STUDI KARAKTERISTIK ANAK JALANAN DALAM UPAYA ...

68 downloads 951 Views 79KB Size Report
Anak jalanan merupakan fenomena kota besar di Indonesia. Dibutuhkan ... pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah anak jalanan. Penelitian ini ...
Riptek, Vol.1, No.2, Tahun 2008, Hal.: 41 - 45

STUDI KARAKTERISTIK ANAK JALANAN DALAM UPAYA PENYUSUNAN PROGRAM PENANGGULANGANNYA : Kajian Empirik di Kota Semarang Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Semarang Abstrak Anak jalanan merupakan fenomena kota besar di Indonesia. Dibutuhkan upaya yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah anak jalanan. Penelitian ini mendeskripsikan karakteristik anak jalanan di Kota Semarang dan mengajukan model alternatif penanganannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan tidak bersekolah, menjadi pengamen, berusia rata-rata 13 tahun, memiliki orang tua berpendidikan rendah dengan penghasilan kurang. Faktor pendorong utama menjadi anak jalanan adalah kemiskinan. Secara umum anak jalanan menginginkan pelayanan dari lembaga sosial dan mereka tidak ingin kembali ke jalan. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga anak jalanan dilakukan melalui model kebijakan antisipatif. Sebagai langkah pengendalian agar anak tidak kembali lagi ke jalan dapat ditempuh model kebijakan rehabilitatif. Upaya lain yang dibutuhkan adalah peningkatan jumlah lembaga dan peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak jalanan serta kampanye sosial. Kata kunci : anak jalanan, karakteristik, program Pendahuluan Kota Semarang yang merupakan ibu kota Jawa Tengah tidak terlepas dari masalah anak jalanan. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, pada tahun 2005 memiliki populasi anak jalanan sebanyak 335 orang yang terdiri dari 242 orang laki-laki dan 93 orang perempuan. Besarnya angka tersebut merupakan fenomena yang perlu segera ditingkatkan penanganannya secara lebih baik, karena anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalan atau tempattempat umum (bisa berpindah-pindah) serta mengganggu ketertiban umum. Disamping itu berbagai masalah dapat muncul karena keberadaan anak jalanan tersebut. Selama ini penanganan masalah anak jalanan di kota Semarang sudah diupayakan baik oleh pemerintah, maupun masyarakat antara lain melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). Ada tiga RPSA di kota Semarang yang telah bekerjasama dengan Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah yaitu RPSA Mutiara, Anak Bangsa dan Tunas Harapan. Upaya yang telah dilakukan antara lain dengan memberikan beasiswa dan pelatihan kewirausahaan. Disamping itu juga rumah singgah telah pula melayani anak jalanan yang dekat dengan kantong anak jalanan. Namun demikian belum semua anak jalanan yang ada di kota Semarang dapat di tangani oleh RPSA maupun rumah singgah tersebut. Bahkan yang sudah tertanganipun masih kembali lagi menjadi anak jalanan. Tentunya ini masih menjadi keprihatinan dari berbagai pihak yang berkompeten untuk menanganinya.

Berdasarkan permasalahan di atas, judul penelitian adalah Studi Karakteristik Anak Jalanan Dalam Upaya Penyusunan Program Penanggulangannya: Kajian Empirik di Kota Semarang. Perumusan masalah penelitian yang diajukan adalah : Bagaimana program penanggulangan anak jalanan yang sesuai dengan karakteristiknya di Kota Semarang . Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik anak jalanan dan bagaimana kebijakan yang harus ditetapkan agar anak jalanan tidak kembali lagi ke jalan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang: karakteristik anak jalanan dan keluarganya; faktor-faktor penyebab menjadi anak jalanan, permasalahan anak jalanan; dan beberapa model alternatif yang mungkin dapat diterapkan dalam penanganan anak jalanan. Metodologi Penelitian Jenis penelitian merupakan perpaduan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil telaah pustaka dijadikan kerangka pemikiran atau landasan teori dalam operasionalisasi penelitian. Dari segi tujuan, penelitian ini cenderung deskriptif, analitis. Disusun deskripsi atas karakteristik sosial, ekonomi dan demografi anak jalanan, kemudian dilakukan analisis pada karakteristik kehidupan anak jalanan dengan berbagai persoalannya dan faktor-faktor yang melingkupinya.

