teks iklan layanan kesehatan masyarakat: kajian semiotik

59 downloads 5340 Views 4MB Size Report
keberadaan iklan sebagai sarana dalam mempromosikan barang dan jasa .... Dalam artikel tersebut terdapat beberapa contoh iklan layanan masyarakat.
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat keberadaan iklan sebagai sarana dalam mempromosikan barang dan jasa menjadi sangat diperhitungkan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya tampilan iklan yang terdapat pada media, baik media elektronik maupun media cetak, yang dibuat dengan bentuk dan tampilan yang sangat kreatif, atraktif, dan tentunya persuasif. Dalam iklan, bahasa tidak hanya ditempatkan sebagai alat penyampai pesan dalam bentuk sederhana, tetapi telah diberdayakan untuk menyampaikan pesan komersial yang efektif untuk membangkitkan emosi khalayak sasaran dalam membuat keputusan dan memilih kebutuhan konsumsi mereka. Bahasa dalam kondisi yang demikian telah ditempatkan sebagai unsur yang menentukan sebagai akibat perkembangan referen iklan, khalayak sasaran, dan persaingan pasar yang semakin ketat sehingga masing-masing pelaku pasar berusaha untuk menguasai segmen pasar dengan berbagai strategi komersialnya. Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan tantangan dan kemudahan untuk menghasilkan iklan-iklan yang lebih kreatif, inovatif, atraktif, dan tentunya persuasif. Dengan bahasa yang persuasif salah satu tujuan wacana iklan diharapkan dapat tercapai, yaitu membujuk dan mengajak

2

masyarakat untuk melakukan sesuatu (memiliki, membeli, melakukan, dan sebagainya). Persuasif adalah tujuan utama dari pembuat iklan untuk menstimulus keinginan (membeli, memiliki, melakukan) dari masyarakat. Kepersuasifan tersebut sangat menonjol dalam iklan komersial karena iklan komersial bertujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa materi. Dalam hal ini, pembuat iklan tidak sedikit menggunakan unsur verbal dan nonverbal yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah linguistik. Sesungguhnya, ada maksud-maksud tertentu di balik semua itu yang ingin disampaikan oleh produsen dan pembuat iklan. Pada dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua. Pertama, iklan komersial dan yang kedua adalah iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan Layanan Masyarakat (ILM). ILM tidak seperti iklan barang dan jasa yang bersifat komersial, melainkan lebih menyajikan pesan-pesan sosial yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam keselarasan dan kehidupan umum. Suatu ILM biasanya diproduksi oleh pemerintah atau suatu organisasi untuk memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat misalnya di bidang kesehatan.

Pemerintah

yang merupakan produsen

iklan

tersebut berusaha

memberikan informasi mengenai kesehatan serta mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Wacana iklan, baik komersial maupun nonkomersial merupakan objek kajian yang menarik karena melibatkan unsur-unsur bahasa di dalamnya, baik dalam

3

bentuk verbal maupun nonverbal, yang tentunya dapat dikaji dengan menggunakan teori linguistik. Khusus dalam penelitian ini, iklan yang dipilih adalah Iklan Layanan Kesehatan Masyarakat (ILKM) Kehadiran ILKM dimaksudkan sebagai citra tandingan terhadap keberadaan iklan komersial. Karena selama ini iklan komersial sering dituduh menggalakkan konsumerisme. Iklan komersial merangsang konsumen untuk berkonsumsi tinggi, dan menyuburkan sifat boros. Sebagai sebuah citra tandingan, ILKM pada dasarnya merupakan alat untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Media semacam ini sering dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyebarluaskan program-programnya. Misalnya ILKM yang dibuat untuk menyukseskan program imunisasi nasional, pemberantasan nyamuk demam berdarah, virus flu burung, menjaga lingkungan hidup, membuang sampah pada tempatnya, budaya mencuci tangan, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya. Jika dilihat dari wujudnya, ILKM mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat tanda-tanda komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Di samping itu, gabungan antara tanda, baik tanda verbal maupun nonverbal, dan pesan yang ada pada ILKM diharapkan mampu mempersuasi khalayak sasaran yang dituju. Tampilan ILKM pun juga terkadang tidak kalah menariknya dengan iklan komersial lainnya. Pemerintah atau organisasi-organisasi tertentu sebagai produsen ILKM berusaha untuk mengemas ILKM tersebut menjadi lebih menarik, atraktif dan komunikatif

4

dengan memanfaatan tanda-tanda verbal dan nonverbal sehingga mampu menarik perhatian masyarakat untuk sekadar melihat ILKM tersebut. Tidak seperti iklan komersial lainnya, tujuan ILKM bukan untuk memperoleh keuntungan berupa materi, melainkan ILKM mengemban tujuan mulia yaitu untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai masalah yang mereka hadapi atau memberi imbauan dan peringatan untuk kehidupan yang lebih baik. Pemerintah berusaha meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyampaikan iklan melalui media, baik media cetak maupun elektronik. Pada penelitian ini ILKM yang dikaji meliputi Iklan Antinarkoba serta HIV AIDS. Adapun alasan dari pemilihan kedua jenis ILKM itu adalah karena (1) kedua ILKM tersebut saling berhubungan satu sama lain, seseorang yang menderita HIV AIDS sebagian besar awalnya adalah seorang pengguna narkoba, (2) jika dilihat dari sasaran yang dituju kedua ILKM sama-sama memiliki sasaran yang sama, yaitu umumnya kedua iklan tersebut lebih ditujukan kepada masyarakat remaja sehingga ragam bahasa serta tampilan iklannya pun nantinya akan disesuaikan dengan dunia remaja, dan (3) narkoba serta HIV AIDS merupakan masalah yang tidak henti-hentinya untuk diperbincangkan dan upaya pemerintah untuk memberantas Narkoba serta menekan penyebaran HIV AIDS dari tahun-ketahun semakin gencar dilaksanakan. Berdasarkan data BNN tahun 2010 dilaporkan bahwa 1,5 persen penduduk Indonesia terjerumus narkoba, sementara penderita Aids di Indonesia mencapai 130.000 orang pada tahun 2010. Hal ini membuat pemerintah berupaya keras agar jumlah tersebut tidak

5

meningkat lebih jauh, salah satunya adalah dengan cara memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyrakat agar terhindar dari narkoba dan HIV/Aids melalui media iklan. Hal tersebut membuat populasi ILKM khususnya mengenai narkoba dan HIV/Aids lebih banyak dan mudah didapat jika dibandingkan dengan ILKM lainnya. Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, penelitian ini berusaha mengkaji penggunaan bahasa pada ILKM, baik pada tanda verbal maupun nonverbal, serta makna dan ideologi yang melatarbelakanginya dengan pemanfaatan teori semiotik oleh Barthes (1977), yang merumuskan tanda dalam dua tingkatan makna, yaitu konotasi dan denotasi serta berakhir pada suatu ideologi yang merupakan analisis tertinggi dari pengungkapan makna pada tanda tersebut.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini menjawab ketiga permasalahan yang diformulasikan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktur mikro pada teks verbal yang terdapat pada ILKM? 2. Bagaimanakah makna yang terdapat pada tanda verbal dan nonverbal, baik pada semiologis tingkat 1 maupun semilogis tingkat 2, pada ILKM? 3. Ideologi apakah yang melatarbelakangi ILKM tersebut?

6

1.3 Tujuan Penelitian Suatu penelitian tentunya bertujuan untuk mencari suatu jawaban dari permasalahan yang bersifat sistematis. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian ini. Terdapat dua tujuan pada penelitian ini, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum Secara

umum,

penelitian

ini

adalah

untuk

mengkaji

serta

mendokumentasikan penggunaan bahasa dalam ILKM.

1.3.1 Tujuan Khusus Secara khusus dari penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis struktur teks verbal yang terdapat pada iklan yang merupakan data dari penelitian ini, (2) menganalisis makna yang terkandung dalam teks ILKM, baik pada tingkat denotasi maupun konotasi, (3) mengungkap ideologi yang terkandung dalam ILKM.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat teoretis maupun praktis.

7

1.4.1 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini ialah, mengembangkan penggunaan model analisis makna berlapis (tingkat 1 dan 2) serta memberikan sumbangan pemikiran, tambahan informasi, bahan rujukan tentang kajian semiotik, dan memotivasi untuk dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan yang sejenis.

1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini berupa hasil penelitian yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pembuat teks atas pemanfaatan unsur verbal dan nonverbal serta pemahaman pembaca dalam mengartikan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada ILKM.

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka Beberapa hasil penelitian, artikel wacana iklan, dan semiotik sosial yang dikaji tidak hanya mencermati hasil analisis semiotik dari iklan produk tertentu, tetapi juga hasil analisis dari berbagai macam produk dengan tujuan untuk mengetahui model, arah, dan hasil temuan penelitian. Penelitian oleh Mulyawan (2005) yang berjudul ”Wacana Iklan Komersial Media Cetak:Kajian Hipersemiotika” (tesis) yang mengkaji sejumlah iklan komersial media cetak dari sudut komposisi struktur gramatikal dan leksikal, makna, pesan, serta ideologi yang melatarbelakanginya. Dalam menganalisis permasalahannya, Mulyawan menggunakan teori struktur wacana van Dijk (1985) dan teori Hipersemiotika Piliang (2003). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

untuk dapat mengungkap

makna dan pesan iklan yang ditunjukkan oleh unsur nonverbal diperlukan pendekatan semiotik, sedangkan untuk permasalahan makna dan pesan yang bersifat di luar realitas diperlukan pendekatan khusus yaitu pendekatan hipersemiotika. Hasil kajian Mulyawan (2005) menunjukkan bahwa makna dan pesan yang ditimbulkan oleh

9

unsur nonverbal mampu menjadikan sebuah iklan untuk dapat tampil lebih persuasif, menarik, dan mudah diingat oleh konsumen. Jika dilihat dari analisis struktur mikro, penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyawan (2005), namun pada tataran analisis makro, teori yang digunakan berbeda. Kelebihan penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai pengungkapan makna pada suatu iklan karena pada penelitian ini pengungkapan makna dilakukan dengan menggunakan model analisis berlapis yakni analisis makna pada tingkat denotasi dan dilanjutkan dengan analisis makna pada tingkat konotasinya. Kusrianti (2004: 1-8) menganalisis iklan komersial Pigeon Two Way Cake melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual. Pendekatan tekstual digunakan untuk menganalisis unsur iklan secara mikro yang meliputi kohesi gramatikal

dan

kohesi leksikal.

Pendekatan

kontekstual

digunakan

untuk

menganalisis kohesi yang ada berdasarkan konteks iklan tersebut yang meliputi konteks situasi, konteks bahasa kiasan, dan konteks sosial budaya iklan. Dalam simpulannya, ditemukan bahwa secara tekstual dalam iklan terdapat tiga bentuk kohesi gramatikal yang meliputi referensi, ellipsis, konjungsi, dan tiga bentuk kohesi leksikal yang meliputi pengulangan, sinonimi, dan kolokasi. Secara kontekstual, dalam iklan terdapat bentuk bahasa personifikasi dan secara sosial budaya telah terjadi offer justification.

10

Penelitian yang dilakukan oleh Kusrianti relevan dengan penelitian ini, terutama dalam pendekatan tekstual yang digunakan untuk menganalisis unsur mikro. Kajian kohesi gramatikal dan leksikal dalam penelitian itu diharapkan dapat memberi kontribusi pada penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusrianti tidak digunakan teori semiotik untuk mengungkap makna iklan. Penelitian itu hanya memfokuskan analisisnya pada analisis tekstual dan kontekstual. Sumbo (2006) dalam artikelnya yang berjudul “Semiotika Iklan Sosial” mengulas aplikasi teori semiotika dalam menganalisis iklan sosial seperti iklan layanan masyarakat. Dalam artikel itu dibahas cara menganalisis iklan sosial dengan memanfaatkan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada iklan layanan masyarakat. Dalam artikel tersebut terdapat beberapa contoh iklan layanan masyarakat yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiotika yang berfokus pada pesan yang disampaikan oleh tanda verbal dan nonverbal. Sumbo manarik simpulan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tanda verbal dan nonverbal dan keduanya saling melengkapi. Parodi dan personifikasi yang merupakan idiom estetik tanda nonverbal menjadi kuat keberadaannya sebagai visualisasi dari tanda verbal. Penelitian itu cukup relevan dengan penelitian ini, di samping memiliki objek pnelelitian yang sama, yaitu sama-sama menggunakan media iklan sosial (ILM), penelitian ini juga memanfaatkan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada ILM pada proses pengungkapan maknanya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumbo, terlihat bahwa Sumbo hanya mengkaji unsur makro dari iklan tersebut dan sama sekali

11

tidak menyentuh unsur linguistik dalam mengkaji struktur mikro. Hal itulah yang membuat penelitian ini diharapkan mampu menyediakan informasi yang lebih jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbo. Penelitian ini menganalisis unsur mikro yang melibatkan aspek-aspek lingusitik, baik secara gramatikal maupun leksikal, serta unsur makro pada iklan yang menjadi objek penelitian. Artikel oleh Sumbo dapat memberi kontribusi terhadap penelitian ini, khususnya mengenai metode semiotika dalam menganalisis iklan layanan masyarakat, walupun Sumbo hanya memfokuskan analisis pada pesan yang terkandung pada tanda verbal dan nonverbal dalam iklan tersebut.

2.2 Konsep Terdapat lima konsep yang relevan dengan topik penelitian ini, yaitu konsep teks dan wacana, tanda, iklan, struktur iklan, dan ideologi. Konsep-konsep tersebut dapat dijelaskan seperti berikut:

2.2.1 Teks dan Wacana Halliday dalam Cohesion in English (1976) menyatakan bahwa wacana dan teks merupakan dua istilah yang sama maksudnya. Teks merupakan rangkaian kalimat yang saling berkaitan, bukan hanya sebagai unit gramatikal, melainkan merupakan satu unit makna. Wacana merupakan kalimat-kalimat yang secara

12

operasional berkedudukan sebagai satu kesatuan. Pandangan yang kedua mengacu pada pandangan Brown dan Yule (1996: 189) bahwa teks dipandang sebagai produk yang mengesampingkan pertimbangan teks itu dibangun, sedangkan wacana merupakan suatu proses yang memperhitungkan semua upaya dalam membangun teks demi membangun dan mengungkapkan makna. Kridalaksana (1983:179) berpendapat bahwa wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Halliday (1976) menambahkan bahwa teks merupakan rangkaian kalimat yang saling berkaitan, bukan hanya sebagai unit gramatikal, melainkan merupakan satu unit makna. Samsuri (1988:1) menyebutkan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Pengertian wacana menurut Samsuri tersebut lebih menonjolkan fungsi penggunaan bahasa, yaitu untuk komunikasi, di samping juga keutuhan makna sebagai syarat yang harus terpenuhi dalam wacana.

2.2.2 Tanda Barthes (1977) merumuskan tanda sebagai sistem yang terdiri atas expression (E) yang berkaitan (relation –R-) dengan content (C). Teori tanda tersebut dikembangkannya dan dihasilkan teori denotasi dan konotasi. Menurutnya, content dapat dikembangkan. Akibatnya, tanda pertama (E1 R1 C1) dapat menjadi E2

13

sehingga terbentuk tanda kedua: E2 (=E1 R1 C1) R2 C2. Tanda pertama disebutnya sebagai denotasi dan yang kedua disebutnya semiotik konotasi.

2.2.3 Iklan Istilah periklanan berasal dari verba Bahasa Latin abad pertengahan (1100 dan 1500 Masehi), yaitu advertere yang bermakna ’menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu’. Sementara itu, periklanan menurut Kamus Istilah Periklanan Indonesia adalah pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain: pers, radio, televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996:4). Pada dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua, iklan komersial dan iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Menurut Sumbo (2007), iklan layanan masyarakat adalah alat untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat yang pada umumnya berisi pesan tentang kesadaran nasional dan lingkungan. Berdasarakn definisi di atas, konsep iklan layanan masyarakat, yang pada umumnya bersifat tidak komersial, adalah iklan yang menyampaikan informasi kepada seluruh lapisan masyarakat. Informasi-informasi tersebut bervariasi, misalnya mengenai lingkungan, kesehatan, pendidikan, sumber daya alam, ekonomi, dan politik. Iklan jenis ini sangat mengharapkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk

14

memuluskan program-program yang dicanangkan yang menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat.

