersinggung dan minder apabila kita tidak berhati-hati dalam berbicara dan bertindak dengan mereka. 2) Guru-guru bahasa Arab di MTs Yaketunis adalah para pembimbing bagi para siswa yang tinggal di asrama Yaketunis. Mereka tinggal di asrama Yaketunis untuk mengurus dan membimbing para siswa tunanetra.. Sehingga guru dapat dengan mudah mengenali karakteristik serta kebiasaan-kebiasaan siswa. Begitupun juga dengan Ibu Nur Farida selaku guru bahasa Arab bagi kelas VII, sehingga ketika terjadi proses belajar mengajar di sekolah beliau dapat dengan mudah menguasai kelasnya dan bagaimana beradaptasi dengan para siswa tunanetra. Demikian halnya dengan hubungan emosional guru dengan murid bisa terjalin dengan baik, karena diantara mereka sudah terjalin hubungan yang akrab sehingga membawa pengaruh baik dalam proses belajar mengajar di kelas yaitu siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pelajaran serta terbuka dengan guru dan tidak terkesan canggung dengan guru. 3) Walaupun guru bahasa Arab kelas VII MTs Yaketunis masih tercatat sebagai mahasiswi, namun beliau adalah mahasiswi dari

64

jurusan

Pendidikan

Bahasa

Arab

UIN

Sunan

Kalijaga

Yogyakarta. Sudah pasti dalam kuliah yang beliau tempuh, beliau memperoleh bekal tentang bagaimana cara mengajarkan bahasa Arab serta metode dan strategi apa yang cocok diberikan bagi siswa-siswinya.

b. Murid 1) Jumlah siswa yang sedikit. Rata-rata jumlah siswa perkelas adalah lima orang. Keadaan demikian memberikan kemudahan kepada guru dalam mengkondisikan kelas dan memberikan perhatian bagi tiap-tiap siswanya dengan karakter dan gaya belajar masing-masing siswa yang beragam. Hal ini juga bisa mempermudah siswa untuk fokus dalam proses pembelajarn qira’ah. Karena banyaknya siswa dalam satu kelas kadang menyulitkan guru untuk mengontrol mereka dan para siswa cenderung kurang fokus dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. 2) Minat siswa yang tinggi dalam mengikuti pelajaran. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta, serta wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Arab, bahwasannya para siswa walaupun memiliki keterbatasan yaitu tunanetra namun mereka sangat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran bahasa Arab (qira’ah). Terlihat pada saat

65

proses pembelajaran qira’ah, para siswa sangat antusias dalam mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru dan cekatan dalam menuliskan apa yang didiktekan oleh guru dengan menggunakan Regiet dan Stiklet. Dalam sesi tanya jawab yang diberikan oleh guru, mereka pun sangat aktif dan selalu ingin menanyakan kepada guru tentang mufradat-mufradat yang baru mereka dengar. Walaupun ada salah satu siswa ada yang memiliki tunaganda yang sewaktu-waktu bisa hilang semangat belajarnya dan lebih menikmati dunianya, seperti yang terjadi ketika penulis melakukan observasi di kelas.17 Namun berdasarkan informasi dari guru mata pelajaran bahasa Arab, siswa ini cukup senang dalam mengikuti pembelajaran bahasa Arab, khususnya materi qira’ah.

c. Sarana/Media Pengajaran Untuk sarana pendidikan bagi para siswa tunanetra walaupun minim tapi dirasa cukup terpenuhi. Berdasrkan observasi di lapangan dan wawancara penulis dengan guru pelajaran bahasa Arab, MTs Yaketunis memiliki sarana untuk menunjang bagi penguasaan bahasa Arab. Diantaranya sekolah ini mempunyai komputer Braille, tape recorder, al Qur’an Braille, dan studio rekaman. Walaupun sarana tersebut

jumlahnya

cukup

terbatas,

namun

siswa

17 Hasil observasi di kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta, tanggal 15 April 2009.

dapat

66

menggunakannya tanpa berebutan karena jumlah siswa yang sedikit. Sebagai catatan, Madrasah ini diselenggarakan oleh Yaketunis yang mana Yaketunis merupakan pengembang al-Qur’an Braille pertama kali di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Maka Madrasah berkewajiban untuk mendidik siswanya menguasai al-Qur’an Braille yang meliputi: baca tulis, qiroatu al-Qur’an sesuai dengan makhroj dan tajwid sebagai modal pokok dalam mempelajari agama Islam.18 Adapun untuk studio rekaman, karena minimnya biaya dan kurangnya tenaga ahli, maka studio ini jarang sekali dipakai.

d. Lingkungan Belajar Pada dasarnya lingkungan belajar bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta cukup kondusif untuk mendukung proses pembelajaran bahasa Arab. Karena selain area lingkungan MTs Yaketunis Yogyakarta termasuk bagian dari lingkungan asrama Yaketunis, yang mana sebagian siswanya tinggal di asrama Yaketunis tersebut. Begitu juga halnya dengan para guru bahasa Arab MTs Yaketunis, mereka semua tinggal di asrama Yaketunis sebagai pembimbing bagi siswa putra dan putri. Jadi dalam pelajaran bahasa Arab, para guru dapat dengan mudah mengawasi dan mengontrol para siswa dalam belajar serta bersikap dan bertingkah laku. Para siswa juga dapat dengan mudah untuk selalu belajar dan menanyakan tentang tentang

18

Dokumen Identitas MTs Yaketunis Yogyakarta, diambil tanggal 23 April 2009.

67

materi-materi yang mereka anggap sulit. Asrama ini juga cukup membantu siswa dalam mempelajari bahasa Arab, sebab di asrama ini percakapan yang digunakan para siswa sehari-hari dalam berkomunikasi adalah bahasa Arab. Para guru pun selalu membiasakan para muridnya untuk selalu berkomunikasi dalam bahasa Arab. e. Kegiatan Penunjang 1) Tambahan jam belajar untuk mendalami bahasa Arab dan penulisan huruf Arab Braille yang diselenggarakan oleh pihak yayasan. Kegiatan ini cukup mendukung para siswa dalam menumbuhkan semangat dan pengetahuan siswa-siswi dalam mempelajari bahasa Arab secara umum, dan qira’ah khususnya. Sebab dengan kegiatan ini, para siswa bisa terus berlatih untuk menulis Arab Braille sehingga nantinya apa yang mereka tulis jadikan pegangan belajar di kelas bisa lebih berkurang kesalahannya.

