PROSES KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MASYARAKAT ...

30 downloads 128 Views 192KB Size Report
I. PENDAHULUAN. Peradaban dunia selalu berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu, hal ini sering disebut perkembangan budaya. Budaya ...
PROSES KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MASYARAKAT KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI PEMBENTUKAN IDENTITAS BUDAYA BARU (Studi Deskriptif Masyarakat Sapeken, Kepulauan Timur Madura) Ika Supiana Liku Surokim R. Bambang Moertijoso Abstract Madura is the third big island in Indonesia which has many kind of cultures, one of the places is the east of Madura Island in Sapeken village, Sapeken subdistric, Sumenep Madura regency. Sapeken has unique culture, one of the culture is several societies communicate by Bajo language, therefore, communication proses in societies in the east of the Island with new comer is the aim of the researcher sees a new cultural identities of them. The researcher uses qualitative descriptive method to explain clearly by seeing real phenomena. So that, this research about multi cultural communication become a finding. This finding research concludes that multi cultural communication process of Sepeken is new cultural identity as show new finding, Metro Archipelago. It is caused by cultural stranger from local communication process between new comers ethnic by cultural akulturasion from each person. From the communication process cultural cross become continuity to achieve the result of Sapeken Metro Archipelago. Key words: Cross Cultural Communication, New Cultural Identity, Metro Archipelago I. PENDAHULUAN Peradaban dunia selalu berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu, hal ini sering disebut perkembangan budaya. Budaya merupakan suatu identitas yang melekat dan dimiliki setiap daerah penjuru dunia, didalamnya

terdapat

interiaksi sosial yang

mempengaruhi banyak hal salah satunya adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu interiaksi menyampaikan pesan dari individu satu dengan individu lain, pesan yang disampaikan pada komunikan menjadi sebuah feedback (timbal balik) komunikasi. Bidang komunikasi yang meliputi kehidupan sosial adalah Komunikasi Antar Budaya. Budaya dan

komunikasi tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan pesan. (Mulyana,2009:19) Salah satu budaya dan komunikasi yang menarik bagi peneliti yaitu Budaya di Sapeken, sebagaimana merupakan salah satu wujud keberadaan Kepulauan Timur Madura provinsi Jawa Timur. Sapeken masih merupakan kultur/budaya Madura, meski salah satu yang jarang orang mengenal Madura yaitu tentang

Kepulauan Timur Madura. Tujuan

peneliti mengambil objek penelitian karena umumnya pulau Sapeken bukan berbahasa Madura melainkan berbahasa Sulawesi bahasa Bajo, bahasa Mandar dan sebagian kecil berbahasa Bugis. Objek penelitian ini yaitu Sapeken dengan judul “Proses Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Kepulauan Timur Madura Sebagai Pembentukan Identitas Budaya Baru (Studi Deskriptif Masyarakat Desa Sapeken, Kepulauan Timur Madura). Penelitian ini ingin membahas mengenai bagaimana proses Komunikasi Antarbudaya di Sapeken Kabupaten Sumenep yang minim menggunakan bahasa Madura di Kepulauan Timur Madura. Penelitian ini dianggap peneliti mampu mencetuskan suatu temuan baru tentang kajian teori budaya khususnya budaya Madura, baik bahasa berkomunikasi sehari-hari, nilai maupun norma yang ada Pulau Sapeken. Alasan penelitian ini dengan pertimbangan penelitian sebelumnya yang mengenai budaya, namun bagaimana cara peneliti ini bisa menspesifikkan pada studi komunikasi sesuai yang telah dipelajari pada mata perkuliahan. Dari latar belakang diatas permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Proses Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Sapeken di Kepulauan Timur Madura sebagai Pembentukan Identitas Budaya Baru”. Tujuan penelitian mengetahui bagaimana Proses Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Sapeken diKepulauan Timur Madura sebagai Pembentukan Identitas Budaya Baru. Jenis Penelitian ini dianalisa dengan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian yang diambil yaitu Kepulauan Timur Madura Desa Sapeken Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep Madura. Sedangkan metode penentuan informan teknik bola salju (snowball) ini di mulai dengan menetapkan satu atau beberapa orang informan kunci (key informant) dan melakukan interview terhadap mereka secara bertahap atau berproses. Teknik pengumpulan Data yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam, data primer dan data sekunder.

Sehingga menggunakan Triangulasi sumber sebagai validitas data penelitian ini. (Moleong 2002: 112) II. KAJIAN PUSTAKA Komunikasi Antar Budaya Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin disebut komunikasi antarbudaya (Mulyana,2009). Jadi komunikasi dan budaya sangat erat kaiatannya dan tidak terpisahkan, karena komunikasi bagian dari budaya seperti yang masyarakat fahami pada umumnya. a. Pengertian Komunikasi AntarBudaya Dalam perkembangannya komunikasi antarbudaya telah banyak didefinisikan oleh para ahli, beberapa diantaranya yang dikutip dari Suranto (2010:32) sebagai berikut: Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain (sitaram, 1970) Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi di antara orang-orang yang berbeda budayanya (Rich, 1974) b. Perbedaan Budaya dan Kebudayaan Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiiki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya dan kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhaya, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan budi dan akal manusia. Sedangkan Pendekatan atas pengertian kebudayaan merupakan hasil dari beberapa pendekatan umum yang lazim dilakukan untuk memahami kebudayaan, diantaranya: Pendekatan Deskriptif, Bawaan Sosial, Perseptual. c. Multikuturalisme Sebagai Konsep Komunikasi AntarBudaya Ciri utama masyarakat multikultur menurut Furnivall (1949) adalah orang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan sosial budaya mereka terpisah dan tidak bergabung dalam suatu unit politik.

