teknologi tepat guna sebagai penyediaan air bersih di daerah ...

119 downloads 37596 Views 745KB Size Report
email: [email protected], [email protected]. Absrak: Bencana banjir merupakan proses meningkatnya volume air akibat luapan air. Jawa Timur merupakan.
TEKNOLOGI TEPAT GUNA SEBAGAI PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DAERAH BENCANA BANJIR APPROPRIATE TECHNOLOGY FOR WATER SUPPLY IN FLOOD DISASTER AREA Masrivel Saragih

Mahasiswa Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya email: [email protected], [email protected]

Absrak: Bencana banjir merupakan proses meningkatnya volume air akibat luapan air. Jawa Timur merupakan provinsi yang setiap tahunnya mengalami bencana banjir di sejumlah daerah terutama di Bojonegoro dan Lamongan. Banjir mengakibatkan masyarakat setempat mengungsi ke daerah yang aman.Air bersih menjadi salah satu kebutuhan yang penting pada bencana banjir di tempat pengungsian. Pemenuhan air bersih salah satunya menggunkakan teknologi tepat guna dengan proses yang sederhana untuk menghasilkan air bersih yang layak pakai oleh masyarakat di pengungsian. Alat ini mampu melayani 10 Kepala Keluarga dalam sehari. Proses yang dilakukan meliputi koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi sederhana. Setiap harinya alat ini mampu menghasilkan 1000 L dengan

5 kali pengoperasian. Alat ini dilengkapi dengan Standart Operational Proccedure (SOP) untuk

memudahkan masyarakat dalam mengoperasikannya. Kata Kunci: Banjir, Pengolahan Air Portable, Penyediaan Air Bersih

1. Pendahuluan Banjir adalah peristiwa tergenangnya daratan akibat volume air yang meningkat dalam wilayah yang cukup luas dan waktu yang cukup lama. Banjir dapat terjadi akibat hujan yang lebat, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai. Menurut Seminar Hasil Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan bekerja sama dengan Departemen Sosial, Marfai mengatakan banjir di India dan China disebabkan oleh luapan sungai dan laut sedangkan di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh luapan sungai. Indonesia menempati urutan ketiga di

dunia sebagai negara rawan bencana setelah India dan China. Hal itu diungkapkan peneliti pada Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada Muhammad Aris Marfai, (Adi, 2009). Jawa Timur sendiri diprakiraan memiliki potensi banjir bulan Januari, Februaru dan Maret 2010. Pembuatan prakiraan potensi banjir ini merupakan hasil kerjasama dari 3 (tiga) instansi: BMKG, DitJen Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum dan Bakosurtanal. Prakiraan potensi banjir yang disampaikan meliputi potensi banjir tinggi, menengah, rendah dan aman dari kejadian banjir, (Anonim, 2010). Salah satu sungai besar yang mengakibatkan banjir di sebagian Jawa Timur adalah Sungai Bengawan Solo terutama yang melintas di Bojonegoro dan Lamongan. Banjir mengakibatkan masyarakat harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sebagian masyarakat menetap di rumah masing masing meski dalam kondisi terkena banjir. Baru baru ini terjadi banjir di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, lebih dari 15.000 korban banjir mengungsi ke tempat yang lebih aman, (Anonim, 2010). Salah satu prioritas yang harus disediakan di lokasi pengungsian adalah air bersih. Perbaikan kualitas air bersih, juga harus diutamakan agar terhindar dari serangan penyakit. Penyediaan air untuk kebutuhan warga yang berada di pengungsian, diarahkan untuk memenuhi kebutuhan minimal air bersih bagi korban bencana alam, baik untuk keperluan minum, masak maupun kebersihan pribadi. Pasalnya, masalah utama menurunnya kesehatan banyak disebabkan lingkungan yang kurang bersih akibat kekurangan air dan mengonsumsi air yang tercemar, (Anonim, 2008). Faktor yang menjadi sulitnya memperoleh air bersih yaitu sumur penduduk tercemar akibat tergenang air banjir, rusaknya pipa transmisi penyalur air bersih dan sulitnya akses menuju lokasi banjir.

