TEORI BILANGAN (Kajian tentang aritmatika, sistem dan ...

70 downloads 513 Views 2MB Size Report
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16. Barisan yang didapat: 1, 7,15,15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c ...
Outline

TEORI BILANGAN (Kajian tentang aritmatika, sistem dan representasi bilangan) Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc PS. Pendidikan Matematika FKIP PS. Sistem Informasi University of Jember Indonesia Jember, 2009

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Outline

Outline 1

Keterbagian dan Bilangan Prima Keterbagian Bilangan Prima

2

GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3

Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4

Sistem dan Representasi Bilangan Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Outline

Outline 1

Keterbagian dan Bilangan Prima Keterbagian Bilangan Prima

2

GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3

Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4

Sistem dan Representasi Bilangan Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Outline

Outline 1

Keterbagian dan Bilangan Prima Keterbagian Bilangan Prima

2

GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3

Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4

Sistem dan Representasi Bilangan Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Outline

Outline 1

Keterbagian dan Bilangan Prima Keterbagian Bilangan Prima

2

GCD dan Algoritma Euclidis Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

3

Kekongruenan dan Aplikasinya Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

4

Sistem dan Representasi Bilangan Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis: 13 3 5 = 2 + 5 atau 13 = 2 × 5 + 3 Algoritma Pembagian Bilangan Bulat Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah kelipatan a, dan dinotasikan a|b Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis: 13 3 5 = 2 + 5 atau 13 = 2 × 5 + 3 Algoritma Pembagian Bilangan Bulat Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah kelipatan a, dan dinotasikan a|b Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis: 13 3 5 = 2 + 5 atau 13 = 2 × 5 + 3 Algoritma Pembagian Bilangan Bulat Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga b = qa + r dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah kelipatan a, dan dinotasikan a|b Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Keterbagian Sifat Dasar Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka 1

a|0, 1|a dan a|a

2

Jika a|b maka a|bc

3

Jika a|b dan b|c maka a|c

4

Jika a|b maka −a|b

5

Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b

6

Jika ab|c maka a|b dan b|c

7

Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan bulat x dan y

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima Definisi Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1 adalah komposit jika tidak prima Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan komposit Erastothenes Untuk setiap bilangan komposit n, ada bilangan prima p √ sehingga p|n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak√ada bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤ n, maka n adalah bilangan prima” Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima Definisi Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1 adalah komposit jika tidak prima Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan komposit Erastothenes Untuk setiap bilangan komposit n, ada bilangan prima p √ sehingga p|n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak√ada bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤ n, maka n adalah bilangan prima” Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima Definisi Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1 adalah komposit jika tidak prima Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan komposit Erastothenes Untuk setiap bilangan komposit n, ada bilangan prima p √ sehingga p|n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak√ada bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤ n, maka n adalah bilangan prima” Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit? √ Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah 2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan bilangan prima √ Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13|221, maka 221 merupakan bilangan komposit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit? √ Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah 2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan bilangan prima √ Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13|221, maka 221 merupakan bilangan komposit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit? √ Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah 2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan bilangan prima √ Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13|221, maka 221 merupakan bilangan komposit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima

Setiap bilangan komposit dapat diekspresikan sebagai hasil produk bilangan asli yang lebih kecil. Jika bilangan yang lebih kecil ini juga komposit maka dapat difaktorisasikan menggunakan bilangan asli yang lebih kecil juga. Proses ini berakhir dengan sebuah ekspresi produk bilangan-bilangan prima. Ekspresi ini disebut faktorisasi prima Teorema Dasar Aritmatika Faktorisasi prima dari sebuah bilangan asli yang lebih besar dari 1 adalah tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktor.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Keterbagian Bilangan Prima

Bilangan Prima

Setiap bilangan komposit dapat diekspresikan sebagai hasil produk bilangan asli yang lebih kecil. Jika bilangan yang lebih kecil ini juga komposit maka dapat difaktorisasikan menggunakan bilangan asli yang lebih kecil juga. Proses ini berakhir dengan sebuah ekspresi produk bilangan-bilangan prima. Ekspresi ini disebut faktorisasi prima Teorema Dasar Aritmatika Faktorisasi prima dari sebuah bilangan asli yang lebih besar dari 1 adalah tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktor.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b). Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b). Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb(a, b) = 1.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b). Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b). Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb(a, b) = 1.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b). Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b). Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb(a, b) = 1.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Definisi Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan keduanya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b). Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n. Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b). Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative prima) jika fpb(a, b) = 1.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

Contoh gcd(27, 45) = 9 gcd(15, 32) = 1 gcd(12, 18) = 6 lcm(12, 18) = 36 lcm(11, 18) = 198 Bilangan 15 dan 32 relative prima.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b 1

Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2

Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3

Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b 1

Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2

Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3

Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b 1

Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2

Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3

Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor

FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b 1

Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b

2

Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

3

Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18 12 = 22 .3 18 = 2.32 fpb(12, 18) = 2.3 = 6 kpk(12, 18) = 22 .32 = 36 Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar? Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18 12 = 22 .3 18 = 2.32 fpb(12, 18) = 2.3 = 6 kpk(12, 18) = 22 .32 = 36 Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar? Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18 12 = 22 .3 18 = 2.32 fpb(12, 18) = 2.3 = 6 kpk(12, 18) = 22 .32 = 36 Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar? Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18 12 = 22 .3 18 = 2.32 fpb(12, 18) = 2.3 = 6 kpk(12, 18) = 22 .32 = 36 Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar? Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18 12 = 22 .3 18 = 2.32 fpb(12, 18) = 2.3 = 6 kpk(12, 18) = 22 .32 = 36 Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar? Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Contoh Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18 12 = 22 .3 18 = 2.32 fpb(12, 18) = 2.3 = 6 kpk(12, 18) = 22 .32 = 36 Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan pangkat terbesar? Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq . Dan misalkan m > p dan q > n, maka fpb(x, y ) = ap .bn Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y. Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0 maka d|c 1 Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn kpk(x, y) = am .bq .c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany . Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k maka c 0 |k Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq . Dan misalkan m > p dan q > n, maka fpb(x, y ) = ap .bn Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y. Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0 maka d|c 1 Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn kpk(x, y) = am .bq .c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany . Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k maka c 0 |k Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq . Dan misalkan m > p dan q > n, maka fpb(x, y ) = ap .bn Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y. Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0 maka d|c 1 Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn kpk(x, y) = am .bq .c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany . Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k maka c 0 |k Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq . Dan misalkan m > p dan q > n, maka fpb(x, y ) = ap .bn Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y. Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0 maka d|c 1 Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn kpk(x, y) = am .bq .c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany . Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k maka c 0 |k Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq . Dan misalkan m > p dan q > n, maka fpb(x, y ) = ap .bn Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y. Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0 maka d|c 1 Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn kpk(x, y) = am .bq .c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany . Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k maka c 0 |k Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Greatest Common Divisor Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq . Dan misalkan m > p dan q > n, maka fpb(x, y ) = ap .bn Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y. Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0 maka d|c 1 Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn kpk(x, y) = am .bq .c Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany . Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k maka c 0 |k Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > b > 0, maka GCD(a, b) bisa dicari dengan mengulang algoritma pembagian berikut: a = q 1 b + r1 ;

0 < r1 < b

b = q 2 r1 + r2 ;

0 < r2 < r1

r1 = q 3 r2 + r3 ; .. .

0 < r3 < r2

rn−2 = qn rn−1 + rn ;

0 < rn < rn−1

rn−1 = qn+1 rn + 0 Maka rn , pembagi terakhir dari pembagian di atas yang memberikan sisa 0 merupakan GCD(a, b). Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Contoh Tentukan GCD(4840, 1512). Solusi 4840 = 3 × 1512 + 304 1512 = 4 × 304 + 296 304 = 1 × 296 + 8 296 = 37 × 8 + 0 Jadi GCD(4840, 1512) = 8. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Contoh Tentukan GCD(4840, 1512). Solusi 4840 = 3 × 1512 + 304 1512 = 4 × 304 + 296 304 = 1 × 296 + 8 296 = 37 × 8 + 0 Jadi GCD(4840, 1512) = 8. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Contoh Tentukan GCD(4840, 1512). Solusi 4840 = 3 × 1512 + 304 1512 = 4 × 304 + 296 304 = 1 × 296 + 8 296 = 37 × 8 + 0 Jadi GCD(4840, 1512) = 8. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Contoh 2 Tentukan fpb(2093, 836) Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari: 1

3024x + 2076y = 12

2

3024x + 2076y = 36

3

3024x + 2076y = 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Contoh 2 Tentukan fpb(2093, 836) Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari: 1

3024x + 2076y = 12

2

3024x + 2076y = 36

3

3024x + 2076y = 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Contoh 2 Tentukan fpb(2093, 836) Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari: 1

3024x + 2076y = 12

2

3024x + 2076y = 36

3

3024x + 2076y = 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Contoh 2 Tentukan fpb(2093, 836) Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari: 1

3024x + 2076y = 12

2

3024x + 2076y = 36

3

3024x + 2076y = 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Contoh 2 Tentukan fpb(2093, 836) Contoh 3 Tentukan solusi bilangan bulat dari: 1

3024x + 2076y = 12

2

3024x + 2076y = 36

3

3024x + 2076y = 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c 1

Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2

Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3

Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c 1

Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2

Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3

Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c 1

Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2

Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3

Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis

Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c 1

Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari algoritma Euclidis

2

Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis dengan pengali

3

Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak punya solusi bilangan bulat.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK? Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b lcm(a, b) =

ab gcd(a, b)

Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh kpk (4840, 1512) =

4840×1512 fpb(4840,1512)

Antonius Cahya Prihandoko

=

7318080 8

= 914760

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK? Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b lcm(a, b) =

ab gcd(a, b)

Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh kpk (4840, 1512) =

4840×1512 fpb(4840,1512)