d. Bahasa Sebagai Proses Komunikasi AntarBudaya Bahasa merupakan simbol yang paling rumit, halus, dan berkembang. Bahasa termasuk sebuah fenomena yang luar bisa, tanpa bahasa kita akan terhenti sampai disitu dalam berkomunikasi. Bahasa sama hal nya dengan sifat komunikasi yaitu Face to face atau tatap muka, bermedia, verbal dan non verbal. Jadi maksud bahasa yaitu tidak hanya secara lisan tetapi bahasa juga non verbal atau gerak tubuh yang menimbulkan makna bagi komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikan yang menerima kemudia menjadi feedback atau timbal balik. (Effendy. Onong Uchjana, 2007) Masyarakat Sapeken Sumenep merupakan salah satu kabupaten paling timur dari Pulau Madura Jawa Timur. Sebelah barat adalah Bangkalan, kemudian Sampang, Pamekasan, dan terakhir adalah Sumenep yang memiliki banyak kepulauan kecil yang membentang ke timur dari daratan Madura itu sendiri. Beberapa Kepulauan Timur Sumenep diantaranya yaitu Pulau Sapeken, Pulau Sapeken adalah Desa Sapeken kecamatan Sapeken secara letak dan luas wilayah 1km2. Sehingga terlihat padat penghuni dengan berbagai SDA maupun SDM yang berada di Pulau Sapeken tersebut. Sapeken terlihat selaras dengan adanya beberapa diantaranya orang-orang dari budaya pendatang yaitu sebagai berikut: a. Budaya Bajo, b. Budaya Mandar, c. Budaya Bali, d. Budaya Jawa, dan Budaya Madura. Dalam upaya mengupas lebih dalam fenomena Komunikasi AntarBudaya Menurut Guddy Kunt Komunikasi antar budaya akan terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya penerima pesannya adalah anggota sutau budaya lainnya. Pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis dengan sebuah model tiga bentuk geometrik yang berbeda, menggunakan istialah ABC yang tampak melingkar jika dikaitkan dalam proses komunikasi. (Mulyana dan Rakhmat 2009: 20) Identitas Etnis dan Identitas Budaya Baru Beberapa pakar budayawan sering mengidentifikasikan budaya sangat diperuntukan suatu komunitas tertentu, sehingga membentuk suatu kepribadian individu. Seperti menurut Benedict, bahwa menekankan kebudayaan itu seperti seorang indidvidu, lebih kurang terlihat dalam pola-pola yang konsisten untuk berpikir dan bertindak.” (Liliweri:101)

Identitas etnis adalah sebuah atribut yang sudah melekat pada sekelompok komunitas dengan ciri-ciri khas tertentu. Identitas ini pada dasarnya akan melekat secara mendasar dan kemudian menjadi penanda yang paling dominan dalam berbagai aktifitas etnis tersebut. Kerangka Berfikir KAB atau juga disebut Komunikasi AntarBudaya sebagaimana bidang komunikasi yang membahas tentang penduduk Pribumi dan Pendatang yang saling berinteriaksi dan menamakannya Komunikasi AntarBudaya. Memadukan teori Komunikasi Guddy Kunts, sebagaiman menjelaskan Culture, Psiko Culture, dan Social Culture Sapeken, sehingga melahirkan Multikultural. Masyarakat Multikultural didalamnya melalui proses Akulturasi budaya yang dibawa oleh budaya pendatang maupun perantau. Demikian proses komunikasi antarbudaya akan berkesinambungan dan menjadi sebuah Identitas Budaya Baru yaitu Metro Kepulauan. II. PEMBAHASAN Sapeken merupakan budaya percampuran dari beberapa budaya pendatang seperti pulau Sulawesi yang terkenal dengan bahasa Bajo dan Mandar, kemudian beberapa orang Bali, beberapa orang jawa, bahkan percampuran orang Madura. Sapeken memiliki arti pulau pertemuan, sehingga beberapa pulau yang berada disekitarnya menjalin pertemuan di Sapeken baik tujuan perdagangan maupun menjadi Urban. Seperti penuturan Ibu Nik salah satu Alumni murid Ustadz Dzailami: “Sapeken katanya itu pulau pertemuan, kan ada pelabuhan disana, nah ada pelabuhan. Disini nanti akan bertemu orang Sadulur, Sepanjang, orang Pagerungan, nah orang mana-mana. Makanya dinamakan Sapeken di istilahkan pulau pertemuan, pulau Pagerungan berkumpul disini, orang Bali, orang Sumenep juga ada.” (Bu Nik,13.13:38. Record) Hal ini membuktikan bahwa jika dilihat secara geografis berada di tengah-tengah Kepulauan Timur ini memang menjadi pulau pertemuan. Sapeken menjadi pelengkap budaya Sapeken, sebab seluruh pulau-pulau disekelilingnya bertemu dan berpusat di pelabuhan Sapeken. Sebagaimana dari pernyataan beliau diatas sudah menunjukkan bahwa masyarakat Sapeken memang saling tahu menahu. Bu Nik merupakan salah satu orang yang mengenal Sapeken karena beliau murid dari Pioner (Orang kepercayaan) yaitu Ustadz Dzilami. 2.1. Beberapa Budaya Pendatang di Sapeken

