validitas instrumen ukur variabel sosial bidang permukiman

30 downloads 78770 Views 3MB Size Report
19 Nov 2013 ... instrumen ukur variabel sosial bidang permukiman diukur melalui validitas isi. Validitas isi terdiri dari validitas muka dan validitas logik.
VALIDITAS INSTRUMEN UKUR VARIABEL SOSIAL BIDANG PERMUKIMAN Oleh: Yulinda Rosa Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah: 03 Juli 2008 Tanggal revisi terakhir : 23 Juli 2008

Abstrak

Tingkat akurasi dan objektifitas hasil pengukuran dari suatu variabel sangat tergantung pada tingkat validitas instrumen ukur yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut. Dalam bidang sosial khususnya bidang permukiman, pengukuran variabel sosial dilakukan melalui pengukuran indikator-indikator yang membentuk variabel. Pengukuran validitas instrumen ukur variabel sosial bidang permukiman diukur melalui validitas isi. Validitas isi terdiri dari validitas muka dan validitas logik. Pengukuran validitas muka, meliputi pengukuran format penulisan, sedangkan pengukuran validitas logik dilakukan dengan mengukur sejauhmana instrumen yang dibuat dapat menggambarkan ciri-ciri yang hendak diukur. Ciri-ciri diuraikan melalui indikator-indikator yang menyusun variabel yang hendak diukur. Metode yang digunakan untuk mengukur validitas muka dengan mengunakan analisis rasional atau melalui professional judgment. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengukur validitas logik adalah dengan mengunakan analisis rasional atau melalui profesional judgment dan perhitungan secara statistik melalui nilai korelasi antara skor item dan skor total pada analisis item. Item dikatakan valid jika nilainilai thitung dari Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r dari tabel untuk jumlah responden = n.

Kata Kunci: Validasi instrumen, variabel sosial Abstract

Accuracy and objectivity of variable measurement highly depend on its validity. In social area, especially in human settlement, assessment of social variable is done by measuring the indicators composed in the variable. This instrument validity relies on content validity, including face validity and logic validity. Face validity including writing format, meanwhile logic validity assessed by measuring the ability of the instrument in describing characteristics of things mean to be measured. Those characteristics represented by indicators of the variable which attemted to be measured. Method that employed in measuring face validity is using rational analysis or professional judgment. Logic validity is done by rational analysis, which employing correlation between item score and its total score, or item analysis. An item said to be valid if resulting t greater than r from table with specific n.

Keywords: Instrument validity, social variable PENDAHULUAN Pengukuran variabel sering harus dilakukan dalam menyelesaikan suatu Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

permasalahan atau dalam suatu penelitian bidang permukiman. Informasi yang akurat dan objektif sangat diperlukan untuk mendapatkan 263

suatu solusi permasalahan yang tepat dan hasil penelitian yang akurat dan objektif. Untuk mendapatkan suatu hasil pengukuran yang akurat dan objektif merupakan suatu hal yang perlu difikirkan. Tingkat akurasi dan objektifitas hasil pengukuran variabel bidang permukiman, sangat dipengaruhi oleh ketepatan dalam memilih alat (instrumen) yang digunakan dan cara menggunakan instrumen tersebut ketika melakukan pengukuran. Berkaitan dengan instrumen yang digunakan dalam pengukuran variabel bidang permukiman, sangat bervariasi, namun secara umum terdapat perbedaan cukup besar dari instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel faktor fisik dan variabel-variabel faktor sosial. Pengukuran variabel fisik bidang permukiman pada umumnya mudah dioperasionalkan sehingga instrumen variabel-variabel faktor fisik kebanyakan sudah ada, sudah distandarkan, dan sudah dilengkapi dengan manual cara penggunaannya, seperti thermometer digunakan untuk mengukur suhu udara, ph meter dapat digunakan untuk mengukur ph air atau pH sampah, dll. Lain halnya dengan variabel faktor sosial bidang permukiman, kebanyakan tidak mudah untuk dioperasionalkan, harus diungkap dalam diri subjek penelitian, instrumen ukurnya secara umum belum ada, kalaupun ada sangat terbatas (beberapa instrumen untuk mengukur variabel psikologi sudah ada dan distandarkan), oleh karena itu ketika melakukan pengukuran variabel sosial maka harus dibuat terlebih dahulu instrumen untuk mengukurnya. Pengukuran variabel sosial seringkali harus dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial bidang permukiman. Sebagai contoh, pada umumnya di perkotaan terjadi 264

ketidakseimbangan sumber daya alam dengan jumlah penduduk yang harus dilayani oleh aparat yang ada. Keterbatasan sumber daya alam, menyebabkan kota tidak dapat melayani penduduknya sesuai dengan standar kehidupan yang layak. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam permasalahan sosial di bidang permukiman. Permasalahan tersebut diantaranya adalah masalah persampah an, penyediaan perumahan, rendahnya kualitas lingkungan dan lain-lain. Disisi lain, umumnya terbatasnya kemampuan pemerintah dalam melayani penduduk yang tinggal di perkotaan, menjadikan keterlibatan masyarakat untuk menyelesaikan masalah di atas merupakan salah satu alternatif solusi yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran terhadap beberapa variabel sosial diantaranya yaitu tingkat partisipasi masyarakat/ persepsi masyarakat/ kesiapan masyarakat dalam pengolahan sampah/ penyediaan perumahan, pemeliharaan keamanan dan kenyamanan lingkungan. Untuk mengukur variabel-variabel tersebut diperlukan instrumen yang berbeda dan tidak dapat dilakukan langsung, karena variabel tersebut merupakan variabel-variabel abstrak, pengukuran harus dilakukan melalui indikator-indikator yang membentuknya. Masing-masing variabel belum adanya instrumen ukurnya, sehingga ketika akan melakukan pengukuran harus dibuat terlebih dahulu. Ketidaktepatan dalam membuat instrumen ukur akan menyebabkan tidak valid dan reliabel hasil ukur, yang akhirnya dapat berakibat pada kesalahan dalam membuat langkah penyelesaian masalah yang dihadapi karena informasi yang didapat dari hasil pengukuran tidak objektif. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Untuk membuat instrumen pengukuran variabel sosial yang baik harus memenuhi kriteria reliabel dan valid, instrumen ukur yang tidak reliabel dan tidak valid akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan suatu subjek. Dalam tulisan ini akan dibahas teknik pembuatan instrumen sosial yang dapat memenuhi kriteria valid. Pembahasan difokuskan pada pengujian validitas isi dan validitas item. Pengukuran tingkat validitas berkaitan dengan aspek ketepatan dan kecermatan pengukuran. Instrumen pengukuran dinyatakan valid artinya instrumen tersebut tepat dan sekaligus cermat atau mampu menggambarkan mengenai perbedaan yang sekecilkecilnya diantara subjek yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, dalam pengukuran fisik, untuk mendapatkan hasil pengukuran yang tepat dan cermat dalam bidang farmasi (mengukur berat obat) menggunakan instrumen penimbangan berat obat yang sensitif terhadap perubahan berat yang kecil. Instrumen penimbangan berat badan tepat digunakan untuk mengukur berat namun tidak cermat bila digunakan mengukur berat obat. Karena dalam mengukur berat obat (kaitan dengan pengobatan manusia), informasi perbedaan berat kecil (satuan gram) akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manusia, lain halnya dengan pengukuran berat badan, perbedaan hasil ukur dalam satuan gram tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manusia.

Maksud Membuat instrumen ukur variabel faktor sosial bidang permukiman yang memenuhi kriteria valid.

Tujuan Mendapatkan informasi yang akurat dan Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

objektif dalam pengukuran variabel faktor sosial bidang permukiman.

Metode

Pengujian validitas isi terhadap instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel faktor sosial terbagi menjadi dua jenis, yaitu validitas muka dan validitas logik. Validitas muka meliputi pengukuran format penampilan, sedangkan validitas logik menunjukkan sejauhmana instrumen yang dibuat dapat menggambarkan ciri-ciri yang hendak diukur. Metode yang digunakan untuk mengukur validitas muka dengan mengunakan analisis rasional atau melalui professional judgment. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengukur validitas logik adalah dengan mengunakan analisis rasional dan perhitungan secara statistik melalui nilai korelasi antara skor item dan skor total. Metode ini selanjutnya diberikan contoh mengacu pada penelitian tentang SATLAKAR, dilakukan pada tahun 2003, di Puslitbang Permukiman.

Pembuatan Instrumen Pengujian validitas yang akan diuraikan dalam pembahasan ini adalah pengujian validitas isi dan analisis item. Pengujian validitas isi merupakan tahap awal dalam melakukan pengujian kualitas instrumen. Hasil dari uji ini bersifat subjektif dan sangat tergantung pada objek yang akan diukur. Pengujian validitas isi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana item-item dalam instrumen (kuesioner) mencakup seluruh kawasan indikator pada variabel yang hendak diukur. Sedangkan analisis item dilakukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat signifikansi suatu item dapat mengukur perbedaan yang ada dalam objek yang diukur.  Validitas Isi Pengujian validitas isi terdiri dari dua 265

tahap yaitu: Tahap pertama, pengujian validitas muka. Tahap dua, pengujian validitas logik. a. Validitas muka Validitas muka didasarkan pada format penampilan. Bila format penampilan dapat memperlihatkan kemampuan bisa mengungkapkan apa yang hendak diukur, maka validitas muka telah terpenuhi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengujian ini adalah: 1) Besar dan tipe huruf yang digunakan untuk menulis item-item dalam instrumen ukur. Penentuan besar huruf ini sangat tergantung pada objek yang akan diukur. Instrumen yang digunakan untuk mengukur, dengan objek pengukuran orang tua gunakan tipe dan ukuran huruf yang mudah dibaca. 2) Perhatikan format penulisan item pernyataan. Secara garis besar, item-item dalam instrumen dapat disajikan dalam bentuk pernyataan tertutup atau terbuka. Item dengan jawaban pernyataan terbuka adalah jawaban pernyataan bersifat terbuka, responden (objek yang diukur) diberikan kebebasan dalam menjawab pernyataan. Sebaliknya dengan item jawaban pernyataan tertutup, jawaban responden sudah diarahkan dalam bentuk pilihan alternatif jawaban. Masing-masing bentuk pernyataan tersebut punya kelebihan dan kekurangan. Pernyataan terbuka, lebih dapat mengukur objek yang diukur dengan lebih teliti, alternatif skor dari setiap jawaban tidak terhingga, namun dalam melakukan pengukuran hasil jawaban responden harus dilakukan oleh seorang ahli, tidak dapat di 266

delegasikan pada orang lain, hal ini akan sangat menyulitkan bila objek yang harus diukur berjumlah banyak. Sedangkan pernyataan dengan jawaban tertutup, altrernatif jawaban sudah dibatasi, sehingga alternatif skor jawaban dari objek yang diteliti terbatas sesuai dengan alternatif skor jawaban yang telah disediakan. Keuntungannya dalam melakukan pengukuran hasil jawaban dari objek yang diteliti dapat dibantu oleh orang lain (alat seperti komputer). Untuk pengukuran variabel dengan jumlah objek penelitian banyak, biasanya digunakan pernyataan tertutup. Sebagai contoh: Item pernyataan dengan jawaban terbuka. Menurut pendapat Bapak/ Ibu/ Saudara SATLAKAR adalah kepanjangan dari? Jawaban: Kebakaran

Satuan

Relawan

Item pernyataan dengan jawaban tertutup SATLAKAR adalah kepanjangan dari Barisan Relawan Kebakaran. 1) Benar sekali 2) Benar 3) Ragu-ragu 4) Salah 5) Salah sekali b. Validitas logik Valliditas logik adalah tipe validitas yang paling signifikan dalam pengujian instrumen ukur variabel faktor sosial. Langkah yang paling penting dalam pengujian validitas logik dilakukan melalui tingkat ketepatan indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut, dengan mempertimbangkan batasan kawasan indikator ukur. Oleh karena itu pengujian dilakukan dengan Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

menggunakan

rasional atau terhadap kawasan indikator ukur dalam instrumen yang akan diuji. Batasan kawasan indikator pengukuran yang tidak tepat dan kurang jelas akan menyebabkan terikutnya item-item yang tidak tepat dalam instrumen, sehingga menghasilkan suatu pengukuran yang menyimpang, jadi informasi hasil ukur tidak akurat dan objektif. Untuk mendapatkan batasan kawasan indikator pengukuran yang tepat dilakukan berdasarkan teori-teori atau pendapat ahli terkait dengan indikator variabel yang akan diukur.

professional

analisis

judgment

Untuk mempermudah dalam pembahasan, di bawah ini akan diuraikan teknik membuat instrumen dalam mengukur persepsi masyarakat terhadap keterli batan mereka dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan tempat tinggalnya. Teknik Membuat Instrumen Ukur Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman Langkah pertama ketika akan membuat instrumen ukur bidang sosial adalah menentukan kata/kalimat kunci dari instrumen yang akan dibuat. Kata/kalimat kunci untuk instrumen di atas adalah pertama persepsi masyarakat dan kedua penanggulangan kebakaran di lingkungan permukiman. Berdasarkan kedua kata/kalimat tersebut, maka dapat ditentukan kawasan indikator ukur dari instrumen yang akan dibuat. Kawasan Indikator Ukur Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Tempat Tinggalnya Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

Tahap awal dalam menentukan kawasan indikator ukur adalah mengumpulkan informasi berkaitan dengan teori-teori atau pendapat para ahli berkaitan dengan variabel yang akan diukur. Menentukan materi teori atau pendapat para ahli yang harus dikumpulkan, dilihat dari nama variabel yang akan diukur. Untuk variabel persepsi masyarakat terhadap keterlibatan mereka dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan tempat tinggalnya, perlu dikumpulkan teori/ pendapat ahli berkaitan dengan persepsi masyarakat dan penanggulangan kebakaran dilingkungan permukiman, kemudian cari irisan dari keduanya. Hal diatas dilakukan bila teori yang terkait langsung dengan penentuan indikator persepsi masyarakat terhadap keterli batan mereka dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan tempat tinggalnya belum ada. Persepsi terhadap lingkungan terbentuk melalui proses konasi, afeksi, dan kognasi. Proses konasi terdiri dari penerimaan, pemahaman, dan pemikiran. Proses afeksi meliputi perasaan dan emosi, keinginan serta nilai-nilai tentang lingkungan. Adapun proses kognasi meliputi tindakan atau perlakuan terhadap lingkungan sebagai respon dari proses konasi dan afeksi (Haryadi dan Setiawan, 1995). Persepsi masyarakat terhadap keterlibatan mereka dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan permukiman tempat tinggalnya terbentuk melalui proses konasi, afeksi, dan konasi. Proses konasi terdiri dari penerimaan, pemahaman, dan pemikiran. Proses afeksi meliputi perasaan dan emosi, keinginan serta nilai-nilai tentang berkaitan dengan keterlibatannya dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan tempat tinggalnya. Adapun proses kognasi 267

meliputi tindakan atau perlakuan masyarakat terhadap ling-kungan permukiman tempat tinggalnya berkaitan dengan penanggulangan kebakaran, sebagai respon dari proses konasi dan afeksi (Haryadi dan Setiawan, 1995).

Persepsi masyarakat

Penanggulangan kebakaran di permukiman

Kawasan Indikator Persepsi Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman Gambar 1. Kawasan Persepsi Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman

Menurut Daft (2003) dikutip oleh Kristanto (2005) “persepsi” adalah proses kognitif yang digunakan orang untuk merasakan kondisi lingkungan dengan memilih, mengorganisasikan, dan menginterprestasikan informasi. Berdasarkan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa untuk mengukur tingkat persepsi masyarakat dilakukan melalui pengukuran indikator pemahaman masyarakat pada proses konasi, afeksi dan konasi. Secara logika proses pemahaman seseorang terhadap suatu informasi baru diawali dengan proses penerimaan atau transfer informasi. Bila proses transfer informasi berjalan dengan baik akan memberikan pemahaman positif terhadap informasi tersebut, sebaliknya bila proses informasi tidak berjalan dengan baik maka pemahaman positif berkaitan dengan informasi yang diberikan tidak 268

akan terbentuk. Pada akhirnya pemahaman akan membentuk keinginan yang berujung pada pengambilan keputusan untuk melakukan suatu tindakan mendukung atau menolak program yang terkait dengan informasi yang diterima. KEPMEN PU RI No. 11/KPTS/2000, menyatakan bahwa: 1) SATLAKAR merupakan wadah partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran. 2) Pembinaan masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat dalam mengatasi ancaman bahaya kebakaran dilakukan melalui penyuluhan dan pelatihan. 3) Pembinaan personal kelembagaan menjadi tanggung jawab lurah, sedangkan pembinaan teknis pemadaman kebakaran ditangani oleh PEMDA dan instansi Pemadam Kebakaran. 4) Materi yang diberikan dalam pembinaan masyarakat meliputi kegia tan dalam rangka pencegahan kebakaran dan kegiatan dalam rangka menunjang operasi pemadaman kebakaran (pemadaman pada tahap awal). Pengukuran keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan permukiman dilakukan melalui indikator: Keterlibatan dalam organisasi SATLAKAR; Keterlibatan dalam program pembinaan personal dan teknis. Kawasan irisan antara indikator persepsi masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan permukiman adalah: Proses kognisi, afeksi dan konasi pada kegiatan organisasi SATLAKAR

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

serta pembinaan personal kelembagaan dan teknis. Tahapan selanjutnya adalah membuat item-item pernyataan berdasarkan kawasan irisan yang telah di tetapkan berdasarkan teori-teori di atas. Pembuatan Item-item Pernyataan untuk Mengukur Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman 1) Proses konasi, afeksi dan konasi berkaitan dengan keberadaan dan keterlibatan dalam organisasi SATLAKAR. Item-item proses konasi, meliputi item-item yang digunakan untuk mengukur pemahaman / pengetahuan masyarakat terkait dengan organisasi SATLAKAR:  SATLAKAR singkatan dari satuan relawan kebakaran.  Organisasi SATLAKAR merupakan wadah partisipasi dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam mengatasi ancaman bahaya kebakaran.  Tugas organisasi SATKAKAR mem bantu masyarakat dalam upaya menjaga bangunan, penghuni, harta dan lingkungannya serta memberikan informasi kejadian kebakaran kepada instansi pemadam kebakaran.  Fungsi organisasi SATLAKAR adalah melakukan pemadaman dini, sebelum instansi pemadam kebakaran datang ke tempat terjadinya kebakaran.  Pemadaman tahap dini merupakan usaha pemadaman tahap awal dari suatu kebakaran setelah terjadinya penyulutan.  Dalam suatu lingkungan permukiman padat sangat Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)



dianjurkan untuk dibentuk organisasi SATLAKAR. Pembentukan organisasi SATLAKAR dalam suatu permukiman padat dapat mengurangi ancaman bahaya kebakaran

Item-item proses afeksi, meliputi item-item yang digunakan untuk mengukur keinginan/nilai-nilai yang ada dalam diri masyarakat terkait dengan organisasi SATLAKAR:  Keinginan untuk menjadi anggota SATLAKAR.  Keinginan untuk menjadi pengurus organisasi SATLAKAR.  Keinginan untuk melaksanakan tugas SATLAKAR. Item-item proses konasi, meliputi item-item yang digunakan untuk mengukur tindakan yang diambil oleh masyarakat terkait dengan organisasi SATLAKAR:  Keputusan untuk menjadi anggota SATLAKAR.  Keputusan untuk menjadi pengurus organisasi SATLAKAR. 2) Proses konasi, afeksi dan konasi berkaitan dengan pembinaan personal kelembagaan dan teknis. Item-item proses konasi, meliputi item-item yang digunakan untuk mengukur pemahaman masyarakat terkait dengan pembinaan personal kelembagaan dan teknis:  Lingkungan permukiman padat tidak tertata, sarana dan prasarana tidak memadai merupakan lingkungan rawan kebakaran.  Pembinaan teknis pencegahan dan pemadaman kebakaran di lingkungan permukiman menjadi tanggung jawab instansi Pemadam Kebakaran.

269







Upaya-upaya pencegahan kebakaran lebih utama dan lebih mudah dibandingkan dengan upaya pemadaman. Untuk dapat melakukan teknik pencegahan dan pemadaman kebakaran dengan cara yang benar diperlukan tambahan pengetahuan. Program pemerintahan dalam meningkatkan pengetahuan teknik pembinaan personal, teknik pencegahan dan teknik pemadaman kebakaran dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan dan penyebarluasan informasi singkat melalui leaflet (booklet).

Item-item proses afeksi, meliputi item-item yang digunakan untuk mengukur keinginan/nilai-nilai yang ada dalam diri masyarakat terkait dengan pembinaan teknis personal kelembagaan, teknis pencegahan dan pemadaman kebakaran:  Keinginan untuk turut serta dalam menambah pengetahuan berkaitan dengan kelembagaan organisasi SATLAKAR, teknik pencegahan dan pemadaman kebakaran melalui penyuluhan /pelatihan/membaca leaflet atau booklet.  Keinginan untuk turut serta melakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran di lingkungan permukiman tempat tinggalnya.  Keinginan untuk turut serta dalam melakukan upaya-upaya pemadaman kebakaran di lingkungan permukiman tempat tinggalnya. Item-item proses konasi, meliputi item-item yang digunakan untuk 270

mengukur tindakan yang diambil oleh masyarakat terkait dengan pembinaan personal dan teknis:  Keputusan untuk turut serta dalam menambah pengetahuan berkaitan dengan kelembagaan organisasi SATLAKAR, teknik pencegahan dan pemadaman kebakaran melalui penyuluhan /pelatihan/membaca leaflet atau booklet.  Keputusan untuk turut serta melakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran di lingkungan permukiman tempat tinggalnya.  Keputusan untuk turut serta dalam melakukan upaya-upaya pemadaman kebakaran di lingkungan permukiman tempat tinggalnya. Langkah selanjutnya adalah menjabarkan setiap item-item di atas dalam bentuk satu atau lebih item-item pernyataan. Sebelum membuat itemitem pernyataan, terlebih dahulu dipertimbangkan bentuk instrumen yang akan dibuat. Apakah disajikan dalam item-item pernyataan dengan jawaban terbuka atau tertutup. Khususnya untuk item-item pernyataan dengan jawaban tertutup, harus difikirkan skala yang digunakan untuk menentukan alternatif jawaban. Dalam mengukur fenomena sosial biasanya digunakan skala pengukuran sikap. Berbagai jenis skala pengukuran yang biasa digunakan untuk mengukur fenomena sosial adalah Skala Likert, Skala Guttman, rating scale, semantict defferensial dan Skala Thurstone. Dalam tulisan ini dibatasi hanya membahas skala pengukuran Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 1998). Alternatif jawaban untuk setiap item mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Alternatif jawaban untuk setiap item, yang umum digunakan berjumlah ganjil (lima) atau genap (empat). Untuk item yang memerlukan jawaban yang tegas, positif atau negatif umumnya digunakan alternatif jawaban dengan jumlah genap. Dua alternatif jawaban menunjukkan jawaban ke arah positif (baik sekali, cukup baik) dan dua alternatif jawaban menunjukkan jawaban ke arah negatif (kurang baik, tidak baik). Sedangkan untuk alternatif jawaban dengan jumlah alternatif jawaban ganjil misalnya lima, dua alternatif jawaban menunjukkan jawaban ke arah positif (sangat setuju, setuju), dan dua alternatif jawaban lagi menunjukkan jawaban ke arah negatif (Tidak setuju, sangat tidak setuju), sedangkan satu alternatif jawaban lagi menunjukkan peralihan antara arah positif dan negatif (Ragu-ragu). Susunan item-item pernyataan dalam kuesioner, harus disajikan sedemikian rupa, sehingga responden yang mengisi tidak merasa bosan. Sebaiknya itemitem pernyataan didisain dalam bentuk kalimat positif dan negatif. Kalimat positif menunjukkan pernyataan yang benar, sedangkan kalimat negatif menunjukkan pernyataan yang salah. Contoh kalimat positif: Upaya-upaya pencegahan kebakaran lebih utama dan lebih mudah dibandingkan dengan upaya pemadaman. Contoh kalimat negatif: Mencegah terjadinya kebakaran tidak terlalu penting, yang penting

Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

memadamkan api ketika terjadi kebakaran. Setelah kuesioner selesai dibuat, maka perlu dilakukan konsultasi dengan narasumber ahli. Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan masukan dari narasumber ahli selanjutnya dilakukan uji coba terhadap item-item pernyataan yang telah dibuat. Tujuan utama dari uji coba tersebut adalah untuk menyeleksi item-item pernyataan yang ada dalam kuesioner, agar valid dalam mengukur apa yang hendak diukur. Untuk itemitem pernyataan yang tidak valid dilakukan perbaikan (umumnya redaksi kalimat) atau dikeluarkan dari kuesioner. Pengujian Validitas Item-item Pernyataan dalam Kuesioner Uji coba kuesioner dilakukan sebelum pengukuran yang sebenarnya dilakukan terhadap responden target. Kuesioner diujicobakan terhadap beberapa responden yang memiliki karakteristik sama dengan responden target. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan uji coba kuesioner adalah apakah pernyataan atau pernyataan dalam kuesioner tersebut dapat dipahami dengan tepat oleh responden. Melalui uji coba tersebut akan diketahui item-item pernyataan /pernyataan mana yang perlu digunakan /diperbaiki/diganti atau dihi langkan. Untuk pernyataan/pernyataan dengan kalimat terbuka keputusan dari seleksi item dilakukan tanpa melalui perhitungan secara statistik, tapi berdasarkan hasil uji coba langsung dengan responden. Sedangkan untuk item-item pernyataan/pernyataan dengan kalimat tertutup, dapat dilakukan melalui perhitungan secara statistik. Untuk mempermudah pemahaman selanjutnya pembahasan akan diarahkan pada uji coba kuesioner untuk 271

mengetahui validitas kuesioner dengan kalimat tertutup. Berdasarkan data lapangan dari kuesioner untuk mengukur Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman, yang disebarkan pada 30 orang responden sebagai sampling awal, didapakan hasil seperti pada tabel 1.

perlu dilakukan penghitungan kembali nilai-nilai validitas kuesioner dengan menghilangkan item-item pernyataan yang tidak signifikan. Nilai validitas instrumen dengan mengeluarkan tujuh item pernyataan dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Berdasarkan hasil perhitungan semua tahap 1 adalah 0,723.

Pengujian dengan

Artinya ke tujuh item pernyataan tersebut tidak signifikan untuk mengukur variabel persepsi, oleh karena itu perlu dikaji kembali terhadap item-item tersebut. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan item pernyataan tersebut tidak signifikan mengukur apa yang hendak diukur yaitu:

validitas item menggunakan

dilakukan Program

Statistical Product and Service Solution

(SPSS) 12. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total menggunakan dan bertanda positif dengan skor total menunjukkan kalau item tersebut mempunyai validitas yang tinggi. Item dikatakan valid jika nilai-nilai thitung dari Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r dari tabel untuk jumlah responden n = 42. Nilai r dari tabel untuk n = 42 dan tingkat signifikansi 5% adalah r = 0,304 (Riduwan, 2004). Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara skor item-item pernyataan pada kuesioner untuk item 11, item 13, item 16, item 18, item 19, item 20, dan item 26 dengan skor total pernyataan mempunyai nilai korelasi lebih kecil dari nilai korelasi tabel (r = 0,304). Jadi item-item pernyataan tersebut di atas tidak valid untuk mengukur variabel partsipasi, sehingga dikeluarkan dari instrumen alat ukur dan tidak digunakan untuk mengukur variabel tersebut. Nilai koefisien alpha Cronbach’s dengan memasukan semua item pernyataan (Untuk kasus pertama, setelah dilakukan perbaikan terhadap item-item pernyataan yang tidak signifikan, maka harus dilakukan uji coba kembali. Sedangkan untuk kasus dua, setelah dihilangkan item-item pernyataan yang tidak signifikan, maka 272

Pertama, item-item pernyataan tersebut kurang dipahami oleh responden, sehingga terdapat penyimpangan pemahaman antara yang dimaksud oleh pembuat kuesioner dengan responden. Untuk kondisi seperti ini kalimat pertanyaan/pernyataan tersebut tetap dimasukkan dalam kuesioner, dengan redaksi kalimat yang diperbaiki. Kedua, item-item pernyataan tersebut memang tidak dapat mengukur variasi apa yang hendak diukur. Sehingga variasi yang ada pada responden tidak dapat diukur atau variasi hasil ukur tidak signifikan. Kondisi seperti ini, item pernyataan dapat dihilangkan dari kuesioner atau dilihat kembali responden yang diambil dalam uji coba apakah sudah representatif. Sehingga mengurangi jumlah item pernyataan pada kuesioner. Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari 0,304, Jadi semua item pernyataan signifikan mengukur apa yang hendak diukur. Hal tersebut dapat meningkatkan derajat kepercayaan (reliabilitas) dari instrumen yang telah dibuat, dapat dilihat melalui nilai

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Cronbrach’s alpha yang awalnya bernilai 0,817 menjadi 0,892. Selanjutnya perlu dilakukan kembali pengecekan dengan meminta pendapat para ahli untuk kuesioner yang telah diuji. Terutama ketika akan mengeluarkan ketujuh item-item yang tidak signifikan. Secara teoritis item 11, 13 dan 16 dibutuhkan untuk mengukur proses konasi dan afeksi pemahaman/

pengetahuan masyarakat terkait dengan organisasi SATLAKAR. Sedangkan item 18, 19, 20 dan 26 dibutuhkan untuk mengukur proses konasi, afeksi dan konasi berkaitan dengan pembinaan personal kelembagaan dan teknis. Bila telah dilakukan penyesuaian sesuai dengan pendapat para ahli, maka kuesioner sudah dapat disebarkan ke seluruh responden.

