World Bank Document - World Bank Intranet

7 downloads 196 Views 608KB Size Report
8 Ags 2007 ... yang berhubungan dengan tsunami menjadi proporsi yang besar dalam ... menanggapi dengan menjelaskan bahwa Gambar 1: Insiden ...
Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

40439 Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 – 28 Februari 2006 World Bank/DSF Sebagai bagian dari program dukungan untuk proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan Masyarakat di Bank Dunia Jakarta menggunakan metodologi pemetaan konflik melalui surat kabar untuk merekam dan mengkategorikan semua laporan tentang insiden konflik di Aceh yang diberitakan di dua surat kabar daerah (Serambi dan Aceh Kita). Program ini mempublikasikan perkembangan per bulan, sejauh mungkin didukung oleh kunjungan ke lapangan, yang terangkum dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.1 Di bulan Februari, satu insiden serius yang berhubungan dengan GAM-RI terlapor di Blang Pidie, Aceh Barat Daya. Suatu kelompok demonstrator, yang menurut laporan adalah mantan anggota kelompok anti-separatis, merusak gedung milik LSM SIRA (Sentra Informasi Referendum Aceh). Kejadian ini menekankan kepentingan mekanisme untuk memantau dan meninjau ketegangan seperti itu, khususnya menjelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Perselisihan tingkat lokal makin bertambah, meskipun jumlah insiden yang berakibat kekerasan telah berkurang. Masalah yang berhubungan dengan tsunami menjadi proporsi yang besar dalam perselisihan tingkat lokal. Masalah tersebut termasuk dua jenis perselisihan administratif, umumnya melibatkan pemimpin daerah atau lembaga pemberi bantuan tsunami, dan perselisihan dalam alokasi sumber daya, khususnya lahan. Jumlah tinggi dari perselisihan yang berhubungan dengan pembangunan dan tumpang tindih konflik yang berhubungan dengan tsunami, menekankan kepentingan program yang sensitif terhadap konflik dan kebutuhan mekanisme penanganan keluhan yang mampu menanggapi seluruh institusi dan organisasi yang bekerja dalam area trunami dan konflik. Satu insiden serius yang berhubungan dengan MoU dilaporkan di bulan Februari. Aceh Kita dan Serambi melaporkan bahwa pada tanggal 17 Februari kantor lokal SIRA di Blang Pidie, Aceh Barat Daya dihancurkan oleh suatu kelompok yang berisi sekitar 100 demonstrator. Salah satu pegawai SIRA dipukuli hingga membengkak. Menurut kepala lokal SIRA, demonstrasi tersebut dipimpin oleh Amiruddin, mantan ketua dari Front Anti-Separatis dan para demonstrator mayoritas adalah anggota GAM yang menyerah sebelum MoU. Menurut laporan, Amiruddin menanggapi dengan menjelaskan bahwa Gambar 1: Insiden GAM-RI berdasarkan bulan ia terikat pada MoU dan saat kelompok tersebut menjadi emosional, ia menjadi kehilangan kontrol. Seminggu kemudian, Aceh Kita melaporkan bahwa masalah tersebut diajukan dalam AMM CoSA (Commission on Security Arrangement – Komisi Pengaturan Keamanan). Menurut laporan, AMM menggolongkan masalah ini sebagai pelanggaran klausa 4.9 dalam MoU dan meminta pemerintah untuk memeriksa.

1

Adanya keterbatasan dalam pemetaan melalui surat kabar untuk memetakan insiden tingkat provinsi, surat kabar yang secara umum cuma memberitakan tentang berita tingkat daerah, tidak mengankat semua kasus dan pemberitaan miring dalam melaporkan kasus-kasus tertentu. Untuk informasi lebih lanjut atau yang berminat dapat dilihat di: Patrick Barron and Joanne Sharpe (2005).”Counting Conflict: Using Newspaper Reports to Understand Violence in Indonesia”, Indonesia Social Development paper No. 7, Jakarta: World Bank. Laporan ini merupakan perkembangan pemantauan per bulan, bisa di akses melalui: www.conflictanddevelopment.org data tersedia bagi siapa saja yang berminat, untuk mendapatkan semua dataset tersebut silahkan hubungi Samuel Clark di: [email protected]