41

Studi Karakteristik Anak Jalanan…. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak jalanan yang berada di wilayah kota Semarang sejumlah 335 orang yang terdiri dari 242 orang laki-laki dan 93 orang perempuan. Metode pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling, dengan metode purposive sampling. Pemilihan sampel untuk penelitian ini lebih ditekankan pada pertimbangan relevansi pada topik atau judul penelitian, bukan karena representasi populasi. Jumlah responden 102 orang terdiri dari 76 orang laki-laki dan 26 perempuan. Mereka adalah para anak jalanan yang berada di wilayah kota Semarang yaitu mereka yang berada di traffic light Wilayah Johar, Tugu Muda, Pandanaran, Simpang Lima, jalan Ahmad Yani, Perempatan Soto Bangkong sampai Pedurungan dan lampu merah jalan Pahlawan, Metro dan Peterongan. Untuk melengkapi informasi guna menyusun program penanggulangan anak jalanan juga dilakukan wawancara pada pimpinan dinas/ instansi terkait serta beberapa orang tua anak jalanan dan beberapa pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani anak jalanan. Penelitian ini menggunakan dua sumber data. Pertama adalah data pustaka yang bersifat normative. Data ini dikumpulkan dari literatur, buku-buku, jurnal-jurnal, dokumentasidokumentasi, undang-undang, website dan lainlain. Kedua adalah data lapangan yang bersifat empiris. Wawancara dilakukan terhadap anak jalanan yang dipilih sebagai responden, orang tua dan instansi yang terkait dengan anak jalanan. Data yang diperoleh dari lapangan penelitian akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Analisis isi ini dimaksudkan untuk menganalisis karakteristik anak jalanan yang ada di kota Semarang, mencari faktor-faktor penyebab menjadi anak jalanan, permasalahan anak jalanan; dan beberapa model alternatif yang mungkin dapat diterapkan dalam penanganan anak jalanan. Analisis data juga akan dilengkapi dengan analisis secara kuantitatif, yaitu dengan frekuensi dan rata-rata. Frekuensi dan rata-rata digunakan untuk mendiskripsikan data secara kuantitatif. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Anak jalanan dan Orang Tuanya a. Karakteristik Anak Jalanan Dari temuan hasil penelitian dapat diidentifikasi karakteristik anak jalanan kota Semarang sebagai berikut: 1) Lebih banyak anak laki-laki (74,51%) daripada anak perempuan (25,49%) 2) Sebagian besar muslim (93,14%) sebagian kecil non muslim (6,86% beragama kristen)