Antonius Cahya Prihandoko

=

7318080 8

= 914760

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK? Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b lcm(a, b) =

ab gcd(a, b)

Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh kpk (4840, 1512) =

4840×1512 fpb(4840,1512)

Antonius Cahya Prihandoko

=

7318080 8

= 914760

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Greatest Common Divisor Algoritma Euclidis

Algoritma Euclidis Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu bagaimana dengan KPK? Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b lcm(a, b) =

ab gcd(a, b)

Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan kpk menggunakan faktorisasi prima Contoh kpk (4840, 1512) =

4840×1512 fpb(4840,1512)

Antonius Cahya Prihandoko

=

7318080 8

= 914760

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Definisi Misalkan m bilangan asli. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo m dan dinotasikan a ≡ b mod m jika m|a − b. Atau secara ekivalen a ≡ b mod m jika a dan b memberikan sisa yang sama setelah pembagian oleh m.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Definisi Misalkan m bilangan asli. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo m dan dinotasikan a ≡ b mod m jika m|a − b. Atau secara ekivalen a ≡ b mod m jika a dan b memberikan sisa yang sama setelah pembagian oleh m.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan: aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat: a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan: aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat: a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan: aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat: a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan: aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat: a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan: aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat: a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan: aRb jika a ≡ b mod m Relasi tersebut memenuhi sifat: a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Akibatnya Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas ekivalensi modulo m Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi yang terjadi adalah: E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...} E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...} E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...} E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...} E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut: 1

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a + c ≡ b + d mod m

2

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a − c ≡ b − d mod m

3

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m

Bukti sifat 3 Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut: 1

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a + c ≡ b + d mod m

2

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a − c ≡ b − d mod m

3

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m

Bukti sifat 3 Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut: 1

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a + c ≡ b + d mod m

2

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a − c ≡ b − d mod m

3

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m

Bukti sifat 3 Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut: 1

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a + c ≡ b + d mod m

2

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a − c ≡ b − d mod m

3

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m

Bukti sifat 3 Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut: 1

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a + c ≡ b + d mod m

2

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a − c ≡ b − d mod m

3

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m

Bukti sifat 3 Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Kekongruenan Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut: 1

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a + c ≡ b + d mod m

2

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka a − c ≡ b − d mod m

3

Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m

Bukti sifat 3 Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Masalah Kongruensi

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m. Tentukan solusi untuk 1

9x + 5 ≡ 10 mod 11

2

18x + 13 ≡ 6 mod 23

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Masalah Kongruensi

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m. Tentukan solusi untuk 1

9x + 5 ≡ 10 mod 11

2

18x + 13 ≡ 6 mod 23

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Masalah Kongruensi

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m. Tentukan solusi untuk 1

9x + 5 ≡ 10 mod 11

2

18x + 13 ≡ 6 mod 23

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Masalah Kongruensi

Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima, maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu modulo m. Tentukan solusi untuk 1

9x + 5 ≡ 10 mod 11

2

18x + 13 ≡ 6 mod 23

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya: kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya: kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya: kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan sebuah proses acak, misalnya: kedatangan pelanggan di suatu konter seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia untuk menyelenggarakan poling opini pembuatan input tes untuk sebuah program komputer

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random

Bagaimana membangun bilangan acak jika kita hanya membutuhkan sedikit bilangan saja? Dengan melempar dadu kubus berulang-ulang, dapat dibangun sebuah barisan acak dari bilangan-bilangan dari himpunan {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Barisan yang dihasilkan dengan cara ini tidak akan punya pola, tetapi dengan percobaan berulang-ulang dalam waktu relatif lama diharapkan keenam bilangan tersebut dapat tampil dengan frekuensi yang sama

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random

Bagaimana membangun bilangan acak jika kita hanya membutuhkan sedikit bilangan saja? Dengan melempar dadu kubus berulang-ulang, dapat dibangun sebuah barisan acak dari bilangan-bilangan dari himpunan {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Barisan yang dihasilkan dengan cara ini tidak akan punya pola, tetapi dengan percobaan berulang-ulang dalam waktu relatif lama diharapkan keenam bilangan tersebut dapat tampil dengan frekuensi yang sama

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk menjalankan tugas tersebut. Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device. Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang secara prinsip selalu dapat diprediksikan. Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk menjalankan tugas tersebut. Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device. Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang secara prinsip selalu dapat diprediksikan. Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk menjalankan tugas tersebut. Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device. Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang secara prinsip selalu dapat diprediksikan. Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ... x0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna. Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ... x0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna. Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ... x0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna. Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ... x0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna. Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ... x0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna. Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Ide Dasar Konstruksi Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ... x0 disebut seed atau benih Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda, demikian pula sebaliknya. Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh sistem jam guna menghindari bias antar pengguna. Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random