1

Tinjauan tim Bank Dunia ke Aceh Barat Daya di bulan Januari sebagai bagian dari Kajian mengenai Kebutuhan Reintegrasi GAM, menekan bahwa terdapat ketegangan yang tersembunyi di antara berbagai kelompok di kabupaten ini. Sekitar 800 anggota GAM menyerah di Aceh Barat Daya sebelum penandatanganan MoU, kebanyakan di tahun 2003. Banyak dari “GAM yang menyerah” kembali ke mata pencaharian asal, namun beberapa bergabung dalam kelompok antiseparatis. Umunya, terdapat kesukaran di antara GAM yang menyerah dan yang baru kembali. Namun masih tersisa ketegangan di antara GAM yang bergabung dalam kelompok anti-separatis dan GAM yang baru kembali dan berpartisipasi dalam kegiatan SIRA. “Kami merasa ada perbedaan [dalam perlakuan] karena tak jelas status GAM yang menyerah. Ada dua grup dalam GAM: yang kembali waktu darurat militer dan yang kembali setelah MoU. Gimana status GAM yang kembali waktu darurat militer? AMM cuma perhatian sama yang kembali waktu MoU. Mereka tak perhatian sama GAM yang kembali sebelum MoU. Kalau AMM perhatian, masalahnya bisa selesai.” GAM yang Menyerah, Aceh Barat Daya “Dulu, front ini [front anti-separatist] mendukung aparat. Tetapi sejak damai, front ini cuma melindungi pelaksanaan MoU. Siapapun yang menghancurkan MoU akan jadi musuh kami. Kami melindungi hasil dari negosiasi Helsinki. Kami bekerja untuk menyelamatkan MoU.” Front Anti-Separatis/GAM yang Menyerah, Aceh Barat Daya

Seperti yang ditegaskan dalam kutipan di atas, tedapat dua sumber utama ketegangan di antara dua kelompok. Pertama, mereka memiliki interpretasi MoU yang berbeda dan dalam waktu yang sama mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi MoU (atau interpretasi mereka). Kedua, banyak dari GAM yang baru kembali masih menganggur dan melihat beberapa GAM yang menyerah telah mendirikan kembali kehidupannya. Beberapa dari mereka yang bergabung dalam kelompok anti-separatis telah menekuni usaha di kabupaten tersebut dengan sukses, termasuk melaksanakan kontrak pemerintah. Sebaliknya, GAM yang menyerah merasa bahwa semua perhatian saat ini adalah pada GAM yang baru kembali. Oleh karena itu, terdapat perasaan cemburu dan kompetisi di antara dua kelompok. Masalah-masalah tersebut akan menjadi sensitif menjelang Pilkada. Nantinya akan diperlukan pemantauan dekat atas hubungan antara kelompok yang berbeda untuk memastikan bahwa masalah diselesaikan sebelum berkembang menjadi percekcokan yang lebih besar lagi. Persoalan dalam berurusan dengan hubungan di antara GAM yang menyerah dan yang baru kebali tidak hanya terjadi di Aceh Barat Daya. Ketegangan serupa juga terlihat selama tinjauan lapangan di kabupaten lainnya, termasuk Pidie dan Aceh Selatan. Penculikan di Aceh Utara, Penduduk meminta dukungan AMM Serambi melaporkan pada tanggal 20 Februari 2006 bahwa enam laki-laki tak dikenal menculik pegawai desa di kecamatan Cot Girek, Aceh Utara. Pelaku meminta Rp. 50 juta sebagai pengganti kebebasan pegawai tersebut dengan selamat. Penduduk desa meminta bantuan AMM untuk menyelidiki penculikan, namum Serambi melaporkan pernyataan bahwa penduduk sebenarnya merencanakan untuk menangkap tim AMM saat mereka mengunjungi desa. Akhirnya, perwakilan AMM di Aceh Utara menjelaskan kepada penduduk desa bahwa mereka perlu menunggu hasil dari investigasi polisi yang sedang berlangsung. Secara positif insiden ini mengakibatan GAM, TNI, dan Polisi, dengan AMM, bekerjasama untuk merencanakan startegi dan mencari solusi. Kantor lokal AMM di Aceh Utara membantu mendirikan forum keamanan kecamatan dimana pewakilan lokal GAM dan berbagai perwakilan pemerintah termasuk Camat, polisi dan TNI lokal, juga pemimpin masyarakat, dapat bertemu untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah keamanan di kecamatan mereka. Meskipun tidak jelas apakah ini insiden yang berhubungan dengan GAM–RI, dialog antara dua sisi dapat menghindari penuduhan dari efek tersebut.