Sehingga

bisa

membantu

mereka

dalam

meningkatkan prestasi. 2) Diikutsertakannya para siswa dalam lomba empat bahasa yang didalamnya juga terdapat bahasa Arab, yang diselenggarakan oleh Kanwil DEPAG Propinsi DIY. Kegiatan penunjang ini bisa membuat siswa agar termotivasi dalam mengikuti pelajaran bahasa Arab dan pelajaran qira’ah. Hal ini cukup mendorong siswa agar giat belajar, karena dengan diikutsertakannya siswa

68

dalam lomba eperti ini otomatis siswa bisa lebih terngsang untuk belajar lebih giat lagi dan melatih siswa agar bisa percaya diri ketika berada di lingkungan orang banyak.

2. Problematika Non Linguistik Dalam Proses Pembelajaran Qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta

a. Guru 1) Dalam proses pembelajaran qira’ah, guru mendapatkan kesulitan dalam menghadapi para siswa semuanya adalah para

siswa

penyandang

ketunanetraan,

bahkan

ketunagandaan. Dikarenakan keterbatasan yang dimiliki para siswa ini, guru bahkan seluruh guru dan staff terlalu mentolerir segala bentuk permasalahan yang ada. Seperti dalam menghadapi siswa yang mempunyai ketunagandaan, guru cenderung membiarkannya untuk tidak mengerjakan tugas dan tidak aktif dalam mengikuti pelajaran. 2) Kesulitan dalam mengelola waktu pembelajaran. Dalam hal ini guru dihadapkan pada masalah yang sangat sulit. Berdasarkan wawancara guru mata pelajaran bahasa Arab kelas VII dan observasi yang penulis lakukan di kelas VII MTs

Yaketunis

Yogyakarta,

bahwasannya

dalam

69

menyelesaikan satu materi pelajaran saja dibutuhkan dua atau tiga kali waktu untuk menyelesaikan satu materi bagi siswa yang awas/normal. Guru tidak bisa mengejar target cepat menyelesaikan materi tanpa memperhatikan keterbatasan yang dimiliki para siswa. Guru harus sbar dan pelan-pelan dalam menjelaskan materi agar isi dari materi tersebut bisa diingat dan dihafal siswa, atau guru harus sabar mendiktekan materi qira’ah tersebut pelan-pelan agar bisa dicatat para siswa sebagai bahan belajar dirumah. Jadi untuk membahas satu bab pelajaran bahasa Arab saja, dibutuhkan waktu tiga sampai empat jam pelajaran, bahkan bisa lebih dari itu jika materi pelajarannya cukup menyulitkan siswa. 3) Kesulitan dalam mengikuti kurikulum yang sudah baku. Tidak adanya kurikulum yang dikhususkan bagi siswa tunanetra dinilai cukup menyulitkan guru, adapun kurikulum yang digunakan adalah kurikulum baku dari DEPAG yang umumnya

digunakan

bagi

siswa

yang

awas/normal.

Sedangkan dalam prakteknya, ketika ujian atau ulangan semester guru dituntut untuk menyelesaikan semua materi berdasarkan kurikulum yang telah baku itu. Padahal untuk menyelesaikan materi sesuai dengan kurikulum tersebut membutuhkan

waktu

yang

cukup

lama,

mengingat

keterbatasan para siswa tersebut. Soal-soal ulangan pun

70

semua berasal dari DEPAG, bukan dari guru mata pelajaran sendiri. Jadi terkadang ketika ulangan, soal-soal tersebut belum pernah dipelajari oleh para siswa tunanetra. 4) Kesulitan bertindak tegas terhadap para siswa yang nakal dan tidak

disiplin.

Seperti

penjelasan

pada

pembahasan-

pembahasan sebelumnya, para siswa tunanetra memiliki tingkat

sensitifitas

yang

sangat

tinggi

dikarenakan

keterbatasan yang mereka miliki. Jadi, ketika guru ingin bertindak tegas, guru tersebut harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan siswa tersebut.

b. Siswa 1) Ketunanetraan siswa. Seluruh siswa MTs Yaketunis adalah siswa yang mengalami gangguan fisik pada mata atau mempunyai ketunanetraan, baik itu tuna netra ringan (low vision), atau tunanetra total. Menurut Muhibbin Syah, M. Ed, di dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru”, bahwa salah satu faktor interen siswa yang mempengaruhi siswa dalam proses pembelajaran dari adalah faktor psisiologis siswa. Faktor ini sangat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa.19 Masalah ketunanetraan merupaka problematika non linguistik utama 19

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remadja Rosdakarya, 2008), hlm. 132.

71

yang dihadapi dalam proses pembelajaran qira’ah. Akibatnya didalam pembelajaran ditemukan hambatan-hambatan akibat dari

ketunanetraan

ini.

Dalam

praktik

pembelajaran,

ketunanetraan ini sangat mengganggu mereka. Sebab, dalam mentranser ilmu mereka tidak bisa sebebas anak-anak yang normal pada umumnya. Bebas dalam hal ini adalah, mereka tidak bisa mempelajari simbol-simbol untuk pengamatan dengan indera penglihatannya. Bagi penyandang tunanetra kompensasi cara belajar yang dapat dilakukan adalah dengan mengalihkan peran indra visual kepada indra-indra non visual yang masih dapat berfungsi dengan baik. Indera-indera yang dapat

mereka

pergunakan

sebagai

pengganti

indera

penglihatan mereka dalam proses pembelajaran qira’ah adalah indera pendengaran dan indera peraba. Dengan indera pendengaran, mereka dapat mendengarkan dengan cermat dan menghafal apa yang guru jelaskan. Sedangkan dengan indera peraba, mereka dapat membaca materi qira’ah yang mereka tulis dengan menggunakan Regiet dan Stiklet. Mereka tidak bisa secepat anak-anak yang normal dalam belajar, sebab mereka tidak mempunyai pengalaman dengan indera penglihatan untuk menambah wawasan dan pengalaman. Dan mereka juga selalu membutuhkan kesabaran guru dalam membimbing dan membantu mereka dalam belajar.