Linear Congruential Method membangun sebuah barisan bilangan pseudo-random dari himpunan {0, 1, 2, 3, ..., m − 1}. Aturan konstruksi menggunakan formula: xi = axi−1 + c mod m a dan c konstan. Jika c = 0 maka metode tersebut dinamakan multiplicative congruential method.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Analisa Metoda xi = axi−1 + c mod m Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus. Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Analisa Metoda xi = axi−1 + c mod m Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus. Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Analisa Metoda xi = axi−1 + c mod m Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus. Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Analisa Metoda xi = axi−1 + c mod m Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus. Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Analisa Metoda xi = axi−1 + c mod m Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka barisan akan menampilkan siklus yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam himpunan hingga dengan m elemen. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus. Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka m juga harus semakin besar. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1 Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1 Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1 Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1 Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1 Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 1 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3 dengan seed = 1 Solusi 1 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ... Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15. pemilihan a dan c disini kurang representatif

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1 Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1 Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1 Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1 Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1 Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 2 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7 dengan seed = 1 Solusi 2 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ... Setelah suku ke-8, siklus akan berulang pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1 Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1 Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1 Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1 Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1 Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Contoh 3 Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11 dengan seed = 1 Solusi 3 Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16 Barisan yang didapat: 1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ... Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15 pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Dari ketiga simulasi terdahulu 1

Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2

Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3

Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4

Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang lebih besar.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Dari ketiga simulasi terdahulu 1

Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2

Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3

Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4

Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang lebih besar.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Dari ketiga simulasi terdahulu 1

Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2

Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3

Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4

Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang lebih besar.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Dari ketiga simulasi terdahulu 1

Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2

Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3

Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4

Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang lebih besar.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Dari ketiga simulasi terdahulu 1

Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan yang dihasilkan.

2

Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial (sederhana).

3

Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m

4

Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang lebih besar.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan generator: x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536 Barisan yang didapat: 64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849, 59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091, 45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571 Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit strings. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan generator: x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536 Barisan yang didapat: 64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849, 59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091, 45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571 Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit strings. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan generator: x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536 Barisan yang didapat: 64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849, 59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091, 45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571 Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit strings. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan generator: x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536 Barisan yang didapat: 64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849, 59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091, 45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571 Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit strings. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada kebanyakan aplikasi praktis, setiap bilangan yang dihasilkan dibagi dengan modulus m untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang didistribusikan secara merata antara 0 dan 1 Konversi barisan yang dihasilkan pada contoh 4, yakni dengan membagi masing-masing bilangan dengan 65536, menghasilkan barisan: 0.982315, 0.323044, 0.496841, 0.592209, 0.160782, 0.629929, 0.653824, 0.912766, 0.218155, 0.104782, 0.158463, 0.557541, 0.341934, 0.810104, 0.698257, 0.089035, 0.719620, 0.808395, 0.960709, 0.069748

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada kebanyakan aplikasi praktis, setiap bilangan yang dihasilkan dibagi dengan modulus m untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang didistribusikan secara merata antara 0 dan 1 Konversi barisan yang dihasilkan pada contoh 4, yakni dengan membagi masing-masing bilangan dengan 65536, menghasilkan barisan: 0.982315, 0.323044, 0.496841, 0.592209, 0.160782, 0.629929, 0.653824, 0.912766, 0.218155, 0.104782, 0.158463, 0.557541, 0.341934, 0.810104, 0.698257, 0.089035, 0.719620, 0.808395, 0.960709, 0.069748

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Konstruksi Bilangan Pseudo-random Pada kebanyakan aplikasi praktis, setiap bilangan yang dihasilkan dibagi dengan modulus m untuk menghasilkan barisan bilangan pseudo-random yang didistribusikan secara merata antara 0 dan 1 Konversi barisan yang dihasilkan pada contoh 4, yakni dengan membagi masing-masing bilangan dengan 65536, menghasilkan barisan: 0.982315, 0.323044, 0.496841, 0.592209, 0.160782, 0.629929, 0.653824, 0.912766, 0.218155, 0.104782, 0.158463, 0.557541, 0.341934, 0.810104, 0.698257, 0.089035, 0.719620, 0.808395, 0.960709, 0.069748