2

Konflik tingkat lokal meningkat Jumlah konflik tingkat lokal meningkat menjadi 77 insiden, suatu peningkatan 10% dari bulan lalu (lihat Gambar 2). Konsisten dengan bulan sebelumnya, dua-pertiga dari perselisihan tersebut didasari oleh permasalahan administratif. Secara lebih positif, jumlah kekerasan lokal berkurang menjadi tiga insiden di bulan Februari (lihat Gambar 3). Gambar 2: Konflik GAM – RI tingkat lokal berdasarkan bulan

Gambar 3: Konflik kekerasan dan bukan kekerasan tingkat lokal berdasarkan bulan

Sumber: Dataset surat kabar

Proporsi perselisihan yang tinggi masih berhubungan dengan bantuan tsunami. Sepertiga insiden yang dilaporkan berhubungan dengan pemberian bantuan tsunami (lihat Tabel 1). 21 dari insiden tersebut berhubungan dengan pemberian bantuan tsunami dan enam berhubungan dengan alokasi lahan bagi masyarakat yang terkena dampak tsunami. Tabel 1:Jenis Konflik Tingkat Lokal (Februari) Jenis Perselisihan Jumlah perselisihan

Perselisihan administratif Berhubungan dengan tsunami Bahan Bakar Minyak (BBM) Kompensasi Lainnya Perselisihan Sumber Daya Berhubungan dengan tsunami Politik Kewaspadaan Total Sumber: dataset surat kabar

Jumlah kekerasan dalam perselisihan

Jumlah perselisihan yang berhubungan dengan korupsi 25 7 1

54 21 4

1 0 0

29 13 6

1

18 1

6 4 77

0 2 3

1 0 28

Seperti yang dilaporkan di bulan sebelumnya, konflik tersebut menjelaskan bahwa masyarakat merasa mereka tidak memiliki masukan yang cukup dalam alokasi bantuan dan menanyakan keputusan dari pemimpin local dan lembaga pemberi bantuan tsunami. Demikia pula, dalam kasus yang berhubungan dengan pemberian kompensasi BBM, masyarakat menanyakan keputusan pemimpin local dalam mengidentifikasi penerima bantuan dalam desa. Boks 2 berisi dua contoh kasus atas keluhan masyarakat mengenai penyaluran bantuan.

3

Boks 2: Contoh Kasus atas Alokasi Bantuan  Blang Pidie, Aceh Barat Daya, 2 Februari 2006 Serambi melaporkan protes dari sekitar 60 kepala rumah tangga di suatu desa di kecamatan Blang Pidie kepada DPRD lokal. Penduduk memprotes alokasi KKB (Kartu Kompensasi BBM). Mereka menunjukkan kekecewaan pada data yang diambil oleh petugas sensus dan identifikasi kepala desa atas penduduk yang berhak menerima KKB. Pemrotes menjelaskan bahwa meskipun 90% penduduk desa berada di bawah garis kemiskinan, hanya 20% yang menerima KKB dan setengah dari mereka adalah keluarga atau teman dari kepala desa.  Peukan Bada, Aceh Besar, 26 Februari 2006 Serambi melaporkan bahwa konflik antara desa dan Tim Pembangunan Kampung (TPK) mengakibatkan perubahan dalam kebijaksanaan pembangunan LSM lokal. Penduduk menyatakan bahwa TPK, yang didirikan oleh LSM untuk mengkoordinir pembangunan rumah, menunda proses rekonstruksi dan memberikan bahan bangunan yang berkualitas lebih rendah daripada yang digunakan di program rekonstruksi lainnya. Sebagai tanggapan dari kritik tersebut, LSM ini merubah cara berhubungan dnegan penduduk desa. Sebagai pengganti tugas pemantauan TPK, penduduk akan memantau sendiri rekonstruksi rumah mereka dan dapat melaporkan masalah langsung kepada LSM.