72

2) Ketunagandaan siswa. Tunaganda adalah orang yang memiliki dua ketunaan sekaligus. Sebagai contoh adalah, ada seseorang yang selain ia mengalami

tunanetra juga

mengalami tunarungu. Di kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta

terdapat

seorang

siswa

yang

mengalami

tunaganda, siswa tersebut adalah Ten Janu Prasetyo. Selain siswa ini mengalami tunanetra juga mengalami tunagrahita. Keterbatasan ini cukup menggangunya dalam mengikuti proses belajar. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa orang yang mengalami tuna grahita itu meiliki tingkat intelektual dibawah rata-rata dan seakan-akan seperti memiliki dunia sendiri. Begitupun halnya dengan yang dialami oleh siswa Ten

Janu

Prasetyo,

ketika

tengah

mengikuti

proses

pembelajaran ia bisa saja secara tiba-tiba tidak mau mengikuti pelajaran dan bahkan tidak menghiraukan apa yang

diperintahkan

oleh

guru.

Hal

ini

dikarenakan

ketunagrahitaan yang ia alami. Berdasarka informasi yang diperoleh dari Ibu Nur Faridah, siswa ini memang sering begitu dan seolah-olah ia tengah asyik dengan dunia yang ia miliki dan tidak bisa untuk diganggu atau atau dilarang walaupun

itu

gurunya

sendiri.

Namun

untungnya,

berdasarkan observasi yang penulis lakukan di kelas, siswa yang memiliki ketunagandaan ini tidak membikin ricuh

73

dikelas ketika ia tidak mau untuk terus mengikuti proses belajar mengajar.

20

Walaupun begitu,, apabila keadaan ini

terus dilakukan bisa membuat siswa-siswa yang lain iri hati. Mengingat siswa ini tidak mendapat teguran dan terlalu ditolerir ketika ia tidak mengerjakan tugas dan tidak aktif ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar. 3) Latar belakang keluarga siswa yang kurang mendukung proses pembelajaran qira’ah siswa tunanetra yang tiggal di rumah. Hasil dari proses pembelajaran qira’ah akan lebih maksimal apabila ada kelanjutannya ketika anak kembali ke rumah bersama keluarganya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran bahasa Arab, didapat data bahwa tidak semua siswa kelas VII tinggal di asrama. Bahkan dari lima siswa tersebut, tiga diantaranya adalah siswa yang tinggal di rumah bersama keluarganya. Namun sayangnya, orang tua dari siswa yang tinggal dirumah adalah orang yang awas dan tidak mengenal tulisan Braille. Padahal seperti yang telah kita ketahui dalam pembahasan tentang karakteristik tunanetra, para penyandang tuna netra memiliki sifat ketergantungan yang tinggi. Jadi ketika mereka belajar dirumah atau ketika mereka sedang mengerjakan PR, orang tua hanya mengawasi saja tanpa bisa membantu atau 20

Hasil wawancara dengan ibu Nur Farida, dan observasi di kelas VII pada saat pembelajaran qira’ah tanggal 15 April 2009

74

mengoreksi apa yang telah mereka kerjakan. Tak jarang kadang ketika mereka tidak bisa masuk sekolah karena sakit atau alasan lain, orang tua dari siswa ini akan mendatangi guru pengampu untuk meminjam materi yang tertinggal atau meminta soal kalau ada tugas di rumah. Mereka hanya menuliskan materi atau soal-soal tersebut dengan tulisan umumnya orang awas, dan bukan tulisan Braille. Kemudian setelah sampai di rumah para orang tua tersebut mendiktekan materi atau soal itu kepada anaknya.

c. Metode Karena keterbatasan para siswa yang tunanetra, dalam pengajaran qira’ah metode yang digunakan guru untuk menyampaikan materi monoton hanya itu-itu saja. Berdasarkan observasi di kelas dan wawancara dengan guru bahasa Arab yang penulis lakukan, bahwa metode yang dipergunakan guru dalam mengajarkan materi qira’ah hanyalah metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab dan penugasan. Guru menghadapi kesulitan untuk bisa mengembangkan metode-metode lain, karena

hanya

metode

ini

yang

dinilai

cocok

untuk

menyampaikan materi qira’ah mengingat keterbatasan siswa, kurangnya jam pelajaran, serta minimnya media pengajaran.

75

d. Waktu dan Fasilitas 1) Tiga jam pelajaran seminggu dirasa sangat kurang, mengingat materi yang akan disampaikan jika diukur bagi siswa tuna netra dirasa terlalu banyak. Karena kurikulum yang dipakai sebagai acuan adalah kurikulum baku dari DEPAG yang diperuntukkan bagi siswa yang awas (normal), dan bukan bagi para siswa penyandang tunanetra. Seperti yang

telah

kita

ketahui

sebelumnya

bahwa

untuk

mengajarkan satu materi saja dibutuhkan waktu dua atau tiga jam bagi siswa yang awas/normal. Apalagi dalam pelajran bahasa Arab terdapat tiga kompetensi dasar lagi selain qira’ah, yaitu istima’, kitabah, dan hiwar. 2) Seringnya jam mata pelajaran bahasa Arab dipakai untuk rapat guru. Seperti pada hari sabtu, dimana pada jam kelima seharusnya ada jam mata pelajaran bahasa Arab. Namun pada jam dan hari tersebut biasanya dipakai untuk rapat guru. Hal ini cukup merugikan murid, karena kesempatannya untuk memperoleh pelajaran bahasa Arab jadi berkurang. Apalagi mereka memang membutuhkan waktu yang cukup banyak agar

dapat

menyelesaikan

semua

materi

berdasarkan

kurikulum. 3) Kurangnya media pendidikan yang dipakai dalam pengajaran qira’ah. Media dalam pembelajaran qira’ah disini adalah

76

buku penunjang atau buku pegangan bagi siswa tunanetra. Berdasarkan observasi di kelas, dalam pengajaran bahasa Arab khusunya pelajaran qira’ah, tidak terdapatnya buku pegangan bagi siswa tunanetra yang bertuliskan Braille. Ada pun buku yang dipakai guru adalah buku pegangan bagi siswa yang awas yaitu buku Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah, karya DR. Hidayat, terbitan Toha Putra, Semarang.21 Sedangkan para siswa tunanetra hanya mengandalkan pada catatan yang mereka tulis ketika mengikuti pelajaran bahasa Arab. Catatan-catatan inilah yang dipergunakan siswa untuk pegangan dan untuk belajar dirumah. Padahal peran buku pegangan tersebut sangat signifikan dalam membantu siswa untuk belajar dirumah, membiasakan diri agar gemar membaca, serta untuk memperluas pengetahuan bahasa Arab mereka dan tidak hanya sekedar apa yang mereka peroleh di sekolah. Problematika yang dihadapi sekolah adalah minimnya dana untuk untuk memiliki computer dan printer Braille. Yang mana dengan alat ini bisa digunakan untuk pengadaan bukubuku Braille. 4) Belum tersedianya laboratorium bahasa untuk menunjang siswa dalam penguasaan bahasa Arab. Padahal untuk

21

Hasil observasi pada saat pembelajaran qira’ah di kelas VII, tanggal 15 April 2009.