2.2.4 Struktur Iklan Leech (1966) menyebutkan bahwa secara umum setiap iklan, khususnya iklan media cetak, terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut: a. Headline merupakan kepala/tajuk sebuah iklan yang berfungsi sebagai eye catcher b. Illustration(s) merupakan latar belakang sebuah iklan yang memberikan ilustrasi terhadap iklan tersebut c. Body copy merupakan tubuh/isi sebuah iklan yang berisikan informasi dan pesan iklan. d. Signature line (logo) merupakan tampilan produk yang diiklankan berikut harga, slogan, atau merek e. Standing details merupakan kaki/penutup sebuah iklan yang terdapat pada bagian bawah/akhir iklan. Bagian penutup biasanya berupa informasi tambahan terkait dengan produk yang diiklankan, seperti alamat perusahaan, pusat informasi, dan lain-lain. Tampilan bagian ini biasanya berupa tulisan kecil dan tidak mencolok

15

2.2.5 Ideologi Secara awam, ideologi dapat dikatakan sebagai suatu paham atau aliran yang diyakini kebenarannya. Hal ini dapat dilihat dari adanya paham komunis, paham liberal, dan yang lainnya sebagai ideologi. Ideologi dapat berupa sesuatu yang abstrak ataupun nyata. Menurut van Zoest (1991:60), sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah ideologi. Terkait dengan wacana sebuah teks, ideologi merupakan ide-ide pokok seorang pembuat teks yang tercermin dari teks tersebut. Fairlough (1985:85) menyebutkan bahwa ideologi tidaklah tercermin sebagai unsur eksplisit dalam sebuah teks, melainkan berlaku sebagai asumsi latar belakang yang menyebabkan lahirnya sebuah teks. Ideologi membantu dalam membentuk struktur dan alur sebuah teks, sedangkan dari segi pembaca ideologi membantu dalam menginterpretasikan teks tersebut. Ideologi lebih menunjuk pada kesadaran (keyakinan) atau pendirian tentang pemikiran atau pandangan tertentu. Ideologi tetap menyangkut ide-ide, gagasan, pedoman atau petunjuk-petunjuk produksi tentang makna. Ideologi menentukan cara memandang, orientasi memandang atau menyikapi tentang segala sesuatu. Ideologi mempengaruhi pikiran, selera, perasaan, dan menuntut tindakan kebudayaan serta tindakan sosial seseorang atau kelompok. Ideologi seseorang atau kelompok tidak bersifat permanen, tidak bersifat kontinum, tetapi selalu bisa berubah

16

tergantung pada kepentingan penganutnya. Ideologi bisa juga desakan dari dalam (internal) diri individu atau kelompok, akibat desakan atau pengaruh yang datang dari luar secara eksternal (Syamsuddin, 2008: 90)

2.2.6 Ikon dan Ikonisitas Pierce membagi tanda dalam hubungannya dengan objek menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Pierce menyatakan ikon adalah hubungan antara tanda dengan acuannya yang berupa hubungan kemiripan. Dengan kata lain, ikon digunakan untuk menyebut tanda yang bentuk fisiknya memiliki kaitan erat dengan sifat khas dari apa yang diacunya. Ikonisitas sebagai suatu hal yang bersifat semiosis mengacu pada kemiripan alami atau analogi antara bentuk (signifier) dan konsep (signified) yang diacunya di dunia atau dalam persepsi kita menngenal dunia. Secara garis besar, terdapat tiga jenis ikon yang diungkapkan oleh Pierce, yaitu 1. Imajik yaitu ikon yang penandanya menyerupai realitas yang diacunya. 2. Diagramatik yaitu ikon yang memiliki struktur geometris dengan apa yang diwakilinya. Ikon ini didasarkan pada hubungan antara tanda yang mencerminkan kemiripan antara objek atau tindakan. 3. Metaforik yaitu merupakan metatanda (metasign) yang ikonisitasnya berdasarkan kemiripan antara objek dari dua tanda simbolis. Ikon ini

17

penandanya mengacu pada beberapa referen yang mirip. (Willem & Cuypere, 2008: 3) Hal serupa juga diungkapkan oleh Noth (1985: 10) yang menyatakan bahwa Pierce menganggap metafora terlihat pada tingkat ketiga ikonisitas yang digambarkan secara paralel dan ketidaklangsungan dari metatanda (metasign) sebagai perwujudan perwakilan karakter. Tingkat pertama ikon yang merepresentasikan objek melalui persamaan ditempati oleh pictures (images). Level kedua meliputi diagrams, yang menyatakan persamaan struktural antara hubungan elemen dan objeknya.

2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Semiotik Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik oleh Barthes (1977). Barthes (1977) mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti. Dalam semiologi Barthes (1977) dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.

18

Denotasi merupakan makna yang objektif dan tetap, sedangkan konotasi sebagai makna yang subjektif dan bervariasi. Meskipun berbeda, kedua makna tersebut ditentukan oleh konteks. Makna yang pertama yaitu makna denotasi berkaitan dengan sosok acuan, misalnya kata merah bermakna ‘warna seperti warna darah’ (secara lebih objektif, makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini untuk memecahkan masalah polisemi, sedangkan pada makna konotasi, konteks mendukung munculnya makna yang subjektif. Konotasi membuka kemungkinan interpretasi yang luas. Dalam bahasa, konotasi dimunculkan melalui majas (metafora, metonimi, hiperbola, eufemisme, ironi, dsb), presuposisi, dan implikatur. Secara umum (bukan bahasa), konotasi berkaitan dengan pengalaman pribadi atau masyarakat penuturnya yang bereaksi dan memberi makna konotasi emotif,

misalnya

halus,

kasar/tidak

sopan,

peyoratif,

akrab,

kanak-kanak,

menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dsb. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh di atas: MERAH bermakna konotasi emotif. Konotasi ini bertujuan membongkar makna yang terselubung. Teori ini digunakan untuk menganalisis permasalahan kedua yaitu mengenai pemaknaan, baik pada semiologis tingkat 1 maupun tingkat 2 serta ideologi yang melatarbelakangi iklan tersebut.

19

Berikut merupakan skema teori semiotik oleh Barthes (1977) 1. Signifier

2. signified

Denotative sign Connotative signifier

connotative signified Connotative sign

Gambar 1: Skema teori Semiotik Barthes (1915-1980) Sumber: (Cobley & Jansz. 1999: 51) Berdasarkan skema teori semiotik oleh Barthes di atas, terlihat bahwa makna denotasi terdapat pada level pertama yang diperoleh melalui penanda dan petandanya. Makna denotasi diperoleh melalui makna literal unsur-unsur pembentuknya. Selanjutnya, pada level kedua terlihat bahwa penanda konotasi behubungan langsung dengan makna denotasinya. Hal ini berarti penanda konotasi merupakan perkembangan dari makna denotasi. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan penanda-penanda lain dalam mengungkap makna konotasinya. Pada tanda verbal, dalam mengungkap makna konotasinya juga memanfaatkan teori tindak tutur oleh Austin (1962) dan Searle (1969) serta pada tanda nonverbal, pengungkapan makna konotasi juga ditunjang oleh prinsip ikonisitas.

20

1) Semiologi Mitos Mitos menurut Barthes (1977) merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang menetap pada suatu komunitas berakhir menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberi konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga lama kelamaan menjadi mitos (makna yang membudaya). Petanda konotasi, karakternya umum, global dan tersebar, sekaligus menghasilkan fragmen ideologis. Berbagai petanda ini memiliki suatu komunikasi yang amat dekat dengan budaya, pengetahuan, sejarah, dan melalui hal terebutlah, demikian dikatakan, dunia yang melingkunginya menginvasi sistem tersebut. Dapat katakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda konotasi, sementara gaya bahasa, majas atau metafora adalah elemen bentuk (form) dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah muatannya. Beroperasinya ideologi melalui semiotika mitos ini dapat ditengarai melalui asosiasi yang melekat dalam bahasa konotatif. Barthes (1977)mengatakan penggunaan konotasi dalam teks ini sebagai penciptaan mitos. Ada banyak mitos yang diciptakan media, misalnya mitos tentang kecantikan, kejantanan, pembagian peran domestik versus peran publik, dan banyak lagi. Mitos ini bermain dalam tingkat bahasa yang oleh Barthes disebut ‘adibahasa’ (metalanguage). Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotasi yang melandasi keberadaannya.

21

Dibukanya medan pemaknaan konotasi ini memungkinkan pembaca memaknai bahasa metafora atau majasi yang maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Pada level denotasi, sebuah penanda tidak menampilkan makna (petanda) yang termotivasi. Motivasi makna justru berlangsung pada level konotasi.

2.3.2 Teori Struktur Wacana Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) CDA merupakan suatu pendekatan interdisipliner dalam mempelajari suatu wacana yang telah digunakan sebagai metode analisis pada seluruh ilmu humaniora dan ilmu sosial. Dalam teori struktur wacana menurut van Dijk (1997) analisis wacana berupaya mengkaji tiga struktur/tingkatan: (1) struktur makro; (2) superstruktur; (3) struktur mikro

1)

Struktur Makro Struktur makro mencerminkan makna umum sebuah wacana yang

dapat dipahami dari topik wacana tersebut. Dengan kata lain, analisis struktur makro merupakan analisis sebuah wacana yang dipadukan dengan kondisi sosial di sekitarnya untuk memperoleh suatu tema sentral. Tema sebuah wacana tercakup secara implisit di dalam keseluruhan wacana dalam satu kesatuan bentuk yang

22

koheren. Tema dapat ditemukan dengan cara membaca keseluruhan wacana tersebut. Dengan demikian, akan diketahui topik atau gagasan yang dikembangkan dalam wacana tersebut.

2)

Superstruktur Superstruktur adalah kerangka dasar sebuah wacana yang terdiri atas

rangkaian struktur atau elemen dalam membentuk satu kesatuan bentuk yang koheren. Analisis superstruktur merupakan analisis alur sebuah wacana. Misalnya, bangunan sebuah wacana yang tersusun atas berbagai elemen seperti pendahuluan, isi, dan penutup harus dirangkai demikian rupa guna membentuk sebuah wacana yang utuh, menarik, dan mudah dipahami

3)

Struktur Mikro Struktur mikro merupakan analisis sebuah wacana berdasarkan unsur-

unsur intrinsiknya yang meliputi aspek-aspek linguistik seperti berikut. (1) Unsur semantik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yaitu makna yang muncul dari kata, klausa, kalimat, dan paragraf. Di samping itu juga meliputi hubungan di antara keempatnya, seperti hubungan antarkata, antarkalimat, antarklausa, dan antarparagraf. Adapun pada aspek semantik, makna yang ingin ditekankan dalam teks meliputi latar, detail, maksud, dan praanggapan.

23

(2) Unsur sintaksis, yang berfokus pada analisis yang meliputi (a) bentuk kalimat, misalnya pasif atau aktif dan (b) kohesi pada analisis wacana yang meliputi hubungan bentuk /kohesi gramatikal (Halliday, 1976: 31) serta hubungan antar makna/ kohesi leksikal yang mencakup hubungan antarunsur wacana berupa tata urut proporsi secara semantis. Koherensi semantik terdiri atas koherensi kondisional dan koherensi fungsional (van Dijk, 1985:110). Urutan peristiwa suatu proposisi dapat dikatakan koheren secara kondisional bila proposisi tersebut secara kondisional mencerminkan kenyataan yang terkait dengan proposisi sebelumnya. Koherensi ini ditandai dengan pemakaian anak kalimat yang menjelaskan kalimat atau proposisi sebelumnya, misalnya sebab akibat. Urutan peristiwa suatu proposisi dikatakan koheren secara fungsional jika proposisi tersebut memiliki hubungan semantik dengan proposisi sebelumnya, dalam hal ini dikatakan memiliki fungsi stilistik dan retoris, misalnya penggunaan konjungsi yang dapat berfungsi sebagai perbandingan, pengontrasan, atau pemberi kesimpulan mengenai proposisi sebelumnya (van Dijk, 1985: 110) Jadi, untuk dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan koheren secara semantik, suatu proposisi memiliki penanda dan dinyatakan oleh reference (pengacuan), substitution (penyulihan), Ellipsis (pelesapan), kohesi leksikal dan perangkaian yang disebut dengan kohesi gramatikal dan kohesi

24

leksikal (Halliday, 1976). Menurut Halliday (1976) referensi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu eksoforis dan endoforis. Eksoforis menunjuk sesuatu yang bersifat situasional, berdasarkan pada konteks situasi dan endoforis menunjuk pada sesuatu dalam teks. Tipe endoforis dibedakan menjadi 3 yaitu persona, demonstratif, dan komparatif. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menajdi kolokasi dan reiterasi. Reiterasi meliputi pengulangan, sinonimi, antonimi, hiponimi, ekuivalensi, dan kata generik. Kolokasi atau perangkaian terdiri dari aditif, adversatif, kausal, dan temporal (Halliday, 1976) , (Sumarlam, 2003) (3) Unsur stilistik merupakan style atau ragam tampilan sebuah wacana dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sebuah wacana bisa memilih berbagai ragam tampilan, seperti puisi, drama, atau narasi. Terkait dengan gaya bahasanya sebuah wacana bisa menampilkan style, melalui diksi atau pilihan kata, pilihan kalimat, majas, atau ciri kebahasaan yang lainnya. (4) Unsur retoris merupakan unsur penekanan sebuah topik dalam sebuah wacana. Gaya penekanan ini berhubungan erat dengan bagaimana pesan sebuah teks akan disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, repetisi, alterasi atau gaya yang lainnya.

25

2.3.3 Teori Tindak Tutur Austin (dalam Thomas, 1995: 31) melalui analisis performatifnya, yang menjadi landasan teori tindak tutur (speech act), berpendapat bahwa dengan berbahasa kita tidak hanya mengatakan sesuatu (to make statements), melainkan melakukan sesuatu (perform actions). Ujaran yang bertujuan mendeskripsikan sesuatu disebut konstatif dan ujaran yang bertujuan melakukan sesuatu disebut performatif. Austin, kemudian mengklasifikasikan tindak tutur dalam tiga aktivitas pembicara, yaitu tindak lokusional (locutionary act), tindak ilokusional (illocutionary act), dan tindak perlokusional (perlocutionary act) (Yule, 1996:48). Tindak lokusional diartikan sebagai pengujaran kata atau kalimat dengan arti yang tetap dengan maksud tertentu atau berkaitan dengan produksi ujaran yang bermakna, tindak ilokusional adalah pembuatan pernyataan, perintah, janji, dalam sebuah ujaran menurut kesepakatan yang berhubungan dengan ujaran atau dengan ekspresi performatif. Dengan kata lain berkaitan dengan intensi atau maksud pembicara, dan tindak perlokusional merupakan pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh kata-kata atau kalimat ujaran terhadap pendengar dan situasi ujaran. Searle (dalam Yule, 1996: 53) mengklasifikasikan fungsi general yang ditunjukkan oleh penggunaan tindak tutur menjadi lima tipe, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif,dan komisif.

26

1) Deklaratif yaitu jenis tindak tutur yang mampu mengubah suatu keadaan dengan menggunakan tuturan melalui pembicara. Fungsi ini mengakibatkan pembicara menyebabkan suatu keadaan tertentu. 2) Representatif yaitu jenis tindak tutur yang menyatakan kepercayaan yang disampaikan oleh pembicara. Fungsi ini menyatakan bahwa pembicara mempercayai suatu keadaan tertentu. 3) Ekspresif yaitu jenis tindak tutur yang mengekspresikan perasaan pembicara. Jenis ini mengekspresikan keadaan psikologis dan pernyataan mengenai kesedihan, kesukaan, kebahagiaan,dll. 4) Direktif yaitu jenis tindak tutur yang menyatakan bahwa pembicara menginginkan orang lain melalukan sesuatu. Fungsi ini mengekspresikan keinginan pembicara. 5) Komisif yaitu jenis tindak tutur yang menyatakan komitmen pembicara dari suatu keadaan di masa datang. Fungsi ini mengekspresikan apa yang ingin dilakukan oleh pembicara.

2.3.4 Teknik Analisis Iklan Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan dalam menganalisis iklan adalah pendekatan tekstual yang pada analisis tidak melibatkan pihak ketiga karena analisis dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk dapat menginterpretasikan sebuah iklan tanpa bertanya sebelumnya, baik pada produsen iklan maupun pada

27

konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Dyer (1982:87) analisis iklan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) analisis non-tekstual yang melibatkan pihak ketiga dalam menganalisis sebuah iklan, dan (2) analisis tekstual yaitu analisis yang dilakukan secara langsung oleh peneliti tanpa melibatkan orang ketiga. Pada penelitian ini, dalam sebuah iklan media cetak terdapat dua materi yang dianalisis yaitu unsur verbal dan unsur nonverbal. Analisis unsur verbal dan nonverbal dilaksanakan dengan memanfaatkan teori struktur wacana oleh van Dijk dengan mengkhususkan pada tingkat struktur mikro dan makro. Pada tataran struktur mikro analisis dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalamnya yang meliputi aspek-aspek linguistik seperti sintaksis, semantik, stylistik, dan retoris, sedangkan pada tataran struktur makro menggunakan teori tindak tutur oleh Searle (1969) dan Austin (1962) dan teori semiotik oleh Barthes (1977)

2.4 Model Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji makna tanda pada ILKM pada suatu media cetak luar ruang yang bersifat interpretatif. Interpretatif dimaksudkan dalam penelitian ini secara bebas menafsirkan makna tanda dari iklan tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman pada iklan. Berikut merupakan model penelitia

28

Teks Iklan Layanan Kesehatan Masyarakat

Struktur Wacana

Struktur Mikro

Struktur Makro

Analisis Tekstual

Analisis Konteksual

Unsur Verbal dan Nonverbal Unsur Verbal

Makna Iklan

-sintaksis

-semantis

-stylistik

- retoris

Teori Semiotik

Teori Tindak Tutur

Makna denotasi Makna konotasi

Fungsi Tindak Tutur Makna Tindak Tutur

Ideologi Temuan

Gambar 2: model penelitian

29

Teks ILKM yang merupakan data penelitian ini dianalisis dalam dua model analisis, yaitu analisis struktur mikro dan analisis struktur makro. Pada analisis struktur mikro, analisis dilakukan secara tekstual dengan mengkaji struktur teks verbal dari iklan tersebut, baik struktur gramatikal maupun struktur leksikalnya, dengan menggunakan perangkat aspek-aspek linguistik yang ada. Sementara pada analisis struktur makro, analisis dilakukan secara kontekstual dengan menganalisis makna iklan yang terdapat di dalamnya. Dalam menganalisis makna iklan digunakan teori semiotika oleh Barthes (1977) dan teori tindak tutur. Teori semiotik digunakan untuk menganalisis makna tanda yang terdapat pada iklan, baik makna pada semiologis tingkat 1 maupun tingkat 2. Teori tindak tutur digunakan untuk menganalisis tuturan yang terdapat pada iklan berdasarkan fungsi tuturan dengan menggunakan teori Searle (1969) dan makna tuturan dengan menggunakan teori Austin(1962). Pada proses pengungkapan makna ILKM, secara tidak langsung terjadi pengungkapan ideologi dari iklan tersebut.

