Syamsidar (G. G11 08 002) Studi Pembuatan Mie Basah dari ...

149 downloads 871 Views 742KB Size Report
Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering. Pembuatan mie yang ...
1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Badan

Ketahanan

Pangan

bagian

Pusat

konsumsi

dan

keamanan pangan telah mencanangkan salah satu program peningkatan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan. Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari tepung-tepungan sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan lokal (Sinartani.com, 2011). Indonesia kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea berkisar antara 14.0-62.3%. Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan

tepung

terigu

karena

bebas

gluten.

Meskipun

kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.

2

Salah satu produk yang bisa dibuat dari tepung umbi gadung adalah mie. Mie merupakan salah satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat. Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering. Pembuatan mie yang selama ini kita kenal berbahan baku tepung terigu yang harus diimpor dari luar negeri. Pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung ini merupakan salah satu cara mengurangi konsumsi tepung terigu Indonesia meskipun dalam penelitian ini masih menggunakan tepung terigu kurang dari 50%. Selain itu, sebagai pemanfaatan pangan lokal yang merupakan kekayaan alam Indonesia. B. Perumusan Masalah Sifat fisik dan kimia tepung umbi gadung dan tepung terigu berbeda sehingga pengolahannya pun akan berbeda. Bagaimana formulasi tepung terigu dan tepung umbi gadung yang menghasilkan mie kering terbaik. Bagaimana hasil analisa proksimat dan sensori mie kering yang dihasilkan. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung yang tepat, menentukan formulasi tepung umbi gadung dengan tepung terigu yang menghasilkan mie kering terbaik, serta menentukan hasil analisa proksimat dan sensori mie kering yang dihasilkan.

3

Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang pengolahan umbi gadung menjadi tepung dan mie kering, dapat menjadi bahan pembelajaran bagi peneliti, dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya, dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi industri pengolahan mie.

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gadung (Discorea hispida Dennst) Gadung

(Dioscorea

hispida

Dennst)

tergolong

tanaman

umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari

atas).

Ciri

khas

ini

penting

untuk

membedakannya

dari

gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan (Anonim, 2011). Komposisi kimia umbi gadung dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Gadung Zat Gizi Jumlah (%) Air 78,00 Karbohidrat 18,00 Lemak 0,16 Protein 1,81 Serat Kasar 0,93 Kadar Abu 0,69 Diosgenin 0,20 Dioscinin 0,04 Sumber : Sukarsa, 2010.

5

Umbi gadung bila terkena kulit dapat menyebabkan gatal-gatal. Umbi gadung mengandung racun atau zat alkaloid yang disebut dioscorin (CH13H19O2N). Racun ini bila terkonsumsi dalam kadar yang rendah dapat mengakibatkan pusing-pusing (Rukmana, 2001). Hasil analisis nutrisis dan gluten pada Dioscorea spp dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Hasil analisis nutrisi dan gluten pada Dioscorea spp N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9

D.alata ungu (dalamnya putih) 82,27 0,21

Hasil Pengujian D.alata ungu D.alata (dalamnya putih ungu) 89,73 83,20 0,62 0,51

69,26 0,56

79,06 0,75

0,01

0,55

0,02

0,06

0,07

Kadar Protein

1,48 12,35 1,03 Tidak Terdeteksi 0,91

0,76 17,80 0,76 Tidak Terdeteksi 2,09

0,98 3,2 0,85 Tidak Terdeteksi 1,34

1,00 15,26 1,2 Tidak dilakukan 2,66

Gluten

0

0,67 10,93 0,82 Tidak Terdeteksi 1,36 Tidak dilakukan

0

0

0

Jenis Pengujian (%) Kadar Air Kadar Abu Kadar Abu tak larut asam Kadar Serat Kadar Pati Kadar Lemak B-caroten

D.alata tiang

D.hispida

Sumber : Wulandari, 2009. B. Mie Mie

yang

disukai

masyarakat

Indonesia

adalah

mie

dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik

mie

yang

sangat

menentukan

konsumen (Setianingrum dan Marsono, 1999).

terhadap

penerimaan

6

Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bisa dibuat tanpa mesin. Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di negara asalnya, mie diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya, agar harapan umur panjang bisa terkabul, konon mie harus dimakan tanpa memotong helaiannya yang panjang. Jadi cukup digulung dengan garpu atau sumpit (Pratitasari, 2007). 1. Jenis-jenis mie Menurut Astawan (2006), walaupun pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie seperti

mie

segar/mentah

(raw

chinese

noodle),

mie

basah

(boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle), dan mie instant (instant noodle). a. Mie Mentah Mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu, mie

ini

cepat

rusak.

