sniti 2014

15 downloads 16488 Views 20MB Size Report
(Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan .... MODEL “DEATH MATCH” ... MODEL TRANSLITERASI OTOMATIS CITRA BUKU HAMONG TANI .... PENERAPAN DATA MINING ALGORITMA C4.5 KELAYAKAN KREDIT ..... PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ...
PROSIDING Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI 2014)

Tema: Sinergi Kemampuan Putra Daerah Untuk Kemandirian Samosir Tuktuk, 10-11 Oktober 2014 Hotel Dumasari-Samosir

Penyelenggara:

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupatan Samosir Didukung :

2014

ii

USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 usupress.usu.ac.id Editor: Janner Simarmata, S.T., M.Kom Tommy C. Naibaho, M.Ec.Dev Desain Sampul: Janner Simarmata, S.T., M.Kom

© USU Press 2014

ISBN 979 458 757-5 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT) Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI 2014) / Editor: Janner Simarmata; Tommy C. Naibaho – Medan: Usu Press, 2014 xix, 687 p.: ilus.; 29 cm ISBN: 979-458-757-5

Hak Cipta (C) pada Penulis. Artikel pada prosiding ini dapat digunakan dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial, dengan syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi prosiding ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit dan Penulis. Pemegang Hak Publikasi prosiding ini tidak bertanggung jawab atas tulisan dan opini yang dinyatakan oleh penulis dalam prosiding ini.

Dicetak di Medan, Indonesia

iii

KATA PENGANTAR Prosiding ini berisi makalah-makalah yang dipresentasikan pada SNITI 2014, yaitu seminar dalam rangka Tahun Kunjungan Wisata 2014, Samosir Negeri Indah Kepingan Surga di Kabupaten Samosir dalam bidang Inovasi dan Teknologi Informasi. SNITI 2014 memilih tema Sinergi Kemampuan Putra Daerah Untuk Kemandirian Samosir. Tujuan utama dari seminar ini adalah: 1. Memetakan kemampuan dan kebutuhan akan inovasi dan teknologi informasi secara nasional. 2. Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia dibidang ilmu dan teknologi berbasis inovasi dan teknologi informasi dibidang pariwisata, pendidikan, sosial budaya, pertanian, perikanan, dan wirausaha. 3. Menggalang kerjasama dari semua unsur di Indonesia yang terlibat dalam kebijakan, penggunaan, penyediaan, penelitian dan pengembangan, dan pemeliharaan terkait inovasi dan teknologi informasi supaya dicapai sinergi dan kolaborasi yang kuat. 4. Menampilkan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh anak bangsa sebagai unjuk kemampuan dan bentuk dukungan terhadap kemandirian terkait inovasi dan teknologi informasi. 5. Untuk mensukseskan Tahun Kunjungan Wisata 2014, “Samosir Negeri Indah Kepingan Surga” 6. Sebagai sarana promosi bahwa Samosir layak menjadi lokasi penyelenggaraan Seminar berkelas Nasional. Topik-topik yang dibahas di dalam seminar dan prosiding ini meliputi: 1. Sistem Informasi, Sistem Cerdas, Teknologi Informasi dan Multimedia 2. Inovasi Pembelajaran, Sistem & Kebijakan Pendidikan 3. Instrumentasi, Material, dan Geofisika 4. Matematika, Statistika, dan Riset Operasi 5. Biologi, Kimia dan Bioteknologi 6. Fisika, Kimia, Biologi dan Bioteknologi 7. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 8. Biomassa dan Energi Terbarukan 9. Agroindustri, Agribisnis, Agroteknologi dan Ketahanan Pangan 10. Teknologi Pertanian dan Teknologi Industri 11. Mekanika, Elektronika dan Rekayasa Infrastruktur 12. Hukum dan HAM 13. Topik-topik lainnya yang terkait dengan inovasi dan teknologi informasi. Seminar ini merupakan sarana diskusi ilmiah, komunikasi dan pertukaran informasi bagi para akademisi, peneliti, praktisi, pemerintah dan stakeholder lainnya dalam pengembangan inovasi dan teknologi informasi. Panitia SNITI 2014 menerima Extended Abstract sebanyak 137 hasil penelitian dari peneliti, guru, mahasiswa dan AMIK MBP, Universitas HKBP Nommensen Medan, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Del, Magister Teknik Informatika USU, Politeknik LP3I Medan, Pusat Penelitian Metrologi-LIPI, SD 173166 Sipahutar, SD N 177925 Lumban Hariara, SMA Negeri 1 Rantau Selatan, SMA Negeri 2 Rantau Selatan, SMA Negeri 3 Rantau Utara, SMP Negeri 1 Rantau Utara, SMP Negeri 1 Sipahutar, SMP Negeri 3 Brastagi, SMP Negeri 3 Kualuh Leidong, SMP Negeri 5 Sipahutar, SMP Negeri 1 Tiga Nderket, STMIK AKAKOM Yogyakarta, STMIK Kaputama Binjai, STMIK Budi Darma Medan, STMIK iii

Sisingamangaraja XII, Unika Santo Thomas SU, Universitas Mercu Buana, Universitas Asahan, Universitas Budi Luhur Jakarta, Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Universitas Kristen Immanuel, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Maritim Raja Ali Haji-Kepri, Universitas Pelita Harapan, Universitas Methodist Indonesia, Universitas Negeri Medan, Universitas Pembangunan Panca Budi, Universitas Prima Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Universitas Sumatera Utara. Setelah melalui seleksi dan evaluasi oleh tim reviewer dan dewan editor, panitia memutuskan sebanyak 119 makalah dapat diterima untuk dipresentasikan dalam SNITI 2014. Hasil dari seminar nasional ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk mendukung terbentuknya inovasi dan teknologi informasi nasional yang unggul dan meningkatnya daya saing bangsa.

Ketua Panitia

Maruli Tua Sitinjak, S.P., M.Si NIP. 19691208 199703 1 003

iv

SUSUNAN PANITIA Penanggungjawab : Ir. Hatorangan Simarmata (Sekretaris Daerah Kabupaten Samosir) Tim Pengarah : Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. M. Zarlis (Universitas Sumatera Utara) Prof. Opim Sitompul, Ph.D (Universitas Sumatera Utara) Prof. Dr. Manihar Situmorang, M.Sc (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Herbert Sipahutar, M.Sc (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Motlan, M.Sc (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Efendi Napitupulu, M.Pd (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Julaga Situmorang, M.Pd (Universitas Negeri Medan) Prof. Dr. Ferisman Tindaon (Universitas HKBP Nommensen Medan) Dr. Hiskia Sirait (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Sutrisno S. Hutagalung, M.T (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Dr. Zakaria Situmorang, M.T (Universitas Katolik Santo Thomas SU) Drs. Poltak Sihombing, M.Kom., Ph.D (Universitas Sumatera Utara) Dr. Tumiur Gultom, SP., MP (Universitas Negeri Medan) Dr. Togar Saragi, M.Si (Universitas Padjadjaran) Paken Pandiangan, M.Si (Universitas Terbuka) Drs. Pintor Simamora, M.Si (Universitas Negeri Medan) Drs. Jamalum Purba, M.Si (Universitas Negeri Medan) Dra. Melva Silitonga, M.S (Universitas Negeri Medan) Parulian Siagian, S.T., M.T (Universitas Nommensen) Endang Sulistyarini, S.Si., M.Si (Universitas Negeri Medan) Deni P. Lumbantoruan, M.Eng (Institut Teknologi Del) Dr. Arnaldo M. Sinaga, S.T., M. Infotech (Institut Teknologi Del) Albert Sagala, M.T (Institut Teknologi Del) Drs. Humuntal Rumapea, M.Kom (Universitas Methodist Indonesia) Tonni Limbong, S.Kom., M.Kom (STMIK Budidarma Medan) Pelaksana : Ketua Wakil Ketua Sekretaris Anggota

: Marudut Sitinjak, S.P., M.Si (Ka. Bappeda Kab. Samosir) : Drs. Ombang Siboro, M.Si (Kadis Pariwisata, Seni & Budaya Kab. Samosir) : Janner Simarmata, S.T., M.Kom : Drs. Rikardo Hutajulu, M.Pd Tommy C Naibaho, M.Ec.Dev Darwis Manalu, S.Kom., M.M Sanggam P. Gultom, S.Si., S.Kom., M.Si Tonni Limbong, S.Kom., M.Kom Hotman Sagala Joster Sihombing Alamat Sekretariat : Jiko Simbolon Bappeda Kabupaten Samosir Jaminton Marpaung, SP Kompleks Perkantoran Bupati Samosir Jl. Rianiate Km. 5,7 Pangururan – Samosir Lamria F Manalu, SE. Telp (0626) 20039 Dr. Tumiur Gultom, SP., MP Mardi Turnip, M.Kom v

JADWAL ACARA

SNITI 2014 SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI Tuktuk, 10-11 Oktober 2014

vi

SUSUNAN ACARA SEMINAR INOVASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Jumat, 10 Oktober 2014 Waktu

Materi/Acara/Kegiatan

Sub Materi

07.30 – 08.30

Registrasi Peserta dan Pemakalah

08.30 – 09.00

SEREMONIAL PEMBUKAAN SNITI 2014

Pembukaan Sambutan Ketua Bappeda Sekaligus membuka SNITI 2014 secara resmi

Pengisi Acara/ Pemakalah Panitia (Jadwal Acara, Nametag, Prosiding, TAS) MC

Doa Moderator: Dr. Alum Simbolon, SH., M.Hum

09.00 – 12.00 Pembacaan Curriculum Vitae

Tempat Lobby Hotel

Auditorium Hotel

Auditorium Hotel Auditorium Hotel

Keynote Speaker I Ir. Mangindar Simbolon, MM (Bupati Kabupaten Samosir) Keynote Speaker II Prof. Dr. Syawal Gultom (Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan & Penjaminan Mutu Pendidikan Keynote Speaker III Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd (Universitas Negeri Medan) Keynote Speaker IV Drs. Poltak Sihombing, M.Kom., Ph.D (Sekretaris APTIKOM Wilayah 1 / Universitas Sumatera Utara)

12.00 – 13.45 14.00 – 17.40 17.40 - 19.00 19.00 - Selesai

Keynote Speaker V Arjon Turnip, Ph.D (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) ISHOMA Sesi Paralel ISHOMA Ramah Tamah

Panitia Panitia Panitia Panitia

SUSUNAN ACARA SEMINAR INOVASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Sabtu, 11 Oktober 2014 Waktu 08.00-09.00 09.00- selesai

Materi/Acara/Kegiatan Sesi Paralel Field Trip

Sub Materi -

Pengisi Acara/ Pemakalah Panitia Panitia

Tempat

vii

DAFTAR ISI Kata Pengantar ..................................................................................................................... iii Susunan Panitia .................................................................................................................... v Jadwal Acara ........................................................................................................................ vi Daftar Isi .............................................................................................................................. viii Keynote Speaker Bupati Kabupaten Samosir Ir. Mangindar Simbolon, MM Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan & Penjaminan Mutu Pendidikan Prof. Dr. Syawal Gultom Universitas Negeri Medan Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd Sekretaris APTIKOM Wilayah 1 / Universitas Sumatera Utara Drs. Poltak Sihombing, M.Kom., Ph.D Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Arjon Turnip, Ph.D

BIDANG KAJIAN : MIPA DESAIN, OPTIMASI DAN KLONING GEN PRETROMBIN-2 MANUSIA SINTETIKUNTUK PRODUKSI TROMBINSEBAGAI KOMPONEN LEM FIBRIN Saronom Silaban, Iman Permana Maksum, Shabarni Gaffar, Sutarya Enus , Khomaini Hasan, Toto Subroto, dan Soetijoso Soemitro ...................................................................................3 PRODUKSI ANTIBODI IgY PADA BURUNG PUYUH (COTURNIX COTURNIX JAPONICUM) SEBAGAI BAHAN ANTIBODI SEKUNDER DALAM IMUNODETEKSI Salomo Hutahaean, Ade Candra ............................................................................................7 SUMBER BENIH BAWANG MERAH (ALLIUM CEPA L. AGGREGATUM GROUP) YANG DIPERDAGANGKAN DAN DITANAM DI SUMATERA UTARA Tumiur Gultom ......................................................................................................................10 APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK MENENTUKAN KEBERADAAN BATU GAMPING DI DAERAH KEJAREN DUSUN I SULKAM KABUPATEN LANGKAT Rochayanti N R Simatupang, Rita Juliani .............................................................................16 IDENTIFIKASI BATU GAMPING BAWAH PERMUKAAN DAN UJI MEKANIK DI DAERAH PAMAH PAKU KUTAMBARU KABUPATEN LANGKAT Hengki Sembiring, Rita Juliani ..............................................................................................21

viii

ANALISIS JENIS MATERIAL BAWAH PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI SEKITAR PEMANDIAN LAU SIBAYAK DESA MARDINDING JULU Sartika Dewi Oktavia Simanjuntak, Nurdin Siregar ............................................................ 26 PENENTUAN STRUKTUR LAPISAN BAWAH PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI DAERAH URUK GEDANG KECAMATAN KUTAMBARU KABUPATEN LANGKAT Adeline Silaban, Rappel Situmorang .................................................................................... 29 PREDIKSI PERIODE ULANG GEMPA BUMI TAPANULI TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE WEIBULL DAN GUMBEL Yohana D. Ompusunggu, Rahmatsyah ................................................................................. 33 SINTESIS DAN SIFAT OPTIK FILM TIPIS ZNO DENGAN METODE SOL-GEL SPINCOATING Andreas Purba, Nurdin Siregar ............................................................................................. 37 JUMLAH FETUS DAN BERAT FETUS MENCIT (Mus musculus) PASCA PEMBERIAN AIR SEDUHAN KOPI PERORAL Ananda, Meida Nugrahalia ................................................................................................... 41

BIDANG KAJIAN : KOMPUTER PEMBANGUNAN APLIKASI PENJURIAN KOMPETISI KEAMANAN JARINGAN MODEL “DEATH MATCH” Albert Sagala, Lusiana Parhusip ........................................................................................... 47 APLIKASI PERANGKAT LUNAK SISTEM PAKAR UNTUK STUDI KASUS DIAGNOSA PENYAKIT THT Mardi Turnip ......................................................................................................................... 53 KONSEP DAN RANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMILIHAN UMUM YANG REAL TIME MENGGUNAKAN E-KTP MENUJU PEMILU 2019 Sulfikar Sallu, Larisang ......................................................................................................... 58 DAMPAK TEKNOLOGI MOBILE PADA MODEL BISNIS UMKM BATIK PLUMPUNGAN, SALATIGA Wiranto Herry Utomo, Retnowati, Evi Maria ....................................................................... 62 PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KEHADIRAN DOSEN DAN JADWAL PENGGANTI PERKULIAHAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PROGRAM STUDI BERBASIS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) Tonni Limbong, Harvei Desmon Hutahaean ........................................................................ 69 ANALISA UNJUK KERJA SISTEM PENGERING TENAGA SURYA BERBASIS JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) Dr. Zakarias Situmorang, MT ............................................................................................... 75

ix

IMPLEMENTASI MODEL SEGMENTASI MANUSKRIP BERAKSARA JAWA PADA MANUSKRIP BERAKSARA BATAK Anastasia Rita Widiarti, Agus Harjoko, Marsono, Sri Hartati...............................................81 MODEL TRANSLITERASI OTOMATIS CITRA BUKU HAMONG TANI MEMPERGUNAKAN PENDEKATAN STATISTIK Agustinus Rudatyo Himamunanto, Anastasia Rita Widiarti .................................................85 APLIKASI KEAMANAN RUANG SHELTER BTS MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER ARDUINO UNO, SENSOR PIR, DAN WEBCAM DENGAN NOTIFIKASI VIDEO EMAIL PADA PT. INDOSAT TBK. Windarto, Angga Rizki Darmawan........................................................................................90 ANALISIS DAN PERBANDINGAN DISTRO LINUX UNTUK SERVER WEB Iwan Binanto, Fidelis Adi Wicaksono ...................................................................................98 PEMANFAATAN MEDIA BERGERAK UNTUK MEMBANTU PEMAHAMAN MATERI PERKULIAHAN BERBASIS MULTIMEDIA Paska Marto Hasugian, Fahmy Syahputra .............................................................................104 APLIKASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI S1 TEKNIK INFORMATIKA Alex Rikki Sinaga, Yasir Hasan ............................................................................................110 IMPLEMENTASI IMAGE FILTERING DALAM PERBAIKAN KUALITAS GAMBAR Darwis Robinson Manalu ......................................................................................................116 SISTEM INFORMASI LELANG ONLINE BERBASIS WEB Mendarissan Aritonang .........................................................................................................123 IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA PADA PENCARIAN JALUR TERPENDEK Humuntal Rumapea................................................................................................................129 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM PRESENSI DENGAN BARCODE CARD Doli Hasibuan ........................................................................................................................135 SISTEM INFORMASI PELAYANAN GEREJA BERBASIS WEB Yolanda Y.P Rumapea ...........................................................................................................141 PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENGUMUMAN DAN STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) AKADEMIK PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN BERBASIS ANIMASI DAN MULTIMEDIA Sinar Sinurat, Abdul Halim Hasugian....................................................................................146 APLIKASI QFD UNTUK MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN JASA PADA BADAN PERPUSTAKAAN ARSIP DAN DOKUMENTASI PROVINSI SUMATERA UTARA Fahmi Sulaiman, ST, Warji Sugara, A.Md ............................................................................154

x

SISTEM INFORMASI DESA Aaron, M. Anggia Muchtar, M. Fadly Syahputra ................................................................. 159 APLIKASI CHATTERBOT MENGGUNAKAN ALGORITMA BOYER MOORE PADA PROSES PENDAFTARAN SISWA Rizky Tahara Shita, S.Kom, M.Kom, Lauw Li Hin, S.Kom, M.Kom .................................. 164 IMPLEMENTASI TEMPLATE SISTEM INFORMASI AKADEMIK PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS Junika Napitupulu ................................................................................................................ 168 KAJIAN METODE SERANGAN HACKER YANG DIDUGA SEBAGAI PENYEBAB BOCORNYA PHOTO-PHOTO PRIBADI JENIFFER LAURENCE PADA I-CLOUD Naikson Fandier Saragih ....................................................................................................... 173 ANALISIS ALGORITMA HEAP SORT Imelda Sri Dumayanti ........................................................................................................... 177 PENGEMBANGAN INFORMASI PUBLIK DAERAH OBJEK WISATA DANAU TOBA KABUPATEN SAMOSIR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Indra M.Sarkis Simamora ..................................................................................................... 183 DESAIN APLIKASI MONITORING PELAKSANAAN PROYEK PADA PERUSAHAAN KONSULTAN TEKNOLOGI INFORMASI Wachyu Hari Haji.................................................................................................................. 187 PENERAPAN DATA MINING ALGORITMA C4.5 KELAYAKAN KREDIT Rijois Iboy Erwin Saragih ,Hotler Manurung, Khairuddin ................................................... 194 ANALISIS MINAT BELAJAR MAHASISWA MENGGUNAKAN MODEL FUZZY TSUKAMOTO Erwin Daniel Sitanggang, Muhammad Salim Nasution ....................................................... 201 COST BENEFIT ANALYSIS UNTUK KELAYAKAN INVESTASI SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (STUDI KASUS POLITEKNIK LP3I MEDAN) Iswandi Idris .......................................................................................................................... 206 EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN METODE FUZZY LOGIC TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PARIWISATA KABUPATEN NIAS UTARA Foarota Harefa, Dr. Zakharias Situmorang ........................................................................... 210 METODE MOORA UNTUK MENENTUKAN JURUSAN Suharsono, Herman Mawengkang, Poltak Sihombing, Basrah Nasution ............................. 216 MODEL PENGELOLAAN ARSIP TERINTEGRASI Sylvia Vianty Ranita, Dedi Wahyudi .................................................................................... 221

xi

FILTERING INFORMASI CUACA HUJAN DENGAN METODE PARSING Robbi Rahim, S.Kom .............................................................................................................226 MONITORING JUMLAH KAPASITAS ORANG DALAM RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S52 Dody Hidayat, ST ..................................................................................................................231 APLIKASI PEMBUKUAN UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL BERBASIS TEKNOLOGI MOBILE CLOUD UNTUK MENINGKATKANAKSESIBILITAS PENDANAAN Gede Karya, Veronica S. Moertini.........................................................................................237 SISTEM PEMETAAN ASET POTENSIAL KOTA MEDAN DENGAN MEMANFAATKAN CROWDSOURCING Dani Gunawan, Baihaqi Siregar, Muhammad Anggia Muchtar ............................................245 IMPLEMENTASI ALGORITMA PATTERN MATCHING DALAM MENERJEMAHKAN IDIOM BERBAHASA INGGRIS. Satria Prayudi, Muhammad Rozy Lubis ................................................................................253 SIG TRAYEK ANGKUTAN UMUM KOTA MEDAN Muhammad Siddik Hsb .........................................................................................................261 ANALISIS KEAMANAN PENGGUNAAN MATA UANG DIGITAL PADA TRANSAKSI ECOMMERCE STUDI KASUS: BITCOIN Rahmadani .............................................................................................................................264 RANCANGAN SISTEM PAKAR MENDETEKSI PENYAKIT KULITPADA WAJAH MANUSIA DENGAN KONSEP COMPUTER VISION Wanayumini, Inganta Sinuraya ..............................................................................................269 PENGEMBANGAN APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK PROSES MENTORING DI UNIVERSITAS PELITA HARAPAN Astrid Callista, Agnes Vivian Suriadi ....................................................................................275 PENENTUAN POTONGAN UANG KULIAH DENGAN METODE FUZZY TSUKAMOTO Mochammad Iswan Perangin-angin.......................................................................................283 QUESTIONNAIRE APPROACH ARRANGEMENT BASED ON THE TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL TO EVALUATE THE USAGE ACCEPTANCE OF E-AUDIT IN INDONESIA Evi Maria, Yessica Nataliani .................................................................................................287 ANALISIS PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) MELALUI MEDIA WEB PERUSAHAAN DI INDONESIA Muhammad Rizal, Dessy Simatupang ...................................................................................292 KLASIFIKASI KONDISI RUANGAN MENGGUNAKAN MODEL SUGENO Ratna Wati Simbolon, Dr. Zakaria Situmorang, M.T ............................................................298

xii

ANALISIS QOS (QUALITY OF SERVICE) JARINGAN KAMPUS DENGAN MENGGUNAKAN MICROTIC ROUTERBOARD STUDI KASUS : UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS S.U Parasian Silitonga .................................................................................................................. 303 IMPLEMENTASI SISTEM PENGADAAN ALAT TULIS KANTOR DAN PERLENGAPAN KOMPUTER PADA DIREKTORAT PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL(BAPPENAS) Yohannes Yahya Welim, Agnes Aryasanti, Reinaldo De Pinto ........................................... 308 IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI MENGGUNAKAN METODE HILL CIPHER Lisda Juliana Pangaribuan ..................................................................................................... 314 GALLERY RUMAH MAKAN KHAS BATAK BERBASIS POPULARITAS Septa Ekawati Nababan, Zakarias Situmorang ..................................................................... 318 PUSAT INFORMASI KERAJINAN TANGAN KHAS SUMATERA UTARA BERBASIS MEMBER Romalum S. Mahulae, Zakarias Situmorang ........................................................................ 323 APLIKASI PEMBELAJARAN AKSARA BATAK TOBA DENGAN METODE PENGINDEKSAN Fransuwi Lamhot H Sitorus, Zakarias Situmorang ............................................................... 329 PERANCANGAN AUTOMATIC FISH FEEDER BERBASIS ATMEGA 8535 Muhammad Amin ................................................................................................................. 333 PENCARIAN DATA KATALOG BUKU PERPUSTAKAAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BRUTE FORCE Kurnia Arja Kesuma.............................................................................................................. 338 PENGEMBANGAN APLIKASI PRETEST ONLINE BERBASIS CLOUD SEBAGAI SOFTWARE AS A SERVICE PADA PENYEDIA LAYANAN PLATFORM CLOUD OPENSHIFT Rahmat Hidayat ..................................................................................................................... 341 PENGHITUNGAN DAN PENENTUAN POSISI PEMAIN DALAM PERTANDINGAN BADMINTON SISTEM RALLY-POINT MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF Cuk Subiyantoro, Rahmat Hidayat........................................................................................ 344 IDENTIFIKASI GENDER MELALUI SUARA MENGGUNAKAN METODE DISCRETE FOURIER TRANSFORM (DFT) Safriadi, Risawandi ............................................................................................................... 349 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PEMBELIAN/PENGELUARAN KAS Inge Handriani ....................................................................................................................... 352

xiii

BIDANG KAJIAN : PENDIDIKAN EFEKTIVITAS MEDIA PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN KIMIA Saronom Silaban ....................................................................................................................361 PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK FLUIDA STATIS DI SMA NEGERI 1 SIANTAR Noto Susanto Gultom, Drs. Pintor Simamora, M.Si ..............................................................366 THE EFFECT OF IMAGE-STREAMING TEHNIQUE ON JUNIOR STUDENTS’ ABILITY IN WRITING NARRATIVE GENRE Kammer Tuahman Sipayung .................................................................................................371 PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SUHU DAN KALOR DI SMA NEGERI 1 LUBUKPAKAM Drs. Pintor Simamora, M.Si, Robasa Nababan ......................................................................376 PENGARUH KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PADA MATERI POKOK SUHU DAN KALOR SISWA KELAS X SMA NEGERI 16 MEDAN Ratelit Tarigan, Yaumil Silvini ..............................................................................................381 INOVASI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN QUANTUM TEACHING Naeklan Simbolon ..................................................................................................................387 INOVASI MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KREATIVITAS MATEMATIKA Agusmanto J.B. Hutauruk, S.Pd., M.Si, Dra. Friska B. Siahaan, M.Pd ................................390 INOVASI PEMBELAJARAN METODE KONVENSIONAL DIKOMBINASIKAN DENGAN METODE GI (GROUP INVESTIGATION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SUB MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI MANUSIA DIKELAS XI IPA 1 SMA NEGERI I NAMORAMBE T.P 2013/ 2014 Mariaty Sipayung, Apriska Dewi Sipayung ..........................................................................394` EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA Mariati Purnama Simanjuntak ..............................................................................................399 IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SIKLUS AIR DAN SUMBER DAYAALAM DI KELAS V SD NEGERI 173166 SIPAHUTAR Maruli Tampubolon, S.Pd ......................................................................................................403 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KEMAGNETAN DI KELAS IX-1 SMP NEGERI 1 SIPAHUTAR Mayertua Silitonga, S.Pd ......................................................................................................411

xiv

PENERAPAN TEKNIK SELF MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VII-1 DI SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Rosliani, S.Pd ........................................................................................................................ 419 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI KELAS VII-6 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Zainab, S.Pd .......................................................................................................................... 423 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI KELAS VIII-3 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Regen Lubis, S.Pd ................................................................................................................ 429 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PENEGAKAN HAM DI KELAS VII-1 SMPN 3 RANTAU UTARA Mastijah, S.Pd ....................................................................................................................... 434 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMBUATAN TAPE DAN TEMPE DI KELAS VIII-5 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Sumarni, S.Pd ........................................................................................................................ 440 PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI SENI MUSIK SISWA MELALUI PEMANFAATAN MEDIA DI KELAS VIII-5 SMPN 3 RANTAU UTARA Sugito, S.Pd ........................................................................................................................... 446 PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MENULIS TEKS BERBENTUK PROCEDURE MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER DI KELAS VII-4 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Marlinang Sinaga, S.Pd ......................................................................................................... 450 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUKMEMPERBAIKI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS XI IPS 3 SMAN 1 RANTAU SELATAN Seri Sediani, S.Pd .................................................................................................................. 454 PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS X-1 SMA NEGERI 1 RANTAU SELATAN Sukmawaty, S.Pd................................................................................................................... 461 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA DI KELAS X-5 SMAN 2 RANTAU SELATAN Dra. Rumondang Simamora .................................................................................................. 470

xv

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DI KELAS IX-7 SMP NEGERI 3 BERASTAGI T.A 2013/2014 Ngarab Sembiring S.Pd ..........................................................................................................478 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE QUANTUM TEACHING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPA TERPADU DI KELAS VII-6 SMP NEGERI 3 BERASTAGI T.A 2013/2014 Niasni Sinaga .........................................................................................................................483 PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA DI SMP NEGERI 1 TIGANDERKET Salmon Sembiring ..................................................................................................................490 PENERAPAN GEOGEBRA SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA KULIAH GEOMETRI DI PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN TAHUN AJARAN 2013/2014 Rani Farida Sinaga, S.Pd, M.Si..............................................................................................496 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DISERTAI JOYFUL LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA FISIKA Betty M. Turnip......................................................................................................................501 PENERAPAN MODEL NATURE OF SCIENCE TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS PROPOSAL SKRIPSI DALAM MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN TAHUN AJARAN 2013/ 2014 Beslina Afriani Siagian, Ruth Mayasari Simanjuntak ...........................................................504 PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK (METODE 5M) DALAM KURIKULUM 2013 TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARYA ILMIAH Elza Leyli Lisnora Saragih, Beslina Afriani Siagian .............................................................510 MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA SEDERHANA DI SEKOLAH DASAR Sanggam P. Gultom, S.Si., S.Kom., M.Si..............................................................................515 PEMBUATAN BAHAN AJAR BERBASIS MASALAH DENGAN ALUR MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS Adi Suarman Situmorang, M.Pd. , Muda Sakti Raja Sihite, M .Pd. ......................................519 INOVASI MODEL PENCAPAIAN KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KREATIVITAS MATEMATIKA DI FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Ruth Mayasari Simanjuntak, M.Si., Adi Suarman Situmorang, M.Pd. .................................525

xvi

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT DALAM UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SUHU DI KELAS VII-1 SMP NEGERI 1 SIPAHUTAR T. A. 2012/2013 Juniper Simanjuntak, S.Pd .................................................................................................... 530 PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI POKOK PERSAMAAN LINIER DENGAN SATU VARIABEL DI KELAS VII-A SMP NEGERI 5 SIPAHUTAR TAHUN AJARAN 2013/2014 Lespita Tambunan, S.Pd........................................................................................................ 537 UPAYA PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA MATERI POKOK LINGKARAN DI KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 SIPAHUTAR Aber Oloan, S.Pd ................................................................................................................... 546 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH DALAM UPAYA PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK BILANGAN BERPANGKAT DAN BENTUK AKAR DI SMP NEGERI 1 SIPAHUTAR Asban Simanjuntak, S.Pd ...................................................................................................... 552 PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP TUGAS-TUGAS KELOMPOK DENGAN MENERAPKAN METODE PENUGASAN DI KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 SIPAHUTAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Lindaria Situmorang, S.Pd ................................................................................................... 559 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 177925 LUMBANHARIARA T. P. 2012/2013 Longser Simanjuntak, S.Pd ................................................................................................... 567 PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MENULIS TEKS BERBENTUK PROCEDURE MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER DI KELAS VII-4 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Marlinang Sinaga, S.Pd ......................................................................................................... 573 PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DI KELAS XI AK-1 SMK NEGERI 1 RANTAU UTARA Sihat Ridwanto, S.Pd ............................................................................................................. 578 PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DI KELAS VII-2 SMP NEGERI 3 KUALUH LEIDONG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Poltak Munte, S.Th ............................................................................................................... 586

xvii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TUNTAS BERBANTUAN LKS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA MENYUSUN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN JASA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DI KELAS XI IPS-1 SMA NEGERI 3 RANTAU UTARA Drs. Florin Siregar .................................................................................................................593 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA SISWA PADA MATERI POKOK LOGIKA MATEMATIKA DI KELAS XI AP-1 SMK NEGERI 1 RANTAU UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Lukman Sitorus, SPd .............................................................................................................600 PENERAPAN STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN MEMILIH JURUSAN DAN PERGURUAN TINGGI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 RANTAU SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Mariani ...................................................................................................................................607 PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA KELAS VIII-2 DENGAN MENERAPAKAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISION (STAD) DI SMP NEGERI 3 BERASTAGI T. A. 2013/2014 Antonius Girsang S.Pd .........................................................................................................614 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII-5 MELALUI PEMBERIAN TUGAS DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI BELAJAR EVERY ONE IS A TEACHER HERE DI SMP NEGERI 3 BERASTAGI T. A. 2013/2014 Dra. Ermina Sembiring ..........................................................................................................620 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) UNTUK MENINGKATKAN PSIKOMOTORIK DAN KOGNITIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS IX-2 SMP NEGERI 3 BERASTAGI T. A. 2013/2014 Dra. Aisyatir Rodiah ..............................................................................................................626

BIDANG KAJIAN : PERTANIAN DAN TEKNIK PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP KUALITAS MINUMAN EKSTRAK SIRIH (PIPER BETLE L) Marthos Havena, Fradiasta Reza, Ruri Aditya Sari, Sapina Abdullah ..................................637 ANALISIS STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN BAH JAMBI Neni Triastuti, S.Psi, M.Psi, Shandy Evanda Santayana ......................................................640 PENGARUH PENYUSUTAN DAN PENGEMBANGAN TEKANAN PADA LEVEL DRUM BOILER Sutrisno Salomo Hutagalung, Bambang Herlambang, Imamul Muchlis, Arjon Turnip .......644

xviii

KAJIAN KUALITAS SINYAL DAN OPTIMASI JARINGAN 3G DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS BUDI LUHUR Rummi Sirait, MT ................................................................................................................. 651 SERTIFIKAT TANAH SEBAGAI ALAT BUKTI HAK TERKUAT Alum Simbolon ..................................................................................................................... 660 ANALISA PERFORMANSI JARINGAN GPRS DAN 3G PADA MESIN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) DI PT. ARTAJASA Lukman Hardiyanto, Albert Gifson ...................................................................................... 663 STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA TERPADU DI WILAYAH LOMBOK BAGIAN SELATAN, DALAM MENDUKUNG PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA, KORIDOR BALI–NUSA TENGGARA Ika Dahlia Pusparini .............................................................................................................. 668 DENOISING ARTEFAK PADA SINYAL ELEKTROENSEFALOGRAM (EEG) MENGGUNAKAN FIR FILTER DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET Janner Simarmata, Mardi Turnip Arjon Turnip .................................................................... 674 ENERGI TERBARUKAN “NANIURA” DARI DANAU TOBA Hobby Parhusip, S.Si., M.T., Lambok M. Hutasoit, Ir., Ph.D., Prof .................................... 681

xix

xx

Bidang Kajian : MIPA

1

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

DESAIN, OPTIMASI DAN KLONING GEN PRETROMBIN-2 MANUSIA SINTETIKUNTUK PRODUKSI TROMBINSEBAGAI KOMPONEN LEM FIBRIN Saronom Silaban1,2* , Iman Permana Maksum1 , Shabarni Gaffar1 , Sutarya Enus3 , Khomaini Hasan4 , Toto Subroto1*, dan Soetijoso Soemitro1 1 Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Universitas Padjadjaran, Bandung 2 Jurusan Kimia, Universitas Negeri Medan, Medan 3 Pusat Mata Nasional, Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung 4 Pusat Penelitian Pangan, Kesehatan dan Obat, Institut Teknologi Bandung, Bandung E-mail: [email protected] , [email protected]

ABSTRACT Lem fibrin adalah biomaterial perekat yang dapat diaplikasikan sebagai mengganti teknik jahitan pasca operasi.Biomaterial initerdiri dari trombin, fibrinogen dan faktor XIII sebagai komponen utamanya. Dalam kajian ini, kami mendesain dan melakukan kloninggen prethrombin-2 (pt2) manusia sintetik sebagai prekursor trombin. Gen pt2 pada posisi C-terminal difusikan dengan suatu pengkode intein diikuti oleh gen domain pengikat kitin, yang bermanfaat dalam proses pemurnian. Kodon pt2 dirancang sesuai dengan preferensi kodon Escherichia coli. Gen pt2 dirancang menggunakan perangkat lunak OPTIMIZER dengan penambahan sisi restriksi NdeI pada ujung 5’ dan XhoI pada ujung 3’ nya.Gen pt2 sintetik yang terdapat pada pMA-T,dipotong menggunakan enzim restriksi NdeI dan XhoI. Selanjutnya, pt2 diligasi ke vektor ekspresi pTWIN1, yang telah dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang sama, dengan katalis T4 DNA ligase.Keberhasilan kloning pt2 ke pTWIN1 diverifikasi dengan sequensing DNA. Hasil sequensing menunjukkan bahwa gen pt2 hasil rancangan berhasil dikloning ke dalam pTWIN1. Selanjutnya, gen pt2 hasil kloning ini dapat digunakan sebagai bahan awal untuk ekspresi PT2 dalam inang E. coli. Keywords: lem fibrin, trombin, intein, ekspresi, escherichia coli

1. Pendahuluan Teknik jahitan merupakan standar emas untuk menutup luka pasca operasi infeksi (Enus et al., 2011). .Walaupun merupakan standar emas, teknik ini menimbulkan beberapa permasalahan: waktu pembedahan yang lebih panjang, ketidaknyamanan, penyembuhan luka berlangsung lama, trauma tambahan (pemasangan dan pencabutan benang), meningkatnya inflamasi, serta kemungkinan timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan jahitan berupa infeksi (Uy et al., 2005). Lem fibrin (LF) memiliki kemampuan untuk merekatkan dan menutup luka, sehingga sangat berpotensi menggantikan teknik jahitan pasca operasi. LF sebagai bahan bioadesif, tersusun atas fibrinogen, trombin, kalsium dan faktor XIII. Bahan inidirancang untuk menyerupai tahap akhir koagulasi dengan membentuk bekuan fibrin.LF digunakan sebagai bahan hemostatis yang menghentikan pendarahan dari celah insisi, matriks untuk penyembuhan luka dan perekat jaringan. (Spotnitz & Prabhu, 2005). Meskipun luas penggunaannya, LF yang di dapat secara komersial relatif mahal, sehingga tidak ekonomis. LF komersial ini mengandung protein plasma yang dimurnikan dari sumber darah lain.Namun, resiko kontaminasi patogen dari LF dapat terjadi secara bersamaan dengan perawatan. Untuk membuat LF diperlukan sumber bahan yang

lebih berlimpah dan lebih aman. Saat ini, trombin pada LF komersial biasanya terbuat dari plasma beku segar sapi. Hanya saja, ketidaktersediaan produk ini di Indonesia, menyebabkan kita harus mengimpor dengan harga yang sangat mahal. Permasalahan lain yang muncul adalah belum adanya izin khusus dari Food and Drug Administration, terkait transmisi penyakit karena terbuat dari plasma donor khusus untuk operasi mata (Enus et al., 2010). Penggunaan yang luas dari E. coli sebagai inang dalam produksi protein rekombinan disebabkan oleh karena sifatnnya yang dapat tumbuh cepat dengan siklus hidup pendek, informasi dan karakter genom yang sudah lengkap sehingga mudah dimanipulasi, biaya produksi relatif murah,tingkat ekspresi proteintarget tinggi, cepat, dan teknologinya sudah mapan (Cabrita et al., 2006). Namun, dibalik keuntungan yang disebutkan di atas, inang ini juga memiliki kelemahan, seperti fenomena bias kodon (Sorensen & Mortensen, 2005), dan potensi menghasilkan protein agregat kompleks tidak aktifyang lazim dikenal sebagai badan inklusi (Freydell et al., 2007). Strategi pertama yang perlu dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang disebutkan di atas adalah dengan melakukan optimasi kodon gen target terhadap preferensi kodon inang. Strategi inibertujuan untuk mengatasi rendahnya ekspresi protein dari gen target. Prosesoptimasi inidilakukan dengan cara merubah kodon pengkode asam amino 3

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

tertentu yang berasal dari sumber lain menjadi kodon dengan frekuensi tinggi di inang ekspresi (Gustafsson et al., 2004). Strategi kedua adalah memanfaatkan teknologigen sintetik berdasarkan kemampuan mengubah bias kodon dari gen target menjadi cocok dengan kodon preferensi inang rekombinan. Keuntungan lain dari teknologi ini adalah efektifitas dan efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan proses isolasi sendiri, serta terhindar dari transmisi penyakit dan reaksi alergi(Hughes et al., 2011). 2. Metode Penelitian 2.1 Galur, vektor, bahan kimia, media E. coliTOP10F’adalah galur inang untuk kloning dan peremajaan plasmid. pMA-T merupakan vektor kloning komersial. Galur ditumbuhan dalam media Luria Bertani (LB) dengan komposisi (tripton 1%, yeast extract 0,5%, dan natrium klorida 1%) yang disuplemen dengan antibiotik tetrasiklin (100 µg/mL), dan ampisilin (100 µg/mL). Untuk media padat, komponen media LB ditambahkan dengan 2% agar. Semua enzim restriksi dan T4-DNA ligase diperoleh secara komersial dari Fermentas (Canada). Vektor ekspresi pTWIN1 diperoleh secara komersial dari New England Biolabs, NEB. Genpt2 sintetik(pt2-intein MxeGyrA) disintesis oleh GeneArt AG (Jerman). 2.2 Desain dan optimasi kodon gen pt2 Gen pt2sintetik dirancang berdasarkan urutan asam amino yang termuat dalam GenBank(Accession number:NM_000506.3).Kodon preferensi E. coli yang digunakan termuat dalam Codon Usage Database (http://www.kazusa.or.jp/codon/).Optimasi kodon dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Optimizer (http://gnomes.urv.es/OPTIMIZER)dan Graphical Codon Usage Analyzer (GCUA) (http://gcua.schoedl.de/). 2.3 Konstruksi fusi pt2 dan vektor pTWIN1 Ekspresi PT2 dalam E. coli dan pemurniannya menggunakan sistem IMPACT-TWIN.Perancangan gen pt2sintetik ini dilengkapi dengan sisi restriksi XhoI dan NdeI pada intein terinduksi senyawa tiol. Untuk menggabungkan pt2sintetik dengan vektor ekspresi pTWIN1, maka pMA-T-pt2 terlebih dahulu dipotong menggunakan enzim restriksi XhoI dan NdeI. Secara paralel, dilakukan juga pemotongan pTWIN1 dengan enzim restriksi yang sama. Selanjutnya fragmenpt2disambungkan ke pTWIN1 menggunakan T4 DNA ligasehingga menghasilkan plasmid pTWIN1-pt2.

2.4 Transformasi pTWIN1-pt2 ke dalam sel kompeten E. coli TOP10F’ Transformasi pTWIN1-pt2 ke sel kompeten E. coli TOP10F’ dengan menggunakan metode kejutan panas

4

(heat shock) (Sambrook et al., 1989). Koloni transforman E.coli diseleksi melalui media agar yang mengandung antibiotik tetrasiklin dan ampisilin untuk transforman yang mengandung pTWIN1-pt2. Plasmid rekombinan, pTWIN1-pt2diisolasi dari kolonitransforman E.coli TOP10F’ menggunakan QIAgen Spin Plasmid Miniprep Test Kit sesuai dengan protokol dari Qiagen. Plasmid rekombinan hasil pemurnian, dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa 1%. Selanjutnya plasmid tersebut digunakan untuk analisis restriksi dan ditentukan urutan nukleotidanya menggunakan metode sekuensing DNA. Hasil sekuensing disejajarkan menggunakan Seqman pada program Bioedit. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Desain dan optimasi kodon gen pt2 manusia Perancangan gen pt2 manusia sintetik telah dilakukan melalui perangkat lunak. pt2sintetik dirancang berdasarkan urutan asam amino yang termuat dalam GenBank dan penggunaan kodon preferensi E. coli yang termuat dalam Codon Usage Database. Urutan asam amino PT2 manusia terdapat dalam GenBank, dengan Accession number:NM_000506.3.Berdasarkan data GenBank, bahwa gen pt2 manusia terdiri dari 307 asam amino. Untuk memungkinkan proses ekspresi protein pada ujung 5’ pt2 tersebut ditambahkan start codon ATG yang mengkode asam amino metionin. Hasil analisis urutan kodon pt2 manusia pada E. coli menunjukkan, adanya kodon yang tidak sesuai kodon preferensiE. coli. Beberapa kodon pt2 manusia pengkode asam amino yang memiliki kesesuaian kurang dari 50% dengan preferensi kodon E. coli antara lain: (1) S: agt, tcg, tcc, tca, (2) E: gag, (3) T: act, aca, (4) G: gga, ggg, (5) R: agg, aga, cga, cgg, (6) P: cct, ccc, (7) K: aag, (8) L: ctc, ctt, ttg, (9) V: gtc, (10) Q: caa. Sedangkan kodon pt2 manusia yang memiliki kesesuaian relatif lebih dari 50% hingga mendekati 100% terdiri dari: (1) A: gcc, gca, gct, (2) Y: tac, (3) F: ttc, (4) N: aat, (5) D: gac, (6) C: tgt, (7) I: atc, ata, (8) H: cac, (9) V: gtt, (10) T: acg, dan (11) G: ggt.Kodon-kodon pt2 manusia yang belum mencapai kesesuaian relatif 100% dengan preferensi kodon E. coli dioptimasi hingga mencapai 100%. Penggunaan gen sintetik dapat mempermudah dan mempercepat perolehan gen yang diinginkan karena tidak terbatas pada sumber biologis alami (Gustafsson et al., 2004). Selain itu, data dari GenBank juga dapat diakses dengan mudah sebagai dasar penentuan urutan gen yang akan disintesis. Optimasi kodon dilakukan karena banyak gen targetmemiliki potensi kodon preferensi yang berbeda dengan genom inang. Walaupun, beberapa gen target memiliki kesesuaian yang cukup dengan genom inang, sehingga tidak perlu dilakukan optimasi kodon. Dalam penelitian ini, gen pt2 manusia yang akan diekspresikan dalam inang E. coli, pilihan kodonpt2 manusia memiliki kodon

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

preferensi yang rendah denganE. coli (Welch et al., 2009). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gen pt2 manusia yang diekspresikan dalam E. coli akan menghasilkan badan inklusi (Soedjima et al., 2001).Oleh sebab itu, optimasi kodon organisme asal terhadap preferensi kodon inang diperlukan. 3.2 Konstruksiplasmid rekombinan Struktur pTWIN1-pt2 terdapat pada Gambar 1. pTWIN1 memiliki gen pengode domain pengikat kitin yang dapat berikatan dengan kitin pada matriks pemurnian (Chong et al., 1998). Dalam penelitian ini pt2 manusia dikonstruksi dalam bentukfusi pada bagian N-terminal Sce intein-CBD (ujung-C pt2). Pada ujung keduanya disisipkan sisi pemotongan NdeI (CATATG) pada ujung 5’ dan XhoI (CTCGAG) pada ujung 3’ agar gen pt2 dapat digabung dengan pTWIN1.Penyisipan gen pt2 manusia sintetik pada pTWIN1 dilakukan pada bagian intein Mxe GyrA.

Gambar 2. Hasil restriksi dengan NdeI dan XhoI terhadap plasmid pMA-T-pt2 (A) dan pTWIN1 (B). M adalahmarker 1 kb. Selanjutnya, pita pt2 dan pTWIN1 diisolasi dan dimurnikan dengan kit isolasi DNA (Roche). Hasil pemurnian dikarakterisasi dengan elektro foresis gel agarosa 1%.Seperti yang terlihat pada Gambar 3, Hasil elektroforesis gel agarosa menunjukkan bahwa fragmenpt2(936 pb) dan vektor pTWIN1 (6697 pb) berhasil diisolasi dan dimurnikan dari gel.

Gambar 3. Pemurnianpt2 dan pTWIN1. M marker 1 kb.pt2, dan vektor pTWIN1 ditunjukkan dengan panah. Gambar 1.

Konstruksi pTWIN1-pt2 rekombin.

3.3 Kloning gen pt2 manusia Untuk mendapatkan fragmen pt2, plasmid pMAT-pt2 dipotong menggunakan NdeI dan XhoI sesuai rancangan gen sintetik sebelumnya. Hasil pemotongan pMA-T-pt2 dikarakterisasi menggunakan elektroforesis gel agarose 1%.Analisis dalam gel menunjukkan bahwa fragmen pt2 berhasil dilepaskan dari vektor pMA-T(Gambar 2). Pita pertama menunjukkan fragmen pt2 dengan bobot molekul 936 pb,dan pita vektor pMA-T dengan bobot molekul2374 pb (Gambar 2A). Dengan menggunakan enzim restriksi yang sama, pTWIN1 dipotong yang kemudian diisolasi untuk proses ligasi pt2.Gambar 2B menunjukkan bahwa vektor ekspresi pTWIN1 berhasil dipotong. Terdapat dengan bobot molekul 6697 pb sebagai vektor pTWIN1, dan pitadengan bobot molekul 678 pb sebagai fragmen MCS yang terlepas dari vektor pTWIN1 (Gambar 2B).

Selanjutnya, fragmen pt2 diligasi ke dalam vektor pTWIN1 menggunakan enzim T4 DNA ligase.Reaksi ligasi dilakukan pada suhu 16oC selama 18 jam. Plasmid pTWIN1-pt2hasil ligasi ditransformasi dalam sel kompeten E. coliTOP10F’.Beberapa koloni Transforman E. coli yang mengandung sisipan plasmid pTWIN1-pt2 diisolasi. Hasil isolasi plasmid pTWIN1-pt2dipotong dengan enzim NdeI dan XhoI, selanjutnya dikarakterisasi menggunakan elektroforesis gel agarosa 1% (Gambar 4).

Gambar 4. Hasil isolasi plasmid pTWIN1-pt2. M marker 1 kb DNA, baris 1: plasmid tanpa dipotong, baris 2: plasmid dipotong dengan enzim NdeI dan XhoI.

5

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.4 Karakterisasi hasil kloning dengan DNA sequensing Untuk mengkonfirmasi keberhasilan hasil ligasi, dan memastikan kesesuaian urutan nukleotida gen pt2 hasil ligasi dengan hasil rancangan optimasi, sebanyak 10 µL plasmidpTWIN1-pt2dengan konsentrasi 100 ng/µL ditentukan urutan nukleotidanya dengan DNA sequencer oleh MacroGene(Korea). Perbandingan urutan nukleotida pt2 hasil optimasi dengan pt2 hasil kloning disajikan dalam Gambar 5. 610 620 630 640 650 660 670 680 690 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

--------------------------------------------------------------CATATGACCGCGACCAGCGAATATCAGACCTTT TGTGAGCGGATAACAATTCCCCTTCTTAGAAATAATTTGTTTAACTTTAAGAAGGAGATATACATATGACCGCGACCAGCGAATATCAGACCTTT 710 720 730 740 750 760 770 780 790 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

CCCGCGCACCTTTGGCAGCGGCGAAGCGGATTGCGGCCTGCGCCCGCTGTTTGAAAAAAAAAGCCTGGAAGATAAAACCGAACGCGAACTGCTGG CCCGCGCACCTTTGGCAGCGGCGAAGCGGATTGCGGCCTGCGCCCGCTGTTTGAAAAAAAAAGCCTGGAAGATAAAACCGAACGCGAACTGCTGG 810 820 830 840 850 860 870 880 890 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

TATATTGATGGCCGCATTGTGGAAGGCAGCGATGCGGAAATTGGCATGAGCCCGTGGCAGGTGATGCTGTTTCGCAAAAGCCCGCAGGAACTGCT TATATTGATGGCCGCATTGTGGAAGGCAGCGATGCGGAAATTGGCATGAGCCCGTGGCAGGTGATGCTGTTTCGCAAAAGCCCGCAGGAACTGCT 910 920 930 940 950 960 970 980 990 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

GCGCGAGCCTGATTAGCGATCGCTGGGTGCTGACCGCGGCGCATTGCCTGCTGTATCCGCCGTGGGATAAAAACTTTACCGAAAACGATCTGCTG GCGCGAGCCTGATTAGCGATCGCTGGGTGCTGACCGCGGCGCATTGCCTGCTGTATCCGCCGTGGGATAAAAACTTTACCGAAAACGATCTGCTG 1010 1020 1030 1040 1050 1060 1070 1080 1090 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

CATTGGCAAACATAGCCGCACCCGCTATGAACGCAACATTGAAAAAATTAGCATGCTGGAAAAAATTTATATTCATCCGCGCTATAACTGGCGCG CATTGGCAAACATAGCCGCACCCGCTATGAACGCAACATTGAAAAAATTAGCATGCTGGAAAAAATTTATATTCATCCGCGCTATAACTGGCGCG 1110 1120 1130 1140 1150 1160 1170 1180 1190 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

CTGGATCGCGATATTGCGCTGATGAAACTGAAAAAACCGGTGGCGTTTAGCGATTATATTCATCCGGTGTGCCTGCCGGATCGCGAAACCGCGGC CTGGATCGCGATATTGCGCTGATGAAACTGAAAAAACCGGTGGCGTTTAGCGATTATATTCATCCGGTGTGCCTGCCGGATCGCGAAACCGCGGC 1210 1220 1230 1240 1250 1260 1270 1280 1290 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

TGCTGCAGGCGGGCTATAAAGGCCGCGTGACCGGCTGGGGCAACCTGAAAGAAACCTGGACCGCGAACGTGGGCAAAGGCCAGCCGAGCGTGCTG TGCTGCAGGCGGGCTATAAAGGCCGCGTGACCGGCTGGGGCAACCTGAAAGAAACCTGGACCGCGAACGTGGGCAAAGGCCAGCCGAGCGTGCTG 1310 1320 1330 1340 1350 1360 1370 1380 1390 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

GGTGAACCTGCCGATTGTGGAACGCCCGGTGTGCAAAGATAGCACCCGCATTCGCATTACCGATAACATGTTTTGCGCGGGCTATAAACCGGATG GGTGAACCTGCCGATTGTGGAACGCCCGGTGTGCAAAGATAGCACCCGCATTCGCATTACCGATAACATGTTTTGCGCGGGCTATAAACCGGATG 1410 1420 1430 1440 1450 1460 1470 1480 1490 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

AAACGCGGCGATGCGTGCGAAGGCGATAGCGGCGGCCCGTTTGTGATGAAAAGCCCGTTTAACAACCGCTGGTATCAGATGGGCATTGTGAGCTG AAACGCGGCGATGCGTGCGAAGGCGATAGCGGCGGCCCGTTTGTGATGAAAAGCCCGTTTAACAACCGCTGGTATCAGATGGGCATTGTGAGCTG 1510 1520 1530 1540 1550 1560 1570 1580 1590 ....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|....|

AAGGCTGCGATCGCGATGGCAAATATGGCTTTTATACCCATGTGTTTCGCCTGAAAAAATGGATTCAGAAAGTGATTGATCAGTTTGGCGAACTC AAGGCTGCGATCGCGATGGCAAATATGGCTTTTATACCCATGTGTTTCGCCTGAAAAAATGGATTCAGAAAGTGATTGATCAGTTTGGCGAACTC

scale and high throughput soluble protein production. BMC Biotechnol. 6:12. Chong, S., Montello, G.E., Zhang, A., Cantor, E.J., Liao, W., Xu, M.Q., & Benner, J. 1998. Utilizing the C-terminal cleavage activity of a protein splicing element to purify recombinant proteins in a single chromatographic step. Nucleic Acids Research, 26: 5109-5115. Enus, S., Dalimonthe, N. Z., Kartiwa, A. & Putri, N. L. H. E. 2010. Perbandingan efektivitas cangkok konjungtiva bulbi antara teknik lem fibrin otologus dan teknik jahitan pada bedah eksisi penderita pterigium. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Enus, S., Natadisastra, G., Shahib, M. N. & Sulaeman, R. (2011). Peran lem fibrin otologus pada penempelan tandur konjungtiva bulbi mata kelinci terhadap ekspresi gen fibronektin dan integrin. MKB. 43:183-188. Freydell, E. J., Ottens, M., Eppink, M., van Dedam, G. & van der Wielen, L. 2007. Efficient solubilization of inclusion bodies. Biotechnol J. 2:678-684.

Gambar 5. Perbandingan urutan DNA gen pt2 hasil rancangan (panah hitam) dengan gen pt2 hasil kloning.

Gustafsson, C., Govindrajan, S. & Minshull, J. 2004. Codon bias and heterologous protein expression. Trends in Biotechnol. 22:346-353.

Hasil analisis penjajaran urutan nukleotida menggunakan seqman pada program Bioedit menunjukkan bahwa gen pt2telah berhasil terligasi ke dalam vektor pTWIN1.Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa urutan gen pt2 hasil kloning sesuai dengan urutan pt2hasil rancangan optimasi.

Hughes, R. A., Miklos, A. E. & Ellington, A. D. 2011. Gene synthesis: methods and applications. Methods in Enzimology. 498: 277-309.

4. Kesimpulan dan Prospek Optimasi kodon gen target sesuai kodon preferensiinang dapat meminimalkan efek bias kodon yang selanjuntnya berpengaruh pada ekspresi protein. Penggunaan gensintetik lebih efisien dan efektif dibanding proses isolasi dari sumber alami. Prospek: Hasil kloning pt2 manusia sintetik ini, akan diproduksidalam sistem ekspresi E. coli sebagai salah satu komponen lem fibrin pengganti teknik jahitan pasca operasi. 5. Ucapan Terimakasih Penelitian ini didanai melalui program PUSNAS (atas nama I.P.M.). SS berterima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional, Republik Indonesia atas beasiswa BPPS program doktoral. 6. Daftar Pustaka Cabrita, L. D., Weiwen, D. & Stephen, P.B. 2006. A family of E.coli expression vectors for laboratory

6

Sambrook, J., E. F. Fritsch, & T. Maniatis. 1989. Molecular cloning: a laboratory manual, 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor. New York. Soejima, K., Mimura, N., Yonemura, H., Nakatake, H., Imamura, T., Nozaki, C. 2001. An efficient refolding method for the preparation of recombinant human prethrombin-2 and characterization of the recombinantderived α-thrombin. J Biochem. 130:269-277.

Sorensen, S. P. & Mortensen, K. K. 2005. Advanced genetic strategies for recombinant protein expression in Escherichia coli. J Biotechnol. 115:113-128 Spotnitz, W.D. & Prabhu, R. 2005. Fibrin sealant tissue adhesive--review and update. J Long Term Eff Med 15: 245. Uy, H. S., Reyes, J. M., Flores, J. D. & Siong, R. L. B. 2005. Comparison of fibrin glue and sutures for attaching conjungtival autografts after pterygium excision. Ophthalmology. 112:667671.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PRODUKSI ANTIBODI IgY PADA BURUNG PUYUH (COTURNIX COTURNIX JAPONICUM) SEBAGAI BAHAN ANTIBODI SEKUNDER DALAM IMUNODETEKSI Salomo Hutahaean1 dan Ade Candra2 1

Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU – Medan 20155. Email: [email protected]; 2Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara Jl. Alumni No. 9 Kampus USU – Medan 20155

ABSTRAK Produksi antibodi IgY Coturnix anti-chicken pada burung puyuh telah dilakukan, sebagai bagian dari pembuatan antibodi sekunder sebagai salah satu reagen utama pada reaksi imunohistokimia. Tujuan jangka panjang penelitian adalah mengembangkan teknik imunodeteksi, khususnya imunohistokimia, yang sepenuhnya berbasis antibodi unggas (IgY) yang berbiaya lebih murah. Imunisasi burung puyuh (Coturnix coturnix japonicum) dilakukan dengan cara menyuntikkan molekul utuh IgY yang diperoleh dari telur ayam. Imunisasi dilakukan beberapa kali dan kadar IgY telur diukur pada hari sebelum dan setelah imunisasi. Pada imunisasi pertama IgY yang dapat diekstrak dari telur sangat sedikit, akan tetapi setelah diberikan imunisasi penguat (booster) kadar IgY meningkat hingga akhirnya mencapai level tertinggi 70 mg per butir telur apabila ekstraksi dilakukan setelah booster ketiga. Antibodi IgY yang diperoleh berpeluang dipasangkan dengan antibodi chicken anti c-Myc yang telah diproduksi sebelumnya sebagai antibodi primer dan sekunder pada reaksi imunohistokimia deteksi protein c-Myc di jaringan. Secara keseluruhan, kadar antibodi yang dapat diperoleh lebih tinggi daripada antibodi IgG yang diproduksi pada hewan mamal. Kata Kunci: antibodi unggas, Coturnix, ekstraksi IgY, epitop, antigen sintetik 0.

PENDAHULUAN

Antibodi adalah materi biologis aktif yang mampu mengenali dan mengikat secara spesifik molekul yang menginduksi pembentukannya. Kespesifikan menjadi dasar aplikasi antibodi pada sistem deteksi. Teknologi imunodeteksi telah berkembang dalam berbagai bentuk teknik dan metode untuk mendeteksi molekul sasaran secara spesifik di jaringan atau cairan tubuh. Beberapa diantaranya adalah Western blot, imunohistokimia, ELISA, in-situ hibridisasi, immunogold, dan imunofluoresen. Pada teknik-teknik imunodeteksi, penggunaan antibodi tunggal dengan sistem direct sudah digantikan oleh sistem indirect yang menggunakan 2 antibodi (primer dan sekunder). Pada sistem indirect label dikonjugasikan pada antibodi sekunder, kekuatan signal akan lebih besar karena lebih banyak molekul yang membawa label terikat secara tidak langsung pada posisi molekul target. Pada teknik yang menggunakan enzim sebagai label, agar keberadaan atau letak molekul sasaran terdeteksi, kepada jaringan ditambahkan substrat dari enzim pelabel dan suatu senyawa kromogen yang akan berubah warna akibat reaksi enzimatis yang terjadi. Penyediaan antibodi primer dan antibodi sekunder sangat penting dalam bidang imunodeteksi. Perkembangan riset ilmu hayati dan penggunaan teknologi imunodeteksi menyebabkan permintaan akan reagen meningkat, termasuk di dalamnya permintaan akan antibodi. Saat ini, sebagian besar

dari permintaan itu dipenuhi dengan cara impor. Upaya untuk memproduksi antibodi di dalam negeri, terkendala oleh peralatan dan biaya produksi yang tinggi. Antibodi-antibodi yang banyak dipasarkan saat ini adalah antibodi yang diproduksi di tubuh hewan mamal. Antibodi tersebut diekstraksi dari darah hewan yang sebelumnya telah diimunisasi. Proses ekstraksinya relatif sulit dan produk yang dihasilkan pun sedikit. Akibatnya, harga antibodi menjadi sangat mahal. Selain itu, teknik produksi antibodi di tubuh hewan mamal belum dapat menghindarkan hewan percobaan dari stres dan rasa sakit, baik stres dan rasa sakit akibat penyuntikan imunogen dan adjuvan yang berulang-ulang, maupun penderitaan akibat pengambilan darah dalam volume besar untuk ekstraksi antibodi. Sebagai alternatif terhadap antibodi mamal beberapa peneliti mengusulkan penggunaan antibodi unggas yang diekstraksi dari telur (IgY) (Polson, 1990; Schade et.al., 1996), dan telah dicoba dengan memproduksi sendiri antibodi IgY chicken anti-c-Myc (Hutahaean et al., 2012). Produksi antibodi sekunder merupakan tantangan tersendiri dalam pengembangan sistem imunodeteksi yang sepenuhnya berbasis antibodi unggas. Oleh karena ayam telah dipilih sebagai sumber antibodi primer, unggas dari species yang berbeda harus dipilih sebagai sumber antibodi sekunder. Dasar pemilihan yang utama adalah jarak taksonomisnya dengan ayam harus cukup jauh sedemikian hingga apabila protein dari ayam digunakan sebagai imunogen dapat direspon oleh 7

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

species pilihan tadi dalam bentuk respon pembentukan antibodi. Kriteria berikutnya adalah, unggas harus mudah dipelihara, memiliki tingkat produksi telur tinggi dan stabil dalam masa paling tidak dua bulan. Salah satu species unggas yang memenuhi kriteria di atas adalah burung puyuh (Coturnix coturnix japonicum). Dalam laporan ini disajikan hasil evaluasi terhadap produksi IgY pada burung puyuh dengan menggunakan molekul utuh IgY anti c-Myc yang diekstraksi dari telur ayam sebagai imunogen (bahan imunisasi). 1. BAHAN DAN METODE 1.1 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan untuk menghasilkan antibodi sekunder adalah burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). Burung puyuh betina berumur 30 hari, sehat, dan berat seragam (7080 g) sebanyak 28 ekor diperoleh dari peternak unggas di daerah Pancurbatu, Sumatera Utara. 1.2

Rancangan Penelitian Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan dosis antigen yang terdiri atas: 0, 25, 50, dan 75 µl. Antigen dilarutkan di dalam akuabides hingga tercapai volume 75 µl. Jenis antigen yang digunakan adalah IgY utuh (whole molecule). Untuk setiap unit percobaan digunakan 7 ekor burung puyuh yang dianggap sebagai ulangan. 1.3

Imunisasi Burung Puyuh

Dua puluh delapan ekor burung puyuh dipelihara di dalam kandang, diberi pakan puyuh petelur (Comfeed) dan air ledeng secara ad libitum. Imunisasi dilakukan seminggu setelah puyuh mulai bertelur. Antigen (dalam hal ini digunakan antibodi IgY) sejumlah 75 µl diemulsi dengan volume yang sama Freund’s Complete Adjuvant (Pacific Immunotech.). Untuk perlakuan dengan konsentrasi yang lebih rendah, antigen diencerkan dengan akuabides hingga 75 µl larutan berturut-turut mengandung 50, 25, atau 0 µl antigen. Untuk setiap perlakuan, volume adjuvan adalah sama yaitu 75 µl. Imunisasi dilakukan dengan suntikan subkutan. Caranya, kulit burung di bagian dada diangkat lalu suspensi disuntikkan miring hingga memasuki rongga di bawah kulit. Imunisasi penguat (booster) dilakukan pada hari ke-7, 14, dan 21 setelah pemberian pertama, dengan volume emulsi yang sama, tetapi menggunakan Incomplete Freund’s Adjuvan dan jumlah antigen setengah dari jumlah imunisasi yang pertama. Telur yang dihasilkan dikumpulkan setiap hari, ditandai dan disimpan pada suhu 4°C sampai digunakan. Telur yang dikumpulkan sebelum imunisasi digunakan sebagai kontrol.

8

1.4

Ekstraksi dan Pemurnian Antibodi

Pemurnian antibodi menggunakan IgY EggsPress Purification Kit, prosedur kerja mengikuti petunjuk perusahaan (Gallus Immunotech Inc). Secara ringkas, kuning telur (yolk) dipisahkan dari putih telur menggunakan pemisah telur. Yolk lalu dibilas dengan air suling dan ditambahkan 5 volume Reagen A (4°C) secara sangat perlahan sambil diaduk sampai tercampur lalu dibiarkan selama minimal 2 jam atau sampai dengan 24 jam pada suhu 4°C. Suspensi disentrifus pada 10.000 X g selama 15 menit pada suhu 4°C. Supernatan dikumpulkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan volume yang sama dari Reagen B (4°C) sambil diaduk perlahan selama 2 menit. Selanjutnya, suspensi disentrifus pada 10.000 X g selama 15 menit pada suhu 4°C. Setelah itu, supernatan dibuang dan diperoleh endapan IgY dengan kemurnian 90%. IgY dilarutkan di dalam PBS, disimpan di lemari es selama satu tahun (atau lebih) tanpa kehilangan aktivitas. 1.5

Penentuan Kadar Antibodi IgY

Kuantifikasi produk dilakukan dengan bantuan alat spektrofotometer. Antibodi IgY diencerkan 20 kali. Sebanyak 300 mikroliter antibodi diencerkan dengan 5700 mikroliter PBS. Larutan dibagi ke dalam dua cuvet, kemudian absorbansi keduanya dibaca masing-masing pada panjang gelombang 280 nm. Hasil rerata dimasukkan dalam rumus untuk menentukan konsentrasi IgY (= rerata absorbansi X 20 / 1,35) dalam satuan mg/ml. Sebagai blanko digunakan larutan PBS. 2.

HASIL PENELITIAN

Hasil menunjukkan, kadar IgY kontrol (dosis perlakuan 0) adalah antara 1 hingga 2,5 mg/ml yolk, atau setara dengan 4-10 mg/telur (Tabel 1). Antibodi yang terdeteksi pada kelompok kontrol adalah antibodi yang secara alamiah dibentuk tubuh burung puyuh, kemungkinan karena selama hidupnya unggas juga terpapar dengan berbagai antigen. Dengan demikian antibodi pada kontrol tidak berkaitan dengan antigen yang diinjeksikanpada percobaan. Telur-telur yang diperiksa pada hari ke-3 setelah imunisasi (H 10) menunjukkan kadar IgY tidak berbeda signifikan dengan kadar IgY kontrol (P>0,05), perbedaan antar dosis baru terlihat setelah imunisasi penguat diberikan (H17), itupun adalah pada perlakuan dosis antigen tinggi (50 µl dan 75 µl) dengan nilai berturut-turut 3,64 dan 4,3 mg/ml yolk (P>0,05 dibandigkan dengan kontrol). Setelah imunisasi peguat ke-2 diberikan (H24) kadar IgY terus meningkat pada kelompok perlakuan, dan kadar tertinggi tercapai setelah imunisasi penguat ke-3 (H31), yakni 7 mg/ml yolk pada perlakuan dosis 25 µl/ekor serta 17,4 mg/ml yolk dan 19,1 mg/ml yolk

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pada perlakuan dosis 50 dan 75. Antara kedua perlakuan terakhir ini tidak terdapat perbedaan signifikan (P>0,05) sehingga disimpulkan bahwa dosis antigen 50 µl/ekor adalah dosis terbaik dan ekstraksi IgY sebaiknya menggunakan telur yang diperoleh setelah imunisasi penguat ke-3, yang dalam penelitian ini adalah setelah puyuh bertelur satu bulan. Kadar IgY yang diperoleh tersebut adalah setara dengan 70 mg/telur, kadar ini lebih tinggi daripada kadar yang diperoleh pada telur ayam pada penelitian sebelumnya, yaitu sebesar 50 mg/telur Hutahaean, et al., 2012). Perbedaan antara kedua penelitian adalah bahwa pada percobaan ayam digunakan antigen sintetik spesifik berepitop tunggal dalam imunisasi, sedangkan pada percobaan puyuh ini digunakan molekul utuh IgY sebagai imunogen dengan jumlah epitop yang lebih banyak. Imunogen berepitop banyak diperkirakan akan mengaktifkan lebih banyak jenis sel B penghasil antibodi, sesuai dengan jumlah epitop dari imunogen yang disuntikkan, dan setelah imunisasi penguat diberikan tiap-tiap jenis sel B yang telah teraktivasi tersebut akan menghasilkan antibodi, sehingga secara keseluruhan hasil antibodi yang dihasilkan juga menjadi banyak. Dari segi kespesifikan, antibodi yang produksinya diinduksi imunogen berepitop banyak adalah kurang spesifik dibandingkan dengan antibodi yang diinduksi oleh imunogen berepitop tunggal. Namun demikian, jenis antibodi yang lebih kompleks tersebut cocok digunakan untuk tujuan pengembangan antibodi sekunder, karena akan mengikat antibodi primer pada berbagai titik. Tabel 1. Kadar IgY (mg/ml yolk) diekstraksi dari telur burung puyuh pada waktu yang berbeda-beda (H) setelah imunisasi dengan protein ayam Dosis antigen (µl/ekor puyuh)

Waktu ekstraksi H10

H17

H24

H31

0 1,78 1,71 2,21 2,57a 25 1,71 3,64 5,08 7,13b 50 1,29 4,33 8,34 17,39c 75 1,87 2,28 9,14 19,12c Keterangan: 1. H: hari ke- setelah telur pertamadihasilkan 2. Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berarti perbedaan tidak signifikan (P>0,05) Hasil antibodi IgY yang diperoleh menunjukkan bahwa tubuh burung puyuh menanggapi antibodi anti-c-Myc yang disuntikkan pada imunisasi sebagai bahan asing dan direspon dalam pembentukan antibodi terhadapnya. Walaupun kedua species

berasal dari familia yang sama (Galliiformes), tampaknya terdapat perbedaan molekuler yang cukup pada struktur antibodi ayam (chicken anti-cMyc) yang digunakan sebagai imunogen dengan struktur yang dikenali sel-sel pembentuk antibodi pada tubuh burung puyuh, sehingga dikenali sebagai benda asing. Dengan kata lain, terdapat jarak genetik yang cukup terpisah antara kedua species sehingga protein dari ayam direspon oleh tubuh burung puyuh sebagai benda asing. Penjelasan ini sejalan dengan hasil penelitian Hosomichi et al. (2006) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan wilayah struktur major histocompatibility complex (Mhc) class IIB antara puyuh dengan ayam, yaitu wilayah tersebut memiliki fleksibilitas dan diversitas genomik yang lebih luas pada puyuh dibandingkan dengan ayam. Hasil yang diperoleh juga memiliki implikasi terdapat peluang untuk menyandingkan kedua jenis IgY dalam sistem imunodeteksi, yaitu menggunakan IgY ayam sebagai antibodi primer dan IgY puyuh sebagai antibodi sekunder. Peluang ini masih perlu diuji secara empiris dengan cara memberi label pada IgY burung puyuh dan melakukan langkah imunohistokimia misalnya mendeteksi protein c-Myc di jaringan mamal. DAFTAR PUSTAKA Hosomichi, K., Takashi Shiina, Shingo Suzuki, Masayuki Tanaka, Sayoko Shimizu, Shigehisa Iwamoto, Hiromi Hara, Yutaka Yoshida, Jerzy K Kulski, Hidetoshi Inoko, and Kei Hanzawa. The major histocompatibility complex (Mhc) class IIB region has greater genomic structural flexibility and diversity in the quail than the chicken. BMC Genomics. 2006; 7: 322. Hutahaean, S. Destriani Novita Hasibuan, Hanna Omega Tobing, Rohana Simanjuntak, Anissa Willy Halimas, Tombak Antonius Pakpahan. 2012. Pengaruh Dosis Peptida Sintetik sebagai Imunogen dalam Produksi Antibodi IgY anti-cMyc pada Ayam Kampung (Gallus gallus). Prosiding Seminar Hasil-Hasi Penelitian, LP USU, Medan. Polson, A. 1990. Isolation of IgY from the yolks of eggs by a chloroform polyethylene glycol procedure. Immunol Invest 19: 253–258. Schade,R., Christian Staak, Coenraad Hendriksen, Michael Erhard, Herbert Hugl, Guus Koch, Anders Larsson, Wolfgang Pollmann, Marc van Regenmortel, Eric Rijke, Horst Spielmann, Harry Steinbusch and Donald Straughan. 1996. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies: IgY The Report and Recommendations of ECVAM Workshop 211,2 Reprinted with minor amendments from ATLA 24: 925-934.

9

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

SUMBER BENIH BAWANG MERAH (ALLIUM CEPA L. AGGREGATUM GROUP) YANG DIPERDAGANGKAN DAN DITANAM DI SUMATERA UTARA Tumiur Gultom Jurusan Biologi FMIPA- Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Telepon/Fax : E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asal benih bawang merah ((Allium cepa L. Aggregatum Group) yang ditanam di wilayah Sumatera Utara. Observasi dilakukan pada beberapa sentra penanaman bawang merah yaitu di Paropo, Onan Runggu, Tongging, dan Haranggaol serta beberapa pasar tempat penjualan benih bawang merah yaitu Pasar Sentral di kota Medan dan Onan Paropo di Silalahi Dairi. Observasi dilakukan pada bulan April 2012 hingga April 2014. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara dengan pedagang (importir), pedagang eceran dan petani bawang serta observasi langsung ke lokasi penanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Sumatera Utara terdapat benih bawang yang dari India, Srilanka, Philippina, Peking, Pakistan, Thailand, Brebes, dan lokal Samosir. Di Paropo ditanam bawang impor asal Srilanka, Philippina dan Thailand. Di Tongging ditanam bawang asal Jawa Tengah dan bawang lokal Samosir, di Onan runggu ditanam bawang asal Samosir demikian juga dengan di Haranggaol. Jenis bawang yang diperjualbelikan di Pasar Sentral berasal dari lokal dan impor. Di Pasar Paropo dijual jenis bawang lokal Samosir dan impor dari Thailand, Srilanka, Philippina dan Pakistan. Harga benih bervariasi ditingkat importir dan ditingkat petani yaitu dengan harga Rp 25.000 – Rp 45.000 / kg. Produksi bawang merah impor asal benih Thailand dan Philipina lebih tinggi dibanding produksi varietas lokal Samosir, sementara benih asal Srilanka, produksi menurun bila pada musim panen, curah hujan tinggi. Informasi produksi benih asal Pakistan, India dan Peking tidak ada data. Kata Kunci: benih bawang merah, impor, lokal, produksi, pasar, sentra pertanian 1. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp 2,7 triliun/tahun) dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha . Benih merupakan masukan utama dalam agribisnis yang proses pengadaannya juga merupakan kegiatan agribisnis dan sebagai bahan baku industri pertanian. Dalam program sertifikasi benih, dipilah dalam kelas-kelas yaitu BS (Breeder Seed/Benih Penjenis), FS (Foundation Seed/Benih Dasar), SS (Stock Seed/Benih Pokok), dan ES (Extension Seed/Benih Sebar). Pemilahan kelas-kelas benih tersebut didasarkan pada tingkat kemurnian benih secara genetis dan tingkat/kelas penangkar benih yang berhak memproduksinya. Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil bawang merah. Benih dipilih dari umbi hasil pertanaman untuk konsumsi yaitu umbi-umbi yang berukuran kecil (4-5 g/umbi) agar kebutuhan benih tidak terlalu banyak Pada umumya benih yang digunakan oleh petani adalah umbi-umbi yang berasal dari pertanaman konsumsi tanpa melalui seleksi, tetapi umbi-umbi itu telah disimpan dalam waktu sekitar 3 bulan . Hal ini dikarenakan kalau membeli benih benih bermutu 10

harganya jauh lebih mahal, sampai 4-5 kali harga bawang konsumsi. Dengan keadaan terpaksa petani menggunakan benih seadanya yang sangat bervariasi, dari berat 5 gram sampai 15 gram/umbi, sehingga kebutuhan benih berkisar antara 0,6-1,4 ton/ha sehingga biaya produksi semakin tinggi.Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan sayuran umbi yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap masakan, di samping sebagai obat tradisional karena efek antiseptik senyawa anilin dan alisin yang dikandungnya (Rukmana, 1994). Bahan aktif minyak atsiri bawang merah terdiri dari sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin, dan floroglusin (Muhlizah dan Hening-S, 2000). Bawang merah termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Liliales, familia Liliaceae, genus Allium, spesies Allium ascalonicum L.,sinonim Allium cepa var. ascalonicum.Tanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi, hingga ketinggian +1.100 m dpl. Namun produksi terbaik dihasilkan di dataran rendah (0-500 m dpl), bersuhu 25-32°C, pH tanah antara 5,5-6,5, dan mendapat sinar matahari +70% (Rukmana, 1994; Wibowo, 1991). Rata-rata produksi bawang merah nasional saat ini masih rendah. Padahal iklim, musim dan lahan di Indonesia memungkinkan budidaya tanaman ini secara besar-besaran, khususnya di pulau Jawa. Rendahnya daya produksi bawang merah antara lain disebabkan karena sedikitnya kultivar-kultivar unggul

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

dan proses pengolahan pertanian yang kurang baik (Rukmana, 1994; Wibowo, 1991). Kultivar-kultivar unggul dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman, diantaranya mutasi dan prosedur transgenik. Di Indonesia, tanaman bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah yang beriklim kering dengan suhu agak panas dan cuaca cerah. Musim tanam biasanya pada bulan April dan Oktober. Produksi bawang merah sampai saat ini memang belum optimal dan masih tercermin dalam keragaman cara budidaya tempat bawang merah(Allium cepa var. ascalonicum) diusahakan (Sartono dan Suwandi, 1996). Provinsi penghasil utama bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) (luas panen > 1.000 ha/tahun) diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan. Selama periode 1989-2003, pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) adalah sebesar 3,9% per tahun, dengan kecenderungan pola pertumbuhan yang konstan. Estimasi permintaan domestik tahun 2010 mencapai 976.284 ton yang terdiri dari konsumsi 824.284 ton, benih 97.000 ton, industri 20.000 ton dan ekspor 35.000 ton. Analisis data ekspor-impor 2006-2010 mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah impotir bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum), karena volume ekspor untuk komoditas tersebut secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya. Ekspor Indonesia dalam bentuk bawang segar/beku, bawang goreng, vinegar dan acetic acid. Impor bawang merah disamping dalam bentuk bawang segar/beku, lebih dominan dalam bentuk benih. Dari segi volume, jumlah impor 10 kali lebih tinggi dibandingkan ekspor (Erytrina, 2013). Salah satu unsur penunjang keberhasilan usaha produksi bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) adalah penggunaan benih bermutu. Benih merupakan komponen teknologi yang signifikan meningkatkan produksi bawang merah, karena itu penciptaan varietas diprioritaskan pada perbaikan hasil, daya tahan terhadap hama dan penyakit, dan memiliki adaptasi tinggi terhadap agroekosistem wilayah setempat. Petani bawang merah menggunakan bermacam-macam varietas baik yang lokal maupun impor. Beberapa varietas lokal yang dominan ditanam adalah Kuning Tablet, Bima Curut, Bima Juna, Batu, Bima Karet, Medan, Tuk-tuk dan Sumenep. Benih impor didatangkan dari Filipina, Vietnam dan Thailand (Erytrina, 2013). Saat ini kondisi perbenihan bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Hal ini karena petani masih menggunakan benih asal-asalan dan tidak bersertifikat sehingga benih yang digunakan kurang bermutu (Santoso, 2008). Ketersediaan bibit

bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) mengalami kesulitan karena keterbatasan varietas lokal yang ada, karena petani lebih memilih untuk mengembangkan varietas asal impor, seperti varietas impor Thailand dan Pakistan yang ukurannya lebih besar, kandungan airnya lebih banyak serta warnanya lebih pucat, sementara aromanya jauh lebih rendah dibandingkan bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) varietas lokal. Meski demikian, bawang merah varietas ini dinilai lebih tahan terhadap serangan hama bawang sehingga banyak ditanam petani (Basuki, 2005). Benih bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) yang diimpor dari Thailand, Vietnam dan Filipina dikhawatirkan mengandung organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) yang tidak ada di Indonesia. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tim dari karantina didapati bawang merah impor dari Thailand mengandung 15 organisme pengganggu tanaman karantina yang tidak ada di Indonesia. Sebanyak 15 organisme pengganggu tanaman karantina serupa juga didapati pada benih bawang merah impor asal Philipina sedangkan asal Vietnam mengandung 12 organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) yang tidak ada di Indonesia ( Anonim1,2014). 1.1 TUJUAN Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sumber (asal) benih, harga benih yang diperdagangkan dan ditanam di Sumatera Utara serta informasi pertumbuhan dan produksinya. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Bawang Merah. Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum) merupakan sayuran umbi yang cukup populer di kalangan masyarakat, selain nilai ekonomisnya yang tinggi, bawang merah juga berfungsi sebagai penyedap rasa dan dapat juga digunakan ebagai bahan obat tradisional atau bahan baku farmasi lainnya. Deskripsi dari bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum), habitus termasuk herba, tanaman semusim, tinggi 40-60 cm. Tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Berumbi lapis dan berwarna merah keputih-putihan. Daun tunggal memeluk umbi lapis, berlobang, bentu lurus, ujung runcing. Bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai silindris, panjang ± 40 cm, berwarna hijau, benang sari enam, tangkai sari putih, benang sari putih, kepala sari berwarna hijau, putik menancap pada dasar mahkota, mahkota berbentuk bulat telur, ujung runcing (Silalahi, 2007). Tanaman bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) dapat ditanam di dataran randah maupun di dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 01.000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian

11

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

optimalnya adalah 0-400 m dpl saja. Secara umum tanah yang dapat ditanami bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) adalah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,66,5. Syarat lain, penyinaran matahari minimum 70 %, suhu udara harian 25-32oC, dan kelembaban nisbi sedang 50-70 % (Silalahi, 2007). Morfologi Bawang Merah (Allium cepa var. Ascalonicum) Struktur morfologi tanaman bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) terdiri atas akar, batang, umbi, daun, bunga, dan biji. Tanaman bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) termasuk tanaman semusim ( annual), berumbi lapis, berakar serabut, berdaun silindris seperti pipa, memiliki batang sejati (diskus) yang berbentuk sperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh) ( Rukmana, 2007) Akar Secara morfologi akar tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar. Sedangkan secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik tumbuh akar. Ujung akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya berdinding tipis dan aktif membelah diri. Ujung akar dilindungi oleh tudung akar (kaliptra). Tudung akar berfungsi melindungi akar terhadap kerusakan mekanis pada waktu menembus tanah (Anonim4, 2008). Pada akar, terdapat rambut-rambut akar yang merupakan perluasan permukaan dari sel-sel epidermis akar. Adanya rambut-rambut akar akan memperluas daerah penyerapan air dan mineral. Rambut-rambut akar hanya tumbuh dekat ujung akar dan relatif pendek. Bila akar tumbuh memanjang kedalam tanah maka pada ujung akar yang lebih muda akan terbentuk rambut-rambut akar yang baru, sedangkan rambut akar yang lebih tua akan hancur dan mati. Akar merupakan organ pada tumbuhan yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap air dan garam mineral dari dalam tanah, dan untuk menunjang dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya (Anonim4, 2008). Batang Batang pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum.) merupakan batang yang semu yang terbentuk dari kelopak-kelopak daun yang saling membungkus. Kelopak-kelopak daun sebelah luar selalu melingkar dan menutupi daun yang ada didalamnya. Beberapa helai kleopak daun terluar mengering tetapi cukup liat. Kelopak daun yang menipis dan kering ini membungkus lapisan kelopak daun yang yang ada didalamnya yang membengkak.