Tabel 1. Hasil Perhitungan Validitas Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman Item-Total Statistics

Item1 Item2 Item3 Item4 Item5 Item6 Item7 Item8 Item9 Item10 Item11 Item12 Item13 Item14 Item15 Item16 Item17 Item18 Item19 Item20 Item21 Item22 Item23 Item24 Item25 Item26

Scale Mean if Item Deleted 69.61 68.95 69.00 69.66 69.12 69.20 69.07 68.95 70.12 68.93 70.32 69.34 68.90 69.10 69.07 70.46 69.20 69.17 70.66 70.29 69.51 68.95 69.15 69.78 69.39 69.59

Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

Scale Variance if Item Deleted 93.194 100.348 98.100 89.430 100.110 92.711 89.720 96.198 91.710 97.620 104.722 96.180 102.790 95.240 96.670 104.205 99.561 100.995 103.530 103.162 91.206 97.298 97.728 90.876 98.894 103.699

Corrected Item-Tot al Correlation .435 .465 .450 .715 .366 .471 .587 .424 .515 .317 -.053 .455 .056 .446 .404 -.023 .303 .191 .033 .027 .633 .470 .514 .620 .381 .020

Cronbach's Alpha if Item Delet ed .807 .810 .808 .793 .811 .805 .798 .807 .802 .812 .830 .806 .823 .806 .808 .827 .812 .816 .822 .825 .797 .807 .807 .797 .810 .823

273

Reliabi lity Statisti cs Cronbach's Alpha .817

274

N of Items 26

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 2. Hasil Perhitungan Validitas Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman Setelah Pengeluaran Itemitem Tidak Signifikan

Item-Total Statistics

Item1 Item2 Item3 Item5 Item6 Item7 Item8 Item9 Item10 Item12 Item14 Item15 Item17 Item21 Item22 Item23 Item24 Item25 Item26

Scale Variance if Item Deleted 94.000 99.539 98.944 91.498 101.806 90.655 89.501 100.199 96.202 97.244 99.688 97.056 98.552 94.762 95.178 100.901 100.755 88.528 91.139

Scale Mean if Item Deleted 53.00 52.24 52.39 53.05 52.49 52.54 52.27 52.41 53.44 52.39 52.63 52.49 52.56 52.71 52.85 52.27 52.46 53.15 52.76

Cronbach's Alpha

Corrected Item-Total Correlation .471 .582 .569 .671 .379 .692 .677 .323 .355 .478 .373 .449 .385 .660 .539 .373 .500 .832 .745

Cronbach's Alpha if Item Deleted .890 .887 .887 .882 .891 .881 .881 .893 .895 .888 .891 .889 .891 .883 .886 .891 .889 .876 .879

N of Items

Tabel 3. Hasil Kodifikasi Data Lapangan Uji Coba Kuesioner Pengukuran Persepsi Masyarakat Terhadap Penanggulangan Kebakaran di Permukiman Kumuh dari 30 orang Responden di Jakarta

1

1 2

2 2

3 3

4 4

5 5

6 2

7 2

8 2

Variabel Persepsi Nomor Item 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Total 2 2 3 2 1 2 3 4 5 1 3 5 5 3 2 1 1 2 69

2 3

3 3

3 3

3 3

2 3

3 3

2 3

4 4

3 3

2 2

3 3

4 2

3 2

3 2

3 4

3 3

4 4

3 3

3 4

2 2

2 2

3 1

3 5

3 4

3 2

3 4

2 2

75 76

4

1

3

3

1

3

2

3

1

1

2

2

2

4

3

3

2

4

4

1

1

3

3

3

2

3

4

64

5

4

4

4

3

4

4

4

4

4

4

1

4

3

3

3

1

4

4

1

3

3

4

4

4

3

4

88

No Res

Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

275

6

1 2

2 3

3 3

4 3

5 2

6 4

7 2

8 2

Variabel Persepsi Nomor Item 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Total 2 2 1 3 4 3 3 2 3 2 2 1 3 3 3 2 3 2 65

7

3

3

3

3

3

3

3

3

2

3

4

3

2

3

4

1

3

3

1

1

3

3

3

3

2

3

71

8 9

3 2

4 3

2 3

1 1

3 3

2 1

3 1

2 2

2 1

2 2

1 1

2 3

4 3

3 3

4 4

1 1

3 4

2 3

1 1

2 4

3 2

4 3

3 3

3 1

2 3

3 3

65 61

10

4

4

4

4

4

5

5

5

5

4

1

4

4

4

4

1

4

4

1

3

4

4

4

4

3

3

96

11

1

4

4

3

3

4

3

4

3

4

1

4

4

4

4

2

4

4

1

2

4

4

3

4

4

2

84

12

1

4

3

3

2

4

4

4

2

3

4

4

3

1

1

3

1

4

1

2

3

3

4

2

3

2

71

13

2

3

3

1

4

1

1

4

1

1

2

4

4

1

2

1

3

4

1

1

3

3

1

3

2

2

58

14 15

2 1

3 3

3 3

2 2

2 3

1 1

3 3

2 4

1 1

3 2

1 2

4 3

4 3

3 1

3 3

1 1

3 3

3 3

1 2

1 1

1 1

3 3

3 3

1 2

3 3

2 3

59 60

16

4

3

4

2

2

2

4

3

1

4

3

2

1

4

2

2

3

2

2

1

3

3

2

3

2

2

66

17

4

3

3

4

3

4

5

3

4

3

4

3

3

4

3

4

3

3

4

2

4

3

3

1

3

2

85

18

3

3

3

3

3

3

4

3

3

2

2

3

2

3

3

2

3

2

3

2

3

3

3

3

3

2

72

19

1

3

3

2

4

1

3

4

1

3

2

3

3

2

1

1

3

4

1

2

1

3

3

1

3

2

60

20 21

2 2

3 3

3 4

3 1

3 3

2 2

3 1

3 4

2 2

2 3

2 1

2 3

5 2

4 1

3 1

1 2

2 3

4 3

1 1

1 4

1 3

3 3

3 3

2 1

3 2

3 4

66 62

22

4

4

4

4

4

4

5

4

1

5

1

4

4

4

4

1

4

4

1

3

4

4

4

4

3

4

92

23

3

4

4

4

4

4

4

3

1

4

1

3

3

4

3

1

3

3

1

3

3

4

3

3

2

3

78

24

5

3

3

3

3

3

3

3

1

4

1

2

2

1

3

1

1

3

1

2

1

4

3

1

2

4

63

25

1

3

1

1

3

3

1

4

1

4

1

1

3

4

3

1

3

4

2

3

1

3

3

1

2

3

60

26 27

4 1

3 4

3 3

1 3

2 3

4 5

1 4

3 4

1 4

5 4

4 1

1 3

4 3

4 3

3 4

1 1

4 3

3 3

1 1

4 1

1 2

4 1

4 3

1 1

2 3

1 1

69 69

28

3

3

3

4

3

3

5

3

2

2

4

3

5

2

4

1

3

3

2

1

3

3

3

3

2

3

76

29

4

4

3

3

3

3

4

3

1

3

2

3

4

4

4

2

3

3

2

2

3

3

3

3

3

2

77

30

2

3

3

1

3

3

3

4

1

3

2

3

3

3

3

1

3

2

3

1

2

3

3

1

4

3

66

31

3

3

3

3

3

3

3

3

4

4

4

3

3

3

3

4

3

3

1

1

3

3

3

3

3

2

77

32 33

1 4

3 3

3 4

1 3

3 4

3 5

3 4

1 4

3 1

3 4

2 1

3 3

3 4

4 4

1 4

2 1

4 3

3 3

1 1

2 3

3 4

3 4

3 3

1 3

3 3

2 3

64 83

34

2

3

3

3

3

4

4

3

3

4

1

2

3

3

3

2

3

2

2

1

3

3

3

3

2

3

71

35

1

3

2

1

3

3

1

2

1

5

1

1

4

3

4

3

1

2

1

4

2

1

1

3

1

4

58

36

4

3

3

4

3

4

3

4

4

5

1

4

4

4

4

1

3

4

2

3

4

4

3

4

3

3

88

37

2

3

5

3

3

4

1

3

2

4

1

2

4

3

3

3

2

2

2

1

2

3

3

2

3

2

68

38 39

4 3

4 4

3 4

3 4

4 3

3 1

4 4

4 4

1 4

3 4

2 2

3 4

4 4

4 4

4 4

1 1

3 4

3 4

2 1

1 1

4 4

3 4

3 4

4 4

3 4

2 3

79 87

40

4

3

4

3

3

3

4

4

3

3

2

3

1

3

4

3

3

1

4

1

4

4

3

3

4

2

79

41

1

3

4

3

4

4

3

5

3

3

2

4

4

4

4

2

3

3

1

2

3

4

4

3

4

4

84

42

3

3

3

3

3

4

2

3

2

4

1

2

4

3

3

2

3

2

2

1

3

3

3

2

3

2

69

No Res

Sumber: Data Lapangan Tahun 2006

276

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Instrumen Ukur Persepsi Masyarakat terhadap Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran di Lingkungan Permukiman

NOMOR KUESIONER KUESIONER 1 PENELITIAN (Masyarakat) Tanggal Pengisian

Tanda Tangan/ Paraf Responden

I. DATA PRIBADI Responden diharapkan dapat memberi informasi tentang data-data pribadi yang dibutuhkan oleh peneliti. a. b. c. d. e. f. g.

Nama Lengkap Alamat Tempat Tinggal Gender/Jenis Kelamin Kemasyarakatnegaraan Status Perkawinan Jumlah Keluarga Pekerjaan tetap

: : : : : : :

………..……………………………………………………………… ………………………………………………………………... (1) Pria - (2) Wanita (1) WNI - (2) WNA (1) Belum Kawin – (2) Kawin – (3) Janda/Duda …………………………..orang. (1) Pelajar/Mahasiswa – (2) PNS/Polisi/Tentara/Guru (3) Swasta – (4) Wiraswasta (5) Ibu Rumah Tangga/Belum Bekerja

II. VARIABEL PERSEPSI Petunjuk Pengisian: Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu, dengan cara memberikan tanda silang (X) pada kolom kategori jawaban. Pilihan Jawaban NO

1. 2.

3.

4.

5.

Uraian Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju

Raguragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Kegiatan pencegahan dan pemadaman awal kebakaran di lingkungan permukiman merupakan tanggung jawab pemerintah. Upaya-upaya pencegahan kebakaran lebih utama dan lebih mudah dibandingkan dengan upaya pemadaman. Menurut pendapat saya mencegah terjadinya kebakaran tidak terlalu penting, yang penting dapat memadamkan api ketika terjadi kebakaran. Saya bersedia melakukan kegiatan pencegahan kebakaran di lingkungan tempat tinggal saya. Bantuan masyarakat setempat ketika terjadi bencana kebakaran sangat membantu Dinas Pemadam Kebakaran dalam melakukan pemadaman.

Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

277

Pilihan Jawaban NO

Uraian Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju

Raguragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Menurut pendapat saya sebaiknya masyarakat diam saja ketika terjadi 6. kebakaran di lingkungannya, cukup menunggu petugas Pemadam Kebakaran datang. Saya tidak bersedia membantu Dinas 7. Pemadam Kebakaran melakukan pemadaman awal ketika terjadi kebakaran. SATLAKAR merupakan singkatan dari 8 Satuan Melawan Kebakaran. SATLAKAR merupakan wadah partisipasi dan tanggungjawab masyarakat dalam 9. rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran. Fungsi utama organisasi SATLAKAR membantu Dinas Pemadam Kebakaran dalam 10. melakukan upaya-upaya pencegahan dan pemadaman awal kebakaran di lingkungannya. Menurut pendapat saya Organisasi SATLAKAR tidak perlu melakukan 11. upaya-upaya pemadaman awal, tapi baru membantu bila petugas Dinas Pemadam Kebakaran tiba di lokasi bencana. Lingkungan tempat tinggal saya merupakan 12. lingkungan padat, tapi tidak rawan terhadap bencana kebakaran Dalam setiap permukiman padat perlu 13. dibentuk organisasi SATLAKAR. Menurut pendapat saya pembentukan organisasi (SATLAKAR) dalam suatu 14. permukiman padat tidak dapat mengurangi ancaman bahaya kebakaran. Terlalu berat buat saya bila harus menjadi 15. pengurus organisasi SATLAKAR Menurut pendapat saya sebaiknya 16. pembentukkan organisasi SATLAKAR diharuskan oleh pemerintah. Merupakan kebanggaan buat saya bila 17. menjadi anggota SATLAKAR Untuk dapat melakukan teknik pencegahan dan pemadaman kebakaran 18. dengan cara yang benar belum diperlukan tambahan pengetahuan Menurut pendapat saya pembinaan teknis tentang pencegahan kebakaran 19. dibutuhkan agar dapat berpartisipasi dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran. Saya bersedia mengikuti pembinaan 20. teknis tentang pencegahan kebakaran Pembinaan teknis tentang pencegahan 21. dan pemadaman kebakaran kepada organisasi SATLAKAR merupakan tanggung 278

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Pilihan Jawaban NO

22. 23.

24.

25.

26.

Uraian Pernyataan

Sangat Setuju

Setuju

Raguragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

jawab Kelurahan. Pembinaan personal organisasi SATLAKAR menjadi tanggung jawab Lurah. Menurut pendapat saya pembinaan personal organisasi SATLAKAR merupakan tanggung jawab Dinas Pemadam Kebakaran. Penyuluhan cara-cara pencegahan dan pemadaman kebakaran tahap awal pada masyarakat tidak diperlukan Menurut pendapat saya sangat penting penyuluhan dilakukan untuk memahami cara-cara pencegahan dan pemadaman kebakaran tahap awal. Saya akan merasa senang bila harus mengikuti penyuluhan tentang pencegahan dan pemadaman kebakaran

Kesimpulan 1. Kawasan yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi masyarakat terhadap keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan permukiman dilakukan melalui tiga buah indikator yaitu proses konasi, afeksi dan konasi. Masing-masing indikator diukur melalui dua sub indikator yaitu keberadaan dan keterlibatan dalam organisasi SATLAKAR serta pembinaan personal kelembagaan dan teknis. 2. Ketiga indikator tersebut diukur melalui 26 item pernyataan. 3. Dari hasil uji coba instrumen didapatkan hasil analisis item, dari 26 pernyataan, 7 pernyataan dinyatakan tidak valid. 4. Ketujuh item-item pernyataan yang dikeluarkan terdiri dari tiga item untuk mengukur proses konasi dan afeksi pemahaman/pengetahuan masyarakat terkait dengan organisasi SATLAKAR. Sedangkan empat item untuk mengukur proses konasi, afeksi dan konasi berkaitan Validitas Instrumen Ukur ... (Yulinda R.)

dengan pembinaan personal kelembagaan dan teknis 5. Dengan mengeluarkan ketujuh itemitem pernyataan yang tidak signifikan, akan menaikkan nilai Cronbrach’s Alpha yang awalnya bernilai 0,817 menjadi 0,892. 6. Instrumen ukur persepsi masyarakat terhadap keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran di lingkungan permukiman yang baru terdiri dari 19 item. Sembilan item untuk mengukur proses konasi dan afeksi pemahaman / pengetahuan masyarakat terkait dengan organisasi SATLAKAR. Sepuluh item untuk mengukur proses konasi, afeksi dan konasi berkaitan dengan pembinaan personal kelembagaan dan teknis. 7. Sebelum memutuskan untuk mengeluarkan item-item, terlebih dahulu harus konfirmasikan dengan para ahli, dan melalui pengkajian dengan mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan kawasan yang telah ditentukan berdasarkan teori.

279

DAFTAR PUSTAKA Azwar S, Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. Harihanto, Persepsi Masyarakat terhadap Air Sungai, Lingkungan & Pembangunan 24 (3): 171 – 186, 2004. Haryadi & B. Setiawan, Arsitektur

Lingkungan dan Perilaku, Suatu Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi. Universitas Gadjah Mada

dan Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1995.

280

Kristanto R, Tesis, Kajian Persepsi dan

Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Kebakaran, Institut

Pertanian Bogor, 2005. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfabet, Bandung, 1998. Pusat Litbang Permukiman. 2003. Pola

Penyertaan Masyarakat dalam Pengelolaan Resiko Kebakaran melalui Pembentukan dan Pemberdayaan SATLAKAR (SATLAKAR). Bandung: Badan Litbang Umum.

Depertemen

Pekerjaan

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

USAHA PELAYANAN AIR MINUM SKALA KECIL DI KOTA PALEMBANG Oleh: Fitrijani Anggraini

Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah: 19 Agustus 2008 , Tanggal revisi terakhir : 03 September 2008

Abstrak

Penyediaan air minum oleh pedagang air atau swasta skala kecil menjadi fenomena penyedia layanan air minum terutama daerah yang belum terjangkau pelayanan PDAM. Perkembangan pedagang air muncul karena adanya permintaan masyarakat akan tersedianya air minum yang layak. Faktanya pedagang air ini cukup berperan dalam mengisi kesenjangan pelayanan oleh PDAM atau penyediaan mandiri oleh masyarakat. Pedagang air ini tumbuh sesuai dengan permintaan pasar, beroperasi secara informal dan belum mempunyai payung peraturan yang jelas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode transek dengan menentukan sumbu utama Kota Palembang yang melintang dari Utara-Selatan pada empat titik pengamatan, dan kelurahan yang berada pada kiri dan kanan sumbu utama tersebut sebagai titik-titik penelitian. Survey dan wawancara pedagang air dilakukan terhadap pedagang yang mewakili beberapa jenis usaha. Analisa data dilakukan secara deskriptif. Ditemukan layanan air minum swasta bervariasi dengan sistem perpipaan maupun non perpipaan. PDAM Tirta Musi dengan jaringan perpipaan menunjukkan harga air terendah dari semua jenis layanan air, jaringan perpipaan dengan swasta 2 kali dari harga PDAM. Harga air sistem tangki air 31 kali lebih mahal dengan harga air dengan sambungan PDAM. Air dari pedagang keliling yang dijual per jerigen adalah 56 kali lebih mahal. Harga air minum kemasan isi ulang 293 kali harga air PDAM. Diperlukan aturan yang jelas untuk meningkatkan sinergi antara layanan air yang ada sebagai upaya percepatan air minum sesuai dengan target Millennium Development Goals 2015.

Kata Kunci: Pelayanan air minum, skala kecil, sistem perpipaan, harga air Abstract

Water provision by vendors and small private enterprises become a new phenomenon especially in area which are not covered by PDAM and scarce water area. The growth of the water seller is caused by the market demand to get water in good quality and quantity. The small scale water providers have role to fulfill the gap of water availability as a part of efforts. The small scale water providers operate informally and they do not covered by formal regulation. This study is the result of survey and observation for knowing small scale water provider in Palembang city. The methodology of data collection is transect along the route North part to South part of Palembang city that passes 4 site and survey of water provider in Palembang city and survey of water provider in Palembang city through questioners, interviews and field observation. Data analysis conducted descriptively. Compare water price of PDAM Tirta Musi are lower than all water small enterprises, piping system by small enterprises has 2 times of water from PDAM. Water price from tankers 31 times of water from PDAM. Water price carters are 56 times higher price from PDAM’s. Furthermore, water price from bottled water small enterprises Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

313

even far more expensive, it is about 293 higher than price of water from PDAM. Needed clear regulations to improve synergy existing water service for the agenda to speed the target of Millennium Development Goals 2015.

Key words: Water providers, small scale, piping system, water prices PENDAHULUAN Kebutuhan air minum masyarakat di perkotaan tidak selalu dapat dipenuhi oleh layanan PDAM atau penyediaan mandiri terutama karena kualitas dan kuantitas air tanah. Penyediaan air minum oleh pedagang air atau swasta skala kecil menyumbangkan layanan yang signifikan akan tetapi belum mendapatkan dukungan yang memadai serta membutuhkan pengaturan, sehingga dapat melayani layanan air minum yang lainnya. Yang dimaksud pedagang air berkaitan dengan penyedia air skala kecil adalah pedagang air eceran menggunakan gerobak dorong sampai pedagang kecil yang melayani sistem perpipaan atau memproduksi air untuk tujuan komersial dan bekerja secara mandiri dan informal dan belum terdaftar resmi sebagai perusahaan penyedia air minum. Faktanya pelayanan air minum ini tumbuh sesuai dengan permintaan pasar di daerah yang belum mempunyai sistem pelayanan air minum yang memadai secara kualitas dan kuantitas, dengan konsumen bervariasi dari segi tingkat sosial ekonominya. Berdasarkan Susenas 2003, pemenuhan kebutuhan air minum di perkotaan di Palembang adalah 58,18% penduduk menggunakan PDAM / air mineral; 0,59% penduduk menggunakan air sumur pompa listrik / pompa tangan; 31,10% menggunakan sumur gali; 2,9% menggunakan mata air dan 7,23% menggunakan sungai / danau.

314

Sistem pelayanan air minum harus dapat menjangkau semua lapisan masyarakat dan berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah. UU Sumber Daya (UU no 7 tahun 2004) telah mengatur bahwa pengelolaan air minum berprinsip pada keseimbangan kepentingan antara penyedia jasa pelayanan dan konsumen, dan tercapainya pengelolaan yang berkualitas dengan harga terjangkau. Pasal 4 PP no 16 tahun 2005, Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan untuk: terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau, tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan dan tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. Namun kebijakan ini belum secara operasional memayungi seluruh layanan air minum yang ada. Diperlukan strategi dan aturan yang jelas untuk meningkatkan sinergi antara layanan air yang ada dengan PDAM selaku regulator pelayanan air minum dalam rangka mempercepat layanan sebagaimana diamanahkan dalam target MDGs 2015. Tujuan kajian ini adalah untuk mengidentifikasi tipe pedagang air, sistem penyediaan, harga air dan memberikan rekomendasi dalam kebijakan pengaturan pedagang air dalam pelayanan air minum.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

TINJAUAN PUSTAKA

Pernyataan ini kemudian kembali ditegaskan melalui KTT Bumi di Johannesburg September 2002, yang menghasilkan Millennium Development Goals (MDG) yang meliputi beberapa hal, antara lain Penyusunan Program dan Strategi tahun 2015 tentang ketersediaan air minum dan sanitasi.

Sidang Umum PBB tahun 2000 mendeklarasikan pernyataan yang disepakati oleh seluruh anggotanya dengan menetapkan tahun 2015 sebagai horizon untuk mencapai Millennium Development Goals (MDG) menyangkut aspek-aspek yang menjamin keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan, antara lain berkaitan dengan (1) penghapusan kemiskinan yang terkait dengan peningkatan ekonomi, (2) mengurangi tingkat kematian bayi dan memperbaiki kesehatan ibu hamil, (3) pelestarian lingkungan dengan cara menanggulangi kerusakan lingkungan, dan (4) mengurangi jumlah penduduk yang kesulitan mendapatkan akses terhadap air minum dan sanitasi yang sehat.

Berdasarkan definisi MDG yang berbunyi

reduce by halve the proportion of people without sustainable access to safe drinking water, maka sasaran yang

hendak dicapai pada tahun 2015 adalah bahwa separuh presentase penduduk yang belum memperoleh kemudahan ditambah presentase penduduk yang telah memperolehnya pada saat ini, akan mendapatkan pelayanan air minum pada tahun 2015.

8 7

2

1

4 3

6

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

20 Ilir III, Kelurahan Sungai Pangeran Sekip Pangkal 27 Ilir dan 28 Ilir, kecamatan Ilir Barat II 22 Ilir 9/10 Ulu, kecamatan Seberang Ulu II 11 Ulu, 12 Ulu, kecamatan Seberang Ulu II Kompleks Sukatani, kelurahan Sukamaju Kompleks Yuka, kelurahan Sukamaju

5

Gambar 1. Peta Metode Transek Kota Palembang

Kondisi pelayanan saat ini, berdasarkan catatan yang ada, menunjukkan bahwa tingkat pelayanan air minum nasional dengan sistem perpipaan tidak lebih dari 20% penduduk dan apabila dipilih berdasar tingkat pelayanan rata-rata penduduk perkotaan dan perdesaan, Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

angka yang diperoleh adalah 39% dan 8% saja (National Action Plan Bidang Air Minum, 2003). Namun disamping dengan sistem perpipaan, sebagian besar memperoleh akses air minumnya melalui sistem non perpipaan, yang 315

terdiri dari pompa air, sumur terlindungi dan mata air terlindungi. Sebagaimana disebutkan dalam kesepakatan Dublin-Rio, pengelolaan air minum harus dipandang berdasarkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach). Karena itu, rendahnya peningkatan persentase cakupan pelayanan di Indonesia sampai saat ini (khususnya sistem perpipaan) harus dipandang sebagai bentuk kausalitas dari aspek-aspek yang melingkupi pengelolaan air minum itu sendiri, yang terdiri dari: 







316

Aspek teknis Dari sudut aspek teknis, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya cakupan pelayanan dipengaruhi oleh operasi dan pemeliharaan sarana prasarana air minum yang tidak sesuai standar, sumber air baku yang mulai terbatas, jam operasi yang terbatas, dan tingkat kehilangan air yang masih tinggi (di atas 30%). Aspek keuangan Dari sudut aspek keuangan, kendala yang dihadapi antara lain tarif yang berlaku belum mencapai cost recovery, bahkan untuk mengcover biaya operasi dan pemeliharaan yang sesuai kebutuhan/standar saja, masih mengalami kesulitan, terbatasnya sumber pendanaan, dan kewajiban pengembalian hutang yang cukup besar. Aspek kelembagaan Dari aspek kelembagaan, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya kualitas dan kapabilitas manajemen dan SDM pengelola. Aspek legal dan peran serta masyarakat / swasta Kendala yang dihadapi pada aspek legal dan peran serta masyarakat

saling berkaitan yaitu masih lemahnya kebijakan yang mampu mendukung pengelolaan air minum yang partisipatif dan berkesinambungan dan masih banyaknya masyarakat yang me-ngunakan sistem non perpipaan (non PDAM) sebagai subtitusi air bersih PDAM. Pada MDG 2015 diharapkan swasta dapat mengelola sistem air minum lebih banyak lagi terutama di daerah yang profitable. Untuk kota sedang dan besar PDAM dalam mengelola sistem penyediaan air minum dapat berorentasi pada sistem full cost recovery, sedang untuk kota kecil dan IKK, PDAM dapat melaksanakan pengelolaan hanya sebatas cost recovery pada biaya operasional dan pemeliharaan. Partisipasi masyarakat juga perlu semakin digerakkan dalam operasional dan pengelolaan pelayanan air minum, khususnya di perdesaan. Pada MDG 2015 diharapkan pengelola harus dapat menjamin bahwa biaya operasional dan pemeliharaan berada dalam kondisi yang paling optimal. Untuk pelayanan dengan sistem non perpipaan terlindungi, partisipasi masyarakat tentu diperlukan dalam investasi awal. Sedang untuk keperluan rehabilitasi maupun penyuluhan diberikan dana bergulir berupa subsidi dari pemerintah.

METODA PENELITIAN Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data yaitu: 1. Metode Transek Metode transek dilakukan guna mengenali dinamika suplay dan demand air bersih dalam satuan Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Kota Palembang berdasarkan pengambilan data primer dan dukungan data sekunder yang mencakup: pola layanan air minum, harga dan kualitas layanan air serta peluang pasar untuk Pelayanan Air Minum Skala Kecil. Untuk mendapatkan profil layanan air minum di Palembang dilakukan metode transek dengan menentukan sumbu utama kota Palembang yang melintang dari Utara Selatan menelusuri Jl Jendral Sudirman, pada empat titik pengamatan, dan desa–desa yang berada pada kiri dan kanan sumbu utama ’tersebut sebagai titik–titik penelitian. 1. Titik I : 20 Ilir, Kelurahan Sungai Pangera 2. Titik II : 28 Ilir 3. Titik III: 9/10 Ulu

4. Titik IV: Kelurahan Sukamaju 2. Survey Pedagang Air Pedagang air yang dimaksud adalah pengelola yang bersifat komersial, dikelola dalam rangka usaha untuk mendapatkan keuntungan. Survey dan wawancara langsung dengan pedagang air dilakukan terhadap pedagang yang mewakili beberapa jenis usaha.

Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskriptif guna mengintepretasi data yang tersedia sesuai dengan tujuan penelitian.

HASIL Temuan umum metode transek adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Metode Transek Pedagang Air di Kota Palembang Lokasi Kel. Sungai Pangera

Sekip Pangkal

28 Ilir

Lorong Sekana, Kec. Ilir Barat 2

22 Ilir 27 Ilir 10 Ulu

Sumber air Beli air PDAM Taman Kenten

Ketersediaan air -

Sumur timba dan air hujan PDAM

Air mengalir 07.00-10.00 (3 jam/hari)

PDAM PDAM sambung tetangga PDAM sambung tetangga air hujan untuk cuci PDAM dengan pompa PDAM sambung tetangga dan air hujan PDAM

08.00-11.00 3 jam pagi hari Sambung tetangga 1 jam sehari -

Beli air PDAM

-

PDAM sambung tetangga; MCK: Air sungai PDAM sambung tetangga dan Air gelas Air sungai + kaporit; Air hujan

-

Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

-

Harga air 3-4 hari sekali, 12 jerigen; 7 kali/bulan, Rp. 20.000-30.000,-/bulan 0-10; Rp. 755,- (Gol IIIA) 11-20; Rp. 1.345,21; Rp. 1.410,Biaya administrasi Rp. 4.350,Pemeliharaan meter Rp. 3.400,Rp. 4.000,-/jam Rp. 15.000,-/bulan Potong gaji Rp. 35.000,/bulan (pegawai PDAM) Rp. 600/pikul + upah angkut Rp. 1.000,-

317

Lokasi

9/10 Ulu

11 Ulu 20 Ilir D III

Kel. Sukamaju

Sumber air dan Beli air PDAM dari tukang gerobak dorong Beli air dan air sungai Beli air jerigen dan untuk MCK perpipaan langsung dari air sungai PDAM sambung selang + Aluminium Sulfat PDAM PDAM

Ketersediaan air

Harga air Rp. 750,-/20 L

10 jerigen / minggu

Rp. 1.000,-/35 L Rp. 3.000,-/jerigen diangkut beca Rp. 2.000,- ongkos beca Rp. 1.500,-/drum

2 drum / 2 hari -

PDAM

-

Beli air dengan mobil tangki dari Sukomoro Air hujan dan reservoar bawah tanah dengan saringan sederhana Sumur pompa

-

Flat Rp. 35.750,-/bulan 0-10; Rp.450,- (Gol IIA) 11-20; Rp. 840,>21; Rp. 1500,0-10; Rp. 920,- (Gol IIIB) 11-20; Rp. 1.845,>21; Rp. 2685,Biaya administrasi RP. 4.350,Pemeliharaan meter Rp. 3.400,15-20 hari/5 m3 Rp. 80.000,-

-

-

Selalu ada walau musim kemarau

-

Tabel 2. Survey Pedagang Air di Kota Palembang Lokasi 12 Ulu, Lorong Dipenogoro

9/10 Ulu

318

Pengelola Ibu Azizah

Ibu Dewi

Tipologi Sistem perpipaan, sumber air S. Musi

Sistem gerobak dorong: membeli air dari Ibu Azizah dan menjual kembali berkeliling dengan gerobak dorong dan jerigen Sistem depo jerigen dan sambungan dengan selang. Sistem sambungan dengan selang hanya melayani

Cakupan Pelayanan 200 SR, jangkauan terjauh 250 batang pipa

-

Aliran air 15.0018.00 5 drum/hari

Investasi Investasi awal: PU Pelanggan: pasang pipa & pompa biaya sendiri

-

Reservoar dari pemerintah

Harga Air Rp. 35.000,/bulan Biaya Operasi/bulan: solar Rp. 982.000,bahan kimia Rp. 1,5 juta Gerobak: 6 orang @ 7 jerigen x (510 ritasi) x Rp. 100,Dijual Rp. 750,-/35 L Rp. 1.500/drum

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Lokasi

Pengelola

Pak Ahmad

Kel. Sukamaju

Ibu Lena (PT. SSS)

Tipologi tetangga terdekat Sistem gerobak dorong: membeli air PDAM dari bu Dewi dalam bentuk jerigen dan menjualnya kembali secara berkeliling Sistem: Depo air minum isi ulang Penyediaan air sistem tangki diolah dalam sistem pengolahan air minum dengan instalasi mini dan menjual dalam kemasan galon 19 Liter, jerigen dan cup 240 mL (48 gelas/dus), 600 mL dan 1500 mL

Cakupan Pelayanan

Investasi

6-8 rit/hari

-

Penjualan 20-30 gallon/hari

-

-

-

Sumber: Hasil Survey Tim Puslitbang Permukiman-Dep. PU, 2005

ANALISIS PEMBAHASAN Potensi Pelayanan Swasta Pelayanan air minum swasta tumbuh karena adanya permintaan kebutuhan air minum, terutama di daerah-daerah yang belum terlayani jaringan air PDAM. Berdasarkan data Susenas 2003, data pelayanan air minum oleh swasta belum tercatat. Dari hasil observasi, mengindikasikan potensi swasta terdapat pada: -

Daerah padat daerah perkotaan yang belum dilayani PDAM, Daerah perkotaan yang sudah mendapat pelayanan PDAM tetapi tidak mencukupi kebutuhan, sementara itu kualitas air sumur tidak layak minum,

Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

-

-

Perijinan kelurahan, SIPA, Dinas Pertambangan Penyediaan Sumur bor Rp. 7.500.000,- belum termasuk pompa & reservoar Paket pengolahan air minum isi ulang lengkap Rp. 35.000.000,Mobil tangki 2 buah Lokasi depo yang strategis, lahan minimal (3x5) m2 Tenaga kerja 2-3 orang Perlengkapan lemari aluminium

Harga Air

Rp. 250,/jerigen 12 jerigen /gerobak Dijual Rp. 750,-/jerigen

Rp. 2.500,/gallon Rp. 1.000,/jerigen Rp. 11.000,/dus (48 gelas)

Daerah kota dengan potensi sumber air permukaan seperti 9/10 Ulu, 11 Ulu, 27 Ilir dan 28 Ilir, Daerah permukiman teratur wilayah pengembangan kota baru yang belum terjangkau pelayanan PDAM Daerah kritis air yang jauh dari sungai, sumber air hanya dari air hujan dan membeli air

Sistem pelayanan air minum swasta bervariasi dengan sistem perpipaan maupun non perpipaan. Sistem non perpipaan berupa penjualan air sistem Truk tangki dari Sukomoro, Kabupaten Muba atau dari PDAM, membeli air dari terminal air, dan gerobak air dorong dengan menggunakan jerigen air dijual eceran yang dijajakan berkeliling atau pembeli mengambil sendiri di lokasi 319

penjualan. Di Palembang juga banyak terdapat depot air minum isi ulang yang menjual air dalam kemasan galon dengan kualitas air minum. Dari survey pedagang air dan survey Rumah Tangga didapatkan bahwa tipe dan daerah pelayanan swasta berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat, kapasitas pelayanan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kualitas permukiman, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3 berikut. Air permukaan pada hakekatnya tidak memenuhi standar kualitas air minum yang berlaku, sehingga unsur-unsur yang tidak memenuhi standar perlu dihilangkan atau dikurangi, agar air memenuhi standar yang berlaku. Hal ini dilaksanakan dengan pengolahan air. SIPAS bantuan pemerintah di Lorong Dipenogoro mengolah air melalui proses pengendapan dan penyaringan. Bahan kimia yang dibutuhkan kaporit, tawas dan soda abu Rp. 1.500.000, / bulan.