42

(LPPM USM) 3) Usia rata-rata 13 tahun, termuda 6 tahun tertua 21 tahun 4) Sebagian besar lahir di wilayah kota Semarang (69,61%), 19,61% lahir diluar wilayah Semarang. Lainnya sebanyak 10,73% tidak dapat menjawab karena tidak tahu dimana dilahirkan 5) Profesi yang dijalani sebagian besar serbagai pengamen (60,78%) dan lainnya (39,21%) meliputi: pemintaminta, tukang parkir, jual media masa, membersihkan kereta api, pemulung, membanatu di RPSA. 6) Rata-rata di jalanan 6 jam/ hari 7) Rata-rata penghasilan Rp19.690,-/hari 8) Sebagian besar ke jalanan setiap hari (80,30%) sisanya 19,7% tidak setiap hari 9) Sebagian besar saat ini beralamat di kota Semarang (98,04%) dan sisanya diluar kota semarang (1,96%) 10) Sebagian besar tidak bersekolah (60,79%) dan lainnya (39,21%) bersekolah, terdiri dari: TK (5%), SD (70%), SLTP (22,5%), dan SLTA (2,5%) 11) Lokasi sekolah sebagian besar di kota Semarang (95%), sisanya (5%) diluar kota Semarang 12) Sumber biaya sekolah kebanyakan dari orang tua (57,5%), swasta dalam hal ini yayasan (30%), orang tua dan diri sendiri (7,5%), diri sendiri (2,5%) dan pemerintah (2,5%) 13) Dari yang bersekolah, 72,5% pernah mendapatkan beasiswa dan 27,5% belum pernah mendapatkan beasiswa. Pihak swasta yang membiayai anak jalanan antara lain yayasan Setara, yayasan Sugiyo Pranoto dan Yayasan Tunas Harapan. b. Karakteristik Orang Tua Anak Jalanan Orangtua anak jalanan memiliki karakteristik 1) Sebagian besar berstatus menikah (77,45%), cerai (17,65%), dan lainnya (4,9%) karena tidak tahu status perkawinan orang tua. 2) Jumlah anak yang dimiliki sebagian besar lebih dari 3 anak (58,83%) 3) Jumlah keluarga yang ditanggung sebagian besar kurang atau sama dengan 4 orang (62,75%) 4) Status tempat tinggal: milik sendiri (40,19%), kontrak (35,29%), lainnya (24,51%) karena tinggal di tempattempat fasilitas umum 5) Sebagian besar berdomisili diwilayah kota Semarang (95,10%), dan sisanya (4,90%) di luar Kota Semarang

Riptek, Vol.1, No.2, Tahun 2008, Hal.: 41 - 45 c.

Profil Ayah Anak Jalanan Penelitian ini dapat memperoleh profil ayah anak jalanan sebagai berikut: 1) Sebagian besar dalam usia produktif (64,70), tidak produktif (0,98%), dan sisanya (34,32%) tidak tahu usia mereka 2) Pendidikan: SD (21,57%), SLTP (19,61%), SLTA (11,76), dan sisanya (47,05%) tidak berpendidikan 3) Profesi yang dijalani: jasa (47,06%), pedagang (12,74%), petani (0,98%), sisanya (39,22%) tidak bekerja 4) Rata-rata penghasilan Rp.625.00,-/bulan d. Profil Ibu Anak Jalanan Ibu anak jalanan memiliki profil : 1) Sebagian besar dalam usia produktif (71,57%) dan sisanya(28,43%) tidak tahu usia mereka 2) Pendidikan : SD (40,19%), SLTP (7,84%), SLTA (8,78%), dan sisanya (43,14%) tidak berpendidikan 3) Profesi yang dijalani: jasa(22,55%), pedagang (25,49%), petani (2,94%), sisanya (49,02%) tidak bekerja 4) Rata-rata penghasilan Rp. 433.750,/bulan 2. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan Kondisi yang mendorong anak turun ke jalan: 1) Kemiskinan (83,33%) 2) Keretakan keluarga (1,96%) 3) Orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan sosial anak (0,98%) 4) Lainnya (13,7%): keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin bebas 3. Riwayat Pengalaman di Jalan 1) Pelecehan yang diterima anak jalanan, meliputi: pelecehan pekerjaan, harga diri, dan pendidikan 2) Dilecehkan (63, 72%), tidak dilecehkan (36,28%) 3) Sebagian besar menghirup zat adiktif (61,76%), tidak menghirup 30,39%), dan sisanya (7,88%) tidak tahu 4) Sebagian besar tidak ikut geng (92,16%), sisanya (7,84%) ikut 4. Hubungan dengan Lingkungan Sosial 1) Sebagian besar punya hubungan baik (95%), baik antar sesama anak, preman, majikan, polisi, maupun aparat pemerintah 2) 1% hubungan tidak baik krn ketakutan dan kebencian terhadap preman dan aparat 3) 4% menyatakan kadang baik kadang tidak tergantung dari situasi