12

Karena kelopak daunnya membengkak bagian ini akan terlihat mengembung, membentuk umbi yang merupakan umbi lapis (Anonim4, 2008). Bagian yang membengkak pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum ) berisi cadangan makanan untuk persediaan makanan bagi tunas yang akan menjadi tanaman baru, sejak mulai bertunas sampai keluar akarnya. Sementara itu, bagian atas umbi yang membengkak mengecil kembali dan tetap saling membungkus sehingga membentuk batang semu (Anonim4, 2008). Pada pangkal ubi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang tidak sempurna. Dari bagian bawah cakram ini tumbuh akar-akar serabut yang tidak terlalu panjang. Sedangkan dibagian atas cakram, diantara lapisan kelopak daun yang membengkak, terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Anonim4, 2008). Daun Secara morfologi, pada umumnya daun memiliki bagian-bagian helaian daun (lamina), dan tangkai daun (petiolus). Daun pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil dan memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak (Anonim4, 2008). Pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum), ada juga yang daunya membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daunya. warna daunya hujau muda. Kelopak-kelopak daun sebelah luar melingkar dan menutup daun yang ada didalamnya (Anonim4, 2008). Bunga Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) dapat membentuk bunga yang keluar dari dasar cakram dengan bagian ujungnya membentuk kepala yang meruncing sperti tombak dan terbungkus oleh lapisan daun (seludang). Pertumbuhan bunga bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) dimulai dari keluarnya tangkai bunga dari cakram melalui ujung umbi seperti pemunculan daun biasa, tetapi lebih ramping, berbentuk bulat panjang dan kuat, serta pada ujungnya terdapat benjolan runcing seperti mata tombak. Seludang ini kemudian akan membuka sehingga tampak kuncup-kuncup bunga beserta tangkainya (Anonim4, 2008). Bunga bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) merupakan bunga majemuk berbentuk tandan. Setiap tandan mengandung 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) termasuk bunga sempurna yang setiap bunga terdapat benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergsris keputihputihan atau putih, serta bakal buah duduk diatas

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

membentuk suatau bangun seperti kubah (Anonim4, 2008). Bakal buah terbentuk dari tiga daun buah yang disebut carpel, membentuk tiga buah ruang dan setiap ruang mengandung 2 bakal biji (ovulum). Benang sari tersusun dalam dua lingkaran, 3 benang sari pada lingkaran dalam, dan benag sari yang lainya pada lingakaran luar. Tepung sari dari benang sari pada lingkaran dalam biasanya lebih cepat matang dibandingkan dengan teapung sari pada lingkaran luar. Penyerbukan antarbunga dalam satu tandan, maupun penyerbukan antarbunga dengan tandan yang berbeda berlangsung dengan perantaraan lebah atau lalat hijau (Anonim4, 2008).

budidaya. Perbedaan yang terjadi dalam satu varietas umumnya karena perbedaan lingkungan tumbuhnya (perbedaan agroekologi) sehingga sedikit berpengaruh pada penampilan morfologis (penampilan luar).

Buah dan Biji Menurut Rukmana (1995) dalam Dewi ( 2012), buah bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setalah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman.

B. Bahan dan Alat Pengumpulan data dilaksanakan dengan metode observasi dan wawancara langsung dengan pedagang dan petani bawang. Data yang dikumpulkan adalah informasi sumber benih dan harga benih di pasar, pertumbuhan dan produksi bawang. Alat yang digunakan pada penelitoan ini adalah: kamera dan alat tulis menulis.

2.2. Benih Bawang Merah Usahatani bawang merah termasuk usahatani yang beresiko tinggi karena dengan biaya produksi tinggi belum tentu menghasilkan keuntungan tinggi. Walaupun petani mampu memproduksi tinggi dengan kualitas umbi yang baik namun terkadang masalah harga tidak dapat diperkirakan sebelumnya . Hal inilah yang selalu menyebabkan harga bawang merah berfluktuasi. Selain itu faktor pembatas utama dalam usahatani bawang merah adalah tingginya intensitas serangan hama dan penyakit pada musim-musim tertentu. Serangan yang terjadi dari hama maupun penyakit tersebut biasanya bersifat serentak sehingga merusak hampir seluruh pertanaman yang ada pada areal tersebut. Serangan hama dan penyakit tersebut tidak bisa diprediksikan namun dengan mengatur pola tanam dan penanaman melihat musim. Masalah pada perbenihan bawang merah adalah Harga benih yang sangat mahal sampai 50 % dari biaya produksi 2.3. TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Tanaman bawang merah termasuk tanaman menyerbuk silang, namun karena pembiakannnya secara vegetatif dengan menggunakan umbi maka dalam suatu populasi dengan kultivar yang sama akan mempunyai genotipe yang sama dengan induknya. Dengan demikian potensi dari masing-masing individu akan tetap sama dan relatif tidak berubah dalam hal daya hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kualitas umbi dll. Sehingga dari tahun ke tahun , sifat-sifat ini akan sama dan peningkatan hasil dapat ditingkatkan dengan perbaikan

3. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lakukan pada bulan April 2012, April - Juli 2013, April dan Juli 2014 di Paropo, Onan Runggu, Tongging, dan Haranggaol serta beberapa pasar tempat penjualan benih bawang merah yaitu Pasar Sentral di kota Medan dan Onan Paropo di Silalahi Dairi.

C. Pelaksanaan Penelitian Metode yang dpakai adalah metode wawancara dan observasi ke pasar dan sentra penanaman bawang merah. Di Pasar Sentral diwawancarai sebanyak 2 orang importer, 30 pedagang eceran dan di Pasar daerah di wawancarai 6 orang pedagang eceran. Hal-hal yang ditanyakan adalah: asal benih, penyimpanan benih, konsumen, dan harga. Pertanyaan kepada petani : sumber benih, perawatan, pertumbuhan dan produksi bawang. Data dikumpulkan dan dianalisis. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sumber Benih Bawang Merah Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung di pasar dan lapangan sentra penenaman bawang merah di Sumatera Utara maka dapat di tampilkan hasilnya. Asal ataupun sumber benih di Sumatera Utara yang dijual di Pasar Sentral disajikan pada Tabel 1. Benih bawang impor lebih banyak diperdagangkan dibandingkan dengan lokal. Enam jenis benih yang diperdagangkan berasal dari negara lain yaitu berasal dari negara Thailand, Philipina, India, Pakistan dan Peking, Srilanka, dan satu jenis dari dalam negeri yaitu Brebes (Jawa). Harga benih berada pada kisaran Rp 25.000 sampai dengan Rp 45.000 per kg. Pedagang di daerah mendapatkan benih dari pasar Sentral Medan. Masuknya benih bawang merah dari luar negeri akan membantu dalam penyediaan benih, namun perlu diperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan keamanan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

13

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tabel 1. Jenis Sentral Nomor Nama 1 Varietas Thailand 2 Varietas Philipina 3 Varietas India 4 Varietas Pakistan 5 Varietas Peking 6 Varietas Srilanka 7 Varietas Brebes

Bawang yang dijual di Pasar Asal Impor dari Thailand Impor dari Philipina Impor dari India Impor dari Pakistan Impor dari Peking Impor dari Srilanka Brebes (Jawa Tengah)

Harga/ kg Rp. 40.000 Rp. 40.000 Rp. 30.000 Rp.30.000 Rp.35.000 Rp.25.000 Rp. 45.000

Harga benih paling tinggi adalah Rp. 45.000 dan harga paling rendah adalah Rp.25.000 perkilogram ditampilkan pada Tabel 1. Benih bawang yang ditemui di Pasar Paropo adalah benih impor dari Thailand, Srilanka, Philippina, Pakistan dan lokal Samosir. Harga benih berada pada kisaran Rp 40.000 sampai 50.000 perkilogram ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis Bawang yang dijual di Pasar Paropo Nomor Nama Asal Harga 1 Thailand Impor dari Rp. 45.000 Thailand 2 Srilanka Impor dari Rp 40.000 Srilanka 3 Philippina Impor dari Rp 45.000 Philippina 4 Pakistan Impor dari Rp 40.000 Pakistan 5 Samosir Samosir Rp. 50.000 Harga tertinggi ditemukan pada bawang lokal (Samosir). Walaupun varietas lokal namun harga lebih mahal, hal ini disebabkan karena bawang merah lokal ini sudah mulai jarang ditemui di lapangan. Dokumentasi beberapa benih yang dijumpai di pasar Sentral dan pasar lokal ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Gambar Beberapa Benih Bawang Merah yang diperdagangkan di Pasar Sentral (Sumber : Dokumentasi pribadi) B. Jenis dan Asal Benih Yang ditanam Jenis bawang yang ditanam di sentra penanaman bawang merah adalah bawang Brebes, bawang dari Thailand, Philippina, Srilanka, Brebes dan Samosir disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.Sumber benih bawang Merah yang ditanam di sentra penanaman bawang Merah Nomor Lokasi Jenis bawang yang ditanam 1 Paropo Thailand, Philippina, Srilanka, Samosir 2 Tongging Brebes, Philippina dan Samosir 3 Onanrunggu Samosir dan Pangururan 4 Haranggaol Brebes dan Samosir Dari hasil observasi di lapangan bahwa benih yang lebih banyak ditanam adalah benih asal Philippina dan Thailand, diikuti Srilanka dan Brebes. Benih yang paling sedikit ditanam adalah benih lokal Samosir. C. Pertumbuhan Dan Lapangan

Produksi Bawang Di

Hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan petani di lapangan maka diketahui bahwa pertumbuhan bawang Thailand dan Philippina lebih bagus demikian juga dengan produksinya (kilogram). Umur panen 60 hari. Bawang Srilanka pertumbuhan lumayan bagus namun tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Bila umur bawang sudah mendekati umur panen (60 hst) dan curah hujan tinggi maka bawang Srilangka langsung berkecambah. Bila untuk menghasilkan benih selanjutnya tanpa mengalami bero maka bawang asal Srilanka cocok digunakan sebagai benih. Penampilan bawang merah Srilanka yang terkena curah hujan tinggi ditampilkan pada Gambar 2. Bawang Brebes memiliki pertumbuhan dan produksi yang hampir sama dengan bawang Philippina. Produksi paling rendah ditemui pada bawang lokal Samosir. Kemungkinan disebabkan karena bawang Samosir berukuran lebih kecil-kecil sehingga perkilogramnya harus dari lebih banyak rumpun.

14

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Gambar 2. Bawang Srilanka yang berkecambah di rumpunnya karena curah hujan yang tinggi. Bawang hasil panen petani di Paropo dengan benih yang berasal dari Thailand ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Produksi Bawang Merah dengan benih yang berasal dari Thailand(Dokumentasi Pribadi) 5. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan: 1.

Benih bawang yang diperdagangkan di Pasar Sentral dan pasar lokal berasal dari impor dan lokal

2.

Harga benih bawang merah berada pada kisaran Rp 25.000 sampai Rp 45.000 perkilogram

3.

Produksi benih asal Thailand dan Philippina lebih bagus dari bawang lokal Samosir

4.

Informasi produksi Pakistan, India dan Peking tidak ada data

B. Saran Disarankan supaya dilakukan penelitian untuk mengetahui informasi produksi dari varietas Pakistan, India dan Peking

DAFTAR PUSTAKA Anonim1, (2013), Badan Karantina Temukan OPT Benih Bawang Impor, http://www.antaranews.com/print/68269/garbagefestival-to-mark-trash-problem-inyogyakarta.(Diakses tanggal 25 Januari) Anonim2,(2014),Pemerintahan Kabupaten Samosir, http:/ /samosirkab.go.id/i ndex.php?option=com content&view= article&id=141 & Itemi d=56&l ang= en. ( Diakses tanggal 16 Maret) Anonim3, (2014), Jenis Bawang Yang digunakan Seharian, http://asamgaram2puteri.blogspot.com/2012/10/je nis-bawang-yang-digunakanseharian.html.(Diakses tanggal 20 Maret) Anonim5,(2104),http://distan.sumutprov.go.id/inform asi/berita/31-petani-samosirterus pertahankanbudidaya-tanaman-bawang.html.(Diakses tanggal 25 Januari) Anonim6, (2014), Manfaat Bawang Merah untuk Kesehatan dan Kesuburan Rambut. http:// Manfaat Bawang Merah untuk Kesehatan dan Kesuburan Rambut - Tips Kesehatan.html. (diakses tanggal 24 Maret) Aziz, H., Andi Ate, dan Bahrudin, (2013), “Karakterisasi Sumber Benih Bawang Merah Dari Berbagai Daerah Sentra Produksi Di Lembah Palu”. Jurnal Agrotekbis, 1 (3), 221-227. Basuki, S. R., (2005), Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah, Laporan Hasil Penenlitian APBN 2005-ROPP DI. Erytrina, (2013), Perbenihan Dan Budidaya Bawang Merah, Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Dan Swasembada Beras Berkelaanjutan di Sulawesui Utara, Balai Pesar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Nurmalinda dan Suwandi, ( 1995), Potensi wilayah pengembangan bawang merah. Teknologi produksi bawang merah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Putrasamedja, S., dan Suwandi, (1996), Bawang Merah di Indonesia, Badan Penelitian Sayuran, Bandung. Rahayu,E., dan Berlian, N. V. A., (1999), Bawang Merah, Penebar Swadaya, Jakarta. Rismunandar, (1986), Membudidayakan lima jenis bawang, Penerbit Sinar Baru, Bandung. Rukmana,R., (1995), Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen, Kanisius, Jakarta. Rukmana, R.,(2007), Bawang Merah Dari Biji, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang. Santoso, A. P, (2008), Sertifikasi Bawang Merah. Makalah Pertemuan Apresiasi Penangkar Benih Bawang se Indonesia Bagian Timur, Direktorat Jendral Bina Produksi Holtikultura, Jakarta.

15

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK MENENTUKAN KEBERADAAN BATU GAMPING DI DAERAH KEJAREN DUSUN I SULKAM KABUPATEN LANGKAT Rochayanti N R Simatupang1, Rita Juliani2 Program Studi Fisika MIPA, Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Tel.(061) 6625970 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Daerah Kejaren dengan posisi koordinat UTM diantara 367000-367732 m N dan 419863-420370 m E merupakan daerah potensi batu gamping. Penelitian bertujuan untuk menentukan keberadaan dan komposisi kandungan batu gamping di daerah Kejaren. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik Automatic Resistivity System (ARES) konfigurasi Schlumberger dengan mengukur nilai tahanan jenis lapisan tanah di daerah Kejaren sebanyak 10 lintasan. Pemodelan dan inversi data lapangan dilakukan dengan menggunakan software Res2DinV dan Surfer 8. Pengujian untuk menganalisa kandungan batu gamping diambil secara acak dari singkapan batu gamping pada dua lokasi titik penelitian dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffractometer Shimadzu 6100 kemudian data diinversikan ke software Match. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan batu gamping di daerah Kejaren yang tersebar di seluruh lintasan dengan nilai tahanan jenis antara 500 Ωm sampai 38000 Ωm. Penyebaran potensi batu gamping untuk kedalaman 5 meter, 10 meter, 15 meter, 20 meter, 25 meter dan 30 meter masing-masing sebesar 23,6 Ha; 74,67 Ha; 37,06 Ha; 28,2 Ha; 33,01 Ha, dan 37,06 Ha. Pengujian sampel dari singkapan batu gamping di daerah Kejaren diperoleh hasil kandungan CaCO3 dengan persentase berat sebesar 74,38% dan 100%, dimana kandungan utama mineral adalah calcite dengan Density Bulk (B.D) sebesar 2,6770 gr/cm3 serta bentuk kristal hexagonal. Kata Kunci: batugamping, geolistrik, Res2DinV, Surfer 8, difraksi sinar-X 1.

PENDAHULUAN Kawasan karst adalah suatu kawasan batu gamping dengan bentang alam tiga dimensional yang terbentuk akibat proses pelarutan lapisan batuan dasar. Geologi kawasan karst Indonesia umumnya berpuncak datar dan memiliki punggungan berupa batu gamping yang memanjang. Kawasan karst terjadi di kawasan batu gamping dan kawasan batuan yang mudah larut serta mempunyai porositas sekunder atau memiliki kekar dan sesar intensif. Kawasan karst Indonesia mencapai 20% dari total luas wilayah Indonesia yaitu sekitar 154.000 km2 dengan ketebalan lapisan beragam yang terbentang dari Sumatera sampai Irian Jaya. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2011), cadangan batu gamping di Sumatera Utara sangat banyak dan memiliki penyebaran yang begitu luas. Penyebaran batu gamping ada di beberapa lokasi diantaranya di Kabupaten Karo, Tapanuli Tengah, Simalungun, dan Langkat. Penyebaran batu gamping di Kabupaten Langkat sebagian sudah di teliti ole Zahedi (2002), dimana dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa gua di Kecamatan Bahorok merupakan gua batu gamping dengan kualitas kelas C sedangkan di Kecamatan Kutambaru belum dilakukannya penelitian di sekitar gua Kejaren. Letak geografis Kecamatan Kutambaru antara 367000-367732 m N dan 419863-420370 m E. Sebelah timur berbatasan

16

dengan Kecamatan Salapian, sebelah barat dengan Kecamatan Sei Bingai, sebelah utara dengan Kecamatan Kuala, dan sebelah selatan dengan Kabupaten Karo. Posisi Kabupaten Karo dekat dengan kecamatan Kutambaru memiliki penyebaran bahan galian berupa batu gamping, dolomit, dan marmer (Sukhyar, 2011). Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan batu gamping adalah metode geolistrik. Metode geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Pendeteksian di atas permukaan meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus kedalam bumi. Metode geolistrik yang terkenal diantaranya adalah metode potensial diri (SP), arus telluric, magnetotelluric, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), dan resistivitas (tahanan jenis). Metode geolistrik tahanan jenis sangat popular dan sering digunakan baik dalam survei geologi dan eksplorasi. Menggunakan metode geolistrik, Nabeel dkk (2013) memperoleh anomali batu gamping dengan rentang tahanan jenis antara 1027-8000 Ωm. Penelitian yang sama dilakukan oleh Nadliroh dkk (2012), memperoleh rentang tahanan jenis batu gamping setelah ditanam ke dalam tanah antara 9,3-591 Ωm dan fosfat berkisar 5,3-255 Ωm. Penelitian Karunia dkk (2012) memperoleh rentang

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

tahanan jenis batu gamping pada sungai bawah tanah antara 69,2-1110 Ωm. Memiliki kecendrungan membentuk pola kontur lorong dan diduga sebagai batuan penudung dalam strukur penyusun sungai bawah tanah. Berbagai macam konfigurasi elektroda pada metode geolistrik salah satu diantaranya yaitu, konfigurasi Schlumberger yang mampu mendeteksi adanya nonhomogenitas lapisan batuan. Menggunakan konfigurasi Schlumberger, Herlin dan Budiman (2012) memperoleh nilai tahanan jenis batu gamping pada lapisan bidang gelincir berkisar 22068–134811 Ωm pada kedalaman lapisan sekitar ± 5,03 m dengan ketebalan sekitar ± 4,63 m. Untuk mengetahui kandungan sampel batuan yang telah diperoleh maka dilakukan uji analisa kimia di laboratorium untuk menentukan kadar CaCO3 (Sanusi, 1984) . Analisa kimia batu gamping dapat dilakukan dengan metode difraksi sinar-X. Difraksi sinar-X (XRD) adalah suatu metode yang diperlukan untuk menganalisis mineralogi suatu sampel batuan, sebab melalui metode XRD dapat mengidentifikasi jenis dan sifat mineral tertentu dengan melihat pola difraksi mineral yang dihasilkan. Adler dan Handoko (2007) dalam penelitiannya mengamati puncak intensitas maksimum sampel yang mengandung mineral calcite dan dolomite diperoleh kandungan mineral calcite pada sampel batu gamping A, B, dan C sekitar 81,17 %, 59,6 % dan 82,5%. 2.

MATERI DAN METODA Lokasi pengambilan data dilakukan di Daerah Kejaren Dusun I Sulkam Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara (gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi daerah Kejaren Kontur lokasi daerah Kejaren memperlihatkan garis kontur yang semakin rapat berarti daerah tersebut semakin terjal sebaliknya garis kontur yang semakin renggang berarti daerah tersebut semakin

landai. Warna menunjukkan posisi ketinggian dari tiap-tiap lintasan. 2.1

Materi dan Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System (GPS) map 76CSx, Geolistrik (Resistivity meter) ARES-G4 v4.7, SN: 0609135, dan X-Ray Diffractometer Shimadzu 6100. 2.2 Metoda 2.2.1 Metoda Geolistrik Pengambilan data geolistrik ARES konfigurasi Schlumberger dilakukan sebanyak 10 lintasan dengan panjang tiap lintasan 155 meter. Data output berupa dua dimensi dengan variasi nilai tahanan jenis yang kemudian dikonturkan dengan software Surfer 8 membentuk perlapisan mulai dari 5 meter hingga 30 meter. Dari perlapisan tersebut kemudian dihitung besar jumlah keterdapatan batu gamping di daerah tersebut. 2.2.2 Uji Difraksi Sinar-X Pengujian analisis kimia dengan mengambil sampel batuan gamping di lokasi penelitian berupa singkapan. Data sampel yang diambil secara acak sebanyak dua sampel dengan posisi masing-masing sampel berada pada koordinat 420634 m N, 367264 m E dan 420622 m N, 367487 m E. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji difraksi sinar-X dengan menganalisis kandungan CaCO3 kemudian data diolah dengan software Match. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengamatan Geologi Berdasarkan peta geologi daerah Kejaren memiliki sebaran bahan galian batu gamping yang terdapat dalam formasi batuan yaitu formasi batu gamping Batumilmil. Formasi batu gamping Batumilmil (Ppbl) terdiri dari batu gamping terumbu (kerangka), klastik, dan rijang, termasuk kelompok Peusangan, diduga berumur Perem Awal hingga Trias Awal. Secara tidak selaras diatas formasi batu gamping Batumilmil (Ppbl) diendapkan anggota batu gamping formasi Kuala/Mtks. Rijang merupakan batuan keras dan pejal terdiri atas asam (Turdjaja, 2011). Daerah Kejaren dilewati oleh dua sesar yaitu sesar pertama melewati lintasan T4 menuju ke arah selatan dekat lintasan T8 sedangkan sesar kedua melewati lintasan T4 menuju ke arah barat daya dekat lintasan T9 (gambar 1). Sesar adalah fracture yang mengalami dislokasi dan tahap awal terjadinya speleogenesis sepanjang sesar. Salah satu pengaruh utama dari sesar adalah displacement lapisan yang memiliki karakter speleogenesis, berjauhan satu sama lain (Subterra Indonesia, 2011).

17

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.2

Morfologi Karst Daerah Kejaren Morfologi batu gamping di daerah Kejaren dipengaruhi oleh faktor pengontrol dan pendorong yaitu curah hujan, vegetasi dan kondisi penutupan hutan. Curah hujan di daerah Kejaren berintensitas lebih dari 250 mm per tahun dan vegetasi daerah tersebut berupa perkebunan karet, perladangan warga, dan penutupan hutan lebat (hutan Taman Nasional Gunung Leuser) yang akan mempercepat proses karstifikasi. Akibat penutupan hutan lebat, daerah Kejaren dari kejauhan tidak terlihat seperti daerah karst. Morfologi karst daerah Kejaren berupa bukitbukit, sungai permukaan, sungai bawah tanah, air terjun, dan gua. Bukit-bukit di daerah Kejaren terpisah oleh suatu dataran luas dan sempit dengan bentuk simetris maupun asimetris yang memanjang dan bergelombang dengan ketinggaan antara 343-581 meter di atas permukaan laut. Secara megaskopis batu gamping memperlihatkan warna keabu-abuan mulai dari abu-abu hingga abu-abu gelap, dan bersifat masif. Drainase di daerah Kejaren berupa sungai permukaan yaitu Ketuken dan air terjun (gambar 2 dan 3). Sungai permukaan di daerah tersebut mengalir di waktu musim penghujan.

T1

T2

T3

T4

T5

T6

T7 Gambar 2. Sungai Permukaan yakni Sungai Ketuken

T8

T9

Gambar 3. Air Terjun di Daerah Kejaren 3.3

Pengolahan Data Geolistrik Data hasil geolistrik ARES diolah menggunakan software Res2DinV dan hasil pengolahan diperoleh nilai tahanan jenis penampang dua dimensi dari 10 lintasan (gambar 4). 18

T10 Gambar 4. Penampang dua dimensi dari hasil inversi Res2DinV

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Keberadaan batu gamping di lintasan T1 berada pada kedalaman 1,25-12,4 meter dan 15,9-30 meter dengan nilai tahanan jenis antara 500-38000 Ωm. Penampang dua dimensi di lintasan T1 terputus karena nilai tahanan jenis yang terbaca sangat kecil yaitu antara 0,01-0,33 Ωm. Di lintasan T2 menunjukkan sedikitnya batu gamping dengan nilai tahanan jenis antara 500-1000 Ωm berada di kedalaman 1,25-12,4 meter di ujung lintasan dan 19,8-30 meter di tengah lintasan. Sedangkan air tanah di lintasan T2 membentuk rongga dan terjebak diantara lapisan batuan tufa dengan nilai tahanan jenis 250 Ωm pada kedalaman 1,25-19,8 meter. Lintasan T3 didominasi batu gamping dengan nilai tahanan jenis 500-38000 Ωm berada hingga kedalaman 30 meter disepanjang lintasan sedangkan air tanah terjebak diantara batu gamping dan batu tufa dengan nilai tahanan jenis antara 0-100 Ωm berada pada kedalaman 1,25-12,4 meter. Di lintasan T4 jumlah batu gamping dan air tanah relatif kecil dengan nilai tahanan jenis antara 5001000 Ωm dan 75-100 Ωm. Lintasan T4 lebih didominasi batuan tufa disepanjang lintasan dengan nilai tahanan jenis 250 Ωm. Lintasan T5 didominasi batu gamping dengan nilai tahanan jenis antara 500-10000 Ωm hingga kedalaman 30 meter yang berfungsi sebagai batuan penudung air tanah yang memiliki nilai tahanan jenis antara 0-100 Ωm. Di lintasan T6 batu gamping paling mendominasi jika dibandingkan dengan seluruh lintasan yang memiliki nilai tahanan jenis antara 500-38000 Ωm sedangkan air tanah jumlahnya relatif kecil berada di ujung lintasan pada kedalaman 6,38-9,39 meter dengan nilai tahanan jenis 100 Ωm. Batu gamping di lintasan T7 memiliki nilai tahanan jenis antara 500-2000 Ωm berada di kedalaman 1,25-9,39 meter dengan jumlah yang relatif kecil sedangkan tanah lempung berisi air tanah jumlahnya relatif besar disepanjang lintasan hingga kedalaman 30 meter membentuk rongga besar dengan nilai tahanan jenis antara 0-100 Ωm. Penggridan di lintasan T8 didominasi air tanah yang membentuk rongga besar dengan nilai tahanan jenis antara 0-100 Ωm pada kedalaman 6,38-30 meter disepanjang lintasan. Batu gamping dilintasan T8 berada pada kedalaman 1,25-6,38 meter dengan nilai tahanan jenis antara 500-10000 Ωm. Lintasan T9 didominasi air tanah karena posisi lintasan dekat dengan sungai Ketuken dengan nilai tahanan jenis antara 0-100 Ωm membentuk ronggga. Batu gamping di lintasan T9 memiliki nilai tahanan jenis antara 500-2000 Ωm yang jumlahnya relatif kecil. Jumlah batu gamping di lintasan T10 cukup besar hingga kedalaman 30 meter disepanjang lintasan dengan nilai tahanan jenis antara 500-10000 Ωm sedangkan keterdapatan air tanah berada di

kedalaman 6,38-9,39 meter dengan jumlah relatif kecil dimana nilai tahanan jenisnya antara 75-100 Ωm. 3.4 Pengolahan Data Menggunakan Software Surfer 8 Estimasi bentuk perlapisan bawah permukaan daerah Kejaren diolah menggunakan software Surfer 8. Data yang digunakan adalah data Res2DinV yakni nilai tahanan jenis batuan dari setiap perlapisan yang diambil dari nilai titik tengah tiap lintasan (jarak 80 meter).

Gambar 5. Kontur nilai tahanan jenis di kedalaman setiap perlapisan Besar nilai tahanan jenis yang digambarkan dengan kode warna untuk setiap perlapisan pada kedalaman 5 meter, 10 meter, 15 meter, 20 meter, 25 meter, dan 30 meter adalah sama dengan nilai tahanan jenis pada penampang dua dimensi. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software Surfer 8 menunjukkan bahwa batu gamping dengan nilai tahanan jenis antara 50010000 Ωm direpresentasikan pada lapisan warna hijau muda sampai merah. Besar nilai tahanan jenis berbanding lurus dengan lapisan kedalaman untuk daerah Kejaren dimana nilai tahanan jenis tertinggi batu gamping hingga 10000 Ωm terdapat di kedalaman 25 meter dan 30 meter. Tabel 1. Penyebaran batu gamping untuk setiap kedalaman Kedalaman (meter) 5 10 15 20 25 30

Luas (Hektar) 23,6 27,8 13,8 10,5 12,29 13,08

Persentase (%) 63,38 74,67 37,06 28,20 33,01 37,06

Estimasi luas batuan gamping pada tabel 1 secara signifikan menurun hingga kedalaman 20 meter sebesar 10,5 Ha dengan persentase 28,20% kemudian luasan batu gamping menaik hingga 30 meter sebesar 37,06 Ha dengan persentase 37,06%. Estimasi luasan

19

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

batu gamping tertinggi terdapat pada kedalaman 10 meter sebesar 27,8 Ha dengan persentase 74,67%. 3.5

Pengujian Sampel dengan Difraksi Sinar-X Pengujian sampel batu gamping dilakukan dengan menggunakan XRD Shimadzu 6100. Kemudian data diolah menggunakan software Match (gambar 6 dan 7).

daerah batu gamping dengan nilai tahanan jenis antara 500-38000 Ωm dan estimasi penyebaran setiap perlapisan terbesar terdapat kedalaman 10 meter sebesar 74,67 Ha. Kandungan batu gamping di daerah Kejaren berupa mineral calcite (CaCO3) dengan persentase berat sebesar 74,38% dan 100% dan bentuk kristal hexagonal. 5.

PENGHARGAAN Peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan rekan-rekan yang telah membantu dalam memperlancar penelitian ini.

Gambar 6. Grafik XRD pada sampel 1 (29,20o; 1000)

Gambar 7. Grafik XRD pada sampel 2 (29,32o; 1000) Grafik XRD pada sampel 1 memiliki 10 peak dari 12 peak yang mengandung calcite dengan peak tertinggi terdapat pada peak kedua dengan nilai intensitas 1000 di sudut 29,20o. Sedangkan grafik XRD pada sampel 2 memiliki 11 peak yang mengandung calcite dengan peak tertinggi terdapat pada peak kedua dengan nilai intensitas 1000 di sudut 29,32o. Kedua sampel yakni sampel 1 dan sampel 2 terdapat kesamaan titik peak maksimum dengan intensitas 1000 berturut-turut pada sudut 29,20o dan 29,32o merupakan mineral calcite. Kandungan dari komposisi CaCO3 di sampel 1 dan sampel 2 diperoleh persentase berat 74,38% dan 100%. Mineral CaCO3 lebih mendominasi dibandingkan unsur atau mineral lain. Kalsium karbonat (CaCO3) di sampel 1 dan sampel 2 mengandung mineral calcite. Hal ini diperkuat melalui hasil penelitian Juliani, dkk (2014) berdasarkan analisa XRD diperoleh mineral penyusun batu gamping dominan mineral calcite (CaCO3) khusus daerah Sulkam. Sedangkan Bulk Density batu gamping 2.6770 gr/cm3 dan bentuk kristal (crystal system) hexagonal. Bentuk hexagonal dari mineral lebih stabil dan merupakan hablur kristal yang baik, dijumpai sebagai hasil dari rekristalisasi aroganite, sering digunakan sebagai cavity filling atau semen pengisi ruang antar butir dan rekahan. 4.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa daerah Kejaren dusun I Sulkam berpotensi sebagai

20

6. DAFTAR PUSTAKA Adler J., dan Handoko, Bagus E. B., (2007). Pengukuran Parameter Seismik dan Difraksi Sinar-X (XRD) pada Batuan Karbonat Formasi Parigi. Proc. ITSains & Tek, 39A, 146165 Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (2011). Studi Pemanfaatan Batugamping di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pemprov Sumut: Medan Herlin, H. S., dan Budiman, A. (2012). Penentuan Bidang Gelinci Gerakan Tanah dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan Jenis Dua Dimensi Konfigurasi Wenner-Schlumberger. Jurnal Fisika Unand, 1(1), 23 Juliani, R., Sembiring T., Sitepu M., dan Motlan (2014). Identifikasi Mineral Batu Gamping dari Sulkam dengan Menggunakan Difraksi Sinar-X (XRD). Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014, 44-50 Karunia D. N., Darsono, dan Darmanto. (2012). Identifikasi Pola Aliran Sungai Bawah Tanah di Mudal, Paracimantoro dengan Metode Geolistrik. Indonesian Journal Applied Physics, 2(2), 91 Nabeel F., Warnana D. D., dan Bahri A. S. (2013). Analisa Sebaran Fosfat dengan Mengggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi WennerSchlumberger: Studi Kasus Saronggi, Madura. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(1), 2337-3520 Nadliroh S. U., Khumaedi, dan Supriyadi. (2012). Pemodelan Fisis Aplikasi Metode Geolistrik untuk Identifikasi Fosfat dalam Batuan Gamping. Indonesian Journal of Applied Physics, 2(2), 83 Sanusi, Bachrawi. (1984). Mengenal Hasil Tambang Indonesia. PT.Bina Aksara: Jakarta Subterra Indonesia. (2011). Geologi Gua. diakses pada Februari 2010 dari http://www.subterra .or.id/2011/09/geologi-gua.html Sukhyar. (2011). Laporan Tahunan Badan Geologi 2011. Badan Geologi Kementrian Energi Sumber Daya Mineral: Bandung Turdjaja D., Zulfikar, dan Karangan C. (2011). Eksplorasi Umum Dolomit di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2011, 1-8 Zahedi. (2002). Studi Karakteristik Dan Potensi Pengembangan Gua-Gua Karst di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara, Medan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

IDENTIFIKASI BATU GAMPING BAWAH PERMUKAAN DAN UJI MEKANIK DI DAERAH PAMAH PAKU KUTAMBARU KABUPATEN LANGKAT Hengki Sembiring1, Rita Juliani2 Program Studi Fisika, Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Tel.(061) 6625970 E-mail: [email protected] ABSTRAK Kutambaru memiliki kondisi topografi yang berbukit dengan potensi alam berupa batu gamping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterdapatan batu gamping di bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas dan kualitas batu gamping sebagai bahan bangunan dengan pengujian mekanik yang terdapat di daerah Pamah Paku Kutambaru Kabupaten Langkat. Identifikasi batu gamping bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan alat geolistrik ARES (Automatic Resistivity System) dengan metode Schlumberger sebanyak empat lintasan dan panjang lintasannya 155 meter. Nilai resistivitas bawah permukaan diolah menggunakan software Res2Dinv didapatkan penampang dua dimensi. Kualitas batu gamping diperoleh dengan melakukan pengujian kuat tekan untuk mendapatkan nilai kuat tekanan dengan alat Compression Mechine dan pengujian abrasi untuk mendapatkan nilai keausannya dengan alat Los Angeles. Hasil penelitian geolistrik menunjukkan batu gamping mendominasi di kedalaman 15 meter hingga 28 meter dengan nilai resistivitas 500 Ωm hingga 10000 Ωm. Hasil uji kuat tekan pada batu gamping sebesar 683 kg/cm2 dan 671 kg/cm2 dengan persentase keausannya 24,14% dan 27,4% yang menurut SII 03-6861 sangat baik untuk bahan pondasi bangunan ringan, tonggak dan batu tepi jalan, penutup lantai atau trotoar hingga batu hias Kata Kunci: kutambaru, batu gamping, geolistrik, uji mekanik 7.

PENDAHULUAN Batu gamping merupakan golongan batuan sedimen yang berasal dari sisa-sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral yang sudah mati. Batu gamping terjadi secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu gamping di alam terjadi secara organik yang merupakan pengendapan cangkang atau rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang yang berasal dari kerangka binatang koral. Batu gamping yang terjadi secara mekanik memiliki bahan yang tidak jauh berbeda dengan jenis batu gamping yang terjadi secara organik. Perbedaan antara batu gamping yang terjadi secara mekanik dan batu gamping secara organik adalah terjadinya perombakan dari bahan batu gamping tersebut yang kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Batu gamping yang terjadi secara kimia adalah jenis batu gamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar. Batu gamping bersifat porous dan dipengaruhi zat pengotor di dalam batuan, sehingga memiliki warna yang bervariasi. Batu gamping dengan pengotornya lempung, maka batu gamping tersebut diklasifikasikan sebagai batu gamping lempungan, dan batu gamping dengan pengotornya pasir diklasifikasikan sebagai batu gamping pasiran. Persentase unsur pengotor berpengaruh terhadap warna batu gamping tersebut yaitu mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, hingga hitam. Warna kemerah-merahan disebabkan

oleh adanya unsur mangan dan warna kehitamhitaman disebabkan oleh adanya unsur organik. Batu gamping merupakan salah satu mineral industri yang digunakan oleh sektor industri dan pertanian, bangunan, penstabil jalan raya, bahan keramik, dan industri semen. Kebutuhan batu gamping sebagai bahan bangunan pada saat sekarang cukup banyak sehingga bahan galian batu gamping sangat baik dikembangkan. Batu gamping yang akan digunakan sebagai bahan bangunan, kualitas batu gamping harus memenuhi syarat tertentu yang telah diatur dalam SII 0378-80. Batu gamping tersebar hampir di setiap pulau di seluruh Indonesia. Hampir semua daerah yang memiliki batu gamping memiliki bentangan alam kars. Daerah yang memiliki batu gamping tidak semua berkembang dengan baik menjadi bentangan kars dan bentangan alam kars di setiap daerah memiliki bentukan yang khas. Sumatera Utara memiliki penyebaran batu gamping yang umumnya terletak pada kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi seperti yang terletak dikawasan hutan lindung daerah Kabupaten Langkat di Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL). Daerah Pamah Paku dengan koordinat UTM 419371-420118 m N dan 366001-366238 m E merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Hutan Nasional Gunung Lauser. Daerah Pamah Paku memiliki kondisi alam karst dengan sumber daya mineral berupa batu gamping. Mengidentifikasi jenis sumber daya mineral bawah permukaan dapat digunakan metode geofisika (Pohan, 2009). 21

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Metoda geofisika yang digunakan dalam penyelidikan penyebaran batu gamping salah satunya adalah metode geolistrik. Metode geolistrik bertujuan untuk memperkirakan formasi batuan bawah permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik (konduktivitas atau resistivitas) dengan cara mengalirkan sumber ke suatu beban listrik sehingga besarnya resistansi dapat diperkirakan berdasarkan besarnya potensial sumber dan besarnya arus yang mengalir. MATERI DAN METODA Penelitian dilaksanakan di Pamah Paku Kutambaru Kabupaten Langkat dan di Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

Spesifikasi ASTM C 131-89

1,68 mm

8.2 Metoda 8.2.1 Metode Geolistrik Penentuan grid daerah survey dilakukan dengan menggunakan Global Position System (GPS) map 76CSx. Pengambilan data lapangan digunakan Geolistrik (ARES) dengan metode Schlumberger di empat lintasan. Data lapangan di olah dengan menggunakan software Res2Dinv sehingga diperoleh model penampang dua dimensi sepanjang lintasan. Setiap hasil inversi di empat titik pengukuran dianalisa dan dibandingkan dengan menggunakan harga resistivitas material batuan menurut Milsom (2003).

545 540 535 530 525 520 515 510 505 500 495 490 485 480 475 470 465 460 455 450 445 440 435 430 425 420 415 410

8.

Tabel 3. Alat Uji Abrasi No Nama Alat 1 Mesin Los Angeles 2 Oven 3 Palu 4 Pan 5 Ayakan

Nilai Resistivitas

Gambar 1. Kontur Daerah Penelitian

Gambar 2. Morfologi Daerah Penelitian 8.1

Materi dan Alat Pendeteksian batu gamping bawah permukaan dilakukan di daerah Pamah Paku Kutambaru Kabupaten Langkat. Batu gamping yang digunakan merupakan singkapan di beberapa titik yang dianggap representatif. Tabel 1. Alat Survey No Nama Alat 1 Geolistrik ARES 2 Global Position System (GPS) 3 Kompas

Spesifikasi G4 v4,7,SN:0609135 Map 76CSx

Tabel 2. Alat Uji Kuat Tekan No Nama Alat 1 Compression Mechine 2 Timbangan (Electronic Scale)

22

Spesifikasi Cap : 30kg div : 1g

2.2.2. Uji Mekanik Uji mekanik yang dilakukan berupa pengujian kuat tekan dan uji abrasi batu gamping di daerah Kutambaru Kabupaten Langkat. Pengujian kuat tekan batu gamping dilakukan dengan menggunakan alat Compression Mechine dengan benda uji dibentuk menjadi kubus dengan ukuran sisi 5 cm x 5 cm x 5 cm dan ukuran 3 cm x 3 cm x 5 cm. Sebelum sampel diletakkan, permukaan pelat baja pada alat tersebut dibersihkan dengan kain bersih. Setelah dibersihkan, benda uji ditempatkan pada pelat baja bawah dan mengatur posisi benda uji sehingga berada pada titik pusat sendi peluru pada pelat baja atas dan mengatur jarum penunjuk pada manometer pengukuran tekanan lalu melakukan pembacaan awal. Mengatur pelat baja secara perlahan hingga menyentuh ujung benda uji secara merata. Terakhir mencatat hasil pembacaan manometer pada saat terjadi keruntuhan benda uji. Uji Abrasi merupakan pengujian pada batu gamping untuk melihat kuat ausnya dengan mesin Los Angeles. Prosedur pelaksanaannya yaitu menimbang sampel bergradasi B dengan masingmasing berat yang telah ditentukan yaitu kerikilɸ 19 mm – 12,5 mm dan ɸ 12,5 mm – 9,5 mm sebanyak 5000 ± 25 gr, kemudian dimasukkan peluru sebanyak 11 buah ke dalam mesin Los Angeles lalu menutup dan mengunci mesin Los Angeles. Kemudian mesin diputar 500 kali putaran selama 15 menit. Setelah itu sampel dikeluarkan dari mesin Los Angeles dan diayak dengan ayakanɸ 1,68 mm. Lalu diayak dan dicuci hingga bersih kemudian diovenkan selama 24 jam kemudian hasil ditimbang Teknik analisis dan interpretasi data pengujian mekanik dari batuan gamping dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel. Analisis batu gamping akan terlihat dari besar kuat tekan dan ketahanan aus yang dihasilkan dari batu tersebut sehingga dapat

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

diprediksi kualitas batu gamping tersebut sebagai bahan untuk bangunan berdasarkan SII 0378-80. 9. HASIL DAN PEMBAHASAN 9.1 Analisa Geolistrik Analisa data geolistrik yang diperoleh dilapangan diolah menggunakan Res2dinv sehingga diperoleh penampang dua dimensi. Penampang dua dimensi memperlihatkan lapisan bawah permukaan ditentukan nilai resistivitasnya berdasarkan kode warna. Analisis data dilakukan untuk setiap lintasan geolistrik, sehingga dapat diperkirakan keadaan bawah permukaan yang lebih rinci sesuai dengan table resistivitas menurut Milsom (2003).

Berdasarkan gambar penampang dua dimensi pada Gambar 3 nilai resistivitasnya berkisar 0 Ωm sampai dengan 38000 Ωm. Color map pada penampang dua dimensi terdapat 17 warna sebagai representasi dari nilai resistivitas batuan bawah permukaan. Lintasan pengambilan data dilakukan dengan arah utara ke selatan dan merupakan lintasan berbentuk horizontal. Tabel 4. Interpretasi nilai Resistivitas No

Grid

1

T1

Air tanah Lempung Tufa Batu Gamping

2

T2

Air Tanah Lempung Tufa Batu gamping

Kedalaman (m) 6-28 3-28 0-28 0-10 ; 2028 3-5 26-28 0-25 5-25

3

T3

Air Tanah Lempung Tufa Batu gamping

6-7 0-28 5-15 0-6 -28

4

T4

Air Tanah Lempung Tufa Batu gamping

7-12 0-10 ; 5-12 0-15 0-28

(a)

(b)

(c)

(d) Gambar 3. Penampang Dua Dimensi di Titik (a) T1 (b) T2 (c) T3 (d) T4

Kode warna

Interpretasi

Pada penampang dua dimensi di grid T1 memperlihatkan adanya anomali rendah di jarak 50m - 110m pada kedalaman 6m - 28m dengan nilai resistivitas 0Ωm - 50Ωm yang menurut Milsom (2003) merupakan air tanah. Grid T2 menunjukkan letak tufa diantara batu gamping di jarak 60m - 95 m di kedalaman 0m - 25m dengan nilai resistivitas 100 Ωm - 200Ωm sedangkan anomali tinggi dengan nilai resistivitas 3000Ωm - 10000Ωm di jarak 100m 110m di kedalaman 3m - 20m merupakan batu gamping. Keberadaan lempung di grid T3 terdapat di jarak 20m - 140m di kedalaman 0m - 28m dengan nilai resistivitas 50Ωm - 100Ωm sedangkan anomali tinggi terdapat di jarak 100m - 120m dengan kedalaman 20m - 28m memiliki nilai resistivitas 5000Ωm - 10000Ωm yang merupakan batu gamping. Pada grid T4 didominasi oleh batu gamping dengan warna hijau dengan nilai resistivitas 500Ωm 1000Ωm dari kedalaman 0m-28m sedangkan diantara batu gamping terdapat anomali rendah yang merupakan air dan lempung. Menurut Karunia (2012) nilai resistivitas tersebut merupakan batuan karbonat berisi air. 3.2. Uji Kuat Tekan Batu Gamping Pengujian kuat tekan batu gamping disajikan pada Tabel 5 serta gambar 4 yang merupakan grafik kuat tekan diperoleh.

23

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tabel 5. Kuat Tekan batu Gamping di Kutambaru Kabupaten Langkat No

Kode Benda Uji

Dimensi p (mm)

l (mm)

Massa (Kg) t (mm)

1

BCK 1

50

50

50

2

BCK 2

50

50

50

3

BCK 3

50

50

50

4

BCK 4

50

50

50

0.37 7 0.37 2 0.30 2 0.31 3

5

BCK 5

50

50

50

0.33

0.12 5

Beban Maks (kN)

Kuat Tekan (Kg/cm2)

13

520

20.8

832

13.6

544

18.4

736

19.6

784

3.3. Uji Abrasi Batu Gamping Hasil pengujian laboratorium terhadap agregat batu gamping pecah berupa agregat kasar terhadap sifat fisik berupa abrasi. Uji ketahanan aus menggunakan mesin Los Angeles mendapatkan hasil bagian yang hancur dan lolos ayakan ɸ 1,68 mm sebesar 24,14 % untuk sampel 1 dan 27,4 dan sampel 2 Tabel 5. Kuat aus batu gamping KARAKTERISTIK

RATA-RATA

683.2

6

BCK 1

30

30

50

7

BCK 2

30

30

50

8

BCK 3

30

30

50

9

BCK 4

30

30

50

10

BCK 5

30

30

50

RATA-RATA

0.13 0.13 9 0.13 7 0.15 4

4.6

511.11

7.4

822.22

4.8

533.33

6.6

733.33

6.8

755.56 671.11

Gambar 4. Grafik Kuat Tekan Batu Gamping Hasil pengujian kuat tekan batu gamping dengan benda uji berbentuk kubus didapat nilai kuat tekan dan beban yang dapat di tahan oleh benda uji yang bervariasi. Berdasarkan hasil pengujian tersebut benda uji 1 dan 3 kuat tekannya lebih rendah daripada benda uji 2, 4 dan 5, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kehalusan bidang tekan pada masing-masing benda uji serta penyusun dari masing-masing batuan uji tersebut. Hasil uji kuat tekan diperoleh 683,2 Kg/cm2 dan 671,11 Kg/cm2 yang menurut SII 0378-80 sebagai bahan pondasi bangunan ringan hingga batu hias. Menurut Slamet (2010) jenis batu gamping dengan kekuatan yang di dapat merupakan batu gamping lunak dengan nilai kuat tekannya antara 200 kg/cm3900 kg/cm3.

24

ABRASI

JENIS BATUAN BCK 1 BCK 2 (%) (%) 24,14 27,4

STANDART SII 0378-80 (%) 27

Hasil pengujian abrasi tersebut menyatakan bahwa batu gamping mempunyai ketahanan aus yang baik yaitu 24,14% dan 27,40% dan memenuhi spesifikasi teknis yang tertera dalam spesifikasi bahan bangunan (SII 03-6861) yang baik untuk pondasi bangunan berat hingga ringan. Menurut Slamet (2010) batu gamping tersebut merupakan batu gamping Kesar yang sangat baik digunakan sebagi bahan pondasi bangunan. Hasil analisis mekanik batu gamping dengan melakukan pengujian kuat tekan dan pengujian abrasi dalam penentuan kekuatan aus batu gamping memperlihatkan bahwa batu gamping di daerah Kutambaru Kabupaten Langkat berdasarkan SII 0378-80 memenuhi syarat mutu batu alam untuk bangunan, batu tepi jalan dan batu hias atau batu tempel. Sifat dasar batu gamping BCK 1 tidak jauh berbeda dengan batu gamping BCK 2 ditinjau dari uji kuat tekan tekan dan uji abrasinya. Hasil penelitian Raihan (2012) mengenai analisa mekanik batu gamping di daerah Jaya, Aceh memperoleh kualitas batu gamping yang dapat digunakan sebagai bahan pondasi hingga batu hias yang sesuai stadar SII 036861 sebagai standar mutu baku batu alam. Sarah (2012) menganalisa mekanik batuan Serpentinit dengan cara yang sama untuk mendapatkan nilai kuat tekan dan abrasi dari batuan tersebut dan dibandingkan dengan standart SII 03-6861 sebagai standar mutu baku batu alam. Hasil yang diperoleh berupa kualias batu tersebut sebagai bahan pondasi hingga batu hias. Widana (2010) memperoleh nilai kekuatan batu gamping sebagai agregat pengerasan jalan di daerah Penida, Bali. Dengan nilai yang dibandingkan standar mutu bina marga dapat dinyatakan batu gamping dengan nilai abrasi sebesar 27,28 % mampu menjadi pengerasan jalan. Sehingga batu gamping di daerah Langkat dapat juga sebagai agregat pengerasan jalan menurut standar mutu bina marga. 10. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan, analisis dan interpretasi data pada penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa lapisan bawah permukaan di daerah Pamah Paku Kutambaru Kabupaten Langkat

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

memiliki batu gamping dengan nilai resistivitas 500 Ωm hingga 10000 Ωm terkhusus di kedalaman 15 meter hingga kedalaman 28 meter dan kualitas batu gamping yang diperoleh dengan uji mekanik dari 5 jenis batuan dan dua macam dimensi batuan yang dibentuk mempunyai nilai kuat tekan rata-rata 683 Kg/cm2 dan 671 Kg/cm2 yang menurut kuatnya bermanfaat untuk penutup lantai atau trotoar dan untuk pondasi bangunan yang ringan, sedangkan uji abrasi dua batuan didapatkan tahan ausnya sebesar 24,14 % dan 27,40 % yang menurut standar batu alam sebagai bangunan merupakan batuan yang sangat baik untuk bahan bangunan yang ringan hingga sedang. 11. PENGHARGAAN Peneliti mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan di lapangan yang telah membantu mendapatkan data dan orangtua yang selalu memberikan motivasi secara moril maupun materil sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 12. DAFTAR PUSTAKA Alwin. (2011). Studi Pemanfaatan Batu Gamping di Tapanuli Selatan. Badan Penelitian dan

Pengembangan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Karunia D N., Darsono, dan Darmanto. (2012). Identifikasi Pola Aliran Sungai Bawah Tanah di Mudal, Pracimantoro dengan Metode Geolistrik. Indonesian Journal of Applied Physics, 2(2) Milsom John Reynolds. (2003). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. Wiley: England. Pohan, Maulana. (2009). Laporan Akhir Kajian Potensi Sumberdaya Mineral di Kawasan Hutan Lindung di Sumatera Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan: Sumatera Utara Raihan, dkk. (2012). Mechanical Analysis Of Limestone In Jaya, Lhong and Lhoknga. Journal of The Aceh Physics Society, SS, 1, 7-8 Sarah, H., Fadhli S., dan Lono S. (2012). Mechanical Analysis of Serpentineite Rock in Indrapura, Tangse and Beutong. Journal of Aceh Physical Society, SS, 1(1) Selamat. (2010). Tugas Bahan Bangunan (Batu Alam Sebagai Bahan Bangunan). Fakultas Teknik UNP: Padang SNI 03-7880. (2012). Standart Batu Alam untuk bahan bangunan

25

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

ANALISIS JENIS MATERIAL BAWAH PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI SEKITAR PEMANDIAN LAU SIBAYAK DESA MARDINDING JULU Sartika Dewi Oktavia Simanjuntak1, Nurdin Siregar2 Program Studi Fisika MIPA, Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Tel.(061) 6625970 E-mail: [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian analisis jenis material bawah permukaan tanah dengan metode geolistrik di sekitar pemandian Lau Sibayak desa Mardinding Julu yang bertujuan untuk menganalisis jenis material bawah permukaan tanah perlapisan berdasarkan nilai resistivitas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode geolistrik resistivity dengan konfigurasi Schlumberger. Data yang diperoleh di lapangan diolah dengan software Res2DinV dua dimensi. Hasil dari analisis dan interpretasi kedua lintasan menunjukkan bahwa jenis material bawah permukaan tanah adalah air tanah permukaan, tanah lempung, tanah lanau, lanaupasiran dan batu gamping. Setiap lintasan di dominasi oleh air tanah permukaan dikarenakan dekat dengan sumber mata air panas dan penyebaran untuk setiap lintasan diperkirakan ± 54,98% dan ± 44,31% dari mulai permukaan tanah hingga kedalaman 28,7 meter. Berdasarkan dari hasil data yang diperoleh dilapangan dengan data pada peta geologi sanga tmendekati. Kata Kunci: geolistrik, software res2dinv, resistivitas 1.

PENDAHULUAN Bumi dapat dibagi kedalam tiga lapisan utama, yaitu kerak, selubung (mantel) dan inti bumi, berdasarkan perhitungan dan penafsiran yang dilakukan oleh ahli seimologi. Kerak bumi memiliki ketebalan yang beragam; di daerah samudera tebalnya sekitar 10 km, sementara di bagian benua tebalnya antara 30 – 40 km dengan jenis material setiap lapisannya berbeda-beda (Santoso, 2002). Menurut Arman (2012), salah satu metode geofisika yang dapat mengetahui jenis material setiap lapisan bawah permukaan tanah adalah metode geolistrik. Metode geolistrik adalah metode yang dapat mendeteksi lapisan bawah permukaan tanah dengan melibatkan pengukuran potensial dan arus yang terjadi secara alamiah maupun akibat injeksi dengan mempelajari sifat listrik material tersebut (Minarto, 2006). Beda potensial tergantung pada besarnya arus atau letak kedua elektroda potensial terhadap elektroda arus. Hal tersebut berpengaruh terhadap jenis material yang dilewati arus listrik dengan demikian keberadaan setiap material dapat dianalisis dengan metode geolistrik (Karyanto, dkk, 2011). Metode geolistrik akan menghasilkan nilai resistivitas material (ρ) yang akan menunjukkan jenis material yang diamati. Metode ini sangat baik digunakan untuk survey air tanah, manifestasi geotermal, survey kandungan mineral bumi, memetakan struktur geologi dan retakan serta sesar pada bidang geologi. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis material di bawah permukaan tanah. Pada kondisi sebenarnya bumi terdiri dari jenis material perlapisan tanah dengan massa jenis (ρ)

26

yang berbeda. Resistivitas yang terukur di permukaan bumi dengan metode geolistrik bukanlah nilai resistivitas yang sebenarnya atau resistivitas semu (Indriani, 2006). Resistivitas semu dirumuskan dengan: ∆𝑉𝑉 𝜌𝜌𝑎𝑎 = 𝐾𝐾 (1)

𝐼𝐼

Dimana, 𝜌𝜌𝑎𝑎 = resisitivitas semu K = faktor geometri ∆𝑉𝑉 = beda potensial I = kuat arus Resistivitas semu yang terukur merupakan resistivitas gabungan beberapa lapisan tanah yang dianggap homogen. Pada kenyataanya, bumi merupakan medium yang berlapis-lapis dengan nilai resistivitas yang berbeda. 2.

MATERI DAN METODA Penelitian dilaksanakan di daerah pemandian Lau Bayak di DesaMardinding Julu Kecamatan Biru-Biru, pada koordinat UTMantara 459192 – 459341 m N dan 363666 – 363862 m E. 2.1

MateridanAlat Pada penelitian ini menggunakan Global Position System (GPS) map 76CSx dan Geolistrik (Resistivity meter) ARES-G4 v4.7, SN: 0609135.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2.2 Metoda 2.2.1 MetodeGeolistrik Metode yang digunakan adalah metode geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger.Pada konfigurasi ini arus diinjeksikan melalui elektroda A dan B. Sedangkan beda potensial diukur melalui elektroda M dan N. Beda potensial antara titik M dan N adalah: ∆𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝑚𝑚 − 𝑉𝑉𝑛𝑛 ∆𝑉𝑉 = ∆𝑉𝑉 =

𝜌𝜌𝜌𝜌

2𝜋𝜋 𝜌𝜌𝜌𝜌

�� �

1

𝐴𝐴𝐴𝐴



1

𝑀𝑀𝑀𝑀

4𝑀𝑀𝑀𝑀

�−�

2𝜋𝜋 (𝐴𝐴𝐴𝐴)2 −(𝑀𝑀𝑀𝑀)2



1

𝐴𝐴𝐴𝐴



1

𝐵𝐵𝐵𝐵

��

(2)

3.1

LintasanPertama Pengukuran pada lintasan pertama terletak dititik koordinat 459273 m N dan 363708 m E dengan kondisi permukaan tanah adalah tanah timbunan, berair dan ditumbuhi tanaman kelapa sawit.Berdasarkan hasil penampang kontur resistivitas pada lintasan pertama didapat nilai resistivitas 3,14 – 95,6 Ωm pada kedalaman 1,25 – 28,7 meter dan jarak 20 -125 meter yang dinterpretasikan dengan warna biru tua hingga ungu tua. Kemudian dianalisis nilairesistivitas setiap jenis material berdasarkan tabel nilai resistivitas variasi material pada Telford, (1990).

Sehingga nilai resistivitas yang diperoleh adalah: 𝜌𝜌 =

𝜋𝜋

4𝐼𝐼



(𝐴𝐴𝐴𝐴)2 −(𝑀𝑀𝑀𝑀)2 𝑀𝑀𝑀𝑀

� ∆𝑉𝑉

(3)

Pengukuran geolistrik dilakukan dengan 2 lintasan (lintasan pertama dan kedua) dengan lintasannya yang saling berpotongan. Jumlah elektroda yang digunakan sebanyak 32 buah dengan jarak antar elektroda 5 meter (gambar 1).

Gambar 2. Penampang kontur resistivitas semu lintasan pertama Tabel 2. Jenis material perlapisan pada lintasan pertama Kedalaman (m)

Gambar1.Konfigurasi Schlumberger Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai resistivitas semu (ρ) yang kemudian diolah dengan menggunakan softwareRes2DinV dua dimensi. 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengambilan data dengan menggunakan alat Geolistrik (Resistivity meter), ARES-G4 v4.7 SN: 0609135 (Automatic Resistivity System) dan Global Position System (GPS) maka diperoleh data berikut ini.

Interpretasi warna

Nilai Resistivitas (Ωm)

5

5,12 -95,6

10

3,14-95,6

15

3,14-17,85

20

5,12-17,85

25

6,73-13,6

30

6,73-22,1

Tabel 1. Data hasil pengukuran Alt

𝒎𝒎 𝑻𝑻

Lintasan I

Waktu

Letak Geolistrik

11:24:07

394

Elektroda 1

11:20:55

392

Elektroda3 2

11:42:29

402

Lintasan II

Waktu

LetakGeoli strik

13:27:34

414

Elektroda 1

13:34:58

382

Elektroda 32

13:53:11

409

Alt

𝒎𝒎 𝑻𝑻

Posisi

Resistivitas semu (Ωm)

459273 m N 363708 m E 459192 m N 363742 m E 459341 m N 363686 m E

3,14 – 95,6

Posisi

Resistivitas semu (Ωm)

459246 N 363722 E 459203 N 363666 E 459273 N 363799 E

1,54 – 1552

Jenis Material Tanah lempung, lanau, tanah lanau pasiran dan batu gamping Air tanah, tanah lempung, lanau, tanah lanau pasiran dan batu gamping Air tanah, tanah lempung dan lanau Tanah lempung dan lanau Tanah lempung, lanau dan lanau pasiran Tanah lanau pasiran dan lempung

3.2

Lintasan Kedua Pengukuran pada lintasan pertama terletak dititik koordinat 459246 m N dan 363722 m E dengan kondisi permukaan tanah adalah tanah timbunan, berair dan ditumbuhi tanaman kelapa sawit. Berdasarkan hasil penampang kontur resistivitas pada lintasan pertama didapat nilai resistivitas 1,54 – 1552 Ωm pada kedalaman 1,25 – 28,7 meter dan jarak 20 – 125 meter yang dinterpretasikan dengan warna biru tua hingga ungu tua. Kemudian dianalisis nilai

27

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

resistivitas setiap jenis material dengan acuan pada Telford, (1990).

adalah air tanah permukaan, lempung, tanah lempung, lanau, tanah lanau pasiran dan batu gamping serta pada setiap lintasan didominas ioleh air tanah permukaan dengan persentase penyebaranuntuksetiaplintasandiperkirakan ± 54,98% dan ± 44,31%. 5.

Gambar 3. Penampang kontur resistivitas semu lintasan kedua Tabel 3. Jenis material perlapisan pada lintasan kedua Kedalaman (m)

Interpretasi warna

Nilai Resistivitas (Ωm)

Jenis Material Air tanah, tanah lempung, lanau, tanah lanau pasiran dan batu gamping Tanah lempung, lanau dan tanah lanau pasiran

5

1,54-1552

10

4,13-215

15

4,13-29,8

Tanah lempung dan lanau

20

1,54-80,0

Air tanah, tanah lempung, lanau dan tanah lanau pasiran

25

7,615-29,8

Tanah lempung dsn lanau

30

11,1-54,9

Tanah lanau pasiran dan lempung

Dari hasil analisis kedua lintasan dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut tersebar beberapa jenis material yaitu air tanah, lempung, tanah lempung, lanau, tanah lanau pasiran dan batu gamping. Didominasi oleh air tanah pada setiap lintasan namun yang lebih mendominasi terdapat pada lintasan kedua karena merupakan daerah yang dengan sumber mata air panas. Dengan persentase penyebaran air tanah pada tiap lintasan masingmasing adalah ± 54,98% dan ± 44,31% yang ditandai oleh interpretasi warna pada penampang kontur mulai dari warna biru tua hingga biru muda dengan nilai resistivitas 1,54 Ωm – 11,1 Ωm . Dimana hasil data yang diperoleh di lapangan memiliki kesamaan dengan data yang terdapat pada peta geologi. 4.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis data dapat disimpulkan bahwa jenis material di bawah permukaan tanah yang terdapat pada lokasi penelitian

28

PENGHARGAAN Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Universitas Negeri Medan dan Laboratorium Fisika terkhusus Fisika Bumi atas penyediaan fasilitas dalam kelancaran penelitian ini. 6. DAFTAR PUSTAKA Arman, Yudha, (2012), Identifikasi Struktur Bawah Tanah Di Kelurahan Pangmilang Kecamatan Singkawang Selatan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Dan Inversi Lavenberg – Marquardt, Positron, 2(1): 06-11 GEOVision, Inc.(2010). Electrical Resisitivity Method.Diaksespada 8 Maret 2014http://geovision. com/resistivity.php Indriana, R D., danDanusaputro, H. (2006). UjiNilaiTahananJenisPolutan Air LautdenganMetodeOhmikdanMetodeGeolistrik TahananJenisSkalaLaboratorium.BerkalaFisika , 9(3), 145-149 Karyanto, dkk.(2011). IdentifikasiZonaKonduktif di Daerah ProspekPanasBumiLarike Ambon Maluku.JurnalSains MIPA, 17, 67-74 Minarto, Eko. (2006). IdentifikasiStrukturSesarBawahPermukaandeng anMenggunakanKonfigurasi Half-Schlumberger (Head-On) padaEksplorasiPanasbumi Daerah Mataloko.JurnalFisikadanAplikasinya, 2, 1 Noor,M. (2011).Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara.Diakses pada13 Maret 2014. http://almaaruf.wordpress.com/2011/01/04/pene rapan-metode-geolistrik-konfigurasischlumberger-untuk-penentuan-tahanan-jenisbatubara/ Santoso, Djoko. (2002).Pengantar Teknik Geofisika, ITB: Bandung Telford, W M.,Geldart L.P., dan Sheriff R.R., (1990), Applied Geophysics 2nd Edition, Cambridge University Press: Cambridge

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENENTUAN STRUKTUR LAPISAN BAWAH PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI DAERAH URUK GEDANG KECAMATAN KUTAMBARU KABUPATEN LANGKAT Adeline Silaban1, Rappel Situmorang2 Jurusan Fisika,Fakultas MIPA, Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Tel.(061) 6625970 E-mail: [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian penentuan struktur lapisan bawah permukaan tanah dengan metode geolistrik di daerah Uruk Gedang Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat bertujuan mengetahui nilai resistivitas lapisan bawah permukaan tanah, struktur penyusun lapisan dan jenis batuan permukaan tanah. Metode yang digunakan geolistrik sounding konfigurasi Schlumberger, dengan panjang lintasan 155 meter dan jarak antar elektroda 5 meter. Data dianalisa dengan software Res2Dinv untuk mendapatkan nilai resistivitas dan model penampang 2D. Hasil pengolahan data diperoleh nilai resistivitas setiap lapisan yang menunjukkan nilai terendah 25 Ωm dan tertinggi 38 000 Ωm. Struktur penyusun lapisan berupa batu gamping, batu lempung, batu tufa, basal dan gabbro. Kata Kunci: Geolistrik, Schlumberger, Res2Dinv 1. PENDAHULUAN Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu sama lain. Istilah tekstur digunakan berdasarkan ukuran partikel tanah, tetapi bila susunan partikel dipertimbangkan maka digunakan istilah struktur (Foth. D.H. 1994). Salah satu penyusun lapisan tanah adalah batuan. Batuan secara geologi didefinisikan sebagai bahan padat yang membentuk kerak bumi, batuan pada umumnya tersusun atas dua mineral atau lebih. Batuan umumnya diklasifikasikan berdasarkan komposisi mineral dan kimia, dengan tekstur partikel unsur dan oleh proses yang membentuk mereka. Beberapa batuan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari seperti bagian dari batuan sedimen yaitu batu gamping yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan kaptan, bahan mentah semen, karbit, bahan pemutih dalam pembuatan soda abu, penetral keasaman tanah, bahan pupuk, industri keramik, industri karet dan ban, kertas, penstabil jalan raya, bahan tambahan dalam proses peleburan dan pemurnian baja, bahan penggosok, pembuatan alumina, floatasi, pembuatan senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Geofisik merupakan ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mempelajari keadaan bawah permukaan bumi berdasarkan sifat-sifat fisik batuan penyusun (Sherrif 2002). Salah satu metode yang digunakan dalam eksplorasi geofisika adalah metode geolistrik. Geolistrik resistivitas memanfaatkan sifat resistivitas listrik batuan untuk mendeteksi dan memetakan formasi bawah permukaan. Metode ini dilakukan melalui pengukuran beda potensial yang ditimbulkan akibat injeksi arus listrik ke dalam bumi. Berdasarkan

pada harga resistivitas listriknya, suatu struktur bawah permukaan bumi dapat diketahui material penyusunnya. (Ngadimin, 2001). Peneliti melakukan penelitian di Desa Urug Gedang Kecamatan Kutambaru dengan letak geografis 03°13’48”-03°26’15” LU dan 98°21’29” BT. Dengan topografi curam dan berbukit. 2. MATERI DAN METODA Penelitian dilaksanakan di Desa Uruk Gedang Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat dengan menggunakan geolistrik. 2.1 Materi Konfigurasi geolistrik yang digunakan konfigurasi Schlumberger. Pemilihan konfigurasi didasarkan atas prinsip kemudahan baik dalam pengambilan data maupun dalam analisisnya. Semakin lebar jarak AB, maka semakin dalam jangkauan geolistrik kedalam tanah. Jika kemudian potensial diantara elektroda-elektroda terlalu kecil, maka jarak MN dapat diperbesar.

Gambar 1. Skema Peralatan Resistivitas Model Schlumberger Geolistrik model ARES(Automatic resistivity meter) merupakan salah satu instrumentasi yang digunakan dalam pengukuran metode geolistrik dimana arus listrik yang bersumber dari aki diinjeksikan melalui elektroda kedalam permukaan bumi sehingga dihasilkan variasi beda potensial. Arus

29

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

listrik dan variasi beda potensial akan mengakibatkan variasi tahanan jenis semu. 2.2 Analisis Data lapangan menggunakan geolistrik ARES dengan cara: 1. Data hasil geolistrik Ares, akan diketahui nilai resistivitas semu. 2. Dari data diolah dengan menggunakan metode optimasi least-square non-linier yang ada pada software Res2DinV untuk invers 2 dimensi (2-D) 3. Inversi 2-dimensi diperoleh gambar penampang resistivitas yang menggambarkan atau mencitrakan distribusi resistivitas bawah pemukaan tanah yang diteliti. Pada penelitian, setiap lintasan akan didapatkan gambar penampang melintang resistivitas. 4. Gambar yang dihasilkan pada pengolahan dengan software Res2DinV, dibandingkan berdasarkan distribusi resistivitsnya yang ditunjukkan dengan citra warna yang berbeda dan disertai dengan kedalaman lapisan tanah yang diteliti, kemudian dibandingkan dengan kondisi lokasi penelitian. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan data dengan menggunakan software Res2Dinv diperoleh nilai resistivitas yang memperlihatkan kode warna dalam menentukan jenis material penyusun bawah permukaan tanah. Nilai resistivitas lapisan diklasifikasikan oleh teori Jhon Milsom Reynolds 2003 dan William Murray Telford, 1917 seperti tabel 1. Tabel 1. Jenis Material dan Nilai Resistivitas Warna Nama Resistivitas Keterangan Warna Biru 0 Air Laut Pertama Biru 1 Batu Kedua Lempung Biru 25 Batu Ketiga Lempung Biru 50 Batu Keempat Lempung Biru 75 Batu Kelima Lempung Biru 100 Batu Keenam Lempung Biru 250 Batu Tufa Kehijauan Hijau 500 Batu Muda Gamping Hijau Tua 1000 Batu Gamping Hijau 2000 Batu lumut Gamping Kuning 3000 Batu Gamping

30

Coklat

4000

Orange

5000

Merah

10000

Merah Bata Ungu

20000 38000

Batu Gamping Batu Gamping Batu Gamping Batu Gabbro Batu Gabbro

Lintasan pertama 423158N 366072E

Gambar 2. Penampang kontur resistivitas Gambar 2 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 2 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu 75Ωm -3000Ωm dengan kedalaman maksimal 28,7m. Berdasarkan gambar 2, lapisan dengan biru mempunyai nilai tahanan jenis 75 Ωm -100Ωm dan kedalaman 6,38 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna biru kehijauan yang mempunyai nilai tahanan jenis 250 Ωm dan kedalamannya 12,4-19,8 meter diduga sebagai batu tufa. Lapisan dengan warna hijau menuju kuning yang mempunyai nilai tahanan jenis 500Ωm -3000Ωm dan kedalamannya 6,38-28,7 meter diduga sebagai batu gamping. Lintasan Kedua 423208N 366217E

Gambar 3. Penampang kontur resistivitas Gambar 3 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 3 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu 50 Ωm -38000Ωm dengan kedalaman maksimal 19,8m. Berdasarkan gambar 3, lapisan dengan warna biru mempunyai nilai tahanan jenis Ωm 50 -100Ωm dan kedalaman 6,38-19,8 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 250 Ωm dan kedalamannya 1,25-6,38 meter diduga sebagai batu tufa. Lapisan dengan warna hijau menuju kuning yang mempunyai nilai tahanan jenis 500Ωm -10000Ωm dan kedalamannya 3,75-6,38 meter diduga sebagai batu gamping. Sedangkan lapisan dengan warna merah tua mempunyai nilai tahanan jenis 20000-38000 Ωm dan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

kedalamannya 1,25-3,75 meter diduga sebagai batu basal Lintasan Ketiga 423104N 366374E

Gambar 4. Penampang kontur resistivitas Gambar 4 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 4 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu Ωm 50 -5000Ωm dengan kedalaman maksimal 28,7m. Berdasarkan gambar 4, lapisan dengan warna biru mempunyai nilai tahanan jenis Ωm 50 -100Ωm dan kedalaman 6,38-15,9 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 250Ωm dan kedalamannya 1,25 -12,4 meter diduga sebagai batu tufa. Sedangkan lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 500-5000 Ωm dan kedalamannya 12,4 -28,7 meter diduga sebagai batu gamping. Lintasan keempat 422938N 366269E

Gambar 5. Penampang kontur resistivitas Gambar 5 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 5 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu 50 Ωm -10000Ωm dengan kedalaman maksimal 28,7m. Berdasarkan gambar 5, lapisan dengan warna biru mempunyai nilai tahanan jenis Ωm 50 -100Ωm dan kedalaman 6,38-19,8 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 250 Ωm dan kedalamannya 1,25-28,7 meter diduga sebagai batu tufa. Sedangkan lapisan dengan warna hijau menuju kuning yang mempunyai nilai tahanan jenis 500 Ωm -10000Ωm dan kedalamannya 1,25-24,0 meter diduga sebagai batu gamping.

Gambar 6 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 6 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu 100Ωm -20000Ωm dengan kedalaman maksimal 28,7m. Berdasarkan gambar 6, lapisan dengan warna biru mempunyai nilai tahanan jenis 100 Ωm dan kedalaman 12,4 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 250 Ωm dan kedalamannya 6,38-19,8 meter diduga sebagai batu tufa. Lapisan dengan warna hijau menuju kuning yang mempunyai nilai tahanan jenis 500Ωm-10000Ωm dan kedalamannya 12,4-1,25 meter diduga sebagai batu gamping. Sedangkan lapisan dengan warna merah yang mempunyai nilai tahanan jenis 20000 Ωm dan kedalamannya 6,38 meter diduga sebagai basal. Lintasan Keenam 422884N 366130E

Gambar 7. Penampang kontur resistivitas Gambar 7 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 7 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis berbeda untuk setiap lapisan yaitu 50 Ωm -20000Ωm dengan kedalaman maksimal 28,7m. Berdasarkan gambar 7, lapisan dengan warna biru mempunyai nilai tahanan jenis Ωm 50 -100Ωm dan kedalaman 6,38-12,4 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 250Ωm dan kedalamannya 6,38 -15,9 meter diduga sebagai batu tufa. Lapisan dengan warna hijau menuju merah yang mempunyai nilai tahanan jenis 500Ωm -10000Ωm dan kedalamannya 1,25-6,38 meter diduga sebagai batu gamping. Sedangkan lapisan dengan warna merah yang mempunyai nilai tahanan jenis 20000 Ωm dan kedalamannya 1,25 meter diduga sebagai batu gamping. Lintasan Ketujuh 422868N 366265E

Lintasan Kelima 422908N 366003E Gambar 8. Penampang kontur resistivitas

Gambar 6. Penampang kontur resistivitas

Gambar 8 memperlihatkan hasil pengolahan data berupa citra warna yang menunjukkan penyebaran resistivitas bawah permukaan. Pada penampang gambar 8 memperlihatkan beberapa lapisan tanah atau batuan yang memberikan nilai tahanan jenis 31

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

berbeda untuk setiap lapisan yaitu Ωm 75 -5000Ωm dengan kedalaman maksimal 28,7m. Berdasarkan gambar 8, lapisan dengan warna biru mempunyai nilai tahanan jenis Ωm 75 -100Ωm dan kedalaman 12,4-24,0 meter diduga sebagai batu lempung. Lapisan dengan warna hijau yang mempunyai nilai tahanan jenis 250Ωm dan kedalamannya 6,38 -28,7 meter diduga sebagai batu tufa. Sedangkan lapisan dengan warna hijau menuju kuning yang mempunyai nilai tahanan jenis Ωm 500 -5000Ωm dan kedalamannya 6,38-28,7 meter diduga sebagai batu gamping. 4. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan dan analisis data penelitian di daerah Uruk Gedang Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat dapat kesimpulan: 1. Nilai resistivitas lapisan tanah di daerah penelitian mencapai 25-38 000 Ωm. 2. Struktur bawah permukaan tanah pada daerah penelitian diperoleh berupa batu gamping, batu lempung, batu granit, basal dan dolomit. 5. PENGHARGAAN Peneliti mengucapkan terimakasih kepada staf dosen dan orangtua yang sudah memberi semangat selama penelitian berlangsung. 6. DAFTAR PUSTAKA Artanto. B. S., Fujianto. E., Hasanah. J., (2010), Mengukur Resistivitas Bawah Permukaan Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Sounding Konfigurasi Schlumberger, Program Kreatif Mahasiswa Universitas Negeri Malang

32

Bemmelen, R.W. van, (1949), The Goelogy of Indonesia., Vol,I, Government Priting Office, The Hague Darmawijaya. M.I, (1975), Klasifikasi Tanah Dasar Teori Penelitian Tanah Dan Pelaksanaan Pertanian Di Indonesia, Universitas Gaja Mada, Bogor. Djoko, S, (2002), Pengantar Teknik Geofisika, ITB, Bandung Endarto,D, (1995), Pengantar Geoligi Dasar, LPP UNS dan UNS Press, Surakarta Foth,D,H., (1994), Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Erlangga, Cirasa Jakarta Lowrie, W, (2007), Fundamentals of Geophysics Second edition, Cambridge University Press, New York Murray, T. W, (1990), Applied Geophisics Second Edition, Cambridge University Press, New York Ngadimin, (2001), Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Alat Monitoring Rembesan Limbah (Penelitian Fisik di Laboratorium, Jurnal (JMS) Volume 6 No.1 April 2001 Pandutama,H Martinus., Suyono Wustamidin., Mudjiharjati,A, (2003) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, buku ajar, Jember. Reynolds, J. M, (2003), Field Geophysics, John Wiley & Sons Ltd, the Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England Sheriff RE, 2002, Encyclopedic Dictionary of Applied Geophysics. Society of Exploration Geophysicist, Tulsa Oklahoma, USA Supeno, N. P., Gusfan. H., (2008), Penentuan Struktur Bawah Permukaa Daerah Rawan Longsor Berdasarkan Intrepretasi Data Resistivitas, Berkala Fisika, 9(1): 48-55

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PREDIKSI PERIODE ULANG GEMPA BUMI TAPANULI TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE WEIBULL DAN GUMBEL Yohana D. Ompusunggu1, Rahmatsyah2 Program Studi Fisika, Universitas Negeri Medan Program Studi Fisika MIPA, Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Tel.(061) 6625970 E-mail: [email protected] ABSTRAK Tapanuli Tengah berada pada koordinat 1°11’00” - 2°22’0” LU, dan 98°07’ - 98°12’ BT merupakan salah satu daerah rawan gempa bumi karena memiliki sumber gempa dangkal yang disebabkan aktivitas patahan Sumatera. Penelitian bertujuan memprediksi periode ulang gempa bumi di Tapanuli Tengah menggunakan metode Weibull dan Gumbel. Data yang digunakan adalah data gempa bumi dari tahun 1997-2014 yang diperoleh dari BMKG dan USGS dengan magnitudo ≥ 5,0 SR. Data diolah menggunakan metode Weibull dan Gumbel dengan bantuan perangkat lunak Mathematica 8,0. Hasil analisa data untuk penentuan prediksi periode ulang gempa bumi Tapanuli Tengah menggunakan metode Weibull dan Gumbel mampu memprediksi gempa bumi . Kata Kunci: prediksi, gempa bumi, weibull, gumbel 1.

PENDAHULUAN Pulau Sumatera merupakan suatu pulau yang memiliki tingkat kegempaan tinggi karena aktivitas zona penujaman (subduction) lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah lempeng Eurasia sehingga aktivitas zona penujaman membentuk jalur-jalur gempa bumi. Jalur-jalur gempa bumi menimbulkan terjadi patahan besar kerak bumi yang membelah sepanjang pulau Sumatera yang kemudian dikenal sebagai patahan besar Sumatera (Great Fault Sumatera). Kedalaman sumber gempa di Sumatera bisa mencapai 300 km di bawah permukaan bumi dan di Jawa bisa mencapai 700 km, sesuai dengan kedalaman lempeng Indo-Australia menyusup dibawah lempeng Eurasia. (Rohadi, dkk. 2010). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandar Lampung menyatakan telah terjadi gempa bumi tektonik berkekuatan 5,3 SR di tenggara Sibolga, Sumatra Utara, Kamis, 7 Pebruari 2013 pukul 07.41 WIB. BMKG melalui Kepala Stasiun Geofisika Kota bumi Lampung Yuharman, Kamis (7/2), merincikan gempa 5,3 SR di Sibolga itu berada pada daerah dengan koordinat 1.450 LU dan 98.820 BT dengan kedalaman 84 km. Gempa di utara daratan pulau Sumatera ini berada 29 km tenggara Sibolga; 42 km barat daya Tapanuli Selatan; 46 km barat laut Padangsidempuan; 241 km tenggara Medan Sumatera Utara; dan 1.224 km barat laut Jakarta (Newswire, 2013). Prediksi penentuan periode ulang gempa bumi perlu dikembangkan dengan melakukan berbagai metode seperti metode Weibull dan Gumbel sehingga penentuan periode ulang gempa bumi dapat dilakukan secara tepat dan proporsional.

2. MATERI DAN METODA 2.1 Materi 2.1.1 Metode Weibull Distribusi Weibull digunakan apabila terdapat umur minimum dari sistem sehingga tidak akan terdapat kerusakan sebelum selang waktu 𝑡𝑡0 . Waktu sampai terjadinya gempa dinyatakan dengan peubah acak kontiniu x dimana x > μ dan x ≤ μ., maka fungsi kepadatan probabilitas dari x adalah : 𝛼𝛼

𝑥𝑥−𝜇𝜇 𝛼𝛼

𝑥𝑥−𝜇𝜇 (𝛼𝛼−1) −� � ) 𝑒𝑒 𝛽𝛽 𝛽𝛽

𝐹𝐹𝑊𝑊 (𝑥𝑥; 𝛼𝛼, 𝛽𝛽) = ��𝛽𝛽 � ( 𝑓𝑓(𝑡𝑡) = 𝑡𝑡 − 𝜇𝜇 (𝛼𝛼−1) 𝑒𝑒

0 𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 𝑥𝑥 ≤ 𝜇𝜇

𝑥𝑥>𝜇𝜇

𝑡𝑡−𝜇𝜇 𝛼𝛼 � 𝛽𝛽

−�

(2.1)

(2.2)

Jadi, Mean (Nilai rata-rata) untuk 3 parameter adalah : 1 𝜇𝜇𝑥𝑥 = 𝐸𝐸(𝑋𝑋) = 𝜇𝜇 + 𝛽𝛽Г(1 + ) (2.3) 𝛼𝛼

Estimasi parameter dari distribusi weibull adalah Fungsi maksimum likelihood yang diberikan oleh (𝛽𝛽 −1)

𝛽𝛽 𝑥𝑥 𝑖𝑖

𝐿𝐿(𝛼𝛼, 𝛽𝛽) = ∏𝑛𝑛𝑖𝑖=1(

𝛼𝛼 𝛽𝛽

𝑥𝑥

)𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 �( 𝑖𝑖 )𝛽𝛽 � 𝛼𝛼

Sehingga 𝛽𝛽̂diperoleh dari solusi berikut ini:

� 𝛽𝛽 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1(𝑥𝑥 𝑖𝑖 𝑥𝑥 𝑖𝑖 ) � 𝛽𝛽 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1(𝑥𝑥 𝑖𝑖 )

1

1

− � − ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 ln 𝑥𝑥𝑖𝑖 = 0 𝛽𝛽

𝑛𝑛

(2.4)

(2.5)

Dan estimasi parameter bentuknya yaitu 1



1

𝛽𝛽 𝛼𝛼� = ( ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1(𝑥𝑥𝑖𝑖 ))𝛽𝛽� 𝑛𝑛

(2.6)

Untuk menentukan parameter-parameter pada distribusi weibull 3 parameter dapat digunakan metode kuadrat terkecil yaitu : Untuk mencari nilai parameter dari β yang merupakan parameter bentuk yaitu 33

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

𝑛𝑛 ∑ 𝑋𝑋 𝑖𝑖 𝑌𝑌𝑖𝑖 −∑ 𝑋𝑋 𝑖𝑖 𝑌𝑌𝑖𝑖

𝑎𝑎 = 𝛽𝛽 =

(2.7)

𝑛𝑛(∑ 𝑋𝑋 2 𝑖𝑖 −(∑ 𝑋𝑋 𝑖𝑖 )2

Untuk mencari nilai parameter merupakan parameter lokasi yaitu (∑ 𝑋𝑋 2 𝑖𝑖 ) ∑ 𝑌𝑌𝑖𝑖 −∑ 𝑋𝑋 𝑖𝑖 ∑ 𝑌𝑌𝑖𝑖

𝑐𝑐 = 𝜇𝜇 =

2

𝑛𝑛(∑ 𝑋𝑋 2 𝑖𝑖 −(∑ 𝑋𝑋 𝑖𝑖 )

dari

yang (2.8)

tahun 1997 diperoleh dari BMKG dan USGS (2.7.) dianalisa menggunakan perangkat lunak Mathematica 8,0. Diagram alir penelitian dapat dilihat dari diagram berikut: (2.8.)