77

pengajaran qira’ah bagi siswa tunanetra, laboratorium seperti ini sangat dibutuhkan sekali. Seperti yang telah kita ketahui dalam pembahasan-pembahasan sebelumnya, bahwa dalam pengajaran qira’ah di kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta metode yang digunakan adalah metode ceramah, sedangkan para siswa hanya mendengarkan saja apa yang dibacakan oleh guru kemudian menuliskan apa yang didiktekan oleh guru sebagai bahan belajar dirumah.

C. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Problematika Non Linguistik Dalam Pembelajaran Qira’ah

1. Guru a. Lebih mendalami lagi tentang karakteristik dan sifat-sifat yang dimilki oleh para siswa penyandang tunanetra serta gaya-gaya belajar yang mereka sukai. b. Lebih mendalami bidang studi yang akan diajarkan kepada siswa. Sama halnya dengan murid, dalam proses pembelajaran guru mata pelajaran juga dituntut untuk selalu belajar dan lebih mendalami mata pelajaran bahasa Arab. Karena bagi siswa tunanetra peran guru mata pelajaran sangatlah fital, mengingat keterbatasan yang dimiliki para siswa ini. Tidak jarang seorang guru itu dijadikan teladan, bahkan tokoh identifikasi diri. Apa yang diucapkan guru

78

sangatlah berpengaruh dalam pikiran siswa, dan akan selalu diingat. Jadi, agar wawasan bahasa Arab siswa menjadi luas, hendaknya guru juga harus memperluas pengetahuannya tentang bahasa Arab. c. Berusaha menambah sarana yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab. Dalam suatu proses pengajaran, peran media sangatlah penting dalam menyampaikan pesan dari meteri yang akan disampaikan. Dengan media pula materi yang akan disampaikan akan mudah diingat dan dimengeri oleh para siswa. Oleh karena itu, walaupun media pengajarn yang dimiliki MTs Yaketunis sangat minim, numun guru hendaknya harus bisa berkreasi dalam membuat media pengajaran yang sesuai dengan keterbatasan para siswanya. d. Menambah metode yang digunakan dalam pengajaran qira’ah. Agar proses belajar mengajar lebih hidup dan menarik, hendaknya guru bisa mengembangkan berbagai metode and tidak hanya menggunakan satu metode saja . Karena jika metode yang digunakan hanya monoton itu-itu saja, para siswa akan merasa jenuh dan kurang aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar dikelas. Karena di MTs Yaketunis para siswanya adalah para penyandang tunanetra, hendaknya dalam memilih metode guru harus menyesuaikan dengan keterbatasan yang dimiliki oleh para siswa tersebut.

79

e. Memotivasi siswa agar lebih semangat dan merasa tertarik dengan pelajaran bahasa Arab. Menurut Woodworth dan Marques, motivasi adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya.22 Kegiatan belajar mengajar adalah sutau proses interaksi guru dengan siswa untuk suatu tujuan tertentu. Agar tujuan tujuan tersebut bisa tercapai, hendaknya terjadi interaksi antara guru dan murid. Guru dituntut memotivasi siswa agar aktif belajar dan menjelaskan pentingnya pelajaran bahasa Arab (dalam hal ini qira’ah) bagi siswa agar para siswa menjadi tertarik senang mengikuti pelajaran qira’ah. Bila siswa sudah termotivasi dan tertarik dengan pelajaran qira’ah, maka tujuan dari pelajaran qira’ah tersebut akan mudah tercapai. f. Menambahkan jam pelajaran bahasa Arab diluar jam kelas. Sepeti yang telah kita ketahui dalam pembahasan sebelumnya, bahwa alokasi pelajaran bahasa Arab hanya tiga jam tiap minggunya. Itu pun kalau pada hari sabtu tidak dipergunakan untuk rapat guru, sebab kadang pada hari sabtu yang bertepatan dengan pelajaran bahasa Arab dipergunakan untuk rapat guru. Waktu tersebut sangatlah kurang, apalagi dalam untuk menyelesaikan semua materi bagi siswa tunanetra dibutuhkan waktu yang cukup lama. Jadi penambahan jam pelajaran bahasa Arab diluar jam pelajaran 22

hlm.72.

Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1991),

80

(ekstra kurikuler) sangatlah dibutuhkan agar semua materi dapat diselesaikan.

2. Siswa a. Ditanamkan dalam diri siswa sifat optimis dan tidak minder ketika berhadapan dengan orang banyak. Karena siswa di MTs Yaketunis adalah para siswa penyandang tunanetra yang mempunyai karakteristik salah satunya adalah sensitive dan rendah diri, maka hendaknya sifat-sifat sepeti ini ditanamkan dalam diri seluruh siswa. Apabila sifat-sifat ini sudah tertanam dalam diri siswa, maka siswa akan terangsang untuk terus tekun belajar dan termotivasi dalam memperluas pengetahuan mereka tentang bahasa Arab. b. Diberikan waktu untuk bertanya dan tukar pendapat tentang kesulitan yang dihadapi dalam mempelajari bahasa Arab. Dengan kegiatan seperti ini guru dapat mengetahui apa saja kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari qira’ah, kemudian guru bisa lebih maksimal dalam membantu siswa menghadapi masalah tersebut. c. Sering diberikan tugas agar para siswa bisa belajar sendiri dirumah. Pemberian tugas seperti ini dinilai cukup efektif, sebab para siswa tidak memiliki buku pegangan yang bertuliskan Braille. Mereka hanya mengandalkan pada catatan yang mereka tulis pada saat belajar di kelas. Dengan pemberian tugas seperti ini, para siswa