5. Kondisi Sosial Keluarga 1) Sebagian besar (68,8%) mengalami konflik 2) 12,7% konflik ayah dengan ibu 3) 6,8% konflik ibu dengan anak 4) 4,9% konflik antar anak 5) 3,9% konflik ayah dengan anak

tidak

6. Pelayanan yang Diterima Dari Suatu Lembaga dan Pengaruhnya Pelayanan yang diterima dari suatu lembaga merupakan wujud dari peran aktif lembaga untuk membina anak jalanan menjadi pribadi yang lebih baik atau mengentaskan mereka dari jalanan. Adapun hasilnya adalah: 1) 51 % mengatakan tidak mendapatkan pelayanan, dan 48,9 % menyatakan mendapat pelayanan 2) 44,1 % menyatakan bahwa pelayanan memberikan pengaruh yang baik, 3,8 % tidak berdampak apa-apa, dan 52 % lain-lain karena ketidaktahuan anak akan fungsi lembaga dan belum pernah mendapatkan pelayanan Selain anak jalanan menyatakan pengaruh positif ada yang mengatakan tidak ada pengaruh yang positip. Ada dua alasan mengapa pelayanan lembaga tidak mempunyai pengaruh yang baik: Pertama, si anak jalanan tidak memahami fungsi lembaga dan perannya. Kedua, disebabkan karena belum pernah mendapatkan pembinaan dari lembaga sehingga tidak bisa memberikan peryataan mengenai pengaruh lembaga terhadap anak jalanan. 7. Riwayat kesehatan anak jalanan 1) Tidak pernah sakit (8,8%) 2) Menderita penyakit ringan (79,4%) 3) Menderita penyakit berat (11,7%) meliputi: tipus, paru-paru, demam berdarah, dan hepatitis. 8. Masalah yang Dihadapi Sekarang 1) Tidak ada masalah (41,2%) 2) Bermasalah (58,8%) 3) Takut rasia (33,3%) 4) Cuaca (19,6%) 5) Tidak ada respon dari pengguna jalan (5,9%) Sebagian anak tidak menjawab mengenai masalah yang dihadapi sehingga diasumsikan tidak ada masalah, yaitu sebesar 41,2%. Tetapi bisa dikatakan juga bahwa anak tidak menjawab karena mereka tidak tahu masalah apa yang sebenarnya mereka hadapi karena keterbatasan pemahaman mereka (usia muda dan tingkat pendidikan rendah). Sedangkan sebagian besar (58,8%) memiliki masalah yaitu karena ketakutan terhadap rasia sebesar 33,3%. Karena cuaca buruk, sehingga tidak dapat kejalanan (33,3%) dan karena tidak ada respon dari pengguna jalan (5,9%).

43

Studi Karakteristik Anak Jalanan…. 9. Pelayanan yang Diharapkan Anak Jalanan dari Suatu Lembaga 1) Tidak membutuhkan pelayanan (47%) 2) Membutuhkan pelayanan (52,9%) 10. Kegiatan Setelah Mendapat Pelayanan 1) Tidak ingin kembali ke jalan (93,1%) 2) Kembali ke jalan (3,9%) 3) Sekali tempo ke jalan (1,8%) Saran 1. Program Pemberdayaan Keluarga Anak Jalanan Faktor dominan yang mendorong anak turun kejalan adalah kemiskinan, maka kebijakan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah kebijakan antisipatif. Fokus model kebijakan antisipatif adalah keluarga anak jalanan. Pada model kebijakan antisipatif penanggulangan anak jalanan, keluarga digambarkan sebagai unit yang diintervensi oleh beberapa program. Diharapkan dengan intervensi tersebut keluarga akan dapat menata kehidupannya dengan baik sehingga anak terpenuhi kesejahteraannya dan anak dapat tumbuh dan berkembang secara positif yang dicerminkan dalam kualitas hidup, kesadaran dan tanggungjawab sosialnya. Sehingga dari kondisi tersebut pada akhirnya akan menciptakan stabilitas masyarakat yang positif. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui program pemberdayaan keluarga anak jalanan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial anak jalanan. Untuk kota Semarang program ini telah dijalankan, namun hasilnya belum menyentuh semua keluarga anak jalanan yang ada di kota Semarang. Oleh karena itu masih perlu ditingkatkan komponen kegiatan maupun kualitas program yang telah dijalankan. Komponen kegiatannya meliputi: 1) Penjajakan lokasi dan pemetaan kebutuhan 2) Sosialisasi program 3) Pendampingan sosial 4) Identifikasi dan seleksi 5) Sudi kelayakan usaha 6) Bantuan sosial berupa santunan hidup dan akses jaminan kesejahteraan sosial, bantuan modal usaha ekonomi produktif melalui kelompok usaha bersama (KUBE), penguatan modal usaha melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM), rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni, penataan sarana lingkungan kumuh, insentif tabungan sejahtera, fasilitas usaha kesejahteraan sosial 7) Pengembangan kemitraan sosial dengan lembaga/instansi sektor lain, perguruan tinggi, dunia usaha, LSM/ Orsos, dan kalangan perbankan