Untuk mencari nilai parameter α yang merupakan parameter skala yaitu : 𝑐𝑐 𝛼𝛼 = 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 �− � (2.9) 𝛽𝛽

(2.9)

(Pratiwi, 2011)

2.1.2 Metode Gumbel Bentuk fungsi distribusi kumulatif dari distribusi Gumbel adalah :

f ( x, α , β ) = e

−e (

( x −α ) ( x −α ) + )

β

β

(2.10)

Dengan ketentuan nilai dari distribusi gumbel nya memungkinkan akan ada bilangan real dan akan ada bilangan real positif. Dan nilai mean (nilai harapan) dari distribusi gumbel adalah : μ = α + βγ (2.11) dan γ adalah konstanta Euler–Mascheroni yang nilainya 0.5772156649015328606 Dan untuk fungsi probabilitasnya yaitu : ( x −α ) ( x −α ) + )

−e (

𝑃𝑃𝐷𝐷𝐹𝐹=

β

e

2.1.1

β

(2.12)

β

Estimasi Maximum Likelihood Estimation dikembangkan oleh R.A.Fisher, yang menyatakan bahwa distribusi probabilitas yang diinginkan adalah distribusi yang mampu mencari nilai dari parameterparameter. Pencarian nilai parameter ini dilakukan dengan memaksimalkan fungsi likelihood. Dengan metode maksimum likelihood, estimasi dari setiap parameter distribusi gumbel adalah sebagai berikut: Untuk mencari nilai parameter dari β yang merupakan parameter bentuk yaitu :

βˆ = X −



n

i =1



xi exp(

n

i =1

exp(

− xi ) βˆ

Perancangan Diagram Alir Metode Weibull Perancangan diagram alir (flowchart) untuk metode Weibull menggunakan perangkat lunak Mathematica 8,0 dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

(2.13)

− xi ) βˆ

Untuk mencari nilai parameter dari α yang merupakan parameter skala yaitu : 1 n x  (2.14) αˆ = − βˆ log  ∑i =1 exp(− i ) βˆ  n 2.2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Weibull dan Gumbel. Penelitian dilakukan di BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Tuntungan. Data penelitian berupa magnitude ≥ 5,0 SR dan waktu terjadi gempa 34

Gambar 2.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 2.2. Diagram alir menggunakan metode Weibull Keterangan Gambar: a. Input Data. Program dengan memberikan data-data input terlebih dahulu. Data input pada program yaitu

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

waktu tunggu terjadinya gempa bumi tektonik yang satu dengan yang lainnya. b. Baca Data. Data-data yang diberikan tersebut, kemudian dibaca oleh sistem. c. Tentukan Parameter α, β dan μ Data-data yang diberikan tersebut kemudian ditentukan nilai parameter untuk α, β dan μ oleh sistem. d. Waktu Tunggu Terjadi Gempa. Sistem akan menentukan waktu tunggu terjadinya gempa yang dihitung sejak terjadinya gempa yang terakhir dari data yang dimasukkan. 2.1.2 Perancangan Diagram Alir Metode Gumbel Perancangan diagram alir (flowchart) untuk metode Gumbel menggunakan perangkat lunak Mathematica 8,0 dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini:

3. HASIL 3.1 Metode Weibull Hasil penelitian metode Weibull untuk kekuatan gempa ≥ 5,0 SR, diperoleh parameter metode Weibull adalah α = 17,8991, β = 4268,92 dan μ = 3608,88 dengan % ralat 50,2% untuk tahun 2000. Untuk tahun 2010 dengan α = 740,518, β = 211071 dan μ = -210946 dengan % ralat 13,6 %. Untuk tahun 2011 dengan α = 912,409, β = 253126 dan μ = 253008 dengan % ralat 11,4 %. Nilai rata-rata % ralat untuk metode Weibull adalah: %𝑅𝑅1 +%𝑅𝑅2 +%𝑅𝑅3 %𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 −𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = % 3 50,2+13,6+11,4

3.2

%𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 −𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = 3 %𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 −𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = 25,1%

Metode Gumbel Hasil penelitian metode Gumbel untuk kekuatan gempa ≥ 5,0 SR, diperoleh parameter metode Gumbel adalah α = 677,018 dan β = 230,895 dengan % ralat 50,35% untuk tahun 2000. Untuk tahun 2010 dengan α = 125,449 dan β = 285,567 dengan % ralat 12,5 %. Untuk tahun 2011 dengan α = 118,347 dan β = 277,881 dengan % ralat 10,5 %. Nilai ratarata % ralat untuk metode Weibull adalah: %𝑅𝑅1 +%𝑅𝑅2 +%𝑅𝑅3 %𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 −𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = % %𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 −𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 =

3.3

Gambar 2.3 Diagram alir menggunakan metode Gumbel Keterangan Gambar: a. Input Data. Program dengan memberikan data-data input terlebih dahulu. Data input pada program yaitu waktu tunggu terjadinya gempa bumi tektonik yang satu dengan yang lainnya. b. Baca Data. Data-data yang diberikan tersebut, kemudian dibaca oleh sistem. c. Tentukan Parameter α dan β Data-data yang diberikan tersebut kemudian ditentukan nilai parameter untuk α dan β oleh sistem. d. Waktu Tunggu Terjadi Gempa. Sistem akan menentukan waktu tunggu terjadinya gempa yang dihitung sejak terjadinya gempa yang terakhir dari data yang dimasukkan.

%

3 50,35+12,5+10,5

%𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 −𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = 24,4 %

3

%

Histogram Data Gempa Bumi Pembuktian kebenaran nilai parameter y ang diperoleh dari pengolahan data menggunakan perangkat lunak Mathematica 8,0 maka dapat dilihat bentuk histogramnya. Jika bentuk dari histogram memenuhi bentuk pada distribusi maka dapat dipastikan nilai parameter yang dihasilkan sudah akurat atau sudah benar. Grafik histogram dari data untuk masing-masing distribusi yang digunakan yaitu metode Weibull dan Gumbel digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1. Grafik Histogram distribusi Weibull

35

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Weibull dan Gumbel mampu memprediksi gempa bumi. 5. PENGHARGAAN Peneliti mengucapkan terima kasih kepada BMKG Tuntungan, tim dosen dan orang tua yang mendukung penyelesaian penelitian ini.

Gambar 3.2. Grafik Histogram metode Gumbel Setelah dianalisis dengan menggunakan metode Weibull dan Gumbel dengan bantuan program Mathematica 8,0 diperoleh grafik histogram yang ditunjukkan pada gambar 3.1 dan 3.2. 4. KESIMPULAN Dari hasil analisis data penelitian di Tapanuli Tengah diperoleh % nilai rata-rata ralat untuk metode Weibull diperoleh 25,1% dan untuk metode Gumbel diperoleh % nilai rata-rata ralat 24,4%. Nilai % ralat tertinggi didapat saat memprediksi gempa bumi pada tahun 2000 disebabkan mulai tahun 1997 sampai tahun 2000 jarang sekali terjadi gempa. Hasil analisa data untuk penentuan prediksi periode ulang gempa bumi Tapanuli Tengah menggunakan metode

36

6. DAFTAR PUSTAKA Malau, Nya. (2012). Peramalan Terjadinya Gempa Bumi Tektonik untuk Wilayah Pulau Nias Menggunakan Metode Distribusi Weibull, Gumbel dan Ekspnensial. Skripsi FMIPA USU: Medan. Newswire. (2013). Diakses tanggal 2 Januari 2013 http://www.bisnissumatra.com/index.php/2013/02 /gempal-melanda-sibolga/ Pratiwi, A. (2011). Peramalan Gempa Bumi Tektonik Untuk Wilayah Sumatera Utara Dengan Menggunakan Metode Distribusi Weibull dan Distribusi Gumbel. Skripsi FMIPA USU: Medan Rohadi, S., Grandis, H., dan Ratag, M. (2008). Studi Potensi Seismotektonik Sebagai Precursor Tingkat Kegempaan Di Wilayah Sumatera. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 9(2), 65 – 77.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

SINTESIS DAN SIFAT OPTIK FILM TIPIS ZNO DENGAN METODE SOL-GEL SPINCOATING Andreas Purba1, Nurdin Siregar2 Program Studi Fisika MIPA, Universitas Negeri Medan Jl. Williem Iskandar, Pasar V Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara Tel.(061) 6625970 E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan film tipis ZnO dengan menggunakan metode Sol-Gel spincoating. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat optik film tipis ZnO yang ditumbuhkan diatas permukaan subtract kaca. Pembuatan film tipis ZnO dengan metode sol-gel spincoating menggunakan zink Asetat (Zn(CH3COO)2.2H2) sebagai bahan awal. Sol ZnO yang homogeny dipreparasi dengan melarutkan Zink Asetat Zn(CH3COO)2.2H2O) dalam isopropanol selama 15 menit hingga mencapai suhu 820C dan dipertahan kan selama 10 menit dan ditetesi DEA sebanyak 1.72 ml. kemudian sol ZnO di dinginkan hingga membentuk Gel. Selanjutnya dilakukan pelapisan diatas permukaan subtract kaca dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 sekon setelah itu di open selama 10 menit Pada suhu 1000C hal ini dilakukan sebanyak 5 kali pelapisan yang bertujuan supaya lapisan tersebut tidak terlalu tipis. Setelah selesai pelapisan, lalu melakukan preheating pada suhu 2500C selama 5 jam dan di pertahankan selama 15 menit. Dan hal terakhir adalah postheating pada suhu 5000C selama 5 jam dan dipertahankan selama 15 menit. Hasil XRD danUv-Vis Film tipis ZnO dengan konsentrasi 0.8 M memiliki ukuran partikeleV Film tipis ZnO dengan konsentrasi 0.8 M memiliki ukuran pertikel ZnO 34.06 nm memiliki band gap 3.14 eV. Kata Kunci: sintesis, sifat optic zno, spincoating, preheating, post heating 1. PENDAHULUAN Proses pembangunan disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup. Industrialisasi yang semakin meningkat telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup, karena berbagai jenis limbah yang ditimbulkannya. Sepertihalnya penurunan kualitas udara selain diakibatkan dari asap kendaraan bermotor juga limbah dari industri. Kehadiran berbagai jenis gas tersebut pada tingkat tertentu telah semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan makhluk hidup. Meliha tfenomena tersebut, maka penelitian tentang bahan sensor gas sangat diperlukan. Proses pembangunan disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan membawa dampak negative bagi lingkungan hidup. Industrialisasi yang semakin meningkat telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup, karena berbagai jenis limbah yang ditimbulkannya. Seperti halnya penurunan kualitas udara selain diakibatkan dari asap kendaraan bermotor juga limbah dar iindustri. Kehadiran berbagai jenis gas tersebut pada tingkat tertentu telah semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan makhluk hidup. Melihat fenomena tersebut, maka penelitian tentang bahan sensor gas sangat diperlukan. Dari segi aplikasi secara umum,lapisan tipis telah menjangkau berbagai bidang ilmu. Dalam bidang konstruksi terutama yang berkaitan dengan bahan logam, lapisan tipis digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan daya tahan korosi. Pada bidang

elektronika, lapisan tipis digunakan untuk membuat kapasitor, semikonduktor dan sensor. Pada bidang dekorasi, lapisan tipis digunakan untuk membuat tampilan lebih menarik, dan juga pemanfaatan pada dekorasi rumah, perhiasan serta asesoris lainnya. Dalam teknik material khususnya lapisan tipis, bahan yang biasa digunakan adalah InO, WO, SnO , TiO , ZnO, ITO dan masih banyak lagi 233

2

2

bahan lainnya. ZnO merupakan salah satu bahan dasar pembuatan lapisan tipis. ZnO adalah material semikonduktor tipe-n golongan II-IV dengan lebar band gap 3,20 eV pada suhu kamar (Yaoming, 2010). Selain itu, ZnO memiliki sifat emisi yang dekat dengan sinar UV, fotokatalis, konduktivitas dan transparansi yang tinggi. Bahan ini digunakan sebagai bahan dasar lapisan tipis, karena memiliki beberapa keunggulan dalam aplikasinya, terutama dalam bidang sensor, sel surya, serta nanodevice. (Guanglong, 2007). Sebagai sensor gas, bahan ZnO sensitif terhadap beberapa gas seperti hidrokarbon, oksigen, karbon monoksida, dan sebagainya (X.L.Cheng, 2004, dari jurnal Manddu, Akhiruddin, dkk) Sol-gelspincoating adalah metode untuk membuat lapisan dari bahan polimer photoresist yang dideposisikan pada permukaan silikon dan material lain yang berbentuk datar. Setelah larutan (sol-gel) diteteskan di atas permukaan substrat, kecepatan putar diatur oleh gaya sentrifugal untuk menghasilkan lapisan tipis yang homogen. Metode solgelspincoating ini menggabungkan metode fisika dan

37

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

kimia biasa. Metode ini sangat mudah dan efektif untuk membuat lapisan tipis dengan hanya mengatur parameter waktu dan kecepatan putar serta viskositas larutan. Namun, metode ini tidak dapat diaplikasikan untuk membuat lapisan metal, karena bahan dasar metal sulit untuk dibuat dalam fase cair. 2. Metode Eksperimen 2.1. Pembuatan sol-gel Bahan dasar zinc acetate dehydrate (ZnAc) dilarutkan kedala metanol dengan kelarutandiatur 0,8 M. Proses pecampurandilakuan di atashot plate pada rentang suhu 820 C. Kemudian larutan di atas ditambahkan diaethanolamina (DEA) sebagai penstabil dengan perbandingan molar antara DEA danZnAcadalah 1:1. Pada tahap ini terbentuk gel cair yang terdiri dari senyawa asam yang berasaldaripartikelZnAc yang terlarut, beserta air.ZnAc yang telah larut memiliki butir yang sangat kecil sehingga larutan tersebut terlihat bening. Setelah larutan didinginkan sampai suhu kamarakan terbentuk gel yang agak kental. 2.2. Teknikpelapisan Lapisan ZnO dibuat dengan alat spin coating yang dideposisikan di atas substra tkaca. Substrat kaca yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan sunlight dan alcohol dioanaskan dengan menggunakan furnace selama 1 jam dapa suhu 1000 C, untuk menghilangkankan dungan minyak dan kotoran yang melekat pada substrat. Selanjutnya proses pembuatan lapisan dengan spin coating dilakukan selama 30 detik. Setelah gel diteteskan di atas substrat, selanjutnya substrat diputar dengan putaran rendah (1000 rpm) selama 10 detik yang bertujuan untuk menyebarkan gel keseluruh permukaan substrat. Kemudian substrat diputar dengan kecepatan 5000 rpm selama 20 detik, dengan tujuan untuk membentuk lapisan yang datar dengan ketebalan homogen. Pelapisan dilakukan sebanyak 5 kali. 2.3. Proses pemanasan Proses pemanasan dilakukan dengan menggunakan furnace. Pemanasan pertama dilakukan selama 1 jam pad asuhu 1000 C, bertujuan untuk menghilangkan kandungan air serta sisa pelarut dalam lapisan secara bertahap. Pemanasan kedua dilakukan pada suhu 3000 C selama 5 jam. Tahap ini dikatakan juga sebagai tahap pre-heating yang berfungsi untuk menghilangkan pelarut etanol, air, dan gugusasan, serta memfasilitasi perubahan ZnOH menjadi ZnO seiring dengan pemanasan. Tahap selanjutnya adalah post-heating atau pemanasan akhir pada suhu 5000 C selama 1 jam. Post-heating ini berfungsi untuk membentuk partike lZnO dengan orientasi kristal yang seragam, ukuran butir lebih besar dan pori-pori sangat kecil.

38

Gambar 1 Proses pre-heating

Gambar 2 Postheating 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Orientasi dan struktur kristal Struktur dan orientas ibidang Kristal dar ilapisan ZnO diuji dengan diffraksi sinar-X (XRD). Pola XRD lapisan ZnO ditunjukkan pada Gambar 3.Pada pemanasan 5000C terbentuk fase ZnO. Pada suhu ini terbentuk dua puncak, yaitu pada sudut 31,81 2θ dan 34,46 2θ. Berdasarkan hasil search mach didapatkan informasi bahwa puncak dengan sudut 36,29 2θ adalah fasezinc oxide (ZnO), pada suhu 5000 C terbentuk bidang-bidang Kristal yaitu, bidang (100), (002) (101), (012) dan (110).

Gambar 3. Pola Diffraksi hasil match Gambar 3 hasil match Tabel.1 hasil XRD N No.pea 2θ I/I1 o. k 1 5 36.29 100 2 3 34.46 67 3 1 31.81 63

FWHM Intensitasy 0.257 0.254 0.248

1674 1129 1055

Integrated int 24937 17180 14711

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Selain menentukan komposisi dari senyawa dari hasil sintesis dengan metode sol-gel, hasil XRD dengan menggunakan persamaan Scherrer (Cullity, 1978) dapat ditentukan diameter grain dengan persamaan berikut ini (1) Struktur kristal : Hexagonal Dengan: D = Ukuran Kristal = panjang gelombang =FWHM (full width half maximum) = Sudut Diffraksi

Dengan persamaan ℎ𝑐𝑐

Dengan

𝜆𝜆

(4)

Konstanta Planck (h)= 6.63x10-34 J/S Kecepatan cahaya (c)= 3x108 m/s Panjang gelombang (λ)= 200nm=2x10-7m 1eV=1,6x10-19J Selanjutnya adalah menentukan energy gap film tipis dengan metode Touc Plot.

3.2. Hasil SpektrometerUv-vis Dari hasil spectrometer Uv-vis diperoleh data sebagai berikut Tabel 2.Hasil spectrometer Uv-vis Wavelength nm.

1184-01 %R ...

900

56.113

850

52.126

800

47.461

750

38.931

700

27.435

650

28.81

600

31.639

550

35.262

500

39.546

400

43.645

350

5.399

300

6.75

250

8.533

Dari data di atas dapat ditentukan nilai indeks bias film tipis dengan menggunkan persamaan berikut 𝑛𝑛1 =

1+𝑅𝑅 0.5 1−𝑅𝑅 0.5

(2)

Setelah nilai indeks bias ditentukan, selanjutnya ketebalan film tipis

(3) Dengan N: Indeks bias λ: panjang gelombang d: tebal Film Tipis Setelah ketebalan film tipis selanjutnya menentukan Energi Foton

ditentukan

Gambar.4 Penentuan energy Gap denganMetodeTouc plot Dari fungsi koefisien absorbs α dapat diplo tnilai tersebut di daerah sekitar celah energy semikonduktor dalam sebuah grafik yang sumbu vertikalnya adalah [αhv]2 dan sumbu datarnya adalah hv. Grafik yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.Perpotongan grafik dengan sumbu datar menunjukkan lebar celah pita energy bahan. Kemiringan garisl urus fitting 4. KESIMPULAN Telah berhasil di sintesisfim tipis ZnO dengan metode sol-gel spincoating pada konsentrasi 0.8 M, dengan ukuran Kristal D=34.06 nmdan ketebalan 69,85 nm dengan energy gap 3.14 eV. 5. PENGHARAPAN Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Universitas Negeri Medan dan Laboratorium Fisika terkhusus Fisika Material dan Laboratorium Kimia atas penyediaan fasilitas dalam kelancaran penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M., YudistiraVirgus, Nirmindan Khairurrijal, (2008), Sintesis Nanomaterial, Jurnal Nanosains & Nanoteknologi.1: 33-57 Annisa, Bahar, A., dan Hidayat, R., (2010), Preparasi Lapisan Tipis ZnO Transparan Menggunakan SolGel Beserta Karakterisasi Optiknya, Prosiding Seminar Nasional Indonesia, 6: 1-11.

39

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Arni, Girsang, (2011), Preparasi dan Sifat Optik Film Tipis ZnO dengan Metode Sol-Gel spincoating, Skripsi, FMIPA, UNIMED, Medan Behera, J.K., (2008), Synthesis And Characterization Of ZnO Nano-Particles, National Institute Of Technoogy, Rourkela-769008, Orissa, India: 1-29 Changzheng, W., (2009), “Effect of the Oxygen Pressure on The Microstructure and Optical Properties Of ZnO Films Prepared by Laser Molecular Beam Epitaxy”, Elsevier Physica B, Vol 404, hal. 4075–4082. Cheng, X.L., (2004), “ZnO Nano Particulate Thin Film: Preparation, Characterization and GasSensing Property”. Elsevier Sensor and Actuators, Vol 102, hal. 248-252. Maddu,Akhiruddin,(2009),”Struktur dan Sifat Optik Film Tipis ZnO Hasil Deposisi Dengan Teknik Spin-Coating Melalui Proses SolGel”,Jurnal,Departemen Fisika, FMIPA, IPB:Kampus IPB Darmaga, Bogor Prasada, T., (2010), “Physical Properties of ZnO Thin Films Deposited at Various Substrate Temperatures Using Spray Pyrolysis”, Elsevier Physica B, Vol 405, hal. 2226–2231. Preetam, S., (2008), “ZnONanocrystalline Powder Synthesized by Ultrasonic Mist-Chemical Vapour Deposition”, Elsevier Optical Materials, Vol 30, hal.1316–1322. Smirnov,Marius,dkk.,(2010),Eletronik Transport Properties in PollycrystallineZnO Thin Films”,Juornal of advance Reseach In Physics,Al.I.Cuva.Romania

40

Sugianto, 2009, buku Ajar FisikaZatPadat, Semarang UNNES Sungyeon, K., (2006), “Fabrication of Zn/ZnONanocablesThrough Thermal Oxidation of Zn Nanowires Grown by RF Magnetron Sputtering”, Elsevier Journal of Crystal Growth, Vol 290, hal. 485–489. Torres, D., (2009), “Optical and Structural Properties of Sol-Gel Prepared Zno Thin Films and Their Effect on Photocatalytic Activity”, Elsevier Solar Energy Material & Solar Cells, Vol 93, hal.5559. Winardi, S., Kusdianto, danWidiyastuti, (2011), Preparasi Film ZnO-Silika Nano komposit dengan Metode Sol-Gel, Prosiding Seminar NasionalTeknik Kimia “Kejuangan”, 265-269 Yaoming Li, (2010), “The Effect of Heat Treatment on The Physical Properties of Sol–Gel Derived by Sol-gel Method”, Elsevier Applied Surface Science, Vol 256, hal. 4543–4547. Yuli,SantiAstuti,(2011),”Struktur dan Sifat Film Tipis CdTe: Cu yang Ditumbuhkan dengan Metode DC Magnetron Sputtering”,Skripsi, FMIPA,UNNES:Semarang. Zhu, B.L., (2009), “Low Temperature Annealing Effects on the Structure and Optical Properties of ZnO Films Grown by Pulsed Laser Deposition”, Elsevier Vacuum, Vol 84, hal. 1280–1286. Wikipedia,(2013),http://en.wikipedia.org/wiki/Zinc_o xide (Diakses 27 April 2011, 11

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

JUMLAH FETUS DAN BERAT FETUS MENCIT (Mus musculus) PASCA PEMBERIAN AIR SEDUHAN KOPI PERORAL Ananda1 dan Meida Nugrahalia2 Program Studi Biologi, Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, Medan, 20221, Sumatera Utara Telp. (061) 6625970, Fax (061) 6614002 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah fetus dan berat fetus mencit (Mus musculus) pasca pemberian air seduhan kopi peroral. Delapan ekor mencit betina berumur tiga bulan dikelompokkan berdasarkan Rancangan Acak lengkap dengan n=4, perlakuan terdiri dari kontrol (0ml/hari) dan perlakuan air seduhan kopi (0,5ml/hari) dengan konsentrasi setara dengan tiga cangkir kopi pada manusia. Masing-masing kelompok diperlakukan selama 21 hari. Hari ke-22 mencit dikawinkan dan perlakuan diteruskan hingga usia kehamilan mencapai hari ke-19. Kemudian mencit dibedah untuk diambil uterusnya, kemudian uterus dibuka dan dihitung jumlah implantasi dan setiap fetus ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Data dianalisis dengan menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air seduhan kopi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah fetus dan berat fetus mencit (Mus musculus). Kata Kunci: jumlah fetus, berat fetus, dan air seduhan kopi 1.

PENDAHULUAN Meminum kopi sudah menjadi tradisi dan kebiasaan hampir diseluruh negara di dunia. Eropa menmpati urutan tertinggi konsumsi kopi dengan angka mencapai 21% di dunia. Sementara itu Amerika mengkonsumsi kopi sebesar 17%, Brazil sebesar 14%, Jerman 7%, Jepang 6%, Prancis, Italia, Asia, dan Pasific 4% (SASI Group, 2006). Menurut Garriguet (2008) trend mengkonsumsi kopi memuncak pada usia 31-50 tahun sementara konsumen wanita meningkat dari angka 30% menjadi 56% pada rentang usia tersebut termasuk didalamnya yang sedang hamil dan menyusui. Kandungan kafein dalam kopi dapat dengan cepat menyebar melalui pembuluh darah ke seluruh jaringan tubuh (Nawrot, 2003) termasuk ke pembuluh darah plasenta. Secara farmakologis kafein dalam kopi memiliki dampak berupa inflamasi, degenerasi, nekrosis, dan fibrosis sel (Gerhastuti, 2009). Bech et al. (2007) juga mengungkapkan bahwa kafein dalam kopi dapat mengkibatkan vasokonstriksi utero placental, yang akan menyebabkan malformasi fetus, infertilitas pada ibu, dan keadaan berat badan lahir rendah serta kejadian abortus spontan (Cnattingius et al., 2000). Namun fakta di atas masih menuai perdebatan sebab menurut hasil penelitian Joesoef (1990) tentang pengaruh kafein/kopi terhadap konsepsi menyatakan bahwa wanita yang mengkonsumsi≥700 mg kafein per hari sebelum hamil tidak mengalami penundaan kehamilan sama sekali. Penelitian lainnya mengatakan bawa konsumsi kafein tidak berhubungan dengan berkurangnya tingkat kesuburan seorang wanita yang mengkonsumsi kafein 100 hingga ≥240 mg per harinya dari berbagai minuman dan makanan. Penelitian ini membuktikan bahwa

tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi seberapapun dosisnya (termasuk delapan cangkir per harinya) dengan tingkat kesuburan seorang wanita (Olsen, 1991). Fakta lain didapat dari beberapa penelitian lanjutan lainnya. Studi yang dilakukan oleh Jensen (1998) dan Bolumar (1997) mengungkapkan bahwa wanita yang tidak merokok dan mengkonsumsi kafein cenderung mengalami penurunan kesuburan bila dibandingkan dengan wanita perokok yang mengkonsumsi kafein. Menurut mereka, rokok dan kafein memiliki hubungan biologis yang erat, dimana rokok dapat mempercepat laju metabolisme kafein dalam tubuh. Sehingga kadar kafein dalam tubuh lebih cepat habis pada wanita perokok dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Meskipun belum diketahui lebih jauh mengenai hubungan konsumsi kopi dengan perkembangan fetus, namun kemampuan kafein yang dapat menyebar dengan cepat setelah intake dilakukan (Nawrot, 2003), dapat memungkinkan terjadinya gangguan terhadap perkembangan fetus. Untuk itu penelitian ini dilakukan guna mengetahui efek pemberian kopi peroral terhadap jumlah fetus dan berat badan fetus mencit. 2.

BAHAN DAN METODE Mencit Betina galur DD Webster berumur 2-3 bulan, sekam padi, pellet 202C, bubuk kopi robusta tanpa campuran, alcohol absolute, larutan bouin, NaCl 0,9%, spiritus, dan air. Setiap 3,057 gr bubuk kopi dilarutkan dalam 28 ml air mendidih dan dilanjutkan dengan mengaduk larutan kopi selama 15 menit. Kemudian larutan kopi disaring dengan menggunakan saringan teh, sehingga didapat air seduhan kopi yang siap digunakan. 41

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.

HASIL Hasil analisis rata-rata selisih jumlah fetus mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 1.

JUMLAH FETUS

20 15 10 5 0 Kontrol

Perlakuan

KELOMPOK Gambar 1. Jumlah fetus mencit pasca pemberian air seduhan kopi kelompok kontrol dan perlakuan (n=4) menunjukkan pengaruh yang signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah fetus mencit kelompok perlakuan dengan pemberian air seduhan kopi lebih rendah (8,75±0,95) daripada jumlah fetus mencit kelompok kontrol (12,25±2,21). Kemudian melalui hasil perhitangan statistik dengan menggunakan uji t, didapati bahwa jumlah fetus mencit dengan pemberian air seduhan kopi menunjukkan penurunan yang signifikan yaitu thitung (2,89) > ttabel (1,943), maka Ha diterima dan Ho ditolak pada taraf kepercayaan 95%.

42

Kemudian hasil analisis rata-rata berat fetus mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 2. BERAT FETUS (g)

Pemberian air seduhan kopi dilakukan sebanyak 0,5 ml untuk setiap ekor mencit kelompok perlakuan yang diberikan selama satu kali dalam satu hari, sisa kopi disimpan dilemari pendingin dan jika ingin digunakan kembali diaduk dan suhunya disesuaikan dengan suhu kamar sebelum dilakukan pemberian. Kemudian delapan ekor mencit betina dibagi secara acak menjadi dua kelompok, masing-masing adalah kelompok kontrol (0 ml) dan kelompok perlakuan air seduhan kopi (0.5 ml) yang konsentrasinya telah dikonversikan setara dengan tiga cangkir kopi pada manusia. Semua mencit diadaptasikan selama satu minggu kemudian mencit mulai diberi perlakuan air seduhan kopi setiap hari selama 21 hari. Hari ke-22 mencit dikawinkan dengan pejantan dan perlakuan diteruskan hingga usia kehamilan mencapai hari ke19. Kemudian mencit dibedah untuk diambil uterusnya, kemudian uterus dibuka dan dihitung jumlah implantasinya. Fetus diangkat dan dipisahkan dari plasentanya, dikeringkan dengan kertas tissue kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Data yang didapat berupa jumlah dan berat fetus dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t.

1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Kontrol

Perlakuan

KELOMPOK Gambar 2. Berat fetus mencit pasca pemberian air seduhan kopi kelompok kontrol dan perlakuan (n=4) menunjukkan pengaruh yang signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah fetus mencit kelompok perlakuan dengan pemberian air seduhan kopi lebih rendah (1,04±0,08) daripada jumlah fetus mencit kelompok kontrol (1,23±0,01). Kemudian melalui hasil perhitangan statistik dengan menggunakan uji t, didapati bahwa jumlah fetus mencit dengan pemberian air seduhan kopi menunjukkan penurunan yang signifikan yaitu thitung (4,34) > ttabel (1,943), maka Ha diterima dan Ho ditolak pada taraf kepercayaan 95%. 4. PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Fetus Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah fetus mencit kelompok perlakuan mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan ini diduga diakibatkan oleh pencekokan dengan menggunakan sonde untuk memasukkan air seduhan kopi ke saluran pencernaan dan menimbulkan stress pada mencit yang diberi perlakuan, meskipun tingkat stress tidak diketahui (Gunawan, 2007). Efek lanjutan ini kemungkinan juga diperantarai oleh radikal bebas yang dapat mempengaruhi kondisi patofisiologis seperti kerusakan ataupun kelainan biokimia dan menimbulkan penyimpangan metabolisme pada induk, sehingga dengan kata lain turut pula mengganggu metabolisme janin yang berakibat pada kematian janin. Selain itu kopi secara keseluruhan zat yang dikandungnya merupakan xenobiotik yang dapat menyebabkan kerusakan sel secara langsung dengan mengganggu permeabilitas selaput, homeostasis osmosa, keutuhan enzim, dan kofaktor yang selanjutnya membebani sel tersebut, kemudian menyebabkan jejas dan mengakibatkan perubahan morfologi sel (Robins, 1995). Kuper (2000) juga

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

menyatakan bahwa kafein dapat mempengaruhi struktur DNA dan fungsinya dengan menghambat reaksi poli(ADP-rybosyl)ation, yang berperan penting dalam perbaikan kerusakan DNA postreplication, hal itu akan meningkatkan potensi terjadinya kerusakan DNA melalui penghambatan DNA perbaikan selama fase S dan fase G2 pada siklus sel. Dengan demikian, kafein yang terkandung dalam air seduhan kopi tersebut diduga telah mengganggu pembelahan mitosis pada ovum yang baru saja dibuahi sperma (zygot). Sehingga pada akhirnya kondisi ini menyebabkan zigot gagal untuk berkembang menjadi embrio (Supriati, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Dixon et al (2011) mendapati bahwa kafein yang terkandung dalam kopi dapat menghambat kontraksi otot tuba fallopi yang merupakan efek peningkatan kadar cAMP sitosol ketika kafein menghambat pada PDEs. Saat hiperpolarisasi yang disebabkan oleh pembukaan kanal Katp, membran potensial mengalami pergeseran dan juga membuka kanal Ca2+ sehingga terjadi relaksasi. Hiperpolarisasi yang menyebabkan aktifasi kanal Katp tersebut menyebabkan penghambatan kontraksi otot tuba fallopi secara spontan yang merupakan mekanisme penting untuk menghantar telur sepanjang tuba fallopi, sehingga dengan kata lain sel telur gagal mencapai uterus untuk proses implantasi. 4.2

Berat Fetus Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan yang signifikan pada berat fetus yang diberi perlakuan air seduhan kopi. Hal ini diduga kandungan kafein yang terkandung dalam air seduhan kopi dapat bersifat embriotoksik dan teratogenik pada janin. Manson et al. (1982) menyatakan bahwa cacat lahir biasanya terjadi akibat adanya interaksi antara agen teratogenik dengan genom maternal dan embrionik. Pada periode preimplantasi, fertilisasi, blastulasi, gastrulasi dan erosi awal dinding uterus, efek suatu agen akan termanifestasi dalam bentuk embrioletal dan jarang teratogenik. Kompensasi karena adanya pengaruh obat dapat berupa hiperplasi atau secara relatif sel–sel tidak terdiferensiasi, atau kematian embrio dini. Memasuki periode organogenesis akan terjadi proses histogenesis, pematangan fungsional, dan pertumbuhan. Manifestasi adanya teratogen pada stadium ini bersifat broad spectrum antara lain muncul dalam bentuk hambatan pertumbuhan, kelainan fungsional, dan karsinogenesis transplasental. Pada masa organogenesis ini, fetus menjadi lebih resisten terhadap efek letal dibandingkan dengan stadium embryogenesis, sehingga dengan kata lain kafein yang terkandung dalam air seduhan kopi mempengaruhi pertumbuhan janin ketika pada fase embriogenesis yang keberlanjutannya dapat mempengaruhi tumbuh-

kembangnya embrio yang berdampak pada penurunan berat badan embrio. Selain itu menurut Samamoto et al. (1993), kafein yang dikonsumsi oleh induk yang sedang mengalami kebuntingan memiliki waktu paruh yang cukup lama dibandingkan dengan induk yang tidak sedang mengalami kebuntingan. Selain itu janin yang dikandung tidak memiliki enzim khusus untuk memetabolisme kafein, sehingga dengan kata lain kafein tersebut dapat bersifat embriotoksik. Baillargon dan Desrosiera (1987), juga mengungkapkan hal yang sama, mereka mengatakan waktu paruh kafein akan segera kembali normal ketika melahirkan. Mereka juga berasumsi pemanjangan waktu paruh kafein sejalan dengan lamanya masa perkembangan embrio, sehingga efek kafein sebagai embriotoksik cukup potensial mempengaruhi perkembangan janin dan bepengaruh kepada penurunan berat badan pada fetus. Disamping itu kafein mampu menghambat enzim fosfodiesterase yang mengkatalisis hidrolisis cAMP sehingga konsentrasi seluler cAMP akan meningkat. Peningkatan konsentrasi cAMP ini menurut Pozner et al. (1986) menyebabkan terjadinya penurunan mitosis yang akhirnya menghambat akselerasi pertumbuhan. Diduga, terhambatnya akselerasi pertumbuhan akan mengakibatkan penurunan bobot dan ukuran fetus. Penelitian ini juga turut memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto et al. (2007) mengenai asupan kafein terhadap berat lahir fetus tikus putih (Rattus norvegicus), dengan kata lain asupan kafein baik yang terkandung di dalam kopi ataupun jenis minuman lainnya dapat menjadi pertimbangan bagi konsumen wanita yang sedang mengandung. 5.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa pemberian air seduhan kopi sebelum dan selama kehamilan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan berat fetus dan jumlah fetus mencit (Mus musculus). DAFTAR PUSTAKA Baillargeon, L.B., and C. Desrosiers, (1987). Caffeine-cigarette interaction on fetal growth. American Journal of Obstet Gynecol, 157:123640. Bech, H.B., Carsten O., Henriksen, B.T, Olsen, J, (2007), Efect of reducing caffeine intake on birth weihgt and lenght of gestation: randomised controled trial, Departenment of Epidemiologi University Aarhus, Denmark. Beck, S.L. and C.M. Urbano, (1991). Potentiating effect of caffeine on the terratogenicity of acetazolamide in C57BL/6J mice. Teratology, 44: 24-250.

43

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Bolumar, F., Olsen, J., Rebagliato, M., Bisanti, L., dan The European Study Group on Infertility and Subfecundity, (1997). Caffeine intake and delayed conception: a european multicenter study on infertility and subfecundity. American Journal of Epidemiology, 145(4), 324-334 Cnattingius M.D., Signorello, L.B., Goran, A., Britt, C., Anders, E., Elisabeth, L.J., dan William, B.J., (2002). Caffeine intake and risk of first trimester spontaneous abortion. The New England Journal Of Medicine, 155(5): 429-436. Dixon, R.E., Hwang, S.J., Britton, F.C., Sanders, K.M., dan Ward, S.M., (2011). Inhibitory effect of caffeine on pacemaker activity in the oviduct is mediated by cAMP-regulated conductances. British Journal of Pharmacology, 763: 745-754. Garriguet, Didier, (2008). Beverage Consumption of Canadian Adults. Statistics Canada, 19(4): 22-29. Gerhastuti, B.C., (2009). Pengaruh Pemberian Kopi Dosis Bertingkat Per Oral Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Tikus Wistar, Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang. Gunawan, Setiatin E.T., Rosadi, B., Hine T.M., dan Parakkasi, A., (2007). Performansi Reproduksi Tikus Betina dengan Pemberian Lendir Lidah Buaya. Jurnal Kedokteran Hewan, 1(1), 1-6. Jensen, T.K., Henriksen, T.B., Hjollund, N.H., Sceike, T., Kolstad, H., Giwercman, A., Ernst, E., Bonde, J.P., Skakkebaek, N. E., and Olsen, J., (1998). Caffeine intake and fecundability: a follow-up study among 430 Danish couples planning their first pregnancy. Reproductive Toxicology, 12: 289–295. Joesoef, M.R., Beral, V., Rolfs, R.T., Aral, S.O., dan Cramer, D.W., (1990). Are caffeinated beverages risk factors for delayed conception? Lancet, 335: 136–137. Kuper, H., Titus-Ernstoff, L., Harlow B.L., dan Cramer, D.W., (2000). Population based study of

44

coffee, alcohol and tobacco use and risk of ovarian cancer. International Journal of Cancer, 88: 313–318. Manson, J.M., H. Zenick, and R. Costlow, (1982). Teratology Test Methode for Laboratory Animal. In Hayes, A.W. (ed). Principles and Methods Toxicology, Jilid 1. Hal. 141-184. Raven press. New York. Nakamoto, T. and S. Robert. 1986. Protein-energy malnutrition in rats during pregnancy modifies the effects of caffeine on fetal bones. Teratology, 40: 56-72 Nawrot, P., Jordan, S., Eastwood, J., Rotstein, J., Hugenholtz, A., dan Feeley, M. (2003). Effects of caffeine on human health. Food Additives and Contaminants, 20(1): 1–30. Olsen, J. (1991). Cigarette smoking, tea and coffee drinking, and subfecundity. American Journal of Epidemiology, 133: 734–739. Pozner, J.A.B., A.E. Papatestas, R. Fagerstrom, I. Schwarts, J. Saevits, M.R.N. Feinberg, and A.H. Aufses., (1986). Association of tumor differentiation with caffeine and coffee intake in women with breast cancer. Surgery, 100(3): 482488. Robbins, S.L., dan Kumar, V., (1995). Buku ajar Patologi I (basic pathology), edisi 4. Jakarta: EGC. Samamoto, M.K., S. Mima, T. Kihara, T. Matsuo, Y. Yasuda and T. Tanimura., (1993). Development toxicity of caffeine in the larvae of Xenopus laevis. Teratology, 47:189-201. SASI Group dan Mark Newman (2006). Coffee Consumption. The Leverhulme Trust: The University of Sheffield. Supriati, R., Karyadi B., dan Maherawati. Pengaruh pemberian getah buah pepaya (carica papaya l.) Terhadap daya fertilitas mencit (Mus musculus) balb/c betina. Konservasi Hayati, 6(2): 1-8.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Bidang Kajian : Komputer

1

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PEMBANGUNAN APLIKASI PENJURIAN KOMPETISI KEAMANAN JARINGAN MODEL “DEATH MATCH” Albert Sagala1, Lusiana Parhusip2 Program Studi Teknik Komputer,Institut Teknologi Del Jl. Sisingamangaraja, Sitoluama, Laguboti, Toba Samosir, Sumatera Utara Telp. +62 632 331234, Faks. +62 632 331116 E-mail: [email protected], [email protected] ABSTRAK Tujuan penulisan paper ini adalah untuk membahas tentang: 1) apa itu kompetisi keamanan jaringan, 2) apa itu kompetisi keamanan jaringan model Death Match, 3) bagaimana analisis aplikasi penjurian kompetisi keamanan jaringan, 4) bagaimana implementasi aplikasi penjurian kompetisi kemanan jaringan, 5) apa keuntungan aplikasi penjurian kompetisi kemanan jaringan.Hasil review dari berbagai kompetisi kemanan jaringan yang pernah dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proses scoring pada saat kompetisi kurang efisien. Teknik penilaian laporan tiap peserta membutuhkan waktu yang lama. Selain masalah waktu, fairness juga menjadi kelemahan dari kompetisi keamanan yang sudah pernah ada, dimana juri mengetahui identitas laporan yang dinilai.Pembangunan Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan Jaringan menghasilkan sebuah aplikasi berbasis web yang memberikan keefisienan waktu dalam hal penilaian dan fairness untuk sebuah kompetisi keamanan jaringan. Penggunaan aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan akan memberikan kemudahan bagi semua pihak yang terlibat dalam kompetisi keamanan jaringan seperti, panitia, peserta. Kata Kunci: kompetisi keamanan jaringan, death match, scoring,blue team, red team 1.

PENDAHULUAN Kompetisi kemanan jaringan adalah kompetisi yang bertujuan untuk menguji kemampuan pengguna komputer dalam hal administrasi jaringan, keamanan sistem informasi, celah keamanan perangkat lunak pada sistem, dalam waktu yang terbatas untuk membiasakan diri dengan kehidupan sehari-hari mengenai keamanan jaringan dan sistem keamanan server [1][2][3][4]. Kompetisi model ‘Death Match’ adalah kompetisi hacking dalam jaringan lokal (local area network) dimana setiap peserta kompetisi akan berusaha untuk melakukan konfigurasi untuk menutupi celah keamanan yang ada terhadap server sendiri dan hacking terhadap server lawan. Saat ini, pengembangan aplikasi atau softwaresangat diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi user dalam melakukan sebuah proses manual, termasuk proses penjurian atau pemberian nilai pada kompetisi keamanan jaringan yang ada saat ini, masih dilakukan dengan manual dan membutuhkan waktu yang lama. Pembangunan Aplikasi Penjurian Kompetisi Kemanan Jaringan Model ‘Death Match’ adalah aplikasi yang dikembangkan untuk memberikan kemudahan bagi peserta memberikan laporan, dan juri memberikan penilaian[2]. Efisien dan fairness adalah 2 keuntungan yang bisa diperoleh dengan adanya aplikasi Penjurian Kompetisi ini, seperti yang akan dibahas selanjutnya. 2.

PERMASALAHAN Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan JaringanModel Death Match dikembangkan untuk memecahkan masalah berikut:

1. Pemberian laporan (transfer report) masih menggunakan USB. 2. Teknik pemberian penilaian untuk laporan peserta memerlukan waktu yang lama dikarenakan juri dapat memberikan penilaian jika kompetisi sudah selesai. 3. Selama kompetisi berlangsung, juri tidak melakukan apa-apa karena belum mendapatkan laporan. 4. Pada kompetisi keamanan jaringan yang ada sekarang ini, juri mengetahui laporan siapa yang sedang diperiksa, dan nama peserta yang akan diberikan nilai (fairness). 3.

PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas mengenai proses bisnis pada aplikasi, durasi waktu kompetisi dan perangkat-perangkat yang digunakan untuk membangun aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan Jaringan Model Death Match. 3.1

Gambaran Umum Aplikasi Pada bab ini dijelaskan mengenai deskripsi secara umum aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan Jaringan Model Death Match. Bagian-bagian yang dijelaskan mencakup ruang lingkup, proses bisnis, prosedur dari setiap proses bisnis. Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan JaringanModel Death Match adalah aplikasi berbasis web yang digunakan untuk upload/downloadlaporan peserta kompetisi dan pemberian nilai oleh juri untuk tiap laporan peserta. Dalam kompetisi Keamanan jaringan ada 3 pihak yang terlibat[5]:

47

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

1.

Peserta Kompetisi (Blue Team) Blue team adalah peserta kompetisi yang bertujuan memenangkan kejuaraan kompetisi, dengan cara mengumpulkan poin sebanyak mungkin. 2. Juri (White Team) Aktor yang bertugas sebagai pemberi nilai kepada peserta kompetisi yang bersifat independen. White Team harus mampu memberikan penilaian yang adil terhadap seluruh peserta dengan menggunakan panduan penilaian yang akan diberikan. 3. Penyerang (Red Team) Red Team adalah aktor yang bertugas sebagai professional security pentest.RedTeam akan melakukan serangan pada Blue Team dengan menggunakan beberapa semi-auto scriptdan auto script yang disediakan saat kompetisi berlangsung. Target aplikasi yang dibangun adalah membantu peserta kompetisi mengumpulkan laporan, dan mempercepat proses pemberian nilai kepada peserta yang dianggap terlalu lama pada aplikasi yang ada saat ini. Aplikasi ini mengubah proses pemberian nilai dan pengumpulan dokumen laporan oleh peserta, dari manual menjadi online. Pemberian nilai dan pengumpulan dokumen dilakukan langsung melalui aplikasi. Pada gambar 1, dijelaskan proses utama aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan. Gambar 1: Bisnis proses aplikasi

Untuk lebih jelasnya tentang gambar di atas akan di jelaskan di bawah ini: a) Create a registration Registrasi calon peserta dilakukan pada aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan. b) Registration Approval Administrator akan melakukan persetujuan terhadap registrasi yang dilakukan calon peserta.

48

c)

Competition Competition adalah kompetisi yang dilaksanakan dan diikuti oleh semua peserta yang telah diterima oleh Admin untuk ikut berkompetisi. d) Submit file to Application Saat kompetisi sedang berlangsung peserta akan mengunggah laporan. Dalam laporan tersebut, peserta harus mendeskripsikan dengan jelas setiap serangan atau pertahanan yang mereka lakukan. e) Review File yang telah di unggah oleh peserta akan direviewdan dinilai oleh beberapa whiteteamyang telah ditentukan oleh Administrator. f) Announcement Announcementadalah pengumuman dari hasil penilaian yang dilakukan white team. Pemenang kompetisi ditentukan berdasarkan nilai yang paling tinggi. 3.1.1 Ruang Lingkup Ruang lingkupaplikasi yang dibangun adalah peserta harus bisa mengunggah file laporan, dan juri harus bisa men-download file laporan tersebut untuk selanjutnya di review dan diberikan nilai. 3.1.2 Proses Bisnis Aplikasi Proses bisnis pada aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan terbagi menjadi empat, yaitu: 1. Proses bisnis Penambahan Registered user 1. Administrator login ke aplikasi. 2. Administrator memilih menu Approval user. 3. Administrator mengecek apakah data user sesuai syarat. 4. Registered user baru disimpan di database. 5. Administrator logout atau tidak dari aplikasi. 2.

Proses bisnis Pengunggahan Laporan 1. Userlogin ke aplikasi. 2. User memilih menu Competition. 3. User memilih kategori file laporan yang akan di-upload. 4. User mencari file laporan yang akan diupload. 5. Mengungah file laporan. 6. Laporan tersimpan di server dan detail dari file disimpan di database. 7. Userlogout atau tidak dari aplikasi.

3.

Proses bisnis Penilaian Laporan 1. User white team login ke aplikasi. 2. User memilih file laporan yang ingin diunduh. 3. Proses pengunduhan akan berjalan. 4. Laporan terunduh. 5. User meng-input nilai untuk file yang telah terunduh. 6. Userlogout atau tidak dari aplikasi.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

4.

Proses bisnis Pendaftaran 1. Userguest mengunjungi website. 2. User memilih menu Register. 3. User mengisi form yang telah tersedia pada website. 4. User mengirim data kelompok yang telah diisi. 5. User menerima notifikasi Approval dari admin. 6. Userlogin atau keluar dari aplikasi. 3.1.3 Prosedur Prosedur dari setiap proses bisnis aplikasi yang akan dibangun adalah file laporan yang akan diunggah peserta kompetisi keamanan jaringan harus menentukan kategori dari file laporan, apakah attack atau defense sehingga whiteteam tepat dalam memberikan nilai.

3.1.4 Durasi Waktu Kompetisi Pada aplikasi yang akan dibangun, durasi waktu kompetisi adalah 5 jam. Kompetisi dibagi menjadi dua tahap, yaitu: 1. Tahap hardening yang akan dilakukan 1 jam dimana setiap peserta melakukan defend terhadap active service masing-masing dan mencari vulnerability dari active service peserta lain. Laporan setiap peserta di-upload ke aplikasi sebelum waktu hardening selesai. Laporan tersebut dapat langsung dinilai oleh juri dan nilai di-input ke aplikasi pada saat pertandingan tahap dua dilakukan. 2. Tahap kompetisi Attact and Defend, peserta kompetisi dan red team (attacker) melakukan attack ke active service peserta kompetisi keamanan jaringan dan peserta akan melakukan defend terhadap serangan dari red team dan blue team lain selama 4 jam. Pada saat pertandingan, blue teamjuga dapat meng-upload laporan yang sudah disusun dan langsung dapat dinilai oleh white team.Nilai yang dimasukkan setiap white team ke aplikasi akan langsung dihitung oleh aplikasi. Peserta yang mendapatkan nilai paling tinggi ditetapkan sebagai pemenang. 3.2

Deskripsi Aplikasi Pada bab ini dideskripsikan secara umum aplikasi yang akan dibangun. Bagian-bagian yang dijelaskan mencakup fungsi utama aplikasi, karakteristik pengguna, batasan aplikasi, dan lingkungan aplikasi. 3.2.1 Arsitektur Aplikasi Arsitektur aplikasi merupakan suatu desain aplikasi yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi satu sama lain. Biasanya juga disebut dengan infrastruktur aplikasi. Cara komunikasi komponen-komponen tersebut melalui jaringan yang saling terhubung.Terdapat beberapa macam arsitektur aplikasi, di antaranya Stand Alone, Client Server (Two Tier), dan Three

Tier.Pengembangan aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan Jaringan ModelDeath Match menggunakan arsitektur Client Server. Arsitektur Three Tier ini diimplementasikan dengan menggunakan Web Application. Dengan menggunakan WebApplication, Client Side (Komputer Pengguna) hanya akan melakukan instalasi Web Browser. Arsitektur aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan dilihat pada gambar 2.

Gambar 2: Arsitektur Aplikasi

3.2.2 Fungsi Utama Aplikasi Fungsi utama dari aplikasi yang akan dibangun adalah: 1. Menyediakan fungsi Register Fungsi ini memungkinkan guest untuk mendaftar menjadi peserta pada kompetisi. 2. Menyediakan fungsi Login Fungsi ini digunakan untuk mengenali user sebagai peserta, juri,guest dan administrator.Jika fungsi ini dijalankan maka username dan password dari user disesuaikan dengan yang ada pada database server. Apabila tidak sesuai akan keluar notifikasi pada aplikasi. 3. Menyediakan fungsi UploadReport Fungsi ini memungkinkan user (blueteam) untuk mengunggah dokumen. 4. Menyediakan fungsi Download Report Fungsi ini memungkinkan user (whiteteam) untuk mengunduh dokumen. 5. Menyediakan fungsi InputScore Fungsi ini memungkinkan whiteteam untuk memberikan nilai terhadap peserta yang telah mengunggah dokumennya. 6. Menyediakan fungsi ApprovalUser Fungsi ini memungkinkan admin untuk menerima atau menolak user yang telah mendaftar. 7. Menyediakan fungsi menampilkan nilai hardening. 8. Menyediakan fungsi menampilkan total nilai tiap peserta.

49

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.2.3 Karakteristik Pengguna Aplikasi Karakteristik pengguna dalam Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan, dijelaskan pada tabel 1 berikut. Tabel 1: Karakteristik Pengguna Aplikasi Pengguna Guest

Blueteam Whiteteam Administrator

Hak Akses Melihat pengumuman, mendaftar jadi peserta dan melihat peserta yang telah diterima. Mengunggah dokumen, melihat pengumuman. Mengunduh file laporan dan memberikan nilai terhadap laporan. Mengunduh laporan, mengunggah laporan, melakukan approval terhadap pendaftar.

3.2.4 Batasan Aplikasi Berikut adalah batasan yang dimiliki oleh aplikasi: a) Jenis dokumen yang diunggah adalah .doc, .docx, .pdf b) Browser yang dapat mengakses aplikasi dengan baik adalah firefox 4.0 s/d 27.0, Google Chrome. Gambar 3: Use case diagram aplikasi

3.3

Kebutuhan Pembangunan Aplikasi Berikut dijelaskan lingkungan aplikasi yang diperlukan oleh tim pengembang dalam pembangunan Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan Jaringan Model Death Match. Spesifikasi aplikasi yang digunakan untuk membangun aplikasi adalah: 1. Sistem Operasi: Windows 7 2. Tools pengembang: NetBeans IDE 7.0.1, MySQL, XAMPP v3.1.0.3.1.0 3. Web browser : Mozilla Firefox, Google Chrome 4. Bahasa Pemrograman: PHP Deskripsi Fungsi Deskripsi fungsional aplikasi ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram yaitu use case diagram. Use case Diagram Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan secara keseluruhan digambarkan pada gambar 3.

3.4.1 Skenario Penjurian Pada bagian ini akan dijelaskan skenario penjurian atau pemberian nilai laporan. 1. White teamloginke aplikasi dan memilih laporan yang akan di unggah. 2. Menekan tombol download 3. Membaca laporan yang telah di download 4. Memberikan nilai laporan sesuai kategori penilaian pada laporan. 5. Nilai yang dimasukkan akan masuk ke basis data aplikasi.

3.4

50

3.5

Kebutuhan Data Berikut ini akan dijelaskan mengenai kebutuhan data dari aplikasi yang akan dibangun dan dapat dilihat pada gambar 4:

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.6

TampilanHalaman Utama Aplikasi Desain tampilan halaman utama aplikasi dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5: Halaman Utama Aplikasi 3.7

Sequence Diagram Input Nilai Halaman utama aplikasi dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 4: Desain database aplikasi

Keterangan gambar dapat dilihat pada table 1. Tabel 2: Deskripsi Tabel Nama Tabel account

data_peserta

Primary key account_id

peserta_id

data_juri

juri_id

File

file_id

Penilaian

penilaian_id

Hardening

id_file

penilaian_harden ing

penilaian2_id

champion

id_juara

Deskripsi isi Tabel ini menyimpan username dan password semua user dari Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan. Tabel ini menyimpan data peserta kompetisi sebagai user dari Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan. Tabel ini menyimpan data juri kompetisi sebagai user dari Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan jaringan. Tabel ini menyimpan laporan kompetisi yang akan dinilai oleh juri. Tabel ini menyimpan hasil penilaian laporan kompetisi oleh juri. Tabel ini menyimpan laporan hardening peserta yang akan dinilai oleh juri. Tabel ini menyimpan hasil penilaian laporan hardening peserta oleh juri. Tabel ini menyimpan team pemenang kompetisi.

Gambar 6: Sequence Diagram Input Nilai

Initial State (IS): Terdapat kumpulan file yang akan diberi nilai. Final State (FS): Attribute nilai dari fileakan terisi dengan nilai yang diberikan. Spesifikasi Proses/algoritma: 1. Tombol input score diklik. 2. Maka secara otomatis file akan ternilai.

Screen layout input nilai laporan terlihat pada gambar 7.

Gambar 7: Tampilan Input Nilai

51

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

4.

PENGUJIAN APLIKASI Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai testing yang dilakukan pada aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan Jaringan Model Death Match. Persiapan prosedural yang harus dilakukan sebelum mengadakan pengujian adalah mempersiapkan perangkat yang akan digunakan untuk menjalankan Aplikasi Penjurian yaitu Mozilla Firefox dan Google Chrome. Persiapan perangkat keras dan jaringan dibutuhkan sebelum pengujian adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan laptop/komputer yang sudah terinstal browser. 2. Memastikan laptop/komputer tersebut terhubung ke jaringan (wireless). 3. Memastikan komputer dapat mengakses Aplikasi Penjurian Kompetisi Keamananan Jaringan Model Death Match. Jenis pengujian yang digunakan untuk melakukan testing adalah Black Box Testing, yaitu pengujian yang dilakukan melalui tampilan aplikasi. 5.

KESIMPULAN Pembangunan aplikasi Penjurian Kompetisi Keamanan JaringanModel Death Match ini memberikan kemudahan (efisiensi) bagi peserta untuk melakukan upload/download laporan, memberikan kemudahan bagi juri untuk memberikan penilaian untuk semua laporan dari peserta.

52

Fairnessakan dirasakan semua peserta dikarenakan juri tidak mengetahui identitas laporan yang sedang dinilai. Selain efisien, keamanan laporan terjaga. Aplikasi ini sudah diujicobakan pada kompetisi pertahanan siber yang diselenggarakan oleh IT Del pada tanggal Agustus 2014.Hasil pengujian menyimpulkan bahwa fungsi-fungsi aplikasi Penjurian berjalan dengan baik.Penggunaan apalikasi ini direkomendasikan bagi instansi/pihak yang ingin mengadakan kompetisi keamanan jaringan.

DAFTAR PUSTAKA [1] Jhon E.Canavan,Fundamentals of Network Security, Artech House INC, London, 2001 [2] Mike O’Leary, Small-Scale Cyber Security Competition, Proceedings of the 16th Colloquium for Information Systems Security Education, 2012. Lake Buena Vista, Florida [3] State Collegiate Cyber Defense Competition, CSSIA 2013 [4] http://en.wikipedia.org/wiki/National_Collegiate _Cyber_Defense_Competition [5] VICTOR-VALERIU PATRICIU, Guide for Designing Cyber Security Exercises, Computer Science Department Military Technical Academy

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

APLIKASI PERANGKAT LUNAK SISTEM PAKAR UNTUK STUDI KASUS DIAGNOSA PENYAKIT THT Mardi Turnip Program Studi Sistem Informasi, Universitas Prima Indonesia Jl. Sekip, Simp. Sikambing, Medan, Sumatera Utara Telp. (061) 4578870, Fax. (061) 4155441 E-mail: [email protected] ABSTRAK Penyakit THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan) merupakan masalah kesehatan pada masyarakat, karena sering terjadi tanpa mengenal musim. Penyakit ini bisa menyerang berbagai usia. Proses pengembangan sistem pakar ini dilakukan dengan menggunakan mesin inferensi backward chaining dimana proses pencarian dimulai dari faktafakta untuk selanjutnya menuju pada suatu konklusi. Selain berfungsi untuk meringankan kerja dokter, sistem pakar yang dikembangkan juga akan sangat bermanfaat bagi masyarakat umum dalam mengakses informasi tentang penyakit THT berupa diagnosa dan terapinya. Dengan adanya aplikasi ini akan membantu para pengguna maupun dokter THT dalam melakukan pelayanan dan akses informasi terkait diagnosa penyakit THT. Kata Kunci: penyakit tht, sistem pakar, backward chaining, waterfall 1.

PENDAHULUAN Penyakit THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan) merupakan masalah kesehatan pada masyarakat, karena sering terjadi sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Penyakit ini bisa menyerang berbagai usia. Saat ini, proses diagnosa penyakit THT oleh dokter masih dilakukan tanpa menggunakan bantuan software, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan kesasalahan diagnosa. Untuk membantu meminimalisasi kesalahan diagnosa tersebut, maka perlu dibuat sebuah aplikasi sistem pakar yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja dari para ahli. Sejauh ini cara penanggulangan yang sudah dilakukan seperti; Lina Handayani dan Tole Sutikno pada januari 2008, membuat sebuah aplikasi Sistem Pakar untuk Diagnosa Penyakit THT Berbasis Web dengan ”e2glite Expert System Shell”. Namun demikian e2gLite juga memiliki kekurangan, antara lain waktu startup yang lama, sehingga lebih cocok untuk sistem pakar berskala kecil dengan basis pengetahuan yang mengandung kurang dari 100 aturan. Kekurangan kedua, adalah basis pengetahuan yang berupa file teks sehingga dapat dibaca oleh siapapun karena bersifat publik. Dengan demikian desain dari basis pengetahuan sistem pakar yang dibuat tidak dapat dijaga kerahasiaannya. Sistem pakar merupakan suatu sistem yang berbasis pengetahuan (knowledge-based system), yaitu menggunakan pengetahuan manusia yang disimpan dalam database untuk memecahkan permasalahan yang biasanya memerlukan keahlian manusia. Keuntungan atau manfaat yang diperoleh dengan menggunakan sistem pakar ini adalah proses penentuan diagnosis dan rekomendasi terapi serta analisisnya dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini sangat membantu dokter untuk melakukan diagnosis kepada pasien secara konsisten, sehingga dapat

mengurangi terjadinya human error dan memberikan penanganan yang baik kepada pasien. Kebutuhan manusia akan pelayanan medis yang lebih baik sudah menjadi hal yang mutlak, yang berarti dukungan instrumentasi dan informatika medis modern menjadi sangat dibutuhkan termasuk metode untuk membantu analisisnya sehingga lebih mudah untuk melakukan diagnosa. 2.

Tinjauan Pustaka Penulis meninjau penelitian ini berdasarkan dari hasil-hasil penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Adapun penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: Lina Handayani dan Tole Sutikno, 2008, membuat aplikasi sistem pakar untuk diagnosa penyakit THT berbasis web dengan “e2glite expert system shell. Aplikasi sistem pakar ini dirancang agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja para pakar/ahli. Aplikasi sistem pakar ini diharapkan mampu membantu masyarakat umum sehingga dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para ahli. Pengembangan sistem pakar ini menggunakan mesin inferensi kombinasi forward chaining dan backward chaining. Sistem pakar ini dibangun dengan basis web. Rahmadi Wijaya, 2007, membuat aplikasi penggunaan sistem pakar dalam pengembangan portal informasi untuk spesifikasi jenis penyakit infeksi. Pendekatan yang dipakai untuk pembuatan Sistem Pakar ini menggunakan pelacakan ke depan (forward chaining) dimana pelacakan tersebut dimotori oleh data masukan keluhan pasien dan selanjutkan mencoba menggambarkan kesimpulannya dan penelusuran yang digunakan yaitu penelusuran depth-first search. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan pelayanan kepada 53

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

masyarakat, dengan menciptakan sebuah sarana penyampaian informasi dan pembelajaran yang efektif menyangkut dunia kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan penyakit-penyakit infeksi. Aplikasi ini dikembangkan menggunakan pemograman PHP dengan database MySQL serta script pendukung lain diantaranya HTML dan Java Script. Dr.H.Efiaty Arsyad Soepardi, sp.THT dan Prof.Dr.H Nurbaiti Iskandar, Sp.THT, 2001, menulis sebuah buku yang berjudul ”Buku Ajar Ilmu Kesehatan Teling Hidung Tenggorokan Kepala leher”. Diharapkan buku ini dapat menjadi pegangan dan bermanfaat bagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran, Dokter dan masyarakat Indonesia dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan di bidang ilmu kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Dari hasil pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa penjelasan sebagai berikut. Pertama ”tujuan perancangan sistem pakar”, yaitu untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja dari para pakar/ahli seperti yang dipaparkan oleh Lina Handayani dan Tole Sutikno. Kedua ”mesin inferensi”, yaitu forward chaining dan backward chaining seperti yang dipergunakan oleh Lina Handayani dan Tole Sutikno serta Rahmadi Wijaya. Ketiga ”tentang penyakit THT ”, yaitu mempunyai jenis-jenis dan juga gejala-gejala yang banyak. Oleh karena itu, dari penjelasan diatas penulis mengambil beberapa konsep dasar yaitu tentang tujuan perancangan sistem pakar seperti yang dipaparkan oleh Lina Handayani dan Tole Sutikno serta penyakit THT seperti yang dipaparkan oleh Dr.H.Efiaty Arsyad Soepardi, sp.THT dan Prof.Dr.H Nurbaiti Iskandar, Sp.THT. Perbedaan pembahasan yang dipaparkan oleh penulis dengan pembahasan di atas terletak pada penggunaan mesin inferensi dan cara pengembangan sistemnya. Adapun mesin inferensi yang digunakan oleh penulis adalah backward chaining dan cara pengembangan sistemnya dengan membangun sendiri semua komponen. 3.

Landasan Teori

3.1 Sistem Pakar Sistem pakar (expert system) adalah sistem yang berusaha mengadopsi pola pikir manusia untuk selanjutnya di implementasikan dalam sebuah perangkat lunak, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Sistem pakar yang baik dirancang agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan meniru kerja dari para ahli. Dengan sistem pakar ini, orang awampun dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang biasanya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para ahli.

54

Sistem pakar pertama kali dikembangkan oleh komunitas Artificial Intelligence (AI) pada pertengahan tahun 1960 an. sistem pakar yang muncul pertama kali adalah General-purpose Problem Solver (GPS) yang dikembangkan oleh Newel dan Simon. GPS (dan program-program yang serupa) ini mengalami kegagalan dikarenakan cakupannya terlalu luas yang mengakibatkan pengetahuan-pengetahuan penting seringkali menjadi tertinggal. 3.2 Diagnosis Penyakit Proses diagnostik merupakan perpaduan dari aktifitas intelektual dan manipulatif. Diagnosis sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penting pemberian nama dan pengklasifikasian penyakitpenyakit pasien, yang menunjukkan kemungkinan nasib pasien dan yang mengarahkan pada pengobatan tertentu. Proses diagnosa penyakit THT pada penelitian ini, dilakukan dengan menanyakan keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien, yang kemudian dibandingkan dengan data penyakit THT yang tersimpan di database. Diagnosis penyakit THT dimulai sejak permulaan wawancara medis. Dari diagnosis tersebut akan diperoleh pertanyaan-pertanyaan yang terarah pada penyakit tertentu. Data yang berhasil dihimpun, akan dipertimbangkan dan diklasifikasikan berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien. Dengan demikian penyebab dari gejala-gejala tersebut dapat diketahui dengan mudah dan akhirnya diperoleh kesimpulan awal mengenai penyakit tertentu. 4. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam pembuatan perangkat lunak ini adalah dengan melakukan pendekatan waterfall, metodologi ini menyajikan perancangan pembangunan aplikasi dari awal dengan mengikuti langkah-langkah yang sesuai, dengan penjabaran sebagai berikut: 1. Analisis : menganalisis berbagai data dan informasi mengenai jenis, gejala, dan solusi pengobatan kepada penderita THT. 2. Desain : merancang / mendesain basis data, perangkat lunak (interface), dan prosesproses kerja perangkat lunaknya. 3. Coding : pembuatan / implementasi perangkat lunak. 4. Testing : pengujian terhadap perangkat lunak serta melakukan penyelesaian perangkat lunak. 5. Alur Kerja Sistem Aplikasi Alur kerja dari sistem pakar diagnosa penyakit THT yang akan dikembangkan dapat terlihat seperti Gambar 1.1. berikut:

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

5. Dari pencocokan fakta dengan premis yang ada, maka dihasilkan kesimpulan bahwa orang tersebut menderita penyakit Abses Parafaringeal.

[ Flow Map Sistem Pakar Diagnosa Penyakit THT ] Pasien

Aplikasi

Dokter

Menyimpan dan Mengelola

Verifikasi dan Print Hasil

Input Biodata dan Gejala Penyakit

8. Data Flow Diagram (DFD) Level 0

Hasil Diagnosa Database

Data Penyakit, Gejala Terapi

Data Pasien, Gejala

Admin Kd.Penyakit, Kd.Gejala

Gambar 1.1 Workflow sistem pakar. Pada Gambar 1.1. menggambarkan alur kerja dari sistem aplikasi yang dikembangkan dimulai dari pasien menginput biodata dan gejala penyakit yang dialami terhadap aplikasi, aplikasi menyimpan dan mengelola data biodata dan gejala penyakit pasien tersebut sampai dokter melakukan verifikasi terhadap hasil diagnosa yang dilakukan sistem aplikasi dan print out hasil diagnosa.

Sistem Pakar Diagnosa Penyakit THT

Pasien No.RM Hasil Diagnosa

Gambar 1.2. DFD level 0 sistem aplikasi. Admin

Data golongan penyakit

1 Pengelolaan Golongan penyakit

Data golongan penyakit F1

Kd. golongan penyakit

2 Data Jenis penyakit

6.

Teknik Representasi Teknik representasi yang digunakan untuk merealisasikan sistem pakar ini adalah kaidah produksi, karena menggunakan sintaks IF-THEN menghubungkan anteseden (antecedent) dengan konsekuensi yang diakibatkannya. Adapun di dalamnya mengandung kaidah meta karena konsekuennya mengandung kaidah lain. Perancangan teknik representasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: Rule 1: IF demam AND ada gangguan menelan AND nyeri tenggorokan AND nyeri leher AND suara sengau AND leher kaku AND leher bagian depan (di bawah rahang) tampak membengkak THEN Abses Parafaringeal.

Golongan Penyakit

Data Jenis penyakit

Pengelolaan Jenis penyakit

F2

Jenis Penyakit

Kd. Jenis penyakit

3 Data Gejala penyakit

Pengelolaan Gejala Penyakit

Data Pengaturan Data Penyakit & Gejala

Data Gejala penyakit F3

Gejala Penyakit

Kd. Gejala penyakit

4 Pengaturan Gejala & Penyakit

Data Pengaturan Data Penyakit & Gejala

F4

Aturan Kd. Jenis penyakit

Pasien 5 Data Pasien

Data Pasien

Pengelolaan Pasien

F5

Pasien

6 No. RM Hasil Diagnosa

7.

Mesin Inferensi Mesin inferensi yang digunakan untuk merealisasikan sistem pakar ini adalah backward chaining, karena proses ini memulai pencarian dari premis atau permasalahan menuju pada konklusi (solusi). Perjalanan proses mesin inferensi bacward chaining dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Masukkan fakta dengan menggunakan dialog box yang tersedia. 2. Simpan fakta pada working memory. 3. Lihat rule 1, cocokkan dengan premis 1  IF demam AND ada gangguan menelan AND nyeri tenggorokan AND nyeri leher AND suara sengau AND leher kaku AND leher bagian depan (di bawah rahang) tampak membengkak  NO 4. Lihat rule 2, cocokkan dengan premis 1  IF demam AND ada gangguan menelan AND nyeri tenggorokan AND nyeri leher AND suara sengau AND leher kaku AND leher bagian depan (di bawah rahang) tampak membengkak  YES

Diagnosa Penyakit

Hasil Diagnosa F6 Diagnosa_Pasien

Gambar 1.3. DFD level 1 sistem aplikasi. 9.

ERD (Entity Relationship Diagram) Golongan_Penyakit 1 Memiliki N

Pasien

N

Memiliki

N

Jenis_Penyakit N Memiliki

Diagnosa_Pasien

Detail_Jenis

N

Gejala

Gambar 1.4. ERD aplikasi.

55

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

10. TRD (Table Relationship Diagram) Diagnosa_Pasien PK

Jenis_Penyakit 1

ID_diagnosa

PK

No_Jenis

1 Detail_Jenis

N No.RM No_Jenis Tgl_diagnosa

N

N

N

Nama_Jenis Nogolongan Terapi

N

PK PK

No_Jenis No_Gejala No

Pasien 1 PK

No.RM Nama_Pasien Tgl_lahir J_Kelamin Gol_darah Alamat Telepon

Gol_Penyakit PK

Kd_Golongan Nama_Golongan

Gejala 1

PK

No_Gejala

1

Gejala

Gambar 1.5. ERD aplikasi. 11. Implementasi A. Implementasi Program Implementasi program adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk menyelesaikan program aplikasi yang ada dalam dokumentasi program. Dokumentasi program merupakan penjelasan prosedur-prosedur dalam program yang digunakan programmer untuk lebih memahami proses yang dibutuhkan. Tujuan dari implementasi program yaitu untuk uji coba program aplikasi dan mendokumentasikan program-program serta prosedur-prosedur yang dilakukan.

Gambar 1.8. Tampilan proses input data pasien. Gambar 1.8, merupakan tampilan proses input data pasien oleh admin sistem pakar.

B. Implementasi Aplikasi Sistem Pakar THT Menu untuk user Menu untuk d i

Gambar 1.9. Tampilan proses diagnosa penyakit THT. Gambar 1.9, merupakan tampilan proses penyakit THT oleh admin sistem pakar.

Gambar 1.6. Menu utama Gambar 1.6, Merupakan tampilan utama aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit THT.

Gambar 1.10. Tampilan hasil diagnosa. Gambar 1.10, merupakan tampilan hasil diagnosa penyakit THT oleh admin sistem pakar. Gambar 1.7. Tampilan utama untuk admin. Gambar 1.7, merupakan tampilan utama untuk admin jika berhasil log in ke dalam sistem pakar.

56

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Gambar 1.11. Tampilan proses simpan data hasil diagnosa.

Fathansyah, Ir. (1999). “ Buku Teks Basis Data ”, Informatika, Bandung. Handayani, L. dan Sutikno, T. (2008). “Sistem Pakar untuk Diagnosa Penyakit THT Berbasis Web dengan e2gLite Expert System Shell’’, Jurnal Teknologi Industri, Vol. XII, No. 1. Wijaya, Rahmadi. (2007). “Penggunaan Sistem Pakar dalam Pengembangan portal Informasi untuk Spesifikasi Jenis Penyakit Infeksi”, Jurnal Informatika, Vol. 3, No.1. Durkin John. (1994). “Expert System Design And Development”, Macmillan, New York. http://www.usu.ac.id/spesialis-sp-1/128-ilmupenyakit-tht.html (update terakhir 2008, diakses 25 maret 2009).

Gambar 1.11, merupakan tampilan proses simpan data hasil diagnosa penyakit THT oleh admin sistem pakar. Tabel 1. Perbandingan pengujian secara manual dan aplikasi. KESIMPULAN Dari pengujian pada penelitian yang telah dilakukan, dapat dihasilkan kesimpulan bahwa sistem pakar ini dapat membantu dokter THT untuk melakukan diagnosa (tabel 4.1). Berdasarkan ratarata efisiensi (Tabel 4.1) didapatkan hasil rata-rata efisiensi proses manual adalah 21 menit 67 detik sedangkan dengan efisiensi sistem pakar didapatkan hasil 9 menit 40 detik. DAFTAR PUSTAKA Kusumadewi Sri. (2003). “Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya)”, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Soepardi, Efiaty. A.S dan Iskandar, Nurbaiti. I. (2001). “Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher”, Edisi Kelima, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

57

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

KONSEP DAN RANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMILIHAN UMUM YANG REAL TIME MENGGUNAKAN E-KTP MENUJU PEMILU 2019 Sulfikar Sallu1, Larisang2 Fakultas Teknik Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang 2 Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Ibnu Sina Batam Kampus Senggarang, Tanjungpinang Kepulauan Riau Telp. 07717001550, Fax 07717038999 E-mail: [email protected], [email protected]

1

ABSTRAK Pemilihan Umum adalah sebuah metode atau tata cara yang merupakan proses memilih orang-orang yang akan menduduki jabatan tertentu yang bermacam-macam, mulai dari proses memilih RT, RW, Desa, Camat, Bupati, Gubernur, DPD, DPRD, DPR RI hingga Presiden. Sistem Informasi Pemilihan Umum adalah proses olah data mentah yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa dan menghasilkan data keluaran untuk pengambilan keputusan dan mengetahui suatu hasil. Besarnya dana yang dikeluarkan, rumitnya persoalan yang dihadapi serta kemungkinan kecurangan yang terjadi sangat besar, merupakan sesuatu hal yang terjadi selama ini dalam pelaksanaan pemilu. Indonesia telah memilki e-KTP sebagai data pengenal tunggal serta perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dapat menunjang dan saling mendukung. Konsep dan Rancangan sistem pemilihan umum ini dirancang menggunakan e-ktp sebagai sumber data utama bagi warga negara Indonesia yang telah memenuhi segala persyaratan dalam menghasilkan pemilihan umum yang real time tahun 2019. Kata Kunci: sistem informasi pemilihan umum 2019 1.

PENDAHULUAN Sistem Pendataan penduduk di Indonesia mulai memberlakukan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic KTP (e-KTP). e-KTP adalah kartu penduduk yang dibuat secara elektronik dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaanya berfungsi secara komputerisasi. Program e-KTP diluncurkan oleh kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan februari 2011 [1]. e-KTP ini merupakan dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional serta menunjang terlaksananya e-government untuk dapat meningkatkan kualitas dan layanan kepada masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dalam hal ini teknologi komputer yang dapat menunjang pembuatan keputusan dalam organisasi modern yang memungkinkan pekerjaanpekerjaan dalam suatu kegiatan organisasi dapat diselesaikan secara cepat, tepat, akurat dan efisien [2] Teknologi Informasi (IT) didefinisikan sebagai teknologi yang digunakan memperoleh, memanipulasi, menyajikan dan memanfaatkan data. Pimpinan sekarang ini dituntut kemampuan mereka untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi yang berkaitan dengan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Dengan kemajuan teknologi informasi yang ada sekarang ini, permasalahanpermasalah umum yang terjadi selama ini terutama Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa diminimalkan dengan rancangan sistem yang dapat mendeteksi secara otomatis.pendeteksian tersebut dapat 58

dilakukan dengan salah satu cara menggunakan data e-KTP yang kemudian tersimpan dalam sebuah database, sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi penggelembungan suara karena seorang pemilih hanya bisa melakukan sekali pencontrengan berbasis electronic. Pemilihan Umum 2014 telah dilalui dengan berbagai macam fenomena dan berbagai persoalan yang terjadi antara lain: sidang mahkamah konstitusi dalam menyelesaikan masalah salah satu peserta calon preseiden, tingkat validasi data penduduk yang meragukan, anggaran pemilihan umum yang fantastis Rp. 7,9 Trilyun [3]. sistem pengamanan data pemilu yang masih dipertanyakan dan adanya anggapan Bawaslu yang tidak sepenuhnya netral dalam mengawasi pelaksanaan pemilu. Disisi lain terdapat kelemahan terhadap kompetensi saksi yang terlibat, karena tidak adanya standarisasi atau persyaratan tertulis yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum. Banyaknya jumlah pemilih akan menimbulkan masalah dalam penelusuran data dan bisa memakan waktu yang cukup lama. Dalam konsep dan rancangan sistem informasi pemilu 2019, untuk tiap Tempat Pemungutan Suara TPS pemilihan telah ditentukan calon pemilihnya atau dengan syarat yang akan ditentukan, sehingga memungkinkan pemilih dapat memilih dimana saja, hal ini dilakukan agar calon pemilih dapat dengan mudah mendatangi setiap TPS yang terhubung dengan teknologi komunikasi. Berbagai persoalan tersebut diatas akan selalu bermunculan jika proses pemilihan yang dilakukan masih konvensional menggunakan data administrasi yang manual. Berdasarkan permasalahan tersebut, dalam meningkatkan kecepatan dan keakuratan hasil

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pemilihan umum, maka diangggap perlu sebuah sistem informasi pemilihan umun yang terintegrasi untuk menangani seluruh proses pemilu. Lebih jauh lagi sistem informasi pemilihan umum ini dapat mendukung panitia pemilu dalam mengatasi kekurangan yang dimilkinya. Diharapkan dengan sistem informasi pemilihan umum ini, pihak user (pemilih) tidak perlu lagi memilih dengan mencoblos sebidang kertas, melainkan hanya dengan menyentuh gambar calon pemilih pada layat monitor yang disediakan.suara yang dipilih oleh pemilih akan langsung terakumulasi dalam database Komisi Pemilihan Umum yang ada di desa, kabupaten, propinsi dan Pusat sehingga perhitungan suara akan dilakukan secara realtime 1.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Importif Terapan yaitu Penelitian yang ditujukan untuk meningkatkan, memperbaiki dan menyempurnakan keadaan berdasarkan dengan kenyataan praktis serta pengembangan pengetahuan yang didapatkan oleh peneliti di kehidupan nyata. Dalam sistem informasi pemilihan umum berikut ini diagram alur data yang akan dipakai dalam proses pembangunan aplikasinya:

Gambar 1. Diagram Alir Data Sistem Informasi Pemilihan Umum Dalam diagram diatas pemilih dapat ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi sesuai dengan syarat yang diminta oleh pemerintah yaitu memiliki identitas pengenal e-KTP sekaligus verifikasi data. Selanjutnya hasil verifikasi dapat langsung digunaka pada sistem informasi pemilihan umum yang ter hubung dan ter simpan dalam database Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pada akhirnya KPU akan menampilkan hasil pemilihan secara langsung dan mengumumkannya pada masyarakat sebagai pemilih. Pada perancangan sistem informasi pemilihan umum ini akan memiliki 5 entitas utama yaitu: pemilih, saksi, petugas KPPS, KPU dan administrator. Penjelasan masing-masing entitas: 1. Pemilih Pemilih merupakan masyarakat Indonesia yang memiliki e-KTP sebagai masyarakat peserta pemilihan umum yang dapat dan hanya bisa melakukan pemilihan sekali sesuai dengan tempat pemungutan suara yang ditentukan. Pemilih akan memperoleh informasi tempat pemungutan suara yang akan diperoleh dari KPU. 2. Petugas Komisi Panitia Pemungutan Suara (KPPS)

Petugas KPPS merupakan anggota masyarakat di sekitar Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang memenuhi syarat berdasarkan undang-undang ini. [4] Tugas petugas KPPS adalah melakukan otentifikasi (pencocokan data pemilih) sebelum melakukan pencoblosan elektronik. 3. Saksi Saksi merupakan seseorang atau lembaga independen yang di tunjuk KPU atas persetujuan masyarakat sekitar Tempat Pemungutan Suara (TPS). Rencana, Saksi dalam tiap TPS terdiri dari 2 orang. Tugas saksi memastikan pemilih telah melakukan kewajibannya di TPS. 4. Komisi Pemilihan Umum (KPU) KPU merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah dalam mengawal proses pemilihan umum yang dilakukan di Indonesia. Tugas KPU dalam sistem informasi pemilihan umum ini adalah menginisialisasi semua komponen yang terlibat dalam proses pelaksanaan pencoblosan secara elektronik yaitu penentuan pelaksanaan pemilu (pengaturan pada sistem informasi pemilu), memasukkan data calon yang akan dipilih (sesuai dengan syarat yang telah disepakati bersama), menentukan data penduduk sebagai daftar pemilih tetap (sesuai data eKTP dari dinas terkait), menentukan tempat pemungutan suara (rencana sistem informasi pemilihan umum akan berbasis geographic Information System (GIS) dan semua hal terkait pemilihan umum mulai dari tingkat RT, RW, Desa, Camat, Bupati, Gubernur, DPRD, DPR RI hingga Presiden. 5. Administrator Administrator merupakan sekelompok orang independen yang mendapat tugas khusus dalam pemilihan umum yang mengetahui petunjuk dan teknis pelaksanaan pemilihan umum berbasis electronic yang hanya menentukan hak akses KPU. Administrator ini wajib menjamin stabilitas komunikasi data baik local maupun online serta mampu menangani dan mengantisipasi atas segala kemungkinan yang bisa menghambat jalannya proses pemilu yang real time. Dalam Data Diagram Alir Data level 1 dibawah ini terdapat beberapa proses antara lain: Sistem Registrasi, Sistem Otentifikasi, Sistem Pencoblosan electronic, Sistem Pelaporan dan Sistem Admnistrasi yang melibat user yaitu Pemilih, Petugas KPPS dan KPU. Jika tidak mengalami permasalahan teknis maka waktu yang diperlukan untuk setiap pemilih akan sangat singkat.

59

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Gambar 4 Pemilihan Umum sistem electronic dengan touch screen 2.

LAYOUT DAN SPESIFIKASI

Gambar 2 Diagram Alir Data Level 1 [5] Berikut perbandingan Pemilihan Umum Konvensional dan Pemilihan Umum berbasis electronic

Gambar 5 Arsitektur Real Quick Count

Gambar 3. Pemilihan Umum Konvensional

60

Prinsip kerja secara umum adalah TPS sebagai client mengirimkan hasil pemilihan umum secara otomatis, dimana pemilih melakukan pencoblosan electronic lalu data yang diperoleh akan langsung dikirimkan ke operator KPU lokal maupun pusat untuk diteruskan pada media yang membutuhkan secara real time. Apabila terjadi perbedaan tampilan hasil yang ada dipusat maupun local maka tim Administrator akan melacak dan memberikan informasi penyebab perbedaan data sehingga hasil yang diperoleh tetap transparan.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.

4.

5.

6.

Gambar 6 Otentifikasi Pemilihan Umum berbasis electronic Dalam pelaksanaan pemilu ini terdapat 3 tahapan pencocokan data sebelum melakukan pencoblosan electronic dimulai dari Petugas KPPS, penulisan nomor induk kependudukan hingga pemilihan. 3.

KESIMPULAN Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil: 1. Sistem Informasi Pemilihan Umum ini yang menggunakan e-KTP akan dapat memberikan hasil yang real time, transparan dan akurat. 2. Sistem Informasi Pemilihan Umum e-KTP terdiri dari beberapa sistem yang ter integrasi yaitu: sistem informasi kependudukan, sistem informasi pemilihan umum mulai dari sistem pemilihan RT, RW, Desa, Camat, Bupati, Gubernur, DPRD, DPR RI dan Presiden

Sistem Informasi Pemilihan Umum e-KTP akan tejadi penghematan Anggaran pencetakan kertas. Sistem Informasi Pemilihan Umum e-KTP akan mengurangi kemungkinan Kecurangan karena hasil yang diperolah akan langsung ditampilkan secara acak. Sistem Informasi Pemilihan Umum e-KTP hanya memerlukan waktu kurang dari 2 menit setiap pemilih dalam pesta demokrasi tanpa antri. Rekapitulasi yang dilakukan KPU merupakan data yang telah terkumpul secara realtime dari seluruh TPS namun memiliki data backup pada masing-masing TPS, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hasil yang diperoleh dapat ditampilkan saat itu juga ke seluruh media yang membutuhkan informasi tersebut.