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh seseorang yang tidak berhak (unauthorised person). Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk mendapatkan pesan asli. Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh seseorang yang tidak berhak (unauthorised person). Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk mendapatkan pesan asli. Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh seseorang yang tidak berhak (unauthorised person). Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk mendapatkan pesan asli. Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh seseorang yang tidak berhak (unauthorised person). Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk mendapatkan pesan asli. Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Jika X adalah himpunan pesan dan Y adalah himpunan pesan terenkripsi, maka enkripsi dapat dinyatakan sebagai fungsi f dari X ke Y , sedangkan dekripsi merupakan fungsi invers f −1 dari Y ke X Secara logis, baik f maupun f −1 harus dirahasiakan, sebab jika f dipublikasikan maka setiap orang akan dapat menentukan f −1 sehingga dapat mendekripsi tiap pesan yang dikirim Ternyata dimungkinkan untuk mendesain sistem public key encryption, dimana hanya f −1 saja yang perlu dirahasiakan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat proses penurunan f −1 dari f sangat sulit, bahkan oleh komputer yang paling powerful sekalipun dalam batas waktu yang dimungkinkan. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Jika X adalah himpunan pesan dan Y adalah himpunan pesan terenkripsi, maka enkripsi dapat dinyatakan sebagai fungsi f dari X ke Y , sedangkan dekripsi merupakan fungsi invers f −1 dari Y ke X Secara logis, baik f maupun f −1 harus dirahasiakan, sebab jika f dipublikasikan maka setiap orang akan dapat menentukan f −1 sehingga dapat mendekripsi tiap pesan yang dikirim Ternyata dimungkinkan untuk mendesain sistem public key encryption, dimana hanya f −1 saja yang perlu dirahasiakan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat proses penurunan f −1 dari f sangat sulit, bahkan oleh komputer yang paling powerful sekalipun dalam batas waktu yang dimungkinkan. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Jika X adalah himpunan pesan dan Y adalah himpunan pesan terenkripsi, maka enkripsi dapat dinyatakan sebagai fungsi f dari X ke Y , sedangkan dekripsi merupakan fungsi invers f −1 dari Y ke X Secara logis, baik f maupun f −1 harus dirahasiakan, sebab jika f dipublikasikan maka setiap orang akan dapat menentukan f −1 sehingga dapat mendekripsi tiap pesan yang dikirim Ternyata dimungkinkan untuk mendesain sistem public key encryption, dimana hanya f −1 saja yang perlu dirahasiakan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat proses penurunan f −1 dari f sangat sulit, bahkan oleh komputer yang paling powerful sekalipun dalam batas waktu yang dimungkinkan. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography RSA Cryptosystem Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada 1977 RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon, smart cards, komunikasi internet. Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar (berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah kunci dekripsi. Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi hanya diberikan kepada orang yang berhak. Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil untuk dapat menentukan kunci dekripsi. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography RSA Cryptosystem Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada 1977 RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon, smart cards, komunikasi internet. Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar (berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah kunci dekripsi. Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi hanya diberikan kepada orang yang berhak. Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil untuk dapat menentukan kunci dekripsi. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography RSA Cryptosystem Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada 1977 RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon, smart cards, komunikasi internet. Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar (berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah kunci dekripsi. Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi hanya diberikan kepada orang yang berhak. Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil untuk dapat menentukan kunci dekripsi. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography RSA Cryptosystem Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada 1977 RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon, smart cards, komunikasi internet. Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar (berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah kunci dekripsi. Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi hanya diberikan kepada orang yang berhak. Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil untuk dapat menentukan kunci dekripsi. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography RSA Cryptosystem Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada 1977 RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon, smart cards, komunikasi internet. Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar (berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah kunci dekripsi. Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi hanya diberikan kepada orang yang berhak. Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil untuk dapat menentukan kunci dekripsi. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography RSA Cryptosystem Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada 1977 RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon, smart cards, komunikasi internet. Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar (berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah kunci dekripsi. Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi hanya diberikan kepada orang yang berhak. Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil untuk dapat menentukan kunci dekripsi. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Simulasi RSA System 1

Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya, p = 17 dan q = 23

2

maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352

3

Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.

4

x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan kunci dekripsi.

5

x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya diberikan kepada authorised person

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Simulasi RSA System 1

Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya, p = 17 dan q = 23

2

maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352

3

Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.

4

x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan kunci dekripsi.

5

x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya diberikan kepada authorised person

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Simulasi RSA System 1

Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya, p = 17 dan q = 23

2

maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352

3

Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.

4

x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan kunci dekripsi.

5

x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya diberikan kepada authorised person

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Simulasi RSA System 1

Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya, p = 17 dan q = 23

2

maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352

3

Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.

4

x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan kunci dekripsi.

5

x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya diberikan kepada authorised person

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Simulasi RSA System 1

Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya, p = 17 dan q = 23

2

maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352

3

Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.

4

x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan kunci dekripsi.

5

x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya diberikan kepada authorised person

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography Simulasi RSA System 1

Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya, p = 17 dan q = 23

2

maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352

3

Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.

4

x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan kunci dekripsi.

