Selanjutnya - Pengadilan Tinggi Agama Medan

64 downloads 2058 Views 103KB Size Report
sidang tetapi berkekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik, yaitu: Akta. Komparasi dan Akta ..... bb) Dalam kitab Tarsyihul Mustafidiin hal. 415, yang .... Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan. Mahkamah  ...
Dalil-dalil Qur'an, Hadits dan Aqwal Fuqaha dalam Putusan Pengadilan Agama. Oleh : Erlan Naofal, S.Ag, M.Ag[1]

Pendahuluan Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu [2]yang tugas pokoknya adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan Kepadanya. Produk pengadilan agama sebagai bentuk penyelesaian perkara yang diperoleh dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan oleh hakim sebagai ujung tombak lembaga peradilan itu ada tiga macam, yaitu: 1. Putusan. 2. Penetapan. 3. Akta Perdamaian, selain itu ada pula produk Pengadilan Agama yang bukan produk sidang tetapi berkekuatan hukum seperti putusan sebagai akta otentik, yaitu: Akta Komparasi dan Akta Keahliwarisan.[3]Putusan ialah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara gugatan atau sengketa antara pihak yang berperkara (contentiosa). Penetapan sama seperti definisi diatas hanya saja perkara yang diselesaikan adalah perkara permohonan atau tanpa ada sengketa para pihak (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.[4]Putusan sebagai salahsatu produk pengadilan agama yang dijatuhkan seorang hakim sebagai hasil pemeriksaan perkara di persidangan mesti memperhatikan tiga hal yang sangat fundamental dan essensial, yaitu: keadilan (gerechtigheit), kemampaatan (zwachmatigheit) dan kepastian (rechtsecherheit).[5] Ketiga hal tersebut mesti diperhatikan secara seimbang dan proforsional, meskipun dalam praktek sangat sulit mewujudkannya. Hakim mesti berupaya semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung asas tersebut diatas. Jangan sampai putusan hakim justru menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi para pihak pencari keadilan.[6]Disamping itu, seorang hakim harus memperhatikan asas-asas putusan yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacad. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004. Adapun asas-asas putusan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, wajib mengadili seluruh bagian gugatan. Kedua; diucapkan di muka umum atau dalam sidang terbuka untuk umum. Pelanggaran terhadap asas yang kedua ini dapat menyebabkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Ketiga; tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan. Larangan ini disebut ultra petitum partium. Keempat; memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Putusan yang tidak memuat dasar dan alasan yang jelas dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) dan mengakibatkan putusan seperti itu dapat dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi.[7]

Alasan-alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan sebagai berikut; pasal-pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi dan doktrin hukum. Sebagaimana Pasal 23 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 menegaskan bahwa segala putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan mencantumkan pasal-pasal peraturan perundang-undangan tertentu yang bersangkutan dengan perkara yang diputus atau berdasarkan hukum tak tertulis maupun yurisprudensi atau doktrin hukum.[8] Abdul Manan menyebutkan bahwa dalam pertimbangan hukum, seorang hakim setelah mempertimbangkan dalil gugatan, bantahan atau eksepsi dari Tergugat serta dihubungkan dengan bukti- bukti yang ada lalu menarik kesimpulan dari semua hal tersebut diatas, selanjutnya seorang hakim menuliskan dalil-dalil hukum syara yang menjadi sandaran pertimbangannya dengan mengutamakan dalil yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits, baru pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh. [9] Pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh merupakan salah satu diantara sumber-sumber hukum acara di Peradilan Agama.[10] Namun dalam rangka unifikasi hukum berdasarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama Departemen Agama Nomor B/1/1735, tanggal 18 Februari 1958 sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang pengadilan luar Jawa dan Madura, kitab fiqh yang dapat dijadikan pedoman hukum acara ada 13 yaitu sebagai berikut; al-Bajuri, Fatchul Mu'in, Syarqowi 'ala Tahrir, Qalyubi/Mahalli, Fathul Wahhab dan Syarahnya, Tuhfah, Targhibul Musytaq, Qawaninus Syari'ah Lis Sayyid bin Yahya, Qawaninus Syari'ah Lis Sayyid Sadaqah Dahlan, Syamsuri fil Faraidh, Bugyatul Mustarsyidin, al-Fiqh 'ala Madzahib Arba'ah dan Mugnil Muhtaj.[11]Salah satu keistimewaan dan perbedaan putusan pengadilan agama dengan yang lainnya adalah adanya doktrin-doktrin dari qur'an, hadits dan aqwal fuqaha. Karenanya jika kita meneliti putusan-putusan yang terdapat pada buku yurisprudensi terutama buku yurisprudensi lama, kita akan menemukan banyak sekali dalil-dalil qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang dijadikan sandaran pertimbangan dalam putusan. Dalam makalah ini, penulis berusaha mengumpulkan dan menginventarisir dalil-dalil baik dari al-Qur'an, hadits maupun aqwal fuqaha yang penulis dapatkan dari beberapa yurisprudensi putusan Pengadilan Agama yang ada pada penulis dengan harapan bisa bermampaat bagi para pihak yang membutuhkannya terutama para hakim dalam lingkungan peradilan agama. A.