Masyarakat Sapeken merupakan perkumpulan orang-orang perantaun dikepulauan timur Madura, mereka berdatangan tidak hanya dari Madura saja melainkan pendatang Surabaya Jawa Timur, Jepara Jawa tengah, bahkan beberapa masih beridentitaskan Sulawesi. “Ya yang pertama budaya Sulawesi karena mayoritas penduduk disini berasal dari Sulawesi, budaya Sulawesi sebenarnya adalah budaya masyarkat disini. Kemudian muncul lagi budaya- budaya dari para pendatang misalnya: Madura, Jawa, bahkan ada pula beberapa diantaranya budaya dari Sunda. Sejauh ini, keberdaan budaya - budaya itu nampak justru memperindah keadaan. Berbeda-beda tapi dalam rajutan yang penuh dengan seni, penuh dengan keindahan.”(Ustadz Dzailamy) Mayoritas disini yaitu budaya Sulawesi merupakan sejarah latar belakang masyarakat Sapeken, sebab mereka keturunan orang Sulawesi yang merantau ke Pulau Sapeken. Alhasil masyarakat Sapeken memang berasal dari akulturasi budaya Sulawesi, namun seiring perkembangan tahun dan kebutuhan hidup yang mengaharuskan individu untuk merantau dan muncullah beberapa budaya pendatang pula dari berbagai daerah seperti Madura itu sendiri, kemudian Jawa, bahkan memang ada yang berasal dari Sunda. Keberadaan keragaman budaya di Sapeken disini memang terlihat memperindah keadaan masyarakat Sapeken. a. Budaya Bajo Budaya Bajo di Sapeken terlihat ketika orang-orang pendatang Sedangkan bahasa Indonesia mereka gunakan sebagai bahasa berkomunikasi dengan orang asing yang singgah di Pulau tersebut. Menurut salah satu warga yang menjadi anggota kepolisian disini yaitu Pak Siddik asal Sampang dan bertugas di Pagerungan Sapeken saat ditemui dilokasi penelitian: “Bahasa aja mas gak bisa bahasa sini dek, soalnya sini kan kebanyakan orangorang dari Sulawesi. Jadi ya mau gak mau ya bahasa Indonesia aja, susah bahasa sini Bajo campur Mamdar kadang ada Bugis.”(Siddiq) Penuturan beliau tersebut menunjukkan bahwa bahasa di Sapeken memang susah dipelajari jika tidak memahami bagaimana kondisi sosial orang-orang pribumi, sehingga meski beliau bertahun-tahun mengabdi disana masih belum bisa mengikuti bahasa mayoritas yaitu Bajo. Hal ini secara tidak langsung, masih kurangnya pemahaman komunikasi pendatang dengan pribumi tentang adanya Bajo, Mandar bahkan Bugis. Demikian tidak membuat warga Sapeken tidak menerima orang asing, dan sebaliknya pendatang meski tidak

memiliki kemampuan bahasa mayoritas ini, bahasa Indonesia adalah alternatif bahasa nasional Sapeken (Pribumi) maupun pendatang dalam berkomunikasi. b. Budaya Mandar Budaya mandar di Sapeken dulu cukuplah banyak, namun seiring perkembangan tahun sudah punah. Budaya ini terdapat di Kampung Mandar Desa Sapeken, salah satu informan yang bisa ditemui saat itu adalah seorang nelayan asli Sapeken. Dalam perjalanan hidupnya beliau mengalami hibridisasi dengan perempuan etnis jawa, kemudian membawa istrinya dan menetap di Kampung Mandar Desa Sapeken. c. Budaya Bali Bali memiliki pelabuhan Sangsit daerah Singaraja, pelabuhan ini merupakan transportasi alternatif warga Sapeken yang akan merantau ke Bali, Sedangkan pelabuhan Sapeken sendiri, tiap paginya selalu ramai kapal-kapal dari Bali, mereka membawa sayur mayur dan beberapa kebutuhan pokok untuk diperjual belikan. Banyak orang-orang Sapeken yang berbondong-bondong untuk membeli, bahkan masih dilakukannya sistem barter. Barter dilakukan ketika ombak, sebab jarang yang berani berlayar, hanya ada beberapa kapal yang berjalan sehingga hal ini membuat Sapeken cukup kekurangan kebutuhan tambahan. Apalagi jika pada saat hari lebaran besar hindu, orang-orang Sapeken kembali pulang ke Sapeken karena bahan pokok melonjak. Jadi mereka melaSeperti pengakuan Bu Salwa salah satu warga asli Sapeken yang harus kulakan atau mencari bahan dagangan di Bali. “Sekarang ini mau acara Galungan di Bali, jadi apa-apa mahal. Buah alpukat saja biasanya murah sekarang mahal. Makanya saya selain jual Bantal kreditan, ya jaul es campur.”(Bu Salwa) Penuturan informan saat itu bertepatan dengan peringatan Hari Besar Galungan, jadi memang kebutuhan pokok sangat melonjak mahal, khususnya Buah-buahan. Alhasil Sapeken yang berkulakan (memesan) bahan barang dagangan dari Bali harus menunggu setelah acara Galungan selesai baru akan murah lagi, jadi bagi yang berdagang dengan bahan dasar pokok yang mendatangkan dari Bali terpaksa mencari ide lain dalam berwirausaha seperti barang dagangan yang dibutuhkan jangka panjang, bahkan bagi yang berjualan Es Buah/Campur memilih untuk libur sementara. d. Budaya Jawa