5

x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya diberikan kepada authorised person

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Simulasi RSA System Lanjutan 1

Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n

2

Misalnya pesan a = 247, maka f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391

3

pesan terenkripsi adalah = 365

4

Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan pesan asli a = 247 mod 391

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Simulasi RSA System Lanjutan 1

Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n

2

Misalnya pesan a = 247, maka f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391

3

pesan terenkripsi adalah = 365

4

Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan pesan asli a = 247 mod 391

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Simulasi RSA System Lanjutan 1

Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n

2

Misalnya pesan a = 247, maka f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391

3

pesan terenkripsi adalah = 365

4

Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan pesan asli a = 247 mod 391

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Simulasi RSA System Lanjutan 1

Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n

2

Misalnya pesan a = 247, maka f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391

3

pesan terenkripsi adalah = 365

4

Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan pesan asli a = 247 mod 391

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Kekongruenan Aplikasi Kongruensi

Public Key Cryptography

Simulasi RSA System Lanjutan 1

Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n

2

Misalnya pesan a = 247, maka f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391

3

pesan terenkripsi adalah = 365

4

Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan pesan asli a = 247 mod 391

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal Himpunan bilangan Sebutkan anggota himpunan bilangan: asli bulat rasional irrasional riil Bilangan riil ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal

Sistem Desimal merupakan contoh dari sebuah sistem bilangan posisional sebab setiap digit memiliki nilai tempat yang tergantung pada posisinya. Misalnya 2345.67 = 2×103 +3×102 +4×101 +5×100 +6×10−1 +7×10−2 Sistem Desimal menggunakan basis 10 sebab masing-masing nilai tempat merupakan perpangkatan dari 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Desimal

Sistem Desimal merupakan contoh dari sebuah sistem bilangan posisional sebab setiap digit memiliki nilai tempat yang tergantung pada posisinya. Misalnya 2345.67 = 2×103 +3×102 +4×101 +5×100 +6×10−1 +7×10−2 Sistem Desimal menggunakan basis 10 sebab masing-masing nilai tempat merupakan perpangkatan dari 10

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang menggunakan basis 2. Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2 digit biner (atau bits) 0 dan 1. Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya dalam bentuk panjangnya. 1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1 +1 × 2−2 = 8 + 4 + 1 + 0.25 = 13.25 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang menggunakan basis 2. Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2 digit biner (atau bits) 0 dan 1. Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya dalam bentuk panjangnya. 1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1 +1 × 2−2 = 8 + 4 + 1 + 0.25 = 13.25 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang menggunakan basis 2. Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2 digit biner (atau bits) 0 dan 1. Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya dalam bentuk panjangnya. 1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1 +1 × 2−2 = 8 + 4 + 1 + 0.25 = 13.25 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang menggunakan basis 2. Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2 digit biner (atau bits) 0 dan 1. Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya dalam bentuk panjangnya. 1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1 +1 × 2−2 = 8 + 4 + 1 + 0.25 = 13.25 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang menggunakan basis 2. Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2 digit biner (atau bits) 0 dan 1. Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya dalam bentuk panjangnya. 1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1 +1 × 2−2 = 8 + 4 + 1 + 0.25 = 13.25 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan (termagnetisasi atau tidak, on atau off); Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya aliran listrik; Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan dalam sistem biner. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan (termagnetisasi atau tidak, on atau off); Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya aliran listrik; Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan dalam sistem biner. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan (termagnetisasi atau tidak, on atau off); Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya aliran listrik; Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan dalam sistem biner. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan (termagnetisasi atau tidak, on atau off); Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya aliran listrik; Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan dalam sistem biner. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan (termagnetisasi atau tidak, on atau off); Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya aliran listrik; Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan dalam sistem biner. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Sistem Bilangan Biner Representasi 0 - 20 dalam sistem biner dan desimal Biner 0 1 10 11 100 101 110 111 1000 1001 1010

Desimal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Biner 1011 1100 1101 1110 1111 10000 10001 10010 10011 10100

Desimal 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner? Pola representasi biner Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1 Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0 Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah pembagian bilangan dengan 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner? Pola representasi biner Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1 Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0 Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah pembagian bilangan dengan 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner? Pola representasi biner Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1 Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0 Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah pembagian bilangan dengan 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner? Pola representasi biner Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1 Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0 Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah pembagian bilangan dengan 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner? Pola representasi biner Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1 Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0 Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah pembagian bilangan dengan 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Langkah pertama dalam melakukan konversi desimal ke biner adalah dengan membagi bilangan desimal dengan 2 untuk mendapatkan hasil bagi dan sisa. Notasi n div 2 adalah hasil bagi jika n dibagi 2 n mod 2 adalah sisa jika n dibagi 2 Bilangan biner yang didapat dengan menghapus bit paling kanan dari representasi biner dari n merupakan representasi biner dari n div 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Langkah pertama dalam melakukan konversi desimal ke biner adalah dengan membagi bilangan desimal dengan 2 untuk mendapatkan hasil bagi dan sisa. Notasi n div 2 adalah hasil bagi jika n dibagi 2 n mod 2 adalah sisa jika n dibagi 2 Bilangan biner yang didapat dengan menghapus bit paling kanan dari representasi biner dari n merupakan representasi biner dari n div 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Langkah pertama dalam melakukan konversi desimal ke biner adalah dengan membagi bilangan desimal dengan 2 untuk mendapatkan hasil bagi dan sisa. Notasi n div 2 adalah hasil bagi jika n dibagi 2 n mod 2 adalah sisa jika n dibagi 2 Bilangan biner yang didapat dengan menghapus bit paling kanan dari representasi biner dari n merupakan representasi biner dari n div 2