30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif-interpretatif. Data kualitatif yang lebih merupakan wujud kata-kata daripada deretan angka-angka senantiasa menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu sosial tertentu, terutama dalam bidang antropologi, sejarah, kebahasaan, dan ilmu politik (Miles dan Huberman, 1992)

3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data penelitian ini adalah data primer yaitu berupa data kualitatif dalam bentuk bahasa tulis (verbal dan nonverbal). Sumber data yang dimaksud adalah ILKM, khususnya mengenai Narkoba dan HIV AIDS yang ada di lapangan, dalam hal ini pada media cetak luar ruang. Adapun alasan dalam pemilihan sumber data yang merupakan media cetak luar ruang yaitu karena umumnya suatu ILKM yang diproduksi oleh pemerintah yang kadangkala bekerja sama dengan produk komersial lainnya umumnya memproduksi iklan dalam bentuk billboard, baliho, maupun poster. Hal ini dimaksudkan agar ILKM dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mudah untuk dilihat.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini berupa teks ILKM, khususnya mengenai Narkoba dan HIV AIDS yang diterbitkan pada media cetak luar ruang seperti billboard, baliho dan

31

poster. Untuk menjaring data di lapangan dibutuhkan metode observasi. Metode ini dilaksanakan dengan mengobservasi ILKM, khususya iklan Anti Narkoba serta HIV AIDS yang terdapat pada billboard, baliho, serta poster. Teknik yang digunakan adalah sadap. Dalam hal ini teknik sadap dilaksakan dengan menyadap penggunaan unsur verbal dan nonverbal yang terdapat pada iklan tersebut dengan cara pengklipingan serta dilanjutkan dengan teknik catat untuk memisahkan unsur verbal dan nonverbal pada iklan tersebut. Data yang diperoleh berjumlah 23 buah data. Data tersebut diklasifikasikan menjadi 3 kelompok data yang dibedakan berdasarkan produsen iklan, sehingga diperoleh iklan yang diterbitkan oleh pemerintah, iklan yang diterbitkan oleh LSM, serta iklan yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang bekerja sama dengan perusahaan komersial. Dari masing-masing kelompok data dipilih secara acak dua buah data untuk dianalisis. Data tersebut adalah Iklan oleh instansi pemerintahan yaitu iklan HIV Aids yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids yang selanjutkan disebut sebagai Kliping Iklan 1 (KI 1) dan iklan anti Narkoba yang dikeluarkan oleh Polda Bali dan PDAM kota Denpasar Selamatkan Bali dari bahaya narkoba. Raih prestasimu tanpa narkoba yang selanjutnya disebut sebagai Kliping Iklan 2 (KI 2). Iklan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diproduksi oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV yang selanjutkan disebut sebagai Kliping Iklan 3 (KI 3) dan iklan yang diproduksi oleh YCAB dan BNN Drugs bikin duniamu tanpa warna yang selanjutnya disebut kliping Iklan 4 (KI 4). Iklan oleh Perusahaan Komersial yang diproduksi oleh Aqua yang bekerja

32

sama dengan Polda Bali Jangan hancurkan hidup dan masa depan Anda dengan Narkoba yang selanjutnya disebut sebagai Kliping Iklan 5 (KI 5) dan iklan yang diproduksi oleh Pro-Safe Condom yang juga bekerja sama denga Polda Bali Jauhi dan katakan tidak pada narkoba yang selanjutnya disebut sebagai Kliping Iklan 6 (KI 6)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data Sebuah penelitian memerlukan perencanaan dan penyajian secara sistematis. Untuk itu, dalam penelitian ini perlu diterapkan langkah-langkah yang harus ditempuh dan teknik analisis data yang melandasi cara kerja dalam menganalisis struktur teks verbal serta makna yang terdapat pada ILKM pada media cetak luar ruang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang diikuti oleh penggunaan metode kualitatif sebagai pangkal tolak dengan pendekatan kualitas, yaitu ciri- ciri data yang alami sesuai dengan pemahaman deskriptif. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu (1) Teks ILKM dipisahkan berdasarkan tajuk, badan iklan, serta penutup (2) Menganalisis struktur teks verbal secara mikro yang terdapat pada iklan dengan memanfaatkan unsur-unsur instrinsiknya yang meliputi aspek-aspek lingusitik yang terdapat pada teks verbal. (3) Analisis dilanjutkan

secara

makro

mengenai

makna tuturan

dengan

menggunakan teori tindak tutur serta makna tanda yang terdapat dalam iklan dengan menggunakan teori semiotik oleh Barthes (1977), makna yang dianalisis

33

adalah makna pada tingkat 1 yaitu makna denotasi serta makna pada tingkat 2 yaitu makna konotasi. (4) Analisis dilanjutkan dengan pengungkapan ideologi yang terkandung dalam ILKM.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Perpaduan metode formal dan informal diterapkan dalam penyajian hasil analisis. Tujuan memadukan kedua metode ini agar seluruh uraian dalam penelitian ini benar-benar dapat dipahami dengan mudah tanpa mengabaikan norma-norma dan kaidah-kaidah penulisan yang bersifat ilmiah dan akademik. Penerapan metode informal dalam penyajian analisis yang direalisasikan dalam penggunaan untaian kata, kalimat, serta istilah teknis untuk merumuskan dan menerangkan setiap permasalahan penelitian. Penyajian dengan metode ini diasumsikan lebih mampu merepresentasikan pengalaman subjek jika dibandingkan dengan penyajian dalam bentuk angka, rumus atau pola yang umum dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Sedangkan penerapan metode formal bertujuan menyajikan hasil analisis dengan menggunakan lambang-lambang, diagram, tabel, dan juga tanda. Hasil analisis data yang dituangkan dengan metode ini terlihat lebih ringkas dan padat sehingga pembaca dapat lebih mudah dalam memahami hasil penelitian

34

BAB IV STRUKTUR TEKS VERBAL, MAKNA, DAN IDEOLOGI PADA IKLAN LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

4.1 Kliping Iklan 1 (KI 1) Kliping Iklan 1 (KI 1) merupakan ILKM yang diproduksi oleh instansi pemerintahan, dalam hal ini adalah iklan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia kerap memproduksi ILKM dalam berbagai bentuk media seperti media cetak dan elektronik. Upaya pemerintah dalam menyehatkan kehidupan bangsa salah satunya diwujudkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang selalu berupaya memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya hidup sehat serta langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mewujudkan kesehatan bangsa. KI 1 merupakan salah satu ILKM berupa poster HIV/Aids yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tampilan iklan tersebut.

Republik Indonesia. Berikut merupakan

35

Gambar 3 : Kliping Iklan 1 (KI 1) 4.1.1 Struktur Mikro KI 1 Analisis struktur mikro merupakan analisis struktur teks verbal yang terdapat pada iklan yang dianalisis berdasarkan aspek linguistiknya. Pada KI 1 (iklan HIV/Aids) teks verbal iklan hanya meliputi tajuk dan penutup. Pada bagian tajuk tertera tulisan pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids dan pada penutup terdapat logo dan tulisan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan 2009. Semua ini menunjukkan produsen iklan dan tahun pembuatan iklan. Teks verbal pada tajuk merupakan kalimat majemuk yang mengalami pelesapan atau elipsis. Kalimat itu dibentuk dari dua klausa, yaitu Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Pilih gaya hidup sehat tanpa Aids yang pemunculannya

36

dirangkaikan menjadi satu kalimat. Jika dipulangkan, teks awal dari tajuk tersebut adalah sebagai berikut: [4-1]

a. Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan pilih gaya hidup sehat tanpaAids P1 O1 K1 P2 O2 K2 b. Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan ø

ø

Aids (KI 1)

Pada kalimat (b) terlihat proses pelesapan Predikat dan Objek pada klausa kedua yang ditandai dengan (ø). Kedua elemen tersebut mengalami pelesapan karena sama dengan Predikat dan Objek pada klausa pertama. Untuk menghindari terjadinya penggunaan unsur kalimat yang berlebihan (redundancy) maka ketika kedua klausa itu dirangkaikan dengan menambahkan konjungsi dan, yang menunjukkan bahwa kedua kalimat tersebut memiliki hubungan setara, unsur-unsur yang sama dilesapkan. Seperti yang diungkapkan oleh Halliday dan Hassan (1976), salah satu jenis kohesi gramatikal yaitu pelesapan (ellipsis) dengan cara melesapkan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan bentuknya terlihat bahwa kalimat tersebut diawali dengan verba dasar transitif pilih. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalimat yang digunakan adalah kalimat imperatif aktif transitif. Seperti yang diungkapkan oleh Rahardi (2005:88) kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat dengan mudah dibentuk dari turunan deklaratif dengan menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua. Penggunaan kalimat imperatif aktif transitif menandakan bahwa produsen iklan menginginkan target sasaran melakukan apa yang diinginkan olehnya.

37

Unsur retoris juga terdapat pada kalimat dalam tajuk iklan, namun tidak seperti pada teks lain yang mengaplikasikan unsur retoris

Gambar 4:tajuk KI 1

sebagai penekanan dengan menggunakan majas, alterasi, maupun repetisi, seperti yang diungkapkan oleh van Dijk (1997), unsur retoris dalam iklan ini ditunjukkan secara nonverbal (tampilan dalam iklan) dengan mengaplikasikan kaidah grafika. Jika diperhatikan dengan saksama kata tanpa pada kalimat tajuk dibuat berbeda dibandingkan dengan kata-kata lainnya dan dibuat terpisah antara pilih gaya hidup sehat dan HIV dan Aids sehingga kata tersebut terlihat sebagai penghubung antara kalimat sebelum dan sesudahnya. Perwujudan kata tanpa pada iklan tersebut ditampilkan dengan latar warna merah dan dibuat tidak sejajar (agak miring), jadi kata tanpa sangat ditekankan. Hal ini bertujuan bahwa produsen iklan ingin menekankan kepada masyarakat bahwa memilih gaya hidup sehat adalah dengan tanpa HIV dan Aids. Unsur retoris lainnya juga terlihat dengan pemanfaatan kaidah grafika mengenai ukuran huruf. Pada tajuk iklan terlihat bahwa ukuran huruf yang digunakan pada kata HIV dan Aids lebih besar daripada huruf lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penekanan juga terdapat pada kedua kata tersebut yang menandakan bahwa fokus dari produsen iklan adalah kata HIV dan Aids Pada penutup merupakan logo Bhakti Husada serta tulisan Departemen Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan 2009 menunjukkan bahwa iklan tersebut diproduksi oleh Pusat Promosi Kesehatan Depatemen Kesehatan RI pada tahun

38

2009. Hal ini menunjukkan iklan tersebut diproduksi oleh pemerintah melalui lembaga terkait sebagai perwujudan pemerintah dalam mengupayakan Indonesia yang sehat dan bebas dari penyakit-penyakit mematikan seperti HIV dan Aids.

4.1.2 Struktur Makro KI 1 Tahap selanjutnya dalam analisis ILKM adalah analisis struktur makro. Pada tahap ini analisis iklan dilakukan berdasarkan tatanan kontekstual. Analisis dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu analisis makna tuturan, analisis makna tanda, dan analisis ideologi iklan.

1) Makna Tuturan Pada KI 1 tuturan yang terdapat di dalamnya adalah pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids. Jika dilihat dari modus tuturannya, iklan tersebut menggunakan modus imperatif dengan fungsi direktif. Seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969), suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara menginginkan suatu keadaan tertentu melalui tuturannya. Melalui hal ini, pada KI 1, pembicara (produsen iklan) menginginkan suatu keadaan yang sehat dengan tidak adanya penyebaran virus HIV yang dapat menyebabkan penyakit Aids. Berdasarkan modus dan fungsi yang digunakan pada tuturan membuat tuturan pada KI 1 mengandung makna lokusi. Seperti yang diungkapkan oleh Austin (1962)

suatu

tuturan

dikatakan

memiliki

makna

lokusi

ketika

dalam

mengutarakannya, arti dari tuturan tersebut sama dengan maksud yang ingin disampaikan oleh pembicara. Pemilihan tindak tutur lokusi disebabkan produsen

39

iklan ingin mengimbau kepada masyrakat mengenai gaya hidup sehat dengan jelas dan akurat.

2) Makna Tanda Jika dilihat berdasarkan makna tanda yang terdapat pada KI 1, secara denotatif penanda verbal pada iklan yaitu Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids merupakan petanda ‘gaya hidup yang sehat adalah gaya hidup yang tanpa HIV dan Aids’. Gaya hidup yang dimaksud secara denotatif bermakna ‘tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari’ dan kata sehat dimaksudkan sebagai ‘keadaan yang tidak sakit’. Jadi, secara keseluruhan penanda gaya hidup sehat secara denotatif dapat diartikan sebagai ‘tingkah laku manusia yang tidak membuat mereka sakit’. Selanjutnya, penanda tersebut dilanjutkan dengan tanpa HIV dan Aids sehingga unsur verbal yang terdapat pada iklan tersebut secara denotatif dapat dimaknai sebagai ‘tingkah laku manusia yang tidak membuat mereka meiliki HIV dan Aids di dalam tubuh mereka’. Jadi, dapat disimpulkan bahwa C1(makna denotasi) pada KI 1 adalah ‘usaha pemerintah sebagai produsen iklan melalui Departemen Kesehatan RI untuk menunjukkan kepada masyarakat agar dapat menentukan tingkah laku yang baik dan sehat bagi mereka sehingga virus HIV dan Aids tidak masuk ke tubuh mereka yang nantinya dapat membuat mereka tidak sehat’. Penanda nonverbal yang terdapat pada KI 1 adalah sekumpulan orang dengan beragam usia dan aktivitas. Dalam iklan sekumpulan orang tersebut terlihat bahagia dengan aktivitas mereka masing-masing. Penggunaan penanda nonverbal dengan wajah-wajah yang terlihat tersenyum dan penuh semangat dalam menjalankan

40

aktivitas mereka merupakan petanda bahwa kehidupan yang mereka jalani (yang terlihat bahagia) sebagai hasil dari menjalankan gaya hidup sehat sehingga mereka terhindar dari HIV dan Aids.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara denotatif

penggabungan penanda dan petanda nonverbal yang terdapat pada KI 1 menunjukkan kepada masyarakat bahwa jika ingin memiliki kehidupan yang bahagia maka harus menjalankan gaya hidup yang sehat sehingga terhindar dari penyakit mematikan seperti HIV dan Aids Keseluruhan penanda dan petanda yang dijelaskan di atas yang melahirkan makna denotasi merupakan E1(exspression) yaitu penanda pada sistem primer dan C1 (content) yang merupakan petanda pada sistem primer pada sistem tanda Barthes (1977).

Pada tataran konotasi, E1 dan C1 yang terdapat pada

pemaparan makna di atas dikembangkan menjadi E2 yaitu penanda konotasi sehingga menghasilkan C2 (petanda konotasi) pada sistem sekunder yaitu makna konotasinya. Secara konotatif, penanda verbal yang terdapat pada KI 1 yaitu “anjuran pemerintah sebagai produsen iklan agar masyarakat menentukan tingkah laku yang baik dan sehat bagi diri mereka sendiri sehingga mereka terhindar dari virus mematikan HIV yang dapat menyebabkan Aids” menghasilkan makna secara konotatif bahwa pemerintah ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa tidak perlu usaha yang rumit dalam mewujudkan kehidupan yang sehat. Agar terhindar dari HIV dan Aids, masyarakat hanya perlu melakukan tindakan yang sederhana yaitu dengan memilih gaya hidup yang sehat seperti rajin berolah raga serta mengonsumsi makanan sehat dan melakukan aktivitas-aktivitas positif. Selain itu, pemerintah juga ingin menujukkan kepada masyarakat bahwa HIV dan Aids merupakan penyakit

41

mamatikan yang belum ada obatnya, sehingga dengan memilih gaya hidup yang sehat maka diharapkan dapat mencegah tertularnya virus mematikan tersebut ke tubuh mereka. Mengingat ungkapan yang menyatakan bahwa lebih baik mencegah daripada mengobati. Penanda konotasi unsur nonverbal yang terdapat pada KI 1 adalah sekumpulan masyarakat yaitu terlihat seorang sopir angkutan umum, pelajar, mahasiswa, musisi, karyawan, perkerja konstruksi, istri pejabat, dll yang semuanya hidup dengan aktivitas positif mereka yang membuat mereka bahagia dan sehat karena mereka hidup tanpa HIV dan Aids dalam tubuh mereka. Secara konotatif, penanda ini dapat dimaknai sebagai upaya pemerintah dalam mengilustrasikan keadaan guna memberikan contoh nyata bagi masyarakat tentang gaya hidup yang dijalani oleh orang-orang yang sehat yang tidak memiliki HIV dan Aids dalam tubuh mereka. Selain itu, pada penanda nonverbal juga terlihat bahwa sekumpulan orang-orang tersebut terdiri atas beragam lapisan masyarakat, baik berdasarkan usia maupun status sosial. Hal ini terlihat melalui seorang bapak dengan pakaian menyerupai seorang sopir angkutan umum sampai ibu dengan dandanan seperti istri pejabat. Hal ini menunjukkan bahwa usaha dalam mencegah HIV dan Aids dapat dilakukan oleh semua orang dengan tanpa memandang kaya atau miskin. Sehingga pemerintah mengharapkan bahwa seluruh lapisan masyarakat ikut berperan aktif dalam menekan pertumbuhan HIV dan Aids dengan memilih gaya hidup sehat dengan melakukan aktivitas-aktivitas positif. Jadi, dapat dikatakan bahwa C2 pada KI 1 adalah pemerintah menujukkan kepada masyarakat bahwa masyarakat hanya perlu

42

melakukan tindakan sederhana dalam menghindarkan diri dari HIV dan Aids yaitu hanya dengan memilih gaya hidup sehat yang dapat dilakukan oleh siapa saja dengan tidak memandang status sosial sehingga dapat membuat masyarakat menjalani kehidupan yang bahagia seperti yang diilustrasikan pada pananda nonverbal. Penggunaan ikon sekumpulan orang yang terlihat bahagia pada KI 1 merupakan perwujudan dari gaya hidup sehat. Teks verbal yang terdapat pada KI 1 jika dihubungkan dengan ikon yang terdapat di dalamnya berfungsi mengarahkan pembaca pada makna tertentu. Dengan adanya teks verbal yang terdapat pada KI 1 yang berbunyi “pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids” memberi makna pada ikon sekumpulan orang sebagai akibat dari pelaksanaan hidup sehat. Sehingga kehadiran teks verbal mengarahkan pembaca ke makna tertentu dalam memaknai ikon yang terdapat pada iklan.