Budaya Jawa di Sapeken cukup banyak, terlihat dari para pedagang jual beli yang terdapat disana berasal dari jawa timur seperti Madiun, Malang, Surabaya bahkan Lamongan pun ada. Budaya jawa disana tampak pada kesopanan, ketika seorang pendatang yang belum mengerti bahasa mayoritas maka mereka menggunakan bahasa non verbal. Senyuman adalah sapaan orang-orang Sapeken ketika bertemu dengan orang yang baru dikenal. e. Budaya Madura Secara fisik Sapeken dengan Madura tidak berbeda, namun pola pikir budaya Sapeken yang sudah menganut pendahulu Sapeken. Adab bertamu di Sapeken sama halnya di Madura, mereka sangat mengelu-elu kan tamu dengan jamuan yang ada. Mereka sangat senang ketika ada tamu dirumahnya, bagi mereka tamu adalah sumber rejeki. Madura dengan Sapeken kaitannya yaitu pada soal tamu menamu, dan juga religus (keagamaan) “Ada, seperti budaya tamu menamu. Budaya Madura Sumenep itu kan sangat kuat rasa hormat kepada tamu. Justru mempengaruhi cara adat tamu menamu,bertamu. Terutama dalam bidang kesopanan. Sumenep itu kan bagian Madura yang dianggap paling halus, sebab pernah ada kerajaan disini . Itu banyak sangat berpengaruh disini, walaupun orang sini tidak merasa. Tetap saja budaya itu budaya Madura, kalau saya jujur saja. (Ust.Dzailamy) Adapun budaya tamu menamu di Madura sangat kental, mulai dari Bangkalan hingga Sumenep. Sumenep yang terkenal logat bahasa paling lembut dan sopan. 2.2. Proses Komunikasi AntarBudaya di Sapeken Proses Komunikasi AntarBudaya Guddy Kunt diambil oleh peneliti berdasarkan pada relitas yang ada pada subjek penelitian. Pada masyarakat Sapeken, terlihat : Masyarakat Pribumi

Berkomunikasi

Mayarakat Pendatang.

Skema diatas menunjukkan berinteriaksi menggunakan berbagai penguasaan pesan baik bagaimana bahasa bawaan dari budaya masing-masing. Kesimpulannya masyrakat yang melalui akulturasi dan menghuni di Sapeken secara tidak langsung melakukan transfer budaya mereka, maka dari itu teori ini cocok mendeskripsikan bagaimana Model Guddy Kunt ini melihat komunikasi AntarBudaya tersebut.

Gudykunst dan Kim merupakan model komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antar orang-orang yang berasal dari budaya berlaianan, atau komunkasi dengan orang asing (stranger). Model komunikasi ini pada dasarnya sesuai untuk komunikasi tatap muka,