44

(LPPM USM) 8) Monitoring dan evaluasi. 2. Model Kebijakan Rehabilitatif Sebagian besar anak jalanan merasa menerima pelecehan dan menghirup zat adiktif. Oleh karena itu anak disarankan tidak perlu kembali ke jalanan. Model kebijakan yang disarankan adalah kebijakan rehabilitatif. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan agar anak tidak kembali ke jalanan lagi. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan intervensi kepada anak jalanan. Intervensi ini dapat dilakukan oleh: Keluarga sendiri, Keluarga asuh, Panti Asuhan dan Pondok Pesantren, Organisasi Pemuda dan Olah Raga, Pemerintah, Institusi bisnis, Organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Adapun arah dari model kebijakan rahabilitatif ini adalah mengarahkan perkembangan anak jalanan ke arah positif, yang meliputi: 1) Anak jalanan dapat meninggalkan aktivitasnya di jalan dan menyatu kembali dengan keluarganya jika memungkinkan 2) Anak jalanan mendapatkan keluarga pengganti atau panti lainnya jika tidak memungkinkan kembali dengan keluarga 3) Anak jalanan dapat melanjutkan pendidikannya 4) Anak jalanan dapat memperoleh keterampilan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup mereka. 3. Program Peningkatan Jumlah Lembaga dan Kualitas Manajemen Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi anak jalanan. Karena sebagian besar anak jalanan belum mendapatkan pelayanan sosial dari suatu lembaga dan sebagian besar juga memerlukan adanya pelayanan yang diterima dari suatu lembaga, maka perlu ditingkatkan eksistensi dari lembaga tersebut dari segi jumlah maupun kapasitasnya. Hal ini dimaksudkan agar pembinaan maupun pemberian bantuan beasiswa bagi anak jalanan semakin meluas dan berjalan berkesinambungan. Dengan demikian pengetahuan, ketrampilan dan pendidikan mereka dapat meningkat dan akhirnya mereka akan menarik diri dari kehidupan jalanan. Hal ini dapat terjadi karena anak setelah mendapatkan tambahan pengetahuan, ketrampilan dan pendidikan akan dapat mencari pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuannya. Komponen kegiatannya meliputi: 1) Membangun jaringan kerja antar LSM dalam bentuk kolaborasi sehingga berbagai program LSM yang ditawarkan dapat menangani masalah anak jalanan 2) Mengembangkan berbagai program dengan instansi yang relevan, misalnya DEPDIKNAS, DEPKES, DEPNAKER dan