iii

Gambar 1 Lokasi Unit Pengolahan

Proses penjernihan air bajir ini menggunakan prinsip koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi sederahana sehingga diperoleh kualiatas air yang lebih baik. U.S. Agency for International Developmnet (USAID) 2007, menyebutkan bahwa kebutuhan air korban pasca banjir antara 15 – 20 Liter per orang per hari. Coppola menyebutkan dalam bukunya yang berjudul International Disaster Management menyebutkan melalui proses coagulasi, flokulasi dan sand filtration untuk mengolah air akan menghasilkan kualitas air yang baik. Melalui alat ini, penyediaan air bersih pada kondisi banjir dapat terlayani. Air bersih menjadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia. Air bersih yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air minum yang tidak berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan menurut PERMENKES RI No. 492/MEN.KES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Berikut adalah pesyarataan kualiatas air minum berdasarkan keputusan tesebut. Sebagian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan seperti sungai, danau dan sebagainya. Salah

satu langkah penting pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut. Kekeruhan disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukurang 10nm sampai 10µm. Partikel-partikel kecil dan koloid tersebuttidak lain adalah kwarts, tanah liat, sisa tanaman, ganggang dan sebaginya. (Alaerts, 1984). Selama becana banjir berlangsung, sumber air menjadi terganggu dan terkontaminasi akibat banjir, kebutuhan air besih menjadi sangat penting dan harus cepat dalam menangani korban bencana banjir. Tanpa air bersih, korban akan mengalami gangguan kesehatan yaitu terserang penyakit. (Coppola, 2007). Buku Intoduction to International Disaster Management meyebutkan bahwa ada beberapa alternatif penyediaan air bersih pada kondisi banjir: a. Penyediaan air melalui tangki truk, kapal, atau dari tangki yang didatangkan dari luar daerah banjir. b. Air botol kemasan c. Menemukan sumber penyaluran air terdahulu yang belum rusak akibat banjir d. Menambah jaringan penyaluran air daerah namun terbatas akibat kondisi banjir e. Melakukan pemompaan dari sumber air yang belum terkontaminasi ke lokasi pengungsian f. Melakukan proses pengolaan air banjir itu sendiri untuk menghasilkan air bersih sebagai contoh menggunakan filter g. Mobilisasi pengungsi ke lokasi dimana banyak sumber air Proses pengolahan air banjir merupakan alternatif yang sangat baik untuk memperoleh air bersih pada kondisi darurat. Sementara itu kebutuhan air bersih yang diperlukan pengungsi tidaklah banyak. U.S. Agency for International Development (USAID) 2007 menyebutkan bahwa kebutuhan air yang diperlukan oleh pengungsi meliputi: a. Untuk minum 3 - 4 liter per orang per hari b. Masak dan bersih-bersih 2 – 3 liter per orang per hari

v

c. Sanitasi 6 – 7 liter per orang per hari d. Cuci pakayan 4 – 6 liter per orang per hari Sehingga total air yang diperlukan oleh pengungsi antara 15 – 20 liter per orang per hari. Coppola juga menyebutkan bahwa untuk memproses air banjir menjadi air bersih menggunakan metoda koagulasi, flokulasi dan filtrasi menggunakan pasir. Ketiga tahap ini mampu menghasilkan air bersih yang layak pakai oleh pengungsi.

2. Metodologi Penelitian ini dilakukan menggunakan alat yang telah direncanakan terlebih dahulu yang terdiri dari satu unit reaktor untuk proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dan satu unit reaktor untuk proses filtrasi dan dari filtrasi langsung dialirkan menuju konsumen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 Unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi direncanakan menggunakan drum yang terbuat dari fiber. Pemilihan drum ini dikarenakan karena drum ini sangat kuat dan mudah untuk dibawa serta dimodifikasi. Drum ini akan dimodifikasi sedemikian menggunakan pengaduk (paddle) untuk proses pengadukan dengan dimensi paddle sesuai perhitungan yang telah direncankan sebelumnya. Pengaduk terbuat dari

pipa PVC

berukuran 19.05 mm dan paddle terbuat dari plat aluminium. Bagian bawah drum ini akan dibuat outlet lumpur menggunkan pipa dengan keran 19.05 mm. Filtrasi direncanakan menggunakan pipa PVC berukuran 203.2 mm. Media yang digunkan yaitu pasir.

Gambar 2 Denah Alat

Gambar 3 POTONGAN A-A

Tahapan proses ini terdiri dari proses

koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.