khususnya antara dua orang. (Mulyana,2007:168) Teori ini mengasumsikan bahwa dua orang lain etnis yang setara dalam berkomunikasi, masing-masing sebagai pengirim dan sekaligus sebagai penerima, atau keduanya sekaligus melakukan penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding). Model ini meliputi faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya pandangan dunia (agama), bahasa, juga sikap kita terhadap manusia. “Ya yang pertama budaya Sulawesi karena mayoritas penduduk disini berasal dari Sulawesi, budaya Sulawesi sebenarnya adalah budaya masyarkat disini. Kemudian muncul lagi budaya- budaya dari para pendatang misalnya: Madura, Jawa, bahkan ada pula beberapa diantaranya budaya dari Sunda. Sejauh ini, keberdaan budaya - budaya itu nampak justru memperindah keadaan. Berbeda-beda tapi dalam rajutan yang penuh dengan seni, penuh dengan keindahan”(ustadz.Dzailamy) Pernyataan tersebut membuktikkan bahwa tidak hanya orang Bugis Sulawesi saja seperti yang orang awam dengar, melainkan orang-orang dari Jawa seperti Jawa Tengah, bahkan dari Madura juga masih ada yang menjadi Pendatang di Sapeken. Hal inilah yang memang menjadikan Model Komunikasi AntarBudaya ini sangat unik terlaksana, sebagaimana ada yang hanya menggunakan bahasa Indonesia ada pula yang memang sudah Mahir seperti Bu Asmuni Sekeluarga menggunakan bahasa bajo. a. Cultural Sapeken Teori Guddy Kunt membantu peneliti menunjukkan bahwa Kultur atau budaya di Sapeken memang sudah mengarah pada Budaya Bajo, salah satu penuturan masyarakat: “Yang pertama, amat sangat penting masyarakat setempat disini mengetahui KAB. Sebab dengan mengetahui itu, mereka akan dapat mewaspadai segala sesuatu yang bisa timbul karena pertemuan yang kadang-kadang bersifat senggolan. Yang bisa melahirkan sesuatu yang tidak enak dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Di pulau kita ini, hubungan antar keduanya bagus berjalan dengan rapi, dan tidak ada sentuhan – sentuhan

yang negatif yang melahirkan senggolan – senggolan, semuanya berjalan dengan baik. Yang sedikit agak kurang adalah: sekarang ini tidak sedikit diantara anggota masyarakat disini yang karena desakan ekonomi mencari lahan kerja ditempat – tempat yang lain , dimana kemudian pulang keisini membawa budaya- budaya baru yang bertentangan dengan agama disini sekaligus juga bertentangan dengan budaya asli disni. Jadi itu aja, saya kira kalau dikatakan budaya yang datang itu memang budaya sudah dari sana, tapi ya kita anggap itu negatif karena dampaknya tidak bagus bagi kelangsungan generasi kita.”(Ust.Dzailamy) Hasil wawancara diatas sudah jelas bahwa mayoritas Sapeken adalah warga etnis pendatang, sehingga meninmbulkan keselarasan budaya. Adapun mereka menanggapi adanya budaya yang masuk merupakan interiaksi sosial warga pribumi dengan pendatang. Jadi hal ini bisa terlihat ketika budaya perantau berkomunikasi dengan warga sekitar (warga pendatang). Disini peneliti mengajukan pertayaan apakah ada bebrapa hambatan-hambatan dalam berkomunikasi antar pendatang, orang sapeken menerima orang pendatang itu apakah komunikasinya mereka mengalami kesulitan dalam berbahasa, karena bahasanya yang baru. “oke, dari segi bahasa sama sekali tidak ada hambatan, karena masyarakat disni sampai lapisan yang paling rendah memahami bahasa indonesia, bahkan bebrapa bahasa jawa itu sudah banyak ditangkap dan dipergunakan oleh masyarakat disni, termasuk bahasa Madura itu sendiri. Jadi sejauh ini tidak ada hambtan2 komunikasi dari segi bahasa,dari segi perilaku, bentuk-bentuk budaya, tidak ada, semua berjalan secara sinergi.”( Ust.Dzailamy) b. Social Culture Sapeken (Sosial Budaya) Sosial budaya ini apakah dalam berkomunkasi antarbudaya ini bisa disebut juga lingkup dengan sosial budaya itu sendiri. Bagaiamana masyarakat Sapeken berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, kemudian respon orang-orang pendatang menanggapi atau mem-feedback dari bahasa orang-orang pribumi. “ya betul, kultur atau sosial budaya itu Memang, memang pernah kita menemukan sedikit, tapi bentuknya bukan ini, bukan benturan atau senggolan tapi bentuknya naik dalam bentuk kecemburuan sosial. Itu dimana saja, para pendatang itu, ya memang datang itu lebih banyak memang mencari lapangan baru.begitu datang, mereka sangat aktif, sehingga pendatang nampak lebih maju. Nah, itu nampak dimana saja, seperti di Kalimantan cemburu pada orang Madura. Seperti juga disini, tapi alhamdulillah dapat kita upayakan melemahkan bahkan hilang sama sekali. Salah satu diantaranya pendekatan pada para pendatang, misalnya silaturrahim. kita bentuk pengajian para pedagang dari jawa. Yang hadir pada waktu itu, ada tokoh-tokoh masyarakat,bahkan kepala desa juga kita hadirkan. Sehingga dengan adanya pengajian seperti itu kecemburuan-kecemburuan yang dikhawatirkan itu hilang sama sekali.”(Ustadz Dzailamy)