Riptek, Vol.1, No.2, Tahun 2008, Hal.: 41 - 45 lain-lain yang diawali dengan pemahaman yang sama tentang program penanganan anak jalanan 3) Melibatkan masyarakat/tokoh lokal dalam kegiatan RPSA agar terjalin komunikasi yang efektif antara RPSA dan masyarakat. Selain itu untuk mendukung program pokok dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak jalanan, perlu dilaksanakan kegiatan pendukung dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen pelayanan. Sasaran kegiatannya adalah para pengambil keputusan, para pekerja sosial/ pendamping sosial, pengelola LKM, kalangan swasta Orsos/ LSM dan berbagai pihak dari insatnsi terkait dan perguruan tingi. Komponen kegiatannya meliputi: 1) Penataan dan pengkajian peraturan perundang-undangan dalam penanggulangan anak jalanan 2) Pengembangan sumber daya manusia, pekerja sosial/ pendamping sosial profesional, pengelola LKM, dan pendamping sosial lokal atau relawan sosial 3) Kerjasama peningkatan kapasitas manajemen program pemberdayan keluarga, yang dilaksanakan bersama-sama organisasi sosial/ lembaga swadaya masyarakat dan badan-badan internasional lainnya 4) Pengembangan manajemen sistem informasi keluarga anak jalanan, termasuk pengembangan indikator kinerja dan akuntabilitas program, standarisasi monitoring dan evaluasi, yang dilaksanakan secara terpadu dengan pusat data dan informasi, BPS, pusat-pusat studi manajemen dan instansi pemerintah lainnya. 5) Penelitian masalah keluarga anak jalanan dan pengembangan model penanggulangannya yang dilaksanakan bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian, di lingkungan departemen sosial, perguruan tinggi atau pusat-pusat studi yang terkait. 4. Kampanye Sosial Masalah yang berhubungan dengan tidak ada respon pengguna jalan bagi anak jalanan adalah kecil sekali. Artinya para pengguna jalan sangat respon terhadap keberadaan anak jalanan, misalnya karena kebiasaan memberi kepada anak jalanan. Hal ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan mereka, tetapi justru dapat menumbuh suburkan kebiasaan anak berada di jalan. Oleh karena itu kampanye sosial perlu dilakukan. Kampanye sosial merupakan salah satu wujud dari fungsi edukasi, seperti: melalui usaha penyampaian informasi tentang permasalahan anak jalanan dan upaya penanganannya. Adapun

tujuan dari kegiatan kampanye sosial anak jalanan adalah: 1) Menumbuhkan pemahaman dan kesadaran berbagai pihak tentang masalah anak jalanan dan pentingnya penanganan anak jalanan. 2) Mensosialisasikan penanganan anak jalanan 3) Meningkatkan partisipasi masyarakat 4) Kegiatan Kampanye Sosial dapat dilakukan melalui berbagai media dengan sasaran orang tua, masyarakat, dan anak sendiri, seperti penyuluhan kepada masyarakat/ pengguna jalan agar tidak memberikan uang kepada anak jalanan dan penyuluhan kepada para penegak hukum (polisi, trantib dsb) untuk membersihkan lingkungan jalan sebagai tempat anak jalanan beraktivitas. Daftar Pustaka Departemen Sosial RI, 2004, Pedoman Penanganan Anak Melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial RI, 2005, Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Sosial Anak Jalanan, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial RI, 2004, Kebijakan Penanganan Anak Jalanan Terpadu, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial RI, 2005, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak http://www.depsos.go.id/Balitbang, Peta Masalah Anak Jalanan dan Alternatif Model Pemecahannya Berbasis Pemberdayaan Keluarga. Ida Bagus Mantra, 1991, Pengantar Demografi, Nur Cahaya, Yogyakarta

studi

Pemerintah Kota Semarang, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang Tahun 2005-2010. Tauran, Studi Profil Anak Jalanan Sebagai Upaya Rumusan Model Kebijakan Penanggulangannya (Suatu Studi Terhadap Profil Anak Jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok Kota Jakarta Utara), Jurnal Administrasi Negara, Vol. 1, No. 1, September 2000: 88-101. Undang-Undang No, 1 Th. 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran Negara Nomor 30 Tahun 2000)

45