Dalil-dalil dari Qur'an

a)

QS. al-Maidah ayat 1, yang berbunyi:

‫دوقعلاب اوفوأ اونمأ نيذلا ايأ اي‬ Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu". Ayat ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor:

1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah[12] b)

QS. an-Nur ayat 6-7 yang berbunyi:

‫للاب تاداش عبرا مدحا ةداشف مسفنا الا ءادش مل نكي ملو مجاوزا نومري نيذلا‬ ‫( نيقداصلا نمل نا‬6) ‫نيبذاكلا نم ناك نا يلع للا ةنعل نا ةسماخلاو‬ Artinya:"Dan orang-orang yang menuduh istrinya berbuat zina padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang yang benar(6) Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta". Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 505/1984 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya dalam perkara gugat cerai.[13] c)

QS. al-Baqarah ayat 231 yang berbunyi:

--- ‫ اودتعتل ارارض ن اوكسمت الو‬----‫ةيالا‬ Artinya: ..... Janganlah kamu pegangi mereka (tetap sebagai isteri-isterimu) untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka............". Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[14] d)

QS. al-Ruum Ayat. 21 yang berbunyi:

‫يف نا ةمحرو ةدوم مكنيب لعج و ايلا اونكستل اجاوزا مكسفنا نم مكل قلخ نأ تيأ نمو‬ ‫نوركفتي موقل تيال كلاذ‬

Artinya:"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah, Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari dirimu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bagi tanda-tanda bagi kaum yang berakal. Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor:283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara cerai gugat.[15] e) QS. al-Isra ayat 34 yang berbunyi: ‫الوئسم ناك دعلا نا دعلاب اوفوا و‬ Artinya:"Dan tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya". Ayat diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara Cerai Gugat.[16]

f)

QS. al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

‫ءادشلا نم نوضرت نمم ناتأرماو لجرف نيلجر انوكي مل ناف مكلاجر نم نيديش اودشتساو‬ Artinya:"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (diantaramu), jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridho'i". Ayat tersebut terdapat dalam Putusan Nomor:63/1977 Pengadilan Agama Banda Aceh.[17] g)

QS. al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi:

‫ميلع عيمس للا ناف قالطلا اومزع نا و‬ Artinya:"Dan jika mereka berajam (berketetapan hati) talak maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". Ayat ini terdapat dalam pertimbangan putusan Nomor: 63/Pdt.G/1999/PA.SRG tentang perkara cerai talak.[18] h)

QS. an-Nisa ayat 35, yang berbunyi:

‫قفوي احالصا اديري نا الأ نم امكحو لا نم امكح اوثعباف امنيب قاقش متفخ ناف‬ ‫امنيب للا‬

Artinya:"Dan jika kamu khawatirkan adanya persengketaan diantara keduanya, maka utuslah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam bermaksud mengadakan perbaikan (ishlah), niscaya Allah memberi taufiq kepada keduanya". Ayat Alqur'an ini terdapat dalam Putusan Nomor: 05/1983 pada Pengadilan Agama Manado dalam perkara cerai gugat[19] i) QS. an-Nisa ayat 11 yang berbunyi: ‫نييثنألا دح لثم ركذلل مكدالوا يف للا مكيصوي‬ Artinya:"Allah telah menetapkan hukum pembagian harta pusaka, bagi seorang anak lakilaki sama dengan bagian dua orang perempuan". j) QS. an-Nisa ayat 11 yang berbunyi: ‫فصنلا الف ةدحاو تناك ناو‬ Artinya:"Dan jika ada seorang anak perempuan, maka haknya separoh bagian". k)

QS. an-Nisa ayat 12 yang be rbunyi:

‫متكرت امم نمثلا نلف دلو مكل ناك ناف‬ Artinya:"Jika kamu meninggalkan anak, maka isteri mendapat seperdelapan".

Ketiga ayat diatas pada huruf g,h,i terdapat dalam Putusan nomor: 0259/Pdt.G/1992/PA.JP dalam perkara waris.[20] l) QS. an-Nisa ayat 8 yang berbunyi: ‫الوق مل اولوقو نم موقزراف نيكاسملاو ىمتيلاو ىبرقلا اولوا ةمسقلا رضح اذاو‬ ‫افورعم‬ Artinya:"Dan apabila keluarga dekat (yang tidak termasuk ahli waris), anak-anak yatim dan orang-orang miskin, hadir pada waktu pembagian harta (warisan) maka hendaklah kamu memberi kepada mereka dari harta warisan itu dan katakanlah kepada mereka perkataan yang baik" Ayat tersebut terdapat dalam putusan Nomor: 025/1993/PTA.JK tentang perkara waris.[21] B.