Penyimpanan

dalam

refrigerator

dapat

mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Setelah masa simpan tersebut, warna mie akan menjadi gelap.

7

b. Mie Basah Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso. c. Mie Kering Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan nama mie telur. Penambahan telur ini merupakan variasi sebab secara umum mie oriental tidak mengandung telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan karena mie kering harus mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5%. d. Mie Instant Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instant didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap

8

dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie instant dikenal sebagai mie ramen. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instant umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama. 1. Bahan-bahan pembuat mie basah a. Tepung Terigu Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang

terdapat

pada

akan

mempengaruhi

terigu. sifat

Gluten elastisitas

bersifat dan

elastis

tekstur

sehingga mie

yang

dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006). b. Garam Dalam berfungsi

pembuatan

member

rasa,

mie,

penambahan

memperkuat

tekstur

mie,

garam

dapur

meningkatkan

fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pastatidak

bersifat

lengket

berlebihan (Astawan, 2006).

dan

tidak

mengembang

secara

9

c. Telur Secara

umum,

penambahan

telur

dimaksudkan

untuk

meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan

mie

menyerap

air

(daya

dehidrasi)

waktu

direbus (Astawan, 2006). d. Soda abu (Natrium karbonat dan kalium karbonat) Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan

gluten,

meningkatkan

meningkatkan

kehalusan

fleksibilitas

tekstur,

serta

dan

elastisitas

meningkatkan

mie, sifat

kenyal (Astawan 2006). e. Air Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air

minum,

yaitu

tidak

berasa (Astawan, 2006).

berwarna,

tidak

berbau,

dan

tidak

10

2. Metode Pembuatan Mie a. Pencampuran Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air

yang

ditambahkan,

waktu

pengadukan

dan

temperature (Sunaryo, 1985). Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum

sehingga

terbentuk

permukaan

film

pada

adonan.

Tanda-tanda adonan telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah

atau

di

tangan

atau

saat

adonan

dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). b. Pembentukan lembaran Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

11

c. Pembentukan mie Proses pembentukan mie ini umumnya sudah dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan tenaga listrik. Alat ini mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua. Mie yang keluar dari

rol

pencetak

dipotong

tiap

1

m

dengan

menggunakan

gunting (Astawan, 2006). Teknologi pembuatan mie instan jagung secara umum terdiri dari proses pencampuran, pengukusan, pencetakan & pemotongan, dan pengeringan (Anonim, 2010).

12

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder, baskom, blower, pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven, stopwatch, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut, cawan, stopwatch, cawan porselin, lumpang, mangkok, soxhlet dan perangkatnya, kjhedhal dan perangkatnya, tanur, gegep, dan pendingin balik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, tepung terigu cap segitiga biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest, aluminium foil, alkohol, kertas saring, khloroform, HCl, NaOH, tissu roll, air bersih, telur, soda abu.

13

C. Metode Penelitian 1. Pembuatan tepung umbi gadung Umbi gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam dengan larutan garam 7,5% selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran partikel 75 mesh. Proses penepungan umbi gadung ini disajikan dalam gambar 1. 2. Penelitian Pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dan untuk menentukan metode yang tepat dalam pembuatan mie kering. Hasil dari penelitian pendahuluan adalah volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan berbeda untuk setiap perlakuan. Volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dari formulasi tepung umbi gadung 100% adalah 51,55%, formulasi tepung umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% yaitu 47,69%, serta untuk formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% menggunakan air dengan volume 43,29%. Penggunaan air yang berbeda ini karena adanya perbedaan jumlah tepung umbi gadung yang digunakan. Semakin banyak tepung umbi gadung yang digunakan, semakin banyak air yang dibutuhkan dalam pembentukan adonan.