4. DAFTAR PUSTAKA [1] Informasi e-KTP, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, 2011 [2] Suprihatmi Sri Wardaningsih, Surakarta, Perkembangan Teknologi dan Sistem Informasi untuk peningkatan e-government dalam pelayanan public, Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vol . 7, No. 1, April 2009 : 69 – 78 [3] Ferry Kurniansyah, Komisioner Komisi Pemilihan Umum 2014 [4] Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum [5] I Gusti Agung Putra Artana dan Wifridus Bambang Triadi Handaya, Bali, Perancangan dan Implementasi sistem e-Voting untuk Pemilihan Umum, Konferensi Nasional Sistem dan Informatika, 12 November 2011 hal 262-266

61

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

DAMPAK TEKNOLOGI MOBILE PADA MODEL BISNIS UMKM BATIK PLUMPUNGAN, SALATIGA Wiranto Herry Utomo1, Retnowati2, Evi Maria3 Program Studi Magister Sistem Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga1 Program Studi Magister Sosiologi Agama, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga2 Program Studi Komputerisasi Akutansi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga3 Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Telp. 0298.321212 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Teknologi mobile dapat mempengaruhi organisasi pada tingkat strategis melalui peningkatan proses kerja, peningkatan komunikasi internal dan berbagi pengetahuan serta penjualan dan pemasaran melalui peningkatan jangkauan pilihan, aksesibilitas dan saluran yang lebih besar. Keunggulan penggunaan perangkat mobile dalam berbagai layanan UMKM adalah mobilitas dan keterjangkauan. Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui dampak penggunaan teknologi mobile pada model bisnis UMKM Batik Plumpungan Salatiga, terutama dari segi mobilitas dan keterjangkauan, 2) Untuk mengetahui proses penciptaan keuntungan UMKM dari teknologi mobile dan memberikan nilai tambah ke pelanggan dengan menggunakan teknologi mobile. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Selain itu juga menggunakan metode studi kausal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi mobile memiliki dampak yang signifikan pada model bisnis secara keseluruhan, dan pada ke empat komponen model bisnis yaitu sumber daya kunci, rantai nilai, formula keuntungan dan proposisi nilai pelanggan. Namun penggunaan teknologi mobile tidak berdampak signifikan pada seluruh elemen dari ke empat komponen model bisnis tersebut. Penggunaan teknologi mobile berdampak signifikan pada elemen Targeting, Kustomisasi Produk, Tatakelola, Kecepatan Pengiriman, Proses dan Marjin Keuntungan. Kata Kunci: teknologi mobile, UMKM, model bisnis, Batik Plumpungan 1.

PENDAHULUAN Berdasarkan penelitian Oxford Economics, ditunjukkan bahwa UMKM di Indonesia dan diseluruh dunia sedang membuat perubahan besar pada cara berbisnis, produk-produk, dan strategi pemasaran UMKM (Anonim, 2013). UMKM Indonesia memahami kebutuhan untuk memikirkan kembali strategi bisnisnya dalam rangka untuk beradaptasi dengan pasar yang semakin global. Enam puluh empat persen dari UMKM Indonesia yang disurvei setuju bahwa transformasi sangat penting untuk bertahan dalam persaingan. Teknologi berperan penting dan menjadi satu prioritas strategis bagi UMKM dalam mentransformasi bisnis memasuki pasar global. Dalam hal investasi teknologi ini, 55 persen dari UMKM Indonesia menyebutkan teknologi mobile sebagai prioritas terbesar. Hasil penelitian Oxford Economics tersebut dapat dipahami, mengingat karakteristik teknologi mobile telah diteliti oleh Saha (2005) dan BarnesScornavacca (2007), memberi peluang yang jelas bagi perusahaan untuk meningkatkan efektivitas berbagai aspek dari model bisnis. Gambar 1 menunjukkan keunggulan penggunaan perangkat mobile dalam berbagai layanan UMKM adalah dalam hal mobilitas dan keterjangkauan (reachablity). Mobilitas berarti dapat dibawa kemana-mana. Reachability berarti dapat diperoleh kapanpun. Dengan demikian urgensi dari penelitian ini, adalah 62

dapat meningkatkan kualitas layanan UMKM menjadi lebih mudah dijangkau pelanggan dengan mobilitas yang tinggi. Dengan demikian Penerapan teknologi mobile ini juga akan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing UMKM.

Gambar 2. Peluang penerapan teknologi mobile pada bisnis (Liang et al., 2007) Teknologi mobile dapat mempengaruhi organisasi pada tingkat strategis melalui peningkatan proses kerja, peningkatan komunikasi internal dan berbagi pengetahuan serta penjualan dan pemasaran melalui peningkatan jangkauan pilihan, aksesibilitas dan saluran yang lebih besar (Sheng et al., 2005). Ada berbagai contoh bagaimana teknologi mobile telah digunakan dalam bisnis. Dalam studi lain oleh Mort & Drennan (2002) teknologi mobile digunakan dalam bisnis untuk pemasaran berbasis mobile. Efisiensi dan efektivitas kegiatan nilai organisasi sering berasal dari fleksibilitas, interaktivitas, dan kesadaran lokasi teknologi mobile (Sheng et al., 2005). Dalam banyak kasus, dampak positif pada

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

rantai nilai organisasi dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang signifikan. Menyediakan saluran komunikasi baru bagi pelanggan dan mendistribusikan informasi kepada staf dalam jarak jauh dapat menjadi kombinasi yang kuat dalam merampingkan interaksi antara penjualan, desain dan fungsi manufaktur dalam sebuah organisasi (Kumar & Zahn, 2003) Riset dari Oxford Economics menyimpulkan bahwa UMKM di Indonesia menginginkan transformasi bisnis, dan salah satu elemen utama dalam transformasi bisnis ini adalah teknologi mobile. Hal ini dapat dipahami mengingat penerapan teknologi mobile pada bisnis (Liang et al, 2007) akan membantu pada mobilitas dan keterjangkauan. Semua entitas bisnis termasuk UMKM pasti memiliki model bisnis. Model bisnis adalah cara perusahaan menciptakan dan memberikan nilai tambah melalui proposisi nilai, formula keuntungan, sumberdaya utama dan proses utama (Johnson et al, 2008). Dengan kata lain, entitas bisnis harus memiliki kapasitas untuk menciptakan dan memberikan nilai kepada pelanggan. Biasanya UMKM kekurangan sumber daya dan tidak selalu mampu mengembangkan model bisnis yang komprehensif karena kurangnya keterampilan manajerial. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian pada riset ini adalah :1)Bagaimana dampak penggunaan teknologi mobile pada model bisnis UMKM?2) Bagaimana dampak penggunaan teknologi mobile pada masing-masing elemen atau komponen model bisnis UMKM? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka akan dilakukan penelitian pada UMKM Batik Plumpungan Salatiga. Penelitian ini akan menggunakan metode studi kausal. Sebuah studi kausal biasanya menilai penyebab dari satu variabel yang lain (Blumberg, 2008). Karena teknologi mobile telah digunakan di UMKM dengan model bisnis yang spesifik, penilaian bermaksud untuk menentukan apakah penggunaan perangkat mobile ini memiliki dampak pada berbagai elemen dari model bisnis. Penelitian kausal akan dilakukan secara kuantitatif. Studi ini akan bersifat kuantitatif karena kemungkinan jumlah UMKM yang akan diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian kuantitatif ini juga berguna karena banyak data yang harus dikumpulkan dari sejumlah besar subyek (Blumberg, 2008). Uji statistik yang akan dijalankan adalah analisis korelasi. Tujuan dari jenis analisis ini adalah untuk menggambarkan kekuatan dan arah hubungan linier antara 2 variabel (Albright et al., 2009). Ada 2 jenis tes korelasi. Koefisien korelasi momen-produk Pearson biasanya digunakan untuk data tingkat Interval sedangkan Spearman Rank Order Correlation digunakan untuk data tingkat ordinal (Pallant,2010). Karena variabel data bertipe ordinal maka pada

penelitian ini akan digunakan Spearman Rank Order Correlation. 2.

TEKNOLOGI MOBILE Teknologi mobile mencakup berbagai perangkat portable serta layanan yang dimudahkan oleh aplikasi pada perangkat. Pager, telepon mobil berbasis radio, ponsel, Personal Digital Assistant (PDA), laptop, ponsel pintar dan iPads, merupakan contoh perangkat mobile yang digunakan sebagai teknologi mobile untuk bisnis. Ponsel dan PDA telah digunakan selama bertahun-tahun, sedangkan perangkat seperti iPads baru memasuki pasar akhir-akhir ini. Sebagian besar perangkat tersebut di atas mampu menjalankan berbagai layanan mobile seperti akses internet dan layanan komersial lainnya seperti mobile banking. Teknologi mobile berkaitan dengan komputasi yang khusus cocok untuk perangkat genggam (Hart & Hannan, 2004). Teknologi nirkabel adalah transmisi data antara perangkat komputasi menggunakan standar nirkabel seperti Wireless Fidelity (WiFi), Bluetooth dan General Packet Radio Service (GPRS) (Hart & Hannan, 2004). Standar komunikasi mobile seperti 3G dan EDGE dilahirkan oleh industri penyedia layanan mobile, sedangkan teknologi transmisi nirkabel yang memiliki latar belakang industry komunikasi data dilahirkan dari industri komputer. Penelitian ini akan fokus hanya pada teknologi mobile di mana perangkat mobile adalah alat utama. Teknologi nirkabel dapat menjadi bagian dari teknologi transmisi yang digunakan oleh perangkat mobile tetapi penelitian ini tidak akan membedakan antara berbagai standar transmisi. Kebanyakan ponsel dan PDA saat ini diproduksi dengan kemampuan 3G dan GPRS (Atkins et al, 2006). Ponsel secara tradisional digunakan untuk komunikasi suara. Baru-baru ini, ponsel dan PDA yang banyak digunakan untuk bentuk lain dari komunikasi seperti Short Message Service (SMS), email, media sosial dan komunikasi berbasis internet. UMKM menggunakan perangkat mobile sebagian untuk membuat panggilan suara. Panggilan ini bisa untuk pemasok atau pelanggan dan dapat memiliki dampak pada model bisnis mereka. Dampaknya, tidak unik untuk teknologi mobile dan karenanya unsur ini berada di luar lingkup studi ini. Fokus penelitian adalah mencakup ponsel, PDA dan smartphone. Tidak ada batasan dikenakan pada jenis aplikasi dan transaksi yang berjalan pada perangkat mobile. Pembatasan tersebut hanya dapat dikenakan dengan adanya asumsi yang sangat spesifik tentang penggunaan teknologi mobile dalam bisnis. Gambar 2 menggambarkan bahwa perangkat mobile yang sama dapat digunakan sebagai perangkat komunikasi, perangkat komputasi atau perangkat elektronik. Semua pemanfaatan ini bisa memiliki dampak yang signifikan pada beberapa aspek dari model bisnis UMKM. Penelitian ini berkaitan

63

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

dengan UMKM yang menggunakan teknologi mobile untuk tujuan bisnis.

Gambar 2. Konvergensi digital (Zheng & Ni, 2006) Karakteristik utama dari teknologi mobile adalah mobilitas (Saha, 2005). Ini berarti bahwa pengguna dapat mengakses semua layanan yang biasanya di lingkungan fixed line, dari mana saja. Mobilitas ini sering datang dengan kendala tertentu seperti mengurangi berat perangkat, bandwidth terbatas terutama di daerah terpencil, variasi dalam parameter jaringan, baterai yang terbatas dan keamanan kurang (Saha, 2005). Meskipun terdapat kendala ini, keuntungan dari mobilitas adalah bahwa komunikasi dan komputasi dapat berlangsung terlepas dari lokasi pengguna (Barnes & Scornavacca, 2007). Hal ini bisa berdampak positif pada produktivitas dan efisiensi staf dalam bisnis karena pengguna dapat lebih efektif menggunakan waktu dan terlibat bekerja secara realtime (Sheng et al., 2005). Mobilitas dimungkinkan oleh jaringan saling berinterkoneksi dan BTS yang tumpang tindih yang tujuannya adalah untuk terjadinya handoff data ke sel-sel yang berdekatan lain tanpa pengguna kehilangan koneksi. Dengan tren seperti internasionalisasi hubungan klien, kerjasama antarperusahaan, dan perusahaan multi unit, mobilitas di tempat kerja telah menjadi lebih penting. Mobilitas adalah enabler untuk komputasi tersebar di mana pengguna dapat tetap terhubung ke layanan selular sepanjang waktu dan di mana-mana (Zheng & Ni , 2006). Teknologi mobile juga ditandai dengan kenyamanan, lokalisasi dan personalisasi (Barnes & Scornavacca, 2007). Ini berarti bahwa pengguna teknologi mobile tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu tetapi memiliki akses ke aplikasi dan informasi setiap saat. Lokalisasi menyiratkan bahwa lokasi pengguna teknologi mobile dapat dilacak setiap saat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Ini menyajikan peluang yang signifikan untuk layanan berbasis lokasi. Biasanya perangkat mobile hanya digunakan oleh satu pengguna. Perangkat menjadi alat personal melalui layanan pribadi dapat ditetapkan. Adopsi teknologi mobile dalam bisnis terhalang oleh kurangnya lingkungan TI yang standard, bandwidth terbatas, latency tinggi dan biaya penggunaan yang tinggi (Harker & Van Akkeren, 2002). Saat ini perangkat mobile digunakan untuk mengelola hubungan pelanggan, memproses transaksi

64

di seluruh fungsi organisasi dan mengelola proses supply chain. Ada berbagai model yang menjelaskan adopsi teknologi mobile dalam bisnis (Liang et al, 2007). Model ini mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang mempengaruhi keberhasilan adopsi teknologi mobile dalam bisnis. Gambar 3 menggambarkan model adopsi oleh (Liang et al., 2007). Memahami model adopsi teknologi mobile adalah penting untuk penelitian ini karena dapat digunakan untuk memberikan wawasan tentang sejauh mana teknologi ini digunakan oleh UMKM.

Gambar 3 Framework adopsi teknologi mobile (Liang et al., 2007) 3.

MODEL BISNIS UMKM Menurut World Bank UMKM dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu : 1) Medium Enterprise, dengan kriteria : jumlah karyawan maksimal 300 orang, pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta; 2) Small Enterprise, dengan kriteria : jumlah karyawan kurang dari 30 orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta; dan 3) Micro Enterprise, dengan kriteria : jumlah karyawan kurang dari 10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, dan jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu. Berdasarkan pada kriteria baik permodalan, jumlah tenaga kerja maupun pendapat yang diperoleh, baik kriteria yang ditentukan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 dengan kriteria World Bank mempunyai kemiripan. Adapun kriteria tersebut dibatasi dalam jumlah yang minimal karena UMKM dibentuk dengan tujuan usaha kerakyatan. Sebuah model bisnis didefinisikan sebagai cara perusahaan menciptakan dan memberikan nilai tambah melalui proposisi nilai, formula keuntungan, sumberdaya utama dan proses utama (Johnson et al, 2008). Organisasi termasuk didalamnya UMKM, memanfaatkan model bisnis untuk menciptakan nilai untuk pasar yang ditentukan dan berkompetisi di dalam pasar yang ditentukan tersebut. Johnson et al. (2008) mendefinisikan model bisnis sebagai cara bagi bisnis untuk menciptakan dan memberikan nilai melalui proposisi nilai, rumus keuntungan, sumber daya utama dan proses utama. Penelitian lain pada model bisnis telah mengidentifikasi unsur-unsur yang sama untuk model bisnis. Karya Shi & Manning (2009) juga mengidentifikasi empat elemen yang membentuk

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

sebuah model usaha yaitu, model sumber daya, model keuangan, model organisasi dan model pertukaran. Elemen yang didefinisikan dalam kedua studi ini adalah serupa. Model keuangan dalam karya Shi &Manning (2009) mirip dengan model keuntungan Johnson et al. (2008). Ada penelitian lain yang mendefinisikan lebih dari empat elemen untuk model bisnis. Penelitian oleh Eriksson et al (2008) mendefinisikan enam unsur sebagai berikut: penawaran, pelanggan, faktor pasar, sumber daya, aktivasi dan organisasi, serta pesaing. Meski berbeda, elemen-elemen ini juga sangat mirip dengan penelitian Johnson et al. (2008). Satu-satunya perbedaan adalah bahwa pasar dan pesaing merupakan elemen yang terpisah, sedangkan Johnson et al. telah memasukkan ini dalam rumus keuntungan dan elemen sumber daya. Magretta (2002,) mendefinisikan model bisnis berdasarkan pertanyaan kuno Peter Drucker yaitu: 1) Siapa pelanggannya ?, 2) Apakah nilai pelanggan?, 3) Bagaimana organisasi membuat keuntungan dalam bisnis itu?, 4) Apa logika ekonomi yang mendasari yang menjelaskan bagaimana organisasi dapat memberikan nilai kepada pelanggan dengan biaya yang tepat? Penelitian ini akan menggunakan definisi dengan empat elemen (proposisi nilai, keuntungan, sumber daya dan rantai nilai) karena ini adalah pandangan yang paling konsisten dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Magretta, 2002; Shi & Manning, 2009; Johnson et al, 2008.). 3.1

Proposisi nilai Sebuah proposisi nilai pelanggan didasarkan pada bagaimana membantu pelanggan dalam menyelesaikan masalah (Magretta, 2002). Proposisi nilai pelanggan dibangun dalam kaitannya dengan kompetensi organisasi (Shi & Manning, 2009). Setiap proposisi nilai memiliki elemen berwujud dan tidak berwujud dan pemahaman kebutuhan pelanggan sangat penting untuk persepsi kualitas dan keunikan (Eriksson et al., 2008). Penawaran tersebut harus didasarkan pada baik produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan. Sebuah proposisi nilai berkaitan dengan isu penargetan pasar, penciptaan nilai, branding dan retensi pelanggan (de Reuver & Haaker, 2009). Targeting harus memberikan kejelasan tentang apakah pasar yang dilayani adalah niche, pasar massal, berdasarkan konsumen atau bisnis. Unsur penciptaan nilai bisa kecepatan, akurasi, personalisasi dan kualitas. 3.2

Formula Laba Formula laba merupakan bagaimana organisasi akan menciptakan nilai bagi dirinya sendiri sambil merespon kebutuhan pelanggan (Magretta, 2002, hal. 52). Formula laba menangkap model pendapatan,

struktur biaya, model marjin dan kecepatan sumber daya. (Shi & Manning, 2009). Model pendapatan didefinisikan sebagai harga dari produk atau jasa relatif terhadap nilai yang dirasakan pelanggan (de Reuver & Haaker, 2009). Setiap produk atau jasa akan memiliki biaya langsung dan tidak langsung untuk memproduksi dan menjual. Skala ekonomi juga perlu diperhitungkan dalam struktur biaya (Magretta, 2002). Perusahaan harus memutuskan apakah akan mengenakan biaya margin tinggi, sedang atau rendah dalam rangka mencapai keuntungan yang diinginkan. Dalam memproduksi produk dan jasa, sumber daya seperti persediaan dan aset bisa digunakan. Kecepatan sumber daya adalah kecepatan di mana sumber daya ini benar-benar dimanfaatkan (Magretta, 2002). Hal ini sebagian berkaitan dengan belanja modal organisasi (Shi & Manning, 2009) 3.3

Sumber Daya Utama Sumber daya utama adalah orang-orang, teknologi, produk, fasilitas dan sumber daya lainnya yang sangat penting dalam memberikan nilai kepada target pelanggan (Magretta, 2002). Elemen sumber daya organisasi dari model bisnis berbeda dengan elemen rantai nilai. Elemen sumber daya menekankan dalam hal organisasi memiliki apa, sedangkan elemen rantai nilai mewakili bagaimana organisasi melakukan segala sesuatu (Shi & Manning, 2009,). Agar sebuah organisasi memiliki model bisnis yang efektif, sumber daya harus dengan unik menyajikan kompetensi inti organisasi yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing. Menurut Margretta (2002), kompetensi inti mencakup kategori sebagai berikut: produksi, penjualan dan pemasaran; manajemen informasi dan mining; teknologi, penelitian dan pengembangan, kemampuan inovatif dan intelektual; transaksi keuangan; manajemen rantai suplai, dan jaringan dan pemanfaatan sumber daya. 3.4

Rantai Nilai Rantai nilai merupakan proses kunci dari suatu organisasi yang digunakan untuk menciptakan nilai bagi target pelanggan dan perusahaan (Magretta, 2002). Rantai nilai menjalankan peran dan tanggung jawab individu dalam organisasi, sistem kegiatan, serta proses bisnis perusahaan (Shi & Manning, 2009). Didalam elemen model bisnis, pendorong utama biaya harus dipahami dan produktivitas, efektivitas dan kualitas output harus dilacak (Eriksson et al., 2008). De Reuver & Haaker (2009) menyatakan bahwa pemilihan mitra, keterbukaan jaringan dan tata kelola merupakan elemen kunci dari rantai nilai. Mitra yang tepat harus dipilih bila relevan dalam rangka menciptakan dan memberikan nilai yang diperlukan untuk menargetkan pelanggan. Keterbukaan jaringan

65

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

mengacu pada sejauh mana pelaku usaha baru dapat bergabung dengan rantai nilai. 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Dampak pada Keseluruhan Model Bisnis Dasar pengambilan keputusan, apakah teknologi mobile mempunyai dampak (H0) atau tidak mempunyai dampak (Hi), adalah dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan : • Probabilitas > 0,05 maka H0 diterima, • Probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak, Tabel 1. Korelasi penggunaan teknologi mobile dan dampak pada keseluruhan komponen model bisnis

Tabel 2. Korelasi antara penggunaan teknologi mobile dan dampak pada proposisi nilai pelanggan

Jika dirinci lagi, terdapat empat pertanyaan yang berkaitan dengan proposisi nilai pelanggan dalam kuesioner. Pertanyaan difokuskan pada ketersediaan produk, targeting pelanggan, hubungan pelanggan dan kustomisasi produk. Tabel 3 menegaskan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara penggunaan teknologi mobile dan dampak pada targeting pelanggan dan kustomisasi produk. Hal ini semakin menegaskan penolakan terhadap H20. Tabel 3. Hasil pada elemen proposisi nilai pelanggan

Sedangkan, kekuatan hubungan ditentukan oleh nilai koefisien korelasi. Hubungan yang lebih kuat lebih dekat dengan 1 atau -1 (tergantung pada apakah hubungan tersebut positif atau negatif), sedangkan korelasi 0 menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel. (Santoso, 2013) Hubungan antara penggunaan teknologi mobile (Total) dan model bisnis UMKM (Rerata) diperoleh dengan menggunakan analisis korelasi Spearmans. Korelasi Spearman digunakan untuk mengukur variabel bertipe ordinal. Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil analisis korelasi. Pada tabel tersebut hasilnya adalah r = 0,781, N=28, pada tingkat signifikansi p < 0,01. Berdasarkan hasil ini, hipotesis nol ditolak, yang berarti teknologi mobile mempunyai dampak pada model bisnis UMKM Batik Plumpungan. 4.2

Dampak pada Proposisi Nilai Pelanggan (PNP) Hasil analisis korelasi antara penggunaan teknologi mobile (Total) dan dampak pada proposisi nilai pelanggan (PNP) dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel ini dapat dilihat, terdapat korelasi positif antara kedua variabel, dengan nilai korelasi r = 0,723, n-28 pada tingkat signifikansi di mana p array($r,$g,$b), $col => array($r,$g,$b), $col => array($r,$g,$b) ); $mean = 1/9 * ($values[0][0] + $values[0][1] + $values[0][2] + $values[1][0] + $values[1][1] + $values[1][2] + $values[2][0] + $values[2][1] + $values[2][2]); if($l==0){ $bw = floor($mean); $val .= $bw; $l=1; } } }

Algoritma program diatas menunjukkan program dimana program tersebut berfungsi untuk mencari nilai mean dari gambar yang sudah diupload dengan cara mengambil dari pixel gambar ke dalam bentuk array matrix. Filtering menggunakan median filtering Filter median menggunakan fungsi non linear dengan pengurutan statistika, sehingga termasuk dalam golongan ordering filter besama dengan modus, maksimum, dan minim. Filter median mempertahankan detail lebih baik dari mean Algoritma untuk pemrograman for ($row = 0 ; $row < 1 ; $row++) { for ($col = 0 ; $col < $nilai_matrix ; $col++) { $rgb = ImageColorAt($image, $col, $row); $r = ($rgb >> 16) & 0xFF; $g = ($rgb >> 8) & 0xFF; $b = $rgb & 0xFF; $values = array( $col => array($r,$g,$b),

119

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

$col => array($r,$g,$b), $col => array($r,$g,$b) ); $flat[] = call_user_func_array('array_merge', $values); } } $flat2 = call_user_func_array('array_merge', $flat); $i = 0; while(list($indeks,$nilai)=each($flat2)) { $i=$i+1; } $flat2_urut=$flat2; asort($flat2_urut); $i = 0; while(list($indeks,$flat2[$i])=each($flat2_urut)) { $i=$i+1; } $tengah=(count($flat2)-1)/2; if ((count($flat2)-1)>1) { if ((count($flat2)-1)%2==0) { $median=($flat2[$tengah-1]+$flat2[$tengah])/2; } }

Program diatas merupakan program untuk peningkatan kualitas citra gambar dengan menggunakan median filtering. Kotak pertama menunjukkan program dimana program tersebut berfungsi untuk mencari nilai median dari gambar yang sudah diupload dengan cara mengambil dari pixel gambar ke dalam bentuk array matrix. Setelah proses pengambilan array matrix berhasil, kemudian lakukan pencarian nilai tengah dari matrix pixel gambar tersebut. Filtering maximum filtering Filter median menggunakan fungsi non linear dengan pengurutan statistika, dengan pengurutan statistika, dengan mencari nilai terbesar. Algoritma Pseudo Code metode max Filter for x = 1 to width-2 { for y = 1 to height-2 { int values[9]; int flat, flat2, int maximum;= i=0 for each pixel, p, matrix 3x3{ values[i] = p i++ } flat = call_user_func_array('array_merge', values); flat2= flat; maximum = max(flat2); *min_function (max) image(x,y) = values[maximum] } } Algoritma program diatas tersebut berfungsi untuk mencari nilai max dari gambar yang sudah diupload dengan cara mengambil dari pixel gambar

120

ke dalam bentuk array matrix. Setelah proses pengambilan array matrix berhasil, kemudian lakukan pencarian nilai terbesar dari matrix pixel gambar tersebut. Filtering menggunakan minimum filtering Filter median menggunakan fungsi non linear dengan pengurutan statistika, dengan pengurutan statistika, dengan mencari nilai terkecil. Algoritma Pseudo Code Fuzzy min Filter for x = 1 to width-2 { for y = 1 to height-2 { int values[9]; int flat, flat2, int minimun; i=0 for each pixel, p, matrix 3x3{ values[i] = p i++ } flat = call_user_func_array('array_merge', values); flat2= flat; minimum = min(flat2); *min_function (min) image(x,y) = values[minimum] } } Kode program ini berfungsi untuk peningkatan kualitas citra gambar dengan menggunakan min filtering. Algoritma program tersebut berfungsi untuk mencari nilai min dari gambar yang sudah diupload dengan cara mengambil dari pixel gambar ke dalam bentuk array matrix. Setelah proses pengambilan array matrix berhasil, kemudian lakukan pencarian nilai terbesar dari matrix pixel gambar tersebut. Filtering menggunakan metode modus filtering Filter median menggunakan fungsi non linear dengan pengurutan statistika, dengan pengurutan statistika, dengan mencari nilai kemunculan frekuensi terbanyak. Algoritma Pseudo Code metode modus Filtering for x = 1 to width-2 { for y = 1 to height-2 { int values[9]; int max[], modus[]; int s[]t[]; int nilai_modus; int flat2[]; i=0 for each pixel, p, matrix 3x3{ values[i] = p i++ } flat = call_user_func_array('array_merge', values); for (int m=0; m μ2 Keterangan : μ1 = μ2 :Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional. μ1 > μ2 : Ada perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional

383

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

μ1 = μ2 :Tidak ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional - μ1 > μ2 : ada perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional. Kriteria pengujian yang berlaku ialah : Ho diterima jika t < t1-α , dimana t1-α di dapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+n2-2) dan peluang (t1-α) dan α = 0,05. Jika t mempunyai harga-harga lain Ho di tolak. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Sebelum diberikan perlakuan yaitu menerapkan model pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, terlebih dahulu dilakukan pretes kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Adapun hasil pretes dari kedua kelas adalah sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Pretes Kelas Eksperimen Pre-tes kelas eksperimen No Nilai f 1 0 – 12 4 X = 32.32 2 13 – 24 7 3 25 – 36 8 4 37 – 48 10 S = 19.2 5 49 – 60 8 6 61 – 72 3 7 73 - 84 1 Jumlah 41 Tabel 2. Hasil Pretes KelasKontrol Pre-tes kelas kontrol No Nilai f 1 0 – 12 5 2 13 – 24 5 X =28.3 3 25 – 36 11 4 37 – 48 14 5 49 - 60 6 6 S = 15.3 7 Jumlah 41 Tabel. 3 Pretes Hasil Berfikir Kritis Kelas Eksperimen Pre-tes kelas eksperimen No Nilai f 1 0–6 3 X = 16 2 7 – 13 12 3 14 – 20 17 4 21 – 27 7 S = 7.6 5 28 – 34 1 6 35 – 41 1 Jumlah 41

384

Tabel 4. Pretes Hasil Berfikir Kritis Kelas Kontrol Pre-tes kelas kontrol No Nilai f 1 0–6 4 X =15.4 2 7 – 13 12 3 14- 20 17 4 21- 27 8 S = 6.7 5 6 Jumlah 41 Setelah dilakukan pretes terhadap kedua kelas sampel, peneliti mengolah data hasil pretes, yaitu dengan melakukan uji normalitas dan homogenitas serta uji perbedaan kedua rata-rata kelas sampel. Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti mengambil 41 sampel untuk masing-masing kelas dan data yang diperoleh memenuhi syarat untuk melakukan tahap penelitian selanjutnya. Oleh sebab itu, peneliti melaksanakan empat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan empat sub materi suhu dan kalor untuk masing-masing kelas. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan pada hari kamis dan sabtu untuk masing-masing kelas kontrol dan eksperimen. Dalam pelaksanaan pengajaran di kelas peneliti menggunakan media untuk memudahkan penyampaian materi dengan menggunakan media power point. Pada pertemuan ke empat, peneliti melakukan postes pada kedua kelas sampel yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir (hasil belajar dan kemampuan berfikir kritis) siswa setelah mempelajari suhu dan kalor. Adapun hasil postes pada kedua kelas adalah sebagai berikut : Tabel 5. Postes Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pos-tes kelas eksperimen No Nilai f 1 25 – 34 1 2 35 – 44 2 3 45 – 54 8 X =65.5 4 55 – 64 14 5 65 – 74 0 6 75 – 84 7 S = 16 7 85 – 94 9 Jumlah 41 Tabel 6. Postes Hasil Belajar Kelas Kontrol Pos-tes kelas kontrol No Nilai f 1 25 – 34 3 2 35 – 44 7 3 45 – 54 8 X =58.5 4 55 - 64 12 5 65 – 74 0 S= 18.8 6 75 – 84 4 85 - 94 7 Jumlah 41

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tabel 7. Postes Hasil Berfikir Kritis Kelas Eksperimen Pos-tes kelas eksperimen No Nilai f 1 17 – 27 1 2 28 – 37 6 3 38 – 47 11 X =47 4 48 – 57 15 5 58 – 67 7 6 68 - 77 1 S =11.7 7 Jumlah 41 Tabel 8. Postes Hasil Berfikir Kritis Kelas Kontrol Pos-tes kelas kontrol No Nilai f 1 7 – 14 1 2 15 – 22 8 3 23 – 30 20 4 31 – 38 8 X =27.9 5 39 – 46 2 6 47 – 54 1 S= 9.5 7 55 – 62 1 Jumlah 41 Uji Kemampuan Postes (uji t satu pihak) Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh dari suatu perlakuan yaitu model pembelajaran berdasarkan masalah terhadap hasil belajar siswa. Tabel 9. Ringkasan Perhitungan Uji Hipotesis Postes Siswa Data Kelas Nila Rata- thitung ttabel Rata Eksperimen 65.548 1.82 1,669 Kontrol 58.536 Tabel 10 Ringkasan Perhitungan Uji Hipotesis Postes Siswa Data Kelas Nila Rata- thitung ttabel Rata Eksperimen 47.012 8.11 1,669 Kontrol 27.98 Berdasarkan analisis data pada tabel 8 dan 9, dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada perbedaan hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional 2. Ada perbedaan hasil kemampuan berfikir kritis siswa setelah menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pembelajaran konvensional. 4.

PEMBAHASAN

Melihat analisis data-data hasil belajar siswa pada tabel menunjukkan ada perubahan yang lebih

baik, walaupun aktivitas belajar siswa selama proes belajar mengajar belum menunjukkan antusias terhadap pembelajaran fisika. Kelemahan ini sudah dijelaskan pada latar belakang masalah. Kegiatan belajar mengajar dilakukan selama empat kali dengan menyusun RPP dan LKS. Instrumen tes hasil belajar ada dua jenis, 1 pilihan berganda dan satu jenis lagi bentuknya essai. Soal-soal essai ini materinya digunakan materi yang sudah dipelajar siswa dan tujuannya hanya untuk melihat membedakan siswa berpikir kritis dan tidak kritis. Data-data terkumpul dan data tersebut di analisa menunjukkan bahwa data yang diperoleh terdistribusi secara normal dan sampel berasal dari populasi yang homogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan akibat pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah terhadap hasil belajar dan kemampuan berfikir kritis siswa pada materi pokok Suhu dan Kalor di SMA Negeri 16 Medan bila dibandingkan dengan hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat melalui data hasil penelitian yang diperoleh, dimana kedua kelompok sampel diperoleh rata-rata pretes siswa kelas eksperimen sebesar 32.32 dan kelas kontrol sebesar 28.35. Setelah diberikan perlakuan yang berbeda kelas eksperimen diberi pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dan kelas kontrol pembelajaran konvensional maka diperoleh rata-rata postes untuk kelas eksperimen sebesar 65,54 dan kelas kontrol 58,53. Tetapi hasil tersebut masih di bawah KKM. Model pembelajaran berdasarkan masalah yang diterapkan selama kegiatan belajar memiliki kelebihan-kelebihan yaitu salah satunya siswa mampu untuk berpikir kritis, setelah diberikan instrumen berpikir kritis yang terdiri dari 8 soal essay dan disatukan dengan instrumen hasil belajar 8 soal pilihan ganda, lalu dari data tersebut didapat bahwa siswa yang memiliki hasil kemampuan berfikir kritis yang baik dari kedua sampel tersebut yaitu diperoleh rata-rata pretes siswa kelas eksperimen sebesar 16.0 dan kelas kontrol sebesar 15,48. Setelah diberikan perlakuan yang berbeda kelas eksperimen diberi pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dan kelas kontrol pembelajaran konvensional maka diperoleh rata-rata postes untuk kelas eksperimen sebesar 47,0 dan kelas kontrol 27,9. Besarnya peningkatan hasil belajar dan kemampuan berfikir kritis siswa dikelas eksperimen dan kontrol dikarenakan pada saat proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran siswa merasa sangat senang dengan adanya pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran berdasarkan masalah karena siswa bisa merasakan sendiri peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, yang sedang dipelajari.

385

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Model pembelajaran berdasarkan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data untuk memecahkan masalah, sehingga siswa mampu untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis dalam menemukan alternatif pemecahan masalah. Siswa dalam hal ini aktif dan antusias untuk bekerja sama dengan teman satu kelompok dalam menyelesaikan masalah yang telah diberikan oleh peneliti. Siswa juga tertarik dan aktif saat berdiskusi dan mengeluarkan pendapat yang berbeda saat diadakan diskusi antar kelompok. Walaupun model pembelajaran berdasarkan masalah telah membuat hasil belajar dan kemampuan berfikir kritis siswa lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, tetapi peneliti juga mengakui bahwa hasil belajar siswa tidak begitu besar selisihnya yaitu hanya beberapa point. Ini disebabkan peneliti mendapatkan kendala-kendala dalam melakukan penelitian, seperti 1) siswa kesulitan untuk membentuk kelompok karena harus mengatur dan mengangkat tempat duduk ; 2) keterbatasan peneliti dalam mengalokasikan waktu pada saat siswa mengajukan hasil diskusi mereka sehingga tidak semua kelompok dapat menyajikan hasil diskusi mereka; 3) kurangnya pengalaman peneliti dalam mengelola kelas sehingga kondisi siswa yanng ribut menyebabkan penelitian menjadi kurang efisien, Apabila kendala-kendala yang ditemukan oleh peneliti dapat diatasi serta pemilihan penggunaan media oleh peneliti lebih baik lagi, peneliti dapat menyakinkan bahwa selisih nilai hasil belajar dan kemampuan berfikir kritis siswa hanya 11.97% dan 68 % tersebut dapat meningkat lebih baik lagi. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan uji statistik serta pembahasan maka disimpulkan sebagai berikut: 1.

2.

386

Terdapat perbedaan Hasil belajar fisika siswa setelah menerapkan pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokok Suhu dan Kalor di kelas X semester II SMA Negeri 16 Medan adalah X = 58,5 dan X = 65,5. Memiliki perbedaan sekitar 7 poin atau sekitar 8,68%. Sehingga memiliki peningkatan hasil belaja siswa sebesar 11.97%. Terdapat perbedaan Hasil kemampuan berfikir kritis siswa setelah menerapkan pembelajaran

konvensional dengan model pembelajaran berdasarkan masalah pada materi pokok Suhu dan Kalor di kelas X semester II SMA Negeri 16 Medan adalah X = 27.98 dan X = 47,0. Memiliki peningkatan hasil kemampuan berfikir kritis siswa sebesar 68%. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka sebagai tindak lanjut dari penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bagi mahasiswa calon guru hendaknya lebih memahami model pembelajaran berdasarkan masalah sebagai salah satu upaya untuk mengaktifkan siswa belajar, menambah kreativitas dan semangat belajar siswa, serta meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa. 2. Bagi guru dapat menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah, disarankan dengan menyesuaikan kondisi ruang dan kondisi siswa. 3. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang model pembelajaran berdasarkan masalah, disarankan menggunakan alat bantu media yang lain apabila terjadi masalah terhadap pemadaman listrik dan permasalahan infokus disekolah yang belum memadai. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharismi. 2009 . Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta : Bumi Aksara Djamarah, Z. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada Husna, Miftahul. 2013. Pengaruh Model Pembelajran Berdasarkan Masalah Berbantuan Komputer Pada Materi Pokok Listrik Dinamis Kelas X Semester 2 SMA Negeri 16 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. Medan: FMIPA UNIMED

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

INOVASI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN QUANTUM TEACHING Naeklan Simbolon Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar pasar V Medan Estate 20225 Telp. 061-6642241 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Pembelajaran merupakan kegiatan yang dirancang oleh guru untuk memungkinkan terjadinya proses pembelajaran pada peserta didik. Dalam pembelajaran guru harus mampu merancang, mengelola dan mengembangkan pembelajaran secara secara kreatif, dinamis,dengan menerapkan pendekatan pembelajaran untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Pembelajaran sebagai suatu proses membelajarkan peserta didik secara sistematis agar peserta didik dapat belajar lebih efektif dan efisien. Guru menggunakan pembelajaran yang menarik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Suatu kondisi belajar yang optimal dicapai jika guru mampu mengatur peserta didik dan sarana pembelajaran serta suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan dengan segala nuansanya, serta menyertakan segala kaitan ,interaksi yang memaksimalkan momen belajar. Kata Kunci: inovasi pembelajaran, peserta didik, quantum teaching 1. PENDAHULUAN Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampun atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran sangat penting karena objek dari pembelajaran adalah manusia yaitu peserta didik , dan diperlukan usaha yang keras untuk dapat membentuk dan menghasilkan manusia yang baik. Pembelajar dalam hal pembelajaran sangat memegang peranan yang besar dalam menghasilkan pribadi manusia yang baik dan berguna bagi masyarakat nantinya. Guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa aktif dalam belajar. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa aktif menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan karakteristik belajar siswa. Guru sebagai tenaga professional telah dipersiapkan dengan sadar dan sengaja untuk mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembelajaran yang dilakukan terhadap peserta didik di sekolah ( Purba, E.2014 ). Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik dalam pembelajaran, keduanya merupakan faktor utama yang menentukan aktifitas belajar, pendidik mengelola lingkungan belajar agar peserta didik dapat belajar optimal dan peserta didik memanfaatkan dan menggunakan lingkungan tersebut sesuai dengan kemampuan dan potensi masing – masing secara opimal.

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas guru harus memiliki kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran yaitu melakukan perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi. Proses pembelajaran yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosionalnya. Untuk terjadinya interaksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa lainnya sehingga mengoptimalkan pencapaian tujuan pelaksanaan pembelajaran, guru sebaiknya menggunakan pembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan minat siswa untuk belajar. .De Porter dan Hernacki (2005:14) mengungkapkan bahwa: “Quantum Teaching merupakan seperangkat metode dan falsafah belajar yang telah terbukti efektif di sekolah dan bisnis kerja, untuk semua tipe orang dan segala usia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar. 2. PEMBAHASAN Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha-usaha pihak lain yang dapat menghidupkan, merangsang, mengerahkan dan mempercepat proses perubahan perilaku belajar. Makmun (2005:157) mengungkapkan bahwa belajar adalah: “suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan pengalaman tertentu”. Belajar menurut Abdurrahman (2003:28) merupakan : ”suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara sadar oleh seorang individu untuk menghasilkan suatu perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah laku, dimana perubahan 387

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

tersebut dapat diamati, bersifat kontinue, fungsional, positif dan aktif yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama.. Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono, (2009: 10) “menyatakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks, setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai”. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkan tujuan belajar kognitif, afektif maupun psikomotorik; apabila pembelajar berusaha dan berbuat yang terbaik dalam proses belajar sehingga proses pebelajar itu mencapai tujuan belajar yang efektif, maka pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan efektif dan berhasil. Dalam proses pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk membimbing, memberikan arahan, memotivasi dan menyediakan/mempersiapkan fasilitas belajar untuk siswa agar tercapai tujuan belajar dan pembelajaran yang optimal. Guru harus dapat melihat dan mempergunakan segala sesuatu yang ada dan terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai proses yang dinamis dalam fase dan proses perkembangan pendidikan siswa.

aktivitas siswa. Oleh karena itu, setiap peristiwa pembelajaran menuntut keterlibatan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan. Guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa aktif dalam belajar. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan karakteristik belajar siswa.Keberhasilan belajar yang dilakukan oleh siswa di sekolah tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor dari diri siswa sendiri termasuk karateristik siswa. Dalam hal ini Hamzah (2010:4) menyatakan bahwa: “pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana membelajarkan peserta didik, bukan pada apa yang dipelajari peserta didik. Dengan demikian pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subjek bukan sebagai objek. Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal, maka guru perlu memahami karateristik peserta didik.”

Pembelajaran ditujukan agar siswa dapat dan mempunyai keinginan untuk belajar bukan hanya di dalam lingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah. Guru harus memberikan pengertian kepada siswa bahwa banyak sumber dan media lain yang dapat digunakan oleh siswa untuk belajar. Guru perlu menggunakan pembelajaran yang inovatif untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Pembelajaran yang inovatif yang digunakan adalah quantum teaching. Perlu diingat bahwa guru bukanlah sumber belajar satu-satunya dalam proses belajar-mengajar. Akan tetapi peran guru sangat besar dalam keberhasilan proses pembelajaran dan keberhasilan siswa dalam belajar. Guru yang baik adalah guru yang senantiasa belajar tentang hal-hal baru dan terus mengupdate atau memperbaharui wawasannya agar dapat mengaplikasikan pengetahuan dan wawasannya di dalam kelas. Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha-usaha pihak lain yang dapat menghidupkan, merangsang, mengerahkan dan mempercepat proses perubahan perilaku belajar. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkan tujuan belajar kognitif, afektif maupun psikomotorik; apabila pembelajar berusaha dan berbuat yangn terbaik dalam proses belajar sehingga proses pebelajar itu mencapai tujuan belajar yang efektif, maka pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan efektif dan berhasil Dalam penyelenggaraan pembelajaran perlu didesain untuk membelajarakan siswa. Pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar atau pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada

Quantum teaching. Dalam proses pembelajaran diperlukan suatu cara atau strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dimana strategi pembelajaran merupakan bentuk atau pola umum kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pembelajaran Quantum Teaching menuntut guru sebagai pengemban amanah yang merupakan salah satu aktor paling berarti dan perpengaruh dalam kesuksesan siswa, karena guru bukan sekedar pemberi ilmu pengetahuan, guru adalah rekan belajar, model, pembimbing, fasilitator, dan penggubah kesuksesan siswa. Made Wena (2011:160) mengemukakan bahwa: “pembelajaran Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan moment belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interkasinya yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah siswalah yang harus berusaha untuk membangun pengetahuannya sendiri. Sedangkan guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Peserta didik harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan objek yang nyata. Pembelajaran yang dilakukan berpusat pada peserta didik. Quantum Teaching juga menawarkan berbagai cara untuk menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara

388

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

sengaja. De Porteri,dkk (2011:36) mengemukakan bahwa: ‘Quantum Teaching memiliki prinsip kebenaran tetap. Serupa dengan asas utama, bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Berkaitan dengan pendapat di atas berarti guru perlu membelajarkan siswa sesuai dengan kharakteristik peserta didik Pelaksanaan Quantum Teaching adalah dengan sistem prosedur pelaksanaan berpedoman pada sistem “TANDUR” (Tumbuhkanlah, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan). Tumbuhkan berarti sertakan diri siswa,pikat siswa dan puaskan siswa ; alami berarti berikanlah siswa pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui ; namai berarti berikan atau namai data tepat saat minat memuncak; demonstrasikan berarti berikan kesempatan bagi siswa untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru sehingga siswa menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi; ulangi berarti ulangi gambaran keseluruhannya; rayakan berati Ingat, jika layak dipelajari, maka layak dirayakan. Pembelajaran Quantum Teaching bersandar pada konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Hal inilah yang penting diperhatikan dalam pembelajaran Quantum Teaching. 3. PENUTUP. Proses pembelajaran dirancang oleh guru untuk mengembangkan kreativitas, guna meningkatkan kemampuan berpikir, bersikap, bersosial dan dan emosional peserta didik. Guru perlu menggunakan pembelajaran yang inovatif untuk mengoptimalkan

hasil belajar peserta didik. Pembelajaran yang inovatif yang digunakan adalah quantum teaching. Pembelajaran Quantum Teaching bersandar pada konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah siswalah yang harus berusaha untuk membangun pengetahuannya sendiri. Sedangkan guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Peserta didik harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan objek yang nyata. Pembelajaran yang dilakukan berpusat pada peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M.. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta: Bumi Aksara. ,DePorter, dkk. 2011. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. B. Uno, Hamzah. 2010. Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran (Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan). Jakarta: Bumi Aksara. Purba,E.2014. Filsafat Pendidikan Medan: Unimed Press. Makmun, H.A.S. 2005. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

389

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

INOVASI MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KREATIVITAS MATEMATIKA Agusmanto J.B. Hutauruk, S.Pd., M.Si1; Dra. Friska B. Siahaan, M.Pd2 FKIP Univ. HKBP Nommensen, Medan Jl. Sutomo No.4A Medan Telp. 061-4522922; 082368845747 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar mahasiswa tertarik dan tertantang untuk belajar dalam menemukan konsep dasar suatu ilmu berdasarkan hipotesis sendiri. Model pencapaian konsep adalah suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain untuk membantu mahasiswa pada semua usia dalam mempelajari konsep dan melatih pengujian hipotesis. Pemahaman matematika mengacu pada Taksonomi Bloom meliputi Translation (pengubahan), Interpretasi (pemberian arti), dan Extrapolation (meramalkan). Indikator kreativitas yang akan dikaji dalam penelitian ini untuk menyatakan mahasiswa kreatif apabila memenuhi empat hal, yaitu: 1) Fluency (kelancaran), 2) Flexibility (Keluwesan), 3) Originality (Kebaruan), 4) Elaborasi (Kejelasan). Dengan adanya inovasi model pembelajaran pada model pencapaian konsep, tingkat pemahaman dan kreativitas matematika mahasiswa dapat semakin membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian ujian/ test baik secara numerik, maupun pencapaian konsep melalui peningkatan kreativitas mahasiswa. Kata Kunci: pencapaian konsep; pemahaman matematika; kreativitas matematika 1.

PENDAHULUAN Saat ini, hampir setiap orang mulai dari orang awam, pemimpin lembaga pendidikan dan manajer perusahaan berbicara tentang pentingnya kreativitas. Kreativitas menurut Shouksmith (1979) adalah suatu produk dari berpikir kreatif, sementara berfikir kreatif merupakan proses yang digunakan untuk memunculkan ide baru yang dikendalikan oleh kemampuan berfikir dalam proses memahami, dan proses pemahaman tersebut membutuhkan pemahaman konsep. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar siswa tertarik dan tertantang untuk belajar dalam menemukan konsep dasar suatu ilmu berdasarkan hipotesis sendiri. Proses belajar seperti ini akan lebih berkesan dan bermakna sehingga konsep dasar dari ilmu ini tidak akan cepat hilang. Agar pembelajaran lebih optimal, model pembelajaran dan media pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa (Situmorang, 2004). Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan, karena selain dapat mengembangkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis, matematika juga telah memberikan kontribusi dalam

390

kehidupan sehari-hari mulai dari hal yang sederhana seperti perhitungan dasar sampai hal yang kompleks dan abstrak seperti penerapan analisis numerik dalam bidang teknik dan sebagainya. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan sekolah kurang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan maupun perkembangan teknologi, sulit untuk dilatih kembali, kurang bisa mengembangkan diri dan kurang dalam berkarya artinya tidak memiliki kreativitas (Trianto, 2010). Bahkan untuk memasuki abad 21 keadaan sumber daya manusia Indonesia tidak kompetitif dan sampai saat ini, mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara yang lain (Nurhadi, 2004). Rendahnya pemahaman dan kreativitas matematika tersebut adalah suatu hal yang wajar, dimana selama ini fakta di lapangan menunjukkan proses pembelajaran yang terjadi masih konvensional dan berpusat pada guru dan siswa hanya pasif, sehingga aktivitas siswa terhambat dan tidak nampak. Siswa lebih sering hanya diberikan rumus-rumus yang siap pakai tanpa memahami makna dari rumusrumus tersebut (Trianto, 2010). Untuk meningkatkan kreativitas siswa diperlukan suatu pemahaman suatu konsep, untuk memahami suatu konsep yang baik dibutuhkan sebuah model pembelajaran bermakna yang lebih dari hanya sekedar menghafal, sehingga menumbuhkan kemauan siswa mencari hubungan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari di dalam kelas (Dahar, 1988). Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara bermakna adalah pembelajaran dengan menggunakan model pencapaian konsep (Joyce, 2009). Pada prinsipnya model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model ini membantu siswa pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis karena model pencapaian konsep ini banyak menggunakan contoh dan non contoh 2. MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN KONSEP Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar (Hudojo, 1980). Artinya perubahan setelah belajar itu dapat dilihat dari prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa, dalam menjawab pertanyaan atau persoalan yang ada serta menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Belajar matematika adalah suatu proses psikologis berupa kegiatan aktif dalam upaya seseorang untuk mengonstruksi, memahami atau menguasai materi matematika agar tercapai tujuan belajar. Oleh karena itu Freudenthal (1993) menyatakan bahwa konsep matematika tidak boleh diberikan dalam bentuk jadi. Artinya konsep-konsep yang ada dalam matematika tidak boleh dipindahkan langsung dari guru ke siswa sebab di dalamnya mengandung proses abstraksi, dimana siswa harus dilibatkan dalam proses penemuan konsep. Siswa dituntut menciptakan ide-ide, mencari hubunganhubungan membentuk konsep. Pembelajaran matematika akan lebih efektif bila guru dapat menerapkan model mengajar, pendekatan mengajar, dan media mengajar itu mengikut sertakan siswa secara aktif dalam menemukan pengetahuan sehingga pengetahuan yang diperoleh itu menjadi bermakna (Ambarita, 2004). Model pencapaian konsep adalah suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain untuk membantu siswa pada semua usia dalam mempelajari konsep dan melatih pengujian hipotesis (Eggen, 1988). Salah satu keunggulan model pencapaian konsep adalah untuk memahami (mempelajari) suatu konsep dengan cara lebih efektif. Model pembelajaran pencapaian konsep ini membantu siswa pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis. Model pencapaian konsep ini banyak menggunakan contoh dan non contoh (Situmorang, 2007). Model Pencapaian konsep merupakan “proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang

tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori” (Joyce, 2009). Pembelajaran model pencapaian konsep terdiri dari tiga fase yaitu: Fase 1 : Penyajian Data, Fase 2 : Pengujian Pencapaian Konsep, Fase 3 : Analisis Stategi Berpikir. Fase penyajian data, terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1) Memberikan contoh berlabel, 2) Meminta dugaan sementara, 3) Meminta definisi. Fase pengujian pencapaian konsep, terdiri dari dua tahapan yaitu: 1) Mengidentifikasi contoh tidak berlabel serta meminta nama konsep yang dimiliki objek, 2) Meminta contoh lain serta nama konsep yang dimiliki objek. Fase Analisis Strategi Berpikir, terdiri dari dua tahapan, yaitu: 1) Bertanya mengapa/bagaimana, 2) Diskusi. Menurut Joyce (2009), langkah-langkah pembelajaran model pencapaian konsep disajikan pada tabel 1. Berikut: Tabel 1. Struktur pengajaran model pencapaian konsep (dikembangkan dari Situmorang, 2011 ) Kegiatan Pengajar ∼ ∼ ∼ ∼



∼ ∼

Memberikan contoh berlabel Meminta dugaan semntara Meminta definisi

Tahapan

Penyajian data

Memberikan contoh tidak berlabel serta meminta nama konsep dari Pengetesan setiap contoh Pencapaian Meminta Konsep contoh lain serta nama konsep yang dimiliki objek Bertanya mengapa/bagai mana Membimbing diskusi

Analisis Strategi berfikir

Kegiatan Peserta Didik ∼ Memahami konsep contoh berlabel ∼ Memberikan dugaan sementara ∼ Memberikan definisi ∼ Memberikan label pada contoh serta memberikan nama konsep dari setiap contoh ∼ Memberikan contoh lain serta nama konsep yang dimiliki objek ∼ Mengungkapka n pikiran ∼ Diskusi aneka pikiran

3. PEMAHAMAN DAN KREATIVITAS MATEMATIS Ada 3 macam pemahaman matematika yakni (1) translation, (2) interpretasi, dan (3) extrapolation Bloom (Utari, 1987). Translation, misalnya mampu menyatakan soal berbentuk kata-kata, gambar, grafik menjadi simbol dan sebaliknya. Interpretasi, misalnya mampu menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal, mengartikan kesamaan. Kemudian extrapolation misalnya mampu menerapkan konsep-konsep dalam perhitungan matematika.

391

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Skemp dalam Utari (1987) membedakan dua jenis pemahaman konsep yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental diartikan konsep diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus serta menerapkannya dalam perhitungan tanpa alasan-alasan dan penjelasan. Sebaliknya pada pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas dan sifat pemakaiannya lebih bermakna. Selanjutnya Munir dalam Situmorang (2011) mengemukakan ”Pemahaman matematika akan mampu menjelaskan atau membedakan sesuatu, kemampuan itu menyangkut: (1) penerjemahan (interpreting), (2) memberikan contoh (exemplifying), (3) mengklasifikasikan (classifyng), (4) meringkas (summarizing), (5) berpendapat inferring), (6) membandingkan (comparing), (7) menjelaskan (explaining)”. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pemahaman matematika mengacu pada Taksonomi Bloom meliputi Translation (pengubahan),. Interpretasi (pemberian arti), dan extrapolation (meramalkan). Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemahaman (Akbar, 2001). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta; daya cipta pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imajinasi. Dengan demikian anak yang kreatif cenderung untuk menemukan cara atau ide baru yang lebih efektif dan mudah untuk dilakukan dalam pemecahan suatu masalah. Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif (Utari, 2010). Lebih lanjut Munandar dalam Akbar (2001) mengatakan dalam uraiannya tentang pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan/ menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif. Ketiga tekanan tersebut adalah sebagai berikut: (1) kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada; (2) kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban; (3) kemampuan yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinilitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan/ memperkaya/ merici suatu gagasan). Lebih lanjut Musbikin dalam Utari (2010) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan

392

menyusun idea, mencari hubungan baru, menciptakan jawaban baru atau yang tak terduga, merumuskan konsep yang tidak mudah diingat, menghasilkan jawaban baru dari masalah asal, dan mangajukan pertanyaan baru. Berdasarkan uraian di atas maka indikator kreativitas yang akan dikaji dalam penelitian ini untuk menyatakan siswa kreatif apabila memenuhi tiga hal, yaitu: 1) Fluency (kelancaran), 2) Flexibility (Keluwesan), 3) Originality (Kebaruan), 4) Elaborasi (Kejelasan). 4. INOVASI MODEL PENCAPAIAN KONSEP Model pencapaian konsep tentunya dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dimana model tersebut diterapkan. Pengembangan model tersebut merupakan suatu langkah inovasi yang dapat menunjang peningkatan kemampuan pemahaman dan kreativitas matematika. Inovasi pembelajaran model pencapaian konsep terdiri dari empat fase yaitu: Fase 1 : Penyajian Data, Fase 2 : Pengujian Pencapaian Konsep, Fase 3 : Analisis Stategi Berpikir, dan Fase 4: Penerapan Pencapaian Konsep. Fase Penyajian Data, merupakan fase pendahuluan dengan mengungkapkan masalahmasalah umum yang akan dibahas, memberikan label atau penamaan terhadap masalah, serta merumuskan definisi masalah tersebut. Fase penyajian data terdiri dari tiga tahap, yaitu: a. Memberikan contoh berlabel tentang konsep. b. Meminta dugaan sementara atau hipotesis sementara mengenai konsep c. Meminta definisi Fase pengujian pencapaian konsep, terdiri dari dua tahapan yaitu: a. Mengidentifikasi contoh tidak berlabel serta meminta nama konsep yang dimiliki objek. b. Meminta contoh lain serta nama konsep yang dimiliki objek Fase Analisis Strategi Berpikir, terdiri dari dua tahapan, yaitu: a. Bertanya mengapa/bagaimana mengeni konsep dan proses pencapaian konsep b. Diskusi untuk mematenkan konsep yang dicapai Fase Penerapan Pencapaian Konsep, terdiri dari dua tahapan yaitu: a. Menyimpulkan pencapaian konsep yang telah diperoleh setelah melalui proses tahapan-tahapan sebelumnya b. Mengaplikasikan konsep yang dicapai pada permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang telah dipahami 5. PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN KREATIVITAS MATEMATIS Dengan adanya inovasi model pembelajaran pada model pencapaian konsep, tingkat pemahaman dan kreativitas matematika siswa dapat semakin membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian ujian/ test baik secara numerik, maupun

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pencapaian konsep melalui peningkatan kreativitas siswa. Peneliti telah melakukan serangkaian test untuk melihat peningkatan pemahaman melalui pemberian pre-test dan post-test. Dan hasil test tersebut menunjukkan peningkatan yang positif. Hasil peningkatan kreativitas siswa, dapat dilihat dari kemampuan mereka mencapai indikator pencapaiana kreativitas. Salah satu yang dilakukan peneliti adalah dengan menciptakan suatu karya tulis sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Karya tulis tersebut dalam bentuk buku materi pelajaran. Buku tersebut telah diperiksa oleh peneliti sendiri, dan dinilai telah menunjukkan peningkatan kreativitas karena sebelumnya siswa tersebut belum pernah menuliskan sebuah buku sebelumnya. Buku tersebut dapat dilihat pada softcopy laporan penelitian, di perpustakaan fakultas FKIP Univ.HKBP Nommensen, atau dapat diminta dengan mengirimkan permintaan ke email peneliti [email protected]. 6. KESIMPULAN DAN SARAN Dengan adanya inovasi model pembelajaran pada model pencapaian konsep, tingkat pemahaman dan kreativitas matematika siswa dapat semakin membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian ujian/ test baik secara numerik, maupun pencapaian konsep melalui peningkatan kreativitas siswa. Dengan demikian penulis menyarankan agar model-model pembelajaran yang ada dapat diterapkan bahkan dapat diciptakan suatu inovasi baru sehingga dapat terjadi peningkatan pemahaman dan kreativitas matematis siswa ke arah yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Soetam, Rizky. (2011). Konsep dasar Rekayasa Perangkat Lunak. Jakarta: Prestasi Pustaka. Akbar, Reni dkk., (2001), Kreativitas. Jakarta : Grasindo Ambarita, J., (2004), Pembelajaran Matematika SMU dengan Pendekatan PMR, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional dan workshop

Pendidikan Matematika, FMIPA UNIMED, 29-30 Agustus 2004. Dahar, R.W., (1988), Teori-teori Belajar, Jakarta: P2LPTK. Eggen, P.D & Kauchak, D.P., (1988), Strategies for teacher: Teaching Content and Thinking Skill, Allyn and Bacon: Boston. Frudenthal, H., (1993), Didactial Phenomenology of mathematical struktures, Dordrecht: D. Reidel Puplishing Co. Hudojo, Herman, (1980), Strategi Belajar Mengajar Matematika, Malang: IKIP Malang. Joyce, Bruce, (2009), Models Of Teaching (ModelModel Pengajaran), Yokyakarta. Pustaka Pelajar Nurhadi, dkk., (2004), Pembelajaran Kooperatif, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Shouksmith, Gorge, (1979), Inteligence, creativity and kognitif style. New York: Wiley-Intersince, A Divison Of John Wiley & son, Inc. Situmorang, M., (2004), Inovasi Model-Model Pembelajaran Bidang Sain Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar siswa, Prosiding Konaspi V Surabaya tahun 2004. Situmorang, A.S., (2007), Penggunaan Media Petakonsep untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pengajaran Fungsi, Jurnala Pendidikan Matematika dan sains FMIP-Unimed, Medan, 2(1): (20-25) Situmorang, A.S., (2011), Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dalam Pengajaran Matematika Di Sekolah Dasar Dengan Menggunakan Lks Berbasis Masalah Makalah Seminar Nasional tidak diterbitkan, Medan: PPS Unimed Utari, Sumarmo. (1987), Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi S3: UPI Utari, Sumarmo, (2010), Pengukuran dan Evaluasi dalam Pendidikan. Makalah. Bandung : PPS UPI Trianto, (2010), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana

393

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

INOVASI PEMBELAJARAN METODE KONVENSIONAL DIKOMBINASIKAN DENGAN METODE GI (GROUP INVESTIGATION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SUB MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI MANUSIA DIKELAS XI IPA 1 SMA NEGERI I NAMORAMBE T.P 2013/ 2014 Mariaty Sipayung1, Apriska Dewi Sipayung2 1

2

Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan Alumni Jurusan Biologi Prodi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan Email : [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Namorambe dengan menggunakan inovasi pembelajaran metode konvensional dikombinasikan dengan metode Group Investigation (GI) mata pelajaran Biologi. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Namorambe T.P 2013/2014. Penelitian ini di desain dalam bentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan dengan dua siklus penelitian, yang diamati secara langsung oleh peneliti dan guru. Pengamatan dilakukan pada 30 orang siswa. Adapun yang menjadi indikator keberhasilan penelitian meliputi: persentase peningkatan hasil belajar, ketuntasan belajar, dan hasil dari penilaian kelompok investigasi yang dikerjakan oleh siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kognitif dan lembar penilaian kelompok siswa. Data dianalisis secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Siswa yang memperoleh nilai tuntas pada pretes berjumlah 0 siswa, pada postes I 10 siswa, dan pada postes II meningkat menjadi 27 siswa. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada Pretest adalah 36, rata-rata postest I adalah 65 dan nilai rata-rata siswa pada Postest II adalah 87. Persentase ketuntasan nilai siswa secara klasikal pada siklus I adalah 33%, . Pada siklus II diperoleh hal ini belum mencapai kriteria ketuntasan seacar kalsikal karena belum mencapai ketuntasan belajar siswa menjadi adalah 90%, Dalam aspek psikomotorik, yaitu penilaian terhadap hasil kelompok investigasi (group investigation) siswa menunjukkan nilai yang baik. Untuk penilaian pada investigasi kelompok pada siklus I, siswa mendapatkan persentase nilai rata-rata 43,8, dan hasilnya meningkat pada siklus II menjadi 81,7. Hasil penelitian membuktikan, inovasi pembelajaran metode konvensional dikombinasikan dengan metode Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Namorambe T.P 2013/2014. Kata Kunci: inovasi, konvensional, group investigation, hasil belajar 1. PENDAHULUAN Pendidikan memiliki peran penting dalam usaha meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang akan datang. Pendidikan juga merupakan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi- potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai- nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan. Untuk memajukan kehidupan mereka itulah, maka pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola, secara sistematis dan konsisten. Pendidikan berkaitan erat dengan bagaiman proses belajar mengajar yang dilakukan disekolah, walaupun kunci pokok keberhasilan proses belajar mengajar teletak pada seorang guru (pendidik) tetapi bukan berarti dalam proses belajar mengajar hanya guru saja yang aktif, sedangkan peserta didiknya menjadi pasif. Proses belajar mengajar menuntut keaktifan kedua belah pihak baik dari pendidik maupun peserta didik. Guru merupakan ujung tombak pelaksana kegiatan pembelajaran, oleh karena itu guru harus dapat membuat suasana pembelajaran yang lebih efektif. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan 394

melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu guru juga harus menentukan metode pembelajaran yang tepat agar situasi pembelajaran menyenangkan dan siswa mudah menangkap materi yang diajarkan.Guru juga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan motivator atau sutradara dalam kelas. Biologi adalah salah satu bidang ilmu (science) yang mempelajari tentang makhluk hidup dan lingkungannya. Maka dalam mempelajarinya dengan baik dibutuhkan fakta, realita dan data yang obyektif. Hal ini menggambarkan bahwa siswa harus benar–benar dapat melihat dengan jelas serta memahami materi yang diajarkan sehingga tercapai suatu indikator dari materi tersebut. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru Biologi SMA Negeri 1

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Namorambe yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan adanya beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yaitu siswa yang cenderung bersifat pasif dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga menyebabkan hasil belajar Biologi siswa yang belum tuntas yaitu hanya mencapai rata-rata 5,5 sedangkan KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah 70, terlihat dari 60 siswa kelas XI IPA, hanya 40% yang mencapai KKM. Untuk itu peneliti melakukan inovasi metode pembelajaran bervariasi seperti metode konvensional dengan GI (Group Investigation). Dimana metode GI (Group Investigation) merupakan metode yang dapat mengaktifkan proses belajar siswa, dimana siswa dituntut untuk aktif, menggali, bahkan mengupas habis persoalan yang akan dibahas. Metode ini dipilih karena diyakini dapat membuat situasi belajar yang lebih efisien dalam suatu kelompok. Selain itu, metode pembelajaran ini menunjukkan adanya keseimbangan peran antara guru sebagai salah satu sumber belajar dan peran aktif siswa dalam mengkontruksi pengetahuan secara individual dan sosial. Peneliti juga tertarik mengambil materi sistem ekskresi untuk kombinasi metode tersebut karena sistem ekskresi ini berhubungan dengan kehidupan sehari- hari manusia, terlebih untuk pengeluaran zat pada tubuhnya. Begitu juga untuk gangguan atau penyakit yang dapat mengganggu ke-4 sistem ekskresi tersebut, sehingga peserta didik akan aktif dan tertarik membahas materi tersebut untuk dijadikan diskusi kelompok mereka. 2. BAHAN DAN METODE Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Namorambe T.P 2013/2014 jumlah siswa 30 orang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah kegiatan kolaborasi antara peneliti maupun praktisi (para guru atau pendidik yang lain) yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Adapun 4 tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Siklus 1: Perencanaan: Meminta izin kepala sekolah SMA Negeri 1 Namorambe, Observasi dan wawancara, kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal tentang SMA Negeri 1 Namorambe, Identifikasi masalah dalam pelaksanaan pembelajaran Biologi, peneliti bersama guru bidang studi akan mengadakan pembahasan tentang pelaksanaan tindakan kelas dan membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan metode pembelajaran yang akan disampaikan, Menyusun RPP tentang organ penyusun sistem ekskresi pada manusia beserta fungsinya, Menyiapkan instrument test (pre-test dan post-test). Tindakan: Membuka pelajaran dan memberikan pretest kepada siswa serta mengawasinya, Menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus

dicapai oleh siswa, Menyampaikan materi pelajaran penggolongan organ- organ sistem eksresi, Menyampaikan materi mengidentifikasi struktur, sifat dan organ- organ ekskresi manusia dengan metode konvensional (ceramah, diskusi, tanya- jawab), Memberi arahan tentang tujuan dan penggunaan metode GI ( Group Investigation, Membentuk siswa kedalam beberapa kelompok yang heterogen, dan memberi materi yang berbeda- beda setiap kelompoknya (organ- organ sistem ekskresi), Mengawasi siswa mengerjakan tugas kelompok dan memberi arahan pada setiap kelompok, Mempresentasikan hasil pengerjaan kelompok masing- masing, Memberi kesempatan kepada siswa yang belum mengerti untuk mengajukan pertanyaan, Memberi pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang telah dipelajari, Memberi kesempatan kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, Membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan maupun mengungkapkan pendapatnya, Memberi respon atas seluruh jawaban yang telah diberikan siswa, Bersama- sama dengan siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas, Memberikan post-test kepada siswa pada akhir pelajaran. Post-test yang diberikan bahan yang digunakan pada saat pre-test diawal pelajaran. Pengamatan: Dalam tahap ini, peneliti sebagai observer mengamati pelaksanaan pembelajaran yang sedang berlangsung, dimana observer dilengkapi dengan lembar pengamatan/ lembar observasi untuk mengetahui data yang dibutuhkan serta dianalisis, Hasil data yang jelas dapat diambil kesimpulan untuk tindakan perbaikan, Hasil analisis ini kemudian digunakan sebagai dasar tahap perencanaan untuk siklus berikutnya. Refleksi: Menganalisis data perolehan tes dan observasi dan dijadikan bahan dalam menentukan tindakan perbaikan untuk siklus II. Siklus II Perencanaan: Menyusun kembali RPP tentang kelainan dan penyakit-penyakit pada sistem ekskresi pada manusia, Menyiapkan instrument tes (post-test). Tindakan: Membuka pelajaran dan memberikan pretest kepada siswa serta mengawasinya, Menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa, Menyampaikan materi penyakit/kelainan pada sistem indra manusia serta pengobatannya dengan metode konvensional (ceramah, diskusi, dan tanya jawab), Memberi arahan kepada siswa untuk duduk kembali kedalam kelompok GI (Group Investigation), Memanggil perwakilan masing- masing kelompok untuk mengambil materi yang telah disediakan, setiap kelompok materi yang akan dibahas berbeda- beda yang kemudian akan dibahas disetiap masing- masing kelompok, Memberikan arahan/ membimbing peserta didik dalam

395

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

setiap kelompok, Mempresentasikan hasil diskusi/ temuan pada setiap kelompoknya, Memberi kesempatan kepada siswa yang belum mengerti untuk mengajukan pertanyaan, Memberi kesempatan kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, Membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan maupun mengungkapkan pendapatnya, Memberi respon atas seluruh jawaban yang telah diberikan siswa, Membuat kesimpulan hasil tanyajawab yang telah dilaksanakan, Memberikan post-test kepada siswa pada akhir pelajaran. Post-test yang diberikan bahan yang digunakan pada saat pre-test diawal pelajaran. Pengamatan: Dalam tahap ini, peneliti sebagai observer mengamati pelaksanaan pembelajaran yang sedang berlangsung, dimana observer dilengkapi dengan lembar pengamatan/ lembar observasi untuk mengetahui data yang dibutuhkan serta dianalisis, Hasil data yang jelas dapat diambil kesimpulan untuk tindakan perbaikan, Hasil analisis ini kemudian digunakan sebagai dasar tahap perencanaan untuk siklus berikutnya. Refleksi: Jika hasil belajar siswa tuntas, Tindakan dihentikan untuk siklus berikutnya.

NO 1 2 3

3. Hasil Dan Pembahasan Kegiatan pembelajaran ini dibagi dalam dua siklus. Dimana didalam setiap siklusnya diakhiri dengan pemberian postest yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Sebelum kegiatan belajar mengajar dengan inovasi pembelajaran melalui kombinasi metode konvensional dengan metode GI (Group Investigation) dilakukan, siswa terlebih dahulu diberikan pretest yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan awal siswa. Adapun nilai rata-rata pretest siswa adalah 36. Kemudian setelah dilakukan kegiatan belajar mengajar dengan inovasi pembelajaran dengan kombinasi metode konvensional dengan GI (Group Investigation) diperoleh data untuk setiap akhir siklus yaitu postes I dan postes II. Pada akhir siklus I yaitu setelah pemberian materi struktur, fungsi, mekanisme system ekskresi pada manusia, diperoleh nilai rata-rata postest siswa dengan nilai 65. Sedangkan pada akhir siklus yang ke II yaitu setelah diberikan materi kelainan dan penyakit pada sistem ekskresi diperoleh nilai rata-rata postes siswa adalah 87. Hasil pretes,postes I dan postes II disajikan dalam table berikut.

Tabel Rata- rata hasil belajar Tes Hasil Belajar Pretes Postes I Postes II

Rata-Rata hasil belajar 36 65 87

Adapun perbandingan antara nilai pretest, postest I dan postest II dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar Grafik Rata- rata Hasil Belajar Siswa

Dari gambar di atas terlihat adanya peningkatan tes hasil belajar pada pretest, postes I dan postes II. Setelah diperoleh pretest,postest I dan postest II maka dapat diketahui bahwa ada peningkatan ketuntasan belajar diantara ketiganya. Pada siklus I nilai postes persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 33% dengan 396

jumlah siswa yang tuntas 10 orang. Pada siklus II dengan persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 90% dengan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar yaitu 27 orang dari jumlah keseluruhan siswa.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Persentase Pencapaian 0%≤DS 70%, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori tinggi; (2) jika 30% ≤ N-gain ≤ 70%, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori sedang; dan (3) jika N-gain < 30%, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori rendah (Hake dalam Meltzer, 2002). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas, % N-gain pemahaman konsep siswa, baik pada

400

kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol berdistribusi normal dan variansnya homogen. Karena % N-gain pemahaman konsep kedua kelompok berdistribusi normal dan variansnya homogen, maka signifikansi perbedaan % N-gain peningkatan pemahaman konsep antara kedua kelompok menggunakan uji beda (uji-t). Hasil uji beda menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving secara signifikan lebih efektif meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional. Persentase % N-gain pemahaman konsep yang dicapai kelompok eksperimen sebesar 74%, termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan yang dicapai kelompok kontrol sebesar 39%, termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan perbandingan % Ngain yang dicapai kedua kelompok, dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemahaman konsep yang dicapai kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan yang dicapai kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan model pembelajaran problem solving pada topik Kinematika partikel dapat lebih efektif meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. Persentase N-gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditunjukkan pada Gambar 1.

N-gain (%)

untuk: (1) Memahami hakekat dan peran inkuiri ilmiah dalam fisika serta menggunakan keterampilanketerampilan dan proses-proses inkuiri; (2) Memahami fakta-fakta fundamental dan konsepkonsep utama dalam fisika; (3) dapat membuat jalinan konseptual dalam disiplin fisika sendiri maupun antar disiplin sains, dan (4) Mampu menggunakan pemahaman dan kemampuan ilmiah bila berhadapan dengan isu-isu personal dan sosial (National Research Council, 2000). Mencermati pentingnya pemahaman konsep, sehingga pemahaman konsep siswa perlu dikembangkan dan salah satu model yang ditenggarai efektig untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa adalah model pembelajaran problem solving. Maka pada penelitian ini diterapkan model pembelajaran problem solving yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Proses pemecahan masalah dalam konteks ini dilakukan melalui penyelidikan berbasis eksperimen dan masalah yang disajikan berupa masalah kontekstual. Siswa memecahkan masalah dengan melakukan penyelidikan melalui eksperimen.

80

74

60

39

40 20 0 Eksperimen

Kontrol

Pemahaman Konsep

Gambar 1. Persentase N-gain Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Persentase N-gain pemahaman konsep dapat dijabarkan pada setiap indikator aspek pemahaman (menginterpretasi, mencontohkan, membandingkan, menjelaskan dan menyimpulkan) antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, untuk kelompok ekserimen diperoleh % N-gain menginterpretasi, mencontohkan, membandingkan, menjelaskan dan menyimpulkan secara berturut-turut adalah 80%; 72%; 42%; 65%; 55%; dan 55%. Persentase N-gain dalam indikator menginterpretasi dan mencontohkan termasuk dalam kategori tinggi dan persentase membandingkan, menjelaskan dan menyimpulkan termasuk dalam kategori sedang.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

N-gain (%)

Persentase N-gain pada kelas kontrol untuk indikator menginterpretasi, mencontohkan, membandingkan, menjelaskan dan menyimpulkan secara berturut-turut adalah 29%; 33%; 37%; 35%; 48%; dan 30%. Pada kelas kontrol, untuk semua indikator pemahaman konsep termasuk dalam kategori sedang.

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

80 72

29

P1

33

P2

42 37

P3

Eksperimen Kontrol 65 55 55 48 35

P4

30

P5

P6

Indikator Pemahaman Konsep Gambar 2 Perbandingan % N-gain Pemahaman Konsep Berdasarkan Indikatornya pada Kedua Kelompok. Indikator P1=menginterpretasi, P2=mencontohkan, P3=membandingkan, P4=mengklasifikasikan, P5=menjelaskan, dan P6=menyimpulkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran problem solving secara signifikan dapat lebih efektif meningkatkan pemahaman konsep siswa, baik dalam hal menginterpretasi, mencontohkan, membandingkan, menjelaskan dan menyimpulkan dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional. Siswa terampil menginterpretasi karena setiap memecahkan masalah melalui penyelidikan dengan eksperimen, siswa dituntut membuat grafik yang kemudian menginterpretasikannya. Siswa terampil memberi contoh karena dalam memecahkan masalah, siswa dapat mengonstruksi pemahamannya sendiri sehingga dengan pemahaman yang lebih mendalam, siswa dapat memberikan contoh yang berkaitan dengan Kinematika Partikel dalam kehidupan sehari-hari. Siswa terampil membandingkan karena setelah melakukan penyelidikan melalui eksperimen, mereka mencatat hasil penyelidikannya dan membandingkan dengan penyelidikan sebelumnya dan dengan teori serta memaknai setiap penemuannya. Siswa terampil menjelaskan karena siswa dituntut untuk dapat merancang sendiri eksperimen yang akan dilakukan dengan bimbingan guru. Dalam hal merancang eksperimen, siswa mempersiapkan apa yang akan dilakukan, memilih data/informasi yang relevan yang mendukung penyelidikan yang akan dilakukan

berdasarkan data/informasi yang diberikan dan memilih alat yang tepat dan efisien dari alat percobaan yang disediakan. Dengan merancang sendiri eksperimen, siswa akan tertantang dan termotivasi untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi dan kemudian menjelaskannya kembali. Siswa terampil menyimpulkan karena mereka dituntut untuk mengoreksi kembali tahaptahap penyelidikan yang sudah dilakukan apakah sesuai dengan rancangan yang dibuat sebelumnya dan mengoreksi hasilnya apakah sudah tepat dan benar, mereka akan mempertimbangkan ketepatan hasil analisis apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan dan membuat kesimpulan dari hasil penyelidikannya. Melalui proses pemecahan masalah, siswa lebih mudah mengkonstruksi pengetahuan, menggali ideide yang berkaitan dengan konsep-konsep esensial, memperdalam konsep-konsep sehingga ide-ide yang muncul dapat dikembangkan. Hal ini disebabkan karena dengan pengetahuan yang dimiliki, membimbing siswa menyusun lingkungan belajar dan memilih strategi yang tepat, siswa menjadi semakin percaya diri dan menjadi pebelajar yang mandiri, menyadari bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan intelektual sendiri, menemukan banyak informasi oleh tangan mereka sendiri, dan menyadari bahwa disaat mereka menghadapi masalah akan mencoba mencari jalan keluar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui problem solving, pemahamam konsep siswa dapat dibangun. Hal ini sesuai dengan Tan (2004) yang menyatakan bahwa dengan penyajian masalah, maka rancangan pemecahan masalah dan tahapannya membantu peserta didik mengembangkan rangkaian hubungan kognitif. Dengan mengumpulkan data dan informasi lebih banyak untuk menyelesaikan masalah, peserta didik menerapkan kemampuan berpikir analitis, seperti membandingkan, menginterpretasi, mengklasifikasikan dan menyimpulkan. Peserta didik akan menentukan strategi belajarnya serta membandingkannya dan membagi dengan teman lain dalam usaha untuk memecahkan masalah. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian Simanjuntak (2012) yang menyatakan bahwa melalui penerapan model pembelajaran problem solving dapat lebih efektif meningkatkan pemahaman konsep, seperti dalam menyimpulkan, menginterpretasi, mencohtohkan, membandingkan dan menjelaskan. 3. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang diperoleh melalui kegiatan dalam langkah-langkah penelitian ini serta dengan mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, dapat dirumuskan kesimpulan bahwa dengan penerapan model pembelajaran problem solving secara signifikan lebih

401

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

efektif meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Peningkatan pemahaman konsep siswa pada topik Kinematika Partikel berada pada kategori tinggi dengan % N-gain sebesar 74% sedangkan pada penerapan model konvensional, % N-gain sebesar 39 % termasuk dalam kategori sedang. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (eds). (2001). A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of education Objectives. New York: Addisin Wesley. Baser, M. (2006). Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on Students’ Understanding of Heat and Temperature Concepts. Journal Maltese Education Research. 4, (1), 64-9. Dahar, R.W. (1996) Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga. Gaigher, E., Rogan J. M. & Braun, M. W. H. (2007). “Exploring the Development of Conceptual Understanding through Structured Problem-solving in Physics”. International

402

Journal of Science Education. 29, (9), 1089– 1110. Meltzer, D. E. (2002). “The Relationshif between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Score”. American Journal Physics. 70, (2), 1259-1267. National Research Council (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. [Online]. Saleh, S. (2011). The Level of B.Sc.Ed Students’ Conceptual Understanding of Newtonian Physics. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences October 2011, 1, (3), ISSN: 2222-6990. Simanjuntak, M. P. (2012). Model Pembelajaran Fisika Dasar Berbasis Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Pemahaman Konsep Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 8, (2), ISSN: 1693-1246. Tan, O. S. (2004). Enhanching Thinking Problem Based Learning Approached. Singapura: Thomson.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SIKLUS AIR DAN SUMBER DAYAALAM DI KELAS V SD NEGERI 173166 SIPAHUTAR Maruli Tampubolon, S.Pd Guru Mata Pelajaran IPA SD Negeri 173166 Sipahutar Sipahutar, Kec. Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan Minat Belajar Siswa dan aktivitas belajar setelah menerapkan metode pembelajaran demonstrasi pada materi pokok siklus air dan sumber daya alam di kelas V SD Negeri Sipahutar tahun ajaran 2012/2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 173166 Sipahutar. maka subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 173166 Sipahutar Tahun Pelajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa yang terikut dalam penelitian sebanyak 32 orang. Sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar maka dilakukan tes hasil belajar atau disebut Pretes. Análisis data menunjukan hasil pretes siswa rata-rata adalah 30,1 dengan ketuntasan kelas 0%. Hal ini menunjukan bahwa siswa belum ada persiapan dari rumah untuk belajar di sekolah. Setelah data-data tes hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa selama belajar terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang dapat kita lihat pada data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain: menulis/membaca (39%), mengerjakan LKS (22%), bertanya sesama teman (17%), bertanya kepada guru (9%), dan yang tidak relevan dengan KBM (13%). Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain: menulis/membaca (21%), mengerjakan LKS (42%), bertanya sesama teman (18%), bertanya kepada guru (18%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1%). Dengan menggunakan model pembelajaran demonstrasi diperoleh hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran demonstrasi pada Formatif I dan Formatif II menunjukkan 75,4 dan 80,1, Melihat data siklus I tersebut ada 25 orang tuntas secara individu dan secara kelas tidak tuntas, sedangkan pada Siklus II ada 30 orang siswa tuntas secara individu dan tuntas kelas. Kata Kunci: metode pembelajaran demonstrasi, minat belajaripa

1.