Dalil-dalil dari Hadits.

a) Dalam Hadits Nabi, yang berbunyi:[22] ‫ركذ لجر ىلوالف يقب امف الاب ضئارفلا اوقحلا‬ Artinya:"Berikanlah bagian- bagian itu kepada yang berhak, sisanya untuk saudara laki-laki yang terdekat". Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor:0259/Pdt.G/1992/PA.JP pada Pengadilan Jakarta Pusat dalam perkara waris. b) Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni, yang berbunyi: ‫مطورش ىلع نوملسملا‬ Artinya:"Orang-orang Islam itu terikat pada akad perjanjian yang mereka buat".Hadits ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah[23] c)

Dalam Kitab Fiqhus Sunnah Juz II hal. 275, yang berbunyi:

‫ لاق معلص يبنلا نا سابع نبا نعف‬: ‫ادبا ناعمجي ال اقرفت اذا نانعالتملا‬ Artinya:"Dari ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW. Bersabda: Suami isteri yang li'an itu apabila keduanya bercerai tidak dapat disatukan kembali (nikah lagi) untuk selamalamanya". Hadits diatas terdapat dalam Putusan Perkara: 505/1984 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya tentang li'an dan fasakh[24] d)

Dalil dari kitab al-Muwatha Juz II hal. 28 berbunyi:

‫ةأرما امنا لاق باطخلا نب رمع نا بيسملا نب ديعس نب ىيحي نع كلام نع ىيحي ىنثدح‬ ‫مث ارشع و رشا ةعبرا دتعت مث نينس عبرا رظتنت اناف و نيا ىردت ملف اجوز تدقف‬

‫لحت‬

Artinya:" Telah mengatakan kepada saya Yahya dari Malik dari Yahya bin Sa'id bin alMusayyab, bahwa Umar bin Khatthab berkata:"Wanita manapun yang kehilangan suaminya sehingga ia tidak mengetahui lagi dimana adanya, maka bahwa dia harus menunggu 4 tahun lamanya, kemudian dia menjalankan 'iddah selama 4 bulan 10 hari, kemudia ia bebas". Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 256/1972 Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya tentang pembatalan Perkawinan.[25] e) Sabda Rasul yang terdapat dalam kitab al-Asybah wa al-Nadhair, hal 7 yang berbunyi : ‫رارض الو ررض ال‬ Artinya:"Tidak boleh menimbulkan kemudharatan dan tidak boleh saling membuat kemudharatan". Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur tentang gugat cerai.[26] f)

Sabda Rasul yang berbunyi:

‫ا‬ ‫قالطلا للا دنع لالحلا ضغب‬ Artinya:"Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq". Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat tentang gugat cerai.[27] g) Hadits Nabi dari Ibnu 'Abbas dalam kitab Subulussalam Juz IV halaman 131 yang berbunyi: ‫)ئاسنلا و دواد وباو ملسم جرخا( داشو نيميب يضق ملسو يلع للا ىلص يبنلا نا‬ Artinya:" Bahwa Nabi Saw. Pernah memutuskan perkara dengan sumpah (yang menggugat) dan seorang saksi laki-laki". Hadits ini terdapat dalam putusan Nomor: 63/1977 pada Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh[28]. h)

Hadits dari Ibnu 'Abbas yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang berbunyi:

‫ركنا نم ىلع نيميلاو ىعدملا ىلع ةنيبلا‬ Artinya:"Bukti atas orang dakwaan itu".

yang mendakwa dan sumpah atas orang yang menyangkal

Hadits ini terdapat dalam putusan Nomor: 63/1977 pada Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh[29] i)

Hadits Nabi Saw, yang berbunyi:

‫ماكحالا ديس حلصلا‬ Artinya:"Perdamaian itu adalah sumber dari peraturan hukum". Hadits diatas terdapat dalam Putusan Nomor:75/1981 Pengadilan Palopo dalam perkara waris.[30] C. a)

Dalil-dalil dari Aqwal fuqaha Dalam kitab 'Ianatut Thalibin Juz IV hal 380.

‫يعدملا عم ناك نا زئاج ززعت وا راوتب سلجملا نع وا دلبلا نع بئ اغ يلع ءاضقلاو‬ ‫ةجح‬ Artinya:"Hakim boleh memutus perkara atas orang yang tidak berada di tempat atau dari majelis hakim, baik ketidak hadirannya itu bersembunyi atau enggan, apabila penggugat ada bukti yang kuat". Pendapat ulama ini terdapat dalam pertimbangan putusan perkara nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tentang perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad pembiayaan al-Musyarakah[31] b)

Dalam kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:

‫ل قح ال ملاظ وف بجي ملف نيملسملا ماكح نم مكاح ىلا يعد نم‬ Artinya:"Barangsiapa yang dipanggil untuk menghadap pengadilan, kemudian dia tidak memenuhinya, maka ia telah berbuat dholim maka gugurlah haknya". Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat tentang perkara gugat Cerai.[32] c)

Dalam kitab Bajuri Juz II hal. 334, yang berbunyi:

‫رقا ام مزل ب يلع يعدا امب رقا ناف‬ Artinya:"Apabila Tergugat telah membenarkan gugatan atas dirinya, maka hakim menetapkan perkara itu berdasarkan pengakuan tersebut". Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:505/1984 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang perkara li'an dan fasakh.[33] d)

Dalam kitab Fiqh Sunnah Juz II hal 276.