Pengeisian air baku ke reaktor sampai penuh yang ditandai dengan adanya overflow. Kemudian dilakukan penambahan koagulan (PAC) ke dalam reaktor. PAC yang dimasukkan sudah dalam keadaan dalam kemasan siyaset yang telah diperoleh dari hasil percobaan jar test di laboratorium.

vii

Sehingga masyarkat tidak lagi menimbang di lapangan. Setelah penambahan koagulan dilakukan pengadukan cepat menggunakan pengaduk yang telah terpasang di reaktor tersebut selama 1 menit. Setelah pengadukan cepat dilakukan proses pembentukan flok dengan pengadukan lambat selama 5 menit. Kemudian diendapkan selama 25 menit, kemudian dilakukan pembuangan sludge melalui kran yang telah disediakan di bagian bawah reaktor. Setelah lumpur habis dibuang maka kran outlet reaktor dibuka menuju filter yang telah direncanakan. Air dari filter langsung ke konsumen. Untuk percobaan alat ini dilakukan beberapa kali proses menggunakan air sungai untuk memperoleh berapa lama filter akan clogging. Pada saat percobaan alat ini dilakukan juga pengukuran kualitas air yang dihasilkan dari beberapa kali percobaan. Dari hasil percobaan alat akan diperoleh suatu efisiensi setiap unit. Media filter yang direncanakan menggunakan pasir. Filter yang digunakan menggunakan single media. Alat yang telah terbentuk seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Reaktor dan Filter

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Air baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang diambil dari Kali Lamong. Air baku diambil pada saat musim penghujan sehingga air yang diperoleh memiliki kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau.

Gambar 5 Lokasi Pengambilan Air Baku Kali Lamong

Gambar 6 Lokasi Pengambilan Air Baku Kali Mas

ix

Gambar 7 Kali Lamong

Gambar 8 Kali Mas

Kali Lamong terletak di pertabatasan Surabaya-Gresik. Kali Lamong merupakan cabang sungai Bengawan Solo. Kali ini termasuk kali yang setiap tahun meluap. Kali Mas digunakan untuk menguji filter sampai clogging. Lokasi running alat berlokasi di Jalan Ketabang Kali. Parameter yang dianalisa dari air baku tersebut yaitu Kekeruhan, dan E.coli. Hasil analisa air baku dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2

Tabel 1 Hasil Analisa Air Baku Kali Lamong Satuan NTU Jumlah per 100 ml 2 E.coli sampel 3 Warna TCU 4 pH Sumber: Hasil Penelitian

No. 1

Parameter Kekeruhan

Persyaratan Air Minum 5

Hasil Analisa 20

0

5000

15 6,5-8,5

193 7,91

Tabel 2 Hasil Analisa Air Baku Kali Mas Satuan No. Parameter 1 Kekeruhan NTU 2 pH Sumber: Hasil Penelitian

Persyaratan Air Minum 5 6,5-8,5

Hasil Analisa 136 7,03

3.1 Analisa Kekeruhan Kekeruhan merupakan parameter yang penting dalam mengolah air. Removal kekeruhan melalui dua variabel yaitu tinggi media (300mm, 600mm, dan 900mm) dan filtration rate (2, 4, dan 8 m3/m2.jam). Kedua variabel tersebut akan menghasilkan sembilan kualitas air yang berbeda. Melalui variabel tinggi media dan filtration rate diperoleh hasil analisa seperti pada Tabel 3. Tabel 3 Analisa Kekeruhan Filtration Tinggi Kekeruhan Kekeruhan Persentase Rate Media Air Baku Akhir Removal 3 2 m /m .jam (mm) (NTU) (NTU) (%) 1 2 300 663 1.9 88.89 2 4 300 663 1.7 90.06 3 8 300 663 1.9 88.89 4 2 600 663 3.6 78.95 5 4 600 663 3.8 77.78 6 8 600 663 2.9 83.04 7 2 900 663 3.1 81.87 8 4 900 663 2.2 87.13 9 8 900 663 2.8 83.63 Sumber: Hasil Analisa No.

Tabel 4.5 merupakan kulitas effluent hasil pengolahan menggunakan variabel tinggi media dan filtration rate. Kualitas outlet filter tersebut sudah memenuhi standart kualitas air minum sesuai

xi

dengan PERMENKES RI No. 492/MEN.KES /PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yaitu untuk kekeruhan maksimum 5 NTU.