3) Ideologi Seperti telah diketehui bersama bahwa ideologi sebuah iklan merupakan faham atau ide pokok yang melatarbelakangi terciptanya sebuah iklan. Dalam skema teori Barthes (1977), ideologi merupakan tahapan analisis tertinggi. Pada KI 1 ideologi diperoleh dari perkembangan makna konotasi yang terdapat pada iklan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa secara konotasi KI 1 berarti upaya pemerintah dalam mengimbau seluruh masyarakat agar berperan aktif dalam mewujudkan gaya hidup yang sehat dengan tanpa HIV dan Aids di dalamnya. Sehingga berdasarkan pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ideologi yang terkandung dalam iklan tersebut adalah ideologi imbauan

43

pemerintah kepada masyarakat untuk selalu hidup sehat. Hidup sehat dapat dilakukan dengan sangat mudah dan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan hidup sehat dipercaya bahwa masyarakat tidak akan tertular HIV dan Aids, mengingat ungkapan lebih baik mencegah daripada mengobati.

4.2 Kliping Iklan 2 (KI 2) Selain melalui instansi pemerintahan yang bergerak dalam bidang kesehatan, suatu ILKM juga dapat diproduksi oleh instansi kepolisian. Seperti pada iklan anti narkoba berikut yang diproduksi oleh Polda Bali yang bekerja sama dengan PDAM kota Denpasar.

Gambar 5: Kliping Iklan 2 (KI 2)

44

4.2.1 Struktur Mikro KI 2 Teks verbal pada KI 2 adalah tajuk, badan iklan, dan penutup. Pada bagian tajuk bertuliskan Selamatkan Bali dari bahaya narkoba, kemudian pada badan iklan bertuliskan Raih prestasimu tanpa narkoba!!!, dan diakhiri dengan penutup yang merupakan identitas produsen iklan yaitu pemerintah kota Denpasar melalui Perusahaan Daerah Air Minum kota Denpasar lengkap dengan logo dan juga pada bagian atas tedapat logo Polda Bali. Pada tajuk yang bertuliskan Selamatkan Bali dari bahaya narkoba, pada awal kalimat yaitu kata selamatkan merupakan pembentukan kata transitif dari verba dasar intransitif selamat dengan penambahan sufiks –kan. Dengan demikian kalimat tersebut menjadi kalimat transitif dengan ditampilkan tanpa adanya subjek yang menandakan kalimat tersebut menjadi kalimat imperatif aktif transitif. Seperti yang diungkapkan oleh Rahardi (2005) bahwa kalimat imperatif aktif dibentuk dengan menghilangkan subjek yang lazimnya merupakan persona kedua. Penggunaan jenis kalimat ini dimaksudkan bahwa produsen iklan, khususnya pemerintah Provinsi Bali, mengimbau agar seluruh masyarakatnya menyelamatkan Bali dari bahaya narkoba. Selain itu, pada badan iklan yang bertuliskan raih prestasimu tanpa narkoba juga merupakan kalimat yang tanpa subjek, sehigga kalimat tersebut juga digolongkan ke dalam kalimat imperatif aktif transitif, karena menggunakan verba transitif.

45

Berdasarkan kohesi leksikalnya, terdapat pengulangan (repetisi) pada teks verbal KI 2. Repetisi yang terjadi adalah repetisi episfora yaitu repetisi kata narkoba yang hanya terjadi pada setiap akhir kalimat, yaitu kalimat pada tajuk dan badan iklan seperti berikut: [4-2]

a. Selamatkan Bali dari bahaya Narkoba (tajuk) P O K b. Raih prestasimu tanpa Narkoba (badan iklan) (KI 2) P O K

pada kalimat (a) dan (b) terlihat bahwa kata yang bercetak tebal (narkoba) mengalami pengulangan bentuk pada setiap akhir kalimat. Sehingga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halliday dan Hassan (1976)bahwa repetisi episfora adalah pengulangan kata/frasa pada akhir kalimat secara berturut-turut. Jika dilihat dari unsur style (gaya bahasa), iklan ini menggunakan majas Sinekdoke Totem Pro Parte yang berarti menampilkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Pengguanaan kata Bali sesungguhnya bukan merupakan Bali pada utuhnya, melainkan ditujukan

Gambar 6: badan iklan KI 6

pada generasi muda. Unsur retoris juga ditemukan pada iklan ini yaitu penekanan kata narkoba. Penekanan ini diwujudkan dengan menggunakan repetisi pada kata tersebut. Seperti yang diungkapan oleh van Dijk (1997) bahwa gaya penekanan dapat disampaikan melalui repetisi. Selain itu, penekanan juga dapat ditunjukkan dengan menggunakan kaidah grafika. Hal ini terlihat dengan adanya penggunaan warna huruf yang berbeda seperti pada frase dari bahaya narkoba yang terdapat pada tajuk

46

dan kata narkoba (pada badan iklan) yang dibuat dengan warna merah. Hal ini dilakukan untuk menekankan kata/frase yang dimaksud. Selain itu, penggunaan jenis huruf serta ukuran huruf juga mempengaruhi unsur retorisnya. Pada iklan frase Selamatkan Bali dibuat lebih besar. Hal ini menandakan bahwa produsen iklan ingin memfokuskan pesan iklan yaitu menyelamatkan Bali. Selain itu, penekanan juga terjadi pada kata tanpa yang dibuat dengan huruf miring dan berbeda dari huruf lainnya.

4.2.2 Struktur Makro KI 2 Analisis struktur makro pada KI 2 meliputi analisis makna iklan, baik makna tuturan maupun makna tanda pada penanda verbal maupun nonverbal yang dianalisis secara denotatif dan konotatif. Setelah itu, diakhiri dengan analisis ideologi iklan.

1) Makna Tuturan Tuturan yang terdapat pada KI 2 adalah Selamatkan Bali dari bahaya narkoba. Raih prestasimu tanpa narkoba. Jika dilihat berdasarkan fungsinya, tuturan tersebut merupakan jenis direktif . Dikatakan demikian karena pada tuturan terlihat bahwa pembicara (produsen iklan) menginginkan suatu keadaan yang aman yakni Bali dapat terhindar dari bahaya narkoba, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) bahwa suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara

menginginkan

suatu

keadaan

tertentu

melalui

tuturan

yang

disampaikannya. Tuturan selanjutnya juga menunjukkan fungsi direktif yaitu

47

produsen iklan selaku pembicara menginginkan agar masyarakat (generasi muda) berprestasi dan tidak menggunakan narkoba. Modus yang digunakan pada kedua tuturan adalah modus imperatif. Seperti yang terlihat pada tuturan terdapat penggunaan verba pada awal kalimat dan tanpa menggunakan subjek serta dilengkapi dengan penggunaan tanda seru (!) pada salah satu tuturan. Hal ini menandakan bahwa produsen iklan selaku pembicara meminta seluruh masyarakat agar berperan aktif dalam menyelamatkan Bali dari bahaya narkoba serta meminta seluruh generasi muda agar mampu berprestasi dengan tanpa menggunakan narkoba sehingga mampu membangun Bali menjadi jauh lebih baik. Berdasarkan fungsi serta modus yang digunakan, tuturan tersebut mengandung makna lokusi. Makna yang ingin disampaikan oleh produsen iklan sama dengan makna leksikalnya. Hal ini disebabkan karena produsen iklan ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat luas secara jelas agar mudah dimengerti.

2) Makna Tanda Pada KI 2 terdapat dua penanda yaitu penanda verbal dan penanda nonverbal. Penanda verbal yang terdapat pada tajuk yang bertuliskan Selamatkan Bali dari bahaya narkoba secara denotatif merupakan petanda ajakan, dalam hal ini adalah ‘ajakan pemerintah sebagai

produsen iklan agar seluruh generasi muda,

khususnya yang ada di Bali, untuk berperan akif dalam menyelamatkan Bali dari ancaman bahaya narkoba yang dapat menghancurkan masa depan generasi muda di Bali’. Pada badan iklan juga terdapat penanda verbal raih prestasimu tanpa

48

narkoba!!!. Penanda ini secara denotatif merupakan “imbauan pemerintah kepada generasi muda Bali agar mampu berprestasi tanpa menggunakan narkoba”. Penanda nonverbal mendukung adanya penanda verbal pada iklan. Penanda nonverbal pada KI 2 meliputi pelajar berjilbab dengan menggunakan toga dan memegang ijazah, pelajar SMA yang terpuruk dengan botol minuman berserakan sambil menggenggam jarum suntik, penanda latar yang merupakan peta pulau Bali yang lengkap dengan nama-nama daerahnya, dan logo SAY NO TO DRUGS. Penanda nonverbal yang pertama adalah seorang wanita yang mengenakan jilbab dan toga dengan ijazah di genggamannya merupakan petanda bahwa pemerintah menunjukkan contoh generasi muda yang berprestasi, sedangkan penanda seorang pelajar SMA yang terpuruk dengan jarum suntik di genggaman dan botol minuman berserakan di sebelahnya merupakan petanda bahwa contoh generasi muda yang tidak memiliki masa depan karena terjerumus dalam narkoba. Latar yang merupakan peta pulau Bali merupakan petanda bahwa Bali memiliki wilayah yang cukup luas dengan berbagai wilayah di dalamnya sehingga pemerintah berharap bahwa seluruh generasi muda yang ada di Bali, tidak hanya di kota besar, tetapi juga mencakup seluruh wilayah-wilayah kecil, ikut berperan aktif dalam menyelamatkan Bali dari bahaya narkoba. Penanda logo “SAY NO TO DRUGS” merupakan petanda anjuran kepada generasi muda agar selalu menolak jika ditawari narkoba. Keseluruhan penanda di atas, baik penanda verbal maupun nonverbal dalam sstem pertandaan Barthes (1977) merupakan E1 yang merupakan penanda denotasi pada sistem primer, dan petanda verbal dan nonverbal merupakan C1.

49

Sehingga penggabungan antara C1 dan E1 akan membentuk E2 yang merupakan penanda konotasi pada sistem sekunder. Penanda verbal pada tajuk yang merupakan “ajakan pemerintah kepada seluruh generasi muda yang ada di Bali agar berperan aktif dalam menyelamatkan Bali dari bahaya narkoba yang dapat menghancurkan masa depan generasi muda” secara konotatif merupakan petanda bahwa ajakan pemerintah, khususnya pada penyelamatan seluruh generasi muda yang ada di Bali, sehingga generasi muda diharapkan mampu memilih pergaulan yang baik agar tidak terjerumus dalam narkoba. Generasi muda merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan Bali menjadi jauh lebih baik, sehingga dengan menyelamatkan generasi muda dari bahaya narkoba, maka secara tidak langsung telah menyelamatkan masa depan Bali. Pada badan iklan, penanda verbal yang merupakan “imbauan kepada generasi muda agar mampu berprestasi tanpa menggunakan narkoba” secara konotatif merupakan petanda generasi muda diharapkan mampu berprestasi, baik pada bidang akademis maupun nonakademis, dengan tanpa menggunakan narkoba, karena mengingat bahwa narkoba memiliki banyak jenis, salah satunya adalah jenis yang merupakan dopping yang mampu membuat penggunanya menjadi selalu bersemangat dan tidak mudah lelah. Narkoba jenis ini banyak digunakan oleh orang-orang yang memerlukan stamina lebih dalam menjalankan aktivitas mereka seperti atlet dan para selebritas. Melalui iklan ini pemerintah menekankan bahwa berprestasi tidak perlu menggunakan narkoba, karena narkoba memiliki efek samping yang merusak. Sekalipun dapat membantu para atlet maupun selebritas memiliki stamina yang prima

50

sehingga mampu meraih prestasi, namun dalam jangka panjang penggunaan narkoba jenis apa pun akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan serta prestasi yang diperoleh pun tidak akan berlangsung lama dan menjadi sia-sia jika disertai dengan narkoba. Pada penanda nonverbal yang merupakan remaja berprestasi lengkap dengan toga dan menggunakan jilbab secara konotatif merupakan petanda bahwa generasi muda yang pandai dalam memilih pergaulan. Penggunaan ikon pelajar berjilbab dan mengenakan toga merupakan perwujudan dari pelajar yang mampu meraih prestasi. Ikon jilbab mngandung arti seseorang yang memiliki bekal ilmu Agama yang kuat, sehingga menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang baik serta bekal ilmu agama yang baik pula mampu menghindarkan generasi muda dari ancaman bahaya narkoba dan mengantarkan meraih prestasi. Selain itu, juga terdapat penanda seorang pelajar SMA yang merupakan pemakai narkoba. Secara konotatif, penggunaan penanda tersebut merupakan petanda sebagai perbandingan antara yang tidak memakai narkoba dan yang memakai narkoba. Pemerintah sebagai produsen iklan ingin memberikan contoh nyata kepada generasi muda mengenai kondisi orang yang menggunakan narkoba. Jika menggunakan narkoba seperti yang ditunjukkan oleh seorang pelajar SMA tidak akan mampu meraih prestasi seperti yang ditunjukkan oleh penanda yang mengenakan toga. Penggunaan ikon pelajar SMA merupakan perwujudan pelajar yang tidak berprestasi karena terjerumus narkoba. Hal ini terlihat dari kondisi yang ditunjukkan oleh ikon SMA yang terpuruk serta terdapat ikon botol minuman serta jarum suntik yang menandakan bahwa pelajar SMA mengonsumsi minuman tersebut dan memakai

51

narkoba melalui jarum suntik. Melalui IKLM ini pemerintah ingin menggiring generasi muda agar memilih hidup dengan masa depan cerah dan berprestasi tanpa menggunakan narkoba. Penanda lainnya adalah peta seluruh wilayah pulau Bali lengkap dengan nama-nama daerahnya yang secara konotatif dapat dimaknai sebagai seluruh generasi muda yang ada di Bali, baik kota besar maupun derah-daerah kecil lainnya, harus ikut berperan serta dalam membangun Bali. Membangun dalam hal ini adalah membangun seluruh wilayah Bali secara merata yang dilakukan oleh generasi muda yang berprestasi. Selain itu, juga terdapat penanda yang merupakan slogan imbauan untuk selalu menolak narkoba. Penggunaan penanda SAY NO TO DRUGS merupakan petanda dari generasi muda yang anti narkoba. Sehingga pada iklan ini generasi muda diharapakan tetap memiliki semangat untuk menolak narkoba dalam dirinya. Pada bagian penutup iklan merupakan identitas produsen iklan yaitu Pemerintah Kota Denpasar dan PDAM Kota Denpasar serta terdapat logo Polda Bali pada pojok kiri atas. Polda Bali sebagai pelindung masyarakat berusaha melindungi masa depan masyarakatnya, khususnya generasi muda yang ada di Bali agar memiliki masa depan yang cerah. Selin itu, terdapat juga Pemerintah Kota Denpasar serta PDAM Kota Denpasar sebagai pendukung ILKM ini. Hal ini merupakan kepedulian pemerintah kota terhadap generasi muda yang ada di Bali Jika dihubungkan antara penanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada KI 2, terlihat bahwa kedua penanda, baik verbal maupun nonverbal, saling berhubungan satu sama lain. Antara penanda verbal maupun nonverbal keduanya

52

saling melengkapi. Kehadiran penanda verbal memperkuat dan menegaskan makna yang terdapat pada penanda nonverbal.

3) Ideologi Berdasarkan penjelasan mengenai makna yang terdapat pada KI 2, jelas terlihat bahwa iklan tersebut ditujukan kepada generasi muda, khususnya yang ada di Bali. Ideologi yang terkandung pada KI 2 adalah ideologi peningkatan mutu pendidikan, khususnya yang ada di Bali melalui generasi muda yang berprestasi tanpa narkoba. Pemerintah melalui iklan ini mengimbau kepada seluruh generasi muda yang ada di Bali agar mampu meraih prestasi setinggi-tingginya sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan di Bali. Dengan menekan penggunakan narkoba di kalangan generasi muda diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Bali. Melalui iklan ini, generasi muda Bali diharapkan menjadi generasi muda yang kuat dan berprestasi yang nantinya mampu memajukan Bali menjadi jauh lebih baik.