‫نم ةأرملا عنمي نعللاب خسفلا نا و خسف نعللاب ةلصاحلا ةقرفلا نا ءاملعلا رومج يري‬ ‫يف ناقحتسي امنا ينكسلاو ةقفنلا نال ينكسلا كلاذكو ةدعلا ةدم يف ةقفنلا اقاقحتسا‬ ‫خسفلا ةدع يف ال قالطلا ةدع‬ Artinya:"Mayoritas ulama berpendapat bahwa perceraian yang timbul akibat li'an adalah fasakh dan sesungguhnya fasakh dengan li'an itu mencegah hak wanita untuk memeperoleh nafkah pada masa 'iddah, demikian pula tidak mendapatkan maskan, karena sesungguhnya nafkah dan maskan itu hanyalah hak bagi 'iddah thalaq, bukan bagi 'iddah fasakh". Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:505/1984 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang perkara li'an dan fasakh.[34] e)

Dalam kitab Fiqhus Sunnah Juz II hal. 276 yang berbunyi;

‫ىفتناو نع تقفن تطقسو بسن ىفتنا ل يفنب نعللا مت و نبا لجرلا ىفن اذا‬ ‫ثراوتلا‬ ‫اثريو ثرت يف‬ Artinya:" Jika seorang laki-laki menafikan (tidak mengakuii ) anaknya, dan telah sempurna li'an dengan menafikan anak tersebut, tercegahlah nasab anak itu dari ayahnya, dan gugurlah nafkah itu dari ayahnya, dan tidak dapat saling mewarisi ( antara ayah dan anak dan hanya berhak atas ibunya), maka anak itu diwarisi oleh ibunya dan mewarisi ibunya". Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:505/1984 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang perkara li'an dan fasakh.[35] f)

Dalam kitab 'Ianatut Thalibin Juz IV hal 338

‫ةجح يعدملا عم ناك نا زئاج بئ اغ يلع ءاضقلاو‬ Artinya:"Hakim boleh memutuskan perkara atas orang yang gaib, apabila ada hujjah yang dikemukakan Penggugat". Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor:772/1986 Pengadilan Agama Jakarta Utara dalam perkara gugat cerai.[36] g) Dalam kitabGhayatul Maram Lil Syarh al-Majdi, yang berbunyi sebagai berikut: ‫ةقلط يضاقلا ايلع قلط اجوزل ةجوزلا ةبغر مدع دتشا اذا‬ Artinya:"Apabila ketidak sukaan isteri kepada suaminya sudah sedemikian rupa, maka hakim boleh menjatuhkan talaknya suami itu dengan talak satu".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[37] h)

Dalam kitab al-Muhadzdzab Juz II hal 75.

‫نا ال زاج قح يدؤت ال نا تفاخو ترشاعم ءوس وا رظنم حبقل اجوز ةأرملا ترك اذا‬ ‫اميف اميلع حانج الف للا دودح اميقي الا متفخ ناف لجو زع لوقل ضوع يلع ئلاخت‬ ‫ ةرقبلا(ب تدتفا‬229) Artinya:"Apabila isteri tidak lagi cinta kepada suaminya karena penampilan dan prilaku suami yang buruk dan ia khawatir tidak dapat memenuhi haknya suami, maka bagi isteri di bolehkan khulu' dengan membayar uang iwadh. Berdasarkan firman Allah SWT, maka jika kamu (suami-isteri) khawatir tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya".(Surat al-Baqarah ayat 229). Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 283/1985 Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam perkara gugat cerai.[38] i)

Dalam kitab Fathu Wahhab Juz II hal. 34 berbunyi:

‫اب ريغلا قح قلعتل ريغ نم ةدتعم الو ةحوكنم الو‬ Artinya:"Tidak sah seorang perempuan yang masih bersuami dan tidak juga wanita yang masih dalam masa 'iddah (dinikahkan dengan laki-laki lain), karena masih terikatnya hak orang lain(suaminya) dengan dirinya". Pendapat ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:256/1972 Pengadilan Agama Jakarta Pusat tentang Pembatalan Perkawinan[39] j)

Dalam kitabI'anat al-Thalibin Juz IV hal. 86 yang berbunyi:

‫ةقفن لقاب رسعا نم حاكن خسف ةفلكم ةجوزل زوجي‬ Artinya:"Isteri yang mukallaf boleh mengajukan fasakh perkawinannya dengan suami yang miskin karena kurangnya nafkah". Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[40] k)

Dalam kitabAsnal Mathalib Juz III, hal. 439 yang berbunyi:

‫تخسف ةوسكلا وا ىنكسلا نع زجع ولو‬ Artinya:"Apabila suami tidak bisa memberikan tempat tinggal dan pakaian secara patut maka boleh difasakhkan".

Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[41] l)

Dalam kitabI'anatuth Thalibin Juz IV, hal. 91 yang berbunyi:

‫ىضاقلا ىا و خسفي لوق ىلا خسفلا طورش ترفاوت اذا‬ Artinya:"Apabila syarat-syarat fasakh telah cukup, maka hakim memfasakh pernikahan itu'. Doktrin ulama diatas terdapat dalam putusan Nomor: 65/1982 Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam perkara gugat cerai.[42] m) Dalam kitab al-Asybah wan Nadhair, hal. 612. ‫اضقن مكح نكي مل اذا ببسلا نايب يضاقلا مزلي امناو‬ Artinya:"Sesungguhnya hakim (tingkat banding) tidak mesti menjelaskan alasan-alasan hukum bilamana putusannya bukan membatalkan (putusan tingkat pertama)". Doktrin ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor: 18/1978 (Reg Banding No.53/1977) pada Mahkamah Syar'iyah Propinsi Banda Aceh yang menguatkan putusan pada tingkat pertama.[43] n)

Dalam kitab al-Muhadzdzab Juz II hal.333. yang berbunyi:

‫نمضلاو نرلاو ةيصولا و ةبلاو ةراجالاو عيبلاك لاملا ب دصقي امو لاملا تبثيو‬ ‫نيتأرماو داشب‬ Artinya:"Ditetapkan harta dan segala sesuatu yang menyangkut dengan harta seperti jual beli, kontrak upah kerja, hibah, wasiat, gadai dan jaminan utang dengan pembuktian kesaksian seorang laki-laki dan dua orang perempuan". Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan nomor: 63/1977 pada Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh[44]

o)

Dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin hal. 273 yang berbunyi:

‫ب ءاضقلا اوحجر امب وأ دمتعملاب مكح نا ىوتف وا مكحب ىضاقلا ىلع ضارتعالا زوجي الو‬ Artinya:"Tidak dapat dibantah putusan hakim atau fatwanya bila hakim itu telah mengadili dengan dalil-dalil yang mu'tamad atau yang telah dikuatkan hukumnya". Pendapat ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:14/1982 Pengadilan Agama Propinsi Ujung Pandang yang menguatkan putusan tingkat pertama[45]

p)

Dalam Kitab Mughnil Muhtaj Juz III hal. 13 yang berbunyi:

‫لاملا قرغتسي درفنملا نبالا‬ Artinya:"Adapun anak laki-laki tunggal memiliki semua harta peninggalan". Pendapat ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:256/1982 Pengadilan Agama Kelas 1 Ujung Pandang dalam perkara waris.[46]

q)

Dalam kitab al-Bajuri Juz II, hal.62 yang berbunyi:

‫اظفل لوبقو باجياب الا ةبلا حصت ال‬ Artinya:"Tidak sah hibah, kecuali dengan ijab dan qabul yang diucapkan". Pendapat Ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 16/1982 Pengadilan Tinggi Agama Padang tentang sengketa hibah[47] r) Dalam kitab Qalyubi Juz III hal. 110 yang berbunyi: ‫ةب ضوع ريغب كيلمتلا‬ Artinya:"Memindahkan hak milik dengan tidak ada penggantian dinamakan hibah". Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:11/1982 Pengadilan Agama Bengkalis [48] s)

Dalam kitab al-Bajuri Juz II, hal. 51 berbunyi:

‫ايف عجري نا باولل نكي مل ل بووملا اضبق اذاف‬ Artinya:"Maka apabila harta hibah itu telah diterima oleh orang yang menerima hibah, tidak boleh pemberi hibah mencabut hibahnya kembali". Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:11/1982 Pengadilan Agama Bengkalis.[49] t) Dalam kitab al-Anwar , Juz 3, hal. 16 ‫ثلثلا نم ةربتعم توملاب ةقلعملا تاعربتلا‬ Artinya:"Pemberian sukarela dari seseorang yang digantungkan dengan kematiannya diperhitungkan maksaimal sepertiganya".(dari semua harta yang ditinggalkan pemberi itu). Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:238/1981 Pengadilan Agama Medan dalam perkara wasiat.

u)

Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 185, yang berbunyi:

‫قتعو ةيراعو ةقدصو ءارباو ةبو فقوو رذن وحن نم توملا ضرمب ضيرملا نم ردص عربت لك‬ ‫نم ةحصلا لاح يف ولو توملاب قلعم لك اضيأ ثلثلا نم نا امك ثلثلا نم نوكي ريبدتو‬ ‫نيلماكلا ةثرولا ةيقب ةزاجا نم يف دب الف ثراول كلاذ ناك ناف فقوو رذنو ةيصو وحن‬ Artinya:"Segala bentuk pemberian yang dilakukan oleh seorang yang sakit yang membawa kematian, baik berupa nadzar, wakaf, hibah, pembebasan (dari hutang), shadaqah, 'ariah, pembebasan budak dan tadbir, hanya dapat diambilkan dari 1/3 harta bendanya, sebagaimana pemberian yang bersyarat sesudah matinya pemberi, seperti wasiat, nadzar dan waqaf. Kemudian jika pemberian itu ditujukan kepada salah seorang ahli waris, maka harus mendapat persetujuan dari ahli waris-ahli waris seluruhnya". Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor:238/1981 Pengadilan Agama Medan dalam perkara sengketa wasiat.[50] v)

Dalam kitab I'anatut Thalibin, Juz IV, hal. 12 yang berbunyi:

‫ةينلا عم تناك نا ريغو قالطلا لمتحي ام يو ةيانكب عقيو‬ Artinya:"Jatuh thalak dengan kinayat yaitu sesuatu yang mengandung kemungkinan thalaq dan selainnya jika disertai dengan niat". Pendapat ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 188/1982 Pengadilan Agama Gorontalo dalam perkara Cerai Talak. [51]

w)

Dalam kitab Khulashatut Tiryaaq hal. 62, yang berbunyi:

‫قاقشلا باب ىف ةيضقلا تلخد ةعاطلا ىلع ةأرملا تعنتماو لوبقلا يلع عنتما ناف‬ Artinya:"Apabila pihak suami menolak untuk menerima permintaan cerai isterinya, sedangkan pihak isteri menolak untuk taat terhadap suaminya, maka perkara tersebut masuk kedalam perkara syiqaq". Doktrin ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor:05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[52] x)

Dalam kitab Tuhfah Juz VII, hal. 457, yang berbunyi:

‫ءيش ىلع اقفتيل نينثا يضاقلا ثعب اميأر فلتخا ناف‬ Artinya:"Apabila kedua hakam yang ditunjuk pada tahap pertama itu berbeda pendapat, maka hakim perlu menunjuk dua orang lainnya sebagai hakam guna mencapai suatu kesepakatan".

Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[53] y)

Dalam kitab Khulashah al-Tiryaq hal. 69

‫نذا امل لصحي مل ناو ضوع ريغب وا ضوعب قيرفتلاو عمجلا نم نايري ام العفي نا املف‬ ‫نيجوزلا نم‬ Artinya:"Kedua hakam bebas dan berhak untuk melakukanb apa yang disepakatinya baik berupa mengumpulkan kembali suami isteri itu atau pun menceraikan mereka dengan atau tanpa 'iwadh, walaupun tanpa persetujuan kedua suami isteri itu". Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[54] z)

Dalam kitab al-Qalyubi Juz II, hal. 307, yang berbunyi:

‫ةقلط ىلع ديزي الو نم لبقتسا قالطلا جوزلا مكح ىأر اذاو‬ Artinya:"Apabila hakam pihak suami berpendapat bahwa perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh, maka pendapatnya itu dapat diterima dengan menjatuhkan talaq tidak lebih dari satu". Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[55] aa) Dalam Kitab Mizan al-Sya'rani Juz II, hal. 140, yang berbunyi: ‫جوزتت مل ام مالل تبث ةناضحلا نا ىلع ةمئالا قفتا‬ Artinya:"Para ulama telaah sepakat bahwa hak hadlanah (pemeliharaan anak) tetap berada di pihak ibu selama ia belum kawin lagi". Doktrin ulama diatas terdapat pada Putusan Nomor: 05/1983 Pengadilan Agama Manado dalam perkara Cerai Gugat.[56] bb)

Dalam kitab Tarsyihul Mustafidiin hal. 415, yang berbunyi:

‫عبتا صوصخم رمأ ىف مكحلا مدع ىضاقلا ىلع طرش اذا رمألا يلو ناف‬ Artinya:"Apabila pemerintah telah mensyaratkan kepada hakim tidak adanya hukum tentang sesuatu yang khusus, maka hal itu mesti diikuti". Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor: 05/G/1992/PTA.Plg yang membatalkan putusan tingkat pertama.[57] cc)

Dalam kitab al-Asbah wan Nadzair hal. , yang berbunyi:

‫حلاصملا بلج ىلع مدقم دسافملا ءرد‬

Artinya:"Menolak atau menghindarkan dari suatu kemadharatan itu hendaklah lebih diutamakan dari menarik keuntungan". Doktrin diatas terdapat pada Putusan Nomor: 35/Pdt.G/1993/PTA.Bdg dalam perkara cerai talak[58] dd)

Dalam kitab al-Asybah wa al-Nadhair, hal. 118, yang berbunyi:

‫وا ةيلكلا دعاوقلا فلاخ وا ايلج اسايق وا اعامجا وا اصن فلاخ اذا ىضاقلا ءاضق ضقني‬ ‫يلع ليلد ال امكح ناك‬

Artinya:"Putusan seorang hakim dapat dibatalkan apabila bertentangan dengan nash atau ijma' atau qiyas yang jelas, atau bertentangan dengan peraturan yang umum, atau putusan itu tidak berdasarkan dalil". Pendapat ulama ini terdapat dalam putusan No: 02/Pdt.G/2000/PTA.Jpr tentang pembatalan putusan tingkat pertama.[59]

ee) Dalam kitab al-Fiqh 'ala Madzahib al-'Arba'ah Juz III hal. 292, yang berbunyi: ‫ميلست ىلع ارودقم ادوجوم ملع رذعت الوجم وأ امولعم الام فرصتلا زئاج كيلمت ةبلا‬ ‫ضوع الب ةايحلا ذ يف بجاو ريغ‬ Artinya:"Hibah adalah pemindahan hak milik yang boleh dilakukan atas harta yang telah jelas dikenal wujudnya, dapat diserahkan dan penyerahan tersebut merupakan penyerahan yang tidak wajib dan dilakukan semasa yang menghibahkan masih hidup tanpa imbalan apapun". Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor:76/Pdt.G/2000/PA.GM tentang gugatan hibah.[60] ff) Dalam kitab Mufti wa al-Syarh al-Kabir, Juz VI, hal. 250, yang berbunyi: ‫ يف ماقم ثراو ماق باولا تام اذا‬---‫ضبقلا‬ Artinya:"Apabila yang memberikan hibah meninggal, maka ahli warislah yang bertindak menyerahkan kepada yang memberi". Pendapat ulama ini terdapat dalam Putusan Nomor:76/Pdt.G/2000/PA.GM tentang gugatan hibah.[61]

gg)

Dalam kitab Tanwirul Qulub, Juz II halaman 359 yang berbunyi :

#‫ اذإ‬%&‫ ق'ط&ا ق‬%&( ‫ عقو طرش‬%)‫طرشلا دو*و د‬ Artinya : “Jika talak digantungkan kepada syarat (janji) maka jatuhlah talak itu bila terwujud syaratnya”.

hh)

Dalam kitab al-Anwar Juz II halaman 55 yang berbunyi:

‫ةنيبلاب تابثا زاج ةبيغ وا راوت وا ززعتب ززعت ناف‬ Artinya: ''Apabila dia enggan (tergugat), bersembunyi atau memang dia ghaib ( tidak diketahui alamatnya) maka perkara ini diputus berdasarkan bukti-bukti (kesaksian). ii)

Dalam kitab al-Syarqowi 'ala Tahrir, Juz II halaman 377

‫ظفللا ىضتقمب المع ادوجوب عقو ةفصب اقالط قلع نم‬ Artinya:"Barangsiapa menggantungkan thalaq dengan suatu sifat, maka jatuhlah thalaq itu apabila sifat tersebut terwujud sesuai dengan ucapan yang dilaksanakan tadi'. Doktrin ulama diatas terdapat dalam Putusan Nomor: 64/1970 pada Pengadilan Agama Siantar dalam perkara ta'lik talak[62] jj)

Dalam kitab Fiqhussunah Juz II halaman 347 yang berbunyi:

‫زوجي املاثما نيب ةرشعلا ماود عم عاطتسي ال امب اب جوزلا رارضا ةجوزلا تعدا اذا‬ ‫ررضلا تبث اذا ةنئاب ةقلط ىضاقلا اقلطي ذئنيح و قيرفتلا ىضاقلا نم بلطت نا ال‬ ‫امنيب حالصالا نع زجعو‬ Artinya:"Jika isteri menda'wa suaminya telah memberikan kemadhorotan sehingga kelangsungan rumah tangganya tidak bisa dipertahankan, isteri boleh menuntut cerai kepada pengadilan, dalam hal ini jika telah terbukti madhorot tersebut tidak dapat di damaikan, maka dalam kondisi seperti itu, hakim boleh menceraikan isteri dari suaminya dengan talaq satu ba'in jika kemadaratan itu betul- betul terjadi dan hakim tidak mampu mendamaikan keduanya". kk) Dalam kitab al-Anwar Juz II halaman 149 yang berbunyi: ‫ةنيبلاب ىوعدلا عامس زاج ززعتل وا يراوتل راصتحا رذعت نا و‬ Artinya:"Apabila Tergugat tidak hadir karena bersembunyi atau membangkang, maka hakim boleh menerima gugatan berdasarkan bukti-bukti (kesaksian)". Kesimpulan Dari tulisan diatas