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Algoritma konversi desimal ke biner 1 2

input n Repeat 1 2 3

Output n mod 2 n ←− n div 2 until n = 0

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Algoritma konversi desimal ke biner 1 2

input n Repeat 1 2 3

Output n mod 2 n ←− n div 2 until n = 0

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Algoritma konversi desimal ke biner 1 2

input n Repeat 1 2 3

Output n mod 2 n ←− n div 2 until n = 0

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Algoritma konversi desimal ke biner 1 2

input n Repeat 1 2 3

Output n mod 2 n ←− n div 2 until n = 0

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Algoritma konversi desimal ke biner 1 2

input n Repeat 1 2 3

Output n mod 2 n ←− n div 2 until n = 0

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner

Algoritma konversi desimal ke biner 1 2

input n Repeat 1 2 3

Output n mod 2 n ←− n div 2 until n = 0

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Misalnya n = 6 Step 1 2.1 2.2 2.1 2.2 2.1 2.2

n 6 6 3 3 1 1 0

Output 0 1 1 -

Sehingga representasi biner dari 6 adalah 1102

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Misalnya n = 6 Step 1 2.1 2.2 2.1 2.2 2.1 2.2

n 6 6 3 3 1 1 0

Output 0 1 1 -

Sehingga representasi biner dari 6 adalah 1102

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Konversikan bilangan desimal 27 ke representasi binernya. 2 27 13 6 3 1 0

1 1 0 1 1

Pada kolom kanan dibaca dari bawah ke atas, memberikan jawaban bahwa 2710 = 110112 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Konversikan bilangan desimal 27 ke representasi binernya. 2 27 13 6 3 1 0

1 1 0 1 1

Pada kolom kanan dibaca dari bawah ke atas, memberikan jawaban bahwa 2710 = 110112 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Biner Konversikan bilangan desimal 27 ke representasi binernya. 2 27 13 6 3 1 0

1 1 0 1 1

Pada kolom kanan dibaca dari bawah ke atas, memberikan jawaban bahwa 2710 = 110112 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Notasi bnc menotasikan bagian bulat dari n frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner 1

input n, digit

2

i ←− 0 Repeat

3

1 2 3 4 5

i ←− i + 1 m ←− 2n output bmc n ←− frac(m) until n = 0 atau i = digit Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Konversikan pecahan desimal 0.32 ke repersentasi binernya dengan 5 digit setelah titik.

0 1 0 1 0

32 2 64 28 56 12 24

Pada kolom kiri dibaca dari atas ke bawah, memberikan jawab: 0.3210 = 0.01010...2 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Konversikan pecahan desimal 0.32 ke repersentasi binernya dengan 5 digit setelah titik.

0 1 0 1 0

32 2 64 28 56 12 24

Pada kolom kiri dibaca dari atas ke bawah, memberikan jawab: 0.3210 = 0.01010...2 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Konversikan pecahan desimal 0.32 ke repersentasi binernya dengan 5 digit setelah titik.

0 1 0 1 0

32 2 64 28 56 12 24

Pada kolom kiri dibaca dari atas ke bawah, memberikan jawab: 0.3210 = 0.01010...2 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Jika sebuah bilangan memiliki bagian bulat dan bagian pecahan, maka setiap bagian bisa dikonversikan secara terpisah dan hasilnya dikombinasikan Contoh kita sebelumnya menunjukkan 2710 = 110112 dan 0.3210 = 0.01010...2 Dengan mengkombinasikan keduanya maka didapat bahwa 27.3210 = 11011.01010...2 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Jika sebuah bilangan memiliki bagian bulat dan bagian pecahan, maka setiap bagian bisa dikonversikan secara terpisah dan hasilnya dikombinasikan Contoh kita sebelumnya menunjukkan 2710 = 110112 dan 0.3210 = 0.01010...2 Dengan mengkombinasikan keduanya maka didapat bahwa 27.3210 = 11011.01010...2 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Pecahan Desimal ke Biner Jika sebuah bilangan memiliki bagian bulat dan bagian pecahan, maka setiap bagian bisa dikonversikan secara terpisah dan hasilnya dikombinasikan Contoh kita sebelumnya menunjukkan 2710 = 110112 dan 0.3210 = 0.01010...2 Dengan mengkombinasikan keduanya maka didapat bahwa 27.3210 = 11011.01010...2 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Sistem Oktal dan Heksadesimal Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat digeneralisasikan terhadap basis selain 2. Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan 8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit merupakan perpangkatan dari 8. Contoh: 374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510 Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit: 0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit merupakan perpangkatan dari 16. Contoh: E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Sistem Oktal dan Heksadesimal Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat digeneralisasikan terhadap basis selain 2. Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan 8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit merupakan perpangkatan dari 8. Contoh: 374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510 Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit: 0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit merupakan perpangkatan dari 16. Contoh: E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Sistem Oktal dan Heksadesimal Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat digeneralisasikan terhadap basis selain 2. Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan 8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit merupakan perpangkatan dari 8. Contoh: 374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510 Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit: 0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit merupakan perpangkatan dari 16. Contoh: E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Sistem Oktal dan Heksadesimal Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat digeneralisasikan terhadap basis selain 2. Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan 8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit merupakan perpangkatan dari 8. Contoh: 374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510 Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit: 0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit merupakan perpangkatan dari 16. Contoh: E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Sistem Oktal dan Heksadesimal Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat digeneralisasikan terhadap basis selain 2. Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan 8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit merupakan perpangkatan dari 8. Contoh: 374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510 Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit: 0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit merupakan perpangkatan dari 16. Contoh: E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Sistem Oktal dan Heksadesimal Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat digeneralisasikan terhadap basis selain 2. Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan 8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit merupakan perpangkatan dari 8. Contoh: 374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510 Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit: 0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit merupakan perpangkatan dari 16. Contoh: E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510 Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna? Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit dalam representasi biner Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus mengkonversinya ke sistem biner. Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk mengkonversinya ke sistem biner Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna? Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit dalam representasi biner Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus mengkonversinya ke sistem biner. Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk mengkonversinya ke sistem biner Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna? Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit dalam representasi biner Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus mengkonversinya ke sistem biner. Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk mengkonversinya ke sistem biner Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna? Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit dalam representasi biner Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus mengkonversinya ke sistem biner. Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk mengkonversinya ke sistem biner Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Antar Sistem Bilangan Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna? Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit dalam representasi biner Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus mengkonversinya ke sistem biner. Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk mengkonversinya ke sistem biner Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversi bilangan desimal ke oktal atau heksadesimal analog dengan konversi desimal ke biner; perbedaannya hanya penggunaan 8 atau 16 sebagai pembagi atau pengali.