4.3 Kliping Iklan 3( KI 3) KI 3 merupakan ILKM mengenai HIV/Aids yang dikeluarkan oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) dalam memperingati hari Aids sedunia tahun 2007. Tampilan iklan adalah sebagai berikut:

53

Gambar 7: Kliping Iklan 3 (KI 3) 4.3.1 Struktur Mikro KI 3 Analisis struktur mikro merupakan analisis unsur tekstual pada iklan. Pada KI 3 yang merupakan iklan HIV/Aids teks verbal terdapat pada tajuk dan penutup. Pada tajuk terdapat teks verbal yang bertuliskan Setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV. Pada bagian penutup terdiri atas Hari Aids sedunia 2007 dan KPA (Komisi Penanggulangan Aids) Pada tajuk merupakan kalimat deklaratif yang secara gramatikal terdapat perangkaian (konjungsi), namun perangkaian tersebut merupakan koordinasi yang bersifat asindentik (asyndentic coordination), yaitu perangkaian yang tidak ditandai dengan adanya pemarkah konjungsi (Quirk. et. all., 1985:918). Sesungguhnya kalimat yang terdapat pada tajuk terdiri atas dua klausa sebagai berikut:

54

[4-3]

a. Setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV (KI 3) P K P K Pada kalimat di atas sesungguhnya terdiri atas dua klausa yang menunjukkan adanya makna cara (manner), sehingga jika dipulangkan kembali kalimat di atas menjadi: [4-4]

a. setia pada pasangan, b. dengan begitu menjauhkan dari infeksi HIV (KI 3)

Pada pemunculannya, konjungsi tersebut diimplisitkan. Mengingat bahasa yang digunakan dalam media iklan umumnnya menggunakan bahasa yang sederhana dan efisien. Jika dilihat berdasarkan bentuk kalimat, pada KI 3 merupakan kalimat deklaratif, walaupun pada kalimat tersebut merupakan kalimat yang tanpa subjek. Subjek yang seharusnya terdapat pada kalimat KI 3 merupakan persona kedua yang dilesapkan. Pelesapan yang terjadi bukan sebagai pembentuk imperatif maupun menandakan adanya elemen yang berkoreferensi, melainkan upaya pembuat iklan guna menampilkan bahasa iklan yang efektif namun tetap dapat dimengerti oleh masyarakat tanpa mengurangi maksud serta informasi yang terdapat di dalamnya. Selain pelesapan subjek persona kedua, juga terjadi pelesapan objek dalam upaya pengefektifan kata pada kalimat KI 3. [4-5]

a. Setia pada pasangan, menjauhkan ø dari infeksi HIV (KI 3)

Pada kalimat [4-5] (a) setelah kata “mejauhkan” terdapat tanda ø yang berarti terdapat satu argumen yang lesap. Kalimat tersebut dikatakan memiliki argumen yang lesap karena verba sebelumnya yaitu verba dasar “jauh” yang merupakan verba

55

intransitif mendapat awalan men- dan akiran -kan sehingga menjadi “manjauhkan”. Suatu verba intransitif yang mendapat akhiran –kan akan berubah menjadi transitif, sehingga proses pentransitifan suatu verba akan mepengaruhi argumen yang terdapat di dalamnya. Suatu verba transitif membutuhkan sekurang-kurangnya dua argumen, yang salah satunya merupakan argumen objek. Jika dipulangkan kembali, kalimat tersebut menjadi : [4-6]

a. Setia pada pasangan, menjauhkan diri dari infeksi HIV P K P O K b. Setia pada pasangan, menjauhkan ø dari infeksi HIV (KI 3)

Berdasarkan kalimat [4-6] (a) argumen yang lesap pada kalimat (b) seharusnya diisi oleh argumen objek (seperti yang terlihat pada (a)), sehingga terjadi proses pelesapan objek. Bagian penutup tidak terdapat proses gramatikal seperti yang terjadi pada tajuk. Penutup iklan terdiri dari frase Hari Aids Sedunia 2007 serta KPA (Komisi Penanggulangan Aids). Keduanya menandakan bahwa iklan diproduksi oleh KPA dalam rangka memperingati hari Aids sedunia pada tahun 2007.

Gambar 8: informasi tambahan KI 3

56

4.3.2 Struktur Makro KI 3 Struktur makro merupakan tahap analisis selanjutnya dalam penelitian ini. Pada tahap ini, analisis iklan dilakukan berdasarkan tatanan kontekstual. Analisis dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu analisis makna tuturan, analisis makna tanda, dan analisis ideologi iklan.

1)

Makna Tuturan Tuturan yang terdapat pada KI 3 yaitu Setia pada pasangan,

menjauhkan dari infeksi HIV jika dilihat berdasarkan fungsi tuturannya merupakan jenis representatif. Dikatakan demikian karena produsen iklan selaku pembicara mempercayai suatu keadaan yang menyatakan bahwa dengan setia seseorang dapat terhindar dari infeksi HIV. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) yang menyatakan bahwa suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi representatif ketika pembicara

mempercayai

suatu

keadaan

tertentu

melalui

tuturan

yang

disampaikannya. Melalui tuturan tersebut produsen iklan percaya bahwa berlaku setia dapat menghindarkan diri dari infeksi HIV. Modus yang digunakan dalam penyampaian tuturan adalah modus deklaratif, namun maksud dari tuturan adalah mempersuasi pendengar (masyarakat) agar mau mengikuti apa yang dikatakan oleh pembicara (produsen iklan) karena tuturan yang diucapkan merupakan sesuatu yang positif. Berdasarkan modus serta fungsinya, tuturan pada KI 3 memiliki makna ilokusi. Suatu tuturan dikatakan memiliki makna ilokusi ketika pada tuturan tersebut pembicara tidak hanya ingin sekadar mengutarakan sesuatu melainkan ada tujuan lain

57

yang ingin dicapai oleh pembicara (Austin, 1962). Dalam tuturan ini maksud yang ingin dicapai produsen iklan selaku pembicara adalah mempersuasi. Sehingga terdapat kekuatan ilokusi yaitu meminta masyarakat untuk berlaku setia pada pasangan agar terhindar dari risiko penularan HIV melalui tuturan ini.

2)

Makna Tanda Pada tataran makna tanda, pada KI 3 terdapat dua penanda, yaitu penanda

verbal dan nonverbal. Penanda verbal pada KI 3 yaitu Setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV. Berdasarkan makna denotasinya, penanda tersebut merupakan petanda bahwa “dengan berlaku setia dan tidak berganti-ganti pasangan dapat menghindarkan seseorang dari infeksi HIV yang menyebabkan penyakit Aids”. Penanda verbal lainnya yaitu Hari Aids Sedunia 2007 dan KPA ( Komisi Penanggulangan Aids) merupakan petanda bahwa “iklan ini dikeluarkan oleh KPA dalam rangka memperingati hari Aids sedunia pada tahun 2007”. Pada penanda nonverbal, terdapat ilustrasi yang berupa gembok terkunci dan kuncinya serta pita melilit yang merupakan logo HIV/Aids yang berwarna merah putih. Penggunaan penanda yang berupa gembok terkunci dan kunci secara denotatif merupakan petanda bahwa kunci dan gembok adalah sesuatu yang digunakan untuk mengunci dan dalam membukanya hanya dapat menggunakan kunci yang sama, sedangkan pita merah putih yang merupakan logo HIV/Aids merupakan petanda bahwa iklan ini diproduksi di Indonesia karena warna merah putih merupakan warna bendera Indonesia, sehingga penggunaan warna pita merah putih mencirikan bangsa Indonesia.

58

Keseluruhan penanda di atas dalam skema teori Barthes (1977) merupakan E1(penanda denotasi) yang memuat makna denotasi (C1) pada tataran sistem primer. Penggabungan antara penanda dan petanda pada sistem primer menghasilkan E2 yang merupakan penanda konotasi pada sistem sekunder sehingga menghasilkan C2 yang merupakan petanda konotasi dari sistem sekunder yaitu makna konotasi. Pada KI 3, penanda konotasi verbal adalah dengan berlaku setia dan tidak berganti-ganti pasangan menghindarkan seseorang dari infeksi HIV yang dapat menyebabkan penyakit Aids. Penanda ini merupakan petanda bahwa dalam hal ini berlaku setia dan tidak berganti-ganti pasangan dimaksudkan pada tidak melakukan hubungan suami istri (berhubungan intim) dengan lawan jenis yang bukan pasangannya.

Jadi, dapat pula dikatakan melakukan hubungan suami istri selalu

dengan pasangan yang sama. Kemudian penanda selanjutnya “menghindarkan seseorang dari infeksi HIV yang dapat menyebabkan Aids” merupakan petanda bahwa dalam hal ini menggunakan kata menjauhkan yang secara literal merupakan jarak yang tidak mudah untuk dicapai serta dapat pula dikatakan dengan ‘menghindarkan’ (karena jarak yang jauh), sehingga penggunaan kata menjauhkan mempunyai arti meminimalkan resiko. Secara keseluruhan, penanda yang terdapat pada tajuk secara konotatif dimaknai sebagai ‘dengan berlaku setia dan tidak berhubungan intim dengan lawan jenis secara berganti-ganti pasangan akan meminimalkan risiko tertular Aids’. Pada penanda verbal yang terdapat pada penutup yaitu produsen iklan (KPA) yang mengeluarkan iklan ini dalam rangka memperingati hari Aids sedunia tahun 2007. Upaya KPA ini dapat dimaknai sebagai ‘langkah yang ditempuh oleh

59

KPA guna mengingatkan seluruh masyarakat bahwa dari tahun-ketahun penderita HIV/Aids semakin meningkat, sehingga dengan memperingati hari Aids sedunia setiap tahunnya diharapkan mampu menggugah hati nurani masyarakat mengenai bahaya HIV/Aids serta mengingatkan dan memberi informasi kepada masyarakat mengenai apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah penyebaran virus HIV yang dapat menyebabkan penyakit Aids’. Pada pananda nonverbal yang merupakan gembok yang terkunci dan kunci secara konotatif merupakan petanda bahwa gembok yang terkunci dan kunci tersebut merupakan perwujudan dari kata “setia”. Seperti makna literal yang terdapat pada gembok dan kunci yang digunakan untuk mengunci dan tidak akan terbuka jika menggunakan kunci yang lain, menandakan kesetiaan yang dimiliki antara kunci dan gembok, sehingga perodusen iklan memparodikan penggunaan gembok dan kunci sebagai simbol setia. Penggunaan ikon gembok yang terkunci dan kunci dapat dimaknai sebagai anjuran untuk mengunci hati masing-masing sehingga tidak tertarik untuk “berhubungan” dengan yang lain. Ikon gembok dan kunci sebagai perwujudan kata setia merupakan upaya dalam mengekspresikan kata setia yang merupakan hal yang sangat sederhana, namun dapat menghindarkan kita dari risiko besar yaitu tertular Aids dengan ditunjukkan oleh contoh yang juga sangat sederhana yang bisa dengan mudah dijumpai sehari-hari. Penggunaan ikon gembok dan kunci menggunakan prinsip metafora yaitu meminjam tanda pada satu bidang ke bidang lain secara langsung. Dalam hal ini terlihat bahwa peminjaman tanda gembok dan kunci memberikan arti bahwa gembok

60

digunakan untuk mengunci dan hanya memiliki satu kunci memberikan arti kiasan agar berlaku setia layaknya kunci dan gembok serta mengunci hati agar tidak mudah teergoda. Penanda nonvebal lainnya yaitu pita melilit yang merupakan lambang internasional untuk kepedulian HIV/Aids. Biasanya lambang internasional untuk HIV/Aids adalah pita berwarna merah, namun pada iklan ini pita merah diganti dengan pita yang berwarna merah putih yang merupakan ciri dari bangsa Indonesia, sehingga penggunaan pita merah putih sebagai lambang HIV/Aids secara konotatif merupakan petanda bahwa ‘KPA sebagai produsen iklan ingin menggugah kepedulian

masyarakat

Indonesia

mengenai pentingnya

upaya

pencegahan

penyebaran HIV/Aids, khususnya di Indonesia’. Berdasarkan seluruh analisis yang terdapat pada makna tanda, baik pada tanda verbal maupun nonverbal dapat ditarik kesimpulan bahwa pada KI 3 penanda verbal yang berbunyi “setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV” memiliki fungsi menambat, yaitu mengarahkan pembaca pada makna tertentu dalam memaknai tanda nonverbal, dalam hal ini ditunjukkan oleh ikon gembok dan kunci, sehingga pembaca (masyarakat) memaknai ikon gembok dan kunci tersebut sebagai perwujudan dari kata setia.

3) Ideologi Analisis ideologi merupakan analisis puncak sebuah iklan yaitu analisis paham atau ide yang melatarbelakangi pembentukan iklan. Dalam teori Barthes (1977) dikatakan bahwa suatu ideologi dapat beroperasi melalui semiotika mitios.

61

Mitos dalam hal ini merupakan perkembangan dari petanda-petanda konotasinya yang menjadi makna yang dipercaya kebenarannya dan membudaya di kalangan masyarakat. Seperti yang telah diungkapakan sebelumnya bahwa suatu ideologi menurut teori Barthes (1977) berkembang melalui makna konotasinya. Pada KI 3 secara keseluruhan makna konotasinya adalah salah satu cara yang dapat meminimalkan resiko seseorang tertular Aids adalah dengan berlaku setia pada pasangan masing-masing. Produsen iklan memfokuskan pesannya pada sifat setia yang juga diilustrasikan dengan gembok yang terkunci dan kuncinya yang melambangkan kesetiaan. Jika dilihat berdasarkan makna konotasinya serta makna tuturan yang terdapat pada KI 3 ideologi yang terkandung adalah ideologi imbauan untuk tidak berperilaku seks bebas. Hal ini jelas terlihat pada tampilan iklan yang menggunakan ilustrasi gembok yang terkunci dan kuncinya serta penggunaan kata “setia” pada awal kalimat yang menandakan bahwa pemerintah ingin menanamkan sifat setia pada seluruh masyarakat sehingga terhindar dari pergaulan seks bebas yang sangat beresiko tertular HIV/Aids.

4.4 Kliping Iklan 4 ( KI 4) Kliping Iklan 4 (KI 4) adalah poster iklan antinarkoba yang diproduksi oleh LSM YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) dengan disponsori oleh Pazia dan BNN. Tampilan iklan ini menunjukkan dua sisi yaitu sisi baik dan buruk. Berikut merupakan ulasan mengenai iklan selengkapnya:

62

Gambar 9: Kliping Iklan 4 ( KI 4) 4.4.1 Struktur Mikro KI 4 Analisis struktur mikro meliputi analisis tekstual yang terdapat pada iklan. Analisis tekstual tersebut merupakan analisis teks verbal yang dikaji dengan menggunakan aspek-aspek linguistik yang terdapat pada teks verbal iklan tersebut. Pada KI 4 teks verbal iklan terdapat pada tajuk dan badan iklan. Sementara pada penutup terdapat logo-logo yang merupakan produsen serta sponsor iklan. Pada bagian tajuk bertuliskan Drugs bikin duniamu tanpa warna. Kalimat tersebut merupakan kalimat deklaratif. Jika dilihat berdasarkan gaya bahasanya, kalimat tersebut menggunakan kata yang tidak baku dan menggunakan istilah asing. Penggunaan ragam tidak baku yaitu pada kata “bikin” serta penggunaan istilah asing yaitu “drugs” yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia yaitu “Narkoba”.

63

[4-7]

a. Drugs bikin duniamu tanpa warna S P O K b. Narkoba membuat duniamu tanpa warna (KI 4)

Pada kalimat [4-7] (a) tersebut terlihat bahwa terdapat penggunaan ragam yang tidak baku serta menggunakan istilah asing. Kemudian jika istilah asing dan ragam tidak baku diubah menjadi kalimat standar bahasa Indonesia menjadi seperti yang ditunjukkan oleh kalimat (b). Penggunaan istilah asing dan ragam tidak baku pada iklan ini dimaksudkan agar iklan ini menunjukkan jiwa anak muda, yaitu umumnya ragam yang digunakan oleh anak muda adalah ragam yang tidak baku, salah satunya menggunakan kata bikin dibandingkan dengan membuat serta dalam berkomunikasi kerap kali mereka menyelipkan istilah asing di dalamnya, walaupun sebenarnya sudah terdapat padanannya dalam bahasa Indonesia. Hal ini juga menandakan bahwa iklan ini ditujukan kepada anak muda (generasi muda). Selain penggunaan pilihan kata yang sesuai dengan target sasaran dari iklan ini, unsur stilistik juga ditunjukkan dengan penggunaan majas (gaya bahasa tertentu) yang membuat teks menjadi lebih menarik. Seperti yang diungkapan oleh van Dijk (1997) yang menyatakan bahwa unsur stilistik pada sebuah teks dapat disampaikan melalui penggunaan majas. Pada iklan ditemukan penggunaan majas alegori yaitu membandingkan kehidupan manusia dengan lingkungan atau keadaan alam. [4-8]

Drugs bikin duniamu tanpa warna (KI 4)

Pada kalimat [4-8] frase yang dicetak miring menandakan bahwa terdapat pengandaian yang merupakan alegori. Suatu kehidupan manusia yang ditunjukkan

64

dengan penggunaan kata dunia dikatakan tanpa warna. Hal ini menandakan bahwa suatu kehidupan manusia diumpamakan atau disamakan dengan keadaan lingkungan atau alam yang tanpa warna (gelap). Selanjutnya, pada badan iklan yang bertuliskan pilih mana? Tanyakan pada hatimu…. Pada kalimat tersebut terlihat bahwa jenis kalimat yang digunakan adalah kalimat tanya (interogativa) yang ditunjukkan dengan penggunaan tanda tanya (?). Kalimat tanya yang digunakan adalah kalimat tanya retoris, yaitu kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban serta bertujuan untuk menggugah kesadaran. Dikatakan demikian karena pada kalimat tersebut jelas diperuntukkan guna menggugah kesadaran masyarakat mengenai kehidupan yang seperti apa yang akan dipilih. Unsur style (gaya bahasa) juga terlihat pada kalimat badan iklan yaitu penggunaan majas personifikasi. Penggunaan majas ini terdapat pada kalimat berikut: [4-9]

Tanyakan pada hatimu…(KI 4)

Majas personifikasi digunakan untuk mengumpamakan benda mati sebagai mahluk hidup. Dalam hal ini hati diumpamakan sebagai mahluk hidup (manusia) yang dapat ditanyai, layaknya bertanya kepada manusia.