81

tidak hanya mengerjakan tugas, namun mereka bisa membaca kembali materi-materi qira’ah dirumah. d. Walaupun ketunagandaan pada siswa kelas VII hanya diderita oleh satu orang saja, namun keadaan ini dapat mempengaruhi atau mengganggu

proses

pembelajaran

qira’ah

apabila

tidak

ditanggulangi. Karena merupakan harapan semua pihak, bahwa aemua siswa tanpa terkecuali siswa tunaganda dapat mencapai apa yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan. Adapun upaya yang dilakukan guru adalah memberikan perhatian yang agak lebih kepada siswa ini, namun bukan berarti guru pilih kasih. Guru tetap memposisikan diri sebagai pihak yang netral dan tidak pilih kasih terhadap salah seorang siswa atau sekelompok siswa saja. Selain itu tuna ganda juga dapat mempengaruhi keadaan psikologis siswa, yaitu timbulnya rasa malu dan minder terhadap teman-temannya yang lain. Dengan memberikan perhatian dan pengertian kepada siswa ini dan seluruh siswa di kelas, diharapkan siswa yang mengalami tunaganda ini dapat percaya diri dan dapat bergaul biasa dengan teman-temannya. e. Diikutsertakan dalam lomba empat bahasa yang diadakan oleh Kanwil DEPAG Propinsi DIY. Dengan diikutsertakan dalam lomba empat bahasa tersebut yang didalamnya juga terdapat bahasa Arab, tentu akan membuat para siswa lebih percaya diri dan tekun belajar. Siswa juga akan termotivasi untuk senag belajar

82

bahasa Arab, sebab yang mereka ketahui tentang bahasa Arab bukan hanya belajar di sekolah dan di rumah tetapi ada juga manfaat lainnya.

3. Waktu dan Fasilitas a. Untuk kelas VII MTs Yaketunis Yogyakarta, mata pelajaran bahasa Arab memperoleh porsi tiga jam dalam setiap minggunya. dengan rincian satu jam pelajaran sama dengan 40 menit. Dengan bobot materi yang terlalu banyak, waktu tersebut sangatlah sedikit dan dirasa oleh guru pengampu sangatlah kurang. Bahkan kadang masih dipotong untuk libur hari besar dan dipakai buat rapat guru. Upaya guru dalam mengatasi hal ini adalah mengganti jan tugas tersebut dengan memberikan tugas agar dikerjakan di rumah. Agar waktu tersebut tidak hilang sia-sia dan melatih para siswa agar belajar mandiri. b. Untuk menutupi masalah kekurangan media pengajaran, dalam pembelajaran

qira’ah

guru

biasanya

menyelingi

metode

ceramahnya dengan tanya jawab, penugasan, tetapi tetap menyesuaikan dengan kondisi para siswa. Hal ini dilakukan untuk menhindarkan para siswa dari rasa jenuh ketika mengikuti pelajaran qira’ah. Seperti pada saat proses pembelajaran qira’ah ketika

penulis

mendiktekan

melakukan

dan

observasi,

menjelaskan

materi

setelah

guru

qira’ah,

selesai

guru

lalu

83

menyelinginya dengan tanya jawab serta penugasan. Baik itu tugas mebaca materi qira’ah, atau tugas yang harus dikerjakan di rumah. c. Untuk mengatasi masalah kurangnya buku pegangan siswa yang bertuliskan Braille, sampai saat ini, pihak sekolah, yayasan, dan komite sekolah sedang berusaha menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan pemerintah untuk memiliki komputer dan printer Braille dalam rangka untuk pengadaan buku-buku Braille yang bisa dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran di kelas dan untuk belajar mandiri di rumah. 23

23

Dokumen tentang Identitas MTs Yaketunis Yogyakarta, diambil tanggal 23 April 2009.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis dari BAB I sampai BAB III tentang problematika pengajaran Qira’ah ditinjau dari segi non linguistik, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Pelaksanaan pengajaran Qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta yaitu: guru mendiktekan materi Qira’ah dan siswa menuliskan apa yang didiktekan oleh guru dengan menggunakan Regiet dan Stiklet (alat untuk menulis huruf Braille). Kemudian setelah selesai mendiktekan materi Qira’ah, guru menyuruh siswa untuk membacakan kembali apa yang telah mereka tulis, setelah itu guru memberikan waktu untuk tanya jawab mengenai kosa kata baru yang belum mereka ketahui. 2. Adapun problematika yang dihadapi dalam pembelajaran Qira’ah di MTs Yaketunis dari segi non linguistik adalah: a) Faktor guru 1) Guru menghadapi kesulitan pada siswa yang tunanetra, bahkan siswa yang tuna ganda. 2) Guru menghadapi kesulitan mengelola waktu pembelajaran. 3) Guru menghadapi kesulitan dalam mengikuti kurikulum yang telah baku, yaitu kurikulum yang berasal dari DEPAG.

85

4) Guru menghadapi kesulitan dalam bertindak tegas terhadap siswa yang nakal karena karakteristik siswa yang tunanetra. 5) Guru menghadapi kesulitan dalam memilih kata yang sesuai bagi para siswa tunanetra. b) Faktor siswa 1) Ketunanetraan

siswa

sangat

mengganggu

dalam

proses

pembelajaran Qira’ah. 2) Ketunagandaan yang dimiliki oleh salah seorang siswa juga sangat mengganggu dalam proses pembelajaran Qira’ah. 3) Latar belakang keluarga siswa yang kurang mendukung proses pembelajaran Qira’ah siswa tunanetra yang tiggal di rumah. c) Faktor metode Metode yang dipakai sangat monoton, karena hanya metode itu-itu saja yang selalu dipakai oleh guru yaitu metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab dan penugasan. d) Faktor waktu dan fasilitas 1) Tiga jam pelajaran seminggu dirasa sangat kurang, karena materi yang akan disampaikan bagi siswa tuna netra dirasa terlalu banyak. 2) Seringnya jam mata pelajaran bahasa Arab dipakai untuk rapat guru. 3) Kurangnya media pendidikan yang dipakai dalam pengajaran Qira’ah.

86

4) Belum tersedianya laboratorium bahasa untuk menunjang siswa dalam penguasaan bahasa Arab. 3. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Problematika Non Linguistik Dalam Pelajaran Qira’ah a) Dari guru 1) Lebih mendalami lagi tentang karakteristik dan sifat-sifat yang dimilki oleh para siswa penyandang tunanetra serta gaya-gaya belajar yang mereka sukai. 2) Lebih mendalami bidang studi yang akan diajarkan kepada siswa. 3) Menambah wawasan mengenai ketata bahasaan Arab. 4) Berusaha menambah sarana yang dipakai dalam pengajaran bahasa Arab. 5) Menambah metode yang digunakan dalam pengajaran Qira’ah. 6) Memotivasi siswa agar lebih semangat dan merasa tertarik dengan pelajaran bahasa Arab. 7) Menambahkan jam pelajaran bahasa Arab di luar jam kelas. b) Dari siswa 1) Ditanamkan dalam diri siswa sifat optimis dan tidak minder. 2) Diberikan waktu untuk bertanya dan tukar pendapat tentang kesulitan yang dihadapi dalam mempelajari bahasa Arab. 3) Sering diberikan tugas agar para siswa bisa belajar sendiri dirumah 4) Siswa yang mengalami tuna ganda diberikan perhatian yang agak lebih.

