QUO VADIS RUU INTELIJEN? - yimg.com

8 downloads 115 Views 574KB Size Report
Human Dignity. 'the quality of being worthy of esteem or respect'. “All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason ...
QUO VADIS RUU INTELIJEN?

Majda El Muhtaj Kepala Pusat Studi HAM Unimed

• Human Dignity ‘the quality of being worthy of esteem or respect’ “All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood.” (Pasal 1 Duham 1948)

Everyone has a right to human dignity. It is this strong moral conviction that drives us to pursue a more active human rights policy.

• Human rights: based on the concept of inherent dignity of all members of the human family: --------1. 2. 3. 4.

Universal; Inalienable; Indivisible; Interdependent

• Human Security “Protect*s+ the vital core of all human lives in ways that enhance human freedom and human fulfillment. Human security means protecting fundamental freedoms - freedoms that are the essence of life. It means protecting people from critical (severe) and pervasive (widespread) threats and situations. It means using processes that build on people’s strengths and aspirations. It means creating political, social, environmental, economic, military and cultural systems that together give people the building blocks of survival, livelihood and dignity.”

Human security: “freedom from fear and freedom from want”. 1. Political responsibility; 2. Political mechanism and accountability

Human rights education, learning and dialogue must evoke critical thinking and systemic analysis with a gender perspective about political, civil, economic, social and cultural concerns within a human rights framework (Schulamith Koenig, PDHRE)

Human rights education is all learning that develops the knowledge and skills, and values of human rights, promotes fairness, tolerance and dignity, and the respect of the rights and dignity of others. (Nancy Flowers, Human Rights Resource Center, University of Minnesota)

KEWAJIBAN NEGARA • • • •

Kewajiban untuk menghormati Kewajiban untuk melindungi Kewajiban untuk memajukan Kewajiban untuk memenuhi

Pasal 28I ayat (4) UUDNRI Tahun 1945 Human rights and fundamental freedoms are the birthright of all human beings; their protection and promotion is the first responsibility of Governments (Deklarasi Wina Tahun 1993)

8

States have the duty... ... to respect human rights: no state organ may violate them; ... to protect human rights: the state has to prevent human rights violations among the people on its territory; ... to fulfil human rights: international obligations need to be implemented and transformed into national law so that any individual can claim them.

Evolusi Interaksi Intelijen-Negara Indonesia 1945-2004

• Militerisasi Intelijen 1945 - 1949

1950 - 1959 • Politisasi Intelijen Militer

• Intelijen Politik 1960 - 1965

1966 - 1997 • Negara Intelijen

• Intelijen Keamanan 1997 - 2004

INTELIJEN INDONESIA Era Soekarno --- Intelijen Perjuangan • Badan Istimewa --- Sep. 1945 --- Zulkifli Lubis; • Badan Kerahasiaan Negara/BRANI --- Mei 1946; • Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP) --- 1952 --T.B. Simatupang; • Badan Koordinasi Intelijen (BKI) --- Des 1958 --- Pirngadi • Badan Intelijen Pusat --- Nov 1959 --- Subandrio;

Era Soeharto --- Intelijen Pembangunan • Komando Intelijen Negara --- Agust 1966 --- Yoga Sugama; • Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) --- Mei 1967 --Soedirgo; • Badan Intelijen Strategis (BAIS) --- 1983 --- LB Moerdani • Badan Koordinasi & Stabilisasi Nasional (Bakorstranas) --1988 --- Try Sutrisno; • Badan Intelijen ABRI (BIA) --- 1993 --- Faisal Tanjung (Moetojib)

Era Habibie • Bakin --- 1998 --- Z.A. Maulani

Era Gus Dur • Bakin --- 2000 --- Arie J. Kumaat;

Era Megawati • BIN --- 2002 --- A.M. Hendro Priyono

Era SBY • BIN --- 2004 --- Syamsir Siregar; • BIN --- 2009 --- Sutanto

Regulasi Intelijen 1. Kepres No. 103 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Non-Departemen; 2. Inpres No. 5 Tahun 2002 kepada Kepala BIN ------- Kamnas 3. Permendagri No. 11 Tahun 2006 tentang Pembentukan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda); 4. Permendagri No. 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah; -------- GAMANG Perpres No. 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara

Reformasi Intelijen Indonesia • Hakikat: – Bagian dari sistem keamanan nasional – Merupakan sistem peringatan dini – Berhubungan dengan sistem manajemen informasi • Tujuan: – Membentuk intelijen profesional; – Menegaskan fragmentasi intelijen; – Membangun pengawasan berlapis; – Menegaskan penegakan hukum berkeadilan dan menghormati HAM.

RUU Intelijen • Perpres No. 34 Tahun 2010 tentang BIN= lembaga pemerintah non kementerian melaksanakan tugas pemerintah di bidang intelijen • Prolegnas Prioritas Tahun 2011 (No. 15 dari 88 RUU); • RUU Intelijen --- DPR (versi Des 2010= 10 bab dan 46 pasal)

• DIM Pemerintah (versi 3 Maret 2011); 1. Harmonisasi RUU Kamnas RUU Rahasia Negara?; 2. Cakupan intelijen negara, intelijen nasional, intelijen alat negara & intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian?; 3. Intelijen (pengetahuan, organisasi dan aktivitas); 4. Intelijen negara= lembaga pemerintah?; 5. Intelijen negara= penegak hukum? 6. LKIN --- BIN (koordinator penyelengara intelijen negara?);