PENDAHULUAN

SD Negeri 173166 merupakan salah satu dari SD Negeri yang ada di Sipahutar. Namun dibandingkan dengan SD Negeri lainnya seperti SD Negeri 1 dan SD Negeri 2, memiliki kualitas kognitif yang lebih rendah. Megapa demikian? Jawaban dari pertanyaan itu adalah karena SD Negeri ini berlokasi di dekat SD Negeri 1 yang merupakan SD Negeri terfavorit di Sipahutar, yang untuk memasukinya diperlukan tes kemampuan. Sehingga otomatis siswa – siswa yang bersekolah di SD Negeri 173166 merupakan siswa – siswa yang tidak lulus tes di SD Negeri 1. Hal inilah yang menyebabkan siswa - siswa SD Negeri 173166 kurang semangat untuk belajar dan cenderung memiliki hasil belajar yang sedikit rendah, umumnya pada mata pelajaran IPA. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi pokok Siklus Air dan Sumber Daya Alam disebabkan karena materi ini merupakan materi yang bersifat abstrak dan baru dipelajari di kelas V. Materi ini membahas mengenai perkembangan pemahaman mengenai Air dan Alam. Umumnya siswa pada materi pokok ini cenderung mengahapal dan dituntut

untuk membangun pengetahuannya dengan imajinasi sendiri dan kemampuan otaknya melalui ceramah dan penjelasan yang guru berikan. Padahal, secara nyata mereka terkadang bingung dan kurang memahami konsep dasar dari struktur atom tersebut. Kemampuan guru dalam membawakan materi yang diajarkannya sangat jelas mempengaruhi hasil belajar siswa. Sehingga banyak yang berpendapat bahwa keberhasilan siswa adalah tanggung jawab guru. Oleh karena itu, sebaiknya guru harus pintar – pintar memilih cara atau strategi yang tepat yang dapat dipakai untuk menjelaskan materi pelajaran yang dibawakannya. Di sini guru juga dituntut untuk dapat menggunakan media yang tepat, sesuai, dan menarik. Jika tidak, otomatis pelajaran IPA akan menjadi pelajaran yang kurang menarik, monoton, dan membosankan. Dalam hal ini, kebanyakan guru mengajarkan materi ini dengan ceramah. Yang tidak jarang ini akan membuat siswa – siswa akan mengantuk dan jenuh dengan materi ini. Untuk mengatasi permasalahan itu, di sini diterapkan metode demonstrasi. metode demonstrasi merupakan pendidikan yang lebih menekankan pada sisi hiburan. metode demonstrasi secara 403

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

epistemologis dapat dimaknai sebagai pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dan menikmati proses pembelajaran dalam suasana yang kondisif dengan proses pembelajaran yang rileks, menyenangkan, tidak menegangkan, dan bebas dari tekanan baik fisik maupun psikis. Di sini digunakan dua media yaitu media karton dan media komik. Dengan adanya media ini, siswa – siswa SD Negeri 173166 diharapkan akan menjadi lebih tertarik untuk belajar IPA dengan media yang dilengkapi dengan cerita gambar yang lucu dan juga komik yang dilengkapi dengan gambar – gambar yang menarik. Adapun prosedur metode demonstrasi yang harus dilakukan dalam pembelajaran adalah ; a) mempersiapkan alat bantu yang akan digunakan dalam pembelajaran; b) memberikan penjelasan tentang topik yang akan didemonstrasikan; c) pelaksanaan demonstrsi bersamaan dengan perhatian dan peniruan dari siswa; d) penguatan (diskusi, tanya jawab, dan atau latihan) terhadap hasil demonstrasi; e) kesimpulan. Dalam pelaksanaan demonstrasi guru harus sudah yakin bahwa seluruh siswa dapat memperhatikan dan mengamati terhadap objek yang akan didemonstrasikan. Sebelumnya proses demonstrasi guru sudah mempersiapkan alat – alat yang digunakan dalam demonstrasi tersebut. Guru di tuntut menguasai bahan pelajaran serta mengorganisasi kelas, jangan sampai guru terlena dengan demonstrasinya tanpa memperhatikan siswa secara menyeluruh. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut; 1) apakah Metode Pembelajaran Demonstrasi dapat meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Materi Pokok Siklus Air dan Sumber Daya Alam Di Kelas V SD Negeri Sipahutar Tahun Ajaran 2012/2013?; 2) apakah Metode Pembelajaran Demonstrasi dapat meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Pokok Siklus Air dan Sumber Daya Alam Di Kelas V SD Negeri Sipahutar Tahun Ajaran 2012/2013? Merujuk pada rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah; 1) untuk mengetahui Minat Belajar Siswa setelah menerapkan Metode Pembelajaran Demonstrasi Pada Materi Pokok Siklus Air dan Sumber Daya Alam Di Kelas V SD Negeri Sipahutar Tahun Ajaran 2012/2013; 2) untuk mengetahui Aktivitas Belajar Siswa setelah menerapkan Metode Pembelajaran Demonstrasi Pada Materi Pokok Siklus Air dan Sumber Daya Alam Di Kelas V SD Negeri Sipahutar Tahun Ajaran 2012/2013. 2. a.

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 173166 Sipahutar dan pelaksanaannya pada bulan Februari sampai dengan April Tahun Pelajaran 2012/2013.

404

Penelitian dilakukan selama 3 bulan terhitung mulai bulan Februari sampai dengan bulan April 2013. b. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 173166 Sipahutar. Maka subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 173166 Sipahutar Tahun Pelajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa yang terikut dalam penelitian sebanyak 32 orang c.

Variabel Penelitian Data penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti yaitu : a. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi. b. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah minat belajar siswa pada materi pokok siklus air dan sumber daya alam.

d. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah: a. Tes hasil belajar. b. Lembar aktivitas siswa e.

Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

f.

Teknik Analisis Data Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: 1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II 2. Menghitung nilai rerata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar. 3. Penilaian a. Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan rumus:

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Nilai Siswa =

pembelajaran berlangsung hanya 10 orang siswa dari 32 siswa yang aktif dalam belajar, sedangkan siswa lainnya asik sendiri dengan aktivitasnya masingmasing.

Jumlah jawaban benar × 100 Jumlah seluruh soal

b. Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

X=

1. Siklus I Tahap Observasi • Data Aktivitas Belajar Siswa Selama kegiatan berlangsung diadakan observasi secara langsung terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA. Pada pertemuan kedua ini ini jumlah siswa yang masuk sebanyak 33 (100%). Aktivitas siswa pada pertemuan kedua ini sudah mengalami peningkatan dengan pertemuan sebelumnya dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Pertemuan kedua ini siswa mulai terlihat agak memperhatikan dalam mengikuti pelajaran. Pada saat diskusi kelompok masih ada beberapa siswa yang ngobrol dengan temannya, sementara siswa yang lain sedang mengerjakan tugas. Hasil observasi pada pertemuan kedua ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

∑X N

Keterangan :

X = Nilai rata-rata Σ = Jumlah nilai X N = Jumlah peserta tes c. Untuk penilaian aktivitas digunakan rumus sebagai berikut: % 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ = 𝑥𝑥 100% 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖

(Majid, 2009:268) d. Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas

Ketuntasan belajar

∑S kelas = K

b

×100%

ΣSb = Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ KKM ΣK = Jumlah siswa dalam sampel Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari: hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai KKM secara individual dan 85% secara klasikal. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Situasi Tempat Penelitian Sebelum dilaksanakannya penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Demonstrasi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi pokok siklua air dan sumber daya alam. Peneliti lebih dulu melakukan observasi awal guna untuk mengetahui keadaan awal aktivitas dan hasil belajar siswa sebelum diadakannya penelitian. Kondisi belajar mengajar di kelas kurang meningkatkan aktivitas belajar siswa karena interaksi antara guru dan siswa kurang berhubung karena minat belajar siswa yang rendah dan model pembelajaran yang monoton oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari keinginan dan keberanian siswa bertanya kepada guru hanya didominasi oleh siswa-siswa yang pintar. Kurangnya minat belajar IPA dan Penggunaan metode yang monoton dalam pembelajaran IPA menjadikan siswa pasif sehingga pencapaian hasil belajar terlihat kurang optimal. Pada saat

Tabel 1. Aktivitas siswa pada pertemuan 2, siklus I. No

Aktivitas

1 2 3 4

Siklus I Jumlah 30 20 12 8

Menulis/membaca Memperagakan Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan 5 dengan KBM 10 JUMLAH 80

Skor 15 10 6 4

Proporsi 38% 25% 15% 10%

5 40

12% 100%

Setelah memperoleh data-data hasil observasi pada pertemuan 1 dan 2, selanjutnya akan dibandingkan aktivitas siswa. Dari perbandingan akan didapatkan rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I pada pertemuan I dan II No 1 2

Aktivitas

Menulis/ membaca Memperagakan Bertanya pada 3 teman 4 Bertanya pada guru Yang tidak relevan 5 dengan KBM JUMLAH

Siklus I Jumlah 67 38

Skor 16.75 9.5

Proporsi 39% 22%

29 15

7.25 3.75

17% 9%

21 170

5.25 42.5

13% 100%

Data pada Tabel 2 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Grafik 1.

405

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

50%

Grafik Formatif I

Grafik Aktivitas siklus I

20 15 10

0% Siklus 1 39%

22%

17%

9%

13%

Gambar 1. Grafik aktivitas siswa Siklus I Keterangan: 1. Menulis,membaca 2. Mengerjakan LKS 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan • Data Hasil Belajar Siswa Pada siklus I, secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran demonstrasi sudah dilaksanakan dengan baik. Pada akhir pertemuan siklus I diadakan tes untuk mengetahui sejauh mana peranan model pembelajaran demonstrasi terhadap hasil belajar siswa, dari hasil tes tersebut akan dibandingkan dengan nilai pretes yang lalu. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagi berikut: Tabel 3. Distribusi Hasil Formatif I Nilai Frekuensi Rata-rata 100

3

87,5

6

75

16

62,5

5

50

3

Jumlah

33

75,4

Pada Tabel 3 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 50 sebanyak 3 orang dan nilai tertinggi adalah 100 sebanyak 3 orang, dengan 8 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 75,75%. Nilai rata-rata kelas adalah 75,4. Nilai ini berada di atas KKM kelas tetapi kriteria keberhasilan ketuntasan kelas belum tercapai sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I belum berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Data hasil Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

406

5 0 Frekuensi

50

62,5

75

3

5

16

87,5 100 6

3

Gambar 2. Grafik data hasil Formatif I Tahap Refleksi I Berdasarkan data Tabel 3 diperoleh bahwa ratarata Formatif 1 adalah 75,4 pada Siklus I dengan persentase adalah 75,57%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada Siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 75,57% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dengan menerapkan model pembelajaran demonstrasi. Belum tercapainya standar ketuntasan tersebut tidak terlepas dari rendahnya aktivitas belajar siswa. Merujuk pada Tabel 2, pada Siklus I rata-rata aktivitas I yakni menulis dan membaca memperoleh proporsi 39%. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi dan LKS mencapai 22%. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 17%. Aktivitas bertanya kepada guru 9% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 13%. Berdasarkan hasil observasi saat pelaksanaan Siklus I, peneliti melakukan analisis penyebab kegagalan tersebut sebagai berikut: 1. Beberapa kelemahan guru dalam Siklus I adalah: a. Pembagian waktu yang kurang efisien dalam proses pembelajaran b. Guru kurang efisien dalam membimbing semua kelompok c. Penggunaan media yang kurang maksimal 2. Dari segi siswa ditemukan beberapa kekurangan sebagai berikut: a. Siswa kurang persiapan belajar dari rumah b. Siswa belum terbiasa dalam bekerja kelompok sehingga saat kerja kelompok beberapa siswa mengabaikan tugas dalam kelompoknya. c. Siswa hanya akan bertanya kepada guru apabila guru melakukan pendekatan. Oleh karena itu, peran guru sebagai fasilitator sangatlah dibutuhkan dalam konteks seperti ini.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

d. e.

Proses diskusi selalu didominasi oleh orang yang pintar. Sumber belajar yang dimiliki siswa kurang.

a) Tindakan Tindakan refleksi yang dapat diambil berdasarkan pengamatan dan analisis yang telah dilakukan adalah: 1. Guru masih harus meluangkan waktu untuk melakukan pendekatan dan monitoring yang merata kepada semua siswa, sehingga setiap siswa yang mengalami kesulitan akan mudah teratasi. 2. Guru lebih kreatif dalam menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dengan menampilkan media pembelajaraan sehingga siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi. 3. Memberikan arahan kepada siswa cara berdiskusi yang baik b) Perbaikan Pembelajaran Untuk meningkatkan proses pembelajaran dan aktivitas belajar siswa pada Siklus II, beberapa perbaikan pembelajaran dilakukan antara lain: (1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyediakan media Powerpoint dan media gambar untuk membantu siswa agar lebih mudah memahami materi yang sedang diajarkan. (2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan, dan (3) Guru harus lebih terampil dalam membagi waktu dan perhatian dalam membimbing siswa dalam berdiskusi. 2. Siklus II Tahap Observasi • Data Akivitas belajar siswa Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, observasi secara langsung terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dilakukan oleh Observer. Setelah guru selesai menyajikan materi pembelajaran, maka siswa disuruh bekerja berkelompok untuk mengerjakan LKS. Siswa bekerja dalam kelompok, peneliti memberikan instrument aktivitas siswa kepada kolabolator. Untuk merekam aktivitas siswa dilakukan oleh dua pengamat sesuai dengan instruksi oleh peneliti. Pada pertemuan ketiga ini jumlah siswa yang masuk sebanyak 33 siswa (100%). Aktivitas siswa pada pertemuan ketiga ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertemuan 1 dan 2 (Siklus I). Siswa sudah mulai aktif dalam mengerjakan LKS dan saling berinteraksi antara sesama teman dalam satu kelompok pada saat diadakannya diskusi kelompok. Namun, masih ada siswa yang tidak aktif, misalnya mengganggu teman yang sedang belajar. Hasil observasi pada pertemuan ketiga ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Aktivitas siswa pada pertemuan 3, siklus II. N o 1 2 3 4 5

Aktivitas

Menulis/membaca Mengerjakan LKS Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan dengan KBM JUMLAH

Siklus II Jumlah Skor 19 9.5 32 16 13 6.5 14 7 2 1

Persentase 24% 40% 16% 18% 2%

80

100%

40

Pada tabel di atas dapat ditunjukkan bahwa aktivitas siswa yang lebih dominan adalah mengerjakan LKS yaitu sebesar 40%. Hal ini menunjukan bahwa siswa sudah mulai aktif mengerjakan tugas sesuai dengan indikator pembelajaran yaitu mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi lingkungan. Pada saat siswa berdiskusi, mereka sudah mulai berani mengemukan pendapat baik sesama teman maupun bertanya kepada guru. Hal ini dapat kita lihat dari persentase bertanya kepada guru menjadi 18%. Dan siswa yang tidak ikut serta dalam diskusi berkurang dilihat dari persentase jumlah yang tidak relevan dengan KBM yaitu 2%. Tabel 5.Aktivitas siswa pada pertemuan 4, siklus II Siklus II Jumlah 1 Menulis/membaca 15 2 Mengerjakan LKS 35 3 Bertanya pada teman 16 4 Bertanya pada guru 14 5 Yang tidak relevan dengan KBM 0 JUMLAH 80 No

Aktivitas

Skor 7.5 17.5 8 7 0 40

Proporsi 19% 44% 20% 17% 0% 100%

Pada tabel di atas dapat ditunjukkan bahwa siswa yang melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM berkurang hingga 0%. Ini menunjukan bahwa siswa sudah tidak ada siswa yang main-main lagi, siswa sudah bekerja mengerjakan LKS yaitu 44%. Setelah menganalisa data pada silkus II ini, langkah selanjutnya adalah mengamati perbandingan aktivitas siswa dan nilai rata-rata antara siklus I dengan siklus II. Dan di bawah ini terdapat tabel perbandingan rata-rata aktivitas siswa pada siklus II. Tabel 6. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus II N o

Aktivitas

1

Menulis/ membaca

2 3 4

Memperagakan Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan dengan 5 KBM JUMLAH

Siklus II Jumla Skor h 34 8.5 16.7 67 5 29 7.25 28 7 2 160

0.5 40

Propors i 21% 42% 18% 18% 1% 100%

407

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Data pada Tabel 6 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 3.

20

Grafik Aktivitas 40% siklus II 45%

15 10

35%

5

30%

0

25% 20%

Frekuensi

15%

5% 0% 42%

18%

18%

1%

Gambar 3. Grafik aktivitas siswa Siklus II Keterangan: 1. Menulis,membaca 2. Mengerjakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan • Data Hasil Belajar Siswa Pada pertemuan 4 ini diadakan tes, tujuannya untuk mengetahui bagaimana peranan Model Pembelajaran demonstrasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mempelajari IPA. Adapun nilai tes pada siklus II ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 7. Distribusi Hasil Formatif II Nilai Frekuensi Rata-rata 100 4 85.7 15 71.4 11 80,1 50.1 3 Jumlah 33 Merujuk pada Tabel 4.7, nilai terendah untuk Formatif II adalah 50,1 sebanyak 3 orang dan tertinggi adalah 100 sebanyak 4 orang. Dengan 3 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 90,9%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 80,1. Data hasil Formatif II ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

408

100

85,7

71,4

57,1

4

15

11

3

Gambar 4.Grafik data hasil Formatif II

10%

Siklus 1 21%

Grafik Formatif II

Tahap Refleksi II Berdasarkan data diatas bahwa nilai rata-rata tes meningkat dari Siklus pertama ke Siklus berikutnya (75,4 menjadi 80,1) dan persentasi ketuntasan klasikal (75,75% menjadi 90,9%). Hal ini menggambarkan bahwa Model Pembelajaran Demonstrasi dapat meningkatkan pretasi belajar siswa mencapai nilai ketuntasan. Terjadinya peningkatan prestasi belajar tersebut dari Siklus I ke Siklus berikutnya terkait dengan perbaikan-perbaikan pada Siklus ke II berdasarkan kelemahan-kelemahan pada Siklus I. Akibat perbaikan tersebut berdampak pada aktivitas belajar siswa yang makin baik untuk semua aspek seperti yang tergambar dalam gambar 4.8 di atas. Sehubungan dengan telah tercapainya standar ketuntasan yang ditetapkan melalui Model Pembelajaran Demonstrasi ini, maka pelaksanaan pembelajaran Siklus III tidak dilanjutkan lagi. Hasil belajar siswa diakhir Siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal 90,9%, yang berarti hampir seluruh siswa telah memperoleh nilai tuntas dengan 3 orang siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II telah berhasil memberikan perbaikan hasil belajar pada siswa. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut: a. Siswa sudah mulai terbiasa dengan bekerja secara kelompok dan bekerja sama. b. Keberanian siswa untuk berinteraksi berjalan dengan baik karena siswa sudah mulai terbiasa untuk bertanya dan menyampaikan pendapatnya kepada sesama teman lainnya dan siswa berani bertanya kepada guru. c. Siswa mulai aktif dan tahu akan tugasnya sehingga tidak menggantungkan pekerjaan yang dihadapi kepada teman dalam kelompoknya. d. Guru melakukan perbaikan dalam media dan membagi waktu proses belajar mengajar dengan baik.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Pada Siklus II, pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan model demonstrasi berupa menampilkan media gambar dan pemberian penugasan yang memunculkan banyak aktivitas sudah efektif. a) Perbaikan Pembelajaran Pada siklus II guru telah menerapkan metode pembelajaran demonstrasi dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 4. PEMBAHASAN Ketuntasan Hasil belajar Siswa Hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode demonstrasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, dan II) yaitu masingmasing 75,4 menjadi 80,1. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 3. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap hasil belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada pokok bahasan siklus air dan sumber daya alam dengan metode demonstrasi yang paling dominan adalah mengerjakan LKS, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Penerapan model pembelajaran Demonstrasi dalam pembelajaran IPA, secara umum direspon positif oleh siswa. Hal ini terlihat dari kesungguhan dan kehadiran siswa mengikuti pembelajaran. Penerapan model pembelajaran Demonstrasi mampu meningkatkan motivasi dan minat siswa untuk belajar lebih baik. Ini sesuai dengan pendapat Jordan E Ayan (2002) yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, cara dan gaya baru yang disajikan kepada siswa, pada umumnya menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Rasa ingin tahu mendorong

seseorang untuk menyelidiki bidang baru atau mencari cara mengerjakan sesuatu dengan lebih baik. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah data-data tes hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa selama belajar terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang dapat kita lihat pada data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain: menulis/membaca (39%), mengerjakan LKS (22% ), bertanya sesama teman (17%), bertanya kepada guru (9%), dan yang tidak relevan dengan KBM (13%). Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain: menulis/membaca (21%), mengerjakan LKS (42%), bertanya sesama teman (18%), bertanya kepada guru (18%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1%). Dengan menggunakan model pembelajaran demonstrasi diperoleh hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran demonstrasi pada Formatif I dan Formatif II menunjukkan 75,4 dan 80,1, Melihat data siklus I tersebut ada 25 orang tuntas secara individu dan secara kelas tidak tuntas, sedangkan pada Siklus II ada 30 orang siswa tuntas secara individu dan tuntas kelas. Dengan adanya peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 173166 Sipahutar pada materi pokok siklus air dan sumber daya alam dengan menerapakan model pembelajaran demonstrasi, dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa mengalami peningkatan untuk belajar IPA. 5.2 Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan belajar dengan metode demonstrasi memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode, walaupun dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di kelas V SD 173166 Sipahutar Tahun Pelajaran 2012/2013.

409

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Arikunto, 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

410

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ramayulis, 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KEMAGNETAN DI KELAS IX-1 SMP NEGERI 1 SIPAHUTAR Mayertua Silitonga, S.Pd Guru Mata Pelajaran Fisika SMP Negeri 1 Sipahutar

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui prestasi belajar dan aktivitas belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi pokok kemagnetan kelas IX-1 semester genap SMP Negeri 1 Sipahutar tahun pelajaran 2012/2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 1 Sipahutar. Sampel diambil dengan kriteria kelas yang memiliki lebih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar Fisika. Kelas yang menjadi sampel adalah kelas IX-1 dengan jumlah siswa 36 Orang. Awal KBM dilakukan tes hasil belajar (Pretes). Pada pretes, nilai terendah untuk pretes adalah 20 dan tertinggi adalah 50 dengan tidak seorang pun mendapat nilai diatas 70. Ketuntasan klasikal adalah 0%. Nilai rata-rata kelas adalah 29,4. Kemudian dilanjutkan KBM, akhir KBM ke II dan KBM ke IV dilakukan tes hasil belajar Formatif I dan Formatif II. Pada siklus I mencapai rata-rata 72,8 dengan ketuntasan klasikal 72% dan siklus II mencapai 81,1 dengan ketuntasan klasikal 88,8%. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar klasikal pada materi pokok Kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar Semeter II Tahun Pelajaran 2012/2013. Penerapan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok Kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar berhasil memperbaiki aktivitas belajar siswa terlihat dari membaiknya kualitas masing-masing kriteria aktivitas tiap siklusnya. Dengan meningkatnya hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus ke dua, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) pada mata pelajaran Fisika dengan materi pokok kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar tahun ajaran 2012/2013 dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kata Kunci: metode pembelajaran demonstrasi, prestasi belajar fisika 1.

PENDAHULUAN

Pada dasarnya pembelajaran merupakan hasil sinergi dari tiga komponen pembelajaran utama yakni siswa, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Pembelajaran Fisika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran Fisika dalam mengajarkan Fisika kepada para siswanya, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang Fisika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004: 2). Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Agar perubahan tersebut dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan barbagai faktor. Adapun faktor untuk menghasilkan perubahan yang diharapkan yaitu bagaimana cara untuk mengefektifkan pemahaman konsep. Karena pemahaman konsep merupakan salah satu tujuan yang dicapai dari kegiatan belajar mengajar yang ditandai dengan adanya perubahan seperti tersebut di atas. Dalam dunia pendidikan, pemahaman konsep merupakan faktor yang sangat penting, karena pemahaman konsep yang dicapai siswa tidak dapat dipisahkan dengan masalah pembelajaran. Untuk

mencapai pemahaman konsep yang baik diperlukan suasana belajar yang tepat, agar siswa senantiasa meningkatkan aktivitas belajarnya dan bersemangat. Proses pembelajaran yang menarik dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan demikian, diharapkan pemahaman konsep siswa dapat berkembang. Dengan efektifnya pemahaman konsep, berarti tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. (Penelitian Pendidikan, Dewi Ayu Lestari: 2006 ) Rendahnya pemahaman konsep suatu meteri oleh siswa terjadi sebagai akibat dari kesulitan belajar siswa dalam belajar Fisika terutama pada materi pokok kemagnetan. Penyebab utama kesulitan belajar siswa yang berpengaruh pada hasil belajar siswa adalah terletak pada dua faktor utama yaitu faktor internal seperti motivasi dan faktor eksternal seperti kurangnya variasi model pembelajaran dan guru kurang dapat memilih model pembelajaran yang tepat. Selama ini yang terjadi, pembelajaran hanya berpusat pada guru, dan siswa tidak dilibatkan secara aktif. Penerapan metode mengajar yang bervariasi akan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran. Penerapan metode mengajar yang bervariasi ini berupaya untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar sekaligus sebagai salah satu indikator dalam peningkatan kualitas pendidikan. Metode mengajar yang baik hendaknya 411

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

disesuaikan dengan karakteristik pokok bahasan materi yang akan disampaikan. Materi yang berkaitan dengan hafalan tentu saja memerlukan metode pengajaran yang berbeda dengan materi hitungan. Menurut Slavin (1995: 101) kesulitan dalam pembelajaran yang berkaitan dengan hitungan tidak dapat dipecahkan dengan menerapkan metode konvensional tetapi dapat dibantu dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif (gotong royong). Penerapan pembelajaran kooperatif menurut penelitian yang selama ini dilakukan terbukti efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembelajaran kooperatif menitikberatkan pada proses belajar dalam kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu dalam kelompok (Slavin, 1995: 5). Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang tidak dapat ditemukan pada metode konvensional. Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community) (Nurhadi, 2004: 112). Salah satu metode kooperatif yang dikenal yaitu metode TAI (Teams Assisted Individualization). Metode pembelajaran TAI mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang mempunyai pengetahuan lebih dibandingkan anggotanya. Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh siswa dapat dipecahkan bersama dengan ketua kelompok serta dengan bimbingan guru. Kesulitan pemahaman konsepkonsep awal yang berkaitan dengan materi konsep mol dapat dipecahkan bersama karena keberhasilan dari tiap individu ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Untuk itu pengajaran TAI menitikberatkan pada keaktifan siswa dan memerlukan kemampuan interaksi sosial yang baik antara semua komponen pengajaran. Pembelajaran TAI dapat dilakukan dengan memenuhi tahapan-tahapan sebagai berikut ; 1) guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada para siswanya dengan mangadopsi model pembelajaran TAI; 20 guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antar siswa dalam suatu kelompok; 3) guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok. Bila terpaksa, guru dapat memanfaatkan LKS yang dimiliki para siswa; 4) guru memberikan pretest kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan. Pretest bisa digantikan dengan nilai rata-rata ulangan harian siswa; 5) guru menjelaskan materi baru secara singkat; 6) guru membentuk kelompok-kelompok heterogen dengan anggota-anggota 4 – 5 siswa pada setiap kelompoknya; 7) guru menugasi kelompok dengan bahan yang sudah disiapkan. Dalam hal ini, jika guru belum siap, guru dapat memanfaatkan LKS siswa; 8)

412

ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya; 9) bila ada waktu guru memberikan tes kecil; 10) menjelang akhir waktu, guru memberikan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah. Diharapkan dengan menggunakan model TAI dapat memperbaiki prestasi belajar fisika siswa. Materi yang akan dibawakan dalam penelitian ini adalah konsep mol. Materi konsep mol berhubungan erat dengan perhitungan Fisika dan rumus-rumus dengan berbagai hubungan serta reaksi-reaksi Fisika, sehingga perlu banyak latihan dalam mempelajarinya. Dalam mempelajari konsep mol sering ditemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal hitungan Fisika, hal ini dapat dikarenakan strategi guru yang kurang tepat dalam pembelajarannya. Guru seringkali hanya memberikan materi dengan sedikit contoh dan latihan soal, sehingga siswa seringkali merasa kesulitan dalam menggunakan konsep yang harus ia gunakan untuk menyelesaikan soal yang pada akhirnya ia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tentang konsep mol. Pada kegiatan tersebut guru akan menganggap siswa benar-benar dapat menerima dan mampu mengerjakan soal dengan baik. Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut di atas dapat dilakukan dengan mengambil alternatif usaha mengurutkan konsep-konsep dalam memecahkan soal-soal hitungan Fisika, sehingga akan mempermudah siswa pada proses pembelajaran terutama pada pengerjaan soal tentang konsep mol. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut; 1) apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar pada materi pokok kemagnetan kelas IX-1 semester genap SMP Negeri 1 Sipahutar tahun pelajaran 2012/2013?; 2) apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang mengalami kesulitan belajar pada materi pokok kemagnetan kelas IX-1 semester genap SMP Negeri 1 Sipahutar tahun pelajaran 2012/2013? Merujuk pada rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah; 1) untuk mengetahui prestasi belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi pokok kemagnetan kelas IX-1 semester genap SMP Negeri 1 Sipahutar tahun pelajaran 2012/2013; 2) untuk mengetahui aktivitas belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi pokok kemagnetan kelas IX-1 semester genap SMP Negeri 1 Sipahutar tahun pelajaran 2012/2013.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2. a.

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Sipahutar dan waktu pelaksanaannya pada bulan Februari sampai April 2013. b. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 1 Sipahutar. Sampel diambil secara sistematik sampling yaitu dengan cara pemberian soal penjaring untuk mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan nilai minimal 70. Sampel diambil sebanyak (1 kelas) 36 siswa, dengan kriteria, sampel adalah kelas yang memiliki lebih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar Fisika. Karena sesuai dengan tujuan penelitian, bahwa penelitian ini diharapkan membentu siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar. c.

Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:96). Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu: 1. Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang akan dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat (Rianto, 1996:12) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization). 2. Variabel terikat Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah prestasi belajar siswa yang meningkat pada mata pelajaran Fisika khususnya pada materi pokok kemagnetan pada siswa kelas IX-1 semester genap SMP Negeri 1 Sipahutar tahun pelajaran 2012/2013.

2.6 Teknik Analisis Data Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: 1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II. 2. Menghitung nilai rata-rata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar. 3. Penilaian a.

Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan rumus:

NilaiSiswa =

Jumlah jawaban benar × 100 Jumlah seluruh soal (Slameto,2001:189)

b.

Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

X=

∑X N

(Subino,1987:80)

Keterangan :

X = Nilai rata-rata Σ = Jumlah nilai X N = Jumlah peserta tes c. Untuk penilaian aktivitas digunakan rumus sebagai berikut:

2.4 Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah: 1. Tes hasil belajar. 2. Lembar aktivitas siswa

% 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ = 𝑥𝑥 100% 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖

(Majid, 2009:268)

2.5 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

d.

Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas

Ketuntasan belajar kelas =

∑S K

b

× 100%

ΣSb = Jumlah siswa yang mendapat nilai≥ 65 (kognitif) ΣK = Jumlah siswa dalam sampel Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari: hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai KKM secara individual dan 85% secara klasikal.

413

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2.7 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2.7.1 Hasil Penelitian SMP Negeri 1 Sipahutar yang beralamat di jalan Pangaribuan – Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan letaknya yang berada ditempat yang nyaman jauh dari kebisingan. Sehingga suasananya cukup tenang dan akan mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Kurikulum yang diterapkan di SMP Negeri 1 Sipahutar adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan sebuah kurikulum yang benar-benar dibuat oleh sekolah yang melibatkan unsur kepala sekolah, pembantu kepala sekolah, guru, konselor, komite sekolah dan narasumber, sehingga dengan sinerginya unsur-unsur tersebut akan menemukan kemudahan dalam proses penyusunan kurikulum. Secara umun, gedung SMP Negeri 1 Sipahutar dalam keadaan baik dan cukup memenuhi syarat sebagai tempat kegiatan belajar mengajar. Ruanganruangan penunjang kegiatan belajar mengajar terdiri ruang kelas, laboratorium komputer, perpustakaan, ruang guru dan kantor kepala seolah serta ruangan lain yang mendukung proses pembelajaran. Dalam pembuatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Guru-guru yang terlibat di dalam pembuatan PTK harus mengikuti pelatihan 6 kali pertemuan di SMP Negeri 1 Sipahutar. Materi yang disajikan antara lain: latar belakang, kepustakaan, metodologi penelitian, dan penyajian data dan pembahasan penelitian. Dalam diskusi antara peneliti dengan pembimbing penelitian dan pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan telah berhasil disusun sebuah perangkat pembelajaran melalui model pembelajaran langsung yang terdiri dari RPP, LKS, Instrumen tes hasil belajar, dan lembar pedomaan pengamatan aktivitas belajar siswa. Proses penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari dua kali tatap muka dan empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi tindakan. 1. Siklus I Tahap Observasi • Data Aktivitas Belajar Siswa Pada saat proses belajar mengajar berlangsung, aktivitas siswa diamati oleh kolabolator yang sudah dipilih oleh guru sebelumnya. Hasil Observasi menyatakan bahwa aktivitas belajar siswa belum menunjukkan siswa aktif diskusi. Dimana siswa masih memiliki rasa cangggung untuk berinteraksi dengan sesame teman sekelompok karena anggota kelompoknya bukan teman-teman sepermainannya. Data hasil observasi aktivitas belajar siswa disajikan dalam Tabel 1.

414

Tabel 1 Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Aktivitas Siklus I Jumlah Skor Persentase 1 Menulis/membaca 69 17.25 34.50% 2 Memperagakan 59 14.75 29.50% 3 Bertanya pada teman 36 9 18.00% 4 Bertanya pada guru 17 4.25 8.50% 5 Yang tidak relevan 19 4.75 9.50% dengan KBM JUMLAH 200 50 100.00% Merujuk pada Tabel 1. aktivitas dominan yang dilakukan siswa adalah menulis dan membaca dengan persentase 34,50%. Kondisi ini belum sesuai dengan yang diharapkan karena siswa belum terbiasa dengan diskusi dan berjalannya diskusi didominasi oleh siswa yang pintar. Sementara aktivitas memperagakan dalam diskusi dalam posisi kedua yaitu 29,50%, hal ini disebabkan karena minat belajar dan rasa ingin tahu siswa tentang suatu hal masih rendah sehingga mereka malas untuk memperagakan suatu intruksi. Bertanya kepada guru sebanyak 8,50% memiliki persentase yang rendah karena siswa memiliki rasa takut untuk bertanya kepada guru. Dan aktivitas bertanya pada teman dan yang tidak relevan berturut-turut 18% dan 9,50%. •

Data Hasil Belajar Siswa Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes Formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil formatif pada Siklus I ditunjukkan Tabel 2.

Nilai 100 80 60 40

Tabel 2 Distribusi Hasil Formatif 1 Frekunsi Ketuntasan Rata-rata 1 3% 25 69% 6 72,8 4 -

Jumlah

36

72 %

Merujuk pada Tabel 4.2 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 40 dan tertinggi adalah 100. Merujuk pada KKM sebesar 65 maka hanya 26 dari 36 orang siswa mendapat nilai ketuntasan atau ketuntasan klasikal tercapai sebesar 72%. Nilai ini berada di bawah kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I gagal memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai ratarata kelas adalah 72,8 telah mencapai standar KKM. Meskipun demikian siklus ini dinyatakan gagal karena ketuntasan kelas belum tercapai. Dengan demikian maka peneliti berusaha melakukan tindakan perbaikan dalam melaksanakan pembelajaran Siklus II yang dirasa perlu.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tahap Refleksi I Berdasarkan hasil observasi dan interpretasi tindakan pada Siklus I, peneliti melakukan analisis kelemahan dalam Siklus I ini adalah: • Siswa belum memahami peran dan tugasnya dalam bekerja kelompok karena belum terbiasa dengan diskusi dan model pembelajaran yang diterapkan. • Pembagian waktu yang kurang efisien sehingga tidak semua kelompok mendapat giliran untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. • Interaksi antar siswa belum berjalan dengan baik karena siswa belum terbiasa untuk menyampaikan pendapatnya kepada sesama teman lainnya dalam menyelesaikan masalah. • Proses diskusi dikuasai oleh siswa-siswa yang pintar dan yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. • Siswa belum aktif dalam diskusi sehingga guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pembimbingan secara merata. • Lembar kerja siswa tidak terjawab di kelas secara keseluruhan karena waktu yang tidak cukup. a.

Perbaikan pembelajaran Berbagai kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Siklus I akan diperbaiki pada Siklus II dengan melakukan tindakan –tindakan perubahan. Adapun tindakan perbaikan pembelajaran yang diterapkan pada pelaksanaan Siklus II dari hasil refleksi di atas antara lain: a. Guru membuat perencanaan dalam pembagian waktu agar indikator pembelajaran dapat tercapai seluruhnya. b. Guru menggunakan media gambar untuk mempermudah siswa dalam memahami pelajaran. c. Guru memberikan peringatan agar setiap siswa mengemukakan pendapatnya pada saat kerja kelompok. Bagi siswa yang tidak mengemukakan pendapatnya pada saat kerja kelompok, akan dikurangi nilainya. d. Sebagian siswa tidak peduli dengan jalannya diskusi kelompok sehingga perlu perhatian khusus. e. Pergantian ketua kelompok agar setiap siswa memiliki rasa tanggung jawab bersama. f. Pemberian pengawasan yang lebih dan memisahkan tempat duduk diantara dua siswa yang terlihat mengganggu teman sesamanya. 2. Siklus II Tahap Observasi • Data Akivitas belajar siswa Observasi yang dilakukan dua guru sejawat menghasilkan data aktivitas belajar siswa Siklus II

yang mengalami perbaikan dibandingkan Siklus sebelumnya. Data hasil observasi aktivitas belajar siswa disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus II No Aktivitas Siklus II Jumlah Skor Persentase 1 Menulis /membaca 37 9.25 23.13% 2 Memperagakan 71 17.75 44.38% 3 Bertanya pada 25 6.25 15.63% teman 4 Bertanya pada 24 6 15.00% guru 5 Yang tidak relevan 3 0.75 1.88% dengan KBM JUMLAH 160 40 100% Merujuk pada Tabel 3. aktivitas dominan yang dilakukan siswa adalah memperagakan (44,38%) kondisi ini telah sesuai dengan yang diharapkan karena seharusnya aktivitas kerja memang lebih dominan ketimbang aktivitas individual menulis dan membaca yang berada pada peringkat kedua (23,13%), bertanya pada guru meningkat menjadi 15% karena siswa sudah memiliki keberanian untuk mencaritau tentang hal yang dia masih ragu. Hal ini diperkuat dengan aktivitas bertanya pada teman dan yang tidaka relevan berturut-turut 15,63% dan 1,88%. • Data Hasil Belajar Siswa Pada akhir proses belajar mengajar Siklus II siswa diberi tes Formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil formatif pada Siklus II ditunjukkan Tabel 4.

Nilai 100 80 60 40 Jumlah

Tabel 4. Distribusi Hasil Formatif II Frekunsi Ketuntasan Rata-rata 7 19.4% 25 69.4% 3 81.1 1 36

88.8%

Merujuk pada Tabel 4.4 tersebut, nilai terendah Formatif II adalah 40 dan tertinggi adalah 100. Merujuk pada KKM sebesar 65 maka 32 siswa dari 36 orang siswa mendapat nilai ketuntasan atau ketuntasan klasikal tercapai sebesar 88,8%. Nilai ini berada di atas kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 81,1telah mencapai KKM. Dengan demikian maka penelitian telah berhasil memberi ketuntasan klasikal dalam dua siklus. Tahap Refleksi II Pada saat siswa melakukan diskusi, kolabolator melakukan penilaian aktivitas siswa 415

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

melalui lembar observasi aktivitas. Data menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar sejalan dengan aktivitas belajar siswa yang kecenderungannya membaik. Secara umum terjadi perubahan aktivitas belajar siswa dari Siklus I ke Siklus II. Perubahan aktivitas belajar siswa tiap siklus disajikan dalam gambar 4.1. Siklus 1

Siklus 2

klasikal. Hasil tes siswa tiap Siklus dapat dilihat melalui Gambar 4.2. 150

100100 50

40

88,8 72

81,1 72,8

100

20

40 40 29,4 0

0 Nilai Tertinggi Nilai terendah Rata-rata Ketuntasan nilai tes klasikal

44,38%

Data Awal

34,50% 29,50%

Siklus 1

siklus 2

Gambar 2. Grafik Hasil Belajar Kognitif

23,13% 18,00% 15,63%

15,00%

8,50%

9,50% 1,88%

1

Keterangan:

2

3

4

5

1. Menulis,membaca 2. Memperagakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan Gambar 1. Grafik Aktivitas siswa Siklus I dan Siklus II Merujuk pada Gambar 4.5 pada Siklus I terlihat dari aktivitas individual menulis dan membaca sebesar 34,50% dan aktivitas memperagakan dalam diskusi hanya mencapai 29,50%. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 18%. Aktivitas bertanya kepada guru 8,50% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 9,50%. Persentase bertanya kepada guru memiliki persentase paling rendah karena siswa masih memiliki rasa takut dan rasa ingin tahu yang rendah. Merujuk pada Gambar 1. perbandingan antara Siklus I dengan Siklus II dijabarkan, aktivitas menulis dan membaca turun dari 34,50% menjadi 23,13%. Aktivitas memperagakan dalam diskusi yang meningkat dari 29,50% menjadi 44,38% menunjukkan perbaikan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Sementara aktivitas bertanya pada teman menurun dari 18% menjadi 15,63% dan bertanya pada guru meningkat dari 8,50% menjadi 15%. Aktivitas yang tidak relevan dengan KBM turun dari 9,50% menjadi 1,88%. Setelah berlangsungnya Siklus II, peneliti melakukan tes akhir Siklus II yakni Formatif II dengan perolehan nilai rata-rata 81,1 dan ketuntasan klasikal 88,8%. Dengan demikian hasil Formatif II menyatakan bahwa pembelajaran Siklus II telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan ketuntasan rata-rata hasil belajar serta mampu memberikan ketuntasan belajar secara

416

3. PEMBAHASAN Penerapan model Teams Accelerated Instruction atau Teams Assisted Individualization (TAI) merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Fisika siswa. Penelitian dilakukan dengan menerapkan dua siklus pembelajaran dengan metode yang sama pada tiap siklusnya, yaitu metode Teams Assisted Individualization (TAI). Penelitian ini dilakanakan sebanyak dua siklus dan setiap siklusnya terdiri dari dua pertemuan. Berdasarkan tabel data hasil belajar yang disajikan pada Siklus I sampai Siklus II pada deskripsi hasil penelitian di atas diperoleh prestasi belajar Fisika siswa yang mengalami peningkatan terlihat dari Gambar 4.6. Merujuk pada Gambar 4.6, nilai terendah untuk pretes adalah 20 dan tertinggi adalah 40 dengan KKM (kriteria ketuntasan minimum) sebesar 65 maka tidak seorang pun mendapat nilai diatas ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah 0%. Nilai rata-rata kelas adalah 29,4 yang juga tidak tuntas. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa tidak mempersiapkan diri untuk di sekolah. Dalam diskusi antara peneliti dengan pembimbing atau Tutor dari LPMP Sumatera Utara dan Dosen dari Universitas Negeri Medan serta pendamping penelitian maka dirumuskan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI beserta penyusunan perangkat dan instrument penelitian sebagai perencanaan Siklus I. Perencanaan selanjutnya untuk melaksanakan tindakan pada Siklus I diawali dengan membagi kelompok-kelompok diskusi sesuai dengan metode pembelajaran kooperetif Tipe TAI (Team Assisted Individualization). Dari jumlah keseluruhan siswa dalam kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar yaitu 36 siswa akan dibagi menjadi 8 kelompok belajar dan masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen. Pembagian kelompok didasarkan pada nilai pretes sehingga pembentukan kelompok memenuhi kriteria heterogen dalam kemampuan awal. Pada tahap perencanaan penulis mempersiapkan beberapa komponen terkait dengan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

materi yang akan disampaikan. Hal-hal yang direncanakan pada Siklus I antara lain: 1. Menyiapkan silabus berdasarkan kurikulum yang digunakan (lampiran). 2. Membuat Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang materi yang akan diajarkan yaitu pada pokok bahasan sudut dan garis dengan menggunakan model kooperatif TAI (lampiran). 3. Menyiapkan LKS 4. Menyiapkan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. 5. Membagi kisi-kisi tes hasil belajar siswa yang digunakan pada pretes menjadi dua bagian dengan indikator yang dipelajari pada Siklus I sebagai Formatif I dan indikator pada Siklus II sebagai Formatif II. Siklus I dilaksanakan dalaam dua kali pertemuan. Proses pembelajaran dilakukan sesuai RPP yang telah disusun untuk Siklus I. Pada pelaksanaan pembelajaran Siklus I ini guru sebagai peneliti dibantu dua guru sejawat yang bertindak sebagai observer yang membantu peneliti mengamati aktivitas belajar siswa. Setelah berakhirnya pelaksanaan Siklus I diadakan tes hasil belajar kognitif yang selanjutnya disebut sebagai Formatif I. Merujuk pada Gambar 4.6 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 40 dan tertinggi adalah 100. Merujuk pada KKM sebesar 65 maka 26 dari 36 siswa mendapat nilai mencapai kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 72%. Persentase ketuntasan ini berada di bawah kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I tidak berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Beberapa kelemahan pada Siklus I yang ditemukan yaitu: • Siswa belum memahami peran dan tugasnya dalam bekerja kelompok karena belum terbiasa dengan diskusi dan model pembelajaran yang diterapkan. • Pembagian waktu yang kurang efisien sehingga tidak semua kelompok mendapat giliran untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. • Interaksi antar siswa belum berjalan dengan baik karena siswa belum terbiasa untuk menyampaikan pendapatnya kepada sesama teman lainnya dalam menyelesaikan masalah. • Proses diskusi dikuasai oleh siswa-siswa yang pintar dan yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. • Siswa belum aktif dalam diskusi sehingga guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pembimbingan secara merata. • Lembar kerja siswa tidak terjawab di kelas secara keseluruhan karena waktu yang tidak cukup.

Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada pada Siklus I tersebut, maka diperlukan adanya perbaikan pada Siklus II. Perbaikan yang akan dilakukan didiskusikan peneliti bersama guru sejawat, pembimbing dan pendamping. Setelah dilakukan diskusi dihasilkan beberapa tindaka yang sebaiknya dilakukan. Adapun perbaikan pada Siklus II adalah: a. Guru membuat perencanaan dalam pembagian waktu agar indikator pembelajaran dapat tercapai seluruhnya. b. Guru menggunakan media gambar untuk mempermudah siswa dalam memahami pelajaran. c. Guru memberikan peringatan agar setiap siswa mengemukakan pendapatnya pada saat kerja kelompok. Bagi siswa yang tidak mengemukakan pendapatnya pada saat kerja kelompok, akan dikurangi nilainya. d. Sebagian siswa tidak peduli dengan jalannya diskusi kelompok sehingga perlu perhatian khusus. e. Pergantian ketua kelompok agar setiap siswa memiliki rasa tanggung jawab bersama. f. Pemberian pengawasan yang lebih dan memisahkan tempat duduk diantara dua siswa yang terlihat mengganggu teman sesamanya. Merujuk pada Gambar 4.2, nilai terendah Formatif II adalah 40 dengan jumlah siswa 1 orang dan tertinggi adalah 100 dengan jumlah siswa 7 orang. Dari data yang diperoleh dinyatakan bahwa 32 dari 36 siswa mendapat nilai mencapai KKM atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 88,8%. Nilai ini telah berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II telah berhasil memberi ketuntasan belajar pada siswa dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 81,1 telah memenuhi KKM. Pada Siklus II, pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TAI, tindakan berupa menampilkan media gambar dan pemberian penugasan yang memunculkan banyak aktivitas sudah efektif. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa pada Siklus II yang lebih baik dari pada Siklus I. Kesimpulan ini diperkuat dengan temuan bahwa aktivitas yang tidak relevan dengan KBM pada Siklus II menyusut mencapai 2%. Dengan demikian proses pembelajaran yang dilaksanakan guru pada Siklus II sudah memenuhi komponen-komponen dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI. Menurut Suyitno (2004: 9) model pembelajaran kooperatif tipe TAI mempunyai 8 (delapan) komponen yaitu: placement test, teaching group, teams, student creative, team study, team score, recognition, whole class units. Sementara efek pembelajaran kooperatif sudah terlihat dari tumbuhnya keinginan untuk saling membantu dalam pembelajaran yang rata-rata skor klasikalnya sebesar 82 atau dalam kategori tinggi.

417

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penerapan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization). selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok Kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar sebagai berikut: 1. Penerapan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok Kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar berhasil memperbaiki aktivitas belajar siswa terlihat dari membaiknya kualitas masing-masing kriteria aktivitas tiap siklusnya. 2. Hasil belajar siswa pada materi pokok Kemagnetan dengan menerapkan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) pada siklus I mencapai ratarata 72,8 dengan ketuntasan klasikal 72% dan siklus II mencapai 81,1 dengan ketuntasan klasikal 88,8%. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar klasikal pada materi pokok Kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar Semeter II Tahun Pelajaran 2012/2013. Dengan meningkatnya hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus ke dua, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) pada mata pelajaran Fisika dengan materi pokok kemagnetan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Sipahutar tahun ajaran 2012/2013 dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 4.2 Saran Hasil analisis dan rekaman pada saat kegiatan belajar mengajar yang menerapkan Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. Melihat kondisi hasil belajar dan rekaman aktivitas belajar saat guru membelajar dapat disarankan sebagai berikut: 3. Pada pelaksanaan tes hasil belajar baik pretes, dan formatif agar benar-benar kita laksanakan dengan baik agar kemampuan awal siswa yang sebenarnya dapat kita ketahui dan menjadi dasar kita dalam melaksanakan pertemuan berikutnya. 4. Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Type Team Assisted Individualization (TAI) perlu di sesuaikan dengan sintaks model itu sendiri, bila sarana dan perasarana tidak sesuai perlu

418

5.

6.

dimodifikasi agar tujuan model tersebut sesuai dengan tujuan. Menerapkan model Pembelajaran kooperatif type team assisted individualization selama KBM, ada dua hal yang perlu diperhatikan yaiitu masalah berasal dari guru dan masalah yang berasal dari siswa. Pembagian kelompok dskusi harus lebih efektif agar proses berjalanannya diskusi tidak didominasi oleh orang-orang tertentu saja.

DAFTAR PUSTAKA Ali,

Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Arikuntos. S. 2002. Prosedur Penelitiam: suatu praktek. Jakarta : Rhineka Cipta Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Dimiyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rhineka Cipta Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara http://www.kesulitanbelajar.org Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: UNESA. Kusumaningrum, Retna. (2006). Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization). UNS : Semarang (jurnal penelitian) Lie. 2004. Evaluasi dan Penilaian Hasul Belajar. Jakarta : Erlangga Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT.Remaja Rosdikarya,2005 Purba, Michael. 2006. Fisika untuk SMA Kelas X, Edisi 1A. Jakarta: Erlangga Rumansyah. 2006. Pendekatan sains Teknologi dan Masyarakat dalam Ilmu Fisika, (http:/www.depdiknas.go.id/jurnal/40impleme ntasi%20pendekatan %20sain teknologi/rumansyah dan irhasyuarna/ Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta: Rhineka Cipta Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tambunan, M. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Medan: UNIMED Tim Fisika. 1997. Fisika IX SMP. Bandung: Yudhistira

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN TEKNIK SELF MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VII-1 DI SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Rosliani, S.Pd Guru bimbingan konseling di SMPN 3 Rantau Utara

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan disiplin siswa dan tanggung jawab siswa melalui teknik self management di kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII-1 SMPN 3 Rantau Utara dengan jumlah siswa 35 orang. Langkah penelitian ini adalah mulai dari perencanaan, observasi sebelum pelaksanaan, penelitian, observasi pada saat pelaksanaan penelitian dari siklus I sampai dengan siklus II dan dilakukan pengolahan data secara diskriptif komperatif serta diadakan refleksi dari masing masing siklus. Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa sebelum diterapkan teknik self management pada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara, tingkat disiplin siswa sangat rendah dibawah nilai rata-rata standar yaitu 52. Begitu pula nilai rata rata rasa tanggung jawab siswa dengan rata rata katagori D yaitu dengan nilai 49. Dan kalau digabungkan antara nilai sikap disiplin dan rasa tanggung jawab maka nilainya rata rata 51 (D) . Pada siklus I ini diketahui bahwa pada katagori tingkat disiplin siswa nilainya masih rendah yaitu nilai cukup (C) dengan nilai rata-rata 68. Sedangkan pada katagori rasa tanggung jawab siswa mencapai nilai cukup (C) yaitu rata rata nilainya 69. Dengan adanya kekurangan kekurangan yang ditemukan pada siklus I ini, maka peneliti memberikan pembinaan kepada siswa, agar mereka secara sadar dan ikhlas melakukan kegiatan yang bersikap disiplin dan memiliki rasa tanggung jawab penuh terhadap tugas tugas hariannya. Dengan perbaikan tersebut maka pada siklus II hasilnya diketahui bahwa tingkat disiplin siswa kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara di sekolah, mencapai nilai rata rata 85 (dalam katagori sangat baik). Sedangkan pada tingkat tanggung jawab siswa mencapai nilai 84 (sangat baik). Terjadinya peningkatan tingkat disiplin dan tanggung jawab siswa dari siklus I sampai siklus ke II karena dilakukan perbaikan pada teknik self management secara bervariasi, pembinaan dengan kontinu serta motivasi kepada siswa itu sendiri. Kata Kunci: teknik self management, disiplin dan tanggung jawab 1.

PENDAHULUAN

Dalam pasal 3 undang undang sistem pendiikan nasional disebutkan, ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang Undang Sisdiknas, Asa Mandiri 2006; 53) Dengan demikian apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan tersebut selain kreatif, mandiri, cakap dan berilmu dan yang paling mendasar adalah memiliki akhlak mulia, bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan bertanggung jawab. Harapan ideal tersebut dapat dicapai bila salah satu faktornya yang harus diperhatikan adalah bila siswa selalu bersikap disiplin dan memiliki rasa tanggung jawab di sekolah dengan nilai rata rata baik (70 -84) dan sangat baik (85 – 100). Kenyataan terjadi pada saat ini dilapangan, anak selalu kurang disiplin dan kurang memiliki rasa tanggung jawab di sekolah, tidak membuat pekerjaan rumah, tidak biasa mengantre, pada saat upacara bendera tidak tertib, tidak berpakian dengan rapi, sering datang terlambat, menyerahkan tugas tidak

tepat waktu, di dalam kelas selalu mengganggu teman, kurang hormat pada guru. Hal hal ini merupakan dasar dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Kalau kebiasan ini tidak menemukan pemecahan masalahnya maka tujuan penedidikan nasional akan sulit terwujud. Berbagai faktor yang mempengaruhi anak kurang menunjukkan sikap tersebut, diantaranya lemahnya perhatian orang tua kepada putra putrinya dikarenakan orang tua selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, keluarga yang home broken, pengaruh pergaulan dilingkungan sekitar anak, adanya perkembangan media elektronik, kurang demokratisnya pendekatan dari orang tua maupun guru yang ada di sekolah. Disiplin diperlukan oleh siapapun dan dimanapun. Hal itu disebabkan dimanapun individu berada, di sana selalu ada peraturan atau tata tertib. Disiplin mendorong siswa belajar secara konkrit dalam praktik hidup disekolah. Menurut Rachman (dalam Tu’u, 2004:35) pentingnya disiplin bagi siswa adalah memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan, cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didik terhadaplingkungannya, untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satudengan individu lainnya, menjauhi siswamelakukan hal-hal yang dilarangsekolah, 419

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

mendorong siswa melakukanhal-hal yang baik dan benar, pesertadidik belajar hidup dengan kebiasaankebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan lingkungannya, kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya Dengan menerapkan teknik self management di sekolah pada siswa diharapkan dapat merubah sikap dari kurang disiplin dan kurang bertanggung jawab menjadi anak yang berdisiplin dan bertanggung jawab. Self-management adalah proses dimana klien mengarahkan sendiri perubahan tingkah lakunya dengan srategi terepeutik atau beberapa kombinasi strategi” (Cormier&Cormier, 1985:519). Selfmanagement sebagai kontrol dari respon tertentu melalui stimulus yang dihasilkan dari respon lain pada individu yang sama yaitu melalui stimulus yang dibangkitkan oleh diri sendiri (Sydney W. Bijou, 1984). Menurut Cormier & Cormier (1985:519), SelfManagement adalah suatu proses dimana kita mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiridengan satu strategi atau kombinasi strategi. Sedangkan dalam Mappiare (2006:297) selfmanagement adalah menunjuk pada suatu teknik dalam terapi kognitif behavioral berlandaskan pada teori belajar yang dirancang untuk membantu para klien mengontrol dan mengubah tingkah lakunya sendiri kearah tingkah laku yang lebih efektif,sering dipadukan dengan ganjar diri (self-reward). Strategi self-management terdiri dari selfmonitoring adalah upaya klien untuk mengamati diri sendiri, mencatat sendiri tingkah laku tertentu tentang dirinya dan interaksi dengan peristiwa lingkungan. Stimulus control adalah merangsang sebelumnya antecedent atau isyarat pedoman/ petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku. Selfreward adalah pemberian hadiah pada diri sendiri,setelah tercapainya tujuan yang diinginkan. Prosedur aplikasi dalam melakukan teknik self management ini, yaitu: (1) melakukan pemantauan diri, (2) Mengimplementasikan strategi pengendalian diri seperti, perencanaan lingkungan (modifikasi perilaku), pemberian tugas dan (3) Pemrograman seperti, kelola internal (self reinforcement, kritik diri), konsekuensi eksternal (kontrak pribadi dan pemberian hak-hak istimewa pada diri) Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini, adalah (1) Apakah penerapan teknik self management dapat meningkatkan disiplin siswa kelas VII-1 SMPN 3 Rantau Utara? dan (2) Apakah penerapan teknik self management dapat meningkatkan tanggung jawab siswa kelas VII-1 SMPN 3 Rantau Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan disiplin siswa dan tanggung jawab siswa melalui teknik self management di kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara.

420

2.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 rantau Utara Jalan Padang Matinggi. subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014, dengan jumlah siswa 35 orang. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah dengan teknik observasi dan teknik wawancara. Bentuk observasi yang peneliti pakai adalah observasi secara langsung. Yang dimaksud dengan observasi secara langsung adalah pengamatan langsung pada obyek yang diamati yaitu siswa itu sendiri. Wawancara yang peneliti lakukan adalah dengan siswa yang berkaitan dengan disiplin yang dilaksanakan di sekolah dan rasa tanggung jawab setelah diadakannya teknik self management. Alat yang dipakai pengumpulan data adalah melalui lembaran pengamatan ( observasi ) dan lembaran wawancara. Berdasarkan pengamatan atau observasi sebelum menerapkan sanksi berjenjang siswa memiliki sikap kurang berdisiplin dan kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas tugasnya. Rentangan nilai yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menentukan tinggi rendahnya sikap disiplin dan rasa tanggung jawab siswa adalah sebagai berikut: “Sangat baik ( A ) = 85 – 100 Baik ( B ) = 70 – 84 Cukup ( C ) = 55 - 69 Kurang ( D ) = 40 – 54 Sangat kurang ( E ) = 0 – 39”, ( Drs. Safari, MA; 2003, 54 ) Rancangan penelitian ini menggunakan prosodur yang telah saya tetapkan, kemudian dilaksanakan dengan harapan hasil penelitian betul betul valid dan tepat. Prosodur yang saya pergunakan adalah melalui beberapa tahap yaitu : 1. Tahap perencanaan Pada tahapan awal ini sebelum tahapan perlakuan diberikan, perlu dilakukan pendekatan kepada subyek yaitu pembentukan hubungan yang baik, yang dilanjutkan dengan pemberian rasional teknik self-management. Tujuan yang diharapkan tercapai adalah membangun hubungan dengan konseli, penggalian informasi secara umum dan sekaligus agar konseli mengetahui dan mengerti tujuan dari strategi self-management. Dalam kegiatan ini konselor memberi penjelasan tentang apa yang akan dimonitor yaitu tentang perilaku kurang disiplin dalam belajar, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya. Kemudian konselor akan menjelaskan tentang strategi self-management, tujuan strategi dan gambaran tentang prosedur pelaksanaan strategi.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2. Tahap observasi sebelum pelaksanaan penelitian Dengan agenda kegiatan mengidentifikasi, mencatat perilaku sasaran, mengontrol sebab akibatnya sererta perilaku yang diharapkan arah perubahannya serta pemberian rasional strategi self-management. Tujuan yang ingin dicapai adalah (1) konseli mampu menentukan tujuan yakni untuk mengurangi perilaku kurang disiplin belajar, juga mampu menggunakan waktu yang tersedia untuk mengidentifikasi perilaku sasaran, sebab dan akibatnya dari perilaku kurang disiplin belajar, (2) Konseli mengerti tujuan dari strategi selfmanagement 3. Tahap pelaksanaan penelitian Dengan tujuan agar konseli mengerti mengenai strategi pemantauan diri (self-monitoring), pengendalian stimulus (stimulus-control) dan penghargaan diri (self-reward) kemudian konseli mampu memilih satu atau lebih strategi dan mampu menyatakannya secara verbal serta konseli juga mengetahui secara lengkap gambaran pelaksanaan strategi yang dipilihnya. Pada tahap ini peneliti memberikan pengarahan kepada siswa dan membuat kesepakatan dengan siswa. Pada tahap ini juga peneliti memberitahu kepada siswa, bahwa yang berdisiplin dan bertanggung jawab juga akan diberikan penghargaan (apresiasi). Observasi pada tahap ini dilaksanakan dengan menggunakan pedoman pengamatan (pedoman observasi) dengan indikator indikator yang telah ditetapkan 4. Tahap observasi saat penerapan teknik self management Setelah diamati beberapa hari dengan pedoman pengamatan mulai berlangsungnya pelaksanaan dan pada saat penerapan teknik self management tersebut diatas, maka selanjutnya peneliti mengamati kembali dengan pedoman pengamatan yang telah ditetapkan dengan indikator – indikatornya. Kemudian nilainya dirata ratakan. 5. Tahap evaluasi dari hasil pelaksanaan penellitian Pada tahap ini penelitian mengfokuskan pada pemeriksaan data dan catatan tentang pelaksanaan strategi, evaluasi pelaksanaan strategi, dan pengakhiran pelaksanaan strategi pengelolaan diri. Tujuan dilakukan tahap ini adalah mengontrol jalannya pelaksanaan strategi yang dilakukan oleh konseli kemudian konseli memperbaiki dan melanjutkan program pengaturan perilaku yang sesuai dengan kemampuan konseli untuk perubahan yang lebih baik lagi serta menilai sejauh mana keberhasilan pelaksanaan strategi pengelolaan diri dan kemudian mengakhiri kegiatan konseling.

6. Tahap refleksi Setelah diketahui hasil perbandingannya kemudian diulangi lagi observasinya mulai dari tahap pelaksanaan penelitian sampai pada tahap penerapan teknik self management. Hal ini gunanya untuk mengetahui secara jelas pengaruh penerapan teknik self management dibandingkan dengan tanpa mengunakan teknik self management untuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab siswa. Setelah diketahui secara jelas pengaruhnya, maka bagi siswa yang tidak melanggar disiplin dan tanggung jawab peneliti juga memberikan penguat berupa apresiasi dan motivasi. Dengan demikian siswa yang kurang bersikap disiplin dan bertanggung jawab akan terdorong keinginannya untuk berlombalomba bersikap berdisiplin dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya 3.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan tentang sikap disiplin siswa yang diperoleh dari lembar observasi ditunjukkan padaTabel 1. Tabel 1 kategori Sikap disiplin Indikator Siklus I Siklus II Tidak terlambat datang ke 69 (C) 87(A) sekolah Berpakaian antri 72 (B) 86 (A) Kebiasaan mengantri 63 (C) 83 (B) Menghormati guru dan 70 (B) 84 (A) teman Pulang dengan tertib 66 (C) 86 (A) Rata-rata 68 (C) 85 (A) Tabel 2. kategori tanggung jawab siswa Indikator Siklus I Siklus II Menyerahkan tugas tepat 64 (C) 87 (A) waktu Mandiri( tidak mencontek ) 67 (C) 86 (A) Mengerjakan tugas rumah 58 (D) 72(C) Melaksanakan tugas piket 73 (B) 88 (A) kelas Menjaga kebersihan 82 (B) 86 (A) lingkungan Nilai rata rata 69 (C) 84 (A) Kalau kita lihat perbandingan nilai antara pra penelitian, siklus satu dengan siklus kedua tentu peningkatannya cukup signifikan dari katagori kurang ( D ) lalu mencapai nilai cukup ( C ) pada siklus I dan nilai sangat baik ( A ) pada siklus II. Namun yang perlu mendapat perhatian dalam peningkatan disiplin dan rasa tanggung jawab siswa adalah pada poin mengerjakan tugas rumah, yang hanya mampu mencapai hasil katagori cukup yaitu dengan nilai 58.

421

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Hal ini disebabkan karena anak dirumah kurang mendapat perhatian yang cukup dari orang tua, karena berbagai alasan diantaranya orang tuanya selalu sibuk mencari nafkah sehingga kurang memperhatikan anaknya belajar dirumah. Pada siklus pertama nilainya rata rata cukup, hal ini disebabkan bahwa dalam menanamkan sikap disiplin kepada siswa membutuhkan waktu yang agak lama, karena merubah kebiasaan kebiasan yang kurang baik pada diri siswa tidak dapat dirubah secara spontan. Mengubah kebiasan-kebiasan buruk menjadi yang lebih baik tidak bisa pula dipaksakan secara tiba tiba perlu memberikan pembinaan secara kontinu. Hal inilah menyebabkan penanaman sikap disiplin dan tanggung jawab disekolah perlu dilaksanakan secara sinergi antara komponen komponen pendidikan yang ada di sekolah, guru kelas, guru bidang studi, tata usaha , kepala sekolah dan tidak kalah pentingnya orang tua dan masyarakat yang ada di lingkungan anak didik itu berada. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari upaya meningkatkan sikap disiplin dan rasa tanggung jawab siswa melalui penerapan teknik self management di kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara sebagai berikut: (1) Melaui penerapan Teknik Self Management dapat meningkatkan disiplin siwa kelas VII-1 SMPN 3

422

Rantau Utara dan (2) melalui penerapan Teknik Self Management dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa kelas VII-1 SMPN 3 Rantau Utara. 4.2 Saran Setelah melakukan teknik self management untuk meningkatkan sikap disiplin dan rasa tanggung jawab siswa di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. (1) Bagi guru guru hendaknyalah dalam memberikan pelajaran selalu memperhatikan sikap disiplin siswa karena hal ini akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dan biasakan dalam memberikan sanksi disertai dengan bimbingan secara kontinu, (2) Kepada orang tua murid hendaknya selalu memperhatikan putra putrinya dalam belajar di rumah. DAFTAR PUSTAKA Cormier, W.H and Coermier, LS. 1985. Interviewing Strategis for Helpers Fundamental Skill and Kognitive Behavioural Intervariations. Secondedition. California books: Cole publishing Mappiare, Andi. 2006.Kamus Istilah Konseling dan Terapi.Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI NO 20 Th 2003 ), Asa Mandiri, 2006

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI KELAS VII-6 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Zainab, S.Pd Guru Mata Pelajaran Matematika SMP Negeri 3 Rantau Utara

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan Aktivitas belajar matematika siswa melalui penerapana model pembelajaran kooperatif tipe team accelerated Instruction. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Utara tahun ajaran 2013/2014.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dalam pembelajaran Matematika di SMP Negeri 3 Rantau Utara akan dikemas dalam penelitian tindakan kelas (PTK) yang akan ditempuh dalam dua siklus. Dari siklus ke siklus menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan senantiasa meningkatkan Aktivitas belajar dan hasil belajar Matematika siswa. Dua siklus penelitian dibagi dalam empat pertemua pembelajaran (KBM). Penelitian dikenakan pada siswa kelas VII-6 SMP Negeri 1 Patumbak dengan jumlah siswa sebanyak 38 siswa. Setelah penelitian berlangsung selama dua siklus dapat disimpulkan bahwa; 1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan hasil belajar Matematika Siswa, terbukti dari hasil tes siswa ketuntasan pembelajaran naik sebesar 47,5%. Pada Siklus I rata-rata nilai tes 69,6 dengan ketuntasan pembelajaran sebesar 40% dan pada Siklus II rata-rata nilai tes 84,9 dengan ketuntasan pembelajaran naik menjadi 87,5%, dan berhasil memberikan ketuntasan hasil belajar secara klasikal; 2) data Aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis/membaca (42,0%), bekerja (23,5%), bertanya sesama teman (20,0%), bertanya kepada guru (13,0%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1,5%). Data Aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis/membaca (25,5%), bekerja (45,0%), bertanya sesama teman (15,0%), bertanya kepada guru (13,5%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1,0%). Sehingga Aktivitas siswa mengalami perbaikan dari Siklus I ke Siklus II. Kata Kunci: pembelajaran kooperatif tipe team accelerated instruction, aktivitas belajar siswa 1.

PENDAHULUAN

Dewasa ini pembelajaran mengemban tugas pada pencapaian kompetensi dengan berorientasi pada Aktivitas belajar siswa, siswa sebagai pusat pembelajaran. Upaya melaksanakan pembelajaran berorientasi Aktivitas terus dilakukan peneliti sebagai guru Matematika di SMP Negeri 3 Rantau Utara. Aktivitas siswa sangat bergantung pada perangkat yang mengarahkan Aktivitas siswa itu dalam pembelajaran. Namun pada kenyataannya pembelajaran seperti ini belum terlaksana pada prakteknya. Kondisi yang sama juga terjadi dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 Rantau Utara. Pembelajaran masih berorientasi pada upaya penguasaan materi sebanyak-banyaknya pada siswa. Akibatnya, pembelajaran cenderung berlangsung satu arah dengan guru sebagai sumber belajar utama. Prosesnya adalah guru sebagai pusat pembelajaran yang aktif menyampaikan materi dengan metode ceramah, latihan dan penugasan sebagai pilihan utama. Sementara guru aktif siswa pasif menerima materi menjadi pendengar yang budiman. Dengan kata lain pembelajaran tidak berpusat pada siswa, tidak berorientasi pada Aktivitas belajar siswa. Selama ini proses transfer pengetahuan matematika dari guru ke siswa masih banyak mengandalkan buku, sehingga matematika kurang

diminati siswa, serta permasalahan yang berkenaan dengan guru kurang maksimal dalam mengelola proses pembelajaran yang efektif. Pembelajaran semacam itu bukan saja membuat bosan para siswanya, namun juga membuat pemikiran mereka kurang berkembang, siswa kurang dilatih untuk peka terhadap permasalahan di sekitar dan belajar bagaimana memecahkan masalah menurut kemampuannya. Padahal KTSP saat ini menghendaki pembelajaran berorientasi pada Aktivitas belajar siswa sehingga memberi kesan dan kebermaknaan dibenak siswa. Siswa membentuk pemahaman sendiri melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar bukan hanya sekedar membentuk daya ingat melalui pemindahan informasi dari guru ke siswa. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Untuk kepentingan penguasaan kompetensi, Aktivitas dan keterampilan sosial maka sangat tepat digunakan model pembelajaran kooperatif. Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa 423

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Accelerated Instruction). 2. Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompokkelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Model pembelajaran TAI (Team Accelerated Instruction) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk menyelesaikan tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru, selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang yang diberikan dalam penelitian, maka rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian adalah ; 1) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dapat meningkatkan Aktivitas belajar siswa di kelas VII-6 SMPN 3 Rantau Utara Tahun Pembelajaran 2013/2014 ; 2) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas VII-6 SMPN 3 Rantau Utara Tahun Pembelajaran 2013/2014? Aktivitas adalah melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif. Aktivitas menunjukkan adanya kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Lawan aktivitas adalah non-aktivitas yang artinya tidak melakukan aktivitas apapun. Pengertian aktivitas lebih cenderung pada melakukan kegiatan untuk aktif dalam pelaksanaan pembelajaran. Aktivitas belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya perubahan dalam individu seutuhnya. Model pembelajaran TAI (Team Accelerated Instruction) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk menyelesaikan tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru, selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau

424

mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut: (1)mGuru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru; (2) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal; (3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender; (4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok; (5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari; (6) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual; dan (7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. Berdasarakan rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) di kelas VII-6 SMPN 3 Rantau Utara; 2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) di kelas VII-6 SMPN 3 Rantau Utara. 2. METODE PENELITIAN a. Tempat dan Waktu Penelitian Atas kesedianan semua pihak yang terkait, penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Utara yang bertempat di Jalan padang Matinggi. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014 selama 4 (tiga) bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan Mei 2014. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret dan April selama 4 (empat) KBM yang dibagi dalam 2 (dua) siklus. 2.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas VII-6 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 40 siswa. 2.2 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000 : 3). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997:6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada Siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. 2.3 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP) 2. Lembar Kerja Siswa 3. Lembar Observasi a. Lembar observasi pengelolaan pembelajaran, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa 4. Tes formatif 2.4 Teknik Analisis Data Analisis penguasaan kompetensi berdasarkan hasil formatif dan Aktivitas belajar siswa dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X =

∑X ∑N

Dengan

: X ΣX

= Nilai rata-rata = Jumlah semua nilai sis

ΣN = Jumlah siswa 2. Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Untuk ketuntasan perorangan maka digunakan KKM sekolah untuk mata pelajaran Matematika kelas VII yakni 75. Dalam penelitian ini, kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat paling tidak 85% siswa yang telah mencapai daya serap ≥ KKM. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P=

3. Untuk lembar observasi a. Lembar observasi pengelolaan pembelajaran. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan pembelajaran digunakan rumus sebagai berikut:

X =

P1 + P2 2

Dimana: P1 = pertemuan 1 dan P2 = pertemuan 2 b. Lembar observasi Aktivitas siswa Untuk menghitung lembar observasi Aktivitas siswa digunakan rumus sebagai berikut:

%= X =

X x100% dengan ∑X

jumlah.hasil. pengama tan P1 + P2 = 2 jumlah. pengamat

Dimana:

%

= Persentase pengamatan

X

= Rata-rata

∑X

= Jumlah rata-rata

P1 P2

= Pengamat 1 = Pengamat 2

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 4.1. Kegiatan pada Siklus I Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yaitu peneliti menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Pada siklus 1 terdiri dua pertemuan yang masing-masing pertemuan selama 2 jam pelajaran. Pada pertemuan 1 peneliti menyampaikan materi hubungan antara dua garis dan pada pertemuan 2 materi yang disampaikan yaitu penjumlahan dan pengurangan dalam satuan sudut. Pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, masingmasing kelompok mendapat LKS untuk didiskusikan bersama teman satu kelompoknya. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.. Pada akhir pelajaran siswa diberi kuis dan di akhir siklus siswa mengerjakan soal tes. Tahap Observasi 1) Data Observasi Aktivitas Siswa Pengamatan dilakukan oleh dua pengamat selama 20 menit kerja kelompok dalam setiap kegiatan belajar mengajar (KBM).

∑ Siswa. yang.tuntas.belajar x100% ∑ Siswa

425

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

No 1 2 3 4 5 Jumlah

Tabel .1 Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Aktivitas Skor Proporsi Menulis dan membaca 21 42.00% Mengerjakan LKS 11.75 23.50% Bertanya pada teman 10 20.00% Bertanya pada guru 6.5 13.00% Yang tidak relevan 0.75 1.50% 50 100%

2) Data Hasil Belajar Siswa Nilai hasil formatif dalam Siklus I disajikan dalam Tabel .2.

Nilai

Tabel .2 Deskripsi Data Hasil Formatif I Frekuensi Ketuntasan Rata-rata

50

10

-

66.7

14

-

83.3

15

37.5%

100 Jumlah

1 40

2.5% 40%

69.6

Tahap Refleksi I Merujuk pada Tabel .1. Aktivitas menulis dan membaca paling dominan dengan 42%, namun Aktivitas mengerjakan masih cukup besar 23,5%, disusul bertanya kepada teman 20%, kemudian bertanya pada guru 13%. Muncul pula Aktivitas tidak relevan sebesar 1,5%. Sementara penguasaan kompetensi siswa yakni data hasil belajar siswa merujuk pada Tabel .2 menunjukkan nilai terendah sebesar 50 untuk 10 siswa, tertinggi 100 untuk 1 siswa, rata-rata sebesar 69,6. Dengan KKM sebesar 70 untuk Matematika maka siswa dikatakan tuntas sebanyak 16 dari 40 siswa atau ketuntasan klasikal sebesar 40%. Sehingga penguasan kompetensi siswa belum tercapai. Uraian tersebut menjadi pemikiran bagi guru untuk mengevaluasi proses pembelajaran dan menganalisa kelemahan-kelemahan yang ada dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan hasil dari refleksi Siklus I antara lain: a. Pada pertemuan I, kegiatan menulis dan membaca sebesar 42%, beberapa siswa tidak aktif dalam melaksanakan diskusi, siswa tersebut hanya berdiam diri, seolah-olah tidak mau tahu dan hanya melakukan kegiatan menulis dan membaca, meskipun ada beberapa siswa yang aktif dalam berargumen. b. Pembahasan lebih didominasi oleh satu atau dua orang sedangkan anggota lain hanya mengikuti saja. siswa kurang dalam mengajukan pertanyaan atau pendapat pada presentasi yang telah dilakukan kelompok lain. c. Siswa belum rapi dalam menuliskan hasil diskusi serta gagasannya di papan tulis. 426

d.

Pada pertemuan I kelompok siswa masih berada pada tahap penyesuaian diri, sehingga belum terlihat kerjasama yang baik diantara siswa dalam kelompok. Terdapat juga kegaduhan pada satu kelompok dalam diskusi. • Dalam melengkapi LKS I ada yang salah dalam membuat kesimpulan, pada LKS II juga masih ada kelompok yang salah menyimpulkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaraan Siklus I belum mampu menekan adanya miskonsepsi pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.. Untuk itulah pada perencanaan Siklus II dipertimbangan revisi tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran berikutnya. 4.2. Kegiatan pada Siklus II Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Dalam dua kali pertemuan untuk pembelajaran, siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Pada akhir siklus siswa mengerjakan tes formatif II. Tahap Observasi 1) Data Hasil Observasi Data hasil observasi Siklus II ditunjukkan dalam Tabel .3. merujuk pada tabel tersebut, terjadi perubahan Aktivitas belajar siswa dibandingkan Siklus I karena perubahan yang terjadi cukup signifikan. Kegiatan mengerjakan LKS mendominasi dengan 45%, disusul kegiatan menulis dan membaca 25,5%, kemudian bertanya pada teman 15%, dan bertanya pada guru 13,5%. Kegiatan tidak relevan masih muncul dengan proporsi 1%. Tabel .3 Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus II No Aktivitas Skor Proporsi 1 Menulis dan membaca 12.75 25.50% 2 Mengerjakan LKS 22.5 45.00% 3 Bertanya pada teman 7.5 15.00% 4 Bertanya pada guru 6.75 13.50% 5 Yang tidak relevan 0.5 1.00% JUMLAH 50 100% 2) Data Hasil Tes Data hasil belajar siswa Siklus II merujuk pada Tabel .4 menunjukkan nilai terendah sebesar 50 untuk 1 siswa, tertinggi 100 untuk 3 siswa. Dengan KKM sebesar 70 untuk Matematika maka rata-rata sebesar 84,9 adalah tuntas. Siswa dikatakan tuntas sebanyak 35 dari 40 siswa atau ketuntasan klasikal sebesar 84,9%. Tabel .4 Deskripsi Data Hasil Formatif II Nilai Frekuensi Ketuntasan Rata-rata 50 66.7 83.3 100 Jumlah

1 4 25 10 40

62,5% 25% 87,5%

84.9

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tahap Refleksi Sampai akhir Siklus II telah terlihat perubahan interaksi antara guru dan siswa yang lebih baik dibandingkan Siklus I. Hal ini diperkuat oleh Aktivitas menulis dan membaca menurun dari 42% menjadi 25,5%. Aktivitas mengerjakan LKS naik dari 23,5% menjadi 45% menunjukan keterlibatan aktif siswa dalam diskusi menggunakan LKS meningkat. Sementara Aktivitas bertanya pada teman menurun dari 20% menjadi 15%. Bertanya pada guru justru naik sedikit dari 13% menjadi 13,5%. Artinya diskusi kelompok telah berjalan baik mengurangi ketergantungan siswa pada guru sehingga pembimbingan efektif. Aktivitas tidak relevan berkurang dari 1,5% menjadi 1%. Ketuntasan telah mencapai 87,5% pada Siklus II artinya penguasaan kompetensi Matematika telah tercapai dan menjawab rumusan masalh penelitian ini. Merujuk pada tabel 2 dan 4 . peningkatan hasil belajar siswa dari Formatif I dan II menunukkan ratarata dari 69,6 menjadi 84,9. Dengan ketuntasan klasikal pada Siklus I sebesar 40% dan pada Siklus II sebesar 87,5%, selain terjadi peningkatan pada Siklus II menunjukkan kualitas tuntas secara klasikal karena melampaui 85% atau dengan kata lain pembelajaran pada kedua Siklus berhasil meningkatkan kualitas hail belajar dan Siklus II mampu atau berhasil menjawab rumusan masalah. 4. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di kelas VII-6 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok sudut dan garis. Pada awal pengambilan data pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi pokok garis dan sudut. Hasil pretes tersebut jauh dibawah kriteria ketuntasan minimal. Langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Setelah diberikan pembelajaran kemudian diadakan formatif I untuk mengetahui hasil belajar siswa. Merujuk pada tabel 2 nilai Formatif I adalah rata-rata 69,6 dengan tuntas kelas sebesar 40% hal ini masih berada dibawah ketuntasan klasikal. Oleh karena itu dilakukan pembelajaran siklus II dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan pada siklus I dan menampilkan media/ alat peraga untuk memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Pada siklus I masih ditemukan adanya siswa yang kurang memperhatikan pelajaran ketika guru menjelaskan pelajaran. Selain itu hanya sedikit siswa yang berani mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban dan menuyampaikan ide/pendapat, selain itu tata cara bertanya dan menyampaikan pendapat masih kurang baik, sementara pada siklus berikutnya hal tersebut sudah semakin baik walaupun belum

sepenuhnya. untuk memperoleh hasil yang lebih baik, peneliti melakukan refleksi pada siklus I. adapun halhal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan untuk siklus beriktunya yaitu: (1) memberikan motivasi kepada siswa dengan lebih mengarahkan pandangan dan perhatian siswa pada penjelasan yang diberikan serta memberikan arahan kepada siswa bagaimana cara untuk bertanya dan mengemukakan pendapat; (2) Menciptakan suasana belajar yagn kondusif dengan cara menjaga hubungan baik dengan siswa sehingga siswa lebih rileks dalam belajar; (3) Menumbuhkan rasa percaya diri dan memotivasi mereka untuk berani dalam bertanya, menyampaikan ide dan menjawab pertanyaan yaitu dengan cara memancing siswa yang tidak aktif dengan meminta siswa untuk menjawab pertanyaan dan menyuruh mereka untuk bertanya tentang pelajaran yang belum mereka pahami; dan (4) Untuk aktivitas, peneliti mengarahkan agar masing-masing kelompok bekerjasama dan berdiskusi secara aktif dan melibatkan semua anggota kelompok serta peneliti lebih berperan sebagai pembimbing dalam tugas ini. Akhir siklus II dilakukan tes Formatif II yang berjumlah 6 soal. Merujuk pada tabel 4, Dengan 5 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 87,5%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 84,9. Hal ini memberikan makna bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe TAI cukup efektif memberikan peningkatan hasil belajar kognitif pada siswa. Dari hasil observasi, Pada siklus I rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis adalah 42,0% dan pada siklus II rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis mencapai 25,5%, pada aktivitas ini mengalami penurunan karena siswa lebih banyak melakukan aktivitas mengerjakan. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas mengerjakan dari 23,5% menjadi 45,0%. Sedangkan bertanya sesama siswa mengalami penurunan dari 20,0% menjadi 15,0%. Aktivitas bertanya pada guru mengalami peningkatan dari 13,0% menjadi 13,5% pada siklus II. Sedangkan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM mengalami penurunan dari 1,5% menjadi 1,0%. Dengan demikian penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe TAI meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas VII-6 SMP Negeri 3 Rantau Utara pada materi pokok garis dan sudut. Pada saat pembelajaran berlangsung keterlibatan siswa cukup baik meski masih ada beberapa siswa yang melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran seperti permisi keluar kelas. Jadi aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe TAI adalah cukup baik. Sehingga dapat disimpulkan aktivitas belajar siswa

427

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

memberikan dampak positif terhadap hasil belajarnya. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan hasil belajar, dapat meningkatkan motivasi belajar, model pembelajaran ini bisa membantu siswa yang lemah/ siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi belajar, dan melatih peserta didik untuk bekerja secara kelompok 5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian di Kelas VII-6 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Garis dan Sudut bahwa : (1) Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI; (2) Dengan menerapkan model pembelajaran Team Accelerated Instruction hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Team Accelerated Instruction pada Formatif I dan Formatif II dengan rata-rata siklus I dan siklus II adalah 69,6 dan 84,9.

428

Saran Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diajukan yaitu: (1) Penggunaan alat dan media pada saat kegiatan pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa. Oleh karena itu sebelum melaksanakan penelitian hal itu harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan sebaik – baiknya agar penggunaan waktu lebih efektif dan efisien dan (2) bagi guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai salah satu alternatif didalam pembelajaran karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan aktivitas siswa. DAFTAR PUSTAKA Isjoni, 2009, Cooperative Learning, Penerbit Alfabeta, Bandung. Sanjaya , W.2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Slameto.2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.. Jakata: Rineka Cipta Slavin, R., E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset,dan Praktik, Bandung: Penerbit Nusa Media

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI KELAS VIII-3 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Regen Lubis, S.Pd Guru Matematika Di SMPN 3 Rantau Utara

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas VIII-3 SMPN 3 Rantau Utara. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Siklus I membahas tentang garis singgung lingkaran. Siklus II membahas tentang panjang garis singgung persekutuan. Subjek penelitian ini diambil di kelas VIII-3 SMPN 3 Rantau Utara dengan jumlah siswa 40 orang. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa melalui tes pada akhir masing- masing siklus. Sedangkan untuk mengukur aktivitas siswa melalui lembar observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) aktivitas siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, (2) hasil belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus berikutnya. Kata Kunci: model pembelajaran problem based learning, hasil belajar, aktivitas belajar 1.