Sistem Distribusi -

320

Perpipaan Masing-masing jenis pelayanan tergantung pada kondisi lokasi, potensi sumber air, kondisi sosial ekonomi masyarakat konsumen. Sistem sambungan rumah berkembang di komplek perumahan teratur, dapat menjadi bagian dari prasarana yang disediakan oleh developer atau merupakan lokasi pengembangan dari sistem

perpipaan yang sebelumnya.

sudah

ada

- Non perpipaan a. Sistem Truk Tangki Sistem pemesanan air minum dengan truk tangki berkembang di daerah permukiman teratur (Kompleks Sukatani, Kelurahan Suka Maju) yang belum terjangkau. Biasanya masyarakat mempunyai reservoar air minum untuk dipakai sendiri atau dijual lagi. Sistem ini juga mensuplai Terminal Air dan depo air minum isi ulang. b. Penjualan dengan Sistem Jerigen Air Sistem penjualan air dengan jerigen yang diangkut dengan gerobak dorong berkembang di daerahdaerah padat yang kondisi air tanahnya tidak layak minum dan atau di daerah yang tidak terlayani air minum sistem perpipaan. Pedagang air berkeliling menjual air dengan cara membeli air sekitar Rp. 100,- / jerigen 20 Liter dan menjualnya 7,5 kali lipat lebih mahal. Sumber air minum dibeli dari pemilik sambungan pipa PDAM atau dari pedagang air swasta yang juga menjual air dengan gerobak dorong dan dijual lagi oleh penjual air keliling dengan gerobak dorong. Kapasitas jerigen 20 dan 35 Liter. Pembeli membeli eceran untuk kebutuhan air minum.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 3. Tipe Layanan dan Daerah Layanan No

Jenis layanan

1

Sambungan rumah tangga

Kualitas pelayanan -

pelayanan kontinue/giliran supplai air mencukupi kebutuhan sehari-hari sumber mata air atau sumur bor kualitas: baik, air bersih

Tipe Area Pelayanan -

2

Jaringan pipa

-

sistem perpipaan dengan pompa

-

3

Truk Tangki air

-

pelayanan berdasarkan pemesanan pelayanan minimal 5 m3 atau dibagi dengan tetangga jangkauan pelayanan dalam kota -

4

Gerobak dorong

-

pelayanan berdasar pesanan atau

-

pelayanan untuk penjualan eceran, kebutuhan kecil jangkauan pelayanan di perkotaan, dengan mobil pick up yg dapat membawa air 80-100 jerigen/rit. jerigen yang dipakai 20 Liter atau 35 Liter pelayanan sistem pengantaran atau diambil sendiri oleh konsumen atau melalui selang jangkauan pelayanan lingkungan terdekat sampai 300 m

-

5

Pengusaha air dari sumur / tangki air PDAM -

6

Air Minum Isi Ulang

-

door to door

pengolahan air baku sampai kualitas air minum pembelian di tempat

-

-

-

-

-

perumahan teratur perumahan padat jarak dengan sumber air relatif dekat perumahan dengan status sosial ekonomi menengah dalam jangkauan pelayanan perpipaan: 6 m untuk bisa dilalui truk tangki air perumahan yg kualitas air sumur kurang baik perumahan belum terlayani sistem perpipaan depo-depo air minum isi ulang perumahan dengan kualitas air sumur tidak dapat dipakai air minum perumahan yang relatif datar mudah ditempuh dengan gerobak dorong yang membeli air hanya untuk keperluan minum dan masak perumahan padat, golongan kurang mampu mudah ditempuh dengan gerobak air membeli untuk keperluan masak sebagian membeli untuk semua keperluan pengambilan sendiri dengan motor atau mobil dengan jarak 200 m

Sumber: Hasil Survey Tim Puslitbang Permukiman-Dep. PU, 2005 pelayanan air minum perpipaan, dan kualitas sumber air sumur tidak layak sebagai air minum. Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

321

c. Terminal Air Di 9/10 Ulu ditemukan terminal air PDAM Tirta Musi Kota Palembang. Terminal air ini diletakkan di beberapa rumah penduduk. Pada awalnya terminal air ini menggunakan air yang berasal dari truk tanki air PDAM. Secara berkala, truk tanki air PDAM mensupply air ke terminal air ini. Namun sudah sejak lama (setahun yang lalu) truk tangki dari PDAM tidak mensupply lagi ke terminal air, karena sebagian besar penduduk sudah memperoleh air PDAM. Pemilik sambungan pipa PDAM memanfaatkan terminal air ini sebagai reservoar. Air ini didistribusikan kepada penduduk yang berada di sekitarnya dengan menggunakan selang dan gerobak dorong. Sebagian masyarakat memperoleh air dari terminal air dengan menggunakan selang. Berjarak hanya beberapa meter dari terminal air, air tersebut diambil dengan menggunakan selang. Air tersebut dijual kepada tetangga dengan harga berkisar Rp 1.500,- / drum 200 Liter. Pendorong gerobak membeli dari pemilik reservoir dengan harga Rp. 250,- / jerigen berkapasitas 20 Liter, satu gerobak masing-masing berisi 12 jerigen. Dari pendorong gerobak air dijual dengan harga Rp. 750,/jerigen. Dengan demikian ada keuntungan bagi pendorong gerobak Rp. 500,- / jerigen. Setiap harinya, tukang gerobak mengambil dari ‘bandar a i r ’ dan sanggup m e n j u a l sebanyak 6 – 8 rit / hari. d. Depot Air Minum Isi Ulang Pengusahaan depo air minum isi ulang cukup marak di Palembang. Di 322

Palembang terdapat 75 pengusaha air minum isi ulang yang tergabung dalam APDAM (Asosiasi Pengusaha Depot Air Minum) yang mempunyai pengusahaan sumber air mata atau sumur bor dari Sukomoro, Kabupaten Muba. Sebagian besar pemilik sumur bor menjual air dengan sistem truk tangki dan sekaligus sebagai supplier air baku dan pemilik depot-depot air minum isi ulang. Perusahaan air minum kemasan dan air minum isi ulang yang terbesar di Kota Palembang adalah PT. Subur Sukses Makmur (PT. SSS) mempunyai mata air di Sukomoro, Kabubaten Muba, 20 Km dari Palembang. Produk PT SSS berupa air minum kemasan dalam cup (240 mL), 600 mL dan 1500 mL. Di samping itu PT SSS bekerjasama dengan UKM memperluas pasar dan telah mempunyai 60 depot air minum isi ulang yang menjual air dalam kemasan gallon 19 Liter. Perusahaan lain adalah PT. Air Siap Minum (PT. ASM) yang juga mengambil air dengan cara membuat sumur bor dengan kedalaman 40–60 m di Sukomoro, Kabupaten Muba dan mendistribusikan ke depot air minum isi ulang. PT ASM beroperasi sejak 2002 dan sampai sekarang telah mempunyai 6 depot air minum isi ulang. Dari 6 depot terjual 900 – 1000 galon / hari, dengan harga Rp. 2.500,- / gallon. Pemilihan lokasi depot dekat dengan pasar. Sistem

penjualan

menggunakan

system point. Pembelian 1 galon mendapatkan 1 voucher yang bernilai 1 point. Pembelian 5 galon air gratis 1 galon air, dan seterusnya Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

mendapatkan hadiah sesuai dengan jumlah point. Sistem ini terdiri atas pengolahan lengkap skala kecil. Omzet penjualan per hari dapat mencapai 350 galon / depot. Dari kapasitas air baku 5 m3 dapat menghasilkan sekitar 200 galon @ 19 Liter dijual Rp. 2.500,- diambil sendiri oleh pembeli. Gaji pegawai Rp. 400.000,- - Rp. 700.000,- ditambah (bonus) dari penjualan air eceran sekitar Rp. 600.000,- / bulan dibagi 3 orang (jumlah pegawai dalam 1 depot). Pelayanan setiap hari, mulai jam 07.00 - 20.30. Promosi melalui pembagian selebaran; gratis air selama 2 hari. Pengembangan kerjasama dengan investor, peminat menyediakan lokasi dan membeli perlengkapan. Sistem usaha dari hulu ke hilir sampai air minum isi ulang, untuk pengantaran sistem truk hanya terbatas teman-teman saja hanya 6 - 7 m3 / bulan. Kualitas air baik, kualitas hasil pengolahan baik dan memenuhi syarat baku mutu air minum menurut Kepmenkes no. 907/Menkes/SK/VIII/2002 pengujian dilakukan dengan kerjasama Dinas Kesehatan dan mendapatkan subsidi dalam pengujian air minum, 3 bulan sekali. Pengujian parameter fisik, kimia termasuk logam berat dan coli biasanya Rp. 600.000,- menjadi Rp. 200.000,-. Sertifikat kualitas air dan masa berlakunya ditempelkan di ruangan tempat usaha yang dapat dilihat dan dibaca oleh masyarakat umum. Pertimbangan pemilihan lokasi sumber air karena di Sukomoro, jenis tanah pasiran dan kualitas air sumur dan mata air baik, sedangkan Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

di Palembang secara umum adalah air gambut atau payau. Di Sukomoro sampai saat ini terdapat sekitar 30 titik sumur bor. Perijinan yang ada selama ini lebih terkait dengan kualitas air minum dari Dinas Kesehatan yang dinyatakan melalui hasil pengujian kualitas air minum yang dijual. Air minum PT SSS sudah mendapat rekomendasi SNI, Depkes, MUI dan Sucofindo, sedangkan PT ASM bekerjasama dengan Dinas Kesehatan.

Sistem Pengelolaan -

Pola mandiri (sumber PDAM, non PDAM) Pola ini biasanya masyarakat memulai usaha atas dasar inisiatif sendiri dengan melihat peluang pasar yang ada. Contoh sistem ini adalah usaha air minum dengan mobil tangki di kompleks Sukatani, Kelurahan Sukamaju; PT SSS, pengusaha depo air bekerjasama dengan UKM memperluas pasar dan telah mempunyai 60 depot air minum isi ulang yang menjual air dalam kemasan gallon 19 Liter.

-

Pola kerjasama pemerintah Pola ini biasanya pemerintah sebagai fasilitator. Pembiayaan disubsidi pemerintah untuk prasarana dan pengelolaan awal. Misal bantuan Departemen PU. Contoh sistem ini adalah Penyediaan Air Minum di Lorong. Sistem ini dikelola masyarakat sedangkan aset dimiliki pemerintah. PT ADYA TIRTA SRIWIJAYA (ATS) merupakan perusahaan swasta bidang air bersih yang beroperasional sejak 1998 atas 323

-

kerjasama konsesi dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan. Sejak tahun 1998, PT ATS melayani Perumnas Talang Kelapa dan berkembang melayani permukiman sekitarnya seperti komplek Maskarebet, Perumahan Bougenvile di Kelurahan Sukarame. Pada saat ini PT ATS melayani daerah yang belum terjangkau PDAM Kota Palembang namun masih dalam wilayah pengembangan yang akan dilayani PDAM Kota Palembang.

investasi Instalasi Pengolahan Air mendapat bantuan dari pemerintah (Departemen PU) tahun 1993 untuk 200 sambungan rumah.

Pola Kerjasama Sektor Swasta (Developer) Pola ini menyediakan layanan air untuk kompleks perumahan yang dibangun oleh developer, dan diserahterimakan pengelolaannya pada swasta. Contoh sistem ini adalah pemasangan sambungan rumah Perumnas Talang Kelapa dilakukan kerjasama dengan PT Perumnas, biaya pemasangan sebesar Rp. 2.000.000,- dibayar sebagai bagian harga rumah, sedangkan sambungan baru untuk permukiman Maskarebet sebesar Rp. 1.400.000,- .

- Perijinan kelurahan, SIPA, Dinas Pertambangan - Penyediaan sumur bor dengan kedalaman 40 – 60 m Rp. 7.500.000,belum termasuk pompa dan reservoar. - Paket pengolahan air minum isi ulang lengkap, Rp. 35.000.000,- buatan Canada, suplier di Jakarta, terdiri atas: reservoar, filter 14 kali penyaringan, UV, pembersih botol galon - Mobil tangki 2 buah - Lokasi depo yang strategis, lahan minimal (3 x 5) m2 - Tenaga kerja 2-3 orang - Perlengkapan lemari aluminium

Sistem Investasi Dari segi usaha investasi bervariasi. Pada usaha distribusi air ke konsumen melalui jaringan perpipaan sistem pompa dengan air permukaan (dengan pengolahan) di Lorong Diponegoro,

324

Di Sukomoro ditemukan penyediaan air sistem sumur bor dengan pompa submersible dan kedalaman 40 - 60 m, membutuhkan investasi Rp. 7.500.000,untuk biaya pengeboran, belum termasuk pompa dan reservoar. Sistem air minum isi ulang, merupakan bisnis kecil yang cukup menjanjikan. Investasi yang diperlukan adalah:

Perbandingan Harga Air Perbandingan harga air dengan jenis layanan air dalam harga per m3 terendah dan tertinggi disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut:

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 4. Perbandingan Harga Air No 1. 2.

Pelayanan Air Minum

Harga Rp. 450,- – Rp. 2.685,- per m3 Rp. 900,- – Rp. 3.400,- per m3

3.

PDAM Jaringan perpipaan swasta Tanki air

4. 5.

Pedagang keliling Air kemasan isi ulang

Harga Harga Terendah Tertinggi Rp./M3 Rp./M3 450,2.685,900,3.400,-

Rp. 70.000,- - Rp. 80.000,- per 5 14.000,m3 Rp. 600,- - Rp. 900,- per 20 liter 25.000,Rp. 2.500,-/19 L 132.000,(ditambah bonus 1 point setiap pembelian 1 gallon)

16.000,45.000,132.000,,-

Keterangan : biaya sambungan tidak dimasukkan, hanya harga air

Sumber : Analisa Tim Puslitbang Permukiman-Dep. PU, 2005.

140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 PDAM

Jaringan perpipaan swasta

Tanki air

Pedagang keliling

Air kemasan isi ulang

Harga terrendah Rp/m3

450

900

14000

25000

132000

Harga tertinggi Rp/m3

2685

3400

16000

45000

132000

Gambar 2. Perbandingan Harga Air di Kota Palembang

Harga air bervariasi tergantung jenis pelayanan. Perbandingan harga air terendah dibandingkan dengan harga air PDAM adalah sebagai berikut: Harga air PDAM Tirta Musi dengan jaringan perpipaan menunjukkan harga air terendah dari semua jenis layanan air, jaringan perpipaan dengan swasta 2 kali lipat dari harga PDAM. Namun untuk sistem sambungan ini, diperlukan biaya penyambungan pipa, untuk PDAM kota Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

Palembang Rp. 815.000,-, sedangkan untuk swasta (PT. Adhya Tirta Sriwijaya), biaya penyambungan Rp. 1.400.000,- atau biaya sambungan (bahan dan tenaga) dari rumah ke instalasi ditanggung oleh masing-masing keluarga (di Lorong Dipenogoro). Pembayaran sistem sambungan oleh swasta:

325

1. PT. Adhya Tirta Sriwijaya dikenakan biaya administrasi Rp. 4.000,- / bulan dan biaya pemeliharaan meter air Rp. 7.000,- / bulan; 2. Di Lorong Dipenogoro tidak dikenakan biaya administrasi dan biaya pemeliharaan meter air. Biaya pemakaian air dikenakan tarif flat. Sedangkan PDAM kota Palembang, biaya pemeliharaan meter Rp. 3.400,/ bulan dan biaya administrasi Rp. 4.350,- / bulan. 3. Harga air terendah dengan sistem tangki air sebesar Rp. 14.000 / m3, hampir 31 kali lipat lebih mahal dengan harga air dengan sambungan PDAM. - Harga air eceran dengan pedagang keliling yang dijual per jerigen adalah 56 kali lebih mahal dari harga air sistem sambungan perpipaan PDAM. - Harga air tertinggi adalah air kemasan isi ulang karena menawarkan air dengan kualitas air minum. Harga air sekitar 293 kali lebih mahal air dari jaringan air PDAM. Terdapat ketidakadilan, dimana sebagian masyarakat dilayani, sedangkan sebagian tidak. Masyarakat yang tidak dilayani memperoleh air minum dengan biaya yang lebih mahal daripada masyarakat yang dilayani oleh PDAM. Pola pelayanan tersebut diketahui ada rantai sistem usaha air. Ada pelaku yang berfungsi sebagai supplier dan distributor air, sehingga terjadi peningkatan harga jual air.

KESIMPULAN 1.

326

Pada beberapa kasus, hak pengusahaan sumber air dikuasai oleh pemilik lahan, sebagaimana yang terjadi di Sukomoro dan

digunakan untuk kepentingan komersial. Untuk pengusahaan air dengan sumur air tanah, perijinan SIPA namun dalam pelaksanaannya belum semuanya menjalani perijinan tersebut. Pengambilan air tanah secara besar-besaran akan berdampak kepada kekosongan air dalam tanah, selain mengakibatkan penurunan tanah, interusi air laut lambat laun akan menyerang. 2. Terbukanya peluang untuk pengusaha air minum skala kecil dengan memanfaatkan pinjaman dari bank. 3. Belum ada aturan yang jelas dari Pemerintah Daerah tentang usaha air minum skala kecil ini, menyangkut perijinan, batasan wilayah pelayanan, tarif air minum sistem perpipaan. Perlu adanya MOU antara swasta dengan pihak Pemda, Kecamatan, Kelurahan sebagai acuan bilamana terjadi konflik penggunaan sumber air pada masyarakat. Partisipasi dalam penyelenggaraan air minum, UU No 7 Tahun 2004 memberikan kesempatan kepada badan usaha swasta, koperasi dan masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Partisipasi tersebut dapat dilakukan dalam wilayah yang belum terdapat penyelenggaraan air minum yang dilakukan oleh BUMN atau BUMD. 4. Kuantitas pelanggan PDAM tampaknya masih agak sedikit, padahal pengembangan pelayanan sangat dibutuhkan khususnya di beberapa daerah yang layanannya sangat buruk atau bahkan tidak terlayani sama sekali. Ini berarti potensi pelanggan sangat besar. Kontinuitas aliran dan kualitas air Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

tampaknya merupakan prioritas masyarakat. Memberikan pelayanan air pada lebih banyak masyarakat dengan pemasangan instalasi di wilayah tertentu. 5. Potensi konsumen yang cukup banyak, saat ini masih menggunakan air sumur maupun sungai, karena keterbatasan jaringan pipa PDAM, dapat dipenuhi dengan melengkapi setiap kawasan atau perumahan dengan pembangunan PDAM yang dikelola oleh swasta. Pengembangan usaha Air Minum Isi Ulang; kerjasama dengan investor, investor menyediakan lokasi yang strategis dan membeli perlengkapan paket pengolahan air minum isi ulang lengkap. Kemungkinan partisipasi sektor swasta; Wilayah kota yang telah dibangun menjadi daerah permukiman baru dapat mengusahakan sumber air bersih secara langsung dan secara permanen dikelola oleh pengembang setempat. Pengelolaan di bawah konsesi perencanaan yang longgar akan menyebabkan sektor swasta dapat menggantikan fungsi PDAM secara keseluruhan (atau sebagian) untuk jangka waktu yang tidak terbatas. PDAM dapat berkonsentrasi pada peningkatan kondisi pelayanan pelanggan yang ada serta membuat sambungan baru khususnya untuk daerah yang belum terlayani. Di samping itu PDAM perlu mempelajari dan menggunakan tarif yang sudah direvisi dan bersamaan dengan

Usaha Pelayanan Air … (Fitrijani A.)

beberapa tindakan untuk mengurangi kehilangan air. 6. Pada kasus di kota Palembang dimana sumber air berada 20 Km dari kota, jarak sumber jauh dari wilayah pelayanan, serta letak sumber (air baku) pada wilayah administrasi yang lain. Akibatnya menimbulkan peningkatan biaya operasi pelayanan air minum. 7. Kontrol kualitas air minum selayaknya dilakukan secara berkala, perlu adanya kerjasama antara Depot Air Minum Isi Ulang dengan Dinas Kesehatan agar dapat melakukan pengujian kualitas secara berkala untuk perlindungan kepada konsumen. Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan pengawasan kualitas air minum secara berkala sesuai Keputusan Menkes Tanggal 29 Juli 2002, Lampiran III, tentang Pelaksanaan Pengawasan Internal Kualitas Air oleh Pengelola Penyediaan Air Minum.

DAFTAR PUSTAKA Laporan Akhir, National Action Plan Bidang Air Bersih, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta, Desember 2003

Small-Scale Water Providers in Indonesia, Case Study Palembang, Research Institute For Human Settlement and Hydroconceil, 2005

327

POLA KEGAGALAN BANGUNAN NON-STRUKTURAL AKIBAT GEMPA DANGKAL, 6,5 SKALA RICHTER Oleh : Johny Rakhman Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah: 25 Januari 2008 , Tanggal revisi terakhir : 04 Agustus 2008

Abstrak

Peristiwa gempa bumi merupakan suatu peristiwa probabilistik yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi. Gempa bumi yang kuat pada saat kejadian dan memiliki intensitas yang besar disuatu lokasi tertentu dapat diukur baik itu besarannya berdasarkan skala richter termasuk waktu, jarak dan kedalaman dari sumber energi yang dikeluarkannya, sedangkan pusat gempa pada permukaan epicentrum dan titik fokus dibawahnya hypocentrum yang memiliki jarak kedalaman (focal depth) antara epicentrum dan hypocentrum dengan klasifikasi kedalaman: - Gempa Dangkal 0 - 69 km, - Gempa Sedang 70 - 300 km, - Gempa Dalam 300 - 700 km. Gempa Tektonik berkekuatan 6,5 Skala Richter yang tercatat disuatu lokasi tertentu menunjukkan bahwa goncangan yang terjadi dilokasi tersebut cukup kuat, dan tergantung jarak kedalamannya, menurut SNI 03-1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, bangunan yang ada harus mengikuti kaidah atau persyaratan teknis dengan perhitungan percepatan tanah puncak sebesar 0,20 gal atau berada pada zona rawan gempa 4, sehingga kerusakan baik rusak total, berat, sedang dan ringan yang terjadi pada sarana dan prasarana yang ada dilokasi tersebut dapat dikurangi, terutama bagianbagian penting untuk bangunan rumah yaitu pada sambungan struktur kolom dan balok yang sering ditemui kerusakannya setiap terjadi gempa tektonik.

Kata Kunci : Intensitas gempa, syarat teknis bangunan tahan gempa, sambungan kolom dan balok

Abstract

The earthquake phenomenon forms a probabilistic event caused by strong ground motion. The huge earthquake currently happened was possessive big intensity located could be measurement the magnitude by Richter scale including timing, distance and deep from explore energy sources, the classification of focal depth between epicenter and hypocenter are shallow 0 – 69 km, middle 70 – 300 km and depth 300 – 700 km. The record of magnitude 6,5 Richter scale was indicated strength oscillation in that area depend on focal depth. Based on Indonesia Nation Standard 03-1726-2002 about “Manner of Earthquake Resistant Design for House and Building”, all of houses and building must be following techniques rule for calculation of peak ground acceleration should be took 0,20 gal for zone 4 to avoid infrastructure severe damages in that area, most important part of structure member such as column and beam joint failure after earthquake.

Key Word : Earthquake intensity, earthquake building code, column and beam joint Pola Kegagalan Bangunan ... (Johny R.)

339

PENDAHULUAN Latar Belakang Peristiwa gempa bumi merupakan suatu peristiwa probabel yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi. Gempa bumi yang kuat pada saat kejadian dan memiliki intensitas yang besar disuatu lokasi tertentu dapat diukur, baik itu besaran maupun waktu, jarak dan kedalaman dari sumber energi yang dikeluarkannya. Secara umum sesuai dengan kedalaman antara pusat gempa pada permukaan epicentrum dan titik fokus dibawahnya (hypocentrum). Gempa diklasifikasikan sebagai : Gempa Dangkal 0 - 69 km, - Gempa Sedang 70 - 300 km, - Gempa Dalam 300 - 700 km. Gempa Tektonik berkekuatan 6,5 Skala Richter yang tercatat disuatu lokasi tertentu menunjukkan bahwa goncangan yang terjadi dilokasi tersebut cukup kuat, dan tergantung jarak kedalamannya, menurut SNI 03-1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, bangunan yang ada harus mengikuti kaidah atau persyaratan teknis dengan perhitungan percepatan tanah puncak sebesar 0,20 gal atau berada pada zona rawan gempa wilayah 4, sehingga kerusakan baik rusak total, berat, sedang dan ringan yang terjadi pada sarana dan prasarana yang ada dilokasi tersebut dapat dikurangi, terutama bagian-bagian penting untuk bangunan rumah yaitu pada sambungan struktur kolom dan balok yang sering ditemui kerusakannya setiap terjadi gempa tektonik. Besaran gempa Tektonik yang terjadi diambil pada kejadian gempa Alor tanggal 12 November 2004 yang berkekuatan 6,5 Skala Richter, dengan episentrum 37 km dari Kota Kalabahi, tepatnya di Kecamatan Bukapiting Kabupaten Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur pada 340

kedalaman 33 km, telah menyebabkan korban jiwa meninggal dunia sebanyak 33 orang, 118 orang luka berat, dan 119 luka ringan, disamping itu juga telah merusakkan sarana dan prasarana permukiman, seperti tempat tinggal rusak total 1.572 rumah, rusak berat 2.669 rumah, rusak sedang 2.000 rumah, rusak ringan 12.978 rumah serta tempat ibadah, kantor pemerintahan, dan sekolah berjumlah 1.090 termasuk rusak total, berat, sedang dan ringan, selain itu juga kerugian lainnya yaitu jalan, jembatan dan bangunan lainnya. Ketahanan Bangunan terhadap Gempa Beberapa parameter menjadi dasar dalam menentukan keamanan bangunan terhadap gempa : - Keandalan adalah tingkat kemampuan bangunan dan perlengkapannya, yang menjamin keselamatan, fungsi dan kenyamanan suatu bangunan gedung dan lingkungannya selama masa pakai gedung tersebut. - Keselamatan gedung adalah kondisi yang menjamin terwujudnya kondisi aman dan tercegahnya kondisi yang dapat menimbulkan bahaya/bencana terhadap gedung dan seluruh isinya /penghuninya beserta perlengkapan dan lingkungannya. Kondisi berbahaya tersebut antara lain adalah : a. Gagalnya struktur, yang dapat diikuti oleh runtuhnya sebagian atau seluruh gedung. b. Tidak tersedia / berfungsinya sistem pencegah / pemadam kebakaran. c. Tidak tersedia/ berfungsinya perlengkapan dan / atau sistem penyelamat diluar dan didalam gedung untuk melancarkan upaya penyelamatan orang dan barang berharga, dalam keadaan darurat. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

d. Akibat bencana alam, seperti angin kencang, gempa bumi, tanah longsor, dan sebagainya.

-

Kegagalan Bangunan Kegagalan bangunan dapat dinilai berdasarkan parameter berikut : - Kondisi tidak berfungsi adalah suatu keadaan dimana bagian/komponen dan atau utilitas yang ditinjau tidak berfungsi sesuai dengan persyaratan teknis, atau tidak dapat digunakan/ dimanfaatkan lagi. - Kerusakan komponen bangunan a. Kerusakan ringan struktur, adalah cacat/kerusakan/kegagalan pada komponen struktur yang tidak akan mengurangi fungsi layan (kekuatan, kekakuan, dan daktilitas) struktur secara keseluruhan, struktur masih dalam keadaan prima atau kondisi andal. b. Kerusakan sedang struktur, adalah cacat / kerusakan / kegagalan pada komponen struktur yang dapat mengurangi kekuatannya, tetapi kapasitas layan (kekuatan, kekakuan, dan daktilitas) struktur sebagian atau secara keseluruhan tetap dalam kondisi aman, tetapi dibawah kondisi prima, atau disebut kurang andal. c. Kerusakan berat struktur, adalah cacat / kerusakan / kegagalan pada komponen struktur yang dapat mengurangi kekuatannya, sehingga kapasitas layan (kekuatan, kekakuan, dan daktilitas) struktur sebagian atau secara keseluruhan dalam kondisi tidak aman, atau disebut tidak andal.

Pemeriksaan Keandalan Bangunan Pemeriksaan

keandalan

meliputi: sistem, bahan, keselamatan struktur serta keruntuhan bangunan dan pola kegagalan bangunan.

bangunan

Pola Kegagalan Bangunan ... (Johny R.)

-

Sistem Struktur : cara/tipe/bentuk ikatan/sambungan rangka, detailing antara komponen kolom dan balok beton Bahan Struktur : bahan/material yang digunakan untuk komponen kolom dan balok beton bertulang Keselamatan Struktur : dihitung berdasarkan perencanaan terhadap gempa Keruntuhan Bangunan : suatu pola retak akibat terjadinya proses deformasi dari struktur Kegagalan Bangunan : adanya pola keruntuhan struktur yang mengakibatkan seluruh komponen struktur mengalami deformasi besar

Pola kegagalan bangunan berguna untuk penentuan metoda perbaikan/tingkat kerusakan suatu bangunan.

METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah pengamatan lapangan yang diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kualitatif dengan menggunakan check list yang telah disiapkan, pengambilan dokumen gambar dan foto. Pemeriksaan secara kuantitatif, yaitu; pengujian bahan beton, pengukuran bangunan, komponen struktur dan dimensi tulangan. Data-data yang diperoleh dari lapangan tersebut, dievaluasi berdasarkan juknis penilaian kerusakan bangunan akibat gempa, dengan acuan kriteria yang telah ditentukan. Prosedur berikutnya adalah menyimpulkan atau memberikan klasifikasi kondisi bangunan tempat 341

tinggal/tempat ibadah/sekolah dan perkantoran yang mengalami kerusakan. Bangunan yang diklasifikasikan rusak sedang yang masih mungkin diperbaiki, akan dibuatkan desain perbaikan atau perkuatan yang memenuhi syarat teknis. Desain tersebut dilengkapi dengan perkiraan jenis pekerjaan utama yang diperlukan.

ini mengalami rusak pada bagian sisi kiri terguling keluar, disebabkan karena antar komponen strukturnya dan dinding tidak terikat angker dengan baik, juga ikatan kolom/tiang kayu dengan pondasi batu kali yang lemah sehingga tidak cukup kuat untuk menahan gaya horisontal gempa.

Bangunan yang diklasifikasikan rusak berat atau direkomendasi untuk dirobohkan, akan dibangun kembali oleh tim disain pembangunan setempat yang disesuaikan dengan alokasi dana yang ada. Secara teknis desain tersebut harus memenuhi syarat teknis yang ada.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Identifikasi Tipe Kerusakan dan Analisis Kegagalan Rumah Tinggal

Data Bangunan

Bangunan rumah tinggal ini berlokasi di Desa Taramana Kecamatan Bukapiting dengan bangunan yang bersifat semi permanen.

Gambar 1. Rumah Kayu dengan Konstruksi ½ Tembok.

Gambar 2. Rumah Beton dengan Sambungan Kolom dan Balok Tidak Sempurna

Merupakan konstruksi beton bertulang rangka terbuka, dengan dinding pasangan bata dan konstruksi rangka atap kayu dengan penutup atap seng. Kerusakan yang terjadi adalah jatuhnya pasangan bata bagian depan, samping dan belakang rumah, kolom samping kanan rumah yang mengalami kemiringan antara 2o sampai 4o yang menyebabkan bagian atas kolom / sambungan dengan ring balok mengalami kerusakan. Kuda-kuda kayu pada ujung-ujung bangunan mengalami kerusakan, dikarenakan pasangan bata pada dinding runtuh. Pasangan bata pada dinding ini runtuh diakibatkan pada sisi atasnya tidak cukup kuat untuk penyambungan antara kolom dan balok ring yang mengikat.

Konstruksi dinding rangka kayu, penutup dinding setengah pasangan bata merah, sisanya menggunakan anyaman kayu, konstruksi atap berupa rangka kayu dengan penutup atap seng. Bangunan 342

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Gambar 3. Rumah Tinggal dengan Struktur Sambungan Kolom, Balok dan Pasangan Bata Tidak Sempurna.

Bangunan ini hampir runtuh pada bagian kolomnya, karena kurangnya menggunakan besi beton dan ukurannya terlalu kecil, serta mutu beton yang terlihat dari hancuran sangat rendah, maka dengan mudah terlepas pada setiap sambungannya. Tampak dinding pasangan bata sudah hancur jatuh tinggal kolom dan disangga oleh bambu untuk menghindari terjadinya runtuh pada tiang kolomnya. Antara kolom dan ring balok tidak diikat sempurna pada sambungan penulangannya, maka pada saat terjadi gempa bangunan ini hampir roboh.

Bangunan ini runtuh seluruhnya yang terlihat hanya atap seng yang masih utuh, sementara pada bagian kolomnya/tiangnya sudah tidak nampak, ini terjadi karena kurangnya ikatan atau penyiku pada tiang kayu dengan ring balok dan ukuran tiang kayu terlalu kecil, maka dengan mudah terlepas pada setiap sambungannya dan bangunan langsung runtuh. Tampak dinding pasangan bata sudah hancur jatuh disekeliling bangunan rumah tinggal, atap kuda–kuda kayu yang ditutup seng terlihat masih baik kondisinya. Antara kolom dan ring balok tidak diikat sempurna dan tidak memasang angker–angker antar dinding dengan tiang kayu, maka pada saat terjadi gempa bangunan ini roboh sekaligus. Pola kegagalan bangunan tersebut sangan bervariasi yaitu ada yang terjadi akibat runtuh geser dan runtuh lentur baik pada dinding pasangan dan kolom yang tidak terikat seperti yang terlihat pada gambar berikut :

Retakan akibat gaya geser

Dinding Pasangan

Gambar 4. Rumah Tinggal Runtuh Total Tinggal Penutup Atap Seng.

Pola Kegagalan Bangunan ... (Johny R.)

Diawali dengan pola retak secara diagonal secara terus menerus yang berakibat tergulingnya dinding pasangan seperti pada gambar diatas.

343

Retak lentur

Retak geser

7. Pasang gordeng dengan menggunakan klos, 8. Pasang penyiku angin–angin antara kuda–kuda, 9. Pasang nok balok kuda-kuda sebagai pengikat antara kuda–kuda.

KESIMPULAN DAN SARAN Umum

Kegagalan pada struktur kolom yang mengalami deformasi besar, diawali dengan pola retak lentur dan geser hingga struktur tersebut runtuh secara keseluruhan. Bangunan-bangunan tersebut diatas menunjukkan tidak mengikuti kaidah atau persyaratan teknis bangunan tahan gempa yang ada dalam SNI. Persyaratan–persyaratan teknis yang harus diikuti berdasarkan ketentuan standar bangunan tahan gempa yaitu : 1. Pondasi harus menerus dan berdiri di tanah yang stabil (telah dipadatkan), 2. Pasang sloop baik dari beton maupun kayu yang telah diberi angker pada pondasi, 3. Pasang angker–angker untuk pasangan dinding, 4. Berikan pengaku siku (skur) untuk konstruksi kayu, bagian atas dan bawah, 5. Pasang dan ikatkan ring balok menerus dengan kolom, untuk mengurangi gaya geser dan lentur, 6. Setiap sambungan atap kuda–kuda harus di beri takikan dan dipaku atau di baut serta diberi perkuatan pelat baja,

344

Setelah dilakukan pemeriksaan secara detail pada seluruh bangunan yang mengalami kerusakan maupun keruntuhan akibat bencana gempa yang melanda Kabupaten Alor, dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran atau rekomendasi dalam upaya pemulihan kondisi bangunan yang memenuhi syarat agar dapat digunakan kembali sesuai dengan fungsinya.

Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah; 1. Bahan beton yang digunakan untuk struktur utama bermutu rendah, disebabkan karena kualitas bahan dasar seperti pasir laut yang digunakan tanpa proses pemeliharaan dan tidak sempurnanya dalam campuran ketika proses pembuatan/ pengadukan beton. 2. Kerusakan bangunan yang terjadi umumnya disebabkan karena bangunan tidak memenuhi syarat kaidah struktur bangunan tahan gempa. Hal ini terlihat dari setiap sambungan struktur utamanya yang tidak mengikat satu sama lainnya, sehingga kegagalan strukturnya terjadi pada tiap sambungan komponen struktur. 3. Perencanaan struktur dan pelaksana an untuk bangunan gedung dan tempat tinggal biasanya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, sehingga kualitas bangunannya Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Neil Morris, 2002, Bencana Alam Gempa Bumi diseluruh Dunia. Teddy Boen, 1994, Manual Perbaikan Bangunan yang Rusak Akibat Gempa Bumi Lampung Barat.

sesuai dengan pengetahuan dan pengawasan dalam pembangunan gedung tahan gempa sangat rendah. 4. Adanya penambahan kebutuhan akan fungsi bangunan yang menyebabkan bangunan menanggung beban yang lebih dari beban rencana, hal ini terjadi karena waktu pembangunan yang lama dan keinginan masyarakat yang terus berkembang.

SNI-03-1726-2002,

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Cipta Karya, Mei 1998, Petunjuk Teknis Tata Cara

Rakhman, 2004, Laporan Penelitian Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Bumi di Kabupaten Alor, NTT.

Johny

Pola Kegagalan Bangunan ... (Johny R.)

IAEE

Committee on Non-Engineered Construction, 1986, Guidelines for

Earthquake Resistant Engineered Construction.

Non-

Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.

345

PERILAKU RANGKA STRUKTUR BAJA KONSTRUKSI BANGUNAN SEDERHANA TERHADAP UJI MONOTONIK SIMULASI BEBAN GEMPA Oleh : Wahyu Wuryanti

Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah: 15 Juni 2008 , Tanggal revisi terakhir : 08 Agustus 2008

Abstrak

Struktur rangka baja merupakan salah satu tipe yang dituangkan dalam pedoman pembangunan bangunan sederhana tahan gempa, walaupun dalam penggunaannya lebih banyak dimanfaatkan untuk bengkel, gudang dan fungsi usaha lainnya. Padahal sebagai konstruksi prefabrikasi, penggunaan jenis struktur ini memiliki beberapa keuntungan seperti kepraktisan dan kecepatan dalam pelaksanaan konstruksi serta kualitas bahan yang terkontrol. Hal itulah pada akhir-akhir ini penggunaan bahan bangunan berbasis material baja mulai diminati dan dicari inovasi untuk konstruksi rumah. Dalam tulisan ini akan menguraikan hasil kajian eksperimental sistem struktur baja sebagai pemikul beban lateral. Pengujian menggunakan empat buah spesimen portal baja dua dimensi dengan model portal berbeda sesuai dengan model rangka yang banyak digunakan, yaitu (1) portal terbuka, (2) portal dengan bresing, (3) portal terbuka dengan dinding pengisa tanpa pengait geser antara kolom dan dinding dan (4) portal terbuka dengan dinding pengisi yang menggunakan pengait geser. Pembebanan menggunakan metoda beban statik monotonik untuk mengetahui kapasitas struktur memikul beban lateral.

Kata kunci: Rangka baja, bangunan sederhana tahan gempa Abstract

Although steel frame as a type in the guideline for simple building seismic resistant, even though in practices the such structure was prefered for workshop, warehouse, or other bussiness function. Whereas using prefabricated construction, these type structures have advantages consists practically construction, fast erection in construction and controlled quality of material. However, using steel-based building material has been encouraged and inovated for house construction. In this paper will elaborate result of experimental study of steel structure as lateral frame structures. Examination used four spesimens steel frame in two dimensions with diferent frame types, (1) open frame, (2) braced frame, (3) infilled wall frame without shear connector between wall and column , (4) infill wall open frame with shear connector. The loading was applied by monotonic static lateral load to examine the structure lateral capacity.

Keyword: Steel frame, seismic resistant simple building

328

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

PENDAHULUAN Berdasarkan investigasi kerusakan bangunan paska gempa sejak 1992 kelompok yang paling banyak mengalami kerusakan adalah bangunan non-engineered (nirrekayasa) [Boen 2003]. Namun pedoman untuk bangunan nirrekayasa tahan gempa baru disusun pada tahun 2006. Salah satu alasannya adalah karena sesuai dengan definsinya bahwa bangunan nirrekayasa adalah konstruksi bangunan sederhana yang di dalam perencanaannya tidak melibatkan tenaga ahli, dan seringkali merupakan konstruksi spontanitas yang dibangun oleh masyarakat. Di dalam pedoman tersebut disusun salah satu tipe konstruksi yang dicantumkan adalah bangunan sederhana dengan sistem konsruksi rangka baja. Meskipun keberadaannya sistem struktur ini tidak sepopuler seperti sistem lainnya seperti konstruksi beton bertulang atau konstruksi kayu atau pasangan dinding, namun jenis kontruksi ini lebih banyak digunakan untuk bangunan gudang, bengkel atau fungsi usaha lainnya. Padahal sebagai konstruksi prefabrikasi, penggunaan jenis struktur ini memiliki beberapa keuntungan seperti kepraktisan dan kecepatan dalam pelaksanaan konstruksi serta kualitas bahan yang terkontrol. Sistem struktur baja yang dituangkan dalam pedoman adalah konstruksi baja hot-rolled dengan profil C atau kanal untuk komponen balok dan kolom dikombinasikan dengan dinding pasangan. Sedikit sekali penelitian atau pengujian yang dilakukan untuk mengkaji perilaku sistem struktur baja. Oleh sebab itu dalam tulisan ini dimaksudkan untuk (1) memahami kinerja dari sistem portal penahan lateral Perilaku Rangka Struktur ... (Wahyu W.)

pada rangka baja, (2) mengetahui kapasitas dari sistem rangka struktur, dan (3) mengetahui bagaimana perilaku dinding pasangan dengan dan tanpa shear connector terhadap sistem rangka struktur. Diharapkan dengan hasil kajian ini dapat lebih dipahami perilaku dari sistem rangka baja sebagai portal penahan beban lateral dan dikembangkan oleh masyarakat sebagai konstruksi prefabrikasi untuk bangunan massal.

METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metoda eksperimental dengan melakukan pengujian monotonik (monotonic test) pada spesimen yang dibebani lateral untuk diukur simpangan dan pengamatan pola keretakan secara visual, khususnya pada portal dengan dinding pasangan. Spesimen menggunakan 4 (empat) jenis portal dua dimensi didorong beban lateral dengan kenaikan (increment) bertahap pada ujung portal. Alur pemikiran dalam penelitian mengikuti Gambar 1. Diawali dengan menentukan parameter uji yang digunakan sebagai dasar penentuan beban dan posisi titik ukur spesimen yang diutamakan pada titik sambungan. Identifikasi parametr uji dan evaluasi ketersediaan peralatan dan sumber daya lainnya

Menentukan model spesimen

Pembuatan spesimen dan ereksi portal

Skenario penempatan alat ukur pada spesimen

Pengujian dan monitoring

Analisis data: - daktilitas - pola keruntuhan

Gambar 1. Pola Pikir Penelitian 329

Uji monotonik umumnya digunakan untuk mengetahui kapasitas suatu sistem rangka struktur [Toothman, 2003]. Namun demikian pada kenyataannya sebagai struktur pemikul beban gempa, sistem portal baja akan memikul beban dinamik yaitu beban siklik pada saat terjadi gempa. Atas dasar alasan ini seringkali di dalam pengujian lengkap dilakukan kedua pengujian tersebut yaitu uji monotonik dan uji siklik. Berdasarkan hasil uji monotonik dapat diperoleh kapasitas batas kekuatan sistem struktur, kemudian dibandingkan dengan uji siklik untuk mengukur perilaku sistem struktur terhadap beban lateral tekan dan tarik. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada uji monotonik, sehingga pada tahap analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan analisis nilai kapasitas yang diperoleh pada kurva elastik-plastik ekivalen. Uji siklik tidak dilakukan karena keterbatasan peralatan di tempat pengujian, sehingga keluaran yang diperoleh dari pengujian adalah nilai kapasitas kekuatan maksimum rangka struktur tetapi tidak dapat memberikan informasi lebih detail tentang besarnya energi yang dapat diserap.

TINJAUAN TEORITIS Portal Penahan Beban Lateral

Ketahanan bangunan terhadap gaya gempa dapat dilakukan melalui pencapaian mutu pekerjaan berkaitan dengan kesederhanaan pendetailan dari komponen struktur. Sebagai contoh dalam struktur bangunan beton bertulang, walaupun dimungkinkan mendetailkan tulangan yang kompleks di atas kertas dan bahkan dalam pembuatan spesimen di laboratorium, tetapi bila dilaksanakan di lapangan pendetailan tersebut menjadi rumit karena kendala teknis seperti 330

menempatkan tulangan yang terlalu rapat atau kesulitan untuk membengkokkan tulangan. Dengan demikian suatu disain disebut efektif bilamana disain rencana di atas kertas mudah diaplikasikan di lapangan dan mudah pula dalam pemeliharaannya. Disamping kualitas pelaksanaan parameter lain yang digunakan untuk mengukur ketahanan gempa adalah nilai kekuatan rangka struktur bangunan melalui nilai daktilitas struktur.

Daktilitas Struktur

Yang dimaksud dengan daktilias adalah kemampuan dari sebuah struktur konstruksi untuk menahan deformasi diatas titik leleh tanpa kehilangan kekuatan yang berarti (significant of loss strength). Walaupun konsep daktilitas telah dikenal secara umum namun definisi secara kuantitatif belum dapat ditetapkan secara jelas, masih dalam perdebatan hingga saat sekarang. Mengacu pada definsinya pengertian daktilitas dapat dibedakan menjadi beberapa jenis daktilitas. a) Daktilitas regangan b) Daktilitas kurvatur c) Daktilitas simpangan (deformasi) Berdasarkan ketiga jenis daktilitas tersebut yang sering digunakan adalah daktilitas penurunan. Daktilitas ini juga sering didefinisikan sebagai daktilitas struktur, yaitu kemampuan suatu struktur untuk melakukan deformasi inelastik, dengan memperhitungkan interaksi antara material, penampang serta elemen yang menyusun struktur tersebut. Jadi daktilitas struktur jauh lebih kompleks dibandingkan dengan daktilitas yang lainnya. Kondisi deformasi paska elastik untuk menghitung daktilitas digunakan kondisi saat maksimum tetapi di dalam referensi lain menggunakan kondisi saat Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

mencapai 95%, 90% atau 80% dari kekuatan setelah kekuatan maksimum (Pmax) terlampaui [Yurisman, 2001], seperti pada Gambar 2. Properti daktilitas struktur yang menggambarkan korelasi antara gaya (beban lateral) dengan simpangan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3, selanjutnya akan digunakan penulis sebagai dasar analisis perhitungan daktilitas dalam studi ini.

a) Simpangan saat terjadinya leleh pertama b) Simpangan elastis di bawah suatu pembebanan yang sama dengan beban runtuh c) Simpangan yang diberikan berdasarkan pada kesetaraan kapasitas penyerapan energi Dalam penelitian ini nilai simpangan yang digunakan berdasarkan kententuan butir a) dan b). Ketentuan simpangan leleh yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan konsep leleh pertama (first yield) dan beban runtuh (collapse load). Pada konsep analisis leleh pertama nilai daktilitas didapatkan dari perbandingan deformasi struktur saat tercapainya beban maksimum dengan deformasi saat leleh pertama, lihat Gambar 4 (a), sesuai persamaan (1).

Pmax 0.95 P 0.90 P 0.80 P

Py

dy

dmax

d95

d90

d80

Gambar 2. Definisi Beban Runtuh

1  d

P u

P y

dy

du

Gambar 3. Definisi Daktilitas Struktur

Simpangan Leleh dan Ultimit Dalam menetapkan kondisi leleh dan ultimit dapat digunakan beberapa pilihan yang berbeda, sehingga definisi daktilitas secara kuantitatif bukanlah suatu penetapan yang tegas karena nilainya dapat saja berbeda. Untuk menentukan kondisi leleh ada beberapa alternatif yang dapat digunakan yaitu: Perilaku Rangka Struktur ... (Wahyu W.)

du d y1

(1)

Sedangkan pada konsep analisis beban runtuh nilai daktilitas didapat dari perbandingan deformasi struktur saat mencapai beban maksimum dengan deformasi yang didapat dari perpotongan perpanjangan garis elastis dengan garis horisontal yang melalui beban maksimum, Gambar 4 (b) mengikuti persamaan (2).

2 

du d y2

(2)

331

P



Pu Py

dy (a)

P

Leleh Pertama

P

dy

dy (b)

Beban Runtuh

(c)

Energi Terserap

Gambar 4. Penentuan Simpangan Leleh

Kriteria Runtuh Struktur Telah diterima secara luas bahwa struktur baja mempunyai kinerja yang baik akibat beban gempa. Sesuai dengan karakteristik material baja, struktur baja dapat direncanakan untuk beban ultimit dimana mekanisme plastis dapat diharapkan terjadi. Beban plastis maksimum yang menyebabkan terbentuknya sendi plastis pada seluruh elemen rangka secara teoritis dapat dipikul oleh portal baja, sehingga memungkinkan untuk penyerapan energi maksimum. Tetapi pada kenyataannya hal ini tidak selalu dapat dicapai, bilamana struktur telah melewati keadaan batasnya. Yang dimaksud dengan kondisi batas adalah suatu keadaan dimana struktur sudah tidak dapat berfungsi lagi sebagai pemikul beban. Kondisi ini diukur berdasarkan ketentuan 

332

Persyaratan fungsi, seperti simpangan maksimum atau simpangan antar lantai maksimum (drift), secara konsep dapat berupa sendi-sendi plastis atau mekanisme pembentu-

kan sendi plastis Ditentukan oleh keruntuhan nyata dari keseluruhan atau sebagian struktur seperti fraktur atau ketidakstabilan.

Dengan demikian pada struktur bangunan ada dua ketentuan untuk mendefinisikan kondisi batas yaitu: (1) Kekuatan struktur sebagai persyaratan keamanan struktur dalam memikul beban ekstrim selama umur layan struktur (2) Persyaratan fungsional pada kondisi layan.

BAHAN DAN PENGUJIAN Spesimen Sebagai sistem struktur konstruksi bangunan sederhana umumnya berupa portal penahan momen berupa portal terbuka dengan pasangan dinding bata atau batako tanpa sambungan antara dinding dengan portal. Untuk mengetahui perilaku sistem struktur tersebut, sebagai spesimen menggunakan portal dua dimensi meliputi portal terbuka, portal dengan bresing dan portal terbuka dengan pasangan bata seperti tertera dalam Gambar 5. Profil baja yang digunakan yaitu kolom dan balok menggunakan profil C ganda sementara sebagai bresing profil baja siku, dan sebagai shear connector adalah baja tulangan, seperti didetailkan pada Gambar 6. (a) Bentang portal adalah 4m dan tinggi portal 2.7 m. (b) Spesimen yang digunakan adalah:  Spesimen I merupakan portal penahan momen (open frame)  Spesimen II merupakan portal terbuka ditambah dengan bresing  Spesimen III merupakan portal terbuka dengan dinding Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

pasangan bata (infill-wall frame) tanpa shear connector pada dinding pasangan  Spesimen IV serupa dengan spesimen III tetapi dengan

shear connector

(c) Detail Bresing

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 5. (a) portal terbuka, (b) portal dengan bresing, Portal dengan dinding pasangan bata (c) tanpa dan (d) dengan

shear connector

(a) Spesimen III dan IV

(d) Detail shear connector

Gambar 6. (a),(b),(c),(d) Detail Sambungan

Pengujian Pada pengujian, tahap pembebanan terhadap spesimen dilakukan dengan kecepatan 0,02 mm/detik berdasarkan stroke control. Perletakan hidrolik jack sebagai alat dorong beban ditempatkan pada ujung bentang balok. Untuk mengukur besarnya simpangan dipasang Lateral Vertical Displacement transducer (LDTV) yang disambungkan ke data logger. Jenis Data Logger yang digunakan adalah TDS-302. Untuk mengukur regangan digunakan strain gauge jenis post yield tunggal yang mempunyai kapasitas regangan maksimum 30%. Srain gauge ditempatkan pada bagian sambungan dan pada bagian yang diperkirakan mengalami gaya dalam besar atau tekuk lokal. Pemasangan transducer (Tr) dan strain gauge (Sg) pada masing-masing spesimen dapat dilihat pada Gambar 7.

(b) Sambungan Balok dan Kolom

Pengamatan visual tetap diperlukan untuk mengamati bentuk deformasi, terjadinya leleh, tekuk, keretakan (pada dinding) serta kerusakan lainnya.

Perilaku Rangka Struktur ... (Wahyu W.)

333

Tr5 Tr2

Tr3

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

P

Sg2

Tr1

Sg1

Sg3

Tr4

Spesimen I Tr6

Tr5 Sg2

Tr2

Sg4

P

Tr3

Sg3

Tr1

Sg1

Tr4

Spesimen II

1)

Tr6 Tr2

P

Sg3

Tr1

Tr5

Tr3

Sg2

Sg1

Tr4

Spesimen III P

Tr6 Tr2

Tr1

Sg3

Tr5

Tr3

Sg2

Sg1

Tr4

Spesimen IV

Gambar 7. Penempatan Transducer dan Strain gauge

334

Hasil analisis uji monotonik dapat digambarkan dengan hubungan beban lateral dan simpangan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 8 untuk masing-masing spesimen. Pada gambar tersebutr jelas terihat bahwa spesimen II dan IV mempunyai kapasitas lebih tinggi dibandingkan kedua spesimen lainnya. Hal ini dapat dipahami karena terdapat kontribusi kekakuan dari dinding pasangan. Namun demikian karena dalam perencanaan bangunan tahan gempa, dinding pasangan dianggap bukan komponen pemikul beban lateral, maka perlu dianalisis lebih detail dengan membandingkan dua kelompok portal tanpa dinding dan portal dengan dinding pengisi. Spesimen I: portal terbuka (momen resistance frame). Model portal jenis

ini adalah yang paling sederhana dalam memikul beban lateral. Dilihat dari grafik hasil uji, menunjukkan bahwa kondisi elastis terjadi sampai beban mencapai 700 kg dengan simpangan maksimum mencapai 180 mm. Setelah mencapai beban maksimum tersebut struktur portal langsung runtuh tanpa memperlihatkan perilaku leleh secara signifikan. 2) Spesimen II : Portal bresing (braced frame). Model portal ini mempunyai kapasitas lebih tinggi dalam menahan beban lateral dibandingkan spesimen I. Gaya lateral yang dipikul oleh balok dan kolom didistribusikan pula pada komponen bresing. Bentuk bresing dalam rangka baja juga mempunyai pengaruh signifikan pada rangka pemikul lateral. Kehandalan sambungan baut juga memegang peran penting dalam menahan beban lateral. Kondisi elastis terjadi Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

sampai beban mencapai sekitar 4500 kg sebelum terjadi slip di bagian sambungan. Dengan kondisi beban tetap yaitu sekitar 4000-4500 kg simpangan terus berlangsung sampai mencapai 160 mm. Pola runtuh terjadi setelah bagian kolom sobek di daerah sekitar sambungan. Belajar dari kondisi ini menunjukkan

bahwa perhatian khusus harus diberikan pada saat pelaksanaan pekerjaan di bagian sambungan. Apabila bagian sambungan tidak dilaksanakan dengan baik, maka perilaku portal dengan bresing menyerupai perilaku kondisi portal terbuka.

PENGUKURAN DEFLEKSI LATERAL PADA TRANSDUCER 2 (Tr2) 7000

6000

LATERAL FORCES (kg)

5000

4000

3000

2000

1000

0 0

20

40

60 DEFLEKSI 80 LATERAL100 (mm)

120

140

160

180

200

Gambar 8. Beban Lateral dan Simpangan Horisontal

3) Spesimen III: Portal terbuka dengan dinding pengisi pasangan bata (infill wall frame) tanpa shear connector. Bagian yang perlu dicermati dalam model rangka seperti ini adalah pertemuan antara pasangan bata dengan kolom, terutama karena jenis material yang digunakan berbeda, permukaan baja sangat licin sehingga tidak cukup memberikan ketahanan geser. Padahal model rangka inilah yang paling banyak ditemui di masyarakat. Pada model portal seperti ini kekakuan struktur diperoleh pula dari dinding pasangan Perilaku Rangka Struktur ... (Wahyu W.)

bata. Seperti terlihat pada Gambar 8, kondisi elastis terjadi sampai mencapai beban 1600 kg dengan simpangan 50 mm. Kondisi leleh berlangsung sampai beban mencapai 2000 kg dengan simpangan 168 mm sebelum terjadi runtuh. Berdasarkan pengamatan visual spesimen, pola runtuh terjadi dengan diawali keretakan arah diagonal pada pasangan bata dan menekuk ke luar bidang. Selanjutnya terjadi tekuk pada kolom ujung atas, yaitu sekitar 14 lapisan bata atau sekitar 75 cm, seperti terlihat pada Gambar 9. 335

Namun demikian retak yang terjadi pada dinding adalah retak searah bidang sehingga kemampuan memikul beban lebih tinggi daripada spesimen III. Perilaku ini menunjukkan bahwa sebagai struktur tahan gempa, penggunaan shear connector antara kolom dan pasangan bata memberi konstribusi penting dalam mencegah terjadinya tekuk arah tegak lurus bidang, sehingga terhindar dari keruntuhan dinding yang tiba-tiba.

75 cm

Pola retak pada dinding dan tekuk pada kolom

Gambar 9. Pola Retak Spesimen III

Berdasarkan ke-4 grafik hasil pengujian seluruh spesimen, terlihat pada grafik bahwa pada spesimen II, spesimen III dan spesimen IV, ada bagian yang terlihat seperti slip, yaitu saat terjadi pada simpangan sekitar 18 mm. Perlu dianalisis lebih jauh untuk mengetahui mengapa hal tersebut terjadi.

4) Spesimen IV: Portal terbuka dengan pasangan bata (infill wall frame) dengan shear connector. Pada spesimen IV kondisi elastis terjadi sampai beban mencapai 4000 kg dengan simpangan sekitar 20 mm. Kondisi leleh terjadi sampai beban mencapai 6500 kg dengan simpangan sekitar 180 mm. Ditinjau dari kapasitasnya memikul beban, spesimen IV jauh lebih besar dari spesimen II. Seperti halnya pada spesimen III, Pola retak dinding spesimen IV terjadi dalam arah diagonal pada dinding pasangan bata dan kolom bagian ujung menekuk 50 cm dari ujung kolom.

Untuk analisis daktilitas telah disimpulkan pada Tabel 1. Seperti diuraikan pada bagian awal, bahwa nilai daktilitas struktur yang digunakan adalah berdasarkan leleh pertama yaitu rasio simpangan lateral pada saat ultimit. Yang kedua nilai daktilitas berdasarkan beban runtuh.

Tabel 1 Nilai Daktilitas dari Masing-Masing Benda Uji Beban

Simpangan Lateral

Daktilitas Berdasarkan Leleh Berdasarkan Beban Pertama Runtuh u1 = du /dy1 u2 = du /dy2

Spesimen

Pu (kg)

Py (kg)

du (mm)

dy1 (mm)

dy2 (mm)

I

700 450 0 200 0 600 0

198

182

20

79

9.10

2.30

2500

70

9

12

7.78

5.83

1000

140

19

30

7.37

4.67

4000

160

18

21

8.89

7.62

II III IV

Ditinjau dari nilai daktilitas berdasarkan konsep leleh pertama (first yield), daktilitas terbesar adalah spesimen I 336

yaitu 9,10. Sementara bila dianalisis berdasarkan konsep beban runtuh (collapse load), nilai daktilitas menjadi Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

2,30. Untuk spesimen II dan III tingkat daktilitas berdasarkan leleh pertama mendekati nilai yang sama yaitu 7,78 dan 7,37 dan jika dianalisis berdasarkan beban runtuh menjadi 5,83 dan 4,67. Hal ini berarti bahwa penggunaan portal dengan dinding pengisi mempunyai kapasitas kinerja menyerupai kinerja portal dengann bresing. Namun mempunyai pola keruntuhan yang berbeda. Dengan demikian bila diurutkan berdasarkan nilai daktilitas beban runtuh adalah (1) portal terbuka dengan dinding pengisi dengan shear connector, (2) portal dengan bresing, (3) portal terbuka dengan dinding pengisi tanpa shear connector, dan (4) portal terbuka. Analisis uji monotonik tersebut diatas sejauh ini masih perlu dibandingkan dengan uji beban siklik yang lebih mensimulasikan getaran gempa, sehingga analisis kekakuan dan kekuatan dapat lebih akurat dalam menginformasikan kehandalannya terhadap gempa. Kontribusi kekakuan dinding pasangan pada struktur portal sangat signifikan untuk menambah ketahanan gempa. Keberadaan dinding ini menjadi tidak berarti apabila tidak diberi shear connector antara pasangan bata dengan portal bahkan lebih buruk kondisinya daripada portal dengan bresing. Rangka struktur baja karena sifat materialnya yang peka terhadap panas maka perlu ketelitian dalam melakukan pekerjaan sambungan, terutama pengelasan dan pengaturan jarak baut. Penggunaan panas yang berlebihan dengan mudah dapat memperlemah kapasitas sambungan yang merupakan bagian yang paling signifikan dalam menahan beban lateral. Disamping itu penggunaan bentang panjang dapat memicu keruntuhkan dinding dalam arah tegak lurus bidang Perilaku Rangka Struktur ... (Wahyu W.)

(out-of plane), sehingga ketentuan luasan pasangan dinding perlu diperhatikan dengan seksama meskipun mendisan bentang panjang sangat dimungkinkan. Studi ini masih perlu dilanjutkan dengan melakukan pengujian dengan kombinasi beban horisontal dan vertikal, sesuai dengan kondisi pembebanan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Perlu juga diteliti pada model portal yang lain seperti model bresing eksentris atau konsentris. KESIMPULAN 1. Model portal terbuka yang diberi pasangan bata dengan shear connector merupakan model portal yang memiliki nilai daktilitas dan kapasitas tinggi dalam memikul beban gempa dibandingkan model portal lainnya. 2. Penggunaan shear connector (pengait geser) yang dipasang antara pasangan bata dan kolom profil baja merupakan hal penting yang perlu dicermati dalam perencanaan bangunan tahan gempa. 3. Perlu diperhatikan dengan hati-hati dalam penggunaan sambungan las. Pemanasan yang berlebihan dalam proses pengelasan akan memperlemah rangka bajanya. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui uji siklik dan model portal lainnya. 5. Struktur prefabrikasi baja sebagai struktur utama bangunan sederhana merupakan salah satu alternatif dalam mempercepat penyediaan rumah massal. Inovasi berbasis material baja dapat dikembangkan lebih jauh, misalnya dengan material cold-formed steel (baja

337

canai dingin) yang saat ini sedang marak digunakan.

DAFTAR PUSTAKA Boen, Teddy (2003) Earthquake Resistant Design of NonEngineered Building in Indonesia, Paper dalam Conference EASEC, Bali Dec 16-18 2003 NAHB Research Center (1997)

Prescriptive Method For Residential Cold-Formed Steel Farming,

Second Edition, The U.S Departement Of Housing And Urban Development Office of Policy Development and Research Washington, DC

338

Puslitbang Permukiman (2001) Laporan

Akhir Pengkajian Konstruksi Prefabrikasi Baja untuk Bangunan Sederhana Tahan Gempa,

Puslitbang Permukiman, Dep. Pekerjaan Umum Toothman, Adam James (2003), Monotonic and Cyclic Performance of Light-Frame Shear Walls With Various Sheathing Materials, Thesis of the Virginia Polythenic Institute and State University Yurisman (2001), Studi Eksperimental

Terhadap Paramater Daktilitas Struktur Baja, Tesis Magister Institut

Teknologi

Bandung

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KAWASAN PERBATASAN SEBAGAI BERANDA TERDEPAN NKRI Studi Kasus: Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Oleh: Kuswara Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah: 09 Januari 2008 , Tanggal revisi terakhir : 15 Juli 2008

Abstrak

Fenomena perkembangan kawasan perbatasan dengan negara tetangga menunjukkan semakin strategisnya kawasan perbatasan disatu sisi sementara di sisi lain kawasan ini secara umum masih sangat terbelakang dibandingkan kawasan lain di Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan. Berkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah keberadaan permukiman yang ada di kawasan ini. Upaya pengembangan permukiman ini dilakukan dalam rangka mengubah paradigma pembangunan di kawasan perbatasan dari paradigma ”halaman belakang” menjadi ”halaman depan” dan dilakukan dengan pendekatan yang seimbang dan terpadu antara pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach). Dalam pengembangan paradigma pembangunan tersebut, peran permukiman memegang peranan yang sangat penting karena menjadi salah satu aktivitas terdepan yang ada di kawasan perbatasan. Untuk mendukung hal itu, maka diperlukan upaya untuk menemukenali tantangan pengembangan permukiman sebagai dasar untuk menentukan arah pengembangannya yang sesuai sehingga permukiman di kawasan perbatasan dapat menjadi beranda terdepan atau welcome window wilayah NKRI.

Kata Kunci: Perbatasan negara, permukiman, beranda terdepan Abstract

International border area of Indonesia has significant role for political, security and economic aspects. But in contrast, currently the area is categorized as underdeveloped area. In regard to the condition, in order to force development of the area, the government has changed concept for development of international border area from inward looking to forward looking and the area is intended to be front line or foreground of Indonesia. In order to respond the concept, one of aspects that should be addressed is on development of human settlement. Human settlement should be able to support economic and social development on the border area. In order to develop appropriate human settlements development, it should be acquainted characterized and challenge of human settlement in the area as a basis for formulation of guideline on developing human settlement in order to support development border area.

Keywords: International border area, human settlements, foreground

Pengembangan Permukiman … (Kuswara)

253

PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki nilai strategis baik dari aspek politik dan keamanan maupun aspek sosial ekonomi dan budaya. Salah satu contoh nilai strategis tersebut adalah adanya potensi kandungan sumber daya alam yang cukup besar diantaranya hutan, gas, dan minyak bumi seperti yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur. Dalam perkembangannya, kawasan perbatasan ini mengalami ketertinggalan dibanding dengan kawasan lain di Indonesia maupun dengan kawasan perbatasan negara tetangga. Berdasarkan hal itu, GBHN 1999 yang ditindaklanjuti dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 telah mengamanatkan bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan. Prioritas ini dimaksudkan untuk mempercepat perkembangan pembangunan di kawasan perbatasan dan mengurangi kesenjangan dengan wilayah lain di Indonesia maupun dengan wilayah negara tetangga. Salah satu upaya untuk memacu perkembangan kawasan perbatasan adalah dengan menyediakan sarana dan prasarana di wilayah ini maupun yang menghubungkannya dengan wilayah lain di Indonesia. Sarana dan prasarana ini harus mampu mendorong perkembangan kawasan perbatasan. Salah satu sarana dan prasarana yang perlu menjadi perhatian adalah sarana dan prasarana permukiman. Perhatian terhadap permukiman ini menjadi 254

sangat penting mengingat kawasan permukiman merupakan aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar di kawasan budi daya. Selain itu keberadaan permukiman ini dapat menjadi pemacu perkembangan kawasan sekaligus penanda eksistensi keberadaan masyarakat dan menjadi pintu gerbang Indonesia dengan tetangga. Berdasarkan hal tersebut sejak tahun 2006 Puslitbang Permukiman mengadakan penelitian mengenai dukungan infrastruktur untuk pengembangan kawasan perbatasan. Salah satu aspek yang dibahas adalah mengenali tantangan yang dihadapi dalam pengembangan permukiman di kawasan perbatasan.

Maksud dan Tujuan Tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan masukan dalam pengembangan permukiman di kawasan perbatasan. Sedangkan tujuannya adalah memaparkan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan permukiman dengan dasar visi dan misi menjadikan permukiman di kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan NKRI dan pemacu pengembangan kawasan. Untuk itu, dalam tulisan ini dikemukakan bagaimana tantangan pengembangan permukiman serta langkah-langkah dan strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan permukiman di kawasan perbatasan khususnya dalam lingkup wilayah Kabupaten Nunukan.

Metoda Dalam kajian ini digunakan metoda deskriptif analitis dengan unit analisis wilayah Kabupaten Nunukan sebagai salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Berdasarkan unit analisis di atas, kajian dilakukan tidak hanya terhadap permukiman di Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

sepanjang garis batas tetapi terhadap keseluruhan wilayah Kabupaten Nunukan. Hal itu disebabkan adanya keterkaitan dan ketergantungan antar satu wilayah permukiman dengan wilayah permukiman lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Strategis dan Paradigma Pembangunan Kawasan Perbatasan Wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dimana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosioekonomi, dan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan antarnegara yang berbatasan. Batas yang memisahkan antara wilayah negara dapat berupa batas alam seperti sungai, gunung, bukit, dan danau maupun batas yang dibuat berdasarkan perjanjian seperti tugu batas. Kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis karena letaknya yang langsung berhadapan dengan negara lain. Nilai strategis tersebut ditunjukkan antara lain oleh karakteristik sebagai berikut (Progo, 2003 dalam Puslitbang Permukiman 2006): 1. Mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara 2. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya 3. Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan wilayah maupun antar negara 4. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional.

Pengembangan Permukiman … (Kuswara)

Namun nilai strategis itu pada saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal itu disebabkan paradigma pengelolaan kawasan perbatasan dimasa lampau sebagai halaman belakang wilayah NKRI. Munculnya paradigma ini disebabkan oleh sistem politik di masa lampau yang sangat sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Disamping itu secara historis, hubungan Indonesia dengan beberapa negara tetangga pernah dilanda konflik, serta terjadinya pemberontakanpemberontakan di dalam negeri (Bappenas, 2004). Penetapan kebijakan pembangunan wilayah perbatasan dengan pendekatan keamanan saja ternyata tidak cukup hal ini diindikasikan dengan kondisi perbatasan saat ini yang terisolir dan tertinggal dari sisi ekonomi sosial dan ekonomi. Kondisi ini menyebabkan ketergantungan penduduk di kawasan ini lebih cenderung kepada negara tetangga. Hal lainnya adalah potensi kehilangan sumberdaya alam, misalnya karena terjadi kegiatan illegal logging dan illegal fishing. Kondisi itu menyebabkan dirasakan pentingnya upaya untuk mengurangi ketertinggalan dan keterisolasian kawasan perbatasan. Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia saat ini menggunakan paradigma baru, arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga melalui peningkatan kesejahteraan maupun keamanan.