Gambar 7 Grafik Analisa Kekeruhan Gambar 7 menunjukan hasil analisa kekeruhan dari hasil outlet berdasarkan variabel tinggi media dan filtration rate. Berdasarkan tabel dan grafik di atas diperoleh kualitas kekeruhan yang paling baik yaitu pada saat tinggi media 300 mm dengan filtration rate 4 m3/m2/jam diperoleh kekeruhan 1.7 NTU. Kualitas outlet yang paling buruk yaitu pada saat tinggi media 600 mm dan filtration rate 4 m3/m2.jam. Tinggi media sebesar 300 mm menghasilkan kualitas air yang baik sedangkan dengan penambahan tinggi media 600 mm dan 900 mm kekeruhan lebih besar namun masih di bawah standart kekeruhan untuk air minum. Demikian juga untuk filtration rate semakin rendah maka kualitasnya seharusnya lebih namun pada penelitan ini hal tersebut tidak terjadi. Kualitas air yang dihasilkan alat ini sudah termasuk sangat baik untuk digunakan sebagai air bersih di tempat pasca bencana. Jika menggunakan filtration rate sebesar 4 m3/m2.jam maka untuk menghasilkan air bersih maka masyarakat harus membutuhkan waktu yang cukup lama.

Gambar 8 Grafik Efisiensi Removal Kekeruhan Unit Filter Gambar 8 merupakan efisiensi removal kekeruhan Unit Filter. Dari variasi filtration rate dan tinggi madia pada grafik tersebut

diperoleh bahwa pada saat tinggi media 300 mm dengan

filtration rate 2, 4 dan 8 m3/m2.jam secara berturut-turut efisiensi removal kekeruhan sebesar 88.89%, 90.06% dan 88.89%. Pada saat tinggi media 600 mm dengan filtration rate 2, 4 dan 8 m3/m2.jam secara berturut-turut efisiensi removal kekeruhan sebesar 78.95%, 77.78% dan 83.04%. Pada saat tinggi media 900 mm dengan filtration rate 2, 4 dan 8 m3/m2.jam secara berturut-turut efisiensi removal kekeruhan sebesar 81.87%, 87.13% dan 83.63%. Efisiensi removal paling besar yaitu 90.06% pada saat tinggi media 300 mm dan filtration rate 4 m3/m2/jam. Proses sedimentasi juga memiliki efisiensi removal kekeruhan yang diambil dari selisih kekeruhan air baku dengan hasil outlet sedimentasi. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa efisiensi removal kekeruhan melalui proses sedimentasi sebesar 97,42%. Efisiensi terbesebu memiliki pengaruh yang sangat besar dalam meremoval kekeruhan yang mengakibatkan air yang masuk ke filter lebih bersih. kekeruhan sebesar 99,74%.

Secara keseluruhan efisiensi unit pengolahan dalam meremoval

xiii

3.2Analis E.coli Salah satu parameter

syarat untuk air minum berdasarkan PERMENKES RI No.

492/MEN.KES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum adalah E.coli dengan kadar 0/100 ml sampel. Kali Lamong merupakan sungai yang dibantaran sungainya terdapat banyak pemukiman penduduk. Kondisi sekarang ini setelah disurvei ditemukan bahwa banyak sekali masyarakat yang langsung membuang kotoran ke sungai tersebut. Melihat kondisi tersebut perlu dianalisa kandungan E.coli karena sangat mempengaruhi kesehatan. Jika efluen dari alat ini masih terdapat kandungan E.coli maka air ini tidak bisa disebut air minum tetapi air bersih. Analisa E.coli dilakukan di laboratorium Teknik Lingkungan menggunakan metoda MPN. Hasil analisa E.coli terdapat pada Tabel 2 dan Gambar 9. Analisa E.coli menggunakan air baku pada saat kondisi air sebanarnya, sebab jika menggunakan kekeruhan buatan akan mempengaruhi kandungan E.coli air baku tersebut. Data hasil analisa E.coli selengkapnya terdapat pada Lampiran E. Tabel 4 Analisa E.coli

No.

Filtration Rate 3 m /m2.jam

Tinggi Media (mm)

1 2 300 2 4 300 3 8 300 4 2 600 5 4 600 6 8 600 7 2 900 8 4 900 9 8 900 Sumber : Hasil Penelitian

E.coli Awal (MPN/ 100ml sampel)

E.coli Akhir (MPN/ 100ml sampel)

Persentase Removal (%)

5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000

2 6 4 4 1 2 1 6 4

99.96 99.88 99.92 99.92 99.98 99.96 99.98 99.88 99.92

Gambar 9 Grafik Analisa E.coli Dari data pada Tabel 4 dan Gambar 9 diperoleh informasi bahwa masih terdapat kandungan E.coli dalam air hasil olahan. Grafik di atas memberikan variasi terhadap removal E.coli berdasarkan tinggi media dan kecepatan filtrasi. Kondisi yang paling efisien untuk removal E.coli yaitu pada saat tinggi media 900 mm dan filtration rate 2 m3/m2.jam yaitu sebesar 2 index MPN/100 ml sampel. Konsentrasi E.coli yang dihasilkan sudah sangat kecil namun belum bisa disebut air minum. Dapat disimpulkan bahwa air yang dihasilkan termasuk air bersih sehingga harus dimasak dulu sebelum dikonsumsi.