PENDAHULUAN

Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya (Suherman,2010: 1). Sifat kreatif dan antisipatif para guru matematika dalam praktek pembelajaran untuk memaksimalkan peranan siswa dewasa ini masih belum optimal. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses dan produk pembelajaran fisika. Kualitas proses pembelajaran matematika dewasa ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang bersifat reguler, artinya pemilihan pendekatan, strategi, metode kurang bervariasi. Proses belajar-mengajar cenderung dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari siswa, pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan memberikan tes. Pembelajaran matematika di sekolah hendaknya tidak diarahkan semata mata menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, namun yang lebih penting adalah menyiapkan anak didik untuk (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsepkonsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah, dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah. (Wirtha dan Rapi, 2008:15).

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti diarahkan pada mata pelajaran Matematika. Berdasarkan hasil analisis nilai siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara untuk topik Garis Singgung Lingkaran diperoleh data sebagai berikut : Pada pembelajaran Garis singgung lingkaran, nilai rata-rata siswa pada topik ini hanya mencapai 67 dari Kriteria Ketuntasan Minimal 70. Berdasarkan catatan penulis, pada pembelajaran garis singgung lingkaran siswa cenderung pasif. Pembelajaran matematika sering diinterpretasikan dengan aktivitas utama yang dilakukan guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai melengkapi latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa, berulang-ulang selain tidak mengembangkan kemampuan berpikir siswa pembelajaran berlangsung dengan suasana kejenuhan dan menurunkan minat belajar siswa. Peneliti memilih menerapkan model Pembelajaran Berdasakan Masalah di sekolah ini untuk mengatasi masalah ini, terutama meningkatkan hasil belajar siswa dan menjadikan pembelajaran student centered dengan alasan sebagai berikut: 1. model Pembelajaran Berdasarkan Masalah akan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah yang diberikan guru, dengan melakukan percobaan, tanya jawab dan diskusi. Dengan demikian aktivitas belajar akan tinggi dan proses pembelajaran akan bersifat student centered. Sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai, 2. model Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan salah satu model pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual (CTL), dalam pendekatan CTL mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannyan 429

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

sehari-hari (Maknun, 2004: 29). Model yang akan digunakan peneliti cocok dengan materi yang akan dibawakan yaitu cahaya, karena tentang cahaya sering dihadapin oleh siswa dalam kehidupan sehariharinya, 3. model Pembelajaran Berdasarkan Masalah sesuai dengan karakter siswa, yaitu membangkitkan siswa dalam diskusi-diskusi yang selama ini diskusi kurang dominan dalam pembelajaran di sekolah ini. 4. model pembelajaran ini juga telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dari hasil penelitian ternyata model ini dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Pelajaran matematika sangat erat dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah atau P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g . Hal ini disebabkan karena pemecahan masalah merupakan pusat pembelajaran matematika (Gerace W.J & Beatty, I.D, 2005) Selain itu model PBM dapat memberikan kesempatan pada siswa bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data untuk memecahkan masalah, sehingga siswa mampu untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis dalam menemukan alternatif pemecahan masalah (Sanjaya, 2006). Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini, adalah (1) Apakah aktivitas belajar siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara meningkat dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning?; (2) Apakah hasil belajar siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara meningkat dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning? Pembelajaran Berbasis Masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Sintaks dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah Tahapan Tingkah laku Guru Tahap 1 Orientasi kepada Masalah

siswa

Tahapan 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

430

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran Menjelaskan persiapan awal yang dibutuhkan, Memotivasi siswa agar terlibat pada aktifitas pemecahan masalah yang dipilihnya Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual kelompok

dan

Tahapan 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Tahapan 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,melaksanakan eksperimen ,untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan temannya Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Ada lima ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah yaitu pengajuan masalah atau pertanyaan, keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, penyelidikan yang autentik, menghasilkan dan memamerkan hasil karya dan kolaborasi (Gultom, dkk.2010 : 174). Ciriciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (a) Pengajuan Masalah atau Pertanyaan; (b) Keterkaitan dengan Disiplin Ilmu Lain; (c) Penyelidikan yang Autentik; (d) Mempresentasikan Hasil Kerja; dan (e) Kolaborasi. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka maka yang menjadi tujuan penelitian adalah (1) untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning?; (2) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning? 2.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Utara Jalan Padang Matinggi dan pelaksanaannya pada bulan Februari sampai dengan Mei Tahun Pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 40 orang siswa. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan berganda. Tes hasil belajar ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada tingkat kognitif. Lembar Observasi untuk melihat aktivitas siswa

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tes Hasil Belajar digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT). Tes disusun dalam bentuk pilihan ganda yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk kelas VIII SMP. Tes yang digunakan sebanyak 14 item dengan 4 option. Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997:6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada Siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahaptahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Alur PTK Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis ini adalah data aktivitas belajar siswa melalui pengamatan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar, pengamatan keterampilan guru dalam pengelolaan pembelajaran, dan nilai tes hasil belajar IPA Terpadu pada materi Sistem Koordinasi Dan Alat Indera Pada Manusia. Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Lembar observasi aktivitas siswa Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa maka lembar observasi aktivitas siswa dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

%= X =

X x100% dengan ∑X jumlah hasil pengama tan jumlah pengamat

b. Data hasil belajar pemahaman siswa tentang Sistem Koordinasi Dan Alat Indera Pada Manusia. Secara individual, siswa telah tuntas pemahamannya tentang Sistem Koordinasi Dan Alat Indera Pada Manusia jika mencapai skor KKM yang telah ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA Terpadu kelas IX yakni 75 dengan perhitungan sebagai beriktu:

Skor Siswa =

Skor yang diperoleh x 100% Skor maksimum

Suatu kelas dinyatakan tuntas belajar jika terdapat > 85% dari jumlah siswa telah tuntas belajar mencapai KKM. Perhitungan untuk menyatakan ketuntasan belajar siswa secara klasikal :

jumlah siswa yang tuntas x 100% jumlah siswa seluruhnya

P=

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Akhir Siklus I dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif I, dengan data dapat dilihat Pada Tabel 2. Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning. Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Hasil Pretes, Formatif I dan Formatif 2 Test Pretes Formatif I Formatif II

Ratarata 31,3 72,1 80,7

Nilai Terkecil 21,4 57,1 57.1

Nilai Terbesar 42,9 85,7 100

Ketuntasan Klasikal 0% 75% 87,5%

Data hasil Formatif I dan Formatif 2 ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

100 80

P + P2 = 1 2

Rata-rata

60

Skor 40

Dimana:

%

= Persentase pengamatan

X

= Rata-rata

∑X

= Jumlah rata-rata

P1 P2

= Pengamat 1 = Pengamat 2

20 Pretes

Formatif I Formatif II

Rata-rata Gambar 2. Grafik data hasil Pretes, Formatif I dan Formatif II

431

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Pada Tabel 2 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 57,1 sebanyak 10 orang dan nilai tertinggi adalah 85,7 sebanyak 12 orang, dengan 30 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 75%. Dengan nilai KKM sebesar 70. Nilai ini berada di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Walaupun Nilai rata-rata kelas adalah 72,1 sudah tuntas KKM. Pembahasan lebih didominasi oleh satu atau dua orang sedangkan anggota lain hanya mengikuti saja. siswa kurang dalam mengajukan pertanyaan atau pendapat pada presentasi yang telah dilakukan kelompok lain. Pada proses pembelajaran masih ditemukan halhal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan penelitian tindakan kelas yaitu : (a) Hasil belajar (nilai formatif I) pada siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 3 Rantau Utara masih sebesar 75% yang tuntas dari KKM 70; (b) Keaktifan siswa belum maksimal, kemungkinan penyebabnya waktu yang terlalu singkat untuk menyelesaikan lembar diskusi terstruktur (menjawab soal-soal yang disediakan) dan melakukan praktikum, karena penguasaan materi yang belum memadai; dan (c) Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Beberapa perbaikan pembelajaran dilakukan antara lain: (1) Agar penguasaan materi memadai, peneliti menginformasikan kepada siswa materi yang akan dipelajari untuk tindakan 3 dan 4; (2) Untuk tiap kelompok sudah membuat kerangka laporan praktikum sesuai di LKS (pada kertas flif chart) guna untuk presentasi kelompok pada pertemuan berikutnya yang melakukan eksperimen; (3) Peneliti menginformasikan bahwa diakhir pertemuan siklus II akan diadakan tes formatif, dengan harapan siswa semakin aktif untuk belajar; dan (4) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. Selanjutnya pada siklus II, nilai terendah Formatif II adalah 57,1 sebanyak 5 orang dan nilai tertinggi adalah 100 sebanyak 7 orang, dengan 5 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 87,5 %. Dengan nilai KMM sebesar 70. Nilai ini berada di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 80,7 sudah tuntas KKM Matematika. Pada pertemuan keempat ini guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan. Selain itu guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa mengenai permasalahan yang mereka hadapi selama diskusi berlangsung. Guru terlihat sudah dapat mengelola diskusi dengan baik, guru berkeliling dari satu

432

kelompok ke kelompok yang lainnya tujuannya untuk mengontrol dan mengarahkan siswa bila ada yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti. Guru sudah bisa melakukan evaluasi dan kesimpulan dengan baik, evaluasinya yaitu memberikan soal/pertanyaan lemparan kepada siswa dan yang bisa menjawab mendapat nilai plus. Pada akhir penjelasan guru sudah memberi kesimpulan atau hasil diskusi. Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran problem based learning. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagi berikut : (1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi presentase pelaksanaanya untuk masing-masing aspek cukup besar; (2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar mengajar berlangsung; (3) Kekurangan pada siklussiklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik; (4) Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan. Tindakan perbaikan Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran problem based learning dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan proses belajar mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sementara perbandingan aktivitas siswa pada Siklus I dan Siklus II dapat disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 3. Perbandingan Aktivitas siswa siklus I dan Siklus II Berta Yang Menul Berta Mengerja nya Tidak is, nya kan pada Relev Memb Pada LKS Tema an aca Guru n KBM Sikl us I Sikl us II

44,5%

25,0%

14,5%

10,5%

5.5%

24,0%

50.5%

14.0%

9,5%

2,0%

Berdasarkan hasil analisis data aktivitas dengan masing-masing aspeknya antara siklus I dan siklus II, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut : (1) Aktivitas menulis dan membaca pada siklus I sebesar 44,5% menunjukkan masih banyak siswa yang bingung sehingga kegiatan menulis dan membaca

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

sangat dominan pada siklus I dan terjadi penurunan pada siklus II menjadi 24,0% yang berarti sudah terjadi perbaikan pada siklus II; (2) Aktivitas mengerjakan LKS pada siklus I adalah 25,0% menjadi 50.5% pada siklus II, artinya terjadi peningkatan menunjukan siswa sudah mengerti apa yang harus dikerjakannya dalam kelompok; (3) Aktivitas bertanya pada teman pada siklus I sebesar 14,5% turun menjadi 14.0% pada siklus II; (4) Sedangkan Aktivitas bertanya pada Guru turun sebesar 10,5% menjadi 9,5%; dan (5) Aktivitas yang tidak relevan dengan KBM mengalami penurunan dari 5.5% menjadi 2,0%, artinya semakin sedikit siswa yang bermain-main saat diskusi sedang berlangsung. 4. PEMBAHASAN Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahawa model pembelajaran problem based learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari pretes, siklus I dan siklus II) yaitu masing-masing 0%, 75% dan 87,5%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Berdasakan analisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses pembelajaran IPA Terpadu pada pokok bahasan persamaan garis singgung dengan model pembelajaran problem based learning yang paling dominan adalah mengerjakan LKS dan aktivitas menulis dan membaca. Jadi dapat dikatakan bahawa aktifitas siswa dikategorikan aktif. Pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna serta tidak membosankan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah yaitu terdapat LKS, sehingga memberikan hasil belajar yang lebih baik yaitu mendorong siswa untuk memiliki rasa ingin tahu dan respon yang muncul dari keingintahuannya dan mendiskusikan hal tersebut dengan teman kelompoknya, pembelajaran Berdasarkan Masalah mengajak siswa saling kerja sama satu sama lain dalam memecahkan masalah yang diberikan, dan keterarahan terhadap tujuan pembelajaran dan peningkatan percaya diri yang kuat dalam memecahkan masalah.. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Langsung berbantuan LKS pada materi pokok medan magnet di kelas XII IPA 4 SMAN 1 Rantau Utara

sebagai berikut: (1) Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dari setiap siklus saat menerapkan model pembelajaran problem based learning. (2) Dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning diperoleh hasil belajar siswa dari siklus ke siklus berikutnya mengalami peningkatan. Serta tuntas sesuai dengan KKM Matematika kelas VIII. 5.2 Saran Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan model pembelajaran Langsung di sekolah benarbenar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. (1) Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali pertemuan maka diperoleh data-data, kemudian data tersebut di analisis dan juga hasil rekaman peneliti selama KBM, maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah selama kegiatan belajar di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. Lebih baik dilakukan simulasi mengenai model ini kepada sampel sebelum penelitian dilakukan agar siswa sudah mengenal model pembelajaran berdasarkan masalah yang akan diterapkan, dengan materi yang bukan menjadi materi penelitian., (2) Melalui penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah masih ada beberapa aspek aktivitas belajar yang perlu ditingkatkan karena masih adanya beberapa siswa yang melakukan aktivitas belajar yang tidak relevan dengan kompetensi yang akan dicapai. Atas dasar ini, disarankan bagi peneliti lanjut agar melakukan penelitian yang sejenis dengan lebih mendesain bahan tambahan atau teknik-teknik inovatif yang dapat meningkatkan aktivitas, serta memperkecil persentae siswa yang melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan kompetensi yang akan dicapai. DAFTAR PUSTAKA Sanjaya, W. 2005. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung :Kencana Prenada Media Group Suherman, E,. (2010), Model Belajar dan Pembelajaran Berorietasi Kompetensi Siswa, Edurcare Jurnal Pendidikan dan Budaya (Ganerated : 21 Oktober, 2010), FMIPA UPI, Bandung Sulatra, I.M., (2004), Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBI) Dalam Pembelajaran Matematika (sebagai Alternatif Model Pembelajaran Pelaksanaan Kurikulum 2004 di Kelas, Journal Pendidikan Guru SMPN 3 Pardasuka Tanggamus Trianto, 2010, Mendesain Pembelajaran InovatifProgresif, Penerbit Kencana, Jakarta

433

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PENEGAKAN HAM DI KELAS VII-1 SMPN 3 RANTAU UTARA Mastijah, S.Pd Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Rantau Utara

ABSTRAK Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran project based learning di kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan materi pokok penegakan HAM. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII-1 SMPN 3 Rantau Utara dengan jumlah siswa 35 orang. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Dari hasil penelitian diperoleh data-data hasil belajar dan aktifitas belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar penjaskes pada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan menerapkan model pembelajaran project based learning kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain; 1) pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada Siklus I (54%) naik pada Siklus II (91%); 2) data aktifitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain membaca (47% ), mengerjakan (23%), bertanya sesama teman (9,5%), bertanya kepada guru (17%), dan yang tidak relevan dengan KBM (3,5%), data aktifitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain membaca (23%), memperagakan (53%), bertanya sesama teman (11%), bertanya kepada guru (12%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1%). Kata Kunci: model pembelajaran project based learning, aktifitas siswa 1.

PENDAHULUAN Kegiatan belajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan untuk membawa peserta didik pada suatu perubahan tingkah laku yang diinginkan. Pengertian ini telah ditelaah cukup simpel dan sederhana, akan tetapi bila pengertian ini ditelaah lebih dalam maka akan terlihat rumit dan begitu kompleksnya proses yang dituntut dalam mengelola pembelajaran. Hal ini bisa dipahami karena membawa peserta didik pada perubahan yang diinginkan merupakan pekerjaan yang berat. Pekerjaan ini membutuhkan suatu analisa yang tajam dan perencanaan yang mantap, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat serta penerapannya kepada peserta didik Peneliti merupakan guru mata pelajaran Pemdidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Rantau Utara. Sepanjang pengamatan peneliti sebagai guru Pkn diperoleh kenyataan bahwa umumnya siswa memiliki minat yang cukup baik dalam mata pelajaran Pkn. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa kehadiran siswa pada mata pelajaran Pkn cukup tinggi. Akan tetapi peneliti menyadari, motivasi ini baru berupa motivasi ekstrinsik, misalnya keinginan mendapatkan nilai yang baik, atau ketakutan tidak naik kelas diakhir tahun pelajaran. Dari pengamatan peneliti selama mengajarkan mata pelajaran Pkn di SMP Negeri 3 Rantau Utara, pada pelaksanaan pembelajaran untuk materi

434

penegakan HAM, terjadi penambahan pertemuan untuk membahas materi yang disebabkan kurangnya daya serap siswa terhadap materi ini. Situasi ini lebih disayangkan karena meskipun telah dilakukan penambahan pertemuan, rata-rata nilai yang diperoleh siswa juga biasa-biasa saja, yaitu 70 yang memiliki selisih 5 dari Standar Ketuntasan yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Namun, kegagalan untuk mencapai hasil belajar yang baik tidak hanya berpaku pada satu faktor, tetapi pada beberapa faktor yang terlibat dalam proses belajar. Berdasarkan refleksi terhadap pengajaran yang saya lakukan selama ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah – masalah yang dialami oleh siswa seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu : metode pembelajaran yang digunakan guru selama ini cenderung monoton (metode ceramah disertai Tanya jawab), siswa masih merasa kesulitan ketika disuruh guru menuliskan hasil pemikirannya, siswa juga merasa sulit ketika diminta guru untuk menghasilkan suatu produk yang berkaitan dengan materi pelajaran, kreativitas siswa masih rendah, enggan menggunakan pendekatan pembelajaran inovatif (pendekatan kontekstual), dan lain sebagainya.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tabel 1. Tahap-tahap pembelajaran dengan Project Based Learning Tahap-tahap Kegiatan Guru 1.Pertanyaan yang Mengambil topik yang sesuai esensial dengan realitas dunia nyata 2. Perencanaan Perencanaan berisi tentang aturan pengerjaan aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat proyek mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial 3. Membuat Pendidik dan peserta didik jadwal aktifitas secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas 4. Memonitoring Pendidik bertanggungjawab perkembangan untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta proyek siswa didik selama menyelesaikan proyek 5. Penilaian hasil Penilaian dilakukan untuk kerja siswa membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar 6.Evaluasi Pendidik dan peserta didik pengalaman melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek Project Based Learning adalah penggerak yang unggul untuk membantu siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner, menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan bekerja dengan orang lain. Pengalaman di lapangan baik dari guru maupun siswa bahwa Project Based Learning menguntungkan dan efektif sebagai pembelajaran selain itu memilki nilai tinggi dalam peningkatan kualitas belajar siswa. Anatta (dalam Susanti, 2008) menyebutkan beberapa kelebihan dari Project Based Learning diantaranya sebagai berikut: (1) Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum yang lain; (2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks; (3) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih didalam lingkungan kolaboratif; (4) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan secara baik maka siswa akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui implementasi model pembelajaran project based learning pada materi penegakan HAM kelas VII SMP Negeri 3 Rantau Utara. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmiah bagi peneliti lain mengenai kemampuan berpikir kreatif siswa pada model pembelajaran PjBL. Selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat khususnya bagi siswa dan guru sekolah menengah pertama 2.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian tindakan kelas. Pengembangan perangkat pembelajaran meliputi RPP dengan model Project Based Learning, PTK pertama kali diperkenalkan oleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Adapun desain pelaksanaan PTK yang penulis rencanakan dalam penelitian adalah dalam dua Siklus PTK seperti gambar berikut:

Gambar 1. : Bagan Tindakan Kelas (Aqib, 2006) Instrumen penelitian berupa soal tes kemampuan, dan lembar observasi siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Utara Jalan P Padang Matinggi dan pelaksanaannya pada bulan Maret sampai dengan Juni Tahun Pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII-1 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014, dengan jumlah siswa 35 orang. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan berganda. Tes hasil belajar ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada tingkat kognitif.

435

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning. Tes disusun dalam bentuk pilihan ganda yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk kelas VII-1 SMP. Tes yang digunakan sebanyak 20 item dengan 4 option. Metode Analisis Data pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: (1) Merekapitulasi nilai Pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II, (2) Menghitung nilai rerata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar, (3)Penilaian. 3.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Análisis data menunjukan hasil pretes siswa rata-rata adalah 30,0, hal ini menunjukan bahwa ratarata siswa belum ada persiapan sebelum belajar di sekolah. Akhir Siklus I dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif I, dengan data dapat dilihat Pada Tabel 2. Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui Model Pembelajaran project based learning. Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Hasil Formatif I Nilai Tuntas Tuntas rataNilai Frekuensi Individu Kelas rata 50

2

-

-

60

4

-

-

70

10

-

-

80

13

13

37,0%

90

6

6

17,0%

Jumlah

35

19

54,0%

74,8

Pada Tabel 2 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 50 sebanyak 2 orang dan nilai tertinggi adalah 90 sebanyak 6 orang, dengan 176orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 54%. Dengan nilai KMM sebesar 75. Nilai ini berada sedikit di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. dan Nilai rata-rata kelas siswa belum tuntas menurut KKM PKn yaitu 74,8. Data hasil

436

Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut: 20

Grafik Formatif I 0

50

60

70

80

90

Frekuensi

2 4 10 13 Gambar 2. Grafik data hasil Formatif I

6

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II datanya dapat dilihat Pada Tabel 3. adalah sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Hasil Formatif II Tuntas Tuntas Ratarata Nilai Frekuensi Individu Kelas 60

1

-

-

70

2

-

-

80

20

20

57,1%

90

9

9

25,7%

100

3

3

8,6%

Jumlah

35

32

91,4%

83,1

Merujuk pada Tabel 3., nilai terendah untuk Formatif II adalah 60 sebanyak 1 orang dan tertinggi adalah 100 sebanyak 3 orang. Dengan 3 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 91,4%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 83,1. Data hasil Formatif II ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut: 30 20

Grafik Formatif II

10 0 Frekuensi

60

70

80

90

100

1

2

20

9

3

Gambar 3. Grafik data hasil Formatif II Penilaian aktivitas diperoleh dari lembar observasi aktivitas dilakukan pada saat siswa bekerja dalam kelompok diskusi. Pengamatan dilakukan oleh dua pengamat selama 20 menit kerja kelompok dalam setiap kegiatan belajar mengajar (KBM). Dengan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pengamatan setiap dua menit, maka nilai maksimum yang mungkin teramati untuk satu kategori aktivitas selama 20 menit tersebut adalah 10 kali. Nilai aktivitas untuk setiap KBM adalah rata-rata dari nilai aktivitas kedua pengamat. Karena dalam satu siklus terdapat dua KBM, maka nilai aktivitas tiap kategori untuk satu siklus adalah rata-rata dari aktivitas kedua KBM. Sementara dalam satu kelompok yang diamati terdapat enam siswa maka nilai maksimum aktivitas kelompok adalah 60. Skor pengamatan aktivitas belajar siswa Siklus I dan II ditunjukkan pada Tabel 4: Tabel 4. Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Aktivitas 1 Menulis,membaca 2 Mengerjakan 3 Bertanya pada teman 4 Bertanya pada guru Yang tidak relevan 5 Jumlah Siklus II No Aktivitas 1 Menulis,menbaca 2 Mengerjakan 3 Bertanya pada teman 4 Bertanya pada guru Yang tidak relevan 5 Jumlah

Jumla h 94 46 34 19 7 200

Skor

Proporsi

23.5 11.5 8.5 4.75 1.75 50

47.0% 23.0% 17.0% 9.5% 3.5% 100%

Jumlah 42 95 22 20 1 200

Skor 10.5 23.75 5.5 5 0.25 50

Proporsi 23.0% 53.0% 12.0% 11.0% 1.0% 100%

Data pada Tabel 4. dapat disajikan dalam diagram batang atau histogram seperti Gambar 4. 60,00%

Grafik 40,00%

Aktivitas Siklus I dan II

20,00% 0,00%

1

2

3

4

Siklus 1 47,00% 23,00% 17,00% 9,50%

5 3,50%

Siklus 2 23,00% 53,00% 12,00% 11,00% 1,00%

Gambar 4.5 Grafik aktivitas siswa Siklus I dan Siklus II Keterangan: 1. Menulis,menbaca 2. Mengerjakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan 4.

PEMBAHASAN Pembelajaran dengan model pembelajaran Project based learning dalam pelaksanaannya berupa diskusi kelompok untuk menginvestigasi bahan yang diajarkan kelompok yang selanjutnya menghasilkan produk yang siap untuk diadakan presentasi kelompok. Instrumen yang disiapkan untuk pembelajaran adalah silabus PKn, RPP, lembar pengamatan aktivitas, lembar kerja siswa, dan Instrumen Tes hasil belajar. Instrument tersebut dihasilkan dari diskusi antara peneliti bersama dengan tutor pembimbing penelitian dan pendamping penelitian. Sebelum melaksanakan silkus I terlebih dahulu dilakukan pretes untuk mengetahui kemampuan awal

siswa. diperolah nilai rata-rata sebesar 30,0 belum tuntas dan semua siswa tidak memperoleh nilai tuntas atau ketuntasan klasikal 0%. Berdasarkan Hasil data yang dikumpulkan, dapat dikemukakan dua hal pokok yang perlu diatasi, yaitu meningkatkan aktivitas siswa dan Hasil belajar PKn dengan cara mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran project based learning. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP yang dibuat, siklus I direncanakan dalam dua kali pertemuan dengan alokasi waktu tiap pertemuan 2 x 40 menit. Untuk pertemuan pertama, guru mulai menerapkan model pembelajaran project based learning. Untuk diskusi pada siklus I setiap kelompok diberikan soal yang sama. Hal ini bertujuan agar pada saat dipresentasikan salah satu kelompok kedepan, kelompok yang lain dapat memperhatikan jawaban yang benar. Setiap kelompok berdiskusi dan mencari jawaban masingmasing. Merujuk pada Tabel 4 Dari hasil observasi, Pada siklus I rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis adalah 47,0% dan pada siklus II rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis mencapai 23%, pada aktivitas ini mengalami penurunan karena siswa lebih banyak melakukan aktivitas mengerjakan. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas mengerjakan dari 23% menjadi 53%. Sedangkan bertanya sesama siswa menurun dari 17% menjadi 12%. Aktivitas bertanya pada guru meningkat dari 9,5% menjadi 11% pada siklus II. Sedangkan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM mengalami penurunan dari 4,6% menjadi 1% dapat disimpulkan bahwa siswa yang aktivitasnya aktif di dalam kelas mempengaruhi nilai hasil belajarnya. Hasil observasi dan analisis data siklus I, masih terdapat beberapa kekurangan yaitu siswa dalam melaksanakan diskusi belum maksimal terlihat dari Tanya jawab antar siswa yang belum begitu menonjol. Ini dapat dilihat dari pencapaian indikator dan Hasil observasi yang belum mencapai batas minimal. Kemudian siswa yang enggan dan masih takut dalam menampilkan hasil project kelompoknya. Upaya yang dilakukan adalah mengadakan perbaikan pada siklus II agar pembelajaran lebih optimal. Berdasarkan Hasil refleksi pasca siklus I dan diskusi bersama pembimbing penelitian dan pendamping penelitian, maka revisi tindakan yang dapat dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan pembelajaran oleh guru belum terlaksana dengan baik karena guru dan siswa belum sepenuhnya memahami teknik pelaksanaanya 2) Guru telah membimbing disela-sela aktivitas belajar kepada siswa atau kelompok yang mengalami kesulitan.

437

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3) Suasana kelas kurang terkendali saat pembelajaran berlangsung. Siswa belum terbiasa dengan kerja kelompok. 4) Keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan dan tampil ke depan belum tumbuh. Siswa masih merasa takut salah. 5) Penampilan siswa dalam mempresentasikan hasil kelompoknya masih tampak ragu-ragu, tegang, dan kurang berani memandang teman-temannya. Akibatnya suara kurang keras. 6) Dari hasil tes evaluasi yang dilakukan, ratarata kelasnya 74,8. Siswa yang memperoleh nilai kurang dari 75 sebanyak 16 siswa. Ketuntasan belajarnya mencapai 54%. Hal ini belum sesuai dengan yang diharapkan. 7) Aktivitas siswa dalam kelompok selama pembelajaran cukup aktif pada pertemuan 1 dan meningkat pada pertemuan kedua yaitu dengan Kemampuan kerjasama ini perlu ditingkatkan lagi. 8) Secara garis besar pelaksanaan siklus I berlangsung dengan baik, akan tetapi kegiatan pada siklus I perlu diulang dan ditingkatkan agar hasil belajar siswa meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Kekurangan-kekurangan pada putaran I yang berhubungan dengan minat belajar siswa, kepercayaan diri dan kemandirian siswa dalam belajar dibenahi guru pada pembelajaran putaran II ini. Dalam pembahasan materi ajar, guru menggunakan aturan seperti pada pertemuan sebelumnya, tetapi pada pembelajaran kali ini guru membenahi gaya mengajarnya seperti melakukan pendekatan kepada siswa yang kurang perhatian pada saat pelajaran berlangsung. Di samping itu guru juga menggunakan media power point unuk membantu siswa mengamati dan menarik perhatian siswa dalam pembelajaran. Selain itu guru juga berkeliling memantau dan memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam menangkap inti pelajaran serta yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal. Pada akhirnya, pertemuan ini, guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa memahami materi sebagai Formatif II. Merujuk pada Tabel 3, nilai rata-rata formatif II adalah 83,1 dengan ketuntasan klasikal adalah sebesar 91,4%. Kriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan adalah 85% siswa memperoleh nilai dibawah KKM PKn. Sehingga nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM siklus II sudah berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Dalam penelitian ini terdapat kelebihan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran pjoject based learning sehingga memberikan hasil belajar yang lebih baik : (1) Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan merasa

438

bahwa belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum yang lain; (2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks; (3) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih didalam lingkungan kolaboratif. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe buzz group selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok permainan bola besar di kelas II SMKN 1 Kabanjahe sebagai berikut: (1) Terjadi peningkatan aktivitas siswa dengan menerapkan model pembelajaran Project Based Learning di Kelas VII-1 SMPN 3 Rantau Utara ; (2) Dengan menerapkan model pembelajaran Project Based Learning hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan 5.2 Saran Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan model pembelajaran kooperatif tipe buzz group di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. (1) Diharapkan bagi guru memperhatikan pengetahuan awal dan kecerdasan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran diberikan, (2) Diharapkan bagi guru yang ingin menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning berbantuan power point dapat menggunakan waktu sesuai yang sudah direncanakan dalam Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Alokasi yang digunakan harus benar-benar di sesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat, (3) Pada saat diskusi kelompok berlangsung peneliti masih kesulitan dalam membimbing penuh pada masing-masing kelompok. Oleh sebab itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan agar lebih membimbing siswa dengan cara aktif bertanya kepada siswa tentang kendala yang dihadapi, memotivasi, dan mengarahkan agar setiap siswa aktif berdiskusi dengan menjelaskan nilai dari satu orang siswa dapat mempengaruhi nilai dan nama baik kelompok serta memberikan penghargaan berupa nilai plus kepada siswa yang aktif agar siswa lebih termotivasi dan dapat berdiskusi dengan baik.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya Thomas, J. W. 2000. A Review of Research on Project-Based Learning. California: The Autodesk foundation. [Online]. Tersedia: http://www.bobpearlman.org/ BestPractices/PBL_Research. pdf (diunduh 28 September 2011). Thomas, J. W., J. R. Mergendoller, & A. Michaelson. 1999. Project-based learning: A handbook for middle and high school teachers. Novato, CA: The Buck Institute for Education. Jones, B. F., C. M. Rasmussen, & M. C. Moffitt. 1997. Real-life problem solving.: A collaborative approach to interdisciplinary learning. Washington, DC: American Psychological Association. Nova, Tri, dkk. (2012), Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Implementasi Project-BasedLearning Dengan Peer And Self-Assessment

Untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana Di Kabupaten Pati, Makalah Seminar Nasional Matematika, P-95: ISBN 978979-16353-8-7, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Purnawan, Yudi. (2007). Pengenalan PBL (Pembelajaran Berbasis Proyek). http://yudipurnawan. wordpress.com /2007/11/17/pengenalan-pbl/. Diakses tanggal 16 Februari 2010. Nova, Tri, dkk. (2012), Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Implementasi Project-BasedLearning Dengan Peer And Self-Assessment Untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana Di Kabupaten Pati, Makalah Seminar Nasional Matematika, P-95: ISBN 978979-16353-8-7, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

439

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMBUATAN TAPE DAN TEMPE DI KELAS VIII-5 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Sumarni, S.Pd Guru Mata Pelajaran Keterampilan SMP Negeri 3 Rantau Utara

ABSTRAK Memperbaiki proses pembelajaran untuk melatihkan keterampilan siswa dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai. Salah satu model pembelajaran yang dianggap sesuai dalam melatihkan keterampilan seperti siswa mampu menghasilkan tape dan tempe adalah model pembelajaran project based learning. Tujuan dari penelitian ini adalah, a) Mengetahui peningkatan keterampilan pembuatan tape dan tempe siswa setelah menerapkan model pembelajaran project based learning di kelas VIII-5 semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014, b) mengetahui aktifitas belajar siswa dalam pembelajaran pembuatan tape dan tempe dengan menerapkan model project based learning di kelas VIII-5 semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (class action research) sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap-tahap : rancangan, kegiatan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian yaitu seluruh siswa kelas VIII-5 SMPN 3 Rantau Utara dengan jumlah siswa 39 orang. Dari hasil penelitian diperoleh data-data hasil belajar dan aktifitas belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar keterampilan pada siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan menerapkan model pembelajaran project based learning kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain; 1) pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan penguasaan keterampilan membuat tape dan tempe siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada Siklus I (51,3%) naik pada Siklus II (92%); 2) data aktifitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain memperagakan (44% ), bertanya sesama teman (30%), bertanya kepada guru (14%), dan yang tidak relevan dengan KBM (12%), data aktifitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain memperagakan (56%), bertanya sesama teman (32%), bertanya kepada guru (10%), dan yang tidak relevan dengan KBM (2%). Kata Kunci: model pembelajaran project based learning, keterampilan, dan aktivitas siswa 1.

PENDAHULUAN

Dewasa ini pembelajaran mengemban tugas pada pencapaian kompetensi dengan berorientasi pada aktivitas belajar siswa, siswa sebagai pusat pembelajaran. Namun pada kenyataannya pembelajaran seperti ini belum terlaksana pada prakteknya. Kondisi yang sama juga terjadi dalam pembelajaran keterampilan di SMP Negeri 3 Rantau Utara. Pembelajaran masih berorientasi pada upaya penguasaan materi sebanyak-banyaknya pada siswa. Akibatnya, pembelajaran cenderung berlangsung satu arah dengan guru sebagai sumber belajar utama. Prosesnya adalah guru sebagai pusat pembelajaran yang aktif menyampaikan materi dengan metode ceramah, latihan dan penugasan sebagai pilihan utama. Sementara guru aktif siswa pasif menerima materi menjadi pendengar yang budiman. Dengan kata lain pembelajaran tidak berpusat pada siswa, tidak berorientasi pada aktivitas belajar siswa. Salah satu tujuan mata pelajaran Keterampilan adalah selain dapat siswa lebih mampu “terampil” mampu membuat, mengapresiasi/merespon atau mengulas, sesuai dengan minat dan bakatnya disertai kepekaan yang memadai, juga dapat menunjang aspek pemahaman dan minat belajar secara keseluruhan. Artinya, ada dampak ikutan sebagai 440

nilai-nilai positif lain seperti lebih tekun, lebih berjiwa sosial, lebih sadar lingkungan, lebih senang belajar dan yang terpenting lebih mudah memahami hubugan konseptual dari berbagai pelajaran lain, sebagai tujuan pendidikan yang lebih umum. (anonimous, 2012 : 107, dalam Syaripuddin, Iip). Keterampilan bukan sekedar kegiatan rutin yang hanya mengisi jam pelajaran yang tersedia, namun siswa harus merasa bahwa dari kegiatan – kegiatan keterampilan di sekolah harus ada hasil nyata yang dia peroleh, ada peningkatan atau kemajuan yang dia capai, dari tidak tahu menjadi tahu, dari kurang senang menjadi senang, dari tidak terampil menjadi terampil, dari kurang bisa menata menjadi lebih bisa menata, dari kurang bisa membedakan menjadi lebih bisa membedakan. (anonimous, 2012:108, dalam Syripudin, Iip) Kreativitas seseorang bukan semata-mata merupakan kemampuan bawaan seseorang, tetapi karena adanya “campur tangan” faktor lingkungan (khususnya lingkungan pendidikan) terhadap kemampuan bawaan tersebut, sebab seseorang akan belajar manakala ada suatu situasi kondusif yang dipersiapkan oleh guru untuk menjadi sarana belajar bagi siswa. (anonimous, 2012:102, dalam syarifudin Iip) .

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Salah satu model pembelajaran yang mengajak siswa dapat terampil menghasilkan suatu produk, untuk ambil bagian dalam unjuk kerja, dan mengalami langsung apa yang dikerjakannya adalah Project-Based Learning (PBL). Model ini merupakan sebuah model yang mengatur pemberlajaran melalui proyek-proyek tertentu (Thomas, 2000). Berdasarkan definisi tersebut, proyek-proyek adalah tugas-tugas yang diberikan guru berdasarkan pertanyaan atau masalah yang menantang, melibatkan siswa dalam perancangan, pemecahan masalah, memberikan keputusan, atau menyelidiki aktivitas; memberikan kepada siswa hak secara otonomi selama periode waktu; dan memuncak di dalam hasil atau presentasi yang nyata (Jones, Rasmunsen & Moffit, 1997; Thomas, Mergendoller & Michaelson, 1999). Project Based Learning merupakan pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator, dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom mengkonstruksi belajarnya. Project Based Learning sangat cocok dipadukan dengan materi pembuatan tape dan tempe. Berdasarkan kegiatan pembelajaran, materi pembuatan tape dan tempe menuntut siswa untuk aktif (student centered) sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator, siswa bekerja sama dalam pembuatan tape dan tempe. Model pembelajaran project based learning adalah model yang menyajikan pelajaran dimana siswa dapat berlangsung dapat menciptakan proses belajar mengajar yang aktif. Sebab siswa tidak hanya mendengar penjelasan guru, melainkan guru dapat melihat dan mengeksperimenkan secara langsung bagaimana proses pembuatan tape dan tempe itu terjadi dan teraplikasi secara nyata. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini, adalah (1) Apakah keterampilan siswa dalam pembuatan tape dan tempe meningkat pada saat menerapkan model pembelajaran Project Based Learning di kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara?; (2) Apakah aktifitas belajar siswa meningkat setelah menerapkan model pembelajaran Project Based Learning pada materi pembuatan tape dan tempe di kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara? Project based learning/ Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya

adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation terdiri dari : a) Dimulai dengan pertanyaan yang esensial Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pertanyaan esensial diajukan untuk memancing pengetahuan, tanggapan, kritik dan ide siswa mengenai tema proyek yang akan diangkat. b) Perencanaan aturan pengerjaan proyek Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. c) Membuat jadwal aktifitas Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek. d) Memonitoring perkembangan proyek siswa Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. e) Penilaian hasil kerja siswa Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk; 1) Mengetahui peningkatan keterampilan pembuatan tape dan tempe siswa setelah menerapkan model pembelajaran project based learning di kelas VIII-5 semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014, 2) mengetahui aktifitas belajar siswa dalam pembelajaran pembuatan tape dan tempe dengan menerapkan model project based learning di kelas VIII-5 semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014. 2.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Utara Jalan Padang Matinggi dan pelaksanaannya pada bulan Februari sampai dengan Mei Tahun Pelajaran 2013/2014. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 39 orang. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes penampilan (performance) dan observasi. Tes

441

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

penampilan ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada tingkat psikomotorik dan observasi untuk pengelolaan pembelajaran oleh guru dan mengetahui aktifitas belajar siswa. Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap siklusnya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes penampilan pada setiap akhir siklus. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai keterampilan siswa atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X = Dengan:

X

∑X ∑N

ΣX ΣN

= Nilai rata-rata = Jumlah semua nilai sisw = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila hasil tesnya telah mencapai KKM, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan KKM. KKM Penjaskes kelas VIII SMP Negeri 3 Rantau Utara sebesar 75. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P=

∑ Siswa. yang.tuntas.belajar x100% ∑ Siswa 3. Untuk lembar observasi a. Lembar observasi pengelolaan model pembelajaran project based learning. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan model pembelajaran project based learning digunakan rumus sebagai berikut:

442

X =

P1 + P2 2

Dimana: P1 = pertemuan 1 dan P2 = pertemuan 2 b. Lembar observasi aktifitas siswa Untuk menghitung lembar observasi aktifitas siswa digunakan rumus sebagai berikut:

%=

X =

X x100% dengan ∑X

jumlah.hasil. pengama tan P1 + P2 = 2 jumlah. pengamat

Dimana:

%

= Persentase pengamatan

X

= Rata-rata

∑X P2

= Jumlah rata-rata

= Pengamat 1 P1 = Pengamat 2

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian A) Siklus I Hasil observasi terhadap aktifitas belajar siswa disajikan pada Tabel .1. Tabel .1 Aktifitas Siswa Pada Siklus I No Aktifitas Skor Proporsi 1 Memperagakan 22 44% 2 Bertanya pada teman 15 30% 3 Bertanya pada guru 7 14% 4 Yang tidak relevan 6 12% Jumlah 50 100% Merujuk pada Tabel 1. di atas tampak bahwa aktifitas siswa yang paling dominan pada Siklus I adalah aktifitas memperagakan yaitu 44%. Aktifitas lain yang persentasenya cukup besar adalah bertanya pada teman dan guru sebesar 30% dan 14%. Sedangkan aktifitas siswa yang lain adalah aktifitas tidak relevan terhadap KBM sebesar 12%. Seluruh data mengisyaratkan pembelajaran berlangsung kurang kondusif dengan tingginya aktifitas tidak relevan, meski aktifitas memperagakan dominan namun kurang dari 50%. Setelah berakhirnya Siklus I pada pertemuan II maka dilakukan tes psikomotorik untuk menilai keterampilan membuat tape siswa yakni formatif I. Hasil tes formatif I siswa disajikan dalam Tabel 2.

No 1 2 3

Tabel 2. Hasil Tes Formatif I Uraian Hasil Rata-rata tes formatif 73 Jumlah siswa yang tuntas 20 Persentase ketuntasan 51,3%

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Merujuk pada Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran project based learning diperoleh nilai rata-rata presentasi belajar siswa adalah 73 dengan KKM 75 maka nilai rata-rata tidak tuntas. Ketuntasan belajar secara klasikal hanya mencapai 51,3% atau ada 20 siswa dari 39 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada Siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥KKM hanya sebesar 51,3% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksud dan digunakan guru dengan menerapkan model pembelajaran project based learning. Tahap Refleksi dan Revisi I Merujuk pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, dapat direfleksikan beberapa hal berikut: • Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. • Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu. • Pada saat membuat tape lebih didominasi oleh satu atau dua orang sedangkan anggota lain hanya mengikuti saja. siswa kurang dalam mengajukan pertanyaan atau pendapat pada presentasi yang telah dilakukan kelompok lain • Siswa kurang bisa antusias selama pembelajaran berlangsung Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada Siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada Siklus berikutnya. • Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. • Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasiinformasi yang dirasa perlu dan memberi catatan. • Guru lebih memperhatikan agar semua kelompok ikut berpartisipasi dalam pembuatan tempe. • Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bias lebih antusias. B) Siklus II Merujuk pada Tabel 3., tampak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar Siklus II

yang dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan model pembelajaran project based learning mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat. Sementara hasil observasi terhadap aktifitas belajar siswa Siklus II disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Aktifitas Siswa Pada Siklus II No Aktifitas Skor Proporsi 1 Memperagakan 28 56% 2 Bertanya pada teman 16 32% 3 Bertanya pada guru 5 10% 4 Yang tidak relevan 1 2% Jumlah 50 100% Merujuk pada Tabel 3. di atas tampak bahwa aktifitas siswa yang paling dominan pada Siklus I adalah aktifitas memperagakan yaitu 56% naik dari Siklus I. Aktifitas lain yang persentasenya cukup besar adalah bertanya pada teman dan guru sebesar 32% dan 10% yang berarti ketergantungan siswa terhadap guru mulai berkurang. Sedangkan aktifitas siswa yang lain adalah aktifitas tidak relevan terhadap KBM yang turun dari Siklus I menjadi sebesar 2%. Seluruh data mengisyaratkan pembelajaran berlangsung cukup baik dengan menurunnya aktifitas tidak relevan, aktifitas memperagakan dominan dan telah lebih dari 50%. Setelah berakhirnya Siklus II pada pertemuan IV maka dilakukan tes psikomotorik untuk menilai keterampilan membuat tempe siswa yakni formatif II. Hasil tes formatif II siswa disajikan dalam Tabel 4.

No 1 23

Tabel 4. Hasil Tes Formatif II Uraian Rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas Persentase ketuntasan

Hasil 86 36 92%

Merujuk Tabel 4., diperoleh nilai rata-rata tes praktek sebesar 86 dengan KKM sebesar 75 maka nilai rata-rata telah tuntas. Dari 39 siswa yang telah tuntas sebanyak 36 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 92% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada Siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari Siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada Siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran project based learning sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Tahap Refleksi II Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dngan penerapan

443

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pembelajaran project based learning. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: • Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentasae pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. • Berdasarkasn data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. • Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. • Hasil belajar siswa pada Siklus II mencapai ketuntasan. Pada Siklus II guru telah menerapkan pembelajaran langsung dengan baik dan dilihat dari aktifitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran langsung dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 4. PEMBAHASAN Merujuk pada data-data yang dipaparkan sebelumnya dapat diulas tiga data diantaranya : 1. Penguasaan keterampilan dalam membuat tape dan tempe Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran project based learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan kemampuan siswa membuat tape dan tempe pada siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya penampilan siswa tiap siklusnya (ketuntasan belajar meningkat dari Siklus I, dan II) untuk ranah psikomotor yaitu 51,3% dan 92%, sehingga pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning paling dominan adalah aktifitas memperagakan yaitu 44% pada Siklus I naik menjadi 56% pada Siklus II. Aktifitas lain yang persentasenya cukup besar adalah bertanya pada teman yaitu 30% pada Siklus I naik menjadi 32% pada Siklus II dan bertanya pada guru yaitu 14% pada Siklus I turun menjadi 12% pada Siklus II yang berarti ketergantungan siswa terhadap guru mulai berkurang. Sedangkan aktifitas siswa yang lain adalah aktifitas tidak relevan terhadap KBM yang turun dari Siklus I sebesar 12% menjadi sebesar 2% pada Siklus II. Sehingga secara umum penerapan model pembelajaran langsung telah berhasil 444

memberikan kemampuan siswa secara tuntas dalam pembuatan tape dan tempe. Keberhasilan ini diperoleh melalui revisi tindakan Siklus II. Revisi tindakan yang dilakukan dari Siklus I ke Siklus II diantaranya : • Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. • Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasiinformasi yang dirasa perlu dan memberi catatan. • Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bias lebih antusias. Meskipun pembelajaran sampai Siklus II telah berhasil memberikan ketuntasan penguasaan keterampilan pembuatan tape dan tempe dan aktifitas serta pengelolaan pembelajaran mengalami peningkatan, masih terdapat beberapa kelemahan yang dapat dikemukakan dalam pembahasan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Faktor kesungguhan di antara subjek satu sama lain tidak dapat diketahui. 2. Kegiatan masing-masing sampel di luar kegiatan penelitian tidak dapat dikontrol. 3. Pada saat pembelajaran berlangsung keterlibatan siswa cukup baik meski masih ada beberapa siswa yang melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran seperti permisi keluar kelas. Jadi aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran project based learning adalah cukup baik. Sehingga dapat disimpulkan aktivitas belajar siswa memberikan dampak positif terhadap hasil belajarnya. Model project based learning sangat cocok diterapkan pada mata pelajaran Keterampilan, karena dengan menerapkan model ini pembelajaran tidak akan membosankan, dan siswa akan memiliki peran aktif untuk menentukan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian diperoleh data-data hasil belajar dan aktifitas belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar penjaskes pada siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan menerapkan model pembelajaran project based learning kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain: 1. Pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan penguasaan keterampilan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2.

membuat tape dan tempe siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada Siklus I (51,3%) naik pada Siklus II (92%). Aktivitas siswa mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran model pembelajaran Project Based Learning di Kelas VIII-5 SMPN 3 Rantau Utara.

5.2 Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai model pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan. 2. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard.,(1997), Learning to Teach, Penerbit Mc Graw-Hill Companies, New York. Aqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya Syaripudin, Iip. Penggunaan Metode Ekspresi Bebas Untuk Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Seni Budaya Dan Keterampilan Pokok Bahasan Mengekpresikan Diri Pada Karya Seni Rupa, (Penelitian Tindakan Kelas). Ciamis: MIN Karanggedang. Thomas, J. W. 2000. A Review of Research on Project-Based Learning. California: The Autodesk foundation. [Online]. Tersedia: http://www.bobpearlman.org/ BestPractices/PBL_Research. pdf (diunduh 28 September 2011). Thomas, J. W., J. R. Mergendoller, & A. Michaelson. 1999. Project-based learning: A handbook for middle and high school teachers. Novato, CA: The Buck Institute for Education.

445

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI SENI MUSIK SISWA MELALUI PEMANFAATAN MEDIA DI KELAS VIII-5 SMPN 3 RANTAU UTARA Sugito, SP.d Guru Seni Budaya SMP Negeri 3 Rantau Utara

ABSTRAK Penelitian ini menerapkan pemanfaatan media sebagai upaya meningkatkan kemampuan apresiasi seni musik dalam pembelajaran Seni Budaya. Pemanfaatan media dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) selama dua siklus dengan dua kali pertemuan (KBM) setiap siklusnya. Sehingga data dalam penelitian ini adalah, aktifitas belajar siswa dan hasil belajar berupa kemampuan mengapresiasikan seni musik setelah menerapkan pemanfaatan media dalam pembelajaran Seni budaya. Dengan subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 39 siswa. Hasil penelitian menunjukkan; 1) Data aktifitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I dan Siklus II antara lain aktivitas menulis dan membaca turun dari 39,1% menjadi 21,3 %. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi yang meningkat dari 27,7 % menjadi 45,0 % menunjukkan perbaikan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Sementara aktivitas bertanya pada teman naik dari 17,7 % menjadi 20 % dan bertanya pada guru naik dari 10,9 % menjadi 11,9 %. Aktivitas yang tidak relevan dengan KBM pada turun dari 4,6 % menjadi 1,8 %.); 2) Hasil belajar siswa dengan menggunakan Pemanfaatan Media. Pada Siklus I ketuntasan sebesar 56,4 % dengan ratarata 74,8 dan belum tuntas secara klasikal dan Pada Siklus II sebesar 89,7 % dengan rata-rata 82,9 menunjukkan tuntas secara individu dan kelas. Peningkatan ini menunjukkan hasil belajar siswa meningkat. Kata Kunci: pemanfaatan media, aktivitas belajar siswa 1.

PENDAHULUAN

Pengajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadi suatu belajar. Sistem lingkungan itu sendiri terdiri atas komponen-komponen yang saling mempengaruhi, seperti; tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peran, metode mengajar yang tepat serta sumber dan media pembelajaran. Dari komponen di atas, metode mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar, yang mana dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan pembelajaran yang dapat merangsang serta, menarik perhatian siswa sehingga terjadi proses belajar. Dalam proses belajar mengajar di kelas setiap hari, tak dapat dihindari munculnya berbagai masalah baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Misalnya antusias siswa dalam mengikuti pelajaran sangat rendah dan partisipasi aktif dari siswa masih kurang. Selain itu metode pembelajaran yang digunakan guru adalah ceramah dan tanya jawab. Sehingga fokus pembelajaran hanya terpusat pada guru. Faktor-faktor tersebut merupakan penyebab menurunnya kualitas pembelajaran Seni Budaya. Untuk menanggulangi masalah hasil belajar siswa guru-guru SMPN 3 Rantau Utara menjalin kerjasama untuk pembuatan penelitian tindakan kelas. Lokasi kerjasama dilakukan di SMPN 3 Rantau Utara. Beberapa model-model pembelajaran yang ditawarkan untuk meningkatkan hasil belajjar siswa selama pertemuan dengan pembimbing.

446

Dalam penyampaian materi sangat penting diperhatikan dan paling berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar. Guru sangat dominan selama KBM, dengan demikian guru melengkapi dirinya dengan berbagai model, media, dan metode pembelajaran. Oleh karena itu, dengan tidak mengenyampingkan pentingnya faktor –faktor yang lain, faktor kegiatan guru dalam memilih cara mengajar sangat berpengaruh terhadapp kesenangan dan penguasaan siswa pada mata pelajaran seni Budaya. Guru harus memilih cara pengajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan siswa, sehingga siswa dapat menerima dan memahami materi yang diterapkan guru serta berminat dan termotivasi untuk belajar seni musik. Melihat keunggulan model ini dan latar belakang permasalahan, maka yang menjadi rumusan-rumusan dalam penelitian ini adalah; 1) Apakah kemampuan apresiasi seni musik siswa meningkat melalui pemanfaatan media di kelas VIII5 SMPN 3 Rantau Utara?; 2) Apakah aktivitas siswa meningkat saat pemanfaatan media di kelas VIII-5 SMPN 3 Rantau Utara? Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medius yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim. Gagne (dalam Bachtiar ) menyakan bahwa media adalah “Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Kemp & Dayton (dalam Arsyad 2002) mengemukakan beberapa hasil penelitian yang menunjukan dampak positif dari penggunaan media

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

dalam pengajaran di kelas : (1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku; (2) Pengajaran bisa lebih menarik; (3) Pembelajaran menjadi interaktif; (4) Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat; (5) Peran guru dapat berubah kea rah yang lebih positif; dan (6) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalitas Melihat keunggulan pemanfaatan media pembelajaran ini maka peneliti akan menerapkan pemanfaatan media melalui penelitian tindakan kelas. Dengan tujuan penelitian sesuai rumusan permasalahan yang dibahas adalah; 1) Untuk mengetahui apakah pemanfaatan media dapat meningkatkan kemampuan apresiasi seni musik siswa di kelas VIII-5 SMPN 3 Rantau Utara; 2) Untuk mengetahui apakah pemanfaatan media dapat meningkatkan aktivitas di kelas VIII-5 SMPN 3 Rantau Utara. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Jalan Padang Matinggi. Pelaksanaannya selama empat bulan dari bulan Februari sampai dengan Mei Tahun 2014. Pengambilan data dilaksanakan bulan Maret-April 2014 sebanyak dua siklus dengan dua kali pertemuan setiap siklusnya. 2.2. Subjek Penelitian Karena keterbatasan peneliti maka penelitian hanya dikenakan pada seluruh siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 yang seluruhnya berjumlah 39 siswa. 2.3. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP) 2. Lembar Kerja Siswa 3. Lembar Observasi a. Lembar observasi pengelolaan pembelajaran, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. b. Lembar Observasi Aktifitas Siswa 4. Tes formatif 2.4. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

2.5. Teknik Analisis Data Analisis aktifitas dan kemampuan apresiasi seni musik siswa berdasarkan hasil formatif dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1.

Untuk menilai hasil tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X =

∑X ∑N

Dengan : X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N= Jumlah siswa 2. Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Untuk ketuntasan perorangan maka digunakan KKM sekolah untuk mata pelajaran Seni Budaya kelas VIII yakni 75. Dalam penelitian ini, kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat paling tidak 85% siswa yang telah mencapai daya serap ≥ KKM. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P=

∑ Siswa. yang.tuntas.belajar x100% ∑ Siswa

3. Untuk lembar observasi a. Lembar observasi pengelolaan pembelajaran. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan pembelajaran digunakan rumus sebagai berikut:

X =

P1 + P2 2

Dimana: P1 = pertemuan 1 dan P2 = pertemuan 2 b. Lembar observasi aktifitas siswa Untuk menghitung lembar observasi aktifitas siswa digunakan rumus sebagai berikut:

%=

X x100% dengan ∑X

X =

jumlah.hasil. pengama tan P1 + P2 = 2 jumlah. pengamat

Dimana:

%

= Persentase pengamatan

X

= Rata-rata

∑X P1 P2

= Jumlah rata-rata = Pengamat 1 = Pengamat 2

447

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Penelitian Sebelum melaksanakan KBM pada Siklus peneliti memberikan uji kemampuan awal melalaui Pretes. Dari tes awal diperoleh nilai terendah untuk pretes adalah 7,1, dan tertinggi adalah 28,6. Dengan KKM yang ditetapkan sebesar 75 maka tidak seorang pun mendapat nilai diatas ketuntasan atau ketuntasan secara klasikal adalah 0%. Nilai rata-rata kelas adalah 29,2. Siklus I Tahap Observasi I Tahap observasi dilakukan untuk mendapatkan data yang meggambarkan dua hal dalam penelitian ini yakni keberhasilan proses dan keberhasilan hasil. • Keberhasilan Proses Observasi pada proses dilakukan melalui lembar observasi pengelolaan pembelajaran dan aktifitas siswa dalam pembelajaran. 3) Observasi aktifitas belajar siswa Pengamatan ini dilakukan oleh dua orang pengamat. Karena siswa berkelompok dengan tiap kelompok terdiri dari lima siswa sehingga pengamatan dilakukan perkelompok. Data hasil observasi aktifitas belajar siswa pada Siklus I disajikan dalam Tabel 1. No 1 2 3 4 5

Tabel 1 Aktifitas Siswa Pada Siklus I Aktifitas Skor Proporsi Membaca dan menulis 21.5 39.1% Mengungkap pendapat 15.25 27.7% Bertanya pada teman 9.75 17.7% Bertanya pada guru 6 10.9% Yang tidak relevan 2.5 4.6% Jumlah 55 100%

Merujuk pada Tabel 1, pada Siklus I rata-rata aktifitas menulis dan membaca memperoleh proporsi 39,1%. Aktifitas mengungkap pendapat dalam diskusi mencapai 27,7%. Aktifitas bertanya pada teman sebesar 17,7%. Aktifitas bertanya kepada guru 10,9% dan aktifitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 4,6%. • Kemampuan apresiasi seni Produk diperoleh melalui tes hasil belajar kognitif siswa. Tes adalah sebagian dari Pretes yang materi atau indikatornya telah diajarkan dalam Siklus I. Sebanyak 8 item diujikan dalam Formatif I ini. Hasil Formatif I disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Hasil Formatif I Nilai 100 87,5 75 67,5 50 Jumlah

Frekuensi 2 10 10 14 3 39

Ketuntasan 5,2% 25,6% 25,6% 56,4%

Tahap Refleksi I Beberapa hal yang dapat dicatat dalam siklus I adalah sebagai berikut: (a) Kemampuan siswa dalam kelompoknya masih kurang, Kekompakan kerja kelompoknya masih kurang dan Secara umum pembentukan kelompok masih kurang baik; (b) Suasana pembelajaran kurang kondusif ditandai dengan aktivitas siswa yang tidak relevan dengan KBM relative besar yakni 4,6%; (c) Dalam mengerjakan tugas di depan kelas siswa kurang berani, Siswa dalam menulis di papan tulis masih kurang terampil dan Kemampuan siswa dalam bertanya masih kurang; (d) Suasana diskusi antar siswa masih kurang dengan rendahnya persentasi aktivitas bertanya sesama teman yaitu 17,7%. Siklus II Tahap Observasi II Tahap observasi dilakukan untuk mendapatkan data yang meggambarkan dua hal dalam penelitian ini yakni keberhasilan proses dan keberhasilan hasil. 1. Observasi aktifitas belajar siswa Data hasil observasi aktifitas belajar siswa pada Siklus II disajikan dalam Tabel 3 Tabel 3. Aktifitas Siswa Pada Siklus II No Aktifitas Skor Proporsi 1 Membaca dan menulis 8.5 21.3% 2 Mengungkap pendapat 18 45.0% 3 Bertanya pada teman 8 20.0% 4 Bertanya pada guru 4.75 11.9% 5 Yang tidak relevan 0.75 1.8% Jumlah 40 100% Merujuk pada Tabel 3, pada Siklus II rata-rata aktifitas menulis dan membaca mengalami penurunan proporsi menjadi 21,3%. Aktifitas mengungkap pendapat dalam diskusi naik mencapai 45,0%. Aktifitas bertanya pada teman turun sebesar 20%. Aktifitas bertanya kepada guru turun menjadi 11,9% menunjukkan kemandirian kelompok meningkat dan aktifitas yang tidak relevan dengan KBM turun menjadi 1,8%. Secara keseluruhan aktifitas belajar siswa mengalami peningkatan kualitas yang menuju perbaikan. • Kemampuan Apresasi Seni Hasil Formatif II disajikan dalam Tabel 4.

Rata-rata

74,8

Merujuk pada Tabel 2. tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 50 dan tertinggi adalah 100 dengan kriteria ketuntasan minimal 75 maka 22 dari 39 siswa mendapat nilai mencapai KKM atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 56,4%. Dengan mengacu pada ketuntasan klasikal minimum sebesar 85% maka nilai 448

ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I cukup berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 74,8 juga di baah KKM.

Nilai 100 87,5 75 67,5 Jumlah

Tabel 4. Distribusi Hasil Formatif II Frekuensi Ketuntasan Rata-rata 6 15,4% 15 38,5% 14 35,9% 82,9 4 39 89,8%

Merujuk pada Tabel 4 tersebut, nilai terendah Formatif II adalah 67,5 dan tertinggi adalah 100 dengan kriteria ketuntasan minimal 75 maka 35 siswa mendapat nilai mencapai KKM atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 89,8%. Dengan mengacu pada

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

ketuntasan klasikal minimum sebesar 85% maka nilai ini berada pada kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas yang memuaskan. Nilai rata-rata kelas adalah 82,9 juga di atas KKM. Tahap Refleksi II Hasil observasi yang didapat dari pengamatan, Data menunjukkan bahwa aktifitas siswa pada Siklus II lebih baik dari pada Siklus I, penurunan aktifitas individual seperti menulis dan membaca terjadi pada Siklus II. Aktifitas yang tidak relevan dengan KBM pada Siklus II menyusut hingga 1,8%. Sehingga secara keseluruhan terjadi peningkatan kualitas aktifitas belajar siswa. Selama pengamatan terhadap kegiatan siswa Siklus II (aktifitas siswa), dan penilaian terhadap hasil belajar berupa kemampuan mengapresiasikan seni setelah penerapan pembelajaran dengan pemanfaatan media Siklus II, sudah tidak terlihat halhal yang harus diadakan perbaikan. 4. PEMBAHASAN Merujuk pada Tabel 1. dan 3., pada Siklus I rata-rata aktifitas menulis dan membaca memperoleh proporsi 31,9%. Aktifitas mengungkap pendapat dalam diskusi mencapai 27,7%. Aktifitas bertanya pada teman sebesar 17,7%. Aktifitas bertanya kepada guru 10,9% dan aktifitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 4,6%. Pada Siklus II rata-rata aktifitas menulis dan membaca mengalami penurunan proporsi menjadi 21,3%. Aktifitas mengungkap pendapat dalam diskusi naik mencapai 45%. Aktifitas bertanya pada teman turun sebesar 20%. Aktifitas bertanya kepada guru turun menjadi 11,9% menunjukkan kemandirian kelompok meningkat dan aktifitas yang tidak relevan dengan KBM turun menjadi 1,8%. Merujuk pada Tabel 2. Dan 4., dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sebelum penerapan pemanfaatan media yaitu berupa nilai pretes adalah 28,6 dengan ketuntasan belajar yang dicapai 0%, setelah menerapkan pemanfaatan media nilai siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil tes pada Siklus I, nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 74,8 dengan ketuntasan klasikal 56,4%, untuk nilai rata-rata hasil belajar dan persentasi ketuntasan klasikal yang dicapai belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan namun begitu masih terdapat beberapa siswa memperoleh nilai yang di bawah kriteria ketuntasan minimum. Baru pada Siklus II diperoleh hasil rata-rata 82,9 dengan persentae ketuntasan 89,7%. Kedua nilai baik ratarata dan ketuntasan klasikal telah mencapai kriteria atau Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dan mencapai ketuntasn klasikal menunjukkan kemampuan apresiasi siswa telah tumbuh. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa aktifitas siswa pada Siklus II lebih baik dari pada Siklus I. Kesimpulan ini diperkuat dengan temuan bahwa aktifitas yang tidak relevan dengan KBM pada Siklus II menyusut mencapai 1,8%.

Pada Siklus I belum tercapai ketuntasan belajar siswa dikarenakan selama pengamatan terhadap kegiatan siswa Siklus I, masih terdapat beberapa kekurangan. Sehingga harus dilakukan tindakan perbaikan yang direncanakan pada pelaksanaan Siklus II. Melalui perbaikan ini, secara keseluruhan semua aspek dalam hasil belajar mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II. Karena proses pelaksanaan pada Siklus II telah dapat mencapai hasil dari pembelajaran yang diharapkan dan telah dapat menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, maka tidak diadakan Siklus selanjutnya. Pembelajaran dengan menerapkan pemanfaatan media dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir dan juga meningkatkan aktifitas belajar siswa melalui partisipasi aktif dalam mengungkapkan pendapat. Sehingga menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar sebab siswa diajak terlibat langsung. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian diperoleh data-data pengelolaan pembelajaran, aktifitas belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar Seni Budaya, dan data formatif pada siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 3 Rantau Utara dengan menerapkan pemanfaatan media kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain: (1) Dengan menggunakan pemanfaatan media diperoleh hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan; (2) Aktivitas siswa mengalami peningkatan. 5.2 Saran Dari hasil penelitian dapat disarankan : (1) Perlu motivasi diberikan pada awal pertemuan agar selama bekerja dalam kelompok aktifitas siswa sangat baik; (2) Melalui penerapan Pemanfaatan Media masih ada beberapa aspek aktivitas belajar yang perlu ditingkatkan, yaitu bertanya kepada guru, dan masih adanya beberapa siswa yang melakukan aktivitas belajar yang tidak relevan dengan kompetensi yang akan dicapai. Atas dasar ini, disarankan bagi peneliti lanjut agar melakukan penelitian yang sejenis dengan lebih mendesain bahan tambahan atau teknik-teknik inovatif yang dapat meningkatkan aktivitas (interksi dengan siswa dan guru), serta memperkecil persentase siswa yang melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan kompetensi yang akan dicapai . Aktifitas siswa perlu diperhatikan dan direkap selama KBM dan direfleksikan baik hasil kelompok belajar, aktifitas siswa selama bekerja dan sikapnya selama bekerja. DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard.,(2009), Learning to Teach, Penerbit Mc Graw-Hill Companies, New York. Aqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya. Lie, Anita. 2008. Cooperative learning. Jakarta : PT Gramedia.

449

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MENULIS TEKS BERBENTUK PROCEDURE MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER DI KELAS VII-4 SMP NEGERI 3 RANTAU UTARA Marlinang Sinaga, S.Pd Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 3 Rantau Utara

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa menulis teks berbentuk procedure dan aktivitas belajar siswa di kelas VII-4 SMPN 3 Rantau Utara pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan menerapkan model pembelajaran advance organizer. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII-4 SMPN 3 Rantau Utara dengan jumlah siswa 40 orang. Awal KBM dilakukan tes hasil belajar (Pretes), dengan data rata-rata 35,8 hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata siswa jarang membaca buku sebelum pembelajaran disekolah. Kemudian dilanjutkan KBM, akhir KBM ke II dan KBM ke IV dilakukan tes hasil belajar Formatif I dan Formatif II hasilnya masing-masing menunjukkan 70,9 dan 85,7. merujuk pada ketuntasan bahwa rerata hasil belajar siswa pada Siklus I menunjukkan tuntas sebesar 50% dan Siklus II tuntas sebesar 87,5%. Melihat data tersebut ada perubahan dan perubahan tersebut akibat tindakan guru selama KBM pada Siklus II. Melalui model pembelajaran advance organizer siswa sudah mulai aktif dan pembelajaran sudah tidak terpusat pada guru lagi. Kata Kunci: model pembelajaran advance organizer, kemampuan menulis, aktivitas belajar siswa 1.

PENDAHULUAN Kesulitan paling esensi yang penulis alami ketika membelajarkan siswa bahasa Inggris adalah bagaimana cara membelajarkan siswa untuk mengungkapkan bahasa tersebut secara lisan dan berterima. Pada umumnya siswa kurang mampu mengungkapkan bahasa lisan walaupun mereka telah mengalami pembelajaran dalam beberapa bahasan pada siklus lisan. Beberapa cara sudah penulis lakukan antara lain menambahkan waktu belajar khusus berbicara pada setiap hari sabtu melalui ekstrakurikuler conversation, siswa diberi tugas untuk belajar menggunakan bahasa lisan di sekolah atau di rumah secara berkelompok tetapi hasilnya masih kurang memuaskan karena masih 40% siswa belum terampil mengungkapkan bahasa Inggris secara lisan. Sedangkan 60% lainnya hanya mampu mengungkapkan dengan frekuensi rata-rata dua sampai dengan tiga kalimat saja dan dengan cara menghafalkan tulisan. Inilah fenomena kesulitan yang dialami oleh penulis di dalam membelajarkan siswa di sekolah. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam mengorganisasikan kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitor yang berusaha mencipatakan kondisi belajar mengajar yang efektif, sehingga memungkinkan proses belajar mengajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada

450

siswa, sehingga ia mau belajar karena siswalah subyek utama dalam belajar. Sejalan dengan inovasi pembelajaran akhirakhir ini termasuk di Sekolah Menengah Pertama, yaitu: model pembelajaran Advance Organizer. Model pembelajaran advance organizer merupakan suatu cara belajar untuk memperoleh pengetahuan baru yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran, artinya setiap pengetahuan mempunyai struktur konsep tertentu yang membentuk kerangka dari sistem pemprosesan informasi yang dikembangkan dalam pengetahuan ( ilmu ) itu. Metode ini dikembangkan oleh David Ausubal dan menurut beliau model ini ada model belajar bermakna. Model pembelajaran advance organizer bertujuan untuk memperkuat struktur kognitif siswa dan menambah daya ingat (retensi) siswa terhadap informasi yang bersifat baru. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini, adalah (1) Apakah melalui Penggunaan Model Pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan Kemampuan Siswa Untuk Menyusun Teks Berbentuk Procedure di Kelas VII-4 SMP 3 Rantau Utara ?; (2) Apakah aktivitas siswa meningkat dengan penerapan model advance organizer pada siswa kelas VII-4 SMP Negeri 3 Rantau Utara? Model Advance organizer dapat ditentukan dengan menggunakan narasi maupun peta konsep, dimana dalam kegiatan belajar mengajar penerapannya menurut Joyce (1980:85) dapat dilakukan melalui tiga fase yang ditunjukkan dalam tabel 1: (1) Fase pertama, penyampaian advance organizer mengarahkan para siswa kepada materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

berhubungan dan dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Jadi, perbuatan advance organizer digunakan sebagai konsep jembatan antara materi baru dan materi yang sudah dipunyai siswa; (2) Fase kedua, yaitu penyampaian materi baru dengan memberikan ceramah, diskusi, demonstrasi, eksperimen, film, atau memberi tugas kepada siswa. Ausubel menekankan kebutuhan untuk mempertahankan perhatian siswa sama baiknya dengan kebutuhan dalam mengorganisasi materi pelajaran secara jelas untuk berhubungan dengan susunan yang telah direncanakan dalam advance organizer; (3) Fase ketiga, bertujuan memperkuat struktur kognitif siswa. Guru sebaiknya mencoba untuk menggabungkan informasi baru kedalam susunan pelajaran yang sudah direncanakan untuk pelajaran permulaan dengan mengingatkan siswa bagaimana setiap rinci khusus yang berhubungan. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang akan memperluas pengertian mereka melebihi isi pelajaran yang disampaikan guru. Adapun kunci utama keberhasilan model advance organizer ini terletak pada adanya pengorganisasian yang baik dalanm materi yang diajarkan. Materi yang terorganisasikan dengan baik itu ditandai oleh adanya hubungan yang terintegrasi dan tepat antara kerangka utama (organizer) dengan isi materi yang diajarkan. Model ini memerlukan pedoman cara membentuk bangunan suatu materi pengajaran Tabel 1. Ringkasan struktur pengajaran model advance organizer menurut joyce (2009: 289).

Kelebihan Advance Organizer antara lain adalah sebagai berikut : (a) Siswa dapat berinteraksi dengan memecahkan masalah untuk menemukan konsepkonsep yang dikembangkan; (b) Dapat membangkitkan perolehan materi akademik dan keterampilan sosial siswa; (c) Dapat mendorong siswa untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan (siswa semakin aktif); (d) Dapat melatih siswa meningkatkan keterampilan siswa melalui diskusi kelompok; (e) Meningkatkan keterampilan berfikir siswa baik secara individu maupun kelompok; dan (f) Menambah kompetensi siswa dalam kelas. Setelah menetapkan rumusan masalah di atas maka, dapat ditentukan tujuan penelitian ini, antara

lain: (1) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan Kemampuan Siswa Untuk Menyusun Teks Berbentuk Procedure di kelas VII-4 SMP 3 Rantau Utara; dan (2) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas VII-4 SMP 3 Rantau Utara. 2.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Rantau Utara Jalan Padang Matinggi dan pelaksanaannya pada bulan Februari sampai dengan Mei Tahun Pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII-4 SMP Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2013/2014, dengan jumlah siswa 40 orang. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan berganda. Tes hasil belajar ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada tingkat kognitif. Tes Hasil Belajar digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model advance oeganizer. Tes disusun dalam bentuk pilihan ganda yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk kelas VII SMP. Tes yang digunakan sebanyak 15 item dengan 4 option. Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkan oleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Adapun desain pelaksanaan PTK yang penulis rencanakan dalam penelitian adalah dalam dua Siklus PTK seperti gambar berikut

Gambar 1 Spiral Tindakan Kelas (Hopkins dalam Aqib, 2006 : 31) Metode Analisis Data pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: (1) Merekapitulasi nilai Pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II,

451

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

(2) Menghitung nilai rerata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar, (3) Penilaian.

3. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

DAN

Akhir Siklus I dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif I, dengan data dapat dilihat Pada Tabel 2. Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui Model Pembelajaran Advance organizer. Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Distribusi Hasil Formatif I dan Formatif 2 Nilai Frekuensi Tuntas Tuntas Kelas Individu 50 5 67,5 15 75 14 14 35 % 87,5 6 6 15% Jumlah 40 20 50% Nilai Nilai Frek Tuntas Tuntas Nilai rataIndividu kelas ratarata rata 57,1 2 71,4 3 70,9 85,7 28 28 70% 85,7 100 7 7 17,5% Jumlah 40 35 87,5% Data hasil Formatif I dan Formatif 2 ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut: 20

Grafik Formatif I

10 0

50

67,5

75

87,5

Frekuensi 5 15 14 6 Gambar .1 Grafik data hasil Formatif I 30

Grafik Formatif 2

20 10 0

57,1

71,4

85,7

Frekuensi 2 3 28 Gambar 2. Grafik data hasil Formatif I

452

100 7

Pada Tabel 2 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 50 sebanyak 5 orang dan nilai tertinggi adalah 87,5 sebanyak 6 orang, dengan 20 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 50%. Dengan nilai KKM sebesar 75. Nilai ini berada sedikit di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 70,9 belum tuntas KKM. Pada proses pembelajaran masih ditemukan halhal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan penelitian tindakan kelas yaitu : (a) Secara umum pembentukan kelompok masih kurang baik terlihat dari semangat kerja yang buruk dari dokumentasi penelitian; (b) Suasana pembelajaran kurang kondusif terlihat dari aktivitas tidak relevan yang cukup menonjol mengingat aktivitas ini seharusnya tidak perlu ada; (c) Dalam mengerjakan tugas di depan kelas siswa kurang berani terlihat dari dokumentasi penelitian; dan (d) Siswa dalam menulis di papan tulis masih kurang terampil. • Data aktivitas belajar siswa Pada tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung dengan bantuan dua orang guru untuk mengamati kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi aktifitas siswa. Dari hasil pengamatan aktivitas siswa diperoleh data aktivitas yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas Siswa Pada Siklus I dan Siklus II

Beberapa hal yang dapat dicatat dalam refleksi pembelajaran Siklus II adalah sebagai berikut: (1) Siswa mulai aktif dalam diskusi dengan ditunjukkan oleh hasil observasi aktivitas belajarnya yang sedikit lebih baik dari pada Siklus I. Rata-rata skor aktivitas siswa pada Siklus I adalah 70,6% dengan kategori Cukup Aktif dan rata-rata aktivitas siswa pada siklus II adalah 81,9% dengan kategori Aktif; (2) Ketuntasan hasil belajar siswa meningkat dari 50% atau gagal menjadi 87,5% atau dalam ketogori berhasil; (3) Siklus II dipandang sudah cukup karena berdasarkan hasil tes yang dikerjakan siswa sudah memenuhi hipotesis penelitian.. Merujuk pada Tabel 2., nilai terendah untuk Formatif II adalah 57,1 sebanyak 2 orang dan tertinggi adalah 100 sebanyak 6 orang. Dengan 5 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 87,5%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 85,7. Hasil belajar siswa diakhir Siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal 87,5%, yang berarti hampir seluruh siswa telah memperoleh nilai tuntas dengan 5 orang siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II telah berhasil memberikan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

perbaikan hasil belajar pada siswa. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut: (a) Siswa sudah mulai terbiasa dengan bekerja secara kelompok; (b) Keberanian siswa untuk berinteraksi berjalan dengan baik karena siswa sudah mulai terbiasa untuk bertanya dan menyampaikan pendapatnya kepada sesama teman lainnya dalam menyelesaikan masalah; (c) Siswa mulai aktif dan tahu akan tugasnya sehingga tidak menggantungkan permasalahan yang dihadapi kepada teman dalam kelompoknya. Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran advance organizer dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. 4.

PEMBAHASAN Merujuk pada Tabel 2., nilai terendah formatif I adalah 50 dan tertinggi adalah 87,5. Merujuk pada KKM sebesar 70 maka 20 dari 40 orang siswa mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal tercapai sebesar 50%. Nilai ini berada di bawah kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I gagal memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai ratarata kelas adalah 70,9. Dengan demikian maka peneliti berusaha melakukan tindakan perbaikan dalam melaksanakan pembelajaran Siklus II yang dirasa perlu. Merujuk pada Tabel 2, nilai terendah untuk formatif II adalah 57,1 dan tertinggi adalah 100 dengan 5 orang siswa mendapat nilai dibawah KKM atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 87,5%. Nilai ini berada di atas 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II telah berhasil memberi ketuntasan belajar pada siswa dalam kelas. Dengan demikian pembelajaran menggunakan model advance organizer memberikan ketuntasan belajar bahasa inggris siswa pada Siklus II. Pembelajaran advance organizer selain meningkatkan hasil belajar siswa ternyata juga telah mampu menumbuhkan sikap kooperatif disamping tumbuhnya aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran bahasa inggris yang berimplikasi pada meningkatnya hasil belajar siswa. Siswa sudah bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya dipimpin siswa terpandai sebagai tutor. Dengan Kelompok belajar dibentuk dari siswa yang heterogen (memiliki kemampuan, jenis kelamin, budaya dan suku yang berbeda). Pada model pembelajaran advance organizer, Peranan guru hanya

pembentukan kelompok, memilih anak terpandai (sebagai tutor) dan penjelasan, merencanakan tugas kelompok, membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi. Selanjutnya kelompok yang terbaik akan diberikan penghargaan yang berorientasi kepada kelompok ketimbang individu. Disini sudah terlihat siswa sudah mulai aktif, pembelajaran tak lagi berpusat pada guru tetapi kepada siswa. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Advance organizer berbantuan LKS pada materi pokok medan magnet di kelas XII IPA 4 SMAN 1 Rantau Utara sebagai berikut: (1) Penggunaan Model Pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VII-4 SMPN 3 Rantau Utara pada semester 2 tahun pelajaran 2013-2014. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui evaluasi/ test tulis dengan rata-rata nilai siswa pada siklus pertama 70,9 meningkat pada siklus ke 2 menjadi 85,7; (2) Penggunaan Model Pembelajaran advance organizer dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. 5.2 Saran Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan model pembelajaran Advance organizer di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. (1) Pada saat diskusi kelompok berlangsung peneliti masih kesulitan dalam membimbing penuh pada masing-masing kelompok. Oleh sebab itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan agar lebih membimbing siswa dengan cara aktif bertanya kepada siswa tentang kendala yang dihadapi, memotivasi, dan mengarahkan agar setiap siswa aktif berdiskusi dengan menjelaskan nilai dari satu orang siswa dapat mempengaruhi nilai dan nama baik kelompok serta memberikan penghargaan berupa nilai plus kepada siswa yang aktif agar siswa lebih termotivasi dan dapat berdiskusi dengan baik, (2) Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugastugas kelompok yang diberikan oleh guru DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Arends, Richard. 2009. Learning to Teach. New York : Penerbit McGraw-Hill Companies Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Startegi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Trianto, (2009), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.

453

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUKMEMPERBAIKI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS XI IPS 3 SMAN 1 RANTAU SELATAN Seri Sediani, S.Pd Guru Mata Pelajaran Geografi SMA Negeri 1 Rantau Selatan

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki aktivitas belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator And Expalining pada materi pokok menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer kelas XI IPS-3 semester ganjil SMA Negeri 1 Rantau Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rantau Selatan. Sampel diambil dengan kriteria kelas yang memiliki lebih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar Geografi. Kelas yang menjadi sampel adalah kelas XI IPS-3 dengan jumlah siswa 36 Orang. Awal KBM dilakukan tes hasil belajar (Pretes). Pada pretes, nilai terendah untuk pretes adalah 20 dan tertinggi adalah 50 dengan tidak seorang pun mendapat nilai diatas 70. Ketuntasan klasikal adalah 0%. Nilai rata-rata kelas adalah 28,3. Kemudian dilanjutkan KBM, akhir KBM ke II dan KBM ke IV dilakukan tes hasil belajar Formatif I dan Formatif II. Pada siklus I mencapai rata-rata 70,8 dengan ketuntasan klasikal 80,6% dan siklus II mencapai 79,4 dengan ketuntasan klasikal 94,4%. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar klasikal pada materi pokok pokok menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer di kelas XI IPS-3 SMPANegeri 1 Rantau Selatan Semeter ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator And Expalining selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer di kelas XI IPS-3 SMA Negeri 1 Rantau SElatan berhasil memperbaiki aktivitas belajar siswa terlihat dari membaiknya kualitas masing-masing kriteria aktivitas tiap siklusnya. Dengan meningkatnya hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus ke dua, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator And Expalining pada mata pelajaran Geografi dengan materi pokok menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer di kelas XI IPS-3 SMA Negeri 1 Rantau Selatan tahun ajaran 2012/2013 dapat memperbaiki aktivitas belajar siswa. Kata Kunci: model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining, aktivitas belajar geografi 1.

PENDAHULUAN

Mata Pelajaran geografi yang didominasi oleh aspek kognitif yang bersifat deskriptif menimbulkan kesulitan tersendiri dalam proses belajar mengajar baik itu dialami oleh guru yang menyampaikan materi atau siswa sebagai subjek penerima materi pelajaran. Hal ini yang terjadi di sekolah SMAN 1 Rantau Selatan kelas XI IPS 3 pada mata pelajaran Geografi yang secara khusus pada materi menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer. Secara umum materi yang seperti itu disampaikan dengan metode ceramah langsung. Hal ini menimbulkan kejenuhan dan kebosanan pada diri siswa, untuk menghindari proses yang membosankan maka, perlu dicarikan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi tersebut. Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMAN 1 Rantau Selatan ditemukan beberapa masalah yaitu hasil belajar Geografi siswa yang rendah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa itu rendah, antara lain : (1) Sistem pengajaran yang kurang efektif, kurang efisien, dan kurang membangkitkan gairah siswa untuk belajar (2) kurangnya motivasi siswa dalam menganalisis permasalahan. (3) Aktivitas belajar siswa rendah, 454

karena siswa kurang terlibat dalam pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan informasi yang diberikan guru (4) Kualitas rancangan pengajaran yang kurang menarik minat siswa untuk belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat rendahnya hasil belajar disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif (Trianto, 2007:6). Dari pendapat ini maka perlu dilakukan perbaikan terhadap rancangan pengajaran di kelas, seperti menerapkan model pembelajaran yang dapat menjadikan pembelajaran student centered. Pembelajaran Geografi tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktifitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas dengan bekerja dalam kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000:24). Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif. Namun kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

kerjasama kelompok kecil akan memungkinkan untuk menggalakkan kegiatan belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas siswa dan kemampuan komunikasi siswa adalah dengan melaksakan model pembelajaran yang relevan diterapkan oleh guru. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, melibatkan siswa dalam proses belajar sehingga siswa lebih mudah untuk memahami materi yang diajarkan dengan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Sebagai alternatif yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining. Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model pembelajaran dimana siswa / peserta didik belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk sendiri. Makna dasar dari model pembelajaran ini dalam proses belajar mengajar adalah menyajikan atau mendemonstrasikan materi didepan peserta didik lalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjelaskan kepada teman-temannya. Jadi, model pembelajaran Student Facilitator and Explaining adalah rangkai penyajian materi ajar yang diawali dengan menjerlaskannya dengan didemonstrasikan, kemudian diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kembali kepada rekan-rekannya dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada siswa. Adapun langkah-langkah pembelajaran : 1) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai / KD; 2) guru mendemonstrasikan / menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran; 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan / peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran; 4) guru menyimpulkan ide / pendapat dari siswa; 5) guru menerangkan semua materi yang disajikan saat ini; 6) penutup. Adapun kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining Kelebihan : 1) siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memehami materi tersebut; 2) materi yang disampaikan lebih jelas dan konkrit; 3) dapat meningkatkan daya serap siswa karena pembelajaran dilakukan dengan demonstrasi; 4) melatih siswa untuk menjadi guru, karena siswa diberikan kesempatan untuk mengulangi penjelasan guru yang telah dia dengar; 5) emacu motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam menjelaskan materi ajar; 6) mengetahui

kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan. Kekurangan : 1) adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang terampil; 2) banyak siswa yang kurang aktif; 3) siswa yang malu tidak mau mendemonstrasikan apa yang diperintahkan oleh guru kepadanya atau banyak siswa yang kurang aktif; 4) tidak semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk melakukannya (menjelaskan kembali kepada teman-temannya karena keterbatasan waktu pembelajaran); 5) adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang terampil; 6) tidak mudah bagi siswa untuk membuat peta konsep atau menerangkan materi ajar secara ringkas. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut; 1) bagaimana aktivitas siswa saat bekerja dalam kelompok saat menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining di kelas XI IPS 3 SMAN 1 Rantau Selatan?; 2) bagaimana hasil belajar siswa setelah menerapkan Model Pebelajaran Student Facilitator and Explaining di kelas XI IPS 3 SMAN 1 Rantau Selatan?. Merujuk pada rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah;1) untuk mengetahui aktivitas siswa saat bekerja dalam kelompok saat menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining di kelas XI IPS 3 SMAN 1 Rantau Selatan; 2) untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menerapkan Model Pebelajaran Student Facilitator and Explaining di kelas XI IPS 3 SMAN 1 Rantau Selatan. 2. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Rantau Selatan Jalan KH. Dewantara No. 1 Rantauprapat dan pelaksanaannya pada bulan Oktober sampai dengan Desember Tahun Pelajaran 2012/2013 B. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMAN 1 Rantau Selatan. Dengan mempertimbangkan perolehan nilai terendah untuk seluruh kelas XI IPS adalah pada kelas XI IPS 3, maka subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS 3 SMAN 1 Rantau Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa yang terikut dalam penelitian sebanyak 36 orang. C. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah: a. Tes hasil belajar. b. Lembar aktivitas siswa

455

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

D. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). E. Teknik Analisis Data Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: 1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II. 2. Menghitung nilai rata-rata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar. 3. Penilaian a.

Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan rumus:

NilaiSiswa =

Jumlah jawaban benar × 100 Jumlah seluruh soal (Slameto,2001:189)

b.

Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

X=

∑X N

(Subino,1987:80)

Keterangan : Σ = Jumlah nilai X N = Jumlah peserta tes Untuk penilaian aktivitas digunakan rumus sebagai berikut: % 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ = 𝑥𝑥 100% 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖

(Majid, 2009:268)

456

Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas

Ketuntasan belajar kelas =

∑S

b

K

× 100%

ΣSb = Jumlah siswa yang mendapat nilai≥ 65 (kognitif) ΣK = Jumlah siswa dalam sampel Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari: hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai KKM secara individual dan 85% secara klasikal. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data penelitian diperoleh dari data observasi berupa pengamatan perngelolaan model pembelajaran student facilitator and explaining dan pengamatan aktivitas siswa pada setiap siklus. Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan model pembelajaran Student facilitator and explaining yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran student facilitator and explaining dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa dan peningkatkan hasil belajar siswa. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran student facilitator and explaining . Sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar maka dilakukan tes hasil belajar atau disebut Pretes. Análisis data menunjukan hasil pretes siswa rata-rata adalah 28,3. 1. Siklus I Tahap Observasi • Data Hasil Belajar Siswa Pada akhir proses belajar mengjaar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagi berikut : Tabel 1. Distribusi Hasil Formatif I Tuntas Tuntas Nilai Nilai Frekuensi Individu Kelas rata-rata

X = Nilai rata-rata

c.

d.

60

7

-

-

70

20

20

55,6 %

80

8

8

22,2 %

90

1

1

2,8%

36

29

80,6%

Jumlah

70.8

Pada Tabel 1 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 60 sebanyak 7 orang dan nilai tertinggi adalah 90 sebanyak 1 orang, dengan 7 orang mendapat nilai

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 80,6 %. Dengan nilai KKM sebesar 70. Nilai ini berada di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 70,0 sudah tuntas KKM Geografi. Data hasil Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

Data pada Tabel 2 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 2.

Grafik Aktivitas siklus I

50,00% 45,00% 40,00% 35,00%

Grafik Formatif I

25

30,00% 25,00%

20

20,00% 15,00% 10,00%

15

5,00% 0,00%

10

Siklus 1 44,0 26,5 15,0 11,0 3,50 5

0 Frekuensi

Gambar 2. Grafik aktivitas siswa Siklus I 60

70

80

90

7

20

8

1

Gambar 1. Grafik data hasil Formatif I •

Data Aktivitas Belajar Siswa Setelah guru selesai menyajikan materi pembelajaran, maka siswa disuruh bekerja berkelompok untuk mengerjakan LKS. Siswa bekerja dalam kelompok, peneliti memberikan instrument aktivitas siswa kepada pengamat. Untuk merekam aktivitas siswa dilakukan oleh dua pengamat sesuai dengan instruksi oleh peneliti. Kedua pengamat melakukan pengamatan selama 4 kali atau Siklus I dan Siklus II. Hasil rekaman yang dilakukan oleh kedua pengamat diserahkan kembali kepada peneliti. Hasil analisis rekaman aktivitas siswa dari kedua pengamat selama 4 kali dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Skor aktivitas belajar siswa No

1 2 3 4 5

Aktivitas Menulis, membaca Mengerjakan Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan Jumlah

Siklus I Jumlah

RataRata

Proporsi

88 53

22 13.25

44.00% 26.50%

30

7.5

15.00%

22

5.5

11.00%

7 200

1.75 50

3.50% 100.00%

Pada siklus I, secaraa garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode pembelajaran student facilitator and explaining sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa. Tahap Refleksi I Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut : i. Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. ii. Sebagian besar siswa aktif bekerja sama dan berdiskusi, dan hanya sebagian kecil siswa yang dapat menjawab pertanyaan soal yang ada I LKS iii. Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung, hal ini terlihat ketika guru bertanya, hanya sebagian kecil siswa yang menjawab pertanyaan guru. e.

Refisi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. i. Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

457

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

ii. Sebelum LKS dibagi, siswa diberi pertanyaan agar siswa dapat berpikir. iii. Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias. b. Siklus II Tahap Observasi • Data Hasil belajar siswa Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagi berikut :



Data Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Geografi pada materi pelajaran Fenomena biosfer dan antroposfer yang paling dominan adalah aktivitas mengerjakan, bertanya kepada guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Penskoran dilakukan dan dijabarkan dalam data berupa Tabel aktivitas oleh pengamat I dan II untuk Siklus II sebagai berikut: Siswa bekerja dalam kelompok, peneliti memberikan instrument aktivitas siswa kepada pengamat. Hasil analisis rekaman aktivitas siswa dari kedua pengamat selama 4 kali dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Distribusi Hasil Formatif II

Nilai 60 70 80 90 100 Jumlah

Frekuensi 2 12 12 6 4 36

Tuntas Individu 12 12 6 4 34

Tuntas Kelas 33,3% 33,3% 16,7% 11,1% 94,4%

Nilai ratarata

79,4

Pada Tabel 3 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 60 sebanyak 2 orang dan nilai tertinggi adalah 100 sebanyak 4 orang, dengan 3 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 94,4 %. Dengan nilai KKM sebesar 70. Nilai ini berada di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 79,4 sudah tuntas KKM Geografi. Data hasil Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut: 14 Grafik Formatif II

N o 1 2 3 4 5

Siklus I Jumla h Menulis, membaca 54 Mengerjakan 81 Bertanya pada teman 40 Bertanya pada guru 22 Yang tidak relevan 3 Aktivitas

Jumlah

50

27.00% 40.50% 20.00% 11.00% 1.50% 100.00 %

Grafik Aktivitas 40,00% siklus II 45,00%

35,00% 30,00%

20,00% 15,00%

8

10,00%

6

5,00% 0,00%

4

Siklus 1 27,0 40,5 20,0 11,0 1,50

2

Frekuensi

10 5.5 0.75

Proporsi

Data pada Tabel 4. dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 4.

10

0

200

RataRata 13.5 20.25

25,00%

12

Gambar 4. Grafik aktivitas siswa Siklus II 60

70

80

90

100

2

12

12

6

4

Gambar 3. Grafik data hasil Formatif II 458

Tabel 4. Skor aktivitas belajar siswa

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tahap Refleksi II Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran student facilitator and explaining. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagi berikut : 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspk yang belum sempurna, tetapi presentase pelaksanaanya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar mengajar berlangsung. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan. b. Revisi Pelaksanaan Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran student facilitator and explaining dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlau banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model pembelajaran student facilitator and explaining dapat meningkatkan proses belajar mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 4. Pembahasan 1. Ketuntasan hasil belajar siswa Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahawa model pembelajaran student facilitator and explaining memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari pretes, siklus I dan siklus II) yaitu masing-masing 0%, 80,6% dan 94,4%. Pada siklus II ketuntasan belajer siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan anlisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran student facilitator and explaining dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap presasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3.

Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasakan analisi data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses pembelajaran Geografi pada pokok bahasan Menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer dengan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining yang paling dominan adalah mengerjakan LKS dan aktivitas bertanya sesama teman. Jadi dapat dikatakan bahawa aktifitas siswa dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktifitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dan menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul, diantaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/ evaluasi/ tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa.

5. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan dari penerapan model Setelah data-data tes hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain: A. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis/membaca (44,0%), bekerja (26,5%), bertanya sesama teman (15,0%), bertanya kepada guru (11,0%), dan yang tidak relevan dengan KBM (3,50%). Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis/membaca (27,0%), bekerja (40,5%), bertanya sesama teman (20,0%), bertanya kepada guru (11,0%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1,5%). B. Dengan menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining pada Formatif I dan Formatif II menunjukkan 29 orang siswa tuntas secara individu, sedangkan kelas tidak tuntas. Pada Siklus II, tuntas secara individu sebanyak 34 orang siswa, sedangkan kelas adalah tuntas dengan rata-rata siklus I dan siklus II adalah 70,8 dan 79,4. B. Saran Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan LKS di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian.

459

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

1. Bagi para peneliti yang ingin menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining ini agar menggunakan sampel dengan tingkatan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan siswa di tingkat rendah (misalnya kelas XI IPS), cenderung kesulitan untuk mengungkapkan ideide mereka dalam bentuk tulisan. 2. Peneliti selanjutnya diharapkan menerapkan model Student Facilitator and Explaining ini pada materi yang benar-benar dapat melatih kemampuan komunikasi siswa agar penerapan model ini dapat maksimal. 3. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan tes hasil belajar dalam bentuk uraian. Hal ini bertujuan agar keberhasilan strategi ini benar-benar terlihat dari kemampuan siswa menguraikan jawaban dari tes yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M., (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta, Jakarta.

460

Aqib, Z., (2006), Peneltian Tindakan Kelas. Penerbit, Yrama Widya, Bandung Dimyati, dan Mudjiono., (2006), Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Startegi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Purwanto, Ngalim, (1994), Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung, PT Rosdakarya _________________(2007), Psikologi Pendidikan. Bandung, PT Rosdakarya Sardiman, A. M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Trianto., (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progressif, Kencana Prenada Media Group,Jakarta Yamin, M., (2008), Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, Gaung Persada Press, Jakarta

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS X-1 SMA NEGERI 1 RANTAU SELATAN Sukmawaty, S.Pd (Guru Mata Pelajaran Ekonomi SMA Negeri 1 Rantau Selatan

ABSTRAK Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan, yaitu peneliti berusaha untuk menerapkan suatu tindakan sebagai upaya perbaikan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Karena penelitian dilaksanakan dengan setting kelas, maka disebut penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Pengambilan data untuk penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rantau Selatan. Waktu penelitian ini direncanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) pada materi pokok prilaku konsumen dan produsen kelas X-1 semester ganjil SMA Negeri 1 Rantau Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Rantau Selatan. Sampel diambil dengan kriteria kelas yang memiliki lebih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar Ekonomi. Kelas yang menjadi sampel adalah kelas X-1 dengan jumlah siswa 40 Orang. Awal KBM dilakukan tes hasil belajar (Pretes). Pada pretes, nilai terendah untuk pretes adalah 25 dan tertinggi adalah 45 dengan tidak seorang pun mendapat nilai diatas 70. Ketuntasan klasikal adalah 0%. Nilai rata-rata kelas adalah 33,1. Kemudian dilanjutkan KBM, akhir KBM ke II dan KBM ke IV dilakukan tes hasil belajar Formatif I dan Formatif II. Pada siklus I mencapai rata-rata 67,8 dengan nilai tertinggi 80 diperoleh 9 orang dan nilai terendah 60 diperoleh 18 orang dengan ketuntasan klasikal 55% dan siklus II mencapai 80,75 dengan nilai terendah 60 yang diperoleh 4 orang dan nilai tertinggi 100 yang diperoleh 3 orang dengan ketuntasan klasikal 90%. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar klasikal pada materi pokok prilaku konsumen dan produsen di kelas X-1 SMA Negeri 1 Rantau Selatan Semeter ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) selama kegiatan belajar mengajar pada materi pokok prilaku konsumen dan produse di kelas X-1 SMA Negeri 1 Rantau Selatan berhasil meningkatkan aktivitas belajar siswa terlihat dari membaiknya kualitas masing-masing kriteria aktivitas tiap siklusnya. Dengan meningkatnya hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus ke dua, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) pada mata pelajaran Ekonomi dengan materi pokok prilaku produsen dan konsumen di kelas X-1 SMA Negeri 1 Rantau Selatan tahun ajaran 2012/2013 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Kata Kunci: penerapan model pembelajaran kooperatif tipe gi (group investigation), aktivitas belajar ekonomi 1.

PENDAHULUAN Berdasarkan pengalaman saya mengajar ± 22 tahun mengajar di sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rantau Selatan pada materi perilaku konsumen dan produsen sesuai dengan latar belakang peneliti. Pengalaman mengajar di sekolah tersebut masih banyak kelemahan-kelemahan dal hal pembelajaran dilihat dari hasil belajar siswa. Fakta di sekolah masih banyak siswa belum jelas tujuannya belajar, sehingga kurang minat belajar. Siswa masih menganggap sepele dengan materi pokok perilaku konsumen dan produsen. Pada kenyataannya masih banyak siswa belum dapat mencapai hasil belajar yang di atas KKM yang ditentukan oleh sekolah. Secara teori KTSP telah dilaksanakan di sekolah SMA Negeri 1 Rantau Selatan tetapi nilai rata-rata siswa masih sangat rendah. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh kesulitan belajar yang dialami siswa dalam mengikuti pelajaran. Siswa beranggapan Ekonomi menawarkan persoalan-persoalan yang sulit, ditambah dengan kurangnya kerjasama antar

siswa mengakibatkan semakin menurunnya gairah belajar siswa terhadap mata pelajaran Ekonomi. Hasil pengamatan peneliti selama mengajar menunjukkan bahwa yang menyebabkan siswa pasif dan hasil belajar siswa kurang optimal karena model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran belum melibatakan keaktifan siswa secara keseluruhan. Karena bersifat individu maka pada saat proses belajar mengajar lebih didominasi oleh siswa yang memiliki hasil belajar yang relatif tinggi. Mereka lebih aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Sebaliknya siswa yang memiliki hasil belajar lebih rendah, mereka biasanya lebih pasif menerima pengetahuan dari guru tanpa berusaha untuk mencari informasi lebih mendalam. Melalui penelitian tindakan kelas ini akan jelas akar permasalahan masalah itu sendiri. Untuk mengurangi permasalahan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar, maka peneliti/guru menerapkan Model pembelajaran Kooperatif Tipe Group-investigation. Model 461

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Pembelajaran Kooperatif Tipe Group-investigation menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Model pembelajaran Kooepratif Tipe Groupinvestigation merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Guru juga harus mampu berkomunikasi baik dengan siswanya, serta membukakan wawasan berpikir dari seluruh siswa. Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu: 1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan); 2) planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya); 3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi); 4) organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis); 5) presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan 6) evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut; 1) bagaimana aktivitas siswa saat bekerja dalam kelompok dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada mata pelajaran Ekonomi di kelas X-1 SMAN 1 Rantau Selatan T.P 2012/2013?; 2) bagaimana hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada mata pelajaran Ekonomi di kelas X-1 SMAN 1 Rantau Selatan T.P 2012/2013?. Merujuk pada rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah; 1) untuk mengetahui aktivitas siswa saat bekerja dalam kelompok dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada mata pelajaran Ekonomi di kelas X-1 SMAN 1 Rantau Selatan T.P 2012/2013; 2) untuk mengetahui hasil

462

belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada mata pelajaran Ekonomi di kelas X-1 SMAN 1 Rantau Selatan T.P 2012/2013. 2.

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan, yaitu peneliti berusaha untuk menerapkan suatu tindakan sebagai upaya perbaikan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Karena penelitian dilaksanakan dengan setting kelas, maka disebut penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Pengambilan data untuk penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rantau Selatan. Waktu penelitian ini direncanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012. B. Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 1 Rantau Selatan. Subjek penelitian ini adalah salah satu kelas X, yaitu kelas X-1 SMAN 1 Rantau Selatan yang berjumlah 40 orang. C. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah: a. Tes hasil belajar. b. Lembar aktivitas siswa D. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). E. Teknik Analisis Data Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: 1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II. 2. Menghitung nilai rata-rata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar. 3. Penilaian a. Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan rumus:

NilaiSiswa =

Jumlah jawaban benar × 100 Jumlah seluruh soal (Slameto,2001:189)

b.

Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

∑X X= N

(Subino,1987:80)

Keterangan :

X = Nilai rata-rata Σ = Jumlah nilai X N = Jumlah peserta tes c.

Untuk penilaian aktivitas digunakan rumus sebagai berikut: % 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ = 𝑥𝑥 100% 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖

(Majid, 2009:268)

d.

Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas

Ketuntasan belajar

∑S kelas = K

b

× 100%

ΣSb = Jumlah siswa yang mendapat nilai≥ 65 (kognitif) ΣK = Jumlah siswa dalam sampel Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari: hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai KKM secara individual dan 85% secara klasikal.

harian, kelas X-1 selalu memiliki nilai rata-rata relatif rendah bila dibanding kelas X yang lain. Setelah melakukan Siklus I dan Siklus II, dan diperoleh data-data hasil belajar dan aktivitas belajar, maka data tersebut dapat disajikan dalam Tabel. Pengambilan data dilakukan empat kali pertemuan (4 RPP) dibagi menjadi dua Siklus. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua disebut Siklus I, dan pertemuan ketiga dan pertemuan keempat disebut Siklus II. Sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar maka dilakukan tes hasil belajar atau disebut Pretes. Análisis data menunjukan hasil pretes siswa rata-rata adalah 33,1, hal ini menunjukan bahwa rata-rata siswa belum ada persiapan sebelum belajar di sekolah. 1. Siklus I Tahap Observasi • Data Hasil Belajar Siswa Akhir Siklus I dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif I, dengan data dapat dilihat Pada Tabel 1. Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui Model Pembelajaran Group Investigation. Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 1. Distribusi Hasil Formatif I Nilai 60 70 80 Jumlah

Frekuensi 18 13 9 40

Tuntas Individu 13 9 22

Tuntas Kelas 32,5% 22,5% 55%

Nilai ratarata

67,8

Pada Tabel 1 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 60 sebanyak 18 orang dan nilai tertinggi adalah 80 sebanyak 9 orang, dengan 18 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 55%. Dengan nilai KMM sebesar 70. Nilai ini berada sedikit di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas siswa tidak tuntas menurut KKM Ekonomi yaitu 67,8. Data hasil Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil identifikasi dapat diketahui bahwa kelas yang memiliki permasalahan dan kendala-kendala bila dibandingkan dengan kelas X lainnya adalah kelas X-1. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya siswa kelas X-1 yang belum mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah, yaitu 70 untuk mata pelajaran Ekonomi. Pada saat diadakan ulangan

463

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Grafik Aktivitas siklus I

Grafik Formatif I

20 18

45,00%

16

40,00%

14

35,00%

12

30,00%

10

25,00%

8

20,00%

6

15,00% 10,00%

4

5,00%

2 0 Frekuensi

0,00% 60

70

80

18

13

9

Gambar 1. Grafik data hasil Formatif I •

Data Aktivitas Belajar Siswa Setelah guru selesai menyajikan materi pembelajaran, maka siswa disuruh bekerja berkelompok untuk mengerjakan LKS. Siswa bekerja dalam kelompok, peneliti memberikan instrument aktivitas siswa kepada pengamat. Untuk merekam aktivitas siswa dilakukan oleh dua pengamat sesuai dengan instruksi oleh peneliti. Kedua pengamat melakukan pengamatan selama 4 kali atau Siklus I dan Siklus II. Hasil rekaman yang dilakukan oleh kedua pengamat diserahkan kembali kepada peneliti. Hasil analisis rekaman aktivitas siswa dari kedua pengamat selama 4 kali dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Skor aktivitas belajar siswa No

Aktivitas Menulis, membaca Mengerjakan Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan Jumlah

1 2 3 4 5

Siklus I Jumlah

RataRata

Proporsi

81 47

20.25 11.75

40.50% 23.50%

37

9.25

18.50%

25

6.25

12.50%

10 200

2.5 50

5.00% 100.00%

Data pada Tabel 2 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 2.

464

Siklus 1 40,50 23,50 18,50 12,50 5,00%

Gambar 2. Grafik aktivitas siswa Siklus I Keterangan: 1. Menulis,membaca 2. Mengerjakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan dengan KBM Tahap Refleksi I Berdasarkan data Tabel 1 diperoleh bahwa rata-rata Formatif 67,8 pada Siklus I dengan persentase adalah 55%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada Siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai≥ 70 hanya sebesar 55% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena Tentang siswa masih belum aktif dalam melakukan diskusi. Ketika siswa mempresentasikan hasil diskusinya, ada beberapa kelompok yang masih vakum. Belum tercapainya standar ketuntasan tersebut tidak terlepas dari rendahnya aktivitas belajar siswa. Merujuk pada Tabel 2, pada Siklus I rata-rata aktivitas I yakni menulis dan membaca memperoleh proporsi 40,5%. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi mencapai 23,5%. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 18,5%. Aktivitas bertanya kepada guru 12,5% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 5,0%. Aktivitas membaca memperoleh proporsi lebih besar dibandingkan aktivitas mengerjakan. Hal ini berarti siswa belum mempersiapkan diri dari rumah, sehingga pada saat diskusi siswa masih banyak yang membaca dibandingkan mengerjakan LKS. Pada proses pembelajaran masih ditemukan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan penelitian tindakan kelas yaitu : 1. Kepercayaan diri yang masih kurang menyebabkan siswa menjadi pasif

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2.

c.

Saat melakukan praktikum, sebagian siswa aktif melakukan kegiatan dan sebagian lagi ada yang kurang aktif. Artinya masih ada siswa yang tidak berpartisipasi dalam kelompoknya. Hal ini didukung dengan data aktivitas yang tidak relavan dengan KBM sebesar 5,0%. 3. Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu. Kemungkinan besar penyebabnya waktu yang terlalu singkat untuk melakukan praktikum dan penyelesaian LKS, sehingga terkesan terburu-buru. 4. Respon siswa, saat guru bertanya, beberapa siswa aktif menjawab dan beberapa siswa ada yang vakum. Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung siswa tersebut hanya berdiam diri, seolaholah tidak mau tahu dan hanya melakukan kegiatan menulis dan membaca, meskipun ada beberapa siswa yang aktif dalam berargumen. 5. Siswa belum rapi dalam menuliskan hasil diskusi serta gagasannya di papan tulis. Revisi Dari paparan deskripsi penelitian tindakan kelas siklus I, maka di dalam refleksi diupayakan perbaikan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan aktivitas belajar siswa pada Siklus II, beberapa perbaikan pembelajaran dilakukan antara lain: 1. Kepercayaan diri yang masih kurang menyebabkan siswa menjadi pasif, oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan yaitu dengan memberikan motivasi pada siswa agar mampu aktif terlibat dalam proses belajar mengajar. Cara yang dilakukan yaitu dengan memberikan semangat kepada siswa yang belum mengeluarkan pendapat dalam diskusi kelompok dengan memanggil namanya, menumbuhkan rasa percaya diri bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan masing-masing agar siswa tidak malu dan takut mengeluarkan pendapat. 2. Guru menampilkan media chart yang dapat mempermudah siswa memahami uraian materi dan keterkaitanya satu sama lain. 3. Guru harus dapat mengatur waktu dengan baik, sehingga semua kelompok dapat mempresentasikan hasil investigasi mereka. Siswa benar-benar sudah siap mempresentasikan jawaban mereka kedepan kelas agar tidak terjadi penguluran waktu. 4. Guru membagi kelompok secara adil, pada siklus I kelompok dibagi berdasarkan absensi. Untuk siklus II pembagian kelompok berdasarkan nilai secara heterogen, jadi untuk yang mendapat nilai

5.

6.

tertinggi menjadi ketua kelompok agar dapat membimbing anggotanya. Perolehan nilai secara individu adalah nilai yang didapat dari kelompok, ini akan memaksa siswa yang mampu membantu yang lemah dan siswa yang lemah berusaha semaksimal mungkin dalam menjawab tugas.. Melakukan patokan pada format analisis yang mengarahkan pada kesimpulan sehingga siswa dapat melakukan pengambilan kesimpulan secara runtun dan sistematis.

2. Siklus II Tahap Observasi • Data Hasil belajar siswa Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II datanya dapat dilihat Pada Tabel 3 adalah sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Hasil Formatif II Nilai 60 70 80 90 100 Jumlah

Frekuensi 4 5 18 10 3 40

Tuntas Individu 5 18 10 3 36

Tuntas Kelas 12,5% 45,0% 25,0% 7,5% 90%

Ratarata

80.75

Merujuk pada Tabel 3, nilai terendah untuk Formatif II adalah 60 sebanyak 4 orang dan tertinggi adalah 100 sebanyak 3 orang. Dengan 4 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 90%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 80,75. Data hasil Formatif II ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

465

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

20

Grafik Aktivitas siklus II

Grafik Formatif II

50,00%

18

45,00%

16

40,00%

14

35,00% 30,00%

12

25,00%

10

20,00%

8

15,00% 10,00%

6

5,00%

4

0,00%

2 0 Frekuensi

Siklus 1 22,00% 43,00% 20,00% 14,00% 1,00% 60

70

80

90

100

4

5

18

10

3

Gambar 3. Grafik data hasil Formatif II •

Data Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Ekonomi pada materi pelajaran Perilaku Konsumen dan Produsen yang paling dominan adalah aktivitas mengerjakan, bertanya kepada guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Penskoran dilakukan dan dijabarkan dalam data berupa Tabel aktivitas oleh pengamat I dan II untuk Siklus II sebagai berikut: Tabel 4. Skor aktivitas belajar siswa Siklus II No Aktivitas Jumlah RataProporsi Rata Menulis, 1 membaca 44 11 22.00% 2 Mengerjakan 86 21.5 43.00% Bertanya pada 3 teman 40 10 20.00% Bertanya pada 4 guru 28 7 14.00% Yang tidak 5 relevan 2 0.5 1.00% Jumlah 200 50 100.00% Data pada Tabel 4.4 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 4.

466

Gambar 4. Grafik aktivitas siswa Siklus II Keterangan: 1. Menulis,membaca 2. Mengerjakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan dengan KBM Tahap Refleksi II Hasil belajar siswa diakhir Siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal 90%, yang berarti hampir seluruh siswa telah memperoleh nilai tuntas dengan 4 orang siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II telah berhasil memberikan perbaikan hasil belajar pada siswa. Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran Gruop Investigation . Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan, diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. Ini dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan bekerja secara kelompok. 3) Siswa mulai aktif dan tahu akan tugasnya sehingga tidak menggantungkan permasalahan yang dihadapi kepada teman dalam kelompoknya. 4) Respon siswa, saat guru memberikan arahan dan siswa melakukan kegiatan dengan aktif. 5) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Pada Siklus II, pelaksanaan pembelajaran Gruop Investigation berbantuan LKS, tindakan berupa menampilkan alat peraga dan pemberian penugasan yang memunculkan banyak aktivitas sudah efektif. a.

Revisi Pelaksanaan Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran Gruop Investigation dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran Gruop Investigation dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. B. Pembahasan Pembelajaran dengan model pembelajaran Group Investigation (GI) dalam pelaksanaannya berupa diskusi kelompok untuk menginvestigasi bahan yang diajarkan kelompok yang selanjutnya diadakan presentasi kelompok. Instrumen yang disiapkan untuk pembelajaran adalah silabus Ekonomi, RPP, lembar pengamatan aktivitas, lembar kerja siswa, dan Instrumen Tes Hasil belajar. Instrument tersebut dihasilkan dari diskusi antara peneliti bersama dengan tutor pembimbing penelitian dan pendamping penelitian. Sebelum melaksanakan silkus I terlebih dahulu dilakukan pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa. diperolah nilai rata-rata sebesar 31,1 belum tuntas dan semua siswa tidak memperoleh nilai tuntas atau ketuntasan klasikal 0%. Berdasarkan hasil data yang dikumpulkan, dapat dikemukakan dua hal pokok yang perlu diatasi, yaitu meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar Ekonomi dengan cara mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP yang dibuat, siklus I direncanakan dalam dua kali pertemuan dengan alokasi waktu tiap pertemuan 2 x 45 menit. Untuk pertemuan pertama, guru mulai menerapkan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Untuk diskusi pada siklus I setiap kelompok diberikan soal yang sama. Hal ini bertujuan agar pada saat dipresentasikan salah satu kelompok kedepan, kelompok yang lain dapat memperhatikan dan meinvestigasi jawaban yang benar. Setiap kelompok berdiskusi dan menginvestigasi jawaban masingmasing. Guru memberikan waktu untuk masingmasing kelompok berdiskusi, setelah selesai

kemudian jawaban dikumpulkan kedepan. Guru menyuruh salah satu kelompok maju kedepan untuk mempresentasikan hasil investigasinya, seluruh siswa fokus pada pekerjaan yang dikerjakan didepan kelas. Selanjutnya setiap siswa pada setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan pertanyaan, pendapat ataupun tanggapan atas hal-hal yang belum dipahami. Pembelajaran pada pertemuan pertama diakhiri dengan refleksi dan menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan bersama-sama antara guru dan siswa. Dengan begitu siswa akan lebih paham apa saja yang telah dipelajari pada pertemuan pertama ini. Pertemuan kedua, dimulai dengan fase yang sama seperti pertemuan sebelumnya. Sebelum berakhirnya pertemuan kedua, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya apabila ada hal-hal yang masih belum paham mengenai pelajaran yang didiskusikan kemarin. Setelah sudah tidak ada yang bertanya, guru melakunan formatif I setelah dilakukan proses pembelajaran dengan metode Group Investigation (GI). Tes yang diberikan adalah sebagian dari pretes yang yang indikatornya telah dipelajari pada siklus I. Alokasi waktu untuk melaksanakan kegiatan ini adalah 20 menit dengan soal pilihan berganda. Setelah waktu tes selesai, guru menginstruksikan siswa untuk mengumpulkan lembar jawaban. Pembelajaran pada pertemuan kedua diakhiri dengan refleksi yang bertujuan untuk memberikan penguatan kepada siswa didalam memahami materi. Merujuk pada Tabel 4.1, nilai rata-rata formatif I adalah 67,8 dengan ketuntasan klasikal adalah sebesar 55%. Kriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan adalah 85% siswa memperoleh nilai dibawah KKM Ekonomi. Sehingga nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM siklus I belum berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Hasil observasi dan analisis data siklus I, masih terdapat beberapa kekurangan yaitu siswa dalam melaksanakan investigasi belum maksimal terlihat dari Tanya jawab antar siswa yang belum begitu menonjol (18,5%). Dalam segi penyampaian kurang jelas karena rasa kepercayaan diri yang rendah, hal ini membuat teman yang lain kurang memperhatikan terlihat dari dokumentasi penelitian dan kurang memahami tugas kerja terlihat dari aktivitas menulis dan membaca yang cukup meonjol (40,5%), sehingga mempengaruhi tingkat penguasaan materi dan proses pembelajaran kurang optimal. Kondisi kelas kurang kondusif dengan aktivitas tidak relevan yang cukup tinggi (5,0%). Ini dapat dilihat dari pencapaian indikator dan hasil observasi yang belum mencapai batas minimal. Upaya yang dilakukan adalah mengadakan perbaikan pada siklus II agar pembelajaran lebih optimal. Berdasarkan hasil refleksi pasca siklus I dan diskusi bersama pembimbing penelitian dan

467

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pendamping penelitian, maka revisi tindakan yang dapat dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1. Kepercayaan diri yang masih kurang menyebabkan siswa menjadi pasif, oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan yaitu dengan memberikan motivasi pada siswa agar mampu aktif terlibat dalam proses belajar mengajar. Cara yang dilakukan yaitu dengan memberikan semangat kepada siswa yang belum mengeluarkan pendapat dalam diskusi kelompok dengan memanggil namanya, menumbuhkan rasa percaya diri bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan masing-masing agar siswa tidak malu dan takut mengeluarkan pendapat. 2. Guru menampilkan media chart yang dapat mempermudah siswa memahami uraian materi dan keterkaitanya satu sama lain. 3. Guru harus dapat mengatur waktu dengan baik, sehingga semua kelompok dapat mempresentasikan hasil investigasi mereka. Siswa benar-benar sudah siap mempresentasikan jawaban mereka kedepan kelas agar tidak terjadi penguluran waktu. 4. Guru membagi kelompok secara adil, pada siklus I kelompok dibagi berdasarkan absensi. Untuk siklus II pembagian kelompok berdasarkan nilai secara heterogen, jadi untuk yang mendapat nilai tertinggi menjadi ketua kelompok agar dapat membimbing anggotanya. 5. Perolehan nilai secara individu adalah nilai yang didapat dari kelompok, ini akan memaksa siswa yang mampu membantu yang lemah dan siswa yang lemah berusaha semaksimal mungkin dalam menjawab tugas. Siklus II juga dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, setelah berakhirnya siklus II dilakukan tes hasil belajar sebagai formatif II. Nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 80,75 nilai ini meningkat dibandingkaan formatif I dan telah tuntas, ketuntasan klasikal telah mencapai 90%. Mengacu pada Kriteria ketuntasan klasikal minimum sebesar 85% maka nilai ini telah berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM siklus II telah berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Hal ini didukung oleh data aktivitas belajar yang membaik dimana aktivitas individual menulis dan membaca menurun (22,0%) yang berarti siswa mulai memahami tugasnya dalam diskusi yang aktif. Sejalan pula dengan aktivitas mengerjakan dalam diskusi yang meningkat (43,0%) menandakan siswa mulai ada bahan pembahasan masalah untuk diselesaikan. Sehingga meningkat pula aktivitas bertanya sesama teman (20,0%) dan menurunya aktivitas yang tidak relevan dengan KBM (1,0%).

468

Secara keseluruhan hasil belajar siswa meningkat dari pretes, formatif I, sampai formatif II. Namun peningkatan yang terjadi baik pada siklus I maupun pada siklus II masih meninggalkan beberapa siswa yang belum tuntas hasil belajarnya. Kodisi ini muncul karena berbagai kendala yang muncul dari beberapa siswa tersebut dalam pembelajaran. Penting dalam catataan peneliti bahwa pembelajaran dapat di perbaiki dengan lebih menekankan pembimbingan. Namun harus dengan proporsi yang seimbang pada setiap siklusnya agar hasil belajar siswa dapat mencapai ketuntasan. sesuai yang diungkapkan (Slawin, 1994) bahwa dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih nterarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanari, 2002). 4. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah data-data tes hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain: 1. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain membaca/membaca (40,5%), bekerja (23,5%), bertanya sesama teman (18,5%), bertanya kepada guru (12,5%), dan yang tidak relevan dengan KBM (5,0%). Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain membaca/membaca (22,0%), bekerja (43,0%), bertanya sesama teman (20,0%), bertanya kepada guru (14,0%), dan yang tidak relevan dengan KBM (1,00%). 2. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation Pada Siklus I sebesar 67.8 dengan tuntas klasikal sebesar 55% dan Pada Siklus II sebesar 80,75 dengan tuntas klasikal sebesar 90%, ini menunjukkan tuntas secara individu dan kelas sesuai KKM Ekonomi. B. Saran Hasil analisis dan rekaman pada saat Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan LKS di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengn tujuan penelitian.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

1. 2.

3.

Lembar kerja siswa alat/bahan atau materi sesuaikan kondisi daerah masing-masing. Selama kerja kelompok agar pemanfaatan LKS benar-benar di arahkan agar tujuan pembelajaran tercapai. Pemanfaatan LKS dapat digunakan guruguru agar siswa termotivasi selama bekerja dalam kelompok.

DAFTAR PUSTAKA Ali,

Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Arikuntos. S. 2002. Prosedur Penelitiam: suatu praktek. Jakarta : Rhineka Cipta Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Dimiyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rhineka Cipta Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara http://www.kesulitanbelajar.org

Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: UNESA. Lie. 2004. Evaluasi dan Penilaian Hasul Belajar. Jakarta : Erlangga Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT.Remaja Rosdikarya,2005 Purba, Michael. 2006. Ekonomi untuk SMA Kelas X, Edisi 1A. Jakarta: Erlangga Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta: Rhineka Cipta Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tambunan, M. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Medan: UNIMED

469

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA DI KELAS X-5 SMAN 2 RANTAU SELATAN Dra. Rumondang Simamora Guru Mata Pelajaran Fisika SMA Negeri 2 Rantau Selatan

ABSTRAK Pembelajaran fisika mengutamakan keaktifan siswa, menuntut belajar yang melibatkan otak, hati, dan tangan melalui pendekatan interaktif dan komunikatif. Sejalan dengan pendekatan komunikatif dan interaktif dalam pembelajaran fisika, dalam hal ini fisika, model pembelajaran tutor sebaya dipandang cocok untuk diterapkan karena lebih memberikan suasana aktif untuk belajar sesama siswa, dimana siswa yang pandai memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya disekolah. Penelitian dilaksanakan dengan sebagai penelitian tindakan kelas dalam dua siklus yang terdiri dari empat pertemuan pembelajaran (KBM). Dilaksanakan di SMA Negeri 2 Rantau Selatan selama tiga bulan mulai dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Kelas yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian adalah kelas X SMA Negeri 2 Rantau Selatan yang berjumlah 40 siswa. Dari penelitian diperoleh data aktifitas belajar siswa dan data hasil belajar siswa tiap siklusnya. Data hasil penelitian memberikan kesimpulan sebagai berikut; 1) aktifitas siswa rata-rata menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis/membaca (42%), bekerja (28%), bertanya sesama teman (4,5%), bertanya kepada guru (9,5%), dan yang tidak relevan dengan KBM (6%), aktifitas siswa rata-rata menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis/membaca (23%), bekerja (50%), bertanya sesama teman (13%), bertanya kepada guru (11%), dan yang tidak relevan dengan KBM (3%). Sehingga terjadi perbaikan aktifitas belajar siswa dari Siklus I ke Siklus II; 2) hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya pada Formatif I menunjukkan rata-rata 67,5 dengan ketuntasan klasikal 77,5% dan formatif II menunjukkan rata-rata 81,7 dengan ketuntasan klasikal 92,5% atau mencapai ketuntasan secara kalsikal dan terjadi peningkatan 15%. Kata Kunci: model pembelajaran tutor sebaya, aktifitas belajar fisika siswa 1.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan mempunyai peranan yang penting karena selain untuk membentuk manusia yang berkualitas, pendidikan juga penting bagi kelangsungan dan kemajuan hidup bangsa. Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 dalam Hisbullah (2009:4) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dirasakan secara nasional adalah perubahan kurikulum. Namun, patut diakui bahwa hasil-hasil pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Lulusan sekolah di Indonesia masih sangat rendah tingkat kompetisi dan relevansinya (Parawansa, 2001; Siskandar, 2003; Suyanto, 2001). Rendahnya tingkat kompetisi dan relevansi lulusan tersebut dapat digunakan alternatif refleksi bahwa tingkat kompetisi dan relevansi pembelajaran juga patut dipikirkan. Kompetensi peserta didik sebagai produk pembelajaran sangat

470

menentukan tingkat kehidupannya kelak setelah mereka menjalani hidup di dunia nyata. Fisika dalam pendidikan sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bahkan sangat kompleks untuk dipelajari. Sehingga kalau ada yang mempunyai nilai fisika di dalam rapornya lebih rendah dari pada nilai mata pelajaran yang lain dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan wajar. Padahal, mata pelajaran fisika mempunyai kedudukan yang sama dengan mata pelajaran yang lain. Anggapan bahwa fisika itu sulit karena objek materi fisika yang cenderung abstrak dan penurunan rumus yang rumit, ditambah lagi penyajiannya dengan pendekatan yang konvensional. Dalam belajar fisika di sekolah, tidak sedikit siswa yang tidak dapat menangkap konsep fisika. Siswa cenderung lebih banyak menghafal saja, menerima rumus dalam bentuk “barang jadi” dan menghafalkannya untuk kepentingan persiapan ulangan atau ujian agar dapat menyelesaikan soal dan lulus ujian. Inilah yang menyebabkan rendahnya kemampuan fisika siswa. Salah satu masalah yang dihadapi para pendidik dalam mengajar, terutama dalam pelajaran fisika, adalah kesulitan guru untuk mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada siswa. Proses transfer ilmu atau konsep guru fisika dari guru ke siswa belum berlangsung secara maksimal. Dampak yang terjadi, misalnya siswa lambat dalam memahami pelajaran

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

atau siswa akan menjadi bosan terhadap pelajaran fisika, siswa salah menginterpretasikan konsep – konsep yang hanya disampaikan secara lisan oleh guru sehingga siswa akan menerima ilmu yang salah. Hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi yang efektif antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam proses belajar mengajar setiap guru harus memiliki teknik dan strategi mengajar agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, secara efektif dan efesien, yang pada akhirnya tercapai tujuan yang diharapkan. Trianto (2007 : 3) “Guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai yang dapat meningkatkan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan”. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa cara mengajar mempengaruhi suasana dan hasil belajar siswa. Guru yang mengajar dengan model pembelajaran yang kurang menarik dapat menyebakan siswa menjadi bosan, pasif, dan tidak kreatif. Oleh karena itu guru dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi belajar agar tujuan akhir belajar dapat tercapai tepat. Rancangan pengajaran yang selama ini digunakan oleh guru pada umumnya adalah pembelajaran konvensional, dimana proses pembelajaran yang berpusat pada guru. Hal ini sejalan dengan pendapat rendahnya hasil belajar disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif (Trianto, 2007). Untuk mengatasi kesulitan tersebut, peneliti menawarkan sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan pelajaran fisika, dimana pendekatan ini langsung melibatkan siswa di dalam pembelajaran tersebut. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran tutor sebaya. “Tutor sebaya adalah sumber belajar selain guru yaitu teman sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya di sekolah”. Prosedur penyelenggaraan tutor sebaya yaitu; 1) memilih siswa yang mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan teman-teman pada umumnya, sehingga saat ia memberikan pengayaan atau membimbing teman-temannya ia sudah menguasai bahan yang akan disampaikan kepada teman-temannya (Suherman, dkk, 2003: 279); 2) memberikan tugas kepada tutor untuk membantu temannya; 3) guru melayani sendiri siswa yang mengalami kesulitan belajar agak berat (kelompok berat); 4) tutor membantu siswa yang mengalami kesulitan. (Kelompok sedang); 5) guru memantau proses belajar mengajar tersebut; 6) guru memberikan penguatan (reinforcement) kepada siswa berupa

pujian atau hadiah untuk memotivasi siswa agar merasa senang dan lebih bersemangat. Bertolak dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut; 1) bagaimana aktivitas belajar fisika siswa dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya di kelas X-5 SMA N 2 Rantau Selatan Tahun Pembelajaran 2012/2013?; 2) agaimana hasil belajar fisika siswa dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya di kelas X-5 SMA N 2 Rantau Selatan Tahun Pembelajaran 2012/2013?. Sesuai dengan rumusan masalah yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk; 1) Untuk mengetahui aktivitas belajar fisika siswa dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya di kelas X-5 SMA N 2 Rantau Selatan Tahun Pembelajaran 2012/2013; 2) untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya di kelas X-5 SMA N 2 Rantau Selatan Tahun Pembelajaran 2012/2013. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Jalan KancilSigambal Rantauprapat. Materi Pembelajaran yang diterapkan selama pengambilan data di kelas X-5 SMAN 2 Rantau Selatan adalah gerak vertikal. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan Desember Tahun 2012. 2.2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 2 Rantau Selatan. Sampel dalam penelitian ini sebanyak I (satu) kelas yaitu kelas X-5 SMAN 2 Rantau Selatan sebanyak 40 orang. 2.3. Defenisi Operasional Menurut Ischak dan Warji Model pembelajaran tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya. (Suherman, dkk, 2003 : 276) Aktivitas belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya perubahan dalam individu seutuhnya. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan siswa setelah proses belajar - mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. 2.4. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-

471

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. 2.5. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Rencana Pelajaran (RPP) 2. Tes formatif 3. Lembar aktifitas siswa 2.6. Teknik Analisis Data Data-data yang terkumpul selama penelitian ini adalah A. Data Pretes siswa B. Data Formatif 1 C. Data Formatif 2 D. Data aktivitas siswa Untuk menganalisis data-data tersebut di atas digunakan: 1. Teknik persentase, untuk menganalisis tingkat keberhasilan tes hasil belajar. 2. Teknik deskriptif, untuk menganalisis datadata presnetase. 3. Penilaian a. Data nilai hasil belajar (kognitif) diperoleh dengan menggunakan rumus:

Nilai Siswa =

Jumlah jawaban benar × 100 Jumlah seluruh soal

(Slameto,2001:189) b. Nilai rata-rata siswa dicari dengan rumus sebagai berikut:

X=

∑X N

(Subino,1987:80) Keterangan :

X = Nilai rata-rata Σ = Jumlah nilai X N = Jumlah peserta tes

472

c.

Untuk penilaian aktivitas digunakan rumus sebagai berikut: % 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ = 𝑥𝑥 100% 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (Majid, 2009:268)

d. Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas

Ketuntasan belajar kelas =

∑S K

b

×100%

ΣSb = Jumlah siswa yang mendapat nilai≥ 65 (kognitif) ΣK = Jumlah siswa dalam sampel Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari: hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai KKM secara individual dan 85% secara klasikal. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah mengidentifikasi permasalahan pembelajaran selama peneliti menjadi guru bidang studi fisika kelas X SMA Negeri 2 Rantau Selatan. Peneliti kemudian mendiskusikan permasalahan tersebut bersama pembimbing dan pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan hasilnya adalah tersusun perangkat pembelajaran dan instrument penelitian menerapkan model pembelajaran tutor sebaya. Penelitian tindakan dilakukan dengan menerapkan pembelajaran tutor sebaya. Menurut Hisyam Zaini (dalam Amin Suyitno, 2002:60) mengatakan bahwa metode belajar yang paling baik adalah dengan mengajarkan kepada orang lain. Oleh karena itu, pemilihan pembelajaran tutor sebaya sebagai strategi pembelajaran akan sangat membantu siswa di dalam mengajarkan materi kepada temantemannya. Setelah melakukan Siklus I dan Siklus II, dan diperoleh data-data hasil belajar, aktivitas belajar, dan minat siswa, maka data tersebut dapat disajikan dalam Tabel. Pengambilan data dilakukan empat kali pertemuan (4 RPP) dibagi menjadi dua Siklus. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua disebut Siklus I, dan pertemuan ketiga dan pertemuan keempat disebut Siklus II. Sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar maka dilakukan tes hasil belajar atau disebut Pretes. Análisis data menunjukan hasil pretes siswa rata-rata adalah 24,4, hal ini menunjukan bahwa rata-rata siswa belum ada persiapan sebelum belajar di sekolah.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Siklus I • Data Hasil Belajar Siswa Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2012 pada pertemuan I dan Kamis tanggal 25 Oktober 2012 pada pertemuan II di kelas X-5 dengan jumlah siswa 40 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Akhir Siklus I dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif I, dengan data dapat dilihat Pada Tabel 4.1. Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui Model Pembelajaran Tutor sebaya. Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 1. Distribusi Hasil Formatif I Nilai 33,3 50,0 66,7 83,3 Jumlah

Frekuensi 4 5 16 15 40

Tuntas Individu 16 15 31

Nilai ratarata

Tuntas Kelas 40 % 37,5% 77,5%

• Data Aktivitas Belajar Siswa Setelah guru selesai menyajikan materi pembelajaran, maka siswa disuruh bekerja berkelompok untuk mengerjakan LKS. Siswa bekerja dalam kelompok, peneliti memberikan instrument aktivitas siswa kepada pengamat. Untuk merekam aktivitas siswa dilakukan oleh dua pengamat sesuai dengan instruksi oleh peneliti. Kedua pengamat melakukan pengamatan selama 4 kali atau Siklus I dan Siklus II. Hasil rekaman yang dilakukan oleh kedua pengamat diserahkan kembali kepada peneliti. Hasil analisis rekaman aktivitas siswa dari kedua pengamat selama 4 kali dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Skor aktivitas belajar siswa Siklus I No Aktivitas

1 2 3 4

67,5

Pada Tabel 1 tersebut, nilai terendah Formatif I adalah 33,3 sebanyak 4 orang dan nilai tertinggi adalah 83,3 sebanyak 15 orang, dengan 9 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 77,5%. Dengan nilai KMM sebesar 65. Nilai ini berada sedikit di bawah kriteria keberhasilan klasikal sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 67,5 belum tuntas KKM. Data hasil Formatif I ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

5 Jumlah

Menulis, membaca Mengerjakan Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan

Frekuensi

33,3

50

66,7

83,3

4

5

16

15

Gambar 1. Grafik data hasil Formatif I

21 14

42% 28%

29

7.25

14,5%

19

4.75

9,5%

12 200

3 50

6% 100%

20,0%

0,0%

0

84 56

30,0%

15

5

Proporsi

Grafik Aktivitas 40,0% siklus I

10,0%

10

RataRata

Data pada Tabel 2. dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 2. 50,0%

20

Grafik Formatif I

Jumlah

Siklus 1 42,0 28,0 14,5 9,5% 6,0% Gambar 2. Grafik aktivitas siswa Siklus I Keterangan: 1. Menulis,membaca 2. Mengerjakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan dengan KBM Refleksi Siklus I Berdasarkan data Tabel 1. diperoleh bahwa rata-rata Formatif 67,5 pada Siklus I dengan persentase adalah 77,5%. Hasil tersebut menunjukkan 473

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

bahwa pada Siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai≥ 65 hanya sebesar 77,5% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model pembelajaran Tutor sebaya. Belum tercapainya standar ketuntasan tersebut tidak terlepas dari rendahnya aktivitas belajar siswa. Merujuk pada Tabel 2, pada Siklus I rata-rata aktivitas I yakni menulis dan membaca memperoleh proporsi 42%. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi mencapai 28%. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 14,5%. Aktivitas bertanya kepada guru 9,5% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 6%. Aktivitas membaca memperoleh proporsi lebih besar dibandingkan aktivitas mengerjakan. Hal ini berarti siswa belum mempersiapkan diri dari rumah, sehingga pada saat diskusi siswa masih banyak yang membaca dibandingkan mengerjakan LKS. Pada proses pembelajaran masih ditemukan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan penelitian tindakan kelas yaitu : a. Kemampuan tutor sebaya dalam kelompoknya masih kurang terlihat dari dokumentasi dan menonjolnya aktivitas menulis dan membaca (42%) yang mengindikasikan sebagian besar siswa tidak memahami materi dan tidak tahu harus mendiskusikan apa. b. Kekompakan kerja kelompoknya masih kurang terlihat dari aktivitas terlihat dari rendahnya proporsi aktivitas bertanya dengan teman dalam kelompok (14,5%). c. Dalam menyelesaikan tugas kelompok masih kurang terlihat dari aktivitas kerja yang rendah (28%). d. Secara umum pembentukan kelompok masih kurang baik terlihat dari semangat kerja yang buruk dari dokumentasi penelitian. e. Suasana pembelajaran kurang kondusif terlihat dari aktivitas tidak relevan yang mencapai 6% yang cukup menonjol mengingat aktivitas ini seharusnya tidak perlu ada. f. Dalam mengerjakan tugas di depan kelas siswa kurang berani terlihat dari dokumentasi penelitian. g. Siswa dalam menulis di papan tulis masih kurang terampil. h. Kemampuan siswa dalam bertanya masih kurang terlihat dari kurang menonjolnya aktivitas bertanya baik pada teman maupun pada guru yang masing-masing 14,5% dan 9,5%. a. Revisi Dari paparan deskripsi penelitian tindakan kelas siklus I, maka di dalam refleksi diupayakan perbaikan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan

474

aktivitas belajar siswa pada Siklus II, beberapa perbaikan pembelajaran dilakukan antara lain: 1) Pada Siklus II kelompok dibentuk kembali dengan mempertimbangkan komposisi siswasiswa unggul sebagai tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan tutor sebaya dalam memberikan arahan dan memimpin kelompok 2) Tugas-tugas dikumpulkan dengan cara penagihan tiap individu ini untuk meningkatkan partisipasi dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas 3) Dalam pembahasan materi ajar, guru menggunakan aturan seperti pada pertemuan sebelumnya, tetapi pada pembelajaran kali ini guru membenahi gaya mengajarnya seperti melakukan pendekatan kepada siswa yang kurang perhatian pada saat pelajaran berlangsung. 4) Guru juga memberikan kata-kata pujian, semangat agar siswa menjadi lebih aktif dan menimbulkan keberanian siswa mengerjakan tugas di depan kelas. 5) Dalam proses pembelajaran ini setiap siswa dilibatkan secara keseluruhan oleh guru. Para siswa harus memperhatikan guru saat memberikan penjelasan. Selain itu guru juga berkeliling memantau dan memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam menangkap inti pelajaran serta yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal. 6) Peneliti menginformasikan bahwa di akhir pertemuan Siklus II akan ada tes Formatif, dengan harapan agar siswa lebih aktif dalam belajar. 7) Melakukan patokan pada format analisis yang mengarahkan pada kesimpulan sehingga siswa dapat melakukan pengambilan kesimpulan secara runtun dan sistematis. Siklus II • Data Hasil Belajar Siswa Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pertemuan 3 pada Kamis tanggal 1 Nopember 2012 dan pertemuan keempat Hari Senin tanggal 5 Nopember 2012 di kelas X-5 dengan jumlah siswa 40 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Data-data Formatif I dianalisis, sehingga mendapat suatu gambaran tentang keberhasilan siswa. Untuk memperbaiki hasil belajar siswa, peneliti memberikan suatu gambaran hasil belajar siswa pada Formatif I sesama peneliti/guru kemudian

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

didiskusikan untuk mengambil tindakan berikutnya pada Siklus II. Diskusi tersebut juga dilakukan terhadap pembimbing PTK agar pada tindakan berikutnya aktivitas siswa semakin baik dan hasil belajarnya juga lebih baik. Uraian di atas menyatakan bahwa pada Siklus I indikator keberhasilan belum tercapai karena terdapat 25 siswa yang belum tuntas nilainya. Oleh karena itu perlu adanya suatu tindakan pada Siklus II agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dan mencapai indikator keberhasilan dengan ketuntasan klasikal mencapai maksimum. Tindakan yang diberikan berupa mengefisienkan waktu dengan cara peneliti m,emberikan LKS pada siswa terlebih dahulu sebelum pertemuan 3, dan menugaskan pada siswa agar mencatatnya di buku dengan harapan siswa sudah terlebih dahulu memahami langkah-langkah untuk melakukan eksperimen dan memberikan variasi-variasi penugasan yang bersifat memotivasi untuk melibatkan aktivitas semua anggota kelompok. Akhir KBM ke empat dilakukan tes hasil belajar atau disebut Formatif II, datanya dapat dilihat Pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Hasil Formatif II Nilai 50 66,7 83,3 100 Jumlah

Frekuensi 3 10 15 12 40

Tuntas Individu 10 15 12 37

Tuntas Kelas 25% 37,5% 30% 92,5%

Ratarata

81,7

Merujuk pada Tabel 4.3, nilai terendah untuk Formatif II adalah 50 sebanyak 3 orang dan tertinggi adalah 100 sebanyak 12 orang. Dengan 3 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 92,5%. Nilai ini berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 81,7. Data hasil Formatif II ini dapat disajikan kembali dalam grafik histogram sebagai berikut:

Gambar 3. Grafik data hasil Formatif II

• Data Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA Terpadu pada materi pelajaran Gerak vertikal yang paling dominan adalah aktivitas mengerjakan, bertanya kepada guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Penskoran dilakukan dan dijabarkan dalam data berupa Tabel aktivitas oleh pengamat I dan II untuk Siklus II sebagai berikut: Tabel 4. Skor aktivitas belajar siswa Siklus II No Aktivitas

Jumlah

Rata-Rata

Proporsi

1 2

46 100

11.5 25

23% 50%

26

6.5

13%

22

5.5

11%

6 200

1.5 50

3% 100%

3 4 5 Jumlah

Menulis, membaca Mengerjakan Bertanya pada teman Bertanya pada guru Yang tidak relevan

Data pada Tabel 4. dapat disajikan dalam bentuk diagram batang atau histogram sesuai Gambar 4. 60%

Grafik Aktivitas siklus 50% II 40% 30% 20% 10% 0% Siklus 1

23%

50%

13%

11%

3%

Gambar 4. Grafik aktivitas siswa Siklus II Keterangan: 1. Menulis,membaca 2. Mengerjakan 3. Bertanya pada teman 4. Bertanya pada guru 5. Yang tidak relevan dengan KBM Tahap Refleksi Siklus II Hasil belajar siswa diakhir Siklus II telah mencapai ketuntasan klasikal 92,5%, yang berarti hampir seluruh siswa telah memperoleh nilai tuntas dengan 3 orang siswa yang belum mendapatkan nilai di atas KKM. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II telah berhasil memberikan perbaikan hasil belajar pada siswa. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut: e. Siswa sudah mulai terbiasa dengan bekerja secara kelompok. 475

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

f. Keberanian siswa untuk berinteraksi berjalan dengan baik karena siswa sudah mulai terbiasa untuk bertanya dan menyampaikan pendapatnya kepada sesama teman lainnya dalam menyelesaikan masalah. g. Siswa mulai aktif dan tahu akan tugasnya sehingga tidak menggantungkan permasalahan yang dihadapi kepada teman dalam kelompoknya. Pada Siklus II, pelaksanaan pembelajaran Tutor sebaya berbantuan LKS, tindakan berupa menampilkan alat peraga dan pemberian penugasan yang memunculkan banyak aktivitas sudah efektif. b. Revisi Pelaksanaan Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran Tutor sebaya dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran Tutor sebaya dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. 4. PEMBAHASAN Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 1, 2, 3, 4 dan 5 tersebut dengan jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II. Penerapan model pembelajaran tutor sebaya melalui tindakan guru yang berupa pembentukan kelompok belajar secara acak terstruktur ditambah dengan pemberian dan penyematan tanda nomor identifikasi selama proses belajar untuk memudahkan observasi dan penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan penciptaan suasana belajar dan proses penilaian yang tampak serius dan resmi dari guru. Mereka berusaha untuk tampil sebaik mungkin dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama proses pembelajaran. Apalagi setelah mereka mengetahui tentang aturan main dalam penilaian proses maupun penilaian hasil. Merujuk pada Tabel 1, nilai terendah formatif I adalah 33,3 dan tertinggi adalah 83,3. Merujuk pada KKM sebesar 65 maka 9 dari 40 orang siswa mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal tercapai sebesar 77,5%. Nilai ini berada di bawah kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I gagal memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai ratarata kelas adalah 67,5. Dengan demikian maka peneliti berusaha melakukan tindakan perbaikan dalam melaksanakan pembelajaran Siklus II yang dirasa perlu.

476

Merujuk pada Tabel 3, nilai terendah untuk formatif II adalah 50 dan tertinggi adalah 100 dengan 3 orang siswa mendapat nilai dibawah KKM atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 92,5%. Nilai ini berada di atas 85% sehingga dapat dikatakan KBM Siklus II telah berhasil memberi ketuntasan belajar pada siswa dalam kelas. Dengan demikian pembelajaran menggunakan model tutor sebaya memberikan ketuntasan belajar fisika siswa pada Siklus II. Pembelajaran tutor sebaya selain meningkatkan hasil belajar siswa ternyata juga telah mampu menumbuhkan sikap kooperatif disamping tumbuhnya aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran fisika yang berimplikasi pada meningkatnya hasil belajar siswa. Siswa sudah bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya dipimpin siswa terpandai sebagai tutor. Dengan Kelompok belajar dibentuk dari siswa yang heterogen (memiliki kemampuan, jenis kelamin, budaya dan suku yang berbeda). Pada model pembelajaran tutor sebaya, Peranan guru hanya pembentukan kelompok, memilih anak terpandai (sebagai tutor) dan penjelasan, merencanakan tugas kelompok, membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi. Selanjutnya kelompok yang terbaik akan diberikan penghargaan yang berorientasi kepada kelompok ketimbang individu. Disini sudah terlihat siswa sudah mulai aktif, pembelajaran tak lagi berpusat pada guru tetapi kepada siswa. Dengan demikian pula maka hipotesis penelitian (tindakan) yang dirumuskan dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan meyakinkan. Penerapan model pembelajaran tutor sebaya pada pembelajaran Fisika, khususnya pada materi Gerak vertikal terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-5 Semester I SMA N 2 Rantau Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Data-data tes hasil belajar, aktivitas belajar siswa, dan minat siswa terhadap model pembelajaran tutor sebaya selama kegiatan belajar mengajar tersusun, kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan sesuai dengan rumusan masalah. 1. Data aktivitas siswa menurut kedua pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain: menulis/membaca (42%), bekerja (28% ), bertanya sesama teman (14,5%), bertanya kepada guru (9,5%), dan yang tidak relevan dengan KBM (6%). Dan Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain: menulis/membaca (23%), bekerja (50%), bertanya sesama teman (13%), bertanya kepada guru (11%), dan yang tidak relevan dengan KBM (3%). 2. Dengan meningkatnya aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II, maka berdampak pada hasil

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

belajar siswa dalam belajar fisika juga meningkat. Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya pada Formatif I dan Formatif II menunjukkan 31 orang siswa tuntas secara individu, sedangkan kelas tidak tuntas. Pada Siklus II, tuntas secara individu sebanyak 37 orang siswa, sedangkan kelas adalah tuntas dengan rata-rata siklus I dan siklus II adalah 67,5 dan 81,7 dengan ketuntasan klasikal sebesar 77,5% pada siklus I dan 92,5% pada Siklus II. Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran tutor sebaya pada bidang studi fisika di sini telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. 5.2 Saran Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diajukan yaitu: 1. Diharapkan bagi guru memperhatikan pengetahuan awal, bakat dan kecerdasan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran diberikan. 1. Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok yang diberikan oleh guru. 2. Untuk melaksanakan model pembelajaran tutor sebaya memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-

3.

benar bisa diterapkan dengan model tutor sebaya dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. Dalam rangka meningkatkan aktivitas belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Dimyati, dan Mudjiono., (2006), Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2006). Startegi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sagala, S., (2009), Konsep Dan Makna Pembelajaran, Alfabeta, Bandung Slameto., (2003), Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Trianto, (2007), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.

:

477

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DI KELAS IX-7 SMP NEGERI 3 BERASTAGI T.A 2013/2014 Ngarab Sembiring S.Pd SMP Negeri 3 Berastagi

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan aktivitas belajar bahasa Indonesia siswa dengan penerapan model pembelajaran Think Talk Write di kelas IX-7 SMP Negeri 3 Berastagi. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Berastagi dan pelaksanaannya pada bulan September sampai dengan Bulan November Tahun Pembelajaran 2013/2014.Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX-7 SMP Negeri 3 Berastagi dengan jumlah siswa yang terikut dalam penelitian sebanyak 34 orang. Pembelajaran Think Talk Write (TTW), merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002: 123). Pembelajaran Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin dalam Yamin (2008 : 84) ini pada dasarnya dibangun melaui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog pada dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide atau berdiskusi dengan temannya sebelum menulis. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis/membaca (45%), bekerja (23%), bertanya sesama teman (11%),bertanya kepada guru (8%), dan yang tidak relevan dengan KBM (14%).Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis/membaca (25%), bekerja (47%), bertanya sesama teman (15%), bertanya kepada guru (9%), dan yang tidak relevan dengan KBM (4%).Hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa Pada Siklus I sebesar 67,1 dan Pada Siklus II sebesar 81,2 menunjukkan tuntas secara individu dan kelas. Kata Kunci: model think talk write (ttw), aktivitas siswa, hasil belajar 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi pikiran, perasaan dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan menulis direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut. Agar lulusan Sekolah Menengah Pertama siawa mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada tingkat literasi tertentu. Berdasarkan pengalaman mengajar dalam pelajaran Bahasa Indonesia banyak masalah yang dihadapi diantaranya nilai siswa yang rendah, motivasi belajar yang kurang. Adapun faktor yang menyebabkan masalah-masalah ini diantaranya

478

metode mengajar yang digunakan selalu metode ceramah dari masa ke masa, guru tidak mempunyai media pembelajaran. Pembelajaran Strategi Think Talk Write (TTW), merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002: 123). Pembelajaran Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin dalam Yamin (2008 : 84) ini pada dasarnya dibangun melaui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog pada dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide atau berdiskusi dengan temannya sebelum menulis. Untuk menyelesaikan masalah di atas tentang siswa yang berhubungan dengan keterampilan belajar dan aktivitas siswa selama KBM, maka peneliti ingin mengetahui permasalahan yang ada. Melalui

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

penelitian ini akan jelas apa masalah sebenarnya, maka peneliti/guru menerapkan penelitian dengan judul : “Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Siswa Kelas IX-7 SMP Negeri 3 Berastagi T.A 2013/2014” 1.2 Identifikasi masalah Berdasarkan masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam meningkatkan keterampilan belajar Bahasa Indonesia dengan menggunakan Model Pembelajaran Think Talk Write adalah: 1. Model pembelajaran yang belum sesuai dengan kondisi siswa. 2. Metode pembelajaran belum dapat memotivasi belajar siswa 3. Kurangnya kesadaran berbicara sesama temannya ataupun berkelompok 4. Siswa kurang peduli dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. 5. Kurang minat siswa bertanya kepada guru 6. Tugas dirumah sering terlambat dikumpulkan, dan tugas tersebut tidak menunjukkan keberhasilan siswa di dalam tes individunya. 1.3 Batasan Masalah Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi siswa, maka peneliti membatasi permasalahan sesuai dengan kemampuan peneliti antara lain: 1. Menggunakan Model Pembelajaran Strategi Think Talk Write selama kegiatan belajarmengajar. 2. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX-7, semester Ganjil SMP Negeri 3 Berastagi Tahun Pembelajaran 2013/2014. 3. Materi pokok yang diterapkan selama pengambilan data adalah Berbicara. 4. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP

1.6 Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian tindakan kelas ini pada umumnya dan utamanya adalah untuk meningkatkan keterampilan belajar Bahasa Indonesia siswa melalui peningkatan Proses Belajar Mengajar (PBM). Secara terinci penulis akan mengemukakan manfaat penelitian sebagai berikut : 1. Manfaat bagi Siswa Siswa akan lebih termotivasi dalam mengikuti pelajaran, meningkatkan efektivitas belajar dengan mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki dan menyenangkan serta akan terjalin kerja sama antar sesama teman, dengan baik. 2.

Manfaat bagi Guru Menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan pengelolaan kelas dalam menerapkan berbagai strategi dan mengelola kegiatan belajar yang secara efektif dan efisien serta sebagai pengembangan profesi bagi guru bahasa Indonesia utamanya dan para guru pengajar mata pelajaran lain pada umumnya. 3.

Manfaat bagi Sekolah Memperkaya wawasan bagi para alumni SMP dalam mengembangkan pengetahuannya di masa yang akan datang dan diharapkan menjadi suatu masukan yang dapat dikembangkan menjadi sebuah model pembinaan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar lebih lanjut.

1.4 Rumusan Masalah Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas, maka yang menjadi rumusan-rumusan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah aktivitas siswa saat bekerja berdiskusi dalam kelompok berjalan dengan baik 2. Apakah hasil belajar siswa setelah menerapkan Model Think Talk Write meningkat?

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Slameto (2003 : 2) menyatakan bahwa ”Belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar akan membawa perubahan-perubahan pada individu. Adanya perubahan tersebut sebagai akibat dari pengalaman yang diperoleh dari pengalaman belajar. Maka pengalaman yang diperoleh akan meliputi serangkaian kegiatan fisik maupun psikis. Sedangkan pengalaman yang dimaksud adalah perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, seseorang yang belajar dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan agar memperoleh pengalaman berupa hasil belajar.

1.5 Tujuan Penelitian Setelah menetapkan rumusan masalah di atas maka, dapat ditentukan tujuan penelitian ini, antara lain: 1. Untuk mengetahui sikap aktivitas siswa saat bekerja selama dalam kelompok 2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa secara individu pada awal pertemuan dan akhir pertemuan di dalam kelas.

2.2 Pembelajaran Bahasa Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng (1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian

479

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. 2.3 Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembicaraaan mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pendekatan, metode, dan teknik mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut. 2.4 Pendekatan Pembelajaran Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa. 2.5 Metode Pembelajaran Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. 2.6 Teknik Pembelajaran Istilah teknik dalam Saksomo (1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1) ceramah, (2) tanya—jawab , (3) diskusi, (4) pemebrian tugas dan resitasi, (5) demonstrasi dan eksperimen, (6) meramu pendapat (brainstorming), (7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri, dan diskoveri, (9) peragaan, dramatisasi, dan ostensif, (10) simulasi, main peran, dan sosio-drama, (11) karya wisata dan bermainmain, dan (12) eklektik, campuran, dan serta-merta, (13) Think Talk Write. 2.7 Keterampilan Berbahasa Indonesia Pada proses pembelajaran bahasa diajarkan melalui empat keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut meliputi pembelajaran menyimak, pembelajaran berbicara, pembelajaran membaca, dan pembelajaran mengarang. 2.8 Hasil belajar Hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Hasil belajar merupakan indikator yang mengukur keberhasilan siswa dalam proses belajar.

480

Selanjutnya menurut Bloom dalam Sudjana (2008 : 22), hasil belajar secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yaitu : 1. Ranah kognitif 2. Ranah afektif 3. Ranah psikomoto 2.9 Strategi Belajar Mengajar Secara umum strategi ialah suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai pola umum kegiatan gurumurid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. 2.10 Model Pembelajaran Think Talk Write Suatu Model pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi berbahasa indonesia siswa adalah model think talk write (TTW. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog pada dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide atau berdiskusi dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 5-6 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Berastagi dan pelaksanaannya pada bulan September sampai dengan bulan November Tahun Pembelajaran 2013/2014. 3.2 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX-7 SMP Negeri 3 Berastagi dengan jumlah siswa sebanyak 34 orang. 3.3 Definisi Operasional 1. Pembelajaran Strategi Think Talk Write adalah suatu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam berbahasa Indonesia. 2. Keterampilan tersebut meliputi pembelajaran menyimak, pembelajaran berbicara, pembelajaran membaca, dan pembelajaran menulis. 3.4 Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan berganda. Tes hasil belajar ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada tingkat kognitif siswa.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

3.5 Tes Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model Think Talk Write. Tes yang digunakan sebanyak 20 item dengan 4 option. 3.6 Observasi Observasi dalam penelitiaan ini adalah observasi terhadap subjek penelitian yang dilakukan untuk mengetahui afektif dan aktivitas siswa selama pembelajaran. 3.7 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkan oleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. 3.8 Teknik Analisis Data Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. 3.9 Prosedur Penelitian Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masih rendah, maka prosedur penelitian yang penulis rencanakan dalam menuntaskan hasil belajar tersebut adalah sebagai berikut :  Tahap Perencanaan  Tahap Tindakan  Tahap Observasi  Tahap Refleksi 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Belajar Siswa (Tes) a. Data Pree test (Data Awal) Tabel 4.1 Distribusi Hasil Pretes Nilai Frekunsi Rata-rata 45 1 50 3 55 6 60 6 62,6 65 7 70 5 75 6 Jumlah 34 Rendahnya hasil pre tes dapat dipahami karena memang siswa materi yang diujikan belum diajarkan kepada siswa.

b.

Data Pos test I (Akhir Siklus I) Tabel 4.2 Distribusi Hasil Postes I

Nilai 50 60 70 80 Jumlah

Frekuensi 2 14 10 8 34

Rata-rata

67,1

Hasil Post test I menunjukkan bahwa pembelajaran Siklus I belum dapat dikatakan berhasil. c.

Data Post test II (Akhir Siklus II) Tabel 4.3 Distribusi Hasil Postes II Nilai 60 70 80 90 100 Jumlah

Frekuensi 3 7 14 3 7 34

Rata-rata

81,2

Tabel 4.4. Rekapitulasi Data Pretes, Postes I, dan Postes II N o 1. 2. 3. 4.

Hasil Tes Nilai Tertinggi Nilai terendah Rata-rata nilai tes Ketuntasan klasikal

Data Awal 75 45 62,6 32,3%

Sikl us I 80 50 67,1 53 %

Siklu s II 100 60 81,2 91%

4.2 Data Aktivitas Belajar Siswa Penilaian aktivitas diperoleh dari lembar observasi. Aktivitas dilakukan pada saat siswa bekerja dalam kelompok diskusi. Pengamatan dilakukan oleh dua pengamat selama 20 menit kerja kelompok dalam setiap kegiatan belajar mengajar (KBM). Dengan pengamatan setiap dua menit, maka nilai maksimum yang mungkin teramati untuk satu kategori aktivitas selama 20 menit tersebut adalah 10 kali. Skor pengamatan aktivitas belajar siswa Siklus I dan II ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Aktivitas Jumlah Skor Proporsi 1 Menulis,membaca 89 22,25 45% 2 Mengerjakan 46 11,5 23% Bertanya pada 3 teman 21 5,25 11% Bertanya pada 4 guru 16 4 8% Yang tidak 5 relevan 28 7 14% Jumlah 200 50 100%

481

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Siklus II No Aktivitas 1 Menulis,menbaca 2 Mengerjakan Bertanya pada 3 teman Bertanya pada 4 guru Yang tidak 5 relevan Jumlah

Jumlah 48 89

Skor 12 22,25

Proporsi 25% 47%

28

7

15%

17

4,25

9%

8 190

2 47,5

4% 100%

Pembahasan Pada Siklus I pembelajaran yang terjadi mengalami kendala. Oleh karena itu perlu adanya suatu tindakan pada Siklus II agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dan mencapai indikator keberhasilan dengan ketuntasan klasikal mencapai maksimum. Dalam hal ini peneliti mendiskusikan kembali langkah tindakan yang akan diambil dalam memperbaiki proses pembelajaran pada Siklus II bersama pembimbing dan pendamping penelitian dari Universitas Negeri Medan. Hasilnya adalah tindakan yang diberikan berupa menampilkan media chart untuk mempermudah siswa memahami materi pembelajaran dan memberikan variasi penugasan yang bersifat memotivasi untuk melibatkan aktivitas semua anggota kelompok. Setelah diperoleh rumusan tindakan yang akan dilakukan maka disusun perangkat pembelajaran sesuai tindakan. Kemudian peneliti melaksanakan Siklus II sesuai rencana dalam dua kali pertemuan. Setelah dilakukan Siklus II maka peneliti memberikan tes hasil belajar kepada siswa sebagai Postes II. Instrument Postes II adaalah bagian instrument pretes yang indikatornya diajarkan pada Siklus II. Hasil belajar siswa di akhir Siklus II ini juga sudah mencapai ketuntasan klasikal. Dengan demikian tindakan yang diberikan pada Siklus II sudah berhasil memberikan perbaikan hasil belajar secara klasikal pada siswa. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah data-data tes hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain: 1. a. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis/membaca (45%), bekerja (23%), bertanya sesama teman (11%), bertanya kepada guru (8%), dan yang tidak relevan dengan KBM (14%). b. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis/membaca (25%), bekerja (47%), bertanya sesama

482

teman (15%), bertanya kepada guru (9%), dan yang tidak relevan dengan KBM (4%). 2. Hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa Pada Siklus I sebesar 67,1 dan Pada Siklus II sebesar 81,2 menunjukkan tuntas secara individu dan kelas. 5.2 Saran Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar penerapan model ini di sekolah benarbenar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian. 1. Lembar kerja siswa alat/bahan atau materi disesuaikan dengan kondisi daerah masingmasing. 2. Selama kerja kelompok agar pemanfaatan LKS benar-benar diarahkan agar tujuan pembelajaran tercapai. 3. Pemanfaatan LKS dapat digunakan guruguru agar siswa termotivasi selama bekerja dalam kelompok. DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Yrama Widya. Bandung. Dina, Diana. (2003). Ampuh Menjadi Cerdas Tanpa Batas Baban. PT Elex Media Komputindo. Jakarta Djamarah, S.B. (2002). Psikologi Belajar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Fathurrohman, Pupuh. (2007). Strategi Belajar Mengajar. PT Refika Aditama. Bandung. Purwanto, Ngalim. (1994). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Rosdakarya. Bandung. _________________(2007). Psikologi Pendidikan. PT Rosdakarya. Bandung. Sardiman, A.M. (2003). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta. Siagian, dkk. (2010). Learning English VIII For SMP Student Non- Technic. PT. Galaxy. Bekasi. Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Jakarta Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Yamin, M. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Gaung Persada Press. Jakarta.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE QUANTUM TEACHING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPA TERPADU DI KELAS VII-6 SMP NEGERI 3 BERASTAGI T.A 2013/2014 Niasni Sinaga SMP Negeri 3 Brastagi

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kreatifitas belajar yang akan berdampak pada aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA Terpadu (Fisika) dengan menerapkan model pembelajarn Quantum Teaching di kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi. Penelitian tindakan kelas ini akan ditempuh dalam dua siklus. Dari siklus ke siklus menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan senantiasa meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi aktivitas siswa. Penelitian dikenakan pada siswa kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi dengan jumlah 36 siswa. Quantum Teaching mencakup pengajaran yang mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam proses belar mengajar yaitu; guru, siswa, lingkungan dan materi dari kurikulum yang telah ditetapkan. Quantum Teaching dapat memaksimalkan pengajaran oleh guru serta menigkatkan aktivitas siswa dalam belajar salah satunya dengan cara melakukan observasi. Selain itu Quantum Teaching juga dapat memberikan kebebasan pada siswa untuk berekspresi sehingga pemahaman yang didapat tentang materi pelajaran akan lebih dan berkesan. Setelah penelitian berlangsung selama dua siklus dapat disimpulkan bahwa; 1) penerapan model pembelajaran Quantum Teaching selama kegiatan belajar mengajar pada IPA Terpadu di kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi berhasil memperbaiki aktivitas belajar siswa terlihat dari membaiknya kualitas masing-masing kriteria aktivitas tiap siklusnya. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain membaca/membaca (41%), bekerja (28%), bertanya sesama teman (13%), bertanya kepada guru (9%), dan yang tidak relevan dengan KBM (10%). Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain membaca/membaca (26%), bekerja (45%), bertanya sesama teman (16%), bertanya kepada guru (12%), dan yang tidak relevan dengan KBM (2%). Hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa Pada Siklus I sebesar 73,6 dan Pada Siklus II sebesar 96,3 menunjukkan tuntas secara individu dan kelas. Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan model pembelajaran Quantum Teaching di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian; 1) setting kelas sebaiknya mudah untuk mengatur meja-meja di dalam kelas, sehingga membentuk kelompok dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat; 2) selama kerja kelompok perlu diarahkan agar terjadi saling bekerja sesama siswa dalam satu kelompok; 3) pemanfaatan LKS dapat digunakan agar siswa lebih termotivasi dan tertuntun dalam membangun konsep sendiri; 3) dalam menerapkan model pembelajaran sebaiknya siswa telah paham keuntungan dan fungsi posisi dirinya dalam kelompok sehingga siswa mudah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kata Kunci: model quantum teaching, hasil belajar, kreativitas 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam melaksanakan tugas di sekolah perlu dorongan dari dalam diri untuk bisa merangsang kerja lebih giat dan faktor yang mampu merangsang seseorang untuk dapat bekerja lebih giat itulah yang disebut dengan kreativitas. Dengan adanya penciptaan kreativitas belajar itulah diharapkan siswa terdorong semangat dan keterampilan berfikirnya yang tinggi dalam menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran di sekolah dengan baik. Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMPN 3 Berastagi terhadap pembelajaran IPA Terpadu kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi terdapat beberapa masalah yaitu proses

pembelajaran di kelas tersebut berlangsung hanya sebatas guru menerangkan dan siswa mendengarkan kemudian mencatat pelajaran yang diberikan. Media yang digunakan dalam pembelajaran hanya sebatas papan tulis, tidak terdapat media tambahan lain yang mendukung proses pembelajaran. Pada kenyataannya banyak siswa terlihat malas, tidak percaya diri mengerjakan soal-soal latihan. Siswa kurang antusias dalam mengerjakan tugas guru. Menurut Muhibbinsyah (http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan /faktor-faktor-yang-mempengaruhi-prestasi-belajar/), “salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi483

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

materi pelajaran”. Selama ini siswa cenderung mendapat pengetahuan hanya dari guru tanpa mau berusaha belajar, misalnya dengan membaca. Masalah yang sering dialami dalam proses belajar mengajar, salah satunya adalah mengenai kemampuan siswa dalam memahami suatu materi yang berbentuk bacaan atau hitungan seperti IPA Terpadu (Fisika). Untuk itu guru harus menggunakan metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang melibatkan siswa bekerja secara gotong royong yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran Quantum teaching adalah model pembelajaran yang mengubah belajar menjadi meriah dengan segala nuansanya dan Quantum teaching juga menyertakan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dengan lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar, Deporter (2003:3). Quantum teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar. Dalam proses belajar mengajar guru dapat menggunakan cara-cara yang efektif, diantaranya dengan cara partisipasi dengan mengubah keadaan motivasi dan minat dengan menerapkan kerangka rancangan yang dikenal dengan singkatan TANDUR yaitu: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Bertolak dari latar belakang ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ” Meningkatkan Kreativitas Belajar IPA Terpadu Siswa Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Quantum Teaching Di Kelas VII-6 SMP Negeri 3 Berastagi T.A 2013/2014”. 1.2 Identifikasi masalah Berdasarkan judul penelitian, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam meningkatkan kreatifitas belajar siswa dengan Model Pembelajaran quantum teaching ditetapkan: 1. Model mengajar yang kurang menarik. 2. Guru cenderung menggunakan metode pempelajaran konvensional. 1.3 Batasan Masalah Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi siswa, maka peneliti membatasi permasalahan sesuai dengan kemampuan peneliti antara lain; 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran quantum teaching. 2. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi Tahun Pembelajaran 2013/2014.

484

3.

Materi pokok yang diterapkan selama pengambilan data adalah memahami wujud dan zatnya. 1.4 Rumusan Masalah Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas, maka yang menjadi rumusan-rumusan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran quantum teaching di kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi? 2. Apakah hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan model Pembelajaran quantum teaching di kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi?

1.5 Tujuan Penelitian Setelah menetapkan rumusan masalah di atas maka, dapat ditentukan tujuan penelitian ini, antara lain; 1. Untuk mengetahui aktivitas siswa setelah diterapkannya model pembelajaran quantum teaching di kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi. 2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menerapkan model Pembelajaran quantum teaching di kelas VII-6 SMPN 3 Berastagi. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa : a) Memberikan pengalaman secara nyata b) Meningkatkan kreatifitas belajar siswa. c) Memberikan suasana baru dalam pembelajaran 2. Bagi guru : a) Memberikan masukan bagi guru mengenai manfaat pembelajaran quantum teaching untuk meningkatkan kreatifitas belajar siswa. 3. Bagi sekolah dan instansi pendidikan lainnya: a) Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran. b) Bahan referensi bagi semua pihak. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Belajar Menurut Slameto (2003:2) menyatakan bahwa “ belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman sendiri dan interaksinya dengan lingkungannya”. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2.2 Hakikat Pembelajaran IPA Terpadu IPA didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA. 2.3 Kreatifitas Belajar Pembelajaran kreatif yang membuat siswa mengembangkan kreativitasnya. Itu berarti bahwa bahwa pembelajaran kreatif itu membuat siswa aktif membangkitkan kreativitasnya sendiri. Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu terbarukan. 2.4 Tips Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran Secara generik mengembangkan kreativitas siswa dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pengkondisian atau membangun iklim yang memicu berkembangnya kemampuan berpikir dan berkarya.. 2.5 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami pengalaman belajarnya. Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni : (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar , yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris (Sudjana,2006). 2.6 Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas belajar adalah suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya perubahan dalam individu seutuhnya. Menurut Djamarah (2002 : 38), ada beberapa aktivitas belajar sebagai berikut: mendengarkan, memandang, menulis atau mencatat, membaca, membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi, mengamati tabeltabel, diagram-diagram dan bagan-bagan, menyusun paper atau kertas kerja, 2.7 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. 2.8 Pengertian Quantum Teaching Quantum teaching adalah mengubah belajar yang meriah dengan segala nuansanya dan Quantum teaching juga menyertakan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dengan lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar, Deporter (2003:3). 2.9 Asas Utama Quantum Teaching Quantum Teaching bersandar pada asas berikut: Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Belajar dari segala defenisinya adalah kegiatan full-contact. Dengan kata lain, belajar mengakibatkan semua aspek kepribadian manusia yang mencakup pikiran, perasaan dan bahasa tubuh disamping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya mengenai persepsi masa yang akan datang. 2.10 Pembelajaran Quantum Teaching dan Proses Belajar Mengajar Quantum Teaching mencakup pengajaran yang mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam proses belar mengajar yaitu; guru, siswa, lingkungan dan materi dari kurikulum yang telah ditetapkan. Quantum Teaching dapat memaksimalkan pengajaran oleh guru serta menigkatkan aktivitas siswa dalam belajar salah satunya dengan cara melakukan observasi. Selain itu Quantum Teaching juga dapat memberikan kebebasan pada siswa untuk berekspresi sehingga pemahaman yang didapat tentang materi pelajaran akan lebih dan berkesan. 2.11 Kerangka Rancangan Pembelajaran Quantum Teaching Kerangka rancangan pembelajaran Quantum Teaching dikenal sebagai TANDUR dengan kata setiap pelajaran dapat juga memastikan siswa mengalami pembelajaran berlatih, menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri dan mencapai kesuksesan. Deporter (2003:89-93) menjelaskan kerangka rancangan pembelajaran Quantum Teaching adalah sebagai berikut: 1. Tumbuhkan Guru menumbuhkan minat belajar 2. Alami Guru menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. 3. Namai Guru mengajarkan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi. 4. Demonstrasikan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu dan mampu mengaitkan pengalaman mereka.