14

Metode yang tepat adalah dibuat adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15 menit, dibuat lembaran, dikukus selama 15 menit, didiamkan selama 5 menit, digiling menjadi lembaran mie, dan dikeringkan sampai kadar air 8-10%. 3. Pembuatan Mie Kering Prosedur pembuatan mie kering adalah semua bahan diukur sesuai yang dibutuhkan kemudian dilakukan pencampuran bahan sampai homogen. Setelah adonan kalis, dibuat lembaran tipis kemudian dikukus. Lembaran-lembaran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol pencetak mi. Untaian mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower pada suhu 600C sampai kadar air 8-10%. Selanjutnya dilakukan analisa total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur. Diagram alir pembuatan mie kering disajikan dalam gambar 2.

15

Mulai Analisa Proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat

Umbi gadung dikupas

Kulit

Dicuci sampai bersih

Air Cucian

Diparut

Dibuang

Direndam dengan larutan NaCl 7,5% selama 72 jam

Ditiriskan dan dicuci

Air rendaman dan Cucian

Dikeringkan dalam blower T= 600 C, t=12 jam

Digiling

Tepung Gadung

Gambar

1.

Diagram Alir Pembuatan Tepung (Muljo Hardjo, 2010 dengan modifikasi)

Analisa Proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat

umbi

gadung

16

Mulai Perlakuan : M1 = Tepung gadung 100% M2 = Tepung gadung 80% + tepung terigu 20% M3 = Tepung gadung 60% + tepung terigu 40%

Pencampuran bahan

-

Bahan Tambahan : - Air M1=51,55%,M2=47,69%, M3=43,29% - NaCl 1,3% - Telur 30% - Soda abu 0,3%

Pembuatan adonan

Pembentukan lembaran

Pengukusan t= 5 menit

Pendinginan

Pencetakan

Pengeringan T=600C, t= 3 Jam

Analisa Proksimat meliputi Kadar air, Abu, Lemak, Protein, Karbohidrat

Mie Kering

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Mie Kering

Analisa organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur

17

D. Perlakuan Penelitian Perlakuan dalam penelitian ini adalah formulasi tepung umbi gadung dengan tepung terigu yang diberi simbol M yaitu sebagai berikut. M1 = Tepung umbi gadung 100% M2 = Tepung umbi gadung 80% + tepung terigu 20% M3 = Tepung umbi gadung 60% + tepung terigu 40% E. Parameter Pengamatan 1. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997) Contoh dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 4 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant. Penguarangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan, dengan perhitungan.

18

2. Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997) Sejumlah kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu khjedhal 100 ml kemudian ditambahkan kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2S04 pekat (teknis). Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua contoh terbasahi dengan H2S04. Kemudian didekstruksi dalam lemari asam sampai jernih dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke dalam labu ukur 100 ml dan dibilas dengan air suling. Setelah itu dibiarkan dingin kemudian diimpitkan pada tanda garis dengan air suling. Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% dan 4 tetes larutan indikator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. Dipipet 5 ml larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling hingga volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml. setelah itu dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl atau H2S04 0,0222 N.

Dimana

V1

= volume titrasi contoh

N

= normalitas 0,0142 N

P

= faktor pengenceran 100/5

19

3. Kadar Lemak (Sudarmadji dkk., 1997) Ditimbang dengan teliti 1 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi Dipipet 5 ml ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama tiga jam. Dimasukkan kedalam desikator ± 30 menit kemudian ditimbang

(b gram).

Dihitung

berikut

kadar

lemak

kasar

dengan

rumus

sebagai

:

Dimana P = pengenceran (10/5 = 2) 4. Kadar Karbohidrat (Winarno, 2004) Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis di mana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut. %karbohidrat = 100% - %(protein+lemak+abu+air)

20

Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan 5. Uji Organoleptik Parameter uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur. Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan skala 1-9 yaitu (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) kurang suka, (5) biasa, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, dan (9) amat sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian menurut tingkat kesukaannya. F. Pengolahan Data Rancangan

percobaan

pada

penelitian

ini

menggunakan

rancangan acak lengkap kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tiga kali ulangan.