Gambar 10 Grafik Efisiensi Removal E.coli

xv

Dari variasi filtration rate dan tinggi madia, diperoleh bahwa pada saat tinggi media 300 mm dengan filtration rate 2, 4 dan 8 m3/m2.jam secara berturut-turut efisiensi removal E.coli sebesar 99.96%, 99.88% dan 99.92%. Pada saat tinggi media 600 mm dengan filtration rate 2, 4 dan 8 m3/m2.jam secara berturut-turut efisiensi removal E.coli sebesar 99.92%, 99.98% dan 99.96%. Pada saat tinggi media 900 mm dengan filtration rate 2, 4 dan 8 m3/m2.jam secara berturut-turut efisiensi removal E.coli sebesar 99.98%, 99.88% dan 99.92%. Dari data tersebut diperoleh efisiensi paling tinggi dalam melakukan removal E.coli sebesar 99,98%. Pengujian E.coli ini hanya menggunkan air dengan kekeruhan sebenarnya yaitu 20 NTU dengan nilai kandungan E.coli sebesar 5000 MPN per 100 ml sampel. Pada penelitian ini tidak dibandingakan dengan E.coli ketika menggunakan kekeruhan buatan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan perlu untuk dilakukan pengujian E.coli dengan air baku sebenarnya dibandingkan dengan E.coli dengan air baku menggunakan kekeruhan buatan sehingga diperoleh perbandingan antara kualitas efluaen berdasarkan parameter E.coli antara dua air baku yang berbeda kualitasnya. Pengolahan air baku Kali Mas, parameter E.coli tidak dianalisa. Hal ini salah satu kelemahan dari penelitian ini. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah bahwa kandungan E.coli di hulu Kali Mas sebesar 350 miliar – 1600 miliar per 100 ml sampel (Fakhrizal, 2004). Hal tersebut akibat banyaknya pencemaran limbah domestik di sepanjang Kali Mas. Nilai tersebut sangat berbeda jauh dengan nilai E.coli pada Kali Lamong yang hanya 5000 per 100 ml. Pengolahan Kali Lamong masih menyisihkan kandungan E.coli yang mengakibatkan air hasil olahan ini belum bisa langsung diminum melainkan harus dimasak terlebih dahulu agar mikroorganisemnya mati. Setiap unit pengolahan memiliki kemampuan melakukan removal kekeruhan, dan E.coli. Analisa efesiensi unit pengolahan diperoleh berdasarkan kualitas air baku dengan air hasil

olahan. Efisiensi yang diperoleh berdasarkan setiap parameter yang diuji yaitu kekeruhan, dan E.coli. Semakin tinggi efisiensi removal maka kualitas air yang dihasilkan akan semakin bagus. Perhitungan efisiensi unit pengolahan dalam melakukan removal kekeruhan, dan E.coli terdapat pada Tabel 5 Perhitungan diperoleh dari hasil selisih antara inlet dan outlet unit pengolahan. Tabel 5 Efisiensi Unit Pengolahan No

Unit

Proses

Parameter Efisiensi (%)

Koagulasi, Kekeruhan Unit Flokulasi, 1 Pengolahan Sedimentasi, E.coli Filtrasi Sumber: Hasil Penelitian

99,94 99,98

Tabel 5 menunjukkan efisiensi pengolahan air berdasarkan parameter kekeruhan, dan E.coli. Nilai efisiensi diambil dari persentase removal yang paling tinggi dari setiap percobaan alat. Uji clogging dapat dilihat dari hasil efluen yang dihasilkan. Clogging terjadi akibat pengaruh dari partikel suspensi, kandungan zat kimia, dan aktivitas mikroorganisme. (Duran at al, 2009). Untuk mengetahui sampai kapan filter dapat berfungsi dengan baik, maka perlu dilakukan uji clogging dengan melakukan proses running alat secara terus menerus sampai diperoleh data yang menunjukan adanya clogging. Setiap proses pengolahan diperoleh data data kualitas hasil olahan sebagai dasar untuk mengetahui waktu clogging.. Dari data tersebut diperoleh grafik penurunan kualitas air akibat kemampuan filter dalam menyaring menjadi semakin rendah. Semakin sering filter digunakan maka kemampuanya untuk menyaring menjadi semakin rendah. Pada saat running alat yang ke sembilan peningkatan nilai kekeruhan meningkat secara drastis yaitu dari 7.2 NTU mejadi 17.4 NTU. Melalui data tersebut dapat disimpulkan bahwa filter harus