4.4.2 Struktur Makro KI 4 Pada analisis struktur makro, analisis dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu analisis makna tuturan, analisis makna tanda, dan analisis ideologi. Pada tataran

65

analisis struktur makro dilakukan melalui pendekatan kontekstual yang tetap didukung oleh analisis tekstual yang telah dilakukan sebelumnya.

1)

Makna Tuturan Tuturan yang terdapat pada KI 4 yaitu yang pertama drugs bikin

duniamu tanpa warna, kemudian dilanjutkan dengan Pilih mana? Tanyakan pada hatimu…. Berdasarkan

fungsinya, tuturan yang pertama merupakan

jenis

representatif karena pada tuturan tersebut, produsen iklan mempercayai suatu keadaan ketika seseorang menggunakan narkoba, maka hal tersebut dapat membuat masa depan menjadi suram. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) bahwa suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi representatif ketika pembicara mempercayai suatu keadaan tertentu melalui tuturan yang disampaikannya. Sementara pada tuturan kedua merupakan direktif karena pada tuturan tersebut produsen iklan ingin agar masyarakat tidak memilih menggunakan narkoba. Modus yang digunakan dalam menyampaikan kedua tuturan adalah modus deklaratif pada tuturan pertama dan modus interogatif pada tuturan kedua, namun maksud yang ingin diutarakan oleh produsen iklan adalah “memerintah” dalam hal ini meminta masyarakat agar memilih untuk tidak menggunakan narkoba karena dapat menghancurkan hidup dan masa depan. Berdasarkan fungsi serta modus yang digunakan pada tuturannya, tuturan tersebut memiliki makna ilokusi. Dikatakan demikian karena pernyataan dan pertanyaan yang diutarakan melalui tuturan tersebut bukan sekadar pernyataan dan pertanyaan semata. Di balik kedua tuturan terdapat maksud yang ingin dicapai oleh

66

produsen iklan yaitu ingin agar masyarakat lebih memilih untuk tidak menggunakan narkoba. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Austin (dalam Yule,1996: 48) suatu tuturan merupakan tindak ilokusi ketika tuturan tersebut diutarakan dengan suatu tujuan tertentu yang ada pada pikiran pembicara.

2)

Makna Tanda Makna tanda yang terdapat pada KI 4 dibedakan menjadi makna penanda

verbal dan makna penanda nonverbal. Kemudian keduanya ditelusuri maknanya secara berlapis, yaitu yang pertama pada tataran denotasinya dan selanjutnya pada tataran konotasinya. Penanda verbal pada KI 4 difokuskan pada penanda verbal yang terdapat pada bagian tajuk dan badan iklan, sementara pada bagian penutup hanya merupakan informasi mengenai produsen iklan tersebut. Pada tajuk terdapat penanda verbal yaitu Drugs bikin duniamu tanpa warna. Penggunaan penanda verbal ini secara literal merupakan petanda bahwa “dengan menggunakan drugs (Narkoba) akan membuat dunia menjadi gelap atau kelam”. Hal ini terlihat dari penggunaan kata tanpa warna yang berarti gelap, yaitu dalam gelap kita tidak akan dapat melihat warna apa pun. Selain itu, penggunaan penanda verbal tersebut juga secara literal merupakan petanda bahwa iklan tersebut ditujukan untuk remaja, mengingat ragam yang digunakan adalah ragam yang tidak baku. Pada badan iklan juga terdapat penanda verbal yaitu pilih mana? Tanyakan pada hatimu…. Penanda tersebut secara denotatif merupakan petanda bahwa “pertanyaan mengenai pilihan hidup benar-benar ditujukan pada diri sendiri

67

serta tidak memerlukan adanya jawaban”. Karena pertanyaan tersebut ditanyakan pada diri sendiri yang dijawab pula oleh diri sendiri. Selain penanda verbal, pada iklan juga

terdapat

penanda

nonverbal.

Penanda

nonverbal adalah latar berupa suatu dataran yang dilengkapi Gambar10: Ilustrasi KI 4

dengan

pohon

dan

pelangi serta langit yang biru cerah pada bagian

atas dan dataran yang dibuat terbalik yang merupakan pencerminan dari dataran bagian atasnya, namun tidak disertai dengan warna pelangi dan langit yang biru cerah. Penggunaan latar tersebut secara denotatif merupakan petanda bahwa produsen iklan ingin memberikan ilustrasi mengenai sisi kehidupan yang mana yang akan dipilih. Penggunaan latar yang berupa dataran yang dilengkapi dengan pohon, pelangi, dan langit biru cerah merupakan petanda tempat hidup manusia yang indah, sementara sisi yang lain adalah berupa dataran yang dibuat terbalik dan tanpa pelangi dan langit biru. Hal ini merupakan petanda dari tempat hidup yang berlawanan dengan kehidupan indah di atasnya. Seluruh penanda tersebut berdasarkan skema teori Barthes (1977) merupakan E1(penanda denotasi) yang menghasilkan petanda denotasi (C1) yang dikembangkan kembali menjadi penanda konotasi. Jadi petanda denotasi di atas merupakan penanda konotasi (E2) yang kemudian diperoleh makna konotasinya (C2). Pada KI 4 bagian tajuk penanda verbal secara konotatif adalah “dengan menggunakan narkoba akan membuat dunia menjadi kelam”. Penanda ini secara konotatif merupakan petanda bahwa narkoba membuat dunia seseorang menjadi kelam.

68

Penggunaan kata duniamu secara konotatif berarti kehidupan seseorang, yakni tiaptiap orang memiliki dunia mereka sendiri, yaitu kehidupan yang mereka jalani. Kemudian pada tajuk terdapat frase tanpa warna yang secara denotatif dimaknai sebagai ‘kelam’, secara konotatif merupakan suatu ungkapan untuk menyatakan kehidupan seseorang yang telah hancur. Dengan menggunakan narkoba, seseorang akan kehilangan masa depannya, sehingga kehidupan menjadi kelam. Jadi, penanda konotatif pada tajuk merupakan petanda bahwa narkoba membuat seseorang kehilangan masa depannya. Selanjutya, pada badan iklan juga terdapat penanda verbal. Pada sistem sekunder, penanda verbal pada badan iklan yaitu suatu pertanyaan mengenai pilihan hidup yang ditujukan pada diri sendiri serta tidak memerlukan adanya jawaban. Secara konotatif, pertanyaan tersebut dapat dimaknai sebagai suatu pertanyaan yang diharapkan mampu menggugah hati nurani masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa penggunaan penanda verbal yang berupa pertanyaan tersebut bukan semata-mata hanya merupakan pertanyaan yang ingin ditanyakan kepada masyarakat, melainkan usaha produsen iklan dalam menggugah hati serta memberi kesadaran kepada masyarakat agar tidak menggunakan narkoba. Penanda nonverbal yang merupakan ilustrasi mengenai sisi kehidupan mana yang akan dipilih seseorang. Secara konotatif, penggunaan penanda ini dimaksudkan untuk mengilustrasikan pilihan hidup yang akan dipilih. Dengan menggambarkan pilihan tersebut dengan dua sisi, yaitu sisi indah dan kelam menandakan bahwa produsen iklan menginginkan dan mengarahkan masyarakat agar memilih untuk tidak menggunakan narkoba karena pilihan tersebut ditunjukkan

69

dengan ilutrasi yang indah dan yang menggunakan narkoba ditunjukkan dengan menggunakan ilustrasi yang kelam. Penggunaan ikon dataran yang cerah dengan pelangi dan pencerminan dataran yang gelap tanpa pelangi merupakan perwujudan dari kehidupan yang dijalani. Ikon pelangi merujuk pada sesuatu yang berwarna-warni dan indah, sedangkan ikon dataran yang terbalik dan gelap merujuk pada keadaan yang gelap dan merupakan kebalikan dari keadaan yang indah di atasnya. Keduanya mengacu pada pilihan hidup yang ingin dipilih. Penggunaan kedua ikon tersebut dimaksudkan agar masyarakat lebih memilih sesuatu yang indah daripada yang suram dan gelap, sehingga masyarakat lebih memilih kehidupan yang indah dengan tanpa narkoba. Prinsip metafora terdapat pada ikon yang digunakan pada KI 4. Ikon dataran yang digunakan memberikan arti hidup yang akan diperoleh jika tidak dan menggunakan narkoba, yaitu kehidupan yang indah dan suram. Tanda nonverbal tersebut dipinjam untuk memberikan arti kiasan mengenai kehidupan seseorang yang tidak memakai narkoba dan yang memakai narkoba. Berdasarkan seluruh analisis pada makna tanda, baik pada tanda verbal maupun nonverbal, dapat disimpulkan bahwa hubungan yang terdapat pada tanda verbal dan nonverbal memiliki fungsi menambat. Hal tersebut dikatakan demikian, karena tanda verbal yang terdapat pada KI 4 yang berbunyi “drugs bikin duniamu tanpa warna,pilih mana? Tanyakan pada hatimu…” berfungsi mengarahkan masyarakat sebagai pembaca pada makna tertentu dalam memaknai tanda nonverbal, sehingga masyarakat mengartikannya sebagai perbandingan antara kehidupan seseorang yang tidak memakai narkoba dengan yang memakai narkoba.

70

3)

Ideologi Dari keseluruhan analisis mengenai iklan tersebut, dapat dilihat bahwa

produsen iklan benar-benar menggiring masyarakat untuk tidak memilih narkoba. Hal ini terlihat dari penggunaan teks verbal yang terdapat pada iklan yaitu Drugs bikin duniamu tanpa warna, pilih mana? Tanyakan pada hatimu…penggunaan kalimat tersebut jelas menandakan bahwa produsen iklan ingin agar masyarakat lebih memilih untuk tidak menggunakan narkoba karena sebelumnya telah diinformasikan bahwa narkoba memiliki dampak yang buruk. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa ideologi yang terkandung pada iklan adalah ideologi peningkatan kesadaran dalam diri masyarakat, khususnya generasi muda untuk tidak memilih narkoba karena dapat membuat masa depan menjadi suram.

4.5 Kliping Iklan 5 (KI5) Kliping Iklan 5 (KI 5) merupakan iklan antinarkoba. Iklan ini diproduksi oleh Polda Bali dengan sponsor dari perusahaan komersial yaitu AQUA Danone. Berikut merupakan tampilan iklan tersebut:

71

Gambar 11. Kliping Iklan 5 (KI5) 4.5.1 Struktur Mikro KI 5 Analisis

struktur

mikro

pada KI 5 yaitu analisis mengenai struktur teks verbal yang terdapat pada iklan.

Gambar 12: tajuk KI 5 Pada iklan, teks verbal hanya terdapat pada tajuk, yaitu seperti yang

terlihat pada gambar 12 yang berbunyi Jangan hancurkan hidup & masa depan Anda dengan narkoba. Jika dilihat berdasarkan aspek linguistiknya, pada teks verbal KI 5 terdapat beberapa aspek seperti aspek gramatikal dan leksikal. Secara gramatikal, teks verbal yang terdapat pada iklan tersebut mengalami proses pelesapan (ellipsis). Jika diperhatikan dengan saksama, pada teks verbal iklan tersebut terdapat

72

dua kalimat yang dihubungkan dengan konjungsi yang menyatakan kesetaraan. Jika dipulangkan ke kalimat aslinya, kalimat tesebut menjadi: [4-10]Jangan hancurkan hidup Anda dengan narkoba dan Jangan hancurkan masa P1 O1 K1 P2 depan Anda dengan narkoba (KI 5) O2 K2 Kemudian pada iklan, teks tersebut menjadi: [4-11]

a. Jangan hancurkan hidup dan ø

ø

ø

ø

masa depan Anda dengan narkoba (KI 5)

Jika dibandingkan antara seluruh kalimat di atas terlihat bahwa pada kalimat [4-11] terdapat beberapa elemen yang dilesapkan yang ditandai dengan (ø). Elemen-elemen yang lesap tersebut adalah elemen-elemen yang memiliki kesamaan dengan elemen yang sudah muncul sebelumnya atau akan muncul setelahnya. Pada kalimat [4-10] terlihat bahwa kalimat tersebut terdiri atas dua klausa. Pada kalimat [4-11] pada klausa pertama terdapat dua elemen yang lesap yaitu Anda dan dengan narkoba keduanya lesap karena informasi terebut dimunculkan pada klausa kedua. Hal serupa juga terjadi pada klausa kedua yaitu terdapat dua elemen yang lesap yaitu jangan dan hancurkan. Kedua elemen tersebut lesap karena sudah muncul pada klausa sebelumnya, sehingga penggunaan elipsis dimaksudkan untuk mengefektifkan penggunaan kata-kata sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halliday dan Hassan (1976), salah satu jenis kohesi gramatikal yaitu pelesapan (ellipsis) dengan cara melesapkan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya atau sesudahnya. Kedua klausa pada kalimat [4-11] dirangkai dengan penghubung “&” (dan) yang menandakan bahwa

73

kalimat tersebut adalah kalimat majemuk setara dan elemen-elemen yang sama saling berkoreferensi. Selain proses pelesapan dan perangkaian, pada teks verbal KI 5 juga terjadi proses penekanan (retoris). Sama halnya dengan iklan lainnya, penekanan ini diwujudkan tidak dengan ungkapan ataupun unsur verbal lainnya, melainkan melalui pemanfaatan kaidah grafika. Pada iklan ini unsur retoris yaitu penekanan terdapat pada kata narkoba yang dicetak lebih besar dengan warna yang lebih mencolok pada kata-kata lainnya. Hal ini dimaksudkan agar pembaca lebih terfokus pada kata yang dimaksud. Jika dilihat berdasarkan bentuk kalimatnya, kalimat ini merupakan kalimat imperatif yang berupa larangan. Hal ini terlihat jelas dari penggunaan kata jangan pada awal kalimat yang berarti larangan.

4.5.2 Struktur Makro KI 5 Analisis struktur makro meliputi analisis makna iklan, baik makna tuturan maupun makna tanda, dan ideologi iklan. Dalam mengungkap makna iklan secara kontekstual tetap didukung oleh analisis tekstual yang telah diungkap sebelumnya.

1) Makna Tuturan Tuturan yang terdapat pada KI 5 yaitu Jangan hancurkan hidup & masa depan Anda dengan narkoba. Berdasarkan fungsinya tuturan tersebut merupakan direktif, seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) bahwa suatu tuturan

74

dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara menginginkan suatu keadaan tertentu melalui tuturan yang disampaikannya. Melalui tuturannya, produsen iklan menginkan suatu keadaan yaitu agar masyarakat, khususnya generasi muda memiliki masa depan yang cerah dengan tidak menggunakan narkoba. Modus yang digunakan produsen iklan dalam menyampaikan tuturannya adalah modus imperatif dengan maksud meminta generasi muda untuk tidak menghancurkan masa depan dengan narkoba. Berdasarakan fungsi serta modus yang digunakan, tuturan pada KI 5 memiliki makna lokusi. Dikatakan demikian karena makna yang ingin disampaikan oleh produsen iklan melalui tuturannya sama dengan makna yang terdapat pada unsur-unsur leksikal yang menyusun tuturan tersebut, yaitu mengimbau generasi muda agar tidak merusak masa depan mereka dengan narkoba, seperti yang diungkapkan oleh Austin (dalam Yule, 1996: 48) bahwa tindak lokusi adalah pembicara mengutarakan tuturan sesuai dengan makna secara linguistik.

2) Makna Tanda Pada KI 5 iklan antinarkoba yang diproduksi oleh Polda Bali dan AQUA memiliki penanda verbal yaitu Jangan hancurkan hidup & masa depan Anda dengan narkoba secara denotatif merupakan petanda bahwa “produsen iklan mengimbau generasi muda agar tidak menghancurkan masa depan mereka dengan menggunakan narkoba”. Selain penanda verbal, pada KI 5 juga terdapat penanda nonverbal yaitu: latar yang gelap atau kelam merupakan petanda bahwa suramnya kehidupan

75

seorang pemakai. Penggunaan penanda seorang gadis SMA merupakan petanda bahwa narkoba dapat menyerang siapa saja, baik laki-laki atau perempuan. Kemudian pengguanaan penanda pelajar SMA merupakan petanda bahwa jiwa dari pelajar SMA yang labil sehingga risiko penyalahgunaan narkoba lebih besar terjadi pada pelajar, khususnya SMA. Pada penanda nonvebal juga terlihat botol minuman kosong serta jarum suntik yang terdapat pada genggaman pelajar tersebut. Pengguanaan penanda tersebut merupakan petanda bahwa pelajar yang tersungkur tersebut baru saja memasukkan sesuatu ke dalam tubuhnya dengan menggunakan jarum suntik serta meminum isi dari botol kosong yang tergeletak di sebelahnya. Jika melihat kondisi yang digambarkan melalui pelajar tersebut, terlihat bahwa pelajar tidak sadarkan diri atau bahkan meninggal dunia. Hal ini menandakan bahwa sesuatu yang telah ia konsumsi atau gunakan mengakibatkan kondisi demikian. Pada penutup juga tedapat penanda yang berupa logo AQUA dan Danone serta Polda Bali. Penggunaan logo tersebut mengindikasikan bahwa iklan tersebut diproduski oleh Polda Bali dan bekerja sama dengan perusahaan komersial yaitu AQUA Danone sebagai sponsor iklan tersebut. Keseluruhan analisis makna di atas merupakan analisis makna (C1) pada tataran primer atau denotasi, Keseluruhan makna tersebut dapat dikembangkan lagi sehingga melahirkan makna konotasi yang berasal dari penanda konotasi (E2) yang merupakan penggabungan antara penanda dan petanda denotasinya. Pada KI 5 secara konotatif, penanda verbal merupakan imbauan kepada generasi muda untuk tidak menghancurkan masa depan dengan menggunakan narkoba. Secara konotatif, imbauan tersebut merupakan petanda bahwa masyarakat

76

benar-benar harus menjauhi narkoba, karena sekali mencoba seseorang tidak akan dapat kembali lagi. Hal ini terlihat dari penggunaan kata hancur yang berarti jika sesuatu telah hancur maka tidak akan dapat dikembalikan lagi seperti semula. Begitu pula pada kehidupan dan masa depan. Jika telah dihancurkan oleh penyalahgunaan narkoba, maka kehidupan dan masa depan yang baik seperti sebelum menggunakan narkoba tidak akan pernah dapat dirasakan kembali. Selanjutnya secara konotatif, penanda nonverbal adalah seorang gadis SMA yang terpuruk setelah menggunakan narkoba melalui jarum suntik serta meneguk minuman keras.