255

Permukiman dan Pengembangan Wilayah Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Salah satu komponen dalam pengembangan wilayah yang sangat penting adalah keberadaan permukiman dalam suatu kawasan. Permukiman sebagai aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budi daya serta landasan bagi produktivitas ekonomi dan sosial masyarakat dan menunjukkan eksistensi keberadaan masyarakat. Dengan demikian pengembangan permukiman dapat menjadi pemacu (triger) untuk pengembangan wilayah dalam rangka mengurangi kesenjangan antar daerah atau kawasan. Pemacu ini antara lain terkait dengan keberadaan pusat aktivitas ekonomi dan sosial budaya yang menjadi ciri keberadaan suatu permukiman. Dalam kaitan itu ada tiga kelompok konsep pengembangan wilayah yaitu konsep pusat pertumbuhan, konsep integrasi fungsional, dan konsep pendekatan desentralisasi (Alkadri, et al, 1999). Konsep pusat pertumbuhan menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-besaran pada suatu pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastruktur yang baik. Pengembangan wilayah di sekitar pusat pertumbuhan diharapkan melalui proses tetesan ke bawah (tricle down effect).

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Nunukan Kabupaten Nunukan terbentuk atas dasar UU No. 45 Tahun 1999, hasil 256

pemekaran Kabupaten Bulungan sebagaimana diubah dengan UU No. 7 Tahun 2000. Hasil pemekaran tersebut adalah kabupaten yang terdiri dari 7 kecamatan dan 218 kelurahan/desa. Luas wilayah daratan adalah 13.917,76 km2 dan luas perairan lautnya 1.408,76 km2. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Serawak dan Sabah Malaysia, dengan garis perbatasan (baik darat maupun laut) sepanjang 466,87 km. Wilayah ini terletak menghadap ke Laut Sulawesi/ Selat Makassar yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II).

Lumbis

Sebuku

Nunukan

Krayan

Sebatik Sembakung

Krayan Selatan

Gambar 1. Batas Administrasi Wilayah Kabupaten Nunukan

Jumlah penduduk Kabupaten Nunukan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun awal berdirinya Nunukan sebagai kabupaten baru, jumlah penduduk kabupaten ini adalah 79.620 jiwa. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan pembangunan yang terus dilaksanakan, jumlah penduduk mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Nunukan mencapai 106.908 jiwa, dengan laju pertumbuhan sebesar 1,95%. Pola persebaran penduduk di Kabupaten Nunukan dapat dikatakan belum merata yang dicirikan dengan perbedaan tingkat kepadatan penduduk yang cukup mencolok antar kecamatan. Sebagian Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

besar penduduk terpusat di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik. Jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Nunukan sekitar 44.669 jiwa dengan kepadatan rata-rata 30,94 jiwa per km2. Hal ini sangat berbeda dengan Kecamatan Krayan yang mempunyai kepadatan penduduk yang sangat rendah, yaitu sebesar 2,47 jiwa per km2. Pola persebaran penduduk yang tidak merata ini kurang menguntungkan bagi pengembangan daerah, terutama akan menimbulkan kesenjangan antar daerah yang satu dengan yang lain. Tabel 1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk Tahun 2000-2004 Kecamatan

Jumlah Penduduk (jiwa) 2000 2004

Long Midang

2000

2004

8.666

8.879

2,41

2,47

Lumbis

7.498

8.589

2,21

2,53

Sembakung

5.804

6.892

2,55

3,02

Nunukan

29.520

44.669

20,45

30,94

Sebatik

21.066

28.238

85,42

114,5 0

Sebuku

7.066

9.641

2,14

2,91

79.620

106.908

5,58

7,50

Sumber: BPS Kabupaten Nunukan Tahun 2004

Pada saat ini di Kabupaten Nunukan telah dikembangkan 3 kawasan pusat pertumbuhan yaitu kawasan pusat pertumbuhan Nunukan – Sebatik, Simenggaris dan Long Midang. Ketiga kawasan pusat pertumbuhan ini saling berhubungan melalui akses laut, darat dan udara. Prasarana pendukung antar wilayah adalah pelabuhan laut Tunon Taka dan Lamijung serta bandar udara Tarakan.

Pengembangan Permukiman … (Kuswara)

Nunukan-Sebatik

Gambar 2. Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Nunukan

Pusat pertumbuhan di Kabupaten Nunukan yang paling berkembang adalah Nunukan – Sebatik. Hal ini disebabkan adanya pusat transit yang menghubungkan kawasan ini dengan pertumbuhan diluar Kabupaten Nunukan, misalnya Tarakan dan Tawau (Malaysia).

Kepadatan (per km2)

Krayan

Total

Simenggaris

Taling Bakas Tau Lumbis

Serudong

Tawau

Simanggaris

Ba’ Kelalan Long Bawan

Pembeliangan

Nunukan

Sungai Nyamuk

Mensalong

Malinau Tarakan

Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan, 2006

Gambar 3. Aksesibilitas antar Pusat Pertumbuhan

Perumahan dan Permukiman Jenis perumahan dan permukiman di Kabupaten Nunukan pada setiap kawasan pertumbuhan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan secara topografis, tata guna lahan dan jumlah serta karakteristik penduduk yang berbeda. Pada pusat pertumbuhan Long Midang yang meliputi antara lain wilayah Kecamatan Krayan berada di dataran tinggi dan sebagian besar wilayahnya termasuk pada kawasan Taman Nasional, jenis permukimannya memusat dengan pola grid mengikuti 257

pola jalan desa. Sebelumnya terdapat beberapa dusun yang lokasinya berpencar-pencar. Namun karena adanya status Taman Nasional, maka beberapa dusun tersebut dipindahkan ke Long Layu, Long Bawan dan Long Midang. Pusat pemerintahan terletak di Long Bawan dan Long Layu. Keberdaaan pusat pertumbuhan Long Midang yang berada dalam taman nasional menyebabkan tidak memungkinkannya untuk pengembangan sektor yang memerlukan lahan besar. Dengan demikian pengembangan permukiman di kawasan inipun menjadi relatif terbatas dan secara khusus perlu memperhatikan fungsi taman nasional. Kawasan Simenggaris secara topografis melandai dan dilewati oleh banyak sungai. Oleh karena itu, kawasan permukiman terdapat disepanjang aliran sungai. Pemilihan tempat tinggal di sepanjang sungai karena akses yang mudah menuju lokasi lain, terutama untuk proses distribusi. Lahan selain sepanjang sungai tersebut relatif tidak berpenghuni dan mayoritas merupakan kawasan perkebunan. Guna lahan di kawasan pertumbuhan Simenggaris didominasi oleh budidaya kehutanan. Oleh karena itu, Pemda Nunukan melaksanakan program transmigrasi. Wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi transmigrasi adalah Sebuku dan Simenggaris. Berdasarkan hal itu Pemkab Nunukan kemudian menyiapkan penempatan ratusan kepala keluaga transmigran di beberapa satuan permukiman di Semenggaris. Pada bulan Maret 2006 Bupati Nunukan menyerahkan 1.040 sertifikat lahan kepada warga transmigrasi Kecamatan Nunukan Barat dan Kecamatan Sebuku. Masing-masing mendapat lahan pekarangan dengan luas seperempat

258

hektar dan lahan tigaperempat hektar.

usaha

seluas

Di kawasan pusat pertumbuhan Nunukan – Sebatik, jenis permukimannya secara umum termasuk permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan dengan tingkat kepadatan dan pertumbuhan yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan adanya prasarana pendukung yang menghubungkan kawasan ini dengan pusat pertumbuhan di luar Kabupaten Nunukan, misalnya Kota Tarakan dan juga Kota Tawau di Malaysia. Prasarana pendukung itu antara lain pelabuhan laut Tunon Taka, pelabuhan Lamijung, dan Bandara Nunukan. Selain itu kawasan ini menjadi tempat transit bagi para TKI yang akan memasuki ataupun yang kembali dari Malaysia. Saat ini Kota Nunukan merupakan kota dengan orde II dan menjadi pusat aktivitas jasa dan perdagangan di Kabupaten Nunukan. Tantangan Pengembangan Permukiman di Wilayah Kabupaten Nunukan Apabila dilihat berdasarkan tipologi, secara garis besar terdapat 3 (tiga) pola permukiman yang berada di Kabupaten Nunukan yaitu permukiman lintas batas, koridor, dan kawasan pesisir. Ketiga pola ini mempunyai tantangan perkembangan yang berbeda–beda karena perbedaan topografi, demografi, dan rencana yang telah ada. Lintas Batas

Lintas Batas

Pesisir Koridor

Gambar 4. Tipologi Pola Permukiman

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

1. Perkembangan Permukiman Lintas Batas

Permukiman lintas batas ini antara lain terdapat di Kawasan Pertumbuhan Ekonomi (KPE) Long Midang Kecamatan Krayan yang sebagian wilayahnya merupakan Kawasan Pusat Perlindungan Taman Nasional Kayan Mentarang. Pola perumahannya berbentuk grid. Intensitas lintas batasnya tinggi, karena aktifitas ekonomi dengan Malaysia di permukiman ini tinggi. Dilihat dari lokasinya, perumahan dikawasan ini berdiri secara terpencar-pencar dalam kelompokkelompok kecil perkampungan. Masyarakat yang mendiami permukiman di kawasan ini didominasi oleh Suku Dayak. Peranan ketua adat atau ketua suku masih memegang peran sentral dalam tatanan kehidupan masyarakat. Hal ini menjadi modal dasar dalam pemanfaatan infrastruktur agar dapat dikelola dengan baik. Peningkatan sarana dan prasarana transportasi sangat diperlukan, baik hubungannya dengan wilayah lain di Indonesia maupun dengan wilayah Malaysia seperti perluasan bandara dan jalan akses. Perlunya peningkatan aksesibilitas terhadap pusat kegiatan di Nunukan, agar dapat menjual komoditas unggulan dengan harga normal untuk meningkatkan ekonomi lokal.

2. Perkembangan Permukiman Koridor

Permukiman ini berkembang secara alami mengikuti jalur jalan yang sudah ada, atau mengikuti jalur sungai yang umumnya mengikuti arah utara-selatan (vertikal), sedangkan kawasan perbatasan membentang dari barat ke timur (horisontal). Pembangunan per-

Pengembangan Permukiman … (Kuswara)

mukiman koridor yang mengikuti jalur jalan bisa menjadi tantangan ke depan, karena untuk keperluan keamanan pola permukiman koridor sebaiknya dapat menjadi pagar pemelihara, penjaga dan pengendali batas wilayah dua negara, tanpa mengganggu fungsi atau kesesuaian lahan. Namun, kecenderungan perubahan fungsi lahan kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan yang cukup tinggi, seperti perkebunan kelapa sawit. Dalam areal yang luas perlu diperhitungkan kemampuan daya dukung lahan dalam menyerap sumber daya air untuk kelangsungan hidup jangka panjangnya. Adanya program transmigrasi yang ditempatkan di Sebuku dan Nunukan harus pula diperhatikan daya dukung lahannya, mengingat ketersediaan air bersih yang tidak mencukupi di kedua lokasi tersebut. Selain itu, ketersediaan air untuk pertanian dan industri pengolahan perlu memanfaatkan air sungai, dimana sungai tersebut bergantung pada keberhasilan upaya konservasi.

3. Perkembangan Permukiman Kawasan Pesisir Kecenderungan pembangunan yang pesat di kawasan pesisir, didorong oleh adanya akses melalui jalur transportasi laut. Di kawasan Nunukan dan Sebatik perkembangan permukiman ini menjadi tantangan yang harus dicermati dengan serius, karena terkait dengan berbagai faktor, seperti penyediaan air besih, abrasi pantai, perkembangan sarana dan prasarana penyeberangan, penyediaan infrastruktur sepanjang jalan lingkar, serta permukiman nelayan. Selain itu, Nunukan Sebatik adalah 259

pulau kecil, sehingga harus dapat perlakuan atau pertimbangan khusus untuk menjaga stabilitas ekologis lingkungan wilayah tersebut. Berdasarkan ketiga tipologi permukiman tadi, terdapat kesamaan tantangan terkait dengan keberlanjutan pembangunan. Tantangan ini terkait dengan upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan mengingat wilayah sangat kaya akan interaksi ekosistem darat-laut dan pulau-pulau kecil dengan keterbatasan daya dukung di satu sisi. Tetapi di sisi lain tekanan penduduk menjadi semakin besar di dalam menggunakan sumber daya alam yang ada. Konsep Arahan Pengembangan Permukiman dan Sarana Prasarana Pendukungnya Arahan pengembangan pusat-pusat permukiman serta sistem sarana dan prasarana yang direncanakan harus berakar dari potensi dan kendala yang dimiliki oleh wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian pusat-pusat permukiman tersebut akan dapat mampu mendukung dan bersinergi sesuai dengan karakteristik khusus kawasan di sekitarnya. Untuk mengembangkannya diperlukan strategistrategi utama sebagai berikut: 1. Penetapan lokasi-lokasi yang akan dikembangkan 2. Pengembangan fasilitas dan infrastruktur penunjang di masingmasing kawasan sesuai karakteristik dan kebutuhannya masing-masing. 3. Pengembangan keterkaitan ruang permukiman antar berbagai kawasan tersebut. Dengan karakteristik tantangan permukiman seperti diuraikan diatas, maka pengembangan permukiman di wilayah 260

Kabupaten Nunukan perlu berorientasi ekologi dengan maksud untuk menjaga keseimbangan konservasi air dan tanah. Dengan orientasi ekologi ini maka akan tercipta: 1. Pemeliharaan proses-proses ekologis yang penting dan sistem penunjang kehidupan darat dan laut yang merupakan tempat berinteraksi sosial dan politik 2. Konservasi keragaman genetis hutan dapat dimanfaatkan sebagai ilmu pengetahuan, inovasi teknis, dan keamanan banyak pelaku agroindustri yang menggunakan sumber daya kehidupan 3. Secara umum, akan menjamin keberlanjutan dan keseimbangan pembangunan wilayah dan ekosistem yang menunjang kehidupan bangsa. Dilihat dari aspek keruangan, dengan memperhatikan isu strategis, visi, dan misi pengembangan Kabupaten Nunukan, maka permukiman di kawasan perbatasan Nunukan dapat dikembangkan dengan menggunakan konsep keuntungan dari keterkaitan ruang (spatial

linkages advantageous development concept). Konsep ini digunakan karena

Nunukan memliki dua karakteristik spesifik, yakni sebagai wilayah perbatasan dan sekaligus sebagai simpul perdagangan regional. Kedua karakteristik tersebut akan sangat berpengaruh pada perkembangan wilayah dan fungsi permukiman yang harus diemban dalam rangka meningkatkan keterkaitan dengan wilayah lain (Nunu Noviandi dalam Alkadri dan Hamid, 2003). Salah satu implementasi dari konsep di atas adalah dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan yang telah ada serta meningkatkan fungsi kota-kota kecamatan atau satuan permukiman Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

yang ada dengan memperhatikan keterkaitan antar kawasan (spatial linkages). Peningkatan dan pengembangan fungsi serta keterkaitan ini dalam rangka mensejajarkan kapabilitas pusat-pusat permukiman di Kabupaten Nunukan dengan kapabilitas wilayahwilayah di sekitarnya yang telah berkembang menjadi salah satu simpul distribusi perdagangan intraregional. Untuk mendukung konsep pengembangan tadi, ketersediaan sarana dan prasarana merupakan prasyarat bagi bergulirnya kegiatan peningkatan kapabilitas wilayah Kabupaten Nunukan baik secara fisik, sosial dan ekonomi. Minimnya infrastruktur wilayah di kawasan perbatasan tidak lepas dari strategi pembangunan daerah yang telah dilaksanakan, dimana pembangunan yang dilakukan hanya di kota-kota besar, sedangkan pem-bangunan infrastruktur di wilayah perbatasan sering terlupakan. Memperluas ketersediaan sarana dan prasarana dapat berarti memperbanyak sarana dan prasarana maupun meningkatkan kapasitas pelayanan sarana dan prasarana yang sudah ada. Peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi memerlukan dukungan ketersediaan infrastruktur dasar, seperti sarana permukiman, air bersih, sampah, drainase, sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara serta infrastruktur telekomunikasi dan informasi yang cukup memadai pula. Dukungan infrastruktur permukiman kawasan perbatasan dapat dilakukan antara lain dengan : 1. Pembagian ruang dengan dasar kesesuaian fisik dan fungsional untuk pengembangan sektor unggulan dan konservasi sumber daya alam. Pengembangan Permukiman … (Kuswara)

2. Pengembangan infrastuktur distribusi, seperti jaringan transportasi pada lokasi-lokasi yang memiliki potensi untuk mengembangkan produk unggulan serta pengembangan simpul transportasi yang dapat melayani pergerakan lintas batas negara. 3. Peningkatan area dan kualitas pelayanan air bersih, sanitasi, limbah serta sistem drainase melalui penerapan teknologi tepat guna dalam rangka menjaga keseimbangan lingkungan dan aktifitas ekonomi sosial setempat. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pengembangan permukiman kawasan perbatasan berbeda dengan kawasan pada umumnya, karena mempunyai aktifitas lintas batas negara yang berpengaruh terhadap ekonomi dan keamanan negara. Aktifitas lintas batas ini berupa pergerakan manusia dan barang antar daerah di wilayah negara tetangga dengan daerah di dalam Indonesia, serta aktifitas persinggahan bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). 2. Tantangan pengembangan perumahan dan permukiman di wilayah Kabupaten Nunukan meliputi masalah ketimpangan pembangunan dengan wilayah lain di Indonesia maupun dengan wilayah negara bagian Sabah Serawak. Hal ini diakibatkan keterisolasian kawasan serta kualitas perumahan, sarana dan prasarana yang masih kurang memadai. 3. Untuk menjawab tantangan tersebut serta dalam upaya menjadikan permukiman di kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan NKRI maka salah satu konsep pe261

ngembangan yang perlu dilakukan adalah dengan mengembangkan pusat-pusat permukiman baru melalui meningkatkan fungsi-fungsi ibukota kecamatan dan satuansatuan permukiman yang telah ada. Pengembangan pusat-pusat permukiman ini dilakukan dengan cara membuka isolasi kawasan melalui dukungan sarana dan prasarana serta mengoptimalkan sektor-sektor unggulan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ekonomi lokal serta menarik orientasi penduduk ke dalam wilayah Indonesia. 4. Selanjutnya konsep pengembangan ini terutama dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan keseimbangan ekologis dalam pembangunan perlu diterjemahkan secara lebih nyata pada strategi pengembangan spasial. Pengembangan secara spasial ini terutama pada arahan dan keterkaitan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan lokasi khusus untuk pengembangan kawasan permukiman secara detail.

DAFTAR PUSTAKA Alkadri,

et

al,

Pengembangan

Tiga Pilar Wilayah. BPPT.

1999,

Jakarta Alkadri dan Hamid, 2003. Model, dan

Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Kabupaten Nunukan.

Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT Badan Pusat Statistik Kabupaten Nunukan, 2004. Indikator Sosial

Kabupaten Nunukan 2004.

Departemen Pekerjaan Umum , 1994.

Dukungan Prasarana dan Sarana Dasar PU dalam Upaya Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Jakarta. Bappenas, 2004. Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antar-negara di Indonesia.

Pemerintah Kabupaten Nunukan. 2005.

Rencana Tindak Kebijakan dan Strategi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Puslitbang Permukiman, 2006, Kajian Pembangunan Infrastruktur Ke-Puan untuk Mendukung Peningkatan Fungsi Kawasan Perbatasan, Laporan Akhir

262

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

KAJIAN PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT Oleh: Achmad Hidajat Effendi

Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah: 17 April 2008, Tanggal revisi terakhir : 19 Juni 2008

Abstrak

Kajian penerapan sistem pengendalian asap kebakaran pada bangunan gedung bertingkat atau gedung tinggi maupun pada gedung-gedung berukuran besar dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana penerapan sistem pengendalian asap tersebut. Sedangkan tujuannya adalah untuk memperoleh data mengenai sistem pengendalian asap yang telah diterapkan. Penelitian dilakukan dengan metode survey lapangan terhadap 33 bangunan gedung di Jakarta, Surabaya dan Bandung meliputi bangunan gedung perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan/mall/atrium. Selanjutnya metode lain yang digunakan eksperimen di laboratorium, untuk memperoleh data/informasi tentang teknik yang dipergunakan untuk mengevaluasi karakteristik fisik pergerakkan asap pada bangunan terbakar. Hasil penelitian sistem pengendalian asap kebakaran, menunjukkan bahwa pada bangunan gedung perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan/mall/atrium umumnya telah menerapkan sistem pengendalian asap kebakaran. Penerapan sistem pengendalian asap dengan cara penekanan udara pada sumur tangga 100 % telah digunakan pada bangunan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan/mall/atrium, sedangkan sekitar 90,91 % telah digunakan pada bangunan gedung perhotelan. Sistem pengendalian asap dengan sistem injeksi tekanan udara, masih menggunakan cara yang beragam yaitu 26,09 % menggunakan sistem injeksi tekanan udara tunggal dan 41,97 % menggunakan sistem injeksi tekanan udara ganda, kemudian 25,89 % menggunakan sistem injeksi tekanan udara gabungan. Sistem fan pada umumnya bekerja secara otomatis bila terjadi kebakaran, dengan digerakan oleh sinyal dari detektor kebakaran atau detektor asap dan bila terjadi kebakaran sistem tata udara berhenti secara otomatis. Dari 33 bangunan gedung yang disurvey menunjukkan belum ada satupun bangunan gedung yang menerapkan sistem tata udara sebagai sistem pengendalian asap kebakaran. Hasil pengujian laboratorium tercatat, laju pembangkitan asap berdasarkan estimasi kasar adalah 0,47 m3/detik, sementara udara masuk (ventilasi) sebesar o,46 m3/detik, hasil tersebut menunjukkan kemiripan dan memenuhi hukum kekekalan massa, sedangkan ketinggian asap yang dicapai dari lantai adalah 180 cm dengan temperatur 220ºC.

Kata Kunci : Pengendalian asap, injeksi tekanan udara, sumur tangga, detektor asap. Abstract

Study on smoke control in storeyed or high-rise buildings as well as in large scale buildings aimeds at understanding the system used for it. Detailed data was expected to be obtained through this research. Research was conducted through field surveys to 33 buildings located in Jakarta, Surabaya and Bandung covering office buildings, hotels and shopping centres/mall/atrium. Laboratory experiments was also conducted to evaluate smoke movement when the fire occured in the buildings. Based on the surveys undertaken it showed that smoke control system has been applied in those buildings. However there were 346

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

some variation in using certain systems. Stair pressuriser was used 100 % in office buildings and shopping centres/mall/atrium, while only 90.91 % in hotel buildings. There were variation in using air pressure injection. 26.09 % used single air pressure injection and 41.97 % used double air pressure injection, while only 25.89 % used combined systems. Air conditioning system were made shut-down in case of fire, while was operated automatically initiated by signal from fire or smoke detectors. None of 33 buildings surveyed used air conditioning system in the buildings as part of smoke control means. Result from laboratory tests showed that smoke production was 0.47 m3/second, whereas ventilation rate was 0.46 m3/second. This results indicated similarity and in compliance with mass conservation low, while achieved height of smoke was 180 cm from the floor with the temperature of 220ºC.

Keywords : Smoke control, air pressure injection, stair pressuriser, smoke detector. PENDAHULUAN Latar Belakang Asap adalah salah satu produk pembakaran tidak sempurna dari suatu bahan, produk pembakaran tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena terdiri dari partikelpartikel gas dan uap serta unsur-unsur yang terurai (terdekomposisi) yang dilepaskan oleh suatu bahan yang terbakar. Jika suatu bahan dalam suatu ruangan terbakar, maka diatas nyala api yang timbul akan terdapat suatu kolom gas-gas asap yang panas dengan densitas yang lebih rendah dari udara disekitarnya, akibatnya asap bergerak ke atas menuju langit-langit ruangan membentuk cendawan dan menyebar secara horizontal ke berbagai arah (gambar 1). Udara sekitar nyala api akan mensuplai oksigen yang diperlukan untuk proses pembakaran selanjutnya, apabila oksigen yang diperlukan untuk proses pembakaran ini berkurang, maka asap yang timbul akan semakin banyak. Dengan memasukan sejumlah udara atau oksigen ke arah objek yang terbakar, maka asap yang timbul dapat dikurangi. Semua bahan yang mudah terbakar, apabila terbakar akan melepaskan karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2), oleh karena itu dalam asap selalu Kajian Penerapan Sistem ... (Achmad H. E.)

terkandung CO dan CO2 dalam jumlah yang besar, disamping gas-gas racun lainnya sebagai produk tambahan dari pembakaran. Karbon monoksida (CO) adalah gas yang bersifat racun bagi manusia dan merupakan penyebab utama kematian pada peristiwa kebakaran dalam bangunan, sebagaimana data statistik National Bureau of Standards USA (1983), bahwa 74 % penyebab utama kematian penghuni bangunan pada peristiwa kebakaran diakibatkan oleh asap, sedangkan akibat luka bakar sebesar 10 %, tersengat panas tinggi sebesar 8 % dan jatuh, serangan jantung dan lain-lain sebesar 8%.1) Selain sifat asap yang beracun, akibat lain dari asap akan mengurangi jarak penglihatan, sehingga pada waktu kebakaran para penghuni bangunan tidak dapat melihat pintu/jalur ke luar dan tanda ”EXIT” serta menyulitkan petugas pemadam kebakaran untuk mencari lokasi sumber api. Dalam kaitan ini sistem pengendalian terhadap asap kebakaran merupakan unsur penting, dengan besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh asap terhadap penghuni bangunan yang terbakar. Pemerintah Indonesia mewajibkan dilengkapinya suatu bangunan gedung dengan sarana 347

pengendalian asap, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000, bahwa pengendalian asap harus disediakan pada bangunan kelas 2 sampai kelas 9 dan suatu bangunan yang mempunyai atrium, atau yang terpisah secara khusus.2) Butcher & Parnell (1979) membagi area pengendalian asap ke dalam tiga area, yakni pengendalian asap pada zona kebakaran, pada jalur penyelamatan (escape route), dan pada ruang tertutup dengan presurisasi.3) John Klote (1980) dalam perencanaan sistem pengendalian asap pada bangunan gedung tinggi telah mengembangkan prinsip dasar pengendalian asap, yaitu aliran udara dapat mengendalikan asap, bila memiliki kecepatan aliran tertentu, kemudian beda tekanan antara bidangbidang pembatas dapat berlaku sebagai pengendali gerakan asap, prinsip tersebut selanjutnya diterapkan pada berbagai sistem kontrol asap, seperti smoke

ventilation, smoke purging, pressurisation and stairwell pressurisation.4)

Mengenai penerapan sistem pengendalian asap di Indonesia, hasil evaluasi yang dilakukan oleh Suprapto dan Nugraha (1995) pada bangunan gedung Wisma Nusantara dan President Hotel menunjukkan bahwa meskipun sistem tersebut ada, namun masih mengandalkan pada ventilasi udara alami dan penerapan sistem tata udara untuk pengendalian asap belum diterapkan. Shafwan A.R (1987) menyatakan pada bangunan Gedung DKI Jakarta Blok 6 khususnya terhadap sistem presurisasi menunjukkan bahwa efektivitas sistem kontrol asap dapat ditingkatkan apabila diterapkan bersama dengan smoke zoning, kompartemenisasi dan pesan suara.5)

348

Beberapa bangunan gedung tinggi di Jakarta, Surabaya dan Bandung berdasarkan pengamatan sementara telah memasang sistem pengendalian asap, namun belum dapat diketahui efektivitasnya. Metode sistem pengendalian asap dan penerapannya pada bangunan gedung bertingkat maupun pada bangunan gedung berukuran besar masih beragam dan belum diterapkannya sistem tata udara sebagai sistem pengendalian asap kebakaran, maka dalam kaitan inilah akan dikaji secara komprehensif mengenai sistem pengendalian asap, khususnya pada bangunan gedung bertingkat maupun pada bangunan gedung berukuran besar.

Tujuan Pengkajian Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh data, sejauhmana penerapan sistem pengendalian asap pada bangunan gedung bertingkat dan bangunan gedung berukuran besar telah diterapkan, serta meminimasi dampak bahaya asap kebakaran melalui peningkatan keandalan sistem pengendalian asap. Lingkup Pengkajian Dalam kajian ini, ruang lingkup meliputi : 1. Bangunan gedung perkantoran, mewakili bangunan semi terbuka ke arah horisontal; 2. Bangunan gedung perhotelan, mewakili bangunan yang terpisah pada tiap unit hunian; 3. Bangunan gedung pusat perbelanjaan/ mall / atrium, mewakili bangunan terbuka horisontal dan vertikal.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

X =

x1 + x2 + x3 + .................... + xn n n

atau :

X 

 xi in

n

Gambar 1. Pergerakkan Asap dari Suatu Bahan Terbakar dalam Ruangan dan Membentuk Cendawan

METODE PENGKAJIAN Metode yang digunakan dalam kajian ini, adalah metode survey dan ekperimen laboratorium. Dalam metode survey, penggalian sumber informasi dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara, penelaahan sumber-sumber tertulis seperti brosur-brosur, as built drawing dan sebagainya. Sedangkan dalam metode eksperimen dilakukan percobaan pembakaran kayu (woodcrib) dengan ukuran 2 cm x 3 cm dengan panjang 60 cm dalam sebuah ruangan terbuat dari dinding batako, langit-langit dari asbes, dilengkapi bukaan (pintu) berukuran 185 cm x 80 cm dengan jendela kaca tertutup untuk memantau pergerakan asap yang terjadi dalam ruangan yang berukuran 4,12 m x 3,78 m x 3,28 m. Untuk menetralisasi pengaruh angin dari luar, dibuat bangunan pelindung berukuran 12 m x 11 m, tinggi 5 m dengan dinding seng gelombang dan atap asbes (gambar 2). Data hasil survey lapangan diolah dengan analisis statistik atau analisis kuantitatif, dengan cara analisis rata-rata hitung, menggunakan rumus :

Kajian Penerapan Sistem ... (Achmad H. E.)

Gambar 2. Tes Pembangkitan Asap dalam Ruangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Survey Lapangan Dalam pelaksanaan survey lapangan, sampel bangunan gedung bertingkat yang diobservasi berjumlah 42 bangunan gedung, terdiri dari bangunan gedung perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan / mall / atrium berlokasi di Jakarta, Surabaya dan Bandung, namun yang berhasil diperoleh data sejumlah 33 bangunan gedung bertingkat. Hasil analisis dari 33 bangunan gedung tersebut, sebagaimana terdapat pada tabel 1, tabel 2 dan tabel 3.

Hasil Percobaan Laboratorium Hasil percobaan laboratorium memberikan informasi tentang teknik yang dipergunakan untuk mengevaluasi 349

karakteristik fisik pergerakan asap menembus bangunan, baik rendah maupun tinggi sebagai dasar pendekatan yang dipergunakan untuk menguji efektivitas dari desain sistem pengendalian asap dengan teori model dua lapisan (two layers model) yang digunakan untuk menjelaskan fenomena

kebakaran dalam ruangan. Dalam teori ini digunakan pendekatan lapisan gas panas dan lapisan gas dingin yang keduanya mempunyai batas pemisahan secara tegas. Adapun hasil percobaan laboratorium untuk laju pembangkitan asap terdapat pada tabel 4.

Tabel 1. Hasil Analisis Sistem Pengendalian Asap pada Bangunan Gedung Perkantoran Sumur Tangga 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Ventilasi Mekanis 20 23 20,3 22 15,6 19 20 22 26,2 24 21,4 20 19,5 15 12

100

20

Sistem Pengendalian Asap yang Digunakan (satuan %) Injeksi Injeksi Injeksi Tunggal Tanpa Detektor Pintu Tunggal Ganda dan Ganda Injeksi Asap Kebakaran 10 49 43 100 98 3,1 52 44 100 100 28 67 43 100 93 15 49 40,6 100 100 4,2 48.6 38 100 98 12 54 31,2 100 90 8,7 39.8 44 100 98,7 13 40 40 100 87,8 34 47 48 100 98 30 26.9 52,4 100 59,9 20 48.9 42,8 100 88 2 56 39 100 89,8 10 48 40 100 100 7 30 24 100 100 3 44 30 100 98,8 RATA – RATA : 13,33 46,68 40 100 93,33

AC Sentral 89,8 94 100 100 96 99 97 89 98 100 88 97 93 98,7 60,5 93,33

Sumber : Hasil penelitian Pusat Litbang Permukiman.