87

5) Diikutsertakan dalam lomba empat bahasa yang diadakan oleh Kanwil DEPAG Propinsi DIY. B. Saran-Saran 1. Bagi guru 1) Salalu memberikan motivasi kepada siswa agar giat belajar, dan jangan menyerah karena ketrbatasan yang mereka miliki. 2) Berusaha menambah metode dan teknik dalam mengajar agar siswa tidak bosan. 2. Bagi siswa 1) Lebih giat lagi dalam mempelajar bahasa Arab dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran bahasa Arab. 2) Jangan patah semangat semangat dalam mempelajari bahasa Arab walaupun adik-adik mengalami gangguan penglihatan, karena bahasa Arab adalah bahasa agama kita.

C. Kata Penutup Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan kasih sayan-Nya bagi penulis untuk menyelesaikan tugas dalam membuat skripsi ini tanpa ada halangan yang berarti. Selanjutnya penulis sadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari ksempurnaan, semua ini karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis berharap atas saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi kami.

88

Namun demikian penulis tetap berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca terutama calon guru dan guru bahasa Arab, sehingga

meningkatkan

dan

memperbaiki

pengajaran

bahasa

Arab

selanjutnya. Amin Ya Robbal’alamin……..

Yogyakarta, 14 Mei 2009 Penulis

Ahmad Qory Mubarak NIM. 0442 0914

88

DAFTAR PUSTAKA

Bungil, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2007. Dahlan, Juwairiyah, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab, Surabaya: AlIkhlas, 1992. Departemen Agama RI, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada PT Agama Islam, Jakarta. -----------------, Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, 2003 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, t.t. Efendi, Muhammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan Jakarta: BUMI AKSARA 2006. Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Buku Praktik Pengalaman Lapangan. 2007. Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseach, Yogyakarta: Yasbid Fak. Psikologi UGM, 1984. Http://Blog.UNY.ac.id/Mashoedah/diakses pada tanggal 20 Desember 2008. Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Majidi, Busyairi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1994. Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta,1991. Ningsih, Yuliati, Strategi Pembelajaran PAI Bagi Siswa Tunanetra Di MAN Maguwoharjo Yogyakarta, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003. Nurul Khoiriyah, Isnaini, Metode Dan Masalah Yang Dihadapi Dalam Pengajaran Kimia Bagi Siswa Tunanetra, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003.

89

Purwanto, Heri, Diktat Ortopedagogik Umum, Yogyakarta: IKIP, 1998. Sadtono, Ontologi pengajaran bahsa asing Jakarta: DEPDIKBUD 1987. Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008. Suparmoko, M., Metode penelitian praktis, Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta, 1999. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Tarigan, H.G Metodologi Pengjaran Bahasa, Jakarta: CV. Rajawali, 1991 Yusuf, Tayar, dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. W, Anastasia dan Imanuel H, Ortopedagogik Tunanetra I, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, tt.

PANDUAN PENELITIAN A. PANDUAN WAWANCARA 1. Kepada guru bahasa Arab a. Latar belakang guru bahasa Arab • Latar belakang pendidikan guru bahasa Arab • Latar belakang kehidupan guru bahasa Arab • Sejak kapan anda mengajar bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta b.

Proses pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta • Kurikulum pembelajaran bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta • Tujuan pembelajaran Qira’ah • Persiapan guru bahasa Arab sebelum mengajar • Apakah anda membuat RPP sebelum mengajar Qira’ah • Tujuan pembelajaran Qira’ah di MTs Yaketunis Yogyakarta • Metode yang anda gunakan dalam pembelajaran Qira’ah bagi siswa tunanetra. • Srategi yang anda gunakan dalam pembelajaran Qira’ah bagi siswa tunanetra • Media yang anda gunakan dalam pembelajaran Qira’ah bagi siswa tunanetra • Materi yang anda berikan kepeda siswa tunanetra dalam pembelajaran Qira’ah • Bagaimana proses penilian untuk mengukur kemampuan dalam pembelajaran Qira’ah. • Bagaiamana cara penyelesaian soal ataupun pertanyaan yang tidak bisa dipecahkan siswa

2. Siswa MTs Yaketunis Yogyakarta a. Sejak kapan anda mengenal bahasa Arab b. Pendapat murid tentang pembelajaran bahasa Arab c. Pendapat murid tentang profil guru bahasa Arab yang professional (baik) 3. Kepada karyawan (TU) a. Kondisi atau keadaan siswa MTs Yaketunis Yogyakarta b. Kondisi atau keadaan guru bahasa Arab di MTs Yaketunis Yogyakarta

B. PEDOMAN DOKUMENTASI 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Letak geografis MTs Yaketunis Yogyakarta. Latar belakang berdirinya MTs Yaketunis Yogyakarta. Sruktur organisasi MTs Yaketunis Yogyakarta. Jumlah guru, karyawan, dan siswa MTs Yaketunis Yogyakarta. Fasilitas dan inventarisasi MTs Yaketunis Yogyakarta. Dan lain-lainnya yang ada relevansinya dengan pengajaran bidang studi bahasa Arab serta ikhwal yang berhubungan dengan penelitian ini.