Penuturan beliau menjadikan Sosial Kultur dan sosial budaya ini dalam bersosial antarbudaya tentunya ada beberapa interiaksi yang menunjukkan perilaku signifikan terhadap bahasa verbal maupun non verbal. Adapun bagaimana dampak budaya baru yang masuk, haruslah menjadi hal yang menggambarkan ciri khas tersendiri namun tidak menjadikan sebuah kecemburuan sosial yang tidak di inginkan. “Tidak ada yang menononjol atu signifikan, semuanya wajar. Kalau ada seorang wanita muda yang dipanggil ibu yang datang, itu justru letak penghormatan yang tinggi. Jadi ibu-ibu disini menyebut para remaja pendatang yang bukan remaja, yang bukan anakanak ‘dengan ibu’ itu rasa penghormatan, jadi kalau seorang gadis apalagi yang nampak berjilbab itu sangat dihormati,itu disebut ‘ibu’ . Itu tau juga itu belum menikah, belum punya pacar. Karena rasa hormat, demikian pula kalau melihat orang baru, itu justru rasa hormat hanya saja perlu dijelaskan. Bukan karena terlalu tua sehingga dipanggil demikian.”( Ust.Dzailamy) Beberapa hal yang jarang dikenal masyarakat awal, bahwa sebuah keterkaitan adat dengan sosial budaya yaitu hal-hal kecil seperti julukan. Di sapeken penghormatan laki-laki kepada perempuan yaitu dengan menyebutnya “ibu/bapak”, hal demikian karena memang secara masyarakat sudah kebiasaan yang melekat sejak dulu. Demikian hal yang terkadang orang awam jarang mengerti, Sapeken banyak memberikan hal unik dari social culture atau sosial budaya. c. Pziko Culture Sapeken (Pzikolog Budaya) Ada hal yang cenderung Komunikator adalah warga pribumi yang welcome atau menerima baik pendatang. Memaksudkan apa yang mereka (orang Sapeken) katakan dengan bahasa yang digunakan yaitu meminimalisir konflik yang ada, sebagaimana mewaspadai hal yang cenderung negatif. “Nah itu memang betul ada kecenderungan begitu, tapi tidak dimaksudkan untuk menyinggung para pendatng. Mereka lebih suka menggunakan bahasa mereka apabila berhubungan, dengan tujuan antara lain agar tidak mengetahui keberdaan dirumah tangga itu. Misalnya rumah tinggalnya sederhana,gak ada kasur gak ada apa-apa itu biasa mereka disini. Supaya tamunya cenderung merahasiakan kelemahannya, karena keinginan menghormati tamunya. Itu biasanya dimasyarakat lapisan bawah, yang kebutuhan ekonominya lemah. Nah sangat hormat pada pendatang, sampai pada saat makan malam menggunakan bahasa Sapeken, biasanya tamunya gak boleh tahu. Bahwa sebenarnya persiapan hampir habis, ya gak boleh tahu........................ ”(Ustadz Dzilamy) Psiko Budaya juga dipengaruhi lamanya sebuah adat itu berdiri dan sudah menjadi prinsip turun-temurun, jadi semakin bertamabahnya tahun tidak dengan begitu saja peradaban bisa langsung masuk. Mereka secara bertambah namun pasti.

“oh sudah lama sekali, sudah mulai tahun ini, saya pikir tahun 1958 keatas. Semakin tahun yaitu semakin naik grafiknya itu.”(Ustadz Dzilamy) Budaya bersifat berkembang tiap tahunnya, seperti dari 2010 saja tahun 2013 dulu belum ada Telkom. Bahkan seiring tahun Sapeken mulai memunculkan Wifi, Jadi perubahan tersebut merupakan sebagian dari sebuah identitas budaya baru yang perlu di pertahankan tentunya dengan prinsip budaya yang ada. 2.3. Budaya Baru Masyarakat Sapeken Pengaruh pembentukan identitas budaya terlihat pada hasil akulturasi di Sapeken, seperti halnya. a. Tradisi Budaya Sapeken Menurut kepercayaan ini, seseorang akan semakin cantik dan tampan jika melakukan tradisi tersebut. Sebagaimana menurut penuturan salah satu informan: “Bukan, Pok-pok itu sebuah renkarnasi. Tradisi itu biasanya ceweknya menjdi cantik-cantik dan yang cowok jadi ganteng-ganteng.(Pak Bahri) Sebagaimana Masyarakat Sapeken juga memiliki Sebuah Tradisi selain kegiatan pengajian guna mempertemukan antar individu atau silaturrahim kekeluargaan. Ada juga yang di yakini, tujuan tradisi yaitu sebagai wujud keberadaan norma adat terdahulu yang dibawa nenek moyang. Beberapa informan mengakui bahwa ada sebuah sejarah mengenai tradisi yang masih berjalan hingga sekarang yaitu “Pok-Pok” artinya Tradisi nenek moyang yang dijalankan saat bulan purnama tiba. b.

Bahasa Bajo sebagai Bahasa Mayoritas Kita tidak dapat mengatakan bahwa masyarakat kita merupakan masyarakat

multikultural jika kita tidak mempunyai kelompok-kelompok etnik yang berbeda dalam kebudayaan, bahasa, nilai-nilai, adat istiadat, dan tata kelakuan yang diakui sebagai pengetahuan dan jalan positif untuk menciptakan toleransi dalam sebuah komunitas. Seperti hal nya Sapeken, Bahasa yang digunakan orang-orang setempat adalah Bahasa Bajo. Bahasa ini menjadi alasan kuat sebagaimana penuturan Informan yang selama 23 tahun menjabat sebagai kepala desa daerah Sapeken kecamatan Sapeken.