Penggunaan gadis remaja, secara konotatif, dapat

dimaknai sebagai produsen iklan ingin menyampaikan kepada masyarakat luas bahwa penyalahgunaan narkoba dapat menimpa siapa saja. Seorang gadis pun yang terlihat baik-baik saja dapat terjerumus narkoba. Kemudian penggunaan penanda pelajar SMA secara konotatif merupakan petanda bahwa walaupun iklan ini menggunakan penanda pelajar SMA, sesungguhnya iklan ini tidak semata-mata hanya ditujukan kepada pelajar SMA , melainkan juga kepada seluruh masyarakat, termasuk para orang tua yang memiliki putra dan putri yang berusia remaja. Produsen iklan ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat agar senantiasa memperhatikan pergaulan putra-puri mereka karena usia remaja merupakan masa-masa yang sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang datang pada mereka. Selain itu, rasa ingin tahu dan kecenderungan untuk mencoba pada diri remaja lebih tinggi sehingga sangat mudah terjerumus pada narkoba. Penggunaan ikon pelajar SMA yang terpuruk dengan jarum suntik dan botol minuman yang berserakan dimaksudkan untuk meberikan dampak ngeri

77

sekaligus prihatin pada masyarakat. Dampak ngeri yang ditampilkan ditujukan pada pelajar agar tidak mengalami kondisi yang demikian dengan tidak memakai narkoba, sementara dampak prihatin lebih ditujukan pada masyarakat luas termasuk para orang tua yang memiliki anak yang berusia remaja agar lebig memperhatikan pergaulan anak mereka sehingga tidak terjerumus narkoba. Pada informasi tambahan terdapat logo produsen iklan yaitu Polda Bali serta AQUA Danone. Produsen ILKM yang umumnya adalah badan atau instansi pemerintahan, namun pada iklan ini terdapat perusahaan komersial yang turut mendukung suatu ILKM. Secara konotatif hal ini merupakan petanda bahwa perusahaan komersial AQUA ingin mendukung upaya pemerintah, tetapi sekaligus membentuk citra baik perusahaanya pada masyarakat dengan memperhatikan masa depan generasi muda agar tidak terjerumus narkoba. Melalui keseluruhan penanda, baik verbal maupun nonverbal yang terdapat pada iklan KI 5, dapat ditarik kesimpulan bahwa, secara konotatif, produsen iklan ingin membentuk citra baik di kalangan masyarakat dengan menunjukkan kepedulian kepada masyarakat dengan menggambarkan betapa mengerikan kehidupan pemakai narkoba, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Produsen iklan menunjukkan dampak terburuk dari penyalahgunaan narkoba agar mampu menggugah hati masyarakat dan memberi rasa ngeri sehingga masyarakat takut untuk memakai ataupun sekadar mencoba narkoba. Seluruh analisis makna tanda yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hubungan antara tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada KI 5 saling

78

berhubungan satu sama lain. Kehadiran tanda verbal pada iklan menegaskan makna yang terdapat pada tanda nonverbal, sehingga keduanya saling melengkapi.

3) Ideologi Analisis ideologi merupakan analisis puncak dari sebuah iklan yaitu mengenai paham atau ide yang melatarbelakangi pembentukan iklan. Pada analisis tekstual, kemudian dilanjutkan dengan analisis makna yang terdapat pada iklan antinarkoba ini senantiasa menujukkan betapa pedulinya prosdusen iklan terhadap masa depan remaja yang ada di Indonesia. Pada iklan tersebut disebutkan bahwa narkoba menghancurkan kehidupan dan masa depan pemakainya. Karena itu, produsen iklan, yaitu Polda Bali dan AQUA, berusaha mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan dan menjauhi narkoba. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa ideologi yang terkandung pada iklan ini adalah ideologi kepedulian sosial terhadap sesama. Perusahaan komersial AQUA dan Polda Bali menunjukkan rasa kepedulian sosial terhadap sesama melalui iklan ini. AQUA yang merupakan perusahaan komersial air mineral senantiasa melayani masyarakat dengan memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Hal tersebut menandakan kepedulian AQUA terhadap masyarakat luas, termasuk kepada remaja Indonesia agar tidak terjerumus narkoba. Namun berbeda halnya dengan Polda Bali yang menunjukkan kepeduliannya karena memang Polda Bali mengemban tugas sebagai pelindung masyarakat, AQUA Danone yang bekerja sama dengan Polda Bali dalam ILKM ini

79

selain menunjukkan rasa kepeduliannya sekaligus juga sebagai sarana dalam meningkatkan citra perusahaanya di kalangan masyarakat.

4.6 Kliping Iklan 6 ( KI 6) KI 6 merupakan iklan antinarkoba yang diproduksi oleh Polda Bali dengan dukungan perusahaan produk komersial yaitu Pro-safe Condom. Berikut merupakan tampilan iklan tersebut.

Gambar 13: Kliping Iklan 6 (KI 6) 4.6.1 Struktur Mikro KI 6 Analisis struktur mikro merupakan analisis tekstual iklan yang meliputi analisis teks verbal pada iklan. Pada KI 6 teks verbal terdapat pada tajuk dan badan

80

iklan. Pada bagian tajuk yaitu Jauhi dan katakan tidak pada narkoba, sementara pada badan iklan yaitu Narkoba berdampak buruk terhadap

kesehatan dan

fungsi organ tubuh. Pada bagian tajuk secara gramatikal terdapat proses pelesapan (ellipsis). Berikut dapat dilihat proses pelesapan yang terjadi pada teks verbal tajuk: [4-12]

a. Jauhi narkoba dan katakan tidak pada narkoba P1 O1 P2 K1 b. jauhi ø dan katakan tidak pada narkoba P1 P2 K1

(KI 6)

Berdasarkan dua kalimat di atas dapat dilihat bahwa proses pelesapan yang terjadi adalah pelasapan objek. Pada kalimat [4-12] (a) objek narkoba dilesapkan sehingga kalimat tersebut menjadi (b). Pada kalimat (a) terdiri atas dua klausa yang merupakan kalimat setara dengan menggunakan penghubung dan serta objek dari kedua klausa tersebut yaitu narkoba yang saling berkoreferensi. Pada badan iklan juga terdapat proses pelesapan. Sama halnya dengan yang terjadi pada tajuk, kalimat yang terdapat pada badan iklan menandakan adanya hubungan kesetaraan yang antara klausa satu dengan klausa lainnya dihubungkan dengan konjungsi dan. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat elemen yang berkoreferensi sehingga terjadi proses pelesapan. [4-13] a. Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan narkoba berdampak buruk S1 P1 K1 S2 P2 bagi fungsi organ tubuh K2 b. Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan S1 P1 K1

ø S2

ø P2

81

fungsi organ tubuh (KI 6) K2

Berdasarkan kalimat [4-13] (a) dan [4-13] (b) terlihat bahwa pada kalimat (b) terdapat dua elemen yang dilesapkan yang ditandai dengan ø. Kedua elemen yang lesap tersebut berkoreferensi dengan elemen subjek dan predikat yang terdapat pada klausa pertama, sehingga proses pelesapan yang terjadi adalah pelesapan subjek dan pelesapan predikat. Selain terdapat pelesapan dan perangkaian, secara gramatikal hubungan antara teks verbal yang terdapat pada tajuk dan badan iklan terdapat hubungan sebabakibat. Pada bagian tajuk merupakan sebab dan pada badan iklan merupakan akibat. Jika diuraikan, gabungan antara kedua teks verbal tersebut menjadi: [4-14]

Jauhi dan katakan tidak pada narkoba, karena narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh (KI 6)

Pada kalimat [4-14) kedua kalimat pada tajuk dan badan iklan dihubungkan dengan konjungsi karena (yang diimplisitkan) yang menandakan bahwa kedua kalimat tersebut memiliki hubungan sebab-akibat. Jika dilihat secara saksama, secara leksikal terdapat penggunaan repetisi (pengulangan). Pada teks verbal yang terdapat pada tajuk dan badan iklan tedapat pengulangan kata narkoba. [4-15]

a. Jauhi dan katakan tidak pada narkoba b. Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh (KI 6)

82

Berdasarkan kedua kalimat di atas, yaitu kalimat [4-15] (a) dan (b) terlihat bahwa kata nakoba mengalami pengulangan. Pada kalimat (a) kata narkoba muncul pada akhir kalimat, sedangkan pada kalimat (b) kata narkoba muncul pada awal kalimat. Bentuk pengulangan yang demikian dinamakan sebagai repetisi anadiplosis, yaitu suatu bentuk pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya (Halliday dan Hassan, 1976). Penggunaan aspek leksikal yang berupa repetisi dimaksudkan sebagai unsur retoris atau penekanan dari topik sebuah teks (van Dijk, 1997). Dalam hal ini penekanan tersebut diwujudkan dengan pengulangan kata narkoba sehingga produsen iklan ingin memfokuskan serta memberi penekanan pada kata narkoba. Selain dalam bentuk repetisi, penekanan kata narkoba juga diwujudkan dengan pemanfaatan kaidah grafika. Pada iklan terlihat kata narkoba dibuat dalam bentuk serta ukuran huruf yang berbeda dengan huruf lainnya. Hal tersebut juga bertujuan untuk memfokuskan perhatian masyarakat yang melihat iklan tersebut pada kata narkoba Berdasarkan unsur sintaksisnya, bentuk kalimat yang digunakan pada kalimat yang terdapat pada tajuk adalah kalimat imperatif aktif transitif . Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan verba dasar intransitif jauh yang memperoleh akhiran –i yang membuat verba dasar intrasitif jauh menjadi verba transitif, serta kata tersebut yang diletakkan pada awal kalimat dan ditiadakannya subjek membuat kalimat tersebut menjadi kalimat imperatif. Pada badan iklan bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat deklaratif . Hal ini terlihat jelas yaitu kalimat tersebut merupakan suatu pernyataan yang bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai dampak yang diakibatkan oleh narkoba.

83

4.6.2 Struktur Makro KI 6 Pada tahap analisis struktur makro, analisis dibedakan menjadi tiga tahap analisis, yaitu analisis makna tuturan iklan, analisis makna tanda iklan, dan analisis ideologi iklan. Analisis makna dilakukan dengan pendekatan kontekstual yang didukung oleh analisis tekstual yang telah dilakukan sebelumnya.

1) Makna Tuturan Pada KI 6 terdapat dua tuturan yaitu Jauhi dan katakan tidak pada narkoba dan Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh. Pada tuturan pertama, jika dilihat berdasarkan fungsinya merupakan jenis direktif. Dikatakan demikian karena produsen iklan melalui tuturannya menginginkan suatu keadaan yang masyarakatnya mampu manjauhkan diri serta menolak ketika ada yang menawarkan narkoba. Dengan kata lain, produsen iklan menginginkan situasi yang bebas dari narkoba dengan mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan narkoba. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) yang menyatakan bahwa suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara menginginkan suatu keadaan tertentu melalui tuturan yang disampaikannya. Pada tuturan berikutnya merupakan jenis representatif yaitu pembicara, dalam hal ini adalah produsen iklan, mempercayai bahwa penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan pemakainya. Modus yang digunakan oleh produsen iklan adalah modus imperatif dan deklaratif, karena maksud dari produsen iklan dalam menyampaikan tuturannya adalah meminta agar seluruh masyarakat menjauhkan diri

84

dan menolak narkoba dengan menambahkan informasi kepada masyarakat mengenai dampak buruk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba. Sehingga diharapkan mampu lebih mempersuasi masyarakat agar benar-benar menolak narkoba. Berdasarkan fungsi serta modus yang digunakan, tuturan yang disampaikan oleh produsen iklan memiliki makna lokusi. Makna yang ingin disampaikan oleh pembicara sama dengan makna unsur leksikal yang menyusun tuturan tersebut (Austin, 1962). Pada tuturan, produsen iklan ingin mengimbau masyarakat agar menjauhi dan menolak narkoba karena penyalahgunaan narkoba dapat berakibat buruk terhadap kesehatan hingga akhirnya menimbulkan kematian.

2) Makna Tanda Analisis makna tanda dilakukan dengan dua tahap proses pemaknaan. Yang pertama adalah makna pada tataran denotasi (sistem primer) dan yang kedua adalah makna pada tataran konotasi (sistem sekunder). Secara denotatif penanda verbal yang terdapat pada iklan adalah Jauhi dan katakan tidak pada narkoba serta Narkoba berdampak buruk terhadap kesehatan dan fungsi organ tubuh. Pada bagian tajuk penanda verbal merupakan petanda bahwa ‘produsen iklan mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menghindarkan diri serta menolak narkoba’. Sedangkan pada badan iklan

merupakan petanda bahwa ‘narkoba sangat

membahayakan kesehatan serta merusak fungsi organ tubuh pemakainya’. Pada penanda nonverbalnya, secara denotatif terlihat gambar seorang laki-laki yang tertunduk sambil memegang kepala merupakan petanda “seorang pemakai narkoba yang kesakitan karena menggunakan narkoba”.

85

Pada bagian informasi tambahan yaitu berupa logo produk komersial Pro-safe Condom serta logo dan tulisan Polda Bali yang merupakan petanda bahwa iklan tersebut diproduksi oleh Polda Bali yang didukung produk komersial yaitu Prosafe Condom. Keseluruhan penanda di atas merupakan E1 yang menghasilkan C1 yaitu makna pada sistem primer (denotasi). Selanjutnya penggabungan anatara E1 dan C1 menhasilkan E2 yang merupakan penanda pada sistem sekunder yang kemudian menghasilkan makna konotasi yaitu C2. Berikut merupakan uraian pemaknaan pada sistem sekunder. Pada tajuk terdapat penanda verbal yang secara konotatif adalah imbauan agar menghindarkan diri serta menolak narkoba. Secara konotatif imbauan tersebut merupakan petanda bahwa masyarakat agar berhati-hati dalam memilih pergaulan, karena dengan cara selektif dalam bergaul dapat menghindarkan diri dari penyalahgunaan narkoba. Seluruh masyarakat memiliki prinsip dan ketegasan dalam hidup untuk berani menolak jika ada orang yang menawarkan narkoba serta tidak memiliki keinginan untuk mencoba. Pada badan iklan penanda verbal secara konotatif yaitu suatu pernyataan bahwa narkoba merupakan sesuatu yang sangat membahayakan bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh. Penggunaan penanda tersebut secara konotatif merupakan petanda bahwa dengan menggunakan narkoba dapat mengancam kelangsungan hidup pemakainya sampai akhirnya dapat berujung pada kematian. Ketika kesehatan seseorang terganggu dan fungsi-fungsi organ tubuh tidak berjalan selayaknya, maka dapat meyebabkan kematian. Sehingga melalui pernyataan ini produsen iklan ingin

86

menunjukkan kepada masyarakat bahwa betapa berbahayanya penyalahgunaan narkoba bagi kesehatan, bahkan dapat mengakibatkan kematian bagi pemakainya sehingga masyarakat merasa takut untuk memakai narkoba. Penanda nonverbal yang terdapat pada KI 6 adalah seorang laki-laki yang terlihat kesakitan setelah menggunakan narkoba. Secara konotatif penggunaan penanda ini merupakan petanda bahwa produsen iklan ingin menunjukkan kepada masyarakat dampak yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba. Perodusen iklan membuat masyarakat yang melihat iklan ini merasa takut serta tidak ingin hal serupa terjadi pada diri mereka. Penggunaan ikon seorang laki-laki yang terlihat kesakitan sambil memegangi kepala dimaksudkan memberikan ilustrasi mengenai orang yang tidak sehat karena menggunakan narkoba. Ikon tertunduk sambil memegangi kepala merupakan perwujudan dari rasa sakit yang dialami oleh pemakai narkoba, selain itu kondisi yang ditampilkan oleh ikon tersebut menunjukkan kepada masyarakat betapa menyedihkannya kondisi orang yang memakai narkoba. Melalui penggunaan ikon ini diharapkan masyrakat merasa takut kadaan serupa akan menimpa dirinya jika menggunakan narkoba, sehingga masyarakat tidak ingin mengalami hal serupa dengan tidak menggunakan narkoba. Pada bagian penutup terdapat logo produsen iklan yaitu Polda Bali serta produk komersial Pro-Safe Condom. Melalui iklan ini, sama halnya dengan iklan lainnya yang disponsori oleh produk/perusahaan komersial bertujuan memberikan citra baik di kalangan masyarakat mengenai produknya. Hal tersebut dilakukan dengan ikut berperan aktif dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba, salah satunya

87

adalah melalui media ILKM. Sehingga masyarakat memberikan citra positif terhadap produk yang mensponsori ILKM tersebut. Berdasarkan seluruh analisis makna tanda, baik verbal maupun nonverbal, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara tanda verbal dan nonverbal. Kehadiran tanda verbal pada iklan membuat makna yang terdapat pada tanda nonverbal menjadi semakin tegas, sehingga maksud dan pesan iklan yang ingin disampaikan oleh produsen dapat tersampaikan dengan tepat pada masyarakat.