Catatan: 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Konsideransi --- memuat UU HAM & hasil ratifikasi instrumen HAM PBB Intersepsi --- intercept= to stop subject --- vulnerable to abuse (perlu standardisasi & mekanisme rijid) --- specific regulation; Informasi rahasia intelijen (UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP); Pemeriksaan intensif --- DIM Pasal 15 (7 x 24 jam) Penahanan --- only obtained by law enforcement officials; LKIN; Pengawasan oleh Komisi I DPR; Mekanisme Komplain --- rights of victims; Koordinasi lembaga intelijen (TNI, Polri, kejaksaan, kementerian)

DIPERLUKAN PEMBAHASAN YANG LEBIH KOMPREHENSIF

Analisi DIM • Menimbang huruf d: “bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan ketatanegaraan, penyelenggaraan intelijen negara sebagai lini pertama dari Keamanan Nasional perlu diatur secara lebih komprehensif.”

-------------Mengandung makna sebagai lembaga negara dan lini pertama dari kamnas (RUU Kamnas belum rampung)

• RUU Kamnas masuk dalam Prioritas Prolegnas 2011 (No. 67 dan 68 dari 88 RUU= pemerintah): 1. No. 67 “RUU tentang Revitalisasi Industri Strategis Pertahanan dan Keamanan Nasional;” 2. No. 68 “RUU tentang Keamanan Nasional”

• Pasal 1 angka 2: “Intelijen Negara adalah lembaga pemerintah yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan seluruh atau sebagian fungsi intelijen.”

Kamnas? Gangguan, bahaya & ancaman kamnas?

• Pasal 1 angka 6: “Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Intelijen dan dilindungi kerahasiaannya.” Bandingkan dengan ketentuan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP

• Pasal 1 angka 7: “Masa Retensi Rahasia Intelijen adalah jangka waktu perlindungan rahasia intelijen.”

Masa retensi= masa habis penyimpanan arsip. Bandingkan dengan UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Patut ditegaskan sampai berapa lama (10, 15 atau 20 tahun).

• Pasal 1 angka 9: “Pihak Lawan adalah pihak dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kegiatan yang dapat merugikan kepentingan nasional.”

Frasa “pihak lawan” mengundang multitafsir.

• Pasal 1 angka 11: Frasa kejahatan transnasional setuju dihapus.

• Bagian Kedua (Pasal 9-16): Frasa “Penyelenggara Intelijen Nasional” oleh “Badan Intelijen Negara”

Kewenangan yang ditambahkan pada DIM Pasal 15 Pencegahan; Penangkalan dan Pemeriksaan Intensif sangat ekstensif dan eksesif.

• Pasal 17 “Penyelenggara Intelijen Alat Negara dan Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang menyelenggarakan fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b terdiri atas: Intelijen TNI; Intelijen Polri; Intelijen Kejaksaan; dan Intelijen Kementerian/Lembaga Pemerintah non Kementerian.” Rancunya posisi BIN (Perpres No. 34 Tahun 2010) & keniscayaan koordinatif- implementatif? Bandingkan kewenangan BIN pada DIM Pasal 11).

Rancunya penggunaan frasa “intelijen negara;” “intelijen nasional;” intelijen alat negara;” dan intelijen kementerian/lembaga nonkementerian?

Implikasinya pada rekrutmen “personil intelijen negara” & pola kerjanya. Bandingkan dengan DIM Pasal 26 “Sekilah Tinggi Intelijen Negara.”

• Pasal 29: “ (1) Rahasia intelijen merupakan bagian dari rahasia negara; (2) Rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa retensi.

Rahasia intelijen= rahasia negara. RUU Rahasia Negara belum rampung (Prioritas Prolegnas Tahun 2011 No. 66 dari 88 RUU)

• Pasal 30: “Setiap orang dilarang membuka rahasia intelijen.”

Pasal ini “Berbahaya.” Bandingkan dengan ketentuan DIM Pasal 29 ayat (3): “Ketentuan mengenai masa retensi rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku terhadap rahasia intelijen yang apabila dibuka dapat membahayakan keamanan nasional.” Lalu apa kaitannya dengan penegasan adanya masa retensi? Bandingkan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

• Pasal 31: “ (1) Kepala BIN karena jabatannya melaksanakan fungsi sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara. Masih butuh koordinasi maksimal dengan lembaga-lembaga yang ada, Baintelkam (Polri); Jaksa Agung Muda Intel; dll., khususnya dengan BIN Perwakilan di Daerah & Satgassus (DIM Pasal 33 huruf c). Sementara BIN berada di bawah & bertanggung jawab kepada presiden (DIM Pasal 10 & 35).

RUU Intelijen harus ditunda karena mengandung banyak kelemahan. Haruslah diselesaikan lebih awal RUU Kamnas, RUU Rahasia Negara & RUU Revitalisasi Industri Strategis Pertahanan dan Keamanan Nasional

Patut dipikirkan masuknya intelijen ke dalam Perubahan UUDNRI tahun 1945. Bandingkan Pasal 209-210 Konstitusi Afrika Selatan: Any intelligence service, other than any intelligence division of the defence force or police service, may be established only by the President, as head of the national executive, and only in terms of national legislation.

National legislation must regulate the objects, powers and functions of the intelligence services, including any intelligence division of the defence force or police service, and must provide for: (a) the co-ordination of all intelligence services; and (b) civilian monitoring of the activities of those services by an inspector appointed by the President, as head of the national executive, and approved by a resolution adopted by the National Assembly with a supporting vote of at least two thirds of its members.

SEMOGA BERMANFAAT,