DAFTAR

PUSTAKA

1. Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2003 2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2005 3. Mimbar Hukum No. 66 Desember 2008, PPHI2M, Jakarta 4. Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,cet.1 th. 1987. 5. Departemen Agama RI, Yurisprudensi Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, cet.1 th.1986/1987. 6. Departemen Agama RI, Analisa Putusan Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama IslamDirektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001 7. Departemen Agama RI, Himpunan Putusan/Penetapan Pengadilan Agama, Proyek Pembinaan Peradilan Agama, 1979/1980 8. Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, cet. IV. 9. Mujahidin, Ahmad. Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah di Indonesia, IKAHI, Jakarta, 2008, cet, 1. 10. Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan al-Hikmah, Jakarta, 2001, cet.2. 11. Buku Pedoman Kerja bagi Hakim dan Panitera di Lingkungan Peradilan Agama, Pengurus IKAHA Sulsera 1989. 12. Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, cet.2 (‫ريقفلا دي ىلع نانتماو نوعب فيلأتلا اذ نم لوالا ءزجلا مت دق ىذلا لل دمحلا‬ ‫)لفون نالريأ قيفوتو تمحر ىلا‬ ________________________________ [1] Penulis menyelesaikan Pendidikan SI di Fakultas Syari'ah Jurusan al-Akhwal al-Syahsiyyah IAIC Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2000. sedangkan Pendidikan S2 selesai pada tahun 2006 dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada Studi Konsentrasi Hadits dan pernah mondok di Pesantren Sukahideng Tasikmalaya dari tahun 1992-2000. Pertama berkarir sebagai Calon Hakim pada Pengadilan Agama Kelas 1-A Subang, Jawa Barat dari tahun 2006-2009. Dan sejak Agustus 2009 bertugas sebagai Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Agama Kelas 2 B Sidikalang, Medan Sumatera Utara. [2] UU Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 2

[3] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, cet. IV, hal. 251 [4] Ibid, hal. 251-252 [5] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan al-Hikmah, Jakarta, 2001, cet. 2, hal. 197 [6] Ibid [7] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, cet.2, hal. 797-803 [8] Ibid, hal. 798 [9] Abdul Manan, op.cit, hal.200 [10] Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah di Indonesia, IKAHI, Jakarta, 2008, cet.1, hal. 41. untuk perbandingan lihat Buku Pedoman Kerja Bagi Hakim dan Panitera di Lingkungan Pengadilan Agama, Pengurus Wilayah IKAHA SULSERA, 1989, hal. 2 [11] Ahmad Mujahidin, ibid. [12] Mimbar Hukum Islam No.66 Desember 2008, hal. 182 [13] Departemen Agama RI, Berita Acara Persidangan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,cet.1 th. 1987, hal. 42 [14] Ibid,hal. 140 [15] Ibid, hal.195 [16] Ibid, hal. 196 [17] Departemen Agama, Yurisprudensi Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, th.1986/1987, cet. 1, hal. 19 [18] Yurisprudensi MARI, tahun 2003, hal. 111. [19] Departemen Agama, Yurisprudesi, op.cit, hal.164 [20] Departemen Agama RI, Analisa Putusan Badan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama IslamDirektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001, hal. 106 [21] Ibid, hal. 125 [22] Departemen Agama RI, Analisa, loc.cit, 106 [23] Mimbar Hukum Islam, Loc. Cit, hal. 182 [24] Departemen Agama RI, Berita Acara, op.cit, hal. 43 [25] Ibid, hal. 25 [26] Ibid, hal. 140 [27] Ibid, hal. 195 [28] Departemen Agama, Yurisprudensi, loc.cit, hal. 19 [29] Ibid, hal.20 [30]Ibid, hal.84 [31] Mimbar Hukum Islam, loc. cit, hal. 182 [32] Departemen Agama, Berita Acara, op.cit, hal. 197

[33] Ibid, hal. 42 [34] Ibid, hal. 43 [35] Ibid, hal. 44 [36] Ibid, hal. 54 [37] Ibid, hal. 140 [38] Ibid, hal. 196 [39] Departemen Agama, Berita Acara, op.cit. hal. 25 [40] Ibid, hal. 139 [41] Ibid. [42] Ibid. [43] Departemen Agama, Yurisprudensi, op.cit,hal. 12 [44] Ibid, hal.19 [45] Ibid, hal.33 [46] Ibid, hal. 37 [47] Ibid, hal.51 [48] Ibid, hal. 61 [49] Ibid, hal. 61 [50] Ibid, hal.133 [51] Ibid, hal. 110 [52] Ibid, hal.163 [53] Ibid, hal.164 [54] Ibid, hal.165 [55] Ibid, hal.165 [56] Ibid, hal.166 [57] Departemen Agama RI, Analisa Putusan , op.cit, hal.45 [58] Departemen Agama RI, Analisa Putusan, op.cit, hal. 216 [59] Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2003, hal. 103. [60] Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2005, hal.163 [61] Ibid. [62] Departemen Agama, Himpunan Putusan/Penetapan Pengadilan Agama, Proyek Pembinaan Peradilan Agama, 1979/1980, hal.76