C. PEDOMAN OBSERVASI 1. Keadaan lingkungan di sekitar MTs Yaketunis Yogyakarta 2. Observasi kelas: a. Situasi dan kondisi pembelajaran Qira’ah. b. Metode, dan strategi, serta media dalam proses pembelajaran Qira’ah. c. Interaksi guru dengan siswa. 3. Hubungan guru bahasa Arab dengan siswa. 4. Fasilitas/sarana dan prasarana MTs Yaketunis Yogyakarta

Catatan Lapangan I Metode Pengumpulan Data: Observasi Hari/ Tanggal Jam Lokasi Sumber Data

: Kamis, 15 April 2009 : 07.00- 08.20 : Kelas Bahasa Arab : Guru Bahasa Arab dan Siswa MTs Yaketunis

Deskripsi data: Informan adalah guru Guru Bahasa Arab dan Siswa MTs Yaketunis, observasi kali ini merupakan yang pertama dengan informan dan dilaksanakan di kelas. Penulis mangamati mulai dari awal pelajaran bahasa Arab hingga berakhirnya pembelajaran tersebut. Dari hasil observasi terlihat bahwa guru memulai pelajaran dengan terlebih dahulu membukanya dengan salam diteruskan dengan membaca basmalah bersamasama dengan para siswa kelas VII MTs Yaketunis. Setelah itu Guru mengabsen para siswa. Terlihat baru ada tiga dari lima siswa yang sudah masuk, sedangkan yang lainnya terlambat datang. Pelajaran Qira’ah dimulai dengan terlebih dahulu guru mendiktekan materi Qira’ah sedangkan para siswa menuliskan apa yang didikte guru dengan menggunakan Regiet dan Stiklet (alat untuk menulis huruf Braille) . Guru mendiktekan materi Qira’ah dengan judul ‫ اﻟﺤﺪﻳﻘﺔ‬dengan penuh kesabaran mengingat para siswanya adalah anak-anak yang mengalami ketunaan, yaitu tunanetra. Bahakan ada salah satu murid yang mengalami tuna ganda, yaitu selain tunanetra juga tuna grahita. Ironisnya, tidak ada media atau buku pegangan khusus bagi siswa tunanetra, jadi harus dibutuhkan kesabaran serta ketrampilan lebih bagi guru dalam mendiktekan materi Qira’ah tersebut satu per satu. Guru juga harus menjaga perasaan para siswa agar tidak tersinggung, mengingat para penyandang tunanetra sangat sensitive perasaannya, terlebih penyandang tuna ganda. Setelah materi Qira’ah selesai didiktekan, guru meminta para satu murid untuk membacakan apa yang telah ditulis satu per satu. Ditengah-tengah proses pembelajaran, murid yang memiliki tuna ganda mengalami “bad mood”, dia tidak mau menulis lagi apa yang didiktekan apalagi untuk membacakan apa yang ditulis. Berdasarkan informasi dari guru, murid tersebut memang biasa seperti itu. Jadi guru tidak bisa memaksakan siswa tersebut untuk mengikuti pelajaran, guru membiarkan siswa tersebut untuk menikmati dunianya sendiri. Setelah para murid satu persatu sudah membacakan apa yang ditulis, guru menutup memberikan tugas agar dikerjakan dirumah. Setelah itu guru menutup pelajaran dengan membaca hamdalah bersama-sama dengan para siswa dan diakhiri dengan salam.

Catatan Lapangan II Metode Pengumpulan Data: Observasi Hari/ Tanggal Jam Lokasi Sumber Data

: Kamis, 22 April 2009 : 07.00- 08.20 : Kelas Bahasa Arab : Guru Bahasa Arab dan Siswa MTs Yaketunis

Deskripsi data: Informan adalah guru Guru Bahasa Arab dan Siswa MTs Yaketunis, observasi kali ini merupakan yang kedua dengan informan dan dilaksanakan di kelas. Penulis mangamati mulai dari awal pelajaran bahasa Arab hingga berakhirnya pembelajaran tersebut. Dari hasil observasi terlihat sepert biasanya guru membuka pelajaran dengan membuka salam dan membaca basmalah bersama-sama dengan para siswa. Kemudian guru membacakan absen dan memulai pelajaran. Pelajaran dimulai dengan terlebih dahulu guru memberikan pretest serta tanya jawab terhadap materi yang telah disampaikan pada minggu lalu. Pada pertemuan kali ini guru ingin mengoreksi tugas yang diberikan pada minggu lalu, kereksi ini dilakukan bersamasama dengan para murid. Para siswa mengoreksi tugas teman-temannya dan tidak boleh menggoreksi hasilnya sendiri. Setelah selesai mengoreksi, siswa disuruh menyebutkan hasil yang diperoleh oleh temannya itu. Terlihat Ten Janu Prasetyo tidak mendapatkan nilai, karena kemarin dia tidak menulis dan tidak membuat soal. Setelah selesai semuanya, guru meneruskan kembali materi pelajaran bahasa Arab. Setelah selesai guru memberikan kembali tugas untuk dikumpulan setelah UNAS bagi siswa kelas tiga. Karena pada hari sabtu KBM tidak aktif guna persiapan UNAS dan libur selama satu minggu.setelah selesai guru menutup pelajaran dengan doa dan salam.

Catatan Lapangan III Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ Tanggal Jam Lokasi Sumber Data

: Kamis, 22 April 2009 : 08.20-09.00 : Ruang tamu : Guru Bahasa Arab MTs Yaketunis

Deskripsi data: Informan adalah guru bahasa Arab MTs Yaketunis Yogyakarta, wawancara kali ini merupakan yang pertama dengan informan dan dilaksanakan di ruang tamu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut metode dan keadaan siswa. Dari wawancara tersebut terungkap bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran Qira’ah adalah metode ceramah yang dielingi oleh tanya jawab dan penugasan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: • Guru terlebih dahulu membacakan materi secara keseluruhan. • Guru mendiktekan materi Qira’ah kepada seluruh siswadengan pelan-pelan. • Siswa menuliskan materi Qira’ah sesuai dengan apa yang didiktekan oleh guru dengan menggunakan riglet dan stiklet. • Setelah siswa selesai menulis apa yang didiktekan oleh guru, siswa diperintahkan untuk membacakan apa yang telah ditulis. • Guru mendengarkan apa yang dibaca oleh siswa sambil mengoreksi mengoreksi apa yang ditulis oleh siswa. Metode ini dipilih karena memang metode ini dinilai sangat cocok karena dalam proses pembelajaran Qira’ah ini tidak terdapat media pendidikan bagi siswa tunanetra. Media tersebut adalah buku Braille sebagai pegangan bagi siswa tunanetra. Buku yang dipakai adalah buku ajar bagi siswa yang awas. Di kelas VII terdapat lima siswa yang semuanya adalah siswa tunanetra total, bahkan ada salah satu siswa yang bernama Ten Janu Prasetyo yang mengalami tunaganda. Selain siswa ini menderita tunanetra, ia juga memiliki tuna grahita. Dalam proses pembelajaran Qira’ah, siswa ini sebenarnya sangat senang mengikutinya. Namun ketika dalam proses pembelajaran, kadang-kadang siswa ini bisa saja mengalami bad mood. Dia tidak mau lagi meneruskan pelajaran serta tidak lagi menghiraukan perintah gurudan lebih asyik dengan dunianya sendiri. Guru pun tidak bisa memaksa dan memarahi siswa ini, karena siswa ytang mengalami tuna ganda sangatlah sensitif perasannya. Jadi guru membiarkannya saja asal tidak mengganggu siswa lain dalam proses pembelajaran Qira’ah. Tidak semua siswa kelas VII MTs Yaketunis berdomisili di asrama, dari lima siswa yang ada tiga diantaranya tinggal di rumah bersama keluarganya. Para orang tua rata-rata tidak faham dengan tulisan Braille, jadi ketika ada tugas dan siswa ini tidak bisa hadir, kadang para orangtua