21

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu dan tepung umbi gadung yang berbeda dalam pembuatan produk mie kering berpengaruh terhadap kadar protein, karbohidrat dan total abu produk tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap hasil uji organoleptik metode hedonik. Hasil analisa proksimat dari umbi dan tepung umbi gadung disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Tabel Hasil Analisa Proksimat Umbi dan Tepung umbi gadung No Kandungan Umbi (%) Tepung (%) 1 Karbohidrat 15,54 66,20 2 Protein 1,46 1,99 3 Lemak 1,46 15,51 4 Kadar Air 80,87 14,42 5 Kadar Abu 0,67 1,88 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

22

1. Protein Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Gambar 1 menunjukkan bahwa kisaran kadar protein produk mie kering yang dihasilkan adalah 5,31%-9,19%. Perlakuan formulasi tepung umbi gadung 100% mempunyai kadar protein terendah yaitu sebesar 5,31% sedangkan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40% mempunyai kadar protein tertinggi yaitu sebesar 9,19%. Hasil analisa kadar protein kering berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 3. Hasil analisis ragam (lampiran 01b) menunjukkan bahwa formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein mie kering yang dihasilkan. Setelah uji lanjut menggunakan BNT, hasilnya menunjukkan bahwa kadar protein mie kering dengan formulasi 100% tepung umbi gadung berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainya yaitu formulasi tepung umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie kering, maka kadar protein semakin meningkat. Hal ini terjadi karena tepung terigu yang digunakan mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung umbi gadung.

23

Gambar 3. Hasil analisa kadar protein mie kering berbagai perlakuan.

2. Kadar Lemak Hasil analisa kadar lemak mie kering dari ketiga perlakuan dapat dilihat dalam gambar 4. Kisaran kadar lemak mie kering yang dihasilkan adalah 0,94%-1,24%. Kadar lemak tertinggi pada perlakuan formulasi 100% tepung umbi gadung sebesar 1,24%, sedangkan terendah pada perlakuan formulasi tepung umbi gadung 50% dan tepung terigu 40%. Hasil sidik ragam (lampiran 02b) menunjukkan bahwa formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak mie kering yang dihasilkan. Tepung terigu yang digunakan mempunyai kadar lemak rendah.

24

Gambar 4. Hasil analisa kadar lemak mie kering berbagai perlakuan

3. Kadar air Kadar air berpengaruh terhadap masa simpan dan tekstur produk. Mie kering mempunyai masa simpan yang relatif panjang karena mempunyai kadar air yang rendah yaitu sekitar 8-10%. Menurut Astawan (2006), mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Kisaran kadar air produk mie kering yang dihasilkan adalah 9,59%-10,67%. Kadar air terendah pada produk mie kering dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar air tertinggi pada perlakuan formulasi tepung umbi gadung 100%. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 5.

25

Gambar 5. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan

Hasil sidik ragam (lampiran 03b) menunjukkan bahwa formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air mie kering yang dihasilkan. Hal ini karena pengeringan yang dilakukan untuk semua perlakuan bertujuan untuk menghasilkan mie kering dengan kadar air 8-10%. 4. Kadar abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsure-unsur mineral yang dikenal juga dengan kadar abu. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Kisaran kadar abu produk mie kering adalah 2,94%-3,69%. Kadar abu terendah pada mie

26

kering dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar abu tertinggi pada mie kering dengan formulasi tepung umbi gadung 100%. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 6. Hasil

sidik

ragam

(lampiran

04b)

menunjukkan

bahwa

formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut menggunakan BNT menunjukkkan bahwa kadar abu mie kering dari formulasi tepung umbi gadung 100% berbeda sangat nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar abu mie kering dari perlakuan formulasi tepung umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi 100% tepung umbi gadung. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung umbi gadung 100% dapat menghasilkan kadar abu mie kering yang tinggi yaitu sebesar 3,69%. Hal ini karena tepung umbi gadung mempunyai kadar abu yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 1,88%.