xvii

dicuci setelah dipakai sebanyak 9 kali. Pencucian filter dilakukan dengan mengeluarkan pasir dan dibilas dengan air bersih. Running alat ini berfungsi untuk membandingkan kualitas yang dihasilkan dengan menggunakan air baku Kali Lamong dengan air baku menggunakan Kali Mas. Pengolahan air Kali Lamong dilakukan di ruang kaca Teknik Lingkungan. Air baku diambil dari Kali Lamong menggunakan profil tank yang diangkut menggunakan pick up sebanyak 800 Liter. Sedangkan pengolahan air Kali Mas langsung dilakukan di tepi Kali Mas yang terletak di Jalan Ketabang Kali Surabaya. Pengolahan Kali Lamong dilakukan sebanyak empat kali proses pengolahan akibat air baku yang terbatas. Dari data karakteristik air baku diperoleh hasil anasila kekeruhan sebesar 20 NTU. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik air banjir yang memiliki tingkat kekeruhan diatas 250 NTU. Oleh karena itu, dilakukan pembuatan kekeruhan buatan dengan penambahan lumpur (clay) yang diambil dari dasar sungai Kali Lamong sampai nilai kekeruhannya sesuai dengan karakteristik air banjir. Selain menggunakan air baku Kali Lamong, dilakukan juga pengolahan air baku Kali Mas. Pengolahan air Kali Mas ini dilakukan langsung di lapangan. Unit pengolahan dibawa ke tepi singai Kali Mas di Jalan Ketabang Kali. Pengolahan dilakukan selama 2 hari sebanyak 6 Kali. Pengolahan tidak dilakukan penambahan kekeruhan buatan melainkan langsung menggunakan airnya secara langsung. Pengolahan air Kali Mas ini juga berfungsi untuk mengetahi sampai kapan filter clogging. 4. KESIMPULAN Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Dengan tinggi media 300 mm maka removal kekeruhan paling tinggi, sedangkan untuk filtration rate sebesar 4 m3/m2.jam kemampuan removal kekeruhan paling tinggi.

2. Dengan pemilihihan filtration rate sebesar 8 m3/m2.jam dan tinggi media sebesar 900 mm pada saat running alat di lapangan, alat ini mampu meremoval kekeruhan 99.94%. 3. Dalam kondisi baik, alat ini memiliki kemampuan meremoval kekeruhan, dan E.coli secara berturut-turut sebesar 99,94%, dan 99,92%. Hasil 4. Outlet yang dihasilkan tergolong ke dalam air bersih, sehingga sebelum dikonsumsi harus dimasak terlebih dahulu. 5. Alat ini bisa dipasang dan dibongkar kembali untuk mempermudah mobilisasi dan penyimpanan. 6. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa filter harus dicuci setelah alat dioperasikan sebanyak 9 kali. 7. Standard Operational Procedure (SOP) disediakan sehingga masyarakat mampu mengoperasikannya alat ini.

Daftar Pustaka Adi,

A.

P.,

2009.

Indonesia

Urutan

Ke-3

untuk

Urusan

Banjir.


. Alaerts, G. A, dan Santika, S. S., 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Anonim.

2008.

Solusi

Atasi

Banjir.

Majalah

Berita

Indonesia.

Anonim. 2010. PERMENKES No. 492/MEN.KES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualita Air Minum Anonim

.

2010.

Potensi

Banjir

Bulan

Januari,



Februari

dan

Maret

2010.

xix

Anonim, 2010. Lebih 15.000 Korban Banjir Karawang Mengungsi. < http://www. sinarharapan.co.id /berita/read/lebih-15000-korban-banjir-karawang-mengungsi/> Coppola, D. P., 2007. Introduction to International Disaster Management. Oxford: Elsevier. Duran, M. R., Puing J. B., Arbat, G., Barragan, J., Ramirez, F. C., 2009. Effect of filter, emitter and location on clogging when using effluents. Agricultural Water Management No. 96, hal 67-79. Fakhrizal. 2004. Mewaspadai Bahaya Limbah Domestik di Kali Mas. Ecoton