Keluhan yang berhubungan dengan tsunami tidak terpatas pada daerah yang terkena dampak tsunami Dampak dari bantuan tsunami terulur ke semua daerah di Aceh dan keluhan tidak terbatas hanya pada masyarakat yang terkena tsunami. Pada tanggal 1 Februari 2006, Serambi melaporkan kasus perusahaan kayu yang memotong pohon cemara di kabupaten Bener Meriah untuk persediaan kayu bagi program rekonstruksi BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) dan perusahaan kertas di Lhokseumawe. Pemrotes lokal menyatakan bahwa masyarakat tidak diberi tahu atas tindakan tersebut dan tidak diberi kompensasi. Mereka juga menjelaskan bahwa tindakan seperti ini mengakibatkan banjir dan berdampak pada kualitas air di Danau Laut Tawar di Aceh bagian tengah. Selain itu, masyarakat yang terkena dampak konflik sadar akan dukungan yang diterima di daerah tsunami. Meskipun masyarakat tidak merasa iri atas bantuan ini dan menyadari kebutuhan korban tsunami, mereka yakin bahwa seharusnya mereka diperlakukan dengan adil. Ketika bantuan yang berhubungan dengan konflik makin merata, akan ada kebutuhan untuk penyelesaian perselisihan dan mekanisme keluhan yang menangani bantuan tsunami dan konflik. “Bantuan yang kami terima setelah konflik beda dengan bantuan tsunami. Korban konflik terimanya beras sama sembakau. Tapi korban tsunami malah dapat bantuan yang lebih besar, isinya beras, minyak, ikan asin, mie, untuk tiap bulan. Sebelum tsunami kami cuma dapat bantuan sedikit meskipun kami ini pengungsi.” Pegawai desa, Aceh Jaya

Tuduhan korupsi dan perselisihan pelayanan sipil juga makin umum Tuduhan korupsi dan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan pembayaran pegawai negeri adalah perselisihan administratif jenis lain yang paling umum dilaporkan. Dari yang terlapor, terdapat 28 kasus yang berhubungan dengan tuduhan korupsi, umumnya pada pemimpin tingkat lokal dan pegawai pemerintah tingkat lokal. Contohnya, Serambi melaporkan pada tanggal 22 Februari bahwa Kepala Desa di kecamatan Tanah Jombo Aye, Aceh Utara, ditangkap karena menjual subsidi beras yang dialokasikan untuk penduduk desa. Penduduk menyatakan bahwa Kepala Desa menjual subsidi beras untuk keuntungan pribadi. Selain itu, terdapat beberapa kasus yang berhubungan dengan pekerjaan dan pembayaran pegawai negeri. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan rincian perselisihan yang berhubungan dengan tsunami, BBM dan administratif.

4

Gambar 4: Perselisihan administratif berdasarkan bulan

Sumber: Dataset surat kabar

Jumlah rendah dari insiden GAM-RI atau insiden yang berhubungan dengan MoU menegaskan kekuatan dari perjanjian perdamaian. Walaupun begitu, satu insiden di Blang Pidie bulan ini menekankan ketegangan yang tersembunyi di antara kelompok tertentu dan potensi ketegangan tersebut untuk menjadi konflik kekerasan. Pemantauan dan perbaikan dari konflik seperti ini akan sangat dibutuhkan terutama menjelang Pilkada. Demikian pula, jumlah tinggi dari konflik administratif yang berhubungan dengan pembangunan menekankan kepentingan untuk memastikan bahwa program-program tersebut sensitif terhadap konflik. Selanjutnya, terdapat hubungan tumpang tindih antara daerah yang terkena dampak tsunami dan konflik, dan hal ini membutuhkan mekanisme penanganan keluhan yang mampu menanggapi institusi dan organisasi yang bekerja di daerah tsunami dan konflik. Jalan terbaik untuk hal ini sepertinya melalui BRR dan badan integrasi yang baru saja didirikan, BRA (Badan Reintegrasi Aceh).

5