27

Gambar 6. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan

5. Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Khususnya bagi penduduk Negara yang sedang berkembang. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain (Winarno, 2004). Kisaran kadar karbohidrat produk mie kering yang dihasilkan adalah 77,34%-79,09%. Kadar karbohidrat terendah adalah mie kering dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi adalah mie kering dari perlakuan tepung umbi gadung 100%. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan (gambar 7).

28

Hasil sidik ragam (lampiran 05b) menunjukkan bahwa formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar karbohidrat mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan BNT menunjukkan bahwa kadar karbohidrat mie kering dari formulasi tepung umbi gadung 100% berbeda sangat nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar karbohidrat mie kering dari perlakuan formulasi tepung umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung umbi gadung 100% dapat menghasilkan kadar karbohidrat mie kering yang tinggi yaitu sebesar 79,09%. Hal ini karena tepung umbi gadung mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 66,20%. 6. Uji Organoleptik Hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur mie kering (gambar 8). a. Warna Warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya pigmen, pengaruh panas pada gula (karamel), adanya reaksi antara gula dan asam amino (Maillard), dan adanya pencampuran bahan lain (Winarno, 1997). Warna adalah kesan pertama yang ditangkap

29

panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Hasil uji sensori terhadap warna mie kering dapat dilihat dalam gambar 8. Skor penilaian panelis terhadap warna mie kering yang dihasilkan adalah

6

dari (agak

perlakuan suka),

100%

perlakuan

tepung 80%

tepung

umbi umbi

gadung gadung

dan 20% tepung terigu adalah 6,9 (suka), dan perlakuan 60% tepung umbi gadung dan 40% tepung terigu adalah 6,5 (agak suka).Hal ini karena warna mie kering yang dihasilkan tidak jauh beda dengan mie kering yang sering panelis konsumsi yaitu agak kekuningan.

Gambar 7. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan

30

Gambar 8. Hasil analisa organoleptik mie kering berbagai perlakuan

b. Aroma Aroma merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma banyak menentukan kelezatan bahan makanan, biasanya seseorang dapat menilai lezat tidaknya suatu bahan makanan dari aroma yang diimbulkan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma dapat dilihat pada gambar 8. Skor penilaian panelis terhadap aroma mie kering yang dihasilkan

dari

perlakuan

adalah

(agak

suka),

5,9

100%

perlakuan

tepung 80%

tepung

umbi umbi

gadung gadung

dan 20% tepung terigu adalah 5,6 (agak suka), dan perlakuan 60% tepung

31

umbi gadung dan 40% tepung terigu adalah 5,5 (biasa). Hal ini karena aroma mie kering yang dihasilkan hampir sama dengan mie dari tepung terigu.

c. Rasa Rasa merupakan sensasi yang diproduksi oleh material yang dimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya oleh indera perasa dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test compensation). Hasil analisa organoleptik terhadap rasa mie kering disajikan dalam gambar 8. Skor penilaian panelis terhadap rasa mie kering yang dihasilkan dari ketiga perlakuan adalah 5,9-6,4 (agak suka). Rasa mie kering yang dihasilkan umumnya sama dengan mie kering dari tepung terigu. d. Tekstur Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini berhubungan dengan rasa pada

waktu

mengunyah

bahan

tersebut

(Rampengan,

1985).

32

Tekstur merupakan salah satu atribut mutu yang penting, kadang-kadang lebih penting dari pada bau, rasa, dan warna. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu

digigit,

dikunyah,

dan

ditelan)

ataupun

perabaan

dengan

jari (Kartika, et all., 1988). Skor penilaian panelis terhadap tekstur mie kering yang dihasilkan dari ketiga perlakuan adalah 5,7-5,9 (agak suka). Tekstur mie kering yang dihasilkan umumnya sama dengan mie kering dari tepung terigu.