Tabel 2. Hasil Analisis Sistem Pengendalian Asap pada Bangunan Gedung Perhotelan Sumur Tangga

Ventilasi Mekanis

96 100 98 89 90 99,4 79,6 100 85 79 84

9 12 7,8 4,9 10 10 12 14 8 6,5 5,8

90,91

9,09

Sistem Pengendalian Asap yang Digunakan (satuan %) Injeksi Injeksi Injeksi Tanpa Detektor Pintu Tunggal Tunggal Ganda Injeksi Asap Kebakaran dan Ganda 38 40 11 15 92,5 95 35 34,2 9 18 70 98 43 42,9 9,3 22 71,4 100 26,5 25 10 22,2 90 90 36 37 6,9 10 62 95,4 47 46 9 17,4 48,4 100 39 40 13,8 16 80 100 31,6 33,2 12 20 73 81,8 36 35,2 7,5 24 64,7 83 26 24 6,7 16,4 70 78,8 41,9 42,5 4,8 19 78 78 RATA – RATA : 36,36 36,36 9,09 18,18 72,73 90,91

AC Sentral 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : Hasil penelitian Pusat Litbang Permukiman. 350

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 3. Hasil Analisis Sistem Pengendalian Asap pada Bangunan Gedung Pusat Perbelanjaan/Mall/Atrium Sumur Tangga

Ventilasi Mekanis

100 100 100 100 100 100 100

-

100

-

Sistem Pengendalian Asap yang Digunakan (satuan %) Injeksi Injeksi Injeksi Tunggal Tanpa Detektor Pintu Tunggal Ganda dan Injeksi Asap Kebakaran Ganda 14 54 25 100 95 27 70 39,3 100 100 40 25 36,5 100 97,8 30 40 10 100 95 35,5 42 25,4 100 64,9 38,5 37 31,8 100 81,3 15 32 32 100 66 RATA – RATA : 28,57 42,86 28,57 100 85,71

AC Sentral 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : Hasil penelitian Pusat Litbang Permukiman.

Tabel 4. Hasil Analisis Pembangkitan Asap Tinggi asap ( cm )

Temperatur asap pada ketinggian 100 cm dari atap atau 180 cm dari lantai ( ºC )

165 180 194,1 195 195 100 183,8 195 198 194,1

199 195 265 200,6 260,9 240 220 193,9 200,6 225

180

220

Slope pembangkitan asap (SPA) ( cm/detik ) 3 3,5 3 2,9 4 3,4 3,8 2,3 2,1 2 RATA – RATA : 3

Sumber : Hasil penelitian Pusat Litbang Permukiman.

Pembahasan Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1 diatas, sistem yang digunakan dalam pengendalian asap pada bangunan gedung perkantoran seluruhnya atau 100 % menggunakan sistem penekanan udara pada sumur tangga, 20 % menngunakan sistem ventilasi mekanis. Kemudian dalam sistem sumur tangga 13,33 % menggunakan sistem injeksi udara tunggal, 46,88 % menggunakan sistem injeksi udara ganda dan 40 % Kajian Penerapan Sistem ... (Achmad H. E.)

Laju pembangkitan asap volumetrik (LPAV) ( m3/detik ) 0,47 0,47 0,65 0,90 0,47 0,37 0,39 0,20 0,30 0,48 0,47

Laju udara masuk (LUM) ( m3/detik ) 0,47 0,48 0,20 0,30 0,47 0,36 0,40 0,55 0,90 0,47 0,46

menggunakan sistem injeksi udara gabungan (tunggal dan ganda). Pada bangunan gedung perkantoran sesuai dengan hasil analisis, seluruhnya atau 100 % menggunakan detektor asap, 93,33 % dilengkapi dengan pintu kebakaran dan 93,33 % sistem pengkondisian udara menggunakan AC sentral. Hasil analisis sistem pengendalian asap pada bangunan gedung perhotelan sebagaimana terdapat pada tabel 2, menunjukkan bangunan gedung 351

perhotelan di Jakarta, Surabaya dan Bandung 90,91 % telah menerapkan sistem pengendalian asap dengan sistem penekanan udara pada sumur tangga dan 9,09 % menggunakan sistem ventilasi mekanis, sedangkan pada sumur tangga sebesar 36,33 % menggunakan sistem injeksi udara tunggal, begitu pula 36,33 % menggunakan sistem injeksi udara ganda, dan yang menggunakan sistem injeksi udara gabungan sebesar 9,09 %. Penggunaan detektor asap dan pintu kebakaran masing-masing sebesar 72,73 % dan 90,91 %, kemudian pada bangunan gedung perhotelan sistem pengkondisian udara (tata udara) seluruhnya atau 100 % menggunakan sistem AC sentral. Sesuai dengan tabel 3, hasil analisis sistem pengendalian asap pada bangunan gedung pusat perbelanjaan/mall/atrium diperoleh hasil bahwa bangunan gedung tersebut, seluruhnya atau 100 % telah menerapkan sistem pengendalian asap dengan sistem penekanan udara pada sumur tangga, 28,57 % menggunakan sistem injeksi udara tunggal, 42,86 % sistem injeksi udara ganda dan sebesar 28,57 % sistem injeksi udara gabungan (tunggal dan ganda). Seluruh bangunan gedung pusat perbelanjaan/mall/atrium 100 % telah menggunakan detektor asap dan 85,71 % dilengkapi dengan pintu kebakaran. Demikian pula bangunan gedung pusat perbelanjaan/mall/atrium seluruhnya atau 100 % menggunakan tata udara dengan sistem AC sentral. Fan atau kipas pada bangunan gedung perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan/mall/atrium dipasang pada bagian atas shaft sumur tangga dan bekerja secara otomatis, digerakkan oleh sinyal dari detektor asap.

352

Penggunaan pengkondisian udara (tata udara) dengan sistem AC sentral, apabila terjadi kebakaran akan berhenti secara otomatis, dengan demikian sistem tata udara tidak dapat diterapkan sebagai sistem pengendalian asap. Berdasarkan hasil uji laboratorium pada tabel 4, diperoleh hasil yaitu ketinggian asap 180 cm, temperatur asap pada ketinggian terendah (100 cm dari atap atau 180 cm dari lantai) mencapai 220ºC. Laju pembangkitan asap secara kasar dapat ditentukan dengan slope (gradien) pembangkitan asap, sebagai berikut : SPA SPA KA T

: KA/T : Slope (gradien) pembangkitan asap : Ketinggian asap dari atap : Waktu

Maka diperoleh nilai SPA = 180/60 = 3 cm/detik. Dengan diasumsikan bahwa asap tersebar merata pada luas permukaan atap, maka laju pembangkitan asap secara volumetrik dapat ditentukan sebagai berikut : LPAV = LA x SPA dimana : LPAV : Laju pembangkitan asap volumetrik LA : Luas atap (4,13 m x 3,80 m) SPA : Slope (gradien) pembangkitan asap Maka diperoleh nilai : LPAV = 156940 cm2 x 3 cm/detik LPAV = 470820 cm3/detik LPAV = 0,47 m3/detik. Pengukuran kecepatan angin menggunakan alat ukur kanomax diperoleh rata-rata kecepatan angin 0,45 m/detik, ukuran pintu sebagai bukaan ventilasi 80 cm x 185 cm, dengan demikian laju udara masuk dapat dihitung sebagai berikut : LUM = LV x KA x Kv Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

dimana : LUM : Laju udara masuk LV : Luas ventilasi KA : Kecepatan angin Kv : Koefisien ventilasi (diambil 0,7) Maka diperoleh nilai : LUM = 15200 cm2 x 0,45 m/detik x 0,7 LUM = 0,46 m3/detik Hasil uji laju udara masuk menunjukkan kemiripan dengan laju pembangkitan asap sebesar 0,47 m3/detik.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil survey dan analisis terhadap 33 bangunan gedung di Jakarta, Surabaya dan Bandung yang terdiri dari 15 bangunan gedung perkantoran, 11 bangunan gedung perhotelan dan 7 bangunan gedung pusat perbelanjaan/ mall/ atrium, dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Bangunan gedung perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan / mall /atrium pada umumnya telah menerapkan sistem pengendalian asap. 2. Sistem penekanan udara pada sumur tangga telah 100 % digunakan oleh bangunan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan/mall/atrium, sedangkan 90,91 % oleh bangunan gedung perhotelan. 3. Pengendalian asap dengan sistem injeksi tekanan udara masih menggunakan sistem yang beragam, 26,09 % menggunakan sistem injeksi udara tunggal, 41,97 % sistem injeksi tekanan udara ganda dan 25,89 % menggunakan sistem injeksi tekanan udara gabungan (tunggal dan ganda). 4. Fan (kipas) pemberi tekanan umumnya dipasang pada bagian atas shaft sumur tangga dan bekerja secara otomatis dengan digerakan oleh sinyal dari detektor asap. Kajian Penerapan Sistem ... (Achmad H. E.)

5. Sistem pengkondisian udara atau tata udara pada bangunan perkantoran, perhotelan dan pusat perbelanjaan / mall /atrium seluruhnya menggunakan sistem AC sentral, namun apabila terjadi kebakaran sistem tata udara berhenti secara otomatis. 6. Dari 33 bangunan gedung yang di survey belum ada bangunan gedung yang menerapkan sistem tata udara sebagai sistem pengendalian asap. 7. Hasil uji laboratorium tentang pembangkitan asap, diperoleh ketinggian asap 180 cm dengan temperatur asap 220ºC dan laju pembangkitan asap sebesar 0,47 m3/detik serta laju udara masuk melalui ventilasi sebesar 0,46 m3/detik, hasil tersebut menunjukkan kemiripan dan memenuhi hukum kekekalan massa.

DAFTAR PUSTAKA Suprapto,

Ir.,

1992, Sistem Kebakaran pada Gedung, Lembaga

M.Sc.,

Proteksi Bangunan

Pengabdian pada Masyarakat Institut Teknologi Bandung-PT. Jaya Teknik Indonesia, Jakarta, hlm. 30. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000, Ketentuan Teknis

Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan, Kantor Menteri

Negara Pekerjaan Umum, Jakarta, 1 Maret 2000, hlm. 137. Butcher, E.G. & Parnell, A.C., 1979,

Smoke Control in Fire Safety Design, E & F.N. Span Ltd., 11

New Fetter Lane, London, p. 39, 71, 107. Klote, John, H. & Fothergill, John, W. Jr., 1983, Design of Smoke Control System for Buildings , National 353

Bureau of Standards, Washington, p.2. Shafwan, AR., 1986, Sistim

Pengendalian Asap pada Sumur Tangga Bangunan Tinggi, Tugas

354

Akhir S1 Sarjana Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, hlm. 140.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

KAJIAN KEBUTUHAN PASAR UNTUK PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDANG PERMUKIMAN Oleh : Lia Yulia Iriani dan Anita Firmanti Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 Email: [email protected], [email protected] Tanggal masuk naskah: 19 Februari 2008, Tanggal revisi terakhir : 09 Juni 2008

Abstrak

Pusat Litbang Permukiman yang merupakan salah satu unit di bawah Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum memiliki visi untuk menghasilkan teknologi perumahan permukiman yang inovatif, aplikatif, kompetitif dan bermanfaat bagi masyarakat. Untuk mencapai visi tersebut secara lebih efektif dan efisien berbagai upaya dan harus dilakukan. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah memahami kebutuhan masyarakat umumnya dan para pemangku kepentingan di bidang perumahan dan permukiman khususnya sebagai pemanfaat produk Pusat Litbang Permukiman. Kajian Kebutuhan Pasar untuk Penerapan Teknologi Tepat Guna Bidang Permukiman ini dilakukan karena dirasakan intrusi teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh Pusat Litbang Permukiman kepada para penerima masih berjalan pelan. Kajian ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan pelaksana untuk memahami teori dan aplikasi kebutuhan pasar pada umumnya seperti marketing concept evaluation, marketing research dan marketing plan. Kajian dimulai dari pemahaman terhadap isu-isu bidang permukiman serta kebijakankebijakan Departemen PU untuk menangani permasalahan, inventarisasi teknologi tepat guna yang telah dihasilkan oleh Pusat Litbang Permukiman serta identifikasi kebutuhan masyarakat yang kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan instrumen-instrumen perumusan masalah, untuk mengenali permasalahan yang dominan serta usulan strategistrategi penanganan serta prediksinya di masa depan. Hasil kajian menunjukkan bahwa dari berbagai strategi yang dapat dilakukan, sebagai peringkat pertama adalah menyusun masukan konsep kebijakan dan strategi tentang penerapan teknologi tepat guna dan tepat sasaran, serta merumuskan permasalahan kebijakan, strategi dan program kebutuhan litbang bersama stakeholders secara sinergi, terpadu, berkelanjutan.

Kata kunci : Teknologi tepat guna, kebutuhan pasar, masyarakat Abstract

The Research Center for Human Settlements (RCHS) is one of the research units of the Agency of Research and Development of the Ministry of Public Works. RCHS has its vision of producing innovative, applicative, competitive and beneficial technology for housing. To achieve this vision, RCHS is continually making effort to lind effective and efficient technology. One of the effort is to understand the need of the users and stakeholders in the field of housing, specifically the use of RCHS products. An analysis of the market’s need to implement the appropriate technology for housing is necessary, because the intrusion of appropriate technolog of RCHS does not reach its goal yet. This analysis is done through enhancing the actors capability to understand the theory and the application of the markets need, such as marketing research and plan.The analysis begins with issues of housing and the policies of the Ministry of Public Work to handle the 280

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

problem, inventory of appropriate technology of RCHS and identifying the people’s needs. The analysis is done by using formulas of problems to recognize the dominant problem and to suggest strategies and to predict the future. The result of the analysis point out that several strategies can be implemented. Firstly, formulating policy concepts and strategy for implementing appropriate technology, and formulating policies, strategies and strategies of Research and Development together with stakeholders.

Keywords: Effective technology, marketing, community needs PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya yang telah dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pemanfaatan produk litbang, khususnya di bidang permukiman adalah melalui analisis kebutuhan pasar dalam menunjang program litbang yang dilaksanakan tahun 2006. Produk-produk hasil litbang harus dapat diterima dan dimanfaatkan dengan tepat guna untuk dapat mengatasi permasalahan yang dialami oleh para stakeholders (masyarakat dan para pemangku kepentingan di lapangan). Hal ini sejalan dengan visi Badan Litbang yaitu meningkatkan kinerja prasarana dan sarana ke-PU-an dan melayani masyarakat melalui penerapan teknologi hasil litbang. Oleh karena itu, untuk mewujudkan visi Badan Litbang maka diperlukan upayaupaya strategis salah satunya mengidentifikasi peluang produk litbang untuk dapat menembus pasar. Keterbatasan tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya TTG sarana dan prasarana permukiman merupakan salah satu permasalahan yang terjadi dilapangan, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan pendekatan secara langsung kepada masyarakat, disamping belum ada dukungan peraturan perundangan secara legal terhadap penerapan TTG hasil litbang.

Permasalahan Teknologi

Tepat

Guna

(TTG)

hasil

Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)

litbang selama ini, sebagian besar masih dalam tahap skala laboratorium yang bersifat teoritis dan belum menyentuh kebutuhan dan keinginan pasar, sosialisasi, diseminasi dan pola pemasaran hasil litbang masih terbatas pada kalangan tertentu, belum menyeluruh, sehingga kegunaan dan kemanfaatan hasil litbang belum bisa dirasakan oleh masyarakat pengguna secara langsung. Kerjasama dalam aplikasi penerapan TTG dilapangan belum ditindak lanjuti oleh program dan kebijakan serta Peraturan Daerah.

Tujuan 





Memetakan permasalahan dalam pemahaman masyarakat terhadap produk litbang bidang permukiman. Mendapatkan masukan TTG produk litbang sesuai dengan keinginan masyarakat Merumuskan tema-tema penelitian sesuai kebutuhan pasar atau stakeholders.

KAJIAN PUSTAKA Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bagi Kemajuan Masyarakat Pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai faktor penentu untuk kemajuan peradaban suatu masyarakat, akan memudahkan proses kerja, mempercepat proses kerja, memurahkan biaya pekerjaan, menghemat penggunaan sumber daya, 281

meningkatkan kuantitas hasil pekerjaan lebih efektif dan lebih efisien. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan iptek adalah suatu kebutuhan yang dirasakan (felt-need) oleh semua bangsa di dunia. Maka sangat wajar jika disemua negara dilakukan berbagai macam upaya untuk pengembangan iptek, antara lain melalui riset lembaga litbang dengan tujuan meningkatkan kecerdasan masyarakat dalam penguasaan iptek. Dengan demikian Indonesia perlu mengembangkan industri berbasis teknologi dalam jumlah besar yang akan menjadi faktor kunci kemampuan daya saing industri nasional ditengah persaingan antara negara yang semakin berat. Alih Teknologi dari Lembaga Litbang kepada Masyarakat Salah satu faktor penting yang perlu dipikirkan untuk mengatasi kemandegan arus informasi antara lembaga litbang dengan masyarakat adalah sistem komunikasi yang efektif yaitu sistem komunikasi yang dapat menghubungkan arus informasi secara timbal balik antara lembaga riset dengan masyarakat dengan noise pada tingkat minimal. Dengan arus informasi yang sempurna maka akan ada titik temu antara kebutuhan real masyarakat akan iptek dengan program riset yang dilakukan oleh lembaga litbang. Jika kondisi ini dapat dipenuhi, maka proses alih teknologi yang terjadi bukan saja mencapai tahapan difusi teknologi, bahkan sangat mungkin mencapai tahapan adaptasi teknologi, yaitu suatu kondisi dimana masyarakat dapat mengadaptasikan teknologi yang diterimanya dengan kebutuhan spesifik setempat ataupun dapat memodifikasinya untuk berbagai kebutuhan.

282

Pencapaian kondisi arus komunikasi yang efektif tersebut diperlukan adanya jaringan yang mapan diantara lembagalembaga riset dengan lembaga-lembaga lain yang mendukung proses difusi teknologi serta antara lembaga litbang dengan masyarakat. Konsep Pemasaran TTG Litbang Salah satu kelemahan dari TTG hasil litbang baik itu kalangan instansi pemerintah maupun perguruan tinggi adalah masih kurang memperhatikan konsep pemasaran produk sehingga sampai dan dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna. Ada beberapa tata cara pemasaran produk yang harus diikuti, diantaranya, sbb: -

Marketing Concept Evaluation, meliputi:  Production Concept Perusahaan belum mempunyai pesaing sehingga perusahaan seperti raja, konsumen tidak mempunyai pilihan lain;  Product Concept Pesaing mulai berpartisipasi, perusahaan menganggap konsumen akan lebih menyukai produk yang paling bermutu;  Selling Concept Pesaing semakin banyak, mutu produk relatif sama perusahaan perlu menitikberatkan pada cara penjualan yang persuasif melalui promosi;  Marketing Concept Penawaran produk yang tersedia lebih banyak dari permintaan konsumen, perusahaan lebih selektif dalam memilih pasar yang dituju yang penting produk yang dipasarkan harus berbeda dengan yang lain.

-

Marketing Research, meliputi: 

Merumuskan masalah;

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

   

Menentukan tujuan dan manfaat; Menentukan kebutuhan dan sumber; Memilih teknik riset, merancang sampel Memproses dan menganalisis

-

Marketing Plan

Ada beberapa hal yang perlu diikuti pada waktu memasarkan suatu produk, dengan terlebih dahulu merencanakan pasar pengguna dari TTG tersebut, sebagai berikut:

Tabel 1. Perencanaan Pasar Pengguna TTG Marketing Strategy 

Segmentation



Targeting



Positioning

      

Marketing Mix Product Price Place Marketing Communication Advertising Sales promotion Marketing PR/Publicity Personal selling

Fondasi yang diperlukan untuk terwujudnya teknologi permukiman yang aplikatif, kompetitif dan bermanfaat bagi masyarakat adalah cinta, dan salah satunya melalui brand value yaitu seluruh karyawan harus cinta, bangga dan mau menggunakan hasil penelitian Pusat Litbang Permukiman.

Produk Puslitbang Permukiman Jenis produk litbang yang telah dihasilkan Pusat Litbang Permukiman sampai tahun 2005, terdiri dari 19 (sembilan belas) macam, secara lengkapnya tercantum pada tabel 2.

METODOLOGI Metoda penelitian secara deskriptif, melalui kajian peraturan dan kebijakan yang berhubungan de-ngan peranan litbang dalam penyediaan sarana dan prasarana permukiman, identifikasi produk dan jasa litbang unggulan puslitbang permukiman yang berhubungan dengan teknologi bangunan gedung dan persampahan, dan telah diterapkan di masyarakat, diantaranya disain dan model Rumah Inti Sehat, model T-Caps, dan teknologi Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)

Target Market Target Audience

persampahan (composter, insenerator, composting lingkungan, pengelolaan sampah terpadu). Teknik pengumpulan data dan sampling menggunakan alat bantu kuesioner dan wawancara serta observasi lapangan, kepada pemerintah daerah, pengelola TTG dan masyarakat pengguna di lokasi penerapan model. Penentuan sampel secara acak. Analisis menggunakan metoda penilaian semantik dan matrik SWOT terhadap tanggapan TTG hasil litbang Permukiman oleh user, dihubungkan antara kekuatan (Strengths) dengan Opportunities (peluang), kelemahan (Weaknesses) dengan Opportunities (peluang), kekuatan (Strengths) dengan Threats (ancaman), dan Kelemahan (Weaknesses) dengan threats (ancaman), SWOT dihubungkan antara kekuatan (Strengths) dengan Opportunities (peluang). Keseluruhan diidentifikasi, kemudian spesifikasi masalah yang pada akhirnya akan menghasilkan masalah formal yang perlu segera ditanggulangi berdasarkan perumusan masalah, dan penentuan nilai atau bobot ranking. 283

Tabel 2. Jenis Produk Litbang TA 1999/2000 sampai dengan TA 2005 No

1. 2. 3.

4. 5.

6. 7. 8.

9. 10. 11.

12.

13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

Jenis Produk Litbang Konsep teknologi Kriteria disain Masukan kebijakan (Policy input) Model fisik/ prototip skala lab. Model fisik skala lapangan Model fisik skala komersial Peta /

mapping

Perangkat lunak (soft ware)

Data base /

pangkalan data Modul & silabus pelatihan Konsep standar dan pedoman teknik Standar dan pedoman teknik Paten teknologi Hasil kajian / investigasi Hasil uji laboratorium Maket dan mock-up Model pengelolaan Lokakarya, seminar, semiloka Advis teknik / diseminasi TOTAL

TA 1999/2000 sampai dengan TA 2003 lingkup produk yang dihasilkan Disemi Penata Sain Bahan nasi dan Ling an Bangun- Bangunpemasa perkim ruang an an ran

TOTAL

% thd TOTAL

2

11

2,93

1

1

5

1,33

4

5

3

37

9,87

1

1

1

-

6

1,60

4

1

4

1

1

15

4,00

-

-

-

12

-

-

15

4,00

-

-

-

1

-

-

-

1

0,27

-

-

4

3

2

-

1

-

10

2,67

-

-

3

2

3

-

10

6

-

24

6,40

2

7

-

-

-

-

-

-

5

14

3,73

1

1

26

6

9

3

4

1

-

51

13,60

-

-

78

-

-

-

-

-

-

78

20,80

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,00

-

-

6

2

2

1

1

6

2

20

5,33

-

-

4

-

12

2

11

20

-

49

13,07

-

-

-

5

1

-

-

-

1

7

1,87

-

-

-

2

1

-

1

-

4

8

2,13

1

1

-

6

-

-

-

-

2

10

2,67

-

-

6

1

-

6

1

-

2

16

4,27

4

9

127

52

44

19

52

45

23

375

100,00

Standar /modul

Modul silabus

-

-

-

1

1

1

-

-

-

2

1

-

-

-

17

-

-

-

-

-

-

Struktur

Manajemen

3

3

-

-

5

3

1

2

1

3

-

3

-

-

-

Sumber: Laporan Akhir Pengembangan Investasi Litbang Bidang Permukiman, Puslitbang Permukiman, 2005

284

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Hasil matriks analisis SWOT tersebut, dilakukan penentuan faktor kunci keberhasilan yang mencakup berbagai bidang/aspek yang menjembatani antara misi dan tujuan/sasaran. Berdasarkan metoda analisis Critical Success Factors Strategy (CSFS). Adapun lokasi pengkajian merupakan lokasi penerapan TTG hasil litbang Permukiman di Kabupaten dan Kota Bandung, Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat, Semarang Surabaya Yogyakarta, Medan, Denpasar, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

HASIL DAN PEMBAHASAN Mengenali Fakta Internal dan Eksternal Pemasaran Produk Litbang Bidang Permukiman Salah satu peluang TTG hasil litbang, adalah adanya dukungan program dan kebijakan dari provider, diantaranya

Pemerintah daerah sebagai salah satu pengguna TTG, yang langsung teraplikasi ke masyarakat pengguna. Dukungan program dan kebijakan yang berhubungan dengan penerapan TTG tersebut, diperlukan sebagai salah satu bentuk aplikasi hasil litbang yang tidak hanya bersifat teori dan skala laboratorium. Kendala dan ancaman diantaranya adalah banyaknya TTG sejenis yang dihasilkan baik oleh kalangan lembaga maupun kelompok masyarakat secara swadaya, sehingga hal ini merupakan pembanding, dimana inovasi sangat diperlukan sesuai dengan keberadaan dan keterjangkauan masyarakat pengguna. Mengenai peluang, kendala, kekuatan dan ancaman terhadap keberadaan TTG hasil litbang permukiman secara lebih lengkap tercantum pada tabel berikut:

Tabel 3. Penerapan TTG di Lokasi Penerapan Model Opportunities

Tanggapan Aspek Teknis  Perlu penyederhanaan;  Sosialisasi ke user lebih menyeluruh  Faktor SDA dan SDM, berpenga ruh dalam aplikasi TTG;  Tahapan aplikasi  TTG perlu dilalui dari mulai pema haman sampai pemanfaatan;  Aspek non teknis  Pola perilaku masyarakat;  Status lahan pe nempatan TTG harus pasti  Pelatihan O & M secara terpro gram.







(Peluang) Terdapat dukungan program dan kebijakan dari pemangku kepentingan di daerah merupakan salah satu wujud pencapaian aplikasi teknologi di masyarakat; TTG hasil litbang sangat dibutuhkan karena sudah diuji-cobakan baik skala laboratorium maupun pilot project di masyarakat; Dukungan dana dan bentuk kerjasama lainnya dari luar negeri, sehingga keberlangsungan TTG diharapkan dapat dipertanggungjawab-

Weaknesses







Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)

(Kelemahan) Strategi pemasaran produk yang dihasilkan masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Operasi dan pemeliharaan TTG perlu pelatihan kepada masyarakat pengguna di lokasi sasaran; Adaptasi perilaku masyarakat terhadap TTG perlu waktu secara bertahap.

Strengths





(Kekuatan) TTG litbang berdasarkan suatu proses pengujian secara handal di laboratorium maupun uji coba lapangan, sehingga dari aspek kualitas diharapkan bisa lebih bisa dipertanggungjawabkan; Inovasi produk yang dihasilkan berdasarkan isue sesuai dengan kebijakan pemerintah, rencana dan strategi.

Threats

(Ancaman)  Terdapat bebe rapa produk dengan fungsi serupa, sebagai pembanding TTG litbang yang dihasilkan, sehingga perlu inovasi dengan fungsi dan kegunaan sesuai kebutuhan masyarakat;  Harga jual sesuai dengan keterjangkauan masyarakat;  Penerapan model perlu dukungan dari stake holders, dan dapat ber langsung sesuai target sasaran.

285

Tanggapan

Opportunities

Weaknesses

(Peluang) kan.

Strengths

(Kelemahan)

Berdasarkan hal tersebut, matrik SWOT terhadap tanggapan TTG hasil Pusat Litbang Permukiman oleh user, dihubungkan antara kekuatan (Strengths) dengan Opportunities (peluang), Kelemahan (Weaknesses) dengan

(Kekuatan)

Threats

(Ancaman)

Opportunities (peluang), kekuatan (Strengths) dengan threats (ancaman), dan Kelemahan (Weaknesses) dengan threats (ancaman), secara terinci tercantum pada matrik berikut:

Tabel 4. Matrik SWOT Tanggapan TTG Internal

Factors (WAS)

Eternal Factors (EFAS) Opportunities (O ) - Dukungan program dari provider - Kerjasama litbang - Pengembangan teknologi - Aspek kualitas dapat dipertanggungjawabkan

Threats (T) - Produk pembanding yang serupa - Harga jual - Keterjangkauan masyarakat - O&M memerlukan pelatihan

Strengths (S ) - TTG hasil uji skala laboratorium - Didukung peraturan dan kebijakan - Aspek kualitas inovasi berdasarkan isue SO Strategies - Kerjasama litbang - Dukungan peraturan dan kebijakan - Inovasi TTG sesuai kebutuhan masyarakat pengguna - Sosialisasi dan strategi pemasaran sesuai target sasaran

Weaknesses (W) - Strategi pemasaran - O & M masyarakat belum terampil - Adaptasi TTG - Perilaku masyarakat terhadap TTG WO Strategies - Kerjasama litbang - Dukungan program sesuai dengan kebijakan daerah - Pelatihan terhadap masyarakat - Pemahaman daya guna dan nilai guna.

ST Strategies - Aplikasi TTG sesuai kebutuhan masyarakat; - Dukungan peraturan dan kebijakan - Kerjasama litbang - Strategi pemasaran

WT Strategies - Inovasi TTG sesuai kebutuhan masyarakat pengguna - Dukungan peraturan dan kebijakan - Pemahaman daya guna dan nilai guna

Pemahaman masyarakat terhadap TTG Pusat Litbang Permukiman, berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat diidentifikasi antar keterkaitan faktor

286

internal dan eksternal, yang akan menghasilkan tahapan kegiatan yang perlu segera ditanggulangi, secara lengkap tercantum pada gambar berikut:

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

- Penerapan dan sosialisasi hasil litbang kepada user. - Dukungan peraturan perundangan yang mampu mengatur perilaku masyarakat dalam memanfaatkan TTG . - Keterbatasan tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya TTG prasarana dan sarana permukiman. - Aplikasi NSPM di daerah kurang dukungan. - Strategi pemasaran produk Litbang bidang perkim, belum tepat sasaran. - Pelatihan yang berhubungan operasi dan pemeliharaan kepada masyarakat. - Adaptasi perilaku masyarakat terhadap TTG perlu waktu secara bertahap. - Hasil litbang tidak aplikatif

Identifikasi hasil akhir

Sosialisasi dan pemasaran produk litbang yang dihasilkan belum sesuai sasaran

Definisi rumusan akhir

-

-

-

Aplikasi Peraturan

-

Hasil akhir yang perlu ditangani Dukungan peraturan perundangan terhadap hasil litbang bidang permukiman Aplikasi NSPM didaerah kurang dukungan Hasil litbang tidak aplikatif

Penanganan substantif Penerapan dan sosialisasi hasil litbang kepada user Strategi pemasaran produk litbang bidang permukiman, belum tepat sasaran. Aplikasi NSPM di daerah kurang dukungan Hasil litbang tidak aplikatif Dukungan peraturan perundangan yang mampu mengatur perilaku masyarakat dalam memanfaatkan TTG .

Spesifikasi materi substantif

Gambar 2. Analisis Berdasarkan Tanggapan TTG sebagai Masukan Program Litbang

Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)

287

Tabel 5. Hasil Akhir yang Perlu Ditangani dalam Penerapan TTG NO 1.

2.

DUKUNGAN PROGRAM

DAMPAK KINI

Dukungan - Perlu di peraturan susun perundangan Undangterhadap hasil undang litbang biyang dang permengatur mukiman, peran serta yang mampu masyarakat mengatur dalam perilaku peman masyarakat faatan TTG dalam - Peranserta memanfaatmasyarakat kan TTG dalam perlu Penataan dibentuk Ruang PP No.61/1999 Aplikasi NSPM Pelaksanaan di daerah penerapan kurang TTG bidang dukungan permukiman adakalanya tidak sesuai dengan standar yang berlaku

INSTRUMEN YANG DIGUNAKAN Penyusunan konsep kebijakan dan peraturan, sebagai masukan materi Undangundang yang mengatur peran serta masyarakat dalam pemanfaatan TTG

TUJUAN

KRITERIA BERHASIL

Rasa memiliki terhadap TTG pada masyarakat ada pedoman secara legal aspek

Tersusunnya UU yang berhubung an dengan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan TTG, sebagai produk hukum yang diharapkan bisa mengendalikan pemanfaatan TTG sehingga tidak jadi monumen

- Peraturan Menteri sebagai dukungan pedoman sosialisasi NSPM kepada pemerintah daerah. - Koordinasi dan kelanjutan hasil sosialisasi secara terprogram oleh pemda kepada

Pemanfaatan NSPM sesuai dengan standar yang ber-laku dapat teraplikasi di lapangan Pemahaman dan penerapan NSPM sesuai dengan aturan yang berlaku

Aplikasi pembangunan infrastruktur PU sesu ai dengan standar dan aturan yang berlaku. NSPM yang dihasilkan diterapkan oleh masyarakat pengguna tepat sasaran

Meningkatnya nilai outcome litbang

PENYEBAB/ DIAGNOSA

HAMBATAN Kurangnya dukungan program terhadap penyusunan materi peraturan bidang sosial budaya

-

-

Belum adanya dukungan peraturan yang berisi sanksi mengikat terhadap pelaksanaan NSPM

Penerapan TTG belum ada standar dan pedoman secara legal Terfokus pada program yang sedang berjal an tanpa mem perhatikan kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya Penerapan NSPM belum tercantum secara terprogram . Koordinasi pelaksanaan didaerah dalam penerapan NSPM belum terlaksana

stakeholders

3.

Hasil litbang tidak aplikatif

Hasil penelitian sia-sia, pemborosan anggaran.

Restrukturisasi program litbang dengan lebih tajam memperhatikan RPJM

Meningkatkan nilai guna dan hasil guna dalam penerapan teknologi yang tepat sasaran

4.