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversikan 275.437510 ke representasi oktal Konversi bagian bulat 8 275 34 3 4 2 0 4 Sehingga 27510 = 4238

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversikan 275.437510 ke representasi oktal Konversi bagian bulat 8 275 34 3 4 2 0 4 Sehingga 27510 = 4238

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversikan 275.437510 ke representasi oktal Konversi bagian bulat 8 275 34 3 4 2 0 4 Sehingga 27510 = 4238

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal Konversi bagian pecahan 4375 8 3 5000 4 0 Sehingga 0.437510 = 0.348 Mengkombinasikan hasilnya didapat: 275.437510 = 423.348

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal Konversi bagian pecahan 4375 8 3 5000 4 0 Sehingga 0.437510 = 0.348 Mengkombinasikan hasilnya didapat: 275.437510 = 423.348

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal Konversi bagian pecahan 4375 8 3 5000 4 0 Sehingga 0.437510 = 0.348 Mengkombinasikan hasilnya didapat: 275.437510 = 423.348

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversikan 985.7812510 ke representasi heksadesimal Konversi bagian bulat 16 985 61 9 3 13 0 3 Sehingga 98510 = 3D916

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversikan 985.7812510 ke representasi heksadesimal Konversi bagian bulat 16 985 61 9 3 13 0 3 Sehingga 98510 = 3D916

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal

Konversikan 985.7812510 ke representasi heksadesimal Konversi bagian bulat 16 985 61 9 3 13 0 3 Sehingga 98510 = 3D916

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal Konversi bagian pecahan 78125 16 12 50000 8 0 Sehingga 0.7812510 = 0.C816 Mengkombinasikan hasilnya didapat : 985.7812510 = 3D9.C816

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal Konversi bagian pecahan 78125 16 12 50000 8 0 Sehingga 0.7812510 = 0.C816 Mengkombinasikan hasilnya didapat : 985.7812510 = 3D9.C816

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal Konversi bagian pecahan 78125 16 12 50000 8 0 Sehingga 0.7812510 = 0.C816 Mengkombinasikan hasilnya didapat : 985.7812510 = 3D9.C816

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara biner dengan oktal dan heksadesimal. Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi, demikian juga dengan basis 2dan 16. Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal. Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi heksadesimal. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara biner dengan oktal dan heksadesimal. Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi, demikian juga dengan basis 2dan 16. Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal. Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi heksadesimal. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara biner dengan oktal dan heksadesimal. Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi, demikian juga dengan basis 2dan 16. Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal. Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi heksadesimal. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara biner dengan oktal dan heksadesimal. Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi, demikian juga dengan basis 2dan 16. Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal. Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi heksadesimal. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara biner dengan oktal dan heksadesimal. Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi, demikian juga dengan basis 2dan 16. Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal. Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi heksadesimal. Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN

Keterbagian dan Bilangan Prima GCD dan Algoritma Euclidis Kekongruenan dan Aplikasinya Sistem dan Representasi Bilangan

Sistem Bilangan Konversi Antar Sistem Bilangan

Terima kasih

TERIMA KASIH

Antonius Cahya Prihandoko

TEORI BILANGAN