\

33

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Proses pengolahan mie kering dari tepung umbi gadung adalah pembuatan adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15 menit, pembuatan lembaran tipis 5 mm, pengukusan selama 15 menit, pendinginan selama 5 menit, pencetakan dan pengeringan. 2. Perlakuan terbaik adalah formulasi 100% tepung gadung. 3. Hasil analisa proksimat pada mie kering adalah : a. Perlakuan formulasi 100% tepung umbi gadung mempunyai kadar air 10,67%, protein 5,31%, lemak 1,24%, abu 3,69% dan karbohidrat 79,09%. b. Perlakuan formulasi 80% tepung umbi gadung dan 20% tepung terigu mempunyai kadar air 10,66%, protein 7,16%, lemak 1,16%, abu 3,23%, dan karbohidrat 77,80%. c. Perlakuan formulasi 60% tepung umbi gadung dan 40% tepung terigu mempunyai kadar air 9,59%, protein 9,19%, lemak 0,94%, abu 2,94%, dan karbohidrat 77,34%. 4. Respon panelis terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur mie kering yaitu agak suka terhadap ketiga perlakuan.

34

B. Saran Salah satu parameter yang penting dalam produk mie adalah elastisitas yang terkait dengan tekstur mie. Oleh karena itu, sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan uji elastisitas mie dan penelitian tentang pengemasan dan penyimpanan.

35

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Mie Jagung. [16 November 2011].

http://seafast.ipb.ac.id/research.

Anonim, 2011. Gadung. http://id.wikipedia.org. [12 September 2011]. Apriyantono, Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan Slamet Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian Bogor, Bogor. Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Hardjo, Muljo. 2010. Pembuatan Tepung umbi gadung (Diocorea Hispida Dennst) Bebas Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id. [14 Oktober 2011]. Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mudjajanti,E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya, Jakarta. Pratitasari, 2007. Mengenal mie, Yuk!! Kompas, 25 Februari 2007. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1885. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang. Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts On Intermediate Moisture Foods. Dalam Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate Mosture Food. Aplied Science Publ, Ltd, London. Rukmana, Rahmat. 2001. Aneka Kripik Umbi. Kanisius, Yogyakarta. Setianingrum, A.W. dan Marsono, 1999. Pengkayaan vitamin A dan vitamin E dalam Pembuatan Mie instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari 1998-2001, Jakarta.

36

Sudarmadji, S., Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa, Bandung.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. FatetaIPB, Bogor. Sukarsa, 2010. Tanaman [19 September 2011].

Gadung.

http://www2.bbpp-lembang.info.

Widyaningsih, T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Wulandari, Dyah Retno. 2009. Pengembangan dioscorea spp. Sebagai bahan pangan fungsional bebas gluten dan konservasinya secara in vitro : dipa. http://www.biotek.lipi.go.id. [26 September 2011]. Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

37

LAMPIRAN

38

Lampiran 01a. Tabel Hasil Analisa Kadar Protein Mie Kering ULANGAN ULANGAN ULANGAN NO PERLAKUAN I II III 1 UMBI 1.35 1.59 1.44 2 TEPUNG 2.14 1.98 1.86 3 MIE I 5.36 5.17 5.39 4 MIE II 7.01 7.25 7.22 5 MIE III 9.36 9.31 8.91 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 01b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Protein Mie Kering F tabel sumber db JK KT F Hitung keragaman 5% 1% (**) perlakuan 2 22.68 11.34 369.04 5.14 10.92 galat 6 0.18 0.03 Ket : Berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Lampiran 01c. Hasil Uji Lanjut BNT terhadap Kadar Protein Mie Kering perlakuan Rerata BNT1% I 5.31 A II 7.16 B III 9.19 C Lampiran 02a. Tabel Hasil Analisa Kadar Lemak Mie Kering ULANGAN ULANGAN ULANGAN NO PERLAKUAN I II III 1 UMBI 1.49 1.43 1.46 2 TEPUNG 16.08 14.76 15.68 3 MIE I 1.17 1.35 1.21 4 MIE II 1.3 0.96 1.23 5 MIE III 0.85 0.96 1.01 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Lemak Mie Kering F tabel sumber F Db JK KT keragaman Hitung 5% 1% (tn) perlakuan 2 0.15 0.07 4.65 5.14 10.92 galat 6 0.10 0.02 Ket : Tidak Beda Nyata