Evaluasi Perkembangan IPTEK sesuai kebutuhan masyarakat

TTG yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Audit teknologi kebutuhan masyarakat bidang Perkim

Inovasi TTG sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dimasyarakat Mengurangi kesalahan dalam pene tapan kebijakan penerapan TTG

288

- Inovasi TTG yang dihasil kan dapat diaplikasikan dan diterima masyarakat - Penyusunan peraturan dan kebijakan inovasi TTG dapat diterima oleh user

- TTG hasil litbang masih bersifat skala laboratorium - Para peneliti kurang membaca kebutuhan litbang se suai yang beredar dipasaran Kebijakan perkembangan IPTEK dimasyarakat belum terbentuk

Tidak adanya networking anta ra peneliti, penentu kebijakan publik, masyara kat dan dunia usaha

Belum dilakukan litbang evaluasi perkembangan IPTEK di masyarakat secara terprogram

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 6. Prediksi Masa Depan PENYEBAB/DIAGNOSA  

ESTIMASI MASALAH YANG AKAN TIMBUL DI MASA MENDATANG  TTG menjadi monumen

Penerapan TTG belum ada standar dan pedoman secara legal Terfokus pada program  yang sedang berjalan tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya

Penerapan NSPM belum tercantum secara terprogram. Koordinasi pelaksanaan di daerah dalam penerapan NSPM belum terlaksana

Kegunaan dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Program pelaksanaan penerapan NSPM kurang aplikatif

ALTERNATIFALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Operasi dan  Menyusun per pemeliharaaturan perunan menjadi dangan berketergankaitan dengan tungan pada penerapan TTG proyek tepat guna, pemerintah. beserta petunjuk  Kurang rasa pelaksanaannya memiliki di  Penerapan sanksi masyarakat untuk terhadap pelanggaran keberadaan  TTG

IDENTITAS MASALAH 



Faktor sosialisasi  dan pemahaman NSPM pada tingkat pemangku kepentingan dan masyarakat masih rendah 



Tidak adanya networking antara peneliti, penentu kebijakan publik, masyarakat dan dunia usaha terhadap aplikasi hasil litbang

Aplikasi hasil litbang tidak tepat sesuai dengan sasaran pengguna

Koordinasi dan dukungan aturan kebijakan aplikasi hasil litbang



 

Belum dilakukan litbang evaluasi perkembangan IPTEK di masyarakat secara terprogram

Inovasi TTG produk litbang tidak aplikatif Perkembangan IPTEK yang beredar dimasyarakat tidak didukung aturan dan kebijakan

Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)





Audit TTG  yang beredar dimasyarakat belum dilakukan penelitian Masukan kebijakan  tidak sesuai dengan TTG yang diinginkan masyarakat

Sosilisasi NSPM dan Penyusunan program litbang yang melibatkan pemangku kepen tingan secara sinergis Penyusunan konsep kebijakan tentang penerapan NSPM Penyelenggaraan temukarya, yang berfokus pada sejauhmana aplikasi penerapan NSPM di masyarakat Membangun networking dian tara pemangku kepentingan dan user terhadap aplikasi hasil litbang secara terprogram Mengaktifkan konsultasi regional; Mengadakan forum silahturahmi secara periodik. Perumusan dan pemetaan TTG yang beredar di masyarakat berhubungan dengan bidang permukiman. Perumusan kebijakan secara sinergis antara pihak terkait

 



HAMBATAN Kurangnya sosialisasi program pelaksanaan penerapan TTG di lokasi sasaran Tahap pendekatan kepada masyarakat tidak dilakukan sesuai prosedur Rendahnya sense

of participatory

dari masyarakat Kurang koordinasi antar instansi terkait Belum didukung aturan dan kebijakan secara legal Rendahnya partisipasi pemangku kepentingan

Kurangnya dukungan kebijakan dan aturan terkait aplikasi hasil litbang

 



Pendanaan Kesiapan aparat pemerintah dalam aplikasi perkembangan TTG di masyarakat Terbatasnya SDM

289

Perencanaan Aplikasi Litbang

Produk

Berdasarkan peta permasalahan, maka perlu merencanakan beberapa aspek dalam aplikasi pelaksanaan produk litbang terkait dengan teknis teknologis, pengembangan kelembagaan, pe-

ngembangan peraturan, peningkatan biaya dan pembiayaan, pengembangan SDM, peningkatan peran serta masyarakat dan swasta, pengembangan SDM, secara lengkap tercantum pada tabel berikut:

Tabel 7. Rencana Tindak Aplikasi Produk Litbang Rencana Tindak (Action Plan) Teknis Teknologis

Pengembangan Kelembagaan

Pengembangan Peraturan

Peningkatan Pembiayaan

Peningkatan Pengembangan Peran Serta SDM Masyarakat dan Swasta

Penelitian untuk alternatif sistem penyelenggaraan teknologi prasarana dan sarana permukiman yang ramah lingkungan

Peningkatan koordinasi di bidang penyelenggaraan teknologi prasarana dan sarana permukiman berkelanjutan.

Memperluas pro gram dan/ atau kegiatan penyebarluasan informasi tentang Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM),

Evaluasi setiap alternatif pengembangan teknologi bidang permukiman dengan meng-gunakan konsep total biaya lingkungan

Mengembangkan mekanisme dan sistem insentif yang terkait hasil-hasil litbang bidang permukiman

Meningkat-kan dan menumbuhkan rasa “cinta” terhadap upaya penyelenggaraan hasil litbang bidang permukiman

Menyiapkan dan melaksanakan program prioritas untuk daerah dengan kepadatan tinggi dan kumuh yang rawan bencana berdasarkan target yang telah ditetapkan di rencana induk

Evaluasi kinerja kelembagaan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan TTG bidang permukiman

Mengembangan peraturan, pedoman, dan standar bidang permukiman

Mengembangkan konsep, peraturan, mekanisme, dan program pembiayaan TTG bidang permukim-an dengan konsep pu-ngutan biaya berdasar-kan besarnya dampak (development impact

Meningkat-kan peran serta masyarakat dan swasta dalam operasi dan pemanfaatan hasilhasil litbang pengembangan teknologi prasarana dan sarana lingkungan permukiman

Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya penanganan prasarana dan sarana lingkungan permukiman kaitannya dengan pencemaran air dan kesehatan

Studi kebutuhan pengembangan teknologi prasarana dan sarana permukiman, khususnya di daerah yang padat bangunan, padat huni, padat fungsi

Melembagakan peran serta swasta bidang permukiman, diantaranya melalui pengembangan kerangka peraturan dan kepastian hukum

Meningkatkan upaya pemulihan biaya investasi dan prestasi pengumpulan retribusi pengelolaan teknologi permukiman

Inventarisasi dan analisa mekanisme pengembangan modul-modul hasil litbang kerjasama, pemerintah masyarakat dan swasta

Mengubah perilaku masyarakat dalam pemanfaatan hasil litbang permukiman

290

fees)

Mengembangkan peraturan yang mengharuskan pengambilan lumpur secara periodik dan akrab lingkungan

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 8. Alternatif Kebijakan dan Strategi Penanganan Bobot Pengaruh terhadap kriteria Aspek-aspek Politik 1.

2.

3.

4.

5.

Menyusun masukan/konsep peraturan per-UU-an dan operasionalisasi terkait tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman. Menyelenggarakan sosialisasi dan deseminasi produk/konsep peraturan per-UU-an dan operasionalisasi terkait tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman, termasuk penerapan sanksi hukum, insentif dan disinsentif. Penyusunan masukan program dan kegiatan litbang permukiman secara sinergi, terpadu, dan berkelanjutan dengan stakeholders terkait. Menyusun masukan/konsep kebijakan dan strategi tentang penerapan teknologi tepat guna dan tepat sasaran Penyelenggaraan temu karya/workshop/diskusi/ forum rembug untuk menyusun grand

strategy and design

6.

7.

8.

litbang bidang tata ruang, bangunan, perumahan dan permukiman. Menyelenggarakan jaringan kemitraan/kerjasama antar stakeholders terkait Meningkatkan peran aktif dan keswadayaan kelembagaan wilayah/daerah dalam pemanfaatan produk litbang. Merumuskan permasalahan kebija-

Ekonomi/ Administrasi/ Teknologi Keuangan Organisasi

Sosial Budaya Agama

HANKAM

Jumlah (Scoring)

Ranking

5

4

4

4

4

2

22

4

4

3

4

3

2

1

17

8

3

5

5

5

4

1

23

3

5

4

5

5

5

3

27

1

2

3

3

4

5

1

18

7

3

4

5

4

3

1

20

6

3

4

4

4

5

1

21

5

5

4

4

4

5

3

25

2

Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)

291

Bobot Pengaruh terhadap kriteria Aspek-aspek Politik

9.

kan, strategi & program kebutuhan litbang bersama stakeholders secara sinergi, terpadu, berkelanjutan. Meningkatkan kapasitas kemampuan SDM terkait dalam kebijakan publik, manejemen investasi, manajemen SDM dan manajemen resiko

2

Ekonomi/ Administrasi/ Teknologi Keuangan Organisasi

5

3

3

Sosial Budaya Agama

HANKAM

5

2

Jumlah (Scoring)

Ranking

20

6

KET: Scoring: (1) Sangat rendah; (2) Rendah; (3) Sedang; (4) Kuat; (5) Sangat kuat

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

 Salah satu cara identifikasi peluang produk litbang dapat menembus pasar, adalah melalui komersialisasi hasil litbang produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.  Terkait dengan pemahaman masyarakat terhadap TTG bidang permukiman, ada dua pendekatan dasar yaitu dari pemanfaatan teknologi (technology push) dan proses tarikan pasar ( market pull ).  Rencana tindak atau action plan yang perlu dilakukan berdasarkan aspek teknis teknologis, pengembangan kelembagaan, pengembangan peraturan, peningkatan biaya dan pembiayaan, peningkatan peran serta masyarakat dan swasta, serta pengembangan SDM.  Aplikasi Teknologi Tepat Guna hasil litbang di lokasi penerapan model, perlu penelitian lebih lanjut, baik yang bersifat teknis maupun non teknis, dengan inovasi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. 292

Saran

 Dukungan program dan kebijakan dari pemerintah daerah, perlu diatur secara jelas, terutama diantaranya yang berkaitan dengan pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan TTG.  Pola pemasaran, sosialisasi dan diseminasi hasil litbang kepada masyarakat, perlu ditingkatkan, sehingga produk yang dihasilkan dikenal, dan dipahami masyarakat, yang pada akhirnya diharapkan dipakai secara berdaya guna dan berhasil guna.

DAFTAR PUSTAKA Hadiat, Komersialisasi Produk Litbang, Sebuah Proses Pembelajaran, Lembaga Pengembangan Inovasi, Jakarta 2003. Jonbi. Trend Teknik Sipil Era Milenium Baru.(Ed).UI Press Yayasan JonbiHi-Tech Idetama, Jakarta 2001; Khalil,T.M, Management of Technology. The Key to Competitiveness and Wealth Creation. Mc Graw Hill Pub.Co.Singapore, 2000.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Lulus Setiawan, Wawan, Peran Unit Inkubator Bisnis Dalam Alih Teknologi, Makalah dalam Seminar Sehari Difusi Inovasi Produk Litbang, Desember, 2003. Ratna Komala Dewi Odjar, Promosi dalam Proses Difusi Inovasi Produk Litbang, Makalah dalam Seminar Sehari Difusi Inovasi Produk Litbang, Desember, 2003. Hasyim Bidawi, Mekanisme Penerapan Jasa Teknologi Inderaja Satelit

Kajian Kebutuhan Pasar .... (Lia Y.I. & Anita F.)

Bagi Masyarakat Nelayan, Jakarta, 2003. Murniningtyas, Endah, Kebijakan Pembangunan IPTEK dalam Komersialisasi Produk Litbang. Pusat Litbang Permukiman, Perkuatan Kelembagaan Organisasi dan Tata Laksana Analisis Kebutuhan Pasar Dalam Menunjang Program Litbang, Laporan Akhir , Bandung 2007.

293

ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP LAHAN KAWASAN PANTAI MENGGUNAKAN PROGRAM GENESIS Studi Kasus: Kawasan Pantai Dadap Indramayu

Oleh: Sarbidi

Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected]/ [email protected] Tanggal masuk naskah: 04 Agustus 2008 , Tanggal revisi terakhir : 11 Agustus 2008

Abstrak

Infrastruktur sipil berupa jeti, seawall dan pelabuhan PPI yang dibangun pada kawasan pantai Dadap Indramayu dapat menimbulkan dampak perubahan atau kerusakan pada lahan kawasan pantai. Metodologi analisis dampak dimulai dengan identifikasi permasalahan, pengolahan data sekunder dan data primer, menggunakan program Genesis (generalized model for simulating shoreline change) menghasilkan bahwa kawasan pantai dapat mengalami sedimentasi sepanjang sekitar 700 m dan akrasi berbentuk salien sekitar 117,1 m yang terjadi tepat pada testle pelabuhan. Pantai sebelah barat pelabuhan mengalami erosi sepanjang sekitar 320 m, dengan kejadian garis pantai mundur terbesar sekitar 79,1 m. Pada kasus ini, infrastruktur pantai menyebabkan dampak kerusakan lahan kawasan pantai sepanjang 1.020 m. Sejalan dengan perubahan tersebut terdapat debit litoral drift yang bergerak sejajar pantai dari arah Timur ke Barat sebesar antara 1 m3/detik - 20 m3/detik. Untuk mencegah kerusakan lahan pantai yang lebih besar dapat memperpanjang seawall ke arah barat menggunakan kombinasi antara revetment, detached breakwaters dan tanaman bakau.

Kata kunci : Deteksi, dampak, infrastruktur pantai, kawasan pantai. Abstract

Some of civil infrastructures are like jetty, seawalls, and port of PPI constructed in the costal area in Dadap beach Indramayu could make the destruction of land or shoreline change surrounding area of the beach. The analytical impact of methodology begun with the problems identification, secondary and primary data analysis by using Genesis (generalized model for simulating shoreline change ) simulation program gave the result that it was the costal area could got the sedimentation was about 700 meters length, and produced an accretion of salient formation was about 117.1 meters length was in the rear of the port trestle precisely. The western shorelines of the port would erode about 320 meters length and was going to move the initial position of shoreline to mainland direction was about 79.1 meters length. In this case, the civil infrastructures of the costal area made the destruction impact to the beach land were about 1,020 meters length. Beside that, it’s also got the long shore transport rate were about 1.0 cubic meter per second up to 20.0 cubic meters per second which moved from the east to the west direction and parallel with shoreline. To protect the coastal land destruction can make the seawalls is longer than current condition until shuts off the erosion area to the west direction by using the combination of the revetment, detached breakwaters and mangrove trees .

Keywords: Detection, impact, costal infrastructures, costal area. PENDAHULUAN 294

Latar Belakang Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Secara alamiah, ombak dan arus laut merupakan salah satu penyebab (agent) yang berperan besar dalam pembentukan pantai. Pada umumnya, ombak yang terjadi di laut dalam tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat didasarnya. Sebaliknya, ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di zona ombak pecah (breaker wave zone) mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, karena pergerakan ombak dari lautan menuju pantai dan pergerakan ombak di sepanjang pantai sambil membawa fragmen sedimen dasar (litoral drift) dan sedimen layang (suspended solid), dan memindahkanya ke wilayah pantai. Sedimentasi yang berlangsung dalam waktu yang lama maka dapat membentuk akrasi atau daratan yang baru, berupa salient, tombolo, spits, beach ridge, delta, dan lain-lain. Sebaliknya, energi yang dikandung oleh ombak, yang terus menerus menghantam pantai dapat menyebabkan erosi pada pantai, dan abrasi pada pada tebing pantai batuan padat yang masif. Akrasi, erosi dan abrasi oleh ombak terhadap pantai disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kedalaman laut di sekitar pantai, bentuk pantai, tumbuhan penetrasi ombak di sekitar pantai (biasanya hutan mangrove), keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, bangunan atau infrastrukstur yang sengaja didirikan di perairan pantai, seperti groin (groyne), jeti (jetty), pemecah gelombang (breakwater), tembok laut (seawall), pelabuhan, pulau dekat pantai, reklamasi pantai, pondasi bangunan yang menjorok ke laut, dan sebagainya. Selain itu, peristiwa pasang surut turut pula mempengaruhi garis pantai, meskipun kadarnya kecil dibanding ombak dan arus laut. Pasang surut Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

berpengaruh tehadap dinamika air di sekitar pantai. Pengaruh pasang surut akan lebih nyata pada kawasan muara sungai besar, dan rawa pasang pantai. Vegetasi yang tumbuh subur di sepanjang pantai (hutan bakau) dapat berfungsi sebagai penangkap sedimen (sediment trap) di kawasan pantai, sehingga membantu pertumbuhan pantai. Aktifitas manusia yang memanfaatkan pantai untuk berbagai kepentingan, juga dapat merubah morfologi atau bahkan merusak lingkungan di kawasan pantai. Banyak contoh aktifitas manusia, yang mengakibatkan perubahan atau merusak morfologi pantai, antara lain pembangunan pelabuhan, pemecah gelombang, reklamasi pantai, dan sebagainya. Permasalahannya, bagaimana mendeteksi perubahan atau kerusakan atau dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia secara cepat dan akurat, sehingga dapat meminimalkan kerugian yang ditimbulkannya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas penggunaan salah satu metoda analisis untuk mendeteksi kerusakan kawasan pantai yang timbul akibat aktivitas manusia. Data dan informasi diambil dari kasus pembangunan pelabuhan, tembok laut dan jeti di sekitar pelabuhan Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Pantai Dadap Indramayu.

METODOLOGI Pola Pikir Lingkungan di kawasan Pantai Dadap Indramayu, khususnya yang berada di sekitar struktur jeti, tembok laut, dan pelabuhan PPI Lepas Pantai akan terkena dampak oleh bangunan tersebut. Seberapa besar perubahan lingkungan, terutama pada lahan dan perubahan garis pantai sangat dipengaruh bentuk pantai, tinggi 295

gelombang, litoral drift, kontur laut (batimetri), dan lain-lain. Besarnya perubahan atau kerusakan akan diditeksi dengan analisis numerik menggunakan program Genesis (generalized model for simulating shoreline change).

Metoda Pelaksanaan

Pelaksanaan kajian dibagi dalam tiga kegiatan, yaitu identifikasi permasalahan kawasan pantai, pengumpulan data sekunder (kajian pustaka), dan data primer (observasi lapangan), pemodelan numerik (pembagian kawasan pantai ke dalam beberapa grid), pengolahan data angin menjadi data gelombang jamjaman menggunakan Excel, menginput dan pemerosesan data pada program Genesis, pembahasan output, dan permumusan hasil. Secara ringkas digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.

Pengumpulan Data

1. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai hasil studi yang pernah dilaksanakan oleh institusi berwenang dan data pustaka lainnya, antara lain: peta rencana tapak kawasan pelabuhan, peta bathimetri, data angkutan litoral, data pasang surut, dan lain-lain. 2. Data angin harian series tahun 1994 sampai 2003 (data 10 tahunan) dari stasiun meteorologi Jatiwangi, yang berlokasi sekitar 10 km dari kawasan pantai Dadap Indramayu.

KAJIAN PUSTAKA Karakteristik Pantai Pantai (shore) adalah daerah di tepi perairan laut, yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Shore dapat dibagi dalam tiga zona, yaitu: Mulai

PERMASALAHAN Dampak Lingkungan (kerusakan lahan) akibat bangunan di pantai

DATA SEKUNDER.  Data bangunan dan tapak di kawasan pelabuhan PPI Dadap.  Data bathimetri sekitar bangunan pantai.  Data angina 10 tahunan  Data litoral drift.  Data pasang surut, dll METODA ANALISIS Excel, SMB dan Genesis

DATA PRIMER. Klarifikasi dan observasi data bangunan di kawasan pelabuhan PPI pantai Dadap.

    

FORMULASI HASIL.  Penyebaran dan Kuantitas dampak lingkungan pada lahan kawasan pantai.  Pengendalian dampak

KOMPILASI DAN ANALISIS DATA. Gelombang Signifikan Pasang Surut. Litoral drift. Pembagian kawasan kajian kedalam 53 grid Pemodelan numerik dampak lingkungan dari bangunan pantai pada lahan pantai Dadap

Selesai Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Pelaksanaan

296

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

1. Backshore zone adalah bagian pantai, yang hanya tergenang pada saat pasang tertinggi dan pada saat badai. 2. Foreshore zone adalah bagian pantai berbatasan dengan backshore zone, yaitu bagian yang tergenang pada saat air pasang sampai dengan pada air surut. 3. Offshore zone bagian pantai yang dibatasi oleh pantai yang sedikit di bawah muka air surut sampai kebatas kedalaman, dimana interaksi gelombang dengan dasar tidak ada lagi. Pada bagian backshore zone sering dijumpai material yang bergerak sepanjang pantai, biasa disebut berms. Berms dibentuk oleh gaya gelombang pada saat air tinggi. Material tersebut mencakup seluruh benda yang dapat digerakkan oleh gaya gelombang pada saat air tinggi, seperti pasir, kerikil, rumput laut, log atau pun batu. Material yang menggunduk disebut dengan dunes. Pada musim badai (musim angin barat), saat intensitas energi gelombang tinggi, sedimen diangkut ke offshore membentuk gundukan disebut offshore bar. Pada musim tenang (musim angin timur) material offshore bar dibawa kembali ke offshore. Garis pantai akan tak mengalami perubahan bila arah gelombang datang dari lepas pantai adalah tegak lurus garis pantai. Kondisi ini hampir tidak mungkin terjadi. Akibat proses hidrodinamika air laut, longshore

transport sediment

& cross shore transport litoral menyebabkan garis

pantai akan selalu berubah. Tetapi bila pada pantai terdapat suatu titik stabil (headland), misalnya berupa batuan karang padat yang keras atau bangunan sipil yang dibuat manusia, seperti groin, jeti, breakwater, dan lain sebagainya, maka titik stabil itu dapat menjadi Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

wahana perubah garis pantai yang baru. Menurut hasil penelitian Silvester dan Shu (1993), pantai yang berada diantara dua headland dapat berbentuk logarithmic and parabolic. Pantai stabil akan terbentuk kembali setelah terjadi kesetimbangan alamiah (natural equilibrium).

Wind Stress Factor Hindcasting

atau pembangkitan gelombang adalah perhitungan tinggi gelombang dengan menggunakan data angin. Menggunakan data angin, karena pengamatan gelombang secara langsung di lapangan membutuhkan biaya yang cukup mahal dan memakan waktu. Data angin dapat diperoleh dari stasiun BMG atau lapangan terbang terdekat, asalkan radius stasiun tersebut tidak lebih dari 500 km. Data angin yang kita diperoleh, biasanya adalah data angin harian yang isinya adalah:  Urata-rata: kecepatan angin rata-rata harian.  Uterbesar: kecepatan angin maksimum harian.  Arah angin: arah datangnya angin bertiup. Sebagai langkah awal dalam menganalisis data angin, hal yang harus diperhatikan adalah mendapatkan nilai Wind Stress Factor (UA), yaitu sebagai nilai yang akan digunakan dalam melakukan peramalan gelombang. Namun sebelumnya perlu melakukan koreksi-koreksi terhadap data angin yang kita miliki sebagai berikut: 1. Koreksi Elevasi Kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin yang diukur pada elevasi 10 meter. Jika data angin didapat dari pengukuran pada elevasi yang lain (misal z-meter), maka dapat dikonversi dengan persamaan: 297

U10 = Uz x [10/z]1/7 (digunakan jika z < 20 m). 2. Koreksi Kecepatan Rata-rata Jika data yang dimiliki adalah data kecepatan angin maksimum, perlu ditentukan kecepatan dengan durasi tertentu (karena kecepatan maksimum mungkin hanya terjadi beberapa menit saja, sisanya kecepatan perlu ditentukan). Prosedur penentuan kecepatan dengan durasi tertentu tersebut dapat dilihat dalam Shore Protection Manual Volume I, 1984 pada halaman 3-26 sampai halaman 3-29. 3. Koreksi Stabilitas Koreksi ini diperlukan, jika terdapat perbedaan temperatur antara udara dan air laut. Ta = ( Ta – Ts ). Dimana: Ta = temperatur udara, dan Ts = temperatur air laut. Besarnya koreksi dilambangkan dengan RT, dimna sebagai berikut: U = RT x U10. Harga RT = 1,1 apabila tidak ada perbedaan temperatur udara dan air laut, tetapi jika ada perbedaan, maka RT didapatkan dari Figure. 314, Shore Protection Manual Volume

I, 1984

4. Koreksi Lokasi Pengamatan Jika data angin yang dimiliki adalah data angin pengukuran di darat, perlu dilakukan koreksi untuk mendapatkan nilai kecepatan di laut. Faktor koreksi dilambangkan dengan RL, dapat ditentukan dengan grafik dalam Figure 3-15, Shore Protection Manual Volume I, 1984. Apabila pengukuran angin dilakukan di laut / pantai, RL = 1 atau tidak memerlukan koreksi. 5. Koreksi Koefisien Seret Untuk U (m/dt), setelah dikonversi dengan faktor-faktor koreksi di atas,

298

maka Wind Stress Factor adalah: UA = 0,71 ( U )1,23.

Fetch Efektif Fetch

adalah daerah bangkitan gelombang di laut. Fetch diperlukan untuk hindcasting. Ruang fetch dapat dibatasi oleh suatu pulau atau daratan yang mengelilingi laut tersebut. Kecepatan dan arah angin dalam fetch konstan. Dalam tulisan ini, panjang fetch efektif perairan Pantai Indramayu dihitung sebagai berikut. 1. Menggunakan peta perairan lokasi Pantai Dadap Indramayu sebagai titik pusat kegiatan yang ditinjau. Lalu membuat garis 8 arah utama angin, yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut sampai menyentuh daratan terdekat. 2. Untuk masing-masing arah utama, buat kipas garis fetch, seperti pada Gambar 2, dengan interval sudut (i) 5o, 10o, 15o dan 20o, yang digambarkan pada sebelah kiri dan sebelah kanan arah utama. Dengan demikian, maka setiap arah utama akan memiliki 9 garis fetch. 3. Ukur panjang fetch (Fi) tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, lalu kalikan dengan skala peta. 4. Hitung jumlah panjang fetch (Fi ) dan jumlah interval sudut (Cosi) untuk masing-masing arah utama 5. Hitung panjang fetch efektif untuk masing-masing arah utama. Gunakan rumus (1): (Fi x Cosi) Feff = ------------------ ……………….. ( 1 ) Cosi

Dimana: Feff = panjang fetch efektif Fi = panjang garis fetch sudut interval ke-i i = sudut interval.

untuk

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Kipas Fetch

Indramayu

Gambar 2. Kipas Garis Fetch (Pantai Indramayu) Untuk Arah Timur, Timur Laut, Utara, dan Barat Laut. Peta Skala 1: 12.000.000.

Gelombang Signifikan

Peramalan gelombang di laut dalam (ratio kedalaman relatif air lau, d dan panjang gelombang, L lebih dari 0,5 atau d/L > 0,5) dapat diperoleh dengan cara nomogram, sebagai fungsi dari kecepatan angin, panjang fetch dan lama angin bertiup atau menggunakan

Metoda Sverdrup-Munk-Bretschneider (SMB) memakai rumus (2), (3) dan (4). Hasil peramalan adalah gelombang signifikan. (gt/UA ) = 6,88 x 10-1{( gF/UA2)}2/3 ….. ( 2 )

 Jika gt/UA >71.500, berarti kondisi

Fully Developed Seas, maka gHmo/UA2 = 0,2433 dan gT/ UA = 8.132.  Jika gt/UA ≤71.500, berarti kondisi Non-fully Developed Seas, maka peritungan sebagai berikut:

Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

( gHmo /UA2 ) = 1,6 x 10-3{(gF/UA2)}1 /2..… ( 3 )

(gT/UA ) = 2,857 x 10-1{( gF/UA2 )}1/3 ….. ( 4 )

Keterangan: Hmo : Tinggi gelombang signifikan T : Perioda gelombang signifikan UA : Kecepatan angin F : Panjang fetch t : Durasi angin. g : Percepatan gavitasi Langkah-langkah perhitungan gelobang laut dalam sebagai berikut: 1. Hitung durasi kritis (tc), yaitu:

tc = 6,88 x 10-1{( gF/UA2)} 2/3 x (UA/g) …….. (5)

2. Bandingkan tc dengan data durasi (t):  Bila t > tc, maka kondisi ini disebut fetch limited. H dan T 299

dihitung dari rumus (3) dan ( 4 ) dengan nilai Fetch yang telah diketahui.  Bila t < tc, maka kondisi ini disebut duration limited. H dan T dihitung dari rumus (3) dan (4) dengan nilai Fetch minimum dihitung dari persamaan sebagai berikut: Fmin = (UA2/g) x (gt/6,88 x 10-1 .UA ) 3/2 ......(6)

3. Peramalan gelombang dari data angain dapat dikerjakan dengan spreadsheet excel.

Struktur Program Genesis

Dampak bangunan sipil terhadap kawasan pantai atau garis pantai dapat diperkirakan dengan aplikasi analisis numerik menggunakan program Genesis. Data masukan yang dibutuhkan program Genesis sebagai berikut: 1. Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries dari garis pantai yang akan ditinjau adalah posisi, dimana perubahan garis pantai koordinat tersebut dapat dianggap tidak signifikan terhadap hasil simulasi atau pada struktur yang rigid. Batasan ini diperlukan karena di dalam simulasi, perubahan garis pada kedua titik batas tersebut di atas, besarnya dianggap nol. 2. Time series data gelombang lepas pantai atau gelombang laut dalam, tinggi gelombang, perioda gelombang dan arah rambatan gelombang terhadap garis normal pantai untuk selang waktu tertentu. Pengaruh refraksi dan defraksi akan dihitung secara internal dalam Genesis sendiri. 3. Grid simulasi yang melingkupi garis pantai serta perairan dimana gelombang akan merambat. Jumlah grid untuk arah sumbu-x untuk

program ini terbatas hingga 99 buah grid. 4. Struktur bangunan pantai eksisting atau yang direncanakan dan struktur laut lainnya, yang berada pada perairan yang ditinjau. Pada studi ini dilakukan pemodelan terhadap breakwater pelabuhan yang sejajar pantai, bangunan tembok laut, dan jati. 5. Data-data lain, seperti ukuran butiran (D50), parameter kalibrasi, posisi struktur. 6. Program Genesis ini, dengan datadata masukan di atas dapat memberikan perkiraan nilai longshore transport rate, serta perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen tersebut, tanpa atau dengan adanya perubahan struktur pada pantai untuk jangka waktu tertentu. Simulasi yang dilakukan pada sebuah kawasan kajian mencakup: 1. Perubahan garis pantai komulatif dalam kurun waktu yang ditinjau, dengan gradasi perubahan garis pantai setiap tahun. 2. Laju angkutan sedimen total (jumlah angkutan sedimen akibat longshore transport ke arah kiri maupun kanan relatif terhadap posisi pelabuhan, dalam studi ini arah kiri adalah Barat (Barat Laut) dan arah kanan adalah Timur. Dalam program Genesis, data input dan output mempunyai struktur file yang disajikan dalam Gambar 3. START.ext SHORL.ext SHORM.ext WAVE.ext

300

SETUP.ext

G E N E

OUTPT.ext

S

Jurnal Permukiman Vol. 3I No. 4 November 2008 SEAWL.ext S NSWAV.ext

program start.ext.

yang

diberikan

pada

 OUTPUT.ext : berisi informasi perubahan garis pantai setiap tahun.  SHORC.ext : beris informasi posisi akhir garis pantai.

KOMPILASI DATA LAPANGAN Gambar 3. Struktur File Input dan File Output Program GENESIS Sumber: US Army Corps of Engineers, December 1989.

Nama-nama di sebelah kiri gambar adalah file input sedangkan di kanan file output.  START.ext : berisi konfigurasi model, proyek dan setup program, yang diberikanpada start.ext  SHORL.ext : berisi informasi hasil pengukuran posisi garis pantai pada akhir kalinerasi dan verifikasi model.  SHORL.ext dan SHORM.ext merupakan data yang sama, dan dapat digunakan salah satu saja atau keduanya.  WAVE.ext : berisi kondisi gelombang laut (sudut, tinggi, dan perioda gelombang) pada setiap tahapan waktu, Biasanya digunakan data jamjaman/harian.  SEAWL.ext: bersisi informasi mengenai diinding pantai (seawall) yang dipakai hanya untuk memodelkan dinding pantai  NSWAV.ext : berisi informasi sudut dan tinggi gelombang di garis acuan sekitar pantai.  DEPTH.ext : berisi informasi kedalaman perairan di garis acuan sekitar pantai pantai.  SETUP.ext : berisi informasi konfigurasi model, proyek dan setup

Kejadian Gelombang Data angin harian time series 10 tahunan diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Balai Wilayah II Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), yang berlokasi sekitar 10 km dari Indramayu. Data angin yang digunakan antara tahun 1994 sampai tahun 2003. Data angin series harian ini digunakan peramalan gelombang (hindcasting). Hasilnya dapat dibaca pada Tabel 1. Informasi yang didapat dari Tabel 1 adalah prosentase kejadian gelombang akibat angin sebesar 83,95%, dan sebaliknya prosentase kejadian tidak ada gelombang akibat angin sebesar 16,05%. Gelombang yang berpengaruh terhadap lokasi bangunan pantai, dalam hal ini pelabuhan PPI Lepas Pantai Dadap, tembok laut dan jeti berasal dari arah Timur, sebesar 45,67%, dari arah Utara 32,10%, arah Timur Laut 5,95% dan arah Barat Laut 0,22%, Gelombang yang merambat dari Selatan, Barat, Barat Daya, dan Tenggara tidak ber-pengaruh karena angin pem-bangkitnya datang dari arah daratan, frekuensi kejadiaannya relatif kecil. Hal ini dipertegas oleh waverose tahunan untuk wilayah Indramayu, wilayah Cirebon dan sekitarnya, seperti pada Gambar 4. Sedangkan hubungan antara total kejadian tinggi dan perioda gelombang pada Gambar 5. Tabel 1.

Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

301

Prosentase Kejadian Ada Gelombang Antara Tahun 1994 Sampai Tahun 2003 Tinggi gelombang

Arah Gelom-bang

0.0 - 0.4

Utara Tiimur laut Timur Barat laut

0.4 - 0.8

0.8 - 1,2

1.2 - 1.6

30.26

1.13

0.64

5.50

0.41

0.04

41.07

3.81

0.68

-

0.21

0.02

0.00

1.6 - 2.0

0.08

Jum-lah (%)

>2 -

-

-

-

-

5.95

0.08

0.04

-

45.67

-

-

0.22

Prosentase Kejadian ada gelombang akibat angin

32.10

83.95

Prosentase Kejadian tidak ada gelombang akibat angin

16.05

Prosentase Kejadian total

100.00

Sumber: Hasil analisis pembangkitan gelombang (hindcasting).

Gambar 4. Wave Rose Tahunan Pantai Dadap Indramayu

U BL

TL

B

T 0% 10% 20% 40% 60%

BD

TG

S Sumber: Hasil Analisis.

302

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Perioda Gelombang (detik)

Grafik GrafikHubungan HubunganPerioda Periodadan danTinggi Tinggi Gelombang Gelombag 7.5 7.2 5 7 6 .75 6 .5 6 .2 5 6 5.75 5.5 5.2 5 5 4 .75 4 .5 4 .2 5 4 3 .75 3 .5 3 .2 5 3 2 .75 2 .5 2 .2 5 2 1.75 1.5 1.2 5 1 0 .75 0 .5 0 .2 5 0 0

0 .1

0 .2

0 .3

0 .4

0 .5

0 .6

0 .7

0 .8

0 .9

1

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

1.6

1.7

1.8

1.9

2

Tinggi Gelombang (m)

Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Tinggi dan Perioda Gelombang

Sumber: Hasil Analisis

Panjang Fetch Efektif

Berdasarkan rancangan kipas fetch Pantai Dadap Indramayu pada Gambar 2 dan perhitungan menggunakan rumus (1) diperoleh panjang Fetch Efektif (Feff) dari berbagai arah angin yang menimbulkan kejadian gelombang sebagai berikut: 1) Dari arah barat laut = 392.678,05 m. 2) Dari arah Utara = 425.551,74 m. 3) Dari arah Timur laut = 532.532,99 m. 4) Dari arah Timur = 521.880,88 m. Gelombang Signifikan Setelah mendapatkan nilai-nilai Wind Stress Factor dan panjang fetch efektif dari setiap arah pembentukan gelombang, maka berdasarkan Metoda Sverdrup – Munk - Bretschneider (SMB) pada rumus (2), (3), (4), (5) dan (6) dapat dilakukan peramalan tinggi gelombang signifikan Hs, dan perioda Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

spektrum gelombang (Tp), dan tinggi perioda gelombang signifikan (Ts) = 0,95 xTp. Hasil hindcasting gelombang signifikan tahunan dari arah yang dominan di perairan pantai Indramayu dapat dibaca pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Gelombang Signifikan Tahunan Tiap Arah Utara Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999

Hs (m) 0,3 1 0,4 2 0,3 8 0,4 5 0,3 0 0,6

Tp (dt) 3,31 4,51 4,51 3,76 3,76 6,01

Timur Laut Hs Tp (m) (dt) 0,4 3,76 6 0,3 3,76 9 0,1 1,50 7 0,2 3,01 6 0,2 3,01 6 0,2 3,76

Barat Timur Laut Hs Tp Hs Tp (m) (dt) (m) (dt) 0,58 6,77 0,23 2,26 0,40 6,01 0,77 5,26 0,37 4,51 0,53 5,26 0,41 4,51 0,74 5,26 0,37 4,51 0,19 1,50 0,36 4,51 0,52 4,51

303

Utara Tahun

2000 2001 2002 2003 Hr 

Hs (m) 4 0,6 6 0,5 8 0,4 2 0,4 1 0,4 6 0,1 3

Tp (dt) 5,26 6,01 4,51 3,76 4,24 1,62

Timur Laut Hs Tp (m) (dt) 7 0,6 5,26 0 0,3 2,26 0 0,3 3,01 6 0,2 2,26 0 0,3 3,16 3 0,1 1,05 3

Barat Timur Laut Hs Tp Hs Tp (m) (dt) (m) (dt)

-2 -3 -4

305 560 860

0,005 0,004 0,003

Sumber: Puslitbang Air, Desember 2002.

0,51 5,26 0,63 5,26 0,51 6,01 0,79 6,01 0,45 4,51 0,56 3,76 0,36 4,51 0,46 3,76 0,43 5,12 0,54 4,29 0,08 0,85 0,21 1,46

Sumber: Hasil hindcasting. Keterangan: (Hr = Tinggi Hs rata-rata; dan  = standar deviasi)

Dari Tabel 2 di atas dapat diperoleh gelombang signifikan ratar-rata tertinggi datang dari arah Timur, dengan Hs = 0,54 m dan Tp = 4,29 detik, serta Ts = 0,95 Tp = 0,95 x 4,29 detik = 4,07 detik

Bathimetri

Profil melintang pantai, dari garis pantai ke arah laut relatif landai, dan pantainya berpasir halus. Pengukuran kedalaman perairan pantai bervariasi, mulai dari 0 m, -1 m, -2 m, -3m dan -4m LWS, masing-masing pada jarak 50 m, 85 m, 305 m, 560 m, dan 860 m dari garis pantai. Hasil pengukuran bathimetri pada Tabel 3. Dari tabel ini dihitung kemiringan rata-rata dasar laut pada perairan sekitar PPI Dadap Lepas Pantai = {(0,020 + 0,029 + 0,005 + 0,004 + 003)/5} = 0,012 ≈ 0,02. Merujuk pada bathimetri dan juga kemiringan dasar laut tersebut, maka dapat diketahui bahwa perairan pantai Dadap mempunyai konfigurasi dasar laut yang relatif landai dan ke dalam laut yang relatif dangkal. Tabel 3. Kedalaman Laut dan Jarak dari Pantai Kedalaman (m) 0 -1 304

Jarak dari garis pantai ( m ) 50 85

Kemiringan 0,020 0,029

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Sedimen Dasar (litoral drift)

Untuk mendapatkan nilai diameter butiran sedimen D50, contoh sedimen dianalisis menggunakan analisis ayakan mekanis, dan gambar grafik akumulasi dari tiap contoh yang ada. Hasil analisis sedimen dasar di perairan sekitar pelabuhan PPI Dadap adalah berupa sedimen halus bercampur lumpur dengan berat jenis antara (2,1992 – 2,6749) ton/m3 dan D50 antara (0,1395 – 0,4900) mm. Nilai tengah untuk D50 = 0,315 mm.

Bangunan Pantai

Beberapa bangunan pantai yang dijadikan kasus dalam membuat simulasi model analisis dampak lingkungan pada pantai kawasan pelabuhan sebagai berikut: 1. Jeti mempunyai data teknis:  Jumlah 1 buah  Panjang sekitar 40 m dan lebar sekitar 2 m  Kemiringan dasar 0,02  Kedalaman pada ujung laut sekitar 0,75 m 2. Breakwater (BW) Pelabuhan PPI Dadap mempunyai data teknis:  Jumlah 1 buah  Jarak dari garis pantai sekitar 240 m, dan dari garis datum pemodelan sekitar 295 m.  Lebar BW sekitar 200 m.  Dalam laut pada ujung BW sekitar 2,5 m. 3. Seawall mempunyai data teknis:  Jumlah 1 buah  Panjang sekitar 200 m. 4. Kedalaman laut lepas pantai sebagai input gelombang menuju bangunan sekitar 22 m. Situasi bangunan sipil pada kawasan pantai Dadap dapat dibaca pada Gambar 6. Jumlah53 grid

Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi ) Jeti

Gambar 6 Grid Pemodelan Untuk Analisis Genesis ( Jumlah grid 53 dan lebar per grid 20 m)

Gradasi Pantai untuk Analisis Genesis Dampak bangunan sipil terhadap kawasan lahan di Pantai Dadap Indramayu disimulasikan dengan analisis numerik menggunakan program komputer Genesis. Dalam simulasi menggunakan input data sebagai berikut: 1. Panjang garis pantai dalam simulasi numerik sekitar 1,06 km atau 1.060 m. 2. Pantai dibagi kedalam 53 grid atau segmen. Lebar untuk setiap grid 20 m, pada Gambar 6. 3. Grid ke-1 berada di bagian Barat pelabuhan, dan grid ke-53 berada pada bagian Timur, tepatnya sekitar 500 m dari trestle (jembatan) pelabuhan. 4. Bangunan Jeti pada grid ke-1 dan ke2. Seawall berada diantara grid ke-21 dan grid ke-28. Breakwater berada diantara grid ke-23 sampai grid ke34. Trestle pelabuhan berada diantara grid ke-28 dan grid ke-29. 5. Panjang breakwater 200 m, dan berada sekitar 240 m dari garis pantai. 305

6. Berdasarkan wave rose, kejadian gelombang dari arah Timur 45,67%, arah Utara 32,10%, arah Timur Laut 5,95%, dan dari arah Barat Laut sekitar 0,22%. 7. Ukuran sedimen litoral di perairan sekitar pelabuhan, untuk D50 = 0,315 mm. 8. Gelombang hasil hindcasting data angin harian runtut waktu (time series) tahun 1994 – 2003. 9. Jarak datum mulai grid ke-1 hingga grid ke-53 dengan garis pantai asli atau initial bervariasi antara 39,6 m hingga 61 m.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Perubahan Pantai

Lahan

Kawasan

Berdasarkan hasil simulasi numerik menggunakan program Genesis, terdeteksi dengan jelas pengaruh bangunan sipil: jeti, pelabuhan PPI dan seawall terhadap kawasan pantai di bagian kiri dan kanannya, seperti informasi yang dihjasilkan pada Tabel 4, Tabel 5 dan Gambar 7. Apabila membandingkan erosi (tanda minus) pada posisi garis pantai final, yang disampaikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 dengan posisi garis pantai initial dapat diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Antara grid 1 dan grid 16 akan terjadi erosi yang sangat besar. Jadi ada sekitar 16 grid x 20 m = 320 m panjang pantai yang akan hilang akibat erosi. Perhatikan grafik pada Gambar 7. 2. Antara grid 1 - grid 7, garis pantai akan mundur sejauh antara 37.7 m hingga mencapai 78 m. 3. Antara grid 8 dan grid 16, garis pantai akan mundur sejauh 42,6 m hingga 79,1 m. Artinya antara grid 1 dan 16 memerlukan langkah 306

4.

5.

6.

7.

8.

9.

pengamanan yang tepat, guna mencegah kehilangan lahan dan kerugian harta benda. Antara grid 1g dan grid 53 akan terjadi akrasi pantai akibat sedimentasi pada grid tersebut. Jadi ada sekitar 35 grid x 20 m = 700 m panjang pantai yang terkena sedimentasi. Antara grid 18 dan grid 28, terjadi penambahan lahan pada pantai (akrasi) antara 0,5 m hingga 111,8 m. Antara grid 29 dan grid 53, terjadi terjadi penambahan lahan pada pantai (akrasi) antara 1 m hingga 117,1 m. Akrasi terbesar terjadi pada grid 29 sebesar 117,1 m, sedangakn akrasi yang terjadi pada grid 20 & 30 sebesar 111,8 m. Seawall berada antara grid 21 (ujung barat) dan grid 28 (trestle pelabuhan). Grid 17 dan grid 53 bernilai 0 (nol) artinya relatif tidak tejadi prubahan garis pantai pada grid ini. Antara grid 30 dan grid 53, terjadi penambahan lahan pada pantai (akrasi) sebesar antara 1,0 m hingga 111,9 m. Bila memperhatikan grafik pada Gambar 7, dapat dideteksi bahwa bagian pantai yang terkena sedimentasi (penambahan lahan) hampir dua kali lebih besar dibanding yang terkena erosi (pengurangan lahan).

Dari simulasi Genesis juga diketahui bahwa persis pada pertemuan trestle dengan breakwater atau pada grid 28 dan grid 29, garis pantai akan maju sejauh 117,1 m. Pada titik ini posisi tersebut akan stabil. Mulai dari grid 28 ke arah barat garis pantai akan turun atau mundur hingga mencapai titik nol

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

atau tepat pada garis initial pada grid 17. Selanjutnya erosi terus ke arah Barat hingga merubah garis pantai sejauh 79,1 m pada grid 8. Posisi garis pantai terus mengikuti pola erosi hingga berahir pada titik, dimana garis pantai initial berimpit dengan groin atau jetty pada grid 1. Mulai grid 29 ke arah Timur posisi garis pantai terus mendekati posisi initial dan bertemu pada grid 52. Posisi garis pantai tersebut di atas adalah garis pantai stabil yang dihasilkan pada simulasi perubahan garis pantai secara numerik ini. Memperhatikan posisi garis pantai maka dapat diketahui pengaruh bangunan sipil yan ada dalam simulasi terhadap garis pantai sebagai berikut:  Menimbulkan atau menciptakan sedimentasi formasi salien atau tombolo di belakang pelabuhan PPI.  Menimbulkan erosi di bagian Barat pelabuhan  Perubahan posisi garis pantai bermula dari posisi initial, tahun ke-1 hingga tahun ke-9.  Pada tahun ke-1 dan ke-2, perubahan masih relatif kecil. Tetapi mulai tahun ke-3 hingga posisi pantai final, perubahan posisi pantai tersebut sangat besar.

 Antara grid 1 sampai grid 16 garis pantai berada di belakang posisi initial, artinya terjadi erosi atau pengurangan lahan .  Antara grid 18 sampai grid 52 posisi garis pantai berada di depan posisi initial, artinya terjadi akrasi atau sedimentasi garis pantai.

Volume dan Debit Litoral Drift

Analisis numerik program Genesis menghasilkan pula output berupa volume dan debit litoral drift neto, yang dapat mengendap pada tempat tertentu dan bergerak sejajar pantai sebagai berikut:  Pada tahun ke-1 dan tahun ke-2, volume litoral drift neto besar dan menurun hingga tahun ke-9.  Pada Antara grid 1 dan 4, volume litoral drift neto antara 10.197 m3 hingga 12.046 m3, pada tahun ke-1, dan menjadi antara 2.850 m3 hingga 3.014 m3 pada tahun ke-9. Sedangkan debit litoral drift neto antara grid 1 dan grid 16 antara 12 m3/dt hingga 18 m3/dt.  Antara grid 5 dan 16, volume litoral drift neto menurun dari 9.365 m3 (grid 5) hingga menjadi 1.014 m3 (grid 16) pada tahun ke-1. Tapi pada tahun ke-9, volume litoral drift neto pada grid 5 = 3.065 m3, dan 3.268 m3 pada grid 12. Debit litoral drift neto antara 19 m3/dt hingga 21 m3/dt.

Tabel 4. Perubahan Kawasan Pantai Dadap di Sekitar Pelabuhan PPI Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Program Genesis (m). Grid Initial

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Tahun Ke-8

Setelah Tahun Ke-9

Final

(12)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

1

38

25,8

13,3

1,5

0,2

-1,7

5,0

-3,4

-3,3

0,3

0,3

2

70

25,0

10,8

0,7

0,6

-1,5

1,5

-4,5

-4,0

-1,2

-1,2

3

70

24,4

8,5

- 0,1

0,2

-1,9

-0,7

-5,2

-4,7

-1,9

-1,9

4

70

23,8

6,6

- 1,2

-0,5

-2,7

-2,6

-5,8

-5,5

-2,6

-2,6

5

62

23,1

5,0

- 2,5

-1,6

-3,8

-4,7

-6,5

-6,3

-3,5

-3,5

Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

307

Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Program Genesis (m). Initial

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Tahun Ke-8

Setelah Tahun Ke-9

Final

6

66

22,3

3,7

- 3,8

-3,3

-5,0

-6,8

-7,2

-7,1

-4,6

-4,6

7

73

21,9

3,1

- 4,2

-4,3

-5,4

-8,0

-7,2

-7,1

-5,0

-5,0

8

74

21,6

3,0

- 4,2

-4,7

-5,4

-8,8

-6,7

-6,7

-5,1

-5,1

9

72

21,5

3,3

- 3,7

-4,6

-4,8

-8,9

-5,8

-5,8

-4,7

-4,7

10

69

21,6

4,1

- 2,6

-4,1

-3,8

-8,4

-4,4

-4,5

-3,8

-3,8

11

62

22,0

5,3

- 1,0

-2,9

-2,3

-7,2

-2,6

-2,7

-2,3

-2,3

12

60

22,6

7,0

1,2

-0,9

-0,1

-5,4

-0,2

-0,3

-0,1

-0,1

13

60

23,5

9,0

4,0

1,7

2,7

-2,8

2,7

2,7

2,6

2,6

14

59

24,7

11,2

7,2

4,8

6,5

0,6

6,2

6,3

6,1

6,1

15

58

26,3

13,8

10,7

9,4

11,7

5,1

10,0

10,3

10,5

10,5

16

58

28,2

16,9

14,9

17,4

18,9

9,9

14,1

15,9

15,4

15,4

17

57

57,0

57,0

57,0

57,0

57,0

57,0

57,0

57,0

57,0

57,0

18

56

56,0

56,2

56,7

56,0

56.,0

59,0

59,6

58,6

56,5

56,5

19

55

56,0

60,3

63,0

59,1

62,5

66,0

65,5

65,9

63,3

63,3

20

53

59,3

64,8

68,7

68,8

71,0

73,0

71,7

72,6

70,3

70,3

21

54

62,9

70,0

75,0

76,4

78,5

80,2

78,4

80,0

77,6

77,6

22

55

67,0

75,7

81,9

84,0

86,0

87,7

85,7

88,0

85,4

85,4

23

54

71,5

81,9

89,6

92,4

94,2

96,0

93,5

96,8

93,8

93,8

Grid

Sumber: Hasil Analisis Menggunakan Program Genesis

308

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 4. Perubahan Kawasan Pantai Dadap di Sekitar Pelabuhan PPI (Lanjutan) Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Program Genesis (m). Grid Initial

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Setelah Tahun Tahun Ke-8 Ke-9

Final

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

24

53

78,0

89,4

98,4

102,5

103,7

105,5

102,5

106,8

103,9

103,9

25

52

85,7

99,2

109,2

113,8

115,0

117,8

115,1

119,3

116,9

116,9

26

50

93,0

110,3

119,4

126,4

127,4

131,8

130,8

132,8

132,6

132,6

27

52

97,2

101,9

127,8

137,9

139,4

144,4

146,2

145,1

149,1

149,1

28

50

97,9

121,7

132,5

145,7

147,5

153,0

156,7

154,3

161,8

161,8

29

50

95,9

120,2

132,6

145,2

150,5

154,7

159,4

158,2

167,1

167,1

30

50

92,3

115,7

129,6

141,0

146,7

151,5

155,6

155,6

161,9

161,9

31

50

87,6

109,8

124,1

135,2

140,3

145,9

148,5

149,9

153,9

153,9

32

48

82,4

103,4

117,2

128,2

133,1

139,5

139,8

142,8

144,7

144,7

33

50

77,5

97,2

110,3

121,6

125,8

133,1

131,5

135,3

136,2

136,2

34

48

73,6

91,7

105,3

115,3

120,2

127,3

125,8

129,9

129,8

129,8

35

48

70,0

86,7

100,3

109,6

114,6

121,8

120,5

124,4

124,2

124,2

36

49

66,5

82,1

95,6

104,3

109,2

116,5

115,3

119,0

119,0

119,0

37

47

63,2

78,0

91,0

99,5

104,1

111,3

110,3

113,7

113,9

113,9

60,3

74,3

86,6

95,0

99,3

106,0

105,3

108,4

108,9

108,9

82,5

90,7

94,6

101,0

100,5

103,3

104,0

104,0

38

44

39

46

57,6

71,0

40

48

55,2

68,0

78,5

86,6

90,3

96,1

95,9

98,3

99,3

99,3

41

49

53,1

65,3

74,9

82,7

86,1

91,3

91,4

93,4

94,6

94,6

42

50

51,4

62,8

71,5

78,8

82,2

86,8

87,2

88,8

90,2

90,2

68,4

75,1

78,5

82,4

83,1

84,3

85,8

85,8

43

49

49,9

60,6

44

47

48,6

58,5

65,4

71,6

74,9

78,3

79,1

80,0

81,6

81,6

45

46

47,6

56,6

62,7

68,3

71,4

74,2

75,2

75,8

77,4

77,4

Sumber: Hasil Analisis Menggunakan Program Genesis

Tabel 4. Perubahan Kawasan Pantai Dadap di Sekitar Pelabuhan PPI (Lanjutan) Posisi Garis Pantai Hasil Simulasi Program Genesis (m).

Grid

Initial

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Setelah Tahun Tahun Ke-8 Ke-9

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

46

47

46,9

54,9

60,2

61,1

67,9

70,3

71,4

71,7

73,3

73,3

47

48

46,3

53,3

57,8

62,0

64,5

66,5

67,6

67,7

69,2

69,2

48

50

45,8

51,7

55,5

59,0

61,1

62,7

63,8

63,8

65,1

65,1

49

51

45,6

50,4

53,3

56,2

57,9

59,2

60,0

60,1

61,1

61,1

50

52

45,4

49,0

51,2

53,4

54,7

55,6

56,3

56,3

57,1

57,1

51

49

45,3

47,7

49,1

50,6

51,4

52,1

52,5

52,5

53,0

53,0

52

48

45,1

46,3

47,1

47,8

48,2

48,5

48,7

48,7

49,0

49,0

53

45

45,0

45,0

45,0

45,0

45,0

45,0

45,0

45,0

45,0

45,0

Final

Sumber: Hasil Analisis Menggunakan Program Genesis Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

309

600 550 500

U

Garis Pantai Initial Garis Pantai Final

Perubahan Garis Pantai ( m )

450

Garis Pantai Setelah Tahun ke-1

400 350 300 250 200 150

Jeti

Seawall

100 50 0 -50 0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

Garis Pantai (Grid )

Gambar 7. Gafik Perkiraan Perubahan Kawasan Pantai Dadap di Sekitar Pelabuhan PPI. Sumber: Hasil Analisis Menggunakan Program Genesis.

Tabel 5. Volume Litoral Drift (m3) dan Debit Litoral Drift (m3/detik) Volume Litoral Drift Neto ( m3 ) Grid

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Debit

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Tahun Ke-8

Setelah Tahun Ke-9

Litoral Drift

( x 100 m3/dt )

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

-12046 -11828 -11018 -10197 -9365 -8665 -7878 -6957 -6014 -5105 -4252 -3532 -2858 -2201 -1584 -1014 -477 -477 -477 -496 -609 -770 -987

-6036 -5809 -5554 -5267 -4957 -4632 -4297 -3960 -3626 -3299 -2983 -2683 -2402 -2141 -1898 -1673 -1470 -1470 -1474 -1550 -1650 -1777 -1932

-3666 -3454 -3272 -3118 -2977 -2842 -2708 -2575 -2445 -2318 -2198 -2084 -1981 -1891 -1819 -1762 -1726 -1726 -1734 -1782 -1853 -1942 -2053

-2717 -2694 -2691 -2697 -2711 -2727 -2735 -2733 -2725 -2709 -2682 -2648 -2610 -2569 -2527 -2505 -2550 -250 -2537 -2469 -2470 -2496 -2535

-2612 -2576 -2537 -2499 -2458 -2420 -2389 -2369 -2357 -2353 -2359 -2370 -2384 -2403 -2432 -2473 -2502 -2502 -2502 -2560 -2599 -2635 -2672

-3137 -3260 -3315 -3337 -3339 -3324 -3292 -3245 -3184 -3110 -3028 -2939 -2843 -2743 -2638 -2519 -2355 -2355 -2410 -2476 -2513 -2543 -2574

-2683 -2530 -2422 -2341 -2283 -2249 -2242 -2258 -2294 -2349 -2419 -2503 -2507 -2697 -2796 -2883 -2959 -2959 -2968 -2958 -2934 -2903 -2867

-2388 -2390 -2398 -2408 -2414 -2418 -2420 -2421 -2421 -2421 -2420 -2418 -2416 -2416 -2418 -2426 -2457 -2457 -2440 -2448 -2460 -2493 -2535

-2850 -2914 -2964 -3014 -3065 -3115 -3159 -3197 -3226 -3246 -3261 -3268 -3270 -3267 -3265 -3267 -3262 -3262 -3221 -3173 -3131 -3089 -3042

0,0 0,12 0,16 0,18 0,19 0,19 0,20 0,21 0,21 0,22 0,21 0,21 0,21 0,21 0,20 0,20 0,00 0,00 0,18 0,18 0,17 0,16 0,13

Sumber: Hasil Analisis Menggunaka Program Genesis. Keterangan: tanda minus artinya litoral drift menuju ke arah kiri pelabuhan atau ke arah Barat.

310

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Tabel 5. Volume Litoral Drift (m3) dan Debit Litoral Drift (m3/detik) - Lanjutan. Volume Litoral Drift Neto ( m3 ) Grid

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Debit

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Tahun Ke-8

Setelah Tahun Ke-9

Litoral Drift

( x 100 m3/dt )

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

-1301 -1751 -2359 -3134 -3947 -4809 -5635 -6395 -7072 -7692 -8187 -8648 -9043 -9358 -9650 -9944 -10153 -10283 -10357 -10382 -10397 -10427

-2121 -2327 -2569 -2880 -3271 -3700 -4138 -4560 -4960 -5337 -5690 -6116 -6317 -6599 -6765 -7118 -7358 -7589 -7809 -8015 -8208 -8386

-2191 -2353 -2532 -2695 -2855 -3050 -3274 -3524 -3781 -4030 -4266 -4511 -4756 -4999 -5233 -5455 -5661 -5849 -6021 -6176 -6317 -6442

-2586 -2661 -2745 -2870 -3053 -3290 -3517 -3722 -3921 -4119 -4324 -4504 -4672 -4829 -4982 -5132 -5280 -5426 -5567 -5699 -5820 -5931

-2705 -2728 -2749 -2768 -2793 -2824 -2919 -3022 -3113 -3201 -3277 -3364 -3454 -3542 -3625 -3701 -3773 -3837 -3900 -3961 -4021 -4080

-2604 -2635 -2685 -2763 -2854 -2954 -3030 -3116 -3218 -3333 -3464 -3591 -3720 -3851 -3979 -4101 -4215 -4320 -4414 -4496 -4568 -4628

-2824 -2770 -2722 -2704 -2736 -2802 -2886 -2961 -3006 -3012 -2982 -2956 -2932 -2911 -2893 -2880 -2872 -2868 -2870 -2877 -2889 -2904

-2593 -2671 -2745 -2781 -2761 -2719 -2697 -2696 -2623 -2778 -2847 -2921 -2992 -3059 -3121 -3177 -3227 -3270 -3306 -3334 -3355 -3370

-2989 -2938 -2896 -2893 -2965 -3098 -3259 -3373 -3445 -3479 -3494 -3493 -3490 -3489 -3493 -3501 -3514 -3532 -3554 -3579 -3606 -3635

0,07 -0,01 -0,08 -0,08 -0,03 0,06 0,07 0,05 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,09 0,10 0,11 0,11

Sumber: Hasil Analisis Menggunakan Program Genesis. Keterangan: tanda minus artinya litoral drift menuju ke arah kiri pelabuhan atau ke arah Barat.

Tabel 5. Volume Litoral Drift (m3) dan Debit Litoral Drift (m3/detik) - Lanjutan. Volume Litoral Drift Neto ( m3 )

Grid

Setelah Tahun Ke-1

Setelah Tahun Ke-2

Setelah Tahun Ke-3

Setelah Tahun Ke-4

Setelah Tahun Ke-5

Setelah Tahun Ke-6

Debit

Setelah Tahun Ke-7

Setelah Tahun Ke-8

Setelah Tahun Ke-9

Litoral Drift

( x 100 m3/dt )

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

46 47 48 49 50 51 52 53

-10456 -10454 -10422 -10347 -10250 -10132 -10064 -10013

-8548 -8692 -8818 -8925 -9011 -9076 -9119 -9141

-6551 -6647 -6728 -6796 -6849 -6888 -6914 -6927

-6031 -6139 -6195 -6258 -6309 -6348 -6374 -6387

-4136 -4186 -4231 -4269 -4300 -4323 -4328 -4346

-4679 -4723 -4759 -4788 -4811 -4828 -4839 -4845

-2922 -2942 -2962 -2980 -2999 -3007 -3015 -3019

-3381 -3388 -3391 -3393 -3394 -3394 -3394 -3394

-3663 -3691 -3717 -3739 -3758 -3772 -3782 -3787

0,12 0,12 0,12 0,12 0,13 0,13 0,13 0,13

Sumber: Hasil Analisis Menggunakan Program Genesis. Keterangan: tanda minus artinya litoral drift menuju ke arah kiri pelabuhan atau ke arah Barat.

 Antara grid 17 dan 23, volume litoral drift neto antara 477 m3 hingga 987 m3 pada tahun ke-1. Tapi pada tahun ke-9, litoral drift neto menjadi antara 3.262 m3 hingga 3.042 m3. Debit litoral drift neto antara grid 17 dan

Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

grid 23 antara 0,00 m3/dt hingga 18

m3/dt.  Antara grid 24 dan 39, volume litoral drift neto naik dari 1.301 m3 (grid 24) hingga menjadi 9.944 m3 (grid 39) pada tahun ke-1. Tapi pada tahun ke9, volume litoral drift neto antara 311

2.989 m3 hingga 3.501 m3. Debit litoral drift neto diantara -1.0 m3/dt hingga 9 m3/dt.  Antara grid 40 dan 53, volume litoral drift neto antara 10.153 m3 dan 104,56 m3 pada tahun ke-1. Tapi pada tahun ke-9 naik dari 3.501 m3 pada grid 40 dan 3.787 m3 pada grid 53. Debit litoral drift neto diantara 10 m3/dt hingga 13 m3/dt.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil simulasi numerik menggunakan program Genesis (generalized model for simulating shoreline change) dapat diambil kesimpulan bahwa Pelabuhan PPI Lepas Pantai Dadap sebagai berikut: 1. Pantai yang berada persis di belakang pelabuhan mengalami sedimentasi atau akrasi berbentuk salien. Panjang pantai yang mengalami sedimentasi sekitar 700 m (antara grid 18 sampai grid 53 atau sekitar 3 grid x 20 m), dan akrasi terbesar sekitar 117,1 m (pada grid 29 atau tepat pada trestle). 2. Pantai di sebelah Barat pelabuhan mengalami erosi Panjang pantai yang akan terkena erosi sekitar 320 m (antara grid 1 sampai grid 16 atau sekitar 16 grid x 20 m), dan kejadian garis pantai yang mundur terbesar sekitar 79,1 m (pada grid 8). 3. Gerakan sedimen dari kiri menuju ke arah kanan pelabuhan atau dari arah Timur ke arah Barat. Debit litoral drift neto antara 1 m3/dt – 20 m3/dt. 4. Tembok laut (seawall) sepanjang sekitar 200 m, yang dibangun mulai dari trestle ke arah Barat pelabuhan, tepatnya antara grid 21 312

hingga grid 28 belum mencegah laju erosi pada Demikian juga groin headland di bagian pelabuhan, juga belum menahan laju erosi.

mampu pantai. sebagi Barat mampu

Saran

Untuk mencegah laju dampak di kawasan pantai Dadap sekitar pelabuhan PPI disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Memperpanjang seawall yang ada ke arah Barat hingga menutup bagian pantai yang akan terkena erosi. Cara ini diterapkan apabila di daratan dekat pantai sudah dipenuhi oleh rumah dan bangunan lainya. 2. Memperpanjang seawall dengan rivetment material alam atau buatan, apabila di bagian daratan pantai belum dipenuhi oleh rumah dan bangunan. 3. Membuat detached breakwaters apabila membutuhkan tambahan garis pantai. Penerapan cara ini sebaiknya dibahas bersama masyarakat nelayan, dan menjadi keputusan bersama. Daratan yang terbentuk antara pantai dan breakwater dapat ditanami dengan pohon mangrove. 4. Melakukan studi identifikasi kondisi pantai yang sebenarnya dan lebih mendetil pada pantai sebelah Barat pelabuhan, dengan tujuan mengetahui faktor teknis dan nonteknis penangan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA Bambang Triatmojo (1999)., Teknik Pantai., Edisi Kedua., Beta Offset Yogyakarta. Bappeda Kab. Indramayu – Puslitbang Pengairan (2000)., Laporan Survai dan Pengamatan Data Topografi, Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 4 November 2008

Bathimetri dan Hidro Oseanografi., Final Report, Desember 2002. Dahuri, Rokhmin M.S; Rais, Jacub; Putra, Sapta Ginting; M.J. Sitepu (2001)., Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu., Cetakan Kedua (edisi revisi). Penerbit PT. Pradnya Parameta Jakarta. Hang Tuah, S ( .. )., Mekanisme Abrasi dan Sedimentasi di Pantai. Program Studi Teknik Kelautan ITB. Hang Tuah, S ( .. )., Teori Gelombang., Program Studi Teknik Kelautan ITB. Hang Tuah, S ( .. )., Sistem Proteksi Erosi Pantai., Program Studi Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung.

Analisis Dampak Pembangunan … (Sarbidi )

Hanson, Hans; C. Kraus, Nicholas (1989)., Genesis: Generalized

Model For Simulating Shoreline Change,. Technical Report CERC89-19. December 1989.

Syamsudin (2001)., Pengamanan Pantai Dengan Cara Pengisian Pasir.,

Workshop on Integrated Bali Beach Conservation Program,

Denpasar Bali. Syamsudin (2003)., Diktat Kuliah Teknik Rekayasa Pantai., MPPSDA ITB – Dep. Kimpraswil.

US Army Corps of Engineers (…)., Shore Protection Manual, Volume I., Washington D.C., Printing Office.

Government

US Army Corps of Engineers (1992)., Coastal Groins and Nearshore Breakwater. Enggineering Manual., Washington D.C., Government

Printing

Office.

313