3) Ideologi Ideologi pada sebuah iklan merupakan ide atau pokok pikiran yang melatarbelakangi iklan tersebut. Dari keseluruhan analisis pada KI 6 produsen iklan berusaha menunjukkan rasa kepeduliannya dengan menganjurkan masyarakat agar selalu menjaga kesehatan, salah satunya dengan cara tidak melakukan penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi kesehatan serta dapat mengakibatkan kematian. Sehingga produsen iklan menganjurkan kepada seluruh masyarakat agar manjauhi narkoba serta tidak mencoba sama sekali. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa produsen iklan, dalam iklan ini menganut ideologi kepedulian terhadap kesehatan. Kepedulian produsen iklan terhadap kesehatan masyarakat diekspresikan melalui iklan ini yaitu dengan

88

memberikan informasi mengenai dampak buruk narkoba bagi kesehatan serta menganjurkan masyarakat agar menjauhi narkoba. Sama seperti ILKM lain yang diproduksi oleh dua produsen, tiap-tiap produsen iklan memiliki kepentingan sendiri dalam memproduksi ILKM tersebut. Pada ILKM tersebut diproduksi oleh Polda Bali dan Pro-Safe Condom. Ideologi yang terdapat pada Polda Bali dalam memproduksi ILKM adalah ideologi kepedulian Polda Bali terhadap kesehatan masyarakatnya karena Polda Bali merupakan pelindung masyarakat. Ideologi yang terdapat pada perusahaan komersial Pro-safe Condom, selain ideologi kepedulian terhadap kesehatan karena mengingat produk yang diiklankan adalah alat kontrasepsi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan agar tidak tertular penyakit berbahaya, juga terdapat ideologi lain yaitu peningkatan citra produk itu sendiri di kalangan masyarakat.

Berdasarkan seluruh analisis di atas terlihat bahwa pada analisis struktur mikro teks verbal yang digunakan dalam ILKM secara gramatikal dibuat singkat, padat, dan jelas. Tampilan teks verbal juga dibuat bervariasi dengan huruf yang mudah terbaca dan dengan bentuk yang menarik dengan pemanfaatan kaidah grafika yang membuat teks verbal pada ILKM semakin bermakna. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih mudah dalam membacanya karena kalimat yang dibuat tidak terlalu panjang, mengingat semua ILKM tersebut dibuat dalam bentuk poster dan Baliho yang dilihat oleh masyarakat dengan jarak jauh dan secara sepintas.

89

Pada tataran analisis makro terlihat bahwa makna tuturan yang terdapat pada ILKM bergantung pada fungsi dan modus yang digunakan. Tuturan dengan fungsi direktif dan modus imperatif memuat makna lokusi di dalamnya, sedangkan tuturan dengan fungsi representatif dan modus deklaratif atau interogatif memuat makna ilokusi. Pada dasarnya suluruh tuturan yang terdapat pada ILKM bermaksud untuk mengimbau serta mempersuasi masyarakat, sehingga ketika tuturan tersebut memiliki fungsi direktif dengan modus imperatif, maka makna yang terkandung adalah makna lokusi, sedangkan ketika memiliki fungsi representatif dengan modus deklaratif atau interogatif, maka makna yang terkandung adalah makna ilokusi. Dikatakan demikian mengingat sesungguhnya tujuan produsen iklan bukan hanya sekadar

memberikan

informasi,

melainkan

mempersuasi

masyarakat

agar

mempercayai apa yang dituturkan oleh produsen iklan dan ikut melaksanakannya karena semua informasi yang diberikan bersifat positif. Makna tanda yang terdapat pada ILKM meliputi makna denotasi dan konotasi. Kedua makna tersebut dikaji dari penanda verbal dan nonverbal. Pada tataran makna denotasi terlihat bahwa makna yang diperoleh adalah makna literal, sedangkan makna konotasi merupakan perkembangan dari makna denotasi dengan menggabungkan penanda dan petanda denotasinya. Makna yang terdapat pada tataran konotasi, baik verbal maupun nonverbal, merupakan makna yang termotivasi. Dikatakan demikian karena makna konotasi yang diperoleh bukan hanya merupakan perkembangan makna denotasinya, melainkan juga khusus pada penanda verbal melibatkan unsur-unsur mikro serta makna tuturan yang menjadi dasar dalam pemerolehan makna konotasinya.

90

Sama halnya dengan makna konotasi pada ILKM, ideology diperoleh tidak hanya dari pengembangan makna konotasinya, seperti yang diungkapkan oleh Barthes (1977), suatu ideology berkembang melalui semiologi mitos yang diwujudkan melalui makna konotasinya. Pengungkapan ideologi juga dilandasi berdasarkan fungsi dan tujuan pembentukan ILKM tersebut. Seluruh analisis yang telah dilakukan sebelumnya termasuk di dalamnya analisis struktur mikro serta analisis kontekstual yang meliputi analisis makna tuturan dan makna tanda mendasari pengungkapan ideology pada ILKM. Secara umum ideologi antara lain ideologi imbauan hidup sehat, ideologi kesetiaan dan tidak melakukan seks bebas, ideologi imbauan dalam meningkatkan mutu pendidikan, ideologi peningkatan kesadaran untuk tidak memilih narkoba, dan ideologi kepedulian yang meliputi kepedulian sosial terhadap sesama serta kepedulian terhadap kesehatan. Ketika ILKM diproduksi oleh instansi pemerintahan dan LSM ideologi yang terkandung hampir sama karena memiliki visi dan misi yang sama. Namun, ketika disponsori oleh perusahaan komersial, terdapat ideologi lain yang melandasi ILKM tersebut yaitu ideologi dalam peningkatan citra perusahaan di kalangan masyarakat luas.

91

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada kesempatan akhir ini dipaparkan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis data. Simpulan tersebut merupakan jawaban atas permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

5.1 Simpulan Berdasarkan keseluruhan uraian analisis penelitian, dapat diatarik tiga poin sebagai simpulan penelitian sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian. Berikut merupakan ketiga kesimpulan tersebut. 1. Struktur teks verbal yang terdapat pada ILKM yang dianalisis melalui analisis struktur mikro diperoleh bahwa dalam teks verbal ILKM terdapat beberapa unsur yang meliputi unsur sintaksis, style, dan retoris. Berdasarkan unsur sintaksisnya yang meliputi bentuk kalimat dan kohesi gramatikal dan leksikal, pada teks verbal ILKM bentuk kalimat umumnya berupa kalimat aktif yang meliputi kalimat imperatif aktif, interogatif aktif, dan deklaratif aktif. Kohesi gramatikal meliputi beberapa proses yang terjadi pada teks verbal yaitu proses pelesapan dan proses perangkaian. Sedangkan secara leksikal terdapat repetisi yang meliputi repetisi anadiplosis dan repetisi episfora. Pada unsur style (gaya bahasa) terdapat penggunaan majas serta ragam bahasa tidak baku yang membuat tampilan bentuk verbal dari iklan menjadi lebih menarik, sedangkan pada unsur retorisnya yang merupakan penekanan dari sebuah topik dalam

92

wacana, terdapat beberapa cara untuk menunjukkan penekanan tersebut pada iklan layanan kesehatan masyarakat. Bentuk-bentuk penekanan tersebut tidak hanya dinyatakan melalui unsur verbal dengan penggunaan repetisi, melainkan juga melalui kaidah grafika yaitu perwujudan suatu bentuk/kata yang ingin ditekankan dibuat dalam wujud yang berbeda dengan yang lain serta dengan penggunaan tanda baca seperti tanda seru (!) sebagai bentuk penegasan. 2. Makna yang terkandung pada masing-masing ILKM, baik pada tataran denotasi maupun konotasi, tidaklah sama. Hal ini tergantung pada tampilan iklan yang terdiri atas penanda verbal dan penanda nonverbal. Kedua penanda tersebut saling mendukung satu sama lain dalam memberi makna pada ILKM. Penggunaan penanda nonverbal merupakan visualisasi dari penanda verbal yang terdapat pada iklan sehingga masyarakat lebih mudah memahami pesan serta makna yang ingin disampaikan oleh produsen iklan. Secara denotatif makna yang terdapat pada ILKM dieksplisitkan, sedangkan secara konotatif yaitu makna yang merupakan perkembangan dari makna denotasi yang diimplisitkan. Mengingat makna konotasi merupakan perkembangan dari makna denotasi membuat makna konotasi iklan tidak sepenuhnya berbeda dari makna denotasinya. Makna konotasi merupakan perkembangan dari makna denotasi sehingga konotasi pada iklan masih memuat unsur-unsur denotasi di dalamnya. 3. Ideologi yang merupakan ide atau pokok pikiran dari sebuah iklan, umumnya disesuaikan dengan visi dan misi dari pihak produsen iklan. Suatu ILKM pada

93

umumnya memilki visi dan misi yang sama yaitu pada penelitian ini yang menggunakan ILKM antinarkoba serta HIV/Aids, produsen iklan memiliki visi dan misi dalam menekan penyebaran HIV/Aids dan Narkoba. Pada penelitian ini ideologi dikembangkan melalui semiologi mitos yang terdapat pada iklan. Semiologi mitos tersebut berkembang dari makna konotasi yang terdapat pada iklan, sehingga ideologi yang terdapat pada iklan bergantung pada makna dalam iklan. Hal tersebut membuat ideologi yang terdapat pada tiap-tiap ILKM bervariasi, antara lain ideologi imbauan hidup sehat, ideologi kesetiaan dan tidak melakukan seks bebas, ideologi imbauan dalam meningkatkan mutu pendidikan, ideologi peningkatan kesadaran untuk tidak memilih narkoba, dan ideologi kepedulian yang meliputi kepedulian sosial terhadap sesama serta kepedulian terhadap kesehatan. 5.2 Saran Pada kesempatan akhir ini ada beberapa saran yang mungkin dapat lebih diperhatikan dan dikaji dalam penelitian serupa di masa datang. Dalam penelitian ini unsur iklan secara tekstual dan kontekstual telah dianalisis secara gamblang, namun terdapat beberapa unsur yang masih dapat diteliti lebih dalam pada sebuah iklan, baik dari segi kebahasaan maupun nonkebahasaan. Unsur kebahasaan yang perlu diteliti antara lain mengenai superstruktur yaitu struktur pembentuk iklan serta aspek linguistik yang ditunjukkan oleh unsur nonverbal pada iklan. Sedangkan pada unsur nonkebahasaan perlu lebih diperdalam, khususnya pada tata letak struktur pembentuk iklan serta bentuk dan pola teks.

94

DAFTAR PUSTAKA Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod University Press. Barthes, Roland. 1977. Myth Today: In Mythologies. London: Paladin Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi. Edisi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra. Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. (terjemahan). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Dyer, Gillian. 1982. Advertising as Communication. London & New York: Routledge Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Percetakan Lkis Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1976. Cohession in English. London & New York: Longman Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial (terjemahan: Drs. Asruddin Barori Tou, M.A.). Cetakan kedua. Penerbit: Gajah Mada University Press. Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. London and New York: Longman. KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia). 1998, Jakarta: Balai Pustaka Klaas, Willems dan Ludovic de Cuypere. 2008. Naturalness and Iconicity in Language. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company. Kridalaksana, H. 1982. Kamus Linguitik. Jakarta: Pt. Gramedia Miles,Mathew B, dan Hurberman, A Michael. 1992. Analisis data kualitatif. (Tjetjep Rohendi Rahan, Pentj). Jakarta: UI Mulyawan, I Wayan. 2005. ”Wacana Iklan Komersial Media Cetak:Kajian Hipersemiotika”. (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Paprotte, Wolf dan Rene Dirven . 1985. The Ubiquity of Metaphor. Amsterdam/philadelphia: John Benjamins Publishing Company.

95

Quirk, Randolph. et. al. 1985. A Comprehensive Grammar of The English Language. United State: Longman Group. Rahardi, R. Kunjaya. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga Samsuri, 1987/1988. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang Searle, J.R. 1969. Speech Acts, An Essay in The Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press Sebeok, Thomas A. 2001. Signs: An Introduction to Semiotics. Second Edition.University of Toronto Press. Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media. Cetakan kelima. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Duta Wacana University Press. Sumarlam, Adhani, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya (Pakar Raya Putaka) Sumbo, Tinarbuko 2008. Semiotika Komunikasi Sosial. Cetakan kedua. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra. Susanto, Irzani. ”Metode Semiotika”. http://staff.ui.ac.id/internal/130536771/publikasi/metodesemiotika.pdf (diakses tanggal 25 Desember 2010) Syamsuddin, Munawar. 2008. MAKIWA: metode analisis kritis komunikasi interpretasi wacana. Cetakan pertama. Surakarta: Penerbit Sebelas Maret University Press. Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interactions. An Introductory to Pragmatics. London and New York: Longman Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University Press.

van Dijk, Teun A. ’The Study of Discourse’. Dalam Teun A. Van Dijk (ed). 1997. Discourse as Structure and Process:Discourse Studies a Multidisciplinary Introduction, Vol. 2. London: Sage Publication. Zoest, Aart van. 1991. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Internas

96

Lampiran 1: Tabel data IKLM Tabel 1: Daftar data ILKM DATA Iklan Narkoba “penyalahgunaan narkoba….” Iklan Narkoba “Selamatkan Bali…” Iklan HIV/Aids “Pilih gaya hidup sehat….” Iklan Narkoba dan HIV/Aids “gaul oke…” Iklan, Narkoba “ Indonesia merdeka…” Iklan Narkoba “ Dunia Indah…” Iklan Narkoba ‘ teguhkan hati…” Iklan Narkoba “Narkoba???...” Iklan Narkoba “Wujudkan citacita…” Iklan Narkoba “Jangan hancurkan hidup…” Iklan Narkoba “Tolak Narkoba….” Iklan Narkoba “Jauhi dan Katakan…” Iklan Narkoba “Katakan tidak…” Iklan Narkoba “Jangan hancurkan…” Iklan Narkoba “Drugs bikin…” Iklan HIV/Aids “Sedia Kondom…” Iklan HIV/Aids “Sedia pada pasangan…” Iklan Narkoba “Sehat bugar…” Iklan Narkoba “Tingkatkan percaya diri…” Iklan Narkoba “Drugs abuse…” Iklan HIV/Aids “Hindari Aids…” Iklan HIV/Aids “Hati-hati…”

PRODUSEN IKLAN POLDA bali dan Jajaran Kanwil BPN Pemerintah Kota Denpasar dan PDAM kota Denpasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia BNN BNN BNK Badung BNN Polda bali dan Orangtua Polda Bali dan AQUA Tinta Emas Publishing Polda Balidan Pro-Safe Condom Polda Bali dan Simpati Polda Bali dan New Kuta Green Park BNN dan Pazia KPA KPA BNP Bali dan Anti Narkoba BNP Bali dan Anti Narkoba BNP Bali dan Anti Narkoba Yayasan Penerbitan IDI Wanita Penjaja Seks

97

Tabel 2: ILKM oleh Instansi Pemerintah DATA PRODUSEN IKLAN Iklan Narkoba “penyalahgunaan POLDA bali dan Jajaran Kanwil BPN narkoba….” Iklan Narkoba “Selamatkan Bali…” Pemerintah Kota Denpasar dan PDAM kota Denpasar Iklan HIV/Aids “Pilih gaya hidup Departemen Kesehatan Republik Indonesia sehat….” Iklan Narkoba dan HIV/Aids “gaul Departemen Kesehatan Republik Indonesia oke…” Iklan, Narkoba “ Indonesia BNN merdeka…” Iklan Narkoba “ Dunia Indah…” BNN Iklan Narkoba ‘ teguhkan hati…” BNK Badung Iklan Narkoba “Narkoba???...” BNN Tabel 3: ILKM oleh Instansi Pemerintah dengan Perusahaan Komersial DATA Iklan Narkoba “Wujudkan citacita…” Iklan Narkoba “Jangan hancurkan hidup…” Iklan Narkoba “Tolak Narkoba….” Iklan Narkoba “Jauhi dan Katakan…” Iklan Narkoba “Katakan tidak…” Iklan Narkoba “Jangan hancurkan…”

PRODUSEN IKLAN Polda bali dan Orangtua Polda Bali dan AQUA Tinta Emas Publishing Polda Balidan Pro-Safe Condom Polda Bali dan Simpati Polda Bali dan New Kuta Green Park

Tabel 4: ILKM oleh LSM DATA PRODUSEN IKLAN Iklan Narkoba “Drugs bikin…” BNN dan Pazia Iklan HIV/Aids “Sedia Kondom…” KPA Iklan HIV/Aids “Sedia pada KPA

98

pasangan…” Iklan Narkoba “Sehat bugar…” Iklan Narkoba “Tingkatkan percaya diri…” Iklan Narkoba “Drugs abuse…” Iklan HIV/Aids “Hindari Aids…” Iklan HIV/Aids “Hati-hati…”

BNP Bali dan Anti Narkoba BNP Bali dan Anti Narkoba BNP Bali dan Anti Narkoba Yayasan Penerbitan IDI Wanita Penjaja Seks

99

Lampiran 3: Kliping Data ILKM Kliping Iklan 1 ( KI 1)

100

Kliping Iklan 2 (KI 2)

101

Kliping Iklan 3 (KI 3)

102

Kliping Iklan 4 (KI 4)

103

Kliping Iklan 5 (KI 5)

104

Kliping Iklan 6 (KI 6)