39

Lampiran 03a. Tabel Hasil Analisa Kadar Kadar Air Mie Kering ULANGAN ULANGAN ULANGAN NO PERLAKUAN I II III 1 UMBI 80.65 80.85 81.12 2 TEPUNG 16.17 12.56 14.52 3 MIE I 10.73 10.62 10.67 4 MIE II 10.74 10.56 10.64 5 MIE III 9.75 9.94 9.09 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 03b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Kadar Air Mie Kering F Tabel sumber F Db JK KT keragaman Hitung 5% 1% (tn) perlakuan 2 33.08 16.54 1.56 5.14 10.92 galat 6 63.48 10.58 Ket : Tidak Beda Nyata Lampiran 04a. Tabel Hasil Analisa Kadar Kadar Abu Mie Kering ULANGAN ULANGAN ULANGAN NO PERLAKUAN I II III 1 UMBI 0.65 0.7 0.67 2 TEPUNG 1.63 2.05 1.95 3 MIE I 3.51 3.98 3.59 4 MIE II 3.19 3.25 3.24 5 MIE III 2.86 3.04 2.92 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 04b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Kadar Abu Mie Kering F tabel sumber F Db JK KT keragaman Hitung 5% 1% (**) perlakuan 2 0.87 0.43 17.91 5.14 10.92 galat 6 0.15 0.02 Ket : Sangat Beda nyata pada taraf 1% Lampiran 04c. Hasil Uji BNT terhadap Kadar Abu Mie Kering BNT Perlakuan rerata 5% I 3.69 A II 3.23 A III 2.94 B

40

Lampiran 05a. Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Mie Kering ulangan ulangan Perlakuan ulangan 1 2 3 TOTAL Rerata I 79.23 78.88 79.14 237.25 79.08 II 77.76 77.98 77.67 233.41 77.80 III 77.18 76.75 78.07 232 77.33 TOTAL 234.17 233.61 234.88 702.66 234.22 Rerata 78.06 77.87 78.29 234.22 78.07 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012. Lampiran 05b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering F Tabel sumber F db JK KT keragaman Hitung 5% 1% (**) perlakuan 2 4.92 2.46 14.43 5.14 10.92 galat 6 1.02 0.17 Ket : Sangat Beda nyata pada taraf 1% Lampiran 05c. Hasil Uji BNT terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering BNT Perlakuan rerata 5% I 79,08 A II 77,80 B III 77,33 B

Lampiran 06. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna Pada Mie Kering Panelis Mie I Mie II Mie III Total 1 5 6 8 19 2 4 6 7 17 3 8 7 7 22 4 7 7 4 18 5 7 8 7 22 6 4 7 8 19 7 6 8 7 21 8 5 6 6 17 9 4 7 7 18 10 6 7 5 18 11 8 6 5 19 12 8 8 7 23 Total 72 83 78 233 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering,

41

Lampiran 07. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma Pada Mie Kering Panelis Mie I Mie II Mie III Total 1 6 5 7 18 2 6 7 4 17 3 7 6 6 19 4 5 5 4 14 5 6 7 6 19 6 5 5 5 15 7 7 7 7 21 8 6 5 5 16 9 4 4 4 12 10 6 6 7 19 11 7 4 5 16 12 6 6 6 18 total 71 67 66 204 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

Lampiran 08. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa Pada Mie Kering Panelis Mie I Mie II Mie III Total 1 7 5 4 16 2 7 7 7 21 3 9 7 5 21 4 6 7 6 19 5 4 4 7 15 6 4 7 4 15 7 9 8 7 24 8 6 6 5 17 9 5 6 6 17 10 7 7 6 20 11 7 6 8 21 12 6 7 6 19 Total 77 77 71 225 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

42

Lampiran 09. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Pada Mie Kering Panelis Mie I Mie II Mie III Total 1 6 4 4 14 2 4 4 7 15 3 8 6 6 20 4 7 7 4 18 5 6 4 7 17 6 3 7 2 12 7 9 7 6 22 8 6 5 7 18 9 4 6 6 16 10 5 6 7 18 11 8 6 7 21 12 5 6 6 17 Total 71 68 69 208 Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012. Lampiran 10. Gambar Umbi Gadung

43

Lampiran 11.Gambar Tepung umbi gadung

Lampiran 12.Gambar Mie Kering dari Tepung Umbi gadung