2.4. Metro Kepulauan Masyarakat Sapeken Metro kepulauan adalah hasil dari penelitian ini, sebagaiamana Sapeken merupakan Kepulauan Madura yang memiliki berbagai kebudayaan yang unik dan alam yang baik bagi masyarakat setempat. Menurut seorang Pioner ( tokoh yang dipercaya) adapun beberapa budaya yang membuat Sapeken berbeda dengan budaya sebelumnya yaitu antara budaya asli dan juga budaya tidak asli lagi. “oh ya memang perlu kejelasan, terutama sekali dari orang-orang tua yag mengetahui persis budaya asli dan yang tidak asli, jadi InsyaALLAH setelah mendapt penjelasan mereka akan maklum juga. Karena selama ini tidak adayang persoalan seperti itu disini.(Ustdz. Dzailamy) Dari pernyataan diatas, budaya bisa dikatakan sudah tergerus budaya asing apabila masyarakatnya tidak memiliki pengetahuan mengenai adat budaya itu sendiri. Khususnya para orangtua adalah orang-orang yang dianggap faham betul bagaimana seluk beluk Sapeken dan juga perkembangannya. Alhasil pernyataan diatas menghasilkan sebuah deskriptif sebagai berikut: a. Budaya asli Budaya asli Sapeken adalah mayoritas suku Bajo, sebagaimana menggunakan bahasa Bajo bukan bahasa Madura. Adapun bahasa Bajo diyakini sebagai bahasa komunikasi bawaan pendahulu atau nenek moyang, sehingga akan tetap menjadi sebuah identitas lekat hingga sekarang. Sapeken itu sendiri menjalin hubungan perdagangan sejak jaman terbentuknya pulau tersebut, seperti mata pencaharian nelayan karena memang Sapeken terletak di kelilingi lautan. Mereka memanfaatkan kekayaan alam mencari mutiara sebagai barter dengan pulau tetangga dan menghasilkan sebuah perdagangan antar budaya, ada pula menjalin hibridisasi dengan antar pulau sehingga memiliki keturunan dan kemudian mendirikan tempat tinggal di Sapeken. seiring berkembangnya jaman kumpulan orang-orang ini menjadi sebuah rumpun keluarga yang disebut Masyarakat. Didalam masyarakat ini timbullah pola pikir yang dinamis sehingga mengikuti perkembangan jaman yang selalu berusaha untuk menjalani kehidupan lebih baik. Faktor ekonomi pun mulai merubah persepsi individu menganai dunia luar Sapeken, kemudian terbentuklah upaya merantau guna menjalin hubungan perdagangan lebih luas lagi dan pulang mengenalkan pendidikan yang lebih maju, baik pendidikan meteriil maupun

non materi. Alhasil tinggal para orangtua lah yang mendiami Sapeken dan melanjutkan kehidupan sosial yang bermasyarakat dan tetap menggunakan adat yang berlaku seperti sebelumnya. b. Budaya tidak Asli Budaya tidak asli yang dimaksud disini dalam artian akibat terpengaruhnya akulturasi yang dibawa oleh para pendatang maupun orang-orang Sapeken yang pulang dari perantauannya. Seperti halnya telah disebutka pada beberapa budaya pendatang yaitu bawaan dari budaya Bajo yang merantau di Sapeken lagi, ada pula yang dari pulau tetangga Bali, Sabuntan, Sepanjang, bahkan ada pula yang dari Jawa seperti Surabaya, Solo, Jepara, Banywangi. Dikatakan budaya Sapeken tidak asli bukan berarti melupakan adat budaya yang melekat, namun sudah ada pembaharuan yang baru dan menjadi sesuatu yang dikembangkan. Seperti gaya pakaian sudah ada sejak dulu, akibat bawaan dari budaya asing. Hal ini tidak menjadi sebuah namun juga tetap pada tradisi yang ada di Sapeken. Dikatakan

Metro Kepulauan ini adalah Sapeken merupakan budaya yang telah

berhasil selektif memilah milih budaya yang masuk, meski demikian tidak dipungkiri dampak positif negatifnya menjadi suatu budaya yang berkesinambungan dan menjadi budaya yang indah dengan berbagai etnis yang ada di pulau pertemuan ini. Metro kepulauan terbukti dengan adanya rumah panggung di Sapeken yang tampak hampir semua memiliki satelit telivisi layanan, kemudian para pedagang mampu memenuhi kebutuhan tersier (mewah), terlebih dari anak muda sudah mulai menikmati dunia kerja dan pulang membawa beberapa kebiasaan saat diperantauan maupun daerah asal. Beberapa bahasa verbal maupun non verbal merupakan suatu pola pikir yang baru sehingga penggunaan ruang pu terhadap lingkungan Sapeken berkurang. Seperti bahasa-bahasa kebiasaan seperti berikut: Pribumi (asli Sapeken) : “ Tekke Manenje Kou?”002 Pendatang