485

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

5. Ulangi Guru mengulang-ulang hal yang kurang jelas bagi siswa. 6. Rayakan Perayaan merasa rampung dan menghormati usaha, ketekunan dan kesuksesan. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di SMPN 3 Berastagi. Penelitian ini direncanakan mulai bulan september sampai dengan November Tahun 2013. 3.2 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini yaitu kelas VII-6 SMP Negeri 3 Berastagi dengan jumlah 36 orang siswa. 3.3 Rencana Penelitian Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah: analisis kurikulum, membuat skenario pembelajaran. membuat tes Hasil Belajar, menyusun tugas yang akan dikerjakan tiap siswa (LKS), membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar langsung dalam kelas Menurut Raka Joni (dalam Sudibio E. 2003: 8-9), terdapat 6 (enam) tahap dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK). Ke enam tahap dalam pelaksanaan tersebut antara lain: permasalahan, alternatif pemecahan masalah, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi , analisis data, dan refleksi 3.4 Prosedur Penelitian Untuk melihat kemampuan awal siswa sebagai bahan masukan bagi peneliti/guru. Pertemuan berikutnya dilakukan KBM dua kali disebut Siklus I dan diakhiri dengan postes I. Kegiatan belajar dilanjutkan hari berikutnya selama dua kali (Siklus II) dan akhir pembelajaran dilakukan Postes II. 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen selama penelitian antara lain: a. Instrumen Tes hasil Belajar b. Instrumen aktivitas belajar siswa 3.6 Teknik Analisis Data Data-data yang terkumpul selama penelitian ini adalah, data Pretes siswa, data postes pertama, data Postes ke dua, dan data aktivitas siswa. Untuk menganalisis data-data tersebut di atas digunakan: 1. Teknik persentase, untuk menganalisis tingkat keberhasilan tes hasil belajar. 2. Teknik deskriptif, untuk menganalisis datadata presentase.

486

3.7 Indikator Keberhasilan Yang menjadi indikator keberhasilan guru mengajar digunakan Kurikulum KTSP atau kriteria ketuntasan minimal (KKM) di sekolah yaitu 75. 3.8 Jadwal Penelitian Penelitian ini berlangsung bulan september sd november 2013. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian 4.1.1 Data Prasiklus Berikut ini akan dijelaskan kondisi awal siswa kelas VII-6 yang menyangkut kreatifitas belajar siswa pada mata pelajaran IPA Terpadu. Untuk mempertegas identifikasi tersebut dilakukan pretes terhadap kelas VII-6. Data hasil pretes dsajikan dalam tabel berikut: Table 4.1 Distribusi hasil pretes Nilai Frekunsi Rata-rata 42,9 14 57,1 8 71,4 11 58,3 85,7 3 Jumlah 36 Merujuk pada tabel 4.1, nilai terendah untuk pretes adalah 42,9 dan tertinggi adalah 85,7 dengan KKM (kriteria ketuntasan minimum) sebesar 75 maka hanya 3 orang yang mendapat nilai diatas ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah 8,3%. Nilai rata-rata kelas adalah 58,3 yang juga tidak tuntas. Data Siklus I Hal-hal yang direncanakan pada Siklus I antara lain: 1. Membuat Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) Menyusun LKS 2. Menyiapkan media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. 3. Menyusun dan menyiapkan angket dan lembar observasi 4. Membagi kisi-kisi tes hasil belajar Setelah berakhirnya pelaksanaan siklus I diadakan tes hasil belajar kognitif yang selanjutnya disebut sebagai postes I. Hasil belajar kognitif yang diperoleh pada siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam tabel berikut:

Nilai

Table 4.2 Distribusi hasil postes I Frekuensi Rata-rata

50

9

75

20

100

7

Jumlah

36

73,6

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Merujuk pada tabel 4.2 tersebut, nilai terendah postes I adalah 50 dan tertinggi adalah 100. Merujuk pada KKM sebesar 75 maka 27 dari 36 orang siswa mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal tercapai sebesar 75%. Nilai ini berada di bawah kriteria ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga dapat dikatakan KBM siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 73,6 hampir mendekati KKM. Berdasarkan hasil belajar kognitif dan pengamatan Siklus I menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa permasalahan/kekurangan dalam pelaksanaan tindakan yang perlu diperbaiki secara lanjut. Beberapa kelemahan pada Siklus I yang ditemukan dari faktor guru yaitu: 1. Tidak optimalnya pemanfaatan waktu untuk memberikan lebih banyak latihan pada siswa. 2. Pemberian motivasi belajar yang masih kurang. 3. Waktu pemberian LKS saat tatap muka, tidak memberikan cukup kesempatan pada siswa untuk mempelajari LKS tersebut sebelum tatap muka. Adapun perbaikan pada Siklus II adalah: 1. Guru mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran agar siswa lebih paham tentang materi yang dijelaskan. 2. Guru harus lebih membangkitkan minat dan perhatian siswa pada materi yang disampaikan. 3. Guru harus bisa memanajemen waktu sebaik-baiknya agar kegiatan belajar mengajar bisa berjalan lancar. 4. Guru lebih memotivasi siswa dengan cara pemberian pujian dan penghargaan. 5. Memberikan pembimbingan lebih banyak pada kelompok dengan siswa yang terlihat lesu dalam diskusi. 6. Guru harus bisa menyampaikan analisis tugas lebih terarah agar siswa lebih mudah menentukan langkah-langkah kerja yang harus ditempuhnya. Data postes II (Akhir Siklus II) Data postes II disajikankan dalam table berikut: Table 4.3 Distribusi hasil postes II Nilai Frekuensi Rata-rata 66,7

4

100

32

Jumlah

36

96,3

Merujuk pada tabel 4.3, nilai terendah untuk postes II adalah 66,7 dan tertinggi adalah 100 dengan 4 dari 36 siswa mendapat nilai dibawah KKM atau ketuntasan klasikal adalah sebesar 88,8%. Nilai ini

telah berada di atas kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM siklus II telah berhasil memberi ketuntasan belajar pada siswa dalam kelas. Nilai rata-rata kelas adalah 96,3 telah memenuhi KKM. Hasil tes siswa tiap siklus dapat dilihat melalui tabel dan histogram berikut: Tabel 4.4. Rekapitulasi hasil tes siswa sebelum penelitian dan akhir siklus I dan II No Siklus Siklus Hasil Tes Data Awal I II Nilai 1. 85,7 100 100 Tertinggi 2. Nilai terendah 42,9 50 66, Rata-rata 3. 58,3 73,6 96,3 nilai tes Ketuntasan 4. 8,3% 75% 88,8% klasikal Data pada tebel 4.4 dapat dituliskan kembali dalam histogram seperti gambar 4.4 Data aktivitas belajar siswa Merujuk pada tabel 4.5 terlihat dari aktivitas individual menulis dan membaca sebesar 41% dan aktivitas mengerjakan dalam diskusi hanya mencapai 28%.. Hal ini dimaksudkan agar semua anggota kelompok siap untuk menyampaikan hasil diskusi. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 13%. Aktivitas bertanya kepada guru 9% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 10%. Tabel 4.5 Skor aktivitas belajar siswa Siklus I No Aktivitas Jumlah Rata- Proporsi Rata 1 Menulis,membaca 66 16,5 41% 2 Mengerjakan 44 11 28% Bertanya pada 3 teman 20 5 13% Bertanya pada 4 guru 14 3,5 9% Yang tidak 5 relevan 16 4 10% Siklus II No Aktivitas Jumlah Rata- Proporsi Rata 1 Menulis,membaca 46 11,5 26% 2 Mengerjakan 81 20,25 45% Bertanya pada 3 teman 28 7 16% Bertanya pada 4 guru 21 5,25 12% Yang tidak 5 relevan 4 1 2%

487

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Merujuk pada tabel 4.5 pada siklus II aktivitas menulis dan membaca turun menjadi 26% yang sepertinya mengindikasikan bahwa masih ada beberapa siswa lebih tertarik berdiam diri dengan hanya duduk dan menulis-nulis tidak ikut bekerja. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi yang meningkat menjadi 46% menunjukkan perbaikan yang terjadi dalam proses pembelajaran meskipun tidak sebaik yang diharapkan. Sementara aktivitas bertanya pada teman naik menjadi 16% dan bertanya pada guru naik menjadi 12%. Ini mengindikasikan siswa sudah mulai tidak malu/canggung bertanya pada guru dan memecahkan masalah dengan berdiskusi terlebih dahulu. Kondisi pembelajaran siklus II relatif sama dengan pembelajaran siklus I. Aktivitas yang tidak relevan dengan KBM pada siklus II menurun menjadi 2%. 5. PEMBAHASAN Hasil belajar kognitif pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 73,6 dengan ketuntasan belajar yang dicapai 75%, karena kurang dari 85% siklus I dikatakan tidak tuntas. Ketidak berhasilan pada siklus I disebabkan faktor-faktor antara lain: Kesulitan bekerjasama dalam kelompok yang mengindikasikan siswa tidak biasa belajar dalam kalompok. Beberapa kelompok masih bingung dengan kondisi pembelajaran yang tidak biasa dan kesulitan dalam menafsirkan tugas-tugas. Kurangnya kesiapan siswa menghadapi tes dan kurangnya latihan soal. Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran pada siklus II diperoleh rata-rata hasil belajar sebesar 96,3 dengan ketuntasan klasikal mencapai 88,8%, karena lebih besar dari 85% maka siklus II dikatakan berhasil memberikan ketuntasan belajar klasikal. Merujuk pada tabel 4.5 terlihat dari aktivitas individual menulis dan membaca sebesar 41% dan aktivitas mengerjakan dalam diskusi hanya mencapai 28%.. Hal ini dimaksudkan agar semua anggota kelompok siap untuk menyampaikan hasil diskusi. Aktivitas bertanya pada teman sebesar 13%. Aktivitas bertanya kepada guru 9% dan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM sebesar 10%. Nilai– nilai ini memperlihatkan beberapa hal diantaranya, ketika siswa berdiskusi dalam kelompok banyak kelompok yang terlihat bingung dalam pelaksanaannya sehingga peneliti kewalahan melayani pembimbingan tiap kelompok. Sementara beberapa siswa tidak aktif dalam melaksanakan diskusi, siswa tersebut hanya berdiam diri, seolaholah tidak mau tahu dan hanya melakukan kegiatan menulis dan membaca. Kemudian ada beberapa kelompok yang masih bingung dan tampak belum bisa menarik kesimpulan diskusi sehingga hanya mengamati kelompok yang sedang dibimbing guru. Merujuk pada tabel 4.5 pada siklus II aktivitas menulis dan membaca turun menjadi 26% yang sepertinya mengindikasikan bahwa masih ada beberapa siswa lebih tertarik berdiam diri dengan

488

hanya duduk dan menulis-nulis tidak ikut bekerja. Aktivitas mengerjakan dalam diskusi yang meningkat menjadi 45% menunjukkan perbaikan yang terjadi dalam proses pembelajaran meskipun tidak sebaik yang diharapkan. Sementara aktivitas bertanya pada teman naik menjadi 16% dan bertanya pada guru turun menjadi 12%. Ini mengindikasikan siswa sudah mulai tidak bergantung pada guru dan memecahkan masalah dengan berdiskusi terlebih dahulu. Kondisi pembelajaran siklus II relative sama dengan pembelajaran siklus I. Aktivitas yang tidak relevan dengan KBM pada siklus II sebesar 2%. Tabel 4.7 Rekapitulasi ketuntasan belajar klasilkal tiap siklus No Aspek Penilaian Siklus Siklus I II 1. Hasil Belajar Kognitif 75% 88,8% 2. Aktivitas Belajar Membaca/menulis 41% 26% Memperagakan/melakukan 28% 45% Bertanya pada teman 13% 16% Bertanya pada guru 9% 12% Tidak relevan dengan KBM 10% 2% Hasil siklus II diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar kognitif dan ketuntasan belajar yang dicapai mengalami peningkatan. Adanya peningkatan tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran Quantum Teaching dengan menggunakan kerangka pembelajaran TANDUR dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi perubahan dan wujud zat. Secara keseluruhan rangkaian proses penelitian dengan metode pembelajaran Quantum Teaching pada prinsipnya adalah membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar mereka dengan cara membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Dengan pembelajaran Quantum Teaching dapat membuat pembelajaran yang dilakukan lebih bervariasi, tidak semata-mata didominasi komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa akan termotivasi. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Keimpulan Setelah data-data tes hasil belajar, dan aktivitas belajar siswa terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat disimpulkan antara lain: 1. a. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain membaca/membaca (41%), bekerja (28%), bertanya sesama teman (13%), bertanya kepada guru (9%), dan yang tidak relevan dengan KBM (10%). b. Data aktivitas siswa menurut pengamatan pada Siklus II antara lain membaca/membaca (26%), bekerja (45%), bertanya sesama teman (16%), bertanya kepada guru (12%), dan yang tidak relevan dengan KBM (2%).

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2. Hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa Pada Siklus I sebesar 73,6 dan Pada Siklus II sebesar 96,3 menunjukkan tuntas secara individu dan kelas. 6.2 Saran Setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama empat kali atau disebut dua Siklus maka perlu saran agar pengguna atau yang memanfaatkan LKS di sekolah benar-benar bermanfaat sesuai dengn tujuan penelitian. 1. Selama kerja kelompok agar pemanfaatan LKS benar-benar di arahkan agar tujuan pembelajaran tercapai. 2. Pemanfaatan LKS dapat digunakan guru-guru agar siswa termotivasi selama bekerja dalam kelompok.

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M., (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Jipta, Jakarta Aqib, Z., (2006), Peneltian Tindakan Kelas. Penerbit, Yrama Widya, Bandung Dimyati., dan Mudjiono., (2006), Belajar dan pembelajaran, Rineka cipta, Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Startegi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Lie, A., (2008), Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang- Ruang Kelas, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta. Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung :Kencana Prenada Media Group Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta

489

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA DI SMP NEGERI 1 TIGANDERKET Salmon Sembiring SMP Negeri Tiga Nderket

ABSTRAK Penelitian ini menerapkan model pembelajaran tutor sebaya sebagai upaya memperbaiki aktivitas belajar yang bermuara pada peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika . Penerapan model dilaksanakan dalam penelitian tindakan selama dua siklus dengan dua kali pertemuan (KBM) setiap siklusnya. Sehingga data dalam penelitian ini adalah aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran setelah menerapkan model pembelajaran tutor sebaya. Dengan subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII-5 SMP Negeri 1 Tiganderket, semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 32 siswa. Data aktivitas diperoleh dari pengamatan siswa tiap siklus, data hasil belajar diperoleh dari tes setiap akhir siklus. Hasil penelitian menunjukkan; 1) Aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya pada Siklus I aktivitas membaca dan menulis/membaca sebesar 20%, bekerja 17%, bertanya pada teman 46%, bertanya pada guru 8%, yang tidak relevan sebanyak 4%. Sedangkan pada siklus II aktivitas membaca dan menulis/membaca sebesar 23%, bekerja 17%, bertanya pada teman 42%, bertanya pada guru 10%, yang tidak relevan sebanyak 8%. Dari data tersebut terjadi penurunan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika TahunPelajaran 2012/2013; 2)Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran tutor sebaya pada Siklus I mencapai rata-rata 23,75 dengan ketuntasan klasikal 28,15% dan Siklus II mencapai 21,25 dengan ketuntasan klasikal 25%. Dengan demikian terjadi penurunan hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal tbelum tercapai pada mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Tiganderket TahunPelajaran 2013/2014. Penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 tiganderket memiliki kendala yang tak ;pernah diduga yang menyebabkan akativitas belajar tidak berlangsung dengan baik hal ini disebabkan karenan Gunung Sinabung meletus. Hal tersebut juga membuat konsentrasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar tidak maksimal sehingga nilai yang diperoleh dibawah KKM. Kata Kunci: bilangan bulat, tutor sebaya 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses belajar akan ditemui berbagai hal dan kemungkinan-kemungkinan yang positif dan negative terutama mata pelajaran Matematika, karena belajar merupakan interaksi dari perkembangan diri individu dengan faktor lingkungan. Oleh sebab itu akan timbul suatu permasalahan yang harus dihadapi agar proses belajar tersebut menghasilkan tingkah laku yang baik. Permasalahan yang ditemui dalam belajar adalah kesulitan belajar. Dimana individu merasa sulit untuk menjalani proses perubahan menuju ke arah positif. Permasalahan pembelajaran Matematika di SMP Negeri 1 Tiganderket sangat beragam namun kecenderungannya adalah masih banyak siswa yang nilai matematika di bawah KKM terutama siswa kelas VII-5. Penyebab utamanya ada dua, yang pertama adalah strategi pembelajaran kurang menuntut partisipasi aktif siswa serta cara penyampaian yang kurang menarik. Masalah kedua adalah yang datang dari siswa sendiri yakni sikap belajar siswa yang kurang baik, dimana pada saat belajar matematika siswa terkadang mengantuk, dan pekerjaan rumah sering tidak diselesaikan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar siswa-siswi di SMP Negeri 1 Tiganderket setelah sepulang sekolah

490

pergi ke ladang akhirnya pekerjaan jarang dikerjakan karena kelelahan serta soal yang di berikan memerlukan konsentrasi membuat siswa jadi mengantuk, malas dan akhirnya tidak mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas , maka identifikasi masalahnya adalah: 1. Strategi pembelajaran tidak menuntut siswa belajar secara aktif. 2. Sikap belajar siswa pada mata pelajaran Matematika yang buruk sehingga prestasi belajar siswa juga buruk. 1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimana aktivitas siswa saat belajar matematika melalui model pembelajaran Tutor Sebaya pada siswa kelas VII-5 SMP Negeri 1 Tiganderket? 2. Bagaimana hasil belajar siswa setelah menerapkan Model Pembelajaran Tutor Sebaya pada mata pelajaran Matematika kelas VII-5 SMP Negeri 1 Tiganderket?

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui aktivitas siswa saat belajar matematika model pembelajaran Tutor Sebaya di kelas VII-5 di SMP Negeri 1 Tiganderket. 2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran Tutor Sebaya pada siswa kelas VII-5 di SMP Negeri 1 Tiganderket. 3.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai berikut: a) Bagi Siswa - Melalui penerapan model pembelajaran Tutor Sebaya keaktifan dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan secara efektif dan efisien. b) Bagi Guru - Menemukan alternatif model pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa dan hasil belajarnya. - Mengatasi problem pembelajaran yang selama ini banyak dikeluhkan terutama berkaitan dengan ketidakberhasilan pembelajaran matematika. c) Bagi Sekolah - Memberikan masukan terhadap pihak sekolah untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa. - Sebagai sarana pemberdayaan untuk meningkatkan kerjasama dan kreatifitas guru dan siswa

3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pengertian Belajar Pengertian belajar menurut beberapa ahli adalah : 1. Belajar adalah suatu usaha untuk mencari pengertian, makna, dan pemahaman. Bila usaha ini gagal, maka anak akan gagal dalam pelajarannya (Dewa Ketut Sukardi, 1983 : 29). 2. Belajar adalah proses melibatkan manusia secara orang perorangan sebagai suatu kesatuan organisme sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyata, 2002 : 156). 3. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Abu Ahmadi, 1991 : 122). 3.2 Hasil Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) “hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru”. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang.

Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. 3.3 Aktivitas Belajar Pada dasarnya belajar adalah berbuat. Di mana dalam belajar berbuat itu untuk mengubah tingkah laku. Seperti yang kita ketahui dengan belajar akan diperoleh perubahan-perubahan di dalam tingkah laku, kebiasaan, sikap, pengetahuan, keterampilan, pengetahuan dan pemahaman akan sesuatu. Jadi dalam belajar pasti melakukan kegiatan atau aktivitas. 3.4 Model Pembelajaran Tutor Sebaya Tutor Sebaya adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar Tutor tersebut diambil dari kelompok siswa yang memiliki prestasi yang lebih tinggi dari pada siswa-siswa lainnya. Ahmadi dan Supriyono (2006 : 184) mengatakan Tutor adalah “siswa sebaya yang ditunjuk atau ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar karena hubungan siswa dengan guru”. 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tiganderket dan pelaksanaannya dilakukan pada bulan september sampai dengan bulan Desember 2013. 4.2 Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII-5 SMP Negeri 1 Tiganderket Tahun Pembelajaran 2013/20124, dengan jumlah siswa 32 orang. 4.3 Definisi Variabel Penelitian Untuk menghilangkan salah pengertian, maka variabel-variabel dalam penelitian dapat didefiniskan: 1. Yang dimaksud denagn Tutor sebaya dalam penelitian ini adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tutor tersebut diambil dari kelompok siswa yang memiliki prestasi yang lebih tinggi dari pada siswa-siswa lainnya 2. Yang dimaksud dengan Hasil belajar dalam penelitian ini adalah gambaran nyata dari kegiatan belajar mengajar. 3. Yang dimaksud dengan aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah merupakan prinsip atau asas

491

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

yang sangat penting di dalam interaksi belajarmengajar 4.4 Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan berganda, observasi, dan angket.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Sebelum melaksanakan siklus I terlebih dahulu peneliti memberikan pretes kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk mengatahui kondisi siswa sebelum tindakan siklus I diberikan.. Berikut data pretes siswa kelas VII-5 mata pelajaran desain dan produksi kria tekstil pada materi pokok tenun tapestri.

4.5 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam bahasa inggris PTK diartikan dengan Clasroom Action Research, disingkat CAR. PTK pertama kali diperkenalkanoleh psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13). 1. Perencanaan (planning) 2. Observasi (observing) 3. Refleksi (reflecting) 4.6 Teknik Analisis Data Metode Analisis Data Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: 1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir siklus I dan siklus II. 2. Menghitung nilai rerata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar. 3. Penilaian a. Data nilai hasil belajar (kognitif) b. Nilai rata-rata siswa e. Penilaian aktivitas f. Ketentuan persentase ketuntasan belajar kelas 4.7 Indikator Keberhasilan Yang menjadi indikator keberhasilan guru mengajar digunakan KKM dengan nilai KKM 70 dan 85% secara klasikal 4.8 Jadwal Penelitian Penelitian dilakukan mulai September 20123 sampai Desember 2013. 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP 1dan 2, LKS 1dan 2, soal tes formatif 1, dan alat-alat pengajaran dan media untuk mendukung kegiatan belajar mengajar.

492

Tabel 4.1 Distribusi Hasil Pretes Siswa Rata-rata Nilai Frekuensi 20

1

25 30 35

3 1 10

40 45 50

5 7 6

Jumlah

33

39,1

Merujuk pada Tabel 4.1, nilai terendah untuk pretes adalah 20 dan tertinggi adalah 50 dengan tidak seorang pun mendapat nilai diatas ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah 0%. Nilai rata-rata kelas adalah 39,1 Merujuk pada kesimpulan ini guru sebagai peneliti berusaha memperbaiki proses dan hasil belajar siswa Melalui model pembelajaran Tutor Sebaya Hasil belajar yang diperoleh pada Siklus I selama dua pertemuan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 4.2 Distribusi Hasil Formatif I Nilai

Frekuensi

Tuntas Individu

Nilai rata-rata

Tuntas Kelas

40

1

-

-

60

8

-

-

70

22

80

2

2

6,06%

Jumlah

33

24

74,81%

22

68,75%

67,9

Pada Tabel 4.2 tersebut, nilai terendah formatifI adalah 40 sebanyak 1 orang dan nilai tertinggi adalah 80 sebanyak 2 orang, dengan 31 orang mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan atau ketuntasan klasikal adalah 74,81%. Nilai ini berada di sedikit bawah kriteria keberhasilan sehingga dapat dikatakan KBM Siklus I kurang berhasil memberi ketuntasan belajar dalam kelas. Data Aktivitas Pada Siklus I Hasil rekaman yang dilakukan oleh kedua pengamat diserahkan kembali kepada peneliti. Hasil analisis rekaman aktivitas siswa dari kedua pengamat selama 4 kali dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tabel 4.3 Skor aktivitas belajar siswa N

Aktivitas

Siklus I Jumlah

Proporsi

64 42

RataRata 16 10,5

24

6,25

15%

o 1 Menulis,membaca 2 Mengerjakan Bertanya pada 3 teman Bertanya pada 4 guru 5 Yang tidak relevan Jumlah

16 14 160

4 3,5 40

40% 26%

10% 9% 100%

Refleksi Berdasarkan data Tabel 4.2 diperoleh bahwa rata-rata Formatif I 67,9 pada Siklus I dengan persentase adalah 74,81%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada Siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya sebesar 74,81 % lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model pembelajaran Tutor Sebaya selain hal tersebut keadaan lingkungan pada saat penelitian tersebut tidak mendukung karena terjadi bencana alam yaitu gunung sinabung meletus sehingga para siswa harus mengungsi dan menumpang sekolah di sekolah lain. Hal tersebut sangat berpengaruh buruk pada kegiatan belajar mengajar. Revisi Untuk meningkatkan proses pembelajaran dan aktivitas belajar siswa pada Siklus II, beberapa perbaikan pembelajaran dilakukan antara lain: (1) Lebih memberikan motivasi kepada siswa yang sudah mengerti agar bersedia membantu temannya yang belum memahami materi tanpa harus ditunjuk atau dibujuk, (2) Melakukan patokan pada format analisis yang mengarahkan pada kesimpulan sehingga siswa dapat melakukan pengambilan kesimpulan secara runtun dan sistematis, dan (3) membuat media/ alat peraga untuk memudahkan siswa. (4) serta memberikan penguatan kepada siswa agar tetap mau belajar walaupun keadaan gunung belum stabil, agar siswa dapat cepat beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru. Tabel 4.4. Distribusi Hasil Postes II Nilai

Frekuensi

Tuntas Individu

Tuntas Kelas

50

4

-

-

60

18

-

-

9 2 33

9 2 11

70 80 Jumlah

27,27 27,27% 6,06%

Nil ai ratarata

62,

Siklus II Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3 dan 4, LKS 3 dan 4, soal tes formatif II, dan alat-alat pembelajaran dan media untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Tahap kegiatan dan pengamatan Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus , sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Akhir KBM ke empat dilakukan tes hasil belajar atau disebut Postes II, datanya dapat dilihat Pada Tabel 4.4. Merujuk pada Tabel 4.4, nilai yang didapat sama dengan hasil nilai post tes I. hal ini disebabkan karena keadaan psikologis siswa yang kurang baik. Hal tersebut diakibatkan meletusnya Gunung Sinabung jadi sekolah harus berpindah dan konsentrasi serta minat belajar siswa tidak baik bahkan bisa dikatakan buruk. Rasa was-was dan cemas seringkali muncul pada siswa saat belajar karena siswa khawatir akan keadaan Gunung Sinabung yang tidak baik. Model yang dipakai pada saat pembelajaran berlangsung juga tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. c. Data Aktivitas Pada Siklus II Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika pada pokok bahasan bilangan bulat yang paling dominan adalah aktivitas diskusi antar siswa/antara siswa, mengerjakan, bertanya kepada guru, dan. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Penskoran dilakukan dan dijabarkan dalam data berupa Tabel aktivitas oleh pengamat I dan II untuk Siklus II sebagai berikut. Tabel 4.5 Skor aktivitas belajar siswa Siklus II No Aktivitas 1 Menulis,membaca 2 Mengerjakan 3 Bertanya pada teman 4 Bertanya pada guru 5 Yang tidak relevan Jumlah

Jumlah 53 47 23 16 21 90

Rata-Rata 13,25 11,75 5,75 4 5,25 40

Proporsi 31% 28% 14% 9% 12% 100%

Refleksi Hasil belajar siswa diakhir Siklus II yang didapat belum tuntas hal ini disebabkan keadaan lingkungan yang membuat siswa tidak konsentrasi belajar sehingga model yang digunakan juga tidak dapat dipraktekkan dengan baik.

4

493

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Revisi Pelaksanaan Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran Tutor Sebaya dengan semaksimal mungkin, hanya saja dengan keadaan lingkungan yang ada dimana Gunung Sinabung meletus menyebabkan kegiatan belajar tidak dapat dilakukan secara maksimal.. Maka sanagt diperlukan revisi yang banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran Tutor Sebaya dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembahasan Dari hasil observasi, Pada siklus I rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis adalah 40% dan pada siklus II rata-rata skor aktivitas membaca dan menulis menurun menjadi 31%, aktivitas mengerjakan dari 26% menjadi 28%. Sedangkan bertanya sesama siswa memperoleh penurunan dari 15% menjadi 14%. Aktivitas bertanya pada guru mengalami penurunan dari 10% menjadi 9% pada siklus II. Sedangkan aktivitas yang tidak relevan dengan KBM mengalami peniningkatan dari 9% menjadi 12%. Uraian di atas menyatakan bahwa pada Siklus I meski indikator keberhasilan belum tercapai namun terdapat 9 siswa yang belum tuntas nilainya. Oleh karena itu perlu adanya suatu tindakan pada Siklus II agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dan mencapai indikator keberhasilan dengan ketuntasan klasikal mencapai maksimum. Tindakan yang diberikan berupa menampilkan media chart untuk mempermudah siswa memahami materi pembelajaran dan memberikan variasi-varisi penugasan yang bersifat memotivasi untuk melibatkan aktivitas semua anggota kelompok. Tetapi pada siklus II Nilai siswa tidak meningkat bahkan mengalami penurunan hal tersebut disebabkan karena keadaan lingkungan yang tidak baik membuat siswa tidak konsentrasi dan tidak fokus. Pada saat penelitian dilakukan keadaan Gunung Sinabung sedang meletus, hal tersebut mengharuskan semua siswa SMP Negeri 1 Tiganderket mengungsi dan berpindah tempat sekolah untuk sementara sampai keadaan Gunung Sinabung membaik. Pada saat kegiatan belajat mengajar peneliti kerap kali melihat siswa yang takut, cemas, ada yang bingung sehingga materi yang diajarkan tidak lagi dapat diserap ataupun diterima siswa dengan baik. Dengan keadaan tersebut beberapa siswa ada yang tidak masuk sekolah untuk beberapa hari. Oleh sebab itu disimpulkan bahwa model pembelajaran Tutor Sebaya belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas VII-5 semester I SMPN 1 Tiganderket Tahun Pelajaran 2013/2014.

494

6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Hasil Data aktivitas siswa menurut pengamatan pengamat pada a) Siklus I, menulis/membaca 40%, bekerja 26%, bertanya sesama teman 15%, bertanya kepada guru 10%, dan yang tidak relevan dengan KBM 9%. b) Siklus II antara lain menulis/membaca 31%, bekerja 28%, bertanya sesama teman 14, bertanya kepada guru 9, dan yang tidak relevan dengan KBM 12%. 2. Hasil belajar siswa dari Siklus ke Siklus berikutnya tidak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh keadaan alam pada saat dilakukan penelitian sangat buruk, gunung sinabung meletus sehingga para siswa tidak fokus belajar dan lokasi belajar pindah. Berarti Siklus I dan Siklus II tidak tuntas dengan KKM Matematika. 6.2 Saran Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diajukan, yaitu : a. Diharapkan bagi guru memperhatikan pengetahuan awal dan kecerdasan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran diberikan. b. Diharapkan bagi guru yang ingin menerapkan model pembelajaran Tutor Sebaya dapat menggunakan waktu sesuai yang sudah direncanakan dalam Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP). c. Walaupun model pembelajar tutor sebaya tidak berhasil dalam meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada penelitian ini, dikarenakan keadaan lingkungan tidak mendukung, Gunung Sinabung meletus, sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi peneliti berharap guru-guru SMP Negeri 1 Tiganderket umumnya, dan khususnya bagi guru-guru mata pelajaran Matematika untuk menjadikan model pembelajaran tutor sebaya sebagai salah satu model pembelajaran alternatif untuk mengajarkan mata pelajaran Matematika. DAFTAR PUSTAKA Arikunto ,S. 2006. Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Aqib, Z., (2006), Peneltian Tindakan Kelas. Penerbit, Yrama Widya, Bandung. Dimyati., dan Mudjiono., (2006), Belajar dan pembelajaran, Rineka cipta, Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Startegi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dwi Purnomo. 2009. Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik, Takik dan Model dalam

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Pembelajaran .(http://dwipurnomoikipbu.wordpress.com) Pelawi. 2009. http://pelawiselatan.blogspot.com/2009/04/mo del-pembelajaran-cooperative-dengan.html Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta. Santyasa, I Wayan. 2007. Jurnal Landasan Konseptual Media Pembelajaran. Banjarangkang : Universitas Pendidikan Ganesha. Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung :Kencana Prenada Media Group. Sardiman, A. M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Media Tarsito. Sukino,Wilson Simangunsong. 2008. Matematika Untuk SMP Kelas VIII. Erlangga. Jakarta. Suryosubroto, B, (2009), Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta. Tambunan , M , dan simanjuntak. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Medan: FMIPA Unimed Trianto, 2010, Mendesain Pembelajaran InovatifProgresif, Penerbit Kencana, Jakarta. http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2073915-modelpembelajaran-kooperatif-match/

495

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN GEOGEBRA SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA KULIAH GEOMETRI DI PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN TAHUN AJARAN 2013/2014 Rani Farida Sinaga, S.Pd, M.Si FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan JL. Sutomo 4A,Medan 20234, Sumatera Utara Telp.(061)4522922, Faks(061)4571426 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Salah satu alternatif media yang digunakan dalam pembelajaran dan diyakini dapat lebih menggairahkan animo mahasiswa didik terhadap mata kuliah geometri adalah Geo Gebra. GeoGebra adalah program dinamis yang dengan beragam fasilitasnya dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika untuk mendemonstrasikan atau memvisualisasikan konsep-konsep matematis serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematis. Bentuk pengembangan model penyampaian materi/ bahan ajar melalui media GeoGebra dapat memungkinkan mahasiswa didik mengeksplorasi lebih dalam materi pada mata kuliah geometri.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan GeoGebra sebagai salah satu alternatif media pembelajaran dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata kuliah geometri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Prodi Matematika Semester V pada tahun pembelajaran 2013/ 2014 yang terdiri atas grup/kelas A, B dan C. Sampel yang digunakan adalah grup A yang terdiri atas 45 orang dibagi dua kelompok dengan rincian kelompok A (yang diajar dengan media GeoGebra) berjumlah 24 orang dan kelompok B (yang diajar dengan media/pembelajaran konvensional) berjumlah 23 orang. Teknik yang digunakan adalah random sampling, yakni mengambil sampel secara acak dari grup yang terdapat di Program Studi Matematika. Kata Kunci: media, pembelajaran, geo gebra, geometri 1.

PENDAHULUAN Teknologi merupakan perwujudan kreatifitas manusia masa kini. Pesatnya perkembangan teknologi pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan teknologi pada umumnya. Berbagai sarana dan perangkat pendidikan yang modern turut mendukung optimalisasi proses pembelajaran baik di tingkat sekolah, perguruan tinggi maupun dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi khususnya informasi dan komunikasi banyak menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan dalam pembelajaran. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahasan filosofi pembelajaran berpusat kepada guru/dosen/ (teacher centered) menjadi pembelajaran berpusat kepada peserta didik /mahasiswa didik (student centered). Pengajaran (menitikberatkan tinjauannya dari segi pendidik, sedangkan pembelajaran lebih menitik beratkan tinjauannya dari segi peserta didik. Menurut Hamalik (1999:57) pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun atas unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, pengembangan materi atau bahan ajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pengembangan bahan ajar dengan optimalisasi media pembelajaran.

496

Media pembelajaran diartikan sebagai setiap alat yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik ditekankan untuk lebih dapat menyerap pengetahuan yang diperolehnya melalui pengalaman belajar. Media pembelajaran diartikan sebagai setiap alat yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik ditekankan untuk lebih dapat menyerap pengetahuan yang diperolehnya melalui pengalaman belajar. Berikut disajikan kerucut pengalaman belajar yang bisa membedakan daya serap peserta didik terhadap suatu obyek pengetahuan tertentu dengan perbedaan media:

Kerucut Pengalaman E. Dale dalam Sadiman (2003:8)

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Dari kerucut pengalaman belajar tersebut, diketahui bahwa peserta didik akan mencapai hasil belajar 10 % dari apa yang dibaca, 20 % dari apa yang di dengar, 30 % dari apa yang dilihat, 50 % dari apa yang dilihat dilihat dan di dengar, 70 % dari apa yang dikatakan, dan 90 % dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya media pembelajaran dihadirkan untuk meningkatkan daya serap peserta didik terhadap obyek pelajaran yang sedang ia pelajari. Melalui media pembelajaran diharapkan terbentuk suasana pembelajaran yang lebih menarik, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, serta hasil belajar yang lebih bermakna. Media pembelajaran dapat berbentuk bahan cetak, alat-alat yang dapat dilihat, alat yang dapat didengar (media audio), dan alat-alat yang dapat didengar dan dilihat (audio visual aids), serta sumber–sumber masyarakat yang dapat dialami secara langsung (Hamalik, 1999:51). Media pembelajaran dapat dimanipulasikan dan dapat digunakan untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, perhatian dan sikap peserta didik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran. Geometri merupakan salah satu mata kuliah penting yang membutuhkan media pembelajaran. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika karena banyak konsep-konsep yang termuat didalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, dan vektor. Rendahnya prestasi geometri peserta didik juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri peserta didik SD masih rendah (Sudarman, 2000:3). Sedangkan di SMP ditemukan bahwa masih banyak peserta didik yang belum memahami konsepkonsep geometri. Sesuai penelitian Purnomo (1999) ditemukan bahwa banyak peserta didik salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar pada peserta didik SMP dan masih banyak peserta didik yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan jajargenjang. Di SMA, Madja (1992:3) mengemukakan bahwa hasil tes geometri peserta didik kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Kesulitan peserta didik dalam memahami konsep-konsep geometri terutama pada konsep bangun ruang (Purnomo, 1999:5). Madja (1992:3) menyatakan bahwa peserta didik SMA masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun

ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa didik dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah (Madja, 1992:6). Bahkan dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa didik yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa didik masih sulit menentukan garis bersilangan dengan berpotongan, dan belum mampu menggunakan perolehan geometri SMA untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang (Budiarto, 2000:440). Salah satu alternatif media yang digunakan dalam pembelajaran dan diyakini dapat lebih menggairahkan animo mahasiswa didik terhadap mata kuliah geometri adalah GeoGebra. Menurut Hohenwarter (2008) dalam jurnal (Mahmudi, 2011: vol 2), GeoGebra adalah prgram komputer untuk membelajarkan matematika khususnya geometri dan aljabar. Program ini dapat dimanfaatkan secara bebas yang dapat diunduh dari www.GeoGebra.com. Website ini rata-rata dikunjungi sekira 300.000 orang tiap bulan. Hingga saat ini, program ini telah digunakan oleh ribuan peserta didik maupun guru/dosen dari sekira 192 negara. Bentuk pengembangan model penyampaian materi/ bahan ajar melalui media GeoGebra dapat memungkinkan mahasiswa didik eksplorasi lebih dalam pada mata kuliah geometri. Di samping itu, dengan penggunaan media GeoGebra dimungkinkan efisiensi pembelajaran dapat ditingkatkan, baik dalam konteks waktu maupun materi yang disampaikan 2.

LANDASAN TEORITIS Aktivitas adalah segala jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam belajar dengan tujuan perubahan tingkah laku, baik menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, baik meliputi segenap aspek organisme ataupun pribadi. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tanpa aktivitas belajar tidak akan memberi hasil yang baik (Surya, 2004:90). Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajarmengajar. Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar-mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif dalam belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pelajaran. Strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas atas aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Suyatno, 2009:132).

497

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Media pembelajaran berbasis teknologi telah berkembang begitu pesatnya. Akan tetapi tidak banyak pendidik yang memiliki kecakapan untuk mengoperasikan media tersebut meskipun mereka telah mengenalnya. Biasanya kendala yang dihadapi berupa ketidakcakapan dalam mengoperasikan media tersebut atau justru masalah kendala pendanaan. Ada kalanya pendidik yang telah dapat mengoperasikan media tidak dapat memberdayakan media tersebut dalam pembelajaran karena sekolah atau secara pribadi belum memilikinya. Oleh karena itu usahausaha untuk mewujudkan media pembelajaran berbasis teknologi perlu mendapatkan perhatian serius dari para penyelenggara pendidikan, karena menimbang efektivitas dan efisiensi penggunaan media tersebut dalam menunjang proses belajar mengajar telah terbukti melalui berbagai penelitian. Salah satu program komputer yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika adalah GeoGebra. GeoGebra adalah program dinamis yang dengan beragam fasilitasnya dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika untuk mendemonstrasikan atau memvisualisasikan konsepkonsep matematis serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematis (Jurnal:Mahmudi, 2011: vol 1). Program GeoGebra melengkapi berbagai program komputer untuk pembelajaran aljabar yang sudah ada, seperti Maple maupun program komputer untuk pembelajaran geometri, seperti CABRI. juga dapat diinstal pada komputer pribadi dan dimanfaatkan kapan dan di manapun oleh peserta didik maupun guru. GeoGebra bersifat multi- representasi, yaitu (1) adanya tampilan aljabar,(ii) adanya tampilan grafis, (iii) adanya tampilan numerik. Ketiga tampilan ini saling terhubungkan secara dinamik. Jika kita mengubah posisi sebuah titik pada tampilan grafis, maka perubahan tersebuat akan tercermin pula pada tampilan numerik dan tampilan alajabar. Keunggulan inilah yang dapat membantu peserta didik dalam mempelajari objek-objek geometri yang bersifat abstrak. Karena keunggulan ini, alternatif media pembelajaran GeoGebra diharapkan mampu mengurangi kesulitan belajar peserta didik pada pembelajaran geometri. Beberapa pemanfaatan program GeoGebra dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut: a) Dapat menghasilkan lukisan-lukisan geometri dengan cepat dan teliti dibandingkan dengan menggunakan pensil, penggaris, atau jangka. b) Dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi untuk memastikan bahwa lukisan yang telah dibuat benar. c) Mempermudah guru/dosen atau peserta didik untuk menyelidiki atau menunjukkan

498

sifat-sifat yang berlaku pada suatu objek geometri. Menu utama GeoGebra adalah: File, Edit, View, Option, Tools, Windows, dan Help untuk menggambar objek-objek geometri. Menu File digunakan untuk membuat, membuka, menyimpan, dan mengekspor file, serta keluar program. Menu Edit digunakan untuk mengedit lukisan. Menu View digunakan untuk mengatur tampilan. Menu Option untuk mengatur berbagai fitur tampilan, seperti pengaturan ukuran huruf, pengaturan jenis (style) objek-objek geometri, dan sebagainya. Sedangkan menun Help menyediakan petunjuk teknis penggunaan program GeoGebra. 3.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek yaitu mahasiswa. Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana kedua kelas ini mendapat perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberikan media pembelajaran GeoGebra sedangkan kelas kontrol diberikan metode pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini diberikan tes sebanyak dua kali yaitu sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Tes yang diberikan sebelum perlakuan (T1) disebut pretest dan tes yang diberikan sesudah perlakuan (T2) disebut posttest. Perbedaan antara T1 dan T2 yakni T2 - T1 diasumsikan sebagai efek dari perlakuan. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen, khususnya Program Matematika. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pembelajaran 2013/ 20 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Prodi Matematika Semester V pada tahun pembelajaran 2013/ 2014 yang terdiri atas grup/kelas A, B dan C. Sampel yang dipilih adalah grup C yang terdiri atas 45 orang dibagi dua kelompok dengan rincian kelompok A (yang diajar dengan media GeoGebra) berjumlah 23 orang dan kelompok B (yang diajar dengan media/pembelajaran konvensional) berjumlah 22 orang. Teknik yang digunakan adalah random sampling, yakni mengambil sampel secara acak dari grup yang terdapat di Program Studi Matematika . 4.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Normalitas Berikut ini hasil pengujian data normalitas dengan teknik Liliefors sebagai berikut.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Tabel Hasil Pengujian Data Postest Hasil Belajar Geometri Kelas N Lo Lt Simpulan Asal Populasi Ekperimen 23 1, 68 0,190 Berdistribusi normal Konvensional 22 0.134 0,190 Berdistribusi normal Tabel Hasil Pengujian Data Preest Hasil Belajar Geometri Kelas N Lo Lt Simpulan Asal Populasi Ekperimen 23 0,125 0,190 Berdistribusi normal Konvensional 22 0,078 0,190 Berdistribusi normal Sehingga dapat dilihat bahwa Lhitung < Ltabel pada taraf nyata α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada kedua kelompok sampel berdistribusi normal. 4.2. Uji Homogenitas Hasil analisis dan pengujian sebagai berikut:

homogenitas

Tabel Ringkasan Uji Homogenitas Data Data Pretest kelas Eksperimen Pretest kelas Kontrol Postest kelas Eksperimen Postest kelas Kontrol

Fhitung

Ft 2,07

Homogen

1,073

2,09

Homogen

Sehingga dapat dilihat bahwa Fhitung < Ftabel pada taraf nyata α = 0,05 dan daya kebebasan V1 = 22 dan V2 = 21 sehingga data kedua sampel memiliki varians yang homogen. 4.3. Pengujian Hipotesis Hipotesis yang diuji yaitu: Hasil belajar siswa yang diajarkan dengan dengan media GeoGebra lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode konvensional pada mata kuliah Geometri. Tabel Ringkasan Perhitungan Uji Hipotesis

Pre-tes Pos-tes

4.4. Pembahasan Berdasarkan data hasil penelitian ditemukan bahwa hasil belajar yang diajar dengan media pembelajaran GeoGebra lebih tinggi dari pada hasil pembelajaran konvensional. Pembelajaran dengan media GeoGebra sangat membantu mahasiswa untuk mempelajari objek kajian geometri yang abstrak sehingga dapat mengurangi kesulitan belajar mahasiswa dalam pembelajaran. Dari lembar observasi diperoleh bahwa aktivitas belajar yang diterapkan dalam pembelajaran dengan media GeoGebra lebih aktif dan respon mahasiswa dalam kategori baik. Pembelajaran dengan menggunakan media GeoGebra membuat mahasiswa mampu menemukan makna dari materi pelajaran dengan mengaitkan konteks kehidupan sehari-hari dengan belajar sambil bergerak, berbicara, berbuat dan menyelesaikan masalah membuat mahasiswa belajar mandiri dan terarah sehingga hasil belajar mahasiswa meningkat. 5.

Kesimpulan

1,107

Rata-rata Eksperimen Kontrol 62,15 61,63 76,50 71,68

Dari data pos-test di atas dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel, pada taraf α = 0,05 dan dk = 23+22 – 2 = 43. Jadi Ho kita tolak dan Ha diterima. Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan dengan media GeoGebra lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode konvensional pada mata kuliah Geometri.

thitung

ttabel

0,070 2,51

1,667 1,667

KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: a. Hasil belajar geometri dengan media GeoGebra lebih tinggi daripada hasil belajar dengan media konvensional b. Aktivitas dalam pembelajaran geometri dengan media GeoGebra lebih aktif daripada pembelajaran konvensional c. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran geometri dengan media GeGebra lebih antusias daripada pembelajaran konvensional DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. ( 2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Budiarto, M.T. (2000). Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Milenium III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya. Depdiknas. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Hamalik, Oemar. (1999). Kurikulum Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Dan

Hamalik, Oemar. (2009). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

499

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Hohenwarter, M., et al. (2008). Teaching and Learning Calculus with Free Dynamic Matematics Software GeoGebra. Tersedia; http://www.publications.uni.lu/re cord/2718/files/ICME11-TSG16.pdf Kusumah, Yaya S. (2003). Desain dan Pengembangan Bahan Ajar Matematika Interaktif Berbasiskan Teknologi Komputer. Makalah terdapat pada SeminarProceeding National Seminar on Science and Math Education. Seminar diselenggarakan oleh FMIPA UPI Bandung bekerja sama dengan JICA. Madja, M.S. (1992). Perancangan dan Implementasi Perangkat Ajar Geometri SMTA. Tesis. Jakarta: PPS UI. Purnomo, A. (1999). Penguasaan Konsep Geometri dalam Hubungannya dengan Teori Perkembangan Berpikir van Hiele pada Peserta

500

didik Kelas II SLTP Negeri 6 Kodya Malang. Tesis. Malang: PPS IKIP Malang. Sadiman, Arief. (2003). Media Pendidikan. Jakarta: Raja Citrapindo Persada. Sudarman. (2000). Pengembangan Paket Pembelajaran Berbantuan KomputerMateri Luas dan Keliling Segitiga untuk Kelas V Sekolah Dasar. Tesis. Malang:PPS UM. Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja Rosdakarya. Soedjadi, R. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan). Jakarta: Dirjen Dikti. Surya, Mohamad. (2004). Psikologi Pembelajaran & Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DISERTAI JOYFUL LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA FISIKA Betty M. Turnip Program Studi Program Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar, Pasar V Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara (061) 6625970 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi pembelajaran disertai joyfull learning terhadap hasil belajar mahasiswa Fisika pada mata kuliah Media pendidikan sains di FMIPA UNIMED tahun pembelajaran 2013/2014. Objek penelitian adalah mahasiswa pendidikan Fisika kelas C angkatan 2011 yang diterapkan dengan strategi pembelajaran disertai joyfull learning, dan jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Instrumen penelitian yang digunakan adalah dalam bentuk tes essay. Aktivitas mahasiswa dengan menciptakan lagu dengan syair konsep konsep Fisika tetapi irama lagu yang sedang dinyanyikan penyanyi sekarang meningkatkan nilai matakuliah Media pendidikan sains disamping mendemonstrasikan alat alat sederhana Fisika. Sebelum perlakuan diberikan pre tes dengan rata rata 32,88 dan pos tes dilakukan setelah tindakan strategi pembelajaran disertai joyfull learning meningkat menjadi 89,00 atau dengan perincian 24 orang memperoleh nilai A dan 13 orang memperoleh nilai B. Dengan demikian dapat disimpulkan penerapan strategi pembelajaran disertai joyfull learning dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa Fisika. Kata Kunci: strategi pembelajaran, joyfull learning, dan hasil belajar 1.

PENDAHULUAN Masalah kualitas pendidikan di Indonesia menjadi isu hangat terutama lembaga pendidikan yang bertanggung-jawab melaksanakan pendidikan. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan, antara lain dengan meningkatkan kualitas tenaga kependidikan melalui program sertifikasi jenjang pendidikan, mengadakan pelatihan, penataran, mengadakan buku ajar, menyempurnakan kurikulum serta kelengkapan fasilitas pembelajaran. Namun kenyataannya kualitas pendidikan masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan (1) kualitas pembelajaran dan tenaga kependidikan (Kepala Sekolah, Pengawas dan Penilik), (2) kurikulum, (3) metode pembelajaran, (4) bahan ajar, (5) media pembelajaran dan (6) manajemen pendidikan. Keenam elemen ini saling terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas mutu pembelajaran di sekolah dapat di awali dari rancangan skenario pembelajaran. Proses pembelajaran yang di rancang dengan baik akan meningkatkan kualitas hasil belajar. Reigeluth mengemukakan, bahwa hasil belajar harus efektifitas (effectiveness), efisiensi (effeciency), dan daya tarik (appeal) (Charles M. Reigeluth, 2006: 49) Pada dasarnya kegiatan pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung terdiri dari dua kegiatan pokok, yakni (1) pengelolaan proses pembelajaran dan (2) pengelolaan kelas. Pengelolaan proses pembelajaran menyangkut kegiatan secara langsung materi pokok, metode pembelajaran, media dan usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan pengelolaan kelas menyangkut kegiatan

menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya interaksi aktif dalam pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar. Fisika merupakan pendidikan yang mengembangkan cara berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif membentuk manusia menjadi handal dan kompeten secara global. Selain itu, pada dasarnya fisika adalah ilmu pengetahuan yang menarik, karena fisika mengkaji gejala–gejala atau fenomena– fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hukum semesta yang terjadi dalam kehidupan sehari–hari. Untuk itu mahasiswa sebagai calon guru perlu dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang ada pada materi pokok fisika, terutama mampu merancang media sederhana disamping itu konsep – konsep Fisika pembelajarannya disertai joyfull learning. Namun kenyataannya ditemu diperoleh beberapa faktor penyebab rendahnya nilai mata kuliah Media pendidikan sains adalah (1) strategi pembelajaran kurang tepat dan kurang bervariasi, dominasi penggunaan metode ceramah, (2) minimnya media pendukung siswa dalam memahami konsep–konsep fisika, atau dalam mendemonstrasikan peristiwa fisika di depan kelas. Ironisnya sejumlah guru sudah memperoleh sertifikat sebagai guru profesional namun tidak menerapkan profesionalisme yang diperoleh dari PLPG, (3) siswa kurang aktif dan kurang berminat. Sebagian besar siswa menganggap fisika adalah pelajaran yang sangat sulit, penuh dengan rumus yang rumit, membosankan, sarat dengan latihan soal-soal yang membingungkan. Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran fisika siswa kurang dilibatkan, oleh sebab itu harus dicari upaya

501

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

untuk mengatasi masalah tersebut sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka perlu dipilih strategi yang dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa melalui penerapan proses pembelajaran yang aktif, menyenangkan, saling membantu, saling tukar pengetahuan, interaktif dengan guru dalam mengerjakan tugas atribut ini merupakan strategi pokok dalam pembelajaran kooperatif. Sherman (Sherman, L.W, 2001:116) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif terjadi ketika siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar. Kelompok kecil terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen dalam hal kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan setiap anggotanya saling membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru.Pembelajaran kooperatif menurut Slavin yang dikutip oleh Isjoni (Isjoni, 2009:15) adalah sistem belajar di mana belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif, sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.Ciri khas lain dalam proses pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif adalah adanya pembelajaran gotong royong, yaitu sistem belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas-tugas terstruktur (Anita, Lie, 2009:15). Menurut Johnson, 2008: 26-32, strategi pembelajaran kooperatif, didasarkan pada teori ketergantungan sosial, Ketergantungan sosial terdiri dari ketergantungan positif dan ketergantungan sosial negatif. Kedua jenis ketergantungan ini berdampak pada proses psikologis individu ketika individu tersebut melakukan kegiatan proses pembelajaran (Johnson, 2009: 365-379) Pembelajaran yang menyenangkan sebenarnya merupakan metode, konsep dan praktik pembelajaran yang merupakan bagian pembelajaran bermakna, pembelajaran kontekstual, teori konstruktivisme, pembelajaran aktif dan psikologi perkembangan anak. Dalam pembelajaran yang menyenangkan anak akan semangat dan bergembira dalam belajar karena mereka akan tahu apa makna dan gunanya belajar, karena belajar sesuai dengan minat dan hobinya karena mereka dapat memadukan konsep pembelajaran yang sedang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari. Prinsip pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) adalah apabila siswa senang dan belajar tahu untuk apa dia belajar. Menurut Gordon Dryden (2000:22) bahwa belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan cara menyenangkan dan berhasil. Guna mendukung proses joyfull learning maka perlu menyiapkan lingkungan sehingga semua siswa merasa penting, senang dan nyaman. Jadi faktor untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) adalah penciptaan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang anak untuk belajar.

502

Suasana kelas yang diciptakan penuh kegembiraan akan membawa kegembiraan pula dalam belajar .Pembelajaran yang dirancang secara menyenangkan akan menimbulkan motivasi belajar siswa yang akan terus bertambah. Joyfull Learning menggunakan proses pembelajaran yang diaplikasi kepada siswa dengan menggunakan pendekatan riang melalui nyanyian, kuis, dan aktivitas-aktivitas fisik lainnya. Joyfull Learning menggunakan pendekatan-pendekatan yang menimbulkan perasaan senang segar, aktif dan kreatif yang tak pelak lagi sangat dibutuhkan untuk mereduksi kebosanan dan ketegangan belajar yang hari demi hari dialami siswa. Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah media pendidikan sains adalah mahasiswa mampu merancang media sederhana, membuat animasi sederhana, misalnya dengan merancang materi pokok fisika dengan macro flash. Namun dalam penelitian ini strategi yang diterapkan dalam mata kuliah media pendidikan sains adalah strategi pembelajaran kooperatif yang disertai joyfull learning dimana mahasiswa merancang media sederhana sekalian memperkenalkan konsep – konsep fisika dengan syair – syair lagu yang gampang dicerna siswa. Pembelajaran fisika di SMA ditujukan untuk melatih mahasiswa agar mampu mengobservasi dan melakukan percobaan. Oleh karena itu pembelajaran fisika tidak dapat dilakukan secara individual tetapi harus secara kooperatif, baik dalam bidang pengetahuan, afektif, dan psikomotor. Mulyasa, 2006: 192, menyatakan joyfull learning merupakan strategi yang membuat pembelajaran sangat menyenangkan sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran dan bisa terlibat aktif karena mereka merasa tidak tertekan atau terpaksa dalam mengikuti pelajaran, diharapkan dengan joyfull learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa terlibat langsung. Dalam proses pembelajaran mata kuliah media pendidikan sains mahasiswa aktif dan kreatifitasnya tersalur, karena konsep –konsep fisika agar cepat diingat syair – syairnya mahasiswa sendiri yang menciptakannya. Sesuai dengan latar belakang dan batasan masalah yang disampaikan di atas tujuan penelitian ini dirumuskan adalah (1) untuk mengetahui penerapan strategi pembelajaran disertai joyfull learning terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah media pembelajaran sains. Strategi pembelajaran kooperatif pada dasarnya mengakui dan menerapkan teori ketergantungan sosial di mana setiap individu saling tergantung untuk mencapai tujuannya. Dalam prakteknya, strategi pembelajaran kooperatif mewujudkan teori ini dalam bentuk belajar berkelompok dengan berbagai variasi. Oleh karena itu, diharapkan mahasiswa yang memiliki joyfull learning yang diberi strategi pembelajaran kooperatif akan menunjukkan hasil belajar lebih baik dari pada mahasiswa yang diberi strategi pembelajaran konvensional.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

2.

METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di FMIPA UNIMED Jurusan Fisika angkatan 2013/2014 kelas C pada semester ganjil tahun pembelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini penelitian tindakan kelas sebanyak 1 siklus, yang diberi penerapan strategi pembelajaran kooperatif disertai joyfull learning. Daur penelitian tindakan kelad diawali dengan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Langkah-langkah penelitian tindakan kelas dimulai dengan identifikasi masalah, kemudian (1) tahap perencanaan dengan mempersiapkan jadwal perangkat pembelajaran, menyusun skenario proses pembelajaran strategi pembelajaran kooperatif yang disertai joyfull learning, dan menyiapkan istrument, (2) tahap tindakan memberi tes awal, melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran disertai joyfull learning dengan merancang alat sederhana fisika disertai joyfull learning masing-masing kelompok mempersentasekan ke depan kelas. (3) mengamati hasil video mahasiswa dengan format observasi, memberi masukan demi perbaikan selanjutnya mengevaluasi hasil pekerjaan mahasiswa dalam kelompoknya, dan (4) tahap refleksi adalah dengan mengevaluasi hasil pembuatan media sederhana disertai joyfull learning yang ditayangkan dalam bentuk video untuk memperbaiki kekurangan hasil strategi pembelajaran kooperatif. 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah diberikan tindakan dengan menerapkan strategi pembelajaran yang disertai joyfull learning, diperoleh nilai 89,00, sebelum diberi tindakan ratarata adalah 32,88. Observasi dilakukan dengan menayangkan video demonstrasi alat sederhana disertai joyfull learning, masih banyak yang perlu diperbaiki terutama konsep-konsep fisika, alat sederhana yang masih kurang pas serta LKSnya. Hasil belajar mahasiswa meningkat karena strategi pembelajaran kooperatif disertai joyfull learning merupakan strategi yang menyebabkan kelompok selama kegiatan belajar bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan tugas untuk tujuan bersama. Dalam strategi pembelajaran kooperatif disertai joyfull learning menyebabkan semua anggota kelompok aktif, ada interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa terlatih mengembangkan keterampilan berkomunikasi sosial, mendorong mahasiswa untuk menghargai pendapat orang lain, serta mendorong mahasiswa lebih kreatif. Disamping itu strategi pembelajaran disertai joyfull learning memiliki kelebihan antara lain, (1) mahasiswa lebih aktif dan semangat dalam mengikuti proses pembelajaran karena joyfull learning dapat menumbuhkan kreatifitas mahasiswa, misalnya yang pintar bernyanyi, bernyanyi sambil bergitar dengan lagu yang diciptakan sendiri syair-syair lagu berisi konsep-konsep fisika, (2) memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat, sehingga dapat meningkatkan hubungan yang lebih

baik diantara mahasiswa dan secara bersamaan membantu mahasiswa dalam peningkatan hasil belajar mereka, (3) mahasiswa lebih trampil dalam memberikan pertanyaan dan saran dari setiap persentase, dan (4) mahasiswa senang karena diberi nilai dengan berbagai cara sebagai hasil dari kegiatan proses pembelajaran. Pelaksanaan strategi pembelajaran yang disertai joyfull learning masih banyak memiliki banyak kelemahan, terutama mahasiswa masih belum kreatif dalam pembuatan media sederhana fisika walaupun mereka berkooperatif dan penerapan joyfull learning dengan syair –syair konsep fisika belum memuaskan karena joyfull learning baru pertama sekali mahasiswa mengetahui dan menerapkannya, sehingga mahasiswa kurang kreatif tapi mereka senang. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar membuat perencanaan yang dan tindakan yang baik supaya ketika mahasiswa kelak jadi guru trampil menerapkan strategi pembelajaran disertai joyfull learning, sehingga siswa di sekolah menyenangi pelajaran fisika. 4.

KESIMPULAN Dari hasil penelitian tampak bahwa nilai ratarata sebelum tindakan adalah 32,88, dan nilai ratarata setelah tindakan menjadi 89,00, atau dengan perincian 24 orang memperoleh nilai A dan 13 orang memperoleh nilai B. Dari hasil observasi apa yang dilakukan mahasiswa sudah kategori memuaskan karena baru diketahui dan langsung dipraktekkan.

DAFTAR PUSTAKA Dryden, Gordon ,2000, Revolusi cara belajar (The learning revolution), Belajar akan efektif kalau anda dalam keadaan fun, Bandung: Kaifa Isjoni, 2009, Cooperative Learning, Bandung: Alfabeta Johnson, D.W. dan Johnson, R.T. 2008 The teacher’s role in implementing cooperative learning in the classroom, New York: Springer ............. An Educational psychology success story: Social interdependence theory and cooperative learning, dalam Educational Reserach, Vol.38,No 5,hh.365-379 Mulyasa, E. 2009, Menjadi guru profesional, Bandung: Remaja rosdakarya Lie, A. 2009, Cooperative Learning, Mempraktekkan cooperative learning di ruang kelas, Jakarta: Grasindo Reigeluth, C.M, Functional Contextualism : An Ideal frame work for theory in instruction design technology : Journal educational technology research and development, Vol.54.2006 Reigeluth, Charles, M. 2005 Instructional design theories and models : An overview of their current status, London: Lawrence earlbaum associates publisher. Sherman, L.W. 2001. Cooperative learning and computer-supported learning experiences, In C.R.Wolfe (Ed), Learning and teaching on the world wide, San diego: Academic Press. 503

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

PENERAPAN MODEL NATURE OF SCIENCE TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS PROPOSAL SKRIPSI DALAM MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN TAHUN AJARAN 2013/ 2014 Beslina Afriani Siagian1 Ruth Mayasari Simanjuntak2 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas HKBP Nommensen Jl. Sutomo Ujung No. 4A Medan, Sumatera Utara Telp. (061) 4522922, 4565635, Faks. (061) 4571426 E-mail:[email protected]

ABSTRAK Penelitian ini merupakan bentuk kolaborasi dosen Pendidikan Matematika dan Pendidikan Bahasa Indonesia. Sehubungan dengan konsep kolaborasi di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk melihat peningkatan kemampuan mahasiswa dalam mata kuliah metodologi penelitian dengan menerapkan model pembelajaran NOS (Nature of Science). Tujuan jangka pendek adalah meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami konsep penelitian ilmiah dan meningkatkan motivasi untuk mengimplementasikan pemahaman tersebut dalam penulisan skripsi, sedangkan tujuan jangka panjang adalah meningkatkan motivasi mahasiswa untuk menjadi peneliti berbasis ilmiah. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain one group pretest postest design. Sampel yang akan dikenai perlakuan berjumlah masing-masing 32 orang dari program studi pendidikan bahasa Indonesia. Hal itu diperoleh dari 30% dari keseluruhan populasi. Sedangkan tes yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan mahasiswa adalah tes kemampuan membuat proposal penelitian ilmiah. Tes tersebut dibuat dalam bentuk portofolio dengan menggunakan teknik observasi (observation format). Berdasarkan hal itu, maka akan dikenai perlakuan model pembelajaran NOS (Nature of Science) selama proses pembelajaran. Setelah itu diadakan tes kemampuan membuat proposal dalam bentuk portofolio yang telah berisi aspek penilaian sesuai dengan konsep pembelajaran NOS dan format penilaian portofolio. Hasil belajar tersebut akan diuji dengan menggunakan uji normalitas Liliefors, menguji homogenitas data dengan uji homogenitas F, dan menguji hipotesis dengan uji-T. Kata Kunci: Nature of Science, Metodologi Penelitian, Karya Ilmiah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam semua kurikulum perguruan tinggi terdapat mata kuliah penelitian yang memiliki tujuan untuk memampukan mahasiswa dalam memahami pendekatan untuk memeroleh kebenaran, beberapa metode dan macam penelitian, pengajuan masalah, kajian pustaka dan hipotesis, metodologi penelitian, dan penyusunan laporan hasil penelitian. Berdasarkan tujuan kurikulum mata kuliah penelitian dalam perguruan tinggi dapat dilihat bahwa pembelajaran tersebut harus disiapkan dengan matang dan terencana. Maka, pembelajaran tersebut cenderung membutuhkan multimetode, multimedia, dan multiaspek (logika, praktika, estetika, dan etika). Selain itu, salah satu aspek penting dari literasi ilmiah adalah keakraban dengan hakikat sains (nature of science) dan sifat-sifat ilmuwan. Realita yang dapat dilihat dalam pembelajaran adalah banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan mengikuti mata kuliah metodologi penelitian. Mereka cenderung sulit memahami konsep penelitian ilmiah sehingga sulit pula memerikan akar masalah yang akan diteliti. Padahal mata kuliah tersebut merupakan 504

pengetahuan fundamental seorang mahasiswa yang akan meraih gelar sarjana. Skripsi sebagai syarat mutlak kesarjanaan merupakan penelitian ilmiah yang diwadahi oleh mata kuliah metodologi penelitian. Oleh karena itu, perlu ditemukan cara yang inovatif dalam mengajarkan mata kuliah tersebut. Sehubungan dengan hal itu ditemukan sebuah model pembelajaran yang dianggap mampu menyediakan kebutuhan pembelajaran penelitian, yakni model pembelajaran NOS (Nature of Science). NOS (Nature of Science) didefinisikan sebagai hakekat pengetahuan yang merupakan konsep yang kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu pengetahuan. Pembelajaran NoS mengacu pada epistomologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk mengetahui, atau menilai dan keyakinan yang menjadi sifat pengetahuan ilmiah (Santyasa, 2006). Sains pada intinya bersandarkan pada perkiraan bahwa kealamiahan dunia dapat diperoleh pada pemahaman manusia atas ontologi, epistomologi, dan aksiologinya.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

Berdasarkan hal itu, pemahaman mengenai NOS (Lederman & Abd-El-Khalick, 2000) akan menolong siswa untuk memahami pengetahuan ilmiah dapat bertahan lama namun tentatif. Siswa yang memahami NOS juga akan memiliki kesinisan terhadap kegiatan ilmiah dan sedikit dikacaukan dengan perubahan belajar konsep Sains dihadapan bukti yang baru. Pemahaman bahwa gagasan yang bersifat tentatif di dalam NOS adalah suatu kekuatan bukan merupakan suatu kelemahan (Lederman, 2006). Selain itu, pemahaman mengenai pandangan dunia ilmiah (scientific world view), inquiri ilmiah (scientific inquiry), dan kegiatan ilmiah (scientific enterprise) menjadi hal yang pokok untuk memahami NOS. Pandangan dunia ilmiah terdiri dari kepercayaan bahwa dunia dapat dimengerti, gagasan ilmiah adalah pokok untuk perubahan, gagasan ilmiah dapat bertahan lama, dan Sains tidak dapat memberikan jawaban yang lengkap untuk menjawab semua pertanyaan. Pembelajaran berorientasi NOS mengakibatkan siswa akan memahami proses dari inquiri dan mengetahui bahwa Sains adalah paduan dari logika dan imajinasi, serta menerangkan dan memprediksi fakta-fakta, tetapi tidak otoriter. Mereka akan mengerti bahwa Sains adalah aktivitas sosial komplek (Lederman, 1998). 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagaimanakah kemampuan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Indonesia dalam menulis proposal penelitian tanpa menggunakan model pembelajaran NOS (Nature of Science)? b. Bagaimanakah kemampuan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Indonesia dalam menulis proposal penelitian dengan menggunakan model pembelajaran NOS (Nature of Science)? c. Bagaimanakah perbedaan kemampuan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dalam menulis proposal penelitian dengan dan tanpa menggunakan model pembelajaran NOS (Nature of Science)? II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nature Of Science (NoS) Nature of Science (NoS) didefinisikan sebagai hakekat pengetahuan yang merupakan konsep kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu pengetahuan. Pembelajaran NoS mengacu pada epistomologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk mengetahui, atau menilai dan keyakinan yang menjadi sifat pengetahuan ilmiah (Santyasa, 2006). Model pembelajaran NOS mempunyai aspekaspek yang mendukung proses pemahaman konsep siswa, antara lain : aspek empiris, aspek kreatif, aspek imajinatif, aspek teori, aspek sosial budaya. Aspek empiris dilatihkan melalui kegiatan inkuiri

atau belajar melalui penemuan. Pembelajaran NOS dengan fokus pada kegiatan inkuiri juga melatihkan keterampilan proses sains untuk mendorong siswa memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik. Aspek karakteristik teori dari pembelajaran NOS dapat memperdalam konsep yang dipelajari oleh siswa. Aspek imajinatif digunakan sebagai upaya pemecahan suatu masalah. Sehingga aspek-aspek karakterisrik pembelajaran NOS tersebut dapat digunakan untuk menemukan dan mengembangkan sendiri suatu konsep menuju terjadinya proses pemahaman. Pembelajaran berorientasi NOS mengakibatkan siswa akan memahami proses dari inquiri dan mengetahui bahwa Sains adalah panduan dari logika dan imajinasi, serta menerangkan dan memprediksi fakta-fakta, tetapi tidak otoriter. Mereka akan mengerti bahwa Sains adalah aktivitas sosial komplek (Lederman, 2006). Pemahaman yang luas tentang Nature of Science akan menuntut pengetahuan tentang isi dan sejarah sedikitnya salah satu dari mata pelajaran Sains, dilengkapi dengan pengetahuan menghubungkan tatanama ilmiah (scientific nomenclature), keterampilan proses intelektual (intellectual process skills), kaidah-kaidah dari fakta ilmiah (rules of scientific evidence), postulat Sains (postulates of science), watak ilmiah (scientific disposition), dan miskonsepsi mengenai Sains (major misconceptions about science). 2.1.1 Tahapan Pembelajaran NOS Menurut Wenning (2006) pembelajaran berorientasi NOS (Nature of Science) memiliki tahapan-tahapan, yaitu: a) Fase Background Readings Pada langkah background readings, siswa diajak membaca buku dan membuat laporan mengenai suatu bab ataupun materi tertentu, sehingga mereka dapat menyusun latar belakang pembelajaran yang akan dilakukan. Buku dan/atau artikel yang di baca oleh siswa diupayakan agar sesuai dengan jenis pengetahuan yang dipelajari. Aktivitas siswa yang perlu diperhatikan adalah ketepatan buku dan/atau artikel yang dijadikan sumber belajar, sistematika latar belakang pembelajaran, ketepatan rumusan masalah pembelajaran, tujuan pembelajaran (Santyasa, 2006). Kegiatan background readings dari buku atau artikel yang berkaitan dengan NOS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman siswa mengenai NOS. Kegiatan membaca juga dapat meningkatkan penghargaan terhadap Sains dengan sendirinya. Membaca buku, dan membuat laporan tertulis atau tinjauan buku, mampu menyediakan latar belakang pengetahuan yang kokoh untuk mempersiapkan dan menunjang siswa menuju diskusi kelas (Wenning, 2006a).

505

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

b) Fase Case Study Discussion Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan, guru membuka ruang diskusi untuk melayani pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan oleh siswa. Langkah ini disebut dengan case study discussions (Herreid, dalam Wenning, 2006a). Case study discussions adalah forum yang baik sekali untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman tentang NOS, secara khas menghadirkan sebuah persoalan, kemudian siswa berdiskusi untuk memecahkan masalah tersebut. Aktivitas siswa yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas pertanyaan dan penjelasan yang diberikan. c) Fase Inquiry Lessons Pada langkah inquiry lessons, guru membimbing siswa dalam berpikir dan memfokuskan pertanyaan, prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, menyajikan pijakan, pemodelan, dan penjelasan seperlunya tentang penelitian ilmiah, menjelaskan cara mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang akan ditemukan dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang diakses adalah kesesuaian pertanyaan pembelajaran yang diajukan, ketepatan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan, kecermatan memprediksi masalah, hambatan dan upaya pemecahan yang diajukan (Santyasa, 2006). Pada saat guru memimpin inquiry lessons, mereka dapat menggunakan pemikiran protocol untuk menyediakan wawasan (insights) tentang pekerjaan-pekerjaan Sains. Guru dapat memandu siswa berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan penuntun, mereka memberikan pedoman dengan tegas tentang prosedur yang dapat dikerjakan, dan memberikan pengajaran yang jelas pada saat percontohan praktek inquiri ilmiah (Wenning, 2006a). d) Fase Inquiry Labs Inquiry labs, bertentangan dengan buku resep (cookbook) lab tradisional, langkah ini dapat membantu siswa belajar dan mengerti keterampilan proses intelektual seorang ilmuwan dan hakikat inquiri ilmiah. Inquiry labs dikemudikan oleh pertanyaan penuntun yang berkelanjutan pada perjanjian intelektual, memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking), fokus perhatian siswa pada pengumpulan dan interpretasi data, dan menolong siswa menemukan konsep baru, prinsip, atau hukum-hukum melalui kreasi dan kontrol eksperimen mereka sendiri. Inquiry labs membantu siswa menggunakan prosedur yang lebih konsisten dengan hakikat praktek ilmiah yang sesungguhnya (Wenning, 2006a). Inquiry labs merupakan kegiatan yang dapat membantu siswa belajar dan memahami kaidah

506

penelitian ilmiah. Kegiatan ini dipandu dengan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan pembimbing. Hasil belajar siswa dari tahapan ini adalah laporan yang disesuaikan dengan kaidah ilmiah, yaitu berkenaan dengan sistematika penulisan, bahasa sajian, dan penulisan daftar pustaka. Isi laporan yang diperhatikan adalah kesesuaian laporan dengan pertanyaan pembelajaran, keluasan dan kedalaman pembahasan yang disajikan, kesesuaian simpulan dan saran yang disajikan (Santyasa, 2006). e) Fase Historical Studies Pada tahap historical studies siswa didorong untuk menyajikan deskripsi tentang manfaat pembelajaran yang dilakukan, tidak hanya mengenai pemahamannya terhadap NOS dan kemampuan mengungkap dan menerapkan pemahaman terhadap realitas alam, tetapi juga perkembangan sikap dan persepsi siswa terhadap materi yang menjadi obyek inquiry labs. Pengalaman belajar siswa yang diakses pada tahapan ini, adalah kemampuan mengelaborasi berbagai aspek penelitian ilmiah, kemampuan mengungkap, memahami, dan menerapkan hakekat pengetahuan yang menjadi obyek Inquiry labs, kemampuan mendeskripsikan pengetahuan dalam perspektif historis dan budaya yang berbeda (Santyasa, 2006). f) Fase Multiple Assessments Langkah multiple assessments hendaknya berorientasi pada pemahaman siswa terhadap NOS (Nature of Science). Teknik-teknik asesmen yang dapat dilakukan adalah asesmen kinerja, portofolio, dan tes (tes pilihan ganda diperluas dan tes uraian). Aktivitas siswa yang diases adalah kemampuan merencanakan, kemampuan melaksanakan, kemampuan presentasi, kemampuan melaporkan secara tertulis, kemampuan melaporkan secara lisan, pembuatan jurnal berkala, fokus pemahaman terhadap NOS, sikap dan persepsi siswa terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan. Untuk meminimisasi subyektivitas penilaian, assesmen hendaknya dilengkapi dengan rubrik, sehingga mampu menilai siswa secara lebih akurat (Santyasa, 2006). 2.1.2 Manfaat Pembelajaran NOS Adapun yang menjadi manfaat pembelajaran NOS (Nature of Science) ini adalah : a) Siswa diharapkan mampu merencanakan, melaksanakan, presentasi, dan mampu melaporkan secara tertulis maupun lisan, mampu membuat jurnal secara berkala, dan memahami pengetahuan ilmiah. b) Menumbuhkan kesadaran untuk melakukan penelitian setiap siswa sejak dini.

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

c) Mampu memformulasikan jawaban-jawaban dari setiap masalah yang ditemukan sendiri ataupun LKS 2.2 Keterampilan Menulis Proposal Penelitian Penelitian adalah kajian dengan menggunakan metode ilmiah (berencana, sistematis, teliti, kritis) dalam mengumpulkan dan menganalisis data serta menarik kesimpulan guna menemukan kejelasan atau keteraturan tentang suatu keadaan yang bersifat tekateki (Sukmadinata, 2005). Penelitian dilakukan karena adanya harapan bahwa hasilnya akan menolong memecahkan masalah atau memperbaiki kondisi dengan cara tertentu. Pembenaran untuk melakukan penelitian yang ini mungkin membawa kekecewaan sebab penemuan-penemuan penelitian yang diperoleh dengan mahal seringkali diabaikan. Namun demikian, adanya harapan bahwa penelitian seseorang akan membuat dunia lebih baik terus saja merupakan penyulut psikis dan organisasional bagi sejumlah penelitian. Pada kurikulum perguruan tinggi dijelaskan bahwa dalam program sarjana (S1) matakuliah Metodologi Penelitian dikelompokkan dalam Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK), yakni kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan keterampilan tertentu. Sebagai MKK, Metodologi Penelitian dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa akan konsepkonsep penelitian dan mengaplikasikannya dalam kegiatan karya tulis ilmiah. Sumadi Suryabrata, menjelaskan langkahlangkah penelitian ber-dasarkan jenis penelitian. Setiap jenis penelitian memiliki variasi langkah yang berbeda, namun tetap merujuk pada langkah-langkah pokok penelitian, yaitu; (1) merumuskan masalah, (2) menyusun kerangka teori, (3) merumuskan hipotesis, (4) menguji hipotesis, (5) menarik kesimpulan. Hakikat sebuah penelitian didasarkan pada latar belakang masalah, perumusan tujuan dan hipotesis penelitian, peletakan kerangka dasar, penentuan sampel, dan metode pengumpulan serta metode analisis data. Dalam hal ini, berkaitan dengan menulis proposal penelitian, NOS (Nature of Science) mengacu pada epistemologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk mengetahui atau menilai dan keyakinan yang menjadi sifat pengetahuan ilmiah sehingga mewadahi mahasiswa untuk memahami konsep penelitian. Model pembelajaran NOS (Nature of Science) adalah salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman mahasiswa dalam melakukan penelitian. Dengan demikian pendidik ataupun dosen berkolaborasi untuk menerapkan model pembelajaran NOS ini agar mahasiswa lebih peka terhadap kegiatan-kegiatan penelitian.

III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode ini dipergunakan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa program dalam menyusun proposal penelitian pada mata kuliah metodologi penelitian dengan dan tanpa menerapkan model pembelajaran NoS (Nature of Science). Sehubungan dengan itu, penelitian ini menggunakan desain one group pretest-postest design. Pada tahap awal, kelompok eksperimen akan dikenai pretest sebelum perlakuan model pembelajaran Nature Of Science. Tahap selanjutnya, kelompok yang sama akan dikenai perlakuan model pembelajaran Nature Of Science. Pada tahap akhir, kelompok tersebut dikenai postest setelah dikenai perlakuan model pembelajaran Nature Of Science. Penelitian ini dilaksanakan di kelas perkuliahan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen, khususnya program studi Pendidikan Bahasa Indonesia pada semester genap tahun pembelajaran 2013/ 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester enam pada tahun 2013/ 2014 yang berjumlah 108 orang dengan mengambil sampel sebanyak 30%, yakni 32 orang. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan membuat proposal penelitian Ilmiah. Tes dibuat dalam bentuk portofolio dengan menggunakan teknik observasi. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini memperoleh satu hasil bahwa mahasiswa sangat sulit memahami konsep sains dalam penelitian. Mahasiswa yang telah dikonsep dengan ilmu sosial sangat sulit memahami konsep sains yang menjadi orientasi keilmiahan sebuah penelitian. Meski demikian, tampak hasil yang memuaskan pada peningkatan nilai pretest dan postest yang diperoleh mahasiswa dalam kemampuan menulis proposal penelitian. Berikut data uji normalitas yang diperoleh dari penelitian ini. Pretest 0,1774 Normal

Perlakuan Pendekatan Nature of Science 0,1824 (0,01; n=32); 0,1568 (0,05; n=32)

Postest 0,1214 Normal

Berdasarkan tabel di atas, harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih pada pretest adalah (Lhitung)= 0,1774 dan postest (Lhitung)= 0,1214. Kemudian nilai Lhitung ini diproyeksikan dengan nilai kritis Ltabel 0,1568 dengan taraf nyata α = 0,05 (5%) dan 0,1824 dengan taraf nyata α = 0,01 (1%). Dengan demikian, data pretest dan postest berdistribusi normal. Selain itu, di bawah ini juga akan disajikan data homogenitas penelitian ini seperti berikut. 507

Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014 (SNITI) Tuktuk-Samosir, 10 - 11 Oktober 2014

F-Test Two-Sample for Variances Variable 1

Variable 2

Mean

66,09375

77,5

Variance

68,92641

64,51613

Observations

32

32

Df

31

31

F

1,068359

P(F 2,46 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis proposal penelitian sebelum dan sesudah menerapkan metode Nature of Science (NoS). 4.2 Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian tampak peningkatan signifikan yang diperoleh pada data postest. Meski pada awalnya mahasiswa cenderung dogmatik dan sulit memahami konsepsi logis (ilmiah), namun adanya kegiatan membaca buku/ artikel pada fase background readings membuat mahasiswa tertarik untuk meneruskan pencariannya. Kemudian, kehadiran fase case study discussion mewadahi keingintahuan mereka untuk bertanya satu sama lain mengenai materi yang belum dipahami, sampai pada akhirnya dosen menjawab semua keingintahuan itu pada fase inquiry lessons. Ketiga fase tersebut membantu kesulitan mahasiswa dalam meningkatkan kelogisan berpikir. Selain itu, dua fase lainnya, yakni fase inquiry labs dan fase historical studies akan mengarahkan mahasiswa untuk menyajikan hasil pencarian pada tiga fase lainnya dalam menyusun sistematika penulisan proposal penelitian. Dalam hal ini, dosen mengarahkan mahasiswa untuk menyusun prosedur penulisan proposal, lalu menyajikan pemahaman dan konsep pengetahuannya dalam tulisan tersebut. Terakhir, mahasiswa akan menyelesaikan proposal penelitian untuk dinilai oleh dosen dalam fase multiple assesment. Oleh karena itu, metode Nature of Science (NoS) memberi peluang yang cukup besar untuk membantu mahasiswa dalam memahami dan menyajikan konsep penelitian pada proposal skripsi. Namun di sisi lain, mahasiswa menghadapi kesulitan dalam merumuskan masalah penelitian. 508

Beberapa di antara mereka sulit membedakan kesesuaian rumusan masalah dengan jenis metode penelitian. Oleh karena itu, diperlukan waktu dan bimbingan dari kedua belah pihak untuk memaksimalkan hasil pembelajaran selanjutnya, mengingat pembelajaran ini merupakan mata kuliah wajib sekaligus prasyarat memenuhi kewajiban mahasiswa sebelum menyelesaikan perkuliahan. Hal ini juga sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan mengenai penelitian, dibutuhkan penanaman ilmu untuk mengarahkan mahasiswa memahami konsep penelitian dari awal. V. PENUTUP Berdasarkan paparan hasil penelitian, simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. a) Kemampuan menulis proposal penelitian sebelum menerapkan metode Nature of Science memiliki rata-rata 66,09. b) Kemampuan menulis proposal penelitian sesudah menerapkan metode Nature of Science memiliki rata-rata 77,5. c) Data kemampuan menulis sebelum dan sesudah menerapkan metode Nature of Science berada pada distribusi normal, yakni pada data pretest (Lhitung)= 0,1774 dan postest (Lhitung)= 0,1214. Kemudian nilai Lhitung ini diproyeksikan dengan nilai kritis Ltabel 0,1568 dengan taraf nyata α = 0,05 (5%) dan 0,1824 dengan taraf nyata α = 0,01 (1%). Dengan demikian, data pretest dan postest berdistribusi normal d) Penelitian ini menunjukkan bahwa varians berasal dari populasi yang bersifat homogen dengan Fhitung < Ftabel yaitu 1,06