mendatangi guru untuk meminta tugas. Tugas awalnya ditulis guru, kemudian didiktekan orang tua di rumah kepada siswa.

Catatan Lapangan IV Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ Tanggal Jam Lokasi Sumber Data

: Kamis, 15 April 2009 : 08.20-09.00 : Ruang tamu : Guru Bahasa Arab MTs Yaketunis

Wawancara kali ini adalah wawancara kedua yang penulis lakukan terhadap guru mata pelajaran bahasa Arab. Wawancara kali ini tentang materi pelajaran Qira’ah, kendala yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran serta upaya dalam mengatasi kendala tersebut dan evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh data bahwa, materi pelajaran bahasa Arab di ambil dari buku untuk siswa yang awas, yaitu buku Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah, karya DR. Hidayat, terbitan Toha Putra, Semarang. Namun karena siswa adalah siswa penyandang tunanetra maka dalam menjelaskan materimateri tersebut dibutuhkan waktu yang cukup lama, bisa dua sampai tiga kali waktu untuk mengajarkan satu materi bagi siswa yang awas. Usaha yang dilakukan adalah meringkas materi-materi tersebut agar bisa disampaikan semua, guru juga harus pandai-pandai dalam memilih kata agar relevan dengan pengalaman para siswa tunanetra. Adapun evaluasi yang dilakukan oleh guru kelas VII MTs Yaketunis adalah penilaian formatif, penilaian sub sumatif dan penilaian sumatif.

Catatan Lapangan V Metode Pengumpulan Data: Wawancara Metode Pengumpulan Data Hari / Tgl Jam Sumber Data

: Wawancara : Kamis, 15 April 2009 : Setelah KBM : Siswa Kelas VII

Wawancara kali ini adalah wawancara yang penulis lakukan terhadap siswa kelas VII MTs Yaketunis seputar kepribadian guru bahasaArab dan kemampuan beliau dalam mengelola kelas. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa siswa sangat dekat dengan guru bahasa Arab mereka. Mereka menganggap guru mereka seperti teman sendiri sehingga mereka merasa terbuka dan enjoy ketika mengikuti pelajaran qira’ah. Kalaupun guru memberikn hukuman kepada mereka yang tidak memperhatikan pelajaran, hukuman yang diberikan guru adalah hukuman yang mendidik yaitu memberi soal seputar materi qira’ah dan menasehatinya agar memperhatikan pelajaran. Dalam mengelola pembelajaran qira’ah, para siswa merasa senang dengan apa yang disampaikan oleh guru. Sebab dalam menjelaskan materi qira’ah kepada para siswa tunanetra guru bisa menjelaskannya sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka, dan pastinya sesuai dengan pengalaman mereka.

Catatan Lapangan VI Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/ Tanggal Jam Lokasi Sumber Data

: Selasa, 05 Mei 2009 : 11.15-11.45 : Kampus Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga : Guru Bahasa Arab MTs Yaketunis

Wawancara kali ini adalah wawancara ketiga yang penulis lakukan terhadap guru mata pelajaran bahasa Arab. Wawancara kali ini tentang kegiatan penunjang pelajaran bahasa Arab yang diadakan oleh yayasan Yaketunis dan tentang administrasi pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan beliau, diperoleh informasi bahwa untuk menunjang/meningkatkan kemampuan siswa dalam pelajaran bahasa Arab sekaligus qira’ah dan penulisan arab Braille, pihak yayasan memberikan jam tambahan yang dilaksanakan di asrama Yaketunis pada setiap hari jum’at sehabis shalat Ashar. Kemudian, sebelum mengajarkan materi qira’ah dikelas, guru selalu membuat RPP sebagai evaluasi pembelajaran qira’ah. Pembuatan RPP di MTs Yaketunis adalah kewqajiban bagi para guru agar proses pembelajaran bisa lebih baik lagi.

Contoh Huruf Arab Braille Ta’ Marbutah

Alif

Kaf

Dhammah

Ba’

Lam

...

...

Mim

kha’

Syin

Dal

Nun

Hamza+Ya’

Sa’

.

Alif Maksurah

Zain

Ha’

Tanwin Dhammah

...

Sad

Dad

+

Kasra Fa’

Ghain

...

Qaf

Zah

...

ha’

Ra’

Ain

Hamza+Waw

Ya’

Sin

Zal

...

Jim

Ta’

tâ’

... ...

Hamza+Alif Alif Mamdudah Hamzah

Fathah Tanwin Fathah Sukun

parenthesis ? Tanwin Kasrah Wawu

...

...

...

,

numeric indicator

...

...

-

Saddah

CURRICULUM VITAE Nama

: Ahmad Qory Mubarak

Tempat & Tgl Lahir

: Lampung, 23 Maret 1986

Alamat Asal

: Gg. Merpati No. 6 RT/RW.01/03 Gumukmas, Pagelaran, Pringsewu, Lampung

Alamat di Yogya

: Sapen GK. I No. 574 Yogyakarta

NO. HP

: 085643819661

Orang Tua Ayah

: Harry Hadi Susanto

Pekerjaan

: Guru

Ibu

: Siti Nurul Qomariyah

Pekerjaan

: PNS

Pendidikan Formal •

TK Darma Wanita, lulus tahun 1992



MIN Gumukmas, lulus tahun 1998



MTsN Pringsewu, lulus tahun 2001



MAKN/MAN 1 Bandar Lampung, lulus tahun 2004



Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lulus tahun 2009. Yogyakarta, 12 Mei 2009 TTD

Ahmad Qory Mubarak