: “Tekke Bali, engko penje !”003

Komunikasi diatas mernunjukkan kepedulian masyarakat Sapeken terhadap orang yang baru pulang dari perantauan. Namun jika pada orang pendatang yang baru, mereka akan menanyakan dengan non verbal berupa senyuman atau bahkan bagi mereka yang

terbuka akan tidak segan-segan bertanya siapa? dan hendak kemana? Seperti contoh berikut: Pendatang : “Nyanyaloh bu’, Napenje? Pendatang baru

: “mau ke rumah....”(sambil senyum)

Meski jarang orang baru langsung mengenal dan mengerti bahasa Bajo, namun mereka pendatang faham ada kata-kata sapaan Bu/Pak yang membuktikan bahwa orang Sapeken tersebut sedang berbicara dengan dirinya dan menanyakan perihalnyahendak kemana. Demikian ini adalah persepsi psiko budaya Sapeken dalam menanggapi metro kepulauan yang dimaksud seperti adanya. Hasil penelitian ini merupakan suatu kajian budaya yang melihat bagaimana interiaksi orang-orang Kepulauan Timur ini terutama Sapeken menerima budaya asing dengan berbagai etnis sehingga menmbentuk sebuah identias budaya baru bagi Sapeken dan diakui. III. PENUTUP Komunikasi AntarBudaya sangat penting dipelajari untuk kelangsungan hidup bersosial dilingkup masyarakat yang beragam budaya. Masyarakat Sapeken secara fisik pemerintahan masih Kabupaten Sumenep Madura, namun secara adat Sapeken memiliki adat yang berbeda. terdiri dari etnis pendatang diantaranya Etnis jawa, etnis, Sulawesi / Bajo, dan juga etnis Bali bahkan etnis Madura. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Metro Kepulauan memiliki artian yang luas diantaranya suatu masyarakat desa yang mampu mengikuti perkembangan jaman yang memang perlu untuk di ikuti tentunya dalam batas wajar. Demikian, Sapeken sudah termasuk masyarakat yang memiliki identitas budaya baru yang memang tidak hanya segi kebutuhan hidup seperti Handphone, Kulkas, Satelit Televisi layanan namun semua itu dipengaruhi pola pikir indivdu yang mampu bersaing dengan kemajuan jaman tanpa meninggalkan identitas asli sebagai warga desa yang cenderung dikenal tertinggal. Alhasil Sapeken secara geografis yang berada ditengah-tengah pulua-pulau kecil ini menjadi titik pusat pertemuan antar pulau-pulau lain. Dalam penelitian ini juga menemukan sebuah hasil dari proses komunikasi antarbudaya masyarakat Sapeken ini merupakan suatu temuan baru yaitu sebuah Masyarakat Metro Kepulauan. Dikatakan Metro Kepulauan ada beberapa faktor jika dipadukan dengan teroi Komunikasi AntarBudaya Guddy Kunts, secara umum Sapeken memiliki:

1.

Sosial Kutur Sapeken Sapeken memiliki Budaya Merantau yang cukup kuat, selain itu nelayan

merupakan mata pencaharian warga dari turun temurun. Alhasil masyarakat memunculkan interiaksi sosil yang baru yaitu berdagang, selain itu Sapeken sudah banyak perubahan dalam hal pendidikan, terbukti adanya lembaga sosial masyrakat yang ada di Sapeken. 2.

Psiko Kultur Sapeken Psiko Kultur terlihat sebagaimana cara individu berkomunikasi antar satu budaya

dengan budaya lain. Seperti ketika seseorang berjumpa pertama kali menggunakan senyuman, bagaimana masyarakat menerima kedatangan sesorang tersebut kemudian seiring waktu akan muncul dengan kebiasaan. Psiko Kultur tidak hanya melihat bagaimana verbal seseorang namun juga non verbal dlam berkomunikasi antarbudaya. 3.

Akulturasi Akulturasi masyarakat Sapeken merupakan proses komunikasi antar satu

budaya

dengan budaya lain yang telah masuk dan memberikan dampak tertentu pada suatu daerah mulai dari gaya hidup, berpakaian, bahkan kebutuhan tersier lainnya. Hal ini karena percampuaran budaya satu dengan budaya lain, sehingga menciptakan pola pikir individu untuk selektif memilah apa saja budaya yang masuk. Disamping itu proses akulturasi tidak begitu saja menggerus masyarakat Sapeken, adanya pioner yang menjadi panutan warga lah menjadikan 4. Identitas Budaya Baru Identitas Budaya Baru yang di maksud disini adalah suatu identitas yang melekat dari aturan adat maupun pengaruh lingkungan, Metro Kepulauan di Sapeken memiliki banyak arti jika dikaji, banyak perubahan dari tahun ke tahun. Seiring perkembangan jaman, Sapeken . DAFTAR PUSTAKA Aw Suranto.2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu . Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja RosdaKarya Offset. Liliweri Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta.

Mulyana, Deddy. Rakhmat, Jalaludin. 2009. Komunikasi Antar Budaya: Panduan Berkomunikasi Dengan Orang- Orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya. Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Moleong, J. Lexy. 2012. Metode Penelitian Kualitatif: edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya offset. Rakhmat,Jalaludin. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya